1
STUDI PENGELOLAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN PARTISIPATIF DI SKW III GUNUNG PUTRI TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO
DANIEL TUMANGGOR
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
1
2
STUDI PENGELOLAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN PARTISIPATIF DI SKW III GUNUNG PUTRI TAMAN NASIONAL CEDE PANGRANGO
DANIEL TUMANGGOR
Skripsi Sebagai salah satusyarat memperoreh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
2
3
RINGKASAN Daniel Tumanggor (E03400046). Studi Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan L.ahan Partisipatif di SKW III Gunung Putri Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, di bawah bimbingan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSCF dan Ir. Haryanto R Putro MS. Wilayah perluasan TNGP mencakup sebagian besar lahan Perhutani yang digarap masyarakat melalui progam PHBM. Kondisi tersebut dapat menimbulkan konflik antara masyarakat dengan pihak pengelola taman nasional akibat hilangnya akses masyarakat memanfaatkan lahan. Selain itu keanekaragaman tumbuhan di areal tersebut rendah yaitu didominasi jenis pinus (introduksi). Sehubungan dengan masalah tersebut, Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BTNGP) mengeluarkan kebijakan dalam progam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHLP). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan RHLP adalah terkait dengan kesejahteraan masyarakat PHBM dan tingkat pemahamannya terhadap progam tersebut. Disisi lain diperlukan pengelolaan progam RHLP yang baik untuk mencapai keberhasilan tersebut. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk mengetahui implementasi progam dan keberhasilan progam RHLP tersebut. Kajian tersebut meliputi aspek manajemen berkaitan (demplot, kelembagaan; sarana dan prasarana; pendanaan; monitoring dan evaluasi progam), aspek sosial ekonomi (kesejahteraan masyarakat, pemahaman dan respon), aspek tanaman pokok (kesesuaian ekologi jenis tanaman dan tingkat perbaikan fisik lingkungan), dan aspek teknis (pola pembagian lahan, penggunaan lahan dan penerapan sanksi). Informasi tersebut dapat berguna untuk mengetahui keberhasilan implementasi progam tersebut dan pemantapan kolaborasi di kawasan TNGP. Luas demplot yang dijadikan lokasi RHLP adalah 50 Ha, dimana ditemukan areal terbuka yang merupakan lahan tumpang sari dengan tanaman pokok kehutanan yang ada yaitu Pinus (Pinus merkusii) dengan umur 3 dan 4 tahun dan tanaman lainnya seperti: Alpukat dan pisang. Dalam pelaksanaan progam RHLP lembaga yang berperan yaitu Kelompok Kerja RHLP beranggotakan Pemda Kabupaten Cianjur, BTNGP, Tim Pakar IPB dan LSM ESP USAID dan Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari beranggotakan 30 orang masyarakat. Kelompok Kerja RHLP berperan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian progam RHLP dan KTH Puspa Lestari berperan sebagai pelaksana progam. Dalam pelaksanaan progam RHLP hanya pihak BTNGP dan KTH Puspa Lestari melakukan penandatangan Surat Perjanjian, sehingga hubungan antara kedua lembaga tersebut tidak jelas. Selain itu mekanisme pembagian sumberdaya dalam RHLP sudah baik, dimana KTH Puspa Lestari memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan kepengurusan. Sedangkan Kelompok Kerja RHLP yang telah memiliki mekanisme (tugas, pokok dan fungsi) yang jelas serta memiliki struktur personalia. Untuk mendukung implementasi progam RHLP disediakan dana yang
3
4
bersumber dari Departemen Kehutanan, Pemda Propinsi Jawa Barat , Pemda Kabupaten Cianjur dan Environmental Service Progam (ESP) USAID serta masyarakat secara swadaya. Adapun sarana dan prasarana RHLP adalah gubuk kerja 2 buah, sentra budidaya jamur 1 Buah, sentra budidaya tanaman bias 1 luah, dan lahan Persemaian 1 Petak. Dalam menjamin strategi RHLP dapat erjalan efisien dan terukur maka kelompok kerja mengembangkan sistem lonitoring dan evaluasi. Secara teknis pembagian lahan dilakukan dengan menyesuaikan kepemilikan luas garapan masyarakat eks PHBM terdahulu yang menyebabkan luas garapan masyarakat eks PHBM tidak merata, dimana disebabkan pada masa progam PHBM terjadi jual-beli garapan. Pengolahan lahan dilakukan dengan sitem erasering dan tanaman ditanam dengan sistem tumpang sari, sedangkan penanaman tanaman pokok dilakukan dengan sistem banjar harian dengan jarak anam 5x5 m. Ketiadaan standar dalam pengaturan mang tumbuh antara tanaman umpang sari dengan tanaman pokok menyebabkan rentannya tanaman pokok dari ;angguan pengolahan tanah untuk tanaman tumpangsari. Sedangkan penerapan anksi dilakukan berdasarkan dua hal yaitu pelanggaran atas larangan dapat lilakukan secara sepihak oleh BTNGP dengan membatalkan hak-hak petani penggarap dan pelanggaran atas kewajiban dilakukan secara bertahap dengan nemberikan surat peringatan pertama sampai ketiga. Pelanggaran atas kedua hal ersebut banyak terjadi yang dilakukan oleh anggota KTH Puspa Lestari seperti penggunaan pupuk kimia dan tanaman yang mati tidak disulam. Jenis tanaman yang ditanam terbagi dua kategori yaitu tanaman kehutanan dan Multi Purpose Trees Species (MPTS). Tanaman kehutanan adalah jenis asli yang nemenuhi syarat ekologis, yaitu Rasamala, Puspa, Saninten, Jamuju, Pasang dan riuru. Sedangkan untuk tanaman buah jenis introduksi yang tidak memenuhi jyarat ekologis yaitu Alpukat dan Pisang. Tanaman telah ditanam sebanyak 21100 jibit pada penanaman awal dan 4300 pada penyulaman. Tingkat kehidupan :anaman tersebut sangat buruk yaitu sebesar 18,9 persen atau 4801 tanaman yang tiidup, hal ini disebabkan karena pemeliharaan yang tidak baik.. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa Pelatihan Budidaya Jamur dan Budidaya Tanaman Hias. Sementara kontribusi ekonomi progam RHLP secara langsung belum terealisasi. Pemahaman anggota KTH Puspa Lestari terhadap progam RHLP sangat baik yaitu mengetahui tujuan dan mengetahui jangka waktu progam RHLP sebesar 100 persen dan menyatakan mendukung progam RHLP dan bersedia untuk bekerjasama. Selain itu tindakan anggota KTH Puspa Lestari jika jangka waktu progam RHLP adalah 56,70 persen bersedia meninggalkan areal RHLP dengan alasan mereka mengetahui bahwa lahan bukan milik mereka. Sisanya 43,30 persen menyatakan tidak bersedia meninggalkan areal, dengan alasan aktivitas ekonomi yang masih bergantung pada lahan tersebut dan belum adanya aktivitas pengganti kegiatan ekonomi mereka. Berdasarkan verifikasi kriteria dan indikator keberhasilan pelaksanaan progam RHLP diketahui terdapat 4 indikator yang buruk. Hal ini disebabkan masyarakat tidak mendapat manfaat secara ekonomi, rendahnya kesadaran masyarakat dan pelanggaran terhadap kesepakatan oleh masyarakat dan persentase hidup tanaman yang rendah.
4
5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pengelolaan Rehabilitasi dan Lahan Partisipatif di SKW III Gunung Putri Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripi ini.
Bogor, Febuari 2008
Daniel Tumanggor NRP EO340046
5
6
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur lepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang lipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2007 adalah Studi Pengelolaan Rehabilitasi dan Lahan Partisipatif di SKW HI Gunung Putri Taman Nasional Gede Pangrango Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir. Rinekso Soekmadi MScF dan Ir. Haryanto R Putro MS selaku pembimbing dan pengarah dalam penyelesaian karya tulis ini. Selain itu penghargaan penulis disampaikan kepada lapak Ir. Chamim Mashar MM dan Bapak Ir. Ujang Suwarna, MSc yang telah tersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan arahan terhadap icrkembangan karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur, Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan Kelompok Tani Hutan Puspa vestari yang telah bersedia membantu penulis dalam melakukan semua rangkaian kegiatan penelitian. Ungkapan terima kasih terbaik disampaikan kepada papa, nama, dan kakak-kakak tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih ayangnya. Pada akhirnya ucapan terima kasih, untuk seluruh teman-teman yang telah kut membantu dan menyatu dalam harmoni kehidupan penulis. HASTA LA VICTORIA SIEMPRE..!
Bogor,... Januari2008
6
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 28 Agustus 1982. Penulis merupakan anak bungsu dari keluarga Tumanggor. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1994 di SD Negeri No. 05 Pemantan Siantar, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Pematang Siantar pada tahu 1994 sampai dengan 1997. Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) selesaikan pada tahun 2000 di SMU Negeri I Siantar. Pada tahun yang sam penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalu Jjian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Departemen Konservas ilumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di kegiatan organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebagai Departemen Masyaraka lan Sekertaris Cabang Serta bekerja pada Yayasan Wahana Pendidikai dasyarakat Indonesia (WAPEMI) sebagai Volunteer. Penulis pernal melaksanakan kegiatan praktek pada tahun 2003, meliputi: KPH Banyumas Timu dan Cilacap, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I, praktek Pengenalan Umum Kehutanan (PUK) di Baturraden, Jawa Tengah dan Praktek Umun Pengelolaan Hutan di PT Intracawood, Tarakan, Kalimantan Timur Pada bulai uli 2004. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi yang berjudul "Studi Pengelolaan Rehabilitasi dan Lahan Partisipatif di SKW III Gunung Putri Taman Nasional Gede Pangrango" dibawah bimbingan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi. MscF dan Ir. Haryanto R. Putro MS
7
8
DAFTAR ISI KATAPENGANTAR.................................................................................................. i DAFTARGAMBAR.................................................................................................... ii DAFTARTABEL......................................................................................................... iii DATARLAMPIRAN..................................................................................................... iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................................... .....................1 1.2 Kerangka Pemikiran ...............................................................................................2 1.3 Tujuan.....................................................................................................................4 1.4 Manfaat.............................................................................................. ...................4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi dan Pengelolaan Taman Nasional 2.1.1 KriteriaTamanNasional.........................................................................6 2.1.2 Interaksi masyarakat sekitar dengan Taman Nasional ....................7 2.1.3 Prinsip Pengelolaan Kawasan Taman Nasional..............................9 2.1.4 Partisipasi Masyarakat................................................................ ............ 11 2.2 PHBM dan Kolaborasi 2.2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ......................................12 2.2.2 Kolaborasi.............................................................................................13 2.3 Rehabilitasi 2.3.1 Zona Rehabilitasi................................................................ .....................16 2.3.2 Rehabilitasi Lahan..................................................................................16 2.4 Pendapatan dan Pengeluaran serta Kesejahteraan Masyarakat 2.4.1 Pendapatan Usaha Tani...................................................... ......................17 2.4.2 Pengeluaran............................................................................................. 19 2.4.3 Tingkat KesejahteraanMasyarakat..................................................19 2.5 Respon, Sikap dan Perilaku..................................................................................20 2.6 Evaluasi proyek..................................................................................................22 III. KONDISI UMUM 3.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 3.1.1 Sejarah Kawasan.....................................................................................24 3.1.2 Letak dan Luas Kawasan........................................................................25 3.1.3 Iklim...............................................................................................25
8
9
3.1.4 Geologi dan Tanah ........................................................................26 3.1.5 Topografi .......................................................................................26 3.1.6 Hidrologi........................................................................................26 3.1.7 Flora...............................................................................................27 3.1.8 Fauna..............................................................................................28 3.2 Resort Gunung Putri................................................................................. 3.3.1 KondisiUmum ...............................................................................29 3.3.2 Sosial Ekonomi Desa Sukatani......................................................30 IV. METODE 4.1 Lokasidan Waktu.....................................................................................31 4.2 Alat dan Obyek Penelitian.........................................................................31 4.3 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian RHLP..................................31 4.4 Sumber Data..............................................................................................34 4.5 Jenis Data..................................................................................................34 4.6 Metode Penelitian......................................................................................36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aspek Manajemen RHLP 5.1.1 Ketepatan Penanganan Demplot RHLP ...........................................41 A. Kerangka Pelaksanaan RHLP......................................................41 B. Demplot RHLP ...........................................................................43 5.1.2 KelembagaanRHLP..........................................................................45 A. Pihak Yang Terlibat dalam RHLP ..............................................46 B. Kelembagaan Yang Penting Dalam RHLP .................................47 C. Sanksi...........................................................................................54 5.1.3 Koordinasi Antar Pihak dalam RHLP..............................................56 5.1.4 Pendanaan.........................................................................................57 5.1.5 Saranadan Prasarana.........................................................................59 5.1.6 Monitoring dan Evaluasi ..................................................................61 5.2 Aspek Teknis 5.2.1 Teknis Pembagian Lahan..................................................................63 5.2.2 Teknis Rehabilitasi............................................................................64
9
10
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar.l. Kerangka Pemikiran Kajian RHLP..................................................5 2. Gambar.2 Peta Lokasi Kegiatan RHLP.......................................................................43 3. Gambar.3. Petak Kerja Kegiatan RHLP di Desa Sukatani Resort Gunung Putri...................................................................................................44 4. Gambar.4. Parapihak Dalam Progam RHLP...............................................................46 5. Gambar.5. Struktur Organisasi Kelompok Kerja RHLP................................................49 6. Gambar.6. Kegiatan KTH Puspa Lestari..........................................................53 7. Gambar.7.Sentra Tanaman Hias .................................................................................60 8. Gambar.S.Sentra Budidaya Jamur ..............................................................................60 9. Gambar.9.GubukKerja.............................................................................................60 10. Gambar.lO.Persemaian................................................................................................60 11. Gambar.ll. Tingkat Keberhasilan Progam RHLP ...........................................75
10
11
DAFTAR TABEL 1. Tabel. 1. Kondisi Sosial Desa Sukatani 2. Tabel. 2. Matriks Penilaian Keberhasilan RHLP...............................................................32 3. Tabel. 3. Daftar Nama Responden....................................................................................34 4. Tabel. 4. Kesesuaian Ekologis Tanaman Pokok....................................................................65 5. Tabel. 5. Percentage Tumbuh Tanaman Pokok.....................................................................66 6. Tabel .6. Tingkat Pendidikan KTH Puspa Lestari ...............................................................67 7. Tabel. 7. Jumlah Tanggungan Keluarga KTH Puspa Lestari..................................................68 8. Tabel. 8. Tingkat Kepemilikan Lahan KTH Puspa Lestari...................................................68 9. Tabel. 9. Tingkat Kepemilikan Lahan KTH Puspa Lestari...................................................69 10.Tabel. 10. Pendapatan berdasarkan UMR tahun 2007............................................................69 11.Tabel. 11. Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan KTH Puspa Lestari .........................................................................................70 12.Tabel.10. Alokasi Waktu KerjaKTH Puspa Lestari..............................................................71 13.Tabel. 11. Pengaruh Alokasi Waktu Kerja KTH Puspa Lestari ............................................................................................71
11
12
DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran. 1. Matriks Verifikasi Penilaian Keberhasilan RHLP........................80 2. Lampiran. 2. Matriks Penilaian Keberhasilan Pelaksanaan RHLP ...............................84 3. Lampiran 3. Dokumentasi Kondisi Lahan RHLP..............................................89 4. Lampiran 4. Identitas Responden Peserta Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif..............................................................90 5. Lampiran 5. Penguasaan Lahan, Pendapatan dan Pengeluaran Responden.........................................................................91
12
13
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) pertama kali diumumkan sebagai taman nasional 6 Maret 1980 oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia dengan luasan 15.196 Ha dan terletak di tiga wilayah administratif yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Pengelolaan TNGGP menghadapi permasalahan pokok yang terdiri dari permasalahan eksternal dan permasalahan internal. Permasalahan eksternal yaitu pemungutan dan perburuan hasil hutan serta kecepatan perubahan tata guna lahan yang tinggi di sekitar kawasan dan permasalahan internal yaitu masalah institusional, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, database yang minim, pendanaan dan masalah teknis lainnya.. Dalam perkembangannya TNGGP mengalami perluasan sebagai upaya perlindungan bagi satwa langka sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor :174/kpts-II/2003 tertanggal 10 juni 2003. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut luas kawasan TNGGP bertambah dari 15.196 Ha menjadi 21.971 Ha, mencakup hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas, yang pengelolaannya dibawah kewenangan
Perum Perhutani KPH
Bogor, KPH Sukabumi, dan KPH Cianjur. Perluasan kawasan tersebut akan membawa dampak pada perubahan rencana pengelolaan, cakupan wilayah pengelolaan dan stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan. Dampak tersebut akan mempengaruhi efektivitas instrumen manajemen sebelum perluasan sebagai implikasi pertambahan luas kawasan. Selain itu perluasan tersebut menghadapi masalah yang berkaitan biodiversitas tumbuhan
di wilayah perluasan khususnya jenis tumbuhan yang didominasi
tumbuhan eksotik yaitu pinus dan damar. Adanya kegiatan PHBM dalam wilayah perluasan akan menyebabkan hilangnya akses masyarakat dalam pemanfaatan lahan. mempengaruhi
kemampuan
dalam
memenuhi
Hilangnya akses tersebut
kebutuhan
rumah
tangga
masyarakat peserta kegiatan PHBM. Hal ini berhubungan dengan menurunnya tingkat pendapatan yang akan menimbulkan potensi konflik.
