V. INDUSTRIALISASI PENDlDlKAN Dl DESA BABAKAN Bagian ini akan memeriksa beberapa pertanyaan yang relevan, antara lain usaha dan pekerjaan apa yang terbuka sebagai efek dan dampak kehadiran IPB sebagai industri pendidikan di Darrnaga? Dimana dan kapan? Bagaimana usaha dan pekerjaan diperoleh dan dilakukan? Siapa melakukan usaha dan pekerjaan apa? Bagaimana nilai sosial usaha dan pekerjaan bagi siapa? Siapa yang mernperlancar dan menghambat perolehan peran-peran? Sebelum mernbicarakan efek dan dampak kehadiran IPB, terlebih dahulu perlu dijelaskan kondisi Kornunitas Desa Babakan sebelum kehadiran IPB. Ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang memadai mengenai titik tolak transformasi sosial Komunitas Desa Babakan sehingga ia tampil sebagaimana yang tampak belakangan ini.
Komunitas Desa Babakan Sebelum dan Sesudah Kehadiran IPB
Babakan bukanlah nama kosong, tetapi identitas yang bermakna bagi kelompok sosial yang menempatinya. Komunitas Babakan merujuk kepada sekelompok penduduk desa yang mengindentifikasikan diri sebagai pribumi. Dalam pengertian yang lebih urnum, istilah pribumi sering dipakai sebagai pengganti ras atau warna kulit dari bangsa-bangsa. Disebut orang priburni Indonesia, biasanya merujuk kepada suku-suku bangsa nusantara yang berkulit saw0 rnatang dan hitam, sebagai pembeda dari para pendatang yang betwarna kulit kuning atau putih. Bagi penduduk Desa Babakan, sebagaimana berlaku agak urnurn pada masyarakat Sunda Jawa Barat, istilah pribumi lebih merujuk kepada penduduk yang mengidentifikasikan diri sebagai kelornpok penduduk setempat.
Sebagai
ilustrasi, orang Sunda yang berasal dari Daerah Priangan dan bertempat tinggal di Desa Babakan tidak disebut pribumi. Kesamaan umum dalam bahasa atau adat istiadat tidak cukup untuk menyebut seseorang pribumi, kecuali seseorang itu memiliki temali kekerabatan yang jelas dan diakui oleh kelompok pribumi. Dengan demikian tidak semua orang yang tinggal di Desa Babakan dapat digolongkan sebagai bagian dari Komunitas Babakan. Meskipun keberadaannya pada taraf tertentu menjadi pertimbangan, tetapi mahasiswa atau penduduk pendatang yang banyak bertempat tinggal di desa Babakan tidak serta merta menjadi bagian dari komunitas Babakan. Komunitas Babakan terbatas kepada mereka yang mengindentifikasi diri sebagai pribumi, bertempat tinggal menetap, dan memiliki
keteraturan interaksi dengan atau dalam kelompok pribumi
Babakan. Di antara warga pribumi, Babakan sendiri lebih merujuk kepada kesatuan
sosial yang lebih besar dengan ikatan sosial yang lebih longgar. lnteraksi sosial yang lebih teratur dan nyata, merujuk kepada kesatuan sosial yang lebih kecil dan
dewasa
ini
agak
tumpang
tindih
dengan
pembagian
wilayah
administrasi/teritorial, seperti Babakan Tengah, Babakan Raya, Babakan Doneng, Babakan Lio, atau Babakan Lebak.
Secara historis, nama-nama
tersebut adalah kesatuan tempat tinggal penduduk yang terhubungkan oleh ikatan darah dan kekerabatan yang relatif dekat. Menurut penuturan Abah Is, mereka yang tinggal di Babakan Tengah adalah keturunan dari 12 orang tetua, yaitu Ki Dahlan (anak I 1 orang), Saken (anak 4 orang), Saerah (anak 8 orang), Ki Ija (anak 7 orang), Wak Geni (anak 8 orang), Ardita (tidak punya anak), Ari Ata (anak 8 orang), Saili (anak 6 orang), Maja (anak 5 orang), Sarman (anak 3 orang), Kesimin, dan Ija. Para tetua tersebut memiliki hubungan genealogis yang dekat satu sama lain. Mereka yang tinggal di Babakan Tengah sekarang adalah
generasi cucu atau cicit yang tidak seluruhnya memahami silsilah kekerabatan mereka. Secara sepintas eksistensi komunitas pribumi Babakan dewasa ini memang cenderung agak kabur, karena secara demografis mereka telah menjadi minoritas di Desa Babakan. Jumlah penduduk terbesar justru mahasiswa dan pendatang dari luar daerah yang berusaha atau mencari nafkah di Desa Babakan. Narnun jika diselidiki lebih mendalam, keberadaan komunitas Babakan sesungguhnya tetap terpelihara. Eksistensi komunitas Babakan sebagai kesatuan sosial wujud dalam peristiwa sehari-hari seperti pengajian dan tolong menolong dalam berusaha, tetapi paling nyata tampak dalam peristiwa seremonial daur kehidupan, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dalam agenda yang disebut terakhir ini, berlaku prinsip tolong menolong antar warga komunitas baik dalam bentuk barang maupun jasa (resiprokal). Satu lagi, yang lebih jelas, adalah manakala terjadi pertengkaran atau perkelahian yang melibatkan warga pribumi (pemuda) dan pendatang (mahasiswa). Beberapa kasus menunjukkan peristiwa serupa dapat memicu sentimen keiompok antara pribumi dan pendatang. Sebagaimana akan dijelaskan berikutnya, kelembagaan-kelembagaan yang tumbuh pada komunitas Babakan, tak lepas dari dinamika sejarah yang mengenainya dalam satu abad terakhir. Komunitas Desa Babakan Sebelum Kehadiran IPB
Lama sebelum IPB hadir di Dramaga, lokasi kampus yang sekarang dan desa-desa sekitarnya adalah areal perkebunan karet yang dikelola kuasa usaha Kolonial (Onderneming). Luas usaha itu lebih dari 700 hektar, mencakup semua areal perkebunan yang ada dari Daerah Gunung Batu (sekarang Kompleks
Pertanian Loji dan Markas Tentara ) sampai lokasi Kampus IPB Darmaga yang sekarang. Menurut seorang informan yang juga tokoh masyarakat di Kampung ~abakan',sebagian tanah perkebunan tersebut dirampas oleh kaum kolonial dari kakek buyut mereka. Kantor Onderneming dan pabrik pengolahan karet berada di tengah areal kebun, yaitu lokasi Masjid A1 Hurriyah sekarang. Pabrik itu adalah satu-satunya pabrik pengolahan karet di Darmaga dan sekitarnya;
pabrik serupa hanya
terdapat di daerah Leuwiliang. Produk akhir pabrik, berupa karet asap slab, sebagian ditampung oleh Pabrik Ban Goodyear di Bogor dan sebagian lagi diekspor ke Eropah melalui Tanjung priok2. Kuasa usaha perkebunan3 menetap di dalam rumah gedong di dekat Pabrik yang menurut ukuran Orang Babakan ketika itu sangat megah.
Buruh
sadap dan buruh pabrik bertempat tinggal di luar kebun, yaitu kampung-kampung lama Desa Babakan yaitu Leuwi Kopo, Babakan Rawa (sekarang Babakan Raya), Babakan Tengah, Babakan Lio, Babakan Lebak, Babakan Doneng, Cangkurawok, Carang Pulang. Onderneming menyediakan tanah garapan seluas 500 meter bagi setiap buruh. Di atas tanah itu orang Babakan diperkenankan
mendirikan rumah, membuka kebun kecil-kecilan, dan beternak ayam atau kambing. Tanah bekas garapan tersebut kini adalah seluas perrnukiman Kampung Babakan sekarang yang batas wilayahnya dengan IPB kini berupa sebuah tembok yang oleh mahasiswa sering disebut dengan Tembok Berlin. Di luar
Abah Is (70 Tahun) Konon biji karet yang dikumpulkan dari kebun itu banyak yang dijadikan bibit bagi perluasan kebun karet di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. Mash lekat dalam ingatan Pak Rais, yaitu Tuan de Pries yang beristrikan Ny. Pauline dan anak mereka yang bernama Sinyo Pond. Mereka sering melewati Babakan ketika itu berperahu melewati kanal besar yang menghubungkan pabrik dengan Kampung Dramaga sekarang.
perkiraan sebelumnya, tanah sawah tenyata tidak pernah ada di Kampung Babakan, kecuali setelah IPB membangun laboratorium sawah di dekat jalan raya, yang dikenal dengan Sawah Baru. Pada saat #on, demikian istilah yang dipakai untuk menyebut hari dimana buruh memperoleh bayaran gaji dari Onderneming, yang berlangsung sekali seminggu, pelataran dekat pabrik menjadi pasar pekan yang didatangi para pedagang dari kampung Babakan dan kampung-kampung rekitarnya. Masih di dekat pabrik itu, ada kalanya diadakan pula pementasan Wayang Wong atau Wayang Golek yang disponsori kuasa usaha dan
aktornya berasal dari
Kampung Babakan. Dalam sistem Onderneming, tidak ada Orang Babakan yang berposisi lebih tinggi dari sekedar buruh sadap atau buruh pabrik. Orang Babakan yang dianggap memiliki jabatan paling tinggi dan paling baik hubungannya dengan kuasa usaha Onderneming adalah Mantri Onden (ulu-ulu), yaitu Haji Rais. Mantri Onden memiliki tanah luas, dan paling luas di daerah Babakan dan sekitarnya.
Setelah zaman merdeka, sebagian orang menganggap Mantri
Onden sebagai antek kolonial karena berhubungan dekat dengan Onderneming. Kedekatan hubungan itu dipahami karena kuasa usaha onderneming membutuhkanjasa Mantri Onden dalam mengatur pengairan perkebunan karet. Menjelang atau memasuki masa-masa Indonesia merdeka, Onderneming mengkonversi kebun karet menjadi kebun sereh wangi (citronella) yang menghasilkan minyak atsiri yang juga diekspor ke Eropah. Namun masa tanam sereh juga tidak berlangsung lama, hingga Orderneming dinasionalisasi. Setelah masa tanam sereh wangi berhenti dan pemilik perkebunan meninggalkan lokasi, orang Babakan pun kehilangan mata pencaharian tradisional mereka. Sebagian besar Orang Babakan lalu menjadi pencari kayu
bakar di bekas kebun yang dengan cepat menghutan atau tanah-tanah sekitar
I
yang belum terjamah oleh manusia. Kayu bakar dijual kepada penampung di Dramaga untuk dibawa ke Jakarta.
Tetua ~adakanmasih mengingat truk
bernama Rahayu milik pengusaha Tionghoa dari ~dkarta,yang datang setiap hari
b
menampung kayu bakar mereka. Beberapa or, ng warga Babakan secara I
sepihak sempat menanami tanah perkebunan +dememing yang berdekatan
i
dengan tanah garapannya untuk dijadikan teg Ian. Tanah tegalan tersebut sebagian kemudian berubah menjadi tanah merupakan pemilik tanah garapan yang
dan karenanya mereka juga luas dari Orang Babakan
kebanyakan. Komunitas Desa Babakan Setelah Kehadiran
IP/B
s
Ketika IPB dibuka tahun 1961, bekas lahbn perkebunan telah berubah rnenjadi hutan karet. Pabrik karet tinggal besi tua ang dikelilingi hutan karet dan semak belukar. Sedemikian rimbunnya daerah ini, sehingga Orang Babakan takut rnendekati tempat ini. Presiden Soekarno dengan kendaraan Jipl terbuka hadir meletakkan batu I
a1
pertama dan menyampaikan pidato di hadapan brang ramai. Inti pesan pidato Bung Karno masih lekat dalam ingatan para pel ku sejarah di Desa Babakan. Abah Is misalnya mengingat Bung Karno mengul ng-ulang kalimat "Pertanian itu soal hidup mati", yang disambut tepukan tangan bernuruh para hadirin. Gedung I
ternpat Bung Karno berpidato sampai sekarang lmasih dikenal dengan Gedong I Seng, yaitu gedung pertarna yang beratapkan seng di Darmaga. Ketika itu,
1
gedung dan rumah beratap seng yang dibangu itu sebanyak sembilan buah, dan ditempati oleh para pegawai IPB, yang berakal dari luar Kampung Babakan (dari Daerah Priangan).
