PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA (KASUS Dl DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN)
COMMUNITY PARTICIPATION IN THE DEVELOPMENT OF TOURISM VILLAGE (A CASE AT SAMBI TOURISM VILLAGE, PAKEM DISTRICT, SLEMAN REGENCY)
F. YHANI SAKTIAWAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2008
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA (KASUS 01 DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN)
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
F. YHANI SAKTIAWAN
. Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2008
TESIS PARTISIPASI MASYARAKA T DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA (KASUS Dl DESA WISATA SAMBI, KECAMATAN PAKEM, KABUPATEN SLEMAN) Disusun dan diajukan oleh
F. YHANI SAKTIAWAN Nomor Pokok P0204207506 telah dipertahankan di depan Panitia Ujian T esis pada tanggal 22 September 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi Penasihat,
Dr. lr. Sitti Bulkis, MS. Ketua Ketua Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah,
Prof. Dr. Hamka Naping, MA. Anggota
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda di bawah ini Nama Nomor mahasiswa Program Studi
F. Yhani Saktiawan P0204207506 : Perencanaan Pengembangan Wilayah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, September 2008 Yang menyatakan ·
F. Yhani Saktiawan
iii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas karunia dan rahmat-Nya penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ide yang
melatarbelakangi
penulis memilih judul "Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata (Kasus di Desa Wisata Sambi, Kecamatan Pakem, kabupaten Sleman) " adalah keinginan penulis untuk mengetahui permasalahan pengembangan desa wisata dan partisipasi masyarakat di Desa Wisata Sambi. Oleh karena itu penulis berharap adanya kemitraan yang sinergis antar stakeholders terkait, baik masyarakat, swasta dan pemda setempat. Disamping itu, penulis ingin memberikan rekomendasi atau solusi permasalahan melalui model pengembangan desa wisata. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. lr. Sitti Bulkis, MS. dan Prof. Dr. Hamka Naping, MA selaku Ketua Komisi Penasehat dan Anggota Komisi Penasehat atas bantuan dan bimbingannya, mulai dari usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. 2. Para Dosen Penguji, Dosen Pengajar, Pengelola dan Stat administrasi pada Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan,
Program Studi
Perencanaan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin.
3. Kepala
Pusdiklat
Kehutanan
di
Bogar
yang
telah
mendukung
pelaksanaan tugas belajar melalui beasiswa S2 Dalam Negeri Bappenas.
iv
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan segala bentuk bantuan dan perhatiannya, selama menempuh pendidikan program beasiswa S2 Dalam Negeri selama 13 bulan. 5. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi yang telah memberikan kesempatan waktu tugas belajar di Universitas Hasanuddin. 6. Segenap lnstansi terkait di Pemda Sleman, Pusat Studi Pariwisata UGM, GAIA Yogyakarta, Pengelola dan masyarakat Desa Wisata Sambi yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini. 7. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan V PSKMP UNHAS yang telah banyak membantu dalam rangka penyelesaian tesis ini. Secara istimewa, penulis mengucapkan rasa kasih sayang yang paling mendalam kepada isteriku tersayang Tri Hapsari Sapta Nugraha, anakku terkasih Albertus lndra Parahita dan Bernadetta Clarissa Nugrahani. Doa dan kasih setia mereka senantiasa memberikan semangat dalam penyelesaian tesis ini. Akhir kata, penulis menyadari penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, ibarat tidak ada gading yang tak retak. Segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Amien.
Makassar,
September 2008
F. Yhani Saktiawan
v
ABSTRAK
F. YHANI SAKTIAWAN. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Oesa Wisata: Kasus di Oesa Wisata Sambi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman (dibimbing oleh Sitti Bulkis dan Hamka Naping).
Penelitian ini bertujuan mengetahui partisipasi masyarakat dan pengembangan desa wisata ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi. Jenis penelitian 1n1 deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis deskriptif 'kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi berupa pelatihan sumberdaya manusia, pembentukan kelompok sadar wisata, dan kemitraaan dengan pihak-pihak terkait. Bentuk pengembangan objek dan daya tarik wisata berupa pengembangan desa wisata terpadu dan penggalakan sapta pesona. Bentuk pengembangan sarana prasarana wisata berupa pengadaan sarana outbond, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Dari ketiga aspek pengembangan Desa Wisata Sambi, partisipasi masyarakat masih rendah. Keterlibatan swasta paling tinggi dalam pengembangan kelembagaan dan objek serta daya tarik wisata. Pengembangan objek dan daya tarik wisata, keterlibatan pemerintah paling tinggi. Hal ini sejalan dengan partisipasi pasif (kepatuhan) dengan komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan dan informasi hanya menjadi milik profesional dari luar.
ABSTRACT F. YHANI SAKTIAWAN. Public Participation in the Development of Tourism Village: A Case at Sambi Tourism Village, Pa/em District, Sleman Regency (supervised by Sitti Bulkis and Hamka Naping). The aim of the study was to discover public participation and development of tourism village viewed from 1he aspects of institutional, object, tourist attraction, tourism facility and infrastructure at Sambi tourism village. The study was descriptive qualitative. The data were collected through in-depth interview, observation, and documentation and analyzed descriptively and qualitatively. The results of the study indicate that the types of development at Sambi tourism village are training of human resources, establishment of tourism awareness group, and partnership with related institutions. The development of tourism object and tourism attraction is done by integrated tourism village development and increasing of seven tourism charms. The development of facility and infrastructure is done through the procurement of outbound, gateway building, special building for organizers, and restaurant of natural village environment. In the development of Sambi tourism village, public participation is low, but the involvement of government and private party is high. This is in line with passive participation (obedience), where the community participates through information on what is going on or what has been done by the government/agent of development Information only belongs to professional from outside the area.
DAFTAR lSI Halaman PRAKATA
iv
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
DAFTAR lSI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
I.
II.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
1
B.
Rumusan Masalah
8
C.
Tujuan Penelitian
9
D.
Manfaat Penelitian
9
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
11
B.
Partisipasi Masyarakat
17
C.
Konsep Masyarakat
22
D.
Pengembangan Desa Wisata
23
E.
Desa Wisata
26
F.
Produk Pariwisata
28
G.
Hasil Penelitian Tentang Partisipasi Dalam Pariwisata
30
viii
Ill.
H.
Kerangka Pemikiran Penelitian
32
I.
Definisi Operasional
34
METODOLOGI PENELITIAN
A
Pendekatan dan Jenis Penelitian
36
B.
Waktu dan Lokasi Penelitian
36
C.
Jenis dan Sumber Data
37
D.
Unit Analisis dan Penentuan lnforman
39
E.
Teknik Pengumpulan Data
39
F.
Teknik. Analsis Data
41
G.
Tahapan Penelitian
43
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A
Gambaran Umum Lokasi Peneutian
44
B.
Kependudukan Kabupaten Sleman
47
C.
Kondisi Perekonomian Kabupaten Sleman
49
D.
Arah Pengembangan, Strategi dan Kebijakan Pariwisata
55
E.
Profil Desa Wisata Sambi
58
F.
Pengembangan Desa Wisata Sambi
62
G.
Partisipasi Masyarakat Datam Pengembangan Desa Wisata
80
H.
Model Pengembangan Desa Wisata Sambi
94
ix
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A
Kesimpulan
B.
Saran
99 100
DAFTAR PUSTAKA
101
DAFTAR LAMPl RAN
105
X
DAFTAR TABEL Nom or
hal aman
1.
Pengunjung dan Objek Wisata di Kabupaten Sleman
4
2.
Unsur dan lnforman Pengembangan Desa Wisata Sambi
39
3.
Tahapan Penelitian
42
4.
Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman
44
5.
Tata Guna Tanah di Kabupaten Sleman
46
6.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
48
7.
Perkembangan Penduduk Kabupaten Sleman
49
8.
PDRB Kabupaten Sleman 2000-2004
49
9.
Struktur Perekonomian Kabupaten Sleman 2000-2004
51
10. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Pendidikan
59
11. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian
60
12. Jenis Potensi dan Bentuk Atraksi Wisata di Desa Wisata Sambi
73
13. Hasil Perencanaan Desa Wisata Sambi
83
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
halaman
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian
33
2.
Struktur Kelembagaan Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi
64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nom or
halaman
1.
Daftar Pertanyaan Penelitian : Wawancara Mendalam
105
2.
Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Nomor 556/43/Kep.Budpar/2008 Tanggal25 Maret 2008 Tentang Tim Pelaksana Kegiatan Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman
110
3.
Peta Wisata Kabupaten Sleman
115
4.
Matriks Hubungan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
116
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, berdasarkan potensi dan masalah yang ada di daerahnya. Era ini juga membawa
tuntutan
akan
pengelolaan
pembangunan
yang
lebih
demokratis dan terbuka, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai
komponen
utama dalam
pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pengembangan pariwisata daerah hendaknya mengacu pad a prinsip: (1) berpijak pad a aspek pelestarian, (2) menekankan manfaat bagi masyarakat,
(3) pengelolaan yang ramah lingkungan, (4)
menjaga terciptanya keseimbangan antar stakeholder, (5) keselarasan yang sinergis antara wisatawan, lingkungan dan masyarakat yang peka terhadap warisan budaya, adat istiadat, lingkungan hidup, dan jati diri bangsa (Anonim, 2007).
2
Berdasarkan RIPPDA Sleman (2006), pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna memberikan kontribusi bagi
pemerintah
masyarakat.
daerah,
Berkaitan
dengan
hal
kesejahteraan
meningkatkan
sekaligus
tersebut di
pendekatan
atas,
perencanaan pengembangan desa wisata di Sleman menggunakan community approach atau community based development. Dalam hal ini
masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi. Menurut Nasikun (1999) dalam lokakarya Penataan Kepariwisataan Menyongsong Indonesia Baru menjelaskan bahwa pariwisata berbasis komunitas memiliki ciri yang berbeda dengan kegiatan pariwisata bentuk lama.
Karakter pariwisata
berbasis
kominitas
(1)
mudah
lebih
diorganisasi dalam skala kecil, (2) lebih mudah mengembangkan objekobjek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, dan dapat dikelola oleh komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal serta menimbulkan dampak sosio-kultural yang minimal, (3) lebih besar memberikan peluang bagi partisipasi
komunitas
perkembangan
industri
dalam
menikmati
pariwisata,
(4)
keuntungan
memberikan
bersama
tekanan
pada
pentingnya keberlanjutan kultural dan berupaya membangkitkan rasa hormat wisatawan pada kebudayaan lokal.
3
Lebih lanjut menurut Nasikun (1999), rasanya tidak semudah membalikkan
telapak
tangan
untuk
menuju
model
pembangunan
kepariwisataan berbasis komunitas mengingat beberapa halangan, antara lain: (1) kurangnya pemahaman akan visi pembangunan pariwisata berkelanjutan, bukan hanya di tingkat masyarakat masyarakat namun juga kalangan elit, (2) rendahnya profesionalisme masyarakat dalam bisnis pariwisata, (3) penguasaan yang rendah atas modal sosio-kultural berupa kemampuan komunitas lintas kultural dengan wisatawan, dan (4) kurang mempunyai investasi kapital di pihak masyarakat lokal. Di sisi lain menurut Destha (2007), perlunya peran masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik, menyediakan sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan, ikut menjaga keamanan, ketentraman, keindahan dan kebersihan lingkungan, serta memberikan kenangan dan kesan yang baik bagi wisatawan. Hal ini selayaknya dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mendukung program sapta pesona, dan menanamkan kesadaran masyarakat dalam mengembangkan desa wisatanya. Namun
demikian
menurut
Panji
(2005),
pengembangan pariwisata yang berorientasi pada
usaha-usaha
masyarakat lokal
masih minim. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda
4
dan ini tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut. Selama ini Pemerintah Kabupaten Sleman terus berbenah serta mencari peluang baru guna mengoptimalkan sumberdaya pariwisata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Sumberdaya pariwisata di Kabupaten Sleman memiliki berbagai objek wisata, meliputi: 19 obyek wisata budaya dan 3 obyek wisata alam, 3 obyek wisata minat khusus serta beberapa obyek wisata buatan yang cukup representatif. Data jumlah pengunjung dan obyek wisata di Kabupaten Sleman,
dapat dilihat pada tabel 1 di
bawah ini. Tabel 1. Pengunjung dan Objek Wisata di Kabupaten Sleman tahun 2004-2005 2004
2005
JENIS OBYEK WISATA
Wisnus
Wisman
JML
Wisnus
Wisman
JML
1.
CANOl
938.905
80.170
1.019.075
921.321
76.549
997.870
2.
WISATAALAM
974.560
7.142
981.702
992.282
3.295
995.577
3.
MUSEUMIMONUMEN
373.998
1.613
375.611
368.966
1.156
370.122
4.
DESAWISATA
31.470
174
31.644
42.271
384
42.655
5.
ATRAKSI KESENIAN
28.774
7.976
36.750
34.928
7.904
42.832
2.347.707
97.075
2.444.782
2.359.768
89.288
2.449.056
No
JUMLAH
Sumber: Dmas Kebudayaan dan Pariwtsata Kabupaten Sleman, 2005
Dari tabel 1 diatas menunjukkan dari tahun 2004 ke tahun 2005, kecenderungan kunjungan wisatawan (mancanegara maupun nusantara) pada objek Desa Wisata mengalami kenaikan paling signifikan (34,80%) dibandingkan objek wisata lainnya. Hal ini dikarenakan oleh semakin
5
banyak wisatawan yang menggemari wisata lingkungan atau kembali ke alam menyebabkan trend desa wisata semakin bertambah jumlahnya di masa mendatang. Meski demikian upaya pengembangan desa wisata dihadapkan pada persoalan kurang maksimalnya pengembangan potensi desa wisata. Belum berkembangnya desa wisata, disebabkan masingmasing tumbuh dan berkembang sendiri-sendiri (www.kr.co.id). Terkait dengan hal tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Nomor
556/43/Kep.Budpar/2008
tentang
Tim
Pelaksana
Kegiatan
Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman, perlu dilaksanakan pendampingan, pembinaan dan pelatihan pengelola desa wisata secara efektif,
efisien,
dan
berkesinambungan,
serta
memfasilitasi
Forum
Komunikasi Desa Wisata Sleman sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan pemasaran melalui pertukaran informasi dan membangun kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik instansi di tingkat kabupaten maupun propinsi, Pusat Studi Pariwisata UGM, LSM, Biro Perjalanan, Asosiasi pemandu wisata, dan kalangan swasta. Forum Komunikasi Desa Wisata Sleman juga berfungsi sebagai wadah koordinasi kegiatan bersama, seperti penyelenggaraan kegiatan pelatihan sumberdaya manusia dan outbond training pelaku desa wisata yang lokasi prakteknya di Desa Wisata Sambi. Hal ini dilakukan dalam
6
dalam rangka peningkatan sadar wisata pengembangan pariwisata di Kabupaten Sleman. Keselarasan dukungan kegiatan dari instansi terkait dan pelaku desa wisata diharapkan mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi. Saat ini di Kabupaten Sleman memiliki 33 lembaga lokal desa wisata dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata pedesaan. Namun menurut Anonim (2007), masih ada kekurangan dan kelemahan yang berkaitan dengan kompetensi sumberdaya manusia, kekurangmampuan untuk mengelola akomodasi dan produk wisata yang ada, serta belum optimalnya pelayanan warga. Oleh karena kelembagaan desa wisata memiliki peranan penting dalam mengelola sumberdaya yang ada, dengan aturan main yang disepakati bersama oleh masyarakat Selama ini kelembagaan Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi belum
be~alan
secara optimal dan belum didukung sepenuhnya
oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh belum tergugah kesadarannya masyarakat secara penuh dan belum memahami konsep desa wisata secara utuh dalam upaya pengembangan Desa Wisata Sambi. Di samping itu latar belakang terbentuknya Desa Wisata Sambi bukan murni berasal dari inisiatif masyarakat, sehingga mutual trust dari masyarakat terhadap pengelola Desa Wisata Sambi belum terbangun sepenuhnya, dalam rangka mengembangkan objek dan daya tarik wisatanya. Berbagai objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi, meliputi: atraksi wisata pertanian (bajak sawah), atraksi wisata budaya
7
(kesenian tradisional, bangunan rumah adat kuno, upacara tradisi adat), dan atraksi wisata alam (outbound). Di samping itu keberadaan Desa Wisata Sambi juga didukung dengan adanya sarana prasarana wisata, meliputi: homestay, sanggar padepokan pamengku, lembah alam Kali Kuning, infrastruktur jalan beraspal, transportasi, dan sarana air bersih. Hal tersebut di atas tentunya berhubungan dengan wisatawan atau pengunjung yang tinggal di Desa Wisata Sambi. Wisatawan tidak hanya menikmati suasana alam dan menyaksikan berbagai atraksi wisatanya, tetapi biasanya ikut langsung berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat.
Motivasi
tersebut biasanya
dikaitkan dengan
keinginan
wisatawan untuk menambah/memperkaya wawasan, mengembangkan kapasitas diri dan petualangan (adventure), serta belajar kebudayaan lokal. Dengan pertimbangan di atas, Peneliti tertarik untuk mengungkap fenomena aktual mengenai bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, aspek objek dan daya tarik wisata, aspek sarana prasarana wisata, serta mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi.
8
B. Rumusan Masalah Mengacu
pada
latar
belakang
tersebut
di
atas,
dapat
dikemukakan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata,
serta sarana
prasarana wisata ? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. 2. Mengetahui
partisipasi masyarakat dalam
pengembangan
Desa
Wisata Sambi.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, yaitu : 1. Memberikan gambaran dan masukan bagi pengelola Desa Wisata Sambi terkait dengan pengembangan desa wisata dilihat dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata.
9
2. Sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi Pemda Sleman terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi khususnya maupun desa wisata lainnya pada umumnya. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Pada hakekatnya, perencanaan dilakukan oleh setiap orang dengan pertimbangan-pertimbangan
atau
alasan-alasan
tertentu.
Pemahaman
tentang perencanaan sangatlah penting karena hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap keterlibatan dan peran pelaku pembangunan dalam proses perencanaan. Perencanaan merupakan salah satu tahapan dari pembangunan. Menurut Todaro dalam Bryant and White (1987) pembangunan adalah "proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional, dan juga akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan (inequality), dan pemberantasan kemiskinan absolut". Menurut Kunarjo (2002) perencanaan merupakan penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang akan diarahkan pada tujuan tertentu.
Definisi ini menunjukkan
bahwa perencanaan mempunyai unsur-unsur: (1) berhubungan dengan hari depan, (2) menyusun seperangkat kegiatan secara sistematis, dan (3) dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Proses perencanaan dapat dipahami sebagai suatu proses yang sistematis untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
11
untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan menentukan apa, bagaimana, bilamana, dimana dan oleh siapa, kegiatan pembangunan dilaksanakan serta mengapa kegiatan itu perlu untuk dilakukan. Perencanaan memberikan suatu hasil yaitu : 1) adanya pengarahan dan pedoman bagi pelaksana kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan, 2) adanya suatu prakiraan (forecasting) atau kegiatan yang dilakukan dan hasil yang dicapai, sehingga
mengurangi ketidakpastian tentang kondisi-kondisi dimasa yang akan datang. 3) adanya peluang untuk memilih alternatif kegiatan terbaik, dapat menentukan skala prioritas untuk kegiatan yang dilakukan, adanya pedoman dan alat ukur untuk melakukan pengawasan. 4) pada dasarnya kegiatan perencanaan berusaha menjawab : apa yang perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu, siapa yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan tertentu. 5) bagaimana prosedur, mekanisme dan tata cara yang harus ditempuh, 6) berapa biaya yang diperlukan untuk semua kegiatan dan darimana sumberdaya yang diperlukan dapat diperoleh dan kapan
tujuan,
sasaran
dan
target
akan
dicapai
dan
bagaimana
penjadwalannya. {PSKMP, 2002). Menurut Syahroni (2002) perencanaan pembangunan merupakan suatu usaha yang sistimatik dari berbagai pelaku (aktor), baik pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkat yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara; (1) secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan; (2)
12
merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan; (3) menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (so/ust); dan (4) melaksanakannya sehingga
dengan
peluang-peluang
menggunakan baru
untuk
sumberdaya
yang
meningkatkan
tersedia,
kesejahteraan
masyarakat dapat ditangkap secara berkelanjutan. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut sebagai participatory planning ini, Menurut Friedmann dalam (Paskarina, 2005:9) sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh
kesepakatan bersama (collective agreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh pelaku pembangunan (stakeholders). dilakukan
secara
transparan
dan
aksesibel
Proses politik ini
sehingga
masyarakat
memperoleh kemudahan setiap proses pembangunan yang dilakukan serta setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif dapat dipandang sebagai sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan konflik antar stakeholders. Perencanaan partisipatif juga dapat dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social teaming) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh pelaku pembangunan
atau
stakeholders
tersebut.