13
14
Seiring dengan masalah biodiversitas tumbuhan di wilayah perluasan dan adanya potensi konflik dengan masyarakat peserta PHBM, maka pihak pengelola yakni Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BTNGGP) mengeluarkan kebijakan pengelolaan dalam progam Rehabilitasi Hutan Lahan Partipatif (RHLP). Adapun progam RHLP merupakan upaya memulihkan fungsi dan kondisi biodiversitas tumbuhan di wilayah
perluasan melalui kegiatan
penanaman, pengayaan jenis, dan pemeliharaan dengan tumbuhan asli. Dalam pelaksanaan Progam Rehabilitasi Hutan Lahan Partisipatif tersebut masyarakat peserta
PHBM
dikutsertakan
secara
partisipatif
untuk
mengakomodasi
kepentingan mereka dan dalam rangka mengeluarkan aktivitas mereka sebelumnya secara bertahap. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan RHLP tersebut. Salah satu faktor utamanya adalah terkait dengan kesejahteraan masyarakat PHBM dan tingkat pemahamannya terhadap kegiatan tersebut. Jika kebutuhan ekonomi masyarakat mencukupi atau bahkan meningkat dibandingkan dari kegiatan PHBM terdahulu, dan adanya peralihan kegiatan ekonomi sebagai insentif untuk hilangnya akses lahan pada masa depan serta diikuti dengan
kesadaran mereka terhadap pelestarian alam, maka diharapkan
tujuan rehabilitasi dapat tercapai dan potensi konflik dapat dicegah. Selain itu peran pengelola
dalam proses-proses pembuatan keputusan yang berkaitan
dengan infrastruktur, pendanaan, kriteria keberhasilan sangat penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan studi berkaitan implementasi kegiatan RHLP dilapangan dan respon PHBM terhadap kegiatan tersebut serta
masyarakat
pengaruhnya tersebut terhadap
kesejahteraan mereka.
1.2 Kerangka Pemikiran Wilayah perluasan TNGGP menurut SK No. 174 tahun 2003 mencakup sebagian besar lahan Perhutani yang digarap masyarakat melalui progam PHBM. Kondisi tersebut dapat menimbulkan benturan kepentingan antara masyarakat dengan pihak pengelola taman nasional. Selain itu dalam wilayah perluasan terdapat areal sengan kondisi tumbuhan yang didominasi tumbhan eksotik yaitu
14
15
pinus yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BTNGGP) mengeluarkan kebijakan pengelolaan dalam progam Rehabilitasi Hutan Lahan Partipatif (RHLP). Progam ini merupakan konsep pengelolaan kolaboratif untuk menjembati kepentingan masyarakat eks progam PHBM dan pengelola TNGP, sehingga masyarakat dapat melestarikan dan menjaga kawasan taman nasional tanpa terabaikan kesejahteraannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan RHLP tersebut. Salah satu faktor utamanya adalah terkait dengan kesejahteraan masyarakat PHBM dan tingkat pemahamannya terhadap kegiatan tersebut. Jika kebutuhan ekonomi masyarakat mencukupi atau bahkan meningkat dibandingkan dari kegiatan PHBM terdahulu, dan adanya peralihan kegiatan ekonomi sebagai insentif untuk hilangnya akses lahan pada masa depan serta diikuti dengan
kesadaran mereka terhadap pelestarian alam, maka diharapkan
tujuan rehabilitasi dapat tercapai dan potensi konflik dapat dicegah. Selain itu peran manajemen dalam proses-proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana, pendanaan, kriteria keberhasilan maupun evaluasi sangat penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Untuk itu dalam pengimplementasian kegiatan RHLP diperlukan suatu kajian untuk konsistensi pelaksanaan dan memperkirakan keberhasilan progam RHLP tersebut. Kajian tersebut meliputi aspek manajemen, aspek sosial-ekonomi dan aspek tanamam pokok serta aspek teknis. Aspek manajemen berkaitan dengan penanganan kawasan, kelembagaan (baik organisasi maupun aturan main) yang mendukung progam RHLP; pendanaan; sarana dan prasarana; monitoring dan evaluasi progam. Aspek Sosial ekonomi berkaitan dengan pengaruh kegiatan terhadap kesejahteraan masyarakat PHBM, pemahaman dan responnya terhadap kegiatan tersebut. Aspek tanaman pokok berkaitan dengan prinsip atau dasar pemilihan jenis pohon (ekologi); keanekaragaman jenis pohon, jumlah perjenis anakan yang ditanam. Aspek teknis berkaitan dengan pola pembagian lahan, pola penggunaan lahan dan pola penerapan sanksi.
15
16
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujan untuk mengetahui tingkat keberhasilan progam RHLP ditinjau dari aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, aspek tanaman pokok, aspek teknis.
1.4 Manfaat Adapun manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan
kebijakan
tersebut.
16
17
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango SK Menhut Perluasan kawasan No 174/Kpts-II/2003 Masalah : 1. Cakupan wilayah perluasan 2. Biodiversitas tanaman 3. Aktivitas masyarakat eks-PHBM
Progam Rehabilitasi dan Hutan Partisipatif : 1. RHLP mendapat dukungan dari masyarakat sekitar 2. Meningkatnya jumlah anggota kelompok tani RHL 25% pertahun 3. Perbaikan ekosistem kawasan dan pemanfatan secara berkelanjutan
Pengelolaan RHLP Aspek Manajemen : 1. Demplot 2. Kelembagaaan 3. Sistem Pendukung
Aspek Sosial Ekonomi : 1. Pendapatan 2. Respon Masyarakat
Aspek Tanaman : 1. Ekologi 2. Keragaman
Aspek Teknis 2. Pembagian Lahan 3. Rehabilitasi
Analisis Data
Rekomendasi
Tingkat Keberhasilan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengelolaan RHLP
17
18
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Pengelolaan Taman Nasional 2.1.1 Kriteria Taman Nasional Taman nasional merupakan kawasan alami darat dan atau laut, yang ditunjuk untuk (a) melindungi integrasi lingkungan satu atau lebih ekosistem untuk generasi saat ini yang akan datang. (b) meniadakan eksploitasi atau penggunaan yang berlawanan dengan maksud penunjukkan kawasan. dan (c) menyediakan dasar bagi kepentingan spritual, ilmu pengetahuan, pendidikan dan rekreasi yang sesuai dengan lingkungan dan budaya (IUCN 1994). Menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, yang menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Pasal 31 PP Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam menunjukkan bahwa suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; b. Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya , dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. Pembangunan taman nasional ditujukan untuk menciptakan pengelolaan
18
19
yang berhasil guna dan mewujudkan upaya konservasi sumberdaya alam yang berfungsi sebagai pelindung unsur ekologi dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis plasma nuffah serta pelestarian pemanfaatan penunjang kehidupan masyarakat (Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, 1984) Adapun sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan Taman Nasional seperti pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan wisata meliputi empat hal pokok, yaitu : a. Memperbaiki fungsi kawasan konservasi semaksimal mungkin sesuai dengan daya dukungnya b. Menciptakan hubungan antara konservasi dan kepentingan pembangunan melalui pengembangan budidaya pertanian dan perikanan dari beranekaragam jenis sebagi sumber plasma nutfah. c. Meningkatkan suatu pelayanan bagi pengunjung untuk memanfaatkan taman nasional baik untuk penelitian, wisata, pengambilan gambar dan penulisan untuk publikasi maupun lainnya. d. Membantu meningkatkan kesejahteraan masyrakat di sekitar taman nasional antara lain dengan menyediakan lapangan kerja, memacu terciptanya jasa angkutan dan akomodasi serta mendorong pembangunan di berbagai sektor lainnya.
2.1.2 Interaksi Masyarakat Sekitar Dengan Taman Nasional Masyarakat di sekitar taman nasional adalah sekumpulan individu, keluarga dan komunitas tradisional atau modern yang bertempat tinggal tetap atau terus menerus pada suatu areal tertentu. Areal ini berada didalam atau berbatasan dengan suatu taman nasional yang telah berdiri atau telah diusulkan sebagi taman nasional (West dan Brechin 1995 dalam Wibisono 1997) Pengelolaan kawasan dilindungi oleh agen spesifik yang mempengaruhi berbagai macam kelompok tersebut meliputi masyarakat. Kelompok tersebut meliputi masyarakat yang tinggal didalam atau diluar suatu kawasan, terutama sejumlah orang yang memperoleh atau menggunakan sumberdaya alam dari kawasan dilindungi, selain itu juga meliputi sejumlah orang yang memiliki
19
20
pengetahuan, kapasitas dan aspirasi yang berhubungan dengan pengelolaannya serta sejumlah orang yang mengenal budaya, agama, dan rekreasi di kawasan tersebut (Borini dan Feyerabend 1999). Berdasarkan hasil kongres WCPA terakhir pada tahun 2003, memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal didalam dan disekitar kawasan konservasi. Masyarakat tersebut akan termotivasi berperan serta untuk kepentingan pengelolaan kawasan dalam jangka panjang. Hal ini akan berimplikasi terbukanya akses bagi masyarakat terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan secara berkesinambungan (Soekmadi 2005). Beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya manusia dan sumberdaya hutan (Alikodra 1976 dalam Soekmadi 1987) adalah : •
Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah
•
Tingkat pendidikannya relatif rendah
•
Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya
•
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan penduduk cukup tinggi. Menurut Mackinnon et. al (1993) interaksi masyarakat dengan kawasan
yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkatan integrasi dimana keperluan masyarakat akan sumberdaya alam dapat terpenuhi tanpa mengganggu atau merusak potensi kawasan. Salah satu alternatifnya adalah membentuk daerah penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang berguna mengalihkan perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka tidak merugikan hutan tersebut. Menurut mackinnon et al. (1993), tipe zona penyangga kawasan dilindungi adalah : 1. Zona Pemanfaatan Tradisonal didalam kawasan yang dilindungi, hal ini terjadi pada saat tidak ada lagi areal di luar kawasan yang cocok ditetapkan sebagi zona penyangga. 2. Zona Penyangga Hutan yaitu daerah pemanfaatan masyarakat diluar
20
21
kawasan konservasi guna memperoleh kebutuhan akan kayu, daerah dapat juga berupa perkebunan dimana penekanannya adalah memaksimalkan hasil yang berkelanjutan. 3. Zona Penyangga Ekonomi adalah lahan yang diperuntukkan untuk kegiatan produktif masyarakat termasuk kegiatan pertanian yang penekanannya adalah memaksimalkan keuntungan bagi penduduk desa guna meningkatkan taraf hidupnya. 4. Zona Rintangan Fisik ditempuh jika sudah tidak ada lagi areal diluar kawasan, maka batas kawasan itulah yang berfungsi sebagi zona penyangga dapat berupa kanal, selokan dan pagar.
2.1.3 Prinsip Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Pengelolaan
suatu
kawasan
harus
mencakup
keseluruhan
aspek
menajemen yaitu : perencanaan, organisasi, pelaksanaaan, pengendalian, dan pengawasan serta evaluasi dan pengembangan. Lavieren (1993) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan dan pengembangan suatu kawasan taman nasional harus dituangkan dalam suatu rencana induk (master plan) dan rencana manajemen (management plan) Miller (1978) menyatakan bahwa secara umum kemampuan mengelola suatu kawasan tergantung pada keadaan personalia, organisasi, institusi dana, dan lain-lain barang modal (peralatan, perbekalan, bangunan-bangunan, kendaraan, dan sebagainya). Dalam hal ini , keadaan yang terpenting adalah : a. Personalia Macam personal yang diperlukan untuk mengelola suatu kawasan tergantung pada fungsi-fungsi pengelolaan yang perlu diselenggarakan. Fungsi-fungsi pengelolaan tersebut biasanya dapat dikelompokkan dalam pembuatan keputusan, pelaksanaan progam, hubungan masyarakat, perencanaan dan pengembangan fisik. Seorang personil (pekerja) mempunyai peranan untuk memenuhi paling sedikit satu fungsi khusus tertentu. b. Organisasi Kapasistas untuk mengelola suatu kawasan adalah kemampuan untuk
21
22
menjawab kebutuhan-kebutuhan reguler pengelolaan sehari-hari, termasuk situasi darurat dan perlu. Kepala suatu kawasan mempunyai kekuasaan dan wewenang dari badan pemerintah tertinggi melalui perundangundangan sebagi pengelola kawasan. Dengan delegasi kekuasaan , kepala suatu kawasan membagi tanggungjawabnya yang kompleks kepada berbagai tenaga kerja sebagi subordinat yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dari semua mandat yang diberikan kepadanya. Perencanaan yang baik merupakan titik tolak bagi keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi, tetapi hanya merupakan alat bagi pengelolaan. Perencanaan merupakan suatu proses yang berjalan terus meliputi perumusan dan persetujuan dari tujuan pengelolaan, bagaimana hal ini dapat dicapai, dan standar pembanding ukuran keberhasilan. Perencanaan yang baik akan mengarah pada keberhasilan yang baik, perencanaan yang buruk akan menghalangi keberhasilan. Bagaimana bagusnya suatu penyajian suatu perencanaan tidak akan berarti bila perencanaan tersebut tidak praktis atau tidak menghasilkan suatu tindakan yang efektif (Mackinnon et al. 1993), Keberhasilan kegiatan pengelolaan taman nasional akan memberikan dampak positif berupa meningkatnya kuantitas dan kualitas lingkungan, produktivitas usaha tani, produktivitas usaha kerja, derajat kesehatan masyarakat, serta peningkatan penerimaan negara. Dampak negatif yang muncul dari kegiatan pengelolaan taman nasional adalah berkurangnya pendapatan masyarakat sekitar, konflik kepentingan, antara pengelola dengan masyarakat sekitar, konflik kepentingan lembaga pemerintah maupun non-pemerintah yang merasa terhambat akibat terkena larangan untuk tidak melakukan eksploitasi sumberdaya hayati dari dalam kawasan taman nasional (Wiratno et al. 2001). Pengelolaan efektif merupakan golongan tindakan yang berdasarkan kemampuan, kapasitas, dan kompotensi individual yang memungkinkan kawasan konservasi untuk memenuhi fungsinya dengan sukses sebagaimana dengan tujuan penerapannya (Izurieta1997 dalam Cifuentes dan Izurieta 1999). Pada umumnya kefektifan pengelolaan mencakup tiga komponen utama yaitu (Hockings et al. 2000): •
Permasalahan perancangan yang berhubungan dengan tapak dan sistem
22
23
kawasan konservasi. •
Kelayakan proses dan sistem pengelolaan
•
Tercapainya tujuan kawasan konservasi.
2.1.4 Partisipasi Masyarakat Partisipasi dalam pembangunan berarti peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk kegiatan yang memberikan masukan berupa tenaga pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan atau menikmati hasil-hasil pembangunan (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan hanya pengerahan tenaga kerja masyarakat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya masyarakat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki kualitas hidup mereka. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena (1) melalui partisipasi masyarakat, dapat diperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya progam pembangunan akan gagal, (2) bahwa masyarakat lebih mempercayai progam pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena lebih mengerti seluk beluk progam tersebut dan akan memiliki progam tersebut, (3) adanya anggapan bahwa suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika prasyarat partisipasi terpenuhi yaitu (1) kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2) kemauan, adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi untuk berpartisipasi, misalnya manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya, (3) kemampuan, adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa ia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik berupa pikiran tenaga, waktu, biaya atau materi lainnya. Jika salah satu prasyarat tersebut tidak terpenuhi, maka partisipasi dalam arti sebenarnya tidak akan terjadi (Arimbi dan Santoso, 1994)
23
24
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mengenai dua hal yaitu hubungan-hubungan struktural dan pentingnya pengembangan ketrampilan dalam rangka memperbaiki kehidupan mereka, metode dan tehnik dimana masyarakat lokal dapat mengambil bagian dan mengembangkan perannya dalam progam pembangunan. Hal ini dapat menjamin bahwa persepsi masyarakat lokal, pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dihargai dan dipertimbangkan secara penuh, hal ini berangkat dari suatu pemahaman bahwa pendekatan pembangunan partsipatif harus dimulai dari masyarakat yang paling mengetahui system kehidupannya (Arimbi dan Santoso, 1994).
2.2 PHBM dan Kolaborasi 2.2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Pengelolaaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan bersama oleh perum perhutani dan masyarakat desa atau perum perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional ( Keputusan Direksi Perhutani No: 136/Kpts/Dir/2001) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dimaksudkan memberikan akses masyarakat (kelompok masyarakat) disekitar hutan dan para pihak (stakeholders) sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mengelola hutan secara partisipatif tanpa mengubah status dan fungsi hutan berlandaskan azas manfaat, kelestarian, kebersamaan, kemitraan, keterpaduan, kesejajaran, dan sistem sharing (Perhutani 2001). Tujuan dari pengelolaan sumberdaya bersama masyarakat (Perhutani 2001) adalah : 1. Meningkatkan tanggungjawab perusahaan (perhutani), masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. 2. Meningkatkan peran perusahaan , masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.
24
25
3. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan. 4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karateristik wilayah. 5. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa serta pihak yang berkepentingan secara simultan. Selain itu menurut Haeruman (2005) tujuan dilaksanakan PHBM adalah : 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan melepaskan dari kemiskinan serta membangun pemupukan modal. 2. Meningkatkankan kemampuan teknologi dan manajemen organisasi masyarakat lokal dalam melaksanakan PHBM. 3. Membangun PHBM secara struktural sehingga PHBM menjadi salah satu andalan usaha rakyat. 4. Meningkatkan keanekaragaman jenis usaha dan jenis hasil yang lebih unggul dan tahan gejolak ekonomi. 5. Meningkatkan kesediaan sumberdaya kehutanan bagi pengembangan sektor kehutanan yang lebih luas ini terbentuk sebagai hasil akhir dari keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat.
