KONSEP IBADAH DALAM AL-QUR’AN KAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7 Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh Irvan NIM: 809011000009
Oleh Irvan NIM: 809011000009
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2014
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI Skripsi berjudul: “KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’ANKAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”disusun oleh IRVAN, NIM. 809011000009, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 21 Juli 2013 Yang mengesahkan,
Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA. NIP. 19560119 199403 2 001
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “Konsep Ibadah Dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Fatihah Ayat 1-7” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosyah pada tanggal 11 Januari 2013 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama. Jakarta, 15 April 2014 Panitia Ujian Munaqosyah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Tanggal
Tanda Tangan
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag NIP : 19580707 198703 1 005
………..
……………..
………...
……………...
…………
……………..
………...
……………...
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi) Marhamah Saleh, MA NIP : 19720313 200801 2 010 Penguji I Bahrissalim, M.Ag. NIP : 19680307 199803 1 002 Penguji II Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. NIP : 19670328 200003 1 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Nurlena Rifa’i, MA. Ph. D. NIP : 19591020 198603 2001
iii
ABSTRAK IRVAN: KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’AN KAJIAN SURAT ALFATIHAH AYAT 1-7 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arti ibadah dan pentingnya ibadah bagi kehidupan kita sehari-hari serta mengetahui konsep ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah. Ibadah adalah suatu istilah yang mencangkup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Seringkali dan banyak diantara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari halhal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa, sayangnya kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada tauhid terlebih dahulu. Dalam penelitian penulis menggunakan metode pendekatan deskritif analitis, dengan mencari dan mengumpulkan data, menyusun, serta menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap obyek penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (library Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni yang berasal dari buku-buku dan karya ilmiyah dibidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder.
iv
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: IRVAN
NIM
: 809011000009
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Alamat
:Jl. Pulo Kambing Rt.010/03 No. 8 Kel: Jatinegara. Kec: Cakung. Jakarta Timur
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi dengan judul “KONSEP IBADAH DALAM AlQUR’ANKAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA. NIP.: 19560119 199403 2001
Demikian surat pernyaan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Juli 2013 Yang Menyatakan
IRVAN
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pemberi rahmat dan hidayah, sehingga atas segala limpahan karunia dan nikmatnya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan meskipun masih belum sempurna. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, pemegang panji kebenaran, membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam. Atas jerih payah beliau kita dapat memeluk agama Islam. Penulis sadar, bahwa dalam penulisan skripsi ini tak jauh dari kesalahan dan kekeliruan. Kesempurnaan serta keberhasilan yang penulis dapatkan dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lain dan tidak bukan bekat bimbingan, bantuan serta saran-saran dari semua pihak yang terkait. Tanpa adanya mereka penulis tidaklah berarti. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Hj. Elo al-Bugis, MA. dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan bimbingan dengan baik serta senantiasa memberikan motivasi agar skripsi ini dapat segera diselesaikan. 4. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah. 5. Ibunda tercinta yang super luar biasa. Mama Barkah. Terimakasihatas segalanya, tetesan air mata dan doa yang selalu mengalir tanpa henti dan tanpa pamrih untuk selalu mendoakan dan merestui penulis dalam menuntaskan studi demi meraih cita dan cinta. 6. Istri tercinta, Umi Kultsum binti H. Syamukri yang selalu mendampingi, membantu dan menjadi penyemangat dalam segala situasi. vi
7. Rekan-Rekan seperjuangan tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan tidak bosan-bosannya memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 8. Pihak-pihak lain yang berjasa baik secara langsung maupun tidak, membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini. Hanya rasa syukur yang dapat dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya dalam penyusunan skripsi ini, sekali lagi penulis berterima kasih kepada pihak yang telah bekerja keras membantu penulis, semoga usaha tersebut dicatat sebagai bentuk amal kebaikan, dan mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya, Amiin. Jakarta, 21 Juli 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI JUDUL ............................................................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................................
ii
PENGESAHANPENGUJI ............................................................................ iii ABSTRAK ...................................................................................................... iv SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……………………………..
v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI…………………………………………………………........... BAB I
BAB II
viii
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..........................................................
3
C. Rumusan dan Pembatasan Masalah ..................................
3
D. Tujuan Penelitian...............................................................
3
E. Manfaat Penelitian.............................................................
3
F. Sietematika penulisan ........................................................
4
KAJIAN TEORI .....................................................................
6
A. Pengertian Ibadah ...............................................................
6
B. Tujuan Ibadah ....................................................................
7
C. Hikmah Ibadah ...................................................................
9
D. Macam-macam Ibadah ....................................................... 11 1. Ibadah Mahdloh ........................................................... 11 2. Ibadah Ghoiru Mahdloh ............................................... 13 E. Pengaruh ibadah terhadap jiwa manusia ........................... 14 1. Pengaruh Individu
16
2. Pengaruh Sosial ............................................................. 19 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 22 A. Metode Penelitian .............................................................. 22 B. Sumber Data ...................................................................... 22 C. Pengolahan Data ................................................................ 23 D. Analisa Data ...................................................................... 23
viii
E. Tehnik Penulisan ...............................................................
23
BAB IVPEMBAHASAN& TEORI .............................................................
24
A. 1.Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7 ...............................................................
24
2. Pengertian dan Riwayat turunnya surat Al-Fatihah ..............................
24
3. Nama-nama surat Al-Fatihah .................................................................
29
4. Keutamaan surat Al-Fatihah .......................................................................
29
5. Tafsir surat Al-FatihahAyat 1-7 .............................................................
31
6. kandungan surat Al-Fatihah Ayat 1-7 ....................................................
41
a. Keimanan ...................................................................
41
b. Ibadah
......................................................................
43
c. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan .....................
44
d. Janji dan ancaman .......................................................
45
e. kisah-kisah atau cerita-cerita .......................................
47
B. Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7………. ..
48
1. A). ..............................................................
48
2. B). . .................................................
52
PENUTUP ...............................................................................
55
A. Kesimpulan .......................................................................
55
B. Saran-saran .........................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
57
BAB V
LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat al-Fatihah adalah “Mahkota Tuntunan Ilahi”. Yang disebut dengan “Ummul Qur’an” atau “Induk al-Qur’an”. Banyak nama yang disandangkan kepada awal surat al-Qur’an itu. Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari nama-namnya dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh bagi para pembacanya. Tidak heran jika do’a dianjurkan agar ditutup dengan AlHamdu lillahi Rabbil ‘Alamiin atau bahkan ditutup dengan surat ini.1 Ibnu Katsir mengatakan: “Mereka (para ulama) mengatakan bahwa alFatihah, terdiri dari dua puluh lima kata. Sedangkan hurufnya berjumlah seratus tiga belas huruf. Al-Fatihah dinamakan Ummul Kitab (induk Al-Qur’an) karena penulisan Al-Qur’an dan bacaan shalat dimulai dengan surat Al-Fatihah dan semua makna Al-Qur’an terkandung dalam surat Al-Fatihah tersebut2 Adapun mengenai sebab-sebab turunnya surat Al-Fatihah, banyak riwayat yang menyebutkan. Sebagian menyebutkan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah, yaitu pada permulaan disyariatkannya shalat, dan surat ini yang pertama kali diturunkan secara lengkap tujuh ayat.3Jadi Al-Fatihah termasuk surat-surat Makiyah, dan diwajibkan membacanya didalam salat.4 Dari sebanyak 114 surat dalam al-Qur’an, sura al-Fatihah termasuk surat yang paling populer, dikenal mulai dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari kalangan kaum dlu’afa sampai kalangan kaum yang bertahta. Belum ada suatu penelitian yang menjelaskan mengapa surat al-Fatihah itu begitu amat populer dan dikenal luas oleh masyarakat, padahal surat yang pertama kali diturunkan bukan surat al-Fatihah, melainkan surat al-Alaq.5 1
.M. Quraish Shihab,Tafsir al-mishbah, volume 1 (jakarta: Lentera Hati,2002), hal: 3. Sa’id Hawwa, Tafsir Al-Asas, (jakarta, Robbani Press1999), hal: 34. 3 Abuddin Natta,Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 2
hal: 17 4
.Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirya, (yogyakarta: PT.Dana Bakti Wakaf),Hal: 3. 5 Abuddin Natta,Op Cit, hal:11.
1
2
Surat Al-Fatihah seringkali digunakan sebagai do’a yang dipanjatkan untuk seseorang yang telah meninggal dunia atau dalam keadaan terkena musibah. Hal ini tidak mengherankan, karena di dalam surat al-Fatihah terdapat kalimat yang menunjukkan do’a6 seperti kalimat yang berbunyi:
“tunjukilah
kepada kami jalan yang lurus. (Q.S. Al- Fatihah:6).
Selain itu, di dalam surat al-Fatihah juga terdapat pokok-pokok ajaran tentang ibadah, sebagaimana diwakili oleh ayat:
“hanya Engkaulah yang Kami sembah. dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.(Q.S. Al- Fatihah: 5). Maka ibadah yang pada intinya ketundukkan untuk melaksanakan segala perintah Allah mengandung arti yang luas. Yaitu bukan hanya ibadah dalam arti khusus seperti shalat,puasa, zakat, dan haji, melainkan juga ibadah dalam arti luas, yaitu seluruh aktivatas kebaikan yang dlakukan untuk mengangkat harka dan martabat manusia dengan tujuan ikhlas karena Allah SWT.7Oleh karena itu tidak jarang orang muslim setiap melakukan suatu do’a atau kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan ibadah selalu dimulai dan di akhiri dengan membaca surat Alfatihah. Melihat betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan manusia sehari-hari dan hubungan kita kepada Allah SWT, agar kita menjadi orang yang bertaqwa disisi Allah SWT, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian terhadap konsep ibadah menurur al-Qur’an yang tercantum dalam Surat Al-Fatihah ayat 1-7, dengan judul “Konsep Ibadah dalam Al-Qur’an kajian Surat Al-Fatihah ayat 1-7”.
6
Ibid,hal: 13 .Ibid, hal: 31.
7
3
B. Identifikasi masalah 1. Minimnya pengetahuan manusia tentang arti ibadah 2. Kurangnya kesadaran manusia dalam mengenal pentingnya ibadah dalam kehidupan sehari-hari 3. Rendahnya minat manusia dalam melakukan ibadah 4. Rendahnya pemahaman manusia dalam menggali isi kandungan Surat alFatihah.
C. Rumusan dan Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang penulis ungkapkan adalah: 1. Untuk apa manusia dan jin diciptakan oleh Allah Swt ? 2. Bagaimana bentuk dan sifat ibadah yang kita laksanakan sehari-hari ? 3. Bagaimana keistimewaan surat al-Fatihah ? 4. Bagaimanakonsep ibadah yang terdapat dalam surat al-Fatihah ? Memperhatikan identifikasi masalah diatas, permasalahan yang diteliti oleh penulis dibatasi hanya membahas tentang ibadah yang terkandung dalam surat alFatihah.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut 1. Mengetahui arti ibadah dan pentingnya ibadah bagi kehidupan kita seharihari. 2. Mengetahui konsep ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah. E. Manfaat Penelitian Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. ManfaatTeoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut: a. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengungkapkan sisi lain yang belum
4
diterangkan dalam penelitian ini. b. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam rangka peningkatan motivasi diri untuk beribadah dalam kehidupan kita sehari-hari. 2. ManfaatPraktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua pihak dalam mengali isi kandungan dalam surat alFatihah.
F. Sistematika Penulisan Sistimatika pemahasan yaitu rangkaian pembahasan yang tercangkup dalam isi skripsi, dimana satu dengan yang lainnya saling berkaitan sebagai satu kesatuan yang utuh, yang merupakan urutan-urutan tiap bab. Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan ini. Secara global akan penulis perinci dalam sistimatika pembahasan ini: Sebelum masuk pada bab pertama akan dilengkapi dengan bagian yang meliputi halaman judul, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, lembar abstraksi, daftar isi. Bab I
Pendahuluan terdiri atas : Latar belakang masalah,Identifikasi Masalah, Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian. Sistematika Penulisan.