Pembelajaran
ini
pada
akhirnya
akan
meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya secara luas. Disamping itu perencanaan partisipatif dapat dipandang sebagai proses teknis yang lebih menekankan pada peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefinisikan dan mengidentifikasi stakeholders secara tepat. Proses
13
teknis ini juga diarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik. Salah satu hal penting dalam proses teknis ini adalah upaya pembangunan institusi masyarakat sebagai wadah bagi masyarakat untuk melakukan proses mobilisasi tentang pemahaman, pengetahuan, dan ide menuju terbangunnya sebuah konsensus, sebagai awal tindak kolektif penyelesaian persoalan publik. Proses demokratisasi dalam pendekatan partisipatif, selalu dikaitkan dengan
masyarakat sebagai
elemen
terbesar dalam
suatu
tatanan
masyarakat, yang diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam proses penentuan arah pembangunan. Sutrisno 1985 dalam Suhirman (2003) menyatakan
perencanaan
partisipatif
adalah
keikutsertaan
seluruh
stakeholder termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan memiliki kemitraan serta pengambilan keputusan diambil melalui dialog yang sehat antar stakeholders, dan masyarakat bukan hanya sebagai obyek malainkan juga sebagai subyek pembangunan. Menurut Salman (2005), perencanaan partisipatif pada awalnya menempatkan rakyat hanya sebagai partisan dalam pembangunan, dengan adanya' paradigma baru dalam pembangunan, berkembang pemikiran bahwa pembangunan seharusnya oleh rakyat itu sendiri sedangkan pihak luar hanyalah fasilitator. Agenda ini mengantarkan rakyat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Pergeseran makna konsep partisipasi ini dari ka,\~
14
keadaan (keterlibatan rakyat dalam pembangunan) menjadi kata kerja (pendekatan untuk mengantar rakyat menjadi pelaku pembangunan yang dikenal dengan pendekatan partisipatoris). Menu rut Garrod (2001 ), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan
prinsip-prinsip
perencanaan
dalam
konteks
pariwisata.
Pendekatan pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal sangat menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dalam dampak pembangunan ekowisata. Lebih lanjut Garrod (2001) menyampaikan elemen-elemen dari perencanaan pariwisata partisipatif yang sukses yaitu: (1) membutuhkan kepemimpinan yang efektif (memiliki kredibilitas sebagai orang yang memahami, empati dan peduli dengan pendapat stakeholder, memiliki kredibilitas sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang dibutuhkan di daerah tersebut, mandiri, memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah yang nyata dan tidak nyata, memiliki kemampuan mengatur partisipan, ber sedia mengem-bangkan kelompok), mampu mengarahkan keterlibatan yang sifatnya top down ke bottom up), (2) pemberdayaan masyarakat lokal, (3) mengkaitkan keuntungan ekonomi dengan konservasi, (4) melibatkan
15
stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek, (5) adanya partisipasi lokal dalam monitoring dan evaluasi proyek. Menurut Nurhidayati (2002), salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan Community Based Tourism (CBT) sebagai pendekatan pembangunan. Definisi Community Based Tourism yaitu: (1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, (2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Pada dasarnya Community Based Tourism berkaitan erat dengan adanya partisipasi dari masyarakat lokal. Menurut Timothy (1999) partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri dari dua perspektif, yaitu partisipasi lokal dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi lokal berkaitan dengan keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Selanjutnya,
Timothy
menggagas
model
normatif
partisipasi
dalam
pembangunan pariwisata terdiri dari 3 hal pokok, yaitu: (1) berkaitan dengan upaya
mengikutsertakan
anggota
masyarakat
dalam
pengambilan
keputusan, (2) adanya partisipasi masyarakat lokal untuk menerima manfaat dari kegiatan pariwisata, dan (3) pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal, yang dikenal dengan nama Albeit Western Perspektif. Ciri-ciri khusus
16
dari Community Based Tourism menurut Hudson dalam (Timothy, 1999) adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal serta lain kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan.
B. Partisipasi Masyarakat Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan "keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain". Dalam konteks pembangunan, partisipasi masyarakat selalu terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam program/proyek/kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah/negara. Sehingga disini terbedakan dengan jelas antara pihak yang berperan sebagai pelaku/penginisiatif dengan pihak yang hanya terlibat/partisipan (Salman, 2005). Menurut Muhaimim (1997) dalam Syamsuddin (2005), teori partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam bentuk 2 (dua) matra, yakni matra sektoral dan matra modernisasi. Pada kedua matra ini terlihat nuansa partisipasi masyarakat secara horizontal maupun secara vertikal. Untuk matra sektoral ini pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu: a. Pola Umum: partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan oleh pemerintah dan non pemerintah nyaris berimbang, artinya apabila terjadt ke~asama
antara keduanya dimana yj\ng terwujud adalah
he~n
semi
17
pemerintah, maka partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut cenderung akan meningkat. b. Pola Dualistik: partisipasi masyarakat dalam kegiatan non pemerintah lebih tinggi daripada yang disponsori oleh pemerintah. Dengan kata lain, kegiatan yang dimotori oleh pihak non pemerintah lebih mampu menarik partisipasi masyarakat daripada yang disponsori oleh pemerintah. Untuk matra modernisasi terdiri dari 2 (dua) bentuk pola, yaitu: a. Pola Tradisonal: Partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang bersifat tradisional lebih tinggi daripada partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang
bersifat
pasca
tradisonal
(modern).
Masyarakat
cenderung
berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang menggunakan organisasi dalam lambang tradisional. Semakin banyak digunakan saluran-saluran organisasi ataupun lambang-lambang tradisional, maka semakin tinggi pula bentuk partisipasi masyarakat. b. Pola Kreatif: Partisipasi masyarakat dalam pasca tradisonal untuk beberapa hal tertentu adalah berbeda dengan kedua sektor lainnya, ada kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya dapat menerima bentuk lambang-lambang
modernisasi.
Pada
saat yang
sama,
kelompok
masyarakat tadi melakukan pula pendekatan terhadap pola tradisional maupun modern yang terlalu ekstrim, sembari kreatif pula
mei1CiF'~C
lambang-lambang baru dengan tetap menyeleksi secara ket~t ilhsurunsur modern tadi.
18
Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses
pembuatan
keputusan
dan
perolehan
sumberdaya
dan
penggunaannya. Selanjutnya Amien (2003) menyatakan perlunya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan setidaknya berbasis pada tiga pertimbangan. Pertama, untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang diperlukan agar proses pembangunan memiliki kemungkinan yang semakin besar yang diperlukan untuk berhasil atau dengan kata lain mengurangi ketidakpastian. Kedua, untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Ketiga, sebagai perwujudan dan aktifitas proses pengambilan keputusan.
Davis dan Newstrom (1988) dalam Salman (2005) mengartikan partisipasi sebagai "keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu". Oari definisi ini terkandung tiga esensi yakni: (1) keterlibatan, partisipasi berarti adanya keterlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas fisik, sehingga dengan itu makna partisipasi secara sukarela menjadi terbedakan dari mobilisasi; (2) kontribusi, partisipasi berarti mendorong orang untuk mendukung/menyumbang bagi situasi tertentu, sehingga berbeda dengan sikap memberi ses~ ~3} tanggungjawab, partisipasi mendorong orang untuk bertanggungjawab dalam suatu kegiatan karena apa
19
yang disumbangkannya itu adalah atas dasar sukarela sehingga timbul selfinvolve. Pretty (1995) dalam Salman (2005) mengilustrasikan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan bersifat kontinum, mulai dari partisipasi yang dimanipulasi (manipulative participation) yang dilakukan pihak
luar terhadap
masyarakat,
sampai
pada
mobilisasi
diri
(self
mobilisation) oleh inisiatif masyarakat itu sendiri dalam memecahkan masalah/memenuhi kebutuhan sesuai keberadaannya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dari yang terendah sampai tertinggi adalah sebagai berikut: 1) Partisipasi Manipulasi (Kooptast), partisipasi komunitas dipretensi secara sederhana, dimana keterwakilan rakyat pada badan pemerintah tidak melalui pemilihan secara demokratis, dan representasi komunitas pada badan pemerintah tidak memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan; 2) Partisipasi Pasif (Kepatuhan), komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang
te~adi
atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan. Melibatkan pengumuman mendengarkan
sepihak jawaban
dari
manajemen/administrasi
komunitas.
lnformasi
hanya
proyek menjadi
tanpa milik
professional dari luar; 3) Partisipasi Konsultasi (Konsultatif), komunitas berpartisipasi melalui konsultasi atau menjawab pertanyaan. Agen eksternal menetapkan masalah dan proses pengumpulan informasi serta mengontrol analisanya. Sebagian besal proses konsultatif berlangsung tanpa berbagi pendapat dalam pengambilan keputusan, dan professional eksternal tidak
20
memiliki kewajiban untuk mengakomodir pandangan masyarakat dalam formulasi
rencana/keputusannya;
4)
Partisipasi
Material
(Kontribust),
komunitas berpartisipasi melalui kontribusi sumberdaya seperti tenaga kerja, atau bentuk material seperti bahan makanan atau dana. Bentuk seperti ini sangat umum, yang didalamnya komunitas belum menjadi pemangku dari praktek
pembangunan
yang
berlangsung;
5)
Partisipasi
Fungsional
(Kerjasama), partisipasi komunitas dilihat oleh orang luar sebagai cara (means) untuk mencapai tujuan dari proyek. Rakyat berpartisipasi melalui
pembentukan
kelompok-kelompok
untuk menemukan
kelompok
yang
berpengaruh; mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi nanti setelah keputusan besar dan mendasar sudah disiapkan oleh agen luar; 6) Partisipasi lnteraktif (Saling Belajat), rakyat terlibat dalam analisis bersama,
pengembangan
rencana
aksi
dan
pembentukan/penguatan
kelembagaan lokal. Partisipasi dilihat dalam makna yang benar, bukan sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan proyek. Proses ini melibatkan metodologi interdisipliner untuk mendapatkan perspektif yang lebih beragam dan proses belajar yang sistematik dan terstruktur. Karena kelompok memainkan
kontrol
dalam
pengambilan
keputusan
dan
menentukan
bagaimana sumberdaya digunakan, maka mereka menjadi pemangku dalam memelihara struktur dan praktek; 7) Mobilisasi Diri (Pemberdayaan}, rakyat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif secara indepel'\den dari lembaga eksternal dalam mengubah sistem. Mereka membangun kontak dengan lembaga luar untuk dukungan sumberya dan bimbingal1 \eknis yang
21
diperlukan, tetapi tetap mengontrol bagaimana sumberdaya yang ada digunakan.
C. Konsep Masyarakat
Menurut
Koentjaraningrat
(1996),
masyarakat
(society)
adalah
kelompok manusia yang saling berinteraksi, memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut, dan adanya saling keterkaitan untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Soekanto (2000), alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini : (1) beranggotakan minimal dua orang, (2) anggotanya sadar sebagai satu kesatuan, (3) berhubungan dalam waktu yang cukup lama
yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan
membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat, (4) menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat. Masyarakat
Pariwisata
adalah
masyarakat
umum,
masyarakat
tempatan/lokal, kelompok dan organisasi masyarakat, serta perguruan tinggi dan badan/lembaga penelitian yang dalam kegiatan sehari-harinya terkait baik
secara
langsung
maupun
tidak
dengan
pengembangan pariwisata (Tim Perumus, 2002).
perencanaan
dan
22
D. Pengembangan Desa Wisata Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2001 ), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut : a). Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya. b). Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak,
penyediaan MCK, penyediaan sarana dan
prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan. c). Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa tersebut sehingga dapat mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat. d). Memberdayakan masyarak'at desa wisata
23
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh
manfaat
sebesar-besarnya
dalam
pengembangan
pariwisata. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari e). Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan Pengembangan suatu desa menjadi desa wisata harus memperhatikan kapasitas
desa
tersebut,
baik
kapasitas
fisik
maupun
kesiapan
masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari pengembangan desa wisata. Pengembangan
yang melampaui daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan
konsum~
wisatawan, pemandu wisata,
penyediaan transportasi lokal seperti a~dong/dokar, kuda, pertunjukan kesenian, dan lain-lain. Prinsip
dasar
pengembangan
desa
wisata,
meliputi:
(1)
pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam sk~\a kecil beserta pelayanan
24
di dalam atau dekat dengan desa, (2) fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau
individu yang
memiliki,
(3) pengembangan desa wisata
didasarkan pada salah satu "sifat" budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau "sifat" atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Rl menetapkan beberapa kriteria pengembangan pariwisata dimasa yang akan datang adalah : (1) Pengembangan pariwisata harus didasarkan atas hasil musyawarah dengan kemufakatan seluruh stakeholders (pemerintah, swasta dan masyarakat), (2) Pengembangan pariwisata harus memberikan manfaat,
baik manfaat
material, spiritual, kultural maupun intelektual, (3) Pengembangan pariwisata harus didasarkan atas prinsip-prinsip lingkungan dan ekologi yang sehat, peka terhadap atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial, budaya, dan tradisi keagamaan yang dianut oleh penduduk setempat, serta tidak menempatkan penduduk setempat pada posisi yang dapat merendahkan martabatnya sebagai manusia, (4) Pengembangan pariwisata hendaknya dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi ambang batas daya dukung lingkungan dan menjadi kendala bagi peningkatan kualitas hubungan manusia yang sehat berdasarkan keadilan dan kesetaraan (Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasionai2005-2009J.
25
E. Desa Wisata Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b) memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan, (e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g) adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, G) adanya studi orientasi. Pemahaman mengenai desa wisata (village tourism) seringkali dirancukan dengan istilah wisata desa (rural tourism). Ahimsa Putra dkk (2000) menyatakan bila desa wisata berbeda dengan wisata perdesaan. Pengertian
desa
wisata
mengarah
kepada
suatu
bentuk
kawasan
permukiman yang terdapat pada daerah perdesaan, baik secara sengaja ataupun tidak, telah menjadi sebuah kawasan yang menjadi tujuan kunjungan wisatawan karena memiliki daya tarik atau objek wisata, dan di desa ini wisatawan dapat melakukan kegiatan menginap.
Desa wisata
26
merupakan salah satu perwujudan pariwisata inti rakyat (PIR) karena di dalamnya terkandung upaya untuk pemberdayaan sumberdaya lokal dan mempergunakan pengetahuan serta kemampuan masyarakat lokal. Sedangkan
pariwisata
perdesaan
berupa
kunjungan
yang
berlangsung di daerah perdesaan, namun tidak menginap di daerah tujuan tersebut. Wisatawan tetap tinggal di hotel atau di kota, sebab masih minimnya fasilitas untuk wisatawan di perdesaan. Persoalan "menginap di desa" inilah yang menjadikan perbedaan antara wisata desa dengan desa wisata. Lebih lanjut, usaha menciptakan sebuah desa wisata tidak lagi hanya terbatas pada upaya meninngkatkan daya tarik atau objek wisata yang ada di desa tersebut, namun juga perlu diimbangi dengan peningkatan kuallitas kondisi fisik, sosial dan budaya objek wisata tersebut, termasuk dalam hal penyiapan penduduk lokal untuk menerima, memberikan pelayanan kepada wisatawan, serta menciptakan suasana yang membuat mereka lebih betah daripada di kota .. Menu rut Nuryanti (1993), kriteria desa wisata meliputi : (1) atraksi wisata yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa, (2) jarak .,
tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutamcl tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten, (3) besaran desa menyangkut jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa, (4) sistem kepercayaan dan
27
kemasyarakatan merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa, (5) ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
F. Produk Pariwisata Produk pariwisata sebagai komponen penting dalam industri pariwisata mencakup tiga aspek yang dikenal dengan istilah Triple A yaitu Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas (Wijono, 1999). Produk pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat 'dijual' sebagai komoditas pariwisata. Menurut UU No 9/1990, Atraksi atau objek dan daya tarik wisata (ODT\1\1 adalah objek yang memiliki daya tarik untuk dilihat, ditonton, dinikmati yang layak 'dijual' ke pasar wisata. Seringkali atraksi ditafsirkan dalam dua komponen yakni sebagai objek wisata (tourism object) dan atraksi wisata (tourist attraction). Dalam hal ini objek dan daya tarik wisata
adalah segala macam objek bergerak maupun tidak
bergerak yang layak ditawarkan, dijual kepada pasar wisata, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara. Dalam konteks pariwisata perdesaan, produk wisata mencakup segala macam objek bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya tarik dan layak ditawarkan, dijual kepada wisatawan, baik wisatawan domestik ataupun mancanegara. Atraksi wisata perdesaan dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni atraksi yang dapat dinikmati atau dicerap panca indera (tangible/material) dan atraksi yang tidak dapat dilihat secara kasat mata (inmateriaVintangible). Dua
28
bentuk ini sebetulnya dapat dikemas secara bersama ataupun berbeda. Amenitas adalah segala macam fasilitas yang menunjang kegiatan
pariwisata. Diantaranya rumah makan, hotel, sarana komunikasi, papan informasi,
money changer dll. Keberadaan dan kelengkapan berbagai jenis
fasilitas menjadi prasyarat mutlak bagi peningkatan kunjungan wisatawan pada suatu objek wisata.
Dalam kaitannya dengan wisatawan perdesaan, sarana
amenitas yang dipertukan wisatawan tidak pertu seperti yang terdapat di perkotaan. Wisatawan yang hendak menginap di desa tidak mencari sarana penginapan seperti hotel berbintang namun justru kesederhanaan seperti hakekat kegiatan wisata perdesaan yakni mengajak tamu untuk tinggal bersama (live in) pada rumahtangga perdesaan. Keberadaan beberapa rumah khas di
perdesaan Jawa, seperti joglo, sinom ataupun Iimas dapat direnovasi dan digunakan untuk sarana menginap para tamu. Adanya bangunan dan ruangruang dalam sebuah rumah khas Jawa juga menarik untuk menjadi cerita tersendiri bagi wisatawan. Produk wisata lainnya adalah aksesibilitas, berupa sarana prasarana yang menyebabkan wisatawan dapat berkunjung di sebuah kawasan wisata. Dalam konteks ini, sarana dan prasarana dibangun agar wisatawan dapat mencapai objek dengan mudah, aman, dan nyaman. Dari ketiga aspek produk wisata di atas, , model pengembangan produk wisata haruslah mempertahankan keasliannya agar dapat bersaing dengan daerah lainnya. Dengan kata lain, masing-masing objek harus memiliki style tersendiri yang berbeda dengan objek wisata lainnya. Style merupakan faktor
29
penting dalam menentukan penjualan. Dalam pariwisata yang dikatakan sebagai product style yang baik adalah (a) daya atrik objek itu sendiri, (b) memiliki perbedaan dengan objek lainnya, (c) dukungan kondisi prasarana yang terpelihara dengan baik, (d) ketersediaan fasilitas "something to see, something to do, something to buy", (e) dilengkapi dengan sarana prasarana lainnya (RIPPDA Sleman, 2006).
