SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN
BAB VI SILVIKULTUR
DR RINA MARINA MASRI, MP
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB VI SILVIKULTUR
(Sumber:http://hutantani.blogspot.co.id/2014/04/pengertian-silvika-dan-silvikulturkehutanan.html)
Silvika adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon beserta tegakan hutan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lingkungannya (Arif 2001). Ilmu Silvika secara garis besarnya mempelajari : 1. Proses-proses hidup tumbuh-tumbuhan, terutama pohon, yang membutuhkan pengetahuan tentang proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologis yang terjadi, 2. Persyaratan tumbuh suatu tumbuh-tumbuhan, khususnya pohon, yang berhubungan dengan berbagai faktor, yaitu air, tanah, atmosfir, cahaya, biotik serta faktor-faktor kompleks yang berguna untuk optimalisasi pertumbuhannya 3. Tentang adaptasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan tertentu.
Silvika merupakan dasar bagi penerapan ilmu silvikultur. Silvikultur adalah ilmu dan seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvika untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya. Silvikultur menempati dan memainkan peranan sentral dalam setiap kegiatan kehutanan yang lestari. Silvikultur dapat disebut Ilmu pembinaan hutan, dengan ruang lingkup mulai dari pembibitan, persemaian, penanaman lapangan, penyulaman, pemeliharaan hutan, dan cara-cara permudaannya. Jadi, silvikultur merupakan tiang utama dalam kehutanan. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengertian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari dan kemampuan pohon untuk tumbuh secara murni atau campuran, serta hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi, pengertian Silvika dan Silvikultur kehutanan itu adalah dasar ilmu kehutanan yang mempelajari semua tentang budidaya pertumbuhan dan perkembangan tanaman hutan. 1
Pada umumnya sistem silvikultur yang digunakan di Indonesia adalah TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) dengan satu aturan untuk seluruh hutan alam di Indonesia, karena sistem ini adalah sistem silvikultur yang relatif paling aman untuk diterapkan dibanding yang lain dalam hal jasa lingkungannya. Dalam sistem ini tidak ada batasan maksimum untuk jumlah volume kayu atau jumlah batang yang dapat ditebang per satuan areal. Dimana dengan penebangan terlalu banyak pohon di setiap unit areal dapat mengakibatkan terciptanya kondisi yang mengganggu pertumbuhan jenis-jenis kayu komersial. Perencanaan reklamasi dilakukan untuk menghasilkan rencana reklamasi hutan yang terdiri dari: (1) Rencana 5 (lima) tahun yang disusun oleh pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan berdasarkan hasil inventarisasi lokasi dan penetapan lokasi yang memuat: a) Kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas. Kondisi ini berisi informasi tentang kondisi kuantitatif dan kualitatif rona awal dan rona akhir berupa: kerapatan tegakan, jenis tanaman, topografi, kelerengan, penutupan lahan dan flora fauna; b) Rencana pembukaan kawasan hutan berisi informasi tentang luas dan lokasi penggunaan kawasan hutan yang akan dilaksanakan; c) Rancangan teknis reklamasi (T-0); d) Tata waktu pelaksanaan meliputi jangka waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan reklamasi hutan; e) Rencana biaya, merupakan seluruh biaya baik langsung maupun biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan kegiatan reklamasi hutan. Biaya langsung terdiri dari: (1) biaya penyiapan kawasan hutan, (2) biaya pengaturan bentuk lahan/penataan lahan; (3) biaya pengendalian erosi dan sedimentasi; (4) biaya pengelolaan lapisan tanah pucuk; (5) biaya revegetasi; dan (6) biaya pemeliharaan dan pengamanan. Biaya tidak langsung terdiri dari: biaya mobilisasi dan demobilisasi, biaya perencanaan reklamasi, biaya administrasi reklamasi dan biaya pemantauan. f) Peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi dibuat dengan skala paling kecil 1:25.000. 2
