PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI (Studi Kasus: Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)
Oleh : Dhimas Cesar Atma Yuritsa I34053870
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI (Studi Kasus: Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)
Oleh : Dhimas Cesar Atma Yuritsa I34053870
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh Nama
: Dhimas Cesar Atma Yuritsa
NIM
: I34053870 : Persepsi Remaja Terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi
Judul
(Studi Kasus: Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si NIP. 19621010 198903 1 005
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan: _________________
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI (STUDI KASUS: REMAJA KARANG TARUNA “ANTASARI” DI KOMPLEK PERUMAHAN TAMAN CIMANGGU, KELURAHAN KEDUNG WARINGIN, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 20 Januari 2011
Dhimas Cesar Atma Yuritsa NIM. I34053870
ABSTRACT DHIMAS CESAR ATMA YURITSA. ADOLESCENT PERCEPTION ABOUT THE ELEMENT OF VIOLENCE IN SOAP OPERAS ON TELEVISION (CASE STUDY: ADOLESCENTS OF “ANTASARI” YOUTH COMMUNITY ON TAMAN CIMANGGU, KEDUNG WARINGIN VILLAGE, TANAH SAREAL SUB-DISTRICT, BOGOR CITY). Supervised by Pudji Muljono. Large number of soap operas with high rating raise concerns of many parties about the impact that will be experienced by adolescents, because there are contained of many negative things and often showing scenes of anti-social. Purposes of this research were to get the representation of adolescent perception about the element of violence in soap operas on television, and also to asses the factors that associated with adolescent perception about the element of violence in soap operas on television. This research method was quantitative as a primary method which used the survey research. Result showed that there were factors related and unrelated to the element of violence in soap operas on television. The related factors are: the influence of parents, friends, and media. And the unrelated factors are: age, gender, education level, frequency of watching television, duration of watching television, and influence of teacher. Keywords: perception, adolescent, violence, soap opera
RINGKASAN DHIMAS CESAR ATMA YURITSA. PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI. STUDI KASUS: REMAJA KARANG TARUNA “ANTASARI” DI KOMPLEK PERUMAHAN TAMAN CIMANGGU, KELURAHAN KEDUNG WARINGIN, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR. (Di Bawah Bimbingan PUDJI MULJONO). Banyaknya stasiun televisi swasta yang hadir di Indonesia menyebabkan persaingan di antara stasiun televisi semakin tinggi, sehingga mereka berusaha mengikuti selera pasar dengan menyajikan acara yang menarik dan berlomba-lomba untuk mendapatkan rating yang tinggi. Tingginya rating pada suatu acara tertentu dapat meningkatkan laba yang diperoleh. Salah satu caranya ialah dengan menayangkan sinema elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah sinetron, yang sangat digemari oleh berbagai macam lapisan masyarakat pada umumnya, dengan berbagai macam isi cerita. Jumlah sinetron dengan rating yang tinggi menimbulkan kekhawatiran banyak pihak mengenai dampak yang akan dialami oleh remaja, karena di dalam sinetron banyak terkandung muatan negatif dan sering menampilkan adegan-adegan anti-sosial. Sinetron menyebabkan makna sekolah bagi remaja bukan lagi tempat untuk belajar, melainkan tempat untuk pacaran, mengembangkan intrik dan berkelahi. Hal ini dikarenakan hampir semua sinetron menampilkan adegan tersebut. Karena itu, apabila sinetron-sinetron semacam ini dibiarkan menampilkan gambaran tentang sekolah atau kampus yang demikian, sangat potensial membentuk persepsi di benak remaja bahwa sekolah menjadi tempat kegiatan remaja yang tidak produktif, bahkan cenderung negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran mengenai persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Selain itu untuk mengkaji faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, tepatnya di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal. Metode yang digunakan untuk mengetahui persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi adalah metode kuantitatif, yaitu melalui survei. Responden dalam penelitian ini adalah remaja anggota Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Survei menggunakan metode Purposive Sampling yang bertujuan untuk mendapatkan data dari responden sebanyak 40 orang. Penentuan responden tersebut dilakukan pada remaja yang memiliki televisi di tempat tinggalnya masing-masing. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap unsur kekerasan yang terdapat dalam tayangan di televisi, khususnya sinetron. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui pengisian kuesioner dan hasil wawancara. Kuesioner dan wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik responden, faktor internal yang mempengaruhi persepsi remaja, dan faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi remaja. Data sekunder pada penelitian ini berasal dari studi literatur berupa tulisan laporan, pedoman, peraturan, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan persepsi remaja. Pengolahan data dilakukan secara manual dan
dengan bantuan komputer, terdiri atas tiga kegiatan yaitu: penyuntingan (editing), dengan memeriksa kembali setiap lembar kuesioner untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan telah diisi dengan baik oleh setiap responden, kemudian pengkodean (coding), yaitu melakukan pengkodean pada setiap jawaban dalam kuesioner, dan tabulasi (tabulating), yaitu dengan memasukkan data yang telah dikoding ke dalam bentuk tabel-tabel manual dan kemudian diolah dengan menggunakan software komputer SPSS 11.0 untuk Windows. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Faktor tersebut adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman, dan pengaruh media. Selain itu, ada juga faktor yang tidak berhubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan di televisi, yaitu: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, frekuensi menonton televisi, durasi menonton televisi, dan pengaruh guru. Remaja yang menjadi responden dalam penelitian ini juga sebagian besar merasa kurang senang dengan tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Menurut mereka, tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang tidak mendidik. Terutama sinetron yang menurut responden paling banyak mengandung unsur kekerasan, seperti adegan perkelahian, penyiksaan, dan ancaman terhadap orang yang tidak disukai. Selain itu, pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sering menggunakan bahasa kasar ketika marah. Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron sangat berlebihan, ditambah dengan cacian dan makian dalam percakapan. Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan cenderung tidak disensor. Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya, ditambah efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya. Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: hendaknya sinetron televisi lebih banyak memberikan pesan yang baik, dengan tayangan yang lebih mendidik, memperhatikan nilai-nilai moral yang ada pada masyarakat. Orang tua hendaknya memberikan bimbingan, arahan dan pengetahuan kepada anak remaja berkenaan dengan tayangan yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya, namun jangan terlalu keras dalam memberikan pengawasan. Remaja harus berhati-hati dalam mencari teman, karena teman dapat mempengaruhi perilaku mereka. Lembaga pengawas media, terutama Komisi Penyiaran Indonesia, hendaknya lebih tegas dalam melakukan pengawasan, dengan motivasi yang kuat untuk membentuk anak remaja yang berilmu, kompeten dan mempunyai hati yang luhur yang selalu menjaga akhlak moral yang baik.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi (Studi Kasus: Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini menjelaskan mengenai gambaran mengenai persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Selain itu juga mengkaji faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
Bogor, 20 Januari 2011 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, koreksi, pemikiran, serta sarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Keluarga tercinta, terutama Mama, Papa, Dhinanda Bayu Kresnapati, dan Imanda Transa Kertapati yang selalu mendoakan penulis, memberi motivasi, kasih sayang, perhatian, dan lain-lainnya yang tidak mungkin disebutkan semuanya. 3. Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata yang selalu menyemangati, memberi perhatian, kasih sayang, dan doa kepada penulis sehingga penulis selalu semangat untuk cepat menyelesaikan skripsinya. 4. Teman satu bimbingan (Edu dan Wulan) yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis. 5. Ketua RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor yang membantu pemerolehan data dalam penelitian penulis. 6. Pembina, pengurus, dan seluruh anggota Karang Taruna ”ANTASARI” atas partisipasi dan kerja samanya yang banyak membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian. 7. Teman-teman ”ENTER Automotive Club” yang selalu memberi motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya. 8. Teman-teman KPM angkatan 42 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan semangat dan motivasinya.
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis bernama Dhimas Cesar Atma Yuritsa yang dilahirkan di Malang pada tanggal 18 Juni 1987 dari ayah bernama Ir. Adi Chandra dan ibu bernama Naniek Setyawati. Penulis merupakan anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara dengan adik bernama Dhinanda Bayu Kresnapati, dan Imanda Transa Kertapati. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis yaitu pada tahun 1993 SD Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002, kemudian penulis diterima di SMAN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan non-formal yang pernah dilalui penulis diantaranya kursus Bahasa Inggris di ILP dan LBPP-LIA Bogor. Pada tahun 2005 penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain: menjabat Seksi Humas dalam Karang Taruna “ANTASARI”, menjabat Seksi Dekorasi dalam acara COMMNEX (Comunication and Community Development Expo), menjabat Seksi Transportasi dalam kegiatan MPD-KPM (Masa Perkenalan Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat), dan menjabat Ketua Umum dalam komunitas otomotif bernama ENTER (Eternity On The Road). Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat sesuai dengan data yang sesungguhnya.
Bogor, 20 Januari 2011
Dhimas Cesar Atma Yuritsa
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................... i DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ..........................................................................................
1 3 4 4
BAB II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................................. 5 2.1.1 Televisi ........................................................................................................ 5 2.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan Televisi .................................................. 5 2.1.1.2 Pengertian Televisi ............................................................................. 8 2.1.1.3 Fungsi Televisi .................................................................................. 10 2.1.2 Tayangan di Televisi ................................................................................... 14 2.1.3 Sinetron sebagai Salah Satu Tayangan Televisi .......................................... 16 2.1.4 Kekerasan .................................................................................................... 20 2.1.4.1 Pengertian Kekerasan ......................................................................... 20 2.1.4.2 Jenis Kekerasan .................................................................................. 21 2.1.5 Unsur kekerasan dalam Sinetron di Televisi ............................................... 22 2.1.6 Undang-Undang Penyiaran.......................................................................... 24 2.1.7 Persepsi ........................................................................................................ 26 2.1.7.1 Pengertian Persepsi ............................................................................ 26 2.1.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ...................................... 29 2.1.8 Remaja ......................................................................................................... 30 2.1.8.1 Pengertian Remaja ............................................................................. 30 2.1.8.2 Periode pada Usia Remaja ................................................................. 33 2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 34 2.3 Definisi Operasional ........................................................................................... 36 2.4 Hipotesis ............................................................................................................. 41
i
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 42 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 42 3.3 Penentuan Responden ......................................................................................... 42 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 43 3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................................... 44 BAB IV. DESKRIPSI UMUM 4.1 Deskripsi Karang Taruna ANTASARI............................................................... 46 4.2 Visi dan Misi Karang Taruna ANTASARI ........................................................ 46 4.3 Keanggotaan Karang Taruna ANTASARI ......................................................... 47 BAB V. KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Usia ..................................................................................................................... 48 5.2 Jenis Kelamin...................................................................................................... 48 5.3 Tingkat Pendidikan ............................................................................................. 49 5.4 Frekuensi Menonton Televisi ............................................................................. 49 5.5 Durasi Menonton Televisi .................................................................................. 50 BAB VI. PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI 6.1 Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ........... 51 6.2 Pengaruh Orang Tua ........................................................................................... 54 6.3 Pengaruh Teman atau Sahabat ............................................................................ 55 6.4 Pengaruh Guru atau Dosen ................................................................................. 56 6.5 Pengaruh Media .................................................................................................. 57
ii
BAB VII. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI 7.1 Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi....................................... 59 7.2 Hubungan antara Pengaruh Orang Tua dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ..................................................... 61 7.3 Hubungan antara Pengaruh Teman atau Sahabat dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi....................................... 61 7.4 Hubungan antara Pengaruh Guru atau Dosen dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi....................................... 62 7.5 Hubungan antara Pengaruh Media dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ................................................................ 63 BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 64 8.2 Saran ................................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 66 LAMPIRAN ................................................................................................................ 70
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Judul Sinetron yang Ditayangkan Stasiun Televisi di Indonesia ..... 19 Tabel 2. Skala Interval dan Bobot Nilai Jawaban Responden ................................... 45 Tabel 3. Persentase Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi .................................................................................................... 52 Tabel 4. Persentase Pengaruh Orang Tua terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi .............................................. 54 Tabel 5. Persentase Pengaruh Teman terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ......................................................... 55 Tabel 6. Persentase Pengaruh Guru terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ......................................................... 56 Tabel 7. Persentase Pengaruh Media terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi ......................................................... 57 Tabel 8. Hasil Perhitungan Hubungan antara Jenis Kelamin terhadap Persepsi Remaja ......................................................................................................... 59 Tabel 9. Hasil Perhitungan Hubungan antara Usia, Tingkat Pendidikan, Frekuensi Menonton, dan Durasi Menonton terhadap Persepsi Remaja ..... 60 Tabel 10. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Orang Tua terhadap Persepsi Remaja ........................................................................................... 61 Tabel 11. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Teman atau Sahabat terhadap Persepsi Remaja ............................................................................ 62 Tabel 12. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Guru atau Dosen terhadap Persepsi Remaja ............................................................................ 62 Tabel 13. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Media terhadap Persepsi Remaja ......................................................................................................... 63
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 35 Gambar 2. Persentase Jenis Kelamin Responden ........................................................ 48 Gambar 3. Persentase Tingkat Pendidikan Responden ................................................ 49 Gambar 4. Persentase Frekuensi Responden dalam Menonton Televisi ..................... 49 Gambar 5. Persentase Durasi Responden dalam Menonton Televisi .......................... 50
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang dapat
mempengaruhi pemirsa khalayak penontonnya, termasuk remaja. Menurut McLuhan (Rahmat, 2004), media sudah menjadi pesan. Ia bahkan menolak pengaruh isi pesan, dan menambahkan bahwa yang mempengaruhi khalayak bukan yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang khalayak pergunakan seperti: media interpersonal, media cetak, atau media elektronik (televisi dan radio). Menurut Tranggono yang dikutip Murniatmo (1993), televisi dengan segala kekuatan yang dimilikinya, mampu mengatur sekaligus menentukan persepsi dan perilaku masyarakat. Hal ini didukung oleh McQuail, yang juga dikutip oleh Murniatmo (1993), bahwa “media massa mampu mengubah perilaku khalayak dalam keadaan apapun, terlebih lagi media audio visual yang pesanpesannya seakan menghipnotis massa dalam berperilaku”. Kuswandi (1996) berpendapat bahwa acara televisi dapat mengancam atau menguatkan nilai sosial yang ada, serta dapat membentuk nilai-nilai sosial baru dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, Kuswandi (1996) juga menambahkan bahwa acara televisi dapat menimbulkan dampak terhadap pemirsanya, yaitu: a.
Dampak kognitif, yaitu kemampuan yang dimiliki pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang pada akhirnya menimbulkan pengetahuan bagi pemirsa.
b.
Dampak peniruan, yaitu televisi menayangkan trend saat ini yang dapat menyebabkan timbulnya gejala imitasi dari pemirsa.
c.
Dampak perilaku, yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi dan diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari.
1
Menurut Drabman dan Thomas yang dikutip Surbakti (2008), bahaya tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang disiarkan oleh televisi adalah mengajarkan kepada mereka sikap hidup dan perilaku agresif sebagai falsafah hidup. Dampaknya terhadap kehidupan remaja adalah: a.
Meningkatkan perilaku kekerasan bagi sebagian besar remaja. Meskipun mereka dididik untuk memiliki sikap toleransi, namun tayangan yang mereka saksikan justru mengajarkan sebaliknya, sehingga terjadi benturan hebat di dalam batin mereka untuk memilih sikap yang akan mereka ambil.
b.
Tayangan kekerasan menyebabkan remaja kehilangan kepekaan terhadap perilaku agresif itu sendiri. Artinya, mereka menganggap kekerasan adalah sesuatu yang wajar dan biasa saja. Akibatnya, mereka menjadi terbiasa melakukan kekerasan dalam interaksi mereka sehari-hari. Seiring dengan maraknya stasiun televisi swasta yang hadir di Indonesia
maka persaingan di antara stasiun televisi semakin tinggi, sehingga mereka berusaha mengikuti selera pasar dengan menyajikan acara yang menarik dan berlomba-lomba untuk mendapatkan rating yang tinggi. Tingginya rating pada suatu acara tertentu dapat meningkatkan laba yang diperoleh. Salah satu caranya ialah dengan menayangkan sinema elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah sinetron, yang sangat digemari oleh berbagai macam lapisan masyarakat pada umumnya, dengan berbagai macam isi cerita. Banyaknya jumlah sinetron dengan rating yang tinggi menimbulkan kekhawatiran banyak pihak mengenai dampak yang akan dialami oleh remaja, karena di dalam sinetron banyak terkandung muatan negatif dan sering menampilkan adegan-adegan anti-sosial. Menurut Guntarto (2004), terdapat tiga aspek yang terkandung dalam sinetron yang dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk terhadap perilaku etis anak-anak dan remaja, yaitu: 1.
Aspek moralitas; aspek yang menyangkut nilai-nilai baik, buruk, benar, dan salah. Perilaku tertentu yang dianggap salah di masyarakat ditampilkan begitu saja di sinetron, tanpa ada penekanan bahwa perilaku itu salah.
2
2.
Aspek kekerasan; yaitu aspek yang memperlihatkan adegan marah-marah, penyiksaan, dan perkelahian dengan teman. Adegan serangan fisik dan lontaran kata-kata kasar pun ditampilkan secara jelas.
3.
Aspek seksualitas; aspek ini bisa ditampilkan dalam bentuk narasi atau percakapan dalam sinetron, dari cara berpakaian, pergaulan pria dan wanita yang cenderung permisif. Sinetron menyebabkan perubahan makna sekolah bagi remaja, bukan lagi
tempat untuk belajar, melainkan tempat untuk pacaran, mengembangkan intrik dan berkelahi, karena hampir semua sinetron menampilkan adegan tersebut. Karena itu, apabila sinetron-sinetron semacam ini dibiarkan menampilkan gambaran tentang sekolah atau kampus yang demikian, sangat potensial membentuk persepsi di benak remaja bahwa sekolah menjadi tempat kegiatan remaja yang tidak produktif, bahkan cenderung negatif. Kegiatan negatif tersebut antara lain bertengkar untuk memperebutkan pria atau wanita, berkelahi, melabrak teman atau adik kelas, dan perilaku negatif lainnya yang termasuk ke dalam unsur kekerasan.
1.2
Perumusan Masalah Meski semua orang tahu bahaya yang ditimbulkan akibat unsur-unsur
kekerasan yang terkandung dalam tayangan sinetron di televisi, tetapi beragam jenis dan judul sinetron yang mengandung unsur kekerasan kini marak ditayangkan. Setiap hari pemirsa selalu disuguhi tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan, yang disajikan dalam beragam gaya dan bentuk, termasuk sinetron itu sendiri. Pemirsa juga dapat menyaksikannya pada waktu prime time, dimana banyak orang yang menonton televisi pada waktu tersebut. Tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi tersebut dapat disaksikan oleh remaja, karena remaja pada umumnya banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi. Berdasarkan hal di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah:
3
1.
Bagaimana persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1.
Mendapat gambaran mengenai persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
2.
Mengkaji faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
1.4
Kegunaan Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, diantaranya: 1.
Bagi pengelola televisi, dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk penyajian acara yang mengandung unsur kekerasan, khususnya sinetron.
2.
Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang persepsi masyarakat terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi, khususnya remaja.
3.
Bagi khalayak umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai pengendalian perilaku remaja dalam menonton televisi.
4.
Bagi kalangan akademis dan peneliti lain, melalui hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian yang lebih mendalam.