Menyusul kernudian pada tahun 1963 dilakukan
pembangunan kampus kehutanan yang melibatkan tiga perusahaan konstruksi, yaitu PT. ~ a r d aPT. ~ Sanusi, dan PT. Bogor. Dalam proses pembangunan tersebut, ahli-ahli teknik bangunan didatangkan dari Bandung, sedangkan buruh dan pemasok bahan-bahan dasar (pasir batu) berasal dari Babakan. Salah satu tenaga ahli yang kemudian menetap dan menikah dengan gadis Babakan Tengah adalah pemilik Rumah Makan Askil. Pada tahun 1968, IPB membangun dua buah asrama untuk pertama kali di Kampus IPB Darmaga, yaitu Asrama Silvasari (perempuan) dan Silvalestari (laki-laki).
Sejak saat itu ibu-ibu dari Babakan untuk pertarna kalinya juga
mendapat kesempatan kerja menjadi tukang cuci atau tukang rnasak di Kampus IPB. Tahun 1975, IPB membangun gelanggang olahraga (GOR), lapangan bola, dan jalan penghubung jalur ganda, dan jalan dalarn kampus. Pernbangunan fasilitas ini melibatkan tenaga kerja dari Babakan. Menyusul Kampus Fakultas Kehutanan, pada tahun 1980 IPB mendapat bantuan dari Jepang untuk pembangunan kampus Fakultas Teknologi Pertanian, Gedung Olah Raga (GOR), dan bendungan. Kontraktor yang mendapat tugas waktu itu bernama PT. Taise, sebuah perusahaan kontraktor Jepang. Beberapa tahun kemudian, dibangun gedung Jurusan GMSK Fakultas Pertanian oleh Wijaya Karya. Sejauh ini, pembangunan fisik masih memberi kesempatan bagi orang Babakan baik dalam memasok tenaga kerja maupun menjadi pernasok bahan bangunan. Satu perubahan yang penting dicatat menurut tetua Babakan adalah penyambungan jaringan listrik PLN ke desa-desa lingkar Kampus. Peristiwa itu
4
Pak Is menyebut perusahaan ini kemudian terkena pinalty, setelah dalam rangkaian itu, Bung Karno mendapati campuran beton gedung yang dibangun PT. Barda, tempat Bung Karno berpidato, kropos. Ceritera serupa juga didengar berkali-kali dari informan lain.
terjadi ketika Andi Hakim Nasution (AHN)' menjabat rektor.
Menurut tetua,
penyambungan listrik tersebut hanya salah satu dari berbagai bentuk perhatian Rektor AHN kepada masyarakat.
Kepemimpinan rektor AHN dinilai sangat
berbeda dengan empat rektor sesudahnya, yang dua diantaranya adalah orang asli Jawa Barat (Sunda), yaitu Soleh Solahudin dan Aman wiratakusumah6. AHN sangat perduli dengan masyarakat lingkar kampus, termasuk mendatangi warga untuk menanyakan masalah dan kebutuhan mereka dalam kaitannya dengan kehadiran mahasiswa di tengah komunitas warga. Kebalikan dari itu, selama kepemimpinan empat rektor terakhir, rnasyarakat Babakan merasakan posisi mereka semakin terjepit dan tidak terperhatikan, justru ketika IPB memiliki peluang lebih luas melibatkan mereka dalam agenda pernbangunan gedung yang berlangsung secara besar-besaran di Kampus Darmaga. Sampai kepemimpinan AHN, hubungan komunitas Babakan
dengan
mahasiswa sangat akrab. Orang Babakan kebanyakan mendapat keuntungan dari kehadiran mahasiswa di tengah mereka. Mereka bantu-membantu mengemban tanggung jawab publik, misalnya ketika listrik mati maka orang kampung mengumpulkan uang sebagai ongkos bagi utusan, yaitu mahasiswa, untuk menghubungi PLN ke Bogor.
Kalau PLN tidak becus "bila perlu
mahasiswa siap demonstrasi..." kata Abah Is. Kerja bakti yang melibatkan mahasiswa dan para pemuda Babakan berlangsung rutin dan lancar, di bawah arahan orang tua kampung yang mereka hormati dan mereka dengar nasehatnya. Sebagai tuan rumah, tak sedikit juga kasus dimana Orang Babakan secara sukarela memberikan kos gratis atau bahkan makan kepada mahasiswa yang 5
kurang mampu dan datang dari berbagai penjuru tanah air.
Karena
Rektor ini ternyata tidak hanya fenornenal di kampus, tetapi juga harurn di tengah komunitas Babakan. 6 Dua rektor lainnya adalah Sitanala Arsyad dan AA Matjik yang sekarang rnernirnpin.
didasari oleh hubungan akrab dan pertimbangan sosial dan kemanusiaan hubungan tersebut berjalan mulus. Para sesepuh menceriterakan bahwa dalam kurun waktu lama, semasa Fakultas Kehutanan merupakan satu-satunya fakultas yang berada di Darmaga, hubungan sosial antara kampus dengan komunitas lokal, masih harmonis. Mahasiswa dan warga masyarakat bekerjasama, misalnya membentuk klub sepakbols. Mahasiswa terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan komunitas, seperti pernbersihan saluran air, pembangunan atau perbaikan jalan setapak, atau ikut serta membantu acara seremoni daur kehidupan. Meskipun demikian, penting juga dicatat bahwa sejak awal sampai sekarang tak sedikit kasus yang dianggap rnemberatkan warga komunitas Babakan7. Keadaan berubah sesudahnya. Pada saat pembangunan gedung Fakultas Pertanian, Grawida, Rektorat, Fakultas Peternakan, dan Fakultas KedoMeran Hewan, peranan Orang Babakan telah surut. Orang Babakan tidak mendengar lagi kabar tentang pernbangunan gedung-gedung itu. Pembangunan gedung-gedung tersebut sepenuhnya ditangani dan melibatkan orang luar. Perubahan tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial. Hubungan mahasiswa dengan warga merenggang. Orang-orang semakin individual dan kolektifitas komunitas merosot tajam. Warga komunitas enggan bergotong royong karena semakin banyak "penurnpang gelap" yang rnenerima rnanfaat tetapi tidak mernberi andil dalam tanggung jawab bersama. Secara demografis, mahasiswa sangat dominan, tetapi kebanyakan mahasiswa
lebih rnenyukai pelayanan serba instant dari petugas-petugas
Misalnya mahasiswa kabur meninggalkan utang atau meninggal nodalaib bagi keluarga yang anak perempuannya hamil dari hubungannya dengan mahasiswa dari luar daerah.
birokrasi lokal yang dibayar, seperti petugas kebersihan RW, petugas jaga malam (ronda).
Di satu sisi, ada kebutuhan birokrasi lokal akan sumber
pendapatan, tetapi di sisi lain media ruang temu yang tersisa antara warga komunitas dan mahasiswa, juga turut hilang. Dalam konteks ini, mahasiswa lebih menampilkan diri sebagai konsumen massa yang memperoleh segala kebutuhan dengan murah dan mudah. Lagi pula warga komunitas lokal juga mengetahui banyak bantuan ini itu kepada pemerintah lokal yang tidak jelas penggunaannya sehingga keengganan mereka mengambil tanggung jawab publik menguat. Namun Abah Is melihat sesama warga kampung masih terdapat hubungan yang erat. (Ini mungkin karena keterasingan, menjadi minoritas secara demografis). Kalau ada musibah atau kejadian penting, Orang Babakan masih datang bantu-membantu, termasuk jika ada pertengkaran atau perkelahian dengan mahasiswa atau pendatang. Kedekatan hubungan masyarakat dengan mahasiswa yang pernah terbentuk ketika jumlah mahasiswa terbatas, berubah menjadi kerenggangan yang nyata. Menurut Abah Is mahasiswa sekarang seperti mengasingkan diri dari masyarakat, tidak mau terlibat dalam urusan masyarakat atau
tidak
mengindahkan tata krama pergaulan. Menurut perkiraan Abah Is, orang asli yang menempati Babakan Tengah sekarang tinggal 20 persen saja. Banyak warga Babakan yang telah tersingkir baik secara fisik maupun secara ekonomi. Mereka yang tidak mampu bertahan ada yang menjual rumah mereka dan lalu berpindah ke kampung lain seperti Ciherang. Di kampung baru itu, mereka tidak memperoleh pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka, apa lagi tidak ada saudara atau kerabat yang dekat.
Bagi Orang Babakan, seperti Abah Is, IPB punya arti khusus. Dalam benak mereka IPB itu adalah tempatnya orang-orang cerdas. Orang kampung tidak bisa menjangkau itu. Sampai tahun 1990-an belum ada seorang pun anakanak kampung Babakan yang kuliah di IPB. Baru belakangan ini kemudian ada seorang anak Babakan, putri seorang terpandang yang berhasil lulus jadi Insinyur. Sisanya dapat dihitung dengan jari, dan kebanyakan adalah masuk diploma (03). Secara tradisional pemilikan lahan di Babakan tergolong sangat sempit. Dasar pemilikan pada umumnya adalah tanah bertatus hak garapan yang diberikan Onderneming seluas 500 meter untuk setiap kepala keluarga buruh yang bekerja tetap di perkebunan. Ada juga yang memiliki lahan lebih luas dari itu, yaitu mereka yang secara sepihak membuka usaha tegalan di atas tanah Onderneming, memanfaatkan masa-masa vakum pengusahaan perkebunan setelah ditinggalkan Ondernerning. Tanah tersebut kemudian diklaim sebagai tanah yang termasuk berstatus tanah garapan. Mereka inilah yang pada akhirnya menjadi pemilik tanah terluas di Desa Babakan. Luasan tertinggi yang dimiliki keluarga di Babakan mencapai 4000 meter. Ukuran pemilikan lahan terus menyempit dan berubah karena terjadi pewarisan kepada anak-anak
mereka. Pada generasi kedua setelah
Onderneming berakhir, tanah garapan praktis tidak lagi layak dipakai untuk usaha pertanian hanya cukup untuk menjadi pertapakan rumah dan pekarangan. Pekarangan adakalanya juga dipakai sebagai tempat menanam jenis tumbuhan ekonomis, seperti kelapa, bambu, buah-buahan, namun tumbuhan tersebut hanya sekedar menarnbah kebutuhan yang sebagian besar diperoleh dari pasar. Dengan demikian, kehadiran IPB memang bukan
mengurangi lahan
pertanian, tetapi justru rnengintensifikasi penggunaan rumah dan pekarangan
yang memang telah sempit dan terbatas. Dalam kondisi semacam ini, maka komunitas menerapkan tata ruang sedemikian rupa, sehingga terbentuk permukiman yang buruk secara ekologis dan bagi sebagian pandangan dianggap kurang estetis. Tekanan lahan yang menyusup sampai ke dalam rumah tangga keluarga, membuat kepentingan keluarga kemudian tumpah ke ruang komunitas yang nyaris juga tak tersisa.
Misalnya, di sisi gang senggol yang telah sempit,
telah menjadi pemandangan umum dimana keluarga-keluarga menjemur pakaian memanfaatkan panas sinar matahari yang tersisa dari pantulan atap atau dinding. Penduduk lokal mulai terlibat dalam jual-menjual tanah sejak tahun 1970an, ketika Asrama Mahasiswa Silvasari dan Silvalestari tidak mampu lagi menampung mahasiswa yang terus bertambah.