2.2.2 Kolaborasi Menurut Gray (1909) dalam Suporahardjo (2005) kolaborasi adalah suatu proses dimana dua stakeholder atau lebih yang berbeda kepentingan dalam suatu persoalan yang sama menjajagi dan bekerja melalui perbedaan-perbedaan untuk bersama-sama mencapai pemecahan bagi keuntungan bersama. Pada pengelolaan hutan berbasis masyarakat terdapat suatu tantangan untuk membangun dan memelihara proses kolaborasi dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan inisiatif. Komitmen suatu kelompok untuk berkolaborasi tergantung pada persepsi bahwa kesepakatan diantara stakeholders akan memberikan hasil positif bagi anggotanya. Menurut Katherine (2002) dalam Suporahardjo (2005) hasil positif meliputi : 1. Keuntungan materil 2. Pengakuan mata pencaharian dan hak pengunaan
25
26
3. Bertambahnya identitas budaya 4. Pencapaian kepentingan jangka panjang dan jangka pendek. Menurut Gray (1909) dalam Suporahardjo (2005) terdapat lima ciri penting yang menentukan proses kolaborasi meliputi : 1. Membutuhkan keterbukaaan karena dalam kolaborasi antara stakeholder harus saling memberi dan menerima untuk menghasilkan solusi bersama. 2. Menghormati perbedaan dan menjadikan sumber potensi kreatif untuk membangun kesepakatan. 3. Peserta dalam kolaborasi secara langsung bertanggungjawab untuk pencapaian jalan keluar. 4. Membutuhkan satu jalan keluar yang disepakati untuk arahan interaksi diantara stakeholder dimasa depan. 5. Membutuhkan kesadaran bahwa kolaborasi adalah suatu proses daripada resep. Walaupun pendekatan kolaborasi telah memberikan kesuksesan dan manfaat dalam menyelesaikan masalah tetapi dalam perjalanannya terdapat kendala sebagai keterbatasan dari pendekatan kolaborasi. Menurut Gray (1909) dalam Suporahardjo (2005) beberapa kendala dalam kolaborasi yaitu : 1. Komitmen
kelembagaan
tertentu
menimbulkan
disintensif
untuk
berkolaborasi. 2. Sejarah hubungan yang dicirikan oleh interaksi permusuhan yang telah berlangsung lama diantara dua pihak. 3. Dinamika tingkat perkembangan masyarakat ( pendekatan kolaborasi lebih sulit dipraktekkan ketika kebijakan rendah sekali perhatiannya dalam mempertimbangkan alokasi sumberdaya yang langka). 4. Perbedaan persepsi atas resiko 5. Kerumitan yang bersifat teknis 6. Budaya kelembagaan dan politik.
26
27
2.3 Rehabilitasi 2.3.1 Zona Rehabilitasi Untuk mempermudah suatu pengelolaan kawasan yang dilindungi beserta sumberdayanya, maka perlu dilakukan penetapan dan pembagian zonasi. Penetapan zonasi adalah proses penerapan berbagai tujuan dan peraturan pengelolaan kedalam berbagai kegiatan atau zona suatu kawasan yang dilindungi (Mackinnon et al. 1993 dan Anonim, 1993 dalam Ulfah, 1998) : 1. Zona rekreasi (Outdoor recreation), untuk rekreasi alam terbuka. 2. Zona rehabilitasi (Rehabilitation zone), yang merupakan wilayah yang dikhususkan untuk memperbaiki vegetasi atau habitat yang rusak. 3. Zona
pemanfaatan
dimanfaatkan
guna
tradisional memenuhi
(Traditional kebutuhan
zone),
dimana
sehari-hari
dapat
masyarakat
sekitarnya. 4. Zona kultural (Protected antrhopological), yang merupakan suatu wilayah yang diketahui sebagai tempat sejarah perkembangan budaya masyarakat. Menurut BKSDA IV (1995), zona rehabilitasi meliputi kawasan yang lokasinya berdekatan dengan kawasan pemukiman. Zona ini dapat dikelola sebagai zona pemanfaatan tradisional yang dapat memberikan akses/kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan sumberdaya alam yang hanya bisa didapat dari kawasan. Selain itu pengelolaan zona tersebut dapat dikaitkan dengan pengembangan zona penyangga yang berada diluar kawasan.
2.3.2 Rehabilitasi Lahan Rehabilitasi lahan merupakan upaya yang dititikberatkan pada usaha yang dapat merangsang partsipasi masyarakat yang bersangkutan dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kewajibannya, dalam melestarikan dan memelihara lahan yang digarap atau dimilikinya. Sehingga kegiatan ini bertujuan untuk memulihkan, meningkatkan dan memepertahankan kondisi lahan sehingga dapat berfungsi secara optimal sebagi unsur produksi, media pengatur tata air, dan perlindungan alam lingkungan (Pamulardi, 1995). Menurut pasal 40 dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk
27
28
memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kemudian dalam pasal 41 disebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan tehnik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil tehnik pada lahan kritis dan tidak produktif. Prinsip dasar pelaksanaan rehabilitasi menurut Direktorat Konservasi Kawasan (2001) harus mengacu pada : 1. Pelestarian keanekaragaman jenis Prinsip ini menutut adanya keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman nasional. 2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat Mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula. 3. Melibatkan keikutsertaan para pihak (stakeholders) Setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula tanggungjawab setiap pihak yang berperan dalam rehabilitasi kawasan taman nasional, sehingga masing-masing dapat diminta tanggung jawabnya. Kejelasan tanggungjawab ini menyangkut pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarkat peserta kegiatan maupun perorangan dan atau lembaga-lembaga dan pihak-pihak terkait.
2.4 Pendapatan dan Pengeluaran Serta Kesejahteraan Masyarakat 2.4.1 Pendapatan Usaha Tani Menurut Soeharjo dan Parong (1973) Pendapatan usahatani adalah selisih antar penerimaan yang diperoleh dari produksi dilapangan dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi et al (1986) menyatakan pendapatan kotor usahatani
28
29
(gross farm income) didefinisikan sebagi nilai produk total usahatani dalam jangka tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang : 1. Dijual 2. Dikonsumsi rumah tangga petani 3. Digunakan dalam usahatani untuk bibit/makanan ternak 4. Digunakan untuk pembayaran dan disimpan di gudang pada akhir tahun. Lebih lanjut Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatn bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri/modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani Soekartawi et al. (1986). Soeharjo et al. (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah: 1. Luas usahatani meliputi: a. Areal tanaman b. Luas pertanaman c. Luas pertanaman rata-rata 2. Tingkat produksi Ukuran-ukuran produksi a. Produksi b. Indeks Pertanaman 3. Pilihan dan kombinasi cabang usaha 4. Intensitas pengusahaan pertanaman 5. Efisiensi tenaga kerja
29
30
2.4.2 Pengeluaran Pengeluaran untuk kebutuhan hidup terdiri dari pengeluaran untuk makanan, pakaian, pemeliharaan rumah, kesehatan, rekreasi, partispasi sosial (Soeharjo et al., 1973). Menurut
Soekartawi
et
al.
(1986)
pengeluaran
total
usahatani
didefenisikan sebagi nilai semua masukan uang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
2.4.3 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya masih berada di desa dan bertani. Akan tetapi petani yang ada di negeri ini masih banyak hidup yang jauh dari sejahtera. Menurut Awang (2002) ada dua faktor yang menyebabkan petani kurang sejahtera, antara lain: 1. Faktor luar : kondisi alam yang kurang mendukung, faktor keterbatasan modal untuk membeli keperluan pertanian dan keterbatasan pengetahuan tentang pertanian yang bisa menyebabkan kurang berhasilnya pertanian atau bahkan gagal. 2. Faktor dalam : gaya hidup yang dapat dihubungkan dengan tradisi atau adat yang ada atau juga faktor mentalitas seperti nrimo (menerima apa adanya) dan kurang bersemangat dalam bekerja. Secara umum kondisi sejahtera yang dinginkan oleh masyarakat adalah apabila mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan berlandaskan pada suatu kesadaran dalam menentukan pilihan hidup bagi diri dan keluarganya seperti dalam mendapatkan mata pencaharian, pendidikan, perumahan, pangan, kemanan, ketentraman, dan persaudaraan diantara anggota kerabat (Twikromo et al 1995). Menurut UU No. 16 tahun 1974 tentang ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial , kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
30
31
Menurut Biro Pusat Statistik (1986) dalam Hidayat (1999) menyebutkan bahwa salah satu indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga yaitu seluruh penghasilan/penerimaan semua anggota rumah tangga, pendapatan lainnya, maupun pendapatan transfer (sisa antara penerimaan dari sumber/kiriman dan pemberian sumbangan/kiriman). Suatu keluarga dikatakan sejahtera apabila seluruh kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani dari keluarga tersebut dapat dipenuhi, sesuai dengan tingkat hidup masing-masing keluarga itu sendiri. Salah satu variabel yang kuat dalam menggambarkan kesejahteraan adalah tingkat pendapatan keluarga, dimana pendapatan itu sendiri dipengaruhi oleh upah dan produktivitas (Biro Pusat Statistik 1986 dalam Hidayat, 1999). Biro Pusat Statistik (1991) dalam Alfiyah (2002) menyebutkan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga dapat dipenuhi, maka dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut
sudah tercapai. Kebutuhan dasar erta kaitannya dengan
kemiskinan, apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga tersebut berada dibawah garis kemiskinan. Secara teoritis ada beberapa konsep untuk mengukur suatu kemiskinan, antara lain ukuran absolut dan ukuran relatif. Pengukuran absolut dilakukan oleh Sayogyo (1977) yang menggunakan garis kemiskinan, dimana terdapat tiga kategori, diantaranya adalah:
Miskin
: Pengeluaran < 320 Kg beras per kapita
Miskin sekali
: Pengeluaran antara (180-240) Kg beras per kapita
Paling miskin
: Pengeluaran < 180 Kg beras per kapita
2.5 Respon, Pandangan, Sikap dan Perilaku Agusta (1998) dalam Rojad (2001), menyatakan respon dalam arti umum mengandung pengertian jawaban atau reaksi terhadap sesuatu. Newcomb et. al (1981) dalam Rojad (2001) juga mengatkan respon individu terhadap sesuatu dapat diberikan dalam bentuk ucapan, isyarat, atau tingkah laku yang terobservasi,
31
32
hal ini tergantung dari kemampuan memberi respon. Menurut Calhoun dan Acocela (1990) mennyatakan bahwa persepsi yang kita kenal memiliki tiga dimensi yang sam menandai konsep diri : 1. Pengetahuan : Apa yang diketahui (kita anggap tahu) tentang pribadi orang lain, wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya. 2. Pengharapan : Gagasan kita tentang oranglain itu menjadi apa dan mau melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi
: Kesimpulan kita tentang seseorang berdasarkan pada
bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan tentang dia. Benyamin Bloom(1988) dalam Notoatmojo (1990) membagi perilaku kadalam tida domain yaitu cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain. Zenden (1984) dalam adil (1990) mengatakan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk menilai atau mengevaluasi seseorang atau situasi dengan cara tertentu, untuk bertindak sesuai dengan evaluasi tersebut baik baik dengan cara disukai atau tidak. Sikap juga menyangkut pendapat, keyakinan dan penilaian. Semua itu berhubungan dengan pengetahuan dan pengertian seseorang terhadap objek tertentu. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat menanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secar tidak lansung dapat membuat pernyataanpernyataan hipotesis kmudian ditanyakan kepada responden. Gunarsa dan Gunarsa (1991) dalam Adil (2001) suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap dalam menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain : fasilitas dan dukungan dari orang lain. Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : 1) Persepsi : mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil 2) Respon terpimpin : dapat dilakukan sesuai dengan contoh, 3) Mekanisme melakukan dengan benar secara otomatis. Masyarakat yang terlibat dalam suatu kegiatan dapat memberikan bermacam-
32
33
macam respon terhadap suatu perubahan (Sajogyo 1984). Pengaruh yang diberikan oleh masyarakat tersebut adalah : 1. Respon Positif Terjadi jika orang-orang dalam masyarakat tersebut terdorong ikut serta mengambil bagian dalam seluruh perencanaan. 2. Respon Negatif Terjadi jika unsur pembaharuan
tidak berhasil membuat masyarakat
tersebut ikut baik dalam perencanaan maupun dalam pemenuhannya. 3. Respon Netral Terjadi jika pengikutsertaan masyarakat tidak relevan dengan hasil rencana tersebut. Adanya perbedaan-perbedaan pada individu-individu yang mempengaruhi keputusan
individu.
Perbedaan-perbedaan
individu
tersebut
antara
lain
diungkapkan oleh Sadono (1985) yaitu : umur, pendidikan, status sosial, ekonomi, pola hubungan, keberanian mengambil resiko, sikap terhadap resiko, motivasi berkarya, aspirasi dan pekerjaan.
33
34
III. KONDISI UMUM
3.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 3.1.1 Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai kawasan cagar alam di Indonesia yaitu berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980. Landasan hukum status kawasan sejak jaman pemerintah Hindia Belanda sampai kawasan ini menjadi taman nasional yaitu : 1. Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan merupakan Cagar Alam dengan luas keseluruhan 240 Ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No 33 Staatblad No. 392-15 yang memperluas areal dengan areal hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum. 2. Tahun 1919 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juli 1919 No 83 Staatblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat Desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkat seluas 56 Ha. 3. Sejak tahun 1925 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No 7 Staatblad 15 dan menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah Puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, gunung Pangrango serta DAS Ciwalen, Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas / Gunung Gede denngan luas ± 1.040 Ha. 4. Daerah Situ Gunung, lereng Selatan Gunung Gede Pangrango dan bagian Timur
Cimungkat,
berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
No.
461/Kpts/Um/31/1975 tanggal 27 Nopember 1975 telah ditetapkan sebagai Taman Wisata dengan luas ± 100 Ha. 5. Bagian-bagian lainnya seperti komplek hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango Utara, Gegerbentang, Gunung Gede Timur, Gunung Gede Tengah,
34
35
Gunung Gede Barat dan Cisarua Selatan telah ditetapkan tahun 1978 sebagai Cagar Alam Gunung Pangrango dengan luas 14.000 Ha. 6. Dengan diumumkannya 5 (lima) buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango diumumkan sebagai kawasan TNGP dengan luaas 15.196 Ha. 7. Berdasarkan SK SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha.
3.1.2 Letak dan Luas Kawasan Secara geografi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terletak antara 106º 51’ - 107º 02’ BT dan 6º 51’ LS. TNGP yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Cianjur (3.599,29 Ha), Sukabumi (6.781,98 Ha) dan Bogor (4.514,73 Ha), saat ini sesuai SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 diperluas menjadi 21.975 ha. Sesuai ketentuan pasal 32 dan 33 dalam Undang-undang No 5 Tahun 1990, maka zonasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari zona inti (7.400 ha), zona rimba (6.848,30 ha) dan zona pemanfaatan (948,7 ha). Secara administratif pemerintahan, wilayah TNGP mencakup ke dalam 3 (tiga) kabupaten, yaitu; Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Batas-batas kawasan ini adalah : Sebelah Utara
: Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor
Sebelah Barat
: Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor
Sebelah Selatan
: Wilayah Kabupaten Sukabumi
Sebelah Timur
: Wilayah Kabupaten Cianjur
3.1.3 Iklim Pada sisi bagian barat Gunung Pangrango memiliki tipe iklim B1 (Oldeman, 1975) dengan jumlah bulan basah 7-9 bulan berurutan, dan jumlah bulan kering < 2 bulan setiap tahunnya. Curah hujan rata-rata di TNGP berkisar
35
36
antara 3.000-4.200 mm/th dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm dengan Nilai Q berkisar antara 11,3-33,3 % (Schimdt and Fergusson). Suhu berkisar antara 10-18 0 C dan kelembaban relatif berkisar antara 80-90 % sepanjang tahun.
3.1.4 Geologi dan Tanah Kawasan Taman Nasional Gede Pangrango terdiri dari 2 gunung berapi : Gede 2.958 m dpl dan Pangrango 3.019 m dpl. Diantara dua puncaknya dihubungkan oleh suatu saddle yang dikenal dengan nama Kandang Badak, 2.400 m dpl. Lereng-lereng gunungnya sangat curam dibelah oleh aliran sungai deras yang mengukir bagian lembah yang dalam dan punggung bukit yang panjang. Penampakan ini merupakan tipe dari daerah muda/baru dengan tingkat erosi yang tinggi. Secara umum kawasan Taman Nasional merupakan dataran yang kering tetapi terdapat pula rawa yaitu Rawa Gayonggong, Rawa Denok dan Situgunung sehingga memperkaya keanekaragaman pada habitatnya. Sesuai Peta tanah Propinsi Jawa Barat dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1996) jenis tanah pada lahan kritis Blok Bobojong yaitu latosol coklat yang mendominasi lereng Gn. Gede bagian bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan sub soil gembur, mudah ditembus air dan lapisan bawahnya melapuk. Tanah sangat gembur dan agak peka terhadap erosi.
3.1.5 Topografi Kawasan TNGP memiliki ketinggian yang beragam, mulai dari 1.000 m dpl yaitu di sekitar Kebun Raya Cibodas, 2.985 m dpl (Puncak Gn. Gede) sampai 3.019 m dpl (Puncak Gunung Pangrango). Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian 2.500 m dpl.
3.1.6 Hidrologi TNGP merupakan hulu dari 55 sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Aliran-aliran kecil mengalir dari dinding kawah menuju bawah dan menghilang pada tanah vulkanik yang mempunyai porositas tinggi. Umumnya kondisi sungai di dalam kawasan ini masih terlihat baik dan belum rusak oleh
36
37
manusia. Kualitas air sungai cukup baik dan merupakan sumber air utama bagi kota-kota yang terdapat di sekitarnya. Lebar sungai di hulu berkisar 1-2 meter dan di hilir mencapai 3-5 meter dengan debit air yang cukup tinggi. Kondisi fisik sungai ditandai dengan kondisi yang sempppit dan berbatu besar pada tepi sungai bagian hilir.
3.1.7 Flora TNGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Di kawasan ini hidup lebih dari 1000 jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya. Setiap zona memiliki berbagai jenis tumbuhan yang berbeda sehingga jenis tumbuhan dapat mewakili tipe vegetasi pada masing-masing zona. Keadaan vegetasi pada setiap zona, yaitu : a) Zona Sub Montana Zona ini mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi baik pada tingkat pohon besar, pohon kecil, semak belukar maupun tumbuhan bawah. Jenis pohon besar yang paling dominan yaitu Puspa (Schima walichii). Jenis tumbuhan lainnya yang ada adalah Walen (Ficus ribes), Syzygium spp, Saninten (Castanopsis argentea), Pasang (Quercus sp.), Rasamala (Altingia excelsa) dan sebagainya.