4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Televisi
2.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan Televisi Sejarah perkembangan televisi diawali pada tahun 1884, seorang mahasiswa di Berlin menciptakan sebuah alat yang merupakan cikal-bakal pesawat televisi. Namun prinsip televisi tidak dapat dilepaskan dari penemuan teknologi radio. Pada tahun itu pula penemuan Paul Nipkow itu dipatenkan. Selanjutnya, nipkow bercita-cita ingin menciptakan prinsip-prinsip pembentukan gambar yang kemudian dikenal dengan nama jantra Nipkow. Dan pada tahun 1965 James Maxwell menemukan prinsip baru untuk mewujudkan gelombang elektromagnetis, yaitu gelombang yang digunakan televisi. Penemuan Maxwell ini kemudian dikembangkan oleh Guglemo Marconi. Pada tahun 1875 George Carey di Boston mengembangkan gambar televisi. Namun penayangan elemenelemen gambar dengan cepat, garis demi garis, frame demi frame, ditampilkan oleh WE Sawyer dari Amerika dan Maurice Leblanc dari Perancis pada tahun 1880 (Istanto, 1995). Sudibyo (2004) menyatakan bahwa siaran televisi pertama di Indonesia ditayangkan pada tanggal 17 Agustus 1962, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-17. Siaran tersebut berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 WIB untuk meliput upacara peringatan Hari Proklamasi di Istana Negara. Inilah momentum dimana Indonesia mengukuhkan diri sebagai negara Asia keempat yang memiliki media penyiaran televisi setelah Jepang, Filipina, dan Thailand. Liputan perdana TVRI adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan Jakarta. Liputan pertama TVRI dikoordinir oleh Organizing Committe Asian Games IV yang dibentuk khusus untuk event olahraga itu, dibawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan. Pada tanggal 12 November 1962, TVRI mengudara secara reguler setiap hari.
5
TVRI menayangkan iklan pada tanggal 1 Maret 1963, seiring ditetapkannya TVRI sebagai televisi berbadan hukum yayasan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 215 tahun 1963. Saat ini siaran telah dapat menjangkau hampir semua provinsi di seluruh Indonesia berkat pemanfaatan satelit Palapa, bahkan mampu menjangkau wilayah ASEAN. Munculnya TVRI kemudian disusul pula dengan munculnya stasiun-stasiun televisi swasta lainnya (Sudibyo, 2004). Menurut Mursito (1998) pertelevisian kita, khususnya televisi swasta telah mengalami perkembangan pesat dan pada awalnya ingin didesain sebagai institusi media yang antara lain memiliki fungsi informatif-edukatif, membentuk kepribadian bangsa, bertujuan menangkal pengaruh budaya asing, menjadi tuan rumah di negeri sendiri, juga memelihara dan melestarikan budaya adiluhung. Selain itu, dengan adanya televisi kita hendak mendefinisikan kehidupan bangsa ke arah yang sesuai dengan desain besar kebudayaan, yang disebut kebudayaan nasional. Namun, menurut Radikun (1995) saat ini tayangan televisi sangat memprihatinkan karena sudah tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Tayangan televisi yang dimaksud adalah tayangan-tayangan berselera rendah yang menampilkan hasrat tercela, sikap negatif, perbuatan merusak, hedonisme, pornografi, kekerasan, sadisme, dan egoisme. Radikun (1995) menambahkan bahwa tayangan hedonisme adalah tayangan yang mempertontonkan pelampiasan memburu kesenangan, hidup mewah berfoya-foya, hidup tanpa batas yang semuanya hanya demi kepuasan hawa nafsu, tanpa menghiraukan akibat buruk di belakang hari, dan tanpa mengindahkan larangan agama. Adapun tayangan pornografi yaitu tayangan yang menampilkan adegan-adegan merangsang birahi dan mendorong pergaulan bebas atau seks bebas. Jenis tayangan lain yang dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk bagi generasi muda khususnya anak-anak dan remaja adalah tayangan yang menampilkan adegan kekerasan, sadisme, dan egoisme. Tayangan kekerasan adalah tayangan yang menampilkan penyalahgunaan kekuatan dan keunggulan fisik serta senjata untuk memaksakan kehendak. Tidak jauh berbeda dengan tayangan kekerasan, tayangan sadisme menampilkan kebengisan dan kekejaman, 6
dimana yang kuat menyiksa yang lemah. Sedangkan tayangan egoisme adalah tayangan yang menampilkan sikap mementingkan diri sendiri, keserakahan, dan mengorbankan orang lain dengan menggunakan strategi yang licik (Radikun, 1995). Mursito (1998) juga menambahkan pada saat ini, televisi kita telah berkembang tidak sesuai dengan desain kebudayaan nasional dan hanya berkembang menjadi media hiburan, yang dapat dilihat dari dominasi hiburan pada acara-acaranya. Hal tersebut terjadi berdasarkan asumsi bahwa saat ini acara yang digandrungi oleh khalayak adalah hiburan, maka siaran televisi dipenuhi oleh acara-acara hiburan seperti sinetron, film, dan acara musik. Menurut Lubis (2001), televisi adalah jendela dunia rumah kita, dimana pesan-pesan dan informasi baik hiburan maupun tidak berdatangan menghampiri kita sehingga model perilaku dan tokoh identifikasi diri. Televisi sendiri sebagai salah satu bentuk media massa ternyata membawa perubahan pada gaya hidup. Salah satu contohnya adalah gaya berbahasa orang Jakarta telah tersebar ke seluruh pelosok tanah air, mode pakaian dan gaya rambut artis menjadi trend di masyarakat. Menurut Pannen dan Riyanti (2004) perkembangan televisi yang sarat pesan-pesan negatif mengharuskan pemirsa memiliki critical viewing skills, yaitu keterampilan untuk memahami isi makna dan maksud pesan yang implisit disampaikan melalui penggunaan bahasa, visual maupun aural dalam suatu program televisi, sehingga pemirsa dapat mengidentifikasi program televisi berdasarkan kelompok pemirsa yang dituju (intended audiences), serta makna dari pesan yang disampaikan (intent of the message). Menurut keduanya, dengan memiliki critical viewing skills, pemirsa dapat memilih program televisi yang memang “pantas” untuk ditonton berdasarkan norma-norma agama, sistem sosial dan budaya, serta pengetahuan yang dimilikinya.
7
2.1.1.2 Pengertian Televisi Menurut Cassirer (1987) dalam Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai tentang Manusia, televisi merupakan pengubahan dari dunia material, dunia sosial, dan dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia. Sebagaimana dikemukakan Kuntowijoyo (1987) dalam Budaya dan Masyarakat, halaman 66, bahwa televisi mengubah dan mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas media (televisi). Media menentukan bagaimana suatu realitas diformat, dikemas dengan trik-trik kamera dan editing yang membuat suatu “materi” tampil menarik, membentuk cerita baru tentang realitas: realitas televisi. Pemirsa bebas memilih acara-acara yang disukai dan dibutuhkannya melalui beberapa stasiun yang ada. Maka tidak heran jika dibandingkan dengan faktor lain, menurut Fred Allen dalam Cross (1983), televisi adalah media komunikasi massa yang paling menggairahkan/menggiurkan (the most seductive), paling meresap (the most pervasive), dan paling berpengaruh (the most influential). Televisi memang media yang banyak digemari dan memberikan pengaruh yang kuat. Dewasa ini, televisi boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap orang. Televisi memiliki sejumlah kelebihan, terutama kemampuannya dalam meyatukan antara fungsi audio dan fungsi visual, ditambah dengan kemampuannya dalam memainkan warna. Selain itu televisi juga mampu mengatasi jarak dan waktu, sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil dapat menikmati siaran televisi (Mulyana, 2001). Menurut Suangga (2004) televisi dianggap sebagai kotak ajaib yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan manusia saat ini, menawarkan kenikmatan yaitu mendapatkan hiburan dan informasi. Tetapi televisi juga memberikan kehancuran atau kerusakan yang sangat fatal pada berbagai segi kehidupan manusia, yaitu berubahnya nilai-nilai sosial masyarakat, moral, etika, dan sebagainya. Selain itu, televisi memiliki posisi yang penting dalam kehidupan manusia apabila benar-benar dimanfaatkan sebagaimana seharusnya. Televisi menawarkan berbagai alternatif, sehingga dapat memilih informasi yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu, pendidikan, pengetahuan, dan sebagainya. 8
Amri Jahi dalam Hasnah (2004) menyatakan bahwa televisi termasuk media elektronik yang dapat menyampaikan pesan-pesan audio dan visual secara serentak. Karena itulah pesan yang disampaikan televisi menjadi lebih menarik dan disukai masyarakat. Pesan tersebut ditujukan untuk seluruh masyarakat. Mulai anak-anak sampai orang tua, pejabat tinggi sampai petani/nelayan, yang ada di desa bisa menyaksikan acara-acara yang sama melalui “tabung ajaib” itu. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Media televisi sebagai sarana tayang realitas sosial menjadi penting artinya bagi manusia untuk memantau diri mereka dalam kehidupan sosialnya. Hal ini tergantung dari bagaimana kesiapan manusianya untuk menghadapi informasi televisi. Faktor pendidikan manusia adalah salah satu pemecahan paling utama sebagai “filter” untuk mencegah efek negatif materi tayangan televisi. Media televisi sanggup menjauhkan manusia dari kenyataan hidup sehari-hari. Tetapi, televisi juga dapat dianggap sebagai “jendela dunia besar” karena realitas sosial yang berhasil ditayangkannya. Daya tarik media televisi sedemikian besar, sehingga pola-pola kehidupan rutinitas manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali (Kuswandi, 1996). Menurut Karo (2008) televisi merupakan paduan audio dari dua bagian yang berbeda, yaitu audio dari segi penyiarannya (broadcast) dan video dari segi gambar bergeraknya (moving images). Televisi mempunyai kelebihan, yakni dapat didengar dan dilihat sekaligus. Khalayak dapat melihat gambar yang bergerak sekaligus kata-kata dan keduanya mempunyai kesesuaian yang harmonis.
9
2.1.1.3 Fungsi Televisi Secara umum, televisi mempunyai fungsi yang sama dengan media massa lain, yaitu: (1) Menyiarkan informasi. Hal Ini merupakan fungsi utama media massa, sebab masyarakat membeli media massa tersebut karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini; (2) Mendidik, karena fungsi yang kedua ini, media massa menyajikan pesan-pesan atau tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, serta sekaligus dapat dijadikan media pendidikan; (3) Menghibur, karena media massa biasanya menyajikan rubrik-rubrik atau program-program yang bersifat hiburan; dan (4) Mempengaruhi, karena dengan fungsi ini media massa dapat mempengaruhi khalayak, sehingga terjadi perubahan pada khalayak, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Melalui fungsinya yang keempat ini, pres memegang peranan penting dalam tatanan kehidupan masyarakat (Muhtadi, 1999). Kuatnya pesan televisi mempengaruhi pemirsa dimungkinkan oleh adanya daya tarik dari suatu tayangan program acara yang terkait dengan informasi yang dibutuhkan pemirsa. Televisi sebagai media massa memiliki empat fungsi sekaligus, yaitu menyampaikan informasi, pendidikan, hiburan, dan mempengaruhi (Sukarelawati, 2009). Departemen Komunikasi dan Informatika (2006) menjelaskan bahwa sebagai pilar demokrasi maka televisi memiliki empat fungsi: pertama, sebagai penyambung lidah dan penyampai informasi bagi masyarakat. Kedua, menjadi dinamisator bagi Indonesia. Ketiga, dituntut untuk menyajikan informasi yang benar, akurat, valid, dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Keempat, sebagai pengawasan terhadap kritik, koreksi. Kelima, menjadi kontrol bagi tiap usaha-usaha pengaburan kebenaran dan praktik-praktik “pandang bulu”. Pernyataan ini mengasumsikan bahwa fungsi televisi adalah harus sesuai dengan
koridor
kebebasan
yang
bertanggungjawab,
sehingga
dalam
menyampaikan informasi dapat menjadi saluran komunikasi timbal-balik antara sumber dan penerima. Berbagai ide maupun gagasan dari sumber termasuk dari pihak media di dalam mengungkap peristiwa-peristiwa sosial yang perlu diketahui oleh publik dilakukan secara timbal-balik. Fungsi televisi sebagai media 10
pendidikan, diharapkan dapat menanamkan pesan informasi yang memberi pencerahan bagi pemirsa. Pemirsa dimotivasi untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya sebagai warga negara maupun peranannya dalam kehidupan bermasyarakat. Televisi layaknya menyajikan yang benar, akurat, valid antara pernyataan atau pesan yang diinformasikan dengan bukti atau keadaan yang sebenarnya, sekaligus terbuka terhadap setiap kritik dan koreksi yang dapat dipertanggungjawabkan pada kepentingan publik. Fungsi televisi sebagai media penghibur, pada dasarnya merupakan faktor penting sebagai pendukung fungsi utama, yaitu menyampailan informasi dan fugsi pendidikan. Dengan nilai hiburan, diharapkan televisi memiliki nilai tambah bagi kecerdasan dan kesejahteraan lahir batin pemirsa, dalam memenuhi kebutuhan hidup dari suatu informasi. Pada tahap tertentu, televisi diharapkan pula memiliki kekuatan dalam mempengaruhi pemirsa kalangan tertentu yang perlu didorong dan diarahkan pada suatu kepentingan, antara lain bagaimana mengadopsi suatu temuan yang bermanfaat bagi kepentingannya (Sukarelawati, 2009). Televisi sebagai media informasi, memiliki kekuatan yang ampuh untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Betapa besar kemajuan dan perubahan yang terjadi sejak televisi ditemukan. Kita dapat menyaksikan liputan berita tentang berbagai peristiwa dari seluruh dunia. Kita dapat menyaksikan berbagai jenis film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik, dan lain sebagainya, baik dari dalam maupun luar negeri. Televisi sebagai media pendidikan dapat memberikan pesan-pesan edukatif, baik dalam aspek kognitif, afektif, ataupun psikomotor yang dikemas dalam suatu bentuk program televisi. Suatu program televisi dapat dikatakan sebagai televisi pendidikan jika mampu menyajikan pesan-pesan yang jelas kepada pemirsanya tentang hal-hal yang pantas/patut ditiru dan hal-hal yang tidak patut/pantas ditiru (Susanto, 1994). Dengan kata lain, televisi dapat memberikan materi pendidikan dan pengajaran. Ciri lainnya ialah program yang disajikan mampu membentuk dan mengembangkan sikap mental, tekad dan semangat serta
11
ketaatan dan disiplin bagi para pemirsanya untuk tercapainya keberhasilan pembangunan (Widarto, 1994). Televisi sebagai media hiburan dianggap sebagai media yang ringan, santai, dan segala sesuatu yang mungkin bisa menyenangkan, hanya dengan memencet tombol di remote control kita dapat memindahkan dan memilih channel yang diinginkan. Televisi bisa menciptakan suasana tertentu, yaitu para penonton dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya. Memang televisi akrab dengan suasana rumah dan kegiatan penonton sehari-hari (Hasnah, 2004). Kelebihan televisi antara lain penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan, informasi yang disampaikan akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual serta dengan adanya satelit komunikasi, maka peristiwa di satu tempat dapat dilihat di tempat lain melalui televisi. Media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Isi pesan media televisi berasal dari sumber resmi tentang suatu isu yang terjadi di masyarakat. Karena sifat komunikasi massa media televisi itu transitory, maka isi pesan yang disampaikan harus singkat dan jelas, cara penyampaian kata per kata harus jelas, serta intonasi suara dan artikulasi harus tepat dan baik. Kesemuanya itu tentu saja menekankan unsur isi pesan yang komunikatif agar pemirsa dapat mengerti secara tepat tanpa harus menyimpang dari pemberitaan yang sebenarnya. Kelemahan televisi adalah karena bersifat “transitory” maka isi pesannya tidak dapat di’memori’ oleh pemirsa. Media televisi terikat oleh waktu tontonan dan tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan secara langsung dan vulgar (Kuswandi, 1996). Hoffman dalam Syarief (2007) mengatakan bahwa fungsi televisi adalah: 1.
Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Televisi berfungsi mengamati kejadian yang terjadi dalam masyarakat kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan.
12
2.
Menghubungkan satu hal dengan yang lain. Televisi dapat menghubungkan hasil pengawasan yang satu dengan hasil pengawasan lain secara lebih gamblang daripada sebuah dokumen tertulis.
3.
Menyalurkan kebudayaan. Fungsi ini dapat disebut juga sebagai fungsi pendidikan, namun dalam hal ini istilah “pendidikan” tidak digunakan karena di dalam kebudayaan audio-visual tidak ada yang namanya kurikulum. Kebudayaan yang dikembangkan oleh televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya.
4.
Hiburan. Fungsi ini memang dibutuhkan oleh masyarakat, jika sebuah tayangan tidak dapat menghibur pemirsa, maka tidak akan ditonton. Akan tetapi, hiburan ini bukan berarti hiburan semata tanpa ada sesuatu yang diambil pelajarannya dari suatu program.
5.
Pengarahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat. Televisi harus pro-aktif dalam memberi motivasi dan pengetahuan untuk menghadapi suatu keadaan darurat. Karo (2008) berpendapat bahwa dalam hal kelancaran siaran televisi
harus ada pihak yang bertanggungjawab, yaitu pengarah acara. Apabila pengarah acara membuat naskah, ia harus berpikir dalam gambar, yang mempunyai tahapan, yaitu: 1.
Visualisasi, yakni menterjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi pengaruh acara harus berusaha menunjukkan obyek-obyek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa sehingga mengandung suatu makna.
2.
Penggambaran,
yaitu
kegiatan
merangkai
gambar-gambar
individual
sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Dalam hal pengoperasian memerlukan tiga perangkat keras (hardware), yaitu: studio (sarana dan prasarana penunjang), pemancar (transmisi), dan pesawat penerima.
13
2.1.2
Tayangan di Televisi Tayangan televisi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu berita, iklan,
dan hiburan. Fungsi hiburan media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, karena masyarakat masih menjadikan TV sebagai media hiburan. Jam-jam prime-time (pukul 19.00 sampai 21.00 WIB) akan disajikan acara-acara hiburan seperti sinetron, kuis, atau acara jenaka lainnya (Karo, 2008). Menurut Gilang (2005) televisi mempunyai pengaruh yang cukup ampuh dibanding media massa lainnya seperti suratkabar, majalah, atau tabloid dalam mempengaruhi perilaku pemirsa. Motion picture di televisi dapat membuat informasi yang disampaikan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga penonton dapat terlena dengan tayangan-tayangan yang disajikan. Sadar atau tidak, setiap hari pemirsa diterpa dengan pesan-pesan yang belum tentu sesuai dengan konsumsi mereka. Menurut Nitibaskara dalam Gilang (2005) televisi berpotensi mempengaruhi 75 persen pemirsa, radio tidak lebih dari 25 persen, dan suratkabar hanya mempengaruhi 13 persen pembaca. Hanafiah dalam Sukarelawati (2009) menjelaskan bahwa daya tarik di televisi di mata pemirsa bukan pada kotak (bentuk) fisiknya, tetapi pada menu program yang telah disuguhkan oleh televisi secara beragam. Atas alasan itu, televisi menjadi magnet yang menyeret siapa saja sampai menjadi kebutuhan akan kehadirannya. Begitu besar daya pikat televisi sehingga mampu mempengaruhi watak dan karakter, bahkan pola hidup (waktu) seseorang (pemirsa). Sains dan televisi diacu dalam Hanafiah, yang dikutip oleh Sukarelawati (2009), menggambarkan televisi sebagai medium yang sangat bagus untuk membagi informasi dan prinsip-prinsip ilmu kepada masyarakat secara luas. Melalui program-program televisi yang mendidik sambil menghibur kita dapat meningkatkan daya tarik masyarakat untuk belajar ilmu pengetahuan. Menurut Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, pada Bab I mengenai Ketentuan Umum, pasal 1, disebutkan bahwa tayangan di televisi terbagi menjadi dua, yaitu: 1.
