Laporan KPPIP Juni 2014 - Juli 2015
Daftar Isi DAFTAR ISI
i
UCAPAN TERIMA KASIH
ii
SAMBUTAN MENKO PEREKONOMIAN
iii
BAB 1 RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
1
BAB 2 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)
11
BAB 3 DAFTAR PROYEK PRIORITAS KPPIP 2015
23
BAB 4 SINKRONISASI REGULASI TERKAIT INFRASTRUKTUR
105
BAB 5 RENCANA KPPIP KE DEPAN
115
DAFTAR ISTILAH
121
DAFTAR GAMBAR
123
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
i
Ucapan Terima Kasih Laporan pelaksanaan KPPIP ini disusun dalam rangka memenuhi amanat Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 pasal 29. Pada Laporan yang pertama ini, informasi yang disajikan adalah informasi pencapaian KPPIP yang efektif beroperasi sejak Januari 2015. Laporan ini dapat terwujud berkat dukungan informasi yang telah diberikan berbagai pihak dari jajaran dan pejabat Kementerian dan Lembaga terkait, jajaran dan pimpinan Pemerintah Daerah, serta jajaran dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Selain memberikan informasi terkini secara lengkap, berbagai pihak di atas juga terlibat secara aktif dalam upaya mendukung percepatan implementasi pembangunan infrastruktur dari mulai persiapan teknis dan regulasi, melakukan debottlenecking untuk memfasilitasi penyelesaian masalah koordinasi yang dihadapi, sampai dengan percepatan implementasi proyek-proyek prioritas. Secara khusus, laporan ini tidak akan tersusun tanpa dukungan dan pembinaan oleh Yang Terhormat: Dr. Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua KPPIP; Dr. Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Dr. Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Dr. Dwisuryo Indroyono Soesilo, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan selaku anggota KPPIP; Drs. Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang selaku anggota KPPIP; Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Wakil Ketua Tim Pelaksana KPPIP; Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Ir. Dedy S. Priatna, mantan Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional; Prof. Dr. Budi Mulyanto, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah selaku anggota Tim Pelaksana KPPIP; dan Dr. Ir. Wahyu Utomo, Staf Ahli Pembangunan Daerah selaku Sekretaris Tim Pelaksana KPPIP. Berdasarkan berbagai arahan yang telah diperoleh dari para petinggi di atas, naskah laporan ini disusun oleh Sekretariat Tim Pelaksana dan para profesional dalam Project Management Office (PMO) KPPIP, dengan dukungan Tusk Advisory. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran profesional dan tim konsultan yang telah menyiapkan naskah laporan pelaksanaan yang sangat komprehensif ini. Sekali lagi, dengan perasaan yang tulus, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerjasamanya. Marilah kita terus bekerja keras untuk bersama membangun infrastruktur yang berkualitas demi kejayaan negeri kita tercinta di masa yang akan datang.
Luky Eko Wuryanto Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Selaku Ketua Tim Pelaksana KPPIP
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
ii
Sambutan Menko Perekonomian Assalamuálaikum Wr. Wb., Dalam membangun sebuah negara dan bangsa, apapun tahapan kemajuannya, penyediaan dan pembangunan infrastruktur senantiasa memiliki peran yang strategis. Hal tersebut adalah karena pembangunan infrastruktur adalah tugas hakiki dari sebuah pemerintahan. Bila pada tahap awal kemajuan ekonomi, sebagian pembangunan umumnya diarahkan untuk lebih besar pada penyediaan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka seiring dengan peningkatan kemajuan ekonomi, konsentrasinya perlu dititikberatkan pada peningkatan kapasitas dan kehandalan sedemikian rupa hingga dapat mendorong daya saing ekonomi dan pada akhirnya mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Tersedianya infrastruktur yang handal dan berkualitas, sering digunakan sebagai ukuran yang representatif untuk menakar kualitas hidup atau kondisi yang sering diyakini menggambarkan kesejahteraan sebuah masyarakat. Walaupun terkesan klise, hal tersebut sesungguhnya benar adanya karena dengan hanya melalui sediaan infrastruktur yang akses dan kualitasnya senantiasa memadai sesuai perkembangan ekonomi, masyarakat pada akhirnya memiliki banyak pilihan untuk melakukan usaha, bertempat tinggal ataupun hanya sekedar memilih cara bersosialisasi. Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dewasa ini, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas utama. Hal tersebut tercermin dari tingginya target-target pencapaian sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019. Perwujudan target dari kebijakan pembangunan infrastruktur tersebut tentunya membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi. Belajar dari pengalaman selama ini, berbagai langkah terobosan untuk mempercepat implementasinya sangat diperlukan, bahkan merupakan prasyarat mutlaknya. Salah satu langkah penting yang telah dilakukan pemerintah adalah menerbitkan Perpres No. 75 Tahun 2014 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas dimana Menteri Koordinator Perekonomian menjadi Ketuanya. Mandat utama dari Komite ini adalah merevitalisasi berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur terkait dalam rangka mendorong percepatan ke arah impelementasi sekaligus memperluas berbagai potensi pendanaan di luar pemerintah. Selain itu, mandat lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengawal pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur yang dikategorikan sebagai infrastruktur prioritas, mulai dari proses perencanaan, penetapan skema pendanaan yang paling efisien dan efektif, sampai pada fasilitasi koordinasi penyelesaian masalah untuk percepatan implementasi. Komite ini telah mulai aktif menjalankan tugaskan sejak awal tahun 2015 dan sejumlah langkah konkrit telah dilakukan, baik pada tataran kebijakan maupun pada tataran koordinasi untuk penyelesaian masalah operasional. Memang belum semuanya menghasilkan kemajuan sebagaimana diharapkan, namun setidaknya dengan mekanisme kerja yang disusun berdasarkan standard operating procedure yang dipelajari dari pengalaman terbaik internasional, langkah yang telah dilakukan ini ternyata banyak mendapatkan sambutan positif tidak hanya dari dalam negeri saja, melainkan juga dari masyarakat internasional. Beberapa lembaga keuangan dan konsultansi internasional berminat untuk bekerjasama dengan KPPIP.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
iii
Berbeda dengan pola pembentukan tim koordinasi pada umumnya, KPPIP diperkuat dengan bantuan para profesional dan konsultan yang ahli dalam bidangnya. Bahkan dalam beberapa tugas penyiapan proyek ataupun evaluasi terhadap proposal proyek prioritas yang diusulkan oleh Kementerian terkait, KPPIP menggunakan konsultan internasional yang memiliki reputasi dan kompetensi tinggi. Laporan pelaksanaan pertama ini disusun untuk periode paruh pertama 2015. Dari materi yang telah disusun, saya mengharapkan agar semua pihak dapat mempelajari mana langkah-langkah yang baik dan efektif ataupun mana langkah-langkah yang perlu diperbaiki. Saya bahkan berharap bahwa para pemangku kepentingan terkait dapat memberikan masukan demi perbaikan kinerja KPPIP di masa akan datang. Dengan harapan ini, kita tidak selalu terus mulai dari awal. Keberhasilan membangun infrastruktur umumnya berdimensi jangka panjang. Oleh karenanya kebijakan yang dikembangkan perlu terus dijaga agar senantiasa konsisten dan berkelanjutan. Wassalamuálaikum Wr. Wb.,
Darmin Nasution Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua KPPIP
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
iv
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
1
Pendahuluan Indonesia merupakan perekonomian terbesar ke-16 dunia dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mencapai USD 1 Triliun. Berdasarkan kajian Goldman Sachs Global Investment Research tahun 2009, pendapatan per kapita Indonesia diprediksi akan meningkat menjadi sebesar USD 14.900 pada tahun 2025 (peringkat 12 dunia) serta USD 46.900 pada tahun 2045 (peringkat 7 atau 8 dunia). Jika sesuai dengan rencana Pemerintah, maka Indonesia akan masuk ke dalam negara kategori high income country pada tahun 2025, namun hal ini akan sangat tergantung kepada pertumbuhan ekonomi yang salah satunya didukung dengan perkembangan penyediaan infrastruktur di Indonesia (RPJMN 2015-2019, 2015). Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk mencapai target tersebut berupa sumber daya alam yang berlimpah, lokasi yang strategis, dan jumlah penduduk yang besar (tenaga kerja dan pasar yang besar) namun perlu disadari bahwa potensi yang dimiliki Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia tidak serta merta bisa terwujud. Terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi, yaitu sebagai berikut: 1. Saat ini Indonesia sedang dilanda fase “krisis infrastruktur” sebagaimana tercermin dalam beberapa indikator seperti Global Competitiveness Index (World Economic Forum, 2014) serta logistics performance index tahun 2014 sebagai berikut: a. Biaya logistik di Indonesia mencapai 17% dari total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8%, Filipina 7% dan Singapura 6%; b. Biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dan merupakan biaya logistik paling tinggi di kawasan Asia Tenggara (Bank Dunia, 2013).
2. Keterbatasan infrastruktur: Berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2014-2015, penyediaan infrastruktur di Indonesia masih berada pada peringkat 56 dari 144 negara. Peringkat tersebut masih jauh di bawah Singapura yang menempati peringkat 2 dan Malaysia yang menempati peringkat 25. 3. Keterbatasan ketersediaan anggaran pembiayaan infrastruktur: Anggaran untuk infrastruktur di Indonesia baru dialokasikan sebesar 5% dari PDB Indonesia di tahun 2015 dan di tahun-tahun sebelumnya hanya 2-3%. Sebagai perbandingan, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menganggarkan setidaknya 8-10% dari PDB. (Bank Dunia, 2013)
Tingginya biaya logistik secara langsung mengurangi daya saing produk-produk ekspor Indonesia akibat dari tingginya biaya produksi di dalam negeri.
Peningkatan daya saing suatu negara berbanding lurus dengan prospek pertumbuhannya, sedangkan infrastruktur merupakan pendorong adanya pertumbuhan ekonomi. Global Competitiveness Index di atas menunjukkan bahwa peningkatan daya saing infrastruktur Indonesia masih belum dapat mendongkrak potensi daya saing Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, penyusunan rencana pembangunan infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia sekaligus mencapai target Nawacita dari Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, Pemerintah menargetkan pembangunan dan pengembangan infrastruktur meliputi pembangunan 10 pelabuhan container baru, revitalisasi 6 pelabuhan sebagai hub internasional (Belawan, Makassar, Sorong, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Bitung), pengembangan 76 rute perintis, pembangunan 2.000 km jalan baru, pengembangan bandar udara khusus barang, pembangunan 10 kawasan industri baru beserta hunian untuk tenaga kerjanya, pembangunan dan modernisasi 5.000 pasar tradisional, disertai dengan pendirian bank infrastruktur. Target Nawacita ini kemudian disusun dan dimasukkan dalam rencana pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
3
A. Rencana Pembangunan Infrastruktur Sesuai RPJMN 2015-2019 Inisitatif untuk melakukan perubahan dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 sesungguhnya telah menjadi dasar penyusunan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Melalui Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011, esensi dari MP3EI menekankan pada inisiatif perubahan dalam pengelolaan pengembangan potensi daerah melalui koridor ekonomi, konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional terkait infrastruktur dan regulasi dan kemitraan melalui dukungan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, Pemerintah Indonesia telah menetapkan RPJMN dengan rumusan arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur periode 2015-2019 sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.3 Tahun 2015. Indikator Rasio Elektrifikasi Konsumsi Listrik per kapita Akses Air Minum Layak Akses Sanitasi Layak Kondisi Mantap Jalan Nasional Jalan Nasional Jalan Baru Jalan Tol Jalur Kereta Api Jumlah Pelabuhan Dwelling Time Pelabuhan Jumlah Bandara On-Time Performance Penerbangan Kab/Kota yang Dijangkau Broadband Jumlah Dermaga Penyeberangan Pangsa Pasar Angkutan Umum Perkotaan Kapasitas Air Baku Nasional Jumlah Waduk Unit Regasifikasi Onshore Pembangunan FSRU Jaringan Pipa Gas Unit SPBG Jumlah Rumah Tersambung Jaringan Gas Kota Pembangunan Kilang Baru
Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi masih terbatas dimana hal ini merupakan hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam peningkatan investasi serta menyebabkan tingginya biaya logistik. Dalam rumusan RPJMN 2015-2019, Pemerintah Indonesia telah membagi arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur guna menjawab sejumlah permasalahan meliputi kondisi jalan yang tidak memadai, terbatasnya pembangunan jalur kereta api, kinerja pelabuhan yang tidak berdaya saing, rendahnya rasio ketenagalistrikan dan terbatasnya kapasitas sumber air. Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah telah menyusun target pencapaian pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebagai berikut:
2014 (Baseline)
2019
81,5% 843 KWh 70% 60.5% 94% 38.570 km 1.028 km 260 km 5.434 km 278 6-7 hari 237 75% 82% 210 23% 41,44 m3/det 21 waduk 0 2 11.960 km 40 200.000 0
100% 1.200 KWh 100% 100% 99% 46.770 km 2.650 km 1.000 km 8.692 km 450 3-4 hari 252 95% 100% 270 32% 118,6 m3/det 49 waduk 6 3 17.960 km 118 1.000.000 2
(Sumber: RPJMN 2015-2019, 2015)
B. Permasalahan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Dalam tahapan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur, terdapat sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan realisasi penyediaan infrastruktur di Indonesia. Adapun hambatan yang dimaksud meliputi:
4
1.
Kurangnya koordinasi terkait pendistribusian kewenangan dan pengambilan keputusan;
2.
Ketidaksesuaian perencanaan pendanaan dengan kebutuhan implementasi;
3.
Sulitnya proses pengadaan dan pembebasan lahan;
4.
Kurang memadainya kapasitas Kementerian/ Lembaga dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam penyediaan infrastruktur terutama yang dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU);
5.
Lambatnya proses penyusunan peraturan dan keberadaan peraturan yang tumpang tindih sehingga menghambat investasi.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
1.
Kendala dalam Pendistribusian Kewenangan dan Pengambilan Keputusan
Penerapan desentralisasi kewenangan dan pengambilan keputusan sejak Indonesia memasuki era reformasi tidak diikuti dengan kesiapan kapasitas, seperti kepegawaian dan alokasi pendanaan, dari aparatur di tingkat daerah. Tingginya jumlah proyek infrastruktur di daerah secara langsung mengharuskan Pemerintah Daerah untuk berperan sebagai penanggung jawab dan pelaksana proyek. Pembagian tanggung jawab Pemerintah Daerah pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Baik Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab untuk menentukan rencana pembangunan dan tata ruang, menyediakan fasilitas dan infrastruktur publik dan memegang kendali atas dampak lingkungan. Selanjutnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan amandemen Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 mengatur pedoman terkait standar minimum pelayanan dimana standar ini dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan perencanaan infrastruktur. Ketika kebutuhan dasar infrastruktur tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, pada dasarnya Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk memberikan hukuman dan sanksi kepada Pemerintah Daerah, namun tidak terdapat pedoman yang jelas bagi Pemerintah Pusat terutama bagi Kementerian untuk memberikan hukuman dan sanksi tersebut. Kondisi ini menyebabkan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur terhambat. Tidak hanya kendala pada Pemerintah Daerah semata, melainkan juga belum terciptanya koordinasi lintas kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat yang turut menghambat dalam proses pelaksanaan proyek. Sebagai contoh, penetapan skala prioritas suatu proyek seringkali tidak dikoordinasikan antar kementerian dan lembaga di tingkat pusat. Akibatnya, pelaksanaan proyek seringkali terhambat atau mengalami penundaan bahkan pembatalan karena tidak memperoleh dukungan dari seluruh instansi terkait.
2.
Ketidaksesuaian Perencanaan Pendanaan dengan Kebutuhan Implementasi Proyek
Hambatan dalam penyediaan infrastruktur juga mencakup pengalokasian dana untuk memenuhi kebutuhan implementasi proyek. Besarnya anggaran yang dibutuhkan seringkali membuat sebuah proyek infrastruktur memperoleh pendanaan lebih dari satu sumber. Sebagai contoh, sebuah proyek menggunakan sumber pendanaan dari APBN, APBD dan Badan Usaha. Tidak sinkronnya jadwal penganggaran, pelaksanaan pengadaan tanah dan lelang badan usaha dapat mengakibatkan terhambatnya penyediaan proyek karena tidak tersedianya dana saat implementasi. Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menunjukan bahwa dengan kebutuhan total investasi sebesar Rp 4.792,6 Triliun untuk tahun 2015–2019, dana APBN dan APBD hanya dapat memenuhi Rp 1.978 Triliun (41,52%) sehingga dibutuhkan skema pendanaan alternatif yang bersumber dari BUMN (Rp 1.066 Triliun atau 22,23%) dan investasi swasta (Rp 1.751 Triliun atau 36,52%). Perencanaan yang baik terkait proyek dan sumber pendanaannya sangatlah penting agar APBN dan APBD dapat dialokasikan untuk infrastruktur yang kritikal sementara infrastruktur yang terindikasi menguntungkan dapat digunakan untuk menarik investasi swasta. ~ Rp 1.433 Triliun
Total Investasi Infrastruktur yang dibutuhkan 1) (Rp 4.796,2 Triliun3)
APBN dan APBD
~ Rp 545 Triliun ~ Rp 1.066 Triliun
Kesenjangan Pembiayaan
~ Rp 1.751 Triliun
APBN ~29,88% 2) APBD ~11,37% BUMN ~22,23% Investasi Swasta (KPBU Off Balance Sheet, Pinjaman, Obligasi,dll) ~36,52%
Skema Pendanaan Alternatif
Catatan: 1) Angka tersebut merupakan perkiraan target kebutuhan pendanaan 2) Porsi APBN berdasarkan penganggaran yang diajukan oleh BAPPENAS dan disetujui oleh Kementerian Keuangan 3) Perkiraan hanya berdasarkan investasi dan rehabilitasi proyek-proyek besar, belum termasuk biaya operasional dan pemeliharaan inftrastruktur eksisting
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
5
3.
Kendala dalam Proses Pengadaan dan Pembebasan Lahan
Pelaksanaan pengadaan dan pembebasan lahan hampir selalu menjadi momok dalam penyediaan infrastruktur. Proses yang panjang memberikan kesempatan bagi para spekulan tanah untuk meningkatkan harga tanah sehingga dana yang telah disiapkan oleh Pemerintah seringkali tidak mencukupi saat pelaksanaan proses pembayaran uang ganti rugi. Kurang memadainya kapasitas personel dan ketersediaan teknologi untuk melakukan pendataan dan pendaftaran juga turut memperlambat proses pengadaan lahan proyek. Selain itu, ketimpangan ketersediaan dan kelengkapan peralatan antara Pusat dan Daerah yang digunakan untuk pengukuran tanah juga seringkali menghambat proses pengadaan tanah.
4.
Kurangnya Kapasitas Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam Penyiapan dan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur
Permasalahan tidak hanya terhenti pada tataran pendistribusian kewenangan, melainkan juga kurang memadainya kapasitas sumber daya manusia di tingkat daerah untuk menyiapkan, melaksanakan dan memelihara infrastruktur di wilayahnya. Kenyataan saat ini adalah Pemerintah Daerah menggunakan sebagian besar anggarannya untuk gaji pegawai dan pengeluaran rutin. Minimnya anggaran untuk infrastruktur seringkali menjadi hambatan dalam penyediaan infrastruktur di tingkat daerah. Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat tidak adanya keharusan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan dananya untuk pembangunan infrastruktur baru yang dibutuhkan guna mendukung perekonomian daerah. Selain itu, Pemerintah Daerah kekurangan sumber daya manusia yang memadai untuk mengemban tanggung jawab selaku pelaksana maupun Penanggung Jawab Proyek. Permasalahan yang menghambat penyediaan infrastruktur di daerah tidak lepas dari lemahnya peran Pemerintah Pusat dalam memastikan peningkatan kapasitas dan sumber daya dari Pusat ke Daerah sehingga terjadinya inefisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pelaksanaan proyek dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) memerlukan kematangan konseptualisasi proyek, kerangka peraturan dan pembangunan kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Untuk proyek KPBU dimana lelang akan dilakukan secara kompetitif dan terbuka, maka proyek pun harus disiapkan dengan baik dan memiliki kualitas internasional sehingga dapat memenuhi standar dan menarik investor. Mengingat jumlah proyek KPBU yang masih sedikit di Indonesia, Pemerintah Pusat perlu memberikan dukungan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang akan menjadi PJPK dalam bentuk standar kualitas kajian dan sistem pengadaan konsultan penyiapan atau pemilihan Badan Usaha yang transparan dan kompetitif. Dengan demikian, akan tercipta peningkatan kapasitas pada masing-masing PJPK yang berkontribusi pada pertumbuhan proyek KPBU di Indonesia di tahun-tahun mendatang.
5.
Kendala dalam Penyusunan dan Implementasi Peraturan
Kendala dalam penyusunan dan implementasi kebijakan dan peraturan masih menjadi hambatan besar dalam penyediaan infrastruktur. Kurangnya koordinasi antar kementerian dan lembaga negara dalam penyusunan peraturan seringkali menghambat proses penetapan suatu peraturan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Suatu proyek seringkali mundur dari jadwal proyek yang telah ditetapkan karena belum terbitnya peraturan yang dijadikan landasan hukum pelaksanaan proyek. Selain itu, peraturan yang telah ada pun seringkali tumpang tindih atau bertentangan satu dengan yang lain sehingga mengakibatkan kebingungan di pihak Penanggung Jawab Proyek dalam melaksanakan kewajibannya. Peraturan yang ada pun sering kali membutuhkan revisi agar sesuai dengan peraturan yang baru diterbitkan. Proses penyusunan atau revisi peraturan yang akan mendukung pembangunan infrastruktur membutuhkan koordinator untuk mengawal proses penyusunan dan penerbitannya.
6
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Usaha-Usaha Yang Telah Dilakukan Pemerintah Indonesia Dalam upaya mempercepat penyediaan infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan paket-paket peraturan perundang-undangan, penyusunan inisiatif, dan pembangunan institusi sebagai berikut: Perubahan peraturan pendukung Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dengan mempertimbangkan pertumbuhan potensi proyek dengan skema KPBU, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta beserta peraturan peraturan perubahannya dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Perpres Pemerintah dan Badan Usaha pada 20 Maret 2015.
Perpres baru ini menjawab kendala-kendala yang sebelumnya menghambat pelaksanaan KPBU, seperti aplikasi KPBU pada infrastruktur sosial, lemahnya kualitas pra-studi kelayakan, perbedaan kualitas aset yang dibangun dengan dukungan konstruksi sebagian dari Pemerintah, skema pengembalian investasi yang kurang menarik, dan lemahnya komitmen K/L untuk proyek KPBU sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 1.
Sebelum Penyediaan infrastruktur menerapkan skema KPBU.
Sesudah sosial
belum
dapat
Perluasan jenis infrastruktur yang dapat menggunakan skema KPBU mencakup infrastruktur sekolah, rumah sakit, dan lembaga pemasyarakatan.
Kualitas prastudi kelayakan di bawah standar internasional sehingga perlu dilakukan studi ulang.
Instansi internasional diizinkan untuk berpartisipasi dalam penyiapan proyek dengan skema pembayaran seperti success fee dan retainer fee sehingga standar kualitas prastudi kelayakan bisa ditingkatkan.
Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan lebih diminati daripada dukungan konstruksi sebagian karena adanya resiko perbedaan kualitas aset.
Skema hybrid financing (pembiayaan sebagian) memungkinkan pelaksanaan proyek dilakukan oleh Badan Usaha pemenang lelang dengan dana yang disediakan oleh PJPK sehingga kualitas pembangunan dapat diselaraskan.
Proyek KPBU yang ditawarkan dan skema pengembalian investasi belum dapat menarik minat pihak swasta.
Komitmen K/L rendah karena tidak ada unit kerja KPBU dalam K/L terkait dan tidak ada kewajiban penganggaran perencanaan proyek KPBU.
Pembayaran Ketersediaan Layanan (availability payment) dan Jaminan Pemerintah untuk proyek prakarsa Badan Usaha dapat meningkatkan kelayakan finansial proyek.