(2) Rencana tahunan merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana 5 tahun yang dibuat dengan mempertimbangkan umur tambang. Bila umur tambang kurang dari 5 (lima) tahun maka rencana reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang mengacu pada rencana 5 (lima)
tahun
yang
dijabarkan
ke
dalam
rencana
tahunan
yang
memuat:
Lokasi/site reklamasi hutan dan Jenis kegiatan reklamasi. Untuk setiap lokasi disusun rancangan teknis (technical design) sebagai acuan detail pada lokasi tapak. Lokasi tapak merupakan lokasi setempat (site) yang akan dilakukan kegiatan reklamasi dengan menerapkan teknik reklamasi sesuai dengan rancangan teknis yang merupakan desain detail dari masing-masing kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka kegiatan reklamasi, baik rancangan penataan lahan, rancangan tanaman maupun rancangan bangunan konservasi tanah. Rancangan teknis memuat: (a)Lokasi/site reklamasi hutan, (b) Jenis kegiatan reklamasi, (c) Luas atau volume setiap jenis kegiatan reklamasi, (d) Pola tanam (tahapan penanaman, jarak tanam, jenis tanaman dan lain-lain), (e) Kebutuhan bahan dan alat, (f) Kebutuhan tenaga kerja, (g)Kebutuhan biaya, (h) Tata waktu, (i)Peta rancangan penanaman (lay out tanaman), dan (j) Gambar rancangan bangunan konservasi tanah. Rancangan teknis disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan kondisi sosial ekonomi. Kondisi biofisik merupakan langkah awal untuk menentukan tahapan kegiatan penanaman yang meliputi: (a) topografi atau bentuk lahan, (b) iklim, (c) hidrologi, (d) kesuburan tanah, (e) kondisi vegetasi awal, dan (f) vegetasi asli. Sedangkan kondisi sosial ekonomi meliputi: (a) Demografi, (b) sarana dan prasarana, dan (c)aksesibilitas. Pada lokasi tertentu kegiatan penanaman harus diawali prakondisi dengan menanam jenis tanaman perintis atau jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) sebelum dilakukan pengkayaan dengan penanaman jenis vegetasi tetap, yaitu jenis tanaman lokal berdaur panjang. Untuk lokasi lainnya, dapat dilakukan penanaman langsung dengan jenisjenis tanaman lokal berdaur panjang. Jenis tanaman yang dipilih diarahkan pada penanaman jenis tumbuhan asli, yaitu jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah setempat.
3
Jenis tumbuhan/tanaman (species) yang dipilih juga tergantung pada penggunaan lahan/fungsi hutan tersebut di masa yang akan datang. Untuk hutan lindung, jenis tanaman harus memenuhi syarat: (a) memiliki daur panjang,(b) perakaran dalam, (c) evapotranspirasi rendah, (d) menghasilkan kayu, getah, kulit, atau buah; dan (e) heterogen. Untuk hutan produksi jenis tanaman harus memenuhi syarat: (a) pertumbuhannya cepat, (b) nilai komersialnya tinggi, (c) teknik silvikulturnya telah dikuasai,(d) mudah untuk memperoleh
benih
dan
bibit
yang
berkualitas,(e)
disesuaikan
dengan
kebutuhan/permintaan pasar. Penanaman di samping harus mengacu pada hal tersebut di atas, dalam pemilihan species perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Species tanaman
yang
tumbuh
secara
alamiah
dilokasi
reklamasi
agar
pengelompokan dan pertumbuhannya dapat diidentifikasikan, b. Tanah dan kondisi drainase di mana species lokal yang berbeda dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lokasi bekas tambang, c. Jenis tanaman yang dapat menghasilkan biji dan dapat memperbanyak diri secara alami, d. Jenis
tanaman
yang
bernilai
ekonomi/komersil
dapat
digunakan
dengan
mempertimbangkan peruntukan lahannya sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau Tata Guna Hutan, e. Pertimbangan persyaratan habitat, di mana kemungkinan kembalinya satwa liar ke daerah tersebut merupakan unsur penting dari penggunaan lahan pasca penambangan (post mining land use), f. Pertimbangan penanaman tumbuhan pangkas (trubus) karena tumbuhan ini sering merupakan kelompok tumbuhan yang baik dan akan memperbaiki kesuburan tanah.