BabII
Bab ini adalah kajian teori yang terdiri dari:Pengertian Ibadah, Tujuan Ibadah, Hikmah Ibadah, Macam-macam Ibadah, Pengaruh ibadah terhadap jiwa manusia.
Bab III
Metodologi Penelitian, yang terdiri dari: Sumber Data, Pengolahan Data, Analisa Data, Tehnik Penulisan.
Bab IV Pembahasan dan Teori, yang terdiri dari: pada bagian A: Teks Surat AlFatihah Ayat 1-7, Pengertian dan Riwayat turunnya surat Al-Fatihah, Nama-nama surat Al-Fatihah, Keutamaan surat Al-Fatihah, Tafsir surat Al-FatihahAyat 1-7, kandungan surat Al-Fatihah yang terdiri dari:
5
Keimanan, Ibadah, Hukum-hukum dan peraturan-peraturan, Janji dan ancaman, kisah-kisah atau cerita-cerita.Kemudian pada bagian B Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7 yang terdiri dari:iyyaka na’budu dan Iyyaka nasta’iin. Bab V
Penutup meliputi kesimpulan, saran-saran dan bagian akhir berisi daftar pustaka, lembar uji referensi, lampiran dan daftar riwayat hidup.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Ibadah Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu
عبد يعبد عبادةyang
artinya melayani, patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin1. Ibadah pada hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata mengagungkan Dzat yang disembah.Abu A‟la Al-Maududi menyatakan bahwa ibadah dari akar kata“Abd” yang artinya pelayan dan budak.Jadi hakekat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan. Sedangkan dalam arti etimologi adalah penghambaan dan perbudakan, dan arti terminologinya adalah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan perintah-perinyah-Nya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah adalah kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT serta dilakukan tanpa adanya batasan waktu.2 Ibadah merupakan bentuk integral dari syari‟at, sehingga apapun ibadah yang dilakukan oleh manusia harus bersumber dari syari‟at Allah SWT, semua tindakan ibadah yang tidak didasari oleh syari‟at islam maka hukumnya bid‟ah. dan ibadah tidak hanya sebatas menjalankan rukun islam saja, tetapi ibadah juga berlaku bagi semua aktivitas duniawi yang didasari dengan rasa ikhlas untuk mencapai ridho Allah SWT.3 Ibadah adalah buah dari keimanan kepada Allah, dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
Seseorang
yang
menyakini
1
adanya
segala
sifat-sifat
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang :CV. Bima Sakti,2003), Hlm. 80. Muhaimin, Tadjab, ABD. Mudjib. Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya, Karya Ab ditama, 1994), hal. 256 3 ibid, hal. 257. 2
6
7
kesempurnaan Allah, maka dia akan menyembah Allah. Ibadah juga diartikan tunduk dan berhina diri kepada Allah SWT yang disebabkan karena kesadaran bahwa Allah yang menciptakan alam ini, yang menumbuhkan, yang mengembangkan, yang menjaga dan memelihara serta yang membawanya dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Ibadah itu timbul dari perasaan tauhid, maka orang yang suka memikirkan keadaan alam, memperhatikan perjalanan bintang-bintang, kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, bahkan mau memperhatikan dirinya sendiri, Maka akan timbul dalam sanubarinya perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Mengetahui. Maka perasaan inilah yang menggerakkan bibir seseorang selalu bersyukur dan memuji Allah SWT, serta mendorong jiwa dan raganya untuk menyembah dan berhina diri kepada Allah SWT.Tetapi ada juga manusia yang tidak mau berfikir, dan tidak sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, sering melupakan-Nya, sebab itulah maka tiap-tiap agama disyari‟atkan bermacam-macam ibadah, agar dapat mengingatkan manusia kepada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Dari keterangan diatasmaka jelaslah bahwa tauhid dan ibadah itu tidak bisa dipisahkan, keduanya saling mempengaruhi,dengan arti: tauhid menumbuhkan ibadah dan ibadah memupuk tauhid.
B. Tujuan Ibadah Tujuan utama dari ibadah ialah “takwa”. Firman Allah SWT :
“ Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 21)
8
Orang yang bertakwa
akan selalu menjalankan perintah Allah SWT, serta
menjauhi semua larangan-Nya, dan selalu ingat kepada Allah SWT dimanapun ia berada, baik dalam keadaan senang maupun susah, baik dalam keadaan sendiri maupun ramai. Dan Allah akan selalu bersama orang yang bertakwa. Firman Allah SWT :
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.(Q.S. Al-Baqarah: 194) Manusia diberi sarana oleh Allah SWT, diberi bumi untuk tinggal dan beribadah kepada-Nya.Allah memberikan kewajiban-kewajiban kepada manusia.agar manusia beribadah kepada-Nya, dengan tujuan agar manusia dapat terhindar dari sesuatu yang buruk yang dapat merugikannya di dunia dan di akherat.4 Ibadah atau menghambakan diri kepada Allah SWT, secara logis memang sudah merupakan tugas manusia sebagai ciptaan-Nya, karena Dia adalah sebagai kholik (yang menciptakan). Tujuan ibadah dalam islam adalah semata-mata untuk mendekatkan diri dan mencari ridho Allah SWT. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an :
“ Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S. Al-An‟am : 162-163).
4
.M. Mutawalli Asy Sya‟rawi. Anda bertanya islam menjawab.(Jakarta, Gema Insani Press,1999) hal. 23.
9
Selain itu ibadah juga bertujuan untuk memenuhi kewajiban manusia kepada Allah SWT.Sebab Allah menciptakan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Al-Dzariyat : 56) Pada
ayat ini telah ditegaskan bahwa seluruh hidup kita hanya untuk
menghambakan diri kepada Allah SWT.Bahkan seluruh alam yang ada dijagad raya ini mulai dari langit yang bertingkat tujuh dan bumi seisinya, semuanya sujud kepada Allah SWT, tunduk dan patuh pada kehendak-Nya.5 Ibadah adalah ghayah(tujuan) dijadikannya jin dan manusia, oleh karena itu kita harus sadar dan harus tau betul fungsi dan tujuan kita hidup didunia, agar ketika kita melaksanakan sesuatu yang telah diwajibkan oleh sang pencipta kepada kita, timbul rasa ikhlas dan ridho dalam mengerjakannya.
C. Hikmah Ibadah Apabila tiap ibadah dalam syari‟at islam diteliti dan diselami hikmah dan rahasianya, maka tidak ada suatu ibadah yang kosong dari hikmah, dan hikmah ada yang terang dan ada yang tersembunyi. Mereka yang terang hatinya, cemerlang pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah tersebut. Dan mereka yang tidak terang mata hatinya, tidak tembus pikirannya, maka tidak akan dapat menyelaminya. Para muhaqqiq mengatakan : Tiap-tiap amal dari amalan-amalan syara‟ baik ibadah, maupun akhlak terpuji ataupun tercela, terdapat hukum pada asal yang tertentu, ada hikmah-hikmah yang diistimewakannya dari yang lain dan ada rahasia yang
5
Hamka, Studi Islam, pustaka panjimas, hal. 167.
10
menghendakinya.6 Kita harus yakin bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya pasti memiliki manfaat dan hikmah dibalik perintah tersebut, begitu pula sebaliknya semua larangan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti mempunyai mahdorot yang akan kembali pada pelakunya.Oleh karena itu tidak dapat diragukan, bahwa tiap-tiap hukum syar‟i mengandung kemaslahatan, antara amal dengan pembalasan ada persesuaian. Bukankah ibadah-ibadah hanya semata-mata ujian untuk menguji patuh tidaknya seorang hamba.7 Manusia adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya, dan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya.Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik atau buruk. Dalam aspek yang lain, manusia diciptakan dengan sifat lemah, keluh kesah, melampaui batas, mengingkari kodrat kemanusiaannya, suka membantah, suka mengikuti kehendak nafsunya, dan tergesah-gesah. Pada prinsipnya, manusia sering menyiksa dirinya dalam suatu tindakan dan perbuatan, serta banyak pula berbuat kemungkaran dan amalan-amalan keji yang menimbulkan dosa.Amalan-amalan yang berefek buruk memberikan implikasi negative kepada diri individu dan dapat pula menganggu pertumbuhan dan perkembangan mental spiritualnya.8 Bagi agama Islam ibadah merupakan salah satu alternatif yang bisa merawat dan mengobati gangguan psikologi. Shalat, puasa, zakat, haji, tilawah qur‟an, zikir dan do‟a adalah sebagian diantara metodologi psikoterapi ibadah untuk merawat penyakit mental. Melalui metode ini individu disarankan menjauhi sifat takabbur (sombong), hasad (dengki), riyada mengumpat.9 Ibadah dalam islam merupakan metode untuk menyucikan diri dari aspek psikologis ataupun aktivitas keseharian individu. Pada prinsipnya ibadah adalah pengakuan akan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk Allah, dan karena itu sebagai hamba-Nya manusia berkewajiban untuk mengabdi 6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, kuliahibadah, (semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2011), hal 71 7 ibid,hal 72 8 Khairunnas Rajab, Psikologiibadah, (Jakarta, AMZA, 2011), hal. 72 9 Ibid,hal 73
11
kepada Allah SWT sebagai Tuhan dan Zat tempat ia kembali.10 Ibadah yang dituntut Islam bukan saja sebagai jalan untuk pengabdian semata, akan tetapi mengabdikan diri kepada Allah SWT bisa dijadikan sebagai metodologi psikoterapi yang mampu merawat dan mengobati fenomena-fenomena gangguan psikosis, neurosis, stress depresi dan gangguan mental lainnya. Dengan kata lain, ibadah yang menjadi amalan individu, bukanlah bertujuan mengagungkan Allah semata, tetapi ibadah lebih kepada peningkatan atas nilai-nilai spiritualitas, yaitu dengan memberikan latihan rohani yang kontitunitas. Ibadah adalah upaya mewujudkan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesehatan mental.Semua agama, termasuk agama penyembah berhala sekalipun, terdapat berbagai macam ibadah yang beraneka ragam bentuk, syarat dan tujuan-tujuannya.Islam menjadikan ibadah sebagai sarana untuk mensucikan jiwa dari segala dosa dan kejahatan.
D. Macam-macam ibadah Praktek
ibadah
meninjaunya,kalau
sangatlah penulis
beragam,
tergantung dari
perhatikanjenis
ibadah,maka
sudut
mana
penulis
kita dapat
mengklasifikasikannya dalam beberapa bagian, yang dilihat dari beberapa sudut pandang. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya11 1. Ibadah Mahdloh Ibadah mahdloh atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Adapun jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdloh adalah: wudhu, tayammum, mandi hadats, shalat, shiyam ( Puasa ), haji, umrah. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari AlQur‟an maupun Al-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, dan keberadaannya 10
Ibid,hal 74 Muhammad Alim, Pendidikan agama islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006),
11
Hal. 144.
12
tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika. Seperti Firman Allah SWT: ...... “…dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat…" . (Q.S. An-Nissa: 77)
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Q.S. Al- Baqaah: 183) b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutusnya rasul oleh Allah SWT adalah untuk memberikan contoh,12 hal tersebut sekaligus dijelaskan oleh Rasulullah SAW.
“ Kerjakanlah shalat sebagaimana kamu melihatku melakukannya.”13
.... “Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”…(Q.S. Al-Hasyr : 7). c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya 12
Ibid, hal 145 Imam Abi Abdillah Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju”fi, Shahih Al-Bukhari, no hadis 595. 13
13
bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari‟at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari seorang hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Seorang hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutusnya Rasul adalah untuk dipatuhi dan ditaati.14 Jadi,waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah mahdloh sudah ditentukan dan sudah diatur oleh Allah dan asul-Nya, manusia tidak boleh menambahkan atau menambahi ibadah-ibadah yang sudah jelas dalil-dalilnya dan sudah diatur oleh alQur‟an dan al-hadis.
