LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DIPA UNDIKSHA
MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGGUNAAN BAHASA KELAS GURU-GURU PENGAMPU MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG
Dr. I Gede Budasi, M.Ed. (Ketua) NIDN. 0001125802 Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (Anggota) NIDN. 0008096602 Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D.(Anggota) NIDN. 0014076402
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK Nomor 86/UN48.15/LPM/2014 Tanggal 13 Februari 2014
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2014
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT 1. Judul : Meningkatkan Kompetensi Penggunaan Bahasa Kelas Guru-Guru Pengampu Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng 2. Ketua a. Nama Lengkap : Dr. I Gede Budasi, M.Ed. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIDN : 0001125802 d. Disiplin Ilmu : Linguistik e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa f. Jabatan : Lektor Kepala g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/j. Alamat Rumah : Jl. Surapati, Gang Manggis No. 7 Singaraja-Bali k. Telp/Faks/E-mail : 081338903491/(0362)256359/yaysurya8 @yahoo.com 3. Jumlah Anggota Pelaksana: 2 orang Anggota 1 a. Nama Lengkap : Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIDN : 0008096602 d. Disiplin Ilmu : Pendidikan Bahasa Inggris e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa f. Jabatan : Lektor Kepala g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/j. Alamat Rumah : Jl. Jelantik Gingsir No. 83, Sukasada, Singaraja, Bali k. Telp/Faks/E-mail : 081558380435/-/ made_ratminingsih @yahoo.com.au Anggota 2 a. Nama Lengkap : Dra. Luh Putu Artini, M.A.,Ph.D. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIDN : 0014076402 d. Disiplin Ilmu : Pendidikan Bahasa Inggris e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa f. Jabatan : Lektor Kepala g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/j. Alamat Rumah : Perum Asri Agung Persada Blok B/2, Jalan Tri Brata Singaraja, Bali k. Telp/Faks/E-mail : 081337212460 /-/
[email protected]
ii
4. Lokasi Kegiatan a. Nama Desa b. Kecamatan c. Kabupaten/Kota d. Propinsi
: Sukasada : Sukasada : Buleleng : Bali
5. Jumlah Biaya kegiatan 6. Lama Kegiatan
: Rp. 9.500.000,: 8 bulan
Singaraja, 8 September 2014 Mengetahui, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha
Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. P.K. Nitiasih, M.A. NIDN. 0026066203
Dr. I Gede Budasi, M.Ed. NIDN. 0001125802 Mengetahui Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIDN. 0001015913
iii
KATA PENGANTAR
Kami memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga kegiatan P2M yang berjudul “Meningkatkan Kompetensi Penggunaan Bahasa Kelas Guru-Guru Pengampu Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dalam kesempatan ini, kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan P2M ini, antara lain: Ucapan terima kasih ditujukan kepada Rektor Universitas Pendidikan Ganesha, yang dalam hal ini melalui LPM telah menyalurkan dana DIPA untuk pelaksanaan P2M ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala UPP Kecamatan Sukasada, staf, dan Pengawas Sekolah yang telah mendukung dan menyambut baik kegiatan P2M ini. Pelaksana juga mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua panitia dan peserta yang telah berpartisipasi dalam kegiatan P2M ini. Terima kasih yang tulus juga kami ucapkan kepada bapak Kepala Sekolah SD No.4 Panji Anom, yang telah mengijinkan kami untuk menggunakan sekolah yang dipimpinnya sebagai tempat pelaksanaan kegiatan P2M ini, Kepada semua pihak yang terlibat, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, kami ucapkan terimakasih banyak. Semoga semua kebaikannya mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pelaksana yakin bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan ini diterima dengan senang hati. Singaraja, 8 September 2014 Ketua Pelaksana,
Dr. I Gede Budasi, M.Ed. NIP. 195812311985031022 iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................... i Halaman Pengesahan .......................................................................... ii Kata Pengantar .................................................................................... iv Daftar Isi.............................................................................................. v Daftar Tabel ........................................................................................ vii Daftar Grafik ....................................................................................... viii Bab I Pendahuluan .............................................................................. 1 1.1 Analisis Situasi ................................................................... 1 1.2 Identifikasi Perumusan Masalah ......................................... 4 1.3 Tujuan Kegiatan ................................................................. 5 1.4 Manfaat Kegiatan ............................................................... 5 Bab II Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7 2.1 Peningkatan Kompetensi Guru.......................................... 7 2.2 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak) ........................... 11 2.3 Bahasa Kelas (Classroom Language) ............................... 14 Bab III Metode Pelaksanaan ............................................................... 17 3.1 Khalayak Sasaran antara yang Strategis ........................... 17 3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan .......................................... 17 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah ......................................... 18 Bab IV Hasil dan Pembahasan ............................................................ 22 4.1 Hasil Kegiatan P2M .......................................................... 22 4.1.1 Hasil Observasi Awal ............................................... 22 4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom Language) ............................................. 25 4.2 Pembahasan ....................................................................... 40 Bab V Penutup .................................................................................... 45 5.1 Simpulan ........................................................................... 45 5.2 Saran .................................................................................. 45
v
Daftar Pustaka ..................................................................................... 46 Lampiran 1 Absensi Peserta Kegiatan ................................................ 49 Lampiran 2 Foto-Foto Kegiatan .......................................................... 54 Lampiran 3 Peta Lokasi ...................................................................... 55
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Bahasa Kelas .......................................................... 15 Tabel 3.1 Rancangan Evaluasi dan Pengukuran ................................. 20 Tabel 4.1 Hasil Observasi Kegiatan Awal .......................................... 22 Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Inti ............................................. 23 Tabel 4.3 Hasil Observasi Kegiatan Akhir ......................................... 24 Tabel 4.4 Contoh Desain Pembelajaran .............................................. 26 Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Awal 1 Pasca Pelatihan ............. 29 Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Inti 1 Pasca Pelatihan ................ 29 Tabel 4.7 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 1 Pasca Pelatihan ............ 30 Tabel 4.8 Hasil Observasi Kegiatan Awal 2 Pasca Pelatihan ............. 31 Tabel 4.9 Hasil Observasi Kegiatan Inti 2 Pasca Pelatihan ................ 31 Tabel 4.10 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 2 Pasca Pelatihan .......... 33 Tabel 4.11 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan............................... 36 Tabel 4.12 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Pengetahuan dan Keterampilan .......................... 37 Tabel 4.13 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mendesain Pembelajaran .............. 38 Tabel 4.14 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mengimplementasikan .................. 39
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 1 ............................. 33 Grafik 4.2 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 2 ............................. 34 Grafik 4.3 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 3 ............................. 35
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran. Dari pihak pemerintah dimaksudkan di sini adalah kurangnya guru-guru yang memiliki kompetensi mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Terkait dengan hal ini, hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di dua kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang (26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA), berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang
1
diajarkan, maupun dari prosedur pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan. Di sisi lain, dari pihak guru, hasil wawancara informal dengan beberapa guru di Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan dengan melakukan segala aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (Ratminingsih, 2006), para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang mampu menggunakan bahasa. Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulang-ulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas. Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012) menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%) berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas pembelajaran bahasa Inggris yang memadai. Selanjutnya, dari hasil wawancara dengan KUPP Sukasada
2
(Ratminingsih & Artini, 2013), didapatkan informasi yang sangat signifikan yakni dari 63 sekolah dasar di Kecamatan Sukasada (60 SD umum dan 3 Madrasah), hanya 6% guru yang memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, selebihnya mayoritas mereka adalah guru-guru kelas yang dituntut untuk mau mengajarkan bahasa Inggris oleh karena tuntutan kurikulum. Data ini mengindikasikan bahwa masalah penyiapan tenaga yang mampu mengajarkan bahasa Inggris masih belum ditangani dengan serius oleh pemerintah. Padahal kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa Inggris, fondasinya terletak pada pembelajaran di sekolah dasar. Bila fondasi kuat, maka pembelajaran pada level berikut akan semakin kuat, namun bila fondasi goyah atau lemah, bisa dibayangkan pada level berikut siswa akan mengalami masalah yang serius. Dari hasil wawancara dengan 25 guru pengampu bahasa Inggris (Ratminingsih &Artini, 2013), semua guru (100%) menegaskan bahwa pelatihanpelatihan penyegaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris hendaknya secara berkesinambungan dilakukan. Baik KUPP dan guru meminta Undiksha sebagai LPTK untuk secara terus menerus bekerja sama dengan institusi-institusi terkait melalui kegiatan pengabdian sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dari 63 sekolah dasar yang ada di Kecamatan Sukasada pada P2M Ratminingsih dan Artini (2013), baru 25 guru yang ikut berpartisipasi, itu sebabnya atas permohonan KUPP Sukasada, kegiatan serupa masih perlu diupayakan pada tahun mendatang dengan melibatkan guru-guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah dasar yang lain. Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para guru diperkenalkan dengan berbagai ekspresiekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran. Dengan demikian, siswa menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan melalui cara
3
tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language acquisition).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi: a) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif, mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan kemudian menjelaskan makna setiap kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan. b) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran. c) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012 (76%) belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai (Ratminingsih & Budasi, 2012 dari total peserta 25 orang). d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2013 (94%) dari total 63 SD belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai (Ratminingsih & Artini, 2013). e) Guru kurang mendapat kesempatan dalam pengembangan profesionalisme melalui kegiatan-kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, seminar, dll. Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut: a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)? b) Bagaimana meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan
pembelajaran
dengan
memanfaatkan
(classroom language) yang relevan dan efektif ?
