KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SINETRON (Tinjauan Mengenai Romantic Relationship dalam Sinetron Si Doel Anak Sekolahan) oleh Monika Sri Yuliarti
[email protected] Abstract Soap opera is one of the the most popular products of mass media (television). ”Si Doel Anak Sekolahan” is one of the most famous Indonesia soap opera. Meanwhile, one of the mass media function is socialization/ transmission of social values function, in which the mass media display the values held by certain people in it’s program, which later, audiences will adopt them into their daily lives. Romantic relationship is one the relationship that is created from the process of interpersonal communication between people. On the other hand, soap opera consists of many values of the romantic relationship. This study findings are: there are 4 values of romantic relationship which is shown in this soap opera, which is love, commitment, passion constructive, and intimacy. Those values tend to embodied in non verbal language, and the trend is still within in the limits based on east culture of Indonesia. Meanwhile, from three main characters involved in a love triangle story, a character who is described tends to apply romantic relationship values is Zaenab. Keywords: romantic relationship, si Doel, sinetron, interpersonal communication
PENDAHULUAN Latar Belakang Komunikasi massa merupakan salah satu level komunikasi yang paling luas dan melibatkan begitu banyak elemen, terutama elemen-elemen yang terdapat di dalam level-level komunikasi lain yang lebih kecil lingkupnya. Salah satu hal yang tampak sangat membedakan antara komunikasi massa dengan komunikasi level lain adalah penggunaan alat atau media dalam menyebarkan suatu pesan atau informasi, yaitu media massa. Dewasa ini media massa semakin mengalami perkembangan, baik dalam hal teknologi, kualitas, maupun kuantitasnya. Semakin bertambahnya kuantitas media massa tersebut, membuat semakin banyak pula karyakarya kreatif sebagai produk dari media massa diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Melihat salah satu fungsi dari media massa sebagai fungsi sosialialisasi atau transmisi (Wright dalam Dominick, 2005), maka produk dari media massa yang dikonsumsi oleh masyarakat tersebut, juga akan mentransmisikan nilai-nilai sosial yang ada pada suatu masyarakat atau kelompok sosial lain, yang memiliki kemungkinan untuk diadopsi maupun diadaptasi oleh khalayak yang mengkonsumsi produk media massa tersebut. Pada akhirnya, akan muncul efek tertentu dari adopsi nilai-nilai yang dilakukan oleh khalayak media massa melalui kegiatan mengkonsumsi produk media massa tersebut.
Salah satu media massa yang menarik banyak minat masyarakat untuk mengkonsumsinya adalah media massa elektronik audio visual, utamanya yaitu televisi. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak pertama kali kemunculannya, televisi menjadi primadona di kalangan masyarakat. Pun hingga saat ini, media televisi masih dianggap sebagai media massa yang paling populer dan paling banyak dimiliki serta digunakan oleh masyarakat Indonesia dibandingkan dengan media massa yang lainnya. Hal ini salah satunya terjadi karena berbagai kelebihan yang dimiliki oleh televisi, yaitu kemampuannya menyajikan informasi dalam bentuk suara dan gambar bergerak. Studi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menghasilkan temuan sebanyak 85% masyarakat Indonesia lebih memilih menonton
televisi
daripada
membaca
media
massa
cetak
(diakses
dari