Jenis perdu yang terdapat pada zona ini adalah
Ardisia fuliginbia, Pandanus sp., Pinanga sp. Blune dan Laportea stimulans. Sedangkan jenis tumbuhan bawah pada zona sub montana adalah Begonia spp., Cyrtandra picta dan Curculigo latifolia. b) Zona Montana Keadaan vegetasi di zona montana dalam hal keanekaragaman jenis dan kerapatannya tidak jauh berbeda dengan keadaan zona sub montana. Jenisjenis pohon yang dominan adalah Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp.), Kiputri (Podocarpus neriifolius), Castanopsis spp. dan Rasamala (Altingia excelsa). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang terdapat
37
38
pada zona montana adalah Strobilanthes cermuis, Begonia spp. dan Melastoma spp. Pada ketinggian antara 2100-2400 mdpl banyak dijumpai jenis pakupakuan atau kelompok tanaman epifit, yaitu Cythea tomentosa, Paku sarang burung (Asplenium nidus) dan Plagiogria glauca.
Sedangkan jenis-jenis
anggrek, antara lain adalah Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbiddium sp., Eriates sp., Chynanthus radicans dan Calanthesp. c) Zona Sub Alpin Keadaan vegetasi di zona sub alpin berbeda dengan keadaan zona sub montana dan zona montana.
Pada umumnya keadaan pohon di zona ini
pendek-pendek dan kerdil, semak belukar jarang-jarang, tumbuhan bawah jarang diketemukan dan miskin akan jenis, hanya merupakan satu lapisan tajuk saja. Jenis pohon yang mendominasi zona sub alpin adalah Edelweis (Anaphalis javanica), Jirak (Symplocos javanica), Ki Merak (Eurya acuminata), Cantigi (Vaccinium varingifolium) dan Ki Tanduk (Leptospernium flanescens). Pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m dapat ditemukan di kawasan ini di sekitar jalur pendidikan wilayah pos Cibodas. Jenis puspa terbesar dengan diameter batang 149 cm dan tinggi 40 m terdapat di jalur pendakian Selabinta – Gunung Gede. Sedangkan pohon jamuju terbesar ditemukan di wilayah Pos Bodogol. Disamping pohon-pohon raksasa, di kawasan ini juga terdapat jenisjenis yang unik dan menarik, diantaranya kantong semar (Nepenthes gymnamphora), Rafflesia rochusseni dan Strobilanthus cernua.
3.1.8 Fauna Kelompok mamalia tercatat sekitar 110 jenis, 5 jenis diantaranya adalah kelompok primata yaitu monyet (Macaca fascicularis), surili (Presbytis commata), owa jawa (Hylobates moloch) lutung (Trachipytecus auratus) dan
38
39
kukang (Tarsius bancanus). Beberapa jenis mamalia berukuran besar yang hidup di wilayah ini antara lain babi hutan (Sus scrofa linnaeus), mencek (Muntiacus muntjak) dan anjing hutan (Cuon alpinus) serta beberapa jenis mamalia yang berukuran kecil yaitu sigung (Mydaus javanensis), Mustella flavigula, Rattus lepturus dan ajag (Crocidura fuliginosa). Terdapat juga beberapa jenis musang dari genus Herpestes, Viverricula, Paradoxurus dan Megalole. Selain itu terdapat serangga (insecta) lebih dari 300 jenis, reptilia sekitar 75 jenis, katak sekitar 20 jenis dan berbagai jenis binatang lunak (molusca). 3.2 Resort Gunung Putri 3.2.1 Kondisi Umum
Wilayah kerja Resort Gunung Putri berada di lereng Gunung Gede sebelah timur, secara administratif pemerintahan daerah termasuk ke dalam wilayah kecamatan Pacet, kabupaten Cianjur. Resort ini bisa dicapai melalui jalur jalan Jakarta-Bandung lewat Puncak ataupun Bandung-Jakarta lewat Cianjur (di pertigaan dekat pasar Cipanas dan istana kepresidenan Cipanas. Jarak dari Cipanas menuju terminal Gunung Putri sejauh + 6-7 km, dapat dicapai dengan kendaraan bermotor berupa mobil pribadi ataupun angkutan pedesaan. Sepanjang perjalanan merupakan perkebunan sayur-mayur yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan kota-kota sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, dan Sukabumi. Resort ini bisa juga dicapai dari Cibodas dengan jarak 1,5 km. Bila berjalan kaki, jarak ini dapat ditempuh dalam waktu + 1-2 jam dengan melewati jalan yang melalui daerah agropolitan dan Kebun Raya Cibodas. Luas Resort Gunung Putri 781 Ha atau ± 7,81 km², merupakan luasan terkecil di antara 12 resort lainnya (5,14% dari luasan keseluruhan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Batas kawasan Resort Gunung Putri adalah dari pal batas TN 110-173 yaitu dari Blok Gunung Batu sampai Maleber (63 pal batas atau 2,19% dari jumlah keseluruhan pal batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Panjang batas 4076 m (1,96% dari keseluruhan panjang batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), dengan jarak rata-rata antar pal batas 64 m. Resort ini diapit Resort Cibodas dan Sarongge, dengan batas alam antar wilayah kerja berupa sungai Cihurang dan sungai Ciherang. Adanya perluasan
39
40
kawasan sebanyak 384,10 Ha yaitu Blok Ciguntur 152,3 Ha dan Blok Gunung Putri 231,8 Ha membuat luas kawasan bertambah hingga menjadi 1165,10 Ha. Desa binaannya adalah desa Sukatani, Cipendawa, dan Sindangjaya.
3.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi sosial ekonomi Desa Sukatani, berdasarkan data yang tercatat di Seksi Wilayah III Cianjur Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango antara lain: No
Keadaan / Kondisi
Keterangan
A. Fisik 1
Lokasi
Kampung Desa
: Sukatani : Sukatani
Kecamatan : Pacet Kabupaten
: Cianjur
2
Luas
348.87 ha
3
Topografi
Perbukitan s/d pegunungan
4
Iklim
Tinggi tempat 1.350 m dpl 1. Curah hujan rata-rata 3.320 mm/th 2. Bulan basah September – April B. Sosial Ekonomi Masyarakat 1
Jumlah penduduk
1. Jumlah
: 11057 jiwa
2. Laki-laki
: 5678 jiwa
3. Perempuan : 5379 jiwa 4. Jumlah KK : 2927 KK 5. Kerapatan Penduduk : 29,747 jiwa/ha 2
Keadaan penduduk usia > 10
1. Bekerja
Tahun
2. Mencari Kerja
: 2.910 : 4.169
3. Jumlah penduduk 15-55 th : 7079 4. Bukan angkatan kerja
3
Mata Pencaharian
- Masih sekolah
: 1.845
- Mengurus RT
: 415
1. Petani
: 687
2. Buruh Tani
: 1350
3. PNS / ABRI
6
Produktifitas lahan
: 29/3
4. Pedagang
: 567
5. Lain-lain
: 196
1. Komoditi Kehutanan
: 107 ha
2. Komoditi Pertanian
: 181.813 ha
3. Komoditi Perkebunan
: -
4. Komoditi Permukiman : 33,44 ha 5. Komoditi Peternakan
:-
Tabel .1.Kondisi Sosial Ekonomi Desa Sukatani
40
41
IV. METODOLOGI
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada demplot seluas 50 Ha yang merupakan areal perluasan dan terletak di Resort Pengelola Taman Nasional Gunung Putri PTN Gunung Putri sebelum dikeluarkannya kebijakan perluasan. Areal ini dikelola Perum Perhutani dengan progaml Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Mei sampai Juni 2007.
4.2 Alat dan Obyek Penelitian Obyek yang diteliti adalah Kelembagaan RHLP ; Demplot RHLP seluas 50 Ha di Resort PTN Gunung Putri dan Masyarakat eks PHBM yang berpartisipasi dalam KTH Puspa Lestari sebagai pelaksana progam RHLP ditingkat Masyarakat. Alat yang digunakan adalah alat tulis (kertas, pulpen), kamera, alat perekam daftar kuisioner/pertanyaan dan panduan wawancara.
4.3 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian RHLP Kriteria dan indikator Rehabilitasi Hutan dan Lahan partisipatif yang optimal perlu dikembangkan (Tabel 2). Kriteria dan indikator dikembangkan terhadap aspek manajemen berkaitan dengan penanganan areal (demplot), Kelembagaan (baik organisasi atau aturan main) RHLP ; pendanaan ; sarana dan prasarana ; serta monitoring dan evaluasi progam progam. Aspek Sosial ekonomi berkaitan dengan
pengaruh
kegiatan
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
PHBM,
pemahaman dan responnya terhadap kegiatan tersebut. Aspek tanaman pokok berkaitan dengan
tanaman pokok yang memperhatikan kesesusaian tanaman
(ekologi). Aspek teknis berkaitan dengan pemerataan tanggungjawab dan aktivitas ekonomi dalam mengelola lahan dan tingkat pelanggaran masyarakat.
41
42
42
43
43
44
4.4 Sumber Data Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: 1. Pihak Pengelola yaitu Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Masyarakat eks PHBM yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari. 3. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur. 4. Dokumen, publikasi atau laporan-laporan yang berkaitan dengan topik penelitian.
44
45
4.5 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dilapangan yang mendukung kegiatan tersebut yang meliputi implementasi rancangan kegiatan rehabilitasi, manfaat kegiatan terhadap kesejahteraan masyarakat dan responnya terhadap kegiatan tersebut. Data primer yang diperlukan meliputi : 1. Aspek manajemen berkaitan dengan kelembagaan baik aturan main maupun organisasi, sarana dan prasarana, serta monitoring dan evaluasi progam RHLP. 2. Aspek Sosial-ekonomi berkaitan aktivitas (curahan waktu terhadap kegiatan diatas), pendidikan, luas kepemilikan lahan, kelas pendapatan, pendapatan dan pengeluaran dan respon berkaitan dengan pandangan , sikap dan perilaku serta harapan yang diberikan masyarakat terhadap progam RHLP. 3. Aspek Tanaman pokok berkaitan ekologi dalam pemilihan jenis dan keragaman jenis dalam menentukan jenis pohon, jumlah jumlah dan anakan yang ditanam 4. Aspek Teknis berkaitan dengan pola pembagian lahan , pola penggunaan lahan dan pola penerapan sanksi (terkait dengan Surat Perjanjian Kerja).
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: 1. Keadaan umum lokasi penelitian yang meliputi letak dan keadaan fisik lingkungan, dan demografi serta kependudukan (meliputi: jumlah dan struktur penduduk, kepadatan, laju pertumbuhan penduduk, sarana dan prasarana perekonomian, pendidikan ,dan kesehatan). 2. Sejarah zona rehabilitasi. 3. Dokumen RHLP yaitu Rencana Progam RHLP 2005-2009, laporan analisis kesesuaian jenis tanaman, Analisis Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM), dan Rencana Pengelolaan Taman Nasional gede Pangrango.
45
46
4.6 Metode Penelitian 4.6.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan : 1. Wawancara dengan menggunakan kuisioner Wawancara dengan masyarakat eks PHBM tentang pengaruh dan manfaat kegiatan RHLP terhadap kesejahteraan mereka, respon terhadap kegiatan yang meliputi pandangan, sikap, tindakan, dan harapan terhadap pihak pengelola berkaitan dengan kegiatan tersebut. 2. Wawancara mendalam (depth inerview) dengan nara sumber yang berkaitan dengan aspek manajemen, tanaman pokok dan teknis serta implementasi kegiatan tersebut dengan pihak pengelola dan masyarakat.. 3. Studi literatur, untuk mengumpulkan data sekunder dari wilayah penelitian. Pengumpulan data dilanjutkan dengan metode triangulasi (penggunaan lebih dari satu metode) yakni dengan melakukan pengamatan, wawancara, analisis dokumen. Metode ini berfungsi untuk melakukan metode cross check sampai pada tahap konfirmasi dan verifikasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Triangulasi menurut Lexy J Moloeng (1997) adalah tehnik pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Tehnik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui pemeriksaan sumber lain.
Triangulasi melalui sumber lain dilakukan dengan cara: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tantang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4. membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah
atau
tinggi,
orang
berada,
orang
46
47
pemerintahan. 5. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Untuk tanaman pokok diperoleh dari pengamatan langsung di lahan rehabilitasi dengan cara menghitung jumlah tanaman pokok yang ada di setiap lahan yang dikelola responden, kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenis masing-masing. Data yang diambil adalah jumlah jenis pohon, jumlah pohon per jenis , jarak tanam, dan pola pembibitan, penanaman serta pemeliharaan.
4.6.2 Metode Pengambilan Contoh Pemilihan responden sebagai objek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu terhadap para pihak yang dianggap menjadi pilihan dalam mendukung keberhasilan kegiatan RHLP, yaitu Pihak Pengelola BTNGP, dan Perum Perhutani serta masyarakat eks PHBM yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari. Informan yang dipilih merupakan pengambil kebijakan secara langsung maupun tidak langsung serta masyarakat eks PHBM yang dipengaruhi kehidupannya dengan keluarnya kebijakan perluasan TNGGP. Informasi dan data dilapangan diperoleh dari: 1. Pihak Pengelola BTNGP yang diwakili Kepala Balai TNGGP dan pegawainya yang dipilih yang dianggap kompoten dalam penguasaan data informasi berkaitan dengan penelitian. 2. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur yang diwakili Kepala Dinas PKT dan pegawainya dipilih sebagai narasumber
yang
dianggap kompoten dalam ekplorasi data dan informasi sebagi informan. 3. Masyarakat yang terkena dampak terhadap kebijakan perluasan dan peserta kegiatan RHLP tersebut yaitu masyarakat peserta kegiatan PHBM di resort PTN Gunung Putri. Informan dari masing-masing pihak sebanyak 1-4 untuk pihak Balai TNGGP dan Dinas serta dari masyarakat eks PHBM yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari sebanyak 27 dari 306 orang.
47
48
4.6.3 Metode Pengolahan Data A. Aspek Manajemen Aspek manajemen dikaji dan disajikan dalam bentuk deskriptif yang dibatasi data dan informasi berkaitan kondisi dan peta areal kerja, kelembagaan, pendanaan, sarana dan prasana, dan monitoring serta evaluasi kegiatan RHLP dalam menjamin kelancaran kegiatan tersebut.. B. Aspek Sosial-Ekonomi B.1 Pandangan, Sikap, Tindakan dan Harapan Pandangan, sikap, tindakan dan harapan masyarakat diperoleh dari hasil wawancara terstruktur kemudian akan ditabulasikan dan dihitung persennya untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Adapun batasan pengertiannya adalah sebagai berikut : a. Pandangan : Pandangan responden terhadap kegiatan rehabilitasi (pengetahuan tentang kegiatan, status lahan, tanaman yang ditanam, dan bagaimana jika kondisi menjadi hutan kembali) b. Sikap
: Apakah pendapat mereka mengenai kegiatan rehabilitasi
mendukung atau menolak kegiatan rehabilitasi. c. Tindakan
: Tindakan nyata yang ditunjukkan oleh responden dalam
untuk mau atau tidak bekerjasama dalam kegiatan RHLP. d. Harapan
: Apakah harapan mereka dimasa depan terhadap pihak
pengelola jika jangka waktu kegiatan RHLP habis, sehingga mereka mau untuk tidak beraktivitas didalam areal rehabilitasi.
B.2 Pendapatan dan pengeluaran Masyarakat PHBM Pendapatan petani dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan total PHBM dan pendapatan total rehabilitasi. a. Pendapatan Total PHBM yaitu pendapatan dari kegiatan PHBM dan pendapatan diluar kegiatan PHBM. b. Pendapatan rehabilitasi pendapatan yang diperoleh dari kegiatan rehabilitasi. Untuk mengetahui seberapa besar kegiatan RHLP dapat mempengaruhi pendapatan total petani sebelum kebijakan perluasan, maka dihitung kontribusi
48
49
pendapatan dengan rumus sebagai berikut : Kontribusi pendapatan = Pendapatan rehabilitasi x100% Pendapatan total PHBM Kegiatan rehabilitasi dapat dikatakan memberi pengaruh nyata terhadap pendapatan total PHBM apabila nilainya > 20%. Hal ini sesuai dengan patok duga yang dikembangkan oleh Gittinger (1986) menyatakan bahwa pendapatan suatu proyek bantuan dapat dikatakan memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan total apabila nilainya > 20%. Selanjutnya data responden tersebut akan dikelompokkan kedalam kelas pendapatan dengan menggunakan standar UMR kabupataen Cianjur tahun 2007. sebesar Rp. 450.000 sehingga akan diperoleh hasil pendapatan yang berada diatas atau dibawah UMR. Selain berdasarkan UMR, dilakukan pembagian kelas pendapatan menurut tiga garis kemiskinan Sayogyo (1977), dimana dapat dikategorikan menjadi tiga diantaranya adalah:
Miskin
: Pengeluaran < 320 Kg beras per kapita
Miskin sekali
: Pengeluaran antara (180-240) Kg beras per kapita
Paling miskin
: Pengeluaran < 180 Kg beras per kapita
Pengeluaran diperoleh dengan cara menghitung dengan cara menghitung pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran bukan pangan (pendidikan, listrik kesehatan transportasi setiap keluarga.
Penghitungan Alokasi waktu Alokasi waktu angota PHBM terhadap kegiatan rehabilitasi diketahui dari jam kerja yang mereka gunakan untuk mengikuti kegiatan PHBM dan RHLP. Setelah jam kerja per hari diketahui maka dilakukan analisa waktu kerja berdasarkan waktu kerja berdasarkan Leknas 1997, dengan ketentuan bahwa seseorang dianggap bekerja penuh bila mencurahkan jam kerja sebagai berikut : a. Pria > 15 tahun
: 35 jam per minggu
b. Wanita
: 20 jam per minggu
Dari analisa tersebut dapat dibuat asumsi bahwa waktu yang digunakan masyarakat dalam bekerja dilahan adalah memberi pengaruh dalam mereduksi
49
50
gangguan terhadap hutan. Adapun perhitungan alokasi waktu adalah sebagai berikut Reduksi ancaman terhadap hutan = Waktu dalam kegiatan x 100% Waktu total kerja
Aspek Tanaman Pokok Aspek tanaman pokok dikaji dan disajikan secara deskriptif yang dibatasi pada data dan informasi berkaitan dengan pemilihan jenis dan keragaman jenis pohon, jumlah pohon per jenis dan anakan. Data dan informasi ini untuk mengetahui kesesuaian jenis tumbuhan dan ekologi dan perbaikan fisik lingkunagan. Aspek Teknis Aspek teknis dikaji dan disajikan secara deskriptif yang dibatasi pada data dan informasi berkaitan dengan teknis dan teknis rehabilitasi. Data dan informasi ini untuk mengetahui implementasi kegiatan dilapangan. Kemudian data tersebut di nilai berdasarkan kriteria dan indikatornya. 4.6.4 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan verifikasi data yang telah dikumpulkan menggunkan kriteria dan indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (Tabel.2). Data-data tersebut kemudian dikelompokkan dan diberi skor (1-9) untuk masing-masing indikator yang terpenuhi oleh data-data tersebut dan mengacu pada standar verifikasi (Lampiran 1). Skor untuk indikator dapat dikelompokkan menjadi
Baik Sedang Buruk
=1 =2 =3
Semua jenis data yang diamati ditabulasikan dan kemudian dilakukan analisis secara deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk menyusun hasil akhir dari penilaian yang dilakukan.
