HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI (Kasus: SMUN 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Oleh : Dewi Primianty A14204063
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
DEWI PRIMIANTY. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri, (Kasus SMUN 1 Bogor, Tahun Ajaran 2008/2009, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di Bawah Bimbingan AIDA VITAYALA S.HUBEIS. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya tayangan iklan di televisi sebagai salah satu bentuk promosi yang dilakukan olah para produsen dalam rangka memperkenalkan dan mempertahankan merek atas produk-produk yang mereka keluarkan khususnya produk kosmetik kepada masyarakat. Salah satu bentuk iklan yang seringkali ditemui di televisi adalah iklan produk kosmetik yang banyak menampilkan model perempuan sebagai representasi produk mereka. Penelitian mengenai citra penampilan fisik perempuan dalam iklan di televisi mengacu pada pengukuhan pencitraan penampilan fisik yang dianggap ideal dalam masyarakat yaitu memiliki kriteria Caucasian, seperti tubuh langsing, tinggi, berkulit putih, berambut panjang dan lurus. Pencitraan perempuan seperti itu menjadi symbolic annihilation atau penghancuran simbolik khususnya bagi perempuan yang secara lahiriah tidak memiliki kriteria-kriteria tersebut. Kriteria-kriteria seperti tubuh langsing, berkulit putih, dan berambut panjang menjadi acuan-acuan pengkategorian tentang citra-citra penampilan fisik perempuan dalam iklan di televisi, yang digunakan dalam penelitian ini. Remaja merupakan suatu masa transisi dalam kehidupan manusia. Remaja mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Proses kematangan, baik kematangan fisik, sosial maupun psikologis terbentuk pada masa remaja. Selain proses-proses pokok tersebut, proses konsumsi pun terbentuk pada masamasa remaja, seperti yang dijelaskan oleh Tambunan (2001). Remaja, khususnya remaja
putri, memiliki sifat ingin diterima oleh orang lain khususnya oleh lawan jenis. Adanya perasaan memiliki kekurangan dalam segi fisik remaja putri, membuat mereka mencari informasi mengenai cara untuk menutupi kekurangan tersebut, salah satu informasi yang mereka dapatkan adalah dari iklan kosmetik di televisi. Iklan kosmetik di televisi mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian para remaja untuk mengkonsumsi produk-produk kosmetik yang ditawarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik remaja putri dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, mengetahui hubungan antara pola menonton remaja putri dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, dan mengetahui hubungan antara persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diukur melalui pernyataan-pernyataan seputar iklan di televisi yang mewakili citra perempuan cantik yang termuat dalam beberapa iklan produk kosmetik, yaitu produk kosmetik seri perawatan wajah, seri perawatan rambut dan seri perawatan tubuh. Sementara penggunaan produk kosmetik remaja putri diukur melalui pernyataanpernyataan seputar penggunaan produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Bogor yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda nomor 16 Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2008. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner, dan didukung oleh
data kualitatif melalui wawancara. Penarikan responden dilakukan dengan Teknik Purposive Sampling atau yang disebut juga dengan Judgemental Sampling, dimana responden diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Kriteria responden yang ditetapkan oleh peneliti adalah responden yang berjenis kelamin perempuan dan merupakan siswi SMUN 1 Bogor tahun ajaran 2008/2009. Jumlah responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang perempuan, yaitu siswi-siswi SMUN 1 Bogor kelas dua dan kelas tiga. Untuk pengambilan data dengan wawancara, akan dipilih dari responden utama yang terdiri dari 10 orang perempuan. Data primer diperoleh melalui jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan dalam iklan di televisi dan penggunaan kosmetik oleh remaja putri, sementara data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan program SPSS 13 dengan uji statistik Spearman. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dijabarkan secara deskriptif untuk melengkapi data statistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, karakteristik internal remaja putri seperti usia, motif, daerah asal, dan uang saku tidak berhubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Karakteristik eksternal remaja putri seperti penghasilan orang tua memiliki hubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Karakteristik eksternal remaja putri, seperti significant others, tidak memiliki hubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Pola menonton remaja putri, seperti lamanya menonton tidak
memiliki hubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Pola menonton remaja putri seperti frekuensi menonton memiliki hubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik. Persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik ternyata memiliki hubungan dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Mengacu kepada hasil temuan dari penelitian ini, sedikitnya diharapkan dapat memberikan masukan bahwa dalam menggambarkan citra penampilan fisik perempuan dalam iklan kosmetik tidak terlalu menonjolkan sosok model yang mengukuhkan kriteria-kriteria perempuan cantik seperti bertubuh langsing, berkulit putih, dan berambut panjang serta lurus. Hal ini dirasa perlu dilakukan untuk menghindari respon yang berlebihan dari khalayaknya khususnya remaja putri sehingga pada tahap selanjutnya tidak menimbulkan penggunaan yang berlebihan terhadap produk-produk kosmetik.
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI (Kasus: SMUN 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Oleh : Dewi Primirnaty A14204063
SKRIPSI Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Dewi Primianty
Nomor Pokok
: A14204063
Judul
: Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri (Kasus SMUN 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat).
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis NIP. 130 516 352
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Kelulusan: PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI (Kasus
SMUN 1
Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
DEMIKIAN
PERNYATAAN
INI
SAYA
BUAT
DENGAN
SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAN INI.
Bogor, September 2008
Dewi Primianty A14204063
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung pada tanggal 31 Oktober 1986, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis adalah putri dari pasangan Ir.Dede Suherman Sukandar dan dr.Ani Rubiani. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan V Bogor pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan lagi pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Bogor. Selanjutnya penulis melanjutkan lagi pendidikannya ke Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Saringan Penyeleksian Masuk Bersama). Penulis diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah, penulis pernah menjadi Sekretaris HRD Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture eXpression !! (MAX!!) selama satu periode.
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama masa penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari dorongan dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia, dan hidayah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sekaligus ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini. 2. Ibu Ratri Virianita, yang telah berkenan menjadi dosen penguji utama dalam sidang skripsi. 3. Bapak Martua Sihaloho, sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan. 4. Ibu, Ayah, Armand dan seluruh keluarga, atas curahan kasih sayang, semangat dan dukungannya yang tak pernah henti dan tak akan pernah terhenti. 5. Ibu Marlene selaku guru bimbingan dan konseling SMUN 1 Bogor atas bantuan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat dilakukan. 6. Mira dan Yundha atas seluruh bantuannya sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Rizki Suci Lestari atas dukungan dan kerjasamanya. 8. Fitri Gayatri atas pinjaman buku-bukunya. 9. Teman-teman KPM 41, khususnya teman-teman C11 atas semangat dan dukungannya selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi.