4
bahasa
kelas
1.3. Tujuan Kegiatan Sesuai dengan analisis situasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut: a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language). b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan bahasa (classroom
language).kelas yang relevan dan efektif.
1.4 Manfaat Kegiatan Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, manfaat yang dapat dipetik oleh beberapa pihak adalah sebagai berikut: a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar Kegiatan P2M ini memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan dan keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan pembelajaran yang lebih berkualitas, yaitu dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang lebih optimal. Khusus bagi guru-guru bahasa Inggris yang tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris yang memadai, kegiatan ini sangat bermanfaat dalam melatih kemampuan mereka menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna dalam proses pembelajar, sehingga dapat meningkatkan dominasi penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia.
b) Bagi Sekolah Kegiatan P2M ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris yang lebih baik, yaitu dalam
5
berkomunikasi dan berinteraksi di kelas melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language). c) Bagi Siswa Sekolah Dasar Dengan adanya pembaharuan dalam cara guru mengajarkan bahasa Inggris, yaitu melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang optimal, siswa akan berlatih secara terus menerus berkomunikasi dan berinteraksi lebih banyak dalam bahasa target (bahasa Inggris). Bila hal tersebut terus diupayakan oleh guru, maka pemanfaatan bahasa kelas akan menjadi kebiasaan (habit), yang sangat berguna dalam mempercepat proses pemerolehan bahasa target.
d) Bagi UNDIKSHA Sebagai sebuah LPTK, yang salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan pengabdian pada masyarakat, kegiatan P2M ini menjadi salah satu wujud kepedulian Undiksha untuk berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas SDM (guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng khususnya, yaitu di Kecamatan Sukasada.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peningkatan Kompetensi Guru Dalam Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diatur bahwa terdapat delapan Standar Nasional Pendidikan yang perlu diperhatikan dalam mendesain dan melaksanakan kurikulum suatu unit pendidikan, yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Dalam salah satu standar tersebut, standar pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu sukses tidaknya proses pembelajaran. Dengan demikian, pendidik dan tenaga kependidikan sekaligus merupakan subjek dari standar proses, karena yang mempersiapkan dan mengimplementasikan proses pembelajaran adalah mereka. Oleh karena itu pendidik dan tenaga kependidikan memegang peran yang sangat sentral dalam pendidikan. Pendidikan yang bermutu sangat tergantung dari keberadaan guru yang bermutu. Guru yang bermutu adalah mereka yang melaksanakan pekerjaaannya secara profesional. Sejalan dengan hal ini, Koster (2006) menegaskan pendidikan yang bermutu tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat. Menurut Surya (2003), guru yang profesional harus menguasai keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi. Agar dapat menjadi guru yang profesional, maka ada sejumlah kompetensi yang harus dikuasai. Sukidjo (2014) menyatakan bahwa iIstilah kompetensi menunjuk pada suatu kemampuan, “competence means fitness or ability” yang berarti kemampuan atau kecakapan.
Sumber dari Depdiknas
1982 (dalam
Sukidjo, 2014), menyatakan bahwa kompetensi menunjuk kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan. Menurut The National Council for Vocational Qualification (NCVQ), “a competence is
7
defined as the ability to perform an activity within an occupation. Competence is a wide concept which embodies the ability to transfer skills and knowledge to new situations … within the occupational areas and includes aspects of “key‟ skills”. Kompetensi merupakan kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam suatu pekerjaan, yang ditunjukkan oleh kemampuan mentransfer keterampilan dan pengetahuan pada situasi yang baru (dalam Sukidjo, 2014). Sementara itu, Mukminan mengutip pendapat Hall dan Jone yang menyatakan bahwa kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diamati dan diukur (Hall dan Jones dalam Mukminan, 2003 :2) Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki kompetensi berarti yang bersangkutan memiliki kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Lebih jauh, kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan sikap, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melakukan tugas keprofesionalannya, sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Ketentuan Umum UU No.14 Thn 2005). Ketentuan di atas secara eksplisit menyiratkan bahwa profesi guru terkait dengan konteks layanan ahli dalam bidang keguruan-kependidikan, karena terapan layanan ahli kependidikan itu selalu berlandaskan penguasaan akademik yang solid (Dantes, 2012). Arikunto (2002) menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi personal berhubungan dengan kemampuan guru untuk memiliki sikap kepribadian yang baik dan terpuji, sehingga layak menjadi teladan dan panutan bagi siswanya. Kompetensi sosial berhubungan dengan partisipasi sosial guru dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, baik di tempat kerja dan di tempat tinggalnya, dan kompetensi profesional adalah kemampuan yang berfokus pada pelaksanaan proses belajar mengajar dan dengan hasil belajar siswa. Sementara Dantes (2009) dan Santyasa (2011) menyebutkan empat kompetensi yang harus dikuasai oleh guru atau dosen yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi profesional,
8
kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Kompetensi pedagogi berhubungan dengan kemampuan dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran, seperti
memahami
karakteristik
peserta
didik
dan
gaya
belajarnya,
mengembangkan perangkat pembelajaran, mengembangkan strategi belajar, mengelola pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, menggunakan teknologi dalam pembelajaran, dan memberikan layanan bimbingan, kompetensi profesional menyangkut kemampuan dalam bidang studi yang ditekuni, termasuk kompetensi keterampilan
dan pengembangan dan implementasi pengetahuan, sementara
kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan yang multikultural, berinteraksi dengan efektif dan tata cara yang sopan, dan adaptif dengan berbagai kelas sosial di mayarakat, terbuka dan menghargai pendapat serta kritik orang lain. Kompetensi kepribadian terkait dengan kemampuan untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma dan agama, aturan dan sosial budaya di Indonesia, sebagai individu yang hormat, jujur, adil, berkarisma, dan memiliki integritas, loyal terhadap institusi, bertanggung jawab, dan memiliki etos kerja yang tinggi, menjunjung etika profesi, kreatif, adadptif, inovatif, dan produktif, dan menunjukkan kepemimpinan yang visioner. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa sebagai agen pendidikan yang profesional, terdapat empat kompetensi utama yang harus dikuasai oleh guru, antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Dari keempat kompetensi yang telah dikemukakan di atas, kompetensi profesional merupakan kompetensi yang paling krusial yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai prasyarat mengajarkan bidang studi yang diampu, dalam hal ini mata pelajaran bahasa Inggris. Penguasaan guru dalam bidang keahliannya, yaitu bahasa Inggris sangat menentukan bisa tidaknya mereka menjadi model penggunaan bahasa yang baik bagi peserta didik. Walker (2001 dikutip oleh Yuwono dan Harbon, 2011: 148) secara sederhana menegaskan bahwa guru bahasa Inggris disebut profesional bila mereka menguasai tiga hal utama, yaitu memiliki kualifikasi pendidikan, (2) memiliki pengetahuan yang baik terhadap bidang studi yang diajarkan, dan (3) menjadi praktisi yang cakap di dalam kelas.