http://beritasore.com/2011/12/08/85-masyarakat-pilih-nonton-tv-daripada-membaca/, tanggal 12 Desember 2011). Salah satu produk televisi yang menjadi andalan adalah sinetron. Saat ini, di Indonesia, hampir seluruh stasiun televisi swasta nasional menjadikan sinetron sebagai program andalan mereka, dengan cara meningkatkan sinetron dari segi kuantitasnya. Salah satu sinetron Indonesia yang pernah menjadi primadona pada masanya adalah sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Sinetron ini pertama kali ditayangkan di stasiun televisi swasta Indonesia, RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) pada tahun 1994. Saat penayangannya tersebut, RCTI terbilang ‘berani’ menayangkan sinetron semacam ini, di tengah-tengah tren sinetron Indonesia yang menawarkan setting kehidupan glamor. Ternyata, ‘berbeda’-nya sinetron ini dengan sinetron-sinetron lain pada masa yang sama, malah membuatnya banyak mendapatkan apresiasi positif. Garin Nugroho (dalam Loven, 2008) mengatakan bahwa kekuatan sinetron ini terletak pada kualitas para pemain dan krunya, pembangunan karakter serta alur cerita yang realistis dan sangat Indonesia. Menurutnya, lokalitas sinetron ini tampak pada setting Betawi dan bahasa yang digunakan dalam dialognya. Nugroho menyebut sinetron ini sebagai sensitivitas lokal dalam kemasan global. Sinetron ini bercerita mengenai seorang pemuda dari Betawi, yaitu Kasdoelah (selanjutnya akan disebut dengan si Doel), diperankan oleh Rano Karno, yang merasakan pengalamannya mengenyam bangku pendidikan tinggi (kuliah) setelah sang ayah (Babe), doperankan oleh pemain legenda film Indonesia, Benyamin S, menjual beberapa tanah warisan keluarga untuk membiayai kuliah sarjananya. Selanjutnya cerita semakin berkembang pada kisah cinta segitiganya antara dirinya dengan seorang perempuan Indo Belanda, Sarah (diperankan oleh Cornelia Agatha), dan perempuan Betawi yang masih memiliki hubungan saudara jauh dengannya, Zaenab, diperankan oleh Maudy Koesnaedy. Diceritakan pula kisah pencarian pekerjaan yang tak kunjung ia dapatkan, hingga pada akhirnya dia bisa meraih
kesuksesannya dalam berkarier, setelah melewati masa-masa sulit menjalani berbagai pekerjaan (http://www.imdb.com/title/tt0331786/, diakses 20 Desember 2011). Selain ditayangkan oleh stasiun televisi RCTI, sinetron ini juga pernah ditayangkan di SCTV dan Indosiar. Belakangan, RCTI menayangkan ulang sinetron ini mulai dari musim tayang pertama hingga yang terakhir. Beberapa waktu lalu, tepatnya pada bulan Agustus 2011, Karnos Film kembali menayangkan lanjutan dari sinetron ini di RCTI, dalam format FTV (Film televisi) dengan judul ‘Si Doel Anak Pingiran’ dengan jalan cerita yang masih berhubungan dengan versi sinetronnya (Priyatna, 2011). FTV ini juga berhasil mengantarkan Maudy Koesnaedi sebagai salah satu penerima piala vidia kategori pemeran utama wanita terbaik dalam Festival Film Indonesia 2011. Selain itu, FTV ini juga meraih piala vidia dalam kategori piñata suara terbaik dan penyunting gambar terbaik (Kurniawan, 2011). Tulisan ini berfokus pada komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh tokoh Si Doel dengan Sarah dan Zaenab, utamanya dalam hal romantic relationship yang terjadi di antara ketiga tokoh utama sinetron tersebut. Hal ini menarik minat penulis, karena adanya perbedaan latar belakang budaya di atara ketiga tokoh tersebut. Doel dan Zaenab adalah orang Betawi asli, sementara itu, Sarah adalah perempuan Indo Belanda.
Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Apa saja nilai-nilai romantic relationship yang ditampilkan dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan?
2.
Bagaimana nilai-nilai romantic relationship tersebut terjalin di antara tokoh Doel, Sarah, dan Zaenab dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan?
3.
Dari ketiga tokoh utama dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan tersebut, tokoh manakah yang memiliki kecenderungan mengaplikasikan nilai-nilai romantic relationship yang sesuai dengan adat ketimuran budaya Indonesia?
Tujuan Penulisan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana romantic relationship yang terdapat di antara tokoh Doel, Sarah, dan Zaenab dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Dari tujuan tersebut, diharapkan bisa memberikan manfaat berupa panduan atau gambaran dalam menjalani romantic relationship di kalangan khalayak yang menonton sinetron
tersebut, di mana sebagian besar penonton sinetron adalah remaja perempuan serta wanita dewasa.