Pembentukan Simpul KPBU di K/L yang bertugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU. K/L wajib melakukan penganggaran perencanaan proyek KPBU.
Gambar 1: Perbaikan dalam Perpres No. 38 tahun 2015
Kementerian PPN/Bappenas telah menerbitkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang merupakan peraturan turunan dari Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang KPBU.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
7
Perubahan peraturan untuk mempercepat pengadaan tanah Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang–Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang bertujuan untuk memberikan kepastian waktu untuk pengadaan lahan kepada Penanggung Jawab Proyek dan investor. Pembatasan waktu maksimum pada sebagian besar tahap dalam Undang-Undang tersebut memberikan estimasi waktu maksimum 583 hari untuk menyelesaikan pengadaan tanah (Gambar 2). Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 didukung dengan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang telah diubah beberapa kali menjadi Peraturan Presiden No. 99 Tahun
PERENCANAAN
PERSIAPAN
tidak diatur
max 289 hari
2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 dimana perubahan peraturan memberikan ruang bagi Badan Usaha untuk memberikan dana pengadaan tanah yang akan dibayar kembali oleh Pemerintah setelah proses pengadaan tanah selesai. Dengan demikian, diharapkan pengadaan tanah tidak akan tertunda akibat ketidaktersediaan atau keterlambatan anggaran Pemerintah.
Undang-Undang No. 2 tahun 2012 berhasil diterapkan di proyek Jalan Tol Trans Sumatera ruas Palembang-Indralaya.
PELAKSANAAN
PENGALIHAN HAK
max 257 hari
max 37 hari
Jadwal waktu (hari kerja) dengan asumsi adanya penolakan dari pemilik tanah
TOTAL 583 HARI
Jika tidak ada penolakan, jumlah hari yang dibutuhkan dapat dipercepat 15-20 % dari jumlah maksimum hari di atas Gambar 2: Proses Pengadaan Tanah Sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
Inisiatif lain untuk percepatan penyediaan infrastruktur Guna mendukung proyek infrastruktur, Pemerintah Indonesia juga membangun beberapa institusi seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang berperan dalam memberikan pendanaan jangka panjang sekaligus pendampingan dalam penyiapan proyek, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) yang memiliki mandat memberikan jaminan untuk proyek KPBU, dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) yang dibentuk untuk mengisi kekosongan pendanaan jangka panjang dengan tenor lebih dari 15 tahun serta membentuk produk pendanaan seperti
mezzanine financing sehingga dapat mendorong confidence dari para investor. Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan inisiatif pendukung proyek KPBU seperti land capping dan land revolving fund sebagai instrumen pendukung pengadaan tanah, Viability Gap Funding (VGF) yang merupakan dukungan pendanaan dari Kementerian Keuangan guna meningkatkan kelayakan komersial dan finansial proyek KPBU sehingga menarik untuk Badan Usaha.
Upaya-upaya di atas telah dilakukan bagi percepatan penyediaan infrastruktur di Indonesia dalam hal pengadaan tanah, peningkatan kelayakan proyek, dan dukungan penyiapan proyek. Namun Indonesia masih membutuhkan penguatan di sisi implementasi, terutama terkait koordinasi (pelaksanaan monitoring dan debottlenecking), peningkatan kualitas penyiapan proyek, dan capacity building. Oleh karenanya, diperlukan suatu komite yang fokus dalam mendorong peningkatan kualitas penyiapan proyek dan percepatan implementasi. Sebagai Project Management Office (PMO) untuk infrastruktur prioritas, komite akan meningkatkan koordinasi serta ketepatan jadwal implementasi infrastruktur prioritas. Melalui teladan dalam penyiapan proyek prioritas serta pengembangan standar kualitas penyiapan proyek, komite akan menyebarkan know-how dalam penyiapan infrastruktur yang berkualitas. Melalui pelatihan serta hands-on experience bagi K/L, komite dapat mendorong peningkatan kapasitas dan tanggung jawab sumber daya manusia. 8
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Kesimpulan Penyusunan RPJMN 2015-2019 diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia yang meliputi pembangunan dan peningkatan infrastruktur dasar, ketahanan air, kedaulatan energi dan konektivitas. Rencana yang telah disusun akan menghadapi sejumlah hambatan di tingkat persiapan dan implementasi proyek. Pemerintah telah mencanangkan dan melakukan inisiatif, namun masih terdapat beberapa hambatan yang memerlukan solusi yang lebih komprehensif. Oleh karenanya, masih diperlukan beragam upaya lain diantaranya penguatan koordinasi di tahapan penyiapan dan implementasi, serta sinkronisasi regulasi yang mampu menyediakan fasilitas dan sumber daya guna mendukung kelancaran penyediaan infrastruktur di Indonesia.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
9
KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
11
A. LATAR BELAKANG KPPIP Pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) melalui Keputusan Presiden No. 81 Tahun 2001 yang berisi mandat untuk mendorong penyediaan infrastruktur. Keppres tersebut telah mengalami dua kali perubahan menjadi Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2011. Di dalam Keppres No. 81 Tahun 2001, KKPPI memiliki tugas merumuskan strategi dan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, mengkoordinasikan keterpaduan rencana dan program serta memantau pelaksanaan kebijakan, dan memecahkan permasalahan terkait pembangunan infrastruktur. Perubahan di tahun 2005 menambahkan mandat KKPPI untuk merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dan perubahan di tahun 2011 menambahkan mandat untuk memantau kebijakan di tingkat Menteri dan Pemerintah Daerah. Struktur keanggotaan KKPPI pada tahun 2001 terdiri dari Menko Perekonomian sebagai ketua dan 11 menteri dari Kementerian terkait sebagai anggota. Dalam revisi tahun 2005, jumlah anggota turun dari 11 menjadi 8 Menteri tetapi pada tahun 2011 keanggotaan ditambahkan dengan menteri yang terkait dengan perizinan yang diperlukan dalam pembangunan infrastruktur. Walaupun dengan Keputusan dan Peraturan Presiden sebagai landasan hukum dan keanggotaan dari menteri-menteri terkait, KKPPI tetap mengalami tantangan.
Pertama, landasan hukum yang ada tidak secara eksplisit memberikan kewenangan kepada KPPIP untuk membuat keputusan jika terjadi masalah ataupun dispute antar satu atau lebih Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah. KPPIP juga tidak dapat memberikan insentif/disinsentif sebagai tindak lanjut dari upaya pemantauan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur. Seringkali kewenangan harus dikembalikan kepada Presiden untuk permasalahan yang melibatkan lintas Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Kedua, keterlibatan KKPPI dalam tahap perencanaan proyek infrastruktur sangatlah minim sehingga tidak dapat mencegah terjadinya masalah di kemudian hari, tidak dapat mengendalikan implementasi proyek, dan tidak ada insentif bagi K/L untuk melibatkan KKPPI sedari awal. Pendekatan penyelesaian masalah pun dilakukan secara reaktif bukan preventif. Ketiga, keanggotaan KKPPI yang terlalu besar mengakibatkan sulitnya koordinasi dan lambatnya pengambilan keputusan. KKPPI juga tidak memiliki staf ahli penuh waktu untuk mengawal pelaksanaan proyek, dan para anggota Menteri yang ada memiliki keterbatasan waktu diantara tugas utama lainnya yang diemban. Sebagai konsekuensi, KKPPI menjadi kurang efektif dalam melakukan tugasnya dan tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada percepatan proyek. KKPPI dibubarkan dan direvitalisasi menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dengan penguatan-penguatan yang ditambah dari pembelajaran kelemahan KKPPI sebelumnya.
B. TUJUAN PEMBENTUKAN KPPIP Melihat performa KKPPI yang kurang efektif, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dibentuk dengan mempertimbangkan masukan untuk penguatan yang tidak ada di KKPPI sebelumnya. Komite yang baru diberikan mandat untuk memberikan dukungan dengan berfokus kepada proyek prioritas yang sudah ditetapkan. Penguatan paling mendasar memberikan KPPIP mandat untuk memutuskan dan mengendalikan kegiatan penyelesaian permasalahan dan dapat terlibat dari tahap penyiapan sampai implementasi proyek sehingga permasalahan yang ada dapat diantisipasi sedari awal, pemantauan dapat dilakukan secara intensif dan keputusan tindak lanjut proyek dapat dipastikan terlaksana. KPPIP menerapkan skema insentif/disinsentif yang berguna sebagai tindak lanjut hasil pemantauan proyek dan juga menjadi daya tarik K/L/Pemda untuk mempercepat penyediaan proyek prioritas dan bersedia mengajukan proyeknya sebagai calon proyek prioritas KPPIP.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Mengatasi keterbatasan kapasitas di struktur KKPPI sebelumnya, maka penguatan komite yang baru dilakukan dengan merampingkan struktur organisasi dengan hanya beranggotakan K/L yang berperan besar dalam tahap penyiapan serta dalam pemberian dukungan fiskal dan non-fiskal atas proyek infrastruktur. Koordinasi dengan K/L teknis dan institusi lainnya yang dibutuhkan, dapat dilakukan ketika ada isu terkait dengan K/L tersebut. Selain itu, kehadiran KPPIP juga berperan sebagai koordinator yang menghubungkan dua institusi yang berperan besar dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU), yaitu Direktorat Kerjasama Pemerintah Swasta (Kementerian Perencanaan Pembangunan) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Kementerian Keuangan). Anggota KPPIP juga didukung dengan Program Management Office (PMO) yang terdiri dari profesional dengan latar belakang swasta yang memiliki pengalaman dan keahlian mendalam di sektor (Contoh: jalan, pelabuhan,
13
dll) dan lintas sektor (Contoh: keuangan). Selanjutnya, KPPIP diharapkan dapat melakukan pengalihan pengetahuan (knowledge transfer) kepada K/L dan Pemerintah Daerah yang terlibat dalam proyek sehingga kapasitas mereka dapat berkembang. Bentuk utama dari pengalihan pengetahuan yang dilakukan oleh KPPIP adalah dengan menyusun standar kualitas penyiapan pra-studi kelayakan (Pre-Feasibility Study (Pre-FS)/Outline Business Case (OBC)) serta pedoman penetapan skema pendanaan (Funding Scheme Guidelines). Ke depannya diharapkan kapasitas K/L dan Pemda dalam menyiapkan proyek dapat ditingkatkan sehingga peran KPPIP lebih banyak dalam hal debottlenecking dan tidak lagi berfokus pada penyediaan fasilitas Pre-FS atau OBC.
pemerintah dari tahap perencanaan, tahap pra-studi kelayakan, hingga tahap pembangunan infrastruktur. Percepatan penyediaan infrastruktur melalui KPPIP diharapkan dapat menciptakan dengan baik potensi peningkatan perekonomian Indonesia dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Revitalisasi KPPIP diperlukan untuk menjadi signal positif kepada pasar sehingga perlu fokus melaksanakan fungsi-fungsi yang sebelumnya belum ada dan sedapat mungkin menghindari tumpang-tindih peran dan wewenang dengan kelembagaan/komite lainnya. Berikut merupakan gambaran secara ringkas peran dan fungsi KPPIP yang merupakan turunan dari tujuan pembentukan KPPIP (Gambar 3).
Dengan terbentuknya KPPIP diharapkan penyediaan infrastruktur prioritas dapat dipercepat dengan keterlibatan
6 TUGAS UTAMA KPPIP SEBAGAIMANA DIAMANATKAN DALAM PERPRES NO. 75 TAHUN 2014 1
Penerapan standar kualitas Pra-Studi Kelayakan (OBC) serta melakukan revisi/re-do bila diperlukan (3-6 bulan)
Proyek Top Down (usulan presiden/wakil)
Proyek Bottom Up (usulan K/L/Pemda)
2 Penetapan Daftar Proyek Prioritas
Penetapan skema & sumber pendanaan untuk proyek yang ditetapkan sebagai prioritas
APBN Koordinasi antara PJP dengan Kementerian PPN terkait sumber pendanaan (APBN, APBD, PHLN)
3
Penugasan BUMN ditujukan untuk percepatan pelaksanaan dan pemanfaatan kapasitas finansial BUMN
KPBU Strategic Funding PPP Unit di Kemenkeu untuk mengkoordinasikan penyusunan Final Business Case (FBC) dan transaction advisory untuk implementasi proyek KPBU (melibatkan konsultan bertaraf internasional)
OUTPUT KPPIP Daftar Proyek Prioritas yang disetujui semua pihak
Rencana Aksi dengan target pencapaian serta insentif dan disinsentif
Service Level Agreement (SLA) yang mengikat
4
5
6
Monitoring and debottlenecking KPPIP menyusun rencana aksi dan memantau serta melakukan debottlenecking
Memetakan strategi dan kebijakan di sektor infrastruktur
Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait penyediaan infrastruktur prioritas
Gambar 3: Tugas dan Mandat KPPIP sesuai Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014
14
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN KPPIP Pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) diatur dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Perpres tersebut mengatur tentang kriteria, jenis dan tahapan pelaksanaan proyek infrastruktur prioritas, pendanaan, pembentukan komite, pelaporan, dan penerbitan daftar infrastruktur prioritas. Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 juga mengatur anggota KPPIP yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP telah memberikan arahan untuk menambahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke dalam susunan Komite KPPIP guna mengakomodir adanya perubahan struktur K/L pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Selain itu diharapkan dengan struktur organisasi baru KPPIP dapat memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mendukung penyediaan infrastruktur prioritas. Saat ini revisi Perpres No. 75/2014 sedang dilakukan oleh Biro Hukum Kemenko Perekonomian. Dalam pelaksanaan harian dari tugas Komite (tingkat Menteri) dibantu oleh Tim Pelaksana (tingkat Eselon 1). Untuk Tim Pelaksana, Menko Perekonomian telah
menerbitkan Keputusan Menko Perekonomian Selaku Ketua KPPIP No. 127 Tahun 2015 tentang Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang mengatur tugas dan susunan keanggotaan Tim Pelaksana. Tim Pelaksana KPPIP diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain Peraturan Presiden, KPPIP telah melakukan penyusunan Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP tentang Daftar Infrastruktur Prioritas tahun 2015. Rancangan Permenko tengah menunggu penandatanganan Ketua KPPIP. Saat ini KPPIP telah memilih 22 proyek infrastruktur prioritas yang ditargetkan untuk direalisasikan hingga tahun 2019 dan akan menjadi fokus utama dari KPPIP. Pemilihan proyek prioritas ini melibatkan instansi-instansi terkait pembangunan infrastruktur, mulai tingkat kementerian pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga masyarakat. KPPIP juga sudah merancang tata laksana/Standard Operating Procedures (SOP) yang sudah dibahas di tingkat Eselon 2 dari Kementerian terkait. Di Semester 2 tahun 2015, KPPIP akan melakukan pembahasan di tingkat Eselon 1 dan menyusun Permenko atas SOP tersebut sebagai dasar pelaksanaan operasional Komite.
D. VISI DAN MISI KPPIP
VISI
Menjalankan mandat yang telah ditentukan dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 untuk mendorong percepatan dan pencapaian penyediaan pembangunan infrastruktur prioritas yang berkualitas secara efektif, efisien, tepat sasaran dan tepat waktu.
MISI
Berfungsi sebagai organisasi yang memperkuat koordinasi dan memfasilitasi berbagai usaha dalam mempersiapkan dan menyelesaikan masalah-masalah dalam penyediaan Infrastruktur Prioritas yang telah teridentifikasi oleh KPPIP.
E. TUGAS KPPIP Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, tugas KPPIP adalah : a.
Menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; b. Memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; c. Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas;
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
d. Menetapkan standar kualitas pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya; e. Memfasilitasi penyiapan infrastruktur prioritas; f. Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas.
15
F. SUSUNAN DAN STRUKTUR ORGANISASI KPPIP KPPIP merupakan komite lintas kementerian/lembaga pemerintah dengan susunan organisasi sebagai berikut: Komite (Tingkat Menteri) Sesuai Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, KPPIP diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Rancangan revisi Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 akan memasukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Komite. Susunan keanggotaan Komite di atas mempertimbangkan mandat utama KPPIP yang berfokus pada peningkatan kualitas penyiapan proyek serta debottlenecking dalam
rangka mempercepat pelaksanaan proyek priorits. Oleh karena itu keanggotaan berfokus pada Kementrian/ Lembaga yang memiliki kewenangan lintas sektor dan sektor lain yang seringkali bersinggungan dengan Kementrian teknis penyelenggara proyek infrastruktur. Selain itu diharapkan dengan adanya keterlibatan Kementrian Keuangan dari tahap penyiapan proyek, koordinasi terkait pemberian dukungan fiskal untuk proyek prioritas bisa diperkuat mekanisme dan pelaksanaan di tatanan implementasi.
Tim Pelaksana Sesuai Keputusan Menko No. 127 Tahun 2015, Tim Pelaksana adalah tim pembuat keputusan yang dilakukan secara kolektif dari tingkat Eselon I yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian dengan sekretaris Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah, Kemenko Perekonomian, dan beranggotakan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
16
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup, Kemenko Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kemenko Kemaritiman Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Direktur Jenderal Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang
7. 8. 9. 10. 11.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KemenLH dan Kehutanan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Adapun Tim Pelaksana memiliki tugas untuk membantu Komite dalam : 1. 2. 3.
Menyusun rancangan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas Melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas
4. Menyusun standar pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya 5. Melakukan fasilitasi terhadap penyiapan infrastruktur prioritas 6. Melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan serta menyampaikan rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas
Tim Kerja Seperti diatur di dalam Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP memiliki wewenang untuk membentuk Tim Kerja sektor dan lintas sektor sebagaimana dibutuhkan. Saat ini, sudah dibentuk Tim Kerja Percepatan Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan dengan Surat Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP No. 129 Tahun 2015. Tim Kerja Ketenagalistrikan tersebut diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan menjadi dasar hukum pembentukan Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan turunan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selain Tim Kerja Ketenagalistrikan, telah dibentuk Tim Kerja Percepatan Pembangunan Kilang Minyak Bontang melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 159 Tahun 2015. Tim Kerja ini memiliki mandat untuk memastikan pelaksanaan pembangunan Kilang Minyak Bontang sesuai target waktu yang diamanatkan dalam RPJMN. KPPIP sedang merancang Surat Keputusan untuk pembentukan Tim Kerja Koordinasi Percepatan Pengadaan Tanah Infrastruktur Prioritas yang sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Project Management Office (PMO) Untuk mendukung pengambilan keputusan oleh Tim Pelaksana dan Komite, KPPIP dilengkapi dengan Project Management Office (PMO) yang diisi oleh tenaga ahli profesional yang memiliki pengalaman di bidangnya. PMO bertugas memberikan rekomendasi kepada Tim Pelaksana terkait pemilihan dan pelaksanaan proyek prioritas serta tindak lanjut penyelesaian masalah. PMO terdiri dari Direktur Program sebagai pimpinan PMO yang bertugas untuk memastikan tercapainya mandat KPPIP, memberikan rekomendasi kebijakan kepada Tim Pelaksana, membangun organisasi KPPIP, memastikan penyediaan proyek prioritas terlaksana, dan membangun kapasitas serta memperbaiki regulasi pendukung infrastruktur prioritas.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Direktur Program yang didukung oleh Direktur Sektor yang berpengalaman di sektor pelabuhan, bandar udara, jalan, kereta api, energi dan ketenagalistrikan, dan sumber daya air yang memiliki pengalaman di bidang masing-masing. Direktur Sektor bertugas untuk memastikan proyek di sektor tersebut dipersiapkan dengan kualitas yang baik dan mendorong implementasi sampai mulai konstruksi. Untuk proyek yang sudah dalam tahap pembangunan, Direktur Sektor bertugas memastikan proyek berjalan sesuai waktu dan memberikan dukungan pemecahan kendala yang muncul. Selain itu, Direktur Sektor juga melakukan analisis terkait hambatan, kebutuhan perbaikan regulasi, dan upaya percepatan spesifik pada sektornya sehingga dapat diterapkan pada proyek-proyek lainnya.
17
Rincian struktur organisasi dijelaskan lebih lanjut
KOMITE Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Keuangan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Agraria dan Tata Ruang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman* Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan*
TIM PELAKSANA
PMO PROFESIONAL
TIM KERJA LINTAS SEKTOR
TIM KERJA SEKTOR Tim Kerja UP3KN
Tim Kerja Kilang Minyak Bontang
Tim Kerja Lainnya*
Tim Percepatan Pengadaan Lahan* Tim Keuangan* Tim Legal*
PANEL KONSULTAN * Perpres penambahan keanggotaan KPPIP dalam rancangan revisi Gambar 4: Struktur Organisasi KPPIP
G. PENCAPAIAN KPPIP DALAM 6 BULAN TERAKHIR Percepatan persiapan proyek dan proses pengambilan keputusan Kilang Minyak Bontang
Jalan Tol PanimbangSerang
Mendorong kelanjutan penyiapan proyek yang sudah tertunda selama 5 tahun. Menyediakan fasilitas penyusunan Outline Business Case (OBC) sebesar ~Rp 14 Miliar yang akan dilakukan perusahaan internasional.
Menyediakan fasilitas penyusunan Value for Money untuk mendukung penyiapan proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan menjadi justifikasi penetapan skema pendanaan. Menyusun standar Pra-studi Kelayakan/Outline Business Case (OBC) untuk sektor jalan tol. Menyediakan fasilitas penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah. Menyediakan fasilitas review untuk kajian yang sudah ada untuk Bendungan Matenggeng.
Water to Energy
18
Menyediakan fasilitas penyusunan prastudi kelayakan/OBC untuk sektor PLTA di Indonesia. Menyediakan fasilitas penyusunan rekomendasi peraturan dan/atau pembentukan institusi yang dibutuhkan untuk percepatan program Water to Energy.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
High Speed Railway (HSR) JakartaBandung
Mengambil tindak lanjut penyelesaian deadlock dimana ada dua proposal HSR yang diterima oleh Pemerintah Indonesia, yakni dari Pemerintah Jepang dan Pemerintah RRT. Menyediakan fasilitasi konsultan independen bertaraf internasional untuk membandingkan dua proposal HSR tersebut.
Percepatan penetapan skema pendanaan proyek Jakarta Sewerage System (JSS)
Light Rail Transit Sumatera Selatan
Memberikan panduan penyusunan OBC sesuai standar KPPIP yang menjadi dasar rekomendasi skema pendanaan. Memfasilitasi rapat antar pemangku kepentingan untuk membahas rekomendasi skema pendanaan.
Melakukan review atas kajian finansial proyek yang ada. Memberikan rekomendasi pada pengambil keputusan terkait penetapan skema pendanaan.
Debottlenecking masalah pengadaan tanah Central Java Power Plant (CJPP)/ PLTU Batang
PLTU Indramayu
NCICD
MRT Jakarta (Jalur Utara-Selatan)
Menyediakan rekomendasi percepatan pengadaan tanah sesuai peraturan yang berlaku. Melakukan koordinasi pengambil keputusan dalam rangka percepatan pengadaan tanah. Memfasilitasi rapat percepatan proyek di tingkat Wakil Presiden.
Mendorong percepatan penerbitan Izin Lingkungan oleh Bupati (yang telah tertunda selama 3 tahun), sehingga penyiapan proyek dapat dilanjutkan. Mendorong pengambilan keputusan terkait pembagian tanggung jawab penyusunan AMDAL antara pemerintah dan investor. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) telah menyetujui pembagian AMDAL yang diusulkan dan sedang melakukan lelang konsultan penyusunan kajian AMDAL. Mendorong percepatan persetujuan Presiden untuk hibah area rumah dinas POLRI yang dibutuhkan untuk pembangunan stasiun. Mendorong percepatan pencairan dana pinjaman asing sehingga pelaksanaan konstruksi bisa dilakukan sesuai jadwal.
Debottlenecking masalah pengadaan PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Memfasilitasi masukan peserta lelang (bidder) tentang jadwal pemasukan dokumen lelang yang terlalu ketat. Dengan dorongan dari KPPIP, PT PLN telah memundurkan tenggat waktu pemasukan dokumen selama tiga bulan.