9
Berdasarkan pendapat Walker di atas dan mengacu pada hasil survei (Ratminingsih,
2010),
dan hasil
wawancara dengan
guru dan
KUPP
(Ratminingsih dan Artini, 2013) dapat dikatakan bahwa para guru yang mengampu mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar belum memiliki kualifikasi yang memadai sebagai guru bahasa Inggris mengingat banyak dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris. Hal ini berdampak pada kurangnya pengetahuan mereka terhadap bidang studi yang diajarkan, sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Sebagai upaya untuk membantu para guru meningkatkan kompetensi profesionalnya khususnya pengetahuan mereka dalam mengajarkan bahasa Inggris, maka berbagai strategi pengembangan profesi dapat dilakukan baik oleh guru itu sendiri secara mandiri ataupun oleh pemerintah secara kelembagaan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan dalam jabatan (in-service training), seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya (workshop), focus group discussion, dan berbagai pengembangan profesi lainnya. Menurut Danim dan Khairil (2011:17), terdapat empat ranah untuk mewujudkan guru yang benarbenar profesional, yaitu (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu. Penyediaan guru berbasis perguruan tinggi pada hakekatnya merupakan program pendidikan yang menjadi tanggung jawab LPTK dalam memproduksi guru yang memiliki kualifikasi mengajar. Sementara induksi guru pemula dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis kepada para guru pemula yang baru diangkat untuk melaksanakan tugas sebagai guru di suatu satuan pendidikan sebelum menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Selanjutnya untuk profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan melalui berbagai cara seperti (1) pendidikan dan pelatihan, (2) workshop, (3) magang, (4) studi banding yang diatur secara kelembagaan, sedangkan profesionalisasi guru berbasis individu merupakan suatu pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru secara mandiri melalui inisiatif sendiri.
10
Terkait dengan P2M yang dilaksanakan oleh Tim pelaksana dalam kegiatan ini, kegiatan yang dilakukan untuk membantu guru dalam meningkatkan keprofesionalannya dalam mengajarkan bahasa Inggris adalah melalui pelatihan. Dalam
hal
ini
kegiatan
dimaksud
dapat
dikategorikan
pengembangan
profesionalisasi berbasis prakarsa institusi, oleh karena kegiatan yang dilakukan merupakan prakarsa dari tim pelaksana dari institusi dalam hal ini dari Undiksha sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2.2 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak) Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pebelajar, yaitu anak-anak (children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok pebelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pebelajar dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai dengan 5 tahun. McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut: Young language learners are those who are learning a foreign or second language and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the education system of most countries, young learners are children who are in the primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages of approximately five and twelve. Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pebelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5 sampai dengan 12 tahun. Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anakanak ketika belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat, mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan
11
penjelasan guru dalam proses pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anak-anak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan pajanan bahasa yang mencukupi. Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan, kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anakanak lebih baik memperoleh bahasa asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2) kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah (1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung. Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5) mereka bisa mengambil keputusan
12
terhadap apa yang harus mereka pebelajari, (6) mereka mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan dan belajar dari orang lain. Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young learners, yang berusia antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama 6 tahun (McKay, 2007), dan oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua. Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu bisa lebih berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatankekuatan pada setiap anak dan membangun kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Dalam situasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak sangat tergantung secara keseluruhan hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan mendapatkan umpan balik dari proses belajar. Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran
13
bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pelajari.
2.3 Bahasa Kelas (Classroom Language) Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresi-ekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar mengajar agar anakanak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada pebelajar anak-anak sejak awal, seperti: Good morning/afternoon Good bye Can I ...................., please? Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t What’s this called in English?/ What’s the English for ........... Whose turn id it/book is this/chair is this? Whose turn is it to .................... It’s my/your/his/her turn. Pass the .................., please. Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran
14
daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam usaha pemerolehan bahasa target. Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Contoh Bahasa Kelas Classroom Language Simple Expressions Good Afternoon. How are you today? Thank you. I’m sorry. I don’t know. Goodbye. See you next week. May I open the window? Between the children Can I borrow your ... , please? Sure. Here you are. It’s my turn. It’s your turn. May I have a ...?
Asking for help Could you repeat that, please? What’s this in English? What’s that in English? How do you spell...? I don’t understand. Please help me. How do I say...? From the teacher Guess. Please stand up. Please open your books. Let’s write/ go home. Let’s play ... What’s the weather like today? It’s time to write/ go home
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan berkomunikasi atau interaksi. Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas, tugas guru untuk memaksimalkan
15
penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas, misalnya get into pairs. Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan mendengarkan. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka.
16
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Khalayak Sasaran antara yang Strategis Peserta yang menjadi khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada, terutama para guru yang belum mendapat pelatihan terkait dengan penggunaan bahasa kelas khususnya mereka yang jauh dari kota. Ada dua alasan signifikan mengapa guru-guru di pedesaan yang diutamakan, yaitu (1) guru-guru di pedesaan kurang memiliki akses untuk meningkatkan profesionalime melalui in-service training, dengan ikut seminar, lokakarya, atau sejenisnya ke sebuah LPTK (seperti Undiksha atau institusi lain), karena berbagai alasan, seperti jarak yang jauh, biaya, dsb., dan (2) guru-guru di pedesaan, sesuai dengan hasil survei (Ratminingsih, 2010) masih banyak yang tidak memiliki latar belakang mengajar bahasa Inggris yang memadai. Terlebih lagi, hasil wawancara dengan guru-guru pada kegiatan P2M (Ratminingsih dan Budasi, 2012), dari 25 guru yang ikut berpartisipasi, 19 orang guru (76%) tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris, namun mengajar bahasa Inggris dan hasil wawancara dengan KUPP (Ratminingsih dan Artini, 2013) bahwa dari total 63 SD, hanya 6% guru yang berlatar belakang bahasa Inggris. Bukti ini mengindikasikan bahwa pelatihan penggunaan bahas kelas (classroom language) merupakan kegiatan mendesak yang harus diupayakan oleh Undiksha sebagai LPTK dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu untuk membantu para guru tersebut untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris mereka dan kualitas pembelajaran bahasa Inggris.
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan P2M ini adalah pelatihan terutama kepada para guru bahasa Inggris di sekolah dasar yang berada di wilayah Kecamatan Sukasada, yang terletak di pedesaan. Guru-guru yang diutamakan adalah mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa
17
Inggris, tetapi mereka telah mengajar bahasa Inggris. Mereka diberikan pelatihan berupa penggunaan bahasa kelas (classroom language) sebagai upaya untuk membuat pembelajaran bahasa Inggris lebih berkualitas. Oleh karena guru-guru bahasa Inggris sudah memiliki pengalaman mengajarkan bahasa Inggris, maka rancangan kegiatan berupa in-service training. Langkah-langkah kegiatan yang ditempuh adalah sebagai berikut: a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang hakikat bahasa kelas (classroom language) dan peranannya. b) Pemberian model berupa contoh-contoh bahasa kelas (classroom language). c) Praktek membuat persiapan mengajar dengan menggunakan ekspresiekspresi bahasa kelas (classroom language) secara berkelompok pada fase awal, inti, dan penutup pembelajaran. d) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan ekspresiekspresi bahasa kelas (classroom language) yang telah didesain. e) Setelah kegiatan pelatihan, para guru akan diberikan angket untuk mengetahui pendapat mereka terkait dengan kegiatan pelatihan yang telah dilakukan,. f) Observasi ke beberapa sekolah (3 sekolah) dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan kompetensi guru dalam melakukan pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas.