10. Bapak Dicky Hendrawan, atas motivasi dan dukungannya selama masa penyusunan proposal hingga penulisan skripsi. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, untuk segala perhatian, dorongan semangat, dukungan materiil dan moril berupa masukan maupun kritik.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Penulisan Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul: Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri (Kasus SMUN 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini memberikan gambaran tentang hubungan antara tayangan iklan kosmetik di televisi dengan persepsi remaja putri serta penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Skripsi ini mengangkat topik studi pengguna media massa. Pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai karakteristik remaja putri dan pola menonton tayangan televisi remaja putri yang berhubungan dengan persepsi remaja putri terhadap tayangan iklan kosmetik serta efek penggunaan kosmetik oleh remaja putri. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap media massa sebagai salah satu faktor yang memberikan pangaruh pada remaja. Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................vii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS............................................................... 8 2.1. Tinjauan Pustaka.................................................................................... 8 2.1.1. Proses dan Efek Komunikasi Massa ............................................ 8 2.1.2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa ............................... 12 2.1.3. Iklan Televisi .............................................................................. 16 2.1.4. Persepsi ....................................................................................... 19 2.1.5. Citra Perempuan dalam Iklan...................................................... 21 2.1.6. Remaja Putri................................................................................ 23 2.1.7. Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri ...................... 26 2.2. Kerangka Pemikiran............................................................................. 28 2.3. Hipotesis Penelitian ............................................................................. 31 2.4. Definisi Operasional ............................................................................ 33 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 37 3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................. 37 3.2. Metode Penentuan Responden............................................................. 38 3.3. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data .......................................... 39 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 40 BAB IV GAMBARAN UMUM...................................................................... 41 4.1. Lokasi Penelitian.................................................................................. 41 4.2. Karakteristik Responden Penelitian..................................................... 43 4.2.1. Usia ............................................................................................. 43 4.2.2. Motif ........................................................................................... 41 4.2.3. Daerah Asal ................................................................................ 44 4.2.4. Uang Saku................................................................................... 46 4.2.5. Penghasilan Orang Tua............................................................... 47 4.2.6. Significant Others ....................................................................... 48
4.2.7. Lamanya Menonton Televisi ...................................................... 49 4.2.8. Frekuensi Menonton Televisi ..................................................... 51 4.3. Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi ....................................................... 52 4.4. Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri ............................. 57 BAB V HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI ........................................... 59 5.1. Hubungan Antara Karakteristik Internal Remaja Putri Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ........................................................ 59 5.1.1. Hubungan Antara Usia Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.................................................................................... 59 5.1.2. Hubungan Antara Motif Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.................................................................................... 61 5.1.3. Hubungan Antara Daerah Asal Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.................................................................................... 63 5.1.4. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.................................................................................... 64 5.2. Hubungan Antara Karakteristik Eksternal Remaja Putri Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ........................................................ 65 5.2.1. Hubungan Antara Penghasilan Orang Tua Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.......................................................... 65 5.2.2. Hubungan Antara Significant Others Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ......................................................... 67 5.3. Hubungan Antara Pola Menonton Televisi Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.................................................................. 68
5.3.1. Hubungan Antara Lamanya Menonton Televisi Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ............................................... 68 5.3.2. Hubungan Antara Frekuensi Menonton Televisi Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ............................................... 69 5.4. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri ................ 71 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 73 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 73 6.2. Saran ................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 76 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Usia ..................... 43 Tabel 2. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Motif.................... 44 Tabel 3. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Daerah Asal......... 45 Tabel 4. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Uang Saku ........... 46 Tabel 5. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua....................................................................... 47 Tabel 6. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Significant Others ............................................................................... 49 Tabel 7. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Lamanya Menonton ............................................................................ 50 Tabel 8. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Frekuensi Menonton ........................................................................... 51 Tabel 9. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ....................................................... 56 Tabel 10. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri berdasarkan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri ............................ 58 Tabel 11. Hubungan Antara Usia Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ............. 60 Tabel 12. Hubungan Antara Motif Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ............. 61 Tabel 13. Hubungan Antara Daerah Asal Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.......................................................................................... 63 Tabel 14. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi.......................................................................................... 64
Tabel 15. Hubungan Antara Penghasilan Orang Tua Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi................................................................ 65 Tabel 16. Hubungan Antara Significant Others Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi................................................................ 67 Tabel 17. Hubungan Antara Lamanya Menonton Televisi Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ..................................................... 69 Tabel 18. Hubungan Antara Frekuensi Menonton Televisi Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi ..................................................... 70 Tabel 19. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri............... 71
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri...............................................................................31
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
