LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN AGAR Gracilaria verrucosa DENGAN PERLAKUAN BOBOT BIBIT TERHADAP JARAK TANAM DI TAMBAK BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA KARAWANG, JAWA BARAT
LA ODE ALIFATRI
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN AGAR Gracilaria verrucosa DENGAN PERLAKUAN BOBOT BIBIT TERHADAP JARAK TANAM DI TAMBAK BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA KARAWANG, JAWA BARAT Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
LA ODE ALIFATRI C54070001
RINGKASAN LA ODE ALIFATRI. Laju Pertumbuhan dan Kandungan Agar Gracilaria verrucosa dengan Perlakuan Bobot Bibit terhadap Jarak Tanam di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan MEUTIA SAMIRA ISMET. Rumput laut Gracilaria verrucosa merupakan salah satu jenis alga merah (Rhodophyta) yang tumbuh di daerah tropik dan subtropik perairan laut dangkal. Gracilaria verrucosa dapat dibudidayakan di kawasan pertambakan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa hingga saat ini masih terus dilakukan khususnya dalam menentukan bobot dan jarak tanam yang sesuai untuk digunakan. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai perlakuan bobot bibit dan jarak tanam kaitannya terhadap parameter kualitas air tambak. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh bobot dan jarak tanam terhadap laju pertumbuhan dan kandungan agar rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Gracilaria verrucosa ditanam menggunakan metode rakit apung dengan perlakuan bobot 50 gr, 100 gr dan 150 gr terhadap jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm serta pengaruh parameter kualitas air terhadap bibit Gracilaria verrucosa pada perairan tambak BLUPPB Karawang, Jawa Barat. Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa suhu antara 26-28 ˚C, salinitas 31-34 psu, pH 7,5-8, oksigen terlarut 5,5-6,5 mg/l, nitrat 0,15-0,20 mg/l, fosfat 0,15-0,25 mg/l, kedalaman 60-65 cm, kecerahan 50-55%. Pada lingkungan perairan ditemukan organisme penempel seperti lumut dari jenis Enteromorpha intestinalis, Chaetomorpha sp., Ectocarpus, kerang dari jenis Limnea glabra dan ikan bandeng. Hasil pengamatan laju pertumbuhan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rata-rata pada perlakuan bobot bibit 50 gr terhadap jarak tanam 40 cm adalah 3,45 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 16,08%, pada perlakuan jarak tanam 30 cm adalah 3,06 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,98% dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm adalah 2,62 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,80%. Pada perlakuan bobot bibit 100 gr terhadap jarak tanam 40 cm adalah 4,25 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,56%, pada perlakuan jarak tanam 30 cm adalah 4,21 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,45% dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm adalah 4,09 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,38%. Pada perlakuan bobot bibit 150 gr terhadap jarak tanam 40 cm adalah 4,52 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,49%, pada perlakuan jarak tanam 30 cm adalah 4,44 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,23% dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm adalah 4,21 gr/hari dengan kandungan agar sebesar 15,16%. Analisis faktorial menghasilkan kategori bibit menjadi tiga tipe yaitu sangat baik (jarak tanam 40 cm dengan bobot 150 gr, 100 gr dan 50 gr), baik (jarak tanam 30 cm dengan bobot 150 gr, 100 gr dan 50 gr) dan tidak baik (jarak tanam 20 cm dengan bobot 150 gr, 100 gr dan 50 gr).
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN AGAR Gracilaria verrucosa DENGAN PERLAKUAN BOBOT BIBIT TERHADAP JARAK TANAM DI TAMBAK BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA KARAWANG, JAWA BARAT
LA ODE ALIFATRI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SKRIPSI
Judul
: LAJU PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN AGAR Gracilaria verrucosa DENGAN PERLAKUAN BOBOT BIBIT TERHADAP JARAK TANAM DI TAMBAK BALAI LAYANAN USAHA PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA KARAWANG, JAWA BARAT
Nama
: La Ode Alifatri
NRP
: C54070001
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si NIP. 19651213 199403 2 002
Meutia Samira Ismet, S.Si, M.Si NIP. 19800325 200701 2 002
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal lulus : 14 Juni 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Laju Pertumbuhan dan Kandungan Agar Gracilaria verrucosa dengan Perlakuan Bobot Bibit terhadap Jarak Tanam di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat”. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir Mujizat Kawaroe, M.Si. dan Meutia Samira Ismet, S.Si, M.Si. selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan bimbingannya selama penyusunan skripsi. 2. Bapak Rosyid, Bapak Hadi, Bapak Iyan dan seluruh staff BLUPPB yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. 3. Rekan-rekan ITK 44 yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi. 4. Keluarga tercinta, kedua orang tua, kakak dan adik atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan kontribusi informasi dan wawasan yang berguna bagi penulis dan pihak yang membacanya.
Bogor, Juni 2012
La Ode Alifatri
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.....................................................................................
x
.................................................................................
xi
.............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Tujuan .......................................................................................... 1.3. Manfaat ........................................................................................
1 1 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Morfologi dan Klasifikasi Rumput Laut ....................................... 2.2. Ekologi Gracilaria verrucosa ....................................................... 2.2.1. Suhu ...................................................................................... 2.2.2. Salinitas ................................................................................. 2.2.3. Derajat keasaman (pH) .......................................................... 2.2.4. Oksigen terlarut (DO) ........................................................... 2.2.5. Kecerahan .............................................................................. 2.2.6. Intensitas cahaya ................................................................... 2.2.7. Kedalaman ............................................................................ 2.2.8. Faktor biologi ........................................................................ 2.3. Perkembangbiakan Rumput Laut .................................................. 2.4. Pertumbuhan Rumput Laut ........................................................... 2.5. Habitat dan Penyebaran Rumput Laut di Indonesia ...................... 2.6. Penyakit Rumput Laut .................................................................. 2.7. Agar dan Kandungan Agar ............................................................ 2.8. Budidaya Rumput Laut ................................................................. 2.8.1. Pengadaan, pemilihan dan pemeliharaan bibit ...................... 2.8.2. Teknik penanaman ................................................................
4 4 5 5 6 6 7 8 9 9 10 10 11 12 14 16 17 17 19
3. METODE PENELITIAN .................................................................... 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. 3.3. Metode Penelitian ......................................................................... 3.3.1. Penanaman ............................................................................ 3.3.2. Pengamatan ........................................................................... 3.4. Analisa Data .................................................................................. 3.4.1. Laju pertumbuhan ................................................................. 3.4.2. Kandungan agar .................................................................... 3.4.3. Analisis statistika ..................................................................
21 21 22 23 23 25 25 25 26 26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 4.1. Kondisi Kualitas Air ..................................................................... 4.1.1. Suhu ...................................................................................... 4.1.2. Salinitas ................................................................................. 4.1.3. Derajat keasaman (pH) .......................................................... 4.1.4. Oksigen terlarut (DO) ........................................................... 4.1.5. Nitrat ..................................................................................... 4.1.6. Fosfat ..................................................................................... 4.1.7. Kedalaman dan kecerahan .................................................... 4.1.8. Substrat dasar ........................................................................ 4.1.9. Organisme penempel ............................................................. 4.2. Pertumbuhan Rumput Laut ........................................................... 4.2.1. Perlakuan bobot bibit 50 gr, 100 gr dan 150 gr terhadap jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm ............................................... 4.3. Laju Pertumbuhan Harian Rumput Laut ....................................... 4.3.1. Perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam .......................... 4.4. Kandungan Agar Rumput Laut ..................................................... 4.5. Pengaruh dan Penentuan Perlakuan yang Baik Untuk Rumput Laut Gracilaria verrucosa .................................................................... 4.6. Pengaruh Perbedaan Bobot dan Jarak Tanam Terhadap Lama Hidup Gracilaria verrucosa ....................................................................
28 28 28 29 30 31 32 32 33 34 34 35 35 38 38 46 48 49
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 51 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 51 5.2. Saran .............................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
................................................................................ 52
............................................................................................... 57
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Produksi perikanan budidaya rumput laut di Indonesia tahun 20072009 ...................................................................................................... 2
2.
Jenis-jenis rumput laut di Indonesia
..................................................... 13
3.
Parameter kualitas air yang diukur
....................................................... 23
4.
Rata-rata parameter kualitas air di lokasi penelitian perairan tambak BLUPPB ............................................................................................... 28
5.
Laju pertumbuhan (gr/hari) Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot dan jarak tanam .......................................................................... 39
6.
Pertumbuhan bobot basah rata-rata (gr) rumput laut Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot dan jarak tanam (selama 6 minggu) ...... 48
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Gracilaria verrucosa
............................................................................ 4
2.
Daur hidup rumput laut (Mubarak, 1990)
3.
Metode penanaman Gracilaria sp. di tambak
4.
Peta lokasi penelitian
........................................................................... 21
5.
Rancangan penelitian
........................................................................... 24
6.
Desain rakit apung perlakuan bobot bibit (50 gr, 100 gr dan 150 gr) terhadap jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) tampak atas ............. 24
7.
Suhu perairan pada lokasi penelitian
8.
Salinitas perairan pada lokasi penelitian
9.
pH perairan pada lokasi penelitian
............................................ 11 ...................................... 20
................................................... 28 .............................................. 29
....................................................... 30
10. Oksigen terlarut pada lokasi penelitian
................................................ 31
11. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 50 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ................. 36 12. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 100 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ............... 37 13. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 150 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ............... 38 14. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 50 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ................. 41 15. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 100 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ............... 43 16. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 150 gr terhadap jarak tanam yang berbeda ............... 44 17. Kandungan agar Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam ............................................................................ 46
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Sketsa lokasi tambak penelitian
........................................................... 58
2.
Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan
3.
Laju pertumbuhan (gr/hari) pada perlakuan bobot bibit dan jarak tanam .................................................................................................... 60
4.
Proses ekstraksi agar
............................................................................ 62
5.
Data kandungan agar
............................................................................ 63
6.
Pengaruh perbedaan bobot bibit dan jarak tanam terhadap lama hidup ..................................................................................................... 64
7.
Data kualitas air di lokasi penelitian
8.
Statistika deskriptif dari parameter lingkungan
9.
Dokumentasi penelitian
........................ 59
.................................................... 68 ................................... 69
........................................................................ 70
1
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rumput laut Gracilaria verrucosa merupakan salah satu jenis alga merah (Rhodophyta) yang tumbuh di daerah tropik dan subtropik perairan laut dangkal. Gracilaria verrucosa dapat dibudidayakan di kawasan pertambakan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut yang berpotensi dikembangkan untuk ekspor karena mengandug agar-agar yang sangat tinggi dan bermanfaat untuk berbagai keperluan. Budidaya Gracilaria verrucosa di tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya mempunyai arti penting bagi masyarakat/petani dalam meningkatkan hasil produksinya dengan peranannya sebagai produksi tambahan dari kegiatan pembudidayaan hasil-hasil perikanan lainnya seperti udang, sidat, lele, kerapu, kerang dan bandeng. Hal ini dikarenakan proses pembudidayaan rumput laut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan peralatan sederhana dan tenaga yang relatif lebih kecil. Proses pembudidayaan rumput laut di tambak lebih banyak keuntungannya bila dibandingkan dengan budidaya di laut (Zatnika, 2009). Pengembangan budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa yang dilakukan di tambak BLUPPB Karawang Jawa Barat merupakan salah satu pemanfaatan tambak sebagai upaya untuk memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat. Pada umumnya kondisi perairan tambak rumput laut di BLUPPB merupakan perairan yang cukup potensial sebagai tempat untuk budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain kemudahan memperoleh bibit alam, kehidupan masyarakat sebagian tergantung dari rumput laut dan 1
2
adanya jalur pemasaran antara petani dengan pengumpul rumput laut. Namun demikian sistem budidaya Gracilaria verrucosa yang dilaksanakan oleh petani/nelayan BLUPPB dengan sistem rakit apung belum dapat mencapai produksi yang diharapkan, sehingga belum dapat mencukupi tingginya permintaan pasar, terutama permintaan Gracilaria kering sebagai bahan baku utama penghasil agar. Tabel 1 ini menunjukkan besaran produksi budidaya rumput laut di kondisi alami dan tambak.