Tayangan Faktual.
14
Tayangan faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non-fiksi, diproduksi dengan berpegang pada prinsip jurnalistik, terutama apabila materi yang disiarkan berkaitan dengan kebijakan publik. Yang termasuk dalam program faktual adalah program berita, features, dokumentasi, program realita (reality show), konsultasi on-air, diskusi, talkshow, jajak pendapat, pidato, ceramah, editorial, kuis, perlombaan, pertandingan olahraga, dan program-program sejenis lainnya yang bersifat nyata, terjadi tanpa rekayasa. 2.
Tayangan Non-Faktual. Tayangan non-faktual adalah program siaran yang berisi ekspresi, pengalaman situasi dan/atau kondisi individual dan/atau kelompok yang bersifat rekayasa atau imajinatif dan bersifat menghibur. Yang termasuk di dalam program non faktual adalah drama yang dikemas dalam bentuk sinetron atau film, program musik, seni, dan/atau program-program sejenis lainnya yang bersifat rekayasa dan bertujuan menghibur. Menurut Siregar dalam Testiandini (2006) isi siaran televisi dibagi
menjadi dua, yaitu: 1.
Faktual, berasal dari empiris/sosiologis dan bersifat objektif. Materi dari faktual ada yang bersifat keras yang terikat dengan aktualitas, serta bersifat lunak yang lebih menekankan nilai human interest. Fungsi primer dari materi faktual adalah sosial (informasional). Walaupun terdapat juga fungsi hiburannya, namun hanya bersifat sekunder.
2.
Fiksional, berasal dari dunia humanities psychology dan bersifat subjektif. Fungsi primer dari materi fiksional adalah psikologi (menghibur). Materi fiksional juga memiliki fungsi informasional namun hanya bersifat sekunder. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran, pada Bab VIII mengenai Penggolongan Program Siaran Televisi, pasal 11, menjelaskan bahwa: 1.
Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.
15
2.
Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok usia, yaitu: a. Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak berusia di bawah 12 tahun. b. Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni khalayak berusia 12-21 tahun. c. Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa. d. Klasifikasi SU: Tayangan untuk Semua Usia.
3.
Untuk
memudahkan
khalayak
penonton
mengidentifikasi,
informasi
penggolongan program isi siaran ini harus terlihat di layar televisi di sepanjang acara berlangsung. 4.
Secara khusus atas program isi siaran yang berklasifikasi Anak dan/atau Remaja, lembaga penyiaran dapat memberi peringatan dan himbauan tambahan bahwa materi program isi siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu mendapatkan arahan dan bimbingan orang tua. Peringatan atau himbauan tambahan tersebut berbentuk kode huruf BO
(Bimbingan Orangtua) ditambahkan berdampingan dengan kode huruf A untuk klasifikasi Anak, dan/atau R untuk klasifikasi Remaja. Kode huruf BO tidak berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi penggolongan program isi siaran, namun harus bersama-sama dengan klasifikasi A dan R.
2.1.3
Sinetron sebagai Salah Satu Tayangan Televisi Menurut Radikun (1995) televisi dapat pula berfungsi sebagai media
hiburan dan media pendidikan. Salah satu hal yang membuat televisi menjadi komunikasi yang efektif ialah kemampuannya untuk memikat perhatian penonton dan banyak membuat ketagihan. Acara televisi yang berhubungan dengan misi pembangunan adalah paket sinetron. Tampilan paket sinetron televisi mempunyai beberapa unsur yaitu cerita sinetron umumnya sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat dan isi sinetron mengkomunikasikan soal pembangunan fisik maupun mental. Ada beberapa faktor yang membuat paket sinetron disukai, yaitu isi pesannya sesuai dengan 16
realitas sosial pemirsa, isi pesannya mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan budaya pemirsa, dan isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (Kuswandi, 1996). Dalam membuat paket ini, kru televisi harus memasukkan isi pesan yang positif dan pesan dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam realitas sosialnya. Untuk membuat sinetron ada dua hal perlu diperhatikan yaitu terdapat permasalahan sosial dalam cerita sinetron yang mewakili realitas sosial dalam masyarakat dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam sinetron secara positif dan responsif (Kuswandi, 1996). Salah satu acara jenis hiburan yang banyak ditayangkan oleh stasiun televisi adalah drama. Berbagai bentuk interaksi manusia, baik pegaulan biasa, hubungan cinta, kerja sama, kontak bisnis, hubungan kerja, perlombaan, persaingan, permusuhan baik yang mencerminkan saling pengertian maupun yang mencerminkan salah pengertian dikemas dalam berbagai bentuk drama televisi, baik komedi maupun tragedi (Radikun, 1995). Radikun (1995) menambahkan tayangan drama di televisi berguna untuk pembentukan sikap dan pembiasaan tingkah laku untuk membanding dan mencontoh dipandang penting bagi pembentukan sikap dan watak serta pembiasaan perilaku di kalangan muda karena melalui proses peniruan itulah generasi muda menghayati berbagai perasaan dan memberikan respon yang wajar, belajar menghendaki hal-hal yang pantas, respon positif dan membiasakan tingkah laku yang baik. Salah satu jenis program tayangan lokal yang paling banyak diproduksi adalah sinetron. Sinetron adalah film yang dibuat tanpa proses laboratorium, caranya seperti merekam suara dalam kaset. Pengambilan gambar dilakukan melalui kamera elektrik dengan menggunakan kaset video, sehingga tidak diperlukan lagi proses laboratorium. Produksi sinetron juga tidak terlepas dari kerja sama antara lembaga penyiaran dengan Rumah Produksi (Production House). Rumah Produksi merupakan perusahaan pembuat rekaman video dan/atau perusahaan rekaman audio yang kegiatan utamanya membuat rekaman secara siaran (Labib, 2002).
17
Sinetron termasuk ke dalam program siaran drama yang dapat dibagi dua, yaitu sinetron cerita dan non-cerita. Perbedaannya terletak pada format sinetron. Sinetron cerita terdiri dari beberapa jenis, yaitu sinetron drama modern, sinetron drama legenda, sinetron drama komedi, sinetron drama saduran, dan sinetron drama yang dikembangkan dari cerita atau buku novel, cerita pendek dan sejarah. Menurut Soenarto dalam Karo (2008) sinetron drama dapat ditempatkan pada pagi hari, sore, atau malam hari, tergantung tema cerita dan siapa sasarannya. Cerita drama bisa didapatkan dari produk dalam negeri atau disewa dari luar negeri. Durasinya bisa 30 menit, 60 menit, 90 menit, atau bahkan lebih. Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik yang pada dasarnya sama dengan film. Bedanya, sinetron merupakan cerita yang berlanjut atau bersambung dan diambil dengan kamera video (secara elektronik). Menurut Jarvie dalam Karo (2008) film adalah gambar bergerak yang mempunyai makna. Film secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu film cerita dan film noncerita. Yang termasuk ke dalam kategori film cerita adalah: film drama, film horor, film perang, film sejarah, film fiksi ilmiah, film komedi, film laga, film musikal, dan film koboi. Sedangkan yang termasuk ke dalam kategori film non cerita adalah: film dokumenter dan film faktual (Sumarno, 1996). Sinetron telah menjadi bagian dari wacana publik dalam ruang sosial masyarakat. Pada bulan Maret 2004, sebanyak 35 persen dari sinetron yang ditayangkan di televisi adalah sinetron bertemakan remaja (Guntarto, 2004). Akan tetapi, perkembangan sinetron di Indonesia saat ini semakin tidak mengarah pada suatu tujuan pendidikan maupun informasi. Rumah Produksi sinetron lebih sering mengangkat kisah-kisah percintaan, kekerasan, mistis, dan harta. Cerita sinetron tidak hanya menjadi sajian menarik di televisi, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi di berbagai kalangan masyarakat, bahkan tidak jarang nilai-nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para penggemarnya, khususnya di kalangan remaja. Menurut Kuswandi (1996) paket sinetron yang ditayangkan banyak diminati karena menyangkut tiga hal, yaitu: 1.
Isi pesannya sesuai dengan realita sosial pemirsa.
18
2.
Isi pesannya mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan budaya masyarakat.
3.
Isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Kekuatan media memang sering menciptakan imitasi di kalangan
masyarakat, mulai dari anak-anak hingga dewasa, termasuk remaja. Perilaku para pemeran sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu dan remaja putri. Mereka mengubah model rambut dan dandanannya seperti pemain sinetron. Mereka berusaha mengubah gaya hidupnya seperti kehidupan yang diceritakan dalam suatu sinetron. Berikut adalah daftar beberapa judul sinetron yang pernah ditayangkan di stasiun televisi: Tabel 1. Daftar Judul Sinetron yang Ditayangkan Stasiun Televisi di Indonesia. Judul Sinetron
Hari Tayang
Jam Tayang (WIB)
Stasiun Televisi
Lagu Cinta Nirmala
Setiap Hari
18:00 - 19:30
RCTI
Putri yang Ditukar
Setiap Hari
19:30 - 22:30
RCTI
Arini 2
Setiap Hari
21:00 - 22:30
SCTV
Islam KTP
Setiap Hari
18:00 - 19:30
SCTV
Titip Rindu
Setiap Hari
20:30 - 22:00
SCTV
Bintang untuk Baim
Setiap Hari
19:30 – 21:00
SCTV
Cinta Fitri Season 7
Setiap Hari
20:30 – 22.00
INDOSIAR
Sumber: http://jadwaltvku.blogspot.com/
19
2.1.4
Kekerasan
2.1.4.1 Pengertian Kekerasan Kekerasan dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, paksaan. Jadi, terlihat adanya unsur paksa dengan kekerasan yang sangat dominan. Hadiwardoyo seperti dikutip Sudarsono, dalam Marliana (2006), secara sederhana mengatakan bahwa kekerasan adalah tindakan yang memaksa secara fisik dan psikis, sehingga dapat menimbulkan penderitaan terhadap banyak orang yang tidak bersalah. Kekerasan disini ditekankan pada perilaku antar manusia secara fisik dan psikis. Menurut Surbakti (2008) kekerasan dapatlah dipahami sebagai tindakan menyakiti, merendahkan, menghina, atau tindakan kekejaman yang bertujuan untuk membuat obyek kekerasan tersebut menderita, baik secara psikologis maupun fisiologis. Dengan demikian, dapat diduga bahwa tidak seorang pun manusia yang hidup di dunia ini luput dari kekerasan. Setiap orang dalam perjalanan hidupnya kemungkinan sekali pernah mengalami kekerasan. Bentuk kekerasan yang dialami bermacam-macam dan intensitasnya pun berbeda-beda. Menurut Galtung seperti dikutip Sudarsono, dalam Marliana (2006), kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Selain itu, kekerasan juga terjadi ketika manusia terhambat potensinya sehingga tidak dapat bertumbuh kembang secara optimal. Jadi, kekerasan tidak hanya dalam pengertian sempit pada perlakuan fisik saja, namun juga pada mental yang terlihat maupun tidak, yang berefek langsung maupun tidak langsung. Galtung seperti dikutip Sudarsono, dalam Marliana (2006), membagi kekerasan dalam dua bentuk. Pertama, kekerasan personal dimana pada tindak kekerasan yang terjadi ditemukan secara jelas ada subyek (pelaku) dan obyek (korban). Bentuk yang kedua adalah kekerasan struktural, pada bentuk ini tidak ditemukan ada pelaku kekerasan secara langsung dan nyata. Kekerasan struktural terjadi akibat adanya struktur di masyarakat yang menekan dan menghambat masyarakat untuk tumbuh kembang secara optimal.
20
Kekerasan juga dapat diartikan sebagai cara untuk mengendalikan dan menekan yang dapat mencakup segi kekuatan emosi, sosial atau ekonomi, pemaksaan atau penekanan, selain agresi fisik. Kekerasan dapat dilakukan secara terbuka dalam bentuk penyerangan fisik atau mengancam seseorang dengan senjata, dan bisa secara tertutup melalui intimidasi, ancaman tuntutan, tipuan, dan bentuk-bentuk lain tekanan psikologis maupun sosial. Penganiayaan merupakan penyalahgunaan kekuasaan untuk si pelaku memperoleh kendali atau keuntungan dari korban, dengan mengganggu secara fisik atau psikologis atau dengan memicu rasa takut melalui gangguan tersebut. Penganiayaan menghambat seseorang untuk mengambil keputusan yang bebas, serta memaksa mereka untuk bertindak melawan kehendaknya sendiri (Monalisa, 2005).
2.1.4.2 Jenis Kekerasan Jack D. Douglas dan Frances Chaput Waksler dalam Santoso (2002) mengatakan bahwa istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) dan tertutup (covert), atau yang bersifat menyerang (offensive) dan bertahan (deffensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu, ada empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi, yaitu: 1.
Kekerasan terbuka. Kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian, pemukulan, pengrusakan, cacian, makian, dan lain sebagainya.
2.
Kekerasan tertutup. Kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan langsung, seperti perilaku mengancam.
3.
Kekerasan agresif. Kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti pemalakan.
4.
Kekerasan defensif. Kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri, seperti tindakan seseorang yang balas memukul apabila ia dipukul. Weber dalam Santoso (2002), mengatakan bahwa perilaku mengancam
jauh lebih menonjol daripada kekerasan terbuka, dan kekerasan defensif jauh lebih menonjol dari kekerasan agresif. Perilaku mengancam mengkomunikasikan pada orang lain suatu maksud untuk menggunakan kekerasan terbuka bila diperlukan.
21
Orang yang melakukan ancaman sesungguhnya tidak bermaksud melakukan kekerasan, sehingga orang hanya mempercayai kebenaran ancaman dan kemampuan pengancam mewujudkan ancamannya. Dengan mengancam, ada sedikit orang yang bisa mengontrol orang lain. Ancaman dianggap sebagai bentuk kekerasan, merupakan unsur penting kekuatan, kemampuan untuk mewujudkan keinginan seseorang sekalipun menghadapi keinginan yang berlawanan. Ancaman menjadi efektif jika seseorang mendemonstrasikan keinginan untuk mewujudkan ancamannya.
2.1.5
Unsur kekerasan dalam Sinetron di Televisi Menurut Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007
tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, pada Bab I mengenai Ketentuan Umum, pasal 1, disebutkan bahwa tayangan yang mengandung muatan kekerasan adalah program yang dalam penyajiannya memunculkan efek suara berupa hujatan, kemarahan yang berlebihan, pertengkaran dengan suara seolah orang membanting atau
memukul
sesuatu,
dan/atau
visualisasi
gambar
yang
nyata-nyata
menampilkan tindakan seperti pemukulan, pengrusakan secara eksplisit dan vulgar. Selanjutnya dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, pada Bab VII mengenai Pelarangan dan Pembatasan Program Adegan Seksual, Kekerasan, dan Sadisme, Bagian Kedua tentang Pelarangan dan Pembatasan Adegan Kekerasan dan Sadisme, pasal 10, dijelaskan bahwa program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi). Menurut
Komisi
Penyiaran
Indonesia
dalam
undang-undangnya
menyebutkan bahwa lembaga penyiaran mendapat berbagai larangan yang terkait dengan unsur kekerasan, yaitu: 22
1.
Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis.
2.
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan. Saat ini, sinetron tidak lagi merupakan akronim dari sinema elektronik.
Melainkan sudah menjadi sebuah genre acara sendiri di layar kaca karena telah dimaknai sebagai program sinetron unggulan karena waktu tayangnya pada prime time dan diandalkan oleh stasiun televisi untuk meraih rating (Pratomo, 2003). Produksi sinetron juga telah menjadi lahan utama bagi stasiun televisi untuk berlomba-lomba menampilkan yang terbaik untuk menjadi populer (Laksitarukmi, 1997). Diskusi-diskusi kecil, konflik kecil akibat rasa cemas tidak bisa mengikuti alur sinetron secara lengkap, parodi lagu-lagu sinetron, munculnya komunitas fans artis sinetron, sampai trend menirukan model pakaian dan potongan rambut para artis sinetron, serta memanfaatkan kepopuleran seorang artis sinetron sepintas hanya peristiwa-peristiwa kecil yang berkembang di masyarakat secara musiman, yang beberapa saat kemudian akan hilang dengan sendirinya. Kenyataan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa ada realitas sosial media yang memiliki daya tarik luar biasa sehingga ada orang rela bertahan selama beberapa jam di depan layar kaca. Pemain sinetron yang sebenarnya tidak lebih dari orang biasa, menjadi orang yang memiliki daya tarik dan menjadi panutan penggemarnya. Di dalam sinetron, bahasa yang sering digunakan adalah Bahasa Indonesia prokem. Menurut pakar bahasa Sugono (2004), sinetron-sinetron yang ditayangkan di televisi dalam beberapa adegannya kurang memperhatikan nilai kepantasan dalam berbahasa, karena banyak menggunakan bahasa Betawi dan prokem yang terkesan kasar, sehingga remaja di seluruh Indonesia berpotensi untuk mengikuti gaya bahasa prokem yang nantinya akan menghilangkan identitas sebagai Bangsa Indonesia. 23
Berdasarkan penelitian Pratomo (2003) adegan-adegan anti-sosial di dalam sinetron seperti penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar lebih sering muncul dibandingkan adegan pro-sosial seperti tolong-menolong, kasih sayang, toleransi, dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini adegan antisosial bukan lagi sekedar “bumbu” untuk menciptakan konflik. Adegan-adegan anti-sosial yang sering ditampilkan dalam sinetron akan mendorong remaja untuk melakukan kekerasan dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap orang lain.
2.1.6
Undang-Undang Penyiaran Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pada
Bab IV Pelaksanaan Siaran, Pasal 36 mengenai isi siaran, yang dikutip Syarief (2007), menjelaskan bahwa: 1.
Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2.
Isi siaran dan jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib sekurang-kurangnya menayangkan 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3.
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4.
Isi siaran wajib dijaga netralisasinya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
5.
Isi siaran dilarang: a. Memfitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong; b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, atau c. Mempertentangkan suku, agama, ras, antar-golongan.
24
6.
Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan, dan/atau merendahkan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Adapun pada Bab VI, Pasal 52 mengenai peran serta masyarakat, antara
lain: 1.
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
2.
Organisasi nirlaba, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan lembaga penyiaran. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang merugikan.
25
2.1.7
Persepsi
2.1.7.1 Pengertian Persepsi Persepsi
adalah
proses
dimana
seseorang
mengumpulkan
dan
menginterpretasikan informasi. Persepsi menjadi media penghubung antara individu dengan lingkungan sekitar individu tersebut. Tanpa adanya persepsi, maka kehidupan bermasyarakat tidak akan terlaksana. Dalam hal ini, persepsi menghasilkan makna dan pengetahuan baru (Zanden, 1984). Persepsi adalah penilaian seseorang terhadap obyek tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasikan
indera
pengamatan.
Sementara
itu,
Rahmat
(2004)
mendefinisikan persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan meyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Walgito (1990), persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap suatu stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2000), persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir, dan menginterpretasi informasi yang dikumpulkan oleh pengertian seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar. Desiderato dalam Rahmat (2004) berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah pemberian makna pada stimuli indrawi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walau demikian, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Veitch dan Arkellin dalam Handoko (2003) menyatakan bahwa persepsi merupakan dasar utama dan fundamental dari proses psikologi dalam kehidupan manusia. Proses persepsi tersebut dimulai sejak manusia lahir dan terus berlangsung serta mempunyai peran penting sepanjang hidup manusia. Persepsi ditandai dengan adanya indera manusia yang menangkap stimuli. Persepsi terhadap lingkungan tidak sekedar proses indera yang menangkap stimuli semata, 26
namun persepsi juga merupakan proses “menamai”, melukiskan, menggambarkan, serta memberikan arti bagi stimuli atau dunia sekitarnya. Kristono sebagaimana dikutip Istyawati (2008), mendefinisikan persepsi sebagai proses aktif baik mengenai stimuli yang mengenai seseorang, juga mencakup pengalaman, motivasi, dan sikap-sikap yang relevan terhadap stimuli tersebut.