Lampiran 1. Iklan Ponds White Beauty versi fotografer .................................. 79 Lampiran 2. Iklan Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza................................ 80 Lampiran 3. Iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy............................... 81 Lampiran 4. Kuesioner...................................................................................... 82 Lampiran 5. Panduan Pertanyaan Wawancara.................................................. 86 Lampiran 6. Lokasi Penelitian .......................................................................... 87 Lampiran 7. Hubungan Antara Karakteristik Individu Dengan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi............................................................ 88 Lampiran 8. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri........... 92
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Media penyampaian informasi mengalami perkembangan yang pesat. Hal tersebut nampak dari makin beragamnya media yang digunakan oleh masyarakat untuk memperoleh informasi. Media massa merupakan salah satu media massa yang mampu menjangkau masyarakat luas, memegang peranan penting dalam proses pembentukan masyarakat. Setiap hari kita diterpa oleh berbagai macam informasi yang disampaikan melalui media massa. Secara langsung maupun tidak langsung informasi yang disampaikan oleh media massa tidak terhindarkan lagi diterima oleh masyarakat. Salah satu media massa yang memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat adalah televisi. Televisi mampu memberikan pengaruh peran dalam pemaknaan pesan, penyampaian informasi, fakta maupun budaya masyarakat dari penyampai berita kepada masyarakat. Informasi yang seakan tak terbatas, disampaikan dan dirangkum sedemikian rupa oleh media televisi tidak hanya dari berbagai program yang ditawarkan, namun juga dari berbagai iklan yang merepresentasikan berbagai peristiwa dan fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Keanekaragaman isi pesan yang disampaikan melalui media televisi akan diinterpretasikan secara berbeda pula oleh masyarakat. Bersamaan dengan jalannya proses penerimaan isi pesan media televisi oleh masyarakat, dampak yang ditimbulkan juga akan beraneka ragam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat pemahaman, informasi dan kebutuhan masyarakat terhadap isi pesan
media televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi, termasuk di dalamnya pola menonton yang dilakukan oleh khalayak (Storey, 2007). Iklan yang dibuat untuk media televisi, yang dalam wacana televisi Indonesia disebut dengan iklan televisi, telah menjadi bagian dari wacana publik dalam ruang sosial masyarakat. Hal tersebut nampak dari perkembangan manfaat iklan televisi yang bukan hanya sebagai elemen pelengkap sistem industrialisasi dan kapitalisme, melainkan telah menjadi salah satu instrumen paling vital, karena telah terbukti mempunyai kekuatan dahsyat untuk membujuk nafsu dan hasrat (desire) konsumen terhadap produk barang maupun jasa di masyarakat melalui serangkaian asosiasi-asosiasi ideologi citra yang dibangunnya (Kasiyan, 2008). Pengiklanannya pun lebih bersifat emosional, dimana bagian yang dirangsang adalah emosi pemirsa untuk membeli produk atau jasa tersebut (Kasali, 1992). Menurut pemerhati gender Dana Iswara (2003), iklan memiliki kekuatan ideologis untuk membangkitkan respons masyarakat, yang secara tidak sadar, telah membeli citra dan gaya hidup yang ditawarkan iklan. Hal paling pribadi dalam diri seseorang, yaitu penampilan dan gaya hidup, telah menjadi ranah publik karena telah dimodifikasikan dan dijadikan arena dagang. Fleksibilitas sebuah media televisi dimanfaatkan dengan baik oleh para produsen produk untuk memasarkan produk mereka kepada masyarakat dengan memanfaatkan ruang iklan sebagai representasi keunggulan produk mereka. Fase remaja merupakan fase peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik (Sarwono, 2007). Tidak jarang fase
remaja diidentikkan dengan, salah satunya adalah kerentanan kepribadian. Sistem sosial pergaulan remaja memiliki norma dan nilai tersendiri. Hal ini menyebabkan remaja cenderung memiliki kecemasan, ketakutan dan kegelisahan akan tidak diterima oleh orang lain. Kecemasan remaja yang berlebih timbul khususnya pada remaja putri yang selalu ingin dicintai, dihargai dan diterima dalam pergaulan, khususnya agar dapat diperhatikan oleh lawan jenis (Rakhmat, 2004). Secara psikologis mereka “dipaksa” untuk selalu menjaga penampilan. Remaja, khususnya remaja putri, memiliki kecenderungan untuk selalu memperhatikan penampilan mereka. Hal tersebut dapat didukung oleh adanya suatu budaya yang telah tersosialisasi dalam sejarah tentang mitos kecantikan yang selalu dihubungkan dengan perempuan (Melliana, 2006). Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia adalah dari umur 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2007). Selanjutnya, Sarwono menjelaskan bahwa, remaja dalam rentang waktu tersebut mengalami penyempurnaan perkembangan jiwa, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual, tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral. Sistem sosial pergaulan remaja memiliki norma dan nilai tersendiri, bahwa agar perempuan dapat dihargai, mereka haruslah yang memiliki tubuh yang sempurna dan cantik. Fenomena tersebut didukung oleh visualisasi iklan produk kecantikan yang menampilkan citra perempuan cantik adalah dengan memiliki kulit putih, tubuh langsing dan rambut hitam panjang. Iklan produk kosmetik mampu merekonstruksi realitas sosial ke dalam suatu wacana iklan yang menjunjung tinggi aspek penampilan (Melliana, 2006). Menurut Dana Iswara (2003),
seorang
praktisi televisi, dalam iklan-iklan kosmetik tersebut, citra yang dibentuk selalu disertai pesan bahwa perempuan identik dengan penampilan cantik dan wangi-wangian yang
secara eksplisit ditujukan untuk dinikmati kaum pria. Hal tersebut mendorong para produsen untuk menjadikan remaja sebagai pasar yang potensial untuk produk-produk mereka, khususnya produk-produk kecantikan. Melihat permasalahan yang timbul dari tayangan iklan kosmetik di televisi yang merepresentasikan suatu produk secara positif maupun negatif, maka menjadi menarik untuk diteliti mengenai seberapa jauh tayangan iklan kosmetik mempengaruhi remaja putri, khusunya remaja putri yang berada di daerah perkotaan terhadap penggunaan produk kosmetik yang ditawarkan kepada mereka, seperti iklan kosmetik seri perawatan wajah, seri perawatan rambut dan seri perawatan tubuh. Penelitian mengenai pengaruh iklan kosmetik terhadap penggunaan kosmetik oleh remaja khusunya pada remaja putri masih jarang dilakukan karena pada umumnya para peneliti tidak memfokuskan pada media iklan kosmetik saja tapi lebih kepada iklan produk konsumsi secara luas. Oleh karena itu, penelitian ini mengkhususkan pada tayangan iklan kosmetik dengan objek penelitiannya adalah golongan remaja khususnya yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Umum.
1.2. Perumusan Masalah Media massa dan perempuan adalah dua hal yang hampir selalu berkaitan dan akan sangat terasa dalam pembahasan mengenai representasi perempuan dalam media massa. Pada umumnya penggambaran perempuan dalam media massa diwarnai oleh berbagai macam pencitraan dan komoditasi atau pelaris produk. Hal tersebut dapat dicermati dari tayangan iklan yang banyak mengumbar perempuan hanya dari penampilan fisik mereka. Perempuan dipojokkan dengan adanya standarisasi kriteria-
kriteria perempuan cantik yang dianggap ideal dalam masyarakat (Melliana, 2006). Sampai disini dapat dikatakan bahwa media massa, khususnya televisi yang semestinya mampu merepresentasikan penampilan fisik perempuan secara general justru menjadi terabaikan. Media massa justru semakin mengukuhkan idealisasi kriteria-kriteria perempuan cantik. Bagaimana tanggapan khalayak yang sebenarnya terhadap citra perempuan cantik dalam iklan, khususnya iklan kosmetik di televisi masih perlu diuji, apakah iklan yang mereka terima mampu memberikan perbedaan persepsi terhadap citra perempuan dalam iklan kosmetik atau tidak. Kemudian perlu diketahui apakah iklan-iklan tersebut mampu menimbulkan suatu penggunaan produk kosmetik pada khalayaknya atau tidak. Tanggapan khalayak pada penelitian ini hanya akan dibatasi pada remaja putri, mengingat remaja merupakan suatu masa dimana pola konsumsi mereka mulai terbentuk (Tambunan, 2001). Selain itu, penelitian ini hanya memfokuskan pada iklan di televisi, mengingat televisi lebih dapat menggambarkan secara jelas tentang citra perempuan cantik dalam iklan, karena televisi memiliki kelebihan berupa kemampuan audio visual gerak yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya, seperti radio ataupun media cetak. Kemudian yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan antara karakteristik remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik? 2. Bagaimana hubungan antara pola menonton remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik?