Mereka terpaksa mencari
tempat tinggal di tengah warga. Kesempatan itu dipakai warga komunitas lokal menyediakan rumah kos bagi mahasiswa.
Tetapi kesempatan ini segera
memancing alih pemilikan tanah baik diantara warga komunitas Babakan sendiri dan terutama antara warga komunitas dengan pendatang dan pemodal. Orang pribumi Babakan pada umumnya memiliki rumah dengan dua status pemilikan, yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM) dan girik (hak garap). Lapisan elite pribumi memiliki rumah dan pekarangan lebih luas dengan status SHM, sedangkan lapisan bawah hanya memiliki rumah dan pekarangan yang sempit dengan status tanah girik. Pada lapisan yang disebut terakhir ini rumah yang sempit seringkali terpaksa ditempati keluarga batih yang terdiri dari keluarga ayah ibu dan beberapa keluarga anak-anak. Dalam pengamatan empiris peneliti menemukan pola tempat tinggal semacam ini terjadi dalam banyak kasus. Kasus paling ekstrim misalnya terjadi di Gang Cangkir dimana sebuah rumah .
dengan jumlah kamar 5 buah ditempati oleh 14 orang yang terdiri dari empat
keluarga, yaitu satu keluarga orientasi dan tiga keluarga anak yang telah memiliki anak antara satu sampai tiga orang. Ketika sebuah keluarga hanya memiliki tanah dan pekarangan yang sempit, serta kondisi rumah yang ditinggali sederhana dan tidak memiliki modal memperbaiki rumah, maka peluang mereka memperoleh pendapatan dari usaha penyewaan rumahlkamar terbatas. Dalam dekade terakhir, industrialisasi berbasis pendidikan di Desa Babakan telah bergerak dengan kecepatan yang melebihi dan melampaui kemampuan Orang Babakan mengejar dan mengendalikannya. Gedung-gedung berlantai jamak yang diperuntukkan sebagai rumah sewa bertambah hampir setiap tahun, dan setiap kali terjadi pertambahan gedung, itu hampir selalu milik orang luar yang tidak selalu diketahui siapa dan di mana tempat tinggalnya. Gedung-gedung, yang hampir pasti lebih mewah, itu memang baru saja berperan sebagai pesaing baru bagi warga pribumi, tetapi peralihan hak pemilikan rumah atau pekarangan dari pribumi telah berlangsung lebih awal.
Tidak diketahui
secara pasti berapa banyak rumah kaum pribumi di Desa Babakan yang telah berpindah tangan kepada pendatang atau pemodal, namun berdasarkan informasi dari seorang informan yang berkedudukan sebagai Ketua RT, jumlah rumah yang telah menjadi milik orang luar di lingkungannya mencapai 60 persen. Kaum pribumi tampaknya hanya mampu mengimbangi perkembangan property dengan kecepatan yang lebih lambat, dengan menambah ruangan di
atas tanah pekarangan yang tersisa atau menambah kamar secara perlahanlahan di atas ruangan kamar yang telah ada. lndikasi bahwa property penting dikedepankan dalam menunjukkan stratifikasi sosial di Babakan karena setiap kali terjadi pertambahan gedung, itu juga hampir selalu berarti pertambahan jumlah usaha dan pengusaha yang datang membawa modal dan teknoiogi yang
berada di luar jangkauan kaum pribumi. Dengan kata lain, jika pemilikan property tampaknya merupakan benteng terakhir bagi pribumi dan jika mereka tidak memiliki kekuatan yang mencukupi untuk memasuki persaingan di sektor usaha jasa modal dan teknologi maka ke mana arah perubahan dan kecenderungan posisi sosial kaum pribumi dapat diperkirakan. Sebagaimana telah terbukti selama 44 tahun sejak kehadiran IPB pertama kali di Desa Babakan, posisi sosial kaum pribumi secara perlahan-lahan tersingkir untuk kemudian digantikan oleh kaum pendatang dan pemodal. Proses ini secara struktural berada di luar kendali IPB, karena kaum pribumi tidak banyak berhubungan langsung dengan IPB sebagai sebuah institusi. Masyarakat pribumi lebih banyak berhubungan dengan efek ganda (multiplier effecf) yang
ditimbulkan oleh kehadiran IPB di Darmaga.
Dengan
kecenderungan ini, pribumi yang bertahan di Desa Babakan pada dasarnya mereka yang menunggu giliran tersingkir.
Peran yang terbuka bagi pribumi
dengan penambahan gedung-gedung persewaan hanyalah agen rumah sewa yang memperoleh komisi dari transaksi sewa-menyewa rumah milik orang luar. Desa Babakan hanya ditempat para pegawai rendahan IPB karena desa ini tidak cukup memadai sebagai tempat tinggal eselon tinggi. Para pegawai eselon rendahan ini bertindak sebagai agen yang mempertemukan kepentingan para pegawai eselon menengah atas di IPB dengan warga komunitas lapissn bawah yang tidak mampu mempertahankan diri mereka menghadapi perubahan situasi ekonomi di kampung mereka yang semakin kejam. Lewat peranan agen ini rumah dan pekarangan lapisan bawah kemudian secara perlahan-lahan beralih ke tangan sebagian pegawai IPB melalui berbagai cara. Para perantara sering membujuk warga agar melepas rumah dan pekarangan mereka kepada orang lain, dengan rasionalisasi bahwa hasil penjualan tanah yang diperoleh,
mereka dapat membeli tanah dengan luas beberapa kali lipat di desa-desa lain yang lebih jauh dari kampus. Sebagian keluarga akhirnya menjual tanah dan pekarangan mereka secara kontan, tetapi tak jarang juga yang menggadaikan, dan karena tidak mampu mengembalikan kemudian mereka melepas rumah dan pekarangan dengan harga murah. Ada kasus dimana tanah yang dijual dengan harga murah oleh warga kampung kepada pendatang, selama belasan tahun belum pernah dilihat kembali oleh pemiliknya. Lewat cara inilah kemudian modal secara perlahan-lahan menyeleksi warga komunitas lokal. Mereka yang menjual rumah dan pekarangan tidak terbatas pada lapisan bawah. Misalnya karena luas rumah dan pekarangan terbatas sementara anak yang menerima warisan terbatas, maka anak-anak memilih untuk menjual rumah mereka dengan maksud agar mereka yang telah berkeluarga dapat membeli rumah dan pekarangan masing-masing dalam ukuran sama atau lebih luas di tempat lain. Orang Babakan pada umumnya berpindah tidak jauh-jauh dari Desa Babakan, misalnya Ciherang, Cikarawang, dan lain-lain. Dalam ha1 pembukaan rumah kos, tidak ditemukan warga komunitas asli yang memperoleh modal dari luar (mekanisme pasar), karena investasi rumah kos dianggap bersifat jangka panjang dan tidak layak dibiayai dengan kredit, baik perbankan atau pun sumber-sumber pendanaan informal (rentenier, atau mitra usaha). Juga tidak ditemukan warga komunitas lokal yang membuka rumah kos dalam bentuk kerjasama kemitraan berdasar pada kelayakan ekonomi. Dalam memanfaatkan kesempatan kerja, pribumi lebih dominan berperan pada pekerjaan kasar yang tidak terlalu terikat atau bekerja membantu usaha keluarga. Hubungan kerja yang bertahan di kalangan pribumi adalah hubungan berbasis pada hubungan kekerabatan. Kaum pribumi jarang yang bekerja pada usaha-usaha jasa di Babakan karena sebagian pengusaha, baik pendatang atau
bahkan kaum pribumi, kurang menyukai orang pribumi sebagai pekerja, karena dianggap kurang loyal, sekurang-kurangnya lebih menyukai pribumi yang berasal dari desa lain di sekitar Babakan. Sebagai alternatif, kaum muda pribumi rnemilih vpekerjaan formal seperti buruh pabrik atau karyawan toko swalayan di luar komunitas mereka.
Efek dan Dampak Kehadiran lndustri Pendidikan Di Desa Babakan Peran-Peran yang Terbuka : Bekerja dan Berusaha Bekerja dan berusaha adalah dua bentuk peran yang berbeda yang muncul sebagai efek dan dampak kehadiran Kampus IPB di Desa Babakan dan desa-desa WLK lainnya. Efek diartikan sebagai fenomena atau kejadian yang langsung berhubungan dengan kegiatan IPB sebagai institusi, sementara dampak diartikan sebagai efek-efek lain yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan IPB sebagai institusi, tetapi tanpa kehadirannya fenomena dan kejadian tersebut tidak mungkin terjadi. Dengan demikian kesempatan kerja dan peluang berusaha tersebut dapat dilihat sebagai efek dapat disejajarakan dengan peranan institusional sementara dampak dapat disejajarkan dengan peranan interaksional. Pertama, jalur hubungan langsung atau jalur institusional, yaitu peluang bekerja dan kesempatan berusaha yang terbentuk dari matriks industrial yang mengaitkan sebagian atau seluruh warga komunitas dengan IPB sebagai sebuah lembaga pendidikan. Kedua, jalur tak langsung atau interaksional, yaitu peluang bekerja dan berusaha yang terbuka sebagai dalam kehadiran IPB, baik di dalam maupun di luar kampus.
Hubungan Komunitas Lokal Dengan IPB Sebagai lnsititusi
Dengan pendekatan institusional, matriks sosial komunitas Desa Babakan dengan IPB adalah (1) permintaan IPB akan tenaga kerja;(2) permintaan IPB akan barang dan jasa pendukung kegiatan tridarma;dan (3) pemasaran produk. Aspek terakhir jelas minor mengingat produk IPB bukan barang konsumsi, melainkan tenaga kerja lulusan yang berkualifikasi tinggi dan sama sekali tidak berorientasi lokal. Ketenagakerjaan
Peluang warga komunitas lokal bekerja di IPB sangat tergantung kepada struktur dan fungsi ketenagakerjaan yang berlaku di IPB. Secara garis besar, fungsi ketenagakerjaan terbagi atas dua bentuk, yaitu pegawai akademik (dosen pengajar, peneliti, pustakawan, petugas laboratorium) dan pegawai non akademik (manajemen mulai dari ketua program studi sampai rektor, petugas administrasi, satuan pengamanan, petugas kebersihan, dan lain-lain). Status formal kepegawaian dalam struktur IPB tersebut terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan bukan pegawai negeri. Namun, terlepas dari bidang dan status formalnya, struktur kepegawaian IPB mengikuti pola pemeringkatan mulai dari pegawai eselon terendah dengan golongan IA sampai sampai eselon tertinggi IV F. Karyawan IPB diperkirakan berjumlah 5.000 orang. Berdasar informasi dari sejumlah informan diketahui bahwa warga Babakan yang bekerja di IPB hanya lima orang saja, dua orang berstatus pegawai negeri dan selebihnya berstatus bukan pegawai negeri atau pegawai honorer. Orang pertama dari Desa Babakan yang mendapat kesempatan bekerja di IPB dengan status pegawai
negeri bernama Herman. la diterima sebagai pegawai pada tahun 1999 setelah sebelumnya menjadi pegawai honorer selama tiga tahun. Keadaan tersebut tidak terlepas dari sejarah perkembangan kampus IPB umumnya dan perkembangan kampus IPB Darmaga khususnya.