19
Perbaikan peraturan terkait infrastruktur Jalan Tol ManadoBitung
Melakukan percepatan penerbitan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 6 Tahun 2015 guna menyesuaikan dengan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 dalam rangka percepatan lelang investasi.
SPAM Semarang Barat
Mendorong agar rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Penyediaan Air Minum dapat mengakomodir Pemerintah Kota untuk menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Peraturan turunan dari Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Melakukan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penyusunan: 1. Peraturan Kepala LKPP tentang Penyediaan Penyiapan Proyek Infrastruktur dan Lelang Badan Usaha, 2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment), 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment).
H. LAPORAN KEUANGAN KPPIP Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, KPPIP telah mendapatkan persetujuan prinsip untuk alokasi anggaran sebesar ~Rp 80 Milyar per tahunnya. Mengingat operasional efektif KPPIP di tahun 2015 hanya 6-9 bulan (terdapat proses pengadaan untuk tenaga ahli PMO di 3-6 bulan awal), anggaran tahun 2015 dialokasikan lebih rendah, yakni sebesar Rp 56.406.500.000. Dari jumlah anggaran tahun 2015 tersebut, mayoritas anggaran (58%) atau sebesar Rp 32.800.000.000, dialokasikan untuk fasilitas penyiapan proyek untuk proyek-proyek prioritas yang belum ditetapkan skema pendanaannya serta pengembangan sistem TI (Decision Dashboard System) dalam rangka mendukung pelaksanaan peran monitoring and debottlenecking KPPIP. Sebesar Rp 23.606.500.000,00 (42%) dialokasikan untuk operasional Komite (termasuk penguatan kapasitas melalui PMO dan Tim Kerja) dan sisanya untuk sosialisasi serta pengembangan kapasitas. Berikut merupakan pembagian alokasi anggaran KPPIP secara lebih detil (Gambar 5). 20
12% 32% 42% 30% 58% 12% 3%
6%
11%
Fasilitas Kajian PraStudi Kelayakan Rp 18.500.000.000 Pengembangan Sistem Teknologi Informasi Rp 6.500.000.000 Fasilitas Kajian Value for Money Rp 3.500.000.000
Penguatan Komite melalui PMO dan Tim Kerja Rp 23.606.500.000 Sosialisasi dan Pengembangan Kapasitas Rp 9.193.500.000
42% Operasional Komite
Fasilitas Kajian Strategis High Speed Railway Jakarta Bandung Rp 3.200.000.000
58% Penyiapan dan Monitoring Proyek Prioritas
Fasilitas Kajian AMDAL Rp 1.100.000.000
Gambar 5: Klasifikasi Anggaran KPPIP Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Sampai dengan Juli 2015, fasilitas untuk Pra-Studi Kelayakan dan fasilitas lain terkait penyiapan proyek (seperti kajian Value for Money, AMDAL, dan sebagainya), telah disiapkan sebesar 91% dari total anggaran yang dialokasikan. Ini menunjukan komitmen KPPIP untuk menjalankan mandat peningkatan kualitas penyiapan proyek sehingga pengambilan keputusan atas skema pendanaan dapat dilakukan secara berkualitas.
Proyek
Adapun proses pengadaan konsultan untuk seluruh fasilitas Pra-Studi Kelayakan dan penyiapan proyek masih berlangsung sampai dengan Laporan ini disusun. Diharapkan sebagian besar penetapan Konsultan dapat dilakukan di bulan September. Berikut merupakan status pengadaan Konsultan untuk fasilitas Pra-Studi Kelayakan dan penyiapan proyek:
Lingkup Pekerjaan
Alokasi Fasilitas Anggaran
1
Kilang Minyak Bontang
Penyusunan dokumen Pra-Studi Kelayakan/ Outline Business Case (OBC)
Rp 14 Milyar
2
Water to Energy
Penyusunan Pra-studi Kelayakan/ OBC untuk pilot projects bendungan Matengeng dan Maung serta rekomendasi penyusunan peraturan serta desain institusi untuk percepatan program Water to Energy
Rp. 4,5 Milyar
3
Jalan Tol Serang–Panimbang
Penyusunan kajian Value for Money
Rp. 3,5 Milyar
Penyusunan Kajian AMDAL
Rp. 1,1 Milyar
4
High Speed Railway (HSR) Jakarta-Bandung
Penyusunan kajian atas proposal HSR dari Pemerintah Jepang dan Pemerintah RRT dan rekomendasi tindak lanjut untuk Pemerintah Indonesia
Rp. 3,2 Milyar
5
Pengembangan TI Based Decision Dashboard System
Mengembangkan mock up aplikasi sistem TI sebagai platform Decision Support System
Rp. 6,5 Milyar
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
21
DAFTAR PROYEK PRIORITAS KPPIP 2015
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
23
A. PROSES PRIORITISASI Seperti diamanatkan dalam Perpres No. 75 Tahun 2014 Pasal 15 (1), KPPIP bertugas untuk menetapkan proyek prioritas berdasarkan hasil analisa KPPIP terhadap infrastruktur prioritas atau usulan infrastruktur prioritas oleh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan BUMN, atau pimpinan BUMD. Perpres pasal 15 ayat (2) dan (3) mengatur bahwa identifikasi proyek prioritas harus dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria infrastruktur prioritas yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP. Proses pemilihan proyek prioritas untuk periode 2015 dilakukan dengan melakukan konsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, meliputi Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Institusi terkait seperti PT. Sarana Multi Infrastruktur, PT Indonesia Infrastructure Finance, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Adapun metodologi prioritisasi dilakukan dengan 3 tahapan, yakni:
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
PRIORITISASI LEVEL I (PERSYARATAN) Proses prioritisasi dimulai dengan menyeleksi 1.781 proyek menjadi 200 Kandidat Proyek Prioritas dengan kriteria sebagai berikut: 1. Kesesuaian dengan RPJMN dan RTRW serta memiliki keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah.
2. Total nilai investasi: Proyek yang disertakan/dipertimbangkan hanya jika nilai proyek > Rp 500 Milyar dan < Rp 50 Triliun. 3. Tipe proyek: Proyek-proyek pemeliharaan / pengadaan dan pembangkit listrik eksisting (kecuali transmisi listrik) tidak diikutsertakan.
PRIORITISASI LEVEL II (MODEL SCORING DAN RANKING) Setelah melalui proses prioritisasi level I, proses prioritas level II menghasilkan 60 Kandidat Proyek Prioritas yang dikaji dan dinilai menggunakan kriteria tambahan yang telah disepakati bersama. Adapun kriteria yang dimaksud meliputi: 1.
Tujuan proyek.
2.
Kemudahan pelaksanaan proyek, termasuk di dalamnya identifikasi atas faktor-faktor penghambat seperti pembebasan lahan, AMDAL, kapasitas dan komitmen penanggung jawab proyek, kesesuaian dengan RTRW dan perizinan.
3.
Dampak sosial-ekonomi, meliputi kontribusi kepada PDRB dan PDB serta penyerapan tenaga kerja.
4.
Dampak lingkungan.
25
PRIORITISASI LEVEL III (DISKUSI DENGAN PEMANGKU KEPENTINGAN) Pada level III ini, 41 Kandidat Proyek Prioritas kemudian diseleksi dan dibahas lebih terperinci. Dalam Kandidat Proyek tersebut, termasuk proyek-proyek usulan dalam PPP Book yang ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan usulan proyek strategis oleh Kementerian/Lembaga. Pembahasan dilakukan melalui diskusi lebih mendalam dari hasil kajian Prioritisasi Proyek Level II dan tambahan usulan proyek dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga Negara dengan mempertimbangkan tiga hal, di antaranya:
A Keragaman pulau (persebaran proyek di pulaupulau besar di Indonesia)
B
C
Keragaman jenis infrastruktur
Tingkat kesiapan proyek untuk dilaksanakan di tahun 2015
Setelah dilakukan prioritisasi melalui ketiga level tersebut, maka 22 proyek terpilih sebagai proyek prioritas KPPIP untuk tahun 2015. Atas total 22 proyek prioritas tersebut, KPPIP kemudian membaginya menjadi dua kategori besar yakni: (1) proyek yang masih membutuhkan keputusan skema pendanaan; dan (2) proyek yang hanya perlu membutuhkan upaya monitoring dan debottlenecking.
26
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
DAFTAR PROYEK PRIORITAS 2015 Untuk tahun 2015, KPPIP telah memilih 22 proyek infrastruktur prioritas yang ditargetkan untuk direalisasikan hingga tahun 2019 sebagai fokus pertama dari KPPIP. Adapun 22 proyek prioritas tersebut memiliki total nilai investasi sebesar Rp 851 Triliun dengan persebaran sektor infrastruktur:
7
Tujuh proyek di Sektor Ketenagalistrikan, meliputi proyek High Voltage Direct Current (HVDC), PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, 9, 10, Transmisi Sumatera 500 kV, Central – West Java Transmission Line 500 kV, PLTU Indramayu, PLTU Batang/ Central Java Power Plant (CJPP) dan Water to Energy;
3
Tiga proyek di Sektor Air dan Sanitasi, meliputi proyek Pengolahan Limbah Jakarta, SPAM Semarang Barat, dan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase 1;
4
Empat proyek di Sektor Jalan, meliputi proyek 4 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera, Jalan Tol Balikpapan – Samarinda, Jalan Tol Manado – Bitung dan Jalan Tol Serang – Panimbang;
1
Satu proyek di Sektor Tranportasi Umum, yaitu proyek MRT Jakarta (Jalur Selatan – Utara);
1
Satu proyek di Sektor Bandar Udara, yaitu proyek Revitalisasi 10 Bandara;
2
Dua proyek di Sektor Pelabuhan, meliputi proyek Pelabuhan Internasional Hub Kuala Tanjung dan Pelabuhan Internasional Hub Bitung;
2
Dua proyek di Sektor Energi, meliputi proyek Kilang Minyak Bontang dan Revitalisasi Kilang Minyak Eksisting (RDMP);
2
Dua proyek di Sektor Kereta Api, meliputi proyek Kereta Api Ekspres Bandara Soekarno-Hatta (SHIA) dan Kereta Api Makassar – Parepare.
Dari 22 proyek infrastruktur prioritas tersebut, terdapat 9 proyek yang berpotensi untuk dilaksanakan dengan skema KPBU dan 2 diantaranya siap lelang pada tahun 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
27
DAFTAR PROYEK
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RITAS PRIORITAS 2015 2015
Legenda: Air & Sanitasi
Bandara
Energi
Jalan
Ketenagalistrikan
Transportasi Perkotaan
Pelabuhan
Kereta Api
29
Daftar 22 Proyek Prioritas KPPIP Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
1
Pengolahan Air Limbah Jakarta/ Jakarta Sewerage System (JSS)
Pemerintah provinsi DKI Jakarta KemenPUPERA
8.000 untuk
2
SPAM Semarang Barat
Pemerintah kota
1.170
Potensi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (Availability Payment) dengan dukungan pemerintah VGF
26.000 (Fase A)
APBN dan APBD (50:50) untuk Fase 1. Potensi KPBU untuk Fase lainnya
No.
AIR & SANITASI
Semarang
3
No.
ENERGI
30
Zona 1
Skema Pendanaan Potensi APBN dan APBD dengan Pinjaman Luar Negeri
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase 1
Pemerintah provinsi DKI Jakarta KemenPUPERA
Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
Skema Pendanaan
4
Kilang Minyak Bontang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ PT Pertamina
75.000 – 140.000
Potensi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
5
Revitalisasi 5 Kilang Minyak Eksisting (RDMP)
PT Pertamina
210.000
Business to Business Strategic Partnership
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
High Voltage Direct Current (HVDC)
PT PLN
33.400
APBN dengan Pinjaman Luar Negeri
7
PLTU Mulut Tambang
PT PLN
72.000
IPP
8
Transmisi Sumatera 500 kV
BUMN dan PT PLN
24.400
Potensi pendanaan dari BUMN untuk beberapa ruas dan IPP menggunakan Direct Lending
9
Central – West Java PT PLN Transmission Line 500 kV
7.640
Potensi APBN dengan Pinjaman Luar Negeri dengan menggunakan mekanisme Direct Lending
10
PLTU Indramayu
PT PLN
20.000
APBN dengan Pinjaman Luar Negeri
11
Batang Power Plant / Central Java Power Plant
PT PLN
40.000
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
12
PT PLN Water to Energy (4 Pembangunan PLTA Baru: Karangkates IV, V, Kesamben, Lodoyo) dan pembangunan PLTA lainnya
Masih dalam perhitungan
Penugasan kepada BUMN untuk PLTA Karangkates IV & V, PLTA Kesamben, PLTM Lodoyo
No.
Nama Proyek
13
No.
Nama Proyek
6
Skema Pendanaan
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
Skema Pendanaan
Pelabuhan Internasional Hub Kuala Tanjung
Kementerian Perhubungan
30.000
Belum ditentukan
14
Pelabuhan Internasional Hub Bitung
Kementerian Perhubungan
34.000
Belum ditentukan
No.
Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
Skema Pendanaan
15
Revitalisasi 10 Bandara
Kementerian Perhubungan
Masih dalam perhitungan
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
KETENAGALISTRIKAN
PELABUHAN
Belum ditentukan
BANDARA
31
JALAN
TRASPORTASI UMUM
KERETA API
32
No.
Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
Skema Pendanaan
16
4 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera
PT Hutama Karya
31.000
Penugasan BUMN
17
Jalan Tol Balikpapan – Samarinda
BPJT
11.400
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dengan dukungan pemerintah dalam bentuk partial construction
18
Jalan Tol Manado Bitung
BPJT
3.900
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dengan dukungan pemerintah dalam bentuk partial construction
19
Jalan Tol Serang - Panimbang
BPJT
12.000
Potensi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
No.
Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
20
MRT Jakarta (Jalur Selatan – Utara)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
25.000
No.
Nama Proyek
Penanggung Jawab Proyek
Nilai investasi (Rp Milyar)
21
Kereta Api Ekspres SHIA
Kementerian Perhubungan
24.000
Potensi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, kerjasama dengan BUMN yang ada
22
Kereta Api Makassar – Parepare
Kementerian Perhubungan
6.400
APBN
Skema Pendanaan
APBN dengan Pinjaman Luar Negeri
Skema Pendanaan
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PENGOLAHAN AIR LIMBAH JAKARTA/ JAKARTA SEWERAGE SYSTEM (JSS)
NILAI INVESTASI: RP 8 TRILIUN ZON
LOKASI: DKI JAKARTA
RENCANA MULAI OPERASI: ZON
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: ZON
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
SKEMA PENDANAAN: POTENSI APBN DENGAN PINJAMAN NTUK ZONA ASIN JEPAN 1. UNTUK ZONA LAINNYA SKEMA PENDANAAN BELUM DITETAPKAN, DAN POTE NSI UNTUK DIKERJASAMAKAN DENGAN BADAN USAHA
DESKRIPSI PROYEK Proyek Jakarta Sewerage System akan menangani pengolahan limbah domestik di 15 zona (termasuk Zona yang sudah beroperasi), dengan rencana pembangunan awal pada Zona 1 dan 6. Kedua zona ini diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2021; dimana Zona 1 akan melayani wilayah pusat dan utara dan Zona 6 akan melayani wilayah barat. Biaya total proyek Zona 1 adalah ± 8 Triliun sedangkan pengembangan Zona 6 akan membutuhkan biaya sebesar ± 5 Triliun. Zona 1 merupakan pembangunan sistem pengolahan limbah terpusat yang terdiri dari: 1) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); 2) Sistem perpipaan; 3) Sambungan rumah, dengan cakupan wilayah seluas 4.901 Ha. IPAL Zona 1 akan dibangun di Pluit dengan kapasitas rata-rata 198.000 m3 per hari. Pada saat ini, percepatan proyek difokuskan pada Zona 1.
SIGNIFIKANSI PROYEK
1 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta telah berkembang sebagai pusat pemerintahan, bisnis, dan industri. Karena perkembangan tersebut tidak disertai dengan perbaikan sistem pembuangan untuk menangani limbah yang dihasilkan, maka kondisi air dan sanitasi di Jakarta semakin memburuk. Kondisi saat ini, cakupan wilayah (coverage ratio) di DKI Jakarta hanya meliputi 4% dari keseluruhan wilayah dengan tingkat pencemaran BOD sebesar 84 mg/l. Dengan kondisi tersebut, DKI Jakarta berada di posisi kedua terendah dalam hal sanitasi di antara ibu kota di Asia Tenggara. Selain itu, JSS juga dibutuhkan untuk mendukung efektivitas Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)/National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang juga sudah mulai dibangun. NCICD memerlukan percepatan pembangunan proyek pengolahan air limbah sehingga proyek ini mendapatkan prioritas khusus dari pemerintah pusat dengan diterbitkannya surat No: S-130/D.VI.M.EKON/09/2013 mengenai Percepatan Pengembangan Pengolahan Sistem Air Limbah Terpusat di DKI Jakarta, dengan target pencapaian 75% cakupan wilayah pelayanan air limbah pada tahun 2022. Pembangunan Zona 1 dan Zona 6 akan meningkatkan 20% dari cakupan wilayah pelayanan air limbah di DKI Jakarta. Diharapkan dengan dimulainya penyiapan proyek
33
untuk Zona 1 dapat menjadi spillover effect kepada pembangunan Zona lainnya. Pada akhirnya pembangunan seluruh proyek Jakarta Sewerage System (JSS) dapat melebihi target jangkauan layanan limbah di DKI Jakarta.
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK JSS Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
Selesai di Juli 2015
Target selesai di Desember 2015
Menunggu persetujuan skema pendanaan
Sedang disusun
STATUS TERAKHIR JICA telah memberikan dukungan dalam penyusunan Pra-Studi Kelayakan untuk Zona 1 dan hasilnya sudah disosialisasikan kepada pihak terkait, termasuk Kemenko Perekonomian, Dirjen Cipta Karya-Kementerian PUPR, Bappenas, dan Bappeda DKI Jakarta. Selanjutnya akan dilakukan rapat koordinasi di tingkat Menteri untuk menetapkan skema pendanaan yang paling optimal berdasarkan hasil kajian tersebut. Rapat koordinasi tingkat Menteri direncanakan akan dilakukan paling lambat September 2015. Mengingat proyek ini berkaitan erat dengan NCICD, maka dukungan akan diberikan agar proyek tidak tertunda dan mengurangi tingkat keoptimalan manfaat lingkungan/ekonomi dari NCICD, terutama bila nantinya sudah mulai pembangunan NCICD tahap B.
SKEMA PENDANAAN SKEMA PENDANAAN UNTUK IPAL DI ZONA 1 BELUM DITETAPKAN. Outline Business Case (OBC)/pra-studi kelayakan sudah dilakukan dengan dukungan dari Japan International Corporation Agency (JICA). Berdasarkan rapat pembahasan ditingkat Eselon 1 yang dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2015 mengerucut kepada dua rekomendasi skema pendanaan, yaitu APBN dengan Pinjaman Asing dari Jepang dan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Rapat pembahasan menyimpulkan bahwa skema pendanaan akan diputuskan pada rapat tingkat Menteri.
PENGADAAN TANAH Pembangunan Zona 1 tidak membutuhkan pengadaan tanah karena status lahan telah dimiliki oleh BUMD DKI Jakarta sehingga hal-hal terkait permasalahan lahan di Zona 1 akan diselesaikan secara internal dalam lingkungan DKI Jakarta.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Percepatan penetapan skema pendanaan proyek di tingkat Menteri untuk IPAL JSS Zona 1.
34
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
SPAM SEMARANG BARAT
NILAI INVESTASI: RP 1.170 MILYAR
LOKASI: SEMARANG, JAWA TENGAH
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PEMERINTAH KOTA SEMARANG
SKEMA PENDANAAN: POTENSI KERJASAMA PEMERINTAH DAN KP M BADAN TAHAP KAJIAN
RENCANA MULAI BEOPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK SPAM Semarang Barat adalah proyek penyediaan air minum yang direncanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) adalah Pemerintah Kota Semarang yang didukung oleh PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) sebagai transaction advisor. Proyek ini juga menjadi salah satu pilot project untuk proyek KPBU dengan skema availability payment dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
PROYEK SPAM DIBAGI MENJADI 2 BAGIAN:
2 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JARINGAN DISTRIBUSI
SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU r'BTJMJUBTTVNCFSBJSCBLV r+BSJOHBOUSBOTNJTJ rWater Treatment Plant (WTP) r+BSJOHBOUSBOTNJTJBJSCFSTJI r1FOBNQVOH
35
SIGNIFIKANSI PROYEK Proyek akan menggunakan air dari Bendungan Jatibarang untuk menyelesaikan masalah kurangnya penyediaan air baku kota Semarang yang selama ini mengandalkan penyediaan dari Kabupaten Kudus. Proyek ini bertujuan menyediakan air minum untuk 31 kelurahan di 3 kecamatan dengan estimasi 60.000 keluarga yang belum tersambung dengan jaringan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam wilayah Semarang Barat, Tugu, dan Ngaliyan. Proyek ini diharapkan dapat menyelesaikan krisis air bersih dan mengurangi penggunaan air tanah di Kota Semarang.
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK DAN STATUS PROYEK DENGAN ASUMSI SKEMA KPBU
36
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Juni 2012
2014
Akan disusun oleh pemenang lelang
Telah disusun dan disetujui
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Penjaminan
Ditargetkan pada Kuartal IV 2015
Pra-Kualifikasi ditargetkan setelah penetapan skema pendanaan
Persetujuan Izin Prinsip dikeluarkan pada Mei 2015
Penerbitan Letter of Intent pada Maret 2015
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Pengadaan Tanah
Telah diakomodir
Telah disetujui
n/a
Menunggu Penetapan Lokasi
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Target Operasi
Ditargetkan November 2016
Belum dimulai
2019
Dokumen AMDAL
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
STATUS TERAKHIR Persetujuan prinsip untuk Viability Gap Fund (VGF) sudah diterbitkan oleh Kementerian Keuangan sehingga Prakualifikasi direncanakan dapat dilakukan dalam waktu dekat. Sebagai tindak lanjut pembatalan Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang mengakibatkan tidak adanya landasan hukum untuk penggunaan skema KPBU pada proyek SPAM, maka KPPIP mendorong agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) SPAM yang baru mengizinkan pengelolaan SPAM dilakukan dengan skema business to business (B2B) antara BUMN/BUMD, yaitu PDAM, dengan Badan Usaha atau dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) jika BUMN/BUMD belum memiliki kapasitas untuk menyediakan air minum. Masukan tersebut bertujuan untuk menjaga kepercayaan investor untuk berpartisipasi di proyek SPAM selanjutnya. KPPIP telah mendorong agar RPP tentang SPAM menyebutkan bahwa Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah dapat menjadi pihak yang bekerja sama dengan Badan Usaha, sehingga tidak menghambat peran Pemerintah Kota Semarang sebagai PJPK dalam proyek ini jika skema KPBU digunakan. Dalam pembahasan pada rapat tertanggal 3 Juni 2015, Wakil Presiden memberikan arahan untuk mengubah skema proyek dari KPBU menjadi penugasan kepada PDAM dalam upaya percepatan penyediaan air untuk masyarakat. Dalam menindaklanjuti arahan Wakil Presiden, KPPIP akan melakukan koordinasi kajian perbandingan kedua skema yang disebutkan di atas agar dapat menentukan skema pendanaan proyek yang paling efektif.
SKEMA PENDANAAN Proyek SPAM Semarang Barat telah disiapkan dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang direncanakan akan menerima Dukungan Pemerintah dalam bentuk Viability Gap Fund (VGF). Izin Prinsip VGF (in-principle approval of VGF) telah dikeluarkan di bulan Mei 2015. SPAM Semarang Barat juga merupakan salah satu proyek yang direncanakan akan menggunakan availability payment atau pembayaran ketersediaan layanan dari APBD kota Semarang. Kajian lebih lanjut atas skema pendanaan akan dilakukan untuk menentukan skema pendanaan proyek yang paling efektif.