Landasan Teori Televisi sebagai Media Komunikasi Massa yang Mensosialisasikan Nilai-Nilai Sosial Kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari komunikasi. Komunikasi massa, sebagai salah satu level dalam konsep komunikasi ditandai dengan penggunaan media massa dalam penyampaian pesan dan cakupan komunikannya yang massal. Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang memiliki kepopuleran cukup tinggi. Dengan popularitasnya, secara otomatis televisi mampu memunculkan terpaan juga sangat tinggi di kalangan khalayak/ audiens. Keberadaan media massa memang didesain untuk menjangkau sesuatu dalam jumlah yang banyak dan massal. Karakteristik audiens dari komunikasi massa adalah tersebar, dan tidak memiliki kesempatan untuk merespon atau berpartisipasi aktif, anonim, memiliki hubungan sepihak dengan pengirim pesan, impersonal, asimetris, serta kalkulatif/ manipulatif. ‘Pengirim’ di sini maksudnya adalah media itu sendiri (jurnalis, presenter, produser, entertainer, dll), atau bisa juga pihak yang ikut melakukan proses jual beli dalam media (pengiklan, politisi, pemuka agama, dll). Isi simbolik atau pesan dari komunikasi massa kecenderungan ‘terbentuk’ secara standar atau biasa juga diistilahkan dengan produksi massa, dan bisa digunakan kembali atau diulang proses konsumsinya dalam bentuk yang sangat mirip. Sehingga dengan kata lain, produk media massa bukanlah sesuatu yang unik atau kreatif (McQuail, 2000). Melihat pada salah satu fungsi komunikasi massa sebagai fungsi sosialisasi/ transmisi, di mana audiens bisa menyaksikan nilai-nilai yang terdapat dalam suatu masyarakat ditampilkan dalam program-program televisi, maka perlu mempertimbangkan secara khusus mengenai segala sesuatu hal yang akan ditampilkan dalam media massa tersebut. Jika nilainilai masyarakat yang ditampilkan di media massa hanya berpusat pada nilai yang negatif saja, maka terdapat kemungkinan audiens juga akan mengadopsi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sosial mereka. Nilai merupakan gagasan umum mengenai apa yang diinginkan dan apa yang dianggap benar dalam suatu masyarakat (Rich dalam Bankston, 2000). Sehingga, antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain terdapat kemungkinan perbedaan nilai-nilai yang dianut dalam kehidupan mereka. Gagasan umum yang terkandung dalam nilai tersebut tidak secara spesifik menjelaskan apa saja yang harus dilakukan atau bagaimana seharusnya
seseorang bertingkah laku untuk mewujudkan sesuatu yang benar dalam sebuah masyarakat. Sehingga, nilai membutuhkan norma untuk bisa berjalan sebagaimana mestinya dalam kehidupan manusia. Nilai-nilai sosial dari masyarakat yang ditampilkan dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan bisa diamati dari berbagai hal, seperti bahasa verbal maupun non verbal para pemain sinetron tersebut. Tulisan ini merupakan pengkajian mengenai romantic relationship dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, sehingga nilai-nilai sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal antar tokoh dalam sinetron tersebut, utamanya komunikasi interpersonal yang termasuk di dalam kategori romantic relationship.
Romantic relationship sebagai Bentuk Komunikasi Interpersonal dalam Sinetron Komunikasi interpersonal merupakan sesuatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Berbagi kebahagiaan maupun berbagi permasalahan menjadi salah satu hal nyata yang kita lakukan sehari-hari, itulah komunikasi interpersonal. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, yang saling membutuhkan sesamanya lah yang membuat komunikasi interpersonal menjadi hal penting dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi interpersonal yang terjadi tersebut, dilakukan dalam rangka membangun identitas, menciptakan dan membangun relationship (hubungan), koordinasi dengan sesama, serta memunculkan kemungkinan penyelesaian masalah hingga keberhasilan menyelesaikan masalah itu sendiri (Wood, 2010). Sehingga, tidak mengherankan apabila komunikasi interpersonal disebut-sebut menjadi suatu dasar bagi level komunikasi yang lebih luas, seperti komunikasi organisasi, komunikasi publik, serta komunikasi massa. Seorang individu yang tidak memiliki kemampuan melakukan komunikasi interpersonal, tentu akan memiliki hambatan tertentu ketika