2. Ibadah Ghairu Mahdloh Ibadah ghairu mahdloh atau ibadah umum ialah semua amalan yang diizinkan oleh Allah SWT. Contoh dari ibadah ghairu mahdloh ialah belajar, dzikir, tolong menolong dan lain sebagainya.Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4: a. Keberadaannya didasarkan tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilaksanakan. b. Pelaklaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid‟ah” atau jika ada yang mengatakan, segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh rasul maka hukumnya bid’ah, maka dalam hal ini bid’ahnya adalah bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah. c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika yang sehat, suatu ibadah yang ghairu mahdloh dianggap buruk, merugikan,
14
Muhammad Alim, Op Cit, hal 146
14
dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan. d. Azasnya “Manfaat”, selama ibadah ghairu mahdloh itu bermanfaat, maka ibadah tersebut boleh dilakukan.15 e. Dalam keterangan lain, seperti yang diterangkan dalam kitab Kaasyifah As-Sajaa sarah Safina An-Naja Fii Usul Al-diin, ibadah terbagi menjadi dua, yakni : 1) Ibadah badaniyah Zohiroh, adalah ibadah yang dilakukan dengan fisik anggota badan, seperti: shalat, puasa, haji, dan zakat. 2) Ibadah badaniyah Qolbiyah, adalah ibadah yang dilakukan dengan hati dan keyakinan, seperti: iman, tafakur, tawakal,sabar,roja,ridho dengan qodlo dan qadarnya Allah, taubat dan mahabbah kepada Allah SWT. Dari dua bagian diatas, yakni ibadah badaniyah Zohiroh dan ibadah badaniyah Qolbiyah,
yang
paling
utama
didahulukan
adalah
ibadah
badaniyah
16
Qolbiyah. karena ibadah seseorang tidak akan diterima tanpa disertai dengan keimanan.
E. Pengaruh Ibadah Terhadap Jiwa Manusia Ibadah adalah mensyukuri nikmat Allah SWT, kita yakin bahwa Allah yang memberikan nikma kepada kita, maka beribadah dengan mensyukuri Dzat yang memberikan nikmat adalah wajib, dan sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya mempunyai pengaruh bagi jiwa dan hidup kita baik secara langsung maupun tidak, serta memberikan dampak yang positif bagi kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat. Setiap ibadah mempunyai pengaruh yang khusus dalam melapangkan akhlak pribadi bagi orang yang beribadah, dalam mengheningkannya dan membawa pribadi berangsur-angsur maju menuju kesempurnaan yang layak dan memperoleh derajat
15
Ibid, hal : 147 . Al imam Abi Abdi Al- Mu‟ti Muhammad Nawawi Al-jawi, Kaasyifah As-Sajaa sarah Safina An-Naja Fii Usul Al-diin, pada fasal Arkan Al-Islam, daar ihya Al-Kutub Al-Arobiyah, hal. 6. 16
15
yang tinggi di sisi Allah, yakni maqam taqarrub.17 Apabila diperhatikan tentang kedudukan ibadah dalam islam, maka ibadah adalah jalan yang harus dilalui untuk mensucikan jiwa.18Tiap-tiap ibadah yang dikerjakan karena didorong oleh perasaan tauhid, nisacaya akan menimbulkan kesan pada tabi‟at dan budi pekerti bagi orang yang beribadah. Seperti halnya orang yang mendirikan shalat yang didasari oleh rasa kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan didorong oleh perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada-Nya, maka orang tersebut akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yangtidak baik, yang dilarang Allah SWT. Dengan demikian ibadah shalat yang dia kerjakan itu akan mencegahnya dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.19 Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT:
“ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut: 45). Ibadah yang dikerjakan bukan karena dasar keyakinanpada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, dan bukan pula karena dorongan perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada Allah SWT, hanya karena ikut-ikutan, atau karena memelihara tradisi yang sudah turun-temurun, maka hal tersebut bukanlah dinamakan ibadah yang sebenarnya, walaupun hal tersebutmempunyai rupa dan bentuk ibadah, tetapi tidak mempunyai jiwa ibadah, ibadah seperti itu sama halnya dengan gambar atau patung, bagaimanpun juga miripnya dengan manusia, maka tidak bisadinamakan 17
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Op.Cit, hal. 74 ibid,hal 75 19 Universitas Islam Indonesia, op. Cit, hal: 25 18
16
manusia. Ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan tidak ada buahnya pada tabiat dan akhlak orang yang mengerjaknnya.
1.
Pengaruh Individu Ibadah bagi Seorang Muslim sangatlah berpengaruh, baik di dunia maupun
diakhirat. Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini penulis akan sampaikan beberapa poin penting yang menunjukkan besarnya pengaruh positif ibadah dan amal shaleh yang dilaksanakan seorang muslim dalam hidupnya. a. Membentuk kehidupan dan akhlak seorang muslim dengan corak rabbani, dan menjadikannya berorientasi kepada Allah SWT dalam segala hal yang dilakukannya, ia melaksanakannya dengan niat seorang abid yang khusus, dan denga jiwa (ruh) seorang hamba yang tekun dan tenggelam dalam ibadah, hal ini mendorongnya
untuk
memperbanyak
amalan-amalan
yang
bermanfaat,
mengerjakan kreativitas yang baik dan segala sesuatu yang memudahkan baginya. Serta menjalankan kehidupan secara optimal. Hal ini dapat menambahkan depositonya yang berupa amal kebaikan dan taqorrub di sisi Allah Azza wa jalla.20 Ibadah juga mengajarkan manusia untuk mengihsankan amal (pekerjaan) duniawinya,
meningkatkan
kualitas
dan
menekuninya,
selama
ia
mempersembahkan amal ibadah itu hanya kepada Allah, demi mengharapkan ridho dan kebaikan Allah SWT. b. Memberikan kepada seorang muslim kesatuan orientasi dan kesatuan tujuan dalam semua aspek kehidupan. ia ridho kepada Allah SWT dalam setiap apa yang dilakukan dan yang ditinggalkannya serta menghadap (berorientasi) kepada Rabbnya dengan segenap amal usaha, duniawi dan ukhrowi, tidak ada sikap dikotomi, dilematika dan dualisme dalam keperibadian dan hidupnya.21 c. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat Allah Ta‟ala berfirman, 20
Yusuf Al-Qardawy, penganter kajian Islam, ( Jakarta,pustaka Al-Kautsar,1997) hal, 100, ibid, hal 101
21
17
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. An- Nahl: 97). Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat di atas dengan tafsiran “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka Allah Ta‟ala akan menjadikan hidupnyasengsara di dunia dan akhirat. Allah Ta‟ala berfirman :
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (Q.S. Thaaha: 124) d. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar / solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi. Allah SWT berfirman :
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (Q.S. Ath-Thalaaq:2-3).
18
Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta‟ala. Dalam ayat yang lain Allah berfirman :
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (Q.S. Ath-Thalaaq:4). Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya). e. Penjagaan dan taufik dari Allah Ta‟ala. Apabila kita menunaikan hak-hak Allah dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka Allah akan selalu bersama kita dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.
f. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman Sesorang akan merasaklan manis dan lezatnya iman apaila ia ridho Allah sebagai Tuhannya, islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasullnya. Karena dengan keridhoannya itu ia akan ikhlas melaksanakan ibadah dan amalan-amalan yang telah diperintahkan oleh Allah dan asul-Nya, tanpa ada rasa berat dan rasa terpaksa. Sifat inilah yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW, yang semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah SWT, karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta‟ala. Allah SWT berfirman:
19
“Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat.Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS al-Hujuraat:7). g. Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah Allah Ta‟ala berfirman,
“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh, dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(Q.S. Ibrahim: 2 Fungsi ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka dengan taufik dari Allah Ta‟ala orang yang beriman tidak akan mau berpaling dari keimanannya, karena mereka merasakan manisan dan nikmatan iman.Walaupun cobaan dan penderitaan datang
silih
berganti,
bahkan
semua
cobaan
tersebut
menjadi
ringan
baginya.Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dalam keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir Quraisy, di masa awal Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mendakwahkan Islam.
2. Pengaruh Sosial Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Ibadah dalam masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup besar baik itu ibadah mahdloh atau ibadah ghairu mahdloh. Dan ibadah yang diwajibkan kepada umat islam ternyata tidak saja mengandung nilai spiritual, tetapi juga mengandung nilai-nilai solidaritas dan kesejahteraan sosial umat islam dan umat
20
lainnya.
Dalam ibadah mahdloh seperti halnaya shalat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat secara berjamaah, baik shalat harian yakni lima waktu, mingguan pada shalat jum‟at atau tahunan yakni shalat idul fitri dan idul adha. Semua itu mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat.22 Dalam shalat berjamaah dapat membiasakan atau mendidik orang-orang mukmin untuk berjiwa merdeka, berjiwa sama rata sama rasa dan menumbuhkan jiwa persaudaraan. Manusia merasa sama dirinya dengan orang lain dalam menyembah Allah SWT, hilang dari mereka rasa angkuh dan takabur. Dan dapat melatih persatuan dalam hal tolong menolong, dan memberi pengertian bahwa satu sama lain diibaratkan sama seperti tembok.23 Islam dalam aktifitas ibadahnya juga sering mengadakan pertemuan- pertemuan yang besar dan mengadakan usaha-usaha sosial, disyari‟atkannya hari raya kecil dan hari raya besar. Hari raya kecil, diletakkan sesudah puasa dan hari raya besar diletakkan sesudah selesai wukuf di Arafah.Pada hari raya puasa disyari‟atkan zakat fitrah dan pada hari raya haji, disyari‟atkan kurban.Oleh sebab itu, dituntut bagi seluruh warga masyarakat agar keluar dan pergi untuk melaksanakan shalat Id bejamaah.Dengan berkumpulnya mereka dalam satu tempat dan satu tujuan maka terjadilah persamaan dan kedamaian dalam lingkungan masyarakat. Begitu pula dalam ibadah mahdloh lainnya seperti halnya zakat, di dalam zakat juga bisa kita temukan pengaruh yang begitu besar, baik bagi orang yang memberi maupun orang yang menerima zakat. Bagi orang yang menerima zakat, mereka dapat memelihara dirinya dari kehinaan, kesusahan dan aib kemiskinan, serta memantapkan iman dalam hati mereka dan memperkokoh dasar jihad dijalan Allah serta menegakkan kemaslahatan umum.Para ibnu sabildapat meneruskan perjalannya 22 23
Khairunnas Rajab, Op Cit, Hal 77 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Op.Cit, hal 158
21
dengan pertolongan zakat.Anak-anak yang terlantar dapat disantuni dalam tempattempat tertentu dengan biaya yang dikumpulkan dari harta zakat.24 Oleh karena itu menurut penulis, bahwa para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam ibadah, iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok masyarakat maupun perorangan, bahka kadang – kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. dan rasa persaudaraan (solidaritas) itu dapat mengalahkan rasa kebangsaan. Maka dapat disimpulkan bahwa norma yang memberikan arahan dan makna bagi kehidupan masyarakat ialah agama, dan agama tidak terlepas dari ibadah dan aturanaturannya. Masalah agama juga tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
24
Ibid, hal 180
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskripstif analitis. Metode Deskriptif Analitis akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian, yaitu menguraikan dan menjelaskan konsep ibadah dalam Al-Qur’an kajian surat Al-Fatihah ayat 1-7. Dalam pengumpulan data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (Library Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni. Metode riset ini dipakai untuk mengkaji sumber-sumber tertulis. Sebagai data primernya adalah buku-buku tafsir. Di samping juga tanpa mengabaikan sumber-sumber lain dan tulisan valid yang telah dipublikasikan untuk melengkapi data-data yang diperlukan. Misalnya kitab-kitab, buku-buku, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti sebagai data sekunder.
B. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data, dari pendapat para ahli yang diformulasikan dalam buku-buku, istilah ini lazim disebut library research yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam dalam penulisan ini adalah tafsir Al-Qur’ansurat Al-Fatihah ayat 1-7,
Tafsir al-Misbah, Tafsir Al-Asas, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ath-
Thabari. Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku pendidikan yang relevan dengan pembahasan skripsi, seperti buku tafsir Ayat-ayat pendidikan karangan DR.H.Abuddin Nata,MA, Samudera Al-Fatihah karangan H. Bey Arifin, Kuliah Ibadah karangan Prof. DR. Teungku Muhammad hasbi Ash-Shiddieqy dan kitab-
22
23
kitab lainnya yang sesuai dengan permasalahan.
C. Pengolahan Data Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta diambil kesimpulan dari data yang terkumpul.
D. Analisa Data Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat
Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafazh yang terdapat di dalamnya, dan menjelaskan isi kandungan ayat yang kemudian dikaitkan dengan education approuch.
E. Teknik Penulisan Teknik
penulisan
skripsi
ini
berpedoman
pada
buku
PEDOMAN
PENULISAN SKRIPSI yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011
BAB IV PEMBAHASAN
A. 1. Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7
Artinya : 1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. Yang menguasai di hari Pembalasan. 5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. 6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
2. Pengertian dan Riwayat Turunnya Surat Al-Fatihah Al-Fatihah berasal dari kata Fataha, yaftahu, fathah yang berarti pembukaan dan dapat pula diartikan “ kemenangan”. Dinamai demikian kerena dilihat dari posisi surat Al-Fatihah berada pada bagian awal yang mendahului surat-surat lain, sedangkanAl-Fatihah dalam arti kemenangan dapat dijumpai pada
nama
surat
yang
ke-48
yang
24
bernam
Al-Fath
yang
berarti
25
kemenangan.1Peletakan surat Al-Fatihah berada pada permulaan Al-Qur‟an adalah dengan perintah dari Nabi Muhammad SAW sendiri, yang dinamakan dengan tauqifi.2 Para ulama berbeda pendapat tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah ini. Paling tidak ada tiga pendapat: 1. Makiyah (surat yang diturunkan di Makkah). Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Qatadah,dan Abu Al-Aliyah. 2. Madaniyah (surat yang diturunkan di Madinah). Ini adalah pendapat Abu Hurairah, Mujahid, Atha‟binYasar, Az-Zuhri dan lainnya. 3. Pendapat lain mengatakan bahwa separuhnya diturunkan di Makkah dan separuhnya lagi diturunkan di Madinah. Abu Laits As-Samarqandi berkata: Bahwa pendapat pertamalah yang kuat dan shahih, berdasarkan firman Allah SWT.3 “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al- Qur‟an yang agung.” (Q.S. Al-Hijr:87) Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat Al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan tujuh surat-surat yang panjang Yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.4 Selanjutnya dalam kitab asbab al-Nuzul Imam Abi al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wakhidiy al-Naysaburi yang dinukil oleh Abuddin Nata, dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan mengatakan, bahwa dalam hal turunnya surat al-fatihah ini terdapat perselisihan, namun menurut sebagian besar ahli tafsir mengatakan bahwa surat Al-Fatihah tersebut turun di Mekkah dan termasuk surat Al-Qur‟an yang pertama kali diturunkan.5
1
Abuddin Natta, Op Cit, hal :14 Universitas Islam Indonesia, op. Cit, hal: 3 3 H.Darwis Abu Ubaidah, Tafsir al-Asas,(Jakarta,Pustaka Al-Kautsar), hal:14 4 .Al- Qur’an Dan Terjemahnya, departemen Agama RI 5 Abuddin Natta,Op Cit. hal :17 2
26
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbahnya mengatakan, hampir seluruh ulama berpendapat bahwa surat ini bukanlah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa lima ayat dari surat Iqra‟ merupakan wahyu yang pertama, dan hadits tersebut begitu kuat dan banyak yang meriwayatkan sehingga riwayat lain tidak wajar menggugurkannya6 Salah seorang ulama yang berpendapat bahwa Al-Fatihah adalah wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Iqra’ Bismi Rabbika adalah Syekh Muhammad Abduh. Alasan yang dikemukakan oleh beliau antara lain sebuah riwayat yang tidak shahih (mursal) yang diriwayatkan oleh AlBaihaqi, di samping itu ia juga memakai argumen logika. Adapun kesimpulan dalil yang beliau ungkapkan adalah bahwa: Ada sunnah/kebiasaan Allah SWT, yang
menyangkut penciptaan maupun dalam penetapan hukum, Allah selalu
memulainya secara umum dan global, baru kemudian disusul dengan rincian secara bertahap. Menurut Abduh, surat Al-Fatihah dalam kedudukannya sebagai wahyu yang pertama, atau keberadaannya pada awal al-Qur‟an merupakan penerapan sunnah tersebut. Al-Qur‟an turun menguraikan persoalan-persoalan seperti : 1) Tauhid, 2) Janji dan ancaman, 3) Ibadah yang menghidupkan tauhid, 4) Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara mencapainya, 5) Pemberitaan atau kisah generasi terdahulu.7 Kelima pokok persoalan diatas, tercermin dalam ketujuh ayat surat AlFatihah. Tauhid pada ayat kedua dan kelima, janji dan ancaman pada ayat pertama, ketiga dan ketujuh, ibadah juga pada ayat kelima dan ketujuh, sedang sejarah masa lampau diisyaratkan oleh ayat terakhir. Alasan Abduh ini tidak diterima oleh mayoritas ulama, kendati ada yang berusaha
mengkompromikannya dengan mengatakan bahwa surat Al-Fatihah
adalah wahyu pertama dalam bentuk satu surat yang turun secara sempurna, sedang Iqra‟ (surat Al-Alaq) adalah wahyu pertama secara mutla, walau ketika turunnya baru terdiri dari lima ayat, seperti diketahui bahwa surat Iqra‟ terdiri dari Sembilan belas ayat. 6
M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, Hal: 4 Ibid,hal: 5
7
27
Uraian Abduh yang berdasarkan logika diatas tetap dapat diterima, tetapai bukan dalam konteks membuktikan turunnya Al-Fatihah mendahului Surat Iqra‟, tetapi dalam rangka membuktikan kedudukan Al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an atau untuk
menjelaskan mengapa surat Al-Fatihah diletakkan pada awal al-
Qur‟an.8 Menetapkan sebab nuzul atau masa turunnya ayat haruslah berdasarkan data sejarah yang antara lain berupa informasi yang shahih. Nalar dalam hal ini tidak berperan kecuali dalam melakukan penilaian terhadap data dan informasi itu. Mengabaikan informasi yang kuat atau riwayat yang shahih dan mengambil riwayat yang dhaif, walau dengan mengukuhkannya dengan alasan logika, bukanlah cara yang benar dalam menetapkan sejarah. Itu sebabnya murid dan sahabat dekat Syekh Muhammad Abduh sendiri yakni Syekh Muhammad Rasyid Ridha, berkomentar dalam Tafsir Al-Manar bahwa argumentasi gurunya itu aneh.9 Berdalih dengan Sunnah Allah yang disinggung oleh Abduh di atas, yakni bahwa Allah selalu menyebutkan sesuatu secara global baru kemudian memerincinya, bias juga diterapkan pada kelima ayat pertama surat Iqra‟. Dalam surat itu disinggung persoalan pokok yang mengantar kepada kebahagiaan umat manusia, yakni ilmu pengetahuan dan keikhlasan (ayat pertama dan ketiga). Disinggung juga sifat-sifat Tuhan yang merupakan inti ajaran Islam.Demikian juga uraian sejarah yang diwakili oleh penjelasan tentang asal kejadian manusia. Ayat-ayat al-Qur‟an dalam berbagai surat dapat dapat dikatakan menjelaskan pokok-pokok bahasan itu.10 Disisi lain dalam surat Al-Fatihah dapat ditemukan ayat yang dapat dijadikan semacam indikator bahwa Al-Fatihah bukanlah wahyu yang pertama turun. Ayat yang dimaksud adalah ayat kelima:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami mohon pertolongan”. (Q.S. Al-Fatihah: 5) 8
Ibid,hal: 5 Ibid,hal: 6 10 Ibid,hal: 6 9
28
Kata kami (bentuk jamak) memberi isyarat bahwa ayat ini baru turun setelah adanya komunitas muslim yang menyembah Allah secara berjamaah. Ini tentu saja tidak terjadi pada awal kenabian, lebih-lebih pada awal penerimaan wahyuwahyu Al-Qur‟an. Di samping itu kandungan surat ini jauh berbeda dengan kandungan surat-surat pertama yang pada umumnya berkisar tentang pengenalan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pendidikan terhadap Nabi Muhammad SAW. Menurut M. Quraish Shihab, ia tidak menemukan informasi yang pasti tentang kapan persisnya surat ini turun. Ada riwayat yang menyatakan bahwa ia turun sesudah surat Al-Muddatsir, ada juga yang berpendapat turunnya sesudah surat Al-Muzammil dan Al-Qalam.
11
Sementara itu Mujahid berpendapat bahwa surat
Al-Fatihah termasuk surat yang diturukan di Madinah. Dalam kaitan ini al-Husain bin fadhil berpendapat bahwa pendapat Mujahid termasuk pendapat yang tergesah-gesah, dan tampaknya ia hanya sendiri yang berpendapat demikian, dan ulama lain menyangkalnya.12 Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua kali, yaitu Mekkah dan Madinah dengan tujuan untuk memulikan surat tersebut. Dalam hubungan ini Ibn Katsir mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua kali; sekali di Mekkah dan sekali lagi di Madinah. Semantara itu ada pula pendapat Abu al-Laits al-Samarqandi yang mengatakan bahwa sebagian surat Al-Fatihah turun d Mekkah dan sebagiannya lagi turun di Madinah. Namun pendapat yang terakhir ini sangat aneh (gharib jidan)13 Dari berbagai pendapat diatas tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah, tampak jelas bahwa yang paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah. Namun demikan tidak terdapat keterangan tentang sebab-sebab atau peristiwa yang menyertai turunnya surat AlFatihah itu, serta dalam situasi dan kondisi yang bagaimana surat itu turun, dan tahun berapa tepatnya surat itu turun ?pertanyaan ini belum ada riwayat yang menjelaskannya. Namun dari keterangan bahwa surat Al-Fatihah itu turun pada awal disyariatkannya shalat, maka dapat diperkirakan pada saat Isra‟ Mi‟raj Nabi 11
Ibid,hal: 6 Abuddin Natta,Op Cit. hal :19 13 ibid, hal :19 12
29
Muhammad SAW, yang menurut sejarah disekitar satu tahun menjelang Rasulullah SAW pindah (hijrah) kemadinah, yaitu pada tahun ke-13 dari kenabian Muhammad SAW.14
3. Nama-nama Surat Al-Fatihah Surat yang mulia ini memiliki nama cukup banyak dan begitu indah, berikut ini adalah nama-nama lain dari surat Al Fatihah: 1. Ash-shalaah (shalat). 2. Al-Hamdu (segala puji). 3. Fatihatul Kitab (pembuka kitab). 4. Ummul Kitab (Induk Al-kitab). 5. Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an). 6. Al-Matsani (yang diulang-ulang). Al-Qur’an Al-Azhim (Al-Qur’an yang agung).
7.
8. Asy-Syifa’ (penawar / obat). 9. Ar-Ruqyah (mantera/jampi). 10. Al-Asas (dasar/fondasi). 11. Al-Waafiyah (yang lengkap/penyempurna). 12. Al-Kafiyah (yang mencukupi)15.