G. Hasil Penelitian Tentang Partisipasi Dalam Pariwisata
Menurut Timothy (1999),
partisipasi masyarakat dalam pariwisata
terdiri dari dua perspektif yaitu:
(1) partisipasi lokal dalam proses
pengambilan
partisipasi
keputusan,
dan
(2)
lokal
berkaitan
dengan
keuntungan yang diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Sedangkan menurut Murphy (1985), setiap masyarakat harus didorong untuk mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk meningkatkan
kebutuhan
masyarakat
lokal.
Untuk
itu
dibutuhkan
perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek sosial dari lingkungan masuk dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan wisatawan dan juga masyarakat setempat. Pemahaman mengenai aktivitas pariwisata di lingkungan perdesaan antar negara cukup beragam (Lane,
1994). Di Finlandia berbentuk
penyewaan cottage-cottage atau lewat penyediaan pelayanan makanan di pinggiran kota. Di Hungaria berupa village tourism yakni aktivitas beserta pelayanan di desa-desa ter"WPuk pula berbagai bentuk wisatanya. Di
30
Belanda,
aktivitas wisata perdesaan dengan cara berkemah di lahan
pertanian dan menekankan aktivitas di sekitar lokasi pertanian, baik sekedar bersepeda atau berkuda (Rats dan Laszlo Pucko, 1998). Hasil penelitian menurut Nurhasan (2002) pada Objek Wisata Alam dan Budaya Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan potensi objek ini adalah baik, dengan tingkat partisipasi pada perencanaan sebesar 28,4%, pada pelaksanaan sebesar 14,2%, pada pemanfaatan sebesar 31 ,6%, dan pada pelestarian sebesar 25,8%. Sehingga tujuan wisata bisa diarahkan juga sebagai objek wisata tirta, seperti pemancingan, dayung, dan renang. Sedangkan untuk persepsi wisatawan tentang fasilitas objek wisata, kebersihan, keamanan dan pelayanan di objek wisata adalah baik. Sehingga untuk mendukung upaya pengembangan perlu diadakan upaya perbaikan dan penambahan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung terhadap upaya pengembangan objek wisata. Pengembangan kawasan perdesaan sebagai objek wisata di Pulau Bali, tidak dapat dipisahkan
antara pariwisata dan
kebudayaannya.
Perkembangan kegiatan pariwisata di daerah ini didasarkan pada kehidupan agama Hindu yang tercerminkan dalam struktur banjar adat dan desa adat. Keberadaan desa adat dan banjar memegang peran penting dalam keberlanjutan kepariwisataan di Pulau Dewata (Kusumaedi, 2003).
31
H. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pembangunan kepariwisataan dalam rangka pengembangan desa wisata menggunakan pendekatan community based tourism,
di mana
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan swasta
pemerintah dan
hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai
pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya. Berkaitan dengan hal tersebut, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman yang sama dari stakeholders yang terkait dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata. Desa Wisata Sambi merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang masih mengandalkan keaslian alam dan potensi desanya, memiliki
banyak potensi wisata alam dan wisata budaya. Namun potensi
wisata ini belum didukung adanya partisipasi aktif dari masyarakat secara ·penuh, sehingga
hal ini akan mempengaruhi pada kelembagaan Desa
Wisata Sambi yang belum berjalan secara optimal. Oleh karena itu pengembangan Desa Wisata Sambi perru diafahttitf pada pengembangan aspek
keJ~aan
desa wisata, objek dl!ln daya tarik .~.
32
wisata, serta sarana prasarana wisata. Ketiga aspek ini sangat berperan besar dalam meningkatkan kualitas produk dan pelayanan wisata yang lebih baik kepada wisatawan. Selanjutnya, diharapkan akan mampu mendesain model
pengembangan
desa
wisata
dan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat, serta memberikan rekomendasi bagi keterlibatan pemerintah dan swasta untuk lebih intensif memfasilitasi dan memotivasi dalam pembinaan dan pelatihan-pelatihan terutama yang terkait dengan pelayanan (services) kepada wisatawan.
Pengembangan Desa Wisata Sambi: a. Aspek Kelembagaan b. Aspek Objek dan Daya Tarik Wisata c. Sarana Prasarana Wisata
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
Model Pengembangan Desa Wisata Sambi
Bagan 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
33
I.
Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, maka variabel-variabel tersebut dioperasionalkan dengan definisi sebagai berikut: 1. Partisipasi merupakan suatu bentuk keterlibatan masyarakat baik secara mental maupun emosional yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan dan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu. Definisi partisipasi memberikan 3 gagasan penting: (1). Keterlibatan, menyangkut mental dan emosional bukan sekedar hanya
aktifitas fisik karena tugasnya melainkan bersifat fisiologis; (2) kontribusi, motivasi untuk menyalurkan inisiatif dan kreatifitasnya untuk berkontribusi terhadap pencapaian tujuan; (3) tanggung jawab, dimana karena keterlibatannya dalam proses sosial mereka akan bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang maksimal. Partisipasi masyarakat dapat dilihat dari tingkat kehadiran, penyampaian gagasan atau ide dalam musyawarah, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan. 2. Masyarakat (Society) adalah orang perorangan, kelompok masyarakat yang bersifat sosiologis, profesional, sektor informal dan lembaga penelitian yang saling berinteraksi, memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut, dan adanya saling keterkaitan untuk mencapai tujuan bersama. 3. Pemerintah adalah aparat/pegawai negeri sipil yang terlibat langsung dalam pengembangan desa wisata.
34
4. Swasta adalah pelaku usaha yang memiliki integritas proses bisnis, dan terlibat langsung dalam pengembangan desa wisata. 5. Pengembangan adalah suatu tindakan untuk membuat suatu usaha yang dikelola menjadi lebih besar. 6. Kelembagaan desa wisata merupakan wadah komunitas lokal suatu desa wisata yang dikelola dengan aturan main yang disepakati bersama. 7. Desa Wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan fasilitas pendukung wisatanya. 8. Obyek dan daya tarik wisata atau merupakan lokasi atau tempat tertentu yang mempunyai potensi dan daya tarik wisata, baik wisata alam dan wisata budaya. 9. Sarana prasarana wisata adalah segala fasilitas yang
mendukung
kelancaran kegiatan wisata agar dapat memberikan kepuasan pelayanan bagi wisatawan. 10. Model pengembangan desa wisata merupakan perwujudan dari model pengembangan ekonomi kerakyatan melalui kegiatan pariwisata di pedesaan dengan ciri khas budaya setempat, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya.
BAB Ill
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secara menyeluruh tentang bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik, serta sarana prasarana wisatanya. Selanjutnya ingin diketahui integrasi antara partisipasi masyarakat dengan pengembangan Desa Wisata Sambi, yang
melibatkan
unsur
pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat
dari
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif yang digunakan untuk menggali partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta mendiskripsikan tentang bentuk pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, aspek objek dan daya tari wisata, serta aspek sarana prasarana wisata.
B.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan (Mei-Agustus 2008). Lokasi penelitian ditetapkan di Desa Wisata Sambi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman dengan sejumlah pertimbangan sebagai berikut:
36
1. Desa Wisata Sambi masih mengandalkan keaslian alam dan potensi desanya, dengan daya tarik wisata alam maupun wisata budaya. 2. Desa Wisata Sambi memiliki letak strategis yang berada pada jalur wisata unggulan Kaliurang.
C.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dan digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber data yaitu : 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui metode wawancara mendalam, dan observasi. Data primer tersebut dapat berupa informasi dan opini informan mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Bentuk Pengembangan Desa Wisata Sambi dilihat dari 3 aspek, meliputi: 1. Kelembagaan, menggambarkan tentang kelembagaan desa wisata Sambi dan cara pengembangannya, pembentukan kelompok sadar wisata, kemitraan dengan swasta dan pemerintah, serta kegiatan pelatihan sumberdaya manusia dan outbound training bagi pelaku desa wisata. 2. Objek dan Daya Tarik Wisata, menggambarkan jenis potensi dan bentuk atraksi, paket desa wisata terpadu, penggalakkan sapta pesona dan manfaat desa wisata Sambi. 3. Sarana
Prasarana
Wisata,
menggambarkan
sarpras
yang
dikembangkan berkaitan dengan pengadaan alat-alat outbound, pembuatan gapura dan bangunan khusus
pengelola desa wisata,
pengadaan cinderamata dan makanan khas Desa Wisata Sambi.
37
b. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi: 1. Tahap
Perencanaan,
pemerintah,
swasta
menggambarkan dan
masyarakat
tentang dalam
keterlibatan perencanaan
pengembangan Desa Wisata Sambi. 2. Tahap Pelaksanaan, menggambarkan tentang atraksi wisata dan keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan Desa Wisata Sambi. 2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh tidak melalui upaya pengumpulan sendiri, melainkan melalui dokumen-dokumen tertulis, meliputi: a. Data tentang lokasi penelitian, kondisi geografis, keadaan penduduk, serta aspek lain yang menyangkut kondisi dan wilayah penelitian. b. Dokumen-dukumen yang berkaitan dengan usulan-usulan program, laporan kegiatan, laporan evaluasi, dan dokumen pendukung lainnya.
D. Unit analisis
Unit Analisis dan Penentuan lnforman dalam
penelitian
ini
adalah
stakeholders yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat yang terlibat langsung dalam pengembangan Desa Wisata Sambi. Sumber informasi atau informan ditentukan secara acak dengan tujuan tertentu (purposive random sampling), meliputi: (1) Pemerintah (Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Sleman, Kepala Seksi ODTW Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, Kepala Seksi Pemasaran Dinas
38
Pertanian dan Kehutanan Sleman, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Pakem, Kepala Desa Pakembinangun), (2) Swasta (Direktur Yayasan GAIA Yogyakarta, Stat Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada), (3) Masyarakat (Kepala Dukuh, Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata, Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi, Ketua LPMD Sambi, Ketua Kelompok Tani Manunggal, Wakil Ketua Karang Taruna, Pembina PKK, Pemilik Homestay).
E.
Teknik
Teknik Pengumpulan Data
pengumpulan
data
sangat
penting
diperhatikan
guna
memperoleh data yang tepat, valid dan akurat. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui : 1. Wawancara mendalam (in dept interview) Wawancara mendalam dilakukan secara terbuka,
dimana peneliti
bertanya pada informan kunci mengenai fakta-fakta empiris maupun opini informan tentang partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi. Pelaksanaan wawancara mendalam menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara dan alat perekam. Wawancara mendalam
dilaku~an
pada tabel 2 di
baw~h
terhadctp 15 informan, secara rinci dapat dilihat ini.
39
Tabel 2. Unsur dan lnforman terkait dalam pengembangan Desa Wisata Sambi Unsur 1. Pemerintah
2. Swasta
3. Masyarakat
Jumlah
Inform an a. Kepala Bidang Sosek Bappeda
1
b. Kepala Seksi ODTW Disbudpar
1
c. Kepala Seksi Pemasaran Distanhut
1
d. Kepala Seksi Ekobang Kecamatan Pakem
1
e. Kepala Desa Pakembinangun
1
a. Direktur GAIA Yogyakarta
1
b. Stat Peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM
1
a. Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata
1
b. Kepala Dukuh Sambi
1
c. Ketua Sekber Desa Wisata Sambi
1
d. Ketua LPMD Sambi
1
e. Ketua Kelompok Tani "Manunggal" Sambi
1
f. Wakil Ketua Sub Unit Karang Taruna Sambi
1
g. Pembina PKK Sambi
1
h. Pemilik Homestay Sambi
1 Totallnforman
15
2. Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian untuk mengungkap fenomena yang belum terungkap lewat wawancara mendalam, yaitu pengamatan terhadap kondisi lokasi penelitian, aspek sosial dan budaya masyarakat, serta aspek-aspek lainnya yang terkait dengan penelitian ini. 3. Studi Dokumen yaitu menelaah berbagai informasi dan data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti baik berupa peraturan-peraturan,
40 keputusan-keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda yang terkait dengan objek penelitian, buku-buku literatur maupun laporan pelaksanaan kegiatan dan evaluasi, serta dokumen lainnya.
F.
Dalam
rangka
Teknik Analisis Data
menjawab
permasalahan
penelitian,
maka
dipergunakan analisis kualitatif. Variabel-variabel penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan didiskripsikan, selanjutnya seluruh data akan dianalisis secara kualitatif untuk menjelaskan secara objektif
fakta
yang
ada,
tentang
partisipasi
masyarakat
dalam
pengembangan Desa Wisata Sambi. Metode analisis yang digunakan untuk menilai data dari lapangan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Fenomena yang te~adi
dievaluasi secara deskriptif. Hasil pengumpulan data direduksi,
selanjutnya dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu (display data) dan selanjutnya dibuat kesimpulan (Bungin, 2003). Langkah-langkah dalam analisis data deskriptif kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Reduksi data adalah proses memilih dan merangkum hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian sehingga memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan maupun hasil wawancara mendalam.
41
2. Display Data Display data adalah cara menyajikan data dengan memberikan variasi berupa bagan, gambar, tabel/matriks atau grafik. Dalam hasil penelitian ini sebagian besar display data ditampilkan dalam bentuk tabel. Tujuan pertama penelitian ini untuk mendiskripsikan pengembangan Desa Wisata Sambi ditinjau dari aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata dalam bentuk uraian secara kronologis.
Display
data
disajikan
menggunakan
bagan
dan
tabel.
Sedangkan tujuan kedua dari penelitian ini untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata Sambi dari perencanaan hingga evaluasi, display data disajikan dalam bentuk tabel. 3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi Data yang diperoleh dari lapangan, dilakukan pencarian makna dan hubungan serta keterkaitan antara data yang satu dengan lainnya. Melalui potongan-potongan data yang ada dapat membentuk suatu cerita utuh mengenai topik yang diambil dan terakhir ditarik suatu kesimpulan. H. Tahapan Penelitian
Pelaksanaan kegiatan penelitian mulai dari tahap persiapan hingga sidang komisi tesis rnembutuhkan waktu kurang lebih empat bulan, diperkirakan
mu~ai
bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008
dengan tahapan kegiatan sebagaimana terlihat pada tabel 3 di bawah ini.
42
Tabel 3. Tahapan Penelitian
No
1. c. Konsultasi d.Seminar Proposal/
6.
seminar Sidang komisi tesis
42
T abel 3. Tahapan Penelitian
No
1. c. Konsultasi
2. 3.
6.
d.Seminar Proposal/ revisi Pengumpulan data, dan analisis data Penulisan Bab IV dan
seminar Sidang komisi tesis
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum lokasi Penelitian 1. letak dan luas Wilayah Administrasi
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta, terletak pada titik koordinat 10715'03" sampai dengan 10029'30" Bujur Timur dan 734'51" sampai dengan 747'03" Lintang Selatan. Sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantu!, dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km 2 atau sekitar 18% dari luas wilayah Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta yang seluas 3.185,80 km 2 . Jarak te~auh utara-selatan wilayah Kabupaten Sleman 32 km, sedangkan jarak terjauh timur-barat 35 km. Dalam perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman berbentuk segitiga dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.
44
Berdasarkan wilayah administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayah kecamatan, 86 desa, dan 1.212 padukuhan. Kecamatan Cangkringan dengan wilayah terluas yaitu 4. 799 Ha atau 8,35% dari total luas wilayah Kabupaten Sleman, dan yang paling sempit adalah Kecamatan Berbah seluas 2.299 Ha atau 3,99% dari total luas wilayah Kabupaten Sleman, secara rinci dapat dilihat pada Tabel4 di bawah ini. Tabel 4. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman No
Kecamatan
Jumlah Padukuhan Desa
Luas (Ha)
2.762 65 4 2.684 77 7 2.727 68 5 2.925 59 5 67 2.663 5 4.309 4 54 3.249 98 8 3.132 83 6 87 3.852 5 2.852 74 5 3.555 58 3 73 4.799 5 4.384 61 5 3.571 82 5 3.584 4 80 2.299 58 4 4.135 68 6 1.212 57.482 86 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2005 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Moyudan Godean Minggir Gamping Seyegan Turi Tempel Sleman Ngaglik Mlati Depok Cangknngan Pakem Ngemplak Kalasan Berbah Prambanan Jumlah
% Thd Luas Kab.
4,80 4,67 4,74 5,09 4,63 7,49 5,65 5,45 6,70 4,96 6,18 8,35 7,62 6,21 6,23 3,99 7,19 100
2. Keadaan Geografis Keadaan topografi tanah di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah
45
Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kondisi geologi didominasi dari keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan batuan terobosan, di mana endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas wilayah. Di Kabupaten Sleman terdapat sekitar 100 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di samudera Indonesia. Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di samping itu terdapat 4 jalur mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air SlemanCangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi. Kondisi iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman termasuk tropis basah dengan curah hujan rata-rata tertinggi 16,1 mm pada tahun 2003 dan 39,85 mm pada tahun 2004. Untuk tahun 2004, hari hujan dalam sebulan maksimum 23 hari dan minimun 1 hari; kecepatan angin maksimum 5,92 knots dan minimum 1,3 knots; kelembaban nisbi tertinggi 95,1% dan terendah 49,2%; sedangkan temperatur udara tertinggi 33,8°C dan terendah 21 ,5°C.
46
Kondisi agroklimat di atas menunjukkan bahwa iklim di wilayah Kabupaten Sleman pada umumnya cocok untuk pengembangan sektor pertanian. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi penggunaan lahan pada tahun 2004 meliputi sawah 23.255 ha, tegalan 6.417 ha, pekarangan 18.956 ha, dan lain-lain 8.854 ha. Perkembangan penggunaan lahan selama 5 tahun terakhir menunjukkan luas jenis tanah sawah turun ratarata per tahun sebesar 0,24%, luas tegalan naik 0,09%, luas pekarangan naik 0,31 %, dan luas tanah untuk penggunaan lain-lain naik 0,06 %. Tabel 5. Tata Guna Tanah di Kabupaten Sleman No
Jenis Tanah
Rata-rata
Luas (Ha) 2000
2001
2002
2003
2004
pertahun
1.
Sawah
23.483
23.426
23.403
23.361
23.255
Turun 0,24%
2.
Tegalan
6.394
6.429
6.429
6.440
6.417
Naik 0,09%
3.
Pekarangan
18.722
18.794
18.810
18.832
18.956
Naik 0,31%
4.
Lain-lain *)
8.833
8.833
8.840
8.849
8.854
Naik 0,06%
5.
Jumlah
57.482
57.482
57.482
57.482
57.482
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2004 *) Meliputi:hutan rakyat, hutan negara, kolam/empangftebat, tanah kuburan, jalan, dan lapangan. 3. Karakteristik Sumberdaya Berdasarkan
karakteristik
sumberdaya
yang
ada,
wilayah
Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 kawasan, yaitu : a. Kawasan
lereng
gunung
Merapi,
dimulai
dari
jalan
yang
menghubungkan kota Tempel, Pakem, dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan
47
sumberdaya air dan ekowisata yang berorientasi pada kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya. b. Kawasan timur meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan Kalasan, dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya dan daerah lahan kering serta sumber bahan batu putih. c. Wilayah tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping. Wilayah ini merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. d. Wilayah barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan, merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu, dan gerabah. B. Kependudukan Kabupaten Sleman
Kependudukan merupakan unsur utama dalam perencanaan, hal ini didasarkan pada kegiatan atau aktivitas yang akan ditetapkan dan terkait dengan besamya jumlah penduduk di masa yang akan datang. Penduduk merupakan faktor utama dalam kegiatan perencanaan baik sebagai
pelaku
utama
maupun yang
akan
menikmati
hasil-hasil
pembangunan itu sendiri dan menentukan proses perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah, dengan asumsi semakin banyak jumlah penduduk maka pergerakan dan aktivitas penduduk semakin dinamis.