PENGADAAN TANAH Dokumen Perencanaan untuk pengadaan tanah sudah disiapkan dan Penetapan Lokasi dari Gubernur Jawa Tengah dijadwalkan terbit pada Minggu ke-4 bulan September 2015. Penyelesaian pengadaan tanah ditargetkan pada minggu pertama bulan April 2016.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Penyelesaian dua kajian perbandingan dua skema yang diusulkan yakni skema KPBU dan skema penugasan kepada PDAM dengan target penyelesaian pada September 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
37
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
NATIONAL CAPITAL INTEGRATED COASTAL DEVELOPMENT (NCICD) FASE A NILAI INVESTASI: RP 600 TRILIUN (KESELURUHAN FASE). NILAI INVESTASI FASE A SEBESAR RP 26 TRILIUN
LOKASI: DKI JAKARTA
RENCANA MULAI OPERASI : 2018
RENCANA MULAI KONSTRUKSI : 2016
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PEMPROV DKI JAKARTA DAN KEMENPUPERA
SKEMA PENDANAAN: APBN DAN APBD UNTUK FASE A. POTENSI KPBU UNTUK FASE LAINNYA
DESKRIPSI PROYEK National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) mencakup pembangunan sebuah tanggul raksasa di bagian utara dari Teluk Jakarta sebagai cara untuk melindungi ibukota dari banjir. Di dalam tanggul ini akan dibuat laguna-laguna besar untuk menampung aliran dari 13 sungai di Jakarta (tempat-tempat penampungan air yang menjadi waduk raksasa).
Tiga fase dari mega proyek ini adalah:
a
Fase A difokuskan untuk meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini. Penguatan dan pengembangan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer, dan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta, kegiatan pencanangan dari fase pertama ini dilaksanakan pada awal September 2014. Pelaksanaan konstruksi direncanakan untuk dilaksanakan di awal tahun 2016.
Tanggul-tanggul sungai diperkuat
3 38
Memperkuat tanggul laut Memperkuat tanggul sungai
Memperkuat tanggul laut
Peningkatan pompa drainase
Peningkatan pompa
Pengalihan air hulu Pengalihan air hulu
Penyediaan air pepipaan di Jakarta bagian utara
Mempercepat pembangunan sistem pengolahan limbah dan air limbah
Konstruksi: 2014-2017 Penyediaan pasokan air perpipaan
Flood safety: until 2020
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
b
Fase B difokuskan pada upaya membangun tanggul laut luar barat dan waduk besar yang diperkirakan akan dibangun dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022.
Tanggul laut luar dan reklamasi lahan seluas 1.250 hektar
Jembatan jalan raya Tangerang - Bekasi Tangerang - Bekasi dengan tiang
Tanggul-tanggul sungai akan diperkuat Memperkuat tanggul laut Peningkatan pompa drainase
Restensi waduk dan air dalam volume besar
Restensi waduk dan air dalam volume besar
Stasiun pompa baru Pintu air baru Jembatan dan ketinggian bebas Transportasi cepat massal Jalan kota Jalan toll nasional
Pengolahan limbah dan air limbah
Konstruksi: 2018-2022 Flood safety: until 2080
c
Fase C difokuskan untuk membangun tanggul luar timur yang akan dibangun setelah tahun 2023. Beberapa pengembangan jangka panjang di sisi timur teluk Jakarta dilakukan dengan menutup bagian dari teluk untuk mengantisipasi jika penurunan muka tanah di Jakarta bagian timur tidak dapat dihentikan. Dalam pelaksanaannya, akan disediakan bagian tanggul timur dengan jalan tol akses Tangerang Bekasi untuk mengurangi dampak atas penutupan ini.
Tanggul-tanggul sungai akan diperkuat
Pengembangan pelabuhan 400 hektar
Memperkuat tanggul laut Peningkatan pompa drainase
Penutupan reservoir bagian timur
Stasiun pompa baru Ruang untuk bandara di masa depan
Pintu air baru Jembatan dan ketinggian bebas Transportasi cepat masal Jalan kota Jalan tol nasional
Pengolahan air dan limbah
Konstruksi: setelah 2022
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
39
SIGNIFIKANSI PROYEK Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di area pesisir dan aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Di kawasan ini terdapat aliran 13 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan 40% wilayahnya merupakan dataran rendah yang berada di bawah muka air laut pasang. Banjir di kawasan pesisir Jakarta diperburuk dengan menurunnya muka tanah akibat ekstrasi pemanfaatan air tanah dalam yang berlebihan. Dengan adanya ancaman yang ada saat ini, maka diperlukan sebuah mega proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang akan dilakukan dalam 3 tahap dimana tahap pertama akan dilakukan dengan meninggikan tanggul-tanggul eksisting.
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK NCICD FASE A Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
Selesai di Juli 2015
n/a
n/a
Dokumen AMDAL ditargetkan selesai di Desember 2015
STATUS TERAKHIR Dalam usaha mempercepat penyediaan proyek ini, maka studi AMDAL dijadwalkan selesai pada tahun 2015 dan segera dilanjutkan dengan pekerjaan konstruksi fisik. Penyelesaian pekerjaan tanggul Fase A diharapkan tercapai pada tahun 2018. Untuk pelaksanaan pekerjaan AMDAL tersebut, Proyek NCICD membutuhkan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang akan mengidentifikasi dampak-dampak sosial dan ekonomi dari pembangunan proyek dan menyediakan alternatif rekomendasi untuk memastikan agar standar kehidupan masyarakat terdampak tidak menurun. Kajian KLHS dan AMDAL sedang dalam proses penyusunan dan dijadwalkan selesai pada Desember 2015.
40
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SKEMA PENDANAAN Pendanaan Fase A akan menggunakan APBN dan APBD dengan pembagian alokasi pendanaan yang akan ditentukan lebih lanjut. Fase selanjutnya akan direncanakan dengan menggandeng pihak swasta yang akan berinvestasi di kawasan NCICD.
PENGADAAN TANAH National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang berlokasi di utara Jakarta akan melakukan reklamasi lahan dimana 90 juta m3 pasir akan dibutuhkan untuk membangun tanggul laut luar saja. Tambahan sejumlah 210 juta m3 pasir akan dibutuhkan untuk mereklamasi lahan seluas 1.250 ha yang akan menjadi lokasi pengembangan perkotaan. Peninggian tanggul di Fase A akan menggunakan trase tanggul yang sudah ada sehingga tidak membutuhkan pengadaan lahan.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Percepatan pengambilan keputusan terkait pembagian trase untuk konstruksi antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian PUPR.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
41
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
KILANG MINYAK DI BONTANG
NILAI INVESTASI: ESTIMASI RP 75 T – 140 T
LOKASI: BONTANG, KALIMANTAN TIMUR
RENCANA MULAI OPERASI/ COMMERCIAL OPERATION DATE: 2019
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PERTAMINA (MENUNGGU PENETAPAN)
SKEMA PENDANAAN: BELUM DITENTUKAN, MENUNGGU HASIL PRA-STUDI KELAYAKAN
DESKRIPSI PROYEK Kilang minyak Bontang adalah proyek pembangunan kilang minyak baru dengan kapasitas produksi bahan bakar minimal 235 ribu barel per hari yang akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur. Perencanaan pembangunan Kilang Minyak Bontang akan menggunakan konfigurasi yang mempertimbangkan sistem lain seperti sistem petrokimia. Hasil produksi kilang minyak tersebut akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri.
SIGNIFIKANSI PROYEK
4 42
Mengingat kebutuhan bahan bakar dan upaya pencapaian ketahanan energi di dalam negeri, maka Indonesia membutuhkan pertumbuhan industri kilang minyak dalam negeri. Kombinasi Grass Root Refinery (GRR) dan Refinery Development Master Plan (RDMP) dibutuhkan untuk meningkatkan penyediaan minyak mentah dan bahan bakar di Indonesia sehingga dapat menurunkan ketergantungan pada impor. Dalam pelaksanaannya, diharapkan pembangunan kilang minyak di Bontang tidak akan mengalami kendala karena pengadaan lahan yang merupakan salah satu kebutuhan proyek telah teratasi dengan tersedianya lahan seluas 300 hektar. Selain itu infrastruktur pendukung seperti jalan akses, jetty dan pendukung lain untuk alokasi lahan yang dimaksud telah tersedia untuk pelaksanaan operasi kilang minyak Bontang ini.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK DENGAN ASUMSI SKEMA KPBU Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
Ditargetkan selesai pada Desember 2015
Akan disusun oleh Pemenang Lelang
Akan disusun oleh Pemenang Lelang
Sedang disusun
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Penjaminan
Ditargetkan ditetapkan pada Desember 2015
Ditargetkan pada Kuartal I 2016
Akan ditentukan setelah Pra-Studi Kelayakan diselesaikan
Akan ditentukan setelah Pra-Studi Kelayakan diselesaikan
STATUS TERAKHIR KPPIP telah melakukan usaha untuk mengurai permasalahan yang menyebabkan proyek kilang minyak Bontang ini tertunda selama 4 tahun. Salah satu isu yang mengemuka adalah terkait atas persetujuan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan kelayakan investasi proyek jika dikerjasamakan dengan pihak swasta. Dukungan yang dimaksud diidentifikasi melalui pelaksanaan Market Sounding pada Maret 2014 dimana 12 investor menyatakan minat investasi. Dalam Market Sounding tersebut, investor menyatakan harapan dukungan insentif dari Pemerintah seperti income tax holiday, duty free import on crude, penyediaan tanah, open market/export for petrochemical products, performance guarantee, dan penyediaan infrastruktur pendukung. Dukungan-dukungan yang disebutkan dianggap akan membebani fiskal negara secara signifikan. Untuk mendorong good governance dalam pemberian insentif fiskal tersebut (dengan mempertimbangkan aspek kompetisi), skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) merupakan salah satu opsi yang bisa digunakan. KPPIP telah mengalokasikan dana Rp 14 Milyar untuk penyusunan Pre-FS yang akan menghasilkan dokumen Outline Business Case yang akan menjadi dasar penetapan skema pendanaan. Untuk mendukung kegiatan ini, PT Pertamina telah setuju untuk menjadi PJPK tetapi hal ini membutuhkan landasan hukum berupa Peraturan Presiden yang sedang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
SKEMA PENDANAAN Untuk pembangunan kilang minyak di Bontang, salah satu rencana adalah menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dimana PT Pertamina akan menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Skema KPBU dipertimbangkan mengingat keterbatasan kapasitas pendanaan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pembangunan kilang. Dengan skema KPBU, maka proyek berkesempatan untuk mendapatkan berbagai Dukungan Pemerintah khusus KPBU, seperti Viability Gap Fund, Jaminan Pemerintah, dan dukungan-dukungan insentif non-sektoral.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
43
Dengan skema KPBU, PT Pertamina sebagai PJPK dan Badan Usaha Pemenang Lelang akan bekerja sama dalam pembangunan dan operasi kilang minyak Bontang dengan pembiayaan dari Badan Usaha yang disertai Dukungan Pemerintah. Bentuk dan besaran dukungan pemerintah akan diidentifikasi pada tahap prastudi kelayakan/Outline Business Case (OBC) yang sedang disiapkan oleh KPPIP.
PENGADAAN TANAH Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, telah menyediakan lahan seluas 300 ha di Kabupaten Bontang yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan kilang minyak dengan mekanisme sewa Rp 0 rupiah (nol Rupiah).
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Dalam mempercepat proyek kilang minyak baru Bontang, maka dibutuhkan usaha tindak lanjut sebagai berikut:
Percepatan penerbitan Perpres yang akan menjadi dasar PT Pertamina menjadi PJPK.
44
Percepatan pelaksanaan lelang dan penunjukan konsultan prastudi kelayakan/OBC sehingga target penyelesaian di Desember 2015 dapat tercapai.
Penunjukan transaction advisor agar tidak ada penundaan dari penyelesaian studi Pre-FS oleh KPPIP dengan proses lelang investasi yang akan dikoordinasikan di bawah unit PPP Kemenkeu. Untuk mencapai target produksi di 2019, maka lelang investasi KPBU harus dilakukan paling lambat di Kuartal 1 2016.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
TINGKAT KESIAPAN PROYEK DAN RENCANA JADWAL PELAKSANAAN AKTIVITAS
2015
2016
2017
2018
2019
PIC
1. Tahap Penyiapan Perizinan Umum 1.1 Perpres Penugasan Pertamina sebagai PJPK
8/31/15
1.2 Revisi RTRW untuk akomodir Kilang Bontang
10/16/15
Kemenko Ekon
1.3 Penyampaian Dokumen ANDAL
10/19/15
Pertamina
1.4 Penyampaian Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
11/16/15
Pertamina
1.5 Izin Lingkungan
11/20/15
Gubernur
1.5 Penetapan Lokasi
12/18/15
Gubernur
Kemen ESDM
2. Tahap Penyiapan Fasilitas On-Shore 2.1 Kepastian alokasi anggaran untuk tanah
9/7/15
Kemenkeu
2.2 On-site preparation
Pertamina
3. Tahap Penyiapan Fasilitas Off-Shore 3.1 Berbagai perizinan terkait Kemenhub, KemenPUPR, KemenESDM
Kemenko Maritim
4. Tahap Penyiapan Pra-Studi Kelayakan 4.1 Market Sounding 4.2 OBC Development
Pertamina, KPPIP 12/18/15
Pertamina, KPPIP
5. Tahap Transaksi/Lelang Investasi 5.1 Penunjukan Transaction Advisor
9/14/15
Pertamina, PPP Unit
5.2 IIGF guarantee application
Pertamina
5.3 Persiapan Dokumen Lelang/Transaction Advisory 5.4 Pra-Kualifikasi (PQ)
Pertamina/TA 12/28/15
Pertamina/TA
5.5 Proses lelang KPBU 5.6 Pengumuman Pemenang Lelang dan tanda tangan Perjanjian KPBU 5.7 Financial Close
Pertamina/TA 8/31/16
Pertamina, SPV 11/30/16
SPV
6. Pembangunan dan Operasi 6.1 Construction related (Site Prep, BED, FEED, EPC)
SPV, Pertamina
6.2 Commercial Operation Date (COD)
SPV, Pertamina
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
45
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
REVITALISASI KILANG EKSISTING / REFINERY DEVELOPMENT MASTER PLAN (RDMP)
NILAI INVESTASI: RP210 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2018 UNTUK TAHAP 1 KILANG CILACAP DAN KILANG BALIKPAPAN
LOKASI: CILACAP, BALONGAN, DUMAI, BALIKPAPAN, PLAJU
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PERTAMINA
SKEMA PENDANAAN: BUSINESS TO BUSINESS/ STRATEGIC PARTNERSHIP
RENCANA MULAI OPERASI: 2021 UNTUK TAHAP 1 KILANG CILACAP DAN KILANG BALIKPAPAN
DESKRIPSI PROYEK Proyek RDMP adalah proyek untuk merevitalisasi 5 kilang yang ada di Cilacap, Jawa Tengah; Balongan, Jawa Barat; Dumai, Riau; Balikpapan, Kalimantan Timur; dan Plaju, Sumatera Selatan; untuk meningkatkan kapasitas kilang minyak di Indonesia.
SIGNIFIKANSI PROYEK
5 46
Mengingat kebutuhan bahan bakar dan upaya untuk mencapai ketahanan energi dalam negeri, maka Indonesia membutuhkan pertumbuhan industri kilang minyak dalam negeri. Pada saat ini, kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan produk dalam negeri sangat rendah, yaitu hanya dapat memenuni kebutuhan selama 48 hari pada tahun 2013 dan diperkirakan turun menjadi 38 hari pada tahun 2025. Jika dibiarkan, hal ini berpotensi menjadi ancaman ketahanan energi. RDMP dibutuhkan bersamaan dengan proyek kilang minyak baru (Grass Root Refinery) untuk meningkatkan kapasitas produksi kilang minyak yang sudah ada di Indonesia. Dengan revitalisasi 5 kilang di Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai, maka produksi diestimasi akan meningkat 150%.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK RDMP TAHAP I Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
2015 (Sedang Berlangsung)
Januari 2013
2016
STATUS TERAKHIR Prastudi Kelayakan, pemilihan kontraktor, dan Bankability Study untuk proyek RDMP telah selesai dilakukan pada akhir 2014. PT Pertamina telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan investor terpilih pada 10 Desember 2014 dengan mitra dari Saudi Aramco, JX Nippon, dan Sinopec China. Dalam pelaksanaaannya, PT Pertamina akan melakukan revitalisasi secara bertahap, dengan Tahap 1 dimulai dari kilang Balikpapan dan kilang Cilacap.
SKEMA PENDANAAN Dalam pelaksanaan upaya revitalisasi, PT Pertamina akan melakukan kerjasama dengan berbagai perusahaan dalam bentuk strategic partnership. Beberapa kerjasama yang telah disepakati adalah JX Nippon untuk kilang Balikpapan dan Saudi Aramco untuk kilang Cilacap.
PENGADAAN TANAH Revitalisasi akan dilakukan di dalam lokasi kilang minyak yang sudah ada sehingga tidak membutuhkan pengadaan tanah.
Untuk mendapatkan long term kontrak dari suplai minyak mentah, dibutuhkan G2G agreement, contohnya dengan Irak, Iran, Azerbaijan, dan Arab Saudi.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN
Penerbitan izin prinsip investasi PMA untuk pembentukan perusahaan JV paling lambat tahun 2017.
Persetujuan tax holiday atau tax allowance di 2016.
Persetujuan izin lingkungan.
Penerbitan sertifikasi dan perizinan terkait migas lainnya pada saat tahap EPC sampai dengan operasi.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
47
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
HIGH VOLTAGE DIRECT CURRENT (HVDC)
NILAI INVESTASI: RP 33,4 TRILIUN
LOKASI: SUMATERA SELATAN, LAMPUNG, BANTEN, JAWA BARAT
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: PAKET 1, 2, DAN 3 PADA 2015. PAKET 4 PADA 2016. PAKET 5 PADA 2017.
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: APBN DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK High Voltage Direct Current (HVDC) adalah proyek pembangunan sistem transmisi interkoneksi antara Sumatra dan Jawa dimana salah satu fungsinya adalah untuk mengalirkan listrik yang dihasilkan oleh PLTU Mulut Tambang Sumatera Selatan 8, 9, dan 10 ke Pulau Jawa.
6 48
PAKET1 WAKTU PELAKSANAAN 42 BULAN
Stasiun konverter/inverter di Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan) & Kabupaten Bogor (Jawa Barat).
PAKET2 WAKTU PELAKSANAAN 41 BULAN
Saluran transmisi kabel bawah laut 500kV DC sepanjang 40 km dari Ketapang (Lampung)-Salira (Banten), yang melintasi Selat Sunda.
PAKET3 WAKTU PELAKSANAAN 41 BULAN
Saluran transmisi udara 500 kV DC dari Muara Enim (Sumatera Selatan) ke Ketapang (Lampung) dan dari Salira (Banten) ke Bogor (Jawa Barat).
PAKET4 WAKTU PELAKSANAAN 30 BULAN
Saluran transmisi udara 500 kV AC dari stasiun konverter Muara Enim (Sumatera Selatan) ke PLTU Mulut Tambang dan dari stasiun konverter Bogor (Jawa Barat) ke Sistem Transmisi 500 kV Jawa-Bali.
PAKET5 WAKTU PELAKSANAAN 26 BULAN
Saluran transmisi udara 500 kV AC dari stasiun konverter Muara Enim (Sumatera Selatan) ke sistem transmisi 500 kV Sumatera.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SIGNIFIKANSI PROYEK Proyek HVDC akan mengembangkan jalur transmisi sepanjang ±742 km dan dalam pelaksanaannya akan membutuhkan lahan seluas 300 ha. Transmisi HVDC direncanakan memiliki kemampuan transfer daya sebesar 3.000 MW dari Sumatera ke Jawa dan sebaliknya dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pasokan listrik di Sumatera dan Jawa sehingga biaya produksi energi listrik dapat ditekan dengan mengoptimalkan pemanfaatan batubara low grade yang melimpah di Pulau Sumatera.
SKEMA PENDANAAN Skema Pendanaan proyek HVDC telah ditetapkan untuk menggunakan dana APBN dengan Pinjaman Luar Negeri berasal dari JICA sebesar JPY 181.87 Milyar (~Rp 33,4 Triliun).
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK HVDC Pengadaan lahan stasiun konverter merupakan aktivitas kritis terhadap penyelesaian Proyek HVDC dan PLTU Sumsel 8 2013
2014
2016
K
TENDER AKTIVITAS KRITIS
PAKET 2
2017
2018
2019
2020
LOI
IZIN PRINSIP
PAKET 1 CONVERTER / INVERTER STATION
2015
42 CRITICAL PATH 4:
LOI TENDER
K
41
K
41
PAKET 1-3 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM COD SUMSEL 8
MARINE CABLE
LOI
PAKET 3
TENDER
DC T/L M. ENIM - BOGOR
LOI
PAKET 4 AC OVERHEAT T/L SUMSEL 8
PQ
TENDER
KONTRAK
KONSTRUKSI (30 BULAN)
AC OVERHEAT T/L SUMSEL 9,10
SUMSEL 8
KONTRAK UNTUK PAKET 4 DAPAT DISETUJUI SETELAH FINANCIAL CLOSE DARI SUMSEL 8
PO
TENDER
KONSTRUKSI
FINANCIAL CLOSE
CRITICAL PATH 1: SUMSEL 8 MENCAPAI FINANCIAL CLOSE SETELAH PEMENANG TENDER PAKET 1, 2 DAN 3 DIDAPATKAN
PAKET 4 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM BACK FEEDING SUMSEL 8
LOI
CRITICAL PATH 2:
PAKET 5
CRITICAL PATH 3:
KONSTRUKSI PPA
FINANCIAL CLOSE
COD C-TEST BACK FEEDING COD
SUMSEL 9,10
TENDER
KONSTRUKSI
C-TEST BACK FEEDING
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
49
PENGADAAN TANAH SUMATERA SELATAN
JAWA BARAT
Surat Penetapan Lokasi untuk lahan di Sumatera Selatan telah diperbaharui dan diterbitkan dalam surat Sekda Pemprov Sumsel No. 393/1068/IV/2015. Sebagian besar lahan sudah masuk dalam tahap inventarisasi, kecuali wilayah Ogan Konering Ulu Timur (OKUT) dimana hanya 44 dari 111 titik pengadaan telah diselesaikan.
Surat Penetapan Lokasi sudah direvisi dan sedang dalam proses menunggu penandatanganan oleh Gubernur. Revisi Penetapan Lokasi tersebut dibutuhkan untuk dapat mengumumkan hasil inventarisasi converter station. Sampai saat ini, pengadaan lahan untuk converter station sudah mencapai 51 ha dari 55 ha yang dibutuhkan.
Lahan PTPN 7 yang akan menjadi tempat converter station sudah selesai diinventarisasi dan sedang memasuki tahap appraisal sebelum dapat dilakukan proses ganti rugi.
Selain proses pengadaan tanah, PT PLN juga sedang mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kawasan hutan produksi di Sumatera Selatan dan Lampung.
Saat ini sedang dilakukan juga percepatan pengadaan lahan untuk perubahan ruas transmisi Lahat – Gumawang 275 kV menjadi Lahat – Lumut Balai – Gumawang. Pengadaan tanah dari sisi selatan membutuhkan revisi Penetapan Lokasi dari Gubernur Sumatera Selatan dan sosialisasi ulang kepada masyarakat terdampak.
LAMPUNG
BANTEN Surat Penetapan Lokasi dari Gubernur Banten belum perlu direvisi karena masih dapat menggunakan Undang-Undang pengadaan tanah yang lalu dan masih berlaku sampai tahun 2017. Sebagian besar lahan masih dalam tahap inventarisasi kecuali daerah Cilegon dimana 12 lokasi sudah dalam tahap pembayaran ganti rugi.
Surat Penetapan Lokasi untuk lahan di Lampung sudah diperbaharui dan diterbitkan dalam Keputusan Gubernur Lampung No. G/268/II.06/HK/2015. Sebagian besar lahan masih dalam tahap inventarisasi kecuali dalam Kabupaten Lampung Selatan dimana 17 titik sudah dibebaskan.