Tabel 1 Produksi perikanan budidaya rumput laut di Indonesia tahun 2007-2009 Produksi (ton) Komoditas Utama Kenaikan pertahun 2007 2008 2009 Rumput Laut (Laut) 1,485,654 1,937,591 2,791,688 37,25 Rumput Laut (tambak) 242,821 207,47 171,868 -15,86 Sumber : Direktorat jenderal perikanan budidaya
Kendala utama dalam pencapaian jumlah produksi adalah adanya penentuan bobot bibit dan jarak tanam yang sangat bervariasi. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian terkait dengan faktor-faktor kualitas rumput laut. Faktor-faktor tersebut berupa faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal (perlakuan bobot bibit dan jarak tanam) dari rumput laut Gracilaria verrucosa terutama di Perairan tambak BLUPPB Karawang, Jawa Barat. Hasil yang diharapkan dari penelitian tersebut adalah dapat menentukan perlakuan yang baik untuk bibit dan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa.
3
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk : 1.
Mengkaji pengaruh bobot dan jarak tanam terhadap laju pertumbuhan bobot rumput laut jenis Gracilaria verrucosa.
2.
Mengkaji pengaruh bobot dan jarak tanam terhadap kandungan agar rumput laut jenis Gracilaria verrucosa.
1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam menentukan bibit yang tepat sehingga dapat memperbaiki kualitas produksi basah yang maksimal dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani budidaya rumput laut di tambak BLUPPB Karawang, Jawa Barat.
4
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Rumput Laut Rumput laut memiliki morfologi yang tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara kesuluruhan, tanaman ini mempunyai struktur tubuh yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda, yang disebut sebagai thallus. Ciri morfologi Gracilaria sp. adalah thallus yang menyerupai silinder, licin, berwarna coklat atau kuning hijau, percabangan tidak beraturan memusat di bagian pangkal dan bercabang lateral memanjang menyerupai rambut dengan ukuran panjang berkisar 15-30 cm (Ditjen perikanan, 2004). Berikut Gambar 1 Gracilaria verrucosa :
Gambar 1. Gracilaria verrucosa
Sinulingga (2006) mengklasifikasikan Gracilaria verrucosa dalam taksonomi sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta Class : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Familia : Gracilariaceae Genus : Gracilaria Spesies : Gracilaria verrucosa 4
5
2.2 Ekologi Gracilaria verrucosa Rumput laut (Gracilaria verrucosa) umumnya terdapat di daerah dengan kondisi tertentu. Kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang molusca. Umumnya genus Gracilaria sp. tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Hal ini dikarenakan pada tempat tersebut beberapa persyaratan untuk pertumbuhan rumput laut dapat terpenuhi, diantaranya adalah faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat dan pergerakan air. Habitat khas rumput laut adalah daerah yang memperoleh aliran air laut tetap. Gracilaria sp. lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang yang mati. Rumput laut ini tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainnya. Berbagai faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, salinitas, pH, gerakan air (arus), zat hara dan faktor biologis, berpengaruh penting pada laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup rumput laut. Uraian di bawah ini menjelaskan betapa pentingnya faktor lingkungan bagi rumput laut yang erat hubungannya dengan laju pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa.
2.2.1 Suhu Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mempelajari gejala-gejala fisika air laut pada perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan pada suatu perairan. Kemampuan adaptasi rumput laut Gracilaria sp. terhadap suhu bervariasi, tergantung dimana rumput laut tersebut hidup sehingga dimungkinkan akan tumbuh subur pada daerah yang
6
sesuai dengan suhu pertumbuhannya. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa adalah berkisar antara 20-28°C (Zatnika, 2009).
2.2.2 Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Kondisi salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar antara 15-34 ppt (Zatnika, 2009). Dahuri (2002) menjelaskan bahwa secara umum salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32– 34 ppt. Selanjutnya ditambahkan oleh Sutika (1989) bahwa salinitas air laut pada umumnya berkisar antara 33 ppt sampai 37 ppt dan dapat berubah berdasarkan waktu dan ruang. Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suplai air tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut dan evaporasi (Nybakken, 2000). Selain itu Nontji (1993) juga menyatakan bahwa sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.
2.2.3 Derajat Keasaman (pH) Pemilihan lokasi untuk budidaya Gracillaria verrucosa, harus memperhatikan faktor biologis, fisika dan kimiawi. Salah satu faktor kimiawi tersebut adalah pH. Pertumbuhan rumput laut memerlukan pH air laut optimal yang berkisar antara 6-9 (Zatnika, 2009). Chapman (1962 in Supit 1989) menyatakan bahwa hampir seluruh rumput laut menyukai kisaran pH 6,8-9,6 sehingga variasi pH yang tidak terlalu besar tidak akan menjadi masalah bagi pertumbuhan rumput laut.
7
2.2.4 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi organisme air. DO biasanya dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada lapisan permukaan karena adanya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Organisme fotosintetik seperti fitoplankton juga membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan diwaktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari fotosintesis. Kelarutan oksigen di perairan sangat penting dalam mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan juga dalam kehidupan organisme. Selain itu oksigen dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air termasuk mikroorganisme untuk proses respirasinya. Effendi (2003) menjelaskan bahwa hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dengan suhu berbanding terbalik, semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas. Sehingga kadar oksigen terlarut di laut cenderung lebih rendah dari pada kadar oksigen di perairan tawar. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1˚C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Sutika (1989) juga mengatakan bahwa pada dasarnya proses penurunan oksigen dalam air disebabkan oleh proses kimia, fisika dan biologi. Proses-proses tersebut antara lain proses respirasi baik oleh hewan maupun tanaman serta proses penguraian (dekomposisi) bahan organik dan proses penguapan. Kelarutan oksigen ke dalam air terutama dipengaruhi oleh faktor suhu, oleh karena itu kelarutan gas oksigen pada suhu rendah relative lebih tinggi jika dibandingkan pada suhu tinggi. Hal ini didukung oleh Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa
8
kejenuhan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air, dimana semakin tinggi suhu maka konsentrasi oksigen terlarut semakin turun. Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut ditentukan oleh kelarutan gas oksigen dalam air dan proses biologis yang mengontrol tingkat konsumsi dan pembebasan oksigen. Sulistijo dan Atmadja (1996) menyatakan bahan baku mutu DO untuk rumput laut adalah lebih dari 5 mg/l. Hal ini berarti jika oksigen terlarut dalam perairan mencapai 5 mg/l maka metabolisme rumput laut dapat berjalan dengan optimal. Buesa (1977 in Iksan 2005) menyatakan perubahan oksigen harian dapat terjadi di perairan dan bisa berakibat nyata terhadap pertumbuhan rumput laut. Namun kadar oksigen biasanya selalu cukup untuk proses metabolisme rumput laut (Chapman 1962 in Iksan 2005).
2.2.5 Kecerahan Cahaya matahari adalah merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa cahaya menyediakan energi bagi terlaksananya fotosintesis, sehingga kemampuan penetrasi cahaya pada kedalaman tertentu sangat menentukan distribusi vertikal organisme perairan. Hal yang berhubungan erat dengan penetrasi cahaya adalah kecerahan perairan. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Hal ini akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan rumput laut (Ditjen perikanan, 1997).
9
2.2.6 Intensitas Cahaya Radiasi matahari menentukan intensitas cahaya pada suatu kedalaman tertentu dan juga sangat mempengaruhi suhu perairan. Cahaya sinar matahari yang menembus permukaan air berperan penting dalam produktivitas perairan. Cahaya mempunyai pengaruh besar terhadap biota laut yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Hutabarat dan Evans (2001) mengatakan bahwa penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman perairan. Adanya bahan-bahan yang melayang dan tingginya nilai kekeruhan di perairan dekat pantai akan menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya di tempat tersebut. Intensitas cahaya yang diterima sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis yang menentukan tingkat pertumbuhan rumput laut. Penetrasi cahaya lebih optimal bila menggunakan metode terapung dalam pembudidayaan rumput laut.
2.2.7 Kedalaman Direktorat jenderal perikanan 1997 mengatakan bahwa kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa adalah 0,5-1,0 m pada waktu surut terendah di lokasi yang berarus kencang. Sementara kedalaman perairan yang baik untuk budidaya dengan metode lepas dasar antara 2-15 m dan metode rakit apung antara 5-20 m. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari (Ditjen perikanan, 1997).
10
2.2.8 Faktor Biologi Faktor biologi yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah organisme penempel dan hewan herbivora. Hasil penelitian Sulistijo (1985) menyatakan bahwa tanaman penempel yang terdapat pada rak percobaan baik yang terapung ataupun yang didasar pada umumnya hampir sama dan juga ditemukan menempel pada tanaman yang dibudidayakan. Tanaman penempel tersebut antara lain : Acanthopora sp.; Hypnea sp.; Amphiroa sp.; Padina sp.; Valonia sp.; Laurencia sp.; Gelidiopsis sp.; Caulerpa sp.; Sargassum sp.; Polysiphonia sp. dan Chaetomorpha sp. Kehadiran tanaman ini sudah terjadi sejak semula karena terbawa oleh bibit dari alam berupa spora dan terbawa arus. Sedangkan hewan herbivora adalah ikan yang memanfaatkan alga yang dikultur sebagai makanannya seperti famili Pomancetridae, Platacidae, dan Aluteridae. Contoh ikan-ikan herbivora tersebut adalah ikan Bandeng (Chanos chanos), ikan Beronang (Siganus sp.), bulu babi (Diadema setosum) dan penyu (Chelonia mydas) (Soegiarto et al 1977).
2.3 Perkembangbiakan Rumput Laut Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya terbagi 2 yaitu secara seksual dan aseksual. Pada perkembangbiakan secara seksual, gametofit jantan yang telah dewasa menghasilkan sel-sel spermatangial yang nantinya menjadi spermatangia. Sedangkan gametofit betina menghasilkan sel khusus yang disebut karpogonia yang dihasilkan dari cabang-cabang karpogonial. Perkembangbiakan secara aseksual terdiri dari penyebaran tetraspora, vegetatif dan konjugatif. Sporofit dewasa menghasilkan spora yang disebut tetraspora yang sesudah proses
11
germinasi (berkecambah) tumbuh menjadi tanaman beralat kelamin, yaitu gametofit jantan dan gametofit betina. Perkembangan secara vegetatif adalah dengan cara stek. Potongan seluruh bagian dari thallus akan membentuk percabangan baru dan tumbuh berkembang menjadi tanaman dewasa (Poncomulyo, 2006). Berikut gambar 2 daur hidup rumput laut Gracilaria verrucosa
Gambar 2. Daur hidup rumput laut (Mubarak, 1990) (Sumber : http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/03520013-abdul-hamid.ps)
2.4 Pertumbuhan Rumput Laut Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain jenis, galur, thallus (bibit) dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain lingkungan atau oseanografi, bobot bibit, jarak tanam dan teknik penanaman (Kamlasi, 2008). Pertumbuhan rumput laut menunjukkan adanya pertumbuhan besar, panjang serta cabang. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan dari sel-sel yang
12
menyusun rumput laut tersebut. Perbanyakan sel-sel dapat terjadi karena pembelahan pada sel-sel yang menyusun rumput laut. Proses pembelahan sel ini dimulai dengan pembelahan intinya yang selanjutnya terjadi pembelahan plasma atau pembelahan sel. Dalam pembelahan sel ada tiga cara yaitu amitosis, mitosis dan miosis. Budidaya rumput laut yang dilakukan oleh para petani atau nelayan kebanyakan menggunakan dengan cara stek, karena pemilihan metode ini bersifat mudah dan lebih murah dari pada cara seksual. Thallus atau cabang yang diambil untuk metode ini adalah cabang yang masih muda (Sutrian, 2004). Laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah 3% pertambahan berat per hari.