48
Dari Tabel 6 di bawah ini menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Sleman pada akhir tahun 2004 berjumlah 895.327 jiwa, terdiri dari 443.471 jiwa laki-laki dan 451.856 jiwa perempuan. Dari data yang ada maka sex ratio sebesar 98 yang berarti terdapat 98 orang laki-laki dari setiap 100 penduduk perempuan. Tabel6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No 1 2 3 4 5
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004
Laki-laki
Perempuan
426.329 432.895
% 49,42 49,44 49,49
Jiwa 430.017 435.985 441.900
437.967 443.471
49,50 49,53
446.760 451.856
Jiwa 420.159
Jumlah
% I
50,58 50,56 50,51
850.176 862.314 874.795
50,50 50,47
884.727 895.327
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2004 Pada Tabel 7 di bawah ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 2000-2004 jumlah penduduk Kabupaten Sleman bertambah sebesar 56.669 jiwa yaitu dari 838.628 jiwa pada awal tahun 2000 menjadi 895.327 jiwa pada akhir tahun 2004, atau rata-rata per tahun meningkat sebesar 1,30%. Penduduk yang datang selama 5 tahun sebanyak 48.447 jiwa, sedangkan penduduk yang pindah sebanyak 37.703 jiwa, sehingga te~adi
migrasi masuk netto sebanyak 10. 744 jiwa. Pertumbuhan penduduk
alami tahun 2000-2004 sebesar 0,85%/tahun.
49
Tabel7. Perkembangan Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2000-2004 No I Tahun
Penduduk Awal Tahun
Mutasi Lahir
Datang
Pindah
Mati
Penduduk PerAkhir .tambahTahun an
1 !I 2000 2001 2 I 3 2002 r- ·---- - - - - - - - ! 4 2003 I 2004 5
3.950 850.176 5.386 838.628 10.808 10.076 4.101 862.314 6.220 10.668 11.791 850.176 6.496 874.795 4.210 12.769 10.41S 862.314 - - - - - ----o---:: ----------:---:-: 1------- --- 4.186 - - - - - - - - 884.727 6.562 874.795 10.136 10.544 4.284 895.327 6.766 884.727 9.824 11.826 -----Jumlah 51.854 48.447 37.703 23.017
I
11.548 12.138 12.481 9.932
10.60~1
56.669
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Kabupaten Sleman, 2004 C. Kondisi Perekonomian Kabupaten Sleman 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pada Tabel 8 menunjukkan PDRB atas harga berlaku (ADHB) selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata per tahun 14,35% yaitu dari Rp3.572,57 milyar tahun 2000 menjadi Rp 6.107,69 milyar pada tahun 2004, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) mengalami kenaikan rata-rata per tahun 4,56% yaitu dari Rp1.453,85 milyar tahun 2000 menjadi Rp1.737,75 milyar pada tahun 2004.
No
1. 2.
Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman Tahun 2000-2004 (Milyar Rupiah) 2004 2003 2002 PDRB 2001 2000 3.572,57 4.135,88 4.874,05 5.467,83 6.107,69 ADHB 1.737,75 1.453,85 1.507,37 1.578,86 1.654,68 ADHK
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Kabupaten Sleman, 2004
50
2. Struktur Perekonomian Daerah
Struktur perekonomian suatu daerah dapat diketahui dengan melihat komposisi PDRB atas dasar harga konstan menurut
lapangan
usaha.
Berdasarkan
hasil
daerah tersebut
perhitungan
PDRB
Kabupaten Sleman pada tahun 2004, telah mengalami pergeseran kontribusi sektor dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman selama 5 tahun terakhir. Sektor-sektor tersier masih menjadi kontributor dominan, namun mengalami sedikit penurunan. Sektor-sektor sekunder semakin membesar kontribusinya dengan peningkatan yang signifikan, sementara sektor-sektor primer terus mengalami penurunan kontribusi. Kontribusi kelompok sektor primer mengalami penurunan rata-rata 4,38%/tahun yaitu dari 20,14% pada tahun 2000 menjadi 16,84% pada tahun 2004. Penurunan kontribusi terbesar dialami oleh sektor pertanian, yaitu dari 19,73% pada tahun 2000 menjadi tinggal 16,84% pada tahun 2004 (rata-rata menurun 3,88%/tahun). Hal ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan sawah menjadi tempat permukiman baru.
Kontribusi
kelompok sektor sekunder terus mengalami kenaikan dari 24,29% pada tahun 2000 menjadi 30,19% pada tahun 2004 atau rata-rata meningkat 5,59%/tahun. Semua sektor dalam kelompok sekunder mengalami kenaikan kontribusi. Perubahan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan dengan kenaikan rata-rata 5,37%/tahun. Kontribusi kelompok sektor tersier cenderung stabil meskipun mengalami sedikit penurunan
51
yaitu dari 54,57% pada tahun 2000 menjadi 52,97% pada tahun 2004 (rata-rata menurun 0,74%/tahun). Sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami peningkatan kontribusi rata-rata 1,62%/tahun, sementara 3 sektor lainnya mengalami penurunan. Sektor pengangkutan dan komunikasi menurun rata-rata 2,38%/tahun,
sektor keuangan,
persewaan,
dan jasa
perusahaan
mengalami penurunan rata-rata 0, 70%/tahun, dan sektor jasa-jasa mengalami penurunan rata-rata 2,92%/tahun, secara rinci dapat terlihat pad a Tabel 9 di bawah ini. Tabel9. Struktur Perekonomian Kabupaten Sleman 2000-2004 No
1.
2.
3.
Kelompok Sektor
Kontribusi Terhadap PDRB (%)
2000
2001
2002
2003
2004
Primer
20,14
19,39
18,25
16.93
16,84
a. Pertanian
19,73
18,97
17,67
16,36
16,26
b. Pertambangan & Penggalian Sekunder
0,41 24,29
0,42 25,29
0,56 28,62
0,57 29.37
0,58 30,19
a. lndustri Pengolahan
15,30
15,53
18,91
18,83
18,86
b. Listrik, Gas & Air Bersih
0,80
0,79
1,23
1,27
1,29
c. Bangunan
9,19
8,97
8,48
9,28
10,04
Tersier
54,57
55,32
53,15
53.69
52,97
a. Perdag.,Hotei,Rest.
19,83
20,55
20,37
21,44
21,15
b. Pengangkutan dan Komunikasi 8,61
8,61
8,22
8,05
7,82
c. Keuangan,Persew, Jasa Persh 9,40 d. Jasa-jasa 16,73
9,69 16,47
9,30 15,26
9,05 15,15
9,14 14,86
100
100
100
100
Jumlah
100
'
Sumber: Badan Pusat Stat1st1k Sleman, 2004
Dari komposisi kontribusi sektor pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat seberapa besar peranan masing-masing sektor perekonomian dalam
52
pembentukan PDRB suatu daerah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah. 3. Prasarana dan Sarana Ekonomi
Prasarana dan sarana ekonomi di Kabupaten Sleman terdiri dari : a. Sarana jalan kabupaten di Sleman sepanjang 1. 085,13 km meliputi: 355,80 km dengan kondisi baik, 477,72 km dengan kondisi sedang, 261,95 km dengan kondisi rusak, dan 19,66 km kondisi rusak berat. Jalan desa sepanjang 2.764,13 km meliputi 758,906 km jalan aspal, 148,590 jalan batu, dan 877,389 km jalan tanah. b. Jembatan sebanyak 444 buah, dengan kondisi baik 70 buah, kondisi sedang 193 buah, kondisi rusak 119 buah, 62 dalaam keadaan rusak berat. Sarana irigasi terdiri atas bendung sebanyak 1.043 buah, embung sebanyak 2 buah, saluran pembawa sepanjang 299,80 km, saluran
pembuang
sepanjang
4.662
km,
bangunan
pelengkap
sebanyak 3.430 buah, dan tanggul banjir sepanjang 6,5 km. c. Sarana Jaringan Listrik Kebutuhan listrik masyarakat kabupaten Sleman berasal dari PT. PLN (Persero). Daya terpasang sebesar 207.868 KVA untuk melayani 212.151 pelanggan. Sebagian besar ruas jalan kabupaten dan ruas jalan desa sudah dilengkapi dengan lampu penerangan jalan umum (LPJU). Saat ini jumlah LPJU yang berijin dan biaya beban daya listriknya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebanyak 5.482 buah yang terdiri 2.632 buah lampu jenis mercuri/natrium, 1.241 buah
53
lampu TL, dan 469 buah lampu pijar. d. Telekomunikasi Sarana pelayanan pos dan telekomunikasi terdiri dari Kantor Pos dan Giro sebanyak 25 buah, jaringan telepon sebanyak 39.598 SST, warung telekomunikasi sebanyak 657 buah, sarana telpon umum koin sebanyak 372 buah, telepon umum kartu dan ponpin 210 buah, pelayanan
instansi
pemerintah
5.492
buah,
pelayanan
swasta
perorangan 32.866 buah. e. Sarana Perdagangan Sarana perdagangan, berupa pasar sebanyak 36 buah dengan luas 155.126 m2 , ditempati oleh 12.435 pedagang, dan dilengkapi dengan sarana kios sebanyak 1.281 buah, los sebanyak 477 buah, dan bango sebanyak 1.519 buah. f.
Koperasi Jumlah koperasi ada 506 buah tersebar di 17 Kecamatan terdiri 7 jenis koperasi yaitu koperasi serba usaha, koperasi simpan pinjam, koperasi kerajinan, koperasi jasa, koperasi pertanian, koperasi perikanan, dan koperasi petemakan. Keanggotaan koperasi dengan simpanan senilai
be~umlah
198.587 orang
Rp 34.443.020.000,00 sedang modal
koperasi terdiri modal sendiri Rp 36.397.360.000,00. Keanggotaan koperasi terdiri dari petanilmasyarakat desa, pegawai negeri, karyawan perusahaan, TNI/POLRI, mahasiswa, pumawirawan TNI/Polri, dll.
54
g. Lembaga Keuangan Lembaga perbankan yang ada terdiri kantor cabang PT. BNI 1 buah dengan 8 kantor cabang pembantu dan 4 kantor kas unit, kantor cabang Bank Pembangunan Daerah 1 buah dengan 5 kantor cabang pembantu dan 10 kantor kas unit, kantor cabang BRI 1 buah dengan kantor kas 27 unit, kantor cabang Bank Danamon 1 buah, Bank Mandiri 1 buah, Bank Panin Tbk 1 buah, Badan Kredit Desa 22 buah, Badan Usaha Kredit Pedesaan 17 buah, BPR 36 buah, dan BMT 12 buah. h. Sarana Pendukung Pariwisata Sarana pendukung pariwisata meliputi hotel berbintang 5 sebanyak 2 buah,hotel berbintang 4 sebanyak 5 buah, hotel berbintang 3 sebanyak 2 buah, hotel berbintang 1 sebanyak 5 buah, hotel melati 3 sebanyak 2 buah,hotel melati 2 sebanyak 10 buah, dan hotel melati 1 sebanyak 73 buah, dan pondok wisata sebanyak 127 buah. Kapasitas dari hotel berbintang sebanyak 1. 723 kamar, hotel non bintang 1.290 kamar, dan pondok wisata 584 kamar. Restoran tipe Talam Gangsa sebanyak 7 buah dan Talam Seloka ada 5 buah. Rumah makan kelas A sebanyak 27 buah, kelas B sebanyak 36 buah, dan kelas C sebanyak 55 buah. Sarana penunjang pariwisata lainnya tersedia 43 biro agen
pe~alanan
wisata.
pe~alanan,
19 cabang biro perjalanan, dan 4
55
i.
Sarana Jaringan Air Bersih Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk dengan menyediakan jasa pelayanan air minum dari 5 kantor cabang PDAM yaitu di Sleman, Godean, Minomartani, Kalasan, dan Depok, dengan cakupan untuk 17 kecamatan. Sambungan rumah sebanyak 18.888 buah dengan tingkat pelayanan 41 ,85% dari jumlah penduduk. Air yang diolah dan dialirkan kepada pelanggan PDAM berasal dari mata air, terutama dari Umbul Wad on.
D. Arah Pengembangan, Strategi dan Kebijakan Pariwisata Sleman 1. Arah Pengembangan
Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2005-2010 memiliki dua arah pengembangan adalah sebagai berikut: 1.
Arah Pengembangan Kebudayaan, meliputi: (a) Mengembangkan
kebudayaan daerah melalui pelestarian dan perlindungan nilai-nilai luhur budaya daerah untuk memperkuat jati diri, meningkatkan harkat dan marta bat serta kepribadian bangsa;
(b) Meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menggali nilai-nilai luhur budaya daerah dan menerima nilai-nilai positif yang berasal dari luar melalui pengembangan karya, cipta, rasa dan karsa untuk memperkaya khasanahlkeanekaragaman budaya bangsa di daerah; (c) Melestarikan nilai-nilai budaya serta peninggalan sejarah dan purbakala termasuk kawasan eagar budaya, sistem nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat serta mengembangkan
56
kesenian tradisional dan kreasi baru untuk menunjang pariwisata; dan (d) Meningkatkan
upaya-upaya
untuk
menghindarkan,
mencegah
dan
menangkal masuknya unsur-unsur budaya asing yang tidak sesuai dan berkecenderungan merusak nilai-nilai luhur budaya daerah. 2. Arah
Pengembangan
Pariwisata,
meliputi:
(a)
Mengembangkan
pariwisata dengan pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat multidisipliner dan parsipatoris untuk meningkatkan daya tarik obyek wisata; (b) Meningkatkan ragam dan kualitas produk pariwisata serta promosi dan pemasaran, baik di dalam maupun di luar negeri dengan memanfaatkan kerjasama kepariwisataan regional secara optimal; (c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan untuk mendukung program Sapta Pesona; dan (d) Mewujudkan pariwisata berwawasan agama, lingkungan dengan berdasar pada kearifan budaya lokal
agar
mampu
berdaya
saing
global
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Sleman
Penentuan strategi dalam pengembangan pariwisata sangatlah penting
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan
model
pengembangan pariwisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari perencanaan wilayah kepariwisataan. Disamping itu dapat digunakan sebagai masukan dalam mendukung peningkatan sumberdaya manusia yang terlibat, peningkatan pemerataan dan pendapatan perekonomian daerah, serta peningkatan kondisi lingkungan dan infrastruktur.
57
Sesuai dengan visi pembangunan kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Sleman tahun 2005-2010 "Terwujudnya Masyarakat Sleman Yang
Sejahtera
Pengembangan
Maju
Dan
Kebudayaan
Dinamis Serta
Melalui
Pariwisata
Pe/estarian Yang
Dan
Berwawasan
Lingkungan ", maka berdasarkan hasil analisis lingkungan strategis pad a
Renstra Din as Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2005-2010, strategi yang dipilih adalah sebagai berikut : 1. Melakukan sosialisasi/penyebaran informasi tentang Kab. Sleman melalui berbagai media, baik elektronik maupun media lain. 2. Meningkatkan daya saing dan daya tahan dalam menghadapi persaingan. 3. Meningkatkan inovasi pengembangan jenis-jenis objek dan daya tarik wisata yang sejenis dengan daerah lain. 3. Kebijakan Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Sleman
Kebijakan pengembangan pariwisata merupakan upaya untuk mendorong para pelaku di sektor pariwisata dalam mencapai sasaran yang digariskan dan tujuan yang ditetapkan, mengarah pada : a. Pengembangan objek dan daya tarik wisata (ODTW) alam, serta mengangkat ciri khas lokal sebagai objek yang dikenal secara luas sebagai prioritas utama. b. Penggalian objek dan daya tarik wisata yang baru sebagai upaya untuk memperpanjang waktu tinggal (lenght of stay) bagi wisatawan.
58
c. Pemanfaatan pengembangan
potensi wisata
yang
sudah
dengan
ada,
guna
mendukung
mempertimbangkan
aspek
persebarannya. d. Pengembangan objek wisata yang dapat membantu pengembangan kegiatan ekonomi di daerah sekitarnya E. Profil Desa Wisata Sambi 1. Letak dan Kondisi Geografis
Desa Wisata Sambi termasuk dalam kelompok desa wisata budaya dengan kategori desa wisata siap dijual laku di pasar, berada di Jalan Kaliurang Km 19,5 Padukuhan Sambi Desa Pakembinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman, dan memiliki letak strategis karena berada di kawasan lereng Gunung Merapi bagian selatan, yang menghubungkan jalur dari kota Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkrlngan (ringbelt) ke utara sampai dengan puncak gunung Merapi. Kawasan inl
memiliki sumberdaya air dan potensi ekowisata yang berorientasi pada daya tarik kegiatan Gunung Merapi beserta ekosistemnya. Desa Wisata Sambi merupakan dukuh dengan wilayah administratif yang relatif kecil yaitu sebesar 25,4 Ha. Secara administratif, Desa Wisata Sambi berbatasan : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Dukuh Pentingsari
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Dukuh Bedoyo
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Dukuh Balong
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Dukuh Purwodadi
59
Kondisi geografis Desa Wisata Sambi berada pada ketinggian wilayah 382-525 m di atas muka permukaan laut, dengan suhu rata-rata 25 derajat Celcius. Banyaknya curah hujan 2000 mm/tahun, dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Topografi berupa dataran tinggi dengan udara yang sejuk. 2. Demografi
Berdasarkan monografi dukuh Sambi (2007), Jumlah penduduk Sambi sebanyak 235 jiwa dengan jumlah laki-laki 108 jiwa dan jumlah perempuan 127 jiwa, sehingga sex rationya adalah 85 yang artinya setiap 85 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan. Dilihat dari kelompok usia, sebagian besar masyarakat berada pada kelompok usia produktif 15-60 tahun sebanyak 132 jiwa (56, 17%). Sementara kelompok usia belum produktif usia 0-15 tahun sebanyak 56 jiwa (23,83%) dan usia non produktif lebih dari 60 tahun sebanyak 47 jiwa (20%). Jumlah pengangguran usia produktif (laki-laki 3 orang dan perempuan 4 orang). Tabel10. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Pendidikan Penduduk Sambi Menurut Pendidikan Tingkat Penduduk Prosentase No Pendidikan (orang) (%) 1. Tidak Tamat SO 42 24 70 2. TamatSD 43 25,29 3. TamatSLTP 30 17,65 4. Tamat SLTA 35 20,59 5. Tamat Perguruan Tinggi: 5 2,94 - Tamat03 14 8,24 - TamatS1 1 0,59 - TamatS2 Jumlah 170 100 Sumber: Olahan Data Sekunder, 2008
60
Jumlah penduduk Sambi menurut pendidikan pada tabel 10 di atas menunjukkan bahwa jumlah pendududuk yang tidak tamat SO dan tamat SO mendominasi yaitu sebesar 85 orang (49,99%).Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hampir separo penduduk Sambi memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan informasi dari Ketua Sekretariat Bersama Oesa Wisata Sambi diakuinya dengan tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat cenderung kurang memiliki kesadaran wisata dan acuh tak acuh terhadap pengembangan Oesa Wisata Sambi. Pada tabel 11 di bawah ini menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk
Sambi sangat variatif dan didominasi bermata pencaharian
sebagai petemak yaitu sebesar 71 orang (49,31 %) dan hampir separo dari jumlah penduduk Sambi berdasarkan mata pencahariannya. Tabel11. Jumlah Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian No
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Penduduk Sambi Menurut Mata Pencaharian Prosentase Jumlah Mata Pencaharian Penduduk (orang) (%) Petani Buruh Tani PNS Guru Pedagang Peternak Montir
Jumlah Sumber: Olahan Data Sekunder, 2008
50 4 4 10 3 71 2 144
Berdasarkan informasi dari Kepala Oukuh Sambi
34,72 2,78 2,78 5,88 2,08 49,31 1,39 100
menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai peternak dan petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah (tidak tamat SO dan
61
tamat SO). Selama ini peternak dan petani terlibat dalam kelompok tani dan juga terlibat dalam kelembagaan desa wisata Sambi. Oleh karena itu kepengurusan Desa Wisata Sambi selama ini memiliki SDM dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan hal ini tentunya berpengaruh pada kelembagaan Desa Wisata Sambi yang belum berjalan secara optimal. 3. Potensi Wisata di Desa Wisata Sambi
Berbagai potensi budaya dan potensi alam yang dapat dijual bagi wisatawan yang berkunjung di Desa Wisata Sambi, meliputi: a. Rumah tradisional Jawa yang khas dan unik berbentuk Joglo dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Disamping itu rumah tradisional tersebut memiliki nilai sejarah bagi masyarakat, sebagai tempat sarasehan kegiatan kampung maupun kegiatan pariwisata (rapat, pertemuan, seminar, resepsi pernikahan, dan kegiatan lain) yang berkaitan dengan budaya tradisi Jawa. Pada tanggal 25 Mei 2002 rumah tradisional joglo di Desa Wisata Sambi ini pernah dijadikan sebagai lokasi kegiatan kunjungan lapang bagi peserta Konferensi Sutera Alam tingkat internasional yang diikuti oleh 11 negara se-Asia Tenggara, dan moment inilah sekaligus dijadikan hari lahirnya Desa Wisata Sambi. b. Mempunyai potensi pengembangan kegiatan pertanian dalam arti luas, meliputi: atraksi bajak sawah, atraksi peras susu sapi, atraksi tangkap
62
ikan, dan atraksi persiapan lahan dan penanaman tanaman selada yang diharapkan mampu menarik kunjungan wisatawan. c.
