PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN1) Oleh: Agus Sofyan2) dan Syaiful Islam2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan multi. Pembangunan jenis tanaman hutan ini masih memerlukan teknikteknik silvikultur, baik di lapangan maupun di persemaian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui umur semai terbaik bagi bibit suren di persemaian. Penelitian ini dilakukan di persemaian Balai Penelitian Hutan Tanaman (BP2HT) Palembang, Sumatera Selatan. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap, yang terdiri dari perlakuan 7 umur semai, dengan 3 kali ulangan dan 30 unit sample. Parameter yang diukur adalah persen hidup dan pertumbuhan diameter batang dan pertambahan tinggi pada 3 bulan setelah penyapihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur semai tidak berbeda nyata terhadap persen hidup, pertambahan tinggi, dan jumlah daun. Namun demikian, umur semai memperlihatkan perbedaan nyata bagi pertumbuhan diameter tanaman. Kata kunci: Umur semai, suren, Toona sureni Merr I.
PENDAHULUAN
Suren (Toona sureni Merr) merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan kayunya dapat digunakan untuk papan dan bahan bangunan perumahan, peti, venire, alat musik, kayu lapis, dan mebel (Sulistyo, 1998). Sementara Susiarti (1996) menyatakan bahwa bagian tanaman suren khususnya kulit kayu dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional seperti tonik, obat diare, dan anti biotik. Suren tumbuh tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia, Nepal, India, Burma, China, Thailand, Malaysia sampai ke barat Papua Nugini (Djam’an, 2000). Suren termasuk ke dalam famili Meliaceae (Heyne, 1987), tumbuh dengan cepat, tinggi mencapai 40-60 meter, tinggi bebas cabang setinggi 25 meter dengan diameter mencapai 100 cm. Menurut Martawijaya et al. (1989) kayu terasnya seringkali menimbulkan corak gambar yang indah. Saat ini suren belum banyak dibudidayakan secara luas. Namun demikian mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Suren juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi. Informasi mengenai teknik silvikultur jenis ini pada tingkat pembibitan maupun penanaman pada tingkat lapang masih sangat terbatas. Kegiatan pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan hutan tanaman di mana keberhasilan kegiatan penanaman sangat berkaitan erat dengan keberhasilan pada tingkat pembibitan di persemaian. Dalam kegiatan pembibitan, penyapihan merupakan salah satu tahapan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena 1
Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006 2 Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 kondisi semai yang masih sangat kecil dan lemah (Sulistyo, 1998). Sehubungan dengan keberhasilan pertumbuhan semai, Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan semai adalah kemampuan semai dalam memproduksi akar. Selanjutnya dikatakan pula bahwa walaupun kondisi tempat tumbuh seperti suhu tanah dan ketersediaan air dalam tanah atau media cukup memadai namun semai akan hidup secara optimal jika semai mempunyai kemampuan fisiologis yang baik dalam memproduksi akar baru. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada saat atau periode di mana semai secara fisiologis berada dalam kondisi yang siap untuk disapih serta memproduksi akar baru. Mengingat bahwa setiap jenis tanaman hutan mempunyai ukuran serta waktu (umur semai) yang berbeda dalam penyapihan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pada tingkat pembibitan perlu dilakukan penelitian yang menyangkut umur semai yang tepat saat penyapihan sehingga diperoleh pertumbuhan bibit yang optimal pada masing-masing jenis yang akan dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui umur semai yang paling tepat untuk disapih guna diperoleh pertumbuhan bibit yang optimal pada tingkat persemaian. II.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2005, berlokasi di persemaian Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Barat, Palembang. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih suren (T. sureni), media kecambah (pasir yang sudah disterilkan), media sapih (topsoil dan pupuk kandang = 1:1), bak tabur ukuran 25 x 40 cm, polybag ukuran 10 x 15 cm, kayu sento, papan, atap rumbia, plastik transparan, dan label plastik. Alat-alat yang dipergunakan adalah hand sprayer untuk penyiraman, knapsack sprayer, cangkul, penggaris, kaliper, gembor, gergaji, dan alat tulis. C. Metode 1.