4. Keistimewaan Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah ini memiliki banyak Fadhilah (keutamaan), seperti yang diterangkan dalam beberapa riwayat,
14
ibid, hal :19 H. Darwis Abu Ubaidah, op cit, hal. 23 16 Imam Abi Abdillah Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju”fi, Shahih Al-Bukhari, 6/103, Bab Fatihatil Kitab 15
30
“Ketika aku sedang sholat dipanggil oleh Nabi, aku tidak menjawabnya. Setelah aku selesai sholat aku katakan kepada beliau bahwa aku tadi sedang sholat. Lalu beliau bersabda, :bukankah Allah telah berfirman : Jawabalah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila ia (Allah dan Rasul-Nya) menyeru kamu” Kemudian beliau berkata: “Ingatlah aku kakn mengajarkan kepadamu satu surat yang teragung di dalam al_quran sebelum kamu keluar dari masjid itu, aku berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau tadi mengatakan: ingatlah aku akan mengjarkan kepadamu satu surat yang teragung di dalam al-Quran”. Beliau bersabda: “Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Ia adalah tujuh ayat yang diulangulang, dan al-Quran yang agung telah diberikan kepadaku.”
Dalam riwayat lain Rasullah SAW. Bersabda :
17
.
“Allah tidak menurunkan seperti Ummul Quran (Al-Fatihah) di dalam Taurat dan tidak pula di dalam Injil. Ia adalah As-Sab’ul Al-Matsaani (tujuh ayat yang diulang), dia terbagi antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” Ibnu Hisar berkata : “ Heran kalau ada orang yang berbeda pendapat tentang adanya keutamaan dan tidaknya suatu surat atau ayat, banyak dalil-dalil yang menunjukan adanya keistimewaan atau kelebihan suatu surat atau ayat atas surat yang lainnya “.18 Bukan hanya terdapat ayat atau surat saja, bahkan ada hari, bulan atau saatsaat tertentu yang diistimewakan Allah SWT. Seperti halnya hari Jum‟at, malam Jum‟at, bulan Ramadhan, dihari-hari Tasyriq dan lain-lainnya, adalah saat-saat istimewa dalam beribadah.Bahkan ada pula tempat-tempat
yang lebih
diistimewakan Allah SWT dari tempat-tempat yang lainnya untuk sholat dan berdoa seperti Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid al-Aqsho di Palestina.19
17
Abu Isa Muhammad bin Isa bin saurah At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, pada pembahasan tafsir al-Quran, bab surah al-Hijr, 5/295 hadisno. 3125. dan Imam Malik dalam kitab _Al-Muwaththa’ pada pembahasan tentang shalat, bab hadis tentang Ummul Quran 1/82, hadist no. 37. 18 H. Bey Arifin, Op Cit, hal :2 19 Ibid, hal: 4
31
Dari uraian dan dalil yang telah diterangkan diatas, berikut ini adalah keistimewaan lain dari surat al-Fatihah: 1. Surat paling besar („Azham) 2. Tidak terdapat dalam kitab Taurot Injil dan Zabur 3. Hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW 4. Langsung mendapat jawaban dari Allah SWT ketika seseorang membacanya 5. Dengan membacanya maka kita akan aman dari segala bahaya 6. Sebagai obat sesuai dengan yang diniati pembaca al-Fatihah20
5. Tafsir Surat Al-FatihahAyat 1-7
Ayat 1
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Allah memulai kitab-Nya dengan Basmalah, dan memerintahkan Rasulullah SWA sejak dini pada wahyu yang pertama untuk melakukan pembacaan dan semua aktifitas dengan nama Allah, Iqra’ Bismi Rabbika, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia, pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah.21 Lafazh asalnya adalah Al-Ismu, musytaq dari lafzh Al-Summu yang artinya Al-Rif’ah (luhur), dan Al-ulwu (tinggi).Ada yang mengatakan musytaq dari lafazh Al-Simah.22 Menurut Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni pendapat yang assoh adalah pendapat yang pertama (musytaq dari lafzh Al-Summu) dan itu
20
Ibid, hal: 9 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, hal: 11 22 Al-Qurthubi, Jaami’I Al-Ahkam Al-Qur’an, juz 1, hal: 100. Diterangkan juga oleh Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni dalam tafsirnya Rawa’iu Al-Abayan Tafsir Ayat Al-Ahkam Min Al-Qur’an, juz 1, hal: 15. 21
32
adalah pendapat para ulama Basroh. Karena jamaknya adalah lafazh firman
Allah SWT, “ “ “Dan Allah memiliki Asma‟ul Husnah (namanama yang terbaik).”(Q.S. Al-A‟raf: 180). Al-Qurthubi
berkata:
yang
terkenal
dikalangan
ahli
bahasa,
bahwaberasal dari kata basmala, para ulama berbeda pendapat tentang penempatan huruf ba pada kalimat . Ada yang mengatakan bahawa menempatkan huruf ba pada awal lafazh .sebagai perintah atau amr, yang takdirnya anta yang berarti engkau, yang pada awalnya kalimat tersebut ibda’bismillah “mulailah dengan membaca bismillah.” Begitulah pendapat Imam Al-Farra‟. Sedangkan Az-Zujaj berpendapat bahwa penempatan huruf ba pada lafazh.adalah sebagai khabar atau berita, yang takdirnya adalah ana yang berarati aku.Pada awalnya kalimat ini berbunyi ibtada’tu bismillah yang berarti “aku memulai dengan membaca bismillah.”23 Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian dari kata “ Ismun “. Quthrub berkata:“kata
Ismun
ditambahkan
(ke
dalam
lafazh
bismillah)
untuk
mengagungkan dan memuliakan Allah SWT. Sedangkan Al-Akhfasy berkata, kata “ismun” ditambahkan (ke dalam lafazh bismillah) untuk mengeluarkan (lafazh tersebut) dari bentuk kalimat sumpah ke bentuk kalimat meminta berkah. Sebab asal dari bismillah adalah billah.24Abu Ubaidah Ma‟mar bin Al-Mutsanna berpendapat bahwa kata ismun (yang terdapat pada lafazh ) adalah shillah tambahan.25
23
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 25 Tafsir Al-Qurthubi, Op Cit, hal: 257 25 Ibid, hal: 256 24
33
Lafazh .Ditulis tanpa huruf alif, karena sudah tercukupi oleh huruf ba’ ilshaaq yang terdapat dalam lafazh dan tulisan bismillah.Hal ini sudah banyak dilakukan. Berbeda halnya dengan firman Allah: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu”(Q.S. Al-Alaq: 1) pada firman Allah ini huruf alif tidak dibuang, karena jarang dilakukan.26 Sebagian ulama berpendapat, makna . (dengan menyebut nama Allah) adalah, Aku memulai dengan pertolongan, taufik, dan keberkahan Allah SWT.27Huruf ba muta‟alaknya pada Fi‟il yang dibuang, yang mencocoki pada keadaan si pembaca. Ketika seseorang ingin membaca sesuatu lalu ia memulai dengan .Maka artinya adalah aqro‟u musta‟inan bismillah.28
Lafazh adalah merupakan nama Tuhan yang paling agung dan popular, apabila kita bekata “Allah” maka apa yang kita ucapkan itu telah mencangkup semua nama-nama-Nya yang lain, sedangkan apabila kita mengucapkan namaNya yang lain misalnya Ar-Rahman, Al-Malik dan sebagainya, maka kita hanya menggambarkan sifat Rahmat atau sifat kepemilikan-Nya saja.29Tidak ada seorang pun selain Dia yang dinamai dengan nama Allah baik secara hakikat maupun majaz, sedang sifat-sifat-Nya yang lain secara umum dapat dikatakan bisa disandang oleh mahluk-mahluk-Nya. Oleh karena itu lafazh
Ini tidak
dijadikan tasniyah dan tidak dan tidak pula dijadikan jamak. Secara tegas Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah, dalam firman-Nya dikatakan :
…
26
ibid,hal: 258 Ibid, hal: 256 28 Syeikh Muhammad Ali As-Sobuni dalam tafsirnya Rawa’iu Al-Abayan Tafsir Ayat AlAhkam Min Al-Qur’an, juz 1, hal: 15. 29 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, hal: 17 27
34
“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku...”(Q.S. Taha: 14). Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
“Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya ?.”(Q.S. Maryam: 65) Ayat ini dipahami oleh pakar Al-Qur‟an bermakna: “ Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang bernama seperti nama ini ? atau apakah engkau mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana pemilik nama itu (Allah) ?atau bermakna Apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung dari nama ini ? juga dapat berarti Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia(yang patut disembah) ?. Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini semuanya benar, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak manyandang nama tersebut, sedangkan selain-Nya tidak ada bahkan tidak boleh.30 Abu ja‟far berkata: lafazh mengikuti bentuk kata fa’laan yang berasal dari akar kata rahima, dan mengikuti bentuk kata fa’iil dari akar kata yang sama. Secara etimologi tidak seorangpun ahli bahasa yang memungkiri bahwa kata memiliki makna yang lebih spesifik dari pada kata , meskipun keduanya berasal dari akar kata yang sama . Dari sisi riwayat ditemukan sejumlah pendapat yang berbeda: As-Sari bin Yahya At-Tamimi menceritakan kepadaku, dia berkata, Utsman bin Zufar menceritakan kepada kami, dia berkata: aku mendengar Al-Arzami menakwilkan:
dia berkata, meliputi seluruh makhluk, dan
khusus untuk orang-orang beriman.31 30
Ibid, hal: 17 Tafsir Ath-Thabari, Op Cit, hal : 214
31
35
Ayat 2
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam.” Imam Al-Qurthubi berpendangan bahwa (segala puji) dalam bahasa Arab adalah pujian /sanjungan yang sempurna, Alif dan Lam ( ) pada kalimat adalah unuk istighraq (menghabiskant) terhadap segala bentuk pujian, karena Dialah yang memiliki nama-nama yang baik/indah dan sifat-sifat yang mulia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa segala puji dan sanjungan hanya milik dan kepunyaan Allah, selain dari Allah tidak setupun dari makhluk ini yang pantas dan layak mendapat pujian.32 Kalmiat atinya Adalah yang berkuasa, setiap orang yang menguasai sesuatu maka dialah rabb-nya. Rabb merupakan satu diantara nama-nama Allah yang mulia, Rabb dapat diartikan yang menciptakan, mengatur, memperbaiki, melindungi, yang melaksanakan, menghidup dan mematikan. Sedangkan biasa diartikan semesta alam.Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan al-alamiin.33 Qatadah berpendapat bahwa al-alamiin adalah semua alam, segala yang ada selain Allah. Ibnu Abbas bekata bahwa al-aalamiin adalah jin dan manusia, berdasarkan surat al-furqan ayat pertama.
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hambaNya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”(Q. S. AlFurqan:1) 32
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 36 Ibid, hal: 37
33
36
Sedangkan hewan tidak termasuk kedalam ayat ini. Sementara Al-farra‟ dan Abu Ubaidah berkata bahwa al-amiin adalah khusus untuk makhluk yang berakal, dan hal itu ada empat kelompok: Jin, manusia, malaikat, dan setan. Oleh karena itu hewan tidak termasuk didalamnya. Sedangkan Wahab bin Munabbih berkata : Sesungguhnya Allah memiliki delapan belas ribu alam, dunia ini adalah satu diantaranya.34 Abu Said Al-khudri berkata : Allah memiliki empat puluh ribu alam, dunia ini dari Timur sampai ke Baratnya adalah satu diantaranya. Abu Aliyah berkata: Jin adalah alam, manusia adalah alam, selain itu bagi empat penjuru bumi ini. Dan setiap penjuru ada seribu lima ratus alam. Semuanya itu Allah ciptakan agar mereka beribadah kepada Allah SWT.35
AYAT 3
“Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua sifat yang dimiliki Allah, dua nama diantara nama-nama yang indah (asmaul husna) yang dimiliki Allah. Kedua sifat ini berasal dari kata Ar-Rahman (kasih sayang) dalam bentuk kalimat mubalaghah, Ar-Rahman lebih dari Ar-Rahim, karena Ar-Rahman adalah adalah yang mempunyai kasih sayang yang mencangkup dan meliputi untuk semua makhluk yang ada didunia ini, sedangkan Ar-Rahim hanyalah diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman diakhirat kelak. Ar-Rahim artinya bahwa Allah mempunyai sifat kasih sayang bagi orang-orang yang beriman kelak dihari kiamat.Demikianlah mayoritas pendapat para ulama.36 Di dalam salah satu firman-Nya Allah SWT telah menjanjikan bahwa ArRahim (kasih sayang)Nya itu hanya diperuntukkan kepada para hamba-Nya yang beriman, firman Allah SW.