Keberadaan lembah Sambi yang telah dikembangkan oleh Yayasan GAIA Yogyakarta menjadi kegiatan wisata pendidikan di Ledok Sambi melalui kegiatan outbound dengan berbagai permainan dan tantangan di alam terbuka. Lokasi ini memiliki pemandangan alam yang menarik dan menjadi daya tarik bagi pengunjung
d. Masyarakat Sambi masih menjunjung tinggi kebudayaan/tradisi jawa, dapat dibuktikan dengan masih kentalnya masyarakat melakukan tradisi jawa seperti: memperingati bulan-bulan tertentu dengan kenduri (Suran, Saparan, Muludan, Rejeban, Ruwahan, Selikuran, Syawalan, Besaran, dan 17 agustusan). Kenduri keselamatan dilakukan sejak anak dalam kandungan (mitoni), lahir (Aqiqah), anak, dewasa hingga meninggal. Kegiatan selamatan untuk tanaman di sawah dengan jenangi dan wiwit. e. Adanya kegiatan seni tradisional jawa seperti: uyon-uyon, wayang, dan ketoprak, serta belajar karawitan bagi pengunjung di Sanggar Padepokan Pamengku Sambi.
F. Pengembangan Desa Wisata Sambi
Pengembangan penyelenggaraan
desa
pariwisata
pelayanan, yang membutuhkan
wisata yang
merupakan
terkait
ke~asama
langsung
bagian
dari
dengan
jasa
dengan berbagai komponen
63
penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata. Pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan wisata budaya yang ada (Nurmawati, 2006). Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai procluk wisata baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata. 1. Pengembangan Kelembagaan Desa Wisata Sambi
Kelembagaan
Desa
Wisata
Sambi
merupakan
wadah
interkoneksitas antara masyarakat dengan sumberdaya yang ada melalui organisasi yang terbentuk berdasarkan norma-norma atau aturan yang
64
disepakati dan berlaku dalam rangka pengembangan wisata alam dan wisata budayanya. Kelembagaan Desa Wisata Sambi yang diberi nama "Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi" dibentuk berdasarkan hasil musyawarah masyarakat Padukuhan
Sambi, memiliki struktur kelembagaan seperti
terlihat pada bagan 2 berikut ini. Bagan 2. Struktur Kelembagaan "Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi" Periode 2006-2009
I
Masyarakat Padukuhan Sambi
~
I I
Ketua
I
I
Sekretaris I
Bendahara
I r
Pokja Pengembgn Produk
Pokja Pendanaan
Pokja Produk Individu
Pokja Produk Desa
Pokja Pemasaran
Pokja Monev Informasi
Berdasarkan kepengurusan Desa Wisata Sambi yang terbentuk, maka masing-masing pengurus memiliki tugas sebagai berikut: a.
Ketua, memiliki tugas mengambil kebijakan, memutuskan hasil rapat, menghadiri
undangan,
dan
mempertanggungjawabkan
kegiatan yang ada di Desa Wisata Sambi.
seluruh
65
b.
Sekretaris, bertugas mencatat dan membukukan seluruh kegiatan organisasi, memimpin jalannya rapat, dan mewakili Ketua bila berhalangan hadir.
c.
Bendahara, bertugas mencatat, membukukan dan menyimpan keluar masuknya dana organisasi, serta mempertanggungjawabkan dana kegiatan kepada Ketua.
d.
Kelompok Kerja (Pokja) Pengurus Pokja bertanggungjawab dalam menyusun program
jangka panjang dan jangka pendek, mengkoordinir dan melakukan bimbingan terhadap bidang yang ditangani, terkait dengan pengembangan produk, pendanaan, pemasaran, produk individu, produk desa, monitoring evaluasi, dan informasi. Pada awalnya kelembagaan Desa Wisata Sambi (pada tahun 2002 dinamakan Tim Wisata) dibentuk atas tunjukan Kepala Dukuh, namun seiring
dengan
perkembangannya
mengalami
pergantian
menjadi
Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi (periode 2006-2009) yang dibentuk sebagai hasil musyawarah dari masyarakat Sambi. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran wisata dan meningkatkan partisipasi masyarakat, diperlukan pengembangan kelembagaan. desa wisata Sambi dalam bentuk sebagai berikut: 1. Pelatihan Peningkatan Sumberdaya manusia Pelaku Desa Wisata di Gedung Pertemuan ratu Boko Prambanan dan Outbound Training di Desa Wisata Sambi.
66
Pelatihan Peningkatan Sumberdaya manusia Pelaku Desa Wisata ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan bagi pengelola desa wisata agar mampu memberikan pelayanan prima, dan mengemas produk wisata yang menarik bagi wisatawan, serta meningkatkan sadar wisata bagi masyarakat. Penyeienggara kegiatan ini adalah D1nas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, yang dilakukan dengan melibatkan "'ebanvak .,..,.,tatihan • ·] \ :::::n ,_n_l Of"""ii 0.1 1.;::7 pe"·-w+a .,:,.c;i l JJCI lfl I ! 1 ~:t
tc-~rl·l~i VI U If
01 rl--.n· 30 orang dar·l "' tJCI aLru deS" 0.
UOI f.
r\.
wisata, 10 orang dari forum komunikasi desa wisata, 20 orang dari pendamping desa wisata. Selanjutnya dilakukan kegiatan Outbound Training di Desa Wisata Sambi pada tanggal 11 September 2007 dengan jumlah peserta pelatihan sebanyak 60 orang, terdiri dari: 30 orang pelaku desa wisata dari pengelo!a
desa wisata; 14 orang dari forum komunikasi desa wisata. 15 orang
d~ri
pendamping desa wisata, dan 4 orang dari polisi pariwisata. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran berwisata di kalangan kaum muda bahwa tindakan mereka mempunyai konsekwensi dan menumbullkan rasa kebersamaan dan kasih sayang pada orang lain. Kegiatan ini dilaksanakan Sasaran metode pe!ati!-tan ini adalall semacam Latihan Kepekaan (sensitivity training) yaitu untuk mengetahui sejauh mana periiaku seserang dalam rnempengaruhi individu !ainnya dalam kelompok atau sebaliknya.
67
2. Pembentukan Kelompok Sadar Wisata Pembentukan kelompok sadar wisata yang diberi nama "Tim Peduli Wisata
atau Tim Sebelas" ini diprakarsai oleh Bapak Supriyanto selaku
Sekretaris Desa Wisata Sambi, dan dilatarbelakangi oleh keprihatinan bersama terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi akibat kurangnya kebersamaan dan kesadaran masyarakat dalam mengembangkan desa wisatanya. Tim Sebelas ini diketuai oleh Bapak Supriyanto dan memiliki anggota sebanyak sepuluh orang. Keberadaan Tim Sebelas ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran berwisata bagi masyarakat Sambi, dan secara khusus untuk menggerakkan generasi muda untuk lebih peduli terhadap pengembangan desa wisatanya. Kelompok sadar wisata ini belum lama terbentuk
dan
masih
membutuhkan
proses
yang
panjang
untuk
memberdayakan masyarakat guna mengembangkan desa wisatanya. Terkait dengan pengembangan desa wisata, berikut komentar dari Staf Peneliti Pusat Pariwisata UGM: "Pengembangan desa wisata merupakan produk baru pariwisata berbasis masyarakat, dan hendaknya dilihat sebagai sebuah investasi yang membutuhkan waktu yang panjang. Tentunya penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi menjadi tantangan bagi anda. Hal ini dikarenakan selama ini kunjungan wisatawan di Desa Wisata Sambi cenderung didatangkan oleh pihak GAIA dan bukan didatangkan oleh masyarakat sendiri." (DTR, wawancara tangga/14 Juli 2008).
68
3. Mengembangkan kemitraan dengan pemerintah dan swasta Pengembangan
kemitraan
merupakan upaya menjalin
dengan
ke~asama
pemerintah
dan
swasta
atas dasar komitmen bersama
dalam rangka penguatan kelembagaan desa wisata. Jalinan kemitraan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terhadap kelembagaan Desa Wisata Sambi dilakukan dengan cara memfasilitasi dan memperluas jaringan kelompok dalam forum komunikasi desa wisata sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan pemasaran. Pengembangan kemitraan yang dilakukan dengan pihak swasta Yayasan GAIA Yogyakarta dengan cara menyewa lahan kas Desa Pakembinangun seluas 4,2 ha dan dimanfaatkan untuk kegiatan wisata pendidikan yang dikemas dalam bentuk paket-paket wisata. Sejak awal mulai dari pembentukan sampai perkembangannya saat ini, Desa Wisata Sambi telah melibatkan pihak swasta. Adanya kerjasama
dengan
pihak
swasta
menjadikan
ketergantungan
kelembagaan Desa Wisata Sambi kepada pihak swasta sebagai partner dan
kurang
mengembangkan
mendidik sendiri
kemandirian desa
bagi
wisatanya.
masyarakat Dengan
untuk
demikian
mengakibatkan kelembagaan desa wisata Sambi belum berjalan secara optimal. Pemahaman terhadap pengembangan kelembagaan desa wisata tentunya tidak terlepas dari proses pembentukan desa wisata itu sendiri.
69
Desa Wisata Sambi merupakan salah satu cikal bakal munculnya desa wisata di Kabupaten Sleman dan hingga kini telah berkembang mencapai 33 desa wisata. Proses pembentukan Desa Wisata Sambi dilatarbelakangi dari banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Desa Wisata Sambi dengan cara mengontrak atau menyewa rumah warga. Pada
September 2001
ditindaklanjuti
oleh
seorang
praktisi
pariwisata dan Dosen di lnstitut Pertanian (lntan) Yogyakarta Jr. Larasati Suliantoro dengan menyewa rumah tradisional berbentuk sinom, yang diberi nama "Griya lntan". Beliau melihat kondisi sosial budaya dan lingkungan alam yang indah sangat potensial dan mendukungnya untuk mempersiapkan Sambi sebagai desa wisata, dengan mengadakan bimbingan kepada kelompok PKK tentang Tata Boga, yaitu dengan memperkenalkan tata cara pembuatan beraneka ragan masakan dan berbagai tata cara penyajiannya. Persiapan sarana prasarana fisik juga dilakukakan dengan pengaspalan jalan, baik jalan utama dan jalan di dalam dukuh Sambi. Seiring dengan persiapan tersebut, Kepala Dukuh Sumantri memiliki inisiatif mengumpulkan pengurus padukuhan untuk membentuk tim Pengelola Pra Desa Wisata Sambi yang bersifat sementara dengan sistem tunjukan. Setelah berjalan 4 bulan kepengurusan sementara tersebut, tepatnya pada tanggal 25 Mei 2002 Desa Wisata Sambi ditunjuk sebagai Jokasi kegiatan kunjungan lapang bagi peserta Konferensi Sutera Alam
70
tingkat internasional. Kegiatan akbar ini dihadiri oleh Bupati Sleman dan perwakilan dari 11 negara se-Asia Tenggara yang menggunakan rumah tradisional Sambi sebagai tempat pameran, kesenian tradisional dan tempat istirahat. Bersamaan dengan event akbar ini, masyarakat Sambi menyepakati tanggal 25 Mei dijadikan hari lahirnya Desa Wisata Sambi. Selanjutnya Kepala Dukuh Sambi memiliki inisiatif mengumpulkan kembali warganya untuk membubarkan kepengurusan sementara dan membentuk kepengurusan definitif dengan nama Tim Pengelola Desa Wisata Sambi periode 2002-2005. Kepengurusan ini berjalan satu periode, dan diganti kepengurusan baru dengan nama Badan Pengelola Desa Wisata Sambi (BPDWS). Sehubungan dengan adanya ketidakharmonisan pengurus BPDWS, maka tidak
be~alan
pe~alanan
kegiatan kepariwisataan di Sambi
sesuai yang diharapkan bersama. Sehingga pada bulan
Maret 2006 dibentuk kepengurusan baru dengan nama Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi, dan masih berjalan hingga sekarang. Namun dalam perkembangannya justru mengalami hambatan internal
dari
masyarakat
masyarakat sendiri. dan
pengelola
kelembagaan ini tidak
be~alan
desa
Kurangnya wisata
kebersamaan Sambi
antara
mengakibatkan
optimal karena tidak didukung sepenuhnya
oleh segenap masyarakat. Terkait dengan modal sosial, selama ini masyarakat belum memiliki mutual trust dalam pengembangan desa wisatanya. Hal ini disebabkan masih adanya kecurigaan dan ketidak percayaan sebagian masyarakat terhadap pengelola Desa Wisata Sambi.
71
Dari berbagai permasalahan kelembagaan desa wisata, berikut komentar dari Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi : " Selama ini masyarakat sulit diatur dan kurang kebersamaan (guyub:Jawa). Diakuinya masih terdapat konflik internal dan ketidakpercayaan sebagian masyarakat pada pengelola Desa Wisata Sambi. Periode masa kepengurusan kami dari tahun 2006-2009, namun rencana tahun 2008 ini kepengurusan kami akan mundur. Kami lebih condong kepengurusan ke depan diserahkan kepada Karang taruna Sambi, dan saya kira inilah solusi yang terbaik dalam menghindari konflik yang berkepanjangan. " (Hyn, Wawancara tanggal12 Juli 2008). Terkait dengan belum berfungsinya kelembagaan desa wisata secara optimal, berikut komentar Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata di Sleman saat ditemui di rumahnya di Dukuh Ketingan, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati : " Sebenamya pertemuan rutin setiap 3 bulan sekali ini sangatlah penting dilakukan dalam rangka mempermudah koordinasi dan membantu pelaksanaan pelayanan kunjungan bagi wisatawan. Namun kenyataan setiap ada pertemuan, kehadiran dari pengelola masing-masing desa wisata tidak mencapai separo dari jumlah desa wisata yang ada di Sleman. Semoga melalui rencana usulan pada bulan Juli 2008 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman tentang penetapan Forum Komunikasi Desa Wisata Sleman dalam bentuk SK Bupati, akan lebih membantu memperjelas peran, fungsi dan manfaat kelembagaan desa wisata bagi masyarakat." (Hry, Wawancara tanggal 17 Juli 2008). Dalam
rangka
meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dan
pengembangan desa wisata, mulai tahun anggaran 2008 ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman memfasilitasi 4 kali pertemuan dalam setahun bagi Forum Komunikasi Desa Wisata di Sleman yang berfungsi sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar
72
pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan pemasaran. Di samping itu adanya Tim Pelaksana Kegiatan Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Nomor 556/43/Kep.Budpar/2008 tanggal 25 Maret 2008, diharapkan dapat menciptakan pembinaan dan pengelolaan desa wisata secara efektif, efisien dan berkesinambungan, serta mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan desa wisatanya. Berkaitan dengan pengembangan desa wisata, berikut kutipan wawancara dengan Kepala Seksi ODTW Disbudpar Kabupaten Sleman: "Pada prinsipnya desa wisata dibangun atas keinginan masyarakat itu sendiri, perkecualian di Desa Wisata Sambi dibangun bukan murni dari masyarakat tetapi atas inisiatif dari lbu Sulliantoro Sulaiman sebagai seorang praktisi pariwisata DIY. Selama ini di Kabupaten Sleman telah berkembang 33 desa wisata, dan masyarakatlah yang diberi kesempatan untuk menilai kesiapan desa wisatanya sendiri. Kalaupun ada pihak ketiga di dalamnya, seharusnya .masyarakat dilibatkan secara bersamasama mengelola kegiatan wisata yang ada, sehingga masyarakat betul-betul merasakan manfaat dari keberadaan desa wisatanya. (Skd, wawancara tanggal 11 Juli 2008).
2. Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata Sambi Objek dan daya tarik wisata atau atraksi wisata merupakan lokasi atau tempat tertentu yang mempunyai potensi dan daya tarik wisata, baik wisata alam dan wisata budaya. Dengan kata lain, atraksi wisata dapat dijadikan sebagai pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.
73
Tanpa adanya daya tarik pada suatu tempat mustahil pariwisata dapat ber1<embang.
Pariwisata biasanya akan lebih ber1<embang, jika di suatu
tempat terdapat pengusahaan objek dan daya tarik wisata. Ber1
Jenis Potensi Wisata
1.
Wisata Alam (dikelola oleh GAIA dalam paket Ledok Sambi)
2.
Wisata Pertanian(dalam arti luas), dikelola oleh pengelola Desa Wisata Sambi bekerjasama dgn GAIA dim paket Ledok Sambi
3.
Wisata Budaya ( dikelola oleh pengelola Desa Wisata Sambi bekerjasama dgn GAIA dim paket Ledok Sambi)
Bentuk Atraksi Wisata a. Outbound dengan berbagai permainan. b. Rekreasi (kemah keluarga).
a. b. c. d.
Tanam Selada Bajak sawah Tangkaplkan Peras Susu S~pi.
a. Belajar karawitan b. Kunjungan ke rumah ad at joglo c. U_Q_acara tradisi adatjawa
Sumber: Olahan Data Primer, 2008
Dari tabel 12 di atas menunjukkan Atraksi wisata alam berupa rekreasi dan outbond di alam terbuka ini dikelola oleh Yayasan GAIA Yogyakarta
dengan
berbagai
menggunakan instruktur yang
paket h~ndal
Program
Ledok
dan profesional.
Sambi
dan
Program LEGI
(Lahan Event Gathering dan Internship) Weekend dan PADI (Pengenalan dan Pengembangan Din) menjadi favorit bagi kunjungan wisatawan di
Ledok Sambi, baik dari instansi/lembaga maupun dari sekolah-sekolah
74
yang memanfaatkan moment liburan sekolah sebagai ajang refreshing dalam rangka menikmati kesejukan dan keindahan alam di Ledok Sambi. Selama ini kunjungan wisatawan di Desa Wisata Sambi cenderung didatangkan
oleh
Yayasan
GAIA Yogyakarta.
