Tropenbos International Indonesia Programme TBI INDONESIA
Rehabilitasi dan Reklamasi Pasca Tambang Mewujudkan Bentang Alam yang Produktif Making Knowledge Work for Forest and People
Mewujudkan Bentang Alam yang Produktif Petrus Gunarso, PhD – TBI Indonesia Pelatihan Regulasi Mengenai Rehabilitasi Lahan Tambang Batu Bara untuk Aparatur Pemerintah
Hotel Le Grandeur, Balikpapan, 25 September 2012
Outline
Pendahuluan Kegagalan Pengelolaan Hutan Lestari dan beberapa fakta Teori - Rehabilitasi, Reklamasi, dan Restorasi Rehabilitasi dan Reklamasi oleh Pemerintah, swasta dan dorongan pasar Insentif Global dalam Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dan Lahan Inisiatif rehabilitasi dan reklamasi hutan oleh masyarakat Memperluas peran masyarakat Realita - Mewujudkan bentang alam yang produktif Kesimpulan
Pendahuluan - 1 • Saat ini kita memiliki wilayah yang hutan yang
mengalami degradasi sangat luas. Hal ini terjadi sebagai akibat dari pengelolaan yang tidak lestari oleh pengelola hutan. • Produktifitas hutan ini perlu dikembalikan melalui
upaya rehabilitasi dan reklamasi. • Rehabilitasi dan reklamasi hutan merupakan salah
satu target pembangunan Kementerian Kehutanan.
Pendahuluan-2 • Rehabilitasi dan reklamasi hutan merupakan tanggung jawab semua sektor • Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Pertanian bertanggung jawab untuk melakukan rehabilitasi dan reklamasi hutan. • Sasaran dari kementerian Kehutanan adalah melakukan rehabilitasi hutan seluas 11.5 juta Ha sampai dengan tahun 2030. • Rehabilitasi diharapkan dapat menyerap CO2 – sebagai salah satu Gas Rumah Kaca – dalam kerangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. • Kenyataan di lapangan - pada bentang alam manapun – yang kita saksikan adalah kerusakan atau bahkan kehancuran serta menurunnya produktivitas bentang alam tersebut.
Kegagalan dalam Implementasi Pengelolaan Hutan Lestari dan Konservasi Pengelolaaan Hutan Lestari diperkenalkan sejak kita
memulai pengelolaan hutan di tahun 1970-an. Secara internasional bahkan menjadi target ITTO –
organisasi perdagangan kayu tropika dunia bahwa PHL harus tercapai pada tahun 2000. Target konservasi seluas 10% dari total luas daratan dan
lautan di Indonesia – telah tercapai; tetapi keadaan di lapangan masih tetap memprihatinkan, bahkan di banyak tempat kerusakan makin menjadi-jadi.
Fakta 1. PERKEMBANGAN HPH NASIONAL
*)
Keterangan : *) HPH yang mampu bertahan hanya 139 unit (24%)
HPH aktif : 69 % 62% 55% Sumber: APHI
Fakta 2: Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia NO
YEAR
HOTSPOT AREA
1
1982/1983
East Kalimantan
1987
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara and Timor
66,000
1991
Sumatra, Java, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan and Sulawesi
500,000
1994
Sumatra and Kalimantan
5,400,000
1997/1998
Sumatra, Java, Kalimantan, Sulawesi, and Papua
9,750,000
2006
Sumatra, Java, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Maluku
2 3 4 5 6
Source: http://www.bnpb.go.id/userfiles/file/buku/Renas%2020102014/07_%20BAB%20II%20Gambaran%20Umum%20Kebencanaan.pdf
FIRE AREA (ha)
3,600,000
32,198
Fakta 3: Banyak Lubang Menganga Bekas Pertambangan yang Belum Direklamasi
Fakta 4. Perkembangan Kebun Kelapa Sawit 1990 -2010
Total Oil Palm : 85,000 ha 2000 737,000 ha 2005 1,096,000 ha 2010 2,897,000 ha
1990
Rehabilitasi dan Reklamasi oleh Pemerintah dan Dorongan Pasar Upaya rehabilitation hutan telah dilakukan sejak dimulainya
ekploitasi hutan oleh RRL, RLPS, PDASPS. Kini pemerintah memperkenalkan KBR – Kebun Bibit Rakyat. Perusahana juga telah ada yang menerapkan terobosan dengan silvikultur intensif (intensive silviculture - SILIN’ ) untuk mengatasi regenerasi alami yang lambat. Sampai saat ini – dorongan pasar untuk memulai rehabilitasi hutan baru terjadi di Jawa dengan ‘sengon’ dan ‘jabon’ serta ‘jati JUN’. Bahkan yang menyedihkan adalah import bahan pengganti kayu seperti aluminium dan baja ringan yang menjamur – bahkan sampai di Tarakan, Samarinda, dan Balikpapan.