50
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aspek Manajemen Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Partisipatif 5.1.1 Ketepatan Penangan Demplot Ketepatan penanganan demplot adalah salah satu bagian yang penting untuk melihat sejauh mana Progam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif sesuai dengan fungsi dan rencana pengelolaan kawasan TNGP. Ketepatan penanganan kawasan yang dimaksud adalah penyelenggaraan RHLP telah mengakomodir arah pengelolaan TNGP, dimana progam tersebut dilaksanakan dikawasan TNGP. Adapun pengelolaan taman nasional dan kerangka hukum pengelolaan taman nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penanganan demplot yang tepat dapat dilihat dari indikator luas kerusakan (kondisi areal) teridentifikasi dan dipetakan serta kesuaian jenis tanaman. A. Kerangka Pelaksanaan RHLP Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif merupakan konsep Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang menitikberatkan keterlibatan semua pihak mulai dari tingkat perencanaan sampai dengan implementasinya dilapangan. Secara umum tujuan progam RHLP adalah terwujudnya model RHLP yang berhasil dikawasan tingkat perencanaan sampai dengan implementasinya dilapangan. Secara umum tujuan Progam RHLP adalah terwujudnya model RHLP yang berhasil dalam kawasan hutan (TNGP) sehingga memberikan manfaat dan pemantapan kolaborasi bagi seluruh stakeholder dan untuk menumbuhkan RHL swadaya multipihak secara berkelanjutan. Sedangkan secara khusus tujuan RHLP adalah sebagai pilot project dalam rangka memulihkan kembali fungsi hutan konservasi di TNGP secara optimal dan terwujudnya kolaborasi manajemen di dalam kelembagaan KTH Puspa Lestari sebanyak 306 KK eks progam PHBM Perum Perhutani serta Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) untuk mewujudkan “ Leuwung hejo masyarakat ngejo” Berdasarkan tujuan tersebut, maka RHLP dikategorikan sebagai salah satu bentuk
upaya
perbaikan
ekosistem
(rehabilitasi)
dengan
pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan hutan secara kolaboratif. Beberapa dasar hukum
51
52
atau kebijakan dalam rehabilitasi dan pemebrdayaan yang sesuai dengan RHLP adalah: •
UU No. 5 tahun 1990 bab XI pasal 37 tentang peranserta masyarakat.
•
UU No. 23 tahun 1993 bab III pasal 7 tentang peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
•
UU No. 41 tahun 1999 bab X pasal 68-70 tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan.
•
Peraturan
Menteri
Kehutanan
No.P.19/Menhut-II/2004
tentang
pengelolaan kolaboratif di KSA dan KPA. •
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/Menhut-II/ 2006 tentang Pedoman Rehabilitasi di Kawasan Taman Nasional. Dasar pelaksanaan RHLP adalah adanya MOU antara Departemen
Kehutanan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur yang merupakan kerjasama RHLP dengan konsep RHLP dalam jangka waktu 5 tahun, dimana pihak Departemen Kehutanan sebagai penyedia dana utama dan pihak Pemda Kabupaten Cianjur sebagai penyedia dana pedamping. Kesepakatan ini mendapat dukungan dari dari Pemda Kabupaten Cianjur secara lintas sektoral. Namun bentuk dukungan tersebut tidak kedalam satu peraturan hukum setingkat kabupaten atau peraturan daerah, disebabkan pelaksanaan kegiatan tersebut . Dalam pelaksanannya pihak pemda Kabupaten Cianjur melalui pemerintah desa telah memberikan dukungan secara tertulis dengan pembuatan Peraturan Desa Sukatani Nomor 05 tahun 2007 tentang Pengembangan Desa Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif. Perdes ini bertujuan untuk memberikan sistem dukungan terpadu terhadap pemberdayaan masyarakat desa dan memulihkan kondisi lahan eks perogam PHBM. Masyarakat dengan Balai Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) sebagai pemilik lahan yang mewakili Kelompok Kerja RHLP sepakat dengan progam RHLP tersebut dengan menandatangani surat perjanjian Nomor : 89/IV-T/HUN/2006 tentang Kerjasama Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partsipatif
52
53
(RHLP) Di Kawasan Konservasi SKW III Resort PTN Gunung Putri Balai Tama Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 8 Nopember 2006. Sementai keikutsertaan LSM ESP USAID dalam Kelompok Kerja RHLP berdasarka MOU dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Til Pakar menyatakan sepakat dengan progam yang ditunjukkan MOU denga Pemda Kabupaten Cianjur dengan Balai Taman Nasional Gede Pangrango (BB1 17 Juni 2007, Komnikasi Pribadi)1. B. Demplot RHLP Pengamatan dilakukan di kawasan perluasan Taman Nasional Gunun Gede Pangrango yang akan dijadikan lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Secar Partisipatif (RHLP) terletak di Blok Tangeuk, Desa Sukatani Kecamatan Pacei Kabupaten Cianjur yang termasuk dalam Resort Gunung Putri Seksi Konservas Wilayah III Cianjur Balai Taman Nasional Gunung gede Pangrango. Lua kawasan yang dijadikan pilot project Lokasi RHLP adalah 50 Ha denga ketinggian tempat sekitar 1.250 - 1.800 m.dpl, Kondisi topografi berbukil tingkat kemiringan berkisar antara 15 s/d 40 % dengan suhu berkisar antara 14°C 27°C dan curah hujan 2.964 mm/tahun. Tipe iklim menurut Schmidt-fergusoi adalah tipe A dengan tingkat kelembaban rata-rata 80 -90 % sepanjang tahui (Laporan Gunma, 2006).
Gambar 2. Peta Lokasi Kegiatan RHLP
Petugas BTNGP 53
54
Gambar 3. Petak Kerja Kegiatan RHLP di Desa Sukatani Resort Gunung Putri
Kawasan ini merupakan eks-kawasan Pengelolaan Hutan Bersam Masyarakat (PHBM) yang dikelola Perum Perhutani Cianjur. Pada lokasi in banyak ditemukan areal terbuka yang merupakan lahan garapan oleh masyaraka Desa Sukatani. Kondisi lahan tersebut adalah lahan tumpang sari (brokoli, daui bawang, wortel dan Lobak) dengan tanaman pokok kehutanan yang ada yaiti Pinus (Pinus merkusiii) dengan umur 3 sampai 4 tahun dengan jarak tanam 3 dai 5 m dan beberapa tanaman lainnya seperti: Alpukat dan pisang. Dalam mewujudkan demplot tersebut Kelompok Kerja melakukai kegiatan berupa: 1.
Persiapan dan rencana demplot model RHLP. Hasil kegiatan berupa pet lokasi dan desain landskap RHLP (termasuk juga pemilihan jenis) dalan kawasan konservasi. Kegiatan ini mencakup a) pengukuran, pemetaan dai sketsa areal RHLP, b) penyusunan dan sosialisasi desain lanskap RHLI dalam kawasan konservasi, c) Analisis kesesuaian jenis tanamai kehutanan dan pertanian, d) penyusunan rencana operasional defeniti RHLP tahunan.
2. Pembangunan demplot model RHLP 50 Ha didalam kawasan konservasi. Hasil Kegiatan ini berupa tanaman yang sesuai dalam kawasan konservasi TNGP. Kegiatan ini meliputi a) Pembuatan persemaian 1 unit, termasu ujicoba tehnik pembibitan jenis lokal TNGP, b) penanaman pepohona (terutama jenis lokal), c) penanaman
54
55
tanaman pertanian dibawah tegaka (tanaman sayuran seperti wortel, brokoli, rinso dan daun bawan§ dipertimbangkan hanya selama 2-3 tahun saja, d) pemeliharaan tanamat e) Monitoring pemanenan hasil pertanian f) analisis ekonomi pengelolaa konservasi bersama masyarakat (PKBM). 3. Pendampingan/bimbingan teknis dan penyuluhan. Hasil kegiatan berup dokumen bentuk pendampingan/ bimbingan teknis dan penyuluhan da permasalahan yang dapat diatasi kelompok tani. Kegiatan ini berupa a perjalanan dinas untuk pendampingan/bimbingan teknis dan penyuluhai untuk penyusunan rencana operasional defenitifftetap tahunan, praktel pola tanam/desain lanskap, tehnik pengolahan
tanah
dan
pemupukan
persemaian, penanaman, pemeliharan
pengendalian hama, dan jaringai pemasaran b) pelaporan pendampingan/ penyuluhan/ bimbingan teknis pembangunan demplot model RHLP. 4. Monitoring dan evaluasi hasil RHLP. Hasil kegiatan berupa dokumet tentang proses yang dijalankan, kendala, keberhasilan yang dicapai, umpai balik tindak lanjut perbaikan rencana dab pelaksanaan pembangunai demplot model RHLP tahun berikutnya. Kegiatan yang dilakukan a perjalanan dinas monitoring dan evaluasi hasil pelaporan b) rapat pembahasan monitoring dan evaluasi hasil RHLP. Penilaian indikator luas dan kerusakan demplot RHLP teridentifikasi dar terpetakan adalah baik dengan nilai 3, dimana luas demplot RHLP seluas 50 H£ kondisi kerusakan demplot telah diketahui serta terdapat peta demplot areal kerjz IHLP (Gambar 3). 5. 1. 2 Kelembagaan RHLP Kelembagaan memiliki dua pengertian yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hirarki. Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) akan mengatur berbagai aktivitas antar pihak atau individu dalam suatu sistem sosial baik tertulis ataupun tidak tertulis (Baehaki, et al. 2006). Kelembagaan sebagai organisasi yang memiliki hirarki merupakan penjabaran wewenang dan tanggungjawab, serta memungkinkan adanya keteraturan dalam pelaksanaan administrasi organisasi. Sedangkan kelembagaan
55
56
sebagai aturan main adalah mengatur peran parapihak yang terlibat sesuai kapasitasnya masing-masing. Kelembagaan yang mendukung progam RHLP adalah kelembagaan yang didalamnya terjalin koordinasi yang baik antar parapihak yang terlibat. Hal ini dapat dilihat dari indikator adanya kesepakatan parapihak mengenai progam RHLP secara tertulis maupun tidak tertulis, parapihak memiliki peran yang jelas serta adanya pembagian sumberdaya dan biaya dalam progam RHLP melalui mekanisme yang jelas. Disisi lain keterlibatan seluruh pihak dalam kelembagaan, dimana pihak tersebut mengartikulasikan kepentingannya dengan cara berbeda direpresentasikan (sehingga tidak menjadi selected representation) akan sangat mendukung keberhasilan progam tersebut baik secara konseptual maupun implementasinya.
A. Pihak Yang Terlibat dalam RHLP Parapihak yang terlibat dalam pelaksanaan progam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif dapat dibedakan menjadi parapihak sebagai penyedia sumberdana dan dana pendamping; fasilitator dan mediator dalam pelaksanaan kegiatan; mediator dan pendampingan dalam penyusunan panduan dan kajian ilmiah; dan pendampingan kegiatan dilapangan; serta pelaksana, pengawas, dan pengguna hasil dilapangan. Penyedia sumberdana dan dana pendamping Kegiatan RHLP adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur terdiri dari Dinas PKT dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Cianjur. Fasilitator dan mediator dalam pelaksanaan kegiatan RHLP adalah BTNGP. Mediator dan pendampingan dalam penyusunan panduan dan kajian ilmiah adalah Tim Pakar Fakultas Kehutanan IPB. Pendampingan kegiatan dilapangan dilakukan oleh LSM Environmental Service Program (ESP) USAID, AMERTA, dan RCS.
56
57
Departemen Kehutanan Dinas PKT Kab. Cianjur Balai TNGGP
Masyarakat
Lokasi RHLP
Tim Pakar IPB LSM ESP USAID
SKPD Kab Cianjur
Gambar.4. Partisipasi Parapihak Dalam Progam RHLP
A. Kelembagaan Yang Penting Dalam RHLP Berdasarkan peranan organisasi, secara fungsional kelembagaan/organisasi dalam pelaksanaan RHLP sebagai berikut: a). Kelembagaan di tingkat kabupaten Kelembagaan di tingkat kabupaten berbentuk kelompok kerja yang dibentuk pertama kali berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor : 522.1.01/Kep.162-Pe/2005 tertanggal 12 Oktober 2005 yang kemudian ditinjau kembali
dengan
Surat
Keputusan
Bupati
Nomor
:
522.1.01/Kep.42-
BAPPEDA/2006 tentang Pembentukan Kembali Kelompok Kerja Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Partisipatif tertanggal 14 Maret 2006 dalam rangka meningkatkan aktivitas penunjang kegiatan rehabilitasi hutan termaksud agar dalam pelaksanaannya secara teknis lebih aplikatif. Pembentukan kelompok kerja tersebut bertujuan mensinergiskan rencana dan progam serta pendanaan setiap instansi/ dinas kabupaten maupun UPT pusat yang ada didaerah termasuk aparat penegak hukum yang terkait dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan partisipatif yang telah mengakomodasikan keinginan masyarakat (bottom up) maupun kepentingan pusat (top down). Berdasarkan Surat Keputusan tersebut Kelompok Kerja Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Partsipatif terdiri dari susunan personalia sebagai berikut :
57
58
Penanggungjawab
: Bupati
Wakil Penangung Jawab
: Sekretaris Daerah
Ketua
: Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah
Wakil Ketua I
: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Wakil Ketua II
: Kepala Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah
Sekretaris
: Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Perekonomian Daerah pada BAPPEDA
Tim Ahli
: 1. Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor (IPB) 2. Environment Services Programs (ESP) USAID
Anggota
: 1. Dinas Perhutanan dan Koservasi Tanah 2. Dinas Pertanian 3. Dinas Perikanan dan Peternakan 4. Dinas Cipta Karya 5. Dinas Bina Marga 6. Dinas Pengelola Sumberdaya air dan Pertambangan 7. Kantor Analisis Dampak Lingkugan 8. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa 9. bagian Perekonomian Sekretariat Daerah 10. Badan Konservasi Sumber Daya Alam Seksi II Bogor 11. Taman Nasional Gede Pangrango 12. Perum perhutani Cianjur 13. Camat Sukaresmi 14. Kepala Seksi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat kecamatan Sukaresmi
pada
15. Kepala Desa Sukaresmi 16. Kepala Desa Cikarenye 17. Kepala Sub Bidang Perencanaan
58
59
Pembangunan Sarana Produksi Daerah pada BAPPEDA 18. Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Hutan Tugas pokok dan fungsi kelompok kerja adalah : a) Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi kegiatan di kecamatan Sukaresmi dan lokasi lainnya untuk pengembangan kegiatan. b) Melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian progam rehabilitasi hutan dan lahan partisipatif. c) Memecahkan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan progam rehabilitasi hutan dan lahan partsispatif yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. d) Melaksanakan sinkronisasi antara perencanaan kelompok masyarakat dengan perencanaan tingkat desa dan kecamatan. e) Membuat laporan hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi kepada Bupati
Penangung Jawab Bupati Cianjur
Sekretaris Pokja
Ketua Pokja Wk. Ketua Pokja I Wk. Ketua Pokja II
Tim Ahli Fak. Kehutanan IPB
TIM INTI SKPD Cianjur dan Balai TNGP (Penanggung jawab, PINLAK, PUMK, Staff, dll)
TIM PENUNJANG SKPD Cianjur, Perum Perhutani, LSM, BANK
Gambar 5. Struktur Organisasi Kelompok Kerja RHLP
59
60
2. Kelembagaan ditingkat Masyarakat Kelembagaan ditingkat masyarakat adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari yang melibatkan masyarakat penggarap lahan yang berada di Desa Sukatani dan Sindang Jaya yang umumnya adalah para petani Eks-Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Paguyuban Petani Gunung Putri. Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari resmi berdiri pada tanggal 8 Desember 2006 di Hotel Telaga Biru Kecamatan Cipanas sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Bab II pasal 2 tentang Jangka Waktu Berdiri dan Wilayah Kerja. Pembentukan KTH tersebut setelah melalui tahapan pra kondisi sebagai berikut : 1) Pertemuan pada Desember 2005 dalam rangka sosialisasi RHLP dan PRA Pengelolaan Konservasi Partisipatif (PKP), dihadiri 100 orang masyrakat eks PHBM di Desa Sukatani. 2) PRA PKP pada (12-15 Januari 2006) bertempat di Bumi Perkemahan Bobojong yang dihadiri 90 orang penggarap eks PHBM. 3) Training of Trainer (TOT) bagi 27 orang perwakilan masyarakat eks PHBM di Desa Sukatani (2-12 Febuari 2006) untuk menyusun RUK/RDKK Tahapan pra kondisi tersebut di fasilitasi oleh Kelompok Kerja RHLP dalam rangka penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat eks-PHBM. Sesuai dengan Rencana Usaha Kelompok atau Rencana Defenitif Kebutuhan Sub Kelompok (RUK/RDKK) Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tahun 2006 Kelompok Tani Hutan Puspa Lestari beranggotakan 306 orang sesuai, dibagi menjadi sembilan (9) Sub kelompok yaitu 1) Sub Kelompok Nilam 2) Sub Kelompok Sari Tani 3) Sub Kelompok Rasamala 4) Sub Kelompok Cantigi 5) Sub Kelompok Malasari 6) Sub Kelompok Eidelwis 7) Sub Kelompok Saninten 8) Sub Kelompok Jamuju 9) Sub Kelompok Walen. Sementara berdasarkan fakta dilapangan Keputusan Kepala Desa Sukatani Nomor : 661/SK.04/2007 jumlah anggota KTH Puspa Lestari hanya 30 orang yang aktif. Sesuai dengan Keputusan Kepala Desa Sukatani Nomor : 661/SK.04/2007 Tentang Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Puspa Lestari Desa Sukatani Kecamatan Pacet tertanggal 30 Maret 2007 tersebut, susunan kepengurusan KTH Puspa Lestari sebagai berikut : Pelindung
: 1. Kepala Balai TNGGP 2. Kepala Dinas PKT
Pembina
: 1. Kepala Desa Sukatani 2. Camat Pacet 3. Kepala Resort Gunung Putri
Ketua
: Aep Saepudin
Sekretaris
: H. Amat
60
61
Bendahara
: Imas N
Humas
: 1. Denoe S 2. Didin
Anggota
: 30 0rang (lampiran)
Hal ini menunjukkan bahwa kelembagaan ditingkat masyarakat masih lemah dalam partisipasi masyarakat eks-PHBM. Untuk itu diperlukan penguatan kelembagaan ditingkat masyarakat tersebut, sehingga timbul kesadaran akan pentingnya progam tersebut dan keinginan untuk berpartisipasi dari seluruh masyarakat. Dalam rangka keikutsertan dalam progam RHLP KTH Puspa Lestari telah melakukan penandatangan Surat Perjanjian Nomor : 89/IV-T/HUM/2006 tentang Kerjasama Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHLP) di Kawasan Konservasi Resort PTN Gunung Putri SKW III Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 8 Nopember 2006. Adapun hak dan kewajiban KTH Puspa Lestari sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 tentang Hak dan Kewajiban surat perjanjian tersebut adalah : 1. Hak KTH Puspa Lestari : a. Menerima bibit tanaman asli/endemik yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA (Balai TNGGP) untuk ditanam dilokasi RHLP sesuai petunjuk teknis yang ditentukan. b. Mendapatkan hasil dari tanaman semusim/tanaman tumpangsari maupun tanaman MPTS yang ditanam dan dipelihara oleh PIHAK KEDUA (KTH Puspa Lestari) pada lokasi RHLP. c. Memanfaatkan hasil tanaman keras berupa buah pada jalur hijau selebar 15 m ke dalam dari batas luar kawasan eks Progam PHBM. d. Mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis dari PIHAK PERTAMA guna keberhasilan pelaksanaan kegiatan RHLP. 2. Kewajiban KTH Puspa Lestari : a. Melaksanakan penanaman tanaman pokok asli/endemik dan MPTS yang bibitnya disediakan oleh PIHAK PERTAMA sesuai dengan petunjuk teknis dari PIHAK PERTAMA. b. Menjaga dan memelihara tanaman pokok dan MPTS pada areal yang telah ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA. c. Melakukan penyulaman apabila ternyata hasil penilaian PIHAK PERTAMA persentase tumbuh tanaman pokok tersebut kurang dari 100%. d. Menyediakan bibit untuk kegiatan penyulaman sesuai petunjuk teknis dari PIHAK PERTAMA sesuai kaidah konservasi. e. Menyempurnakan kelembagaan kelompok tani yang ada sebagai pelaksanaan RHLP yang mengarah terwujudnya kemandirian.