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (randomize complete design) yang terdiri dari tujuh perlakuan umur semai dengan tiga ulangan. Setiap perlakuan terdiri dari 30 satuan pengamatan. Perlakuan umur semai (U) adalah : U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7
196
= = = = = = =
Penyapihan pada semai umur 4 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 8 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 12 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 16 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 20 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 24 hari setelah berkecambah Penyapihan pada semai umur 28 hari setelah berkecambah
Pengaruh Umur Semai terhadap ... (Agus Sofyan dan Syaiful Islam)
2.
Peubah yang Diukur dan Analisis Data Peubah yang diukur adalah persen hidup bibit, pertambahan tinggi bibit (dihitung dari selisih tinggi akhir dengan tinggi awal yaitu pada umur 1 minggu setelah penyapihan), diameter batang, dan jumlah daun pada umur 3 bulan. Data hasil pengukuran dianalisis dengan analisis keragaman (sidik ragam). Apabila hasil analisis keragaman menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut (uji beda nyata terkecil) untuk mengetahui perlakuanperlakuan yang berbeda. Untuk memperoleh homogenitas, data persen hidup bibit ditransformasi ke dalam nilai arcus sinus (sin-1 P value). Model dari analisis keragaman yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + εij Keterangan : Yij μ αi εij
= = = =
Nilai pertumbuhan bibit suren pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Rata-rata pertumbuhan bibit suren Pengaruh perlakuan ke-i Galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data pada umur tiga bulan setelah penyapihan diketahui bahwa penyapihan semai suren pada berbagai umur yang diterapkan tidak memberikan respon yang nyata terhadap persen hidup, pertumbuhan tinggi serta jumlah daun, namun memberikan respon yang berbeda nyata pada pertumbuhan diameter bibit sebagaimana disajikan dalam Tabel 1. Data rata-rata pertumbuhan semai pada umur tiga bulan secara lengkap disajikan dalam Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata persen hidup bibit suren pada umur 3 bulan secara keseluruhan relatif tinggi yaitu 98,02 % dengan nilai terendah sebesar 96,67 % pada perlakuan umur semai 12 dan 24 hari dan tertinggi 98,89 % pada perlakuan umur semai 8, 16, dan 20 hari. Hasil ini memberikan gambaran bahwa semai suren dengan kisaran umur 4 hari sampai dengan 28 hari setelah berkecambah cukup baik untuk digunakan dalam pembuatan bibit dengan hasil persentase hidup yang sangat tinggi. Tabel 1. Analisis sidik ragam persen hidup, tinggi, diameter, dan jumlah daun bibit suren (T. sureni) umur 3 bulan Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Nilai F Persen hidup Umur semai 6 188,09 31,35 0,56 Galat 14 776,66 55,48 Tinggi Umur semai 6 5,10 0,85 2,66 Galat 14 4,55 0,32 Diameter Umur semai 6 0,0023 0,00038 5,95** Galat 14 0,0009 0,000064 Jumlah daun Umur semai 6 5,12 0,85 2,12 Galat 14 5,55 0,40 Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf uji 1%
197
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 Tabel 2. Rata-rata persentase hidup, pertambahan tinggi, diameter, dan jumlah daun bibit umur 3 bulan Umur semai Persen hidup Pertambahan tinggi Diameter Jumlah No (hari) (%) (cm) (cm) daun 1. 4 98,89 9,13 0,079 a 7,12 2. 8 98,89 9,08 0,083 a 6,12 3. 12 96,67 9,26 0,085 a 6,30 4. 16 98,89 10,91 0,098 ab 7,19 5. 20 98,89 11,47 0,111 b 7,15 6. 24 96,67 9,51 0,083 a 5,93 7. 28 97,78 9,78 0,084 a 6,52
Sebagaimana halnya dengan persen hidup, karakter pertumbuhan tinggi (dalam hal ini pertambahan tinggi), dan jumlah daun pada umur tiga bulan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata; namun demikian dari data yang diperoleh terlihat adanya kecenderungan di mana semai yang disapih pada umur 16 hari dan 20 hari setelah berkecambah mempunyai pertambahan yang relatif lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 10,91 cm dan 11,47 cm untuk karakter tinggi dan 7,15-7,19 helai daun untuk karakter jumlah daun. Hasil ini memberikan gambaran bahwa walaupun masing-masing semai (dengan umur berbeda) mempunyai kemampuan hidup yang relatif sama namun kemampuan adaptasi dan pertumbuhan masing-masing semai pada media baru setelah disapih ternyata relatif bervariasi, bahkan berbeda sangat nyata untuk pertumbuhan diameter sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Hasil secara umum memberikan gambaran bahwa penyapihan semai suren pada umur 16 hari dan 20 hari setelah berkecambah memberikan nilai rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi pada semua peubah atau karakter yang diamati termasuk jumlah daun, dibanding dengan perlakuan umur semai lainnya. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa semai yang disapih pada umur 16 hari dan 20 hari secara fisiologis lebih mampu beradaptasi dan memanfaatkan hara yang terdapat dalam media sapih, sehingga mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dibanding dengan semai lain yang umurnya lebih muda maupun yang lebih tua. Sehubungan dengan kemampuan tumbuh semai, Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa keberhasilan pertumbuhan semai tergantung pada tiga faktor yaitu suhu tanah, ketersediaan air, dan kemampuan semai dalam memproduksi akar. Selanjutnya dikatakan pula bahwa walaupun kondisi tempat tumbuh seperti suhu dan ketersediaan air dalam media/tanah cukup memadai, semai hanya akan hidup secara optimal jika mempunyai kemampuan fisiologis yang baik dalam memproduksi akar baru. Hal ini memberikan gambaran bahwa faktor internal semai, yaitu kesiapan fisiologis merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan pertumbuhan semai setelah penyapihan. Kesiapan dan kemampuan fisiologis semai suatu jenis untuk dapat disapih tentunya sangat dipengaruhi oleh umur semai. Semai yang masih terlalu muda biasanya mempunyai akar yang relatif lemah dan mudah rusak selama proses penyapihan yaitu mulai pengangkatan semai sampai dengan penanaman ke dalam media sapih, selain itu karena batangnya masih relatif sukulen (memiliki kandungan air yang sangat tinggi), semai akan lebih mudah stres oleh adanya proses penguapan (transpirasi) yang berasal dari seluruh bagian semai yang kemudian akan berpengaruh pada pertumbuhan semai pada periode selanjutnya, sebagai akibat dari hilangnya sebagian cairan dari seluruh bagian semai. Semai yang terlalu muda masih sangat rentan terhadap gangguan, baik gangguan internal berupa kehilangan cairan maupun kerusakan yang bersifat 198
Pengaruh Umur Semai terhadap ... (Agus Sofyan dan Syaiful Islam)
mekanis selama proses penyapihan, sedangkan semai yang relatif tua akan terkendala dalam pembuatannya. Semai yang relatif tua atau telat disapih umumnya tidak mempunyai pertumbuhan yang baik. Setelah disapih, semai biasanya mengalami stagnansi sehingga pertumbuhannya menjadi sangat lambat. Berbeda dengan kondisi semai muda dan semai tua, semai yang berumur sedang umumnya berada pada kondisi cukup ideal untuk disapih, hal ini terlihat dari hasil secara keseluruhan di mana semai yang disapih pada umur sedang (1620) hari, ternyata mempunyai nilai rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan semai yang disapih pada umur muda (4-12 hari) dan semai dengan umur relatif tua (24-28 hari). IV. KESIMPULAN 1.
2.
Umur semai memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter, namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit dan jumlah daun serta persen hidup suren pada umur 3 bulan. Pertumbuhan bibit suren terbaik diperoleh pada penyapihan semai berumur 16 hari dan 20 hari setelah benih berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA Daniel, T.W., J.A. Helm, F.S. Baker. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gajah Mada University Press. Bulaksumur. Yogjakarta. Djam’an, D.F. 2000. Suren (Toona sureni (Blume) MERR). Prinsip-prinsip Umum Penanganan Benih Tanaman Hutan Untuk Reboisasi, Penghijauan dan Hutan Rakyat. Ekspose dan Temu Lapang Hasil-hasil Penelitian Perbenihan Tanaman. Kerjasama Balai Teknologi Perbenihan Bogor dengan Balai Perbenihan Tanaman Hutan Denpasar. Denpasar 17-18 Oktober 2000. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S. A. Prawira, K. Kadir 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Sulistyo. 1998. Penyemaian Jenis Pohon Potensial untuk Lahan Kritis di Sulawesi Selatan. Bulletin Tekno DAS No. 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, BTP DAS Ujung Pandang. Susiarti, S. 1996. Paket Modul Partisipatif : Pemberdayaan Jenis Pohon dalam Sistem Wanatani. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea Bogor, Indonesia.
199