2.5 Habitat dan Penyebaran Rumput Laut di Indonesia Gracilaria sp hidup di alam dengan cara menempel pada substrat dasar perairan atau benda lainnya di daerah pasang surut. Bahkan di daerah Sulawesi pada musim-musim tertentu rumput laut jenis Gracilaria sp. banyak terdampar di pantai karena hempasan gelombang dalam jumlah yang sangat besar dan berakibat over produksi. Anggadiredja (2007) mengatakan Gracilaria sp. tersebar luas di sepanjang pantai daerah tropis dan umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang, melekat pada substrat karang mati atau kulit kerang dan batu gamping di daerah intertidal dan subtidal. Rumput laut yang umumnya dibudidayakan di tambak di Indonesia adalah jenis Gracilaria verrucosa dan Gracilaria gigas. Jenis ini berkembang di perairan Sulawesi Selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros), Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi,
13
Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan) dan Lombok Barat. Rumput laut Gracilaria sp. umumnya dipanen dari hasil budidaya dan juga dari alam. Namun hasil dari alam memiliki kualitas budidaya kurang baik karena tercampur dengan jenis lain (Anonymous, 2005). Pengetahuan tentang penyebaran tiap-tiap spesies di wilayah Indonesia akan membantu dalam menentukan spesies yang akan ditanam dan yang akan diteliti pada daerah tersebut. Perairan pantai yang potensial di Indonesia menyebabkan hampir seluruh perairan pantai di tiap propinsi dapat ditumbuhi rumput laut. Beberapa jenis rumput laut di Indonesia yang dimanfaatkan untuk ekspor yaitu dari marga Eucheuma sp.; Glacilaria sp.; Gelidium sp. dan Hypnea sp. Berikut ini dalah jenis-jenis rumput laut di Indonesia (Tabel 2). Tabel 2 Jenis-jenis rumput laut di Indonesia Daerah Jenis Rumput Laut Sumatra Utara Eucheuma spinosum, Eucheuma edule. Gracilaria intricate, Gracilaria coronopifolia, Gracilaria Sumatra Barat salikornia, Gracilaria arcuata, Gelidium sp. Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Gracilaria confervoides, Riau Gracilaria cuchemioides, Gracilaria cylindrical, Gelidium amansii, Hypnea cervicornis, Hypnea musciformis, Hypnea spp. Bali Gracilaria spp, Gelidium spp, Eucheuma spp. Nusa Tenggara Gelidium spp, Gracilaria spp, Hypnea spp, Eucheuma Barat spinosum, Eucheuma cottonii. Eucheuma spinosum, Eucheuma muricatum, Eucheuma edule, Eucheuma serra, Gracilaria rigida, Gracilaria confervoides, Nusa Tenggara Gracilaria lichenoides, Gracilaria eucheumiodes, Gracilaria Timur verrucosa, Gelidium rigida, Gelidium letifolium, Hypnea choroides, Hypnea cornata, Hypnea musciformis. Eucheuma spinosum, Eucheuma edule, Eucheuma cottonii, Gracilaria blodgetti, Gracilaria eucheumiodes, Gracilaria Maluku aruata, Hypnea cornata, Hypnea musciformis, Hypnea nidulans. Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum, Gracilaria verrucosa, Gracilaria confervoides, Gracilaria lichenoides, Hypnea Jawa cervicornis, Hypnea musciformis, Sargassum aquifolium, Sargassum polycstum, Turbinaria ornata, Turbinaria conoides. Sumber : Hamid 2009
14
2.6 Penyakit Rumput Laut Penyakit yang terjadi pada rumput laut pertama kali diketahui pada tahun 1974 di Filipina dengan gejala yang dilaporkan adanya bercak pada thallus yang terinfeksi dan selanjutnya berubah warna dan mati kemudian hancur. Penyakit yang banyak menyerang tanaman rumput laut Gracilaria sp. adalah Ice-ice. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak pada sebagian thallus yang lama-kelamaan menjadi pucat dan berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya thallus tersebut putus. Penyakit ini timbul karena adanya mikroba yang menyerang tanaman rumput laut yang lemah. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan thallus pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk (Direktorat Jenderal Perikanan, 2004). Trono (1974) menjelaskan adanya perubahan lingkungan (seperti arus, suhu dan kecerahan) di lokasi budidaya dapat memicu terjadinya penyakit ice-ice. Tingkat penyerangannya terjadi dalam waktu yang cukup lama. Selain itu korelasi positif terjadinya penyakit ice-ice dikarenakan keadaan lingkungan yang kurang mendukung, diantaranya air yang tenang atau pergerakan arusnya lemah. Bercak putih (ice-ice) pada rumput laut merupakan penyakit yang timbul pada musim laut tenang dan arus lemah diikuti dengan musim panas yang dapat merusak areal tanaman sampai mencapai 60-80% dan lamanya 1-2 bulan (Sulistijo 2002). Direktorat Jenderal Perikanan (2004) menjelaskan terjadinya penyakit iceice dipengaruhi oleh berkembangnya jenis rumput laut lain yang menempel atau epifit. Hal ini didahului dengan rendahnya unsur hara di perairan karena dengan
15
berkembangnya rumput laut jenis lain akan mengakibatkan penurunan unsur hara yang diperlukan oleh pertumbuhan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat diterapkan untuk mengendalikan penyakit ice-ice tetapi untuk mengurangi kerugian. Untuk mengatasi hal tersebut maka tanaman harus dipanen sesegera mungkin jika telah terjangkit. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan memonitor adanya perubahan-perubahan lingkungan. Selain itu dapat dilakukan penurunan posisi tanaman lebih dalam untuk mengurangi penetrasi cahaya sinar matahari. Penelitian terhadap bakteri yang menyebabkan penyakit pada rumput laut ini pernah dilakukan oleh Laboratorium mikrobiologi P2O-LIPI dan hasilnya diduga ada 8 jenis bakteri tersebut yang menimbulkan penyakit ice-ice, ke-8 jenis bakteri tersebut adalah Pseudomonas gelatica, Pseudomonas icthyodermis, Bacillus megaterium, Pseudomodas nigricaciens, Pseudomonas fluorescens, Vibrio granii, Bacillus cereus dan Vibrio agarliquefaciens, namun tingkat patogenitas bakteri tersebut belum diketahui. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian uji patogenitas dari 8 jenis bakteri tersebut yang hasilnya menunjukkan hanya 5 bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ice ice. Lima bakteri tersebut adalah Pseudomodas nigricaciens, Pseudomonas fluorescens, Vibrio granii, Bacillus cereus dan Vibrio agarliquefaciens. Sementara bakteri Pseudomonas gelatica, Pseudomonas icthyodermis dan Bacillus megaterium tidak menyebabkan gejala penyakit ice ice. Hasil uji patogenitas terhadap kelima bakteri tersebut dilanjutkan dan ditemukan yang memiliki daya patogenitas tertinggi adalah Vibrio agarliquefaciens (Nasution 2005). Cara membasmi penyakit ice-ice sampai saat ini belum diketahui, namun upaya yang dilakukan untuk menghindari penyakit
16
tersebut adalah dengan menghentikan proses pembudidayaan rumput laut saat penyakit mulai ada.
2.7 Agar dan Kandungan Agar Agar merupakan senyawa poligalaktosa yang diperoleh dari pengolahan rumput laut jenis agarophyte. Agar-agar disebut sebagai gelosa atau gelosa bersulfat, dengan rumus molekul (
) atau (
)n
. Selain
mengandung polisakarida sebagai senyawa utama, agar-agar juga mengandung kalsium dan mineral lainnya. Kandungan kalsium ini cukup tinggi dibandingkan dengan mineral-mineral lain (Angka dan Suhartono, 2000). Menurut Glicksman (1983) agar-agar merupakan kompleks polisakarida linier yang mempunyai berat molekul 120 000 dan tersusun dari beberapa jenis polisakarida seperti 3,6-anhidro-L-galaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah kecil metil D-galaktosa. Kandungan agar Gracilaria beragam menurut jenis dan lokasi penanamannya. Umumnya kandungan agar Gracilaria sp. berkisar antara 16-45%. Kandungan agar Gracilaria sp. di Indonesia mencapai 47,34% (Kadi dan Atmadja, 1988 in Ritawati, 1990). Khususnya G. Lichenoides mengandung agar 28,0-36,6% (Nelson, S.G., S.S. Yang, C.Y. Wang dan Y.M.Ciang, 1983 in Ritawati, 1990). Ren (1985) in Ritawati (1990) menyatakan bahwa sebagian besar agar digunakan dalam industri makanan terutama sebagai stabilisator dan pengental. Dalam bidang farmasi agar yang tekandung dalam rumput laut dapat digunakan sebagai obat, pelarut air dan cetakan gigi. Selain itu pemakaian agar juga dapat digunakan untuk keperluan laboratorium seperti elektroforesa, immunologi, kromatografi, sistem immobilisasi dan media kultur bagi mikro-organisme.
17
Pengolahan agar-agar dari Gracilaria verrucosa masih jarang dilakukan, padahal sangat mudah dilakukan secara sederhana yaitu secara skala rumah tangga dan skala industri. Proses ekstraksi agar dapat dilakukan melaui tahapan yaitu pencucian dan pembersihan, disortasi, pemucatan, pemasakan (ekstraksi), penghancuran, pemucatan, penyaringan, pendinginan, pencetakan, pengepresan, pengeringan, pemanasan dan perhitungan rendemen agar (Ayuningtyas, 2011).
2.8 Budidaya Rumput Laut 2.8.1 Pengadaan, Pemilihan dan Pemeliharaan Bibit Bibit rumput laut yang baik untuk dibudidayakan adalah monospesies, muda, bersih dan segar. Zatnika (2009) menyatakan bibit yang baik dicirikan dengan thallus yang baik (muda, keras dan segar), warna agak gelap (coklatkecoklatan), usia minimal 2 minggu. Selanjutnya pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan bibit harus selalu dilakukan dalam keadaan lembab serta terhindar dari panas, minyak, air tawar dan bahan kimia lain (Kolang, 1996). Kualitas dan kuantitas produksi budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh bibit rumput lautnya, sehingga kegiatan penyediaan bibit harus direncanakan dan memperhatikan sumber perolehan. Syahputra (2005) menjelaskan bahwa pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yang sangat penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tanaman bekas budidaya. Selain itu, bibit harus baru dan masih muda. 2. Bibit unggul memiliki ciri bercabang banyak.
18
3. Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha budidaya dalam jumlah yang sesuai dengan luas area budidaya. 4. Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah ataupun terendam air. 5. Sebelum ditanam, bibit dikumpulkan pada tempat tertentu seperti dikeranjang atau jaring yang bermata kecil. Sulistijo (2002) menyatakan bahwa rumput yang baik adalah bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat penyakit bercak putih dan mulus tanpa ada cacat terkelupas. Bibit rumput laut yang terpilih tidak lebih dari 24 jam penyimpanan ditempat kering dan harus terlindung dari sinar matahari juga pencemaran (terutama minyak) dan tidak boleh direndam air laut dalam wadah. Indriani dan Sumiarsih (1999) menyatakan bahwa bibit yang diperoleh dari bagian ujung tanaman (muda) umumnya memberikan pertumbuhan yang baik dan hasil panen mengandung kandungan agar yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit dari sisa hasil panen atau tanaman tua. Zatnika (2009) menyatakan saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari menjelang malam. Tahap pemeliharaan dilakukan seminggu setelah penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur dan kontinyu. Bila kondisi perairan kurang baik, seperti ombak yang keras, angin serta suasana perairan yang dipengaruhi musim hujan atau kemarau, maka perlu pengawasan 23 hari sekali, sedangkan hal lain yang penting diperhatikan adalah menghadapi serangan predator dan penyakit (Zatnika, 2009).
19
2.8.2 Teknik Penanaman Sunarto (1985) in Hamid (2009) menyatakan bahwa seiring kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri, sekaligus memperbesar devisa Negara dari sektor nonmigas, maka perlu teknik penanaman rumput laut yang sesuai dengan kondisi lingkungan untuk meningkatkan hasil budidaya rumput laut yang banyak dan berkualitas ekspor. Teknik yang dipakai oleh para nelayan di perairan tambak BLUPPB adalah teknik rakit apung (floating monoline method). Teknik ini menggunakan bambu atau pelampung plastik sebagai pelampung. Bambu dibingkai seperti rakit yang terdiri dari 2 potong bambu yang panjangnya tiap potong 5 meter dan 2 potong bambu yang masing-masing panjangnya 2,5 meter. Bila menggunakan pelampung plastik, bingkai rakit semuanya terbuat dari kayu atau bambu. Potongan bambu yang sudah disiapkan dibuat rakit persegi empat dengan mengikat keempat sudutnya. Agar rakit lebih kuat dan ikatan tidak mudah bergeser, maka tiap-tiap sudut dari rakit ini diberi pasak. Ukuran rakit dapat berkisar antara 2,5 × 5 m atau 2,5 × 5
. Bila rakit lebih panjang dari ukuran
itu, maka tali nilon monofilament kurang teregang dengan baik. Rakit dapat dibuat dari dua potongan kayu dan dua potongan bambu, atau dapat juga rakit dibuat dari 4 potong kayu dan digunakan pelampung plastik. Ukuran memilih model-model ini, kita harus memperhitungkan harga dan daya tahan bahan tersebut. Berikut gambar 3 metode penanaman Gracilaria sp. di tambak.