3. Bagaimana hubungan antara persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana hubungan antara karakteristik remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik. 2. Mengetahui bagaimana hubungan antara pola menonton remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik. 3. Mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dan konsumsi remaja putri.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis mengenai hubungan antara tayangan iklan kosmetik di televisi dan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Karakteristik remaja putri serta pola menonton tayangan iklan di televisi yang dilakukan oleh remaja putri mampu menggambarkan sejauh mana iklan kosmetik di televisi mampu mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap tayangan iklan kosmetik. Selanjutnya, penelitian diharapkan mampu menggambarkan sejauh mana
persepsi remaja putri terhadap tayangan iklan kosmetik di televisi tersebut memberikan efek dalam penggunaan produk kosmetik yang ditawarkan kepada mereka. Kegunaan penelitian bagi peneliti lain, adalah sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian mengenai citra perempuan dalam televisi berikutnya. Sedangkan bagi pembaca, khususnya remaja putri, diharapkan mampu menjadi cerminan akan adanya pengaruh media massa, khususnya televisi dalam pembentukkan persepsi terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, dan efek penggunaan produk-produk kosmetik yang ditawarkan kepada mereka. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan berguna bagi pihak-pihak yang bergerak di bidang produksi suatu produk maupun bidang periklanan serta stasiun televisi sebagai media penayangannya. Pihak produsen tidak hanya mementingkan aspek komersialitas saja, namun mampu memproduksi produk-produk kecantikan dengan manfaat dan kualitas yang sesuai dan tepat. Pihak televisi agar dapat membantu menyampaikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi pemirsa televisi, khususnya remaja putri.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Proses dan Efek Komunikasi Massa Komunikasi adalah suatu proses berbagi (sharing process) informasi, ide atau sikap antara seseorang dengan orang lain dengan maksud untuk menumbuhkan suatu kebersamaan (communness), sehingga pemberi pesan komunikasi (komunikator) atau penerima pesan komunikasi (komunikan) memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu (Schramm, 1971). Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran media dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Tan dan Wridht, dalam Liliweri, 1992). Menurut Nurudin (2007), komunikasi massa memiliki beberapa ciri umum yaitu: 1) komunikator melembaga, 2) komunikan bersifat heterogen, 3) pesannya bersifat umum, 4) komunikasinya berlangsung satu arah, 5) komunikasi menimbulkan keserempakan, 6) penyebaran pesan dikontrol oleh gatekeeper. Selanjutnya, Nurudin (2007) menjelaskan mengenai beberapa fungsi dari komunikasi massa terkait dengan adanya media massa sebagai berikut: 1. memberikan informasi khususnya berita-berita yang disajikan, dimana seiring perkembangan zaman, menjadi semakin kompleks dan memberikan makna terhadap peristiwa-peristiwa secara multidimensi dan mengungkap latar belakang peristiwa.
2. fungsi persuasi atau mengajak khalayak, dimana menurut Josep A. DeVito, dalam Nurudin (2007), persuasi bisa datang dari berbagai bentuk: (a) mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (b) mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (c) menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan (d) mengenalkan etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu. 3. fungsi transmission of values (penyebaran nilai-nilai) yaitu suatu sosialisasi yang mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Televisi berpotensi mewujudkan sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) bagi pemirsanya (Karlinah, dalam Nurudin, 2007). Proses komunikasi yang efektif menurut Harold D.Lasswell (Komala, dalam Karlinah,1999) dapat dibahas dengan mengikuti formula,”who says what in which channel to whom and with what effect?”. Formula ini menjelaskan bahwa terdapat lima unsur atau komponen dalam proses komunikasi, yaitu Who (Siapa) menjelaskan komunikator atau orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa baik perorangan, mewakili suatu lembaga, organisasi maupun instansi. Says What (apa yang dikatakan) menjelaskan suatu pernyataan umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap. In which channel (melalui saluran apa), menjelaskan media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi. To whom (kepada siapa) menjelaskan komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi. With what effect (dengan efek apa),
menjelaskan hasil yang dicapai dari usaha
penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju.
Efek media massa merupakan feedback (umpan balik) yang diterima oleh komunikator dalam media massa dari pemirsa, yang berupa perubahan pada diri penerima. Perubahan tersebut menurut Wiryanto (2000), dapat berupa perubahan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun perubahan konatif (perilaku nyata). Berkaitan dengan dampak media massa, Kuswandi (1993), mengemukakan tiga dampak yang dapat ditimbulkan dari acara televisi terhadap pemirsa, sebagai berikut: 1. dampak kognitif (pengetahuan), yaitu kemampuan seseorang (pemirsa) untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang kemudian melahirkan pengetahuan bagi pemirsa (sebatas tahu atau tidak tahu). 2. dampak afektif (sikap), yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi, contohnya model pakaian, model rambut, dari tayangan di televisi yang kemudian timbul rasa suka atau tidak suka terhadap model pakaian atau model rambut tersebut. 3. dampak konatif (perilaku nyata), yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi dan khususnya iklan kosmetika, kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (terjadi proses peniruan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari). Secara teoritis, efek pesan media massa biasanya hanya sampai pada tahap kognitif dan afektif, namun Kuswita (1987), mengemukakan bahwa terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif, sebagai berikut: 1. exposure (jangkauan pengenaan atau keterdedahan), hal ini terjadi apabila sebagian khalayak telah mengenal dan menggunakan media massa.
2. kredibilitas, terjadi apabila pesan media massa mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi di mata khalayaknya. 3. konsonansi, terjadi apabila isi yang disampaikan oleh beberapa media massa mempunyai
keterkaitan
langsung
dengan
kepentingan
dan
kebutuhan
khalayaknya. 4. signifikansi, terjadi apabila materi pesan media massa menyentuh hal-hal yang sensitif. 5. situasi kritis, terjadi apabila ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat berada pada situasi kritis. 6. dukungan komunikasi antar pribadi, terjadi apabila informasi melalui media massa menjadi topik pembicaraan, karena didukung oleh komunikasi antar pribadi. DeFleur dan Ball-Rokeach (1975), mengemukakan tiga kerangka teoritis yang berkaitan dengan penggunaan media dan efek terhadap khalayak, sebagai berikut: 1. perspektif perbedaan individu, yaitu adanya perbedaan individu (karakteristik kepribadian) di antara khalayak akan menimbulkan efek yang bervariasi. 2. perspektif kategori sosial, yaitu adanya kelompok-kelompok dengan kategori sosial tertentu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan,
tempat
tinggal
(desa atau kota) atau agama mempunyai
kecenderungan untuk menggunakan media massa yang sesuai dengan tujuan suatu kelompok dengan kategori sosial tertentu dan umumnya kelompok dengan kategori sosial tertentu tersebut mempunyai perilaku yang sama terhadap media massa.