IPB adalah
sebuah lembaga pendidikan besar yang secara formal menerapkan birokrasi yang rasional dan impersonal.
lmpersonalitas tersebut pada taraf tertentu
membuat proses rekruitmen pegawai di IPB tidak memihak kepada siapapun atau kelompok manapun, termasuk pada komunitas-komunitas lingkar kampus. lmpersonalitas memungkinkan IPB dapat memperoleh tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu yang dipandang memenuhi tuntutan fungsi kelembagaan IPB. Secara teoritis dan empiris, rekruitmen tenaga kerja di IPB tidak berlaku sama dan seragam untuk semua eselon. lmpersonalitas birokrasi tidak selalu efektif untuk semua aras. Rekruitmen eselon atas yang bermula dari assisten dosen dan biasanya bergolongan Ill, yaitu tenaga kerja berusia muda dengan tingkat pendidikan S1. Telah menjadi semacam tradisi di masa lalu dan di lingkungan kampus manapun, bahwa kebutuhan akan tenaga-tenaga akademik (dosen baru) direkrut dari para asisten dosen yang telah menjadi sukarelawan atau tenaga honorer di program studi, jurusan, atau fakultas beberapa waktu sebelumnya. Dengan rekomendasi dari guru besar atau pejabat, kesempatan yang bersangkutan melamar dan diangkat menjadi dosen tetap berstatus
pegawai negeri lebih besar dibanding orang lain. Hal yang sama tampaknya juga berlaku bagi pegawai non akademik dari eselon rendah sampai eselon tinggi. Apa yang penting dicatat adalah bahwa sehelum semua fakultas pindah ke Darmaga, pusat birokrasi IPB berada di Baranangsiang. tersebutlah semua informasi lapangan kerja pertama kali tersiar,
Di tempat termasuk
informasi mengenai peluang bekerja yang terbuka di fakultas yang bertempat di
Darmaga (Kehutanan, Fateta, dan lain-lain).
Jejaring sosial yang mapan di
karnpus-karnpus lama kemudian juga turut berpindah ke Darrnaga, sehingga akses informasi rnengenai peluang kerja yang terbuka di IPB Darmaga tidak dengan sendirinya terbuka bagi warga komunitas Babakan. Akan halnya peluang kerja non akadernik di fakultas-fakultas yang telah lebih awal berada di Darrnaga, struktur ketenagakerjaan yang berlaku di dalamnya juga bagian dari jejaring pusat birokrasi Baranangsiang. Sejak Fakultas Kehutanan dan rnenyusul Fakultas Teknologi Pertanian dibuka, para pegawai yang bekerja adalah pindahan atau hasil perekrutan dari Karnpus Baranangsiang dengan latar belakang daerah asal kebanyakan berasal dari Jawa Barat. Namun, bahwa peluang Orang Babakan meniti karier lewat eselon bawah pada fakultas-fakultas tersebut juga relatif tertutup tidak sekedar karena kelangkaan jejaring. Menurut para informan, hambatan lain yang sarna pentingnya adalah hubungan warga Babakan dengan para pegawai eselon rendah di fakultas-fakultas tersebut (satparn, pegawai administrasi) sejak awal tidak harmonis. Para pemuda Babakan tidak akur dengan oknum-oknum pegawai eselon rendah karena mereka mengganggap para pendatang tersebut bertingkah laku pongah di karnpung rnereka. Para pegawai eselon rendah itu, seringkali menuding para pemuda lingkar karnpus sebagai surnber keonaran, atau sebagai pelaku kriminal di kampus8. Kecurigaan itu berjasa rnengabadikan kerenggangan institusional komunitas Babakan dengan
IPB, termasuk
memperkecil peluang warga Babakan menjadi pegawai di IPB. 8
Peristiwa pencurian dan pembongkaran memang marak sejak Fakultas Teknologi Pertanian dan fasilitas lain dibangun. Menurut informan ha1 itu berbeda dengan keadaan sebelumnya dimana kampus satu-satunya di Darrnaga hanya Fakultas Kehutanan. Ini parallel dengan pengamatan pelaku sejarah bahwa mutu hubungan komunitas lokal dengan IPB rnenurun sejak Fakultas Teknologi Pertanian dibuka.
Peluang warga Babakan baru lebih terbuka sejak fakultas-fakultas lain yang bertempat di kampus-kampus lama berpindah ke Darrnaga.
Kang Pt,
salah seorang dari lima pemuda Babakan yang mendapat kesempatan bekerja sebagai tenaga honerer di IPB, mengatakan ia bisa memperoleh pekerjaan setelah seorang dosen mengajaknya.
Menurutnya, para pemuda Babakan
sangat mendamba dapat bekerja di IPB, meski pun hanya pegawai honerer atau pegawai rendahan. Banyak diantara kawan-kawan sebayanya yang berkeinginan bekerja di IPB, tetapi tidak tahu bagaimana caranya memperoleh jalan masuk. Mereka hanya punya kenalan dari kalangan pegawai eselon rendah yang bertempat tinggal di Babakan, tetapi mereka menganggap kenalan tersebut tidak bisa diandalkan. Mereka beranggapan peluang masuk bekerja sebagai pegawai honorer, sebagai langkah awal untuk memperoleh kesempatan rnenjadi pegawai negeri atau pegawai tetap di IPB sangat tergantung pada kedekatan dengan pejabat-pejabat penting di Jurusan atau Fakultas. Kesempatan itu sangat langka bagi pemuda Babakan karena kebanyakan dosen dan pejabat IPB menetap di tempat lain.
Pegawai IPB yang menetap di Desa Babakan hanya pegawai
berpangkat rendah. Mereka tidak punya keberanian berkunjung langsung ke rumah pejabat-pejabat itu. Oemikianlah, dalam hubungan ketenagakerjaan, peluang bagi Orang Babakan masuk ke dalam struktur IPB terbatas pada eselon-eselon rendah yang secara historis dan struktural sulit mereka tembus. Hal ini mernungkinkan Orang Babakan tidak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan IPB dalam banyak aspek yang berkenaan dengan penataan kehidupan di lingkar kampus.
Pengadaan JasaJasa Khusus
Dalam penyelenggaraan organisasi berorientasi pada pencapaian Tri Darma, IPB secara rutin, berkala, dan insidentil membutuhkan jasa-jasa dalam penyediaan barang dan jasa. Perrnintaan akan barang dan jasa pendukung ini merupakan jalur lain yang membuka hubungan dan interaksi komunitas Babakan dengan IPB. Barang dan jasa yang diperlukan oleh IPB sangat banyak dengan nilai yang sangat besar dan membuka peluang berusaha bagi masyarakat di sekitarnya. Barang dan jasa yang diperlukan oleh IPB dapat dibuat dalam daftar panjang, tetapi secara garis besar dapat disusun ke dalam beberapa kelompok. Merujuk pada sistem pengadaan barang dan jasa yang berlaku umum di lembaga-lembaga pemerintahan, barang dan jasa yang diperlukan oleh IPB dapat dibagi ke daiam dua bentuk, yaitu : (1) pernbangunan gedung yang meliputi bidang rancang bangun dan renovasi sarana dan prasarana;(2) Pengadaan yang meliputi bahan dan alat, ATK, dan mobilisasi. Tidak diketahui secara pasti jenis kebutuhan mana yang keputusan pengadaannya berada di tangan IPB dan kebutuhan mana yang keputusannya berada di tangan instansi terkait (Departemen Pendidikan Nasional). Tetapi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa dapat dijadikan sebagai dasar normatif dalarn
rnenduga kesempatan-
kesempatan berusaha. Yang menjadi fokus perhatian dalam ha1 ini, adalah kebutuhan mana yang secara teoritis dan empiris membuka peluang berusaha bagi warga komunitas Babakan.
Secara garis besar rekanan IPB dalam pengadaan barang dan jasa dibagi ke dalam golongan Kecil (K), Menengah (M), dan Besar (6)'. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan mekanisme tertentu yang diatur baik oleh manajemen IPB sendiri maupun departemen pemerintah terkait. Secara umum mekanisme pengadaan barang dan jasa yang berlaku dapat dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu swakelola, penunjukan, dan tender.
Mekanisme swakelola adalah
pengadaan barang dan jasa yang dilakukan sendiri oleh 1PB;penunjukan adalah pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh rekanan yang ditunjuk secara langsung oleh IPB, tanpa mekanisme lelang, tender adalah pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara bersaing antar para rekanan terdaftar dengan terlebih dahulu mengajukan penawaran dan panitia memutuskan penawaran terbaik sebagai pemenang. Menurut informasi dari kalangan kampus pengadaan barang dan jasa di bawah 10 juta dilakukan secara swakelola oleh IPB; pengadaan barang jasa antara dengan nilai 10-100 juta rupiah dapat dilakukan melalui proses penunjukkan atau tender, sedangkan pengadaan barang dan jasa di atas 100 juta harus melalui proses tender. Para supplier pada umumnya adalah perusahaan swasta rekanan IPB baik yang berkualifikasi rendah, sedang, dan tinggi.
Dewasa ini, tidak ada
warga Babakan yang menjadi rekanan IPB antara lain karena tidak ada yang memenuhi kualifikasi. Pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh perusahaan dari luar. Dari keseluruhan peluang dalam pengadaan barang dan jasa, warga komunitas Babakan praktis tidak dapat memanfaatkannya karena sejumlah 9
Konstruksi : (1) K1 : 0 sampai 100 juta; (2) K2 : 100-400 juta;(3) K3 : 400-1000 juta; (4) MI : 1:4 M, (5) M2 : 4 sampai 10 M. Ini berlaku di bawah otonomi daerah; Besar mulai dari 10 Milyar yang berlaku secara nasional.
keterbatasan. Haji Dadi, seorang tokoh pribumi Babakan yang berpofesi sebagai kontraktor, mengatakan ia pernah berminat menjadi rekanan di IPB tetapi karena tidak memiliki kenalan dekat di dalamnya maka ia tidak melanjutkannya. Sepengetahuan Haji Dadi, tidak ada orang pribumi Babakan yang aktif menjadi rekanan IPB dalam pengadaan barang dan jasa. Sebaliknya, beberapa orang rekan Haji Dadi yang berusaha sebagai kontraktor lebih banyak menjadi rekanan Pemerintah Kota Bogor, Kabupaien Bogor, Depok dan Jawa Barat. Program Pengabdian Masyarakat IPB
Pengabdian masyarakat rnerupakan salah satu Darma Perguruan Tinggi. Darma
ini
diwujudkan
dalam
bentuk
penyediaan
pelayanan
dan
penyelenggaraan program kepada masyarakat. Bentuk-bentuk pelayanan yang disediakan IPB kepada masyarakat sekitar antara lain adalah pendidikan dan kesehatan Sedangkan bentuk-bentuk program pengabdian masyarakat IPB, antara lain adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN), Pembinaan Pedagang Makanan Jajajan, dan lain-lain. vDi bidang pendidikan IPB menyediakan sekolah TK, SLTP, dan SLTA di dalarn Kampus, selain IPB sendiri.
Dalam bidang kesehatan IPB rnenyediakan
fasilitas poliklinik yang selain melayani sivitas akademika juga melayani masyarakat sekitar. Menurut penjelasan informan, warga Babakan tidak begitu banyak mernanfaatkan fasilitas pelayan tersebut. Dalam ha1 pendidikan ada tiga alasan yang penting dicatat. Pertama, biaya pendidikan di sekolah-sekolah tersebut relatif mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar warga Babakan.
Kedua,
sekolah-sekolah tersebut berada di dalam kampus, sehingga banyak orang tua yang sungkan menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah tersebut.
Ada
anggapan sebagian orang Babakan bahwa baik sekolah TK maupun SLTP dan SLTA"
yang ada di dalam kampus sebagai tempat anak-anak orang hebat
bersekolah. Ketiga, syarat akademik untuk masuk ke sekolah-sekolah tersebut relatif berat dan tidak terjangkau oleh kebanyakan anak-anak Desa Babakan. Akan halnya anak-anak Desa Babakan lulusan SLTA yang bersekolah di IPB, sampai penelitian ini dilakukan boleh dikata sangat langka.
Menurut
informasi dari para informan, dalam kurang waktu lebih dari tiga puluh tahun sejak IPB membuka kampus di Darmaga belum ada satu pun anak pribumi Desa Babakan yang bersekolah di IPB. Baru pada tahun 1998 ada seorang anak Desa Babakan yang bersekolah di strata satu (SI) IPB".