dirinya terlibat dalam level komunikasi yang lebih luas. Relationship sendiri, dalam kajian ilmu komunikasi merupakan kajian penting dan menarik. Hal ini terjadi karena relationship memiliki keragaman yang cukup unik. Ada relationship yang mudah dan memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya, namun ada pula relationship yang sulit dijalankan karena faktor-faktor tertentu yang menghalanginya. Kajian mengenai relationship, utamanya yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal, telah banyak dilakukan oleh para ahli, bahkan sejak tahun 1960-an (Littlejohn & Foss, 2005). Banyak ahli yang telah mengelompokkan relationship menjadi beberapa tipe/ jenis. Namun, secara sederhana, DeVito (2007) membagi relationship menjadi empat tipe, yaitu (1)
friendship, (2) love/ romantic, (3) family, dan (4) workplace relationship. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing tipe: • Friendship (persahabatan) adalah hubungan interpersonal antara dua orang yang saling bergantung satu sama lain, yang sama-sama produktif (bukan destruktif), dan dicirikan dengan adanya kepercayaan, dukungan emosional, dan persamaan hobi. • Love relationship (hubungan cinta) adalah hubungan yang paling penting di antara hubungan interpersonal lainnya. Cinta merupakan perasaan yang dicirikan dengan adanya kesepakatan, perhatian, keintiman, hasrat, dan komitmen. Love relationship kerap kali disebut juga dengan romantic relationship. • Family relationship (hubungan keluarga), mendefinisikan keluarga berarti terdapat suami, istri, dan anak-anak. Ada juga yang menambahkan dengan adanya saudara ipar, kakek nenek, paman, serta bibi. Yang jelas, keluarga ini dicirikan dengan berbagai hal, seperti misalnya terdapat peran yang jelas, adanya tanggung jawab, anggotaanggotanya memiliki kesamaan sejarah dan masa depan, tinggal di tempat yang sama, dan terdapat aturan di dalamnya. • Workplace relationship (hubungan di tempat kerja), merupakan satu tipe relationship yang meliputi semua jenis relationship di dalamnya. Tiga jenis relationship yang mungkin bisa terdapat di tempat kerja yaitu romantic, mentoring, dan network. Dari penjabaran Devito di atas bisa diketahui bahwa romantic relationship merupakan salah satu tipe komunikasi interpersonal yang paling penting dalam kehidupan manusia, karena relationship tipe ini melibatkan perasaan dan psikologis manusia, yaitu cinta. Cinta merupakan suatu konsep yang sangat universal dan memiliki hubungan dengan kualitas sebuah relationship. Menurut Hecht, Marston & Larkey (1994), orang yang pernah memiliki pengalaman cinta umumnya memiliki kualitas relationship yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah memiliki pengalaman mengenai cinta. Cinta adalah sesuatu yang sangat luar biasa, tidak berbentuk, sesuatu yang tidak tampak secara nyata. Keberadaannya menjadi sesuatu yang suci dan alami. Berkat cinta, semua hal menjadi bisa terjadi. Walaupun kita bisa mengetahui cinta dari pengalaman, hubungan yang benar-benar dilandasi cinta yang ikhlas tanpa pamrih masih jarang. Tidak mudah mendefinisikan apa itu cinta, karena cinta tidak hanya sebatas hubungan romantis, cinta tidak hanya betapa kita membutuhkan orang lain, maupun sekedar perasaaan yang terkadang kita rasakan melalui organ-organ tubuh kita (seperti dada berdegup kencang atau perasaan tak enak di perut). Cinta adalah konsep yang abstrak, di mana kita membutuhkan
sesuatu untuk mewujudkannya, yaitu dengan menjalin hubungan dengan orang lain (Schaeffer, 2001). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Schaeffer tersebut, maka bisa diketahui bahwa cinta adalah sesuatu yang bisa dirasakan secara personal, sekaligus bisa diimplementasikan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Walaupun cinta yang diwujudkan dengan menjalin hubungan dengan orang lain belum tentu menunjukkan sebuah kesungguhan, namun paling tidak, dengan menjalin hubungan dengan orang lain, rasa cinta yang awalnya hanya bisa dirasakan secara personal, bisa dirasakan secara komunal. Itulah mengapa cinta menjadi hal yang sangat luas ketika dideskripsikan. Keabstrakannya menjadikan cinta membutuhkan eksplorasi yang mendalam untuk memahaminya. Menurut Lee dalam DeVito (2007) terdapat enam tipe cinta yang didasarkan pada istilah Latin dan Yunani, yaitu: eros, ludus, storge, pragma, mania, dan agape. Masingmasing dari tipe tersebut memiliki penjelasan sendiri-sendiri, namun yang seharusnya diutamakan kemunculannya dalam romantic relationship adalah cinta storge; yaitu tipe cinta yang tidak melibatkan banyak hasrat dan intensitas. Cinta ini lebih berdasarkan pada kepedulian, dan orang-orang yang berada dalam kategori ini umumnya memiliki banyak kesamaan, sehingga mereka juga banyak menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal yang mereka senangi tersebut. Terdapat tanggung jawab dalam cinta jenis ini. Selain melibatkan cinta, menurut Wood (2010), romantic relationship juga melibatkan beberapa dimensi lain, di antaranya: nafsu dan komitmen (passion dan commitment). Yang dimaksud dengan nafsu di sini adalah perasaan positif yang intesif dan hasrat yang cukup kuat terhadap orang lain. Nafsu tidak selalu harus diasosiasikan dengan perasaan seksual ataupun perasaan sensual. Sebaliknya, nafsu justru bisa meningkatkan rasa cinta, sehingga terkadang, orang yang sedang jatuh cinta akan merasakan buterfly effect pada bagian perutnya,yaitu merasakan sensasi tersendiri pada bagian perut, seakan ada sayap kupu-kupu yang menyentuhnya. Namun demikian, nafsu bukan menjadi dimensi yang paling penting dalam romantic relationship, setidaknya jika dibandingkan dengan komitmen dan keintiman. Sementara itu, komitmen merupakan sebuah perasaan keterikatan terhadap suatu romantic relationship, sehingga membuat orang yang merasakannya tidak ingin berpisah atau melepaskan hubungan dengan pasangannya. Selain bisa mewujudkan hubungan yang langgeng, Dindia (dalam Canary dan Dainto, 2003) menambahkan beberapa hal yang bisa terwujud jika setiap individu memelihara hubungan yang mereka miliki. Menurutnya, memelihara sebuah hubungan juga bisa meningkatkan kualitas hubungan tersebut, dan menghindarkannya dari kemunduran (deterioration). Alasan-alasan tersebutlah yang
menjadikan komitmen ini menjadi dimensi yang lebih penting dibandingkan dengan dimensi nafsu. Dimensi-dimensi romantic relationship tersebut merupakan nilai-nilai yang bisa ditampilkan dalam bentuk verbal maupun non verbal dalam isi produk media massa. Beberapa penelitian terkait hal ini telah dilakukan. Misalnya penelitian terkait dengan dimensi nafsu yang diwujudkan dengan kegiatan seksual tertentu, yang ternyata masih banyak ditampilkan di media massa. Hal ini bisa diketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Heintz-Knowles (1997) untuk The Henry J. Kaiser Family Foundation mengenai aktivitas seksual di sinetron yang ditayangkan di televisi nasional Amerika (ABC, CBS, dan CBS). Penelitian yang dilakukan pada tahun 1996 ini menghasilkan temuan bahwa dalam total 97 jam siaran sinetron yang menjadi objek penelitian, terdapat 594 kali perilaku seksual. Perilaku seksual yang terjadi tersebut ada yang terjadi secara tunggal, ada juga yang terjadi secara simultan dengan aktivitas seksual maupun aktivitas biasa (misal: berciuman sambil bercumbu; bicara sambil berciuman). Walaupun yang menjadi objek kajian dalam penelitian tersebut adalah isi media luar negeri, namun tidak menutup kemungkinan bagi para audiens Indonesia untuk ikut mengkonsumsi tayangan-tayangan tersebut, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang ada (misal: menonton tayangan-tayangan tersebut melalui televisi satelit, televisi online, streaming televisi, dll). maka kenyataan masih banyaknya unsur seksualitas dalam romantic relationship ditampilkan di media massa patut menjadikan kekhawatiran tersendiri. Sementara itu, beberapa penelitian terkait nafsu yang bermuara pada kegiatan seksual dalam romantic relationship yang dilakukan pada media Indonesia juga kerap kali dilakukan, salah satunya adalah penelitian terhadap sinetron-sinetron Indonesia selama tahun 2006-2008 (dengan sampel 224 judul) yang lalu, yang dilakukan oleh Yayasan Pengembangan Media Anak bekerja sama dengan sejumlah universitas terkemuka di Indonesia (). Penelitian tersebut menghasilkan temuan sebagai berikut: • Riset tahun 2007 : aktivitas seksual yang paling banyak ditampilkan dalam sinetron adalah adegan hubungan seksual, sebanyak 57%. • Riset tahun 2008 : aktivitas seksual yang paling banyak ditampilkan dalam sinetron adalah adegan berciuman, sebanyak 43%.