20
Gambar 3. Metode penanaman Gracilaria sp. di tambak
Agar produksi tiap satuan luas areal tinggi, maka beberapa rakit digabung untuk dijadikan satu modul. Makin banyak jumlah rakit persatuan modul, produksi tiap satuan areal makin tinggi, akan tetapi ada satu titik atau jumlah optimal yang ditentukan oleh faktor pergerakan air atau ombak tidak dapat mencapai rakit yang berada pada posisi di tengah dari kumpulan atau modul rakit tersebut, maka tanaman yang ada pada rakit tersebut (rakit bagian tengah) tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan sering mengalami kerusakan. Kamlasi (2008) menyatakan bahwa hasil percobaan memperlihatkan bahwa tanaman yang ditanam dengan menggunakan metode rakit apung memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan metode lepas dasar. Keuntungan yang diperoleh dengan metode rakit apung adalah tanaman bebas dari serangan biota penganggu (bulu babi), pertumbuhan tanaman lebih baik, bisa digunakan pada dasar perairan yang keras, di mana sukar untuk menancapkan pancang, seperti pada metode lepas dasar. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah diperlukan lebih banyak waktu untuk pembuatan konstruksi, selain itu juga biaya kontruksi lebih mahal.
21
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat. Lokasi ini merupakan lokasi usaha budidaya rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Berikut pada gambar 4 ini disajikan peta lokasi penelitian :
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang terletak di Desa Pusakajaya Utara RT 04/ RW 01 Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat dengan luas lahan ± 450 Ha. Pada penelitian ini digunakan tambak budidaya rumput laut seluas 0,5 Ha.
21
22
Pemilihan lokasi di tambak didasarkan pada potensi sumberdayanya yang cukup besar dimana secara ekonomis dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah bagi BLUPPB dan masyarakat di pesisir pantai, karena dirangsang untuk memanfaatkan lahan produktif untuk kesejahteraan keluarga melalui kegiatan budidaya rumput laut, serta kebijakan pemerintah daerah yang mendukung dalam pengembangan budidaya rumput laut secara berkelanjutan khususnya di tambak, untuk memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat. Selain itu budidaya rumput laut di tambak memiliki banyak keuntungan dibanding budidaya di laut. Keuntungan tersebut antara lain adalah tanaman rumput laut agak terlindung dari pengaruh lingkungan seperti ombak, arus laut yang kuat, binatang predator dan mudah mengontrol kualitas airnya.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput laut jenis Gracilaria verrucosa yang diperoleh dari hasil budidaya rumput laut di sekitar daerah penelitian. Pemilihan bibit dilakukan dengan penyortiran sehingga didapatkan bibit yang berasal dari rumput laut yang masih muda. Bibit tanaman yang digunakan masing-masing perlakuan memiliki berat awal 50, 100 dan 150 gr. Alat-alat yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan penelitian adalah timbangan untuk mengukur bobot basah rumput laut, meteran untuk membedakan masing-masing jarak tanam yang digunakan (20 cm, 30 cm dan 40 cm), tali ris dari bahan nilon (Polyethylene) yang disimpulkan pada tali rafia sebagai tempat untuk mengikat bibit rumput laut, bambu 6 buah dengan panjang ± 3 m sebagai
23
tempat untuk mengikat tali ris dan alat-alat pengukur parameter fisika kimia dan biologi seperti tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter kualitas air yang diukur No
Parameter
Satuan
Metoda/alat
Spesifikasi
Keterangan
Termometer tempel
Lapangan
Fisika 1
Suhu
˚C
Termometer Hg
2
Kedalaman
cm
Papan ukur
Lapangan
3
Kecerahan
cm
Secci disk
Lapangan
4
Substrat dasar
-
Visual
Lapangan
Kimia Atago-Japan (Hand-held refractometer) Horiba (DO meter QM-51)
1
Salinitas
ppt
Refraktometer
Lapangan
2
Oksigen terlarut
mg/l
DO meter
3
Nitrat
mg/l
Spektrofotometer
Laboratorium
4
Fosfat
mg/l
Spektrofotometer
Laboratorium
5
Derajat keasaman (pH)
-
pH meter
Lapangan
Multi 340i
Lapangan
Biologi 1 2
Biota penganggu Laju pertumbuhan bobot thallus
Ind/
Identifikasi jenis
gr/hari
Timbangan (gr)
Visual Ketelitian 0.01 gr
Lapangan
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penanaman Penelitian ini menggunakan metode penanaman rakit apung. Metode ini adalah cara penanaman yang dilakukan pada permukaan air dan terapung sehingga mengikuti naik turunnya permukaan air. Metode ini diambil berdasarkan dari keputusan Direktorat Jenderal Perikanan (2004) yang menyatakan bahwa metode yang paling baik digunakan yaitu metode rakit apung, selain itu metode ini didasarkan oleh penelitian Soegiarto et al (1999) yang menyatakan bahwa metode rakit apung lebih baik dibandingkan dengan metode lepas dasar. Bibit yang digunakan dibuat sebanyak tiga perlakuan dengan masing-
24
masing tiga ulangan yaitu bobot bibit 50 gr terhadap jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm), bobot bibit 100 gr terhadap jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) dan bobot bibit 150 gr terhadap jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm). Berikut disajikan Gambar 5 rancangan penelitian.
Bobot 50 gr
Jarak 20 cm Jarak 30 cm Jarak 40 cm
Bobot 100 gr
Jarak 20 cm Jarak 30 cm Jarak 40 cm
Bobot 150 gr
Jarak 20 cm Jarak Jarak 30 40 cm cm
Perhitungan Laju Pertumbuhan
Gambar 5. Rancangan penelitian Posisi penanaman terhadap garis pantai dapat dilihat di lampiran 1, sedangkan posisi penanaman tanaman uji untuk setiap bobot terhadap jarak tanam disajikan pada Gambar 6 (Penanaman dilakukan sejajar garis pantai dengan luas tambak 0,5 Ha).
Jarak tanam 20 cm Jarak tanam 30 cm Jarak tanam 40 cm Keterangan : : Bobot 150 gr : Bobot 100 gr : Bobot 50 gr : Pelampung (botol aqua) : Tali ris : Bambu Gambar 6. Desain rakit apung perlakuan bobot bibit (50 gr, 100 gr dan 150 gr) terhadap jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) tampak atas 3.3.2 Pengamatan Penimbangan bibit dilakukan setelah tanaman masing-masing berumur 7, 14, 21, 28, 35 dan 42 hari (minggu ke-1 sampai minggu ke-6) untuk dipantau
25
pertambahan laju pertumbuhannya, dengan cara menimbang bibit secara acak (3 ulangan) dan dicatat pertambahan bobot. Sebelum ditimbang, ikatan tali ris dibuka satu-persatu dan rumput laut yang akan ditimbang direndam dalam air untuk menghindari kekeringan. Pengamatan parameter kualitas air (fisika kimia dan biologi perairan) dilakukan bersamaan dengan pengukuran pertumbuhan bobot basah setiap minggu. Data kandungan agar diperoleh dari sampel rumput laut yang diambil pada hari ke-42 (masa panen) untuk dianalisa di laboratorium fisika kimia perairan BLUPPB .
3.4 Analisa Data 3.4.1 Laju Pertumbuhan Analisis untuk menghitung laju pertumbuhan harian Gracilaria verrucosa menggunakan rumus dari Zonneveld et al. (1991) :
................................................................................................. (1) Keterangan : : Laju pertumbuhan (gr/hari) : Bobot rumput laut pada akhir percobaan (gr) : Bobot rumput laut pada awal percobaan (gr) t
: Lama percobaan (hari)
Laju pertumbuhan ini dihitung sebagai parameter utama apakah masingmasing perlakuan berbeda dan apakah berpengaruh nyata terhadap kondisi rumput laut yang ditanam, yang berupa laju pertumbuhannya.
26
3.4.2 Kandungan Agar Kandungan agar diperoleh setelah rumput laut berumur minggu ke-6 (masa panen). Data tersebut dianalisa dan ditentukan kandungan agar yang paling tinggi pada setiap perlakuan dalam waktu 42 hari (6 minggu) masa pemeliharaan. Presentase kandungan agar diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kandungan agar (%) =
B
× 100% ..........................
B
(2)
3.4.3 Analisis Statistika Pengujian data untuk melihat perbedaan laju pertumbuhan berdasarkan bobot bibit dan jarak tanam dengan menggunakan software SAS 9.1.3. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor utama yaitu bobot bibit dan jarak tanam, dimana faktor pertama terdiri dari 3 taraf dan faktor kedua terdiri dari 3 taraf sebagai berikut : 1.
Faktor bobot bibit (B), terdiri atas 3 taraf : B1 (50 gr), B2 (100 gr), B3 (150 gr).
2.
Faktor jarak tanam (J), terdiri atas 3 taraf : J1 (20 cm), J2 (30 cm), J3 (40 cm). Faktor pertama dan kedua yang masing-masing terdiri dari 3 taraf setelah
dikombinasikan maka tampilannya sebagai berikut : B1J1
B1J2
B1J3
B2J1
B2J2
B3J3
B3J1
B3J2
B3J3
27
Hipotesis ini untuk menguji hipotesis adanya pengaruh bobot bibit dan jarak tanam terhadap pertumbuhan bobot basah rumput laut. Adapun model yang digunakan adalah : µ+
+
+
+
....................................................................
(3) dimana : = Laju pertumbuhan rumput laut ke-k yang dihasilkan dari bobot bibit ke-i dan jarak tanam ke-j µ
= Pengaruh rata-rata = Pengaruh bobot bibit ke-i = Pengaruh jarak tanam ke-j = Pengaruh interaksi bobot bibit ke-i dan jarak tanam ke-j = Pengaruh sisa
Nilai parameter kualitas air dibuat grafik time series plot pada Ms.Excel dan Minitab 14.
28
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Kualitas Air Faktor lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan rumput laut. Oleh karena itu gambaran tentang biofisik perairan penting untuk diketahui. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah faktor fisika, kima dan biologi. Hasil pengukuran dan pemantauan kualitas air di lokasi penelitian dicirikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata parameter kualitas air di lokasi penelitian perairan tambak BLUPPB No Parameter Satuan Nilai/Jenis Ideal Sumber pustaka 1 Suhu ˚C 26-28 20-28 Zatnika (2009) 2 Salinitas psu 31-34 15-34 Zatnika (2009) 3 Derajat keasamaan (pH) 7,5-8 6-9 Zatnika (2009) 4 Oksigen terlarut mg/l 5,5-6,5 >4 Sulistijo (1996) 5 Nitrat mg/l 0,15-0,20 0,9-3,5 Andarias (1991) 6 Fosfat mg/l 0,15-0,25 0,09-1,80 Andarias (1991) 7 Kedalaman cm 60-65 50-80 Zatnika (2009) 8 Kecerahan cm 50-55 Zatnika (2009)
4.1.1 Suhu Suhu mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Berikut disajikan Gambar 7 kondisi suhu perairan
Suhu (˚C)
29 28 27 26 25 0
1
2
3
4
5
6
Mingguke‐ Suhu
Gambar 7. Suhu perairan pada lokasi penelitian 28
29
Suhu air selama penelitian relatif stabil dari minggu ke-1 sampai minggu ke-6, yaitu antara 26-28 ˚C dengan rata-rata suhu perairan sebesar 27±0,82 ˚C. Suhu tertinggi berdasarkan waktu pengamatan terjadi pada minggu ke-1 yaitu 28 ˚C. Suhu terendah terjadi pada minggu ke-3 dan ke-6 yaitu 26 ˚C. Namun kisaran suhu selama penelitian masih cukup ideal untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini didukung oleh penelitian Zatnika (2009) bahwa kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut Gracilaria verrucosa adalah 20-28 ˚C. Selain itu Afrianto dan Liviawaty (1993) menyatakan bahwa rumput laut tumbuh dan berkembang dengan baik pada perairan yang memiliki kisaran suhu 26-33 ˚C.
4.1.2 Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Salinitas (ppt)
rumput laut. Berikut disajikan Gambar 8 kondisi salinitas perairan 35 34 33 32 31 30 0
1
2
3
4
5
6
Minggu keSalinitas
Gambar 8. Salinitas perairan pada lokasi penelitian
Selama penelitian terlihat salinitas berkisar antara 31-34 psu, salinitas tertinggi terjadi pada minggu ke-3 ke-5 dan ke-6 yaitu 34 psu dan salinitas terendah terjadi pada minggu ke-4 yaitu 31 psu. Kisaran salinitas yang terukur selama penelitian masih dalam kisaran yang dapat ditolerir sehingga mampu mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai pendapat Zatnika (2009)
30
yang menyatakan bahwa salinitas perairan untuk budidaya rumput laut jenis Gracilaria verrucosa berkisar antara 15-34 psu. Kadi (2006) bahwa kisaran pertumbuhan rumput laut dapat berada pada salinitas perairan 32-34 psu.