34
Ibid, hal : 37 Ibid, hal : 37 36 Ibid, hal : 38 35
37
“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang).dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”(Al-Ahzab : 43). AYAT 4
“Yang menguasai hari pembalasan.” Maha bekuasanya Allah pada hari itu, hari kiamat, bukan berarti pada harihari ini Allah tidak berkauasa.Kekuasaan Allah meliputi dunia dan akhirat.Hanya saja dikhususkannya kekuasaan pada hari itu (hari pembalasan), karena pada hari tersebut tidak ada seorang pun yang dapat berbuat apa-apa, bahkan berbicara pun tidak sanggup, kecuali orang-orang yang dikasih izin oleh Allah.37 As-Syaikh Muhammad Ali As-Sobuni mengomentari ayat Allah yang mulia ini dengan mengatakan : “yakni Dialah Allah yang maha suci yang berkuasa untuk memberikan balasan dan hisab (perhitungan), yang bertindak pada hari pembalasan itu sebagaimana tindakan seorang penguasa (raja) di dalam kekuasaan-Nya. yaitu hari ketika seorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”38 Pada ayat yang lain Allah kembali menyebutkan tentang siapa sesungguhnya yang berkuasa pada hari yang dahsyat itu. Firman Allah SWT.
37
Ibid, hal :40 Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwatut Tafasir, juz 1, hal 25
38
38
“ Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; yang Maha Pemurah. mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.”“ Pada hari, ketika ruh dan Para Malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.” Itulah hari yang pasti terjadi. Maka Barangsiapa yang menghendaki, niscaya iamenempuh jalan kembali kepada Tuhannya.”(An-Naba‟ : 37-39) (Yaumuddin), secara umum diterjemahkan dengan hari pembalasan.Sesungguhnya apa yang dimaksud dengan Yaumuddin itu sendiri sudah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekalikali tidak dapat keluar dari neraka itu.Tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu Apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusanpada hari itu dalam kekuasaan Allah.” (Al-Infithar : 14-19). (Yaumuddin), adalah salah satu diantara nama-nama Hari Kiamat yang berikan oleh Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Ayat 5
39
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” Ibadah adalah lambang ketundukan dan ketaatan yang paling tinggi. Sementara memohon pertolongan adalah bukti kelemahan seorang makhluk yang selalu membutuhkan bantuan dari sang pencipta yakni Allah SWT. Dalam ayat tersebut mendahulukan maful bih yakni lafadz dari fi’ilnya yakni dan
, hal tersebut memberikan arti takhsis (memberikan nuansa kekhususan), yakni kami khususkan ibadah hanya kepada-Mu dan kami khususkan mohon pertolongan hanya kepada-Mu. Ayat yang mulia ini mengandung pengerian yang sangat dalam dan menyeluruh, karena didalamnya tertuang suatu ikrar (janji) seorang hamba kepada zat yang maha agung. Jika ikrar itu diucapkan dengan sadar, penuh penghayatan, tentulah hamba tersebut tidak akan terjerumus dalam kehinaan dan dosa. Ayat 6
“Tunjukilah selalu kami jalan yang lurus” Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauzi : kata Ihdinayang berarti “Tunjukilah selalu pada kami”. Beliau menyebut : 1). Berarti : tetapkanlah kami!. 2). Arsyidna yang berarti “Tuntunlah kami “. 3). Waffiqna, yang berarti “ berikanlah kami taufiq”. 4). Al-himma yang berarti “ Berilah kami ilham”.39 Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab ra menggatakan di dalam kitabnya yang berjudul “ Tafsir al-Fatihah “, bahwa shirothol mustaqim itu adalah jalan yang jelas, jalan yang lurus, tidak bengkok. Dan yang dimaksud dengan demikian itu adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul, shirothol mustaqim juga mengandung makna jalan yang benar, jalan yang benar, jalan yang menjadi kebutuhan seorang hamba untuk selamat dari azab dan siksa, jalan yang dapat 39
H.Darwis Abu Ubaidah, Op Cit, hal : 61
40
membawa manusia kepada kebahagiaan, ketenangan jiwa baik di dunia maupun di akhirat. Ayat 7
“ (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “. Ayat ini menyebutkan jalan yang baik, jalan yang lurus, jalan yang telah Allah SWT anugerahkan kepada para hamba-Nya, yaitu jalan yang telah ditempuh para Nabi, shidiqin, syuhada, dan shalihin. Sekiranya manusia memiliki banyak sifat yang tidak baik itu betul-betul butuh kepada shirothol mustaqim, hendaklah manusia itu taat, patuh kepada Allah SWT
dan Rasul-Nya dengan cara
melaksanakan apa yang diperintahkannya secara maksimal, serta berusaha menjauhkan diri dari larangan Allah SWT.40 Pengulangan kata Shiroth (jalan) dimaksudkan untuk menegaskan dan memberitahukan bahwa jalan yang lurus itu adalah jalan kaum muslimin. Adapun mereka yang diberi Allah SWT nikmat dengan jalan itu adalah kelompok yang yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya :
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS.An-Nissa‟:69)
“……..bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat”. 40
Ibid,hal: 63
41
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jalan orang-orang yang dimurkai itu adalah jalannya orang-orang Yahudi dan dan jalan mereka yang sesat itu adalah jalannya orang-orang Nashara. Pandangan ini berdasarkan beberapa dalil : Pertama, ketika Allah SWT menceritakan bagaimana keadaan kaum Nabi Musa as yang ketika itu tidak merasa nyaman dengan makanan yang dihidangkan selalu sama, manna dan salwa sehingga mereka mengajukan kepada Nabi Musa as bentuk menu makanan dan minuman yang lainnya berupa sayur mayur, ketimun kacang adas dan lain sebagainya. Kedua, ketika Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang yang menjadikan patung anak sapi sebagai tuhan yang mereka sembah, akan mendapat murka dan kehinaan dari Allah SWT. Ketiga, ketika Allah SWT menceritakan perilaku orang-orang Ahlul Bait yang berlebih-lebihan dalam menjalankan agamanya yang pada akhirnya menjerumuskan mereka kedalam kesesatan, bahkan menyesatkan banyak orang.41
6. Kandungan Surat Al-Fatihah A.
Keimanan Misi yang pertama kali dibawa Al-Qur‟an adalah keimanan yang dibawa
melalui Nabi Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang telah diutus sebelum Nabi Muhammad SAW pun menanamkan keimanan kepada umatnya. Keimanan yang dibawa oleh Al-Qur‟an meliputi keimanan kepada Allah, rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, hari akhirat, serta qada dan qadar. Ketika Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, keimanan yang dibawa oleh rasul-rasul sebelumnya sudah kabur, tauhid yang kholis (murni) tidak ada lagi, umat-umat terdahulu yang pernah diutus rasul-rasul kepada mereka dan mempunyai kitab-kitab samawi telah menyimpang jauh dari ajaran-ajaran rasul dan kitabnya, mereka menganggap rasul-rasul, orang-orang saleh dan malaikat-malikat sebagai Tuhan, dan kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada mereka sudah banyak yang dirubah oleh tangan mereka sendiri. 41
Ibid,hal: 69
42
Bangsa Arab dan sekitarnya, walaupun sebagian dari mereka dulu pernah menganut ajaran-ajaran Nabi Ibrahim, mereka banyak yang berpindah kepercayaan menjadi penganut kepercayaan watsani, penyembah patung-patung dan dewa-dewa, sehingga menurut riwayat disekitar ka‟bah terdapat 360 buah patung. Kedatangan Al-qur‟an sebagai kita suci samawi untuk mensucikan akidah manusia dari kotoran-kotoran syirik, dengan membawa akidah tauhid yang semurni-murninya, yang tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan dan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur‟an. Akidah tauhid yang dibawa oleh Al-Qur‟an adalah akidah yang amat jelas dan tegas. Dapat dicapai oleh akal dan paling sempurna dibandingkan agamaagama selain agama Islam dan agama-agama yang datang sebelumnya. Di dalam surat Al-Fatihah akidah tauhid ini didapat dalam ayat-ayat : a. Ayat Pertama
“ segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” Semua pujian itu hanya untuk Allah dan yang berhak dipuji hanyalah Allah SWT karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Seseorang apabila dipuji karena sifatnya yang mulia yang berada pada dirinya atau karena jasa-jasa baiknya, maka pada hakikatnya pujian tersebut hanya untuk Allah, karena Allahlah yang memiliki sifat-sifat sempurna yang memberikan kebaikan dan kemuliaan kepada manusia.
Pernyataan inilah yang menjadi inti dari
keimanan kepada Allah dan merupakan akidah tauhid yang sebenarnya. Keimanan kepada Allah SWT serta segala kesempurnaan-Nya, dan akidah tauhid yang semurni-murninya itu adalah salah satu dari ajaran Islam yang terpenting, sebab hal tersebut didalam ayat ini ditegaskan lagi bahwa Allah SWT adalah Rabb semesta alam. Kata Rabb selain memiliki arti “ Yang Memiliki” juga memiliki arti “ Pendidik” atau “ Pengasuh”. Dengan ini jelaslah bahwa sesuatu apapun yang berada dalam alam ini adalah kepunyaan Allah SWT. Allah-lah yang telah
43
menciptakannya, mendidik, mengasuh, menumbuhkan dan memeliharanya. Tidak ada yang menyekutui Allah SWT. Sejalan dengan hal ini, jelaslah bahwa manusia itu amat kecil, dan jauh tempatnya namun tetap berada dibawah pengetahuan, lindungan, dan pemelliharaan Allah SWT. Allah SWT telah memberikan kepada makhluk-Nya suatu bentuk yang amat sempurna, lalu dikarunikan kepada manusia akal, naluri (instink) dan kodrat-kodrat alamiah, sebagai bekal untuk kelanjutan hidup manusia tersebut di alam dunia untuk kehidupan selanjutanya di akhirat. Pendidikan, pemeliharaan, penumbuhan, yang dilakukan oleh Allah SWT wajib diperhatikan dan dipelajari oleh manusia sebagai bentuk tafakkur manusia akan kekuasaan Allah SWT yang akan menghasilkan peningkatan kekuatan dalam keimanan dan ketakwaan. b. Ayat Kedua
“hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” Ayat ini juga mengandung inti ibadah manusia kepada Allah SWT, karena yang hanya berhak disembah hanya Allah SWT dan hanya kepada Allah SWT sajalah manusia selalu memohon pertolongan. Hal ini karena manusia adalah makhluk Allah SWT yang harus selalu berhubungan dengan Allah SWT sebagai penciptanya. Manusia berdo‟a memohon sesuatu hanyalah kepada Allah SWT. Dengan ayat ini akan terbongkarlah akar-akar dari bentuk-bentuk kesyirikan (mempersekutukan Allah SWT dan membesarkan kekuasaan selain kekuasaan Allah SWT), bentuk kepercayaan watsani (menyembah dewa-dewa, matahari, bulan, bintang-bintang dan lain sebagainya), kepercayaan majusi (menyembah api), dan kepercayaan lainnya yang banyak berkembang dan dianut, sebelum datang agama Islam yang dirisalahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
B. Ibadah Didalam Al-Qur‟an Allah berfirman:
44
“hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” Di dalam ayat
,
jika direnungi secara mendalam, maka
seorang hamba tidak akan pernah sempurna dalam penyembahannya kepada Allah SWT, namun karena sifat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ayat
sebagai bentuk rahmat Allah SWT yang diturunkan untuk hamba-hamba Nya, hingga manusia hanya selalu memohon pertolongan kepada Allah SWT . Jadi ayat tersebut diatas mengandung penafsiran ketauhidan dan rahmat Allah SWT untuk bekal peribadatan seorang manusia kepada Allah SWT.