STATUS TERAKHIR Pengadaan HVDC Paket 1 telah dilakukan dimana RFP dan pemasukan proposal dilaksanakan pada bulan Mei 2015. Estimasi penandatangan kontrak adalah pada Oktober 2015. Pengadaan HVDC Paket 2 telah dilakukan dimana RFP Tahap 2 dipublikasikan pada April 2015. Saat ini sedang dilakukan proses evaluasi Tahap 1 (teknis). Estimasi penandatanganan kontrak pada akhir 2015. Kontrak untuk HVDC Paket 3 telah ditandatangani pada 29 Oktober 2014. Prakualifikasi pengadaan HVDC Paket 4 telah selesai dilakukan dan publikasi dokumen RFP dilakukan pada bulan April 2015. Estimasi penandatanganan kontrak adalah pada November 2015 dan sebelum penandatanganan kontrak, dibutuhkan pemenuhan prasyarat penerbitan LoI oleh pihak investor terpilih untuk PLTU Mulut Tambang Sumsel 8. HVDC Paket 5 akan melakukan prakualifikasi pada awal 2016.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Percepatan penerbitan Penetapan Lokasi baru di sisi Gumawang, Sumatera Selatan untuk ruas transmisi Lahat – Lumut Balai – Gumawang. Percepatan pengadaan tanah baik di sisi Jawa dan Sumatera.
50
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PLTU MULUT TAMBANG SUMSEL 8
NILAI INVESTASI: RP 18 TRILIUN
LOKASI: SUMATERA SELATAN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2015
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: IPP DIMANA PEMENANG LELANG ADALAH PT BUKIT ASAM DAN CHINA HUADIAN CORPORATION YANG MEMBENTUK KONSORSIUM PT HUADIAN BUKIT ASAM POWER HBAP
RENCANA MULAI OPERASI: 2018
DESKRIPSI PROYEK PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 adalah pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema “Mine-to-Mouth” dimana lokasi pembangkit terletak paralel terhadap lokasi tambang batu bara sehingga biaya logistik dapat dikurangi. PLTU ini direncanakan akan memiliki kapasitas 1.200 MW dan akan tersambung dengan transmisi HVDC (Proyek No 6).
7 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SIGNIFIKANSI PROYEK Pertumbuhan penduduk dan industri di Pulau Jawa, terutama Jawa bagian Barat, telah meningkatkan kebutuhan tenaga listrik yang tidak dapat dicukupi oleh pembangkit listrik di pulau Jawa saja. Melihat besarnya potensi batubara dan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di Pulau Sumatera, Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana pembangunan pembangkit dan transmisi untuk memberikan suplai berkesinambungan untuk Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.
51
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK PLTU SUMSEL 8 Pengadaan lahan stasiun konverter merupakan aktivitas kritis terhadap penyelesaian Proyek HVDC dan PLTU Sumsel 8 2013
2014
2015
CONVERTER / INVERTER STATION
K
TENDER AKTIVITAS KRITIS
PAKET 2
2017
2018
2019
2020
LOI
IZIN PRINSIP
PAKET 1
2016
42 CRITICAL PATH 4:
LOI TENDER
K
41
K
41
PAKET 1-3 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM COD SUMSEL 8
MARINE CABLE
LOI
PAKET 3
TENDER
DC T/L M. ENIM - BOGOR
LOI
PAKET 4
PQ
AC OVERHEAT T/L SUMSEL 8
TENDER
KONTRAK
KONSTRUKSI (30 BULAN)
KONTRAK UNTUK PAKET 4 DAPAT DISETUJUI SETELAH FINANCIAL CLOSE DARI SUMSEL 8
AC OVERHEAT T/L SUMSEL 9,10
SUMSEL 8
PO
TENDER
KONSTRUKSI
FINANCIAL CLOSE
CRITICAL PATH 1: SUMSEL 8 MENCAPAI FINANCIAL CLOSE SETELAH PEMENANG TENDER PAKET 1, 2 DAN 3 DIDAPATKAN
PAKET 4 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM BACK FEEDING SUMSEL 8
LOI
CRITICAL PATH 2:
PAKET 5
CRITICAL PATH 3:
KONSTRUKSI PPA
FINANCIAL CLOSE
COD C-TEST BACK FEEDING COD
SUMSEL 9,10
TENDER
KONSTRUKSI
C-TEST BACK FEEDING
STATUS TERAKHIR Power Purchase Agreement (PPA) untuk Sumsel 8 telah ditandatangani pada 17 September 2012 dengan mengizikan 3 kali perpanjangan waktu untuk financial close. Jadwal financial close telah diubah menjadi September 2015. Dalam tindak lanjut pelaksanaanya, pada 27 Maret 2015 telah ditandatangani Financing Agreement antara PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) selaku Pengembang IPP dengan CEXIM selaku lender yang berasal dari Tiongkok. Draw down akan menunggu penerbitan LOI Paket 1 dan 2 HVDC.
52
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Draw down pertama dilakukan pada pertengahan tahun 2015 mengingat LoI untuk HVDC Paket 3 telah diterbitkan oleh PT PLN pada Oktober 2014. KPPIP melakukan upaya debottlenecking untuk pengadaan tanah transmisi 275 kV Lahat – Gumawang yang telah berubah menjadi Lahat – Lumut Balai yang dibutuhkan untuk backfeeding test pada 2017/2018 yang berpotensi menghambat tercapainya target Financial Close.
SKEMA PENDANAAN PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 adalah proyek dengan skema Independent Power Producer (IPP) dimana PT PLN melakukan lelang kepada Badan Usaha yang akan memberikan pendanaan dan membangun proyek. Pemenang lelang adalah PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan konsorsium dari PT Bukit Asam dan China Huadian Corporation.
PENGADAAN TANAH AMDAL untuk proyek telah diterbitkan dan pengadaan tanah telah dilakukan. Saat ini sedang dalam proses penerbitan sertifikat tanah yang sudah diadakan.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Memastikan penerbitan LoI HVDC Paket 1 pada September 2015.
Penetapan Lokasi untuk transmisi ruas Lahat-Gumawang yang dibutuhkan untuk backfeeding oleh Gubernur Sumatera Selatan.
Memastikan penerbitan LoI HVDC Paket 2 pada Agustus 2015.
Penyelesaian sertifikasi tanah.
Pencapaian financial close pada September 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
53
PLTU MULUT TAMBANG SUMSEL 9 & 10
NILAI INVESTASI: SUMSEL 9 RP 36 TRILIUN, SUMSEL 10 RP 18 TRILIUN
LOKASI: SUMATERA SELATAN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2016
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: IPP PEMENANG LELANG BELUM DITETAPKAN
RENCANA MULAI OPERASI: 2020
DESKRIPSI PROYEK PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10 adalah pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema “Mine-to-Mouth” dimana lokasi pembangkit terletak paralel terhadap lokasi tambang batu bara sehingga biaya logistik dapat dikurangi. PLTU ini direncanakan akan memiliki kapasitas 1.200 MW dan 600 MW yang akan tersambung dengan transmisi HVDC.
SIGNIFIKANSI PROYEK Pertumbuhan penduduk dan industri di Pulau Jawa, terutama Jawa bagian barat, telah meningkatkan kebutuhan tenaga listrik yang tidak dapat dicukupi oleh pembangkit listrik di pulau Jawa. Melihat besarnya potensi batubara dan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di Pulau Sumatera, Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana pembangunan pembangkit dan transmisi untuk memberikan suplai berkesinambungan untuk Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, 9, 10 adalah pembangkit yang akan disambung dengan transmisi High Voltage Direct Current (HVDC).
54
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK SUMSEL 9 & 10 Pengadaan lahan stasiun konverter merupakan aktivitas kritis terhadap penyelesaian Proyek HVDC dan PLTU Sumsel 8 2013
2014
2016
K
TENDER AKTIVITAS KRITIS
PAKET 2
2017
2018
2019
2020
LOI
IZIN PRINSIP
PAKET 1 CONVERTER / INVERTER STATION
2015
42 CRITICAL PATH 4:
LOI TENDER
K
41
K
41
PAKET 1-3 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM COD SUMSEL 8
MARINE CABLE
LOI
PAKET 3
TENDER
DC T/L M. ENIM - BOGOR
LOI
PAKET 4 AC OVERHEAT T/L SUMSEL 8
PQ
TENDER
KONTRAK
AC OVERHEAT T/L SUMSEL 9,10
SUMSEL 8
KONTRAK UNTUK PAKET 4 DAPAT DISETUJUI SETELAH FINANCIAL CLOSE DARI SUMSEL 8
PO
TENDER
KONSTRUKSI
FINANCIAL CLOSE
CRITICAL PATH 1: SUMSEL 8 MENCAPAI FINANCIAL CLOSE SETELAH PEMENANG TENDER PAKET 1, 2 DAN 3 DIDAPATKAN
PAKET 4 HARUS DISELESAIKAN SEBELUM BACK FEEDING SUMSEL 8
LOI
CRITICAL PATH 2:
PAKET 5
CRITICAL PATH 3:
KONSTRUKSI (30 BULAN)
KONSTRUKSI PPA
FINANCIAL CLOSE
COD C-TEST BACK FEEDING COD
SUMSEL 9,10
TENDER
KONSTRUKSI
C-TEST BACK FEEDING
STATUS TERAKHIR Hasil PQ telah diumumkan pada 8 Maret 2013 dan 8 peserta dinyatakan lulus kualifikasi: rQFOBXBSMVMVTLVBMJàLBTJVOUVLQSPZFLTE.8 rQFOBXBSMVMVTLVBMJàLBTJVOUVLQSPZFLTE.8 Melanjutkan hasil PQ, Request for Proposals (RFP) Sumsel 9 dan Sumsel 10 diterbitkan tanggal 1 Agustus 2013 dan revisi final telah diterbitkan tanggal 18 Desember 2014. Agar diperoleh proposal yang berkualitas dan memiliki nilai kompetisi yang baik tanggal pemasukan penawaran (bid submision date) telah diperpanjang sampai dengan tanggal 18 Agustus 2015 dari sebelumnya dijadwalkan pada 18 Mei 2015. Untuk mendukung proyek, persetujuan prinsip untuk penjaminan (In-Principal Approval) telah diterbitkan oleh PT PII tanggal 18 Desember 2014.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
55
SKEMA PENDANAAN PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10 menggunakan skema Independent Power Producer (IPP) dimana PT PLN melakukan lelang kepada Badan Usaha yang akan memberikan pendanaan dan membangun proyek. Proses lelang sedang berlangsung dengan jadwal pengumuman pemenang lelang pada bulan Desember 2015.
PENGADAAN TANAH Proyek belum memasuki tahap pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk PLTU Mulut Tambang akan dilakukan setelah penetapan pemenang.
TINDAK LANJUT Memastikan Penetapan Pemenang Lelang tercapai pada Desember 2015.
56
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
TRANSMISI SUMATERA 500 KV
NILAI INVESTASI: RP 24,4 TRILIUN
LOKASI: PULAU SUMATERA
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: BELUM DITENTUKAN
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: DARI TOTAL 1.330 KM, 430 KM BERPOTENSI DIBIAYAI BUMN DALAM NEGERI DAN 900 KM BELUM DITETAPKAN SKEMA PENDANAANNYA
RENCANA MULAI OPERASI: DARI 2017 SAMPAI DENGAN 2023
DESKRIPSI PROYEK
8 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Proyek pembangunan Transmisi Sumatera 500 kV ini bertujuan untuk mengalirkan listrik yang dihasilkan di bagian Selatan ke bagian Utara Sumatera dengan menggunakan jalur transmisi sepanjang 1.330 km dari Muara Enim, Sumatera Selatan sampai ke Langsa, Aceh.
SIGNIFIKANSI PROYEK Transmisi Sumatera dibutuhkan untuk mengalirkan listrik dari PLTU di Sumatera Selatan ke wilayah utara Pulau Sumatera dalam upaya untuk meningkatkan akses listrik untuk masyarakat. Jadwal pembangunan proyek ini akan diselaraskan dengan penyelesaian pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, 9, 10 dan pembangunan HVDC agar menghindari ketidakmerataan penyediaan listrik di Pulau Sumatera dan Jawa.
57
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN MUARA ENIMAUR DURI
MUARA AUR DURIPERANAP
PERANAPPERAWANG
PERAWANGRANTAU PRAPAT
58
PROGRES
PERENCANAAN
JUMLAH SIRKUIT
2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
PANJANG
120
RENCANA OPERASI
2019
PROGRES
PENGADAAN
PROGRES
PERENCANAAN
JUMLAH SIRKUIT
2
JUMLAH SIRKUIT
2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
PANJANG
210
PANJANG
80
RENCANA OPERASI
2017
RENCANA OPERASI
2020
PROGRES
PENGADAAN
PROGRES
PERENCANAAN
JUMLAH SIRKUIT
2
JUMLAH SIRKUIT
2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
PANJANG
220
PANJANG
70
RENCANA OPERASI
2017
RENCANA OPERASI
2023
PROGRES
PERENCANAAN
PROGRES
PERENCANAAN
JUMLAH SIRKUIT
2
JUMLAH SIRKUIT
2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
PANJANG
280
PANJANG
80
RENCANA OPERASI
2020
RENCANA OPERASI
2023
RANTAU PRAPATPERDAGANGAN
PERDAGANGANGALANG
GALANGPANGKALAN SUSU
PANGKALAN SUSULARGA
PROGRES
PERENCANAAN
JUMLAH SIRKUIT
2
KONDUKTOR
ACSR 4X 430 MM2
PANJANG
270
RENCANA OPERASI
2020
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
STATUS TERAKHIR Proyek Transmisi Sumatera untuk transmisi sepanjang 430 km (New Aur Duri - Peranap Perawang) pada awalnya akan ditugaskan kepada 5 BUMN (Hutama Karya, Adhi Karya, Waskita Karya, Wijaya Karya, Pembangunan Perumahan) melalui penunjukan langsung. Namun, karena belum adanya landasan hukum untuk penunjukan langsung, PT PLN memutuskan untuk mengadakan proses lelang. PT PLN sedang melakukan proses lelang untuk ruas New Aur Duri – Peranap (210 km) dan ruas Peranap–Perawang (220 km) dimana penetapan pemenang dijadwalkan pada September 2015. Sisa proyek sepanjang 900 km masih dalam tahap penjajakan skema pendanaan. Beberapa opsi sedang dikaji, di antaranya: (1) Melakukan penunjukan langsung BUMN Cina (State Grid Corporation of China). Untuk itu PT PLN membutuhkan legal opinion dari Kejaksaan Agung sebagai landasan Penunjukan Langsung State Grid Corporation of China (SGCC) sebagai kontraktor dengan skema Build – Operate – Transfer (BOT); (2) melakukan beauty contest terhadap shortlisted bidders.
SKEMA PENDANAAN Untuk 430 km ruas dari New Aur Duri – Peranap – Perawang, PT PLN sedang melakukan lelang kepada BUMN konstruksi untuk pembagian ruas yang dapat dikerjakan terlebih dahulu. Penetapan pemenang lelang ditargetkan pada Agustus 2015 dan BUMN pemenang akan membiayai pembangunan ruas tersebut. Untuk ~900 km porsi Transmisi Sumatera lainnya, Pemerintah Indonesia masih mengkaji beberapa opsi skema pendanaan.
PENGADAAN TANAH Proyek belum memasuki tahap pengadaan tanah.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
59
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Penetapan pemenang lelang ruas New Aur Duri – Peranap – Perawang (430 km). Penetapan skema pendanaan untuk sisa 900 km ruas transmisi.
60
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
CENTRAL – WEST JAVA 500 kV TRANSMISSION LINE
NILAI INVESTASI: RP 7,64 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
LOKASI: JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: DIRECT LENDING DENGAN PINJAMAN DARI KFW DAN JICA
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK Pembangunan transmisi 500 kV untuk mengalirkan listrik yang dihasilkan di Jawa Tengah ke load center Jakarta yang berada di wilayah Barat Pulau Jawa.
9 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Pembagian ruas proyek transmisi: 1. Ungaran (Pedan) – Pemalang (86 km) 2. Pemalang – Mandirancan (167 km) 3. Pemalang – Incomer 2 pi (110 km) 4. Pemalang – Incomer 2 pi (Batang – Weleri) 2 km 5. Mandirancan – Indramayu (90 km) 6. Indramayu – Cibatu (110 km)
SIGNIFIKANSI PROYEK Jalur transmisi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah sangatlah dibutuhkan untuk mengalirkan listrik yang akan dihasilkan oleh PLTU Indramayu (1.000 MW), PLTU Jawa 1 (1.000 MW), PLTU Pemalang (2x1.000 MW), PLTU Jawa 3 (2 x 660 MW), PLTU Jawa 4 (2x1.000 MW) dan PLTU Batang (2.000 MW). Oleh karena itu, dibutuhkan sinkronisasi jadwal pembangunan dan penyelesaian seluruh proyek tersebut.
61
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK CENTRAL – WEST JAVA 500 kV TRANSMISSION LINE Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Sedang disusun
Ditargetkan selesai di 2016
Menunggu persetujuan skema pendanaan
STATUS TERAKHIR Saat ini proyek sedang dalam proses perizinan, pembebasan tanah, dan penyusunan dokumen lelang.
SKEMA PENDANAAN Proyek akan didanai dengan Direct Lending atau Pinjaman Langsung kepada PT PLN dari KfW dan JICA.
PENGADAAN TANAH Proyek terindikasi membutuhkan tanah sebesar 77,5 ha yang saat ini pada tahap perencanaan dan penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah. PT PLN sedang melakukan revisi AMDAL untuk ruas Indramayu – Cibatu yang merupakan bagian Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah. Pengadaan tanah untuk tapak tower transmisi akan menggunakan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Dalam pelaksanaannya, pembayaran ganti rugi untuk bangunan yang terdampak dan right of way akan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 38 Tahun 2013 tentang Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, dan Tanaman yang berada di Bawah Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi. Perizinan untuk kawasan hutan produksi pada ruas Ungaran (Pedan) – Mandirancan (38 km) dan Indramayu – Cibatu akan dilakukan sesuai peraturan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan upaya percepatan oleh KPPIP.
62
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Dibutuhkan penyelesaian revisi AMDAL untuk ruas Indramayu – Cibatu pada Agustus 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Percepatan pengadaan tanah yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan Dokumen Penyiapan.
63
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PLTU INDRAMAYU
NILAI INVESTASI: RP 20 TRILIUN
LOKASI: INDRAMAYU, JAWA BARAT
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: APBN DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI (JICA)
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK Pembangunan pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 1.000 MW yang akan menghasilkan listrik untuk kebutuhan di Pulau Jawa dan Pulau Bali.
SIGNIFIKANSI PROYEK Pembangunan PLTU ini bertujuan untuk mendukung penyediaan sistem listrik dan mengurangi krisis listrik di wilayah Jawa dan Bali. Selain itu proyek ini juga berguna untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan dampak positif di masyarakat dengan mendukung pertumbuhan kawasan industri di Jakarta wilayah Timur dan Jawa Barat.
10 64
STATUS TERAKHIR KPPIP memberikan dukungan koordinasi pemangku kepentingan dan kajian upaya percepatan lainnya ketika penerbitan Izin Lingkungan terhambat, seperti membawa isu tersebut ke tingkat Kantor Staf Presiden dan Wakil Presiden untuk dikoordinasikan dari level pemerintah pusat. Dengan tindak lanjut tersebut, Izin Lingkungan sudah ditandatangani dengan terbitnya Keputusan Bupati Indramayu tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan PLTU Indramayu 2 x 1000 MW yang diajukan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan VIII di Kab Indramayu Jawa Barat No. 660/Kep, 51. A-BLH/2015 tanggal 26 Mei 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Saat ini, PT PLN sedang melakukan revisi minor pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tetapi tidak berpengaruh pada Izin Lingkungan yang sudah diterbitkan. Revisi Dokumen AMDAL akan dimasukan ke dalam Dokumen Perencanaan untuk pengadaan tanah. Dengan diterbitkannya Izin Lingkungan, maka PT PLN dapat memulai kegiatan inisiasi proyek termasuk pengurusan perizinan. Board of Directors PT PLN akan membuat keputusan terkait kelanjutan pengadaan untuk konsultan Detailed Engineering Design (DED) dan pengadaan kontraktor EPC yang sempat terhenti karena Izin Lingkungan belum diterbitkan.
SKEMA PENDANAAN PLTU Indramayu telah ditetapkan menggunakan pendanaan dari APBN dengan pinjaman luar negeri berasal dari JICA sebesar USD 2 milyar.
PENGADAAN TANAH Setelah terbitnya Izin Lingkungan pada 26 Mei 2015, maka PLTU Indramayu memasuki proses penyiapan Dokumen Perencanaan pengadaan tanah untuk mengadakan lahan. Penetapan Lokasi ditargetkan pada Desember 2015 sehingga penyelesaian pengadaan tanah dapat dilakukan pada Mei 2016.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Penyelesaian revisi AMDAL dan penyiapan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah.
Memastikan komitmen pendanaan dengan melakukan finalisasi Blue Book 2015 dan pre-request untuk Blue Book 2016 sebelum Request for Proposal (RFP) diterbitk an untuk lelang kontraktor EPC.
Melakukan pengadaan untuk konsultan DED dan kontraktor EPC.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
65
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PLTU BATANG/CENTRAL JAVA POWER PLANT
NILAI INVESTASI: RP 40 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2016
LOKASI: BATANG, JAWA TENGAH
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: IPP DENGAN INVESTOR TERPILIH ADALAH PT BIMASENA POWER PI) INDON
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK PLTU Batang atau Central Java Power Plant (CJPP) adalah proyek pembangkit listrik tenaga uap ultra critical sebesar 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. PLTU Batang akan dibangun oleh Special Purpose Vehicle (SPV) PT Bhimasena Power Indonesia yang beranggotakan J-POWER (34%), Adaro (34%), dan Itochu (32%). Proyek ini telah mendapatkan penjaminan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan Pemerintah Pusat untuk risiko politik dan force majeure.
11 66
SIGNIFIKANSI PROYEK Pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 2.000 MW untuk menyediakan listrik bagi masyarakat di Pulau Jawa. Proyek ini juga merupakan pilot project untuk Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dengan nilai terbesar di Indonesia.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK DENGAN SKEMA KPBU Pengadaan Tanah
Menunggu pembebasan lahan untuk 18,87 ha menggunakan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
Pencapaian Pembiayaan
Ditargetkan dicapai pada Oktober 2015
Konstruksi
Target Operasi
Belum Dimulai
2019
STATUS TERAKHIR Penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) antara PT PLN dan PT BPI telah dilakukan pada 6 Oktober 2011 dengan jadwal Financial Close telah diundur beberapa kali dari 6 Oktober 2012 menjadi 6 Oktober 2013, 6 Oktober 2014 dan akhirnya sekarang menjadi 6 Oktober 2015.
Proyek ini mengalami masalah dalam pengadaan tanah dan dalam upaya mengatasi masalah tersebut, PT PLN tengah melakukan lelang penilai tanah (appraisal) yang akan direkomendasikan kepada Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah untuk ditetapkan.
Walaupun dengan estimasi penyelesaian pembebasan lahan pada 28 September 2015, diestimasikan masih cukup waktu untuk mencapai financial close diatas.
SKEMA PENDANAAN Skema pendanaan sudah ditetapkan sebagai IPP dimana pihak investor pemenang lelang adalah PT Bhimasena Power Indonesia yang didirikan oleh J-Power (34%), Adaro (34%), dan Itochu (32%).
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
67
PENGADAAN TANAH Proyek ini terkendala pengadaan tanah karena penolakan masyarakat di beberapa titik area power block sehingga memundurkan jadwal financial close. Untuk mengatasi hal tersebut, PT PLN diberikan penugasan untuk melakukan pengadaan tanah hamparan yang tersisa dengan menggunakan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 yang memberikan batas waktu maksimum penyelesaian pengadaan tanah.