Dewasa ini tercatat
ada empat orang anak Desa Babakan yang bersekolah di IPB pada strata SO (Diploma Ill).
Sementara itu anak-anak Desa Babakan yang sedang dan telah
bersekolah di Perguruan Tinggi lain tidak diketahui secara pasti, namun para informan mengatakan jumlahnya tidak kurang dari 15 orang. Dengan demikian, tampaknya IPB tidak memainkan peranan yang penting dalam memajukan pendidikan di Desa Babakan.
Impersonalitas, dan
karenanya ketiadaan tindakan pemihakan IPB terhadap anak-anak Desa-Desa Lingkar Kampus, termasuk Desa Babakan, merupakan alasan pokok yang mendasari lemahnya peranan tersebut. Pak Is, seorang tokoh masyakat Desa Babakan mengatakan, anak-anak Desa Babakan yang lulus dari SLTA cenderung meningkat setiap tahun. Sebagian dari mereka berkeinginan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Namun karena keterbatasan kemampuan ekonomi orang tua, maka banyak pula anak-anak yang akhirnya putus sekolah dan menganggur. Seandainya IPB dan SMU Kornita Anak perempuan seorang tokoh pengusaha dan pemilik rumah kos terbanyak di kalangan pribumi. Anak tersebut telah lulus Tahun 2002. lo SLTP 11
bersedia memberikan kesempatan khusus bagi anak-anak agar berkuliah di IPB, ha1 itu akan sangat membantu anak-anak dan orang tua, karena biaya sekolah dapat ditekan. Sekurang-kurangnya, orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya ongkos dan perumahan bagi anak-anak karena jarak rumah dengan dengan kampus sangat dekat. Dewasa ini empat orang anak bersekolah di IPB adalah mereka yang berasal dari keluarga relatif mampu di banding rata-rata keluarga Desa Babakan. Jalur pengabdian masyarakat yang paling dikenal dan bagi beberapa fakultas tetap berlaku sampai sekarang adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Meski tergolong paling dekat dengan Kampus Darmaga, Desa Babakan tidak selalu menjadi tempat berKKN bagi mahasiswa. Seperti dugaan seorang tokoh, ha1 itu tampaknya karena ada anggapan bahwa IPB telah berKKN setiap hari di desa ini.
Lagi pula bagaimana KKN memberi dampak pada masyarakat masih
menjadi tanda tanya. Jalur lain, adalah program pembinaan pedagang makanan jajanan, yang diselenggarakan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM). diselenggarakan
bersamaan
dengan
perpindahan
Fakultas
Program ini Pertanian,
Peternakan, dan Kedokteran Hewan dari kampus lama ke Kampus Darmaga Tahun 2000.
Wujud program adalah menyediakan kios sebanyak 70 buah di
Jalan Babakan Raya dengan sejumlah ketentuan. Kios-kios tersebut
pada
awalnya dipersewakan kepada rnasyarakat lokal. Namun tiga tahun kemudian kios-kios tersebut beralih tangan kepada pedagang pendatang. Para pedagang pribumi mengalihkan hak pakai kios tersebut kepada orang lain karena usaha mereka tidak maju atau tidak mampu bersaing dengan pendatang. Dewasa ini, hak sewa kios-kios tersebut hampir semua telah berada di tangan pendatang. Ada dua pandangan yang cenderung bertolak belakang
dalam menjelaskan peralihan hak sewa kios-kios tersebut. Pertama, pandangan yang membenarkan mitos pribumi malas bahwa masyarakat pribumi cenderung kurang gigih berusaha, kurang trampil, atau bahkan malas. Pandangan ini juga beranggapan bahwa orang pribumi, seperti orang Sunda kebanyakan dianggap tidak memiliki jiwa kewirausahaan sekokoh Orang Minang, Orang Tegal, atau Orang Madura. Fakta bahwa ketiga suku bangsa tersebut di atas cenderung mengungguli peranan orang pribumi dalam perdagangan makanan matang di Babakan, seakan-akan membenarkan anggapan itu. Di pihak lain, ada pandangan yang menganggap bahwa peralihan hak sewa tersebut lebih menggambarkan ketidaksiapan masyarakat pribumi dalam menghadapi perubahan sosial budaya yang cepat ketimbang atribut-atribut etis yang disebut di atas. Pandangan ini beranggapan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pendatang dan pribumi dalam menanggapi perubahan. Tidak seperti para pendatang, para pribumi memiliki tanggung jawab sosial lebih kompleks. Selain harus menjalankan usaha yang bersaing dengan pendatang, para pribumi juga terikat dengan jejaring sosial tradisional lokal yang mapan dan menuntut tanggung jawab mereka menunaikannya. Para pendatang relatif bebas dari tanggungjawab sosial semacam itu. Karena itu pula, pandangan ini beranggapan bahwa justru pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah dan IPB yang semestinya dimintai pertanggungjawaban. Sebagai institusi yang bertindak sebagai sumber utama perubahan, IPB semestinya mempertimbangkan dampak lingkungan dari kehadirannya di Darmaga, seperti halnya tanggung jawab serupa yang dibebankan kepada industri milik swasta. IPB semestinya memberikan aba-aba kepada masyarakat lingkar kampus atau melakukan persiapan sosial yang seksama sebelum IPB memutuskan akan memusatkan kegiatan di Kampus
Darmaga. Pandangan terkhir ini juga mengajukan fakta bahwa ada juga orang pribumi yang berhasil mengembangkan usaha mereka di Babakan. Kedua pandangan di atas tentu saja tidak cukup untuk menjelaskan akar persoalan.
Penjelasan tambahan adalah bahwa para pendatang umumnya
datang dengan modal yang lebih besar dan pengalaman berusaha yang lebih luas ketimbang para pribumi. Sementara itu, peranan pemerintah daerah c.q. Pemerintah Desa juga menjadi pertimbangan.
Bagi Pemerintah Desa,
pendatang adalah sumber pendapatan. Semakin banyak pendatang masuk ke Desa Babakan semakin banyak pula pemasukan yang mengalir ke kocek mereka, baik personal maupun institusional.
Urusan-urusan administrasi
penduduk pendatang adalah sumber pendapatan penting bagi birokrasi lokal. Pendatang pada umumnya lebih murah tangan pada birokrasi lokal dibanding pribumi. Betapapun, ancaman bagi eksistensi penduduk pribumi tidak hanya dari para pendatang yang membawa keahlian dan modal, tetapi juga birokrasi pemerintah lokal yang memperoleh manfaat dari berbagai bentuk pelayanan administrasi sipil, seperti administrasi kependudukan, jual beli tanah dan harta benda tak bergerak. Hubungan Komunitas dengan Mahasiswa Perekonomian masyarakat Desa Babakan sangat tergantung kepada anggaran belanja mahasiswa (penerimaan dan pengeluaran). Penerimaan mereka sebagian besar berasal dari kiriman orang tua wali. Meski sebagian kecil mahasiswa DiplomaISl, dan sebagian besar mahasiswa S2 dan S3 menerima beasiswa dari berbagai sumber, namun secara keseluruhan kiriman dari orangtua wali adalah yang terpenting sebagai sumber penerimaan mahasiswa.
Karena dinamika penerimaan mahasiswa tergantung kiriman orang tua di segala penjuru tanah air, maka perekonornian Desa Babakan tidak sekedar ditentukan oleh dinarnika kebutuhan mahasiswa, melainkan juga dinamika perekonomian nasional. Peranan Mahasiswa Dalam Perekonomian Komunitas Babakan Seberapa jauh peranan rnahasiswa rnenentukan peluang ekonomi yang terbuka di Desa Babakan dapat didekati dengan pengenalan terhadap struktur penerimaan mahasiswa, baik tahunan maupun bulanan.
Penerimaan atau
pengeluaran mahasiswa yang dialokasikan secara tahunan adalah pondokan. Berdasar informasi dari 21 orang informan mahasiswa diperoleh gambaran seperti terrnuat pada Tabel 7. Pengeluaran mahasiswa untuk sewa kamar di rata-rata Rp. 1.3 juta dengan rentang antara Rp. 700.00 sampai Rp. 2.5 juta rupiah pertahun. Angka itu setara dengan kira-kira Rp. 110 ribu rupiah perorang perbulan. Dengan jumlah mahasiswa yang menempati Desa Babakan diperkirakan mencapai 10.000 ribu orang, maka pengeluaran mahasiswa yang tumpah di Desa Babakan setiap tahun untuk sewa rumah adalah Rp. 13 Milyar. Hitungan kasar rnengenai ha1 ini diperkirakan merupakan alasan para investor berlomba-lomba mengambil peluang pasar ini. Tabel 7. Biaya Pondokan Rata-rata Mahasiswa IPB Di Desa Babakan Tahun
2005 No
Strata Biaya Pondokan Mahasiswa
1 Biaya Pondokan Tahun 2005 Sumber : Data Primer, 2005
Rataan
D31S 1
S2
(ribu Rp)
(ribu Rp)
(ribu Rp)
1 322
1 250
1312
-
Usaha persewaan rumah kos bermula pada tahun 1971 ketika Asrama Fakultas Kehutanan tidak mampu menampung jumlah mahasiswa yang terus bertambah. Rumah persewaan pada mulanya tumbuh di daerah-daerah terdekat, seperti tepian jalan Babakan Raya dan Babakan Tengah. Namun belakangan mencakup semua wilayah Desa Babakan dari Leuwi Kopo, Babakan Raya Darmaga, Babakan Raya, Babakan Tengah, Babakan Lebak (sebagian) sampai Cangkurawok dan Kelurahan Balumbang Jaya (Babakan Lio, Babakan Doneng, Babakan Lebak (sebagian). Persewaan ruang tempat tinggal secara garis besar terbagi atas dua kelompok, yaitu sewa rumah dan sewa kamar. Sewa rumah artinya sistem persewaan dimana pemilik rumah menyewakan sebuah rumah dengan beberapa buah kamar kepada pemakai, tanpa memperdulikan berapa orang yang akan mengisinya. Sistem ini umumnya berlaku bagi rumah yang pemiliknya menetap di tempat lain.
Sedangkan, sewa kamar adalah sistem persewaan dimana
pemilik rumah menerapkan persewaan kamar per kamar kepada pemakai. Sistem terakhir ini berlaku bagi pemilik yang menetap di dalam atau di luar rumah itu. Harga sewa rumah atau kamar tergantung kepada lokasi, ukuran kamar, dan fasilitas. Kombinasi dari tiga ha1 ini menyediakan banyak pilihan kepada mahasiswa sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan mereka. Sebagian mahasiswa dari kalangan kurang mampu mungkin memilih kamar kos sederhana, berukuran kecil dengan fasilitas sederhana. Bagi kalangan ini, satu kamar adakalanya diisi dua atau bahkan tiga orang. Sebaliknya mahasiswa dari kalangan mampu mungkin mengambil tempat kos berharga mahal atau bahkan menyewa sebuah rumah berukuran kecil untuk ditempati sendiri.
Meskipun demikian terdapat kecenderungan mahasiswa Diploma/SI pada umumnya memilih kamar kos, sedangkan mahasiswa S2lS3 memilih mengontrak rumah dan biasanya agak jauh dari kampus.
Boleh dikata
mahasiswa yang disebut terakhir ini agak jarang yang bertempat tinggal di Desa Babakan. Perbedaan
sistem
persewaan
berkonsekuensi
kepada
sistem
pengelolaan rumahtangga para penyewa. Dalam sistem sewa rumah para penghuni dapat mengatur sendiri rumahtangga mereka tanpa harus mendapat persetujuan dari pemilik rumah, sementara dalam sistem sewa kamar para pemakai membentuk sendiri aturan-aturan mereka dengan atau tanpa pengaturan dari pemiliknya. Dalam sistem yang terakhir ini, pengaturan biasanya menyangkut hak dan kewajiban dalam pemakaian atau pemanfaatan fasilitas bersama. Kewajiban-kewajiban pemakaian antara lain adalah membayar biaya pengganti pemakaian listrik, telepon, PAM, gas, air minum, atau upah cuci, kebersihan, pemeliharaan rumah atau pungutan-pungutan sosial atau desa. Ada juga kasus sekelompok mahasiswa penyewa rumah atau kamar memasak sendiri kebutuhan makanan mereka dengan mempekerjakan pembantu rumahtangga. Sebagian dari kebutuhan tersebut memerlukan jasa-jasa masyarakat sekitar.