Persemaian dan/atau pengadaan bibit Bibit yang dibutuhkan untuk melakukan revegetasi harus dipenuhi melalui persemaian dan/atau pengadaan bibit. Untuk itu setiap pengguna kawasan hutan harus memiliki
4
persemaian sendiri. Bila bibit yang tersedia di persemaian tidak memenuhi syarat untuk ditanam dan/atau jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan maka pengadaan bibit dapat dilakukan dengan pengadaan langsung. Ketentuan pelaksanaan persemaian dan/atau pengadaan bibit diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SUMBER BENIH TANAMAN HUTAN Pembangunan Hutan Tanaman Industri seringkali mengalami kegagalan, selain disebabkan karena kesalahan dalam penggunaan sumber benih, biasanya juga karena keterbatasan informasi dan pengetahuan terhadap kualitas sumber benih yang tersedia dan diinginkan oleh para pengguna. Sumber benih merupakan suatu tempat dimana koleksi benih dilakukan. Kualitas sumber benih akan berpengaruh terhadap harga benih sehingga menjadi lebih mahal. Namun demikian, harga benih pada umumnya tidak akan melebihi 5 % dari biaya total pembuatan tanaman, akan tetapi akan menghasilkan tegakan dengan peningkatan yang jauh lebih besar (Leksono, 2004). Potensi genetik diantara sumber benih yang berbeda, akan berpengaruh besar terhadap tingkat keberhasilan dan kualitas tegakan yang dihasilkan dalam program pembangunan hutan tanaman. Untuk menghindari timbulnya kerugian yang tidak diinginkan dikemudian hari, pengetahuan mengenai sumber benih yang tersedia harus dilakukan sebelum diperoleh sumber benih yang diinginkan dan sesuai dengan tapak dimana jenis tanaman tersebut akan dikembangkan agar bermanfaat terhadap persiapan dan strategi pembangunan hutan tanaman. Klasifikasi sumber benih sebagai pedoman dalam pembangunan hutan tanaman, yaitu : 1. Kebun Benih Teridentifikasi (Identified seed stand) Tegakan benih teridentifikasi adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan kualitas ratarata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat teridantifikasi dengan tapat. Tegakan ini dibangun dengan tidan direncanakan sebagai sumber benih. Asal-usul benihnya biasanya tidak diketahui. Tegakan yang diidentifikasi umumya tegakan yang sudah tua, maka penjarangan pada tegakan ini hanya seperlunya dengan intensitas yang rendah.
5
2. Kebun Benih Terseleksi (Selected seed stand) Tegakan benih terseleksi adalah tegakan alam atau tanaman, dimana pohon-pohonnya memiliki fenotipe di atas rata-rata untuk karakter yang penting seperti batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan. Tegakan ini mirip dengan tegakan benih teridentifikasi. Perbedaan utama adalah fenotipe tegakan yang lebih baik (di atas rata-rata). 3. Areal Produksi Benih (Seed production area) Suatu tegakan yang dipilih dan direkomendasikan untuk memproduksi bahan reproduktif berdasarkan kriteria fenotipe. Tegakan terpilih karena sebagian besar pohon-pohonnya memiliki karakter dengan fenotipe unggul seperti pertumbuhannya cepat, kualitas batang baik, tahan terhadap penyakit, sedangkan tingkat pengendalian genetik dari suatu karakter dan diferensiasi genetik terhadap populasi lain pada umumnya tidak diketahui. Faktor lain yang dijadikan pertimbangan adalah ukuran populasi, kerapatan awal dari populasi, jaalur isolasi sekeliling populasi, aksesibilitas dan kemungkinan untuk melakukan perlindungan hutan. Kegiatan penjarangan merupakan teknik silvikuktur yang sangat penting dilakukan dalam suatu APB terhadap pohon-pohon pesaing dari jenis lain, pohon jenis target yang memiliki karakter inferior. Penjarangan disini berperan sebagai seleksi massa negatif, yang bertujuan untuk merubah struktur genetik populasi awal melalui seleksi massa dan mempengaruhi struktur genetik dari benih yang dihasilkan melalui perbaikan aliran serbuk sari. (Finkeldey, 2005). 4. Tegakan Benih Provenansi (Provenance seed stand) Tegakan benih provenansi merupakan keturunan campuran dari banyak pohon induk dari suatu populasi tunggal. Dalam pembangunan tegakan ini tidak memerlukan rancangan percobaan sehingga berbeda dengan uji provenans. Tegakan benih provenans harus diisolasi dengan tegakan lainnya agar tidak terjadi persilangan. Tujuan utama pembangunan tegakan benih provenans adalah untuk konservasi genetik secara ex-situ. Tegakan benih provenans dari provenans unggul yang sudah menghasilkan buah dapat dimanfaatkan sebagai sumber benih untuk materi pembangunan hutan tanaman.