4.1.3 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan kondisi kimia air yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Menurut Soesono (1989), bahwa pengaruh pH bagi organisme sangat besar dan penting. Kisaran pH yang kurang dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat mematikan dan tidak ada laju reproduksi, sedangkan kisaran pH antara 6,5-9 merupakan kisaran optimal dalam suatu perairan. Berikut disajikan Gambar 9 kondisi pH perairan
pH
8.5 8.0 7.5 7.0 0
1
2
3
4
5
6
Minggu kepH
Gambar 9. pH perairan pada lokasi penelitian
Nilai pH selama penelitian berkisar antara 7,5-8. Niai pH tertinggi berdasarkan waktu pengamatan terjadi pada minggu ke-4 dan ke-5 yaitu 8,0. Nilai pH terendah terjadi pada minggu ke-2 dan ke-3 yaitu 7,5. Kondisi pH ini relatif stabil dan berada pada kisaran normal dalam mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zatnika (2009),
31
bahwa hampir seluruh alga mempunyai kisaran daya penyesuaian terhadap pH antara 6-9.
4.1.4 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen dihasilkan dari rumput laut dan menjadi kelanjutan kehidupan biota perairan karena dibutuhkan oleh hewan dan bakteri untuk respirasi. Fitoplankton juga membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan di waktu siang hari sebagai hasil dari fotosintesis. Berikut disajikan Gambar 10 kondisi oksigen terlarut perairan
DO (mg/l)
7 6.5 6 5.5 5 0
1
2
3
4
5
6
Minggu keDO
Gambar 10. Oksigen terlarut pada lokasi penelitian
Gambar 10 menunjukkan kisaran nilai DO pada lokasi penelitian yaitu antara 5,5-6,5 mg/l dengan nilai DO rata-rata pada daerah penelitian yaitu 5,86±0,3780 mg/l. Diduga yang menyebabkan tingginya nilai DO pada minggu ke-6 dikarenakan hasil fotosintesis. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (35%) dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kisaran oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian masih mendukung pertumbuhan rumput laut. Menurut Zatnika (2009) kondisi oksigen
32
terlarut yang optimal dibutuhkan oleh rumput Gracilaria verrucosa berkisar antara 3-8 mg/l.
4.1.5 Nitrat Nitrat merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Nilai nitrat selama penelitian berkisar antara 0,15-0,20 mg/l dengan nilai rata-rata 0,15±0,05 mg/l. Menurut Simanjutak (2006), kandungan nitrogen yang tinggi disuatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari domestik, pertanian, peternakan dan industri. Konsentrasi nitrat yang diperoleh selama penelitian cukup stabil hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan lokasi penelitian cukup baik dimana aktifitas biologis organisme perairan cukup tinggi, selain itu dapat mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Andarias (1992) bahwa kisaran nitrat yang layak untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,9-3,5 mg/l.
4.1.6 Fosfat Fosfat diperlukan rumput laut untuk pertumbuhannya. Kandungan fosfat dilokasi penelitian berkisar antara 0,15-0,25 mg/l dengan rata-rata 0,17±0,03 mg/l. Kandungan fosfat yang terukur selama penelitian masih dalam kisaran yang dapat ditolerir sehingga dapat mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Andarias (1992) menyatakan bahwa kisaran fosfat yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,09-1,80 mg/l. Tinggi rendahnya nilai fosfat di lokasi penelitian dapat disebabkan karena pengadukan massa air yang mengangkat kandungan fosfat yang terdapat di dasar
33
perairan ke permukaan. Hal ini sesuai pendapat Simanjutak (2006) bahwa tingginya kadar fosfat disebabkan oleh arus dan pengadukan massa air yang mengakibatkan terangkatnya kandungan fosfat yang tinggi dari dasar ke lapisan permukaan.
4.1.7 Kedalaman dan Kecerahan Kedalaman perairan tambak di lokasi penelitian berkisar antara 60-65 cm, kedalaman perairan merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Hal ini dinyatakan oleh Zatnika (2009) yang menyatakan bahwa kedalaman yang sesuai untuk pertumbuhan Gracilaria verrucosa berkisar antara 50-80 cm. Kecerahan perairan merupakan salah satu faktor yang penting untuk pertumbuhan rumput laut, sebab rendahnya kecerahan mengakibatkan cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan berkurang. Itensitas cahaya matahari yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis rumput laut sangat membutuhkan cahaya dan apabila aktifitas fotosintesisnya terganggu akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut yang tidak optimal, sebagai contoh adanya cahaya matahari yang berlebihan mengakibatkan tanaman menjadi putih, karena hilangnya protein yang dibutuhkan untuk hidup. Hasil pengukuran pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kecerahan perairan di lokasi penelitian berkisar antara 50-55%. Tingkat kecerahan ini termasuk kriteria baik dan sangat ideal untuk budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa di tambak, hal ini ditandai dengan pernyataan Zatnika (2009) yang menyatakan bahwa persyaratan lokasi budidaya Gracilaria, tidak
34
keruh (sinar matahari menembus sampai dasar tambak) dengan kata lain tingkat kecerahan disesuaikan dengan kedalaman tambak.
4.1.8 Substrat Dasar Secara visual dasar perairan (tambak) di lokasi penelitian memiliki jenis substrat lumpur berpasir. Menurut Zatnika (2009) keadaan dasar tambak untuk membudidayakan rumput laut di perairan (tambak) sebaiknya adalah tanah lumpur berpasir karena tidak mudah menyerap air dan kaya bahan organik (zat hara) sehingga mempercepat pertumbuhan tanaman. Sehingga substrat yang ada di lokasi penelitian dapat dikategorikan baik untuk melakukan proses pembudidayaan dan baik untuk menunjang pertumbuhan rumput laut.
4.1.9 Organisme Penempel Rumput laut yang dibudidayakan tidak terlepas dari pengaruh predator, pencemaran dan penyakit. Fungsi ekologis dari rumput laut sebagai pendukung kehidupan dilaut yaitu sebagai makanan dan pelindung organisme yang selalu mempengaruhi pembentukan spora rumput laut. Organisme ini pada awalnya hanya memakan tumbuhan penempel disekitar rumput laut tetapi kemudian mulai memakan rumput laut itu sendiri. Biota pengganggu budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut yang memangsa tanaman rumput laut. Organisme ini hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya atau sebagian masa hidupnya memakan rumput laut. Organisme pengganggu ini dapat menimbulkan kerusakan secara fisik pada tanaman budidaya, seperti terkelupas, patah atau habis dimakan.
35
Selama penelitian terlihat pada tanaman uji diperairan (tambak) ditemukan berbagai jenis organime penempel seperti lumut dari jenis Enteromorpha intestinalis, Chaetomorpha sp. dan Ectocarpus serta kerang dari jenis Limnea glabra yang menyerang tanaman uji (Gracilaria verrucosa) dengan cara melekat dan membelit sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman uji (Gracilaria verrucosa). Berdasarkan pengamatan semakin lama waktu tanam maka jumlah dari organisme tersebut akan semakin banyak pula. Hal ini ditandai dengan semakin menurunya laju pertumbuhan Gracilaria verrucosa, sehingga dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan fotosintesis untuk pertumbuhan. Namun untuk mencegah banyaknya organisme penempel tersebut dengan memasukkan ikan bandeng (Chanos-chanos) yang dimana ikan ini berfungsi untuk memakan lumut yang mengganggu tanaman uji. Namun kadangkala ikan bandeng yang dimasukkan kedalam perairan (tambak) sering memakan tanaman uji (Gracilaria verrucosa) apabila lumut yang menyerang tanaman uji sudah habis. Selain itu untuk mencegah banyaknya organisme penempel ini dapat dilakukan dengan mencabut langsung atau membersihkan tali-tali pengikat tanaman uji setiap minggunya.
4.2 Pertumbuhan Rumput Laut 4.2.1 Perlakuan Bobot Bibit 50 gr, 100 gr dan 150 gr terhadap Jarak Tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam yang berbeda selama 6 minggu pengamatan umumnya menunjukkan peningkatan setiap minggunya dan mencapai puncak pertumbuhan bobot basah rata-rata tertinggi pada minggu ke-6. Bobot
36
basah masing-masing perlakuan pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kecenderungan pola pertumbuhan bobot basah ini terjadi pada rumput laut yang mempunyai bobot awal 50 gr, 100 gr dan 150 gr, namun pada rumput laut dengan jarak tanam 40 cm memperlihatkan puncak bobot yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam 20 cm dan 30 cm. Rumput laut jarak tanam 40 cm pertumbuhannya cenderung lebih baik dari pada jarak tanam 30 cm dan 20 cm, sedangkan jarak tanam 30 cm cenderung lebih baik dari pada jarak tanam 20 cm. Berikut masing-masing disajikan Gambar 11, 12 dan 13 pertumbuhan Gracilaria
190 165 140 115 90 65 40
Bobot (gr)
Bobot (gr)
verrucosa
1
0
2 3 4 5 6 Minggu ke‐ Jarak 20 cm
Bobot (gr)
0
190 165 140 115 90 65 40 1
2 3 4 5 6 Minggu ke‐ Jarak 30 cm
190 165 140 115 90 65 40 0
1
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 40 cm
6
Gambar 11. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 50 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gracilaria verrucosa dengan bobot bibit 50 gr terhadap jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm menunjukkan peningkatan pertumbuhan bobot basah rata-
37
rata yang hampir sama selama 6 minggu pengamatan. Perbedaannya terjadi pada minggu ke-4, terlihat jarak tanam 40 cm dan 30 cm mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan jarak tanam 20 cm. Adapun bobot basah tertinggi terjadi pada minggu ke-6 yaitu jarak tanam 40 cm sebesar 195±10 gr, jarak tanam 30 cm
300
300
260
260 Bobot (gr)
Bobot (gr)
sebesar 178,3±12,58 gr dan jarak tanam 20 cm sebesar 160±8,66 gr.
220 180
220 180
140
140
100
100 1
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 20 cm 300 Bobot (gr)
0
0
6
1
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 30 cm
6
260 220 180 140 100 0
1
2 3 4 5 Minggu ke‐
6
Jarak 40 cm
Gambar 12. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 100 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gracilaria verrucosa dengan bobot bibit 100 gr terhadap jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm menunjukkan peningkatan pertumbuhan bobot basah ratarata yang hampir sama selama 6 minggu pengamatan. Perbedaannya terjadi pada minggu ke-4, terlihat jarak tanam 40 cm mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan jarak tanam 20 cm dan 30 cm. Adapun bobot basah tertinggi terjadi pada minggu ke-6 yaitu jarak tanam 40 cm sebesar 278,33±10,41 gr, jarak tanam 30 cm sebesar 276,67±5,77 gr dan jarak tanam 20 cm sebesar 271,67±5,77 gr.
340 300 260 220 180 140 100
Bobot (gr)
Bobot (gr)
38
1
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 20 cm
Bobot (gr)
0
340 300 260 220 180 140 100
6
0
1
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 40 cm
6
2 3 4 5 Minggu ke‐ Jarak 30 cm
6
340 300 260 220 180 140 100 0
1
Gambar 13. Pertumbuhan rata-rata bobot basah (gr) Gracilaria verrucosa dengan perlakuan bobot 150 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gracilaria verrucosa dengan bobot bibit 150 gr terhadap jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm menunjukkan peningkatan pertumbuhan bobot basah ratarata yang hampir sama selama 6 minggu pengamatan. Perbedaannya tidak terlalu signifikan, namun terlihat jarak tanam 40 cm mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan jarak tanam 20 cm. Adapun bobot basah tertinggi terjadi pada minggu ke-6 yaitu jarak tanam 40 cm sebesar 340±10 gr, jarak tanam 30 cm sebesar 336,67±11,55 gr dan jarak tanam 20 cm sebesar 326,67±2,89 gr.
4.3 Laju Pertumbuhan Harian Rumput Laut 4.3.1 Perlakuan Bobot Bibit terhadap Jarak Tanam Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot bibit dan jarak tanam dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat bahwa
39
pada bobot 150 gr memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,39±0,16 gr/hari lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot bibit 100 gr dan 50 gr yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,27±0,11 gr/hari dan 3,04±0,42 gr/hari (Lampiran 3). Sedangkan pada jarak tanam 40 cm memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,07±0,56 gr/hari lebih tinggi bila dibandingkan dengan jarak tanam 30 cm dan 20 cm yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,90±0,74 gr/hari dan 3,64±0,87 gr/hari (Lampiran 3).