61
62
f. Membantu secara partisipatif dalam upaya pengamanan kawasan hutan TNGP dengan bentuk : g. Tidak mengambil, mengganggu hutan atau hasil hutan di kawasan TNGP. h. Melaporkan setiap pelanggaran/gangguan terhadap kawasan TNGP yang ditemui (dilihat atau didengar) kepada petugas setempat. i. Bersama-sama petugas ikut serta melakukan pengawasan terhadap gangguan keamanan kawasan TNGP j. Membantu menyebarluaskan informasi tentang upaya konservasi.
Gambar.6. Kegiatan KTH Puspa Lestari
Kelompok Tani Hutan Puspa Lestari melakukan kegiatan internal seperti rapat yang diadakan setia semingu sekali pada hari jumat. Rapat ini berfungsi sebagai sarana informasi dan diskusi. Untuk mendorong kehadiran para anggota maka diselingi dengan kegiatan arisan dengan biaya Rp. 2000,00. Berdasarkan pengamatan dilapangan tingkat kehadiran anggota semakin menurun. Hal ini kerena masyarakat belum mendapatkan manfaat secara ekonomi. 5.1.3 Koordinasi Antar Pihak dalam RHLP RHLP merupakan proses kolaborasi yang melibatkan banyak pihak didalamnya, maka koordinasi parapihak tersebut berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaannya. Koordinasi parapihak dalam RHLP yang baik dapat dilihat dari indikator adanya kesepakatan parapihak mengenai RHLP secara tertulis maupun tidak tertulis mengenai RHLP, parapihak memiliki peran masing-masing yang jelas, serta adanya pembagian sumberdaya dan biaya dalam RHLP melalui mekanisme yang jelas. Parapihak dalam RHLP (BTNGGP, Dinas PKT dan SKPD Kabupaten Cianjur, Tim Pakar Fakultas Kehutanan IPB, Masyarakat, LSM) sudah menyatakan dukungannya terhadap RHLP. Dukungan terhadap konsep RHLP ini sudah disepakati dalam pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan antara lain : Pertemuan pada Desember 2005 dalam rangka sosialisasi RHLP dan PRA Pengelolaan Konservasi Partisipatif (PKP).
62
63
1. Workshop Rancangan RHLP pada April 2006 2. Kegiatan Pembahasan Rancangan Analisis Kesesuaian Jenis Tanaman dalam kawasan TNGGP pada tanggal 10 Juli 2006 di kantor Resort Gunung Putri. 3. Kegiatan Pembahasan Rancangan Analisis Ekonomi PKBM (Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat) pada tanggal 11 Juli 2006 di kantor Resort Gunung Putri. 4. Kegiatan Perumusan Sistem Kontrak Lahan Guntai dalam kawasan pada tanggal 22-23 Agustus 2006 5. Workshop Peningkatan Pemahaman RHLP Bagi Seluruh Stakeholder pada tanggal 11-12 September 2006. Pihak pemda telah memberikan dukungan dengan secara tertulis dengan pembuatan Perdes Sukatani Nomor 05 tahun 2007 tentang Pengembangan Desa Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan partisipatif. Perdes ini bertujuan untuk memberikan sistem dukungan terpadu terhadap pemberdayaan masyarakat desa dan memulihkan kondisi kawasan eks Progam PHBM. Masyarakat sepakat dengan progam-progam tersebut dengan menandatangani Surat Perjanjian Nomor : 89/IV-T/HUM/2006 tentang Kerjasama Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Partisipatif (RHLP) Di Kawasan Konservasi Resort PTN Gunung Putri SKW III Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 8 Nopember 2006. LSM dan Tim Pakar menyatakan sepakat yang ditunjukkan dengan peran aktif parapihak tersebut dalam berbagai kegiatan RHLP. Peran parapihak dalam RHLP sudah jelas yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur terdiri dari Dinas PKT dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Cianjur sebagai penyedia sumberdana dan dana pendamping kegiatan RHLP, BTNGP sebagai fasilitator dan mediator dalam pelaksanaan kegiatan RHLP, Tim Pakar Fakultas Kehutanan IPB sebagai mediator dan pendampingan dalam penyusunan panduan dan kajian ilmiah, LSM Environmental Service Program (ESP) USAID, AMERTA, dan RCS sebagai pendamping kegiatan dilapangan. Peran pihak masyarakat dan BTNGP sendiri sudah dituangkan dalam kesepakatan tertulis sedangkan pihak lainnya belum. Mekanisme pembagian sumberdaya dalam RHLP sudah baik dengan adanya mekanisme keorganisasian RHLP. Keorganisasian ditingkat masyarakat sudah terbentuk yaitu KTH Puspa Lestari dan sudah memiliki aturan main yaitu Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART) yang sudah disepakati oleh seluruh anggota. KTH Puspa Lestari sudah memiliki kelengkapan organisasi seperti kepengurusan dan tata administrasi. Sedangkan keorganisasain ditingkat kabupaten berbentuk Kelompok Kerja RHLP yang telah memiliki mekanisme yang jelas serta memiliki struktur personalia. Penilaian untuk masing-masing indikator koordinasi para pihak dalam RHLP untuk kesepakatan parapihak mengenai RHLP secara tertulis dan tidak tertulis adalah baik dengan nilai 8, hal ini disebabkan kesepakatan sudah tertuang secara tertulis dan adanya pertemuan-pertemuan yang menghasilkan kesepakatan. Untuk indikator kejelasan pembagian sumberdaya dan biaya pada dua lembaga dikategorikan baik dengan nilai 8, karena sudah ada mekanisme yang
63
64
jelas dalam keorganisasian RHLP baik KTH Puspa Lestari maupun Kelompok Kerja RHLP. Sedangkan untuk indikator pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing yang jelas adalah baik dengan nilai 8, dimana adanya kesepakatan atau MOU diantara parapihak. Indikator seluruh pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam kegiatan RHLP dan terakomodasi dalam kelembagaan adalah baik dengan nilai 9 dimana parapihak terakomodasi dalam kelomk kerka dan KTH Puspa Lestari. Sedangkan indikator parapihak yang terlibat mengartikulasikan kepentingannya dengan cara berbeda di representasikan (sehingga tidak menjadi selected representation) adalah baik dengan nilai 8 dimana terdapat komunikasi daua arah yang tercatat dalam notulensi. 5.2.3 Sanksi Teknis penerapan sanksi berkaitan dengan metode monitoring pelanggaran dan mekanisme pemberian sanksi yang diberikan untuk mencegah kelalaian para petani penggarap dalam menggunakan lahan dan merawat tanaman pokok. Adapun sanksi dan pelanggaran sesuai dengan Surat Perjanjian Nomor :89/VIT.12/HUM/2006 pasal 3 tentang Larangan dan Sanksi sebagai berikut : 1. Larangan Dalam pelaksanaan kerjasama RHLP KEDUA tidak diperbolehkan : a. Menggunakan pupuk kimia pada kegiatan tumpangsari dan MPTS. b. Menanam jenis-jenis ohon hutan maupun MPTS di luar yang telah ditentukan. c. Memasukkan/menggembalakan ternak dan atau membuat kandang ternak di dalam lokasi RHLP. d. Memindahtangankan hak kepada orang lain. e. Memiliki atau mensertifikatkan lokasi RHLP menjadi hak milik. f. Bertempat tinggal di dfalam lokasi RHLP. g. Melakukan pembakaran apapun di dalam lokasi RHLP. h. Memperluas lahan tumpangsari yang lebih ditetapkan. i. Mengganggu dan atau merusak tanaman pokok. 2. Sanksi a. Apabila larangan-larangan sebagaimana pada ayat (1) di atas dilanggar, maka PIHAK PERTAMA secara sepihak dapat mencabut atau membatalkan hak-hak PIHAK KEDUA tanpa ganti rugi apapun dan yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. b. Khusus pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana pasal 2 ayat (4), PIHAK KEDUA diberi peringatan tertulis oleh PIHAK PERTAMA mengeluarkan peringatan tertulis kedua dan apabila setelah dua minggu kemudian peringatan kedua juga tidak diindahkan, maka PIHAK
64
65
PERTAMA secara sepihak dapat membatalkan/mencabut kerjasama ini tanpa ganti rugi apapun. Berdasarkan surat perjanjian tersebut diatas penerapan sanksi dilakukan berdasarkan dua hal yaitu : 1) Pelanggaran atas Larangan dan 2) Pelanggaran atas Kewajiban Pelanggaran sanksi atas kedua hal tersebut dilakukan dengan cara berbeda yaitu : 1) untuk pelanggaran atas larangan dapat dilakukan secara sepihak oleh Balai Tanaman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan membatalkan hak-hak petani penggarap dan 2) pelanggaran atas kewajiban dilakukan secara bertahap dengan memberikan surat peringatan pertama sampai ketiga, dimana jangka waktu peringatan pertama sampai ketiga berjangka 2 minggu setiap tahap proses bila tidak diindahkan oleh Masyarakat eks Progam PHBM. Disisi lain metode monitoring pelanggaran masih didasarkan pada partisipatif masyarakat, dan tidak ada kejelasan waktu untuk melakukan monitoring tersebut. Dari pengamatan dilapangan pelanggaran atas kedua hal tersebut banyak terjadi yang dilakukan oleh masyarakat eks Progam PHBM bahkan oleh anggota KTH Puspa Lestari. Pelanggaran yang dilakukan seperti penggunaan pupuk kimia dan tanaman yang mati tidak disulam, tetapi pihak Balai TNGP masih melakukan pendekatan persuasif. Hal ini disebabkan tingkat pemahaman masyarakat yang masih rendah serta untuk meredam konflik dengan masyarakat penggarap. Selain itu Balai TNGP berkoordinasi dengan KTH Puspa Lestari dalam melakukan pendekatan kepada anggota dan masyarakat penggarap lainnya untuk mematuhi kewajiban dan larangan yang telah ditetapkan. Selain itu monitoring yang dilakukan terhadap pelanggaran sulit dilakukan dilapangan, karena memerlukan sumberdaya manusia besar dan belum adanya kesadaran serta rendahnya partisipasi masyarakat. Berdasarkan penilaian indikator tingkat pelanggaran terhadap hak dan kewajiban sangat tinggi dan pengawasanya buruk dengan nilai 3 yang diperlihatkan dengan banyaknya tanaman yang mati tidak disulam dan penggunaan puipuk kimia yang tinggi.. 5.2 Pendanaan Salah satu hal yang penting dalam implementasi progam RHLP adalah keputusan manajemen dalam pendanaan. Pendanaan ini akan mendukung kelancaran dan kontiunitas pelaksanaan progam RHLP sesuai dengan perencanaan. Upaya untuk menjamin ketersediaan dana sangat diperlukan, dengan memastikan pihak yang menjadi sumber pendanaan. Prinsip didalam partisipasi adalah peran serta atau kontribusi pendanaan didalam kegiatan RHLP tersebut. Kontribusi pendanaan ini ada dua macam yaitu 1) dukungan penyediaan dana (pembiayaan) pelaksanaan kegiatan RHLP 2) dukungan dana tidak langsung (non finansial) yang mengurangi dana cair, melalui dukungan tenaga kerja petani, sumberdaya input produksi yang sudah tersedia atau dimiliki petani.
65
66
Secara umum kontribusi pendanaan kegiatan RHLP ini dikembangkan melalui beberapa kriteria yaitu : Kegiatan pembangkit awal, pra kondisi, wahana pembelajaran RHLP atau pengembangan model RHLP didanai oleh Pemerintah Pusat yang membidanginya (Departemen) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai progam serupa di wilayah tersebut seperti. Kegiatan yang menjadi bagian butir pertama berupa sinergi dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan RHLP didanai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Kegiatan yang secara langsung untuk penguatan kapasitas masyarakat didalam RHLP didanai oleh LSM yang mempunyai progam sejenis diwilayah tersebut atau Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten. Kegiatan pengembangan infrastruktur atau usaha diluar sektor kehutanan dalam kerangka insentif atau penopang kegiatan ekonomi masyarakat, didanai oleh Pemerintah Daerah Propinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten. Kegiatan yang menjadi kepentingan langsung ataupun yang sudah menjadi kegiatan rutin (kegiatan tetap dilakukan pada kondisi RHLP maupun dengan RHLP) didanai oleh pelaku utama (penerima dan penangung resiko) RHLP (petani) melalui tenaga dan waktu kerja, penyediaan input seperti perlatan kerja dan bibit tanaman pertanian. Parapihak yang menjadi sumber pendanaan berdasarkan master plan progam RHLP tahun 2005-2009 adalah: 1. Dephut sumber dana dari APBN 2. Pemda. Propinsi sumber dana dari APBD 3. Pemda. Kabupaten sumber dana dari APBD 4. Environmental Servica Progam (ESP) USAID 5. Masyarakat secara swadaya Untuk indikator pendanaan yang mendukung implementasi progam RHLP sangat baik dengan nilai 8. Hal ini disebabkan adanya pihak yang sumber pendanaan progam RHLP. tersebut. Disisi lain para kelompok kerja RHLP juga berupaya melakukan kerjasama dengan LSM lainnya dalam penguatan kelembagaan KTH Puspa Lestari. 5.1. 4 Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasana merupakan perangkat yang diperlukan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan RHLP dilapangan. Adapun sarana dan prasarana yang ada dilapangan sebagai berikut : 1. Gubuk kerja berjumlah dua buah 2. Sentra budidaya jamur berjumlah 1 Buah 3. Sentra budidaya Tanaman Hias berjumlah 1 Buah 4. Lahan Persemaian Tanaman Pokok 1 Petak
66
67
Sarana dan prasarana tersebut dalam keadaan kondisi yang baik kecuali areal persemaian. Gubuk kerja berfungsi sebagai tempat untuk mendukung kegiatan penanaman, penyulaman dan pemeliharaan tanaman pokok yang lokasinya berada pada blok lanbau dan blok ecalyptus dalam areal RHLP. Sementara sentra budidaya jamur dan sentra tanaman hias berfungsi sebagai tempat mendukung pemberdayaan masyarakat dan persemaian berfungsi sebagai sarana belajar lapang masyarakat dalam penyemaian. Lokasi ketiga araeal tersebut berada dilahan BALITRO yang merupakan lahan pinjaman. Kapasitas sentra budidaya tanaman hias dan sentra budidaya jamur hanya berguna sebagai sarana menambah pengetahuan dan belum mencapai skala ekonomis. Hal ini disebabkan sentra budidaya jamur ukuran kecil hanya menampung 500 log tanaman jamur. Sedangkan sentra budidaya tanaman hias belum benilai ekonomis dan hanya masih berupa sarana belajar..
Gambar.6. Sentra Tanaman Hias
Gambar.7. Sentra Budidaya Jamur
Gambar.8. Gubuk Kerja
Gambar.9. Persemaian
Kapasitas persemaian untuk menjamin ketersedian bibit tanaman pokok untuk penyulaman tidak terjamin karena persemaian tersebut hanya di fungsikan sebagai sarana belajar KTH Puspa Lestari. Berdasarkan fakta dilapangan KTH Puspa Lestari membutuhkan sekretariat sehingga dapat melakukan kegiatan internal seperti rapat rutin yang selama ini dilakukan disentra budidaya, dimana kondisi dan daya tampung tidak memadai. Kebutuhan in telah disampaikan kepada pihak BTNGGP pada saat rapat untuk penanaman tanaman pokok pada tanggal 19 Desember 2006.