6
5. Kebun Benih Semai (Seedling seed orchard) Kebun benih semai dibangun untuk membentuk suatu populasi yang bertujuan untuk menghasilkan benih unggul. Pembangunan kebun benih semai tidak terpisah dari kegiatan uji lapang, selalu dikombinasikan dengan uji keturunan dari pohon induk tunggal. Kombinasi dari tujuan yang berbeda tersebut dikenal dengan istilah kebun benih semai uji keturunan. Tanaman uji keturunsn dikonversi menjadi suatu kebun benih setelah dilakukan satu atau beberapa kali penjarangan selektif. Benih secara langsung diunduh dari kebun benih untuk membangun hutan tanaman komersial. Rancangan dari uji keturunan dapat dimodifikasi jika direncanakan untuk dikonversi menjadi kebun benih semai. Khususnya dalam hal persilangan antar pohon yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat harus dihindari dengan memisahkan secara spasial selama pengujian berlangsung. Seleksi antar famili tidak perlu intensif dalam hubungannya dengan jumlah famili yang cukup untuk dipertahankan untuk mencegah terjadinya silang dalam yang kuat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah isolasi tanaman uji keturunan dari populasi sekitarnya dengan mengatur jarak yang cukup untuk mencegah aliran serbuk sari dari luar (Finkeldey, 2005). 6. Kebun Benih Klon (Clonal seed orhcard) Kebun benih klon dibangun untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang banyak dari pohon-pohon yang bergenotipe unggul yang jumlahnya terbatas. Pohon-phon bergenotipe unggul dikloning dan beberapa copynya dikumpulkan di dalam suatu populasi. Perbanyakan vegetatif yang digunakan untuk membangun kebun benih klon umunya adalah teknik sambungan. Pada tahap awal, pohon-pohon terpilih selalu dikumpulkan di dalam suatu clonal garden, multiplication garden atau clonal archive. Kebun benih klon dirancang untuk memaksimalkan jumlah dan proporsi keturunan hasil penyerbukan silang antar dua klon ayang ada di kebun benih. Pentingnya isolasi spasial dari populasi lain denganjenis yang sama sangat tergantung pada sistem aliran gennya, yakni efisiensi dari pembawa serbuk sari.
7
Klon-klon selalu ditanam mengikuti rancangan tertentu yang bertujuan memaksimalkan jarak tanam antar dua ramet dari klon yang sama untuk meminimalkan terjadinya selfing dalam klon. Rancangan yanag paling sederhana adalah membagi areal kebun benih kedalam blok-blok dengan ukuran yang sama. Setiap klon hanya ditanam sekali dalam setia bloknya. Penempatan klon-klon dalam setia blok dilakukan secara acak. Rancangan lainnya adalah rancangan sistematis lebih efisien dalam memaksimalkan jarak rata-rata antar ramet dari klon
yang
sama
sehingga
proporsi selfing dalam
klon
dapat
diminimalkan
(Nester dalam Finkeldey, 2005).