Apa
yang
dilakukan
seseorang
tidak
terlepas
dari
caranya
mempersepsikan situasi, mengapresiasikannya, atau apa yang ia ingat mengenai hal yang dihadapinya. Definisi persepsi lainnya dikemukakan oleh Handoko yang dikutip oleh Istyawati (2008), menyatakan bahwa persepsi sebagai interpretasi atau penafsiran seseorang akan makna sesuatu baginya di dalam memahami informasi tentang “dunianya” baik melalui penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penalaran. Menurut Sarwono dalam Oktaviana (2002) persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk mencari informasi adalah indera, sedangkan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Menurut Zanden (1984), dengan persepsi seseorang dapat merasakan dunia di sekitarnya dan memberi arti pada input sensory, yaitu dengan tidak secara langsung memberi tanggapan kepada dunia kejadian, obyek, dan orang. Untuk mengubah stimulus dari luar menjadi sistem dalam diri seseorang, maka stimulus tersebut itu perlu diberi arti. Morgan dalam Oktaviana (2002) berpendapat bahwa persepsi merupakan proses penangkapan kualitas dari stimulus. Artinya bahwa individu mampu mengadakan perbedaan antara stimulasi untuk disusun dalam suatu pengertian tersendiri. Proses ini mengarah kepada proses psikologis, yaitu sebagai perantara dari proses penginderaan dan tingkah laku. Seiler dalam Oktaviana (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang terjadi secara bertahap, yaitu penyeleksian, pengorganisasian, dan penafsiran. Dalam tahap penyeleksian terjadi seleksi perhatian dan seleksi penyimpanan. Seleksi perhatian adalah pemusatan pada rangsangan tertentu, sementara rangsangan yang lain ditutup atau ditekan. Seleksi penyimpanan terjadi saat seseorang memproses, menyimpan, dan memunculkan informasi yang telah ada, kemudian diatur
dan ditafsirkan. Tahap pengorganisasian
berupa
pengumpulan informasi, dimana beberapa rangsangan atau informasi diterima.
27
Menurut Newcomb, et al (1978) ada dua fase dalam proses persepsi, yaitu selektif perseptual dan penguraian kode. Selektif perseptual terjadi karena setiap situasi kompleks (situasi yang berubah-ubah), tidak mungkin dihindari, karena informasi potensial yang dapat disajikan memang sangat luas. Disamping kemampuan manusia memiliki keterbatasan dalam menerima informasi secara tepat. Oleh karena itu, ada sebagian informasi yang mendapat perhatian penuh, sebagian tidak penuh, dan sebagian lagi luput dari perhatian. Penguraian kode adalah suatu usaha untuk dapat menempatkan informasi yang masuk sesuai dengan simpanan informasi masa lalu seseorang, dengan demikian dapat memberi makna kepada informasi tersebut. Keduanya merupakan fenomena yang saling berkaitan. Proses terbentuknya persepsi menurut Veitch dan Arkellin sebagaimana dikutip oleh Handoko (2003), dibedakan menjadi empat tahapan, yaitu detection, recognition, discrimination, dan scaling terhadap stimuli yang diterima dari lingkungan. Proses awal terbentuknya persepsi adalah detection, yaitu mendeteksi stimulus
berupa
perubahan
energi
dalam
lingkungan
seperti
energi
elektromagnetik, mekanik, kimia, atau perubahan suhu lingkungan. Proses deteksi ini merupakan proses mengenali jenis stimuli, tingkat stimuli, intensitas, atau jumlah stimuli yang dapat diterima oleh individu. Tahap berikutnya adalah recognition, atau proses mengetahui. Setelah mempu mendeteksi obyek atau stimuli dari lingkungannya, maka proses selanjutnya adalah individu harus mengetahui stimulus atau obyek apa yang dideteksi tersebut. Tahap ketiga adalah discrimination, dimana individu melakukan proses diskriminasi terhadap stimuli. Individu harus mampu mendiskriminasikan atau membedakan antara stimulus yang satu dengan stimulus yang lain. Tahap keempat adalah scaling atau kemampuan mengukur dari individu terhadap stimuli di lingkungannya, merupakan proses dimana individu mampu mengukur seberapa besar stimuli yang dapat diterima oleh individu tersebut. Berdasarkan berbagai teori dan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pandangan atau penilaian
28
seseorang tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dari menyimpulkan informasi melalui stimuli inderawi dan penafsiran pesan.
2.1.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Kayam dalam Okturna (2004), persepsi ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri individu (faktor internal) dan faktor dari luar diri individu (faktor eksternal). Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, pengalaman masa lalu, dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh masyarakat, pengaruh media, dan lain sebagainya. Krech
dan
Crutchfield
seperti
dikutip
oleh
Rahmat
(2004),
mengemukakan dua faktor yang menentukan persepsi, yaitu: (1) Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimuli tersebut; (2) Faktor Struktural, berasal semata-mata dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Andersen dalam Rahmat (2004) mengemukakan bahwa sesuatu yang diperhatikan pemirsa akan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan faktor personal sebagai determinan internal. Empat stimuli yang mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain adalah gerakan, intensitas, kebaruan, dan perulangan. Uraian ringkas dari sifat stimuli adalah sebagai berikut: 1.
Gerakan; manusia tertarik pada obyek-obyek yang bergerak.
2.
Intensitas; manusia akan memperlihatkan stimuli yang lebih menonjol dibanding stimuli yang lain. Dengan demikian, menguatkan pemahaman pemirsa terhadap isi pesan dalam tayangan dan sekaligus memperkuat perhatiannya tentang sesuatu hal.
3.
Kebaruan (novelty); manusia akan tertarik perhatiannya pada hal-hal yang baru, yang luar biasa, dan yang berbeda dari sebelumnya, tidak hanya pada isi
29
pesan tetapi juga dari metode atau cara penyampaian tokoh atau sumber pesan dalam tayangan. 4.
Perulangan; hal-hal yang disajikan berkali-kali disertai dengan sedikit variasi atau hal yang sudah dikenal sebelumnya, berpadu dengan unsur yang baru, termasuk unsur sugesti (mempengaruhi bawah sadar pemirsa), akan dapat menarik perhatian terhadap acara yang sedang ditayangkan di televisi. Menurut Rahmat (2004) faktor internal penaruh perhatian adalah
menjelaskan kemampuan indera manusia untuk menunjukkan perhatian yang selektif (selective attention), yang bisa lolos dari perhatian orang lain. Faktor tersebut terkait dengan faktor biologis, meliputi kebutuhan terpenting seseorang dalam memenuhi pencapaian tujuan atau keinginanyang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikannya.
2.1.8
Remaja
2.1.8.1 Pengertian Remaja Menurut Hurlock (1996) masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Namun, penelitian tentang perubahan perilaku, sikap, dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada masa awal remaja daripada tahap akhir remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap, dan nilai-nilai pada awal remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Oleh karena itu, secara umum masa remaja dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal dan akhir masa remaja. Secara umum, yang dimaksud masa remaja adalah saat anak mulai matang secara seksual dan berakhir pada saat tercapainya kedewasaan pertumbuhan fisik, serta kesanggupan bertingkah laku yang dikuasai rasio dan pengendalian emosi. Dengan tercapainya kematangan fisik yang berkaitan dengan kematangan alat genetika bagian dalam, maka berakhirlah masa pubertas, disaat seseorang mulai menginjak masa remaja. Menurut Garrison seperti dikutip Mappiare (1982) setidaknya diketahui ada tujuh kebutuhan khas remaja, yaitu: (1) Kebutuhan akan kasih sayang; (2)
30
Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima di kelompok; (3) Kebutuhan untuk berdiri sendiri; (4) Kebutuhan untuk berprestasi; (5) Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain; (6) Kebutuhan untuk dihargai; dan (7) Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh. Tidak terpenuhinya kebutuhan bagi remaja dapat menimbulkan kekecewaan atau bahkan frustasi, yang pada akhirnya dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan remaja itu sendiri (Ali dan Ansori, 2005). Masa remaja sering disebut sebagai usia yang menimbulkan ketakutan dan masa yang tidak realistik. Ketakutan remaja disebabkan oleh adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja merupakan anak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, dan tidak bertanggung jawab. Stereotip tersebut mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Masa remaja juga dikenal sebagai masa yang tidak realistik, karena remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri. Mereka melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan, dan bukan sebagaimana adanya (Hurlock, 1996). Menurut Lubis dalam Budhiarty (2004), remaja sebagai individu dalam masa transisi memiliki beragam tujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan kepentingan mereka, antara lain untuk mendapatkan informasi yang sedang menjadi perbincangan, mendapatkan hiburan apabila sedang bosan, mencari jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapi, dan mungkin juga sekedar untuk mengisi waktu luang. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah dengan menonton televisi. Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat, baik dalam perubahan fisik maupun perubahan sikap dan perilakunya. Menurut Hurlock (1996) ada lima perubahan yang bersifat universal selama masa remaja, yaitu: 1.
Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, perubahan emosi ini pada umumnya lebih banyak terjadi pada awal masa remaja. Meningginya emosi terutama karena individu berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru,
31
dimana pada masa sebelumnya mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. 2.
Perubahan tubuh yang menimbulkan masalah baru, karena sebagian besar remaja merasa tidak puas dengan perubahan fisik yang terjadi pada diri mereka. Hal tersebut menimbulkan keprihatinan karena adanya kesadaran pada remaja bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial, sebab mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik.
3.
Perubahan minat dan peran yang diharapkan kelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru, sehingga selama ini masa remaja akan tetap merasa ditimbuni masalah hingga mampu menyelesaikannya menurut kepuasannya sendiri.
4.
Perubahan minat dan perilaku menyebabkan nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa anak-anak, sekarang tidak penting lagi. Jika pada masa anak-anak kuantitas yang dibutuhkan, sekarang segi kualitas yang diutamakan.
5.
Sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab terhadap akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. Seiring dengan semakin mendekati usia kematangan yang sah, para
remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak sebagai orang dewasa ternyata belumlah cukup, sehingga remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, dan terlibat dalam seks, hal tersebut terjadi karena remaja menganggap bahwa perilaku ini memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1996). Masa remaja merupakan periode yang penting dalam kehidupan. Masa ini dikenal sebagai periode peralihan, periode perubahan, usia bermasalah, masa dimana individu mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang masa dewasa (Hurlock, 1996). Berdasarkan berbagai
32
teori dan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa yang mengalami banyak perubahan dan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi baru, hal ini menyebabkan kondisi emosi remaja menjadi tidak stabil dan berubah-ubah.
2.1.8.2 Periode pada Usia Remaja Hurlock (1996) menyatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kirakira dari usia 13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun sampai 18 tahun. Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Kanopka yang dikutip oleh Yusuf (2000) membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja madya (usia 15 hingga 18 tahun), remaja akhir (usia 19 hingga 22 tahun). Menurut Lutfiyah (2007), masa remaja dibagi ke dalam dua periode, yaitu: 1.
Periode Masa Puber Usia 12-18 tahun a. Masa Pra Pubertas, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Pada masa ini anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi, dan anak mulai bersikap kritis. b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun, yaitu merupakan masa remaja awal. Pada masa ini anak-anak mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya, memperhatikan
penampilan,
sikapnya
tidak
menentu,
dan
suka
berkelompok dengan teman sebaya. c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun, yaitu merupakan masa peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Pada masa ini pertumbuhan fisik remaja sudah mulai matang, tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya. Selain itu, proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal daripada remaja putra. 2.
Periode Remaja Adolesen 19-21 tahun, merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah: a. Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis. b. Mulai menyadari akan realitas. 33
c. Sikapnya mulai jelas tentang hidup. d. Mulai nampak bakat dan minatnya.
2.2
Kerangka Pemikiran Persepsi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu karakteristik
individu (sebagai faktor internal) dan faktor eksternal. Karakteristik individu tersebut berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri individu. Karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari pengaruh orang tua, pengaruh teman/sahabat, pengaruh guru, dan pengaruh media. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, dan menjadikan televisi sebagai media utama untuk mendapatkan berbagai informasi. Hal ini disebabkan karena media televisi mampu menyajikan berbagai macam ragam informasi lebih cepat (up to date) dan menarik dibandingkan media lainnya. Masalah utama yang timbul akibat keberadaan media televisi ini ialah media tersebut tidak hanya menyiarkan hal-hal yang sebenarnya positif, tetapi justru banyak unsur negatif yang terkandung di dalamnya, salah satunya ialah unsur kekerasan yang banyak terdapat di dalam tayangan-tayangan televisi tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya dapat berakibat buruk pada perkembangan perilaku pemirsanya, khususnya remaja, setelah menyaksikan tayangan-tayangan di televisi. Sebagian besar masyarakat sudah mengerti bahaya dari unsur kekerasan yang terdapat dalam tayangan-tayangan televisi, tetapi mereka masih tetap saja menonton tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan tersebut. Peubah terpengaruh (dependent variable) yang diteliti adalah persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi, yang meliputi: (1) Isi Cerita; (2) Perilaku Pemeran; (3) Bahasa Pemeran. Adapun peubah pengaruh (independent variable) yang diteliti adalah karakteristik individu (sebagai faktor internal) dan faktor eksternal persepsi. Karakteristik individu meliputi: (1) Jenis
34
Kelamin; (2) Usia; (3) Tingkat Pendidikan; (4) Kepemilikan Televisi; (5) Frekuensi Menonton; (6) Durasi Menonton; dan (7) Pengalaman Masa Lalu. Faktor eksternal meliputi: (1) Pengaruh Orang Tua; (2) Pengaruh Teman/sahabat; (3) Pengaruh Guru; dan (4) Pengaruh Media. Faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi, yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat Gambar 1.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
1. Jenis Kelamin 2. Usia 3. Tingkat Pendidikan 4. Kepemilikan Televisi 5. Frekuensi Menonton 6. Durasi Menonton 7. Pengalaman Masa Lalu
1. Pengaruh Orang Tua 2. Pengaruh Teman/Sahabat 3. Pengaruh Guru 4. Pengaruh Media
Persepsi terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi 1. Isi Cerita 2. Perilaku Pemeran 3. Bahasa Pemeran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan di Televisi
Keterangan: : Mempengaruhi.
35
2.3
Definisi Operasional Berdasarkan permasalahan penelitian, maka perlu pengertian lebih lanjut
mengenai variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu: 1.
Faktor internal adalah faktor dari dalam diri responden yang mempengaruhi mereka dalam proses pembentukan persepsi, adapun faktor internal yang diteliti terdiri dari: a. Jenis Kelamin, adalah pembedaan secara biologis responden, yang dikategorikan menjadi: 1) Laki-laki, dan 2) Perempuan. b. Usia, adalah lama hidup seseorang sejak lahir hingga sekarang yang diukur dalam satuan waktu. Menurut Hurlock (1996) usia terbagi menjadi enam, yaitu: a) Masa kanak-kanak (2-11 tahun) b) Masa remaja awal (12-17 tahun) c) Masa remaja akhir (17-22 tahun) d) Masa dewasa (23-40 tahun) e) Masa setengah baya (41-60 tahun) f) Masa tua (61 tahun sampai meninggal) Responden dalam penelitian ini ialah remaja, maka batasan usia yang akan diteliti berkisar antara 12-22 tahun. c. Tingkat Pendidikan, tingkat pendidikan responden pada saat dilakukan penelitian ini. Tingkat pendidikan dilihat dari empat kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Tidak pernah sekolah (2) SLTP/sederajat (3) SMA/sederajat (4) Perguruan Tinggi
36
d. Kepemilikan televisi, adalah keadaan responden apakah ia memiliki televisi atau tidak di tempat tinggalnya. Kepemilikan televisi dilihat dari dua kategori, dengan skor sebagai berikut: (0) Tidak (1) Ya e. Frekuensi menonton televisi, ialah seberapa sering responden menonton televisi. Frekuensi menonton televisi dilihat dari lima kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Setiap Hari (2) 1-3 hari sekali (3) 3-5 hari sekali (4) 5-6 hari sekali (5) Seminggu sekali f. Durasi menonton televisi, ialah seberapa banyak waktu yang dibutuhkan responden untuk menonton televisi. Durasi menonton televisi dilihat dari lima kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) > 4 jam (2) 3-4 jam (3) 2-3 jam (4) 1-2 jam (5) < 1 jam g. Pengalaman masa lalu, adalah pengalaman responden tentang kejadiankejadian yang pernah dialaminya, dalam hal ini berarti pengalaman seseorang tentang kekerasan yang pernah dialami. Penilaian terhadap pengalaman masa lalu dilihat dari jawaban responden, apakah ia pernah mengalami kejadian yang terkait dengan kekerasan terhadap dirinya. 2.
Faktor eksternal adalah faktor yag berasal dari luar diri responden yang mempengaruhi mereka dalam proses pembentukan persepsi. Adapun faktor eksternal yang akan diteliti terbagi menjadi:
37
a. Pengaruh Orang Tua, ialah segala sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan oleh orang tua, yang mempengaruhi responden dalam membentuk persepsi. Semakin baik pengaruh orang tua, baik dalam sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron televisi akan semakin buruk. Pengaruh orang tua terhadap persepsi remaja dilihat dari dua kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju b. Pengaruh Teman/sahabat, ialah segala sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan oleh teman/sahabat responden tersebut, yang mempengaruhi responden
dalam
membentuk
persepsi.
Semakin
baik
pengaruh
teman/sahabat, baik dalam sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron televisi akan semakin buruk. Pengaruh teman/sahabat terhadap persepsi remaja dilihat dari dua kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju c. Pengaruh Guru, ialah segala sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan oleh guru dari responden tersebut, yang mempengaruhi responden dalam membentuk persepsi. Semakin baik pengaruh guru, baik dalam sikap, perilaku, dan bahasa yang digunakan, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron televisi akan semakin buruk. Pengaruh guru terhadap persepsi remaja dilihat dari dua kategori, dengan skor sebagai berikut: 38
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju d. Pengaruh Media, ialah segala bentuk informasi, baik yang berasal dari media cetak maupun media elektronik, yang mempengaruhi responden dalam membentuk persepsi. Semakin baik pengaruh media, baik dalam media cetak maupun media elektronik dalam bentuk informasi, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron televisi akan semakin buruk. Pengaruh media terhadap persepsi remaja dilihat dari dua kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju 3.
Persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi ialah pendapat remaja tentang unsur kekerasan yang terkandung dalam sinetronsinetron yang ditayangkan di televisi. Adapun persepsi yang akan dinilai tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu: a. Isi cerita. Isi cerita sinetron dikatakan mengandung unsur kekerasan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi). Persepsi remaja terhadap isi cerita dilihat dari lima kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju
39
(2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju b. Perilaku pemeran. Perilaku pemeran dikatakan mengandung unsur kekerasan apabila pemeran dalam sinetron tersebut banyak melakukan tindakan-tindakan yang terkait tindak kekerasan, seperti perkelahian, pemukulan, dan penganiayaan. Persepsi remaja terhadap isi cerita dilihat dari lima kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju c. Bahasa pemeran. Bahasa pemeran dikatakan mengandung unsur kekerasan apabila pemeran menggunakan bahasa kasar yang disertai dengan hujatan dan makian. Persepsi remaja terhadap isi cerita dilihat dari lima kategori, dengan skor sebagai berikut: (1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Netral (4) Setuju (5) Sangat Setuju
40
2.4
Hipotesis Hipotesis digunakan untuk lebih mengarahkan pelaksanaan penelitian ini.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1.
Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
2.
Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
3.
Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
4.
Diduga terdapat hubungan nyata antara kepemilikan televisi dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
5.
Diduga terdapat hubungan nyata antara frekuensi menonton televisi dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
6.
Diduga terdapat hubungan nyata antara durasi menonton televisi dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
7.
Diduga terdapat hubungan nyata antara pengalaman masa lalu dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
8.
Diduga terdapat hubungan nyata antara pengaruh orang tua dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
9.
Diduga terdapat hubungan nyata antara pengaruh teman/sahabat dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
10. Diduga terdapat hubungan nyata antara pengaruh guru dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. 11. Diduga terdapat hubungan nyata antara pengaruh media dengan persepsi terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi.
41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian Penelitian merupakan jenis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang memaparkan berbagai variabel yang ingin dilihat dengan melakukan pengukuran terhadap variabel tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Data kuantitatif didapat dengan metode survei yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, tepatnya di Komplek Perumahan
Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), hal ini berdasarkan pertimbangan: (1) Peneliti ingin membandingkan hasil yang didapat dengan hasil penelitian yang lebih dulu telah dilakukan oleh peneliti lain; (2) Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi; dan (3) Remaja di wilayah tersebut memiliki televisi di tempat tinggal mereka masingmasing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010.
3.3.
Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini adalah remaja anggota Karang Taruna
“ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, hal ini dilakukan dengan berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah tersebut sudah dapat mempresentasikan keadaan remaja pada umumnya dan merupakan ukuran yang dapat diterima dan memenuhi syarat dari suatu metode penelitian (minimal 30 orang) jenis deskriptif korelasional (Gay dalam Hassan, 2002).
42
Responden dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu sampel (responden) dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya (Istijanto, 2006). Responden diambil dari kelompok remaja Karang Taruna “ANTASARI”, yang berada di Komplek Perumahan Taman Cimanggu tersebut. Kelompok remaja Karang Taruna “ANTASARI” dipilih secara sengaja, dan remaja yang termasuk ke dalam Karang Taruna tersebut akan diteliti semuanya. Penentuan responden tersebut dilakukan pada remaja yang memiliki televisi di tempat tinggalnya masing-masing. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap unsur kekerasan yang terdapat dalam tayangan di televisi, khususnya sinetron.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kuantitatif
yang didukung oleh data-data kualitatif. Penelitian kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995). Kuesioner yang digunakan berisi beberapa butir pertanyaan mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi remaja, serta persepsi remaja Karang Taruna “ANTASARI” terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Pertanyaan yang diajukan mengenai persepsi diantaranya terkait dengan isi cerita sinetron tersebut, perilaku pemeran dalam sinetron, bahasa yang digunakan pemeran dalam sinetron, dan pendapat responden tentang unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk menjawab masalah risetnya (Istijanto, 2006). Data primer diperoleh dari responden melalui pengisian kuesioner dan hasil wawancara. Kuesioner dan wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik responden, faktor internal yang mempengaruhi persepsi remaja, dan faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi remaja. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait topik penelitian. Data sekunder pada 43
penelitian ini berasal dari studi literatur berupa tulisan laporan, pedoman, peraturan, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan persepsi remaja.
3.5.
Teknik Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara manual dan dengan bantuan komputer,
terdiri atas tiga kegiatan yaitu: penyuntingan (editing), dengan memeriksa kembali setiap lembar kuesioner untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan telah diisi dengan baik oleh setiap responden, kemudian pengkodean (coding), yaitu melakukan pengkodean pada setiap jawaban dalam kuesioner, dan tabulasi (tabulating), yaitu dengan memasukkan data yang telah dikoding ke dalam bentuk tabel-tabel manual dan kemudian diolah dengan menggunakan software komputer SPSS 11.0 untuk Windows. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji statistik Chi-Square. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal ordinal dilakukan uji korelasi Rank Spearman. Uji statistik Chi-Square dan Rank Spearman diperoleh dengan bantuan SPSS 11.0. Adapun rumus koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut: ρ atau rs = 1 –
6 ∑ di2 n (n2 – 1)
Keterangan : ρ atau rs = Koefisien korelasi spearman rank di = determinan n
= Jumlah data/sampel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yang merupakan skala yang memiliki urutan/jarak yang sama antar kriteria atau titik-titik terdekatnya (Istijanto, 2006). Penelitian ini melakukan pembobotan pada indikator-indikator persepsi remaja dengan skala interval yang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
44
Tabel 1. Skala Interval dan Bobot Nilai Jawaban Responden Alternatif Jawaban
Bobot Nilai
Sangat Setuju
5
Setuju
4
Netral
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak Setuju
1
45
BAB IV DESKRIPSI UMUM
4.1
Deskripsi Karang Taruna ANTASARI Karang Taruna ANTASARI terbentuk pada tanggal 5 Agustus 2005.
Nama “ANTASARI” itu sendiri berasal dari singkatan Anyelir, Taman Cimanggu Tengah, dan Puspa Sari. Nama tersebut diambil berdasarkan nama jalan yang berada dalam lingkungan komplek perumahan Taman Cimanggu. Organisasi ini beranggotakan remaja yang tempat tinggalnya saling berdekatan antara satu dengan yang lainnya. Karang Taruna ini berada di bawah binaan dari Ketua RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor. Sejak pertama kali dibentuk, organisasi ini telah mengalami empat kali regenerasi kepengurusan, dimana setiap regenerasi tersebut diadakan perubahan pada struktur organisasinya. Adapun kegiatan yang selalu rutin dilakukan oleh organisasi ini ialah Pengajian Remaja setiap bulan, rapat bulanan, bakti sosial setiap enam bulan sekali, dan masih banyak kegiatan lainnya khususnya pada saat perayaan HUT RI setiap tahunnya.
4.2
Visi dan Misi Karang Taruna ANTASARI Karang Taruna ANTASARI memiliki sebuah visi, yaitu “Mewujudkan
Generasi Pemuda yang Mandiri, Tangguh, Berakhlak Mulia, dan Berkualitas”. Adapun beberapa misi yang dimiliki oleh Karang Taruna ANTASARI antara lain: 1.
Menumbuhkembangkan prakarsa Karang Taruna dalam pembangunan kesejahteraan sosial, khususnya di lingkungan RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor.
2.
Meningkatkan tanggung jawab sosial Karang Taruna dalam pembangunan kesejahteraan sosial, khususnya di lingkungan RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor.
3.
Mengembangkan sistem jaringan dan kemitraan dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial, khususnya di lingkungan RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor. 46
4.3
Keanggotaan Karang Taruna ANTASARI Keanggotaan Karang Taruna ANTASARI menganut sistem stelsel pasif,
yang berarti seluruh generasi muda dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia 11 tahun sampai 30 tahun, selanjutnya disebut sebagai warga Karang Taruna. Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai pengurus yaitu: 1.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Berumur 17 tahun sampai 30 tahun.
4.
Dapat membaca dan menulis.
5.
Mau berperan aktif dalam setiap kegiatan Karang Taruna.
6.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di bidang kesejahteraan sosial.
7.
Sebagai warga penduduk dan bertempat tinggal tetap di lingkungan RT 04/IX Taman Cimanggu Bogor.
47
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 40 orang, maka peneliti mendeskripsikan responden ke dalam lima karakteristik, antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, frekuensi menonton televisi, dan durasi menonton televisi.
5.1.
Usia Usia dapat dihitung sejak awal kelahiran hingga batas kehidupan atau
kematian. Usia seseorang dapat pula dikategorikan sebagai masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua (manula). Responden dalam penelitian ini berusia rata-rata 19 tahun dengan kisaran 12-23 tahun, sesuai batasan penelitian ini yang meneliti remaja sebagai objek.
5.2.
Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi: laki-laki berjumlah 24
orang, dan perempuan berjumlah 16 orang. Perbandingan tersebut tidak terlalu signifikan karena jumlah penduduk laki-laki di lokasi penelitian lebih banyak daripada penduduk perempuan. Dari hasil penelitian, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki (60%) seperti pada Gambar 2, namun tidak begitu banyak jumlah perbedaannya dibandingkan responden perempuan (40%). Ini dikarenakan jumlah penduduk laki-laki di lokasi penelitian cenderung lebih banyak dibandingkan perempuan.
40% 60%
Laki-laki Perempuan
Gambar 2. Persentase Jenis Kelamin Responden
48
5.3.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berkisar antara SMP-Perguruan Tinggi,
dengan perbandingan: responden yang berada di tingkat pendidikan Perguruan Tinggi berjumlah 22 orang, SMA sebanyak 13 orang, SMP sebanyak empat orang, dan tidak bersekolah berjumlah satu orang. Adapun persentase terbesar berada di Perguruan Tinggi (55%), kemudian diikuti oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA (33%), lalu SMP (10%), dan tidak bersekolah (2%). Persentase hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. 2% 10% 33%
55%
Tidak sekolah SMP SMA PT
Gambar 3. Persentase Tingkat Pendidikan Responden
5.4.
Frekuensi Menonton Televisi Frekuensi menonton televisi yang dilakukan responden hampir tiap hari
(70%), lalu diikuti dengan 1-3 hari sekali (20%), 3-5 hari sekali (8%), dan seminggu sekali (2%). Umumnya untuk warga perkotaan, tayangan televisi wajib di tonton setiap hari. Mereka menonton beragam tayangan baik berita, kuis, reality show ataupun sinetron. Persentase hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. 2%
8% seminggu sekali
20% 70%
3-5 hari sekali 1-3 hari sekali setiap hari
Gambar 4. Persentase Frekuensi Responden dalam Menonton Televisi
49
5.5.
Durasi Menonton Televisi Durasi menonton televisi yang dilakukan responden beragam, durasi
yang terbanyak adalah lebih dari 4 jam (30%), lalu diikuti 2-3 jam (25%), kemudian 3-4 jam (23%), 1-2 jam (17%), dan kurang dari 1 jam (5%). Persentase hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. 5% 30% 23%
< 1 jam 17% 25%
1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam > 4 jam
Gambar 5. Persentase Durasi Responden dalam Menonton Televisi
50
BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI
6.1.
Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Remaja yang menjadi responden dalam penelitian sebagian besar merasa
kurang senang dengan tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan (65%). Tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang tidak mendidik (80%). Terutama sinetron yang menurut responden paling banyak mengandung unsur kekerasan (35%), seperti adegan perkelahian (50%), penyiksaan (63,5%), dan ancaman terhadap orang yang tidak disukai (50%). Pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar (55%), sering menggunakan bahasa kasar ketika marah (37,5%). Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron sangat berlebihan (62,5%), ditambah dengan cacian dan makian dalam percakapan (52,5%). Pratomo (2003) dalam penelitian menyebutkan adegan-adegan antisosial di dalam sinetron seperti penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar lebih sering muncul dibandingkan adegan pro-sosial seperti tolong-menolong, kasih sayang, toleransi, dan lain-lain. Adegan-adegan anti-sosial yang sering ditampilkan dalam sinetron akan mendorong remaja melakukan kekerasan dan mengucapkan kata-kata kasar terhadap orang lain. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang responden: “Sinetron yang ditayangin di televisi sama sekali gak ngedidik. Banyak yang ngandung unsur-unsur kekerasan, contohnya banyak yang sering ngelakuin penyiksaan-penyiksaan. Ada yang dipukul, ada yang kadang disiram air panas, ada yang dikeroyok sampe berdarahdarah, kesannya sadis dan menderita banget itu si korbannya. Terus udah gitu banyak yang maki-maki pake kata “anjing”, “bangsat”, macem-macem deh modelnya.” (IT, 19 tahun).
51
Cerita yang terkandung dalam sinetron tidak bagus dan tidak mendidik (55%), dengan jalan cerita yang berbelit-belit (67,5%), dan tidak dimengerti (37,5%). Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan cenderung tidak disensor (55%). Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya (55%) ditambah efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya (33,5%). Seperti yang dikatakan salah satu responden: “Berantem-berantem di sinetron pada gak disensor, kalo mukul kaya yang mukul beneran, terus udah gitu darah yang muncratnya juga keliatan jelas banget, walopun sebenernya itu darah boongan. Tapi tetep aja di tiap sinetron pasti ada pukul-pukulan ato nggak kekerasan-kekerasan gitu.” (IA, 23 tahun). Tabel 3. Persentase Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Persentase (%) No
Persepsi
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
1.
Saya senang menonton sinetron di televisi.
27.5
25.0
25.0
17.5
5.0
2.
Saya senang menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan.
20.0
45.0
25.0
10.0
0.0
3.
Saya lebih suka menonton tayangan televisi yang mengandung banyak adegan kekerasan.
25.0
35.0
27.5
10.0
2.5
4.
Sinetron yang ditayangkan di televisi banyak mengandung unsur kekerasan.
2.5
12.5
50.0
25.0
10.0
5.
Pemeran dalam sinetron sering melakukan suatu ancaman untuk mewujudkan keinginannya.
2.5
15.0
32.5
35.0
15.0
6.
Banyak terdapat adegan perkelahian di dalam sinetron.
0.0
17.5
32.5
42.5
7.5
7.
Pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
2.5
12.5
30.0
45.0
10.0
Pemeran dalam sinetron seringkali melakukan penyiksaan terhadap orang yang tidak disukainya.
5.0
12.5
20.0
45.0
17.5
8.
52
9.
Tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang mendidik.
50.0
30.0
12.5
5.0
2.5
10.
Jalan cerita yang ditampilkan dalam sinetron terkesan berbelit-belit.
2.5
7.5
22.5
37.5
30.0
11.
Cerita yang terkandung dalam sinetron bagus dan mendidik.
22.5
32.5
37.5
7.5
0.0
12.
Cerita yang terkandung dalam sinetron mudah dimengerti.
10.0
27.5
37.5
17.5
7.5
13.
Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan tidak disensor.
5.0
17.5
22.5
40.0
15.0
Pemeran dalam sinetron seringkali berniat untuk mencelakai dan membunuh orang yang tidak disukainya.
10.0
12.5
17.5
45.0
15.0
Bahasa yang digunakan pemeran dalam sinetron tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, patut ditiru.
35.0
35.0
17.5
7.5
5.0
Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya.
5.0
17.5
22.5
35.0
20.0
16.
Cacian dan makian biasa timbul dalam percakapan antar pemeran di dalam sinetron.
2.5
22.5
22.5
40.0
12.5
17.
Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron berlebihan.
0.0
15.0
22.5
32.5
30.0
18.
Pemeran dalam sinetron sering menggunakan bahasa kasar apabila sedang marah.
5.0
17.5
40.0
27.5
10.0
Efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya.
2.5
17.5
47.5
25.0
7.5
20.
Judul sinetron tidak mencerminkan isi yang terkandung dalam cerita.
0.0
12.5
40.0
35.0
12.5
21.
Saya senang menonton sinetron di televisi.
27.5
25.0
25.0
17.5
5.0
14.
15.
15.
19.
Kuswandi (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa paket tayangan sinetron banyak diminati karena menyangkut tiga hal, yaitu: isi pesannya sesuai dengan realita sosial pemirsa, mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Sinetron terutama yang kejar tayang biasanya sengaja membuat cerita yang berbelit-belit, sesuatu yang kurang penting terus ditonjolkan dalam tayangan, sesuatu yang kurang masuk akal dipaksa ada dalam cerita, sehingga isi 53
yang dikandungnya tidak berbobot. Sinetron biasanya menyorot kehidupan kalangan atas dengan jutaan derita, masalah, kebodohan, dan tangis padahal masyarakat kita tidak seperti demikian. Hal ini didukung dengan pernyataan seorang responden: “Sinetron yang ditayangin di TV sekarang mah gak ada yang bener, ceritanya gak jelas, episodenya gak abis-abis, terus udah gitu kalo berantem suka lebay. Gak asik banget deh pokoknya buat ditonton...” (DB, 20 tahun). Kekuatan sinetron memang sering menciptakan imitasi di kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga dewasa, termasuk remaja. Perilaku para pemeran sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu dan remaja putri. Mereka mengubah model rambut dan dandanannya seperti pemain sinetron. Mereka berusaha mengubah gaya hidupnya seperti kehidupan yang diceritakan dalam suatu sinetron.
6.2.
Pengaruh Orang Tua Responden lebih banyak berharap orang tua ikut mendampingi saat
menonton televisi (30%), dan ikut melarang untuk menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan (47,5%). Orang tua jangan terlalu ketat mengawasi mereka dengan peraturan-peraturan seperti membuat jadwal untuk menonton televisi (62,5%), berikan kelonggaran bagi para remaja. Orang tua memberi pengertian tentang tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi (72,5%), terutama sinetron (35%). Orang tua sebaiknya lebih mengutamakan tayangan-tayangan lain daripada sinetron (75%), dan memberikan contoh kepada anak remaja untuk tidak sering menonton sinetron (52,5%). Tabel 4. Persentase Pengaruh Orang Tua terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Persentase (%) No
Pengaruh orang tua
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
1.
Orang tua saya mendampingi saya saat
5.0
15.0
50.0
25.0
5.0
54
menonton televisi. 2.
Orang tua saya melarang saya untuk menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
0.0
15.0
37.5
37.5
10.0
3.
Orang tua saya membuat jadwal untuk menonton televisi.
30.0
32.5
22.5
10.0
5.0
4.
Orang tua saya memberi pengertian tentang tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi.
2.5
7.5
17.5
55.0
17.5
Orang tua saya tidak memberi pengertian tentang segala hal yang terdapat dalam sinetron.
12.5
22.5
42.5
17.5
5.0
6.
Saya menonton sinetron karena orang tua saya di rumah juga menonton sinetron.
20.0
32.5
30.0
12.5
5.0
7.
Saya ikut menonton sinetron setelah mengetahui orang tua saya sering membicarakan hal-hal yang terdapat dalam sinetron.
22.5
50.0
17.5
7.5
2.5
Orang tua saya selalu lebih mengutamakan sinetron daripada tayangan-tayangan lain pada saat menonton televisi.
35.0
40.0
12.5
7.5
5.0
5.
8.
6.3.
Pengaruh Teman atau Sahabat Teman dan sahabat bagi responden tidak begitu mempengaruhi dalam
segala hal baik perilaku maupun kebiasaan (45%). Responden tidak bersama teman-temannya dalam menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan (62,5%). Kekerasan jarang ditemui dalam lingkungan pergaulan responden (87,5%). Hanya sedikit teman-teman yang suka menonton sinetron (17,5%). Respoden menonton sinetron bukan karena mengetahui bahwa temannya menonton sinetron (72,5%) dan teman-temannya tidak akan mengejek apabaila responden menonton sinetron (55%). Tabel 5. Persentase Pengaruh Teman terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Persentase (%) No
Pengaruh teman
1.
Teman dan sahabat mempengaruhi saya dalam segala hal.
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
20.0
25.0
30.0
17.5
7.5
55
2.
Saya menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan bersama teman-teman.
20.0
42.5
30.0
7.5
0.0
3.
Saya menonton teman-teman.
37.5
20.0
32.5
7.5
2.5
4.
Kekerasan merupakan hal yang wajar di lingkungan pergaulan saya.
60.0
27.5
5.0
7.5
0.0
5.
Teman-teman saya suka menonton sinetron.
10.0
30.0
42.5
15.0
2.5
6.