Terbukti
kunjungan
wisatawan selama 7 bulan pada bulan Januari-Juli 2008 untuk kegiatan rekreasi sebanyak 551 orang dan outbound di Ledok Sambi sebanyak 2.161 orang dari 62 lembaga. Terkait dengan pengembangan Desa Wisata Sambi, berikut petikan wawancara dengan Direktur Yayasan GAIA Yogyakarta di Ledok Sambi: " Sebenamya banyak potensi wisata di Sambi, namun selama ini masyarakat belum tergugah kesadarannya untuk mengembangkan desa wisatanya. Sebelumnya kami pemah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tata boga dan cinderamata, namun tidak ada tindak lanjut dari masyarakat sendiri. Berkenaan dengan kegiatan GAIA di Ledok Sambi, sewaktu-waktu kami siap lepas dari lokasi ini kalau masyarakat Sambi sendiri sudah mampu mengemas atraksi wisata di Ledok Sambi ini. Orientasi kegiatan kami tidak semata-mata profit oriented, tapi lebih pada pengembangan masyarakat (community development). (Div, Wawancara tanggal 8 Juli 2008). Atraksi wisata pertanian di Sambi, meliputi: tanam selada, bajak sawah, tangkap ikan, dan peras susu sapi. Atraksi ini dikelola oleh pengelola Desa Wisata Sambi bekerjasama dengan GAIA dalam paket Ledok Sambi dan melibatkan kepengurusan kelompok tani "Manunggal" terutama dalam pendampingan yang berhubungan dengan bentuk atraksi wisata pertanian yang ditawarkan kepada wisatawan. Atraksi wisata budaya Sambi yang dapat menjadi daya tarik bagi
75
wisatawan, dibedakan menjadi dua bagian, (materia~:
meliputi:
(a) Bendawi
Bangunan kono (rumah joglo, sinom dan limasan), alat
pertanian (alat untuk membajak sawah dengan sapi dan alat penumbuk padi (lesung), alat kesenian karawitan), dan (b) Aktivitas (immaterial): Pertanian (wiwit, nandur, njenangi), kesenian tradisonal dan tradisi adat Jawa. Atraksi wisata budaya yang menjadi favorit adalah atraksi kesenian tradisional
berupa
be/ajar karawitan
yang
dipusatkan di Sanggar
Padepokan Pamengku milik ibu Hadi. Atraksi ini melibatkan pemandu lokal khususnya pemuda Sambi dan pengelola Desa Wisata Sambi, dan lebih ditujukan bagi generasi muda yang ingin belajar mendalami kesenian tradisional. Paket wisata ini dtawarkan kepada pengunjung seharga Rp 15.000,00 per orang berdurasi 1-2 jam. Upaya pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a). Pengembangan Desa Wisata Terpadu (Sambi-Garongan-Kelor) Pengembangan desa wisata terpadu merupakan terobosan wisata altematif bagi wisatawan yang disesuaikan dengan lokasi dan keragaman potensi di masing-masing desa wisata yang menggabungkan diri dalam paket wisata terpadu. Berdasarkan hasil kaji ulang RIPPDA Sleman tahun 2006 ke~asama
antara Bappeda Kabupaten Sleman dengan Pusat Studi
Pariwisata UGM, terdapat enam jalur paket desa wisata terpadu, meliputi : Desa Wisata
Terpadu (Jamur-Brajan-Grogol), Desa Wisata Terpadu
76
(Malangan-Sangu
Banyu-Ketingan),
Desa
Wisata
Terpadu
(Miangi-
Gamplong-Ketingan), Desa Wisata Terpadu (Kadisobo 11-Pajangan-Sendari), Desa Wisata Terpadu (Sambi-Garongan-Kelor),
Desa Wisata Terpadu
(Turgo-Kinahrejo-Petung). Dalam rangka pengembangan desa wisata terpadu diperlukan koordinasi antar pelaku desa wisata. Menurut Damanik dan Weber (2006), masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Melalui paket desa wisata terpadu (Sambi-Garongan-Kelor) dengan paket atraksi outbound di Sambi, atraksi perikanan darat di Garongan, dan atraksi wisata pertanian salak pondoh di Kelor, diharapkan ketiga objek desa wisata tersebut menjadi tujuan wisata alternatif, sekaligus solusi bagi tempat tinggal para wisatawan. b).
Penggalakan Sapta Pesona, meliputi: Aman (tenteram, tidak takut,
terlindung, damai), Tertib (teratur, lancar , disiplin), Bersih (bebas dari : kotoran, sampah, limbah, penyakit, pencemaran), Sejuk (segar, rapi, nyaman), lndah (menarik, sedap dipandang, tata letak, tata ruang, serasi, selaras, cantik ), Ramah tamah (sikap dan perilaku, keakraban, sopan, suka membantu, tersenyum), Kenangan (kesan yang baik, kenangan yang indah selama kunjungan).
77
Pemahaman tentang sapta pesona perlu disosialisasikan oleh instansi terkait dan pelaku pariwisata lainnya agar masyarakat lebih memahami dan tergugah kesadaran wisatanya, guna mendapatkan manfaat bersama dari adanya objek dan daya tarik wisata di desa wisata Sambi. Berikut ini manfaat bersama yang diperoleh dari keberadaan Desa Wisata Sambi adalah sebagai berikut : 1) Bagi Masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan kesempatan usaha bagi masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Terkait dengan manfaat yang diterima masyarakat Sambi, berikut petikan wawancara dari Bendahara Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi sekaligus Pembina lbu-ibu PKK adalah sebagai berikut: " Selama 2 tahun kepengurusan berjalan (2006-2008), pendapatan bersih yang masuk ke Kas Desa Wisata Sambi sampai akhir Juli 2008 sebesar Rp 10.697.000,00 memiliki nilai jauh lebih kecil dibandingkan pendapatan masyarakat yang diterima dari keberadaan desa wisata Sambi sekitar 10 kali lipat dari pendapatan bersih kas desa wisata Sambi. Sehingga manfaat desa wis~ta dapat dirasakan bagi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam kegiatan pariwisata." (SS, Wawancara tanggal18 Juli 2008). Pendapatan masyarakat dan kas desa wisata Sambi bersumber dari : a) Catering dan Homestay Total nilai pendapatan kotor masyarakat dari hasil penyediaan catering dan homestay dipotong 10% masuk ke kas desa wisata
dan
selanjutnya dikelola oleh bendahara desa wisata, serta didistribusikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
78
b). Retribusi kunjungan Rp 1.000,00 per orang. Selama ini diakui kecenderungan kunjungan wisatawan didatangkan oleh pihak swasta (GAIA Yogyakarta), sehingga retribusi kunjungan dominan berasal dari yayasan GAIA yang mengelola paket wisata Ledok Sambi. Berdasarkan laporan jumlah pengunjung dari bulan Januari-Juli 2008 terdapat 562 wisatawan untuk rekreasi dan 2.165 orang untuk outbound. Hasil retribusi tersebut masuk ke kas desa wisata dan dikelola sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti : pembangunan sarana prasarana fisik, membantu menyalurkan tenaga kerja bagi pemuda Sambi. c). Retribusi parkir yang dikelola oleh sub unit Karang Taruna Sambi Penanganan parkir terhadap kunjungan wisatawan yang menggunakan kendaraan roda empat dikenakan tarif sebesar Rp 3.000,00 per mobil/bis, dan kendaraan roda dua dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 per motor. Selanjutnya Ketua Karang Taruna Sambi mengelola hasil parkir
untuk dimasukkan ke kas Karang Taruna, dengan terlebih
dahulu menyisihkan 10% masuk ke kas desa wisata. 2). Bagi dunia usaha/swasta : melalui Program Ledok Sambi yang dikemas secara menarik di Desa Wisata Sambi dapat diperoleh keuntungan dari atraksi wisata alam. Selama ini kunjungan wisatawan yang dibawa oleh pihak GAIA Yogyakarta relatif banyak dan secara langsung juga berdampak pada meningkatnya pemasukan kas desa wisata.
79
3). Bagi Pemerintah Daerah : meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memfasilitasi pemberdayaan masyarakat, mendorong peningkatan pendapatan
asli
daerah
(PAD),
dan
meningkatnya
kunjungan
wisatawan. 4). Bagi Pengunjung/Wisatawan : (a) mempelajari pertanian masyarakat setempat, (b) menikmati suasana alam nan indah dan menarik, serta sejuknya udara (c) mempelajari tradisi dan budaya masyarakat setempat. 3. Pengembangan Sarana Prasarana Wisata di Desa Wisata Sambi Pengembangan
sarana
prasarana wisata
merupakan
bentuk
pengembangan segala fasilitas yang mendukung kelancaran kegiatan wisata agar dapat memberikan kepuasan pelayanan bagi wisatawan.
Berkaitan
dengan hal tersebut, terdapat berbagai sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi, meliputi : a. Sarana wisata di Desa Wisata sambi, berupa: homestay, sanggar seni "padepokan pamengku". b. Prasarana wisata di Desa Wisata Sambi, berupa : papan nama, jalan aspat, transportasi, jaringan telepon, jaringan listrik, air bersih. Bentuk pengembangan
sarana prasarana wisata di Desa Wisata
Sambi yang dapat dilakukan adalah: a.
Pengadaan papan nama desa wisata dan pengadaan alat-alat outbound. Oleh karena itu dipertukan baik pemerintah maupun swasta.
ke~asama
Ke~asama
dengan berbagai pihak,
dengan Dinas Kebudayaan
80
dan Pariwisata Sleman terkait dengan pengadaan alat-alat outbound, dan papan nama desa wisata. b.
Membangun fasilitas pendukung wisata seperti: penambahan homestay, pengembangan area outbound di lokasi yang baru, pembangunan gapura dan bangunan khusus pengelola desa wisata.
c.
Perbaikan infrastruktur jalan melalui rehab jalan aspal dalam rangka mendukung kelancaran wisatawan menuju objek wisata.
d.
Pengadaan cinderamata dan makanan khas Sambi sebagai produk lokal yang dapat memberikan kenangan bagi kunjungan wisatawan.
H. Partisipasi Sambi
Masyarakat
Dalam
Pengembangan Desa Wisata
1. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Kelembagaan Desa Wisata Sambi Sejalan dengan maraknya pengembangan desa wisata, maka dalam masyarakat desa telah
te~adi
institusionalisasi atau pelembagaan
aktivitas pelayanan wisata. Dengan demikian kapasitas kelembagaan desa wisata Sambi sangat ditentukan oleh kontinuitas dan kualitas aktivitas dan pelayanan wisata. Sehingga pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi memiliki peranan penting dalam menopang ekonomi masyarakat.
Namun
dalam
pengembangannya
mengalami
banyak
permasalahan baik internal maupun eksternal kelembagaan. Permasalahan
internal
disebabkan oleh masih
kelembagaan
~endahnya
desa
wisata
Sambi
sumberdaya manusia pelaku desa
81
wisata dalam memahami konsep desa wisata, belum adanya tokoh masyarakat yang dijadikan panutan dalam menggerakkan masyarakat, dan mutual trust dari masyarakat belum terbangun secara utuh. Permasalahan ke~asama
eksternal
lebih
disebabkan
oleh
kurangnya jalinan
atau kemitraan dengan pihak-pihak terkait, baik pemerintah,
pusat studi pariwisata UGM, forum komunikasi desa wisata, dan dunia usaha/swasta lainnya. Dari permasalahan tersebut di atas, pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi memerlukan perencanaan partisipatif (participatory planning),
di
mana
masyarakat
dianggap
sebagai
mitra
dalam
perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana (Ndraha, 1990). Untuk memulai suatu perencanaan pembangunan di desa telah dilakukan
penyusunan
rencana
tahap
awal
melalui
musyawarah
partisipatif di tingkat dukuh untuk merencanakan dan mengatasi masalahmasalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada.
Perumusan rencana pada tingkat dukuh disusun oleh
masyarakat sendiri, sehingga tidak perlu tergantung pada orang luar yang tidak mengetahui dengan pasti. Berdasarkan hasil diskusi musyawarah rencana pembangunan padukuhan (musrenduk) Sambi Tahun 2007, diperoleh rumusan usulan
82
program/kegiatan pembangunan di Desa Wisata Sambi tahun 2008, untuk pembangunan fisik, meliputi:(a) Pembuatan jalan lingkar dan gapura, (b) Pembangunan talud jalan, (c) Rehab jalan aspal, (d) Pembangunan sumur resapan. Sedangkan pembangunan non fisik yang diusulkan, meliputi: (a) Pemberdayaan siskamling, (d) Pembinaan kelompok tani. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut hasil wawancara dengan Ketua LPMD dan Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi: " Selama ini usulan kegiatan dari warga masyarakat Sambi lebih terfokus pada pembangunan fisik seperti rehab jalan aspal, pembangunan jalan lingkar dan gapura, talud jalan, sumur resapan, pemberdayaan simkamling, dan pembinaan kelompok tani. Sementara kegiatan non fisik yang terkait dengan pelatihan tentang pariwisata masih sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya prioritas pembangunan non fisik dalam pengembangan Desa Wisata Sambi. Namun demikian pembangunan fisik tersebut juga menopang dalam pengembangan Desa Wisata Sambi." (Sbd, Hyn, Wawancara tanggal 9 Juli 2008). Usulan program/kegiatan hasil musrenduk Sambi ternyata belum semua terakomodir dalam program kerja hasil musrenbang Desa Pakembinangun. Usulan dari masyarakat Sambi dalam pelaksanaan hanya terealisasi dua kegiatan yaitu rehab jalan aspal dan pembinaan kelompok tani. Pelaksanaan rehab jalan aspal didanai dari Anggaran dan Pendapatan
Belanja
Desa
Pakembinangun.
Selanjutnya
kegiatan
pembinaan kelompok tani yang dilakukan oleh penyuluh dari BPP Pakem didanai
dari
APBD
DPA-SKPD
Dinas
Pertanian
dan
Kehutanan
Kabupaten Sleman. Sedangkan pembangunan talud jalan didanai dari dana gotong royong Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Sleman. Hal ini dapat terlihat pada tabel 13 di bawah ini.
83
Tabel13. Tabel Hasil Perencanaan Desa Wisata Sambi No
1. ----
2.
Hasil Hasil Musrenduk Musrenbang De sa Sambi Pembuatan Pembinaan jalan lingkar LPMD dan gapura - - - - - - - - · - - - - Pembangunan Gotong royong talud jalan kebersihan lingk.
3.
Rehab as pal
4.
Pembangunan sumur resapan Pemberdayaan siskamling Pembinaan kelompok tani
5. 6.
jalan
Rehap aspal
jalan
Pembangunan sumur resapan Pemberdayaan Siskamling Pertemuan Kelompok tani
Pelaksanaan
Pelaksana
Sumber Dana
.
-
----- ------
-·-
Pembangunan talud jalan
Kec. Pakem
Rehab jalan
Des a Pakembinangun
Dana Gotong Royong Bapermas Sleman APBDesa, Bantuan Kas Desa Wisata
-
-
-
-
-
Pembinaan Kelompok tani
BPP PakemDistanhut
APBD DPASKPD Distanhut
Sumber: Olahan Data Pnmer, 2008
Keterlibatan
masyarakat
dalam
pelaksanaan
pengembangan
kelembagaan desa wisata terkait dengan usulan dari tokoh masyarakat dalam mengemukakan ide
dalam musyawarah dukuh terkait dengan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi berasal dari : Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya: Pembentukan kelompok sadar wisata "Tim Sebelas" dilatarbelakangi dari adanya keprihatinan bersama kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pengembangan desa wisata". (Hyn, wawancara tanggal 9 Juli 2008). Ketua Kelompok Tani "Manunggal", berikut wawancara singkatnya: " Kami akui mengalami kesulitan dalam memberdayakan masyarakat akibat masyarakat tidak kompak, dan harapan kami ada tokoh masyarakat yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam kelembagaan desa wisata Sambi. " (Sbd, wawancara tanggal 16 Juli 2008).
84
Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelembagaan desa wisata Sambi, kami ingin adanya studi banding ke desa wisata yang sudah maju. " (Stj, wawancara tanggal 11 Juli 2008).
Dari hasil wawancara ketiga tokoh masyarakat yang diwawancarai menunjukkan bahwa peneliti melihat bahwa partisipasi masyarakat masih rendah
dan
belum
banyaknya
ide-ide
yang
mengarah
pada
pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi. Dalam perencanaan kelembagaan Desa Wisata Sambi, selama ini pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terlibat dalam memfasilitasi pertemuan dalam forum komunikasi desa wisata sebagai wadah pertemuan antar desa wisata untuk saling bertukar pengalaman dan proses saling belajar, serta memperluas jaringan pemasaran melalui pertukaran informasi dan membangun kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Di samping itu melalui Keputusan Kepala Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Kabupaten
Sleman
Nomor
556/43/Kep.Budpar/2008 tentang Tim Pelaksana Kegiatan Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman, tim pelaksana melakukan pembinaan dan pendampingan pada setiap desa wisata di Sleman, termasuk pembinaan kepada kelompok sadar wisata "Tim Sebelas". Namun kenyataannya pembinaan dan pendampingan yang ada belum efektif dikarenakan kendala anggaran dan kurangnya koordinasi.
85
Keterlibatan pemerintah Desa Pakembinangun berkaitan dengan program pembangunan fisik maupun non fisik. Selama ini pembinaan atau sosialisasi dilakukan oleh Kepala Seksi Ekonomi Desa
Pakembinangun
pada
saat
pertemuan
dan Pembangunan padukuhan
Sambi.
Sementara keterlibatan Bappeda Sleman belum nampak secara fisik dikarenakan pengembangan kelembagaan desa wisata menggunakan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, dimana masyarakatlah yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan desa wisatanya. Menanggapi hal tersebut di atas, berikut
kutipan wawancara
dengan Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Sleman: " Pada dasarnya kami menangani perencanaan pembangunan yang bersifat makro. Terkait dengan perencanaan pengembangan pariwisata, kami membuat RIPPDA (Rencana lnduk Pengembangan Pariwisata Daerah) Kabupaten Sleman bekerjasama dengan Pusat Studi Pariwisata UGM. Selanjutnya dari kaji ulang RIPPDA Sleman diharapkan secara lebih mikro dapat disusun Rl POW (Rencana lnduk Pengembangan Objek Wisata) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman. Berkenaan dengan pengembangan desa wisata, pemerintah hanya sebatas menjadi fasilitator dan motivator dalam pengembangan desa wisata yang menggunakan pendekatan community based tourism." (JDW, Wawancara tanggal 15 Juli 2008).
Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan kelembagaan desa wisata pada perencanaan awal terkait dengan pelatihan tata boga dan homestay yang pernah dilakukan oleh pihak GAIA Yogyakarta. Namun kenyataannya dengan terbatasnya kemampuan finansial dan
86
teknis
yang
dimiliki
mengembangkannya.
oleh
masyarakat
Keterlibatan
belum
swasta
mampu
dalam
untuk
pelaksanaan
kelembagaan desa wisata Sambi terkait dengan informasi pengunjung dan koordinasi
dalam
kaitannya dengan paket program
Ledok Sambi
bekerjasama dengan paket atraksi wisata yang telah dipersiapkan oleh masyarakat. Dalam keterlibatan
pengembangan pihak
swasta
kelembagaan mendominasi
desa
wisata
dikarenakan
Sambi,
selama
ini
pembentukan awal kelembagaan desa wisata diprakarsai oleh lbu Suliantoro Sulaeman selaku pihak swasta (Pengelola Griya lntan) yang menggerakkan tokoh masyarakat Sambi untuk membentuk desa wisata. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kelembagaan desa wisata Sambi hanya didominasi oleh tokoh-tokoh masyarakat, dan ide-ide hanya terwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat masih rendah,
hal ini sejalan dengan partisipasi
pasif (kepatuhan). di mana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa
yang
terjadi
atau
dilakukan
oleh
pihak
pemerintah/pelaku
pembangunan. lnformasi hanya menjadi milik profesional dari luar.