Pada awalnya sistem yang dominan adalah sistem persewaan kamar dimana pemilik rumah menetap di tempat.
Namun belakangan, sebagaimana
penjelasan dari informan, sistem sewa rumah semakin dominan. Ini berkaitan dengan perubahan struktur pemilikan rumah dan pekarangan di Desa Babakan. Mengapa dan bagairnana ha1 ini terjadi akan dijelaskan pada bagian strategi adaptasi.
-
Penduduk yang semakin bertambah, baik dari kalangan mahasiswa maupun non mahasiswa dengan sendirinya meningkatkan kepadatan penduduk, yang berarti juga meningkat tekanan lahan dan nilai ekonomi tanah. Komunitas lokal tidak memiliki kekuatan menolak tekanan itu, baik karena perbedaan pandangan secara internal terhadap peluang itu maupun karena anggapan bahwa kehadiran IPB merupakan kebijakan pemerintah yang harus didukung. Pihak pemerintah desa memainkan peranan penting dalam membentuk pandangan ini, melalui pengarahan-pengarahan yang menonjolkan segi-segi keuntungan ketimbang segi-segi yang kurang menguntungkan bagi masyarakat atas kehadiran IPB. Pengkondisian berlangsung melalui jalur-jalur birokrasi desa, yaitu Kepala Dusun, Ketua RW sampai Ketua RT. Sesuatu yang tampaknya merupakan jebakan adalah bahwa konsentrasi penduduk yang tinggi telah menarik animo investasi yang luar biasa dari luar komunitas desa, sehingga terbentuk persaingan ekonomi yang keras di Babakan. Fokusnya adalah memanfaatkan potensi pasar kamar tempat tinggal (kos) dan konsumsi mahasiswa.
Penerimaan Mahasiswa Bulanan Penerimaan bulanan dapat didekati dengan dua cara, yaitu penerimaan bulan lalu dan penerimaan bulanan terkecil dan terbesar tahun lalu. Berdasar data 21 orang inforrnan mahasiswa diperoleh gambaran seperti termuat pada Tabel 8 berikut ini. Pertama, rata-rata penerimaan mahasiswa bulan lalu sebesar 528 ribu rupiah. Penerimaan mahasiswa D3IS1 lebih kecil dibanding mahasiswa S2, yaitu 493 ribu dan 737 ribu rupiah. Pengeluaran mahasiswa S3 diperkirakan lebih besar lagi.
Tabel 8. Biaya dan Penerimaan Rata-rata Mahasiswa IPB Di Desa Babakan Strata
No
Rataan
D31S 1
S2
Biaya dan Penerimaan Mahasiswa
(rib RP)
(ribu Rp)
(ribu Rp)
1
Penerimaan Biaya Hidup Bulan Lalu
493
737
528
2
Penerimaan Biaya Hidup Tertinggi tahun 656
1 333
752
316
783
382
lalu
3
Penerimaan Biaya Hidup Terendah tahun lalu
Sumber : Data Primer, 2005
Perbedaan jumlah
penerimaan tersebut dapat dipahami karena
mahasiswa S2 atau S3 kebanyakan telah bekerja, menerima beasiswa lebih besar, atau standar hidup yang lebih tinggi dibanding DiplomdS1.
Kedua, penerimaan bulanan terkecil dan terbesar setahun terakhir. Karena penerimaan mahasiswa tergantung pada perkembangan kebutuhan mahasiswa atau kemampuan orang tua maka penerimaan mahasiswa kemungkinan tidak stabil sepanjang tahun. Berdasarkan hasil angket terhadap kasus 21 orang mahasiswa, diperoleh gambaran sebagai berikut : (1) Mahasiswa DiplomaIS1 memperoleh rata-rata penerimaan terkecil sebesar 316 ribu rupiah dan rata-rata terbesar 656 ribu rupiah.
Sedangkan mahasiswa S2 rata-rata
terkecil 1,016 juta rupiah dan rata-rata terbesar 1,1 juta rupiah.
Secara
perorangan, ada juga kasus mahasiswa DiplomdSl hanya memperoleh uang kiriman sebesar 150 ribu rupiah dalam satu bulan di tahun lalu.
Secara
gabungan penerimaan rata-rata terkecil 416 ribu rupiah dan rata-rata terbesar 719 ribu rupiah. Angka ini jauh di atas perkiraan PPW-LPM IPB tahun 2002 sebesar 200 ribu rupiah perbulan, di luar SPP. Jikalau diasumsikan bahwa hampir semua mahasiswa berasal dari luar daerah dan jumlah mahasiswa yang menetap sebanyak 10 ribu jiwa, maka uang yang masuk ke Desa Babakan antara 3.82 milyar sampai 7.52 milyar atau rata-
rata 5.28 milyar per bulan (63.37 milyar per tahun). Angka ini belum termasuk penerimaan mahasiswa yang dialokasikan untuk membayar sewa rumah, yang diperkirakan berjumlah Rp. 13 Milyar pertahun. Gambaran spesifik mengenai ha1 ini akan dijelaskan kemudian. Uang kuliah sendiri termasuk dalam penerimaan mahasiswa, tetapi karena dibayarkan langsung ke IPB maka ha1 itu dianggap tidak berdampak langsung terhadap masyarakat Babakan.
Permintaan Kebutuhan Harian
Pengeluaran mahasiswa akan kebutuhan sehari-sehari merupakan sumber pendapatan penting masyarakat Desa Babakan. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok, yaitu pangan, keperluan pribadi non pangan, keperluan pendidikan, tabungan, dar! lainnya (Tabel 9)>
Tabel 9. Struktur Pengeluaran Rata-rata Mahasiswa IPB Di Desa Babakan
(Rp.IOOO/bln) Strata Rataan
S2
D31S1
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
250
54
387
59
270
55
Keperluan Pribadi
56
12
103
16
63.095
13
Biaya pendidikan rutin
58
12
63
10
58.571
12
Tabungan
45
10
33
5
43.095
9
Lainnya
55
12
67
10
56.429
11
464
100
653
100
490.952
100
Komponen Pengeluaran Biaya makan
Sumber : Data Primer, 2005 (informan 21 orang)
Berdasar Tabel 9, struktur pengeluaran bulanan mahasiswa dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, biaya makanan mahasiswa rata-rata 270 ribu rupiah per bulan atau rata-rata 9 ribu rupiah perhari. Dengan standar tiga kali
makan sehari maka sekali makan mahasiswa mengeluarkan uang rata-rata tiga ribu rupiah. Komponen ini mencakup 55 persen dari total pengeluaran bulanan mahasiswa. Kedua, biaya keperluan pribadi di luar makan seperti membeli sabun, pembersih, kosmetik, pakaian, dan lain-lain rata-rata 63 ribu rupiah per bulan atau 13 persen dari total pengeluaran bulanan. Ketiga, biaya pendidikan seperti membeli buku, foto copy, alat dan bahan laboratorium, dan lain-lain dengan jumlah rata-rata 58.5 ribu rupiah per bulan atau 12 persen dari total pengeluaran bulanan. Lainnya, seperti ongkos angkot, dan jalan-jalan sebesar 56 ribu rupiah perbulan atau 11 persen dari total pengeluaran bulanan. Sisanya adalah tabungan, sebesar kurang dari 10 persen total pengeluaran.
Tabel 10. Struktur Pengeluaran Seluruh Mahasiswa di Desa Babakan Pertahun No
Mata Pengeluaran
1
Biaya Makan
2
Keperluan Pribadi
3
Biaya Pendidikan Rutin Tabungan Lainnya
4 5
Jenis-Jenis PerkiraanPengeluaran Kesempatan Berusaha (Milyar Rupiah) Rumah makan, warung kedai sayur 30.03 mayur, kedai kelontongan Minimarket, warung kelontongan, salon, 6.77 dl1 Jasa foto copy, internet, computer, 6.93 stasionary, dl1 Perbankan 5.37 Angkot, play station, fitness, kolam 6.57 renang, hotel, dl1 55.67 -
Jumlah Sumber : Data Primer, 2005
-
Dari struktur pengeluaran di atas dapat diperkirakan peluang usaha dan kesempatan kerja apa saja yang terbuka bagi komunitas Desa Babakan. Tabel 10 di atas
menggambarkan struktur pengeluaran mahasiswa beserta
kesempatan kerja dan peluang berusaha yang terbuka di Desa Babakan. Usaha yang lebih prospektif adalah usaha rumah makan, disusul usaha jasa foto copy,
internet dan computer, kemudian disusul dengan usaha dibidang keperluan pribadi seperti mini market, warung kelontongan, salon dan sebagainya. Usaha Rumah Makan, Warung, dan Kedai Kelontongan
Dalam
memenuhi
kebutuhan
pangan,
kebanyakan
mahasiswa
memperolehnya dengan membeli rnasakan matang di warung atau rurnah makan yang tersedia di sekitar mereka. Tidak diperoleh angka rnutakhir rnengenai jumlah usaha yang bergerak di bidang pengolahan makanan ini, namun berdasarkan monografi Desa Babakan Tahun 2003 jumlah warung yang ada di Desa Babakan sebanyak 318 buah. Jika 8 dari 10 rnahasiswa terrnasuk dalarn kelompok pernbeli rnakanan dan bukan masak sendiri, maka setiap warung memenuhi kebutuhan sekitar 25 orang mahasiswa.
Jika belanja makanan
sebesar 9 ribu rupiah perhari rnaka ornset usaha setiap warunglrumah rnakan sebesar 225 ribu perbulan. Usaha warung makanan di Darrnaga cenderung rnakin beragam. Selain warung klasik yang telah lama dikenal, seperti warung Sunda, warung Tegal dan rumah makan Padang, belakangan juga rnuncul rurnah makan khas lainnya, rumah makan Makassar, Melayu dan Madura yang mencerminkan kemajemukan selera mahasiswa. Tidak hanya itu, rurnah rnakan cepat saji dengan manajemen francise juga mulai muncul di Jalan Babakan Raya tahun 2005. Sebagian kebutuhan makanan mahasiswa diperoleh dari toko atau kios, seperti mie instant, roti, dan makan kering lainnya.
Berdasar rnonografi Desa
Babakan diperoleh gambaran bahwa jumlah toko dan kios masing-masing 75 dan 21 buah. Toko dalam ha1 ini tampaknya diartikan sebagai usaha yang mengambil tempat di ruangan permanen dengan ukuran yang relatif besar dan jenis barang yang dijual lebih komplit atau lebih khusus. Ada pun kios adalah
usaha yang mengambil tempat di dalam ruangan yang non permanen, dengan ukuran kecil dan jenis barang yang dijual terbatas atau kurang terspesialisasi. Tampaknya modal toko lebih dari pada modal kios. Sebuah kecenderungan tampak bahwa jumlah toko-toko besar semakin bertambah. Sepanjang jalan Babakan Tengah sampai Jalan Babakan Raya dewasa ini terdapat tiga toko grosir besar dan enam buah minimarket dalam berbagai ukuran. Dari keseluruhan itu hanya satu toko grosir saja yang merupakan usaha milik pribumi. Pribumi lebih banyak memiliki usaha kios berukuran kecil dan cenderung bertempat dalam pemukiman (bukan di tepi jalan). Pangsa pasar makanan didominasi oleh penduduk pendatang baik yang bertempat tinggal sementara di Desa Babakan maupun yang bertempat tinggal di desa-desa sekitar. Warga komunitas Desa Babakan juga terlibat dalam usaha warung makanan, tetapi cenderung tidak mampu bersaing dengan pendatang yang berusaha di bidang serupa.