Saya menonton sinetron setelah mengetahui bahwa teman saya menonton sinetron.
25.0
47.5
20.0
5.0
2.5
Teman-teman mengejek saya apabila saya menonton sinetron.
22.5
32.5
27.5
12.5
5.0
7.
6.4.
sinetron
bersama
Pengaruh Guru atau Dosen Sebagian besar responden setuju guru/dosen di sekolah/kampus memberi
pengertian tentang tayangan di televisi (60%), setuju guru memberi pengertian tentang unsur kekerasan di televisi (65%), dan setuju guru/dosen di sekolah/kampus melarang muridnya menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan (45%). Responden tidak setuju jika antar guru/dosen di sekolah/kampus sering mendiskusikan tentang sinetron (57,5%). Tidak ada mata kuliah/pelajaran yang membahas tayangan televisi secara mendalam (60%).
Tabel 6. Persentase Pengaruh Guru terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
Guru/dosen di sekolah/kampus saya memberi pengertian tentang tayangan di televisi.
5.0
12.5
22.5
42.5
17.5
Guru/dosen di sekolah/kampus saya tidak memberi pengertian tentang unsur kekerasan di televisi.
15.0
50.0
27.5
7.5
0.0
Guru/dosen di sekolah/kampus saya melarang saya menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
2.5
22.5
30.0
35.0
10.0
Antar guru/dosen di sekolah/kampus
27.5
30.0
40.0
2.5
0.0
No
Pengaruh guru
1.
2.
3.
4.
56
saya sering mendiskusikan tentang sinetron. 5.
6.
7.
6.5.
Pengetahuan para guru/dosen di sekolah/kampus saya mengenai unsur kekerasan dapat dikatakan kurang.
17.5
27.5
45.0
10.0
0.0
Tidak ada mata kuliah/pelajaran yang membahas tayangan televisi secara mendalam.
10.0
15.0
15.0
50.0
10.0
Sikap guru/dosen di sekolah/kampus saya mengikuti yang dilakukan oleh pemeran di dalam sinetron.
35.0
35.0
25.0
5.0
0.0
Pengaruh Media Hanya sedikit responden yang mencari tahu segala hal yang berhubungan
dengan kekerasan (12,5%) dan melihat iklan jam tayang sinetron di media cetak (30%). Sebagian kecil responden tertarik untuk menonton sinetron setelah menyaksikan iklannya (20%). Responden yang mengetahui berbagai macam jenis sinetron dari tayangan televisi hanya 35%, sedangkan yang mengetahui dari koran, tabloid, dan media sejenisnya hanya 27,5 %. Sebagian kecil responden berharap sinopsis tentang sinetron yang ditayangkan sering dibahas di media cetak maupun elektronik (27,5%).
Tabel 7. Persentase Pengaruh Media terhadap Persepsi Remaja tentang Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Persentase (%) Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
Saya mencari tahu segala hal yang berhubungan dengan kekerasan.
12.5
32.5
42.5
10.0
2.5
2.
Saya melihat iklan jam tayang sinetron di media cetak.
22.5
22.5
25.0
27.5
2.5
3.
Saya tertarik untuk menonton sinetron setelah menyaksikan iklannya.
25.0
27.5
27.5
15.0
5.0
4.
Saya mengetahui berbagai macam jenis sinetron dari tayangan televisi.
15.0
25.0
25.0
32.5
2.5
5.
Saya mengetahui berbagai macam jenis sinetron dari koran, tabloid, dan
12.5
30.0
32.5
22.5
2.5
No
Pengaruh guru
1.
57
media sejenisnya. 6.
Sinopsis tentang sinetron yang akan ditayangkan sering dibahas di media cetak maupun elektronik.
7.5
27.5
37.5
22.5
5.0
58
BAB VII FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI
7.1.
Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Karakteristik individu yang akan diteliti, berkaitan dengan topik
penelitian, adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, frekuensi menonton televisi, dan durasi menonton televisi. Hubungan diuji dengan menggunakan dua model, yaitu Chi-Square dan Rank Spearman. Untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi digunakan model Chi-Square, sedangkan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan usia, tingkat pendidikan, frekuensi menonton, dan durasi menonton terhadap persepsi digunakan model Rank Spearman. Hasil perhitungan untuk jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 8. Hasil Perhitungan Hubungan antara Jenis Kelamin terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung ( 2)
Nilai Peluang (p)
Jenis Kelamin
2,077
0,150
Nilai 0,05
Nilai Tabel ( = 5%) 3,841
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Chi-Square ( 2), didapatkan nilai
2
sebesar 2,077; dan nilai peluang (p) sebesar 0,150. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
yang telah ditentukan.
Hasil perhitungan untuk usia, tingkat pendidikan, frekuensi menonton, dan durasi menonton dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
59
Tabel 9. Hasil Perhitungan Hubungan antara Usia, Tingkat Pendidikan, Frekuensi Menonton, dan Durasi Menonton terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung (rs)
Nilai Peluang (p)
Usia
- 0,011
0,949
0,05
3,841
Tingkat Pendidikan
0,077
0,643
0,05
3,841
Frekuensi Menonton
- 0,038
0,818
0,05
3,841
Durasi Menonton
0,277
0,088
0,05
3,841
1.
Nilai Tabel ( = 5%)
Nilai
Usia Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), untuk mengetahui hubungan antara usia dengan persepsi, didapatkan nilai rs sebesar -0,011; dan nilai p sebesar 0,949. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usia tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
2.
yang telah ditentukan.
Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi, didapatkan nilai rs sebesar 0,077; dan nilai p sebesar 0,643. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
3.
yang telah ditentukan.
Frekuensi Menonton Televisi Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), untuk mengetahui
hubungan
antara
frekuensi
menonton
dengan
persepsi,
didapatkan nilai rs sebesar -0,038; dan nilai p sebesar 0,818. Nilai tersebut menunjukkan bahwa frekuensi menonton televisi tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
yang telah
ditentukan. 4.
Durasi Menonton Televisi Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), untuk mengetahui hubungan antara durasi menonton dengan persepsi, didapatkan nilai rs sebesar 0,277; dan nilai p sebesar 0,888. Nilai tersebut menunjukkan
60
bahwa durasi menonton televisi tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
7.2.
yang telah ditentukan.
Hubungan antara Pengaruh Orang Tua dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Hubungan antara pengaruh orang tua dengan persepsi remaja diuji
dengan menggunakan model Spearman. Hasil perhitungan dengan model tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Orang Tua terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung (rs)
Nilai Peluang (p)
Pengaruh Orang Tua
- 0,419
0,008
Nilai 0,05
Nilai Tabel ( = 5%) 3,841
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), didapatkan nilai rs sebesar -0,419; dengan nilai p sebesar 0,008. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengaruh orang tua memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih kecil dari nilai
yang telah ditentukan. Selain itu, dari nilai rs yang
didapat, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh orang tua berbanding terbalik dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Apabila pengaruh orang tua semakin tinggi, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila pengaruh orang tua semakin rendah, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin tinggi.
7.3.
Hubungan antara Pengaruh Teman atau Sahabat dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Hubungan antara pengaruh teman dengan persepsi remaja diuji dengan
menggunakan model Spearman. Hasil perhitungan dengan model tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
61
Tabel 11. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Teman atau Sahabat terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung (rs)
Nilai Peluang (p)
Pengaruh Teman
- 0,345
0,032
Nilai 0,05
Nilai Tabel ( = 5%) 3,841
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), didapatkan nilai rs sebesar -0,345; dengan nilai p sebesar 0,032. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengaruh teman atau sahabat memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih kecil dari nilai
yang telah ditentukan. Selain itu, dari nilai rs
yang didapat, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh teman berbanding terbalik dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Apabila pengaruh teman semakin tinggi, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila pengaruh teman semakin rendah, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin tinggi.
7.4.
Hubungan antara Pengaruh Guru atau Dosen dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Hubungan antara pengaruh guru atau dosen dengan persepsi remaja diuji
dengan menggunakan model Spearman. Hasil perhitungan dengan model tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Guru atau Dosen terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung (rs)
Nilai Peluang (p)
Pengaruh Guru
- 0,291
0,073
Nilai 0,05
Nilai Tabel ( = 5%) 3,841
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), didapatkan nilai rs sebesar -0,291; dengan nilai p sebesar 0,073. Nilai tersebut menunjukkan
62
bahwa pengaruh guru atau dosen tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih besar dari nilai
yang telah ditentukan. Selain itu, dari
nilai rs yang didapat, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh guru/dosen berbanding terbalik dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Apabila pengaruh guru/dosen semakin tinggi, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila pengaruh guru/dosen semakin rendah, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin tinggi.
7.5.
Hubungan antara Pengaruh Media dengan Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Hubungan antara pengaruh media dengan persepsi remaja diuji dengan
menggunakan model Spearman. Hasil perhitungan dengan model tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 13. Hasil Perhitungan Hubungan antara Pengaruh Media terhadap Persepsi Remaja Karakteristik
Nilai Hitung (rs)
Nilai Peluang (p)
Pengaruh Media
- 0,381
0,017
Nilai 0,05
Nilai Tabel ( = 5%) 3,841
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model uji Spearman (rs), didapatkan nilai rs sebesar -0,381; dengan nilai p sebesar 0,017. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengaruh media memiliki hubungan dengan persepsi remaja karena nilai p lebih kecil dari nilai
yang telah ditentukan. Selain itu, dari nilai rs yang didapat,
maka dapat dikatakan bahwa pengaruh media berbanding terbalik dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Apabila pengaruh media semakin tinggi, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, apabila pengaruh media semakin rendah, maka persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi akan semakin tinggi.
63
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman
Cimanggu, Bogor, yang menjadi responden dalam penelitian merasa kurang senang dengan tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner mereka yang sebagian besar berpendapat bahwa tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang tidak mendidik, khususnya sinetron. Unsur kekerasan seperti adegan perkelahian, penyiksaan, serta penggunaan bahasa kasar seringkali muncul dalam sinetron. Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan cenderung tidak disensor. Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya. Selain itu, isi cerita yang terkandung dalam sinetron juga tidak bagus dan tidak mendidik. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja terhadap unsur kekerasan dalam sinetron di televisi. Faktor tersebut antara lain: Pengaruh orang tua, pengaruh teman atau sahabat, dan pengaruh media.
8.2.
Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Hendaknya sinetron televisi lebih banyak memberikan pesan yang baik, dengan tayangan yang lebih mendidik, memperhatikan nilai-nilai moral yang ada pada masyarakat.
2.
Orang tua hendaknya memberikan bimbingan, arahan dan pengetahuan kepada anak remaja berkenaan dengan tayangan yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya, namun jangan terlalu keras dalam memberikan pengawasan.
64
3.
Remaja harus berhati-hati dalam mencari teman, karena teman dapat mempengaruhi perilaku mereka.
4.
Lembaga pengawas media, terutama Komisi Penyiaran Indonesia, hendaknya lebih tegas dalam melakukan pengawasan, dengan motivasi yang kuat untuk membentuk anak remaja yang berilmu, kompeten dan mempunyai hati yang luhur yang selalu menjaga akhlak moral yang baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http://jadwaltvku.blogspot.com/. Diakses tanggal 20 Januari 2011, 20:51. Ali, Mohammad dan Mohammad Ansori. 2005. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Badan
Pusat Statistik. 2008. Karakteristik Pendidikan http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/607/607. tanggal 19 Agustus 2009, 20:53.
Jakarta. Diakses
Baron, Robert A. & Donn Byrne. 2000. Social Psychology-Tenth Edition. Boston: Allyn and Bacon. Budhiarty, Dian Eka. 2004. Hubungan antara Minat Menonton Program Berita Kriminal di Televisi dengan Tingkah Laku Agresi Pemirsanya. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Cassirer, Ernst. 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai Tentang Manusia, terjemahan Alois A. Nugroho. Jakarta: Gramedia. Cross, Donna Woolfolk. 1983. Media Speak, How Television Makes Up Your Mind. New York: New American Library. Damayanti, Dwi Noverina. 2004. Motivasi, Perilaku, Pemenuhan Kebutuhan, dan Kepuasan Khalayak dalam Menonton Tayangan Infotainment. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen Komunikasi dan Informatika. 2006. Menggugat Infotainment. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Gilang OA. 2005. Pengaruh Tayangan Kekerasan di Televisi terhadap Tawuran Pelajar Jakarta, Analisis Mengenai Determinan Tawuran Pelajar. Jakarta: Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. Guntarto, 2004. Sinetron Remaja yang Tidak Pantas Ditonton Remaja. http://eramuslim/Comment/Sinetron/Remaja.htm. Diakses tanggal 14 Agustus 2009, 16:45. Handoko, Dwi Dharma. 2003. Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Sungai dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Pemanfaatannya. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasnah, Fira. 2004. Dampak Televisi terhadap Anak-anak. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
66
Hassan, M. iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hurlock, Elizabeth B. 1996. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Istanto HF. 1995. Peran Televisi dalam Masyarakat Citraan Dewasa Ini Sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya. J.Komunikasi. Jakarta: Universitas Kristen Petra. Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi DimensiDimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Istyawati, Dyah. 2008. Persepsi terhadap Peraturan Larangan Merokok. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Karo, Sadakita BR. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sikap Kritis Siswa SMA Depok Menonton Sinetron. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Komisi Penyiaran Indonesia. 2007. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran. http://www.kpi.go.id/download/regulasi/Pedoman%20Perilaku%20Penyi aran.pdf. Diakses tanggal 14 Agustus 2009, pukul 16.35. Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta: Rineka Cipta. Labib, Muhammad. 2002. Potret Sinetron Indonesia. Jakarta: PT Mandar Utama Tiga Books Division. Laksitarukmi, Ratih. 1997. Strategi Komunikasi Pemasaran Sinetron Indonesia di Televisi: Studi pada 5 Stasiun Televisi Swasta di Indonesia. Tesis. Jakarta: Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Lubis, Djuara. 2001. Bab Komunikasi. Buku Paket Sosiologi Umum. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lutfiyah, Ufi. 2007. Persepsi dan Perilaku Remaja dalam Menggunakan Ponsel. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Marliana, Wina. 2006. Analisis Tingkat Kekerasan pada Anak Jalanan. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
67
Monalisa. 2005. Bentuk-bentuk Kekerasan di Tempat Kerja dan Dampaknya pada Buruh Imigran Perempuan Pembantu Rumah Tangga. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Muhtadi, Asep Saeful. 1999. Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Murniatmo, Gatut dkk. 1993. Dampak Globalisasi Informasi Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mursito. 1998. Budaya Televisi dan Determinisme Simbolik. Jurnal Studi Indonesia. Vol. 8, No. 1, Tahun 1998. Pusat Studi Indonesia. New Comb, T.M. et al. 1978. Social Psychology (terjemahan). Bandung: Diponegoro. Oktaviana, Hilma. 2002. Hubungan antara Jenis Informasi Seks, Jenis Saluran Komunikasi, dan Persepsi tentang Perilaku Seksual Pra Nikah pada Remaja (Kasus sebuah SMU di Bogor). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Okturna, M. 2004. Persepsi Masyarakat terhadap Penjaja Sayuran di Kawasan KKP IPB Baranangsiang III Kelurahan Tegal Lega, Kecamatan Bogor Tengah. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pannen, Paulina dan Rahayu Dwi Riyanti. 2004. Program Televisi Indonesia: Siapa yang Bertanggung Jawab? , Jurnal Studi Indonesia. Vol. 14, No. 2, September 2004, hal. 73-89. Pratomo, Yuni. 2003. Analisis Sinetron Indonesia dengan Pendekatan Pro Sosial dan Anti Sosial. Tesis. Jakarta: Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Radikun. 1995. Gembira dan Prihatin karena Tayangan Televisi. Jurnal Teknodik. No. 2, September 1999. Rahmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Singarimbun, M & Effendi S. 1995. Pustaka LP3ES.
Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT
68
Suangga, Oktaviany. 2004. Persepsi Remaja Pedesaan terhadap Tayangan Berita Kriminalitas di Televisi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sudibyo A. 2004. Ekonomi Politik Media Siaran. Yogyakarta: LKS. Sugono,
Dendi. 2005. Sinetron TV Hambat Bahasa http://www.gatra.com/2005-11-06artikel.php/25&id/4426. tanggal 14 Agustus 2009, 17:00.
Indonesia. Diakses
Sukarelawati. 2009. Persepsi Pemirsa tentang Tayangan Infotainment di Televisi (Kasus Pemirsa di Bojong Gede, Bogor). Tesis. Bogor: Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sumarno, M. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Grasindo. Surbakti, E.B., 2008. Awas Tayangan Televisi: Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anak Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Susanto, Astrid S. 1994. Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Binacipta.
Bandung:
Syarief, Khairunnisa. 2007. Persepsi Khalayak terhadap Tayangan Infotainment RCTI. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Testiandini A. 2006. Pola Menonton Sinetron dan Perilaku Etis Remaja: Kasus Sinetron Bertemakan Remaja di Televisi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Walgito, Bimo. 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Widarto, Suprapti. 1994. Pendayagunaan Siaran Televisi untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia, Makalah Bahan Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan Tentang: “Media Massa Elektronik dan Pendidikan Sumber Daya Manusia”. Jakarta: IPTPI, CTPI, Pustekkom. Zanden, Van Der. 1984. Social Psychology. Random House: New York.
69
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
KUESIONER Peneliti bernama Dhimas Cesar Atma Yuritsa, mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi (Studi Kasus: Remaja Karang Taruna “ANTASARI” di Komplek Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)”, sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Anda bersedia mengisi kuesioner ini dengan teliti, jujur, dan lengkap. Identitas dan hasil jawaban Anda semata-mata akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Akhir kata, peneliti ucapkan terima kasih atas bantuan dan kesediaan saudara/saudari mengisi kuesioner ini. Bagian I. Karakteristik Individu No. Responden : ......... (Diisi oleh Peneliti) Isilah titik yang kosong dan lingkari jawaban sesuai dengan pilihan Anda! 1.
Nama Responden
: .......................................................................................
2.
Jenis Kelamin
: a. Laki-laki b. Perempuan
3.
Usia
: ................... tahun
4.
Alamat Rumah
:........................................................................................ ........................................................................................ ........................................................................................
5.
Tingkat Pendidikan : a. Tidak pernah sekolah b. SLTP/sederajat c. SMA/sederajat d. Perguruan Tinggi
6.
Apakah Anda mempunyai televisi? 71
a. Ya b. Tidak 7.
Seberapa sering Anda menonton televisi? a. Setiap hari b. 1-3 hari sekali c. 3-5 hari sekali d. 5-6 hari sekali e. Seminggu sekali
8.
Berapa banyak waktu yang Anda butuhkan dalam menonton televisi? a. > 4 jam b. 3-4 jam c. 2-3 jam d. 1-2 jam e. < 1 jam
9.
Apakah Anda pernah mengalami kejadian yang mengandung unsur kekerasan menimpa Anda? Jika Ya, ceritakan! ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................................
72
Bagian II. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi No. Responden : ......... (Diisi oleh Peneliti) Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang mewakili jawaban Anda! Keterangan : 1 : Sangat Tidak Setuju 2 : Tidak Setuju 3 : Netral 4 : Setuju 5 : Sangat Setuju A. Pengaruh Orang Tua PILIHAN No.
PERNYATAAN 5
1
Orang tua saya mendampingi saya saat menonton televisi.
2
Orang tua saya melarang saya untuk menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
3
Orang tua saya membuat jadwal untuk menonton televisi.
4
Orang tua saya memberi pengertian tentang tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi.
5
Orang tua saya tidak memberi pengertian tentang segala hal yang terdapat dalam sinetron.