Gambar 1. Kebun benih klon jenis Acacia mangium
7. Kebun Pangkas (Hedge orchard) Kebun pangkas adalah pertanaman yang dibangun untuk tujuan khusus sebagai penghasil bahan stek. Kebun pangkas dikelola secara intensif dengan pemangkasan, perundukan, pemupukan untuk meningkatkan produksi bahan stek. Kebun pangkas dibangun dari benih atau dari bahan vegetatif yang dikumpulkan dari pohon plus. Pembangunan kebun pangkas dilakukan dalam suatu areal tertentu yang akan dimanfaatkan sebagai penghasil stek pucuk. Selain itu dapat dibangun dalam ukuran mini dalam pot-pot di persemaian untuk diperbanyak dengan teknik stek mini.
8
Gambar 2. Model kebun pangkas jenis Eucalyptus spp : dalam pot/polibag (kiri)
Kualitas sumber benih tersebut semakin meningkat sesuai dengan urutan dalam klasifikasi di atas. Dari klasifikasi sumber benih diatas, tiga sumber benih yang pertama pada awalnya tidak ditujukan untuk produksi benih. Namun karena penampilan yang baik, kemudian dikonversi menjadi sumber benih dengan penerapan tindakan silvikultur yang lebih intensif. Diantara ketiga sumber benih tersebut, maka Areal Produksi Benih (APB) merupakan sumber benih terbaik hasil penunjukkan. Namun demikian, untuk mendapatkan tegakan yang baik maka pada program pembangunan hutan tanaman, sumber benih yang digunakan sebaiknya minimal berasal dari tegakan provenansi dan dapat ditingkatkan lagi menjadi kebun benih dan seterusnya (Leksono, 2004). Berbeda dengan sumber benih hasil penunjukkan, kebun benih dibangun dengan tujuan untuk produksi benih berdasarkan hasil uji provenansi dan uji keturunan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini berarti sumber benih tersebut dibangun dari provenansi terbaik atau individu terbaik yang telah teruji untuk sifat-sifat yang diinginkan pada daerah pengembangan. Oleh karena sumber benih tersebut sejak awalnya ditujukan untuk produksi benih, maka dapat ditanam pada tapak yang kondusif bagi produksi benih dan diperlakukan untuk menstimulasi produksi benih yang berlimpah serta penebangan pohon-pohon yang inferior, yang dilakukan melalui kegiatan penjarangan seleksi. Pengelolaannya sejak awal diarahkan untuk produksi benih, sehingga tindakan silvikultur, penjarangan seleksi dan penanganan benih yang akan dilakukan telah dipersiapkan lebih baik dan terencana. Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan 9
pada ketiga sumber benih sebelumnya, karena penunjukkannya dilakukan setelah diketahui bahwa tegakan tersebut memenuhi syarat sebagai tegakan benih atau areal produksi benih.
Pengembangan Pembenihan Pengembangan perbenihan bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan jumlah benih dan/atau bibit tanaman yang berkualitas sesuai sasaran RHL. Pengembangan perbenihan meliputi kegiatan: (1) pemuliaan pohon, (2) pengembangan sumber benih, (3) konservasi sumber daya genetic, (4) produksi benih,(5) distribusi benih dan (6) pembibitan baik melalui pembuatan/pengadaan bibit, kebun bibit rakyat (KBR) dan persemaian permanen. Persemaian dan/atau pengadaan bibit Bibit yang dibutuhkan untuk melakukan revegetasi harus dipenuhi melalui persemaian dan/atau pengadaan bibit. Untuk itu setiap pengguna kawasan hutan harus memiliki persemaian sendiri. Bila bibit yang tersedia di persemaian tidak memenuhi syarat untuk ditanam dan/atau jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan maka pengadaan bibit dapat dilakukan dengan pengadaan langsung. Ketentuan pelaksanaan persemaian dan/atau pengadaan bibit diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan Penanaman Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi: a. Pengaturan arah larikan tanaman Pengaturan arah larikan harus sejajar kontur atau pada daerah yang relatif datar mengikuti arah timur barat. b. Pemasangan ajir Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman dan jarak tanam yang telah ditetapkan pada rancangan teknis. c. Distribusi bibit Distribusi bibit dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan setelah pemasangan ajir. 10