3. perspektif hubungan sosial, yaitu adanya kelompok sosial (kategori sosial) dan hubungan sosial yang informal akan mempengaruhi reaksi individu terhadap media massa.
2.1.2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Media massa yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai), memainkan peran penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. Media massa melalui presentasi selektif dan penekanan pada tema-tema tertentu menciptakan kesan di antara para khalayaknya dan mampu membentuk stereotipe seksual kita dan citra anggota khalayak terutama yang menyangkut materialisme dan konsumerisme (Fleur, dalam Severin dan Tankard Jr, 1992). Televisi sebagai salah satu media massa menyampaikan suatu studi yang terkait dengan teks, khalayak, dan makna (Hartley, dalam Burton, 1999). Televisi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu televisi komersial atau swasta dan non komersial. Televisi komersial atau swasta menggantungkan hidupnya dari iklan sedangkan televisi non komersial identik dengan siaran pelayanan publik (Soenarto, 2007). Televisi mampu memberikan pengaruh peran dalam pemaknaan pesan dalam penyampaian informasi, fakta maupun budaya masyarakat dari penyampai berita kepada masyarakat itu sendiri (Hall, dalam Storey, 2007). Selanjutnya, Storey menjelaskan bahwa, televisi mampu menjangkau segala lapisan masyarakat mulai dari berbagai kelompok ukur, kelas sosial, gaya hidup dan profesi. Dengan kemampuan jangkauan yang merambah ke berbagai bentuk kehidupan masyarakat, televisi menjadi sarana yang sangat ampuh dalam mempengaruhi perilaku konsumen.
Televisi tidak terlepas dari adanya program didalamnya (Soenarto, 2007). Program adalah penjadwalan atau perencanaan siaran televisi dari hari ke hari (horizontal programming) dan dari jam ke jam (sectional programming) setiap harinya (Soenarto, 2007). Televisi menayangkan program siaran ke dalam kelompok acara yang dipengaruhi oleh biaya periklanan, karakteristik khalayak, dan kesesuaian pemrograman yang bervariasi pada jam-jam tertentu di suatu hari tertentu di suatu minggu. Fungsi televisi berkembang tidak hanya terbatas pada pemenuhan informasi dan hiburan saja, juga menekankan nilai-nilai komersil pada segala sesuatu, dan memandang khalayak sebagai konsumen (Williams, 1994). Khalayak dianggap aktif menggunakan media massa (televisi) untuk memenuhi kebutuhannya. Dari perihal tersebut, Elihu Katz (dalam Rakhmat, 2004), mengaitkannya dengan pendekatan ”uses and gratification” (penggunaan dan pemuasan). Penggunaan media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan, maka efek media didefinisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan tercapai. Media massa memang berpengaruh, tetapi pengaruh ini disaring, diseleksi, bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi reaksi mereka. Televisi membagi segmen pemrograman. Menurut Shimp (2003), segmentasi program terbagi menjadi tiga, sebagai berikut: 1. waktu utama (Prime Time), yaitu periode antara jam 20.00 dan 23.00 (atau antara 19.00 dan 22.00 di beberapa negara bagian) dikenal sebagai prime time. Program yang terbaik dan termahal ditayangkan selama periode ini. Penonton paling banyak ada selama periode tayangan ini. Program prime time yang populer kadang-kadang mencapai 20-25 juta keluarga.
2. siang hari (Day Time), yaitu periode yang dimulai sejak pagi hari sampai pukul 16.30 ini dikenal sebagai siang hari (day time) yang diawali dengan programprogram berita untuk orang dewasa, kemudian dilanjutkan dengan programprogram khusus untuk anak-anak. 3. waktu tambahan (Fringe Time), yaitu masa sesudah dan sebelum waktu utama disebut fringe time. Awal fringe time dimulai sore hari dan khususnya ditujukan kepada anak-anak tetapi menjadi lebih berorientasi kepada orang dewasa bilamana waktu utama mendekat. Waktu tambahan di larut malam ditujukan untuk para dewasa muda. Menonton, menurut Moeliono (1990) adalah melihat pertunjukkan gambar hidup. Perilaku menonton adalah melihat gambar hidup yang dilakukan dalam rangka mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikan diri yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Perilaku menonton televisi didefinisikan sebagai tindakan dalam menonton televisi karena adanya dorongan dalam diri seseorang untuk menonton televisi. Dorongan untuk menonton televisi, menurut De Fleur (1975), terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengidentifikasikan perilaku anak-anak dan remaja dalam menonton televisi, yaitu: (1) total waktu yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari, (2) pilihan program acara yang ditonton dalam sehari serta program acara yang paling disukai, dan (3) frekuensi menonton program acara. De Fluer (1975) menyatakan bahwa pola penggunaan televisi dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, dan kemampuan mental yang diukur dengan IQ, status sosial, dan penggunaan media massa lain. Adapun alasan seseorang untuk menonton televisi, seperti yang dijelaskan oleh Handoko (1998) dimana, motif adalah suatu alasan atau
dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan tertentu. Motif seseorang terhadap media bisa berbeda-beda satu sama lain, sehubungan dengan hal tersebut McQuail (1991), menjelaskan sejumlah motif penggunaan media (atau yang dikenal sebagai fungsi media bagai individu), sebagai berikut: 1. informasi, mengenai hal-hal seperti pencarian berita peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, serta sesuatu yang berkaitan dengan penentuan pilihan. Sebagai informasi, berfungsi untuk memuaskan rasa ingin tahu dan minat-minat umum, serta memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan dengan cara belajar dan pendidikan diri sendiri. 2. identitas pribadi, menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, model perilaku, dan mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai lain (dalam media), serta meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. 3. integrasi dan interaksi, memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain (empati sosial), meningkatkan rasa memiliki, menemukan bahan percakapan dalam internaksi sosial, memperoleh teman, serta memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi keluarga, teman, dan masyarakat. 4. hiburan, setiap individu dapat melepaskan diri atau terpisah dari masalah, bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis, mengisi waktu, relax, penyaluran emosi , serta membangkitkan gairah seks. Perubahan pada diri individu yang disebut sebagai efek media massa merupakan pengaruh dari media massa, yaitu media massa cetak maupun media massa elektronik.
Selanjutnya Dominick dalam Komala (2004) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang melalui suatu media massa, khususnya media televisi mampu menjadi agen sosialisasi dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.