Dengan fasilitasi KPPIP, kendala pengadaan tanah telah dibahas di rapat yang dipimpin oleh Wakil Presiden untuk memutuskan upaya percepatan. Sesuai permintaan percepatan dari Wakil Presiden, Penetapan Lokasi untuk tanah hamparan yang tersisa sudah diterbitkan oleh Gubernur Jawa Tengah pada 30 Juni 2015. Berdasarkan jadwal yang telah disusun Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah, pengadaan tanah diestimasi selesai pada 28 September 2015 sehingga diharapkan target financial close pada 6 Oktober 2015 dapat tercapai.
Status pengadaan tanah di area power block dapat dilihat di Tabel. Dari 18,87 ha yang akan diadakan, 12,51 ha tanah masyarakat akan diadakan PT PLN dengan menggunakan UU No. 2 Tahun 2012. Diluar pengadaan melalui UU No. 2 Tahun 2012, PT BPI bertanggung jawab untuk mengadakan 3,88 ha yang merupakan tanah bengkok dan wakaf, dan juga 2,48 ha yang merupakan irigasi/sungai/jalan kecil.
Metode
Plot
Pemilik Lahan
1. Tanah Individual
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
105.704m2
76
49
2. Tanah GG
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
17.484 m2
13
11
3-1. Tanah Bengkok 1
Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
1.959 m2
3
-
3-2. Tanah Bengkok 2
Tidak Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
37.305m2
6(+3)
-
4. Tanah Wakaf
Tidak Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
1.503 m2
2
-
163.955 m2
100
Sub Total
5. Irigasi dan Pematang
Grand Total
68
Ukuran (m2)
Tidak Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
-
24.780 m2
188.735 m2
60
100
60
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
PETA SISA LAHAN POWER BLOCK
LAUT JAWA
LAUT JAWA
Akan diperoleh menggunakan UU 2/2012:
12.51 Ha
Tanah Bengkok dan Wakaf (ditangani BPI):
3.88 Ha
Irigasi/Sungai (ditangani BPI): 2.48 Ha
500m
Jalan/jalur kecil (ditangani BPI): 18.87 Ha
Di luar status yang disebut di atas, di area power block juga terdapat Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) sebesar 16 ha yang memerlukan kejelasan tentang mekanisme peralihannya kepada PT BPI. Terdapat dua opsi dimana Opsi 1 TCUN dialihkan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) PT BPI secara langsung atau Opsi 2 dimana HGB diberikan kepada PT BPI di atas Hak Penggunaan Lain (HPL) yang diprioritaskan pemberiannya kepada BUMN dari Pemerintah, dalam hal ini kepada PT PLN.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Penyelesaian pengadaan lahan dijadwalkan pada 28 September 2015.
Percepatan proses sertifikasi tanah power block sebesar 5,06 ha yang sekarang berada di Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah dan 49,98 ha yang masih diproses di PT BPI oleh notaris.
Penetapan penanganan TCUN di antara Opsi 1: HGB langsung ke BPI atau Opsi 2: HGB BPI di atas HPL PT PLN.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
69
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
WATER TO ENERGY (PEMBANGUNAN 4 PLTA BARU KARANGKATES IV & V, KESAMBEN, DAN PLTM LODOYO)
NILAI INVESTASI: BELUM DITENTUKAN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2016
LOKASI: SELURUH INDONESIA
RENCANA MULAI OPERASI: BELUM DITENTUKAN
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT PLN
SKEMA PENDANAAN: PENUNJUKAN BUMN UNTUK PEMBANGUAN PLTA KARANGKATES IV & V, KESAMBEN DAN PLTM LODOYO, DAN POTENSI KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA UNTUK PROYEK LAINNYA, TERMASUK PENGEMBANGAN KAPASITAS BENDUNGAN MENJADI PEMBANGKIT LISTRIK
DESKRIPSI PROYEK Program Water to Energy dibagi menjadi 4 program percepatan, dimana salah satunya adalah terobosan percepatan pembangunan PLTA Karangkates IV & V, Kesamben, dan Lodoyo dengan total kapasitas 147 MW. Lokasi PLTA Karangkates IV & V dan Kesamben berada di wilayah Sungai Brantas, Jawa Timur sementara PLTM Lodoyo akan memanfaatkan Bendung Gerak. Total kapasitas pembangkit listrik ke-3 PLTA dan 1 PLTM ini mencapai 147 MW.
12 70
Salah satu pembangunan bendungan yang menjadi perhatian KPPIP adalah Bendungan Matenggeng yang memiliki potensi menghasilkan listrik sebesar 900 MW. Proyek masih dalam tahap kajian dan skema pendanaan belum ditetapkan.
SIGNIFIKANSI PROYEK PLTA Karangkates IV & V memiliki kemampuan menghasilkan listrik sebesar 100 MW. PLTA Kesamben memiliki kapasitas tenaga 37 MW dan PLTA Lodoyo dapat menghasilkan 10 MW. Dengan total 147 MW, keempat pembangkit listrik ini dipilih karena memiliki potensi dimulainya konstruksi paling cepat.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN TIMELINE UNTUK PLTA KARANGKATES IV & V DAN PLTA KESAMBEN GROUNDBREAKING CEREMONY (NOV 2015)
FINALISASI PPA (SEPT 2015)
AMDAL (AGUSTUS - OKT 2015)
PENYUSUNAN DED (SEPT 2015)
TIMELINE PLTM LODOYO
PELAKSANAAN KONSTRUKSI (DES 2015)
PENANDATANGANAN PPA (DES 2015)
GROUNDBREAKING CEREMONY (OKT 2015)
COD (APRIL 2015)
COD (DES 2017)
PELAKSANAAN KONSTRUKSI (DES 2015)
STATUS TERAKHIR Studi kelayakan untuk pembangunan PLTA Karangkates IV & V, PLTA Kesamben dan PLTA Lodoyo sudah diselesaikan oleh konsultan dan sedang dalam proses perizinan dan penyusunan basic design.
SKEMA PENDANAAN PLTA Karangates IV & V dan PLTA Kesamben menggunakan pendanaan dari sinergi BUMN yang terdiri dari PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, PT Brantas Energi, dan Perum Jasa Tirta I. PLTM Lodoyo menggunakan pendanaan dari sinergi BUMN yang terdiri dari PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), Perum Jasa Tirta I, dan PT Brantas Energi.
PENGADAAN TANAH PLTA Karangkates IV & V akan menggunakan lahan milik Perum Jasa Tirta I.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Pengadaan tanah PLTA Kesamben masih menunggu proses penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA).
PLTA Lodoyo tidak membutuhkan pengadaan lahan.
71
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
JALAN TOL SER
NILAI INVESTASI: RP 12 TRILIUN
ANIMBANG
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
LOKASI: BANTEN
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: BADAN PENGATUR PJT JALAN T
SKEMA PENDANAAN: POTENSI KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN KPBU U
RENCANA MULAI OPERASI: 2018
DESKRIPSI PROYEK
13 72
Pembangunan jalan tol sepanjang 83,6 km untuk menyediakan akses ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung dan Taman Nasional Ujung Kulon.
SIGNIFIKANSI PROYEK Jalan tol ini diharapkan dapat mengurangi biaya logistik pengiriman barang dari kawasan industri di Pandeglang ke pelabuhan di Jakarta dan sebaliknya.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PROYEK Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
April – Desember 2015
Ditargetkan selesai pada Desember 2015
Ditargetkan pada tahun 2016
September – Desember 2015
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Penjaminan
Ditetapkan setelah kajian VfM selesai
Menunggu hasil kajian VfM
Menunggu hasil kajian VfM
Menunggu hasil kajian VfM
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Belum diterbitkan
Tidak diperlukan
2018
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Belum dimulai
Ditargetkan pada Juli 2017
Target konstruksi dimulai Juli 2017
STATUS TERAKHIR KPPIP telah berkoordinasi dengan BPJT dan Bina Marga untuk mengadakan konsultan untuk penyusunan kajian AMDAL dan kajian VfM agar sesuai dengan standar dokumen studi kelayakan KPPIP. Selanjutnya kajian VfM akan diintegrasikan dengan studi kelayakan yang akan diajukan oleh Pemerintah Provinsi Banten kepada Kementerian PUPERA. Studi kelayakan tersebut akan menjadi basis penetapan trase dengan Peraturan Kementerian PUPERA. Saat ini KPPIP sedang melakukan proses lelang Jasa Konsultasi untuk penyusunan kajian AMDAL dan kajian VfM. Izin Penetapan Lokasi oleh Gubernur Banten ditargetkan terbit 1-2 bulan setelah penyampaian kedua dokumen tersebut.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
73
SKEMA PENDANAAN Proyek ini memiliki potensi menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Keputusan penetapan skema pendanaan baru dapat ditetapkan setelah kajian Value for Money (VfM) selesai dilakukan. KPPIP saat ini sedang melakukan lelang konsultan independen untuk penyusunan kajian VfM dan kajian tersebut ditargetkan selesai pada bulan Desember 2015. Kajian VfM ini akan menunjukkan skema pendanaan dengan total biaya dan risiko proyek terendah bagi Pemerintah Indonesia diantara pilihan menggunakan pendanaan dari APBN, Penugasan BUMN atau KPBU.
PENGADAAN TANAH Telah disepakati pada Rapat Koordinasi Jalan Tol Serang – Panimbang pada tanggal 14 Juli 2015 bahwa proses pengadaan lahan akan menggunakan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum. Estimasi kebutuhan lahan Jalan Tol Serang – Panimbang adalah seluas 700 ha - 800 ha. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat belum menetapkan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah. Penetapan Lokasi oleh Gubernur Banten ditargetkan selesai pada awal tahun 2016. Berdasarkan hasil kajian sementara, sebagian besar rute berada di kawasan perkebunan dan sawah milik negara yang tidak diduduki oleh masyarakat. Permukiman warga yang memiliki kemungkinan terkena rencana jalan tol diperhitungkan kurang dari 10% dari total lahan yang dibutuhkan. PT Banten West Java (selaku pengembang KEK Tanjung Lesung) telah menyatakan kesediaanya untuk melakukan pengadaan tanah sepanjang 25 km awal setelah Penetapan Lokasi diterbitkan dan ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan PT Banten West Java untuk penjaminan bahwa uang pengadaan tanah untuk 25 km awal dari PT Banten West Java akan digantikan oleh APBN.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Penyusunan dokumen perjanjian kerjasama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku instansi yang memerlukan lahan dan PT Banten West Java untuk proses pengadaan lahan oleh Badan Usaha.
Penyusunan kajian VfM oleh KPPIP dan penyusunan kajian AMDAL oleh KPPIP ditargetkan selesai pada bulan Desember 2015. KPPIP sedang melakukan lelang untuk konsultan penyusun VfM dan kajian AMDAL.
Pengalokasian anggaran tahun 2016 untuk biaya pengadaan tanah oleh Bina Marga, Kementerian PUPERA.
Penerbitan Penetapan Lokasi untuk pelaksanaan proses pengadaan tanah oleh Gubernur Banten setelah dokumen perencanaan pengadaan tanah dan kajian lingkungan disampaikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
74
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
JALAN TO
NILAI INVESTASI: RP 3,9 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
LOKASI: SULAWESI UTARA
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: BADAN PENGATUR JALAN T BPJT
SKEMA PENDANAAN: KERJASAMA PEMERINTAH KPBU DAN BADAN U DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM BENTUK KONSTRUKSI SEBAGIAN
RENCANA MULAI OPERASI: 2018
DESKRIPSI PROYEK Jalan tol sepanjang 39 km ini akan menghubungkan dua kota terbesar di Sulawesi Utara, yakni Manado dan Bitung. Proyek ini dibagi menjadi dua tahap yakni (1) Seksi 1: Manado – Airmadidi dan (2) Seksi 2: Airmadidi – Bitung.
14 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SIGNIFIKANSI PROYEK Proyek ini diharapkan mendukung peningkatan lalu lintas pada rute Manado – Bitung sehingga dapat mendukung pertumbuhan sektor wisata serta pertumbuhan ekonomi di Manado, Minahasa Utara dan Bitung. Jalan tol ini juga akan menjadi jalan akses utama ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dan Pelabuhan Hub Internasional Bitung yang akan dibangun.
75
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
Selesai pada 2012
Selesai pada 2012
Selesai pada Desember 2013
Selesai pada 2013
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Penjaminan
Sudah ditetapkan
Pra-kualifikasi dilakukan pada Agustus 2015
Konstruksi sebagian oleh Pemerintah
Belum diproses
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Tidak diperlukan
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Ditargetkan pada Desember 2016
Target konstruksi dimulai Februari 2017
Revisi Penetapan Lokasi telah diterbitkan pada April 2015
2018
Status pengadaan tanah per Juli 2015 telah mencapai 31,55%
STATUS TERAKHIR BPJT telah menghitung ulang kelayakan proyek dan telah diputuskan bahwa dukungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akan dianggap sebagai sunk cost. Pelaksanaan lelang pengusahaan jalan tol (pra-kualifikasi) untuk seluruh seksi telah dilaksanakan pada 31 Juli 2015 dan berlangsung hingga 31 Agustus 2015.
76
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SKEMA PENDANAAN Skema pendanaan proyek ini adalah Supported Build Operate Transfer (SBOT). Pemerintah akan memberikan dukungan berupa konstruksi sebagian untuk seksi 1, yaitu rute Manado – Airmadidi sepanjang 14 km. Dana yang digunakan untuk pembangunan konstruksi seksi 1 bersumber dari APBN melalui pinjaman Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Pembangunan Seksi 2, yaitu rute Airmadidi – Bitung sepanjang 25 km yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta. Adapun estimasi investasi oleh pihak swasta sebesar Rp 3 Triliun. Pendanaan dari pihak swasta akan dialokasikan untuk pendanaan konstruksi, operasional dan pemeliharaan selama masa konsensi. Pembiayaan pengadaan tanah untuk seksi 1 bersumber dari APBN 2015 sebesar Rp 19 Milyar dan sekitar Rp 440 Milyar untuk seksi 2. Terdapat pula dukungan pendanaan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui APBD Tahun 2016 sebesar Rp 6,72 Milyar untuk pengadaan lahan seksi 1 dan Rp 100 Milyar untuk seksi 2.
PENGADAAN TANAH Proses pengadaan tanah untuk Jalan Tol Manado – Bitung telah berlangsung sejak bulan Juni 2015 dimana proses pengadaan tanah Seksi 1 (Manado – Airmadidi) sudah mencapai 90,16% dengan dana Rp 6,72 Milyar dari APBD Sulawesi Utara. Kebutuhan dana pengadaan tanah telah dianggarkan ke dalam APBD 2016. Selanjutnya sepanjang bulan Agustus 2015 akan dilakukan musyawarah, verifikasi lahan dan proses pembayaran lahan. Dengan demikian diharapkan seluruh lahan Seksi 1 akan siap pada akhir bulan Agustus 2015. Setelah Penetapan Lokasi diterbitkan oleh Gubernur Sulawesi Utara pada 22 Maret 2012 dan dilakukan perubahan pada tanggal 7 April 2015, pembebasan tanah Seksi 2 (Airmadidi – Bitung) ditargetkan untuk dimulai pada bulan Agustus tahun 2015. Dengan dukungan koordinasi yang dilakukan oleh KPPIP, penyiapan proses pengadaan tanah yang sempat terhambat akibat tidak dimilikinya alat ukur GPS Geodetik saat ini telah terselesaikan dan pihak Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Utara telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum setempat terkait penyediaan alat tersebut. Penyelesaian pengadaan tanah Seksi 2 ditargetkan selesai pada bulan Desember 2015.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Percepatan negosiasi antara Kementerian Keuangan dengan pihak Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (lender) terkait tambahan pinjaman senilai ~USD 600 juta untuk sebagian konstruksi ruas yang dibangun oleh Pemerintah.
Memastikan terdapatnya anggaran tahun 2016 untuk dana pengadaan tanah oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan melanjutkan pengadaan tanah untuk Seksi 2.
Pelaksanaan lelang investasi untuk seluruh seksi oleh BPJT dimulai pada 31 Juli – 31 Agustus 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
77
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
JALAN TOL BALIKPAPA
NILAI INVESTASI: RP 11,4 TRILIUN
LOKASI: KALIMANTAN TIMUR
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2016
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: BADAN PENGATUR JALAN T BPJT
SKEMA PENDANAAN: KERJASAMA PEMERINTAH KPBU DAN BADAN U DENGAN DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM BENTUK PARTIAL CONSTRUCTION
RENCANA MULAI OPERASI: 2018
DESKRIPSI PROYEK Jalan tol sepanjang 99 km ini akan menghubungkan dua kota terbesar di Kalimantan Timur, yakni Balikapapan dan Samarinda. Proyek ini dibagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi 1 yang terdiri atas Paket 1 (25,07 km) dan Paket 5 (11,09 km) dan Seksi 2 yang terdiri atas Paket 2 (23,26 km), Paket 3 (21,9 km) dan Paket 4 (17,7 km).
15 78
SIGNIFIKANSI PROYEK Jalan tol akan mengembangkan kawasan-kawasan industri berbasis kelapa sawit, batubara, migas, dan pertanian di kedua kota dan di sepanjang jalan tol. Proyek jalan tol ini juga akan mendukung proyeksi pertambahan perpindahan penumpang dan barang serta mengurangi biaya logistik dan waktu tempuh antara Kota Samarinda dan Kota Balikpapan.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
JADWAL PELAKSANAAN PROYEK Rencana Teknik Terinci (DED)
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Sudah selesai
Selesai pada 2014
Sudah selesai
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Sudah ditetapkan
Pra-kualifikasi dilakukan pada Agustus 2015
Konstruksi sebagian oleh Pemerintah
Belum diproses
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Sudah diterbitkan
Agustus 2018
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Ditargetkan pada Oktober 2016
Target konstruksi dimulai November 2016
Penetapan Lokasi telah diterbitkan pada 2009
Dokumen AMDAL
Selesai pada 2014
Penjaminan
Status pengadaan tanah per Juli 2015 telah mencapai 86%
STATUS TERAKHIR BPJT sedang melaksanakan Pra-kualifikasi lelang KPBU sejak 31 Juli – 31 Agustus 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
79
SKEMA PENDANAAN Skema pendanaan untuk proyek ini adalah Supported Build-Operate-Transfer (SBOT). Proyek ini akan menggunakan skema KPBU dengan dukungan konstruksi sebagian (partial construction) untuk Paket 1 dan 5 dari Pemerintah Pusat dan Provinsi Kalimantan Timur. Pihak swasta akan berperan sebagai mitra pembangunan konstruksi untuk Paket 2-4 dan operasional jalan tol untuk seluruh paket.
PENGADAAN TANAH Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan dana Rp 1,2 Triliun untuk pengadaan tanah yang akan dianggap sebagai sunk cost dan Rp 1,5 Triliun untuk konstruksi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah menyatakan komitmennya untuk menambahkan dana dari APBD apabila dibutuhkan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengirimkan surat kepada BPJT menyatakan bahwa pengadaan tanah telah melebihi 75% sehingga BPJT dapat melakukan lelang. Status per Juli 2015 menunjukkan bahwa pengadaan tanah sudah mencapai 86%.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Percepatan proses pengadaan untuk lahan yang tersisa hingga akhir tahun 2015. Pelaksanaan lelang investasi sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh BPJT.
Dibutuhkan tambahan dokumen rincian penyerahan lahan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada Bina Marga untuk disertakan dalam dokumen kelengkapan lelang.
80
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
EMPAT RUAS JALAN TOL TRANS SUMATERA
NILAI INVESTASI: RP 30 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2015 NTUK SEBAGIAN
LOKASI: SUMATERA UTARA, RIAU, SUMATERA SELATAN DAN LAMPUNG
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PENUGASAN PT HUTAMA KARYA
SKEMA PENDANAAN: PENUGASAN PT HUTAMA KARYA
RENCANA MULAI OPERASI: 2016 RUAS MEDAN BINJ
DESKRIPSI PROYEK
16 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 304 km akan menghubungkan Pulau Sumatera dari Aceh hingga Bakauheni. Tahap 1 terdiri atas 8 ruas, terbagi menjadi 4 ruas awal: (1) Medan - Binjai, (2) Palembang - Indralaya, (3) Pekanbaru - Dumai, (4) Bakauheni Terbanggi Besar; dan empat ruas tambahan: (5) Terbanggi Besar - Pematang Panggang, (6) Pematang Panggang - Kayu Agung, (7) Palembang – Tanjung Api - Api dan (8) Kisaran – Tebing Tinggi.
SIGNIFIKANSI PROYEK Diharapkan proyek jalan tol ini dapat meningkatkan konektivitas, mengurangi biaya logistik dan mendorong pertumbuhan industri di Pulau Sumatera.
81
RENCANA PELAKSANAAN PROYEK Ruas Medan – Binjai Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
Sudah selesai
Ditargetkan selesai pada Agustus 2015
Selesai pada Desember 2013
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Sudah diterbitkan
Agustus 2018
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Sudah selesai
Penetapan Lokasi telah diterbitkan Status pengadaan tanah telah mencapai 70% untuk Seksi 1
82
Skema pendanaan ditetapkan pada Desember 2014 (70% PMN, 30% pinjaman)
Belum dimulai
Ditargetkan pada Agustus 2015 (pinjaman dari PT SMI)
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Ruas Palembang - Indralaya Rencana Teknik Terinci (DED)
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Sudah selesai
Sudah selesai
Sudah tersedia dan finalisasi menunggu selesainya pengadaan tanah
Sudah selesai
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Tidak diperlukan
Agustus 2018
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Penetapan Lokasi telah diterbitkan Pengadaan tanah ditargetkan selesai pada Desember 2015
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Skema pendanaan ditetapkan pada Desember 2014 (70% PMN, 30% pinjaman)
Dokumen AMDAL
Belum dimulai
Ditargetkan pada Agustus 2015 (pinjaman dari PT SMI)
83
Ruas Bakauheni – Terbanggi Besar Studi Kelayakan
Sudah selesai
Sudah selesai
Sudah tersedia dan finalisasi menunggu selesainya pengadaan tanah
Sudah selesai
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Tidak diperlukan
Agustus 2018
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Penetapan lokasi baru diterbitkan 80 km karena terdapat usulan pelebaran trase dari 80 km menjadi 120 km
84
Rencana Teknik Terinci (DED)
Pra-Studi Kelayakan
Skema pendanaan ditetapkan pada Juni 2015 (45% PMN, 55% pinjaman)
Dokumen AMDAL
Belum dimulai
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Ruas Pekanbaru – Dumai Rencana Teknik Terinci (DED)
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Sudah selesai
Sudah selesai
Sudah tersedia dan finalisasi menunggu selesainya pengadaan tanah
Sudah selesai
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Sudah terdaftar, kecuali untuk RTRW Kabupaten masih menunggu penetapan kawasan hutan menjadi APL
Sudah diterbitkan
Diperlukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk penetapan status kawasan hutan menjadi APL
Juli 2019
Pengadaan Tanah
Masih dalam tahap finalisasi trase untuk seluruh seksi
Pencapaian Pembiayaan
Skema pendanaan ditetapkan pada Juni 2015 (45% PMN, 55% pinjaman)
Dokumen AMDAL
Konstruksi
Belum dimulai
STATUS TERAKHIR Saat ini tengah dilakukan harmonisasi terkait perubahan Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera untuk mengakomodir empat ruas tambahan yaitu ruas Pematang Panggang – Terbanggi Besar, Kayuagung – Pematang Panggang, Palembang – Tanjung Api-Api, dan Tebing Tinggi – Kisaran yang ditugaskan kepada PT Hutama Karya. Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 baru mengatur empat ruas awal.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
85
Sirkulasi penandatangan Service Level Agreement (SLA) tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera di tingkat Menteri dan Gubernur sedang berlangsung. SLA ini bermaksud untuk memperoleh kesepakatan dan komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan jalan tol di Sumatera melalui percepatan proses perizinan, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan serta tindakan terpadu dari para pemangku kepentingan meliputi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur Provinsi Riau, Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, Gubernur Provinsi Lampung dan Direktur Utama PT Hutama Karya.