PEMBAHASAN Berdasarkan pemapaparan yang terdapat pada bagian sebelumnya, pembahasan dalam tulisan ini bertumpu pada dimensi romantic relationship sebagai nilai-nilai yang ditampilkan
dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, yang selanjutnya akan disosialisasikan/ ditransmisikan kepada audiens sehingga akan terdapat kemungkinan para audiens mengadopsi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. Nilai-nilai tersebut adalah: (1) cinta; (2) nafsu konstruksif; dan (3) komitmen. Cinta Dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, dimensi cinta sebagai salah satu nilai dalam romantic relationship awalnya tidak cukup banyak ditampilkan. Fokus sinetron ini yang ingin menampilkan sosok lelaki Betawi membuat porsi adegan yang menampilkan dimensi cinta awalnya tidak terlihat. Namun, jika dikaji lebih jauh, memang mengidentifikasi kemunculan dimensi cinta dalam adegan sebuah sinetron bukanlah hal yang sangat mudah. Hal ini terjadi karena cinta adalah sesuatu tidak berbentuk, sesuatu yang tidak tampak secara nyata. Cinta adalah konsep yang abstrak, di mana kita membutuhkan sesuatu untuk mewujudkannya, yaitu dengan menjalin hubungan dengan orang lain (Schaeffer, 2001). Tokoh Doel dalam sinetron ini tampak menjalani cinta dengan Sarah terlebih dahulu dibandingkan dengan hubungannya dengan tokoh Zaenab, walaupun sesungguhnya hubungannya dengan Zaenab sudah terjalin lebih dahulu, karena keduanya adalah saudara jauh.Diceritakan pula, sesungguhnya Doel dan Zaenab telah dijodohkan sejaks emasa keduanya sama-sama masih menjadi anak kecil. Namun seiring berjalannya waktu, setelah mereka sama-sama dewasa, perjodohan yang telah diatur oleh masing-masing orang tua tersebut tampaknya tidak berjalan. Nafsu (konstruksif) Dimensi kedua dari nilai-nilai romantic relationship dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan yaitu nafsu konstruktif. Balikan Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa nilai merupakan sesuatu hal yang relatif, tergantung dari tataan sosial masyarakat tertentu. Demikian juga dengan dimensi yang kedua dalam romantic relationship, yaitu nilai mengenai nafsu (konstruktif). Dalam budaya ketimuran masyarakat Indonesia, terdapat nilai mengenai nafsu yang harus dijunjung tinggi, yaitu nafsu konstruksif yang menjurus pada kebaikan. Kebalikan dari nafsu konstruksif, yauti nafsu destruktif, bisa membawa pada romantic relationship yang tidak sehat, dan memungkinkan pada kemunculan resiko-resiko yang akan berdampak destruktif pula dalam romantic relationship yang terjalin, bahkan dalam waktu yang lama. Resiko-resiko tersebut di antaranya: kekerasan dalam romantic relationship dan penyakit seksual serta kehamilan dini (Sorensen, 2007). Sinetron Si Doel Anak Sekolahan termasuk dalam salah satu sinetron yang cukup jarang menampilkan adegan yang berhubungan dengan nafsu destrukstif, misalnya berciuman
bibir, bercumbu, maupun adegan seks. Adegan berciuman yang terdapat dalam sinetron ini pun merupakan berciuman yang wajar dan cenderung menunjukkan kasih sayang. Dalam beberapa adegan tokoh Sarah tampak mencium pipi Doel sebagai kekasihnya. Sementara itu tokoh Zaenab lebih sering mencium tangan Doel dibandingkan dengan mencium pipinya. Hal ini terjadi karena secara adat budaya ketimuran (Zaenab dan Doel sama-sama berasal dari Betawi, Indonesia), cium tangan menunjukkan kasih sayang dan penghormatan antara seseorang dengan orang yang lain. Sementara itu, Sarah terlihat lebih agresif dalam adegan mencium ini karena dia merupakan anak percampuran dari kedua orang tuanya yang berasal dari Indonesia dan Belanda. Selama masih menjalani romantic