2.1.3. Iklan Televisi Menurut Kasiyan (2008), iklan adalah pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dan dipasang di dalam media massa, seperti surat kabar dan majalah. Iklan meliputi tiga bentuk utama, yaitu iklan komersial, layanan masyarakat, dan iklan promo: Pertama, iklan komersial yaitu iklan yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan komersial dengan harapan bilamana iklan tersebut ditayangkan, maka produsen akan memperoleh keuntungan komersial. Kedua, iklan layanan masyarakat yaitu iklan yang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan tidak untuk memperoleh keuntungan komersial. Ketiga, iklan promo yaitu iklan yang berisi pesan-pesan yang biasanya dibuat oleh pengelola televisi untuk mempromosikan program-program acara stasiun televisi agar khalayak tertarik menonton acara yang akan ditayangkan. Iklan memiliki maksud untuk mendorong serta membujuk atau mempersuasi kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan. Iklan adalah bagian dari bauran promosi (promotion mix) dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Iklan di media massa, salah satunya televisi, telah terbukti mempunyai kekuatan dahsyat untuk membujuk nafsu dan hasrat (desire) konsumen terhadap produk barang maupun jasa di masyarakat melalui
serangkaian asosiasi-asosiasi ideologi citra yang dibangunnya (Kasiyan, 2008). Untuk membedakan iklan dengan pengumuman biasa, iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli, seperti dikatakan oleh Frank Jefkins (dalam Kasali, 1992): advertising aims to persuade people to buy. Selanjutnya, Shimp (2003) membagi fungsi periklanan menjadi empat fungsi, sebagai berikut: 1. informing, dimana periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan keberadaan merek-merek tertentu, dengan segala fitur dan manfaatnya, sehingga dapat memfasilitasi
penciptaan
citra
merek
yang
positif
di
hadapan
masyarakat/konsumen. 2. persuading, dimana iklan mampu mempersuasi/membujuk pelanggan untuk mencoba produk atau jasa yang diiklankan. 3. reminding, dimana iklan bertugas untuk menjaga agar merek-merek tertentu tetap segar dalam ingatan para konsumen, dan mencegah pengalihan merek (brand switching) yang kerap dilakukan konsumen, dengan selalu mengingatkan para konsumen melalui iklan. 4. adding value, dimana iklan dapat memberi nilai tambah pada merek dengan cara mempengaruhi persepsi konsumen melalui inovasi, penyempurnaan kualitas, dan mengubah persepsi konsumen. Selanjutnya, Kasali (1992) menyebutkan bahwa iklan memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) menarik calon konsumen untuk menjadi konsumen yang loyal selama jangka waktu tertentu, dan (2) mengembangkan sikap positif calon konsumen sehingga diharapkan dapat menjadi pembeli yang potensial pada masa yang akan datang.
Dampak negatif iklan bagi pertumbuhan masyarakat dan ekonomi terkait dengan penyalahgunaan pemasaran dengan tindakan yang berpangkal pada penggunaan iklan (Kasali, 1992). Bentuk iklan-iklan tersebut, salah satunya iklan produk kosmetik, menjerumuskan pola pikir dan pemahaman masyarakat pada ideologi kebudayaan yang tidak sesuai dengan kebudayaan bangsa dan memungkinkan terciptanya sikap konsumtif yang berlebihan, serta tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat golongan tertentu. Salah satu golongan dalam masyarakat tersebut adalah golongan remaja, khususnya remaja putri. Proses pencarian identitas diri berikut usaha untuk independen dalam diri seorang remaja, khususnya remaja putri, menjadikan mereka rentan terhadap berbagai pengaruh lingkungan, termasuk iklan yang menggambarkan bahwa cantik itu penting dalam pergaulan, atau pula digambarkannya citra kecantikan dengan ukuran tertentu seperti kulit putih, rambut lurus, dan semacamnya.
2.1.4. Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (Desiderato, dalam Rakhmat, 2004). Menurut Sears, dkk. (1985), orang cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Hanya dengan sebatas melihat seseorang atau barang selama beberapa detik, orang cenderung menilai sebagian besar karakteristik orang atau barang tersebut. Meski individu tidak terlalu percaya pada pendapat yang dibentuk dengan cara demikian, namun mereka umumnya bersedia menilai intelegensia, latar belakang, ras, tingkat pendidikan, agama, kejujuran, kehangatan orang lain dan lain
sebagainya. Menurut Sarwono (2007), proses menilai orang lain ini dalam psikologi sosial adalah dasar dari segala jenis hubungan antar pribadi, karena berdasarkan penilaian itulah orang menentukan apa yang akan dilakukannya terhadap orang lain. Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi yang terdiri atas elemen kognitif, yaitu hal yang diketahui seseorang tentang dirinya, tingkah lakunya, dan tentang keadaan di sekitarnya. Persepsi mengenai orang lain dan untuk memahami orang lain tersebut dinamakan persepsi sosial, dan kognisinya pun dinamakan kognisi sosial (Sarwono, 2007). Terdapat dua hal yang ingin diketahui dalam persepsi sosial, yaitu: (1) keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini melalui komunikasi non-lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh dan sebagainya), dan
(2) komunikasi lisan dan kondisi yang lebih permanen yang
ada dibalik segala yang tampak saat ini (niat, sifat, motivasi, dan sebagainya) yang diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi saat ini (Sarwono, 2007). Menurut Baron dan Bryne (2004), persepsi sosial adalah suatu proses (tepatnya proses-proses) yang digunakan oleh seseorang untuk mencoba memahami orang lain. Walgito (1980) menjelaskan bahwa persepsi timbul karena terdapat komponenkomponen pembentuknya yaitu objek yang dipersepsikan; alat indra, syaraf dan pusat susunan syaraf; serta perhatian. Selanjutnya menurut Walgito (1980), proses timbulnya persepsi dapat dijelaskan melalui beberapa tahap, sebagai berikut:
1. objek menimbulkan suatu stimulus, dimana pada saat-saat tertentu objek dapat menjadi satu dengan stimulus. Stimulus yang timbul mengenai alat indra atau syaraf yang bekerja sebagai reseptor (proses fisik). 2. sebagian besar stimulus berasal dari luar indra, yang berfungsi sebagai alat penerima stimulus yang kemudian akan diteruskan menuju susunan syaraf pusat yaitu otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran. 3. sebuah persepsi memerlukan suatu perhatian. Perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan kepada sekumpulan objek atau sesuatu. Berkaitan dengan hal tersebut, individu menyadari apa yang diinderakan, seperti dilihat, didengar, dirasakan, dan lain sebagainya sehingga dapat berkembang menjadi respon. Respon antara satu individu berbeda-beda, namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi persamaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi menurut Rakhmat (2004) yaitu faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal, sedangkan menurut Sarwono (2007), persepsi mencakup kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek dan tanda dari sudut pandang pengalaman orang yang bersangkutan. Selanjutnya, Sarwono menjelaskan bahwa persepsi tentang orang (person perception) memiliki objek yang abstrak dan hipotetis sehingga orang cenderung memberi persepsi yang sama terhadap objek orang tersebut. Selain itu, faktor perbedaan kepribadian juga berpengaruh terhadap persepsi khususnya persepsi sosial, misalnya kesadaran akan diri sendiri, rasa malu dan cemas (Schroeder , 1995).