d. Pembuatan lubang tanaman Pembuatan lubang tanaman dibuat dengan ukuran (30 x 30 x 30) cm atau disesuaikan dengan ukuran bibit yang akan ditanam dengan jarak lubang tanaman mengikuti jarak tanam yang telah ditetapkan pada rancangan teknis. Sebelum penanaman dilakukan, tanah yang akan digunakan untuk menutup lubang tanaman diberi pupuk dasar (N, P dan K) sesuai kebutuhan atau jenis tanaman yang akan ditanam. e. Penanaman. Penanaman, dilakukan dengan ketentuan: i. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu melepas plastik (pot/pollybag) pada bibit yang tersedia, ii. Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikannya adalah dengan menekan sekitar tanaman menggunakan kaki. iii. Jumlah "tanaman jadi" (tanaman akhir) minimal 625 batang pohon per hektar atau dengan jarak tanam maksimal 4 x 4 meter disesuaikan dengan bentuk lahan, fungsi kawasan dan bentuk/tajuk tanaman. iv. Tahapan penanaman dilakukan dengan cara antara lain: (a) Untuk pengendalian erosi dan sedimentasi, tahap pertama dilakukan penanaman cover crop, (b) Setelah tanaman cover crop tumbuh, pada lokasi tertentu harus diawali prakondisi dengan menanam jenis tanaman perintis/pionir atau jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dengan tujuan agar penutupan lahan dan pengkayaan unsur hara tanah dapat dicapai dengan cepat. (c) Setelah tanaman pionir berumur antara 2 sampai dengan 3 tahun dilakukan pengkayaan melalui penanaman jenis-jenis lokal berdaur panjang dan mempunyai nilai ekonomi tinggi yang pada umumnya memerlukan naungan pada awal penanamannya.
11
(d) Untuk lokasi lain yang kondisinya memungkinkan, dapat langsung dilakukan penanaman jenis-jenis tanaman lokal berdaur panjang dengan jenis tanaman disesuaikan dengan fungsi hutan.
Pemilihan Jenis Pohon Untuk Pembangunan Hutan Pembangunan hutan tanaman merupakan salah satu program Kementerian Kehutanan yang sedang digalakkan.
Di masa depan hutan tanaman diharapkan menjadi pemasok utama
industri perkayuan dalam negeri dan untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk masyarakat. Menurut Data Release Ditjen Bina Usaha Kehutanan (2011) jumlah IUPHHK-HTI sampai Triwulan II tahun 2011 sebanyak 245 unit dengan luas lahan 9.927.792 ha. Pencadangan areal untuk Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di 103 kabupaten/kota yang tersebar di 26 provinsi sampai Triwulan II tahun 2011 seluas 650.662,73 ha. Hutan tanaman memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan hutan alam. Keuntungan hutan tanaman antara lain:
Produktivitas tegakan tinggi. Dengan jumlah tanaman pada akhir panen 200-400 pohon per ha dapat dihasilkan kayu 150-250 m3 per hektar melalui teknik silvikultur yang intensif (SILIN);
Kayu yang dihasilkan seragam meliputi jenis yang seragam, ukuran kayu pada saat panen yang relatif sama besarnya sehingga memudahkan untuk bahan baku industri perkayuan;
Menyediakan lapangan kerja yang cukup banyak mulai dari persiapan lahan, penanaman pohon, pemeliharaan sampai penebangan. Tenaga kerja yang diserap khususnya tenaga kasar (buruh) cukup banyak sehingga dapat mengurangi pengangguran;
Dampak pembangunan hutan tanaman baik langsung maupun tidak langsung dapat menggerakkan perekonomian di suatu lokasi. Misalnya hutan tanaman mangium di Sumatera Selatan (PT Musi Hutan Persada) dan di Riau (PT Riau Andalan Pulp and Paper).