67
68
Penilaian terhadap indikator sarana dan prasana dalam mendukung tanaman pokok dan pemberdayaan sangat buruk dengan nilai 3. Hal ini sarana prasarana karena tidak memenuhi kapasitas dalam menjamin ketersediaan bibit untuk penyulaman, sehingga kondisi ini menjadi kendala masyarakat untuk menyediakan bibit untuk penyulaman. Monitoring dan Evaluasi Dalam menjamin strategi RHLP dapat berjalan efisien dan terukur maka kelompok kerja mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan untuk mengumpulkan data tanaman kehutanan, tanaman pertanian, untuk dasar analisis dalam proses evaluasi. Tujuan monitoring adalah untuk mengetahui keberhasilan dan kemajuan pertumbuhan atau perkembangan atau produksi tanaman kehutanan, pertanian dan pekan ternak. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk menilai kembali hasil dari monitoring dan pengumpulan data di lapangan dengan maksud untuk membandingkan rencana dan realisasi pelaksanaan agroforestry. Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring dan evaluasi meliputi : 1. Perencanaan monitoring dan evaluasi berupa pengadaan bahan dan alat, penyusunan kriteria dan indikator serta tehnik pelaksanaannya, rapat koordinasi penyusunan/ pembahasan kriteria dan indikator evaluasi pencapaian hasil RHLP. 2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi berupa perjalanan dinas pengumpulan data, evaluasi hasil dan pelaporan, serta rapat pembahasan monitoring dan evaluasi hasil RHLP. Monitoring dilakukan dalam beberapa kegiatan, antara lain: 1. Pengumpulan Data Dasar Sasaran : Pengumpulan data dasar terhadap kondisi fisik lokasi, pola agroforestry, serta perlindungan tanah dan air. 2. Monitoring Perkembangan Tanaman Kehutanan, Tanaman Holtikultura dan Tanaman Pakan ternak. Sasaran : Pengumpulan data persentase tumbuh, dimensi dan kualitas tanaman. 3. Monitoring Komposisi Pola Agroforestry serta Hasil Tanaman Semusim, Tanaman Buah-buahan/Holtikultura, dan Tanaman Pakan Ternak. Sasaran : Pengumpulan data tentang komposisi pola agroforestry, ongkos menanam, pendapatan dari tanaman pertanian dan pakan ternak. 3. Monitoring Dampak Sosial Ekonomi dan Kelestarian Hutan Sasaran : Pengumpulan data terhadap peningkatan, pemerataan dan stabilitas pendapatan masyarakat serta pengumpulan data terhadap terpeliharanya mutu atau kualitas lingkungan hidup. Evaluasi dilakukan pada beberapa hal yaitu: 1. Evaluasi Perkembangan Tanaman Kehutanan
68
69
Sasaran : Evaluasi Produktivitas dan kelestarian hutan. Kriteria : a. Produktivitas hutan : persentase tumbuh pohon, kualitas pohon, dimensi pohondan keadaan tanah. b. Kelestarian hutan : Keutuhan tegakan hingga akhir daur. 2. Evaluasi Komposisi Pola Agroforestry dan Hasil Tanaman Semusim, Tanaman Buah-buahan, dan Tanaman Pakan Ternak. Sasaran : a. Evaluasi kecocokan pola agroforestry b. Evaluasi produktivitas lahan c. Evaluasi keuntungan yang diperoleh Kriteria : a. Persentase jumlah tanaman pertanian dari jumlah tanaman pokok kehutanan. b. Pengaruh antara komponen-komponen pola agroforestry (persaingan atau manfaat) c. Produktivitas lahan menggunakan perbandingan nilai output dan nilai input (cost/benefit ratio) Evaluasi Dampak Sosial Ekonomi dan Kelestarian Hutan Sasaran : a. Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyrakat sekitar hutan, khususnya anggota KTH Puspa Lestari. b. Terpeliharanya mutu atau kualitas lingkungan hidup Kriteria : a. Peningkatan pendapatan anggota KTH Puspa Lestari dengan adanya pola agroforestry yang diukur dari perubahan pendapatan satelah beberapa waktu. b. Mutu atau kualitas lingkungan hidup diukur dari berkurangnya erosi, run off, sedimentasi, dan meningkatnya pengaruh terhadap iklim mikro dan hidrologi. Berdasarkan indikator tersedianya sistem monitoring dan evaluasi dalam progam RHLP sangat baik dengan nilai 8, karena sistem monitoring dan evaluasi yang dikembangkan telah mencakup metode, sasasaran, ktiteria dan waktu pelaksanaan.
69
70
5. 2. Aspek Teknis 5.2.1 Teknis Pembagian Lahan Pembagian lahan merupakan pendistribusian tanggungjawab dan pemerataan aktivitas ekonomi di tingkat masyarakat eks Progam PHBM dalam progam RHLP. Adapun proses yang dilakukan berkaitan dengan pembagian lahan tersebut adalah : 1) melakukan pendataan luas garapan masyarakat dalam progam PHBM 2) melakukan pemetaan 3) penetapan lahan garapan di areal RHLP. Penilaian yang digunakan dalam menetukan luas lahan garapan yang dimiliki adalah dengan menyesuaikan kepemilikan luas garapan masyarakat eks PHBM terdahulu. Penyesuaian ini dilakukan untuk meredam koflik dengan masyarakat sekitar. Kondisi tersebut menyebabkan luas garapan yang diterima oleh masyarakat eks PHBM tidak merata, dimana disebabkan pada masa Progam PHBM terjadi jual-beli garapan. Jual beli ini berakibat luas garapan tergantung kecukupan modal para masyarakat eks progam PHBM. Selain itu penetapan luas milik garapan dilakukan berdasarkan pertimbangan kecukupan modal masyarakat dalam mengolah lahan. Berdasarkan hasil wawancara pembagian lahan yang dilakukan dengan menyesuaikan luas garapan terdahulu dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu dari analisa dilapangan terdapat masalah yang harus di pecahkan persoalannya yaitu : rawan terjadi jual beli lahan, dimana akan berpengaruh terhadap tanaman pokok dalam hal pemeliharaan. Berdasarkan indikator pemerataan tanggungjawab dan pemerataan aktivitas ekonomi masyarakat sedang dengan nilai 5, karena luas lahan yang dikelola masyarakat tidak merata walupun dapat diterima masyarakat. 5.2.2 Teknis Penggunaan Lahan Teknis penggunaan lahan merupakan pola penggunaan lahan dalam membagi ruang tumbuh antara tanaman pokok dengan tanaman tumpangsari dan sistem penanaman. Pola penggunaan lahan dilakukan dengan sitem terasering dan tumpang sari sedangkan sistem penanaman tanaman pokok dilakukan sebagai berikut •
Pola tanam dengan sistem banjar harian dengan jarak tanam 5x5 m.
•
Lubang bakal tanam di buat dengan sistem cemplongan.
•
Kedalaman tanah 30 cm dan dilakukan pembersihan gulma sekitar lubang tanaman.
Jumlah tanaman yang ditanam berjumlah 20.000 batang, dimana terdapat 2000 bibit Rasamala yang tingginya mencapai 3 m. Sebelum penanaman dilakukan rapat yang dihadiri Kepala Desa Sukatani, Ketua KTH Puspa Lestari,
70
71
Ketua Sub Kelompok serta anggotanya, tokoh masyarakat, tokoh agama dan para penggarap. Tanaman dibagikan kepada masing-masing penggarap dan kemudian ditanam sesuai dengan teknis penanaman yang sudah ditetapkan. Berdasarkan fakta dilapangan ketiadaan pengaturan ruang tumbuh antara tanaman tumpang sari dengan tanaman pokok akan menyebabkan rentannya tanaman pokok dari gangguan pengolahan tanah dalam penanaman tanaman tumpangsari. Gangguan tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman pokok terganggu. Penilaian indikator persentase tumbuh tanaman pokok bahwa mennunjukkan bahwa teknis penggunaan lahan buruk dengan nilai 3, karena persentasi tumbuh tanaman pokok <50% tabel 7 Tabel.7. Persentase Tumbuh Tanaman Pokok
No Jenis
Jumlah Ditanam
Jumlah Hidup
Persentase hidup (%)
1
Rasamala
7107
2,930
41,2
2
Puspa
7078
1,293
18,2
3
Huru
2315
304
13,1
4
Pasang
300
78
26
5
Saninten
3500
42
1,2
6
Jamuju
800
154
19,2
7
Kaweyang
550
333
60,5
Total
5134
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
5.3 Aspek Tanaman Pokok Kelestarian ekosistem merupakan prinsip yang diperhatikan pada aspek tanaman pokok. Untuk itu tanaman pokok memiliki kesesuaian ekologi dan keragaman jenis dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan yang digunakan dalam rehabilitasi di kawasan TNGP. Adapun jenis tanaman yang telah ditanam sebagian jenis endemik untuk tanaman non-MPTS dan jenis introduksi untuk tanaman MPTS (Tabel.2). Pemilihan jenis tanaman dilakukan dengan memberikan kuisioner mengenai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diinginkan oleh masyarakat Desa Sukatani dan Sindang Jaya yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari. Adapun jenis tanaman yang diinginkan masyarakat berdasarkan Bahan Laporan Rencana Kegiatan RHLP tahun 2006 dalam bentuk Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tahun 2006 KTH Puspa Lestari Desa Sukatani antara lain:
71
72
Tabel.8.Penanaman dan Monitoring Tanaman Pokok No
Kegiatan
Perkembangan Tanam
Penanaman Jenis
Mati
Sulam
Hidup
Kendala
Keterangan
Jumlah
1
Rasamala
7107
40%
4000
3500
a) Cuaca
a) Terjadi kemarau
2
Puspa
7078
5%
300
300
b) Angin
pada waktu musim
3
Alpukat
247
0%
0
50
c) Kemarau
peng hujan
4
Pisang
137
0%
0
137
d) Ajir
b)Penyulaman
5
Huru
2315
0%
0
450
e) Pengangkutan
dilakukan secara
6
Pasang
300
0%
0
300
f) Bibit untuk
partsipatip dengan
7
Saninten
3500
0%
0
150
penyulaman tidak
jalan mengambil
8
Ki Hujan
700
0%
0
700
dianggarkan
Pohon anakan
9
Salam
130
0%
0
130
g) Jenis Tanaman
didalam kawasan
10
Sasah
200
0%
0
200
pisang tidak
c) Anakan pisang
11
Ki Tanduk
270
0%
0
270
disediakan TNGP
hasil swadaya
12
Jamuju
800
0%
0
800
h) Bibit yang
kelompok
13
Kaweyang
550
0%
0
550
diperoleh over produksi
14
Jalatrang
450
0%
0
450
Tinggi 3 m sebagian
Sumber : Laporan Monitoring KTH Puspa Lestari Tahun 2007
Selain itu pemilihan jenis tanaman pokok didasarkan pada pertimbangan, sebagai berikut : 1. Jenis tanaman keras menahun (berkayu), sehingga dapat berperan dalam menekan laju erosi dan mempercepat terbentuknya ekosistem baru. 2. Kesesuaian ekologis berkaitan dengan ketinggian tempat, curah hujan dan kesarangan tanah. 3. Penguasaan teknik silvikultur dan ketersedian bahan. Berdasarkan fakta dapat diketahui bahwa terdapat 6 jenis tumbuhan asli yaitu Rasamala, Puspa, Saninten, Jamuju, Pasang dan Kayu Manis Sedangkan untuk tanaman lainnya adalah merupakan tanaman buah yang ditanam pada areal MPTS (Multi Purpose Tree), dimana pada masa datang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehjahteraan masyarakat sekitar hutan (Tabel 3). Jumlah jenis tanaman penghasil buah sebanyak 6 jenis yaitu Alpukat , Nangka, Kopi, Jeruk
72
73
Sirsak, dan Pisang. Adapun jenis-jenis tersebut merupakan tanaman introduksi yang tidak terdapat dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Berdasarkan penanaman yang dilakukan terdapat 14 jenis tanaman, dimana 12 jenis tanaman ditanam pada areal non MPTS yang merupakan tanaman endemik dan dua jenis pada araeal MPTS yang merupakan tanaman introduksi. Jenis yang ditanam pada areal non MPTS yaitu Rasamala sebanyak 10.000, Puspa sebanyak 6000, Huru sebanyak 450, Pasang 300, Saninten150, Ki hujan 700, Salam 130, Sasah sebanyak 200, Kitanduk sebanyak 270, Jamuju 800, Kaweyang sebanyak 550 dan Jalatrang sebanyak 450. Sedangkan untuk jenis yang ditanam pada areal MPTS yaitu Pisang sebanyak 137 dan Alpukat sebanyak 247 (Tabel 2) . Jenis yang ditanam sebagai sulaman terdapat 2 jenis yaitu Rasamala sebanyak 4000 dan Puspa 300. Penanaman yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa KTH Puspa Lestari memperhatikan keanekaragaman jenis baik dalam jenis tumbuhan, jumlah dan anakan. Sementara dari hasil sulamanan,
belum
memperhatikan keanekaragaman jenis, yang disebabkan jenis tanaman untuk sulaman yang harus disediakan secara swadaya oleh KTH Puspa Lestari sulit didapat. Berdasarkan indikator kelestarian ekosistem sedang dengan nilai 5, karena masih terdapat jenis eksotik pada tanaman yang dipilh maupun yang ditanam.
5.4 Aspek Sosial Ekonomi Sosial-ekonomi KTH Puspa Lestari merupakan indikator penting dalam mendukung keberhasilan Progam RHLP. Sosial ekonomi yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pendapatan, pengeluaran, waktu kerja serta respon mereka terhadap Program RHLP. A. Pendidikan Formal Kondisi pendidikan formal masyarakat yang berada di sekitar Resort Gunung Putri masih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat belum memperhatikan masalah pendidikan.
73
74
Tabel .10. Tingkat Pendidikan KTH Puspa Lestari No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1
Tidak Tamat SD
2
6,66
2
SD
26
86,66
3
SMP
2
6,66
4
SLTA
-
-
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Tingkat pendidikan anggota KTH Puspa Lestari masih rendah. Tingkat pendidikan SD merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 83,33%, sementara tingkat pendidikan SMP sebesar 6,66%, dan tingkat pendidikan MI sebesar 3,33% (Tabel.4). Selain itu masih terdapat anggota KTH Puspa Lestari yang Tidak Tamat Sekolah Dasar sebesar 6,66%. Kondisi tersebut akan menyebabkan anggota KTH Puspa Lestari mengalami kesulitan dalam pengembangan kapasitas sebagai kelembagaan atau individu dan mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap Progam RHLP. B. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran keluarga. Rata-rata tanggungan keluarga anggota KTH Puspa Lestari adalah kecil yaitu 5 orang per KK. Tabel.10 . Jumlah Tanggungan Keluarga KTH Puspa Lestari No
Jumlah Tanggungan Keluarga (orang)
Jumlah
1
0
2
2
1-3
7
3
4-6
17
4
7-9
2
5
9-12
1
6
13-15
1
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
74
75
Berdasarkan tabel 10 sebagian besar jumlah tanggungan keluarga anggota KTH Puspa Lestari adalah antara 4-6 orang, selain itu terdapat jumlah tanggungan keluarga antara 9-12 dan 12-15 sejumlah masing-masing satu keluarga (Tabel.5). C. Luas Kepemilikan Lahan Karateristik kepemilikan lahan oleh masyarakat eks progam PHBM yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari terdiri dari dua status, yang pertama adalah status lahan milik sendiri baik dari hasil membeli dan/atau warisan. Status yang kedua adalah lahan negara yang mereka peroleh dari hasil pembagian lahan di demplot RHLP. Tabel.11. Tingkat Kepemilikan Lahan KTH Puspa Lestari No
Kepemilikan Lahan
0 Ha
<0,25 Ha
0,25 - 0,50 Ha
>0,50 Ha
1
Garapan (areal RHLP)
10%
73,30%
16,66%
3,33%
2
Milik Sendiri
53, 33%
33,33%
10%
3,33%
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Kepemilikan lahan anggota KTH Puspa Lestari masih rendah. Kepemilikan lahan KTH Puspa Lestari pada lahan garapan (areal RHLP) dengan luas <0,25 Ha sebesar 73,30% merupakan yang tertinggi, dengan luas 0,25 – 0,50 ha sebesar 16,66%, dan dengan luas >0,50 Ha sebesar 3,33% serta masih terdapat anggota yang tidak memiliki lahan yaitu sebesar 10% (Tabel.6). Selain itu kepemilikan lahan sendiri dengan luas <0,25 Ha sebesar 33,3%, dengan luas 0,25 – 0,50 Ha sebesar 10% dan dengan luas >0,50 Ha sebesar 3,33% serta tidak memiliki lahan sendiri merupakan yang tertinggi sebesar 53,33% (Tabel.6).Berdasarkan fakta tersebut terlihat bahwa tingkat ketergantungan masyarakat cukup tinggi pada lahan garapan yang berada pada areal RHLP. D. Kelas Pendapatan Pendapatan anggota KTH Puspa Lestari masih ada dibawah Upah Minimun Kabupaten (UMK), dimana UMK Cianjur tahun 2007 sebesar Rp 450.000/bulan atau setara Rp 5.400.000/ tahun. Masyarakat yang tergabung dalam KTH Puspa Lestari memiliki pendapatan rata-rata adalah Rp 7.605.600/ tahun.
