LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)
Oleh : Tahlim Sudaryanto Rudy Sunarja Rivai Muchjidin Rachmat Henny Mayrowani Herman Supriyadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Khairina M. Noekman Jefferson Situmorang Erna Maria Lokollo Yuni Marisa Muhammad Iqbal Waluyo Valeriana Darwis Chaerul Muslim Yana Supriatna Roosganda Elizabeth Rizma Aldillah
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar Belakang dan Rumusan Permasalahan
1. Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. 2. Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, sebagian besar pelaku/petani menghadapi kendala dalam permodalan, baik modal yang dari sendiri maupun akses terhadap lembaga permodalan/finansial yang ada. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kelompok tani/Gapoktan. Pola BLM telah dimulai sejak tahun 2000 dan berlanjut sampai dengan tahun 2008 melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dan berlanjut dalam tahun 2009 . Untuk penyempurnaan pelaksanaan PUAP tahun 2009 dan selanjutnya diperlukan kegiatan: (a) penentuan target group penerima PUAP 2009, dan (b) mengevaluasi kegiatan PUAP sebelumnya. 3. Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, permasalahan permodalan merupakan kendala utama yang dihadapi petani. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kelompok tani/Gapoktan, melalui program PUAP. Program PUAP telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan program PUAP dapat dibagi dua, yaitu : Pertama, menentukan calon lokasi desa PUAP dan Kedua adalah implementasi dari pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Tujuan Analisis :
4. Penelitian ini bertujuan (1) Pemantapan 10.000 desa calon lokasi program PUAP Tahun 2009; (2) Melakukan evaluasi kinerja dan dampak awal dari pelaksanaan dana BLM PUAP tahun 2008; (3) Mencari input rekomendasi untuk pelaksanaan BLM PUAP selanjutnya. Metoda Penelitian
5. Modal finansial merupakan aspek dan masalah yang sangat penting dalam produksi pertanian. Sebagian besar petani dengan usaha kecil, umumnya terkendala oleh ketersediaan modal untuk usaha. Dengan keterbatasan aksesnya terhadap perbankan, menyebabkan modal usaha menjadi masalah besar dalam keberlanjutan dan keberhasilan usahanya. iii
Untuk itu, program PUAP mencoba mengatasi masalah dana dengan cara menyalurkan dana kepada petani melalui kelompok tani/gapoktan. Dana PUAP pada prinsipnya hanya sebagai stimulus dalam menggerakkan usaha tani petani yang kemudian dikelola melalui LKM. 6. Dengan ketersediaan berbagai aspek yang dibutuhkan petani dalam usaha pertaniannya diharapkan produktivitas dan pendapatan petani meningkat sehingga bisa mengembangkan usaha mereka yang dapat menyerap tenaga kerja pedesaan dan mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan. Dampak secara keseluruhan dan spesifik dari program PUAP belum bisa terlihat, namun untuk dapat memberikan masukan dalam perbaikan perencanaan dan implementasi program PUAP ke depan, dampak awal PUAP bisa dilihat dari kinerja pengembangan usaha agribisnis, serta sampai sejauh mana PUAP bisa menyerap tenaga kerja pedesaan dan manfaatnya bagi pembangunan ekonomi perdesaan. 7. Evaluasi kinerja pada kajian ini ditekankan pada Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan melalui kelembagaan Gapoktan, sesuai dengan sasaran program PUAP. Indikator kinerjanya dapat dikemukakan sebagai berikut : Input adalah kegiatan dan sumberdaya/dana yang dibutuhkan agar keluaran sesuai dengan apa yang diharapkan. Output adalah sesuatu yang langsung diperoleh/dicapai dari pelaksanaan kegiatan. Untuk memperoleh Output dari Input harus melalui suatu Proses. Dari output dihasilkan Outcomes, Outcomes adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya sesuatu keluaran. Benefit/Manfaat diperoleh dengan berfungsinya keluaran secara optimal. Setelah keluaran berfungsi secara optimal, pengaruh yang timbul dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan atau gambaran aspek makro tujuan proyek/kegiatan secara sektoral, regional maupun nasional (Dampak). 