Insentif Global untuk Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Perubahan iklim; mitigasi dan adaptasi – masih menjadi
wacana dan negosiasi yang alot. REDD+ menjanjikan ‘compensation’ dari negara Annex 1
kepada negara-negara non annex – termasuk Indonesia – dianggap sbg ‘a low hanging fruit’ Green economy, green development, dan green energy Upaya global untuk rehabilitasi dan reklamasi hutan – kini
terdapat kegiatan restorasi ekosistem
Inisiatif Masyarakat dan Restorasi berbasis Komunitas MASBENI – mengarus utamakan kegiatan restorasi bentang alam di
Indonesia
Forum RE – masih menghadapi tantangan karena tidak adanya insentif
dari pemerintah atau bahkan mendapatkan tarif yang sama dengan kegiatan yang bersifat ekstraktif.
Forum DAS – mempromosikan rehabilitasi di daerah aliran sungai –
mewajibkan perusahaan tambang melakukan reklamasi atau rehabilitasi hutan pada daerah aliran sungai yang sama
GPFLR – gerakan global untuk saling berbagi pengalaman untuk
bagaimaana mewujudkan bentang alam yang produktif – dengan pendekatan multidisiplin.
Memperluas Rehabilitasi dan Reklamasi berbasis Komunitas Kemitraan Government – Community Company – Community Community – Community Kolaborasi Memerlukan tokoh – ‘champion’, keterbukaan, keberpihakan yang jelas, kebersamaan, dan inovasi. “Gotong Royong” Budaya kita yang semakin hari semakin kita tingggalkan – padahal sangat besar dayanya
Mengapa Perlu Dukungan Komunitas? Besaran masalahnya luar biasa – pemerintah sendirian
tidak pernah akan mampu mengatasinya.
Dana dan tenaga dari aparatur pemerintahan yang benar-
benar bekerja di tingkat tapak – sangat terbatas.
Jikapun tersedia dana – umumnya hanya untuk kunjungan
singkat atau studi banding dan berjangka pendek serta kurang bersungguh-sungguh
Masih rendahnya kepedulian pemerintah Kabupaten/kota
dan propinsi dalam upaya rehabilitasi dan reklamasi – karena dianggap sebagai ‘cost center’
Bagaimana mewujudkan bentang alam yang produktif? Produktif untuk siapa? Apa tolok ukurnya? – pangan dan air Siapa pelakunya? – kita semua yang berada di sebuah
bentang alam dan intervensi dari pihak manapun sejauh tujuannya adalah meningkatkan produktivitas bentang alam dan bukan merusaknya. Menata mosaic bentang alam – dan mengatur bagaimana mosaic yang paling produktif Diperlukan kebersamaan, keterbukaan, dan kejujuran
Kesimpulan Perlu pemahaman mengenai pentingnya produktivitas bentang
alam – untuk mehami mengapa pemerintah mengeluarkan berbagai regulasi untuk rehabilitasi dan reklamasi pasca tambang.
Regulasi yang ada perlu ditegakkan – agar tujuan rehabilitasi dan
reklamasi serta restorasi dapat bermanfaat.
Ujung tombak di lapangan harus dapat menjadi benteng bagi
pencegahan atas bertambah luasnya kerusakan hutan dan lahan.
Menata mosaic bentang alam – secara multi disiplin akan
membantu mewujudkan bentang alam yang lebih produktif.