“tunjukilah (selalu) kami kepada jalan yang lurus” Sempurnanya agama Islam untuk kebahagiaan manusia dia alam dunia sampai akhirat, Allah SWT telah menetapkan batas-batas syariat yang berupa peraturan-peraturan, hukum-hukum, dan menjelaskan kepercayaan, memberikan pelajaran dan perumpamaan-perumpamaan. Semua ini merupakan tuntunan menuju jalan yang lurus yang telah Allah SWT bentangkan untuk manusia agar manusia tersebut sampai pada kebahagiaan hidup baik di dunia sampai alam akhirat. Maka sungguh amat berbahagia manusia yang menjalani batas-batas syareat yang telah Allah SWT tetapkan tersebut, dan amat sengsaralah manusia yang menghindari dirinya dari jalan tersebut.
C. Hukum-hukum dan Peraturan-peraturan Telah dijelaskan diatas bagaimana mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yaitu dengan adanya penetapan peraturan-peraturan dan hukumhukum, dan hal tersebut pun bercabang menjadi peraturan dan hukum yang
45
berhubungan dengan hubungan manusia kepada Allah SWT, dan manusia dengan masyarakat, dan juga siasat kenegaraan dan lain-lain. Sebagaimana ayat yang mengandung peraturan dan hukum yang dicantumkan dalam surat Al-Fatihah yang berbunyi :
“Tunjukilah (selalu) kami jalan yang lurus” Jalan yang menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat adalah akidah-akidah yang benar, hukum-hukum dan peraturan-peraturan serta perumpamaan-perumpamaan yang telah dijelaskan di dalam Al Qur‟an dan Hadits.
D. Janji dan Ancaman Al Qur‟an al Karim juga mengandung janji dan ancaman. Allah SWT menjanjikan kebahagiaan kepada manusia yang beriman dan berbuat baik, dan mengancam kepada siapapun manusia yang mempersekutukan Allah SWT, membuat kerusakan dan kezhaliman di atas permukaan bumi dengan azab dan siksaan. Janji dan ancaman Allah SWT itu bersifat umum kepada kaum dan bangsa apapun. Didalam surat Al Fatihah mengandung ayat-ayat yang yang berupa janji dan ancaman, berbunyi : a. Ayat Pertama
“dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” Dengan menyebut nama Allah “Yang Maha Pemurah” lagi “Maha Penyayang”, Allah SWT menjanjikan kepada manusia yang beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik dengan limpahan karunia dan anugerah nikmat yang tiada terhitung dari-Nya.
46
b. Ayat Kedua
“Yang menguasai hari pembalasan” Di hari itu segala bentuk perbuatan manusia akan dibalas. Balasan syurga untuk manusia yang beriman kepada Allah SWT dan berbuat baik, balasan neraka untuk manusia yang mempersekutukan Allah SWT, ingkar dan berbuat kezhaliman. Yang hal ini adalah janji dan ancaman Allah SWT. c. Ayat Ketiga
“Tunjukilah (selalu) kami jalan yang lurus” Manusia yang mengikuti jalan yang telah ditetapkan, maka kebahagiaan hidup di dunia dan akhiratlah yang akan diraihnya. Dan sebaliknya, manusia yang menghindari tidak menjalankan yang telah ditetapkan, maka pastilah kebinasaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Dengan ini maka dapat dipahami adanya janji dan ancaman Allah SWT. d. Ayat keempat
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “. Ada orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah SWT, yaitu para Nabi, para Rasul, orang-orang sholeh dan shadiqin, mereka adalah orang-orang yang akan menerima limpahan rahmat dan pahala dari Allah SWT berupa Jannatinna‟im dan ini merupakan janji Allah SWT. Dan ada pula orang dimurkai Allah SWT, yaitu mereka yang tidak mau menjalani jalan lurus yang telah ditetapkan Allah SWT, padahal manusia itu telah mengetahui hakikat jalan lurus tersebut, dan ada pula manusia yang tersesat, yaitu orang-orang yang tidak
47
mengetahui jalan yang benar atau dia mengetahuinya, tetapi dia tersesat dalam menempuh jalan tersebut. Mereka yang dimurkai Allah SWT dan tersesat akan menerima siksaan yang pedih sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT. Dan ini adalah suatu ancaman.
E. Kisah-kisah atau Cerita-cerita Sebagai bentuk panutan dan ketauladanan, pelajaran serta i‟tibar, maka Al Qur‟an menceritakan kisah-kisah kaum-kaum dan bangsa-bangsa terdahulu yang Allah SWT telah mengutus para Rasul dan Nabi-Nya kepada mereka dengan membawa kerisalahan yang telah Allah SWT tetapkan baik berupa peraturanperaturan, hukum-hukum dan syariat, yang semua itu ditetapkan bertujuan untuk kebahagian hidup mereka. Diantara para kaum dan bangsa tersebut ada yang menerima dan ada pula yang menolak, dan Allah SWT telah menerangkan akibat dari penolakan dan peneimaan, untuk dijadikan i‟tibar dan pelajaran. Lebih kurang ¾ dari isi Al Qur‟an adalah cerita tentang bangsa dan kaumkaum terdahulu, serta anjuran Allah SWT untuk mengambil i‟tibar dan pelajaran dari apa yang mereka perbuat dan akibatnya. Di dalam surat Al Fatihah keadaan bangsa dan kaum terdahulu telah dijelaskan dengan ayat yang berbunyi :
“ (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam “. Dari penjelasan-penjelasan yang penulis uraikan diatas, kita dapat pahami bahwa surat Al-Fatihah memiliki pengertian dan makna yang begitu dalam, menjadi intisari kandungan Al-Qur‟an dan menjadi pembuka semua surat dalam Al-Qur‟an.
48
B. Konsep Ibadah Dalam surat Al-Fatihah Ayat 1-7 Seluruh persoalan agama tersimpan didalam dua kalimat pendek yang terdapat dalam ayat:
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”.(QS. Al-fatihah: 5) Ayat ini yang menjadi inti dari surat Al-fatihah ayat 1 sampai 7, dan Alfatihah adalah inti dari Al-qur‟an, dan Al-qur‟an adalah inti seluruh kitab suci atau ajaran seluruh Nabi dan Rasul. Maka ayat ini adalah menjadi inti seluruh kitabkitab suci, dan inti seluruh ajaran Nabi-Nabi dan Rasul.42
1. iyyaka na‟budu artinya: engkaulah yang kami sembah. Hanya engkau sajalah yang kami sembah. Hanya untuk engkau sajalah kami beribadah. Tidak ada selain engkau yang kami semah. Ketika seseorang menyatakan iyyaka na’budumaka ketika itu tidak sesuatu apapun, baik dalam diri seseorang maupun yang berkaitan dengannya, kecuali telah dijadikan milik Allah, segala aktivitas manusia harus berakhir menjadi ibadah kepada Allah SWT, dan ibadah merupakan kebutuhan manusia lebih daripada satu kewajiban. Ibadah atau pengabdian yang dimaksud dalam ayat kelima ini tidak terbatas pada hal-hal yang diungkapkan oleh ahli hukum islam (fiqih) yakni shalat, puasa,zakat dan haji saja, tetapi mencangkup segala macam aktivitas manusia, baik pasif maupun aktif, sepanjang tujuan dari setiap gerak dan langkah itu adalah Allah, sebagaiman tercermin dalam pernyataan yang diajarkan Allah SWT43:
42
H. Bey Arifin, Op Cit, hal :217 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1,Op Cit Hal: 55
43
49
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Qs. al-An‟am: 162) Ibadah adalah buah dari keimanan kepada Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Seorang manusia yang meyakini adanya segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, maka akan tumbuh perasaan dalam jiwanya membutuhkan Allah SWT dengan sepenuh hati, hingga yang terlahir dalam diri seorang manusia tersebut adalah bentuk ibadah atau penyembahan kepada Allah SWT baik lahir maupun bathinnya. Imam Ja‟far ash-Shadiq sebagaimana dikutip oleh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Raka‟iz al-iman mengemukakan tiga unsur pokok
yang
merupakan hakikat ibadah : a. Seorang yang mengabdi tidak menganggap apa yang ada dalam genggaman tangannya sebagai miliknya, karena yang dinamakan hamba tidak memiliki sesuatu. Apa yang dimilikinya adalah milik tuannya. b. Segala usahanya hanya berkisar pada mengindahkan apa yang diperintahkan oleh yang memerintah (tuannya). c. Tidak memastikan sesuatu untuk dia laksanakan kecuali mengaitkannya dangan izin dan restu tuannya. Ada dua syarat yang menjadikan ibadah itu bernilai disisi Allah SWT: a. Ibadah itu harus ikhlas karena Allah dan untuk Allah semata. Hal ini harus dilandasi rasa cinta dan tunduk taat kepada Allah SWT. Orang yang hanya cinta saja, tetapi tidak tunduk, atau tunduk saja tetapi tidak cinta, maka tidaklah dinamai ibadah. Cinta dan tunduk itu ditunjukkan hanya kepada Allah SWT. Dan bila suatu ibadah dilakukan tidak ikhlas untuk Allah maka ibadahnya tidak ada artinya dihadapan Allah SWT. b.
Cara beribadah harus sesuai seperti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.Dalam al-Qur‟an Allah SWT berfirman: …. …..