75
76
Tabel.12. Pendapatan berdasarkan UMK tahun 2007 No
Kondisi Pendapatan
Jumlah
%
1
Di atas UMK
27
90%
2
Di bawah UMK
3
10%
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Berdasarkan tabel 12 UMK 90% pendapatan anggota KTH Puspa Lestari diatas UMK Cianjur
dan pendapatan dibawah UMK 10% (Tabel.7). Pendapatan
anggota diperoleh dari hasil tanaman pertanian seperti wortel dan brokoli sebagai tanaman utama dan kaelan, bawang daun dan harinso sebagai tanaman sampingan. Adapun periode penanaman dilakukan rata-rata sebesar 3 kali/tahun. Tanaman tersebut sering mengalami fluktuasi harga yang mempengaruhi pendapatan anggota KTH Puspa Lestari. Sementara itu manfaat progam RHLP secara ekonomi belum dirasakan masyarakat. Kondisi ini disebabkab belum terealisasinya tahapan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian masyarakat sebagaimana tertuang dalam Rencana Usaha Kelompok atau Rencana Defenitif Kebutuhan Sub Kelompok tahun 2006. Belum dirasakannya manfaat ekonomi dalam progam RHLP oleh KTH Puspa Lestari mempengaruhi tingkat partisipasi dalam memelihara tanaman pokok sebagaimana terlihat dilapangan. E. Tingkat Kesejahteraan Ketika dilakukan pengambilan data, harga beras dilokasi penelitian adalah Rp 3.400/Kg sehingga jika dikonversi dalam bentuk uang adalah : 320 Kg = Rp 1.088.000, 240 Kg = Rp 816.000, 180 Kg= Rp 612.000. Berdasarkan pengkalasifikasian tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat eks progam PHBM dapat diketahui bahwa sebagian besar berada diatas garis kemiskinan sebagai anggota KTH Puspa Lestari.
76
77
Tabel.13 . Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan KTH Puspa Lestari No
Garis Kemiskinan
Jumlah
%
1
Sejahtera
-
-
2
Miskin
7
23,33
3
Miskin sekali
10
33,33
4
Paling Miskin
13
43,33
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Pengeluaran per Kapita anggota KTH Puspa Lestari menunjukkan bahwa masyarakat anggoat KTH secar keseluruhan masih berada dibawah garis kemiskinan, dimana 23,33% masyarakat berkategori miskin, 33,33% masyarakat berkategori miskin sekali dan 43,33% masyarakat berkategori paling miskin (Tabel.8). F. Alokasi Waktu Kerja Alokasi waktu yang petani butuhkan dalam menggarap lahan dapat digunakan sebagai parameter besarnya pengaruh kegiatan kerja dalam mereduksi gangguan hutan. Peran serta kelomok tani sebagai pelaksana dalam progam RHLP sejauh ini hanya pada kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman. Waktu pemeliharaan tanaman pokok dilakukan bersamaan dengan tanaman tumpang sari. Tabel.15. Alokasi Waktu Kerja KTH Puspa Lestari No
Alokasi Waktu kerja
Pria
Wanita
1
Jam/hari
5
5
2
Jam/minggu
30
30
3
Jam/bulan
120
120
2
Jam/tahun
1440
1440
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Petani memulai pekerjaannya dilahan rehabilitasi dari pukul 07.00-12.00 WIB. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa rata-rata mereka bekerja 5 jam/hari. Bagi yang memiliki lahan sendiri, sisa waktu yang ada digunakan untuk mengelola lahan dan yang lainnya digunakan untuk keluarga (Tabel.9).
77
78
Berdasarkan perhitungan waktu kerja selam satu minggu diketahui bahwa alokasi waktu kerja anggota KTH Puspa Lestari adalah 30jam/minggu baik wanita maupun pria. Sehingga jika berdasarkan konsep LEKNAS tahun 1997 dapat diketahui bahwa kategori pria yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari tidak bekerja secara penuh, sedangkan wanita bekerja secara penuh. Tabel.16. Pengaruh Alokasi Waktu Kerja KTH Puspa Lestari No
Waktu Kerja
Waktu per Tahun
Mereduksi Gangguan
Ancaman Bagi Hutan
1
Pria
1440
83,33%
16,67%
2
Wanita
1440
180%
-80%
Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Berdasarkan waktu kerja, perbandingan antar waktu petani selama bekerja dilahan progam RHLP dengan total waktu kerja yang mereka miliki, menunjukkan bahwa 83,33% waktu kategori pria anggota KTH Puspa Lestari dicurahkan untuk mengolah tanaman tumpangsari. Sisa waktu 16,67% merupakan ancaman
bagi
kawasan
hutan
TNGGP
(Tabel.10).
Sedangkan
wanita
menunjukkan bahwa 180% waktu kategori wanita dicurahkan untuk tanaman tumpangsari. Selain itu
alokasi waktu berdasarkan pengaruhnya terhadap
pendapatan menunjukkan bahwa wanita lebih mempengaruhi pendapatan. Waktu kerja pria sebesar 83,33% mempengaruhi pendapatan dan wanita sebesar 180% persen mempengaruhi pendapatan. Dari analisa dilapangan waktu luang pria dan wanita dihabiskan bersama keluarga dan aktivitas lainnya. Selain itu berdasarkan fakta tidak terdapat gangguan terhadap kawasan TNGGP yang dilakukan oleh anggota KTH Puspa Lestari. 5.4.2 Pengetahuan, Persepsi, Sikap dan Perilaku A. Pengetahuan Pengetahuan masyarakat yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari sangat baik, mereka secara keseluruhan memahami tujuan diadakannya progam RHLP, khususnya dalam memperbaiki ekosistem disamping adanya peningkatan ekonomi. KTH Puspa Lestari menyatakan mengetahui tujuan progam RHLP sebesar 100%. Selain itu 100% KTH Puspa Lestari juga menyatakan mengetahui
78
79
jangka waktu kegiatan progam RHLP. Hal ini didasari oleh pentingnya hutan sebagai penyedia air, sebagaimana yang mereka rasakan seperti adanya perubahan yang menyebabkan mereka sulit mendapat air di musim kemarau. B. Sikap Masyarakat anggota KTH Puspa Lestari sangat mendukung terhadap progam RHLP. Respon sikap KTH Puspa Lestari 100% menyatakan mendukung progam RHLP, dimana mereka juga bersedia 100% untuk bekerjasama dalam progam tersebut. Hal ini didorong oleh keinginan mereka untuk dapat menambah pengetahuan dan adanya kesadaran tentang fungsi hutan. C. Tindakan Peran serta KTH Puspa Lestari dilakukan dengan wujud melakukan swadaya dalam melakukan penyulaman dengan bibit yang disediakan secara swadaya. Berdasarkan jangka waktu kegiatan, masyarakat anggota KTH Puspa Lestari menyatakan 56,70% tidak bersedia meninggalkan areal RHLP jika jangka waktu RHLP habis, dengan alasan aktivitas ekonomi yang masih bergantung pada lahan tersebut dan belum adanya aktivitas pengganti kegiatan ekonomi mereka. Sisanya 43,30% menyatakan bersedia meninggalkan areal, dengan alasan mereka mengetahui bahwa lahan bukan milik mereka. Disisi lain 100%
masyarakat anggota KTH Puspa Lestari memiliki
harapan untuk mendapatkan insentif aktivitas ekonomi lain dan mengharapkan adanya perpanjangan ijin penggunaan lahan.
Perpanjangan ijin tersebut
mengingat progam RHLP belum memberikan manfaat ekonomi, meski telah memasuki tahun 3 dari 5 tahun ijin penggunaan lahan tersebut. Selain itu alasan yang mereka terhadap perpanjangan tersebut yaitu tidak mungkinnya kegiatan pemeberdayaan
ekonomi
yang
dilakukan
dalam
progam
RHLP
dapat
mengahasilkan skala ekonomi yang didapat dari menggarap lahan. Penilaian indikator Proses RHLP menempatkan penanggung risiko terbesar pada posisi pemenangan yang semestinya sedang dengan nilai 4, karena pemberdayaan masih sebatas peningkatan pengetahuan masyarakat. Kondisi ini terjadi akibat belum teralisasinya insentif berupa bantuan.
79
80
Berdasarkan indikator masyarakat memberikan respon positif terhadap progam sangat baik dengan nilai 8 dimana sebesar 100% mendukung dan mengetahui serta mau bekerjasama.
80
81
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpuln dapat diambila dari penelitian ini adalah : 1. Aspek manajemen : a. Kelembagaan pelaksana progam RHLP ditingkatan kabupaten berupa Kelompok Kerja RHLP telah melibatkan para pihak secara meluas. Adapun parapihak yang terlibat yaitu lintas sektoral Pemerintah
kabupaten Cianjur, LSM Environmental Service
Program (ESP) USAID, dan Pakar dari Fakultas Kehutanan IPB. Sedangkan kelmbagaan ditingkatan masyarakat telah terbentuk KTH Puspa Lestari dengan anggota 30 orang, dimana belum melibatkan partisipasi 306 orang masyrakat eks progam PHBM. b. Kontribusi pendanaan telah melibatkan partisipasi para pihak, sehingga menjamin ketersedian dana dalam menjaga kontiunitas pelaksanaan progam RHLP. Adapun partsipasi pendanaan dari pihak Dephut sumber dana dari APBN, Pemda. Propinsi sumber dana dari APBD, Pemda. Kabupaten sumber dana dari APBD, Environmental Servica Progam (ESP) USAID. c. Sarana dan prasarana yang tersedia masih minim khususnya dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan ekonomi anggota KTH Puspa Lestari. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia adalah,Gubuk kerja berjumlah dua buahSentra budidaya jamur berjumlah 1 Buah, Sentra budidaya Tanaman Hias berjumlah 1 Buah, Lahan Persemaian Tanaman Pokok 1 Petak d. Indikator keberhasilan belum ada tersusun secara baku, dimana kegiatan hanya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dalam rangka menjamin strategi progam RHLP berjalan efisien dan terukur.
81
82
2. Pelaksanaan progam RHLP belum tersusun secara baku. Adapun hal tersebut diindikasikan sebagai berikut : Pembagian lahan secara teknis tidak memperhatikan distribusi tanggungjawab dan pemerataan aktivitas ekonomi, penggunaan lahan secara teknis tidak memperhatikan ruang tumbuh antar tanaman tumpang sari dan tanaman pokok, dan penerapan sanksi belum berjalan sesuai dengan ketentuan. 3. Tanaman pokok terdiri dari dua kategori yaitu tanaman MPTS dan NonMPTS. Adapun tanaman MPTS adalah jenis endemik sedangkan tanaman Non- MPTS tidak memperhatikan aspek ekologi. 4. Sosial ekonomi masyarakat masih rendah yang diindikasikan dari tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan lahan rendah. Sementara itu respon masyarakat yang menjadi anggota KTH Puspa Lestari cukup baik.
Saran Dalam pelaksanaan RHLP pada akan datang hendaknya dilakukan sebagai berikut : 1. Adanya kejelasan hubungan antara Kelompok Kerja RHLP dengan KTH Puspa Lestari dan partisipasi kelembagaan KTH Puspa Lestari dalam perencanaan progam RHLP. 2. Adanya teknis pelaksanaan progam RHLP yang baku dan memperhatikan aspek konservasi yang bersifat partisipatif. 3. Adanya peningkatan penyuluhan tentang pentingnya menanam pohon untuk menjaga kelestarian lingkungan serta peningkatan kesehjahteraan serta penguatan kelembagaan KTH Puspa Lestari dari aspek partisipasi dan pemahaman kelembagaan.
82
83
DAFTAR PUSTAKA Altiyah, S. 2002. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani Ikan bias Air Tawardi Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Skripsi. Progam Studi ManajemenBisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Awang, S. A. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Jogjakarta. Baehaki, A., D. Indriyo., W. Ahmad., Novriyanto, dan R. Bernaputra. 2004. 'Mencari Jalan' Berbagai Pendekatan Mendorong Rakyat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. YBUL-Ford Foundation. Jakarta. Baharuddin. 2006. Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional GunungRinjani Propinsi Nusa tenggara Barat. Tesis Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor Balai Konservasi Sumberdaya Alam IV. 1995. Buku I Rencana Pengelolaan TamanNasional Meru Betiri 1995-2000. Departemen Kehutanan. Jember. Boni-Feyerabend, G. 1999. Collaborative Management of Protected Areas (in Patnership for Protection : New Strategies for Planning and Management for Protected Araeas) edited by Stolton, Sue and Nigel Dudley). IUCN-The World Conservation Union, eartscan Publication Ltd, London. Pp:224234. Calhoun, J. F. dan J. R. Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan HubungaKemanusiaan. (terj), R. S. Satmoko. IKIP Semarang Press : Semarang. Cifuentes, M. dan A. Izurieta. 1999. Evaluation of protected Area ManagemerEffectiveness : Analysis of Procedurs and Outline for a Mannual. WWF Centre Amerika. Tarrialba. Costarica. Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya danKeputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Himpunan Peraturan Perundangan di Bidang Kehutanan Indonesia(April 1990-September 1990). Jakarta : Yayasan Bina Raharja Kehutanan. Direktorat Konservasi Kawasan. 2001. Pedoman Rehabilitasi Hutan di Kawasan Taman Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta Direktorat Taman Nasional dan Pengawetan Alam 1982. Pedoman Pola pengelolaai Ekosistem Taman Nasional. Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alan hayati. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI PressJakarta. Haeruman, H. 2005. Paradigma Pengelolaan Untuk Menyelamatkan Hutan Tropika Indonesia: Membangun Etika Pengelolaan Hutan Lestari. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
83
84
Hidayat, F. A. 1999. Studi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus. Skripsi. Jurusan Teknohlogi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hockings M., N. Dudley, & S. Stolton. 2000. Evaluating Effectiveness: A Framework for Assesing The Management of Protected Areas. IUCN. Gland Switzerland an Cambrigde. UK IUCN.
1994. Guidelines for Protected Areas Mangement Categories. IUCN Cambridge, UK and Gland, Switzerlan. http://www.iucn.org/wepa.
MacKinnon, J., MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan y Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Amir, H.H., penerjemah. Ed ke-2. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Managing Protected Areas inThe Tropics. Markum. 2001. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di NTB. Makalah Workshop Multipihak dalam Kerangka National Forest Progamme. Mataram Markum, Eko Bambang Sutedjo, M. Ridha Hakim. 2004. Dinamika Hubungan Kemiskinan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pulau Kecil ; Kasus Pulau Lombok. WWF Indonesia Progam Nusa Tenggara. Mataram Miller, K. R. 1978. Planning National Park for Ecodevelpoment Instito de la Cazz fotograficay Ciencias dela Naturaleza Centro Liberamericano de Cooperatior Madrid-Spain.. Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta Pamulardi. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Perhutani. 2001. Keputusan Ketua Dewan Pengurus Perum Perhutani Tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta. Perum Perhutani Rojad, A. 2001. Respon Remaja Pedesaan terhadap Sinetron Televisi. Skripsi. Jurusai Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Saharuddin dan Sumardjo. 2004. Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat . Fakultas Pertanian IPB. Bogor Sajogyo. 1984. Sosiologi Pedesaan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soekartawi, A. Soeharjo, L. Dillon, & J Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk PengembanganPetani Kecil. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soekmadi, R. 1987. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pencari Kayu Bakar di Taman Nasional Baluran. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultai Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan ______ 2002. National Park Management In Indonesia : Focused on the Issues Decentralization and Local Participation. Cuvillier Verlag. Gottingen.
84
85
______. 2004. Perencanaan Kawasan Konservasi. Materi Kuliah Manajemen Kawasan Konservasi. Jurusan KSH EPB. Bogor suporahardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Plurarisme Membangun Konsensus. Penerjemah Mokhsen Assagaf, Dudik Trajudi (et al). Pustaka Latin Bogor. Tadjudin. 2000. Manajemen Kolaboratif. Pustaka Latin. Bogor Jlfah, E. N. 1998. Studi Dampak Progam Agroforestry Tumbuhan Obet di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus di Zona Rehabilitasi Resort Gucibetiri Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur). Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Wiratno, D. I., Ahmad, S. dan Ani, K. 2004. Berkaca di Cermin Retak : RefleksKonservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Kerjasama ForesiPres, The Gibbon Foundation Indonesia. Departemen Kehutanan dan PILINGC
85
86
Lampiran 3. Dokumentasi Kondisi Lahan RHLP
Gambar1. Lahan Kosong
Gambar 3. Tanaman Rasamala
Gambar 2. Naungan Tanaman
Gambar 4. Tanaman Pinus
86
87
KUIS1ONER PENEL1TIAN STUDI PENGELOLAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN PARTISIPATIF DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CEDE PANGRANGO ^•••••••pM»MMaaa«M»gaaa»»M»M!aaMi^»»MpMM»»a^a»^
Nomor Urut
:......................
Nama
:...............................................................................
Alamat
:................................................................................
Pendidikan terakhir
:................................................................................
Jumlah Tangungan Keluarga :................................................................................ Tahun bermukim
:................................................................................
Daerah Asal
:.................................................................................
I. Sejarah Mengikuti Pengclolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Berilah tanda silang (x) pada peftanyaan berganda atau isilah titik dengan jawaban yang sesuai. 1. Apakah pckcrjaan anda scbclum mcngikuti PHBM? a. Petani b. Karyawan Swasta .................................................. c. Pegawai Ncgri........................................................ d. Lainnya.................................................................. 2. Darimanakah anda mengetahui kcgiatan PHBM? a. Pengelola Perum I> erhutani b. Aparat Dcsa................................................. c. Teman atau Sanak Saudara d. Lainnya................................................................ 3. Apakah alasan yang mendasari anda mengikuti kegiatan PHBM?
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108
108
109
KUIS1ONER PENEL1TIAN STUDI PENGELOLAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN PARTISIPATIF DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CEDE PANGRANGO ^•••••••pM»MMaaa«M»gaaa»»M»M!aaMi^»»MpMM»»a^a»^
Nomor Urut
:......................
Nama
:...............................................................................
Alamat
:................................................................................
Pendidikan terakhir
:................................................................................
Jumlah Tangungan Keluarga :................................................................................ Tahun bermukim
:................................................................................
Daerah Asal
:.................................................................................
I. Sejarah Mengikuti Pengclolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Berilah tanda silang (x) pada peftanyaan berganda atau isilah titik dengan jawaban yang sesuai. 1. Apakah pckcrjaan anda scbclum mcngikuti PHBM? a. Petani b. Karyawan Swasta .................................................. c. Pegawai Ncgri........................................................ d. Lainnya.................................................................. 2. Darimanakah anda mengetahui kcgiatan PHBM? a. Pengelola Perum I > erhutani b. Aparat Dcsa................................................. c. Teman atau Sanak Saudara d. Lainnya................................................................ 3. Apakah alasan yang mendasari anda mengikuti kegiatan PHBM?
109
110
110