relationship, tokoh Doel dan Sarah tidak pernah sekalipun terlibat dalam aktivitas seksual apapun. Bahkan ketika akhirnya keduanya menikah, adegan berhubungan seksual juga tidak dimunculkan secara eksplisit dalam sinetron ini. Komitmen Tokoh Sarah dan Zaenab dalam sinetron ini diceritakan sama-sama jatuh cinta terhadap Doel. Namun, keduanya memiliki komitmen yang berbeda terhadap perasaan cintanya tersebut. Tokoh Zaenab cenderung tampak sebagai seseorang yang memiliki komitmen paling besar di antara kedua tokoh lainnya. Zaenab yang merupakan pengagum abadi Doel, terlihat cukup nyaman tetap berada dalam hubungannya dengan Doel. Bahkan ketika Doel telah menjalin romantic relationship dengan Sarah. Ada beragam cara yang bisa dilakukan untuk mengkomunikasikan sebuah komitmen, yaitu secara verbal maupun non verbal. Baxter & Wilmot (dalam Honeycutt & Cantrill, 2001) menghasilkan sebuah temuan dari riset mereka bahwa, lebih banyak orang yang mengkomunikasikan komitmen mereka dengan orang lain secara non verbal, misalnya dengan tindakan, perilaku, perbuatan, maupun pembuktian. Nilai komitmen yang dilakukan oleh tokoh Zaenab tersebut antara lain tampak dari tetap setianya ia mengantarkan makan siang yang dimasaknya sendiri untuk Doel ketika Doel bekerja di pabrik batako milik ayahnya. Selain itu Zaenab juga tetap sering mengunjungi rumah Doel, terutama saat tokoh Enyak (ibu Doel) jatuh sakit, dan dengan setia membantu semua pekerjaan di rumah Doel. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Zaenab ingin tetap memiliki keterikatan dengan Doel dan juga keluarganya, meskipun perjodohan masa kecilnya dengan Doel tidak berlanjut. Zaenab juga berulang kali menolak lamaran Ahong, pebisnisasal Tionghoa yang menjadi rekan bisnis ayahnya, karena dia masih memiliki harapan bahwa suatu saat Doel akan kembali padanya.
Sementara itu, tokoh Sarah juga digambarkan memiliki komitmen dalam hubungannya dengan Doel. Dalam beberapa adegan, ia digambarkan dengan upaya yang keras mencoba untuk selalu ada bagi Doel, termasuk mempelajari kehidupan Betawi yang masih tradisional. Pada beberapa adegan tampak Sarah belajar membuat api menggunakan tungku di dapur rumah Doel, ia juga digambarkan dengan bahagia mengajak keluarga Doel merasakan pengalaman makan di restoran modern dan mahal walaupun beragam kejadian unik dan cenderung memalukan harus dia alami karena tingkah polah keluarga besar Doel yang memang digambarkan sangat tradisional Betawi. Namun di sisi lain, tokoh Sarah ini juga digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kecenderungan melarikan diri dari keadaan. Dalam beberapa adegan ia digambarkan menghilang dan menghindar dari Doel karena kecemburuannya akan kedekatan Doel kekasihnya, dengan Zaenab. Yang terakhir, Sarah digambarkan sudah 10 tahun meninggalkan Doel, suaminya, dan juga anak hasil pernikahannya dengan Doel ke Belanda, karena ia sudah tidak tahan dengan hubungan Doel dan Zaenab yang masih saja terjalin (karena Zaenab digambarkan mendapat perlakuan negatif dari suaminya). Dalam hal komitmen, tokoh Doel juga ditampilkan sebagai seorang laki-laki yang memiliki nilai komitmen walau kadarnya tidak cukup dominan. Doel awalnya sangat menyadari bahwa perbedaannya yang cukup besar dengan Sarah mengalahkan rasa cintanya pada wanita Indo belanda tersebut. Namun ia digambarkan tetap berusaha mempertahankan hubungannya dengan Sarah. Hal ini diwujudkan dengan berulang kali ia mendatangi ruamh Sarah untuk membujuk Sarah yang cemburu. Namun pada akhirnya, ia memilih untuk melepaskan Sarah ketika sudah 10 tahun istrinya itu pergi meninggalkannya tanpa kabar, dan menikahi Zaenab.