50
“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”…(QS. Al-Hasyr: 7). Dalam hal ini manusia terbagi menjadi 4 golongan dalam melaksanakan ibadah: 1. Orang yang beribadah ikhlas 100% untuk Allah dan sesuai menurut cara atau sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Mereka inilah yang benar-benar ahli iyyaka na’budu. Amal atau perbuatan mereka seluruhnya untuk Allah dan karena Allah, begitu juga semua perkataan yang keluar dari mulut mereka; mereka member, menerima, menyuruh, atau melarang, cinta atau marah, semua itu 100% karena Allah dan untuk Allah lahir dan bathin. Tidak karena mengharapkan balasan dan pujian dari manusia, tidak pula untuk mencari kebanggaan dan kemuliaan di hati sesama manusia, atau menghindari diri dari kebencian sesama manusia.44Buat mereka cukup hanya Allah saja yang memuji, membalas dan menghargai atau memuliakan. Yang mereka harapkan hanya pujian Allah, cinta kasih Allah, balasan Allah. Berkata Al-Fudhail bin Ayyaadh: Amal yang baik itu ialah yang paling ikhlas dan paling benar. Murid-muridnya lalu bertanya: Hai Abu Ali, apakah yang dimaksud dengan paling ikhlas dan paling benar itu? Jawabnya: Amal sekalipun ikhlas tetapi tidak benar, tidaklah diterima Allah, begitu juga bila benar tetapi tidak ikhlas. Ikhlas ialah semata-mata karena Allah atau untuk Allah. Benar ialah 100% menurut cara dan sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. 45
Firman Allah :
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi: 110) 44
H. Bey Arifin, Op Cit, hal :228 ibid, hal :228
45
51
Setiap ibadah yang dilakukan tidak menurut contoh dari Rasulullah Saw. Tidak akan menambah dekat kepada Tuhan tetapi menamah jauh, sebab Allah SWT harus disembah sesuai cara yang diperintahkan-Nya, tidak menurut kemauan atau keinginan manusia. 2. Ibadah yang dilakukan tidak ikhlas dan tidak pula sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah yaitu ibadahnya orang-orang yang riya dan ibadahnya orang-orang yang ahli bid‟ah, ahli kesesatan dan syirik. Mereka inilah yang dimurkai Allah46 dalam Al-Qur‟an:
“Janganlah
sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”. (QS. Ali Imran: 18) 3. Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, dan sesuai menurut contoh dari Rasulullah Saw, banyak dilakukan oleh ahli ibadah tetapi mereka tidak mengetahui aturan agama, lalu mereka menambahkan sendiri karena ingin dipandang sebagai ahli tashawwuf, zuhud atau faqir. Kadang-kadang mereka ibadah dengan disertai menangis-nangis, terseduh-seduh, kadang-kadang mereka bernyanyi-nyanyi dengan berbagai irama, bersiul-siul. Kadang-kadang mereka mengasingkan
diri,
tirakat
menurut
aturan mereka dengan
meninggalkan kewajiban Jum‟atan dan berjuang ditengah-tengah masyarakat, kadang-kadang mereka berpuasa terus-menerus siang dan malam, kadangkadang mereka berpuasa dihari raya dan lain-lain.47 4. Ibadah yang dilakukan menurut yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, tetapi tanpa dilandasi keikhlasan. Ibadah yang benar tetapi dasarnya yang salah. Ibadah yan dilakukan secara benar tetapi disertai perasaan riya‟. Mereka maju kemedan perang untuk mendapatkan julukan pahlawan atau pemberani atau 46
ibid, hal :229 ibid, hal :229
47
52
untuk mendapatkan pangkat dan bintang, mereka melaksanakan haji ke Mekkah hanya ingin dipanggil “Haji”, mambaca Al-Qur‟an hanya ingin diketahui suaranya indah. Amalan dan ibadah meraka terlihat benar tetapi yang sebenarnya semua salah dan tidak akan diterima Allah Swt.48 Firman Allah Swt :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.(QS. Al-Bayyinah: 5)
2. . Iyyaka nasta‟iin artinya: engkaulah yang kami minta pertolongan. Engkau sajalah yang kami mintai pertolongan. Hanya kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, mohon bantuan, mohon perlindungan, mohon rezeki, mohon keselamatan, mohon keselamatan, mohon kebahagiaan dan lain-lain. Orang yang beragama atau beriman, harus menyembah (beribadah) kepada Allah dan harus minta pertolongan kepada-Nya (berdo‟a). tidaklah dikatakan beragama atau beriman bila kita hanya berdo‟a saja tanpa beribadah. Kalau seseorang mengatakan ibadah maka termasukpula didalamnya isti‟anah, akan tetapi pada kalimat isti‟anah didalamnya ibadah. Karena ibadah lebih umum dibandingkan isti‟anah. Orang yang benar-benar beribadah pasti didampingi dengan permohonan (isti‟anah), tetapi belum tentu orang yang memohon dan berdo‟a kepada Allah mereka menjalankan ibadah. Berapa banyak orang berdo‟a meminta kepada Allah agar diberikan kesehatan, kekayaan dan lain-lain tetapi mereka tidak mau beribadah menyembah Allah Swt. Walaupun demikian, isti‟anah tetap menjadi bagian atau sebagian dari ibadah. Beribadah berarti mengerjakan sesuatu untuk Allah, sedang bermohon ialah 48
ibid, hal :230
53
mengharapkan sesuatu dari Allah. Jadi ibadah jauh lebih tinggi dan lebih suci dari isti‟anah. Sebab ibadah tidaklah dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benarbenar ikhlas. Sedang isti‟anah dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikhlas, bahkan dilakukan oleh orang yang fasiq.49 Isti‟anah atau berdo‟a memohon kepada Allah adalah suatu pekejaan yang amat besar dan amat penting. Rasulullah Saw diutus oleh Allah selain untuk menajarkan tata cara beribadah, juga untuk mengajarkan cara-cara berdo‟a. para ulama sudah berusaha mengumpulkan semua keterangan tentang berdo‟a yang diambil dari hadis-hadis
Rasulullah Saw, diantaranya adalah Imam Nawawi
dalam kitab beliau Al-Azkar. Adab atau syarat-syarat berdo‟a yang dapat beliau simpulkan ialah diantaranya sebagai berikut: 1. Menjauhi dari segala yang haram, baik makanan, minuman atau pakaiannya. Karena makanan, minuman serta pakaian yang haram menyebabkan do‟a tidak terkabulkan. 2. Ikhlas karena Allah Swt. Keikhlasan ini menjadi syarat terpenting dalam berdo‟a dan beribadah. Firman Allah Swt: .... “Berdo‟alah kepada Allah dengan ikhlas dalam beragama bagi-Nya.”(QS. AlMu‟min: 14) 3. Suci dalam keadaan mempunyai wudhu. 4. Hendaknya berdo‟a dengan menghadap kiblat. 5. Mengangkat dan membuka telapak tangan. 6. Bertawasul dengan Nabi dan orang-orang soleh. 7. Berdo‟a dengan suara pelan. 8. Mengakui semua dosa yang pernah dilakukan. 9. Diawali dengan memuji Allah 10. Membaca solawat kepada Rasulullah Saw 49
Ibid, hal:220
54
11. Mulai berdo‟a untuk dirinya sendiri lalu selanjutnya untuk orang lain atau umat muslim. 12. berdo‟a dengan permohonan yang sungguh-sungguh. 13. Diulang-ulang mengucapkannya. Ibadah itu tidak dapat dipisahkan dengan do‟a, karena orang yang beribadah pasti berdoa. Begitu pula ibadah juga tidak biasa dipisahkan dari ketauhidan, dan ketauhidan tidak dapat dipisahkan dari ibadah, karena ibadahnya seorang manusia kepada Allah SWT merupakan buah dari ketauhidannya kepada Allah SWT. Maka tidak akan ada nilai dan harganya ibadah seorang manusia jika timbulnya bukan dari perasaan ketauhidannya kepada Allah SWT, begitu juga tidak akan subur ketauhidan seorang hamba kepada Allah SWT jika tidak dipupuk dengan istiqomah melakukan ibadah kepada Allah SWT. Dua ayat dibawah ini :
Kedua ayat diatas adalah inti dari ayat-ayat keimanan, tauhid dan ibadah yang menyeru kepada ajaran tauhid dan memberantas kepercayaan syirik, watsani, majusi. Adapun ayat-ayat lain yang membicarakan tentang tauhid, keimanan dan ibadah adalah penjelasan dari kedua ayat tersebut diatas.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari keterangan yang telah diuraian di atas dapat penulis silmpulkan sebagai berikut: 1. Tujuan penciptaan manusia, jin dan makhluk lainnya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, hal ini sesuai dengan Al-Qur’an: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. 2. Ibadah yang kita laksanakan sehari-hari, berdasarkan bentuk dan sifatnya terbagi menjadi dua: a. Ibadah mahdloh, yakni ibadah yang murni langsung berhubungan antara hamba dengan Allah SWT. Seperti Shalat, puasa dan lain sebagainya. b. Ibadah ghairu mahdloh, yakni aktifitas ibadah yang berhubungan dengan manusia dalam bersosialisasi pada kehidupan sehari-hari. Seperti belajar, mencari nafkah, membantu orang dan lain sebagainya. 3. Surat Al-Fatihah mempunyai keistimewaan yang luar biasa, semua inti sari kandungan ayat Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-Fatihah. Oleh sebab itu AlFatihah dinamakan Ummul Kitab (Induk Kitab). 4. Konsep ibadah dalam surat Al-Fatihah tercankup dalam ayat ke lima yakniiyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’iin. Syarat dari iyyaka na’budu adalah harus ikhlas dan harus sesuai seperti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sedangkan syarat dari Iyyaka nasta’iin adalah menjaga diri dan makanan dari perkara yang haram dan khusyu dalam melaksanakannya.
B. Saran-saran Apa yang dipaparkan penulis diatas adalah hanya sekedar nukilan-nukilan dari beberapa buku dan kitab, serta pendapat-pendapat ulama salaf dan ulama modern
55
56
yang istiqomah mengali dan memikirkan kalam Allah yang mulia. Adapun maksud dan tafsiran dari surat al-Fatihah merupakan samudera yang luas, belum diketahui dengan pasti ujung tepinya, begitu pula dalam dan luasnya, hanya sedikit yang kita ketahui tentang isinya. Ijtihad dan pamikiran para ulama sangat kita harapkan dalam mengali kandungan surat Al-Fatihah agar menjadi ilmu dan wawasan pengetahuan untuk kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dengan pengertian-pengertian diatas akan dapat mendorong kita lebih khusyu dalam membaca surat Al-Fatihah baik dalam Shalat maupun diluar shalat, agar shalat kita dan ibadah kita dapat mencegah dari segala perbuatan keji dan mungkar.
DAFTAR PUSTAKA Abu Ubaidah, Darwis, Tafsir Al Asas, Jakarta: Pustaka Al Kautsar. Al Khattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 1996. Al Qardawy, Yusuf, Pengantar Kajian Islam, Jakarta : Pustaka Al Kautsar. Al Qurthubi, Jaami’ Al Ahkam Al Qur’an. Ali Ash Shobuni, Muhammad, Tafsir Rawa’iu Al Bayan Ayat Al Ahkam Min Al Qur’an. Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Arifin, Bey, Samudera Al Fatihah, Surabaya: PT. Ina Ilmu. Ash Shidiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Kuliah Ibadah, Semarang : PT. Pustaka Rizqi Putra, 2011 Asy Sya’rawi, Mutawalli, Anda Bertanya Islam Menjawab, Jakarta : Gema Insan Press, 1999 At Tirmidzi, Abu Ismail bin Isa bin Saurah, Sunan At Tirmidzi. Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya. Hamka, Studi Islam, Pustaka Panji Mas Hawwa, Sa’id, Tafsir Al Asas, Jakarta: Robbani Press, 2010. Imam Malik, Al Muwaththa. LAL, Anshari, ‘Ulumu Al Qur’an, Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Muhaimin. Tadjab. Mujib, Abdul, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Surabaya : karya Ab ditama, 1994 Muhammad Nawawi Al Jawi, Abi Abdi Al Mu’thi, Kasyifah As Sajaa Syarah Safinah An Najaa Fi Ushul Al Din, Dar Ihya Al Kutub Al Arobiyyah. Muhammad, Abi Abdillah, Shahih Al Bukhari. Natta, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT. Dana Bakti Wakaf. Rajab, Khoirunnas, Psikologi Ibadah, Jakarta : AMZA, 2011
57
58
Shihab, Quraish, Tafsir Al Mishbah, volume I, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang: CV. Bima Sakti, 2003. Universitas Islam Indonesia, Al Qur’an Dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT. Dana Bakti Wakaf. Wahab Khalaf, Abdul, Ilmu Ushul Al Fiqih, terj, Masdar Helmy, Bandung : Gema Risalah Press, 1996.
Jakarta,
Juli 2013
Yang mengesahkan,
Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA. NIP. 19560119 199403 2 001
BIODATA PENULIS I. Identitas Pribadi Nama
: Irvan
NIM
: 809011000009
Nama Orang Tua
: Arbih (Alm) / Barkah
Tempat/Tgl Lahir
: Jakarta, 25 Mei 1982
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Guru Agama
Alamat Rumah
: Kamp. Pulo Kambing RT.010/003 Kel. Jatinegara Kec. Cakung Jakarta Timur 13930
II.
Pendidikan 1. Lulus SD Tahun 1993 Di SDI Al-Karomiyah Kp. Lio Jatinegara kaum Jakarta Timur. 2. Lulus SMP/MTS Tahun 1996 Di SMPN 90 Jakarta Timur. 3. Lulus SMA/SMK Tahun 1999 Di SMK Dinamika Pembangunan Jakarta Timur