Sebagai contoh, hampir semua pengusaha
yang membuka warung makan di pusat jajanan sepanjang jalan Babakan Raya adalah pendatang. Usaha Jasa Pendukung Pendidikan
Usaha Jasa Foto copy Jasa foto copy merupakan jenis usaha yang tumbuh menjamur di Desa Babakan. Ketika penelitian berlangsung jumlah usaha jasa foto copy di Babakan mencapai 25 buah, dengan berbagi ukuran. Usaha ini melayani kebutuhan mahasiswa, akan penggandaan naskah-naskah, baik materi dan catatan kuliah, maupun faporan-laporan atau karya tugas akhir. Persaingan yang ketat antar pengusaha menguntungkan bagi mahasiswa karena dapat memperoleh harga jasa foto copy lebih murah dan bahkan paling murah di Kota Bogor.
Usaha jasa foto copy di Darmaga umum dirintis oleh para pengusaha yang sebelumnya telah membuka usaha di kampus lama. Setelah hampir semua kegiatan perkuliahan pindah ke Darmaga, mereka merelokasi sebagian atau semua usaha mereka ke Darmaga. Selain memerlukan modal relatif lebih besar, usaha jasa foto copy juga memerlukan keahlian khusus, yaitu teknik perbaikan ringan mesin foto copy dan teknik pengkopian yang cepat dan cermat. Teknik perbaikan ringan foto copy sangat diperlukan karena penyerahan perbaikan mesin kepada montir mahal dan tidak taktis. Usaha Warung Telepon
Jasa warung telepon merupakan jenis usaha yang pernah meledak di Darmaga. Dewasa ini popularitas jasa wartel telah jauh menurun oleh karena pemakaian telepon seluler telah meluas di kalangan mahasiswa. Di samping itu kebanyakan rumah kos juga memiliki telepon, sehingga mahasiswa tidak perlu lagi ke luar rumah untuk melakukan percakapan. Pemilik jasa wartel merupakan gabungan antar pendatang dan pribumi. Pada awalnya jasa wartel banyak yang diusahakan para investor dari luar, namun belakangan pengusaha yang tersisa umumnya hanya pribumi, yaitu pemilik rumah kos.
Kemudahan mengubah
telepon rumah menjadi telepon argo memudahkan para pemilik rumah kos dapat mendirikan usaha wartel.
Usaha Jasa Teknologi lnformasi
Sekurang-kurangnya sejak tahun 1990-an, sivitas akademika IPB telah mengadopsi tekologi informasi ke dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Adopsi teknologi memunculkan berbagai kebutuhan dan permintaan, mulai dari pengadaan piranti keras dan lunak computer sampai rental computer dan internet. Mahasiswa yang datang dari kalangan mampu sebagian memilih
membeli sendiri piranti-piranti tersebut, sebaliknya bagi mahasiswa dari kalangan kurang marnpu cukup menyewa di rental-rental yang tersedia.
Tidak diketahui
berapa bagian dari rnahasiswa yang memiliki piranti computer sendiri, yang pasti adalah tingkat pemilikan mahasiswa akan piranti computer semakin tinggi. Perkembangan teknologi dan mobilitas fisik mahasiswa yang sangat tinggi memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk rnemiliki computer sendiri dengan harga murah, dengan berbagai kapasitas. Pasar jasa industri informasi di Darmaga sangat dinamis. Dewasa ini rental computer yang beroperasi di Desa Babakan diperkirakan tidak kurang dari 100 buah. Rental tersebut banyak yang mengambil tempat di sepanjang Jalan
Raya Darmaga, Babakan Raya, Babakan Tengah, sampai Babakan Lebak, tetapi tak sedikit yang rnengambil tempat di tengah-tengah pemukiman. Dalam jumlah yang lebih sedikit, dan biasanya sekaligus juga sebagai rental computer, rental internet umumnya berada di tepi jalan utama Desa Babakan.
Jumlah rental
internet cenderung bertambah setiap tahun. Harga sewa komputer dan internet di lingkar kampus relatif lebih murah ketimbang rental di tempat lain. Di Desa Babakan sewa computer rata-rata 800 rupiah perjam sedangkan rental internet dua ribu rupiah. Usaha reparasi komputer tumbuh mengikuti penguatan tingkat pemilikan dan pemakaian computer di kalangan mahasiswa. Dewasa ini terdapat tidak kurang dari lima buah toko dan sekaligus usaha reparasi computer di Desa Babakan. Apa yang penting dicatat dari pasar industri inforrnasi adalah, usaha ini hampir seluruhnya dimainkan oleh pemodal dari luar, baik pengusaha professional maupun mahasiswa. Warga pribumi Babakan sendiri praktis tidak terlibat dalam sistem itu.
Usaha Perbankan
Jasa perbankan merupakan salah satu kebutuhan bagi kegiatan mahasiswa baik dalam berhubungan dengan keluarga di daerah asal maupun dalam penyelenggaraan pendidikan di IPB. Dewasa ini urusan administrasi keuangan pendidikan mahasiswa telah dilakukan dengan perbankan. Jasa perbankan telah melakukan kerjasama dengan pihak IPB, misalnya dalam penyetoran SPP, registrasi ulang, dan lain-lain. Hal ini diwujudakan dengan adanya kartu mahasiswa yang sekaligus menjadi ATM. Setelah BNI merintis pembukaan kantor cabang di IPB, bank-bank lainnya juga turut membuka kantor cabangnya di Kampus IPB Darmaga, seperti BRI, Bank Syari'ah Mandiri, dan Bank Muamalat. Keempat Bank tersebut mengembangkan usahanya di sekitar kampus Darmaga dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi terhadap nasabahnya masingmasing. Sektor ini jelas bukan peluang usaha bagi penduduk lokal. Jasa keuangan yang berkembang di tengah komunitas lokal kebanyakan adalah pasar keuangan informal seperti kredit rentenir, koperasi tanpa ijin.
AIat Tulis dan Toko Buku Buku tulis dan alat-alat tulis termasuk kategori "sembakon bagi mahasiswa. Permintaan akan ha1 ini menyediakan peluang membuka usaha
stafionary. Faktanya, selain dua toko khusus stasionary, hampir semua toko, kios atau warung kelontongan yang ada di Desa Babakan menjual buku dan alatalat
tulis.
Ada kalanya usaha jasa foto copy juga menjual barang-barang
serupa. Dengan kata lain, struktur pasar buku tulis dan alat-alat tulis sangat terbuka, melibatkan pengusaha pribumi dan pedatang.
Berkenaan dengan kebutuhan mahasiswa akan buku-buku pelajaran, sebagian besar diperoleh dengan cara memfoto copy.
Keadaan ini tidak
menggairahkan usaha perdagangan buku di lingkar kampus.
Berdasarkan
pengamatan, usaha perdagangan buku lebih marak terjadi di dalam kampus, yaitu gerai Lembaga Sumberdaya lnformasi (LSI), beberapa buah toko buku di Pujasera Fakultas Teknologi Pertanian, koperasi mahasiswa dan alumni di beberapa fakultas, dan pedagang kaki lima di pintu samping menuju Jalan Babakan.
Menurut penuturan para pedagang, pangsa pasar buku bekas jauh
lebih besar ketimbang buku-buku baru. Di luar kampus, di Desa Babakan, terdapat dua buah toko buku, tetapi dari pengamatan tampak bahwa buku-buku yang dijual kebanyakan bukan bukubuku teks pelajaran melainkan buku-buku bertema keagamaan, politik, dan kebudayaan. Toko buku tersebut merupakan usaha dari Al Arnin Group, sebuah kelompok usaha pendatang yang memiliki aneka ragam usaha di Desa Babakan. Toko buku tampaknya kalah bersaing dengan usaha jasa foto copy, yang menyediakan buku "bajakan" dengan harga yang sama atau bahkan lebih murah dibanding buku asli.
Tanpa bermaksud membicarakan politik dan ekonomi
perbukuan, tradisi sivitas akademika memakai buku hasil foto copy, merupakan ancaman yang nyata bagi usaha pelaku-pelaku pengadaan buku, seperti penulis, penerbit, dan pedagang buku. Fakta bahwa usaha perdagangan buku relatif sangat lesu di Lingkar Kampus merupakan cerrnin dari bahaya bajak membajak terhadap kegairahan usaha perbukuan. Usaha Angkot
Sektor angkutan kota turnbuh sebagai bidang usaha yang berpeluang dirnasuki warga Babakan. Sektor ini bahkan telah lebih dahulu berkembang
sebelum IPB secara keseluruhan berpindah ke Darmaga. Kampus ganda lebih menguntungkan bagi sektor angkutan kota, karena mobilitas mahasiswa lebih tinggi. Bagi pelaku sektor transportasi jalur Kampus Darmaga, ada beberapa perubahan yang kurang menguntungkan bagi mereka. Perfama, kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor memindahkan terminal utama kota dari Merdeka ke Bubulak dan Laladon, memperpendek panjang lintasan angkutan kota jalur Kampus Dalam.
Jalur Kampus Dalam yang
sebelumnya melintasi pemukiman padat mendekati pusat kota Bogor hilang dan menyisakan lintasan yang relatif lebih jarang penduduknya. Semakin panjang jalur angkutan semakin besar peluang mereka mendapatkan penumpang yang naik turun di tengah jalan.
Jalur terlalu pendek memaksa para sopir harus
menerima "aturan" bayar separuh pada jalur pendek. Jika dalam kota bayar separuh tidak berlaku lagi, bagi jalur Kampus Dalam tetap berlaku. Misalnya, jalur dalam Rp. 500.
Di dalam kota, betapa pun pendeknya jalur, setiap
penumpang harus tetap membayar dalam jumlah yang sama. Kampus Dalam belum memiliki jalur sendiri. Jalur Kampus Dalam tetap menginduk ke Jalur Ciampea. Untuk menegaskan jalur Kampus Dalam sebagai jalur khusus, para pemilik angkutan kota lalu memasang lampu line sendiri, sehingga mudah dilihat calon penumpang. Subordinasi jalur Ciampea atas jalur Kampus Dalam membuat jalur masyarakat angkutan kota dari Babakan tidak dapat mengontrol jumlah angkutan kota yang masuk ke jalur Kampus Dalam. Menurut seorang informan, dewasa ini jumlah angkot yang resmi melayani Kampus Dalam berjumlah tidak kurang 120 buah atau meningkat kira-kira empat kali lebih banyak ketimbang tahun 1999.
Kedua, kebijakan IPB menyediakan angkutan dinas bagi sivitas akademika.
Kebijakan ini
berlaku
pada
kepemimpinan Rektor Aman
-
Wiratakusuma guna memperlancar peralihan kegiatan mahasiswa dan pegawai dari kampus dalam kota ke Darmaga. Jumlah angkutan dinas ini terus bertambah, dengan daya angkut yang terus membesar. Ketiga, kebijakan IPB memindahkan kampus IPB dari pusat kota ke Darmaga menurunkan tingkat mobilitas mahasiswa. Sebelumnya, kampus IPB terbagi antar Darmaga dan kampus dalam kota, mobilitas harian mahasiswa lebih tinggi karena terdapat mahasiswa yang berkampus ganda; beberapa mata kuliah diselenggarakan di kampus yang berbeda. Keempat, kenaikan sewa rumah kos di Desa Babakan akibat daya tampung yang terbatas, mengakibatkan sebagian mahasiswa memilih tempat tinggal di daerah alternatif,
di luar jalur angkutan Kampus Dalam, seperti
Cibanteng, Benteng, dan Ciampea. Dengan demikian ketika jumlah angkot terus bertambah, penumpang pelanggan Angkot Kampus Dalam relatif bertambah.
tidak
Kelima, lintasan Kampus Dalam terus mengalami kemacetan.