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Adapun kerangka pemecahan masalah yang dilakukan dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini:
18
Observasi Awal
Pelatihan
Penggunaan bahasa kelas sebelum pelatihan
Penyemaian informasi pembelajaran hakikat bahasa kelas
Penyemaian informasi contohcontoh ekspresi bahasa kelas
Observasi kelas
Ceramah dan tanya jawab
Ceramah dan tanya jawab
Pemberian model pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Demonstrasi contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
Membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Kerja kelompok membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahsa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
Demonstrasi pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
Penyebaran angket terkait dengan pendapat guru tentang pelaksanaan pelatihan
Pengisian lembar angket oleh guru-guru peserta pelatihan
Pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan pemanfaatan bahasa kelas yang telah dilatihkan sebanyak dua kali kepada tiga guru yang berbeda
Secara umum terdapat 3 kegiatan inti yang dilakukan, yaitu observasi awal pembelajaran, pelatihan dan observasi kelas setelah pelatihan. Sebelum pelatihan dimulai, tim pelaksana berkoordinasi dengan KUPP Kecamatan Sukasada dalam penentuan tempat, jadwal dan guru-guru yang dilibatkan dalam kegiatan. Pada kegiatan observasi awal tiga guru yang mengampu Bahasa Inggris dicermati
19
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran khususnya dalam pemanfaatan bahasa kelas dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan tim pelaksana. Dalam pelatihan dilakukan sejumlah tahapan kegiatan, yang meliputi penyemaian informasi tentang penggunaan bahasa kelas (hakikat bahasa kelas dan peranan bahasa kelas), pemodelan melalui pemberian contoh-contoh eskpresi bahasa kelas, yang dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Selanjutnya, peserta bekerja kelompok untuk berlatih membuat ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang dapat digunakan pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Setelah membuat contoh ekspresi-ekspresi bahasa kelas, pada langkah terakhir dari pelatihan adalah peserta mendemonstrasikan keterampilan mereka mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang telah mereka disain dalam kelompok. Selanjutnya, peserta diberikan angket untuk menjaring pendapat mereka terkait dengan efektivitas kegiatan. Kegiatan selanjutnya adalah observasi kelas ke tiga sekolah untuk mengetahui apakah para guru telah mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan
dalam
menggunakan
bahasa
kelas
dalam
melaksanakan
pembelajaran di kelas yang mereka ajar. Keberhasilan program pelaksanaan P2M ini dievaluasi dengan pengamatan langsung (observation). Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah: a) Pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language). b) Keterampilan guru mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. c) Keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah ditetapkan dalam persiapan. Matrik di bawah ini mempertegas rancangan evaluasi dan cara pengukurannya. Tabel 3.1 Rancangan Evaluasi dan pengukuran NO
INDIKATOR
1
Pengetahuan dan keterampilan Produk ekspresi-ekspresi bahasa menggunakan bahasa kelas kelas (classroom language) (classroom language) Mendesain pembelajaran dengan Produk contoh desain
2
CARA PENGUKURAN
20
menggunakan bahasa (classroom language) kelompok
kelas pembelajaran dengan dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, penutup. Melaksanakan pembelajaran Performansi guru dalam dengan menggunakan bahasa kelas melaksanakan pembelajaran (classroom language) yang telah menggunakan bahasa kelas didisain (classroom language) yang telah didisain baik pada peer teaching maupun real teaching di kelas pada sekolah masing-masing.
3
Evaluasi dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian proses dan penilaian produk. Penilaian proses dilakukan mulai dari penyemaian informasi terkait dengan kajian teoretis dan praktis tentang hakikat bahasa kelas dan peranannya, pemodelan melalui contoh-contoh ekspresi-ekspresi bahasa kelas, latihan mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas yang relevan, dan praktek mengajar menggunakan bahasa kelas.
Sedangkan penilaian produk
dilakukan dengan melihat produk yang dihasilkan, yaitu berupa desain pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa
kelas (classroom
language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Disamping itu, penilaian juga dilihat dari hasil angket guru dan hasil observasi kelas untuk mengetahui efektivitas
kegiatan
dan
adanya
peningkatan
menggunakan bahasa kelas dalam pembelajaran.
21
kemampuan
guru
dalam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan P2M 4.1.1 Hasil Observasi Awal Dalam kegiatan observasi awal, ada tiga guru yang diobservasi berdasarkan masukan yang diberikan oleh bapak KUPP Kecamatan Sukasada, ketiga guru tersebut bertugas di SD. No 2 Suksada, yang berlokasi di Lingkungan Bakung, SD No. 4 Sukasada, yang berlokasi di Lingkungan Lumbanan, dan SD No.2 Panji Desa Panji. Dari ketiga guru tersebut, dua orang berlatar belakang bahasa Inggris (guru 1 dan guru 2) dan satu orang tidak berlatar belakang (guru 3) Bahasa Inggris. Dari hasil observasi yang memanfaatkan lembar observasi yang diadaptasi dari APKCG PPL Real Undiksha (2014) dan Djaali & Muljono (2004) dan video rekaman, dapat dilaporkan hasil observasi seperti pada tabel berikut: Tabel 4.1 Hasil Observasi Kegiatan Awal SKOR KEGIATAN Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran Memeriksa kesiapan siswa Melakukan kegiatan apersepsi Menyampaikan kompetensi/tujuan pembelajaran Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas
GURU 1
GURU 2
GURU 3
5
5
3
-
-
1
3 3
3 3
1 1 1
11 44%
11 44%
7 28%
Catatan: Skor ideal 25 Guru 1 = berlatar belakang bahasa Inggris Guru 2 = berlatar belakang bahasa Inggris Guru 3 = tidak berlatar belakang bahasa Inggris 5 = penggunaan Bahasa Inggris baik dan lancar 4 = penggunaan Bahasa Inggris baik namum terlihat ada jeda 3 = penggunaan Bahasa Inggris cukup baik dan lancar (namum banyak menggunakan bahasa Indonedia 2 = penggunaan Bahasa Inggris kurang baik dan lancar (menggunakan lebih banyak Bahasa Indonesia) 1 = penggunaan Bahasa Inggris tidak baik dan lancar (interaksi seluruhnya menggunakan Bahasa Indonesia)
22
Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pemanfaatan bahasa kelas oleh ketiga guru masih berada di bawah 50% yang berarti bahwa guru-guru bahasa Inggris sebelum diberikan pelatihan bahasa kelas tidak banyak menggunakan bahasa Inggris pada kegiatan awal mengajar. Bahasa Inggris digunakan dengan baik dan lancar oleh guru 1 dan guru 2 pada saat menyapa, sedangkan guru 3 mendapatkan skor 3 (cukup) pada penggunaan bahasa Inggris yang dicampur dengan bahasa Indonesia ketika menyapa siswa. Guru 1 dan 2 menggunakan kombinasi
bahasa
Inggris dan bahasa
Indonesia dalam bertanya dan
menyampaikan tujuan pembelajaran, tetapi guru 3 didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia.
Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Inti SKOR KEGIATAN Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan Memberikan pertanyaan yang relevan untuk mencapai tujuan Menggunakan ilustrasi dan contoh yang tepat dan mudah dimengerti Menggunakan penguatan verbal/non verbal yang bervariasi Memperlihatkan interaksi yang berkualitas dan komunikatif Memperlihatkan komunikasi yang efektif dan menarik Menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan positif siswa Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas Catatan: Skor ideal 50
23
GURU 1
GURU 2
GURU 3
3
3
2
-
-
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
1
2
3
2
2
3
2
2
3
1
2
3
1
19 38%
27 54%
17 34%
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa guru 2 menggunakan 54% bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang hampir sama persentasenya dalam kegiatan inti pembelajaran, sedangkan guru 1 dan guru 3 masih didominasi penggunaan bahasa Indonesia. Guru 2 menggunakan bahasa Inggris dengan baik dan lancar tetapi setiap ekspresi yang dikatakan dalam menjelaskan materi pembelajaran diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu guru 1 dan guru 3 masih didominasi mayoritas menggunakan bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran.
Tabel 4.3 Hasil Observasi Kegiatan Akhir SKOR KEGIATAN Menyimpulkan pelajaran yang telah diberikan Memperjelas kembali materi pelajaran yang belum dikuasai siswa Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang diberikan telah dipahami Memberikan tindak lanjut dalam bentuk tugas atau pekerjaan rumah Menutup pelajaran dengan mengucapkan salam perpisahan Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas
GURU 1
GURU 2
GURU 3
2
2
1
2
2
1
3
2
1
2
3
1
3
4
1
12 48%
13 52%
5 20%
Skor ideal 25 Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru 1 dan guru 2 menutup pembelajaran dengan menggunakan kombinasi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang seimbang, sedangkan guru 3 hanya 20% menggunakan bahasa Inggris,
jadi
dalam
menyimpulkan
pembelajaran,
memperjelas
materi
pembelajaran, memberi PR dan lain-lain lebih didominasi penggunaan bahasa Indonesia.
24
4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom Language) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam pembelajaran bahasa Inggris pada umumnya dan penggunaan bahasa kelas (classroom language), beberapa konsep dipaparkan oleh narasumber antara lain: 1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar 2) Bahasa Kelas (Classroom Language) 3) Contoh Desain Pembelajaran yang berisi contoh-contoh ekspresi bahasa kelas Pada tahap penyemaian informasi, para guru diberikan materi pelatihan yang komprehensif tentang hakikat pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang
berbeda
dengan
pembelajaran
untuk
orang
dewasa.