Indonesia memiliki berbagai keunggulan dalam pembangunan hutan tanaman diantaranya :
Posisi Indonesia di daerah tropis dimana cahaya matahari sekitar 12 jam dan tidak terdapat musim dingin; 12
Curah hujan yang sangat penting bagi pertumbuhan pohon terdapat dalam jumlah yang cukup sehingga pertumbuhan pohon dapat dicapai secara maksimum. Sebagai contoh pertumbuhan pohon sengon sangat cepat dimana pada umur lima tahun mencapai diameter 20-25 cm dan sudah dapat dipanen;
Tenaga kerja di Indonesia cukup banyak sehingga tidak sulit memperoleh tenaga;
Lahan untuk penanaman tersedia cukup luas dimana Kementerian Kehutanan telah mencadangkan lahan cukup luas untuk pembangunan hutan tanaman. Progam penanaman satu milyar pohon pada tahun 2011 dan tahun-tahun berikutnya dan pembangunan hutan tanaman oleh perusahaan dan masyarakat perlu didukung oleh hasil-hasil IPTEK diantaranya yang terkait dengan Pemilihan jenis pohon yang tepat.
Tujuan Penanaman Tujuan Pembangunan Hutan Tanaman bervariasi diantaranya untuk menghasilkan : 1. Kayu pertukangan termasuk kayu lapis, kayu gergajian, ukiran dan lain-lain; 2. Kayu serat seperti bahan baku pulp dan kertas; 3. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) diantaranya rotan, sagu, penghasil getah, penghasil buah, penghasil kulit, minyak atsiri dan lain-lain; 4. Kayu energi seperti wood pellet, kayu bakar, arang, arang aktif dan lain-lain; 5. Rehabilitasi lahan kritis seperti padang alang-alang, sempadan sungai dan lain-lain.
Pengertian dan Contoh Kultur Jaringan Kultur jaringan atau kultur sel adalah cara menumbuhkan sel atau jaringan tanaman dalam media khusus secara aseptik atau steeril tidak boleh terkontaminasi dari luar. Kultur jaringan memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan teknologi reproduksi yang lain, yaitu :
Dapat memperoleh bibit tanaman baru dalam jumlah yang cukup besar;
Dapat memperoleh bibit tanaman yang baru dalam waktu yang relatif tidak lama (singkat);
Dapat memperoleh bibit tanaman yang baru dengan sifat dan kualitas yang sama dengan induknya;
13
Dengan kultur jaringan, maka tidak perlu lahan yang luas untuk memproduksi bibit tanaman dalam jumlah yang banyak;
Tanaman yang belum dewasa sudah dapat diperbanyak melalui kultur jaringan.
Kultur jaringan atau kultur sel ini merupakan perkembangbiakan secara vegetatif. Kultur jaringan sudah ada sejak tahun 1945 yang dikenalkan oleh Hildebrandt. Kultur jaringan kemudian dikembangkan lagi berdasarkan teori totipotensi. Dimana teori ini mengatakan bahwa setiap sel memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi satu individu. Kemampuan seperti ini sangat tinggi pada sel tumbuhan, sedangkan sifat totipotensi sel hewan dewasa sangat rendah, sehingga kultur jaringan hanya cocok digunakan pada tumbuhan dan tidak cocok pada hewan. Oleh sebab itu juga, kultur jaringan ini lebih sering digunakan pada berbagai tumbuhan sebagai salah satu cara teknologi reproduksi. Ada tiga tahap utama dalam kultur jaringan, yaitu tahap inisiasi, tahap multiplikasi, dan tahap pengakaran. Tahap inisiasi adalah tahap dimana penanaman bagian tanaman (eksplan) yang akan dibiakkan. Penanaman dilakukan dalam medium steeril (bebas mikroorganisme); Tahap multiplikasi adalah perbanyakan calon tanaman dari jaringan pokok. Pada tahap yang kedua ini sudah terjadi pertumbuhan daun dan juga batang; Tahap pengakaran adalah tahap dimana pemberian hormon pemacu pembentukan akar dalam media agar terbentuk tanaman yang sudah lengkap. Tanaman kecil hasil kultur jaringan ini disebut dengan plantlet. Syarat untuk melakukan teknologi reproduksi kultur jaringan antara lain, kondisi harus steeril (bebas dari mikroorganisme) dan tidak tergantung pada musim/umur tanam dan lain sebagainya.
14