Tabel 5. Laju pertumbuhan (gr/hari) Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot dan jarak tanam Perlakuan Hari keB50J20
B50J30
B50J40
B100J20
B100J30
B100J40
B150J20
B150J30
B150J40
7
5
5,48
5,24
4,29
5
5,24
6,43
6,67
7,62*
14
2,62
2,38
2,86
7,14
7,14
7,38
9,52
10,24*
9,52
21
4,05
4,76
5,71
5,71
6,19
6,90*
4,05
4,05
4,76
28
2,14
3,81*
2,86
0,71
0,95
2,38
1,19
0,71
0,95
35
1,19
0,95
2,14
4,05*
3,10
1,90
3,10
3,81
2,86
42
0,71
0,95
1,90
2,62
2,86*
1,67
0,95
1,19
1,43
Jumlah
15,71
18,33
20,71
24,52
25,24
25,48
25,24
26,67
27,14
Rataan
2,62
3,06
3,45
4,09
4,21
4,25
4,21
4,44
4,52
Keterangan : J = Jarak (cm) B = Bobot (gr) * = Laju pertumbuhan tertinggi tiap minggu Cetak tebal menunjukkan laju pertumbuhan harian terbesar dari masing-masing perlakuan.
Keseluruhan bobot dan jarak tanam Pada hari ke-7 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 40 cm dengan bobot 150 gr memiliki laju pertumbuhan tertinggi (7,62 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm dengan bobot 100 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (4,29 gr/hari). Pada hari ke-14 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 30 cm dengan bobot 150 gr memiliki laju
40
pertumbuhan tertinggi (10,24 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 30 cm dengan bobot 50 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (2,38 gr/hari). Pada hari ke-21 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 40 cm dengan bobot 100 gr memiliki laju pertumbuhan tertinggi (6,90 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm dan 30 cm dengan bobot 50 gr dan 150 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (4,05 gr/hari). Pada hari ke-28 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 30 cm dengan bobot 50 gr memiliki laju pertumbuhan tertinggi (3,81 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm dan 30 cm dengan bobot 100 gr dan 150 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (0,71 gr/hari). Pada hari ke-35 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 20 cm dengan bobot 100 gr memiliki laju pertumbuhan tertinggi (4,05 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 30 cm dengan bobot 50 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (0,95 gr/hari). Pada hari ke-42 terlihat bahwa pada perlakuan jarak tanam 30 cm dengan bobot 100 gr memiliki laju pertumbuhan tertinggi (2,86 gr/hari) dan pada perlakuan jarak tanam 20 cm dengan bobot 50 gr memiliki laju pertumbuhan terendah (0,71 gr/hari). Berbedanya laju pertumbuhan pada masing-masing perlakuan diduga karena adanya persaingan antar perlakuan (tanaman uji) dalam memanfaatkan nutrien dan unsur hara. Hal ini dapat disebabkan jarak yang tidak memadai pada masing-masing perlakuan (hanya sekitar 20 cm sampai 40 cm). Laju pertumbuhan (gr/hari) dibagi menjadi 3 fase yaitu fase I (masa tanam 7-14 hari), fase II (masa tanam 21-28 hari) dan fase III (masa tanam 35-42 hari). Perlakuan ini dilakukan untuk membedakan laju pertumbuhan harian pada awal, tengah dan akhir pengamatan dari laju pertumbuhan Gracilaria verrucosa yang
41
diuji sehingga dapat terlihat jelas pada hari ke berapa suatu rumput laut tumbuh
6.00
Laju pertumbuhan (gr/hari)
Laju pertumbuhan (gr/hari)
subur baik dengan perlakuan bobot bibit maupun jarak tanam.
4.50 3.00 1.50
6.00 4.50 3.00 1.50 0.00
0.00 14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 20 cm Laju pertumbuhan (gr/hari)
7
7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 30 cm
6.00 4.50 3.00 1.50 0.00 7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 40 cm
Gambar 14. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 50 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada perlakuan bobot bibit 50 gr terhadap jarak tanam yang berbeda secara umum terlihat bahwa jarak tanam 40 cm (3,45 gr/hari) memiliki laju pertumbuhan rata-rata tertinggi bila dibandingkan dengan jarak tanam 30 cm (3,06 gr/hari) dan jarak tanam 20 cm (2,62 gr/hari). Bobot bibit 50 gr dengan perlakuan jarak tanam yang berbeda-beda terlihat bahwa pada fase I (hari ke-7) jarak tanam 20 cm dan 30 cm memiliki laju pertumbuhan harian tertinggi. Sedangkan pada jarak tanam 40 cm laju pertumbuhannya tertinggi ketika memasuki fase II (hari ke-21). Pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada fase ini diduga karena Gracilaria verrucosa cepat beradaptasi dengan perairan, unsur hara masih cukup banyak sehingga dapat
42
menunjang laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter kualitas air terlihat bahwa pada fase ini suhu, salinitas, DO, nitrat, fosfat dan pH masih pada kisaran yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut. Fase III (hari ke-42) terlihat pada jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm laju pertumbuhannya semakin menurun. Penurunan laju pertumbuhan yang terjadi pada fase ini diduga karena rumput laut telah mencapai waktu panen, yang ditandai dengan terjadinya persaingan antar tanaman uji dalam pemanfaatan ruang yang terbatas. Dengan demikian percabangan dan pertumbuhan tunas baru menjadi terhalang. Selain itu adanya beberapa organisme penempel yang menyerang rumput laut yang muncul setelah hari ke-28. Organisme penempel tersebut adalah Enteromorpha intestinalis, Chaetomorpha sp. dan Ectocarpus serta jenis kerang Limnea glabra Muller yang biasanya dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Selain itu ditemukan juga ikan Herbivora yaitu ikan bandeng (Chanos-chanos) yang memakan tanaman uji dan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter kualitas air terlihat terjadinya peningkatan DO, salinitas, nitrat dan fosfat serta turunnya suhu dan pH. 11.00
Laju pertumbuhan (gr/hari)
Laju pertumbuhan (gr/hari)
11.00 8.00 5.00 2.00 ‐1.00
7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 20 cm
8.00 5.00 2.00 ‐1.00
7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 30 cm
Laju pertumbuhan (gr/hari)
43
11.00 8.00 5.00 2.00 ‐1.00
7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 40 cm
Gambar 15. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 100 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gambar 15 menunjukkan bahwa pada perlakuan bobot bibit 100 gr terhadap jarak tanam yang berbeda secara umum terlihat bahwa jarak tanam 40 cm (4,25 gr/hari) memiliki laju pertumbuhan rata-rata tertinggi bila dibandingkan dengan jarak tanam 30 cm (4,21 gr/hari) dan jarak tanam 20 cm (4,09 gr/hari). Bobot bibit 100 gr dengan perlakuan jarak tanam yang berbeda-beda terlihat bahwa pada fase I (hari ke-14) jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm memiliki laju pertumbuhan harian tertinggi. Pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada fase ini diduga karena Gracilaria verrucosa cepat beradaptasi dengan perairan, unsur hara masih cukup banyak sehingga dapat menunjang laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter lingkungan terlihat bahwa pada fase ini terjadi peningkatan suhu, salinitas dan pH pada kisaran optimal untuk pertumbuhan rumput laut. Fase II (hari ke-28) terlihat pada jarak tanam 20 cm dan 30 cm laju pertumbuhannya sangat rendah. Sedangkan pada jarak tanam 40 cm laju pertumbuhannya sangat rendah ketika memasuki fase III (hari ke-42). Rendahnya laju pertumbuhan yang terjadi pada fase ini diduga karena terjadinya persaingan antar tanaman uji dalam pemanfaatan ruang yang terbatas, sehingga percabangan
44
dan pertumbuhan tunas baru yang ditandai dengan banyaknya cabang-cabang menjadi terhalang. Selain itu adanya beberapa tanaman penempel yang menyerang rumput laut setelah hari ke-35 yaitu dari jenis Enteromorpha intestinalis, Chaetomorpha sp. dan Ectocarpus serta kerang dari jenis Limnea glabra Muller yang biasanya menyerang tanaman rumput laut dengan cara melekat dan membelit sehingga dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Serta ditemukan juga ikan Herbivora yaitu ikan bandeng (Chanos-chanos) yang memakan tanaman uji dan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter kualitas air terlihat
Laju pertumbuhan (gr/hari)
Laju pertumbuhan (gr/hari)
terjadinya peningkatan DO, nitrat dan fosfat serta turunnya suhu dan pH.
13.00 9.50 6.00 2.50 ‐1.00 14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 20 cm Laju pertumbuhan (gr/hari)
7
13.00 9.50 6.00 2.50 ‐1.00 7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 30 cm
13.00 9.50 6.00 2.50 ‐1.00 7
14 21 28 35 42 Hari ke‐ Jarak 40 cm
Gambar 16. Laju pertumbuhan (gr/hari) rumput laut Gracilaria verrucosa perlakuan bobot 150 gr terhadap jarak tanam yang berbeda
Gambar 16 menunjukkan bahwa pada perlakuan bobot bibit 150 gr terhadap jarak tanam yang berbeda secara umum terlihat bahwa jarak tanam 40
45
cm (4,52 gr/hari) memiliki laju pertumbuhan rata-rata tertinggi bila dibandingkan dengan jarak tanam 30 cm (4,44 gr/hari) dan jarak tanam 20 cm (4,21 gr/hari). Bobot bibit 150 gr dengan perlakuan jarak tanam yang berbeda-beda terlihat bahwa pada fase I (hari ke-14) jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm memiliki laju pertumbuhan harian tertinggi. Pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada fase ini diduga karena Gracilaria verrucosa cepat beradaptasi dengan perairan, unsur hara masih cukup banyak sehingga dapat menunjang laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter kualitas air terlihat bahwa pada fase ini suhu, salinitas, DO, nitrat, fosfat dan pH masih pada kisaran yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut. Fase II (hari ke-28) terlihat pada jarak tanam 30 cm dan 40 cm laju pertumbuhannya sangat rendah. Sedangkan jarak tanam 20 cm laju pertumbuhannya sangat rendah ketika memasuki fase III (hari ke-42). Rendahnya laju pertumbuhan yang terjadi pada fase ini diduga karena terjadinya persaingan antar tanaman uji dalam pemanfaatan ruang yang terbatas, sehingga percabangan dan pertumbuhan tunas baru yang ditandai dengan banyaknya cabang-cabang menjadi terhalang. Selain itu adanya beberapa tanaman penempel yang menyerang rumput laut setelah hari ke-35 yaitu dari jenis Enteromorpha intestinalis, Chaetomorpha sp. dan Ectocarpus serta kerang dari jenis Limnea glabra Muller yang biasanya menyerang tanaman rumput laut dengan cara melekat dan membelit sehingga dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Serta ditemukan juga ikan Herbivora yaitu ikan bandeng (Chanos-chanos) yang memakan tanaman uji dan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan rumput laut
46
yang dibudidayakan. Jika dikaitkan dengan parameter kualitas air terlihat terjadinya peningkatan DO, nitrat dan fosfat serta turunnya suhu dan pH.