Dalam keadaan tanpa kemacetan, bensin yang diperlukan dalam satu rit kurang dari satu liter, dalam keadaan macet satu rit diperlukan bensin sampai dua liter. Perubahan-perubahan di atas berdampak pada marginalisasi usaha angkot.
Ketika penelitian dilaksanakan, para pengusaha dan sopir angkot
sedang mengalami tekanan ekonomi amat berat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut seorang informan, semua pengusaha dan sopir Angkot rnengeluhkan penurunan pendapatan mereka. Secara ekonomis, usaha angkot semakin tidak layak, meskipun persyaratan untuk mendapatkan angkot baru jauh lebih ringan. Sekarang banyak perusahaan yang menyediakan leasing angkot baru dengan DP cuma 3 juta rupiah dengan kredit Rp. 2.7 juta per bulan. Dengan intensitas pemakaian 25 hari sebulan, maka pengusaha angkot harus menyisihkan uang sebesar 110 ribu rupiah setiap hari. Padahal setoran angkot
baru jalur Kampus Dalarn paling tinggi 90 ribu rupiah. Ini berarti pengusaha harus menombok sebesar Rp. 20 ribu per hari atau 500 ribu rupiah per bulan. Belum lagi memperkirakan biaya perawatan yang menjadi tanggungan pengusaha, usaha angkutan jalur Kampus Dalam semakin marginal. Pengusaha yang bertahan pada akhirnya hanya yang memiliki beberapa buah angkot lama. Usaha Angkot jalur Kampus Dalam juga sangat tergantung pada kalender akademik IPB (Tabel 11). Dalam setahun terdapat waktu-waktu dirnana usaha angkot defisit dan surplus. Penumpang sepi sama-sama berpengaruh pada pengusaha dan sopir. Telah menjadi semacam konsensus bahwa pada musim sepi, setoran angkot turun secara konsensual. Sedangkan musim penumpang melimpah hanya berpengaruh pada sopir.
Peningkatan pendapatan harian tidak mengubah
jumlah setoran. Tabel 11. Dinamika Jumlah Penumpang Angkot Di Desa Babakan Penumpang Melimpah Penumpang Sepi Lama Waktu Peristiwa Lama WaMu Peristiwa 9 hari (tiga kali) Liburan Panjang Alih Dua bulan (Juli Wisuda Tahun sampai Agustus) Liburan Tengah Dua minggu Awal dan Akhir Dua Minggu Semester Liburan Panjang Awal dan Akhir Satu minggu Ujian Tengah Dua rninggu Liburan alih Semester (dua kali) semester Dies Natalis Satu rninggu Minggu tenang dan Enam minggu Ujian Akhir Semester (dua kali) Tidak tentu Liburan Lebaran dan Satu sampai dua Kegiatan-kegiatan rninggu (tidak tentu) Tahun Baru mahasiswa Sumber : Wawancara dengan beberapa orang pengusaha dan sopir angkot. Usaha Jasa Olah Raga dan Hiburan Jasa hiburan yang tampak berkembang di Desa Babakan adalah Play
Station, hotel, kolam renang, dan fitness. Diantara jasa hiburan permainan Play Station
rnerupakan hiburan yang banyak digemari mahasiswa. Hiburan ini
terutama digemari mahasiswa pada malam hingga pagi hari, tetapi tak jarang juga yang bermain pada siang hari.
Sewa Play Station rata-rata empat ribu
rupiah per jam, suatu angka yang jauh lebih tinggi ketimbang sewa computer yang hanya 800 rupiah atau internet yang hanya dua ribu rupiah per jam. Tak mengherankan jika jumlah usaha Play Station yang ada di Desa Babakan dewasa ini tidak kurang dari 80 tempat. Tak heran pula jika fasilitas bermain ini tampak lebih mewah ketimbang usaha rental komputer atau rental internet. Usaha jasa hiburan lain yang berkembang di sekitar Desa Babakan adalah musik. Kegairahan bermain musik di kalangan mahasiswa tahun-tahun terakhir mendorong studio musik bertumbuhan. Dewasa ini terdapat paling kurang tiga buah studio musik di Desa Babakan. Menurut penjelasan informan sewa studio musik tidak kurang dari 15 ribu rupiah untuk setiap jam. Jasa hiburan lain yang penting adalah jasa akomodasi perhotelan. Hotel pada awalnya diperuntukkan bagi konsumen yang ingin beristirahat di sekitar Dramaga. Namun, belakangan ini jasa hotel banyak dimanfaatkan mahasiswa, terutama setelah hotel membuka kolam renang dan hiburan malam (diskotik). Jasa hotel ini juga sering dimanfaatkan oleh keluarga mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Biasanya jasa hotel ini mulai ramai di datangi oleh keluarga mahasiswa pada saat acara wisuda. Tidak itu saja, dalam bidang olah raga, tampak berkembang pula
beberapa jasa yang memberikan pelayanan kepada mahasiswa, diantaranya adalah fitness, kolam renang.
Kedua jenis olah raga tersebut memberikan
banyak masukan terhadap pengelolanya, karena terlihat bahwa mahasiswa antusias mengikutinya. Sayangnya, diantara jenis hiburan tersebut yang kini terus mengalami perkembangan kurang memberi peningkatan pendapatan terhadap penduduk
Dengan
penduduk yang menempati desa Babakan hanya penduduk pribumi.
kata lain, lebaran merupakan peristiwa yang tepat menyaksikan seberapa besar proporsi penduduk asli komunitas Babakan. Adapun ujian-ujian berhubungan dengan kesibukan mahasiswa sehingga tampaknya selera makan mereka turut menurun atau lebih memilih makanan instant ketimbang mendatangi rumahrumah makan. Tetapi bagi pengusaha jasa foto copy, musim ujian adalah musim panen,
karena
banyak
mahasiswa
terutama
yang
maias
mencatat
membelanjakan uangnya untuk memfoto copy catatan, contoh soal atau bahan bacaan sebelum mengikuti ujian.
I
1
Gambar 4. llustrasi Kaiender Musim Konsumsi Mahasiswa IPB akan Barang dan Jasa
/
Jan
/
Feb
I
Maret
j
Ppril
1
Me!
/
Jun!
/
Jut
1
Nust
/
Sapt
I
Oki
/
Nop
/
h
/
Kakncler Akademik Pangan
Fotocopydan ATK
Rental InKom
UHiburan
Angkutan Kota
Tingkat konsumsi mahasiswa meningkat pada waktu-waktu awal bulan, awal akhir liburan sampai awal semester, dan bulan puasa. Tingkat konsumsi mahasiswa pada awal semester meningkat mungkin karena mereka memiliki persediaan uang lebih dari biasanya. Tetapi peningkatan konsumsi yang paling
ekstrim justru terjadi pada bulan puasa. Menurut penjelasan para informan yang terdiri dari para pengusaha warung makan penjualan mereka dapat meningkat sampai dua kali lipat dari hari-hari biasa. Tingkat penjualan yang meningkat juga berlaku pada agenda-agenda lain seperti acara Wisuda, Dies Natalis tetapi tidak melebihi bulan puasa. Dengan demikian dapat dilihat bahwa dinarnika usaha di Desa Babakan sangat berbeda dengan dinamika yang terjadi di tempat-tempat lain pada umumnya, seperti di pasar-pasar atau pemukiman penduduk yang terdiri dari rumahtangga keluarga. Satu-satunya usaha yang relatif tidak terpengaruh oleh kalender akademiki IPB adalah rurnah persewaan. Sebab utarna karena sewa rumah pada umumnya berlaku satu tahun. Bagi para produsen, di rnana Orang Babakan kebanyakan berperan, keadaan Ini merupakan tantangan tersendiri, bagairnana strategi mereka agar bisa bertahan dalarn musirn-musim paceklik atau sebaliknya bagairnana bisa memperoleh manfaat pada musim-musim permintaan meningkat.
lkhtisar
Sebelum Indonesia rnerdeka, Desa Babakan rnerupakan
areal
perkebunan yang dikelola oleh kuasa usaha (Orderneming). Masyarakat desa tersebut rnerupakan buruh perkebunan yang oleh Onderneming diberikan tanah 500 meter diluar area perkebunan
untuk dibangun rurnah, berkebun dan
beternak. Setelah masa ondernerning berakhir, tanah garapan tersebut beralih menjadi tanah milik. Para pemilik tanah garapan inilah cikal bakal penduduk Desa Babakan. Sebagaimana desa pada umumnya, fasilitas sosial dan ekonorni Desa ini adalah kelas tradisional pedesaan hingga kehadiran IPB.
Seiring dengan masuknya Kampus IPB Darmaga, terjadi perubahan penting pada desa-desa diwilayah lingkar kampus terutama Desa Babakan. Peluang-peluang usaha dan bekerja yang mengiringi kehadirannya mendorong adanya urbanisasi.
Kehadiran mahasiswa yang tidak lagi tertampung oleh
kapasitas asrama mahasiswa yang terbatas telah menjadi pasar yang menarik bagi usaha pemondokan, angkutan
serta usaha jasa penunjang lainnya.
Bersaman dengan itu semakin besar pula kegiatan pembangunan rumah, jalan, pertokoan dan lain-lain. Fasilitas sosial telah berangsur-angsur bergeser dari kelas "desa" menjadi fasilitas "kotan. lnteraksi sosial dari yang homogen telah berubah menjadi heterogen. Efek atau akibat langsung kehadiran IPB bagi warga Desa Babakan adalah tersedianya kesempatan kerja bagi penduduk. Walau kesempatan kerja yang tersedia terbatas pada level (eselon) rendah, posisi tersebut tetap menjadi impian warga untuk mendapatkannya. Kehadiran IPB secara langsung juga memberikan kesernpatan bagi putra-putri warga Desa untuk mengenyam pendidikan di lingkungan IPB (TK, SD, SMP, SMU dan IPB). Kesempatan juga tersedia sebagai pemasok (penyalur) kebutuhan IPB dalam pembangunan gedung-gedung yang senantiasa berkembang.
Beberapa putra-putri Desa
Babakan berhasil memasuki pendidikan yang dikelola IPB, bahkan satu diantaranya telah berhasil lulus dari strata satu IPB. Terbatasnya kesempatan
warga desa Babakan menjadi pegawai tinggi, siswa maupun mahasiswa, serta supplier terbentur pada sistem rekruitmen pegawai ,seleksi siswa (mahasiswa), dan kompetensi supplier yang diterapkan IPB lebih rasional dan impersonal, sehingga yang terjadi adalah kompetisi dan hasilnya yang terbaiklah yang jadi pemenang.
Masuknya mahasiswa sebagai penduduk baru telah membawa pengaruh besar pada perekonomian desa Babakan. Untuk ukuran desa perputaran uang sebesar Rp.13 milyar per tahun untuk sewa pondokanlindekos dan Rp.63 milyar per tahun untuk pengeluaran konsumsi mahasiswa adalah suatu jumlah yang sangat besar. Perputaran uang sebesar ini telah menjadi daya tarik yang kuat untuk masuknya pemodal besar dari luar desa.
Kehadiran pemodal besar
dengan segala perangkat teknologi dan manajemen yang lebih canggih menjadi ancaman bagi warga desa dalam peran sosial mereka. Banyak diantara warga telah tersingkir dari wilayahnya karena kalah bersaing dengan pendatang. Kekalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) keterbatasan pendidikan,
(2)
keterbatasan
modal,
teknologi
dan
manajemen,
(3)
ketidakmampuan mengimbangi daya juang pendatang, (4) tanggung jawab sosial, yang juga berarti pengorbanan (waktu dan uang) yang lebih dibandingkan pendatang. Karena para pribumi lebih terikat pada hubungan primordial beserta seremonial yang menyertainya dibandingkan pendatang.