2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata di Desa Wisata Sambi Dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata sambi, permasalahan yang muncul lebih disebabkan oleh adanya perencanaan awal terhadap objek dan daya tarik wisata justru datang dari
87
pihak swasta, atraksi wisata dari masyarakat belum dikemas secara menarik, dan sapta pesona belum disosialisasikan dengan baik. Dalam perencanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata, keterlibatan pemerintah lebih didominasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terutama terkait dengan keterlibatan awal dalam identifikasi potensi dan kebutuhan wisata, serta promosi wisatanya. Keterlibatan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman nampak sebagai penyelenggara atraksi wisata pertanian yaitu atraksi bajak sawah di Desa Wisata Sambi. Sedangkan Bappeda Sleman bekerjasama dengan Pusat Studi Pariwisata UGM terkait dengan penyusunan dan sosialisasi rencana pengembangan desa wisata terpadu. Kenyataannya paket desa wisata terpadu (Sambi-Garongan-Kelor) belum berjalan dan masih membutuhkan sosialisasi dan koordinasi antar desa wisata dengan mempertimbangkan jenis atraksi yang berbeda dari masing-masing desa wisata. Dalam pelaksanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata, pihak pemerintah lebih didominasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman terutama terkait dengan kegiatan outbound training. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman selaku penyelenggara bekerjasama dengan
pihak
GAIA dan
pengelola
Desa
Wisata
Sambi
dalam
mengadakan pelatihan outbound. Keterlibatan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman nampak sebagai penyelenggara Iomba ngluku (bajak sawah) di Oesa Wisata Sambi. Dalam pelaksanaannya memerlukan koordinasi dan persiapan
88
peralatan bajak sawah dengan Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi dan Ketua Kelompok Tani Manunggal Sambi. Terkait dengan Lomba Ngluku tersebut, berikut komentar dari Kepala Seksi Pemasaran Pertanian Liem Astuti, SP. MSi. : " Pada dasarnya pertanian bukan hanya sebagai teknologi, tetapi menjadi sebuah tradisi budaya yang layak menjadi aset pariwisata. Dalam rangka mendukung wisata pertanian, pada tahun 2008 ini kami telah mengadakan Iomba bajak sawah (ngluku), Iomba burung berkicau dan Iomba panen padi dengan alat tradisional ani-ani. Khusus untuk Iomba ngluku dipusatkan di Desa Wisata Sambi bertujuan untuk mendorong generasi muda di pedesaan kembali mencintai pertanian, mampu mengakomodasi kebutuhan teknologi, kebudayaan dan kelestarian alam. Event ini telah mendapat respon baik dari masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Sambi. " (wawancara tanggal 11 Agustus 2008). Sedangkan Bappeda Sleman bekerjasama dengan Puspar UGM terlibat dalam
pengembangan desa wisata terpadu (Sambi-Garongan-
Kelor) yang disesuaikan dengan jenis dan potensi masing-masing desa wisatanya. Paket desa wisata terpadu ini dikemas dalam bentuk atraksi utama (paket: dua hari satu malam) dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut: Hari pertama mengikuti kegiatan outbound di Desa Wisata Sambi. Hari kedua menuju Desa Wisata Garongan untuk mengikuti atraksi perikanan darat, dengan menu pagi adalah ikan. Sebelum makan siang menuju ke Desa Wisata Kelor untuk melihat perkebunan salak pondoh dan dilanjutkan makan siang di perkebunan salak. Keterlibatan
swasta
paling
dominan
dikarenakan
memiliki
perencanaan awal tentang objek dan daya tarik wisata. Pada tahun 2003 pihak
GAIA
Yogyakarta
memiliki
rencana
jangka
panjang
untuk
89
menjadikan tempat permainan di alam terbuka pertama di Yogyakarta. Rencana ini disampaikan pihak GAIA pada saat pertemuan dengan pemuda Sambi, yang memperlihatkan dokumentasi tentang keberhasilan sebuah tempat wisata di Jawa Barat yang mengelola permainan di alam terbuka dengan menonjolkan perpaduan antara permainan kelompok dengan menggunakan media alam terbuka. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan motivasi pada pemuda Sambi agar tergugah kesadarannya untuk mengembangkan desa wisatanya. Terkait dengan pengembangan Desa Wisata Sambi, berikut petikan wawancara dengan Direktur Yayasan GAIA Yogyakarta di Ledok Sambi: " Sebenarnya banyak potensi wisata di Sambi, namun selama ini masyarakat belum tergugah kesadarannya untuk mengembangkan desa wisatanya. Sebelumnya kami pernah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tata boga dan cinderamata, namun tidak ada tindak lanjut dari masyarakat sendiri. Berkenaan dengan kegiatan GAIA di Ledok Sambi, sewaktu-waktu kami siap lepas dari lokasi ini kalau masyarakat Sambi sendiri sudah mampu mengemas atraksi wisata di Ledok Sambi ini. Orientasi kegiatan kami tidak semata-mata profit oriented, tapi lebih pada pemberdayaan masyarakat (community empowerment). (Div, Wawancara tanggal 8 Juli 2008) . .Keterlibatan swasta dalam pelaksanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata terkait dalam menyediakan atraksi yang dikemas secara menarik
melalui
program-program
Ledok Sambi
dengan
berbagai
permainan di alam terbuka dan memadukan antara permainan kelompok dengan menggunakan media alam terbuka. Atraksi wisata alam ini dikelola oleh Yayasan GAIA Yogyakarta meliputi kegiatan rekreasi dan outbound di alam terbuka, dan selama ini mampu mendatangkan
90
kunjungan wisatawan cukup banyak. Terbukti kunjungan wisatawan pada bulan Januari-Juli 2008 untuk kegiatan rekreasi sebanyak 551 orang dan outbound di Ledok Sambi sebanyak 2.161 orang dari 62 lembaga. Dari berbagai paket Program Ledok Sambi yang ditawarkan kepada wisatawan,
ternyata
program
LEGI
(Lahan
Event Gathering
dan
Internship) Weekend dan PADI (Pengenalan dan Pengembangan Din)
menjadi favorit bagi kunjungan wisatawan di Ledok Sambi, baik dari instansi/lembaga maupun dari sekolah-sekolah yang memanfaatkan moment liburan sekolah sebagai ajang refreshing dalam rangka menikmati kesejukan dan keindahan alam di Ledok Sambi. Kegiatan ini juga melibatkan
masyarakat Sambi dalam hal
menyediakan catering,
mempersiapkan homestay bagi wisatawan, dan mengelola parkir oleh karang taruna Sambi. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata nampak dalam mengemukakan ide/gagasan pada pertemuan dukuh Sambi yang berasal dari: Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Potensi wisata di Sambi cukup banyak, namun objek wisata belum dikemas secara menarik. Kami mengusulkan perlunya pelatihan mengenai tata cara penyajian catering dan penataan homestay bagi masyarakat". (Hyn, wawancara tanggal 10 Juli 2008). Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Dalam pengembangkan objek dan daya tarik wisata Sambi, kami selaku generasi muda siap menerima tawaran dari GAIA untuk dilatih menjadi instruktur outbound, agar dapat secara mandiri mengembangkan desa wisatanya." (Stj, wawancara 9 Juli 2008).
91
Di
samping
pengembangan
itu
objek
partisipasi dan
daya
masyarakat tarik
dalam
wisata
pelaksanaan
nampak
dalam
mengemukakan ide/gagasan pada pertemuan dukuh Sambi berasal dari : Ketua Sekber Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Objek wisata di Sambi cukup beragam, namun kenyataannya masyarakat belum mampu mengemas paket wisatanya secara menarik. Kami sangat mengharapkan adanya paket desa wisata terpadu mampu meningkatkan partisipasi dan kesadaran wisata bagi masyarakat Sambi". (Hyn, wawancara tanggal13 Juli 2008). Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Terkait dengan banyaknya kunjungan wisatawan di Ledok Sambi, biasanya kami mengerahkan karang taruna untuk terlibat dalam mengelola parkir, dan hal ini dapat membantu bagi pemasukan kas karang taruna dan mendukung aktivitas kepemudaan Sambi. " (Stj, wawancara tanggal11 Juli 2008).
Dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata di desa wisata Sambi, keterlibatan pihak swasta mendominasi dikarenakan yang banyak mendatangkan wisatawan adalah pihak GAIA Yogyakarta. Selama ini promosi wisatanya telah dilakukan dengan baik. Sedangkan masyarakat Sambi cenderung pasif dalam mendatangkan wisatawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat masih rendah, hal ini sejalan dengan partisipasi pasif (kepatuhan}, di mana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku profesional dari luar.
pembangunan.
lnformasi
hanya
menjadi
milik
92
3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Sarana Prasarana Wisata di Desa Wisata Sambi Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi, peneliti menemukan adanya keterbatasan saran a prasarana wisata. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pengembangan sarana prasarana wisata, keterlibatan
pemerint~h
nampak pada pengadaan
peralatan outbound di Desa Wisata Sambi yang dianggarkan dari sumber dana APBD DPA-SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Tahun Anggaran 2008 merupakan langkah maju bagi masyarakat dan pengelola Desa Wisata Sambi untuk mengembangkan desa wisatanya. Sedangkan Pemerintah Kecamatan Pakem terlibat dalam merealisasikan dana gotong royong
untuk pembangunan
talud jalan
di
Desa Wisata
Sambi.
Keterlibatan Desa Pakembinangun terkait dengan adanya realisasi bantuan rehab jalan aspal yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pakembinangun Tahun 2008. Keterlibatan pihak GAIA belum nampak secara fisik dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan sarana prasarana wisata, hal ini disebabkan pihak GAIA hanya memberikan bantuan dana pengembangan sarana prasarana wisata seperti: pembangunan sarana prasarana air bersih, rehab jalan aspal. Dalam rangka
merealisasikan keinginan masyarakat untuk
pembangunan gapura, dan gedung khusus pengelola desa wisata, serta cinderamata khas Sambi dan rumah makan bernuansa alami pedesaan, pengelola Desa Wisata Sambi terus berusaha mencari bantuan modal
93
pengembangan/usaha dan menjalin kemitraan dengan investor/pihak swasta lainnya demi pengembangan desa wisatanya. Partisipasi
masyarakat dalam
mengemukakan
ide
mengenai
pengembangan sarana prasarana wisata adalah sebagai berikut: Kepala Dukuh Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Memang kami akui kebutuhan air bersih sangat penting bagi masyarakat. Selama ini dalam mendapatkannya menunggu giliran dari warga dukuh tetangga, dan kami mengusulkan penambahan sarana air bersih agar masyarakat lebih cepat memperolehnya". (Mjn, wawancara tanggal 8 Juli 2008). Ketua Sekretariat Bersama Desa Wisata Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Sebenarnya kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Sambi cukup banyak, namun tidak ada kenangan khas Sambi. Kami sangat menginginkan adanya cinderamata khas Sambi dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. "(Hyn, wawancara tanggal 9 Juli 2008). Wakil Ketua Karang taruna Sambi, berikut wawancara singkatnya: " Kami menginginkan Desa Wisata Sambi perlu membangun sarana wisata penunjang berupa gapura dan gedung khusus bagi pengelola Desa Wisata Sambi. " (Stj, wawancara tanggal 9 Juli 2008). Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di desa wisata Sambi, keterlibatan pemerintah mendominasi dikarenakan selama ini pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman yang lebih
banyak
memfasilitasi
sarana
prasarana
wisata.
Sedangkan
keterlibatan swasta belum banyak memfasilitasi sarana prasarana wisata, dan masyarakat Sambi lebih mengharapkan bantuan pengadaan sarana prasarana wisata dari pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
94
partisipasi masyarakat masih rendah,
hal ini sejalan partisipasi pasif
(kepatuhan) di mana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa
yang terjadi atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan. lnformasi hanya menjadi milik profesional dari luar. I. Model Pengembangan Desa Wisata Pengembangan desa wisata merupakan pengembangan produk wisata baru yang dapat memberikan solusi alternatif wisata bagi wisatawan untuk mendapatkan kepuasan dari keindahan alam dan sarana prasarana wisata yang diberikan oleh objek wisata, serta keterlibatan langsung wisatawan dalam atraksi wisata maupun aktivitas kehidupan sehari-hari dari masyarakat. Sehingga wilayah pedesaan menjadi sasaran baru daerah tujuan wisata. Pengembangan
desa
wisata
yang
menerapkan
pendekatan
pembangunan pariwisata berbasis pada masyarakat hendaknya dilihat sebagai sebuah investasi dimana dalam perkembangannya membutuhkan proses dan tahapan yang panjang, serta senantiasa memperhatikan tuntutan pasar dan mampu menghadirkan paket-paket wisata yang menarik bagi wisatawan. Oleh karena itu keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat secara sinergis perlu dilakukan guna mendukung pengembangan desa wisata. Pemerintah dan swasta harus memiliki keberpihakan kepada masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama pembangunan.
95
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan oleh masyarakat masih kurang dan partisipasi masyarakat masih rendah. Hal ini disebabkan belum tergugahnya kesadaran masyarakat untuk secara bersama-sama mengembangkan Desa Wisata Sambi. Oleh karena itu diperlukan model pengembangan desa wisata dengan tahapan-tahapan yang disarankan adalah sebagai berikut: 1. Dari
sisi
pengembangan
kelembagaan
desa
wisata,
perlunya
perencanaan awal yang tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat melalui pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya ketrarnpilan menjadi instruktur outbound. Dalam pelatihan ini perlu melibatkan fasilitator dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, Bappeda Sleman, Pusat Studi Pariwisata UGM, Balai Latihan Kerja Sleman, Pusdiklat Depdagri Regional Yogyakarta. 2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan, agar kunjungan wisatawan mampu didatangkan sendiri oleh masyarakat Desa Wisata Sambi. Di samping itu perlunya sosialisasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman dalam
96
rangka
menggalakkan sapta pesona agar masyarakat memiliki
kesadaran
wisata
dan
motivasi
ekonomi
bagi
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya segera menerapkan terobosan wisata alternatif melalui paket desa wisata terpadu,
dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang tata cara mengemas paket wisata secara menarik agar dapat memperpanjang waktu tinggal bagi wisatawan di Desa Wisata Sambi. 3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu diarahkan ke pengadaan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas Sambi, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta agar dapat terealisasi pengadaan sarana prasarana wisata tersebut. Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata di Sleman. Diharapkan dengan adanya rencana usulan penetapan forum komunikasi desa wisata Sleman sebagai
wadah
masyarakat,
koordinasi
lembaga
desa
dan
menjembatani
wisata,
perguruan
hubungan tinggi,
dan
antara dunia
usaha/swasta akan mampu mengoptimalkan peran kelembagaan desa
97
wisata. lnstansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman melalui Tim Pelaksana pengembangan desa wisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa wisata agar benarbenar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya. Pada Level Dunia Usaha/Swasta, Yayasan GAIA Yogyakarta yang terlibat dalam kegiatan wisata di Ledok Sambi sebaiknya secara bersamasama melibatkan masyarakat untuk mengembangkan Desa Wisata Sambi. Masyarakat khususnya generasi muda karang taruna perlu dilibatkan dalam kegiatan yang bersifat teknis menjadi instruktur atau pemandu kegiatan outbound. Investor dari pihak swasta yang masih terbatas melakukan penanaman modal atau investasi di Desa Wisata Sambi perlu digandeng untuk bekerjasama dengan masyarakat dalam penguatan modal usahanya terutama berkaitan dengan pengadaan homestay, pembuatan gapura dan bangunan khusus pengelola desa wisata, pembuatan cinderamata khas Sambi, dan pendirian rumah makan dengan nuansa alami pedesaan.
98
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat Sambi, diperlukan tahapan pengembangan desa wisata, meliputi: 1. Pengelolaan kolaborasi yang melibatkan seluruh stakeholders. Kegiatan ini dilakukan melalui sosialisasi program pengembangan kepariwisataan yang berkaitan dengan peran aktif masyarakat untuk ikut terlibat di dalam penentuan program-program yang sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kegiatan ini, sangat diperlukan kolaborasi dari stakeholders atau pemangku kepentingan, seperti aparat desa, tokoh
masyarakat/agama,
lembaga
swadaya
masyarakat
serta
instansi
pemerintah dan swasta sebagai fasilitator kegiatan ini. 2. Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dalam rangka pengembangan desa wisata, masyarakat
lokal
merupakan
prioritas
utama
pemberdayaan
untuk
memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat lokal untuk berusaha dan dan terlibat di dalamnya.
Untuk itu
perlu dipersiapkan
berbagai
kemampuan dan ketrampilan dan masyarakat untuk dapat memegang kendali kegiatan kepariwisataan, karena pada dasarnya masyarakat di masing-masing desa wisata merupakan pelaku utama atau subjek dari pengembangan itu sendiri. Penyiapan ini dapat dilakukan melalui berbagai bentuk pelatihan maupun seminar yang berkaitan dengan manajemen usaha, peluang usaha baru, ketrampilan khusus sebagai penyedia jasa kepariwisataan seperti pelatihan pemandu wisata, homestay.
tata boga dan
BABV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
dan
pembahasan
sebagaimana
diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bentuk pengembangan kelembagaan pelatihan
sumberdaya
manusia
Desa Wisata
pelaku
Desa
Sambi Wisata
berupa Sambi,
pembentukan kelompok sadar wisata, dan kemitraan dengan pihak-pihak terkait. Bentuk pengembangan objek dan daya tarik wisata berupa paket desa
wisata
terpadu,
dan
penggalakkan
sapta
pesona.
Bentuk
pengembangan sarana prasarana wisata berupa pengadaan sarana outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. 2. Partisipasi masyarakat masih rendah, dan keterlibatan pihak swasta paling dominan dalam pengembangan kelembagaan Desa wisata Sambi. Partisipasi masyarakat masih rendah, dan keterlibatan pihak swasta paling dominan mendatangkan wisatawan dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi. Partisipasi masyarakat masih rendah, dan keterlibatan pemerintah paling dominan dalam pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi.
100
B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang perlu disarankan adalah sebagai berikut : 1.
Dalam pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi diperlukan pelatihan sumberdaya manusia pelaku desa wisata secara berkala, pembinaan pada kelompok sadar wisata, dan memperluas jalinan kemitraan dengan pihak-pihak terkait. Dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya pelatihan tentang tata cara pengemasan paket desa wisata terpadu dan sosialisasi
sapta pesona bagi
masyarakat. Dalam pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi diperlukan jalinan kerjasama dengan pemerintah dan swasta dalam mendukung pengadaan sarana prasarana wisatanya. 2.
Perlunya
peningkatan
partisipasi
masyarakat
melalui
pelatihan
sumberdaya manusia pariwisata, pembinaan bagi kelompok sadar wisata, dan kemitraan dalam pengembangan kelembagaan Desa Wisata Sambi; pelatihan tata cara mengemas paket wisata dan sosialisasi
dalam
rangka
menggalakkan
sapta
pesona
dalam
pengembangan objek dan daya tarik wisata di Desa Wisata Sambi; serta pengadaan sarana prasarana wisata baru yang mendukung pengembangan sarana prasarana wisata di Desa Wisata Sambi.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahimsa, P. dkk. 2000. Laporan penelitian: Pengembangan Model Pembangunan Pariwisata Pedesaan Sebagai Altematif dan Pendidikan Kerjasama Departemen Berkelanjutan. UGM. Kebudayaan dengan Pusat Studi Pariwisata Anonim. 2004. Laporan Akhir Penelitian: Model Peningkatan Kesadaran Masyarakat Terhadap Wisata Ramah Lingkungan. Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup Rl dengan Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ___.2006. Laporan Akhir Penyusunan Kaji Ulang Rencana lnduk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Sleman. Kerjasama Bappeda Sleman dengan Pusat Studi Pariwisata UGM. ___. 2005. Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional 2005-2009. Jakarta. ___. 2005. Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 20052010. Yogyakarta. ___. 2007. Laporan Penyelenggaraan Peningkatan dan Pelatihan Sumberdaya Manusia dan Outbond Training Pelaku Desa Wisata Kabupaten Sleman. Penyelenggara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman. Amien, A M, 2005. Kemandiriah Lokal, Perspektif Sains Baru Terhadap Organisasi, Pembangunan dan Pendidikan. Makasar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar. Bryant C. dan White L. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3S, Jakarta. Bungin, B. 2003. Ana/isis Data Penelitian Kualitatif. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta. Destha, T.R. 2005. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Budaya (Kajian Etnoekologi Masyarakat Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, kabupaten Sleman, Dl Yogyakarta). Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Destha, T.R. 2007. Organisasi dan Manajemen Desa Wisata. Disampaikan Dalam Diktat Peningkatan SDM Pelaku Desa Wisata Sleman Tanggal28 Juli 2007.