6
Saya menonton sinetron karena orang tua saya di rumah juga menonton sinetron.
7
Saya ikut menonton sinetron setelah mengetahui orang tua saya sering membicarakan hal-hal yang terdapat dalam sinetron.
8
Orang tua saya selalu lebih mengutamakan sinetron daripada tayangan-tayangan lain pada saat menonton televisi.
4
3
2
1
73
B. Pengaruh Teman/Sahabat PILIHAN No.
PERNYATAAN 5
1
Teman dan sahabat mempengaruhi saya dalam segala hal.
2
Saya menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan bersama teman-teman.
3
Saya menonton sinetron bersama temanteman.
4
Kekerasan merupakan hal yang wajar di lingkungan pergaulan saya.
5
Teman-teman sinetron.
6
Saya menonton sinetron setelah mengetahui bahwa teman saya menonton sinetron.
7
Teman-teman mengejek saya apabila saya menonton sinetron.
saya
suka
4
3
2
1
menonton
C. Pengaruh Guru PILIHAN No.
PERNYATAAN 5
1
Guru/dosen di sekolah/kampus saya memberi pengertian tentang tayangan di televisi.
2
Guru/dosen di sekolah/kampus saya tidak memberi pengertian tentang unsur kekerasan di televisi.
3
Guru/dosen di sekolah/kampus saya melarang saya menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasan.
4
Antar guru/dosen di sekolah/kampus saya sering mendiskusikan tentang sinetron.
5
Pengetahuan
para
guru/dosen
4
3
2
1
di
74
sekolah/kampus saya mengenai unsur kekerasan dapat dikatakan kurang. 6
Tidak ada mata kuliah/pelajaran yang membahas tayangan televisi secara mendalam.
7
Sikap guru/dosen di sekolah/kampus saya mengikuti yang dilakukan oleh pemeran di dalam sinetron.
D. Pengaruh Media PILIHAN No.
PERNYATAAN 5
1
Saya mencari tahu segala hal yang berhubungan dengan kekerasan.
2
Saya melihat iklan jam tayang sinetron di media cetak.
3
Saya tertarik untuk menonton sinetron setelah menyaksikan iklannya.
4
Saya mengetahui berbagai macam jenis sinetron dari tayangan televisi.
5
Saya mengetahui berbagai macam jenis sinetron dari koran, tabloid, dan media sejenisnya.
6
Sinopsis tentang sinetron yang akan ditayangkan sering dibahas di media cetak maupun elektronik.
4
3
2
1
75
Bagian III. Persepsi terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi No. Responden : ......... (Diisi oleh Peneliti) Sebutkan judul sinetron yang Anda saksikan di televisi! .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang mewakili jawaban Anda! Keterangan : 1 : Sangat Tidak Setuju 2 : Tidak Setuju 3 : Netral 4 : Setuju 5 : Sangat Setuju PILIHAN No.
PERNYATAAN 5
1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
4
3
2
1
Saya senang menonton sinetron di televisi. Saya senang menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan. Saya lebih suka menonton tayangan televisi yang mengandung banyak adegan kekerasan. Sinetron yang ditayangkan di televisi banyak mengandung unsur kekerasan. Pemeran dalam sinetron sering melakukan suatu ancaman untuk mewujudkan keinginannya. Banyak terdapat adegan perkelahian di dalam sinetron. Pemeran dalam sinetron seringkali tidak menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pemeran dalam sinetron seringkali melakukan penyiksaan terhadap orang yang tidak disukainya. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan di televisi merupakan tayangan yang mendidik. Jalan cerita yang ditampilkan dalam sinetron terkesan berbelit-belit.
76
11 12. 13.
14.
15.
16.
17. 18. 19.
20.
21.
Cerita yang terkandung dalam sinetron bagus dan mendidik. Cerita yang terkandung dalam sinetron mudah dimengerti. Adegan dalam sinetron yang menampilkan perkelahian, pemukulan, dan pengrusakan tidak disensor. Pemeran dalam sinetron seringkali berniat untuk mencelakai dan membunuh orang yang tidak disukainya. Bahasa yang digunakan pemeran dalam sinetron tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, patut ditiru. Kontak fisik yang berkaitan dengan kekerasan sering ditampilkan di dalam sinetron, seperti tamparan, pukulan, dorongan, dan lain sebagainya. Cacian dan makian biasa timbul dalam percakapan antar pemeran di dalam sinetron. Ekspresi kemarahan yang diluapkan oleh pemeran dalam sinetron berlebihan. Pemeran dalam sinetron sering menggunakan bahasa kasar apabila sedang marah. Efek-efek visualisasi yang mencerminkan unsur kekerasan sering timbul dalam sinetron, seperti letusan senjata, percikan darah, dan lain sebagainya. Judul sinetron tidak mencerminkan isi yang terkandung dalam cerita.
Bagaimana pendapat Anda mengenai unsur kekerasan yang terdapat dalam sinetron-sinetron yang ditayangkan di televisi? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
77
Lampiran 2. Uji validitas dan reliabilitas instrumen Uji Validitas Persepsi Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.868
N of Items 24 Item-Total Statistics
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24
Scale Mean if Item Deleted 73.6667 74.1667 74.1000 74.7333 73.1333 72.7667 72.9667 73.9333 73.9000 72.7667 72.7333 72.4667 72.5333 72.8000 73.8000 73.0667 72.9333 74.0000 72.9000 72.9667 72.5000 73.1000 73.1667 72.8667
Scale Variance if Item Deleted 149.471 158.006 156.369 176.754 154.533 155.495 157.551 171.926 176.921 158.806 151.168 153.223 153.706 156.441 153.614 148.616 145.789 151.517 143.955 144.171 154.810 152.921 149.661 155.913
Corrected Item-Total Correlation 0.538 0.416 0.424 -0.319 0.522 0.498 0.441 -0.172 -0.310 0.439 0.641 0.440 0.495 0.403 0.451 0.670 0.731 0.470 0.799 0.837 0.476 0.564 0.738 0.518
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.860 0.864 0.864 0.886 0.861 0.862 0.863 0.880 0.887 0.864 0.857 0.863 0.862 0.864 0.863 0.856 0.853 0.862 0.851 0.850 0.862 0.860 0.855 0.862
Keterangan
Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
78
Uji Validitas Pengaruh Orang tua Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.758
N of Items 9 Item Statistics
PO1 PO2 PO3 PO4 PO5 PO6 PO7 PO8 PO9
Mean 3.0667 3.3000 3.4667 1.9333 3.4000 2.7333 2.5667 2.1667 2.0333
Std. Deviation 0.86834 0.91539 0.77608 0.86834 1.06997 1.17248 1.16511 0.98553 1.09807
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
PO1 PO2 PO3 PO4 PO5 PO6 PO7 PO8 PO9
Scale Mean if Item Deleted 21.6000 21.3667 21.2000 22.7333 21.2667 21.9333 22.1000 22.5000 22.6333
Scale Variance if Item Deleted 22.869 21.757 26.924 22.823 21.789 21.375 21.059 21.500 22.171
Corrected Item-Total Correlation 0.480 0.587 0.010 0.486 0.468 0.448 0.486 0.562 0.409
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.731 0.714 0.786 0.730 0.731 0.735 0.728 0.716 0.741
Keterangan
Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
79
Uji Validitas Pengaruh Teman Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.752
N of Items 8 Item Statistics
PT1 PT2 PT3 PT4 PT5 PT6 PT7 PT8
Mean 2.8667 2.3333 2.2000 1.7000 3.5000 2.7333 2.1667 2.6333
PT1 PT2 PT3 PT4 PT5 PT6 PT7 PT8
Scale Mean if Item Deleted 17.2667 17.8000 17.9333 18.4333 16.6333 17.4000 17.9667 17.5000
Std. Deviation 1.13664 0.88409 1.12648 0.98786 0.77682 0.90719 0.91287 1.24522
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
Scale Variance if Item Deleted 17.995 19.131 17.444 17.151 23.895 19.214 18.171 17.776
Corrected Item-Total Correlation 0.465 0.499 0.538 0.690 -0.095 0.470 0.613 0.424
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.723 0.719 0.708 0.680 0.799 0.723 0.698 0.735
Keterangan
Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid
80
Uji Validitas Pengaruh Guru Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.760
N of Items 8 Item Statistics
PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PG8
Mean 3.4333 2.2667 3.1667 3.1000 2.1333 2.3667 3.1000 2.0667
PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PG8
Scale Mean if Item Deleted 18.2000 19.3667 18.4667 18.5333 19.5000 19.2667 18.5333 19.5667
Std. Deviation 1.13512 0.90719 1.08543 0.71197 0.89955 0.88992 1.26899 1.01483
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
Scale Variance if Item Deleted 17.269 18.930 17.913 23.154 19.086 18.892 17.913 18.668
Corrected Item-Total Correlation 0.573 0.534 0.530 0.044 0.518 0.553 0.413 0.487
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.711 0.722 0.720 0.787 0.725 0.719 0.748 0.729
Keterangan
Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid
81
Uji Validitas Pengaruh Media Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.819
N of Items 6 Item Statistics
PM1 PM2 PM3 PM4 PM5 PM6
Mean 2.8000 2.8333 2.5667 3.0333 2.8333 3.0667
PM1 PM2 PM3 PM4 PM5 PM6
Scale Mean if Item Deleted 14.3333 14.3000 14.5667 14.1000 14.3000 14.0667
Std. Deviation 1.03057 1.17688 1.22287 1.12903 1.11675 1.04826
N 30 30 30 30 30 30
Item-Total Statistics
Scale Variance if Item Deleted 18.782 16.838 15.013 17.817 16.907 17.582
Corrected Item-Total Correlation 0.448 0.582 0.774 0.499 0.620 0.587
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.817 0.791 0.745 0.809 0.783 0.790
Keterangan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
82
Lampiran 3. Data penelitian
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
RESPONDEN Amalia Ghasani Imanda Transa Kertapati Irfan Rahadian Utama Vanesa Ridzkyandriani Ihsan Aditya Ramdhani Dhinanda Bayu Amalia Nibella Nansa Antony Wicaksono Agdiosa Manyan Rumaisa Daning Luqman Iman Hamimi Edwina Dhyani D. Gema Ramadonatan Tedza Kurniawan Fitria Nugrahaeni Catra Nugraha H. Andrian Irwansyah Angelina Indrayana Ilham Setyabudi Aldilla Muzdalifah Indah Sigit Bayu N. B. Dinda Aviolita Adityo Juliardhi Anugerah Anggie Fitrani Fitri Wendi Windi Vita Afif Farhan Rizqullah Alief Daffa Fitriawan Ridho Noviyah Lestari Suhendar Indra Gunawan Eka Fitri Sandi
Jenis Kelamin
Usia
2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1
15 19 16 21 23 20 21 23 20 17 19 15 20 23 20 19 18 20 16 13 22 16 22 20 15 23 23 23 21 23 18 12 15 22 18 21 23 21 19 20
Tingkat
Frekuensi
Durasi
Pendidikan 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 2 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 2 3 2 3 4 1 3 2 3
Menonton 5 5 5 5 4 5 3 3 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 1 5 5 4
Menonton 5 4 4 2 3 5 4 4 5 4 2 2 3 4 5 2 3 5 5 4 3 2 3 5 5 1 4 3 3 5 5 3 5 2 4 2 1 3 5 3
83
Keterangan Jenis Kelamin
1 : Laki-laki 2 : Perempuan
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4
Kepemilikan Televisi
1 : Ya 0 : Tidak
Frekuensi Menonton
1 2 3 4 5
: : : : :
Seminggu sekali 5-6 hari sekali 3-5 hari sekali 1-3 hari sekali Setiap hari
Durasi Menonton
1 2 3 4 5
: : : : :
< 1 jam 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam > 4 jam
: : : :
Tidak pernah sekolah SLTP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi
84
PENGARUH ORANG TUA
PENGARUH TEMAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
PO1
PO2
PO4
PO5
PO6
PO7
PO8
PO9
∑
PT1
PT2
PT3
PT4
PT6
PT7
PT8
∑
3 1 3 3 3 2 3 3 5 2 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 4 2 3 5 1 2
4 3 4 3 4 5 3 2 5 3 4 4 3 4 2 3 4 3 5 4 4 4 2 4 3 3 2 2 4 4 3 4 3 3 3 3 3 5 4 2
3 1 2 4 1 1 2 1 1 1 3 2 4 3 2 2 3 2 3 4 3 2 1 3 1 1 1 1 2 2 3 2 1 2 4 2 5 3 5 2
5 4 4 2 4 4 5 4 5 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 3 4 5 4 2 2 4 4 4 4 3 4 4 3 5 5 4 1
1 3 3 4 1 1 2 3 5 3 3 2 1 4 4 2 2 3 2 1 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 2 2 3 3 3 4 5 4 2 3
2 3 4 3 3 1 3 1 1 5 5 2 2 2 2 3 3 2 2 1 3 4 1 2 1 2 3 3 4 4 2 3 2 2 4 1 1 3 3 2
3 1 3 4 3 1 2 2 1 2 5 2 1 2 2 4 3 2 2 1 3 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 4 2 1 3 3 2
1 1 4 5 3 3 4 2 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 3 1 2 2 3 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 4 5 1 2 3 2
22 17 27 28 22 18 24 18 24 21 28 19 20 25 21 23 25 19 24 20 26 24 17 24 18 20 16 16 26 26 20 21 18 21 30 22 24 30 25 16
3 3 5 5 2 4 2 4 3 4 3 3 2 3 4 3 5 4 1 3 3 2 3 3 1 1 2 2 4 2 2 1 2 3 4 1 1 2 1 1
2 2 2 4 3 3 3 3 2 4 3 2 3 2 4 2 3 3 1 1 2 1 2 1 1 3 2 2 2 2 2 1 2 3 3 1 1 2 3 2
3 1 2 4 3 1 3 1 1 1 5 3 3 2 2 2 3 3 1 1 3 3 1 3 1 1 2 1 2 4 2 1 1 3 4 1 3 3 2 1
1 1 2 4 2 1 2 1 1 2 4 1 1 2 3 1 2 4 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1
3 3 3 3 3 3 2 2 1 3 5 3 4 2 2 2 4 2 3 3 4 3 2 3 1 3 2 2 2 4 4 3 2 3 4 2 1 3 3 1
3 1 2 4 3 1 2 3 1 2 5 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 3 4 1 1 3 1 1
2 1 4 3 2 3 3 5 3 2 1 1 2 1 4 3 2 3 2 1 3 2 1 4 5 4 1 2 2 2 2 2 4 3 2 3 1 3 3 1
17 12 20 27 18 16 17 19 12 18 26 15 17 13 21 15 22 21 11 12 21 14 11 17 11 15 13 12 16 18 16 11 14 20 23 10 9 17 14 8
85
PG1 4 3 4 3 4 4 2 5 5 3 3 5 5 4 4 4 4 3 4 5 5 4 2 3 3 4 2 2 4 4 4 3 1 4 4 3 4 5 1 2
PG2 4 3 2 3 2 3 2 1 1 2 3 2 1 2 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 2 3 2 4 2 2 2 3 3 3 3 1 4 2 1 2
PG3 4 2 4 4 4 3 2 3 5 2 3 2 3 4 3 4 4 3 4 5 3 5 2 4 3 1 2 2 4 4 4 4 3 3 3 2 5 3 4 2
PENGARUH GURU PG5 PG6 PG7 2 2 4 1 3 3 3 3 4 4 4 2 3 2 4 3 3 1 2 3 4 3 3 4 1 1 5 1 1 5 3 3 2 3 4 3 3 1 2 3 3 4 2 3 3 3 2 4 3 2 3 2 1 2 2 3 4 1 1 4 3 3 4 1 2 4 1 3 4 3 3 4 1 3 1 3 1 1 2 4 4 1 2 4 2 2 4 2 2 4 3 2 3 2 3 4 2 2 5 2 3 2 2 4 4 1 3 1 1 3 5 3 2 3 1 1 4 3 3 2
PG8 1 1 3 4 3 3 3 2 1 2 4 1 1 2 3 2 1 2 2 1 3 1 3 2 1 1 2 1 2 2 3 2 1 2 2 1 3 3 1 2
TOTAL 21 16 23 24 22 20 18 21 19 16 21 20 16 22 20 21 19 16 21 18 23 19 18 21 14 14 18 16 20 20 21 21 17 19 22 12 25 21 13 16
PM1 3 3 2 3 4 3 3 5 3 3 4 3 3 3 2 2 3 2 2 3 4 2 1 1 1 3 2 1 2 2 2 1 3 3 2 2 3 3 4 2
PM2 2 1 4 4 4 3 4 3 1 1 5 4 4 2 3 3 4 2 4 4 3 2 1 3 1 4 3 2 2 2 2 2 1 3 4 1 3 3 1 1
PENGARUH MEDIA PM3 PM4 PM5 PM6 3 3 3 4 2 2 4 4 3 2 3 4 4 2 4 4 2 4 2 3 1 1 3 3 3 4 4 5 3 2 1 4 1 1 1 1 1 4 1 1 5 5 5 5 3 3 4 2 1 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 3 3 4 3 4 2 4 2 2 4 4 3 2 3 4 2 3 3 3 4 3 4 4 3 3 1 3 3 3 2 2 2 3 1 1 1 2 5 4 4 4 1 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 2 3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3 2 2 1 2 3 1 3 3 3 3 3 3 1 1 2 2 1 1 2 1
86
TOTAL 18 16 18 21 19 14 23 18 8 11 29 19 18 13 14 16 21 14 19 19 20 18 12 13 7 24 12 14 20 20 14 12 14 18 17 10 16 18 11 8
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
1 3 3 4 2 3 1 3 2 1 2 3 2 2 1 1 2 3 3 4 5 3 4 1 2 1 5 1 1 2 4 2 2 1 3 4 1 4 3 1 4
2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 3 3 1 3 1 4 2 2 3 2 1 3 2 2 1 3 3 1 1 4 2 2 2 3 3 2 1 4 2 2 4
3 2 2 1 2 2 1 2 1 3 3 3 1 2 3 4 2 3 3 1 1 3 2 3 2 3 1 1 1 4 2 2 2 3 3 2 5 4 2 1 4
PERSEPSI TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI 5 6 7 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 3 4 3 3 4 2 3 1 3 3 1 1 2 2 5 1 2 3 5 4 3 4 1 4 2 2 3 5 1 5 3 3 2 5 4 4 4 4 4 1 4 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 4 2 4 4 4 1 5 3 2 2 4 2 4 4 5 4 4 3 4 4 3 4 1 4 1 1 3 4 1 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 4 3 5 2 1 5 3 4 1 4 3 4 4 5 4 3 5 5 5 5 5 1 5 1 1 5 5 1 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 1 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 1 4 2 3 2 2 3 1 2 4 3 3 5 5 5 5 3 1 1 2 4 1 1 1 1 1 5 1 1 4 4 4 3 5 2 3 2 3 4 4 2 4 4 5 4 4 4 4 2 4 4 2 5 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 2 1 5 3 3 3 2 1 3 2 4 3 3 3 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 2 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 1 4 3 3 4 4 1 4 4 4 4 3 4 5 4 4 5 1 5 3 2 4 5 1 5 5 5 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 1 1 4 3 3 4 1 2 2 2 3 2 3 3 4 3 4 4 1 5 2 3 4 4 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 5 3 3 2 4 4 2 4 4 3 3 3 3 1 4 1 5 1 5 1 5 5 4 5 5 5 5 3 4 5 5 5 4 5 1 5 1 1 5 5 1 5 5 5 5 5 2 3 3 4 4 1 4 2 2 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 1 4 1 1 4 4 1 4 4 5 4 3 2 2 3 4 4 2 4 3 4 2 3 2 2 2 2 4 2 2 2 3 4 4 2 4 3 4 2 3 2 2 2 2 4 2 3 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 3 3 4 3 2 3 3 3 4 4 4 2 3 2 3 2 2 4 3 2 4 2 2 3 4 4 4 4 1 5 1 3 5 5 1 3 3 5 5 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 4 3 4 2 5 3 4 2 2 5 4 1 5 4 3 2 2 4 2 3 2 1 3 5 2 4 3 1 4 5 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 3 1 5 4 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 1 3 1 2 4 4 1 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3
87
24 3 3 3 2 4 4 3 4 3 5 2 4 5 5 4 4 3 4 4 3 3 2 4 3 5 5 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3