Kesuksesan
pembelajaran untuk anak-anak sangat tergantung dari bagaimana guru mengkemas
pembelajaran
dengan
memperhatikan
aspek-aspek,
seperti
perkembangan intelektual anak-anak, perhatian anak-anak yang terbatas, memberikan input yang bervariasi, memperhatikan faktor afektif yang menyebabkan anak-anak termotivasi belajar, dan memperkenalkan bahasa yang otentik dan bermakna. Sehubungan dengan penyemaian informasi tentang bahasa kelas (classroom language), mereka diberikan pemahaman tentang hakikat bahasa kelas, apa saja jenis-jenis ekspresi yang bisa digunakan baik dalam membuka pelajaran, melakukan kegiatan inti pembelajaran, maupun dalam menutup pembelajaran. Selanjutnya, para guru diberikan contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas mulai dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran, seperti pada tabel berikut.
25
Jam pelajaran 2 x 35 menit Tema: Greetings Tabel 4.4 Contoh Desain Pembelajaran Langkah Pembelajaran Kegiatan Awal (Pre-Activity)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Waktu
Memberi salam kepada siswa.
Membalas salam.
2 menit
- Good morning students - How are you today? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mengecek kehadiran siswa. - Who’s absent today? - Where is Dian? - What happens to her? - Is she sick? Memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan tema pembelajaran, misalnya: - When you meet someone in the morning/ afternoon, evening, what will you say? - What will you say when someone asks how are you today?
Memberitahukan topik pelajaran yang akan dibahas (Greetings).
- Good morning teacher - How are you? - I’m fine, thank you. How about you? - I’m OK/pretty well/not in a good condition Mendengarkan dan menjawab pertanyaan - Dian is absent today - Dian is not coming - She is sick Memperhatikan dan merespon pertanyaan guru.
Good afternoon/evening
3 menit
3 menit
morning/
I’m fine/OK/pretty well, thank you. How about you? Mendengarkan memperhatikan guru.
dan penjelasan
Mendengarkan permainan
aturan
2 menit
- Today We are going to learn about..... - Our lesson today is about .... -Now We are going to study about ... Kegiatan Inti (Whilst Activity)
Memperkenalkan permainan 1 ”Jigsaw Listening” dan memberikan aturan permainan. -Listen carefully, I will give you a game. -Do you like to play a game? -Its name is Jigsaw game/ -We will play Jigsaw. Memberikan lembar kerja dan menyuruh siswa melakukan permainan secara berpasangan, yaitu menyusun kalimat-kalimat acak menjadi
26
Yes, I do/we do Yes, I like it/we like it Melakukan permainan secara berpasangan.
2 menit
10 menit
sebuah percakapan mendengarkan teks.
setelah
-Please pay attention -You work with your partner/friend next to you/ -Please find one friend -Read the sentence silently/loudly -Arrange sentences after you listen to the tape with your partner -You will listen to the tape 3 times - Are you ready? - Please listen now. Mengecek jawaban siswa. - Are you finished? - Are you done? - Is it easy/difficult? - Now,Lets check your answer. Memberikan teks dialog yang lengkap dan memberi contoh membaca teks dialog dengan lafal yang benar.
Memberikan respon. Yes, we are
5 menit
It’s easy/difficult OK. Mendengarkan dan mengulangi dengan seksama.
- Please be quiet and listen again. - Now I have a dialogue - I will read the dialogue Menyuruh beberapa pasang siswa membaca dialog seperti yang dicontohkan oleh guru.
5 menit
10 menit
-It’s your turn now to read the dialogue/It’s time for you to read the dialogue. -Dian and Dina, please. Menyuruh siswa bekerja berpasangan membuat dialog sederhana seperti contoh dan kemudian mempraktekkannya di depan kelas.
Kegiatan Akhir (Post-Activity)
-Now, it’s time to practise speaking. -Make a dialogue like the example. -Do the dialogue in front of the class. - I will give you mark/score. Menanyakan opini siswa tentang pelajaran hari itu. -How do you feel? -Are you happy?
27
Melakukan dialog berpasangan.
secara
Merespon dengan jujur bagaimana opini mereka tentang pelajaran. Yes, I/we do
25 menit
2 menit
-Do you like the lesson? Menutup pelajaran dengan salam perpisahan. -That’s our lesson for today. -That’s all for today. It’s break time. -Good bye. -See you later
Yes, I’m/we are happy Merespon salam perpisahan.
1 menit
Good bye See you later.
Semua informasi yang didapatkan para guru digunakan sebagai acuan untuk mendesain pembelajaran sendiri yang menggunakan bahasa kelas mulai dari pre-activity, whilst activity sampai dengan post activity. Para guru bekerja kelompok selama satu jam untuk berlatih mendesain pembelajaran. Mereka dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri atas 5 orang guru.Melalui hasil observasi panitia, jelas terlihat bahwa semua guru antusias melaksanakan tugas, bahkan mereka tidak segan-segan bertanya kepada narasumber dan fasilitator jika ada kata-kata yang sulit bagi mereka. Secara umum dapat dikatakan bahwa 5 kelompok telah berhasil mendesain skenario pembelajaran yang terdiri atas kegiatan awal, inti dan akhir. Butki peningkatan pengetahuan dan keterampilan mendesain pembelajaran yang memasukkan ekpsresi-ekspresi bahasa kelas baik dalam kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 4 (hasil desain pembelajaran secara berkelompok). Di samping bukti hasil kegiatan berupa pembuatan desain pembelajaran awal, inti, dan akhir secara berkelompok, para guru diberikan kesempatan untuk mengimplementasikan
desain
pembelajaran
dalam
simulasi
kegiatan
pembelajaran. Masing-masing kelompok diwakili oleh satu orang guru model. Dari hasil observasi, semua guru model secara umum dapat dikatakan mampu menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas dalam kegiatan simulasi. Dalam melaksanakan peer teaching mereka sudah terlihat mampu meminimalisir penggunaan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Inggris. Meskipun untuk guru yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris, mereka kelihatan masih kurang lugas dalam penyampaian materi dan sesekali masih melihat skenario. Namun demikian, mereka sudah berupaya untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang sederhana. Hasil ini lebih diperkuat dengan hasil observasi
28
pada 3 guru sebanyak dua kali ke sekolah mereka masing-masing. Tabel berikut adalah hasil observasi pasca pelatihan di sekolah masing-masing.
Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Awal 1 Pasca Pelatihan SKOR KEGIATAN Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran Memeriksa kesiapan siswa Melakukan kegiatan apersepsi Menyampaikan kompetensi/tujuan pembelajaran Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas Catatan: Skor ideal 25
GURU 1
GURU 2
GURU 3
5
5
3
4
-
4 4
3 4 4
3 4 3
17 68%
16 64 %
13 52%
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada guru 1 meningkat 24%, pada guru 2 meningkat 20%, dan pada guru 3 meningkat 24%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan awal sebanyak 22,67%. Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Inti 1 Pasca Pelatihan SKOR KEGIATAN Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan Memberikan pertanyaan yang relevan untuk mencapai tujuan Menggunakan ilustrasi dan contoh yang tepat dan mudah dimengerti Menggunakan penguatan verbal/non verbal yang bervariasi Memperlihatkan interaksi yang berkualitas dan komunikatif Memperlihatkan komunikasi yang efektif dan menarik
29
GURU 1
GURU 2
GURU 3
5
4
3
4
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
3
4
3
3
4
3
3
Menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan 4 positif siswa Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme 4 siswa dalam belajar Menggunakan bahasa lisan secara jelas 4 dan lancar
3
3
4
2
3
3
Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas Catatan: Skor ideal 50
34 68%
29 58%
41 82%
Dari tabel 4.6, semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada kegiatan inti, guru 1 mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas sebanyak 44%, pada guru 2 meningkat 14%, dan pada guru 3 meningkat 24%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan inti sebanyak 27,33%. Tabel 4.7 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 1 Pasca Pelatihan SKOR KEGIATAN Menyimpulkan pelajaran yang telah diberikan Memperjelas kembali materi pelajaran yang belum dikuasai siswa Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang diberikan telah dipahami Memberikan tindak lanjut dalam bentuk tugas atau pekerjaan rumah Menutup pelajaran dengan mengucapkan salam perpisahan Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas Skor ideal 25
GURU 1
GURU 2
GURU 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
16 64%
16 64%
15 60%
Dari tabel 4.7, semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada kegiatan akhir, guru 1 mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas sebanyak 16%, pada guru 2 meningkat 12%, dan pada
30
guru 3 meningkat 40%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan akhir sebanyak 22,67%. Selanjutnya pada observasi 2 pasca pelatihan, kemampuan guru dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas semakin meningkat, yang secara detail dapat lilihat pada 3 tabel berikut. Tabel 4.8 Hasil Observasi Kegiatan Awal 2 Pasca Pelatihan SKOR KEGIATAN Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran Memeriksa kesiapan siswa Melakukan kegiatan apersepsi Menyampaikan kompetensi/tujuan pembelajaran Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas
GURU 1
GURU 2
GURU 3
4
5
3
4
4
3
4 4 5
4 4 4
3 3 3
21 84%
21 84%
15 60%
Catatan: Skor ideal 25 Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa pada observasi 2, ketiga guru sudah semakin baik dalam membuka pelajaran dengan lebih banyak menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris. Pada guru 1 dan guru 2 yang berlatar belakang bahasa Inggris, 84% pembicaraan sudah menggunakan bahasa Inggris, sedangkan untuk guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris sudah ada usaha meningkatkan penggunaan ekspresi bahasa Inggris (60%) meskipun masih sering mengkombinasikan kalimat-kalimatnya dengan bahasa Indonesia.
Tabel 4.9 Hasil Observasi Kegiatan Inti 2 Pasca Pelatihan SKOR
GURU 1
KEGIATAN Menunjukkan penguasaan materi 5 pembelajaran Mengaitkan materi dengan realitas 4 kehidupan Memberikan pertanyaan yang relevan 5
31
GURU 2
GURU 3
5
4
3
4
3
4
untuk mencapai tujuan Menggunakan ilustrasi dan contoh yang tepat dan mudah dimengerti Menggunakan penguatan verbal/non verbal yang bervariasi Memperlihatkan interaksi yang berkualitas dan komunikatif Memperlihatkan komunikasi yang efektif dan menarik Menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan positif siswa Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas
4
3
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
3
42 84%
36 72%
33 66%
Catatan: Skor idea 50 Pada tabel 4.9 di atas, guru 1 menggunakan ekspresi bahasa kelas yang paling banyak (84%) jika dibandingkan dengan dua guru lainnya. Guru tersebut sudah berusaha menunjukkan penguasaan materi dan memberikan pertanyaanpertanyaa kepada siswa dengan menggunakan bahasa Inggris saja tanpa dibarengi dengan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Untuk guru 2 secara umum terdapat peningkatan penggunaan bahasa kelas, namun masih terdapat penjelasanpenjelasan dalam bahasa Indonesia beberapa aspek, seperti mengaitkaan materi dengan realitas kehidupan, memberi pertanyaan, ilustrasi dan contoh, dan menumbuhkan partisipsi sisw. Untuk guru 3, pada observasi 2 pasca pelatihan sudah terlihat semakin banyak menggunakan ekspresi bahasa Inggris dalam mengajar. Hal ini dibuktikan dari capaian 66%. Kemampuan guru tersebut lebih baik pada penguasaan materi, mengaitkan materi dengan realitas kehidupan dan memberikan pertanyaan yang relevan. Hasil observasi juga mengindikasikan bahwa yang bersangkutan berusaha untuk meminimalisir penggunaan bahasa Indonesia.
32
Tabel 4.10 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 2 Pasca Pelatihan SKOR KEGIATAN Menyimpulkan pelajaran yang telah diberikan Memperjelas kembali materi pelajaran yang belum dikuasai siswa Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang diberikan telah dipahami Memberikan tindak lanjut dalam bentuk tugas atau pekerjaan rumah Menutup pelajaran dengan mengucapkan salam perpisahan Total Skor Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas
GURU 1
GURU 2
GURU 3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
5
3
17 68 %
17 68 %
15 60%
Skor ideal 25 Pada tabel 4.10 jelas terlihat bahwa ketiga guru mengombinasikan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam menutup pelajaran. Untuk guru 1 dan guru 2, mereka baru memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa kelas ketika mengakhiri pelajaran. Selanjutnya, peningkatan penggunaan bahasa kelas dari pra pelatihan hingga pasca pelatihan pada masing-masing guru dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
33
Grafik 4.1 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 1 Berdasarkan grafik 4.1, dapat disimpulkan bahwa guru 1 yang berlatar belakang bahasa Inggris, pada observasi 1 (pasca pelatihan) mengalami peningkatan dalam menggunakan bahasa kelas sebanyak 28,3%. Kemudian, pada observasi 2 (pasca pelatihan), pengunaan bahasa kelas mengalami peningkatan sebanyak 35,67%.
Grafik 4.2 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 2 Berdasarkan grafik 4.2, dapat disimpulkan bahwa guru 2 yang berlatar belakang bahasa Inggris, pada observasi 1 (pasca pelatihan) mengalami peningkatan dalam menggunakan bahasa kelas sebanyak 15,33%. Kemudian, pada observasi 2 (pasca pelatihan), pengunaan bahasa kelas mengalami peningkatan sebanyak 24,67%.
34
Grafik 4.3 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 3 Berdasarkan grafik 4.3, dapat disimpulkan bahwa guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris, pada observasi 1 (pasca pelatihan) mengalami peningkatan dalam menggunakan bahasa kelas sebanyak 29,3%. Kemudian, pada observasi 2 (pasca pelatihan), pengunaan bahasa kelas mengalami peningkatan sebanyak 34,66%. Dari semua data yang dipaparkan di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase pembelajaran (awal, inti, dan akhir) setelah diberikan pelatihan mendisain dan mempraktekan penggunaan bahasa kelas. Peningkatan terjadi secara gradual dari observasi 1 ke observasi 2 pasca pelatihan. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila para guru secara terus menerus berlatih menggunakan bahasa kelas, maka kemampuan mereka untuk menggunakan ekspresi-ekspresi dalam bahasa Inggris akan semakin meningkat sehingga kualitas pembelajaran bahasa Inggris akan semakin baik. Lebih lanjut, hasil kuesioner yang disebarkan kepada semua peserta pelatihan (25 guru) yang menjaring pendapat mereka tentang efektivitas kegiatan pelatihan dapat dilihat pada tabel berikut.
35
Tabel 4.11 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan NO RESP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Jml
NO ITEM 7 8
1
2
3
4
5
6
4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 3 3 5 4 4 5 5 5 111
5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 113
4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 113
4 5 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 112
9
10
11
12
13
14
15
JML
4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
4 5 5 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 111
4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
61 75 66 62 63 75 75 60 64 65 64 75 75 60 60 60 75 59 59 75 60 60 61 61 75 1645
Skor ideal 1875 1645: 1875= 0.878 = 88% 0-20 = sangat kurang 21-40= kurang 41-60= cukup 61-80= baik 81-100=sangat baik
Dari tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa efektivitas pelatihan yang mendapatkan skor 88% dinilai sangat baik oleh semua guru yang menjadi peserta kegiatan pelatihan. Bila dilihat efektivitas per indikator dari tiga indikator yang ditanyakan, maka dapat dilihat hasil kuesioner sebagai berikut.
36
Tabel 4.12 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Pengetahuan dan Keterampilan NO RESP 1 2 1 4 4 2 5 5 3 5 4 4 4 4 5 4 4 6 5 5 7 5 5 8 4 4 9 4 5 10 4 5 11 4 5 12 5 5 13 5 5 14 4 4 15 4 4 16 4 4 17 5 5 18 4 3 19 4 3 20 5 5 21 4 4 22 4 4 23 4 5 24 4 5 25 5 5 JML 109 111 Skor ideal 5x5x25=625 Skor 549:625= 0,87 atau 87%
3 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5
4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 113
5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 108
JML 21 25 22 20 20 25 25 20 22 22 22 25 25 20 20 20 25 19 19 25 20 20 21 21 25 108 549
Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa efektivitas pelatihan mendapatkan skor 87% yang terkategori sangat baik dalam hal meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas.
37
Tabel 4.13 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mendesain Pembelajaran NO RESP 6 7 1 4 4 2 5 5 3 4 5 4 4 5 5 5 4 6 5 5 7 5 5 8 4 4 9 4 5 10 4 5 11 4 5 12 5 5 13 5 5 14 4 4 15 4 4 16 4 4 17 5 5 18 4 4 19 4 4 20 5 5 21 4 4 22 4 4 23 4 4 24 4 4 25 5 5 JML 109 113 Skor ideal 5x5x25=625 Skor 552:625= 0,88 atau 88%
8 4 5 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5
9 4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 112
10 4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 109
JML 20 25 22 22 23 25 25 20 21 22 22 25 25 20 20 20 25 20 20 25 20 20 20 20 25 552 109
Dari tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa efektivitas pelatihan dari segi kemampuan mendesain skenario pembelajaran awal, inti, dan akhir mendapat skor 88% yang juga terkategori sangat baik. Hal ini membuktikan bahwa setelah diberikan pelatihan melalui pemberian contoh oleh nara sumber, guru menilai kemampuannya dalam membuat skenario pembelajaran meningkat.
38
Tabel 4.14 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mengimplementasikan NO RESP 11 12 1 4 4 2 5 5 3 4 5 4 4 4 5 4 4 6 5 5 7 5 5 8 4 4 9 4 4 10 4 4 11 4 4 12 5 5 13 5 5 14 4 4 15 4 4 16 4 4 17 5 5 18 4 4 19 4 4 20 5 5 21 4 4 22 4 4 23 4 4 24 4 4 25 5 5 JML 108 109 Skor ideal 5x5x25=625 Skor 544:625= 0,87 atau 87%
13 4 5 5 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5
14 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 111 108
15 JML 4 20 5 25 4 22 4 20 4 20 5 25 5 25 4 20 4 21 4 21 4 20 5 25 5 25 4 20 4 20 4 20 5 25 4 20 4 20 5 25 4 20 4 20 4 20 4 20 5 25 544 108
Tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa efektivitas pelatihan dilihat dari kemampuan guru dalam mengimplementasikan bahasa kelas dinilai sangat baik yang dibuktikan oleh capaian skor
87%. Dengan demikian pelatihan yang
diberikan dianggap sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan guru melaksanakan pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas dalam bahasa Inggris.
39
4.2 Pembahasan Dari semua temuan yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa hal yang patut dikaji. Pada observasi awal, dapat dibuktikan bahwa baik guru yang berlatar belakang bahasa Inggris maupun yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris menggunakan lebih banyak bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran (lihat tabel 4.1, 4.2, dan 4.3, hh. 27-29). Untuk kasus guru yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris, dapat dipahami bahwa yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang terbatas dalam bahasa Inggris sehingga mereka kurang dapat menggunakan bahasa Inggris yang mengajar. Namun demikian, temuan menarik justru ditunjukkan oleh dua guru yang berlatar belakang bahasa Inggris, yang juga didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dalam mengajar. Ketika diwawancarai secara informal, mereka mengatakan takut kalau berbahasa Inggris terus, siswa tidak atau kurang bisa memahami pelajaran. Kekhawatiran kedua guru tersebut cukup beralasan karena yang dipentingkan bagi mereka adalah bahwa setiap mengajar siswa mereka penting untuk mengerti pelajaran yang diterima. Mereka lupa bahwa faktor pembiasaan (habit formation) pada aliran behaviourism banyak berpengaruh dalam usaha mereka belajar (Richards & Rodgers, 2003; Larsen-Freeman, 2010). Bila mereka terus secara konsisten diajar bahasa Inggris melalui berpikir dalam bahasa Indonesia, maka selama proses pembelajaran mereka akan selalu berpikir dalam dua bahasa. Padahal guru dapat membentuk kebiasaan mereka untuk berpikir dalam bahasa target, sehingga kebiasaan ini akan berdampak pada kemampuan mereka menggunakan bahasa target dengan baik secara perlahanlahan. Untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya khususnya pengetahuan mereka dalam mengajarkan bahasa Inggris, maka kegiatan yang diupayakan oleh tim pelaksana adalah berupa pelatihan. Danim & Khairil (2011:17) menegaskan satu
dari
empat
kegiatan
yang
dapat
dilakukan
adalah
peningkatan
profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, yaitu melalui pendidikan atau pelatihan. Adapun pelatihan yang diberikan adalah pelatihan dalam menggunakan bahasa kelas dalam proses pembelajaran. Pelatihan ini sangat bermanfaat
40
diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalitas. Profesionalitas dapat diukur dari pengetahuan yang baik dalam bidang studi dan kemampuan menjadi praktisi yang cakap di dalam kelas (Walker dalam Yuwono & Harbon, 2011). Pada kegiatan awal pelatihan, para guru diberikan pengetahuan tentang hakikat pembelajaran untuk anak-anak yang mana pebelajar anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka akan sukses belajar bahasa Inggris bila diberikan oleh orang dewasa (guru) yang memahami karakteristik utama anak-anak, yaitu mereka akan senang belajar bila pembelajaran dikemas dengan cara bermain sambil belajar, tidak mengajarkan sesuatu yang abstrak, dan dikemas secara menyenangkan (Brown, 2001). Disamping itu, guru sebagai sumber utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL) harus memahami bahwa tugas mereka untuk mengembangkan intelegensi jamak anak-anak melalui pembelajaran. Hal ini senada dengan konsep yang dijelaskan oleh Moon (2000) dan Paul (2003), bahwa guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pelajari. Berdasarkan pemahaman itulah, maka kegiatan pelatihan dalam pengetahuan tentang bahasa kelas krusial untuk dilakukan agar para guru dapat menjadi model bahasa Inggris yang baik bagi para siswanya. Penyemaian informasi tentang bahasa kelas, yaitu ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna diupayakan pemanfaatannya untuk membangun interaksi antara guru dan siswa, yaitu berupa komunikasi dalam bahasa target. Guru hendaknya bisa membimbing siswa melalui pemberian contoh-contoh. Dari contoh-contoh ekspresi yang digunakan para siswa dapat dibiasakan untuk mendengar instruksi dalam bahasa target dan bila sudah sering mendengar
ekspresi
tertentu
digunakan,
maka
mereka
akan
bisa
menggunakannya. Hal ini terkait dengan paparan Scott & Ytreberg (2000) dan Paul (2003) bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksiinstruksi kelas, yaitu melalui pemberian contoh dan melalui contoh, guru dapat
41
membimbing siswa untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Nation (2003) juga dengan tegas menyatakan bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas, tugas guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam kelas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL), maka sudah menjadi kewajiban guru untuk memaksimalkan penggunaan bahasa kelas di dalam kelas, karena hanya guru yang menjadi sumber pelajaran paling utama dalam situasi dimana siswa tidak banyak mendapatkan pajanan di luar kelas. Bukti yang menegaskan adanya peningkatan penggunaan bahasa kelas adalah hasil observasi pasca pelatihan kepada 3 orang guru. Peningkatan mereka dalam penggunaan bahasa kelas dapat dilihat pada kegiatan awal, inti dan akhir pada tabel 4.5 sd 4.10 di atas (hh. 34-38). Untuk melihat peningkatan pada masing-masing guru dari ketiga guru dapat dilihat pada grafik 4.1 sd 4.3 (hh. 3940). Sebelum diberikan pelatihan, pada kegiatan awal, guru 1 dan guru 2 yang memiliki latar belakang bahasa Inggris hanya menggunakan bahasa kelas sebanyak 44%. Di lain pihak, guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris hanya menggunakan bahasa kelas sebanyak 28%. Sesuai dengan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa sebelum pelatihan, penggunaan bahasa kelas oleh semua guru model dapat dikategorikan rendah (di bawah 50%) atau didominasi dengan bahasa Indonesia terutama pada guru 3. Pada kegiatan inti, sebelum mendapat pelatihan, guru 2 yang berlatar belakang bahasa Inggris mampu menggunakan bahasa kelas dengan baik yaitu sebanyak 54%. Sementara itu guru 1 dan guru 3 masih didominasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran di mana guru 1 yang berlatar belakang bahasa Inggris hanya menggunakan bahasa kelas sebanyak 38% sedangkan guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris hanya menggunakan bahasa kelas sebanyak 34%. Pada kegiatan akhir, sebelum mendapat pelatihan, Guru 1 dan guru 2 yang memang berlatarbelakang bahasa Inggris mampu mengombinasikan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan seimbang (guru 1 sebanyak 48% dan guru 2
42
sebanyak 52%). Sedangkan guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris mayoritas melakukan kegiatan akhir pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia (penggunaan bahasa kelas hanya 20%). Sedangkan pada observasi 1 setelah diberikan pelatihan, pada kegiatan awal semua guru mengalami peningkatan dalam penggunaan bahas kelas. Guru 1 yang awalnya menggunakan bahasa kelas sebanyak 44%, setelah mendapat pelatihan menjadi 68%. Begitu juga dengan guru 2, penggunaan bahasa kelas yang awalnya sebanyak 44%, setelah mendapat pelatihan menjadi 64%. Pada guru 3, penggunaan bahasa kelas yang awalnya hanya 28%, setelah mendapat pelatihan menjadi 52%. Pada kegiatan inti pasca pelatihan, guru 1 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebanyak 44%. Guru 2 mengalami peningkatan sebanyak 14%. Guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas sebanyak 24%. Sesuai dengan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa setelah mendapat pelatihan, semua guru mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan inti pembelajaran. Pada kegiatan akhir, penggunaan bahasa kelas oleh semua guru model pasca pelatihan juga meningkat. Guru 1 mengalami peningkatan sebanyak 16%, dan guru 2 meningkat sebanyak 12%. Pada guru 3, penggunaan bahasa kelas pada kegiatan akhir mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebanyak 40%. Berlanjut pada observasi 2 pasca pelatihan, kemampuan penggunaan bahasa kelas yang dimiliki ketiga guru tersebut semakin meningkat. Pada kegiatan awal, guru 1 dan guru 2 berhasil menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa mayoritas sebanyak 84%. Begitu juga dengan guru 3 yang berhasil menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa mayoritas pada kegiatan awal, persentase penggunaan bahasa kelas yang dicapai sebanyak 60%. Sesuai dengan angka pencapaian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada kegiatan awal semua guru berhasil menggunakan bahasa Inggris lebih banyak daripada bahasa Indonesia. Pada observasi 2 kegiatan inti, guru 1 mencapai persentase penggunaan kelas yang paling tinggi dibandingkan dengan guru lainnya yaitu sebanyak 84% (meningkat 2%). Pada guru 2, persentase penggunaan bahasa kelas sebanyak 72% (meningkat 4%). Sedangkan pada guru 3, persentase penggunaan bahasa kelas
43
sebanyak 66% (meningkat 8%). Secara keseluruhan, pada observasi 2 kegiatan inti, dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa kelas oleh seluruh guru model kembali meningkat. Beranjak menuju ke observasi 2 pada kegiatan akhir, ketiga guru model mengombinasikan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia untuk menutup pelajaran. Guru 1 dan guru 2 menggunakan bahasa kelas sebanyak 68% dan guru 3 sebanyak 60%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan
membuktikan
adanya
peningkatan
kemampuan
guru
dalam
mengimplementasikan bahasa kelas di dalam proses pembelajaran. Hasil pelatihan yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner kepada 25 orang guru juga membuktikan bahwa efektivitas pelatihan bahasa kelas mendapatkan skor 88% dengan kategori sangat baik. Hal ini bermakna bahwa semua guru menilai bahwa pelaksanaan pelatihan dinilai sangat efektif dalam meningkatkan profesinalitasnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hasil kegiatan pelatihan ini mendukung hasil penelitian terdahulu oleh Chang (2010) dalam hasil surveinya di Taiwan bahwa mahasiswa memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa kelas. Dalam kasus pelatihan ini, para guru memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan pelatihan yang dinilai sangat baik dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menggunakan bahasa kelas.
44
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan kegiatan yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan: 1) Melalui pelatihan berupa penyemaian informasi oleh narasumber, terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang dibuktikan dari hasil kuesioner yaitu 87% bahwa pelatihan yang diberikan dinilai sangat baik tingkat efektivitasnya oleh 25 orang guru dari segi peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan bahasa kelas. 2) Melalui kegiatan pelatihan, keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) juga dinyatakan efektif dari hasil kuesioner baik pada saat mendesain pembelajaran (88%) dan mengimplementasikan pembelajaran
(87% )
yang dinilai sangat baik oleh 25 orang guru. Di samping itu temuan melalui observasi pasca pelatihan juga membuktikan adanya peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan bahasa kelas dalam proses pembelajaran di sekolah.
5.2 Saran Adapun hal-hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut: 1) Semua guru bahasa Inggris di sekolah dasar diharapkan untuk selalu mengusahakan meningkatkan penggunaan bahasa kelas agar dapat meningkatkan kemampuan komunikatif siswa. 2) Pelatihan sejenis dapat diberikan kepada guru-guru pengampu bahasa Inggris di sekolah dasar di kematan lain di Kabupaten Buleleng khususnya dan di Bali pada umumnya.
45
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Chang, Y-Y. 2010. English-Medium Instruction for Subject Courses in Tertiary Education: Reactions from Taiwanese Undergraduate Students. Taiwan International ESP Journal, Volume 2, Number 1, (pp. 55-84). Danim, S. & Khairil. 2011. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Dantes, N. 2009. Standar Kompetensi Dosen. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Dantes, N. 2012. Pendidikan Profesi Guru dalam Kaitannya dengan Peningkatan Profesionalisme Guru (Refleksi Tentang Struktur Program LPTK). Tersedia
pada
http://nyomandantes.wordpress.com/page/2/
(diakses
tanggal 28 Januari 2012). Harmer, J. 2007a. How to Teach English. Essex: Pearson Education Limited. Harmer, J. 2007b. The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education Limited. Koster, W. 2006. Memperjuangkan Nasib Guru dan Dosen, Sikap dan Pandangan Seorang Anggota Fraksi PDIP DPR RI dalam Pembentukan dan Pelaksanaan UU Guru dan Dosen. Hak Cipta @ Wayan Koster, November 2006. Larsen-Freeman, D. 2010. Techniques and Principles in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press. McKay, P. 2007. Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge University Press. Moon, J. 2000. Children Learning English. Oxford: Macmillan Publishers Limited. Mukminan. 2003. Pengembangan Silabus Matakuliah Pengajaran Mikro dan PPL Berdasar KBK. Makalah Seminar dan Lokakarya. Diselenggarakan oleh UNY dalam Rangka Dies Natalis UNY.
46
Nation, P. 2003. The Role of the First Language in Foreign Language Learning. Asian EFL Journal, Volume 5, Issue 2. http://www.asian-efl-journal.com/ site_ map_ 2003 .php (diakses tanggal 30 Agustus 2012). Paul, D. 2003.
Teaching English to Children in Asia. Hong Kong: Pearson
Education Asia Ltd. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Ratminingsih, N. M. 2010. Pengaruh Teknik Pembelajaran dan Tipe Kepribadian terhadap Keterampilan Mendengarkan Bahasa Inggris: Studi Eksperimen pada Siswa SD LAB Undiskha Singaraja. Disertasi Doktor (tidak diterbitkan). Jakarta: PPS Universitas Negeri Jakarta. Ratminingsih, N.M. Budasi, I G. 2012. Pelatihan Pemanfaatan Lagu-Lagu Kreasi Khusus (Scripted Songs) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Tema di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Laporan Program P2M. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Ratminingsih, N.M. dan Artini, L.P. 2013. Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas (Classroom Language) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada di Kabupaten Buleleng. Laporan Program P2M. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Richards, J.C.& Rodgers, T.S. 2003. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Santyasa, I W. 2011. Dimensi-Dimensi Teoretis Peningkatan Profesionalisme Guru.
Tersedia
pada
http://staipumajalengka.Files.wordpress.com/
2009/09/dimensi-teoritis-profesionalis-guru-pdf. (diakses 19 Desember 2011). Scott, W. A. and Lisbeth H. Y. 2000. Teaching English to Children, New York: Longman Group UK Ltd. Sukidjo.
2014.
Kompetensi
Guru.Tersedia
pada
http://staff.uny.ac.id/.../
KOMPETENSI%20%%20GURU.pdf. (diakes 13 Februari 2014). Surya, M. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.
47
Yuwono, G I. dan Harbon, L. 2010. English Teacher Professionalism and Professional Development: Some Common Issues in Indonesia. The Asian EFL Journal Quarterly, 12(3):145-163.
48
Lampiran 1 Absensi Peserta Kegiatan
49
Lampiran 2: Foto-Foto Kegiatan
Ruang Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas di SDN No.4 Panji Anom
Registrasi Ulang Peserta Pelatihan Penggunaan Bahasa Kelas
50
Kegiatan Pelatihan dibuka oleh Kepala UPP Kecamatan Sukasada
Peserta Pelatihan Mendengarkan Penyemaian Informasi dari Narasumber
51
Sesi Tanya Jawab antara Peserta Pelatihan dengan Narasumber
Peserta Pelatihan Bekerja Kelompok Mendesain Rencana Pembelajaran yang memanfaatkan Bahasa Kela
52
Masing-masing Kelompok Bekerja dengan aktif dan serius dalam mendesain Pembelajaran dengan Bahasa Kelas
Implementasi Pengetahuan dalam Bentuk Performansi Penggunaan Bahasa Kelas Guru 1
53
Implementasi Pengetahuan dalam Bentuk Performansi Penggunaan Bahasa Kelas Guru 2
Para Peserta Pelatihan Beserta Pengawas Pendidikan dan Narasumber Usai Kegiatan Pelatihan
54
Lampiran 3 Peta Lokasi
55