102
Garrod, B. 2001. Local Partisipation in the Planning and Management of Ecotourism: A Revised Model Approach. Bristol: University of the West of England. Hikmat H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press (HUP). Bandung. Julisetiono, D.W. 2007. Makalah Perencanaan Pembangunan Pariwisata. Disampaikan Dalam Diklat Peningkatan SDM Pelaku Desa Wisata Sleman Tanggal 28 Juli 2007. Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta Kunarjo, 2002. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Kusumaedi, I Komang. 2003. Banjar Sebagai Basis Pariwisata Budaya: Studi di Kabupaten Badung, Jembrana, Gianyar, dan Kota Denpasar, Pascasarjana UGM Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. Lane. 1994. "What is Rural Tourism", Journal of Sustainable Tourism 2. Murphy, P. 1985. Tourism: A Community Approach. Methuen, London. Nasikun. 1999. Globalisasi dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Dalam Kepariwisataan Penataan Komunitas. Lokakarya Menyongsong Indonesia baru. Puncak, 31Agustus- 3 September. Tidak dipublikasikan. Nurhasan, Cecep. 2002. Pengembangan Potensi Objek Wisata A/am dan Budaya Cangkuang di Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Jawa Barat. Skripsi tidak dipublikakan. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Nurhayati, S. 2005. Community Based Tourism Sebagai Pendekatan Pembangunan Pariwisata Berke/anjutan. Program Studi 03 Pariwisata FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges.· Makalah bagian dari Laporan Konferensi lnternasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Panji I Gusti Raka, 2005. Tradisional Bali Da/am Konteks Pariwisata Budaya, http:// www.mspi.org/index.php, diakses 17 Januari 2008.
103
Pendit, Nyoman, S, 2003. 1/mu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Paskarina, 2005 Perencanaan Partisipatif dalam pembangunan Daerah, Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung. PSKMP, 2002. Partisipatory Local Sosial Development Planning (PLSD) Universitas Hasanuddin. Makasar. Rats,
T. and Puszlo, L. 1998. Rural Tourism and Sustainable Development, RuraiTourism Management Sustainable Option, September.
Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta. _ _ _ _ _ _. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. Salman, D 2005 Pembangunan Partisipatoris, Modul Manajemen Perencanaan, Program Studi Pembangunan. Unhas Makasar 2005.
Konsentrasi Manajemen
Sampara, J.T. 2000. Pengembangan Ekowisata Kawasan Lereng Merapi Selatan Kabupaten Sleman. Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasa~ana Universitas Gadjah Mada. Spillane, James. 2001. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya, Penerbit Kanisius, Jakarta. Suhirman. 2003. Partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, Makalah disajikan dalam Conference on 'Decentralization, Regulatory Reform and the Business Climate' diselenggarakan oleh PEGUSAID di Hotel Borobudur, Jakarta 12 Agustus 2003. Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi: Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suranti, R. 2005. Pariwisata Budaya dan Peran Serta Masyarakat, http : //www. budpar. go.id, diakses tanggal 24 Desember 2007. Syahroni, 2002 Pengertian Dasar dan Generik tentang Perencanaan Pembangunan Daerah. GTZ USAID. Jakarta.
104
Syamsuddin.2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan Pada Pranata Sosial Emposipitangarri di Kabupaten Jeneponto. Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Timothy, D.J. 1999. Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia. Annuals Review of Tourism Research, XXVI (2). Tim Penyusun. 2005. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Lingkungan Strategik Pengembangan Desa Wisata DIY. CV. Dhian Kartika, Yogya. Tim
Perumus. 2002. Risalah Pengayaan Materi Substansi RUU Kepariwisataan. Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta.
Wijono, Djoko. 1999. Ana/isis Produk Wisata. Bimbingan Teknis Perencanaan Program Kepariwisataan Kepala Dinas Pariwisata Daerah tingkat II. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bekerjasama dengan Puspar UGM,Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. Yaman, Amat Ramsa & A Mohd. 2004. Community Based Ecotourism: New Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia. Journal of Applied Sciences IV (4). Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus: Desain dan Metode, Diterjemahkan oleh M. Djauzi Muzakir. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta. Yoeti, A Oka. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
lU)
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian: Wawancara Mendalam Tujuan 1 : Untuk Mengetahui Bentuk Pengembangan Desa Wisata Sambi Ditinjau dari Aspek Kelembagaan, Objek Dan Daya Tarik Wisata, serta Sarana Prasarana Wisata.
IDENTITAS INFORMAN Nama Umur
Tahun
Pekerjaan Alamat Pendidikan Terakhir
I.
PEMERINTAH
1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya desa wisata di Kabupaten Sleman? 2. Dasar hukum apa yang melandasi adanya kelembagaan desa wisata, bagaimana peran instansi terkait terhadap kelembagaan desa wisata ? 3. Sejauhmana peran pemerintah dalam perencanaan pengembangan Desa Wisata Sambi ? 4. Program-program apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung pengembangan Desa Wisata Sambi ? 5. Terkait dengan peran pemrintah sebagai fasilitator, sejauhmana sosialisasi dan pembinaan yang dilakukan terhadap kelembagaan Desa Wisata Sambi ? 6. Terkait dengan aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarpras wisata, bagaimana teknik evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan ?
IU6
7. Faktor-faktor penghambat apa saja yang mempengaruhi pengembangan Desa Wisata Sambi ? 8. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh instansi terkait dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi?
II.
SWASTA
1.
Bagaimana
sesungguhnya
keterlibatan
swasta
dalam
pengembangan Desa Wisata Sambi ? Bagaimana bentuk
perencanaan
ke~asama
dengan
kelembagaan Desa Wisata Sambi ? 2.
Program-program apa saja yang diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ?
3.
Terkait dengan objek dan daya tarik wisata, serta sarpras wisata yang ada, sejauhmana respon pengunjung terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi ?
4.
Faktor-faktor
penghambat
apa
saja
yang
mempengaruhi
dalam
pengembangan Desa Wisata di Sambi ?
Ill.
MASYARAKAT
1.
Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Sambi?
2.
Program-program apa saja yang diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ?
3.
Terkait dengan kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, sejauhmana respon masyarakat terhadap keberadaan Desa Wisata Sambi ?
4.
Faktor-faktor
penghambat
apa
pengembangan Desa Wisata Sambi ?
saja
yang
.mempengaruhi
dalam
107
Tujuan 2 : Mengetahui Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi
IDENTITAS INFORMAN
Nama Umur
Tahun
Jabatan Unit Kerja Pendidikan Terakhir
I. INSTANSI PEMERINTAH A. Tahap Perencanaan
1. Kegiatan apa saja yang direncanakan di Desa Wisata Sambi ? 2. Bagaimana keterkaitan program-program dari instansi terkait dengan programprogram yang direncanakan dari masyarakat ? 3. Bagaimana wujud koordinasi dan pembinaan dalam rangka perencanaan pengembangan desa wisata Sambi ? B. Tahap Pelaksanaan
1. Kegiatan wisata apa saja yang telah diimplementasikan di Desa Wisata Sambi ? 2. Sejauh mana wujud keterlibatan masyarakat dalam implementasi kegiatan dari instansi terkait? 3. Apakah program yang telah diimplementasikan mampu merespons terhadap perubahan lingkungan masyarakat setempat ? alasannya ?
108
4. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan dari instansi terkait ? 5. Sejauh mana koordinasi dilakukan selama berlangsungnya kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung ?
IDENTITAS INFORMAN Nama Umur
Tahun
Jabatan Kantor Pendidikan Terakhir
II. SWASTA A. Tahap Perencanaan 1. Bagaimana peran swasta dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan di Desa Wisata sambi ? 2. Bagaimana sebenarnya permasalahan dan potensi Desa Wisata Sambi ? 3. Kegiatan wisata apa saja yang direncanakan di Desa Wisata Sambi ?
B. Tahap P~lak~anaan 1. Atraksi wisata apa saja yang telah diimplementasikan di Desa Wisata Sambi? 2. Apakah kegiatan-kegiatan yang telah diimplementasikan mampu merespons terhadap perubahan lingkungan masyarakat setempat ? alasannya ? 3. Bagaiman bentuk kerjasama dengan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan wisata?
lUl)
IDENTITAS INFORMAN
Nama Tahun
U mur Pekerjaan Ala mat Pendidikan Terakhir
Ill. MASYARAKAT A. Tahap Perencanaan
1. Bagaimana cara masyarakat merencanakan kegiatan di Desa Wisata Sambi? 2. Usulan
kegiatan
apa
saja
yang
direncanakan?
Bagaimana
respons
masyarakat terhadap adanya rapat/pertemuan yang difasilitasi oleh instansi terkait? 3. Bagaimana frekuensi pembinaan dari instansi pemerintah atau swasta dalam merencanakan kegiatan di Desa Wisata Sambi ?
B. Tahap Pelaksanaan
1. Atraksi wisata apa yang telah dilakukan di Desa Wisata Sambi ? 2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan wisatanya ? 3. Manfaat apa yang diperoleh masyarakat dari adanya Desa Wisata Sambi ?
t"I:.MI:.KIN I AM
1'\.A~Ut"A
II:.N
~L.I:.IVIAN
DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Alamat: Jl. KRT. Pringgodiningrat No. 13, Tridadi, Sleman, Daerah lstimewa Yogyakarta Telp-Fax. (0274) 869613 Kode Pos 55511
KEPUTUSAN KEPALA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SLEMAN Nomor
:~h /47/Kep. Budpar/2008
TENTANG TIM PELAKSANA KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA KABUPATEN SLEMAN KEPALA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN SLEMAN : Menimbang
a.
bahwa dengan keberadaan potensi Desa Wisata di Kabupaten Sleman dan
dalam
upaya
meningkatkan
peran
serta
masyarakat ·serta
mengembangkan Desa Wisata, perlu dilaksanakan Pembinaan dan Pengelolaan
Desa
Wisata
secara
efektif,
efiSeksin
dan
berkesinambungan; b.
bahwa dalam Pembinaan dan Pengelolaan Desa Wisata di Kabupaten Sleman agar dapat terlaksana dengan terencana dan terorganisir perlu dibentuk Tim Operasional Petugas Desa Wisata;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman tentang Tim Operasional Petugas Desa Wisata Tahun 2008
Mengingat
1.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004;
3.
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 tahun 2003 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor: 12 Tahun 2000 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman;
4.
Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor : 1 tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008;
5.
Peraturan Bupati Sleman Nomor : 2 tahun 2008 tentang Penjabaran Ariggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2008.
6.
Keputusan Bupati Sleman Nomor : 33/Kep.KDH/A/2003 tentang Struktur Organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman;
MEMUTUSKAN Menetapkan PERTAMA
Membentuk Tim Operasional Petugas Desa Wisata Kabupaten Sleman dengan Susunan dan Personalia sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini;
KEDUA
Tim bertugas : 1. Melaksanakan Pendampingan, Pembinaan dan Pelatihan Pengelola Oesa Wisata; 2. Melaksanakan fasilitasi Forum Komunikasi Desa Wisata dan papan nama pesa Wisata; 3. Melaksanakan monitoring Desa Wisata dengan membuat laporan berkala.
KETIGA
Dalarn melaksanakan tugasnya Tim bertanggung jawab dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman;
KEEMPAT
Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat pelaksanaan keputusan ini dibebankan pada DPA-SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten '·
Sleman Nomor:' 40/41/Kep. Ka. BPKKD/DPA/2008; KELIMA
Segala sesuatu akan diubah dan ditetapkan kembali apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini;
KEENAM
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Pada tanggal
: Sleman : ~-> 1'Yl ar.c-t
?. oo 8
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Bupati Sleman 2. Kepala Badan Pengawas Daerah Kabupaten Sleman 3. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Kab. Sleman 4. Anggota Tim
Lampiran I Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Nomor :~fil3-/Kep. Budpar/2008 Tanggal : ~.> 111ar-tt z..oo~
SUSUNAN PERSONALIA TIM PELAKSANA KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2008 NAMA
NO.
JABATAN DALAM DINAS
KEDUDUKAN DALAM TIM
-
1.
Drs. Dwi Supriyatno, MS
Kepala Dinas
Penanggungjawab
2.
lr. Wahyudi Heru Santosa, MP
Ka. Bid. Pariwisata
Ketua
3.
r-4.
Ora. Sri Winarti
Ka. Bag Tata Usaha
Drs. Untoro Budiharjo
Ka. Bid. Kesenian
Koordinator Pelaksana Teknis Koordinator Pelaksana Teknis
5.
HY. Aji Wulantara, SH
Ka. Bid. PBNT
Koordinator Pelaksana Teknis
6.
Wiji
Kasi Sarprasdok
Pelaksana Teknis
7.
Drs. Siswanto
Kasi Jarah & Nitra
Pelaksana Teknis
8.
Edy Winarya, S.Sn.
Kasi Pembinaan dan Pengembangan Kesenian
Pelaksana Teknis
9.
B. Budiraharjo, A.Md
Staf Seksi Pemasaran
Pembantu Pelaksana Teknis
10.
Suharna, S.Pd
Staf Seksi Sarana & UJP
Pembantu Pelaksana Teknis
11.
lgn. Eko Ferianto, S.Sn
Staf Seksi Sarprasdok
Pembantu Pelaksana Teknis
12.
Ali, SE
Staf Seksi Sarana & UJP
Pembantu Pelaksana Teknis
13.
Tri Sunu Yulianto, S.Sos
Staf Seksi Pemasaran
Pembantu Pelaksana Teknis
14.
Kardiyono
Staf Seksi ODTW
Pembantu Pelaksana T eknis
15.
Sulistya, SE
Staf Seksi Pemasaran
Pembantu Pelaksana Teknis
16.
Jemirin
Staf Seksi Pembinaan dan Pengembangan Kesenian
Pembantu Pelaksana Teknis
17.
Anas Mubakkir, SS
Staf Seksi Muskala
Pembantu Pelaksana Teknis
18.
Sukardi, SE
Ka. Sub. Bag Perencanaan
19.
Agus Budi Nugraha, SE"
Staf Seksi ODTW
Staf Administrasi Staf Administrasi
20.
Agus Hartono
Staf Seksi ODlW
Staf Administrasi
----
·----
~-
r----~
Ditetapkan di Pada tanggal
: Sleman : tr VY1
are. t
q (9o 8
Lamp1ran 11
Nomor Tanggal
1\eputusan l\epa1a u1nas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman :>SbA?IKep. Budpar/2008 ~oog : ?s maY<.i
STRUKTUR TIM PELAKSANA KEGIATAN OPERASIONAL PETUGAS DESA WISATA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2008
PENANGGUNGJAWAB Drs. OWl S.UPRIYATNO, MS KETUA lr. WAHYUDI HERU SANTOSA, MP
... ..................
;............................................. : :
=:~
KOORD INATOR Ora. Sri Winarti f\
ADMINISTRASI 1.SUKARDI, SE. 2.AGUS HARTONO 3.AGUS BUDI NUGRAHA, SE
............................................................
~
KOORDINATOR Drs. Untoro Budiharjo
!~
KOORDINATOR HY. Aji Wulantara, SH
~
~
Drs. Sis wanto: - Plemp oh - Candi Abang
~
Edi Winarya, S.Sn : - Wonolelo - Bokesan
B. Budi raharjo, A.Md. : - Kelor '· - Garon gan - Gabug an tY
~
Kardiono: - Tunggularum - Nganggring
lgn Eko Feriyanto, S.Sn. - Kadiso bo II - Dukuh v -l<embangarum
Ali, SE: - Kinahrejo ~ - Petung
Suharn a, S.Pd. - SrowoIan - Brayut • Tanjun g • Pajang an
Tri Sunu Yulianto, S.Sos Anas Mubakkir, SS -Sambi - Ketingan ~ ........::.. ~ - Sendari .. ~ - Kaliurang Timur - Turgo - Mlangi
\v
j/
r-7
~
f.?
Wiji: - Brajan - Jamur - Grogol Sulistya SE: - Trumpon - Ngamboh Jemirin: - Malangan - Sangubanyu - Gamplong
JOB DESCRIPTION PENDAMPING DESA WISATA TUGAS-TUGAS:
1. Penanggungjawab a. Memberikan pengarahan kepada Tim Pelaksana Teknis dalam pelaksanaan pembinaan dan pendampingan agar dapat berjalan baik. b. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan operasional c. Memberikan pembinaan kepada desa wisata d. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan desa wisata e. Menyampaikan laporan perkembangan desa wisata kepada Bupati 2. Ketua a. Mengkoordinir seluruh kegiatan desa wisata agar pelaksanaan pembinaan dapat berjalan dengan baik dan lancar b. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kebud'"yaan dan Pariwisata selaku penanggungjawab c. Melaksanakan pembinaan kepada desa wisata d. Menyampaikan laporan perkembangan desa wisata kepada kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 3. Koordinator Pelaksana Teknis a. Membantu tugas ketua dalarn melaksanakan tugasnya b. Mengkoordinir pelaksanaan tugas kepada masing-masing anggotanya c. Melaksanakan pembinaan kepada desa wisata yang dibawah koordinasinya. d. Bertanggungjawab dalam pelaporan kepada ketua dan penanggungjawab. 4. Pelaksana Teknis dan Pembantu Pelaksana Teknis a. Melaksanakan pendarnpingan terhadap desa wisata masing-masing b. Memberikan motivasi, mendarnpingi dan membantu kelembagaan desa wisata masingmasing c. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan yang ada di desa wisata d. Melakukan pendataan, evaluasi dan pelaporan perkembangan desa wisata e. Sebagai mediator antara desa wisata dengan dinas/instansi terkait. 5. Staf Administrasi a. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembinaan desa wisata b. Mencatat, menyampaikan laporan perkembangan desa wisata c. Rekapitulasi data kunjungan wisatawan d. Melaksanakan tugas yang diberikan ketua e. Revisi dan pemutakhiran data buku profil desa wisata f. Bekeijasarna dengan Forum Komunikasi Desa Wisata dalarn membahas kemajuan desa wisata.
PETA WISATA
KABUPATEN SLEMAN >. Mage lang
Kab. Klalen
Kab. Bantu I Kab. Bantul
_......... ............ _
..ya
LE C ENDA
•-- ·-o--
.Jil._.._
-__ -
....... ..... ..... ~ -- ~
-- ~
......_
--~- ~M
---·-···--·"--·' .. "' "'~"--""-
~- -·
~ ..... _. ......
~-._._.
·--.-.. ::;.:.._.~ ~
·s.-~.:[;__
·--;._;~z-
I I6
Lampiran 4. Matriks Hubungan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Sambi 'No 1.
Partisipasi Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pemerintah: a. Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman c. Bappeda Sleman e. Kecamatan Pakem f. Desa Pakembinangun
----
Pengemba11g_an Desa Wisata Sambi Kelembagaan desa wisata Objek dan daya tarik wisata
-------
-----
SaiJ>ras Wisata
Tidak terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
Tidak terlibat
Tidak terlibat
Terlibat
Terttbat
Tidak terlibat
Terlibat i
2.
3.
Swasta: a. Yayasan GAIA Yogyakarta b;; Pusat Studi Pariwisata UGM
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
a. Ketua Forkom Desa Wisata
Tidak terlibat
Tidak tertibat
Tidak terlibat
b. Kepala Dukuh Sambi
Tidak terlibat
Tidak tertibat
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Terlibat
Tidak terlibat
Tidak terlibat
Terlibat
Terlibat
Tidak tertibat
Tidak tertibat
Tidak terlibat
Tidak tertibat
Tidak terlibat
Terlibat
Terlibat
Tidak tertibat
Tidak terlibat
Tidak tertibat
Tidak terlibat
Masyarakat:
c. Ketua Sekber Desa Wisata Sambi d. Ketua LPMD Sambi e. Ketua Kelompok Tani Manunggal Sambi f. Pengurus PKK Sambi g. Wakil Ketua Karang Taruna Sambi h. Pemilik Homestay Sambi Sumber: Olahan Data Primer, 2008