4.4 Kandungan Agar Rumput Laut Kandungan agar dari rumput laut Gracilaria verrucosa diukur pada minggu ke-6 (hari ke-42) saat rumput laut siap untuk di panen. Kandungan agar rumput laut yang ditanam dipengaruhi oleh perlakuan yang berbeda yakni bobot bibit dan jarak tanam. Faktor lain yang berpegaruh terhadap kandungan agar adalah metode yang digunakan saat proses ekstraksi dan kualitas yang dihasilkan rumput laut selama budidaya. Alur proses ekstraksi dapat dilihat di lampiran 4. Hasil pengukuran kandungan agar pada rumput laut dari masing-masing perlakuan yang dicobakan terlihat pada gambar 17 (dan tabel data dicantumkan
Kandungan Agar (%)
pada Lampiran 5) adalah sebagai berikut 16,20 16,00 15,80 15,60 15,40 15,20 15,00 14,80 14,60
Kandungan agar
20 cm
30 cm 50 gram
40 cm
20 cm
30 cm
40 cm
100 gram
20 cm
30 cm
40 cm
150 gram
Gambar 17. Kandungan agar Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam
Kandungan agar pada semua bobot dengan perlakuan jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) menunjukkan bahwa kandungan agar paling tinggi secara berurutan terdapat pada bobot 50 gr (40 cm sebesar 16,08 %, 30 cm sebesar 15,98 % dan 20 cm sebesar 15,80 %) pada bobot 100 gr (40 cm sebesar 15,56 %, 30 cm
47
sebesar 15,45 % dan 20 cm sebesar 15,38 %) dan pada bobot 150 gr (40 cm sebesar 15,49 %, 30 cm sebesar 15,23 % dan 20 cm sebesar 15,16 %). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan bobot dan jarak tanam dari penanaman bibit akan menghasilkan jumlah dan kandungan agar yang berbeda pula. Disamping itu jarak tanam dan bobot awal thallus memiliki pengaruh terhadap persaingan antar thallus dalam suatu pertumbuhan pada tanaman, baik dalam segi pemanfaatan ruang gerak, sinar matahari maupun zat-zat hara yang diperlukan dalam proses fotosintesa dan penyerapan unsur hara. Terlihat dari Gambar 17 kandungan agar bobot 100 gr dan 150 gr lebih kecil bila dibandingkan dengan bobot 50 gr, hal ini dikarenakan bobot awal thallus rumput laut mempengaruhi dalam penyerapan nutrien sebagai pembentuk agar. Semakin besar bobot awal thallus rumput laut maka konsentrasi penyerapan nutrien akan semakin banyak dan menyebar ke berbagai thallus untuk melakukan proses reproduksi. Sedangkan apabila semakin kecil bobot awal thallus rumput laut maka konsentrasi penyerapan nutrien untuk proses reproduksi akan semakin sedikit dan tersimpan sebagai cadangan makanan, sehingga menyebabkan kualitas kandungan agar yang dihasilkan cukup baik. Menurut beberapa ahli bahwa tinggi rendahnya kandungan agar yang terdapat pada rumput laut dipengaruhi oleh umur tanaman. Seperti yang dinyatakan oleh Rigney (in Chapman 1980) bahwa umur tanaman sangat berpengaruh terhadap kandungan agar dan komposisi lainnya. Sedangkan Pamungkas (1987) tanaman yang berumur satu setengah bulan mempunyai kandungan agar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang berumur kurang atau lebih dari satu setengah bulan.
48
4.5 Pengaruh dan Penentuan Perlakuan yang Baik untuk Rumput Laut Gracilaria verrucosa Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan bobot bibit yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (berbeda secara signifikan) terhadap pertumbuhan bobot basah rumput laut baik pada bobot 50 gr, 100 gr dan 150 gr. Namun untuk bobot 100 gr dan 150 gr tidak ditemukan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan rumput laut (tidak bebeda secara signifikan), sedangkan jarak tanam yang berbeda juga memberikan pengaruh yang nyata (berbeda secara signifikan) terhadap pertumbuhan bobot basah rumput laut baik pada jarak tanam 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Namun untuk jarak tanam 30 cm dan 40 cm tidak ditemukan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan rumput laut (tidak berbeda secara signifikan). Oleh karena itu untuk penentuan bibit perlu diperhatikan asal bobot dan jarak tanamnya dari rumput laut itu sendiri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pengunaan perlakuan yang berbeda terhadap bobot dan jarak tanam akan berdampak pada pertumbuhan rumput laut. Berikut tabel 6 pertumbuhan bobot basah rumput laut.
Tabel 6. Pertumbuhan bobot basah rata-rata (gr) rumput laut Gracilaria verrucosa pada perlakuan bobot dan jarak tanam (selama 6 minggu) Bobot
50 gr
100 gr
150 gr
Perlakuan
20 cm
30 cm
40 cm
20 cm
30 cm
40 cm
20 cm
30 cm
40 cm
Jarak
261,90
305,56
345,24
408,73
420,63
424,6
420,63
444,44
452,38
Selisih (gr) Jarak
211,90
255,56
295,24
308,73
320,63
324,60
270,63
294,44
302,38
Perlakuan
50 gr
100 gr
150 gr
50 gr
100 gr
150 gr
50 gr
100 gr
150 gr
Bobot
261,90
408,73
420,63
305,56
420,63
444,44
345,24
424,6
452,38
20 cm
30 cm
40 cm
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama (perlakuan) menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05) berdasarkan uji Duncan Multiple Range.
49
Jadi secara keseluruhan, perlakuan bobot bibit dan jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut hal ini ditandai dengan adanya perlakuan yang tidak sama (huruf a dan b). Pada tabel 5 juga dapat ditentukan mengenai perlakuan antara bobot bibit dan jarak tanam yang cocok untuk digunakan sebagai bibit awal dalam pembudidayaan rumput laut Gracilaria verrucosa dengan melihat selisih terbesar. Semakin besar selisihnya maka perlakuan tersebut cocok digunakan untuk bibit awal. Adapun untuk perlakuan bobot awal dikategorikan menjadi tiga yaitu perlakuan sangat baik, baik dan tidak baik. Adapun untuk perlakuan yang termasuk kategori : 1. Sangat baik yaitu jarak 40;150 gr, jarak 40;100 gr dan jarak 40;50 gr. 2. Baik yaitu jarak 30;150 gr, jarak 30;100 gr dan jarak 30;50 gr. 3. Tidak baik yaitu jarak 20;150 gr, jarak 20;100 gr dan jarak 20;50 gr.
4.6 Pengaruh Perbedaan Bobot dan Jarak tanam terhadap Lama Hidup Gracilaria verrucosa Laju pertumbuhan rumput laut yang terdiri dari dua faktor yaitu bobot bibit dan jarak tanam yang masing-masing memiliki tiga perlakuan, sehingga untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap lama hidup dari rumput laut Gracilaria verrucosa digunakan Analisis Desain Faktorial. Analisis desain faktorial dari bobot bibit dan jarak tanam dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji pada hari ke-7, 14, 28, 35 dan 42 hasil uji menunjukkan bahwa seluruh perlakuan jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) tidak berpengaruh secara nyata terhadap lama hidup dari rumput laut tersebut dengan kata lain tidak ada perbedaan yang signifikan antara jarak tanam terhadap lama hidup dari
50
rumput laut (Lampiran 6A, 6B, 6D, 6E dan 6F). Sedangkan untuk uji pengaruh bobot bibit terhadap waktu hidup dari rumput laut menunjukkan bahwa bobot bibit sangat berpengaruh terhadap lama hidup rumput laut. Dengan demikian terdapat perbedaan antara ketiga perlakuan (50 gr, 100 gr dan 150 gr) terhadap lama hidup dari rumput laut tersebut. Selain itu uji terhadap interaksi antara bobot bibit dan jarak tanam terhadap waktu hidup menunjukkan adanya pengaruh yang cukup signifikan. Perlakuan bobot bibit dan jarak tanam yang berbeda menyebabkan waktu hidup yang berbeda pula. Sehingga diasumsikan bahwa akan terjadi penurunan bobot basah dari seluruh perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam rumput laut Gracilaria verrucosa. Hasil uji diatas berlaku untuk seluruh perlakuan kecuali pada hari ke-21 untuk uji pengaruh jarak tanam dan bobot bibit terhadap waktu hidup rumput laut. Pada hari ke-21 tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara seluruh perlakuan jarak tanam (20 cm, 30 cm dan 40 cm) dan bobot bibit (50 gr, 100 gr dan 150 gr) terhadap waktu hidup dari rumput laut tersebut. Dengan demikian perlakuan bobot bibit dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap lama hidup dari rumput laut (Lampiran 6C). Hasil menunjukkan bahwa pada hari ke- 21 tidak terjadi penurunan bobot basah dari seluruh perlakuan bobot bibit terhadap jarak tanam rumput laut Gracilaria verrucosa.
51
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Perlakuan bobot bibit dan jarak tanam yang berbeda memberikan pengaruh nyata (berbeda secara signifikan) terhadap laju pertumbuhan bobot basah rumput laut Gracilaria verrucosa. Perlakuan bobot bibit dan jarak tanam yang berbeda memberikan pengaruh nyata (berbeda secara signifikan) terhadap kandungan agar rumput laut Gracilaria verrucosa.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang laju pertumbuhan rumput laut dengan menggunakan metode yang sama pada musim dan waktu yang berbeda baik di perairan tambak maupun di perairan laut. Serta perlu dilakukan kajian hubungan antara pertumbuhan bibit rumput laut yang berbeda terhadap kandungan agar yang dihasilkan.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan E. Liviawati. 1993, Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bhratara. Jakarta. Anonymus. 2005, Prospect and Perspective of the Seaweed Industry for Building Capacities of Lokal Communities to Cope with Globalization (presentasi). Seaweed Industry Association of the Philipines. Manila. Anggadiredja, J.T. 2007. Prospek Pasar Rumput Laut Indonesia di Pasar Global. Makalah disampaikan pada Lokakarya Implementasi Program Berkelanjutan Sulawesi Selatan Menuju Sentra Rumput Laut Dunia. Tanggal 7 Mei 2007. Makassar. Anggadiredja, J.T.,A. Zatnika, H. Purwoto, dan S. Istini. 2006. Rumput Laut; Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Andarias, I., 1991. Pengaruh Takaran Urea dan TSP Terhadap Produksi Bobot Kering Klekap. Disertasi Doktor (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Angka , S.L. dan Maggy T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Atmadja, W. S., A. Kadi., Sulistijo, dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan JenisJenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Atmadja, W.S. dan Sulistija. 1988. Beberapa Aspek Vegetasi dan Habitat Tumbuhan Laut Bentik di Pulau-Pulau Seribu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Ayuningtyas. 2011. Ekstraksi agar. Laporan praktikum fikologi : halaman 4. Ketersediaan. http://www.scribd.com/doc/58871960/Ekstraksi-AgarPrint-Smua. (Tanggal 25 februari 2011). Chapman. V.J. 1974. Seaweeds and Their Uses 2 Co.,Ltd. London.
edition. Methuein and
Chapman, V.J., and D.J. Chapman,1980. Seaweeds and Their Uses 3 Chapman and Hall, New York.
edition.
Dahuri, R. 2002. Pemanfaatan sumberdaya perairan di pesisir bagi pembangunan yang berkelanjutan melalui pengembangan industri budidaya. Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002. Hal : 1-22.
52
53
Dawes CJ., Matheieson AC dan Chenney DP. 1974. Ecological studies of Floridean Eucheuma Rhodophyta, Gigartinales. I. Seasonal Growth and Reproduction. Bull. Mar. Sci. 24 : 235-273. Direktorat Jenderal Perikanan. 2004. Hama dan Penyakit Rumput Laut. Ditjen Perikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Pedoman Teknis Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut. Ditjen Perikanan. Jakarta. Doty M.S, Glenn EP. 1981. Photosynthesis and Respiration of the Tropical Red Seaweeds, Eucheuma striatum (Tambalang and Elkhorn Varietes) and E. Denticulatum. Aquatic Botany Vol. 10 (4) : 32-35 Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisisus. Yogyakarta. Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisisus. Yogyakarta. Glicksman, M., 1983. Food Hydrocolloid. Volume II, CRC Press, New York. Hamid 2009. Pengaruh Berat Bibit Awal dengan Metode Apung (Floating method) Terhadap Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program sarjana, Universitas Islam Negeri. Malang. Hutabarat dan Evans. 2001. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta. Iksan, K. H. 2005. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma cattonii), dan kandungan Karaginan pada berbagai Bobot Bibit dan Asal Thallus di perairan desa Guraping Oba Maluku Utara. Tesis (tidak dipublukasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indriani H, Sumiarsih, E. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut (cetakan 7), Penebar Swadaya, Jakarta. Kadi, A., Atmadja WS. 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologis Dan Biologi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cotonii) Di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kolang, M., X, Lalu, dan H, Korah. 1996. Panduan Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Dinas Perikanan Sulawesi Utara. Manado
54
Kuhl A, 1974. Phosphorus in : Stewar W. D. P. (ed) Algae Phisiology and Bioehemistry. Botanical Monographs. Vol. 10. Blackwell Scientific Publications, Melburne, Hal.: 636-654. Mubarak, H., 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Nasution MH. 2005. Patogenitas Beberapa Isolat Bakteri Terhadap Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Asal Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nyabakken, J., W., 2000. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta. Pamungkas, K.T. 1987. Mempelajari Korelasi Antara Umur Panen dan Kandungan Karaginan dan Senyawa-Senyawa Lainnya Pada Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosium. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Patadjal R S. 1993. Pengaruh Pupuk TSP Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Rumput Laut Gracilaria gigas Harv. Tesis (Tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poncomulyo, T,. 2006. Budi Daya Dan Pengolahan Rumput Laut. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Renn. D. W. 1986. Uses of Marine Algae in Biotechnology and Industry. Dalam Laporan Lokakarya Bioteknologi Rumput Laut. J. Anggadiredja (ed.). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Ritawati, 1990. Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria lichenoides (L) GMEL Berdasarkan Kedalaman dan Jarak Tanam. Skripsi (tidak di publikasikan). Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan. Djambatan. Jakarta. Simanjuntak, M., 2006. Kadar Fosfat, Nitrat Dan Silikat Kaitannya Dengan Kesuburan Di Perairan Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sinulingga, M., dan Sri Darmanti 2006. Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir yang Diperlukan dengan Tepung Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan, Jurusan Biologi FMIPA UNDIP Hal.: 32-38.