SKEMA PENDANAAN Proyek ini menggunakan skema pendanaan melalui penugasan BUMN kepada PT Hutama Karya dimana Pemerintah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk porsi ekuitas dan porsi pinjaman akan bersumber dari pendanaan dalam negeri maupun skema direct lending. Untuk dana pengadaan tanah sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
PENGADAAN TANAH Total kebutuhan dana untuk pengadaan lahan yang dibutuhkan untuk empat ruas pertama sepanjang 304 km adalah sebesar Rp 3,178 Triliun. Saat ini proses pengadaan tanah sedang berjalan dan terdapat beberapa hambatan terkait proses pelepasan hak tanah milik masyarakat untuk ruas Medan-Binjai dan ruas Palembang - Indralaya serta Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) ruas Bakauheni - Terbanggi Besar yang baru terbit sebagian. Hambatan dalam pengadaan tanah ini telah dikoordinasikan dengan baik di tingkat daerah.
RUA Penetapan Lokasi tanah milik masyarakat telah ditandatangani oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 2015. Saat ini rekening pembayaran ganti rugi lahan belum aktif di PPK Bina Marga sehingga penyelesaian pembayaran ganti rugi berpotensi tertunda. Pembentukan Tim Pelaksana Pengadaan Tanah diharapkan akan selesai pada awal bulan Agustus 2015 agar pengadaan tanah dapat segera dimulai. Penetapan Lokasi untuk tanah milik masyarakat saat ini teleh memperoleh paraf Sekretaris Daerah Sumatera Utara dan diproses di Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan untuk tanah PT Perkebunan Nusantara II telah dibebaskan melalui Surat Pernyataan Pelepasan Hak dengan Menerima Ganti Rugi.
86
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RUAS P
AYA Saat ini lahan bebas dan sudah dibayarkan sebanyak 202 bidang dari total 210 bidang untuk Seksi 1. Terkait lahan untuk Seksi 2 dan Seksi 3, saat ini masih dalam proses persidangan atas gugatan pemilikan tanah bermasalah sebanyak 277 bidang dari total 564 bidang. Untuk lahan tidak bermasalah yakni sebanyak 287 bidang, proses pembebasan lahan sedang berjalan. Pada April 2015 telah dikeluarkan Berita Acara kesepakatan/musyawarah antara pemilik tanah dengan panitia pembebasan lahan namun belum diterbitkan surat validasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam musyawarah mengingat masih terdapat kemungkinan pendekatan atas tanah bermasalah.
RUAS BAKAUHENI – TERBANGGI BESAR Saat ini Penetapan Lokasi sepanjang 79,6 km oleh Gubernur Lampung telah diterbitkan sehingga dibutuhkan Penetapan Lokasi untuk sisa seksi jalan tol agar pengadaan tanah dapat dilaksanakan. Penetapan SP2LP telah dilakukan untuk Penetapan Lokasi Pelabuhan – Bakauheni, Lematang – Kota Baru, dan Tegineneng.
RUAS PEKANBARU – DUMAI Status pengadaan tanah saat ini telah mencapai 7,7 km untuk seksi Minas – Petapahan dari total 126 km dan sedang dilakukan kajian tata ruang daerah untuk sisa tanah yang belum bebas.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Pengumpulan tanda tangan SLA oleh Menteri dan Gubernur terkait.
Finalisasi dan penerbitan revisi Peraturan Presiden No. 100/2014 terkait empat ruas tambahan yang ditugaskan kepada PT Hutama Karya.
Penerbitan PPJT ruas Palembang – Indralaya, ruas Bakauheni – Terbanggi Besar dan ruas PekanbaruDumai.
Penetapan Lokasi untuk sisa ruas Bakauheni – Terbanggi Besar.
Revisi Peraturan Pemerintah No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagai landasan hukum Penunjukan Langsung kepada BUMN/anak perusahaan BUMN dalam rangka penugasan.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
87
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
MRT JAKARTA NORTH-SOUTH
NILAI INVESTASI: RP 25 TRILIUN
LOKASI: DKI JAKARTA
MULAI KONSTRUKSI: 2013
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: PT MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
SKEMA PENDANAAN: APBN DAN APBD PROVINSI DKI JAKARTA DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI
RENCANA MULAI OPERASI: 2018
DESKRIPSI PROYEK
15 88
Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di ibukota ditujukan untuk meningkatkan fasilitas transportasi umum dan mengurangi kemacetan di Jakarta. Tahap pertama dari proyek ini terdiri dari 2 fase: (1) Lebak Bulus - Bundaran HI dan (2) Bundaran HI - Kampung Bandan.
SIGNIFIKANSI PROYEK MRT Jakarta adalah transportasi umum yang akan membantu menyelesaikan masalah kemacetan, meningkatkan mobilitas penduduk ibukota, mengurangi emisi karbon dan menciptakan lapangan kerja baru di DKI Jakarta.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RENCANA PELAKSANAAN PROYEK
Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
April – Desember 2015
April – Desember 2015
Juli 2016 – Juni 2017
Sudah selesai
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Izin Lainnya
Sudah terdaftar
Sudah diterbitkan
Tidak diperlukan
Rekomendasi Menteri Pemuda dan Olah Raga untuk Relokasi Stadion Lebak Bulus (Desember 2014), Persetujuan Menteri Keuangan untuk hibah lahan POLRI (Maret 2015)
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Target Operasi
Desember 2015
Juli 2017 – Juli 2019
Agustus 2018
Penetapan Lokasi telah diterbitkan
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
89
KPPIP bab 3_hal90.pdf 1 10/12/2015 18:09:11
KORIDOR Pembebasan lahan di area Jembatan Khusus di atas JORR telah mencapai 823 m2 dari total 2.350 m2. Sebagian besar lahan yang mencakup tanah negara (tanah milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan) dan swasta belum dibebaskan di wilayah pembebasan lahan untuk pelebaran Jl. TB Simatupang.
STASIUN Saat ini tengah dilakukan musyawarah dan negosiasi dengan warga menggunakan harga appraisal untuk pembebasan lahan Stasiun Cipete Raya dan Stasiun Haji Nawi. Apabila belum mencapai kesepakatan, maka akan dikonsultasikan dengan Gubernur DKI Jakarta untuk arahan selanjutnya. Keterlambatan pembebasan lahan di kedua stasiun ini berpotensi menunda operasi pada saat pengoperasian koridor Selatan-Utara di tahun 2018. Pembebasan lahan Stasiun Blok A saat ini mencapai 900 m2 dari total 2.500 m2 lahan yang dibutuhkan. Diperlukan pula lahan dengan total 411 m2 untuk pembangunan Stasiun Sisingamangaraja.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Mempercepat pelaksanaan audit oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari biaya investasi yang telah dikeluarkan dan menentukan besaran kebutuhan nilai investasi tambahan.
Mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah sehingga target operasi awal dapat tercapai pada tahun 2018.
Keputusan topdown terkait pihak yang lebih tepat menanggung biaya investasi tambahan tersebut.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
91
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
KERETA EKSPRES BANDARA SOEK
NILAI INVESTASI: RP 24 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2018
LOKASI: DKI JAKARTA DAN BANTEN
TTA
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SKEMA PENDANAAN: POTENSI KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN U KPBU
RENCANA MULAI OPERASI: 2022
DESKRIPSI PROYEK Proyek Kereta Ekspres Bandara adalah transportasi alternatif menuju Soekarno-Hatta International Airport (SHIA) dengan perkiraan waktu dari pusat kota ke bandara adalah maksimal 30 menit. Kereta Ekspres SHIA sepanjang 37 km dari Bandara Soekarno-Hatta menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma akan menyediakan stasiun-stasiun di dalam kota yang akan mudah diakses melalui jalan dan moda transportasi lainnya serta berlokasi dekat dengan pusat-pusat kegiatan komersial dan wilayah-wilayah permukiman padat yang terhubung dengan sistem transportasi MRT Jakarta dan jalur kereta lainnya. Lokasi stasiun di Bandara diharapkan akan berlokasi dekat dengan terminal-terminal penumpang dimana lokasinya dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari stasiun kereta ke terminal keberangkatan atau dari tempat pengambilan bagasi dan terminal kedatangan.
18 92
Kereta Ekspres SHIA akan mengutamakan kenyamanan dengan kapasitas untuk menyimpan bagasi penumpang, mempersingkat waktu tempuh, dan dapat diandalkan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Tarif akan bersaing dengan moda transportasi lainnya dan kereta akan memiliki kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan Kereta Jalur Komuter dan dengan pemberhentian yang lebih sedikit.
SIGNIFIKANSI PROYEK Proyek ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan akses dari dan ke Bandara SHIA mengingat pengembangan kapasitas dan lalu lintas Bandara SHIA. Keuntungan ekonomi dari proyek ini diantaranya adalah mendorong peningkatan aktivitas komersial dan industrial di jalur tersebut serta peningkatan lapangan kerja bagi penduduk lokal.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PROYEK Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Rencana Teknik Terinci (DED)
Dokumen AMDAL
September 2015 – Januari 2016
April – Desember 2015
Juli 2016 – Juni 2017
Juli – Oktober 2015
Penetapan Skema Pendanaan
Pelelangan Investasi
Dukungan Kelayakan/ VGF
Penjaminan
Belum ditetapkan secara resmi
Belum ditentukan
In principle diproses pada Januari – Februari 2016
Belum diproses
RTRW
Izin Lingkungan
IPPKH
Target Operasi
Belum diterbitkan
Tidak diperlukan
Maret 2022
Pengadaan Tanah
Pencapaian Pembiayaan
Konstruksi
Belum diterbitkan Penetapan Lokasi
Ditargetkan pada April 2018
Target konstruksi dimulai Mei 2018
Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 (koridor Halim Palmerah-SHIA); Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 (rute SHIAManggarai)
STATUS TERAKHIR Dalam rangka mempercepat persiapan proyek maka terdapat arahan dalam rapat koordinasi dengan Kantor Staf Presiden pada tanggal 24 Juni 2015 untuk mempercepat penerbitan izin lingkungan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat ini sedang dilakukan kajian lanjutan oleh PT SMI dikarenakan adanya perubahan spesifikasi teknis, rute dan potensi skema pendanaan KPBU (dengan potensi keterlibatan BUMN eksisting untuk mendukung pembangunan dan operasional proyek).
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
93
SKEMA PENDANAAN Belum ditetapkan, menunggu kajian lebih lanjut oleh PT SMI dikarenakan adanya perubahan penggunaan gauge dari standard ke narrow serta adanya perubahan rute. Ditargetkan kajian akan diselesaikan di kuartal I 2016.
PENGADAAN TANAH Kereta Ekspres SHIA akan membutuhkan lahan seluas 84,68 ha, dimana sebagian besar lahan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Lahan pihak swasta yang terdaftar di Kementerian Agraria dan Tata Ruang diestimasi sepanjang 5,2 km atau seluas 13,09 ha. Kebutuhan lahan stasiun Dukuh Atas dan Manggarai tidak akan memerlukan lahan swasta. Sedangkan kebutuhan lahan untuk tiga stasiun (Pluit, Tanah Abang dan Halim) diperkirakan seluas 16,86 ha. Perlu diperhatikan bahwa terdapat lahan permukiman untuk pembangunan Stasiun Halim seluas 7,2 ha dan untuk Stasiun Tanah Abang seluas 0,3 ha yang tidak terdaftar di Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kebutuhan lahan tidak terdaftar ini belum dimasukan dalam perhitungan total kebutuhan lahan. Total estimasi kebutuhan lahan non-pemerintah dan lahan permukiman swasta adalah sebesar ~Rp 2,3 Triliun. Proses pengadaan tanah dan permukiman kembali akan mengacu pada UU No. 2 Tahun 2012 dan Perpres No. 71 Tahun 2012.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Diperlukan penetapan secara tertulis bahwa proyek ini akan menggunakan trase dengan melalui rute Stasiun Gambir.
Diperlukan penetapan oleh Menteri Perhubungan terkait penggunaan narrow gauge untuk pemilihan rel.
Perjanjian Fasilitasi PT SMI dalam penyiapan dan transaksi proyek KPBU KA telah berakhir pada tanggal 2 Desember 2014. Atas perubahan timeline dan struktur Proyek, maka diperlukan kesepakatan kelanjutan fasilitasi PT SMI dan perubahan Keputusan Menteri Keuangan terkait penugasan PT SMI.
Diperlukan persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk percepatan penerbitan izin lingkungan.
94
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
KERETA API MAK
NILAI INVESTASI: RP 6,4 TRILIUN
LOKASI: MAKASSAR DAN PAREPARE, SULAWESI SELATAN
AREPARE
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SKEMA PENDANAAN: APBN
RENCANA MULAI OPERASI : 2018
DESKRIPSI PROYEK Proyek Kereta Api Makassar – Parepare sepanjang 144 km merupakan bagian dari jaringan kereta api Trans Sulawesi yang akan menghubungkan seluruh Pulau Sulawesi.
SIGNIFIK ANSI PROYEK Merupakan sarana perkerataapian Sulawesi Selatan bagian barat dimana dapat berperan sebagai sarana transportasi yang mampu mendukung permintaan angkutan penumpang dan perpindahan barang. Jalur kereta api akan menghubungkan pelabuhan di Parepare dan di Makassar.
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN
19 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
NO
KEGIATAN
1
PRA- KUALIFIKASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
2
PENGUMUMAN PEMENANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
3
PENGADAAN TANAH KEMENTERIAN AGRARIA
44
KONSTRUKSI PEMENANG LELANG
5
OPERASI PEMENANG LELANG
JUL-15
AUG-15
2016
2017
2018
95
STATUS TERAKHIR Saat ini sedang dilakukan proses lelang untuk konstruksi pengerukan tanah jalur rel untuk pembangunan 30 km pertama dan proses pengadaan tanah. Pengumuman lelang akan dilakukan pada awal bulan Agustus 2015 dan penandatanganan kontrak ditargetkan pada pertengahan bulan Agustus 2015.
SKEMA PENDANAAN Proyek ini akan menggunakan dana yang telah dialokasikan dalam APBN melalui Kementerian Perhubungan.
PENGADAAN TANAH Telah dialokasikan dana sebesar Rp 350 milyar oleh pemerintah pusat untuk pembayaran dana pengadaan tanah sepanjang 70 km.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN
Pengumuman lelang konstruksi pada awal bulan Agustus 2015.
96
Penandatanganan dokumen kontrak antara Kementerian Perhubungan dan pemenang lelang berdasarkan hasil pengumuman lelang konstruksi pada pertengahan bulan Agustus 2015.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PELABUHAN HUB INTERNASIONAL KUALA TANJUNG
NILAI INVESTASI: RP 30 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
LOKASI: KUALA TANJUNG, SUMATERA UTARA
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SKEMA PENDANAAN: BELUM DITENTUKAN
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK Pembangunan hub internasional Kuala Tanjung bertujuan untuk menjadi pintu masuk lalu lintas logistik internasional ke wilayah barat Indonesia. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2015, pembangunan pelabuhan ini akan meningkatkan volume arus peti kemas hingga 12,4 juta TEUs pada tahun 2039. Peningkatan volume arus peti kemas ini berasal dari permintaan yang berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei hingga Provinsi Jambi dan diasumsikan bahwa pelabuhan akan memperoleh tambahan permintaan dari empat pelabuhan kompetitor yaitu Port of Singapore, Port of Tanjung Pelepas, Port Klang dan Pelabuhan Penang.
20 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
SIGNIFIKANSI PROYEK Dengan hub internasional diharapkan Indonesia dapat menikmati demand pelabuhan yang selama ini dinikmati oleh Singapura dan Malaysia. Berdasarkan dari Rencana Pelabuhan Kuala Tanjung Tahun 2012, pembangunan Pelabuhan ini akan mengakomodir kargo untuk mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Pelabuhan Belawan.
97
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Desember 2013
2016
STATUS TERAKHIR Kementerian Perhubungan telah melakukan kajian dengan hasil berupa studi kelayakan untuk pembangunan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung dengan skema pendanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Akan tetapi masih diperlukan penyempurnaan studi kelayakan tersebut terutama terkait skema pendanaan yang lebih baik dan cepat. Opsi pendanaan adalah dengan APBN, Penugasan BUMN (PT Pelindo I) atau KPBU. KPPIP akan mengalokasikan anggaran untuk penyempurnaan studi kelayakan tersebut.
SKEMA PENDANAAN Skema pendanaan belum ditentukan. Proyek ini berpotensi menggunakan skema KPBU. Peran pemerintah dan pihak swasta akan ditentukan kemudian setelah studi selesai.
PENGADAAN TANAH Saat ini proses pengadaan tanah belum ditentukan dan masih menunggu hingga studi selesai.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN
Mendorong Kementrian Perhubungan untuk mempercepat penyiapan proyek Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung melalui koordinasi dengan KPPIP.
98
Penyempurnaan kebijakan di sektor kepelabuhanan terkait sinkronisasi Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung Sauh (Batam) serta efektifitas pelaksanaan sistem cabotage.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
PELABUHAN HUB INTERNASIONAL BITUNG
NILAI INVESTASI: RP 34 TRILIUN
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: 2017
LOKASI: BITUNG, SULAWESI UTARA
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SKEMA PENDANAAN: BELUM DITENTUKAN
RENCANA MULAI OPERASI: 2019
DESKRIPSI PROYEK Pelabuhan ini dipilih sebagai Pelabuhan Hub Internasional di Kawasan Timur Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:
21 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
1
Pertumbuhan di Wilayah Timur Indonesia memiliki potensi lebih tinggi dibandingkan dengan Wilayah Barat Indonesia;
2
Dinamika logistik di Wilayah Timur Indonesia diharapkan bertumbuh secara eksponensial.
SIGNIFIKANSI PROYEK Pelabuhan ini akan mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung yang dinyatakan sebagai salah satu prioritas pemerintah. Di samping itu, keberadaan Pelabuhan Hub Internasional Bitung juga akan mendukung kegiatan industri di kawasan timur Indonesia meliputi Ambon dan Ternate (pertanian, industri dan pertambangan) serta Samarinda, Balikpapan, Tarakan dan Nunukan (batubara, minyak bumi dan kayu lapis).
99
RENCANA JADWAL PELAKSANAAN Pra-Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Desember 2013
2016
STATUS TERAKHIR Lokasi pelabuhan sudah ditetapkan di lokasi pelabuhan eksisting. Apabila dibutuhkan pengembangan kapasitas, maka dapat diperluas ke lokasi KEK Bitung. Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tertarik untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk pengembangan Pelabuhan Hub Internasional Bitung dan kawasan KEK di sekitarnya. Di sisi lain, Pemerintah Korea Selatan juga melakukan studi terkait pengembangan KEK Bitung.
SKEMA PENDANAAN Proyek ini memiliki potensi untuk dikembangkan melalui skema KPBU. Peran pemerintah dan pihak swasta akan ditentukan kemudian setelah studi selesai.
PENGADAAN TANAH Saat ini proses pengadaan tanah belum ditentukan dan masih menunggu hingga studi selesai.
TINDAK LANJUT YANG DIBUTUHKAN Setelah dilakukannya studi oleh Pemerintah RRT dan Korea Selatan, perlu diberikan instruksi top down terkait skema pengembangan Pelabuhan Hub Internasional Bitung dan KEK Bitung ke depannya sehingga terdapat kejelasan tenggat waktu pelaksanaan proyek Hub Internasional Bitung.
100
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
C. PROFIL 22 PROYEK PRIORITAS
REVITALISASI 10 BANDARA
NILAI INVESTASI: BELUM DITENTUKAN
L
RENCANA MULAI KONSTRUKSI: BELUM DITENTUKAN
PENANGGUNG JAWAB PROYEK: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SENTANI,
TARAKAN SOEKARNO, BEN S. BABULLAH, TERN RADEN INTEN II, LAMPUN TJILIK RIWUT, PALANGKARAYA; MUTIARA, P HAS HANANDJOEDIN, TANJUNG PANDAN MATAHORA, LABUAN WAKATOBI; DAN BAJO, KOMODO
SKEMA PENDANAAN: BELUM DITENTUKAN
RENCANA MULAI OPERASI: BELUM DITENTUKAN
DESKRIPSI PROYEK Revitalisasi 10 bandara kecil-menengah di seluruh Indonesia yang akan meningkatkan standar operasional bandara-bandara tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisata dan perekonomian wilayah serta menyediakan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat.
SIGNIFIKANSI PROYEK
22 Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Revitalisasi 10 bandara skala kecil-menengah di seluruh Indonesia bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di Indonesia dan menopang pertumbuhan ekonomi. Proyek ini diharapkan dapat menggunakan skema KPBU. Selain terkendala pendanaan, motivasi dalam mengundang Badan Usaha ialah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan efisiensi, penilaian manajemen berbasis standar kinerja, terciptanya sharing risiko dan sumber daya. Harapannya dengan skema KPBU, pemeliharaan dan operasional bandara ke depannya dapat lebih efisien dan berkualitas tinggi.
101
STATUS TERAKHIR Proyek ini awalnya dicanangkan untuk digabungkan (bundle) menjadi satu proyek dan menggunakan skema KPBU untuk brownfield project. Pada 4 Desember 2013 telah dilakukan market consultation yang dihadiri oleh 38 institusi dimana 25 institusi merupakan calon investor/operator. International Finance Corporation (IFC) dan Indonesia Infrastructure Finance (IIF) telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait dukungan yang dapat mereka berikan untuk menyiapkan prastudi kelayakan dan dukungan transaction advisory untuk skema KPBU. Penandatanganan MoU antara IIF dan Kementerian Perhubungan tertunda karena terdapat usulan dari Menteri Perhubungan untuk menjadikan proyek ini sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Dalam hal Kementerian Perhubungan tidak mengubah posisinya terkait rencana mengundang partisipasi Badan Usaha, maka opsi yang dapat segera dilaksanakan adalah mengembangkan tiga bandara KPBU, yaitu Bandara Raden Inten II, Lampung; Bandara Mutiara, Palung; dan Bandara Labuan Bajo, Komodo. Opsi ini sejalan pula dengan arahan dari Wakil Presiden agar beberapa bandara menggunakan KPBU sehingga diharapkan tiga bandara yang telah diseleksi dapat dijadikan sebagai proyek percontohan (model project) KPBU. Saat ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional telah melakukan lelang konsultan untuk melakukan review studi salah satu bandara, yaitu Bandara Raden Inten II di Lampung.
SKEMA PENDANAAN Saat ini PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) tengah melakukan kajian untuk mengidentifikasi bandara yang paling siap untuk dikerjasamakan melalui skema KPBU.
PENGADAAN TANAH Saat ini proses pengadaan tanah belum berjalan mengingat masih dibutuhkannya kepastian kebijakan untuk pelaksanaan proyek ini.
102
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
KPPIP bab 3_hal103.pdf 1 10/12/2015 18:07:50
pilot project
brownfield
SINKRONISASI REGULASI TERKAIT INFRASTRUKTUR
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
105
Peraturan Presiden No. 75 Pasal 10 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas mengatur bahwa KPPIP mempunyai tugas:
1. Menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas
2. Memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas
3. Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas
4. Menetapkan standar kualitas pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya
5. Memfasilitasi penyiapan infrastruktur prioritas
6. Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas
Berdasarkan tugas yang diberikan, KPPIP dapat mendampingi, memfasilitasi, mengkoordinasikan, memberikan rekomendasi perubahan dan/atau penerbitan baru peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk percepatan penyediaan infrastruktur, termasuk menyelesaikan hambatan yang timbul dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam rangka sinkronisasi regulasi terkait infrastruktur, berikut ini merupakan hal-hal yang telah dilakukan oleh KPPIP terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mempercepat penyediaan infrastruktur.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
107
A. REGULASI YANG MENJADI FOKUS KPPIP Sesuai dengan mandat yang diberikan, kegiatan KPPIP akan lebih mengutamakan perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur. Peraturan tersebut dapat berupa peraturan yang diperlukan oleh internal KPPIP dalam melaksanakan tugasnya, maupun peraturan atas setiap jenis infrastruktur (sektoral) dan peraturan lintas sektoral yang diperlukan untuk melakukan percepatan penyediaan infrastruktur. Peraturan yang diperlukan oleh internal KPPIP meliputi peraturan yang mengatur pembentukan organisasi dibawahnya, tata cara penetapan dan penyediaan infrastruktur prioritas, serta pemantauan dan pengendaliannya. Hal ini sesuai dengan mandat yang diberikan dalam Pasal 12, Pasal 15, dan Pasal 27 dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014. Hingga tanggal diterbitkannya laporan ini, berikut ini merupakan peraturan yang telah diterbitkan: a. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 127 Tahun 2015 tentang Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; b. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 129 Tahun 2015 tentang Tim Kerja Percepatan Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan; dan c. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 159 Tahun 2015 tentang Tim Kerja Percepatan Pembangunan Kilang Minyak Bontang.