SIMPULAN Berdasarkan kajian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa romantic relationship yang terdapat dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan terjalin antara tokoh Doel, Sarah, dan Zaenab. Terdapat empat dimensi dari nilai-nilai romantic relationship dalam sinetron ini; yaitu (1) cinta; (2) nafsu konstruktif dan; (3) komitmen. Ketiga nilai-nilai romantic relationship tersebut, kecenderungan ditampilkan dalam adegan-adegan sinetron Si Doel Anak Sekolahan dengan bahasa non verbal. Nilai-nilai yang ditampilkan tersebut juga masih dalam tataran nilai budaya ketimuran Indonesia, sehingga jika dihubungkan dengan fungsi media massa sebagai media sosialisasi dan transmisi nilai, maka nilai-nilai tersebut bisa aman diadaptasi oleh audiens yang menjadi penonton sinetron tersebut. Lebih lanjut, dari ketiga
tokoh utama yang terlibat dalam cerita cinta segitiga dalam sinetron ini, tokoh Zaenab digambarkan cenderung paling memiliki dan paling dominan dalam mengaplikasikan nilai romantic relationship yang sesuai budaya ketimuran Indonesia. DAFTARPUSTAKA "85% Masyarakat pilih nonton TV daripada membaca". Berita Sore: Semua Berita Layak Online. 8 Desember 2011. diakses 12 Desember 2011. dari http://beritasore.com/2011/12/08/85-masyarakat-pilih-nonton-tv-daripada-membaca/ "Si Doel anak sekolahan". IMDB: The Internet Movie Database. diakses 20 Desember 2011. http://www.imdb.com/title/tt0331786/ DeVito, J. A. (2007). The Interpersonal Communication Book 11th Edition. Boston: Pearson. Dindia, K. (2003). Definitions and Perspectives on Relational Maintainance Communication. In D. Canary & M. Dainton (Eds.), Maintaining Relationships Through Communication: Relational, Contextual, and Cultural Variations. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Hecht, M., Marston, P. J., & Larkey, L. K. (1994). Love Ways and Relationships Quality. Journal of Social and Personal Relationships, 11, 25–43. Heintz-Knowles, K.E. (1997). Sexual Activity on Daytime Soap Operas: A Content Analysis of Five Weeks of Television Programming in The Henry J. Kaiser Family Foundation. 26 Februari 1997. Diakses 20 November 2011. http://www.kff.org/entmedia/loader.cfm?url=/commonspot/security/getfile.cfm&PageI D=14474 Honeycutt, J. M. & Cantrill, J. G. (2000). Cognition, Communication, and Romantic Relationships. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Kurniawan, A. (2011). ”Ini daftar lengkap peraih piala vidia FFI 2011”. Bintang Indonesia online. 7 Desember 2011. diakses 20 Desember 2011. http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/18672-ini-daftar-lengkap-peraihpiala-vidia-ffi-2011.html Littlejohn, S. W. & Foss, K. A. (2005). Theories of Human Communication 8th Edition. Toronto, Ontario: Thomson Wadsworth. Loven, K. (2008). Watching Si Doel: Television, language, and cultural identity in contemporary Indonesia. Leiden: KITLV Press. McQuail, D. (2000). McQuail’s Mass Communication Theory 4th Edition. London: Sage Publication Ltd. Priyatna, E. (2011). 'Si Doel Anak Pinggiran' Lanjutan Sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan'. Kompasiana: Sharing. Connecting. 30 Agustus 2011. diakses 20 Desember 2011.
http://hiburan.kompasiana.com/film/2011/08/30/si-doel-anak-pinggiran-lanjutansinetron-%E2%80%98si-doel-anak-sekolahan%E2%80%99/. Rich, P. G. (2000). Values and values systems. In C. L. Bankston (Ed), Sociology Basics. California: Salem Press Inc. Schaeffer, B. (2001). Love's Way: The Union of Body, Ego, Soul, and Spirit. Minnesota: Hazelden. Sorensen, S. (2007). Adolescent Romantic Relationship. ACT for Youth Center of Excellence: Research Facts and Findings. July 2007. 1-4. Tim Peneliti dan Yayasan Pengembangan Media Anak. (2008). ”Potret Buram Sinetron Remaja Indonesia”. Kidia: Kritis! Media untuk Anak. 21 Februari 2008. Diakses 20 Desember 2011. http://www.kidia.org/news/tahun/2008/bulan/02/tanggal/21/id/48/ Wood, J.T. (2010). Interpersonal Communication: Everyday encounters 6th edition. Boston, MA: Cengage Learning.