55
Soesono. 1989. Limnology. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Bogor. Soegiarto A. Sulistijo, dan W. S. Atmadja. 1977. Pertumbuhan Alga Laut Eucheuma spinosum pada Berbagai Kedalaman. Oseanologi Indonesia, 8: 11-18. Sulistijo. 1985. Budidaya Rumput Laut. Lembaga Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sulistijo. 2002. Penelitian Budidaya Rumput Laut (Algae Makro/Seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian Utama Bidang Akuakultur, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sulistijo dan W. S. Atmadja. 1996. Perkembangan budidaya Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sunarto, G. 1985. Budidaya Laut dan Kemungkinan Pengembangannya di Propinsi Nusa Tenggara Barat. http://www.fao.org/docrep/field. (Tanggal 25 februari 2011). Supit, S.D. 1989. Karakteristik Pertumbuhan dan Kandungan Rumput Laut yang berwarna Abu-abu Cokelat dan Hijau yang Ditanam di Goba lambungan Pasir Pulau Pari, Karya Ilmiah (tidak dipubliokasikan). Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutika, N., 1989. Ilmu Air. Universitas Padjadjaran. Bandung. Sutrian, Y. 2004. Pengantar Anatomi, Tumbuhan–Tumbuhan (Tentang Sel dan Jaringan). PT Rineka Cipta. Jakarta. Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan kandungan karaginan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlauan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. Tesis (tidak di publikasikan). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trono, G. C. 1974. A Review of The Production Technologies of Tropical Species of Economic Seaweeds. Technical Research Reports. Marine Science Institute, University of the Philippines. Manila. Widodo dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta. Zatnika, A. dan W.I. Angkasa. 1994. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Makalah pada seminar Pekan Akuakultur V. Tim Rumput Laut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
56
Zatnika, A. 2009. Pedoman Teknis Budidya Rumput Laut. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Zatnika, A. dan Sri istini. 2009. Optimasi Perlakuan Alkali Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Agar Dari Rumput Laut (Gracilaria spp.). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Zonneveld, N., Huisman, E.A., dan Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Pustaka Utama. Gramedia. Jakarta.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian
59
Lampiran 2. Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan Bobot Jarak Tanam
Ulangan
50 gr
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
20 cm
30 cm
40 cm
100 gr
20 cm
30 cm
40 cm
150 gr
20 cm
30 cm
40 cm
0 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
7 85 90 80 85,00 90 90 85 88,33 80 90 90 86,67 115 140 135 130,00 140 130 135 135,00 140 135 135 136,67 200 200 185 195,00 200 195 195 196,67 200 210 200 203,33
14 105 105 100 103,33 110 105 100 105,00 105 110 105 106,67 160 190 190 180,00 190 180 185 185,00 195 180 190 188,33 290 250 245 261,67 290 225 290 268,33 230 290 290 270,00
Minggu Ke21 28 145 150 125 145 125 145 131,67 146,67 145 165 145 180 125 150 138,33 165,00 145 150 150 175 145 175 146,67 166,67 205 210 225 230 230 235 220,00 225,00 230 240 225 230 230 235 228,33 235,00 265 270 190 230 255 260 236,67 253,33 310 315 280 295 280 285 290,00 298,33 300 305 290 295 300 305 296,67 301,67 300 310 310 315 300 305 303,33 310,00
35 165 150 150 155,00 170 185 160 171,67 175 185 185 181,67 250 260 250 253,33 260 250 260 256,67 280 255 265 266,67 320 320 320 320,00 325 340 320 328,33 330 340 320 330,00
42 170 155 155 160,00 180 190 165 178,33 185 205 195 195,00 275 275 265 271,67 280 270 280 276,67 290 270 275 278,33 330 325,0 325 326,67 330 350,0 330 336,67 340 350 330 340,00
60
Lampiran 3. Laju pertumbuhan (gr/hari) pada perlakuan bobot bibit dan jarak tanam Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
8
10.72478375
1.34059797
28.38
<.0001
Error
18
0.85034014
0.04724112
Corrected Total
26
11.57512388
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
bobot
2
9.47761822
4.73880911
100.31
<.0001
jarak
2
0.87028639
0.43514319
9.21
0.0018
bobot*jarak
4
0.37687915
0.09421979
1.99
0.1386
Level of bobot
N
respon1 Mean
Std Dev
50
9
3.04232804
0.42136430
100
9
4.17989418
0.17297218
150
9
4.39153439
0.23392512
Level of jarak
N
respon1 Mean
Std Dev
20
9
3.63756614
0.77634911
30
9
3.90211640
0.67809554
40
9
4.07407407
0.52495066
Level of bobot
Level of jarak
N
respon1 Mean
Std Dev
50
20
3
2.61904762
0.20619652
50
30
3
3.05555556
0.29959660
50
40
3
3.45238095
0.23809524
100
20
3
4.08730159
0.13746435
100
30
3
4.20634921
0.13746435
100
40
3
4.24603175
0.24781738
150
20
3
4.20634921
0.06873217
150
30
3
4.44444444
0.27492870
61
Level of bobot
150
Level of jarak
40
N
3
respon1 Mean
Std Dev
4.52380952
0.23809524
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
bobot
A
4.3915
9
150
A
4.1799
9
100
B
3.0423
9
50
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
4.0741
9
40
A
3.9021
9
30
B
3.6376
9
20
62
Lampiran 4. Proses ekstraksi agar
63
Lampiran 5. Data kandungan agar Bobot 50 gr
100 gr
150 gr
Jarak Tanam 20 cm 30 cm 40 cm 20 cm 30 cm 40 cm 20 cm 30 cm 40 cm
Kandungan Agar (%) 15,80 15,98 16,08 15,38 15,45 15,56 15,16 15,23 15,49
Bobot Kering (gr) 20 20,7 25,5 30,5 30,75 31,5 44,2 45,1 45,5
Bobot Agar (gr) 3,16 3,30 4,10 4,69 4,75 4,90 6,70 6,86 7,05
64
Lampiran 6. Pengaruh perbedaan bobot bibit dan jarak tanam terhadap lama hidup a. Laju pertumbuhan minggu 1 (hari ke-7) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
6.0317
9
40
A
5.7143
9
30
A
5.2381
9
20
Mean
N
bobot
A
6.9048
9
150
B
5.2381
9
50
B
4.8413
9
100
Mean
N
perlakuan
A
7.0238
6
B150J20
B
A
6.6667
3
B150J30
B
A
C
5.4762
3
B50J30
B
C
5.2381
3
B50J40
B
C
5.2381
3
B100J40
B
C
5.0000
3
B100J30
B
C
5.0000
3
B50J20
C
4.2857
3
B100J20
Duncan Grouping
Duncan Grouping
b. Laju pertumbuhan minggu 2 (hari ke-14) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
6.587
9
30
A
6.587
9
40
A
6.429
9
20
Mean
N
bobot
A
9.762
9
150
B
7.222
9
100
C
2.619
9
50
Mean
N
Duncan Grouping
Duncan Grouping
perlakuan
65
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
10.238
3
B150J30
A
9.524
6
B150J20
A
7.381
3
B100J40
B
A
7.143
3
B100J30
B
A
7.143
3
B100J20
C
2.619
3
B50J20
C
2.381
3
B50J30
c. Laju pertumbuhan minggu 3 (hari ke-21) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
5.794
9
40
A
5.000
9
30
A
4.603
9
20
Mean
N
bobot
A
6.270
9
100
A
4.841
9
50
A
4.286
9
150
Duncan Grouping
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
6.905
3
B100J40
A
6.190
3
B100J30
A
5.714
3
B100J20
A
5.714
3
B50J40
A
4.762
3
B50J30
A
4.405
6
B150J20
A
4.048
3
B150J30
A
4.048
3
B50J20
66
d. Laju pertumbuhan minggu 4 (hari ke-28) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
2.0635
9
40
A
1.8254
9
30
A
1.3492
9
20
Mean
N
bobot
A
2.9365
9
50
B
1.3492
9
100
B
0.9524
9
150
Duncan Grouping
Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
3.810
3
B50J30
B
A
2.857
3
B50J40
B
A
2.381
3
B100J40
B
A
2.143
3
B50J20
B
1.071
6
B150J20
B
0.952
3
B100J30
B
0.714
3
B100J20
B
0.714
3
B150J30
e. Laju pertumbuhan minggu 5 (hari ke-35) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
2.7778
9
20
A
2.6190
9
30
A
2.3016
9
40
Mean
N
bobot
A
3.2540
9
150
A
3.0159
9
100
B
1.4286
9
50
Duncan Grouping
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
4.048
3
B100J20
67
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
A
3.810
3
B150J30
B
A
3.095
3
B100J30
B
A
2.976
6
B150J20
B
A
2.143
3
B50J40
B
A
1.905
3
B100J40
B
1.190
3
B50J20
B
0.952
3
B50J30
jarak
f. Laju pertumbuhan minggu 6 (hari ke-42) Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
jarak
A
1.6667
9
40
A
1.6667
9
30
A
1.4286
9
20
Mean
N
bobot
A
2.3810
9
100
B
1.1905
9
150
B
1.1905
9
50
Duncan Grouping
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
2.8571
3
B100J30
B
A
2.6190
3
B100J20
B
C
1.9048
3
B50J40
D
C
1.6667
3
B100J40
D
C
E
1.1905
3
B150J30
D
C
E
1.1905
6
B150J20
E
0.9524
3
B50J30
E
0.7143
3
B50J20
D
68
Lampiran 7. Data kualitas air di lokasi penelitian
No
Pengamatan (Minggu ke-)
Parameter 0
1
2
3
4
5
6
1
Suhu
28
28
27
26
27
27
26
2
Salinitas
31
33
33
34
31
34
34
3
pH
7,5
8,0
7,5
7,5
8,0
8,0
7,5
4
Oksigen terlarut
5,5
5,5
6
6
6
5,5
6,5
5
Nitrat
0,15
0,1
0,2
6
Fosfat
0,15
0,15
0,2
7
Kecerahan
55
8
Kedalaman
60 - 65 cm
9
Substrat dasar
Lumpur berpasir
53
53
52
50
50
50
69
Lampiran 8. Statistika Deskriptif dari parameter lingkungan Descriptive Statistica : (Suhu) : Pagi; Siang; Sore Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q Median Pagi 7 0 27.571 0.202 0.535 27.000 27.000 28.000 Siang 7 0 27.000 0.309 0.816 26.000 26.000 27.000 Sore 7 0 26.429 0.202 0.535 26.000 26.000 26.000 Variable Q3 Maximum Pagi 28.000 28.000 Siang 28.000 28.000 Sore 27.000 27.000 Descriptive Statistica : (Salinitas) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Salinitas 7 0 32.857 0.508 1.345 31.000 31.000 33.000 Variable Q3 Maximum Salinitas 34.000 34.000 Descriptive Statistica : (pH) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median pH 7 0 7.714 0.101 0.267 7.500 7.500 7.500 Variable Q3 Maximum pH 8.000 8.000 Descriptive Statistica : (DO) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median DO 7 0 5.857 0.143 0.378 5.500 5.500 6.000 Variable Q3 Maximum DO 6.000 6.500 Descriptive Statistica : (Nitrat) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Nitrat 7 0 0.1357 0.0143 0.0378 0.1000 0.1000 0.1500 Variable Q3 Maximum Nitrat 0.1500 0.2000 Descriptive Statistica : (Fosfat) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Fosfat 7 0 0.15714 0.00714 0.01890 0.15000 0.15000 0.15000 Variable Q3 Maximum Fosfat 0.15000 0.20000 Descriptive Statistica : (Kecerahan) Variable N N* Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Kecerahan 7 0 51.857 0.738 1.952 50.000 50.000 52.000 Variable Q3 Maximum Kecerahan 53.000 55.
70
Lampiran 9. Dokumentasi penelitian
Rumput laut untuk proses ekstraksi Penimbangan bobot basah
Proses pengikatan bibit
Saluran inlet tambak
Laboratorium Fisika kimia
Metode rakit apung
Pengambilan sampel air tambak
Timbangan bobot agar
Refraktrometer
pH-meter
Spektrofotometer
Sampel pengukuran kualitas air