∑ 53 65 72 45 69 60 61 64 77 92 57 52 55 71 72 70 61 74 69 74 58 54 67 64 74 82 61 61 61 59 65 58 69 61 51 64 65 63 53 75
Lampiran 4. Hasil pengolahan data menggunakan software SPSS 11 Frequency Table (Pengaruh orang tua) PO1 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
5.0
5.0
5.0
6
15.0
15.0
20.0
Netral
20
50.0
50.0
70.0
Setuju
10
25.0
25.0
95.0
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Sangat setuju Total
PO2 Valid
Frequency 6
Percent 15.0
Valid Percent 15.0
Cumulative Percent 15.0
Netral
15
37.5
37.5
52.5
Setuju
15
37.5
37.5
90.0
4
10.0
10.0
100.0
40
100.0
100.0
Tidak setuju
Sangat setuju Total
PO3 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
12
30.0
30.0
30.0
13
32.5
32.5
62.5
Netral
9
22.5
22.5
85.0
Setuju
4
10.0
10.0
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
PO4 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
1
2.5
Valid Percent
Cumulative Percent
2.5
2.5
3
7.5
7.5
10.0
Netral
7
17.5
17.5
27.5
Setuju
22
55.0
55.0
82.5 100.0
Sangat setuju Total
7
17.5
17.5
40
100.0
100.0
PO5 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
12.5
12.5
12.5
9
22.5
22.5
35.0
Netral
17
42.5
42.5
77.5
Setuju
7
17.5
17.5
95.0 100.0
Sangat setuju Total
2
5.0
5.0
40
100.0
100.0
88
PO6 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
8
20.0
20.0
20.0
13
32.5
32.5
52.5
Netral
12
30.0
30.0
82.5
Setuju
5
12.5
12.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
PO7 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
22.5
22.5
22.5
20
50.0
50.0
72.5
Netral
7
17.5
17.5
90.0
Setuju
3
7.5
7.5
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PO8 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
14
35.0
35.0
35.0
16
40.0
40.0
75.0
Netral
5
12.5
12.5
87.5
Setuju
3
7.5
7.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
89
Frequency Table (Pengaruh teman) PT1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
8
20.0
20.0
20.0
10
25.0
25.0
45.0
Netral
12
30.0
30.0
75.0
Setuju
7
17.5
17.5
92.5 100.0
Sangat setuju Total
3
7.5
7.5
40
100.0
100.0
PT2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
8
20.0
20.0
20.0
17
42.5
42.5
62.5
Netral
12
30.0
30.0
92.5
Setuju
3
7.5
7.5
100.0
40
100.0
100.0
Total
PT3 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
15
37.5
37.5
37.5
8
20.0
20.0
57.5
Netral
13
32.5
32.5
90.0
Setuju
3
7.5
7.5
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PT4 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Valid Percent
Cumulative Percent
24
60.0
60.0
60.0
11
27.5
27.5
87.5
2
5.0
5.0
92.5 100.0
Netral Setuju Total
Percent
3
7.5
7.5
40
100.0
100.0
PT5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
4
10.0
10.0
10.0
12
30.0
30.0
40.0
Netral
17
42.5
42.5
82.5
Setuju
6
15.0
15.0
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
90
PT6 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
10
25.0
25.0
25.0
19
47.5
47.5
72.5
Netral
8
20.0
20.0
92.5
Setuju
2
5.0
5.0
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PT7 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
9
22.5
22.5
22.5
13
32.5
32.5
55.0
Netral
11
27.5
27.5
82.5
Setuju
5
12.5
12.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
91
Frequency Table (Pengaruh guru)
PG1 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
5.0
5.0
5.0
5
12.5
12.5
17.5
Netral
9
22.5
22.5
40.0
Setuju
17
42.5
42.5
82.5 100.0
Sangat setuju Total
7
17.5
17.5
40
100.0
100.0
PG2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
6
15.0
15.0
15.0
20
50.0
50.0
65.0
Netral
11
27.5
27.5
92.5 100.0
Setuju Total
3
7.5
7.5
40
100.0
100.0
PG3 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2.5
2.5
2.5
9
22.5
22.5
25.0
Netral
12
30.0
30.0
55.0
Setuju
14
35.0
35.0
90.0 100.0
Sangat setuju Total
4
10.0
10.0
40
100.0
100.0
PG4 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju Netral
Valid Percent
Cumulative Percent
11
27.5
27.5
27.5
12
30.0
30.0
57.5
16
40.0
40.0
97.5 100.0
Setuju Total
Percent
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PG5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
7
17.5
17.5
17.5
11
27.5
27.5
45.0
Netral
18
45.0
45.0
90.0
Setuju
4
10.0
10.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
92
PG6 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
10.0
10.0
10.0
6
15.0
15.0
25.0
Netral
6
15.0
15.0
40.0
Setuju
20
50.0
50.0
90.0 100.0
Sangat setuju Total
4
10.0
10.0
40
100.0
100.0
PG7 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
14
35.0
35.0
35.0 70.0
14
35.0
35.0
Netral
10
25.0
25.0
95.0
Setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
93
Frequency Table (Pengaruh media)
PM1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
5
12.5
12.5
12.5
13
32.5
32.5
45.0
Netral
17
42.5
42.5
87.5
Setuju
4
10.0
10.0
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PM2 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
22.5
22.5
22.5
9
22.5
22.5
45.0
Netral
10
25.0
25.0
70.0
Setuju
11
27.5
27.5
97.5
1
2.5
2.5
100.0
40
100.0
100.0
Sangat setuju Total
PM3 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
10
25.0
25.0
25.0
11
27.5
27.5
52.5
Netral
11
27.5
27.5
80.0
Setuju
6
15.0
15.0
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
PM4 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
6
15.0
15.0
15.0
10
25.0
25.0
40.0
Netral
10
25.0
25.0
65.0
Setuju
13
32.5
32.5
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
94
PM5 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
5
12.5
12.5
12.5
12
30.0
30.0
42.5
Netral
13
32.5
32.5
75.0
Setuju
9
22.5
22.5
97.5 100.0
Sangat setuju Total
1
2.5
2.5
40
100.0
100.0
PM6 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak setuju Tidak setuju
3
7.5
7.5
7.5
11
27.5
27.5
35.0
Netral
15
37.5
37.5
72.5
Setuju
9
22.5
22.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
95
Frequency Table (Persepsi responden terhadap unsur kekerasan dalam tayangan sinetron) P1 Valid
Frequency 11
Percent 27.5
Valid Percent 27.5
Cumulative Percent 27.5
Tidak setuju
10
25.0
25.0
52.5
Netral
10
25.0
25.0
77.5
Setuju
7
17.5
17.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
8
Percent 20.0
Valid Percent 20.0
Cumulative Percent 20.0
Tidak setuju
18
45.0
45.0
65.0
Netral
10
25.0
25.0
90.0
Setuju
4
10.0
10.0
100.0
40
100.0
100.0
Frequency 10
Percent 25.0
Valid Percent 25.0
Cumulative Percent 25.0
Tidak setuju
14
35.0
35.0
60.0
Netral
11
27.5
27.5
87.5
Setuju
4
10.0
10.0
97.5
Sangat setuju
1
2.5
2.5
100.0
40
100.0
100.0
1
Percent 2.5
Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
Sangat tidak setuju
Total
P2 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
Total
P3 Valid
Sangat tidak setuju
Total
P4 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
5
12.5
12.5
15.0
Netral
20
50.0
50.0
65.0
Setuju
10
25.0
25.0
90.0 100.0
Sangat setuju Total
4
10.0
10.0
40
100.0
100.0
P5 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
1
Percent 2.5
Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
Tidak setuju
6
15.0
15.0
17.5
Netral
13
32.5
32.5
50.0
Setuju
14
35.0
35.0
85.0 100.0
Sangat setuju Total
6
15.0
15.0
40
100.0
100.0
96
P6 Frequency Valid
7
Percent 17.5
Valid Percent 17.5
Cumulative Percent 17.5
Netral
13
32.5
32.5
50.0
Setuju
17
42.5
42.5
92.5
3
7.5
7.5
100.0
40
100.0
100.0
1
Percent 2.5
Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
Tidak setuju
Sangat setuju Total
P7 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
5
12.5
12.5
15.0
Netral
12
30.0
30.0
45.0
Setuju
18
45.0
45.0
90.0
4
10.0
10.0
100.0
40
100.0
100.0
Sangat setuju Total
P8 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
2
Percent 5.0
Valid Percent 5.0
Cumulative Percent 5.0
Tidak setuju
5
12.5
12.5
17.5
Netral
8
20.0
20.0
37.5
Setuju
18
45.0
45.0
82.5 100.0
Sangat setuju Total
7
17.5
17.5
40
100.0
100.0
Frequency 20
Percent 50.0
Valid Percent 50.0
Cumulative Percent 50.0
P9 Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
12
30.0
30.0
80.0
Netral
5
12.5
12.5
92.5
Setuju
2
5.0
5.0
97.5
Sangat setuju
1
2.5
2.5
100.0
40
100.0
100.0
Percent 2.5
Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
Total
P10 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
1
Tidak setuju
3
7.5
7.5
10.0
Netral
9
22.5
22.5
32.5
Setuju
15
37.5
37.5
70.0
Sangat setuju
12
30.0
30.0
100.0
Total
40
100.0
100.0
97
P11 Frequency Valid
9
Percent 22.5
Valid Percent 22.5
Cumulative Percent 22.5
Tidak setuju
13
32.5
32.5
55.0
Netral
15
37.5
37.5
92.5
Setuju
3
7.5
7.5
100.0
40
100.0
100.0
4
Percent 10.0
Valid Percent 10.0
Cumulative Percent 10.0
Tidak setuju
11
27.5
27.5
37.5
Netral
15
37.5
37.5
75.0
Setuju
7
17.5
17.5
92.5
Sangat setuju
3
7.5
7.5
100.0
40
100.0
100.0
Sangat tidak setuju
Total
P12 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
Total
P13 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
2
Percent 5.0
Valid Percent 5.0
Cumulative Percent 5.0
Tidak setuju
7
17.5
17.5
22.5
Netral
9
22.5
22.5
45.0
Setuju
16
40.0
40.0
85.0 100.0
Sangat setuju Total
6
15.0
15.0
40
100.0
100.0
P14 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
4
Percent 10.0
Valid Percent 10.0
Cumulative Percent 10.0
Tidak setuju
5
12.5
12.5
22.5
Netral
7
17.5
17.5
40.0
Setuju
18
45.0
45.0
85.0
6
15.0
15.0
100.0
40
100.0
100.0
Frequency 14
Percent 35.0
Valid Percent 35.0
Cumulative Percent 35.0
Sangat setuju Total
P15 Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
14
35.0
35.0
70.0
Netral
7
17.5
17.5
87.5
Setuju
3
7.5
7.5
95.0
Sangat setuju
2
5.0
5.0
100.0
40
100.0
100.0
Total
98
P16 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
2
Percent 5.0
Valid Percent 5.0
Cumulative Percent 5.0
Tidak setuju
7
17.5
17.5
22.5
Netral
9
22.5
22.5
45.0
Setuju
14
35.0
35.0
80.0 100.0
Sangat setuju Total
8
20.0
20.0
40
100.0
100.0 Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
P17 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
1
Percent 2.5
Tidak setuju
9
22.5
22.5
25.0
Netral
9
22.5
22.5
47.5
Setuju
16
40.0
40.0
87.5
5
12.5
12.5
100.0
100.0
100.0
Sangat setuju Total
40 P18 Frequency
Valid
Tidak setuju
6
Percent 15.0
Valid Percent 15.0
Cumulative Percent 15.0
Netral
9
22.5
22.5
37.5
Setuju
13
32.5
32.5
70.0
Sangat setuju
12
30.0
30.0
100.0
Total
40
100.0
100.0
2
Percent 5.0
Valid Percent 5.0
Cumulative Percent 5.0
P19 Frequency Valid
Sangat tidak setuju Tidak setuju
7
17.5
17.5
22.5
Netral
16
40.0
40.0
62.5
Setuju
11
27.5
27.5
90.0
4
10.0
10.0
100.0
40
100.0
100.0
Sangat setuju Total
P20 Frequency Valid
Sangat tidak setuju
1
Percent 2.5
Valid Percent 2.5
Cumulative Percent 2.5
Tidak setuju
7
17.5
17.5
20.0
Netral
19
47.5
47.5
67.5
Setuju
10
25.0
25.0
92.5 100.0
Sangat setuju
3
7.5
7.5
40
100.0
100.0
5
Percent 12.5
Valid Percent 12.5
Cumulative Percent 12.5
Netral
16
40.0
40.0
52.5
Setuju
14
35.0
35.0
87.5
5
12.5
12.5
100.0
40
100.0
100.0
Total
P21 Frequency Valid
Tidak setuju
Sangat setuju Total
99
Descriptives Descriptive Statistics N Pengaruh orang t ua Pengaruh teman Pengaruh guru Pengaruh media Persepsi Terhadap unsur Kekerasan di TV Usia Valid N (list wise)
40 40 40 40
Minimum 16 8 12 7
Maximum 30 27 25 29
Mean 22.13 15.98 19.10 16.15
Std. Dev iat ion 3.871 4.486 3.028 4.611
40
45
92
64.45
9.204
40 40
12
23
19.38
3.036
Frequency Table Jenis kel amin
Valid
Laki-laki Perempuan Total
Frequency 24 16 40
Percent 60.0 40.0 100.0
Valid Percent 60.0 40.0 100.0
Cumulat iv e Percent 60.0 100.0
Tingkat pendidikan
Valid
Tidak sekolah SMP SMA Perguruan tinggi Total
Frequency 1 4 13 22 40
Percent 2.5 10.0 32.5 55.0 100.0
Cumulat iv e Percent 2.5 12.5 45.0 100.0
Valid Percent 2.5 10.0 32.5 55.0 100.0
Frekuensi menonton
Valid
Seminggu sekali 3-5 hari sekali 1-3 hari sekali Setiap hari Total
Frequency 1 3 8 28 40
Percent 2.5 7.5 20.0 70.0 100.0
Valid Percent 2.5 7.5 20.0 70.0 100.0
Cumulat iv e Percent 2.5 10.0 30.0 100.0
Durasi menonton
Valid
< 1 jam 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam > 4 jam Total
Frequency 2 7 10 9 12 40
Percent 5.0 17.5 25.0 22.5 30.0 100.0
Valid Percent 5.0 17.5 25.0 22.5 30.0 100.0
Cumulativ e Percent 5.0 22.5 47.5 70.0 100.0
100
Correlations
Nonparametric Correlations Notes Output Created
20-OCT-2010 18:51:14
Comments Input
Data
F:\SKRIPSI\siap olah.sav
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
40
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each pair of variables are based on all the cases with valid data for that pair.
Syntax
Resources
NONPAR CORR /VARIABLES=usia po pt pg pm pdidikan frekuens durasi persepsi /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE . Elapsed Time Number of Cases Allowed
0:00:00,02 45590 cases(a)
a Based on availability of workspace memory
101
Correlations USIA Spearman's rho
USIA
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PO
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PT
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PG
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PM
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PDIDIKAN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
FREKUENS
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
DURASI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PERSEPSI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PO
PT
PG
PM
PDIDIKAN
FREKUENS
DURASI
PERSEPSI
1,000
,013
,081
,081
,112
,542(**)
-,630(**)
-,275
-,011
.
,935
,626
,623
,498
,000
,000
,091
,949
40
39
39
39
39
39
39
39
39
,013
1,000
,427(**)
,554(**)
,404(*)
-,087
,087
-,151
-,419(**)
,935
.
,007
,000
,011
,600
,600
,359
,008
39
39
39
39
39
39
39
39
39
,081
,427(**)
1,000
,344(*)
,504(**)
,232
,108
,004
-,345(*)
,626
,007
.
,032
,001
,155
,512
,983
,032
39
39
39
39
39
39
39
39
39
,081
,554(**)
,344(*)
1,000
,330(*)
-,111
-,062
-,121
-,291
,623
,000
,032
.
,041
,502
,707
,463
,073
39
39
39
39
39
39
39
39
39
,112
,404(*)
,504(**)
,330(*)
1,000
,188
-,026
-,392(*)
-,381(*)
,498
,011
,001
,041
.
,252
,877
,014
,017
39
39
39
39
39
39
39
39
39
,542(**)
-,087
,232
-,111
,188
1,000
-,119
-,083
,077
,000
,600
,155
,502
,252
.
,469
,613
,643
39
39
39
39
39
39
39
39
39
-,630(**)
,087
,108
-,062
-,026
-,119
1,000
,309
-,038
,000
,600
,512
,707
,877
,469
.
,056
,818
39
39
39
39
39
39
39
39
39
-,275
-,151
,004
-,121
-,392(*)
-,083
,309
1,000
,277
,091
,359
,983
,463
,014
,613
,056
.
,088
39
39
39
39
39
39
39
39
39
-,011
-,419(**)
-,345(*)
-,291
-,381(*)
,077
-,038
,277
1,000
,949
,008
,032
,073
,017
,643
,818
,088
.
39
39
39
39
39
39
39
39
39
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
102
Npar Tests Notes Output Created
20-OCT-2010 18:51:41
Comments Input
Data
F:\SKRIPSI\siap olah.sav
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
40
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TEST /CHISQUARE=jkelamin /EXPECTED=EQUAL /MISSING ANALYSIS. Resources
Elapsed Time Number of Cases Allowed(a)
0:00:00,00 131072
a Based on availability of workspace memory.
103
Chi-Square Test Frequencies JKELAMIN Observed N
Expected N
pria
Residual
24
19,5
4,5
wanita
15
19,5
-4,5
Total
39
Test Statistics JKELAMIN Chi-Square(a)
2,077
Df
1
Asymp. Sig.
,150 a 0 cells (,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 19,5
Sig=nilai p Ho : tidak ada hubungan H1 : ada hubungan Sig < alfa tolak Ho ada hubungan
104
Panduan Wawancara Mengenai Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi
1.
Perilaku Pemeran dalam Sinetron a. Perilaku pemeran dalam sinetron mencerminkan kekerasan. b. Perilaku pemeran dalam sinetron tidak sesuai dengan kehidupan seharihari. c. Perilaku pemeran dalam sinetron tidak patut ditiru.
2.
Bahasa yang Digunakan dalam Sinetron a. Bahasa yang digunakan oleh pemeran dalam sinetron baik dan benar. b. Bahasa yang digunakan banyak mengandung unsur cacian, makian, dan lain sebagainya. c. Bahasa yang digunakan dalam sinetron tidak patut ditiru.
3.
Pendapat Mengenai Unsur Kekerasan dalam Sinetron a. Banyak/tidaknya unsur kekerasan dalam sinetron yang ditonton. b. Baik/buruknya unsur kekerasan yang terdapat dalam sinetron yang ditonton. c. Saran untuk dijadikan masukan kepada pihak stasiun televisi yang menayangkan sinetron.
105