2.1.5. Citra Perempuan dalam Iklan Citra (image) adalah sesuatu yang tampak oleh indera, akan tetapi tidak memiliki eksistensi substansial (Kasiyan, 2008). Media massa memperlihatkan realitas nyata secara selektif yang mampu membentuk idealisme suatu citra tertentu menjadi bentuk citra yang baku. Ketidaktepatan bentuk ideal suatu citra tertentu mampu menimbulkan stereotipe tertentu. Sebagaimana dijelaskan oleh Rakhmat (2004) bahwa stereotipe adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dan seringkali timpang atau tidak benar. Citra perempuan adalah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi dari perempuan, seperti yang tergambar dalam iklan. Kata citra perempuan diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan, atau pengecapan tentang perempuan. Citra perempuan berkaitan dengan citra diri, yang berlangsung secara intuitif atau refleksif, sehingga perempuan mempunyai andil yang besar dalam perwujudan sikap dan tingkah lakunya (Sugihastuti, 1999). Mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Sugihastuti tersebut, dapat dikatakan bahwa citra perempuan adalah sesuatu gambaran mengenai perempuan yang ditimbulkan oleh penglihatan dan pikiran, yang berkaitan dengan tampilan fisik atau tampilan tubuh luar perempuan. Citra perempuan kebanyakan dapat dilihat dalam penayangan iklan di televisi, dimana iklan memiliki kecenderungan memunculkan stereotipikal dengan memberikan keterbatasan pilihan yang tersedia bagi perempuan. Menurut Mellliana (2006), dalam bukunya yang berjudul “Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan”, saat ini perempuan dikukuhkan dengan pencitraan penampilan fisik yang dianggap ideal dalam masyarakat yaitu memiliki kriteria
Caucasian, seperti tubuh langsing, tinggi, berkulit putih, berambut panjang dan lurus. Hal tersebut cenderung memojokkan perempuan seperti yang dijelaskan oleh Gaye Tuchman (dalam Melliana, 2006), dimana pencitraan perempuan seperti itu menjadi symbolic annihilation atau penghancuran simbolik, yaitu ketika perempuan dimunculkan sebagai sosok yang terhukum dan direndahkan. Perempuan dituntut untuk mengikuti norma-norma feminin yang telah berakar dalam masyarakat. Norma penampilan feminin (norm of feminine appearance) meliputi semua aspek fisik perempuan (tubuh, wajah, pakaian, serta gerakan). Norma ini mengejawantah dalam iklan dan aspek-aspek media massa lainnya seperti iklan pelangsing tubuh, penghitam rambut, pemutih wajah dan sebagainya (Melliana, 2006). Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa perempuan agar dapat diterima dalam masyarakat haruslah mengikuti standar kecantikan yang berlaku dalam masyarakat yakni dinilai secara fisik, yang didukung oleh media massa melalui peneguhan standar tersebut dalam pesan maupun visual iklan-iklan khususnya iklan kosmetik yang ditayangkan. Pencitraan perempuan cantik yang telah dikemukakan oleh Melliana tersebut adalah beberapa pencitraan yang digunakan untuk mewakili citra perempuan dalam iklan di televisi, yang digunakan dalam penelitian ini. Pencitraan perempuan cantik yang dianggap ideal dalam masyarakat tersebut dicitrakan oleh iklan-iklan yang menjanjikan perempuan untuk dapat tampil seperti model-model yang ada pada iklan-iklan tersebut melalui penggunaan produk-produk mereka. Secara umum, produk-produk tersebut terbagi ke dalam tiga kategori yaitu produk seri perawatan wajah, seri perawatan rambut dan seri perawatan tubuh. Seri perawatan wajah diwakili oleh iklan “Ponds White Beauty” versi fotografer (lampiran 1). Seri perawatan rambut diwakili oleh iklan
“Pantene Shampoo” versi Siti Nurhaliza (lampiran 2). Seri perawatan tubuh diwakili oleh iklan “Citra White Lotion” versi Nikita Willy (lampiran 3).
2.1.6. Remaja Putri Remaja menurut definisi adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan, baik kematangan fisik, sosial dan psikologis (Muss, dalam Sarwono, 2007). Secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa (Piaget, dalam Hurlock, 1992). Remaja mengalami perkembangan psikologis dan identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan merupakan tahap restrukturisasi kesadaran (Csikszentimihalyi dan Larson, 1984). Remaja mengalami transformasi intelektual dari cara berfikir yang memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Shaw dan Costanzo, dalam Ali dan Ansori, 2004). Remaja merupakan tahap pencarian jati diri yang mengoptimalkan segala fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Kepribadian remaja dibentuk oleh gagasan-gagasan, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang diajarkan kepada remaja oleh lingkungan budayanya, disebut juga sebagai proses sosialisasi. Remaja memiliki dorongan yang menyebabkan remaja mau mengikuti tuntutan lingkungan yaitu kecemasan akan menghadapi hukuman, ancaman dan tidak adanya kasih sayang dari orang lain. Remaja cenderung memilih norma-norma yang dianut oleh kawan-kawan sekelompoknya karena norma itulah yang
berlaku di lingkungannya. Remaja, khususnya remaja putri akan mengikuti norma-norma tersebut sebagai ukuran moralnya karena remaja putri beranggapan bahwa kelompoknya itulah yang patut dijadikan sebagai pedoman (frame of reference) dalam bertingkah laku dalam masyarakat (Wiryanto, 2000). Remaja mengalami suatu proses yaitu pembentukan pola konsumsi yang oleh sebagian besar produsen produk-produk kosmetik menjadi suatu pasar yang potensial bagi pemasaran produk-produk mereka. Pengertian perilaku konsumen menurut beberapa ahli (dalam Sugiarto, 2006) sebagai berikut. 1. James f. Engel (1968) berpendapat bahwa, perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. 2. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984) mengemukakan bahwa, perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. 3.
Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf (1979) menjelaskan bahwa, perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber lainnya. Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok, atau organisasi yang berhubuangan dengan proses pengambilan keputusan
dalam mendapatkan, menggunakan, barang-barang atau jasa ekonomis yang dipengaruhi lingkungan (Sugiarto, 2006). Peter (1993), menjelaskan pengertian mengenai perilaku konsumsi, adalah interaksi dinamis antara afek dan kognisi, tingkah laku dan lingkungan sebagai proses pertukaran aspek hidup mereka. Terdapat tiga hal penting menurut definisi tersebut yaitu: (1) adanya suatu perilaku konsumsi yang dinamis, (2) perilaku tersebut meliputi interaksi antara afek, kognisi, tingkah laku dan lingkungan, dan (3) mengalami suatu proses pertukaran.
2.1.7. Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri Istilah kosmetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu kosmetikos yang artinya terampil berdandan. Tujuan berdandan itu sendiri
adalah untuk memenuhi hasrat
manusiawi seseorang yang ingin tampil menarik dan cantik. Banyak cara yang dilakukan seseorang untuk dapat tampil cantik dan menarik, salah satunya adalah dengan menggunakan produk kosmetik. Definisi kosmetika menurut UU Periklanan Nomor 24 tahun 1997, adalah campuran bahan-bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dan digunakan pada badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Menurut Muktiningrum (2002), definisi kosmetika mula-mula dirumuskan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Food and Drugs Administration atau FAD) Amerika Serikat lewat US Foods, Drugs and Cosmetics Act pada tahun 1938. Selanjutnya, definisi ini oleh Indonesia diadopsi dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Men-Kes/Per/IX/76. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik dua hal pokok, sebagai berikut:
1. kosmetika dipakai dengan cara dan bentuk yang sangat bervariasi. Untuk itu dibutuhkan bahan-bahan kimia yang sangat banyak pula seperti, pengental, penyemprot, pelekat, pewarna, pewangi, pengencer, pembersih dan lain sebagainya. 2. kosmetika tidak boleh mempengaruhi fungsi faal kulit dan tubuh manusia. Dengan demikian, kosmetika bukanlah obat. Menurut Murti (2003), jenis kosmetik terdiri dari beberapa seri dengan kegunaannya masing-masing, antara lain adalah untuk: (1) seri perawatan wajah, terdiri dari bedak muka, baik yang berupa bedak padat maupun bedak tabur, susu pembersih muka, astringent, alas bedak, maskara, lipstick, lipgloss/lipbalm, pensil alis, eye shadow, pemerah pipi (blush on); (2) seri perawatan tubuh, terdiri dari sabun mandi, baik yang berupa sabun cair maupun sabun padat, lulur ataupun mangir, handbody lotion, bedak atau talk, parfum dan aftershave; dan (3) seri perawatan rambut, terdiri dari shampo, shampo anti ketombe, pengeriting rambut, krim creambath, tonik atau cairan penyubur rambut, cat rambut dan lain-lain. Budiman (dalam Murti, 2003) mengatakan bahwa, banyak konsumen yang memanfaatkan produk kosmetik untuk tujuan keindahan dan menutupi kekurangan diri. Setiap orang, terutama perempuan, tentu ingin selalu tampil cantik. Tidak heran jika beberapa langkah dilakukan demi meraih dambaannya tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan produk kosmetik. Fase remaja merupakan fase dimana pola konsumsi seseorang terbentuk. Pengakuan dari masyarakat dan lingkungan seolah-olah menjadi jaminan hidup yang harus diperebutkan pada diri remaja khususnya remaja putri. Pada akhirnya mereka terjebak dengan pola konsumtif yang mengantarkan para remaja
putri kedalam sikap hedonis atau keduniawian (Tambunan, 2001). Berdasarkan pengertian yang dijelaskan, dapat dikatakan bahwa, remaja putri mempunyai kecenderungan untuk menjadi pasar yang potensial bagi para produsen untuk memasarkan produk-produk mereka.
2.2. Kerangka Pemikiran Penjelasan diatas dapat dirangkai menjadi sebuah kerangka pemikiran yang mengangkat tema mengenai hubungan antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Kerangka pemikiran ini dirancang untuk menerangkan bahwa karakteristik remaja yang dibagi menjadi karakteristik internal dan karakteristik eksternal serta pola menonton tayangan iklan merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Selanjutnya, persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diduga dapat mempengaruhi penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Karakteristik internal remaja yang dilihat dalam penelitian ini adalah usia, motif, daerah asal, dan uang saku. Usia dimasukkan dalam karakteristik internal remaja putri dengan alasan perbedaan tingkat pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan remaja putri berbeda dalam persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Motif dimasukkan dalam karakteristik internal remaja putri dengan alasan perbedaan kebutuhan remaja untuk menonton televisi yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Daerah asal dimasukkan dalam karakteristik internal remaja
putri dengan alasan perbedaan lingkungan sosial budaya yang akan berpengaruh pada persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Uang saku dimasukkan dalam karakteristik internal remaja putri dengan alasan perbedaan jumlah uang yang dimiliki remaja putri dapat mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Karakteristik eksternal remaja yang dilihat dalam penelitian ini adalah penghasilan orang tua dan significant others. Penghasilan orang tua dimasukkan dalam karakteristik eksternal remaja putri dengan alasan perbedaan jumlah uang yang dimiliki oleh orang tua remaja putri akan berpengaruh terhadap persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Significant others dimasukkan dalam karakteristik eksternal remaja putri dengan alasan perbedaan pengaruh dari luar diri remaja putri dalam hal pemenuhan informasi mengenai suatu produk kosmetik dapat mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Pola menonton televisi seperti frekuensi menonton dan lamanya menonton dapat memiliki hubungan dengan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Frekuensi menonton diduga dapat mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Lamanya menonton diduga dapat mempengauhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Pencitraan perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diukur melalui beberapa pernyataan seputar iklan di televisi yang mewakili citra perempuan cantik yang termuat dalam beberapa iklan produk kosmetik, yaitu produk kosmetik seri perawatan
wajah, seri perawatan rambut dan seri perawatan tubuh. Seri perawatan wajah diwakili oleh iklan “Ponds White Beauty” versi fotografer. Seri perawatan rambut diwakili oleh iklan “Pantene Shampoo” versi Siti Nurhaliza. Seri perawatan tubuh diwakili oleh iklan “Citra White Lotion” versi Nikita Willy. Pernyataan seputar iklan yang mewakili citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi tersebut berisi tentang persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik yang mengacu pada kriteria-kriteria perempuan cantik yang muncul dalam masing-masing iklan kosmetik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing. Pencitraan perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi tersebut diduga berhubungan dengan efek