Lebih lanjut, peraturan yang diperlukan untuk melakukan percepatan penyediaan infrastruktur adalah peraturan perundang-undangan yang memerlukan perubahan karena adanya tumpang tindih antar peraturan, atau pencabutan dan penerbitan baru peraturan perundang-undangan terkait dikarenakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan penyediaan infrastruktur. Sejak dibentuk pada tanggal 17 Juli 2014, KPPIP telah mendampingi, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan perubahan-perubahan peraturan yang memiliki peran strategis dalam penyediaan infrastruktur. Hingga tanggal diterbitkannya laporan ini, peraturan-peraturan tersebut antara lain:
a. Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera; b. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang dicabut dan diganti dengan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan c. Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang diubah dengan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Namun demikian, masih terdapat peraturan-peraturan yang masih berlangsung proses penyusunan dan/atau pendampingannya oleh KPPIP. Peraturan-peraturan tersebut antara lain: a. Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri; b. Perubahan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; c. Perubahan Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera;
g. Peraturan tentang Tim Pelaksana dan Tim Kerja Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; h. Peraturan tentang Sekretariat Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; i.
Peraturan tentang Pelaksana Manajemen Proyek (Project Management Office); dan
j.
Peraturan tentang Tim Teknis dari Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
d. Peraturan tentang Tata Cara Pelaksanaan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; e. Peraturan tentang Daftar Infrastruktur Prioritas; f. Peraturan tentang Tim Kerja Percepatan Pengadaaan Tanah Infrastruktur Prioritas;
108
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
B. KENDALA TERKAIT REGULASI KPPIP telah melakukan identifikasi awal terhadap beberapa peraturan yang menghambat dan/atau diperlukan guna mempercepat penyediaan infrastruktur. Berikut ini merupakan identifikasi awal atas peraturan yang dimaksud:
LINTAS SEKTORAL
Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Negara
Pemerintah melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan ("UU 3/2015") telah mengalokasikan penambahan penyertaan modal negara pada BUMN antara lain: PT SMI, PT PII, PT Angkasa Pura II, PT ASDP, PT Pelni, PT PLN, PT Pelindo IV, PT KAI, dan Perum Perumnas. BUMN tersebut memiliki peran strategis dalam pengembangan infrastruktur di indonesia, baik dalam sisi pembiayaan, penjaminan, konstruksi, maupun pengelolaan infrastruktur. Dalam rangka mempercepat pembangunan dan meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia, perlu segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang penambahan penyertaan modal negara terhadap masing-masing BUMN tersebut.
Penerbitan Peraturan Presiden dalam rangka penugasan terhadap BUMN untuk penyediaan infrastruktur
Pemerintah akan melakukan beberapa penugasan pengembangan infrastruktur kepada BUMN, seperti LRT kepada PT Adhi Karya dan Kilang Minyak Bontang kepada PT Pertamina. Selain itu, diperlukan pula revisi terhadap peraturan presiden tentang penugasan kepada PT Hutama Karya untuk pembangunan jalan tol Trans Sumatera. Peraturan presiden penugasan terdiri atas: 1. Peraturan Presiden penugasan LRT – PT Adhi Karya; 2. Peraturan Presiden penugasan refinery – PT Pertamina; 3. Peraturan Presiden pedoman refinery – PT Pertamina; dan 4. Revisi Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 – PT Hutama Karya. Peraturan Presiden mengenai penugasan ini perlu segera diterbitkan, sehingga penyediaan infrastruktur dapat segera dilaksanakan oleh BUMN bersangkutan.
Perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 j.o. Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.011/2013 terkait insentif pajak dalam rangka penanaman modal
Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur bahwa penanaman modal dalam pembangunan infrastruktur bisa diberikan fasilitas perpajakan seperti pembebasan/keringanan bea masuk/PPh/PPN impor barang modal. Salah satu Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 j.o. Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.011/2013 hanya mengatur pengecualian PPh untuk kereta api dan suku cadang serta peralatan perbaikan atau pemeliharaan sarana dan prasarana yang di impor dan digunakan oleh PT KAI. Belum terdapat peraturan khusus yang mengatur insentif perpajakan untuk penanaman modal dalam bidang infrastruktur secara luas sehingga perlu ditetapkan suatu Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan insentif perpajakan tersebut. Insentif perpajakan untuk penanaman modal di bidang infrastruktur diharapkan mampu meningkatkan minat investor untuk investasi pada bidang infrastruktur.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
109
Penerbitan Peraturan Presiden tentang direct lending BUMN
Saat ini Kementerian Keuangan sedang melakukan penyusunan Peraturan Presiden mengenai direct lending, dimana pemerintah akan juga memberikan jaminan terhadap direct lending oleh BUMN yang mendapat penugasan dari pemerintah. Peraturan Presiden mengenai direct lending ini perlu untuk segera diterbitkan mengingat akan terdapatnya beberapa penugasan pemerintah kepada BUMN dalam waktu dekat. Sehingga, BUMN yang diberikan penugasan dapat memperoleh pembiayaan yang diperlukan dalam melakukan penyediaan infrastruktur.
Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment)
Pasal 13 ayat (5) Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur ("Perpres 38/2015") memberikan mandat bagi Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk menerbitkan peraturan menteri mengenai pembayaran ketersediaan layanan. Hingga laporan ini diterbitkan kedua Kementerian tersebut masih dalam tahap penyusunan peraturan yang dibutuhkan.
Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif Perpajakan bagi Pihak yang Berhak dalam Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
Pasal 122 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (dan perubahannya) mengatur bahwa Pihak yang berhak menerima ganti kerugian dapat diberikan insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif tersebut diberikan apabila Pihak yang berhak: a. Mendukung penyelenggaraan pengadaan tanah; b. Tidak melakukan gugatan atas penetapan lokasi dan/atau putusan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Belum terdapat peraturan yang mengatur tata cara memperoleh dan mendapatkan insentif tersebut.
Perubahan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 telah menetapkan para ketua dan anggota KPPIP. Dalam perkembangannya terdapat anggota lain yang perlu diikutsertakan dalam KPPIP, antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Tata Cara Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Infrastruktur Prioritas memberikan mandat kepada Ketua KPPIP untuk mengatur mengenai standar kualitas pra-studi kelayakan hingga tata cara penyediaan infrastruktur prioritas.
Untuk meningkatkan koordinasi dalam percepatan penyediaan infrastruktur prioritas, perlu mengubah Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014.
Salah satu hambatan penyediaan infrastruktur adalah kurangnya kualitas studi atas infrastruktur sehingga mengakibatkan kurangnya kelayakan proyek penyediaan infrastruktur.
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mengatur bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
Perubahan UndangUndang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Penunjukan langsung seharusnya dapat pula dilakukan dalam hal: a. Penugasan kepada BUMN konstruksi; dan b. Salah satu peserta konsorsium dalam pengadaan badan usaha KPBU merupakan kontraktor. Ditambahkan syarat keadaan tertentu dalam peraturan perundangan tentang jasa konstruksi dalam hal penunjukan/pemilihan langsung kontraktor.
110
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 45 Tahun 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Transportasi
Penerbitan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pengadaan Badan Usaha dalam Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 45 Tahun 2015 mensyaratkan modal disetor untuk izin Badan Usaha Bandar Udara sebesar Rp 1 Triliun. Apabila modal disetor sebesar Rp 1 Triliun, maka badan usaha bandar udara harus memiliki modal dasar minimal Rp 4 Triliun. Apakah hal tersebut akan meningkatkan atau menghambat masuknya investor untuk terlibat dalam penyediaan infrastruktur sektor Kebandar Udaraan.
Pasal 47 ayat (3) Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Badan Usaha Pelaksana ditetapkan oleh LKPP dalam jangka waktu 30 hari sejak perpres ditetapkan (20 Maret 2015). Hingga saat ini peraturan tersebut belum diterbitkan, sehingga PJPK terkait belum dapat melaksanakan pengadaan badan usaha dalam rangka KPBU penyediaan infrastruktur.
SEKTORAL
Pasal 237 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur bahwa untuk pengusahaan bandar udara yang dilakukan oleh badan usaha bandar udara, seluruh atau sebagian modalnya harus dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.
Perubahan UndangUndang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Mengingat investasi pembangunan bandar udara memerlukan biaya investasi yang besar, ketentuan tersebut dapat mengurangi minat investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bidang bandar udara dikarenakan (1) sulitnya mencari partner investasi dan (2) pengembalian biaya investasi yang kecil dikarenakan kepemilikan saham yang terbatas. Disarankan agar investor asing dapat memiliki secara keseluruhan saham dalam badan usaha bandar udara. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan mengatur bahwa jalan tol yang diberikan oleh pemerintah untuk dikelola oleh badan usaha dilakukan melalui pelelangan secara transparan dan terbuka.
Perubahan UndangUndang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU membuka pemilihan badan usaha penyedia infrastruktur dengan mekanisme penunjukan langsung. Agar dipertimbangkan mekanisme penunjukan langsung dalam rangka pemilihan badan usaha untuk penyelenggaraan jalan tol. Dengan demikian dapat dilakukan percepatan penyediaan infrastruktur dalam sektor jalan tol.
Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Sumber Daya Air
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Dengan adanya pembatalan secara keseluruhan terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi mengakibatkan berlakunya kembali Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Dengan berlaku kembalinya Undang-Undang No. 11 Tahun 1974, pengusahaan dalam sektor SDA hanya dapat dilakukan oleh badan hukum, badan sosial, atau perorangan dengan memperoleh izin dari pemerintah terlebih dahulu. Dengan demikian diperlukan kejelasan untuk memperoleh izin pengusahaan SDA dari pemerintah. Diperlukan adanya suatu pengaturan yang memberikan kepastian hukum dalam perolehan izin dari pemerintah untuk pengusahaan SDA.
111
Pemerintah berencana untuk melakukan pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW dalam jangka waktu 2015-2019.
Penerbitan Peraturan Presiden tentang Pembangunan Listrik 35.000 MW
Penerbitan Peraturan Presiden tentang Penugasan Perumahan Nasional Program 1 Juta Rumah
Preseden sebelumnya, fast track program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW diatur melalui peraturan presiden dan diatur mengenai jaminan kelayakan usaha (business viability gap letter atau BVGL) yang diberikan oleh Menteri Keuangan terhadap program tersebut. Perlu adanya peraturan yang menjamin kelayakan usaha atas percepatan pembangunan listrik 35.000 MW tersebut guna menarik minat investor untuk pengembangan tenaga listrik.
Pemerintah telah menyusun program pembangunan 1 juta rumah yang akan dilakukan penugasan kepada Perusahaan Umum Perumnas. Belum terdapat peraturan yang mengatur untuk memberikan penugasan khusus bagi Perumnas dalam melaksanakan program pemerintah tersebut. Selain itu, kami memahami bahwa pemerintah saat ini masih dalam proses penyusunan RUU Tapera. RUU Tapera ini perlu segera disahkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau. Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 27 Tahun 2014 mengatur bahwa tarif listrik untuk kapasitas pembangkit listrik sampai dengan 10.000 MW mengikuti tarif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 27 Tahun 2014 dan tanpa eskalasi harga.
Perubahan Peraturan Menteri ESDM No. 27 Tahun 2014
Kerjasama pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pembangkit listrik energi terbarukan bisa dilakukan sampai dengan 20 tahun. Perlu dipertimbangkan adanya revisi ketentuan bahwa eskalasi tarif listrik dapat dilakukan sepanjang waktu kerjasama mengingat kerjasama tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.
C. UPAYA PENYELESAIAN HAMBATAN OLEH KPPIP Dalam rangka penyelesaian hambatan terkait peraturan sebagaimana disebutkan di atas, KPPIP telah merencanakan untuk melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan pemangku kepentingan terkait. FGD akan dilakukan berdasarkan sektor masing-masing. Hingga diterbitkannya Laporan ini, KPPIP telah melakukan FGD dengan sektor pelabuhan dan bandar udara. Berikut merupakan masukan yang diberikan dari FGD tersebut:
1. Sektor Pelabuhan a. Persyaratan modal sebesar Rp 50 Milyar memberatkan para pengusaha perusahaan pelayaran kelas menengah dan kecil. Usulan yang diberikan adalah untuk membagi persyaratan modal berdasarkan kelas. (contoh: perusahaan pelayaran kelas A, B, atau C).
112
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
b. Persyaratan modal disetor sebesar Rp 1 Triliun untuk pelabuhan umum ditujukan agar proyek infrastruktur dimenangkan oleh pihak yang mampu. Adapun hambatan secara umum adalah: Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 95 Tahun 2015 tentang Pedoman Penetapan Harga Jual (Charge) Jasa Kepelabuhanan yang Diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; Koordinasi dengan pihak lain; dan Keringanan dalam bidang investasi untuk menarik para investor. c. Beberapa peraturan yang diidentifikasi menghambat pelaku usaha sektor pelabuhan adalah:
Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan; Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 40 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan; dan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 95 Tahun 2015 tentang Pedoman Penetapan Harga Jual (Charge) Jasa Kepelabuhanan yang Diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. d. Mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur merupakan opsi pendanaan yang sangat potensial untuk pengembangan infrastruktur pelabuhan dibandingkan pembiayaan lainnya, sehingga perlu untuk dikembangkan lebih lanjut.
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan;
2. Sektor Bandar Udara PT Sarana Multi Infrastruktur telah melakukan evaluasi terkait regulasi yang menghambat dalam penyediaan infrastruktur pada sektor bandar udara, namun evaluasi yang dilakukan terbatas pada bidang Kerjasama Pemerintah Swasta. PT Sarana Multi Infrastruktur akan menyampaikan hasil evaluasi tersebut dan memberikan usulan antara lain: Untuk memperkuat peraturan sektor; dan Untuk membuat Peraturan Presiden.
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
113
RENCANA KPPIP KE DEPAN
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
115
Tahun 2015 merupakan tahun pembentukan organisasi dan penguatan operasional KPPIP. Sejak awal operasi selama 6 bulan pertama, fokus pelaksanaan mandat KPPIP ditekankan kepada:
1
2
Pemberian fasilitas penyiapan proyek, termasuk di dalamnya fasilitas Pra-Studi Kelayakan/Outline Business Case, fasilitas kajian AMDAL, dan bentuk fasilitas lain dalam tahap penyiapan Proyek Prioritas yang diidentifikasi di 2015;
3
4
Melakukan debottlenecking terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas;
5
Pemetaan perbaikan peraturan-peraturan di sektor infrastruktur; Pembentukan Project Management Office yang diisi oleh profesional dari swasta yang bekerja penuh waktu di KPPIP; Pembentukan image KPPIP terutama melalui sosialisasi kepada pemangku kepentingan terkait.
Ke depannya, KPPIP telah menyiapkan roadmap sebagai acuan pengembangan institusi dalam kurun waktu tiga tahun. Berikut merupakan ringkasan dari roadmap KPPIP:
ROADMAP KPPIP TAHUN 2015-2017
STRATEGI
2015 Project Management Office (PMO) KPPIP telah terbentuk dan beroperasi Fasilitas penyusunan pra-studi kelayakan, Value for Money dan Kajian AMDAL disediakan untuk 3 pilot projects Tata Kelola Organisasi (SOP) dan mekanisme monitoring & debottlenecking telah terbentuk Pelaksanaan percepatan proyek prioritas (success story) Pemetaan perbaikan peraturan di sektor infrastruktur Platform pembuatan keputusan berbasis TI telah terbentuk Rancangan organisasi dan sistem pengadaan telah tersedia Sosialisasi untuk pembentukan image KPPIP Penyiapan program pengembangan kapasitas
2016 Seluruh tim kerja telah dibentuk dan beroperasi Penguatan kapasitas dan kinerja tim kerja KPPIP melalui penyediaan konsultan pendukung PMO tim kerja Panel konsultan telah dibentuk dan berjalan Pelaporan berbasis TI dan platform pengambilan keputusan telah tersedia dan mulai digunakan Kontinuitas pemberian fasilitas Pre-FS/OBC dan fasilitas penyiapan lainnya untuk Daftar Proyek Prioritas 2016 Penyusunan serta penetapan pedoman Pre-FS/OBC dan pengambilan keputusan atas skema pendanaan untuk beberapa sektor dengan urgensi dan kesiapan paling tinggi Sosialisasi dan peningkatan kapasitas, termasuk penyusunan desain formal pengembangan kapasitas yang dikembangkan KPPIP
2017 Penguatan pengembangan institusi KPPIP dengan kewenangan yang lebih kuat dalam mempercepat dan memastikan penyediaan proyek infrastruktur prioritas Sistem dan lingkungan yang kondusif untuk implementasi proyek-proyek KPPIP telah terbentuk melalui perbaikan peraturan dan koordinasi Pedoman Pre-FS/OBC dan penetapan skema pendanaan telah diadopsi oleh penanggungjawab program Sosialisasi dan peningkatan kapasitas KPPIP secara menyeluruh telah tersedia dan telaksana dengan baik Pembentukan lembaga riset untuk infrastruktur PMO pengembangan kapasitas telah menjalankan inisiatif atau program strategis yang telah dimanfaatkan
Pembentukan PMO pengembangan kapasitas untuk mendorong penyediaan SDM yang cukup dan berkualitas di sektor infrastruktur
TARGET
Persiapan operasionalisasi dan pembentukan image KPPIP
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Penguatan kelembagaan KPPIP termasuk tim kerja
Penciptaan sistem dan lingkungan yang kondusif untuk percepatan proyek infrastruktur
117
Untuk tahun 2016, KPPIP telah menyusunan target pencapaian yang akan disempurnakan dengan melihat kemajuan kinerja di Semester II 2015. Target pencapaian untuk tahun 2016 akan ditetapkan di tingkat Tim Pelaksana KPPIP di akhir Semester II 2015.
Target Pencapaian Untuk Tahun 2016
Operasional KPPIP
Project Delivery
1.
Penetapan proyek prioritas tahun 2016;
2.
Mendorong minimum 20% proyek prioritas kategori A* yang berjumlah maksimum 22 proyek untuk mencapai Financial Close dan memastikan pelaksanaannya tepat sasaran dan tepat waktu;
3.
Mendorong minimum 40% proyek prioritas kategori tipe B** yang berjumlah maksimum 10 proyek dan memastikan pelaksanaannya tepat sasaran dan tepat waktu;
4.
Melakukan penyelesaian terhadap 70% permasalahan yang timbul baik bersifat major atau minor dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas.
1.
Penyerapan dana APBN KPPIP yang maksimal dan tepat guna;
2.
Panel Konsultan terbentuk dalam upaya percepatan pelaksanaan pengadaan konsultan untuk penyerapan proyek (OBC facility);
3.
Tersedianya platform pengambilan keputusanberbasis TI.
Perbaikan Regulasi
Sosialisasi & Pengembangan Kapasitas
1. Melakukan sinkronisasi berbagai aturan yang ada untuk meminimalisir aturan yang tumpang tindih;
1. Mengirim 5 staf KPPIP untuk mengikuti short-course di universitas terbaik luar negeri;
2. Mengadakan rangkaian FGD untuk penyusunan Undang-Undang infrastruktur;
2. Penerbitan laporan semester;
3. Penyusunan peraturan yang mengatur skema insentif dan disinsentif guna mempercepat proyek prioritas.
3. Sosialisasi KPPIP ke 20 provinsi dan kota; 4. Menetapkan program pengembangan kapasitas secara formal sebagai bagian dari skema insentif.
Penguatan Kerja
1. Seluruh tim kerja telah dibentuk dan beroperasi; 2. Pemberdayaan tim kerja KPPIP melalui penyediaan konsultan pendukung PMO tim kerja; 3. Sosialisasi dan peningkatan kapasitas KPPIP.
* Kategori tipe A merupakan proyek yang telah diseleksi dan sedang disiapkan/dipantau oleh KPPIP. ** Kategori tipe B merupakan proyek yang membutuhkan usaha minor (terkendala 1-2 perizinan) untuk memastikan proyek dapat berjalan.
118
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Daftar Istilah ACSR AMDAL A/P APBD APBN BBWS BED BLU BOD BOT BPKP BPN BUMD BUMN B2B CJPP COD DED EPC FEED FID FGD GRR G2G HoA HSR HVDC IDC IFC IPP IPAL JICA JSS JV JVA K/L KEK KfW Kepmenko Kemenko KLHS Kementerian PUPR KPBU KPPIP LoI LKPP LRT MoU MP3EI
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Aluminum Conductor Steel Reinforced Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Availability Payment/ Pembayaran Ketersediaan Layanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Balai Besar Wilayah Sungai Basic Engineering Design Badan Layanan Umum Biological Oxygen Demand Build-Operate-Transfer Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Badan Pertanahan Nasional Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Business to Business Central Java Power Plant Commercial Operation Date Detailed Engineering Design Engineering Procurement and Construction Front End Engineering Design Final Investment Decision Focus Group Discussion Grass Root Refinery Government to Government Head of Agreement High Speed Railway High Voltage Direct Current Indefinite Delivery Contract International Finance Corporation Independent Power Producer Instalasi Pengolahan Air Limbah Japan International Corporation Agency Jakarta Sewerage System Joint Venture Joint Venture Agreement Kementerian/Lembaga Kawasan Ekonomi Khusus Kreditanstalt fur Wiederaufbau/German Development Bank Keputusan Menko Perekonomian Kementerian Koordinator Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Letter of Intent Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Light Rail Transit Memorandum of Understanding Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
121
Daftar Istilah MRT NCICD OBC ODA PDB PDRB PID PMK Perda Perpres Perum PJP PLTA PLTM PLTU PMO PMN PJPK PP PPh PPN PPA PPP PT IIF PT PII PT PLN PT SMI PTPIN PQ PSO RDMP RfP RPJMN RRT RTRW SBOT SHIA SLA SOP SPAM SGCC TI UP3KN VfM VGF WEF WTP W2E
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Mass Rapid Transit National Capital Integrated Coastal Development Outline Business Case/ Pra-Studi Kelayakan Official Development Assistance Produk Domestik Bruto Produk Domestik Regional Bruto Pre-Investment Decision Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Daerah Peraturan Presiden Perumahan Umum Penanggung Jawab Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Pembangkit Listrik Tenaga Uap Project Management Office Penyertaan Modal Negara Penangggung Jawab Proyek Kerjasama Peraturan Pemerintah Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Power Purchase Agreement Public-Private Partnership PT Indonesia Infrastructure Finance PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia PT Perusahaan Listrik Negara PT Sarana Multi Infrastruktur Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Pre-Qualification Public Service Obligation/ Kewajiban Pelayanan Umum Refinery Development Master Plan/Revitalisasi Kilang Minyak Eksisting Request for Proposal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Republik Rakyat Tiongkok Rencana Tata Ruang Wilayah Supported-Build-Operate-Transfer Soekarno-Hatta International Aiport Service Level Agreement Standard Operating Procedure Sistem Penyediaan Air Minum State Grid Corporation of China Teknik Informatika Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Value for Money Viability Gap Funding/ Dukungan Kelayakan World Economic Forum Water Treatment Plant Water to Energy
122
Daftar Gambar Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Laporan KPPIP Juni 2014-Juli 2015
Perbaikan dalam Perpres No. 38 Tahun 2015 Proses Pengadaan Tanah Sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tugas dan Mandat KPPIP sesuai Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 Struktur Organisasi KPPIP Klasifikasi Anggaran KPPIP
123
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: A. Menara Merdeka, Lt. 8 Jalan Budi Kemuliaan I No. 2 Jakarta 10110, Indonesia T. +62 21 2957 3771, +62 21 2957 3772 F. +62 21 2957 3773 W. www.kppip.go.id