8. Penentuan lokasi PUAP 2009 didasarkan kepada usulan dari (1) Pemerintah daerah; (2) Aspirasi masyarakat dan (3) Program Departemen Pertanian. Ketiga sumber usulan desa calon lokasi desa PUAP tersebut, kemudian dioverlay dengan daftar desa PUAP 2008, setelah itu diverifikasi dengan Permendagri nomor 6 tahun 2008 tentang Data Wilayah. Kemudian menentukan kuota masing-masing kabupaten/kota. Selanjutnya adalah menetapkan desa yang sudah dioverlay dan diverifikasi tersebut kedalam kuota masing-masing kabupaten/kota. Lokasi Penelitian dan Responden
9. Untuk mencapai tujuan evaluasi PUAP, penelitian dilakukan pada tujuh agro ekosistem (AEZ) di enam provinsi. Komoditi yang dianalisis sebanyak lima komoditi atau subsektor yang tersebar di enam provinsi. Lokasi penelitian meliputi agro ekosistem lahan sawah irigasi teknis, lahan kering dataran rendah iklim kering, lahan kering dataran rendah iklim basah, lahan kering dataran tinggi iklim kering, lahan kering dataran tinggi iklim basah, lahan gambut dataran rendah dan lahan pasang surut dataran rendah iklim basah. 10. Pada setiap provinsi dipilih beberapa kabupaten yang mewakili komoditi atau subsektor yang akan di analisis, dan tergantung pada sebaran komoditi dominan pada masing-masing gapoktan Pada tiap kabupaten
iv
dipilih 2 kecamatan, dan tiap kecamatan dipilih 1 desa penerima BLM PUAP yang sesuai dengan rencana komoditi yang akan dianalisis. Secara keseluruhan lokasi penelitian meliputi tujuh agroekosistem pada enam provinsi, 11 kabupaten, 22 kecamatan dan 22 desa peserta PUAP. Lokasi penelitian dilakukan pada desa PUAP 2008. 11. Data primer dikumpulkan melalui wawancara kelompok (FGD) dengan pengurus dan anggota Gapoktan, penyuluh pendamping, pendamping mitra tani, dinas terkait dan aparat pemerintah daerah. Wawancara secara individu rumah tangga dilakukan secara acak mencakup 10 rumah tangga petani dalam setiap gapoktan yang diwawancarai, untuk mengumpulkan data karakteristik usaha dan pendapatan keluarga. Secara keseluruhan terdapat 220 responden keluarga petani yang diwawancarai dengan kuesioner terstruktur. Hasil Penelitian
12. Seperti pada PUAP 2008, dalam PUAP 2009 juga terdapat kriteria desa PUAP yang harus dipenuhi dalam mengusulkan calon desa PUAP, yaitu : (1) Desa miskin/ tertinggal yang mempunyai potensi pertanian; (2) Terdapat kelembagaan Gapoktan/ Poktan; (3) Desa yang belum menerima dana BLM PUAP tahun 2008; (4) Memiliki sumberdaya manusia yang memadai. Berdasarkan kriteria tersebut, maka semua usulan calon desa dari : (1) Aspirasi Masyarakat sebanyak 5 145 Desa; (2) Pemerintah Kabupaten/Kota: 19 496 Desa dan (3) Eselon I lingkup Deptan: 1 000 Desa. 13. Dari jumlah 25 641 usulan calon desa PUAP 2009, kemudian dilakukan verifikasi terhadap semua usulan tersebut berdasarkan pada kriteria desa PUAP sebagaimana yang diuraikan diatas, terutama overlay dengan PUAP 2008 dan 2009. Selain itu untuk kebenaran nomenklatur dan keberadaan desa di masing-masing kabupaten/kota, dilakukan overlay dengan Kepmendagri nomor 6 tahun 2008 tentang Data Wilayah. Hasil dari verifikasi tersebut adalah sebagai berikut : (1) Aspirasi Masyarakat: 4.117 Desa; (2) Kabupaten/Kota : 5. 260 Desa dan (3) Eselon I lingkup Deptan : 623 Desa 14. Setelah melakukan overlay menghasilkan beberapa daftar nama desa baru yang ternyata masih ada yang overlay dengan PUAP 2008 dan diragukan keberadaannya pada kabupaten atau kota. Oleh karena itu dilakukan iterasi kedua, yaitu overlay terhadap 2008 dan verifikasi tentang keberadaan desa dengan Tim teknis kabupaten/kota. Dalam waktu yang relatif singkat, pengerjaan iterasi kedua ini belum sempurna, karena banyaknya data yang harus diverifikasi dan overlay. Hasil dari penetapan kuota desa tersebut merupakan atau menjadi bahan dalam penetapan Kepmentan nomor 1192/Kpts/OT.160/3/2009, tanggal 20 Maret 2009 adalah sebagai berikut ; (1) Aspirasi Masyarakat : 4 044 Desa; (2) Kabupaten/Kota ; 5 336 Desa; (3) Eselon I lingkup Deptan : 620 Desa. 15. Setelah Kepmentan nomor 1192 tahun 2009 diterbitkan kemudian muncul respon dari beberapa kabupaten/kota yang mengatakan terdapat beberapa kesalahan sebagai berikut : (1) Berimpit dengan desa 2008 : 139 desa; (2) Double dengan 2009: 64 desa; (3) Nama desa tidak ada:
v
51 desa; (4) Desa salah kabupaten: 5 desa dan (5) Desa tidak potensi pertanian : 12 desa, sehingga jumlah seluruhnya 271 desa. Selain itu terdapat dua kabupaten/kota yang mengundurkan diri, yaitu kota Bogor di Jawa Barat (24 kelurahan) dan kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat (15 desa). 16. Selain dari dua kabupaten/kota yang membatalkan PUAP 2009, terjadi kesalahan nama desa kaitannya dengan pengusulan Gapoktan. Jumlah dan nama desa yang telah ditetapkan Kepmentan nomor 1192 tahun 2009, tidak sesuai dengan nama desa dan gapoktan yang diusulkan oleh Bupati/Walikota. Ketidaksesuaian Kepmentan 1192/2009 dengan SK Bupati/ Walikota adalah berbeda jumlah desa (berlebih atau kurang) dan nama desa yang diusulkan. Jumlah desa/Gapoktan yang tidak sesuai dengan Kepmentan 1192/2009 adalah 192 desa, sehingga total desa yang perlu diperbaiki dari Kepmentan 1192/2009 sebanyak 463 desa. Perbaikan 463 desa sudah diselesaikan dengan menerbitkan Kepmentan nomor 3601/Kpts/OT.140/10/2009. Kinerja Masukan (input) :
17. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian nomor 1192/Kpts/OT.160/3/2009 dan nomor 3601/Kpts/OT.140/10/2009 telah ditetapkan sebanyak 10 000 lokasi desa program PUAP 2009 yang tersebar di 33 provinsi, 417 kabupaten/kota, dan 3 515 kecamatan. Sumber usulan calon lokasi desa program PUAP terdiri dari pemerintah daerah kabupaten/kota, aspirasi masyarakat dan program Departemen Pertanian. Proses penetapan desa PUAP yang memakan waktu lama (Kepmentan nomor 3601, tahun 2009), menyebabkan terlambatnya penyaluran dana BLM PUAP ke Gapoktan, yang mengakibatkan mundurnya proses persiapan di pusat dan daerah . 18. Semua usulan calon lokasi desa PUAP 2009 yang disampaikan ke Pelaksana PUAP Pusat, belum seluruhnya memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, termasuk nomenklatur, hirarki wilayah dan tidak mengulang usulan desa 2008. Akibatnya Kelompok Kerja Identifikasi Desa bekerja ekstra berat termasuk harus melakukan verifikasi kembali ke daerah yang memakan waktu dan tenaga cukup banyak. Sehingga penetapan desa PUAP 2009 menjadi mundur, yang berakibat proses persiapan selanjutnya tertunda, termasuk menghambat proses usulan dana pendamping di daerah. 19. Walaupun sosialisasi telah dilaksanakan pada seluruh lokasi penelitian, tetapi pemahaman masyarakat sasaran terhadap program PUAP masih beragam. Demikian pula pelatihan dan workshop yang diselenggarakan belum memberikan pemahaman dan keterampilan yang memadai untuk sebagian besar Pendamping Mitra Tani (PMT), Penyuluh Pendamping dan Tim Teknis Kabupaten, yang disebabkan waktu, dana, materi dan profesionalisme nara sumber kurang, serta kurang atau tidak adanya dana pendamping (kurangnya insentif dan dana operasional bagi pelaksana). 20. Pengembangan agribisnis bagi petani sasaran banyak menghadapi berbagai masalah dan kendala, diantaranya penetapan lokasi desa PUAP yang tidak sesuai dengan kriteria, prasarana irigasi yang kurang
vi
terpelihara, terbatasnya jalan usahatani/produksi, ketersediaan pupuk kimia bersubsidi terbatas, tingginya serangan hama dan penyakit tanaman, kurang tersedianya benih dan bibit unggul nasional yang berkwalitas, keterampilan petani dalam budidaya tanaman/ternak rendah, kekurangan pakan hijauan ternak, belum terlaksana integrasi tanaman – ternak dengan baik, pengusahaan lahan usahatani tanaman pangan dan hotikultura yang kecil, skala pengolahan hasil pertanian yang belum optimal serta masih menggunakan cara tradisional, dan kekurangan bahan baku. BPTP belum dioptimalkan sebagai Nara Sumber inovasi teknologi dan kelembagaan, sebatas perpanjangan tangan dari Pelaksana PUAP Pusat. 21. Kinerja penggunaan dana BLM PUAP dan perkembangan Gapoktan beragam tergantung dari kondisi awal pembentukan Gapoktan. Kinerja Gapoktan yang baik dan maju umumnya adalah Gapoktan yang berasal dari kelompok tani bekas binaan program sebelumnya seperti Primatani, P4K, Pidra, Desa Mandiri Pangan, kelompok tani BLM lainnya. Pada Gapoktan ini kelembagaan Gapoktan telah mantap, program kerja telah terbangun dan penyuluh pembina telah dipersiapkan dengan baik sehingga pelaksanaan pengembangan agribisnis dapat di laksanakan dengan baik. Sedangkan pada Gapoktan bentukan baru penggunaan dana BLM PUAP terkesan hanya bagi bagi bantuan saja, yang disebabkan rendahnya kwalitas SDM pengurus Gapoktan. Kinerja Proses:
22. Selain kurangnya dana operasional bagi tim teknis kabupaten, tim teknis kecamatan dan peyuluh pendamping (terbatasnya dana pendamping), seringnya terjadi mutasi personil dalam struktur organisasi pemerintah daerah, yang menyebabkan perubahan personil tim teknis dan penyuluh pendamping. Akibatnya petugas yang baru belum memahami dan terampil dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan PUAP dilapangan. 23. Hubungan baik PMT dengan tim pembina (BPTP), tim teknis kabupaten dan penyuluh pendamping memperlancar pelaksanaan tugas PMT, terutama dalam menyiapkan laporan reguler. Banyak PMT masih kesulitan dalam menyusun format rekapitulasi laporan keuangan, karena dinamisnya cash flow keuangan Gapoktan/LKM dan belum adanya standar program (soft file) sistim pengelolaan keuangan yang dapat digunakan. Di luar Pulau Jawa, ada beberapa PMT yang kesulitan dalam memanfaatkan jaringan internet untuk mengirim e-form laporan reguler. 24. PMT merasa kesulitan dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis sistim keuangan untuk pengelolaan dana BLM PUAP Gapoktan/LKM. Kesibukan PMT dalam pembinaan dan bimbingan teknis keuangan, menyebabkan terbatas waktunya untuk melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pengembangan agribisnis dan ekonomi usaha perdesaan. Cakupan wilayah kerja PMT yang beragam, dan luasnya wilayah binaan, baik dari segi jumlah Gapoktan (Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah) maupun penyebarannya (terutama diluar Pulau Jawa).
vii
25. Kesulitan penyuluh pendamping dalam melakukan pendampingan dan bimbingan teknis dilapangan, selain disebabkan keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan, juga insentif, sarana (komputer dan motor) dan biaya operasional yang kurang memadai. Terutama bagi penyuluh pendamping yang tidak tinggal di desa tempat kerjanya dan mempunyai wilayah kerja lebih dari satu desa atau luasnya wilayah kerja desa binaannya. 26. Tim Pembina (tingkat Provinsi) dan Tim Teknis (tingkat kabupaten dan kecamatan) sudah memberikan pembinaan dan arahan yang baik dan bijaksana sesuai dengan ketentuan dan peraturan PUAP Pusat, dan direspon baik oleh Gapoktan dalam implemetasi dan ketentuan pelaksanaan dilapangan. Hal ini terbukti dalam realisasi penyaluran dana BLM PUAP ke petani/anggota. Sehingga penyaluran dana BLM bervariasi ada yang sudah 100 persen, dan kebanyakan berkisar 84 – 90 persen, terendah di Kalimantan Tengah baru mencapai 40 – 70 persen. 27. Belum semua Gapoktan memiliki unit usaha simpan pinjam, kalaupun Gapoktan sudah memiliki unit atau seksi usaha simpan-pinjam, tetapi mereka belum seluruhnya menguasai pengelolaan keuangan termasuk sistim pembukuan yang standar. Belum signifikan Gapoktan yang dapat mengembangkan modal usahanya diluar dana BLM PUAP, hanya ada beberapa saja yang telah berhasil. Kebanyakan Gapoktan mematok bunga pinjaman satu persen per bulan, dan hal ini sudah cukup membantu kebutuhan anggota untuk pengadaan input usahatani. 28. Di beberapa Gapoktan pengelolaan dana BLM dilakukan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk khusus untuk mengelola dana tersebut (seperti di Sumatera Barat dan beberapa Gapoktan lainnya). Sedangkan sebagian besar lainnya, pengelolaan dana cukup (hanya) dikelola oleh Bendahara Gapoktan (melalui kegiatan seksi usaha simpan pinjam). Keberadaan LKM sangat tergantung dari peran dinas teknis (pemerintah daerah) tim pembina dan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk mengarahkan, melatih dan pembinaan kearah terbentuknya LKM. Model LKM/UKM berkembang lebih baik, terutama dalam menjaring dana diluar BLM PUAP, termasuk memberikan produk jasa perbankan lainnya dengan sistim bunga yang kompetitif (LKMA Penampung Prima, di Kabupaten Agam, Sumatera Barat). 29. Tersalurnya dana BLM PUAP tahun 2008 ke rekening Gapoktan umumnya pada bulan November - Desember 2008. Akibat keterlambatan realisasi dana tersebut menyebabkan sebagian realisasi dana tidak sesuai dengan rencana (RUA, RUK dan RUB). Penggunaan dana disesuaikan dengan situasi kebutuhan pada saat dana disalurkan atau dimanfaatkan oleh petani/peserta PUAP. Perubahan tersebut tanpa didukung oleh berita acara revisi RUA, RUK dan RUB. 30. Sebagian besar pemanfaatan dana digunakan untuk penyediaan pupuk (pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan), bibit atau benih, dan bakalan sapi/domba. Pada beberapa Gapoktan yang relatif maju (misalnya telah terbentuk LKM) dana PUAP juga dimanfaatkan untuk pengembangan usaha industri rumahtangga pangan atau pemasaran hasil pertanian bagi wanita/istri petani (sering disebut Bakulan).
viii
Pemanfaatan dana untuk menambah modal usaha pengolahan hasil pangan di Sumatera Barat (Kabupaten Agam) memperluas usaha (produksi, diversifikasi dan pemasaran) sampai lebih dari lima kali lipat dibanding sebelumnya. 31. Sebagian penyediaan pupuk dan bibit tersebut dikelola oleh Gapoktan dan sebagian besar dikelola oleh masing masing petani. Adanya bantuan dana BLM PUAP telah membantu petani memperoleh dana lebih mudah dan bunga lebih murah dibandingkan pinjaman dari pemberi utang (tengkulak) yang biasa dilakukan petani sebelumnya. Tetapi karena jumlah BLM PUAP yang terbatas (Rp 100 juta/Gapoktan), sedangkan jumlah anggota Gapoktan cukup banyak (lebih dari 200 anggota), sehingga BLM PUAP ini hanya dapat membantu relatif sedikit dari jumlah yang mereka butuhkan. 32. Besarnya dana yang dialokasikan ke peserta/petani antar Gapoktan sangat bervariasi, tergantung dari Juklak atau Juknis dan pengaturan dari Tim Teknis (termasuk Tim Pembina) masing-masing Kabupaten/Provinsi. Ada yang membagi kepada semua anggota Gapoktan dengan jumlah yang kecil (misalnya maksimal Rp 650.000,-/peserta) juga ada yang mengalokasikan pada sebagian kecil saja peserta/petani anggota dengan seleksi yang ketat, kemudian petani/peserta lainnya memperoleh BLM PUAP dari hasil perguliran berikutnya. 33. Di tingkat Kabupaten/Kota pembinaan teknis PUAP umumnya berada di Dinas Pertanian atau di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3). Masih besarnya egoisme dari masing masing dinas/SKPD menyebabkan adanya kendala dalam koordinasi program dan pelaksanaan antara PUAP dengan program Dinas teknis. Apabila pelaksanaan PUAP di BKP3 umumnya dinas tidak terlalu/ mau campur tangan meskipun secara formal sebagai anggota tim teknis. Pada kondisi demikian pelaksanaan PUAP seolah lepas dari program program dinas teknis, sehingga seolah ada dua jalur teknis pembinaan yaitu (1) Dinas Provinsi – Dinas Kabupaten - Penyuluh; dan (2) BPTP - BKP3 - PMT – Penyuluh. 34. Sebagian kecil saja anggota yang memanfaatkan dana BLM PUAP mengembangkan usaha agribisnis dengan memanfaatkan inovasi teknologi, umumnya usahatani yang dilakukan hanya memperbaiki teknologi yang telah ada, tidak berbeda jauh dengan sebelumnya. Sehingga kinerja usahatani belum meningkat dan berkembang secara signifikan, yang mengakibatkan peningkatan produksi dan pendapatan usahatani yang menjadi tujuan dan sasaran program PUAP belum tercapai secara optimal. Pemanfatan dana BLM PUAP digunakan untuk memperluas/mengembangakan usahatani yang lama atau berdiversikasi usahatani dengan mengembangkan komoditi baru. Dari semua varian pemanfaatan dana BLM PUAP, jenis usaha pengolahan hasil dan perdagangan yang perguliran dan pengembalian dananya paling cepat dibanding usahatani tanaman dan ternak.
ix
Kinerja Luaran (Output)
35. Secara umum tingkat pengembalian dana BLM sudah cukup baik, dari 22 Gapoktan yang disurvai, hanya 5 Gapoktan yang belum melakukan revolving, karena pengembalian pinjaman putaran pertama belum selesai (belum jatuh tempo) pada komoditi ternak dan tanaman perkebunan. Beberapa kasus belum mengembalikan pinjaman sama sekali, disebabkan (1) Belum menjual ternak, karena berat minimal belum tercapai; (2) Serangan hama dan penyakit pada cabai; (3) Terjadi puso akibat perubahan iklim; (4) Belum jatuh tempo pengembalian. 36. Walaupun dalam pandum PUAP pembentukan LKMA/UKM direncanakan pada tahun ke tiga, tetapi kenyataannya pada tahun pertama ini sudah ada beberapa Gapoktan yang membentuk LKMA untuk mengembangkan dan menyalurkan dana BLM PUAP (Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah). Pengembangan BLM PUAP yang dikelola oleh LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan langsung, karena modal usaha bertambah dan dapat memberikan produk jasa bank lainnya. 37. Baik dana BLM yang dikelola LKMA maupun Gapoktan, telah menerapkan simpanan pokok (sebanyak 72,3 %), simpanan wajib (sebanyak 68,2 %) dan simpanan sukarela (sebanyak 50 %) bagi anggota/petani yang telah memperoleh pinjaman dana BLM PUAP. Pinjaman yang dilakukan sebanyak 73 persen menggunakan sistem konvensional dan sisanya menggunakan sistem syariah (tetapi tidak sepenuhnya). Jumlah maksimal pinjaman bervariasi diantara Gapoktan/LKMA, ada yang nilainya sama untuk setiap peminjam, ada yang berbeda dengan kisaran Rp. 100,000,sampai Rp. 500.000,- (60%), juga ada yang menetapkan maksimalnya saja Rp. 2.000.000,- atau Rp. 3.000.000,-. Tahapan pinjaman ada yang menerapkan satu kali pertahun (55 %), ada yang dua kali pertahun (19 %) sisanya menerapkan pinjaman sesuai kebutuhan anggota. 38. Penggunaan dana BLM PUAP untuk pengadaan input produksi yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan produksi dan produktivitas pada semua komoditi yang diusahakan. Pada usahatani padi terjadi peningkatan rata-rata 33,33 persen, pada tanaman hortikultura yang banyak menggunakan benih unggul meningkat sampai 50 persen. Perbaikan pemeliharaan dan pemupukan pada tanaman perkebunan dapat meningkatkan produksi sampai 33,8 persen dan pada usaha penggemukan ternak (sapi) dapat meningkatkan nilai jual sampai 16,95 persen dibanding sebelumnya. 39. Walaupun umur Gapoktan masih relatif muda, tetapi pada beberapa Gapoktan terjadi pengembangan usaha. Sembilan persen Gapoktan yang disurvai telah mengembangkan empat kegiatan usaha; 45 persen Gapoktan telah memiliki tiga kegiatan usaha; 31 persen Gapoktan telah memiliki 2 kegiatan usaha dan hanya 14 persen yang memiliki satu kegiatan usaha. Kinerja Outcome dan Benefit
40. Berdasarkan hasil analisa usahatani komoditi utama dari anggota Gapoktan yang telah menerima pinjaman dana BLM PUAP, telah terjadi
x
peningkatan pendapatan usaha. Pada usahatani tanaman padi, peningkatan pendapatan usahatani rata-rata mencapai 30,01 persen dari sebelumnya. Usahatani tanaman hortikultura yang sebagian anngotanya telah memanfaatkan benih unggul nasional, peningkatan pendapatannya rata-rata mencapai 48,84 persen. Usahatani tanaman perkebunan yang hanya memperbaiki komponen teknologi saja juga telah dapat meningkatkan pendapatan sampai 38,12 persen dan kelompok anggota Gapoktan yang mengusahakan peternakan, kenaikan itu hanya sekitar 11,5 persen dibanding usahatani sebelumnya. 41. Tujuan program PUAP untuk mengurangi kemiskinan melalui penyerapan tenaga yang lebih banyak di perdesaan, kiranya masih perlu pengkajian lebih mendalam. Dari sedikit contoh beberapa Gapoktan yang disurvai, memang sudah ada tambahan tenaga kerja yang diperlukan bagi anggota/petani yang memanfaatkan dana PUAP untuk mengembangkan usahataninya. Misalnya pada kelompok komoditi ternak tambahan tenaga kerja yang diperlukan bisa mencapai 17,12 persen, tanaman perkebunan yang tidak menambah luas areal, hanya 4,19 persen. Pada kelompok anggota yang mengusahakan tanaman pangan dan hortikultura, pertambahan tenaga kerja yang dibutuhkan menjadi meningkat lebih besar, masing-masing sebesar 30,02 dan 51,48 persen dibanding penyerapan tenaga kerja sebelumnya. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
42. Baik pada Kepmentan nomor 1192 tahun 2009 dan Kepmentan nomor 3601 tahun 2009 penyebaran lokasi desa PUAP 2009, kurang merata disemua wilayah maupun kabupaten/kota. Berazaskan pemerataan, keadilan dan membantu daerah yang terbelakang, baiknya usulan calon lokasi desa PUAP 2010 lebih merata dan meyebar diwilayah yang memang memerlukan bantuan BLM PUAP, serta sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 43. Untuk mempercepat proses identifikasi desa dan mengurangi langkah verifikasi ulang di daerah, maka usulan calon lokasi desa PUAP dari aspirasi masyarakat dan program lingkup Departemen Pertanian agar berkoordinasi dengan Kepala Wilayah (Bupati dan Walikota), sehingga semua usulan calon lokasi desa PUAP sudah diketahui dan diverifikasi oleh Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk kemampuan pengelolaan dalam implementasinya di daerah (kasus Kota Bogor, Jawa Barat, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat dan lokasi lainnya). 44. Perlu dibentuk Tim Sosialisasi PUAP yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan/memobilisasi masyarakat, termasuk dalam sosialisasi ini melakukan Forum Group Diskusi (FGD) secara partisipatif sebagai bahan dalam menyusun RUK dan RUB. Perlu diberikan waktu yang cukup, tenaga yang terampil dan dana yang memadai untuk meningkatkan kinerja Tim Sosialisasi PUAP ini. 45. Rendahnya kinerja sebagian PMT, Penyuluh pendamping dan Tim Teknis kabupaten serta kecamatan, salah satunya disebabkan kurang memadai penyelenggaraan pelatihan dan workshop yang dilakukan secara TOT.
xi
Perlu dibentuk Tim TOT yang profesional baik ditingkat pusat maupun di daerah agar peserta training/workshop dapat memahami dan terampil dalam mengelola sistem keuangan mikro serta membuat laporannya. Materi yang bersifat pemahaman teknis dan pengelolaan keuangan mikro perlu diperbaharui – termasuk memperbaiki Pandum, Juklak dan Juknis – agar hasil pelatihan langsung dapat diterapkan dilapangan, dengan formulasi yang sama untuk semua Gapoktan. Untuk ini peserta latihan perlu dibekali dengan software sistem pengelolaan keuangan mikro yang langsung dapat diterapkan. 46. Kemampuan manajerial, pemahaman teknis pengelolaan keuangan mikro dan pengetahuan pengembangan agribisnis yang minimal harus dimiliki oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) harus diperketat dalam seleksi penerimaan PMT baru. Selain itu PMT lama yang kinerjanya dibawah standar, agar segera diganti oleh yang lebih profesional. Hal ini akan memberikan dampak positif pada PMT lainnya. Kewajiban PMT bekerja dan tinggal di wilayah kerjanya (kabupaten/kota) mutlak harus dilakukan (selama hari kerja). 47. Saat ini peran PMT lebih kepada pembinaan administratif keuangan Gapoktan dan menyusun laporan progres PUAP saja. Keberadaan PMT ini perlu lebih diberdayakan sebagai konsultan dan fasilitator pengembangan usaha agribisnis perdesaan Gapoktan. Misalnya bersama dengan BPTP dapat menjadi media dan fasilitator pengembangan inovasi teknologi komoditi utama yang dikembangkan. 48. Perlu lebih diberdayakan lagi Tim Teknis Kabupaten dan Penyuluh Pendamping, bukan hanya melalui pelatihan dan workshop saja, tetapi insentif/honor, dana operasional dan perlengkapan/sarana yang diperlukan agar dapat dipenuhi. Tidak mungkin dapat ditingkatkan kinerja Tim Teknis Kabupaten dan Penyuluh Pendamping tanpa persyaratan tersebut diatas terpenuhi. Karena salah satu sumber dana untuk hal tersebut adalah dana pendamping, maka kewajiban Pemerintah daerah untuk memfasilitasinya. Oleh karena itu penetapan lokasi desa PUAP di awal tahun harus segera dilakukan dan dapat dijadikan justifikasi untuk memperoleh anggaran dana pendamping di daerah 49. Perlu dikaji lagi peran dan tugas BPTP dalam program PUAP yang sesuai dengan tupoksinya. Sebaiknya peran BPTP bukan hanya koordinasi (Sekretariat PUAP) di tingkat Provinsi saja. Tetapi yang lebih penting dan lebih sesuai dengan tupoksinya adalah sebagai fasilitator dan nara sumber dari pengembangan inovasi teknologi komoditi utama yang dikembangkan (seperti pada PRIMA TANI). Sehingga BPTP dapat tetap eksis sebagai lembaga pengkaji dan pengembangan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi bagi masing masing daerah. 50. Dalam rangka pengembangan agribisnis komoditi utama, banyak ditemukan berbagai masalah dan kendala yang tidak mungkin dapat diatasi oleh Pelaksana PUAP saja. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan koordinasi dan integrasi dengan Program Strategis Departemen Pertanian lainnya, misalnya dengan program SLPTT, PS2DS, Pengembangan Kawasan Hortikultura, FEATI, dan Pengembangan Agropolitan serta program terkait lainnya. Bila
xii
memungkinkan dapat diintegrasikan (lokasi dan komoditi) dengan program Dinas terkait yang memperoleh dana dari anggaran Tugas Pembantuan, yang dirancang untuk mengembangkan komoditas unggulan. 51. Untuk menumbuhkembangkan keuangan mikro, perlu diwajibkan kepada semua Gapoktan dan LKM/UKMnya agar berusaha untuk menggalang dana dilaur dana BLM PUAP. Minimal semua penerima pinjaman dana BLM, diwajibkan untuk memberikan simpanan wajib, simpanan pokok dan simpanan sukarela. Lebih dari itu adalah menggalang sumber dana diluar anggota untuk menyimpan dana di LKM/UKM Gapoktan dengan bunga yang menarik. Membuat prduk jasa bank yang lainnya juga dapat dilakukan, termasuk usaha diluar usahatani. Untuk maksud ini perlu dilakukan training/workshop lanjutan bagi Manajer LKM/UKM dan Ketua Gapoktan. 52. Karena penyaluran dana BLM PUAP 2009 terlambat lagi seperti tahun lalu, maka RUA, RUK dan RUB yang dibuat belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan anggota, agar nanti dalam implementasi pengembangan usaha agribisnis dapat dilakukan revisi/perbaikan RUA, RUK dan RUB, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila ketentuan Juklaknya belum ada perlu ditambahkan. 53. Perlu dihimbau pada Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten agar membuat ketentuan untuk mengantisipasi kondisi darurat (force major), seperti gagal panen akibat, serangan hama dan penyakit, banjir dan kekeringan serta perubahan iklim yang tidak dapat diantisipasi. Ketentuan tersebut dapat berupa Juklak yang diterbitkan oleh Tim Pembina atau Tim Teknis. 54. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pengelolaan dana BLM PUAP oleh LKM/UKM relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan langsung. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk merevisi Pandum PUAP, yang menyatakan pembentukan LKM pada tahun ke tiga dirubah menjadi paling lambat pada tahun ke dua. Sebagai contoh di Sumatera Barat, pembentukan LKMA sebagai syarat pencairan dana BLM PUAP. Sehingga dana BLM tersebut dapat langsung dikelola oleh LKMA. Persyaratan ini dikeluarkan oleh Tim Pembina Provinsi dalam bentuk Juklak yang diberlakukan pada semua kabupaten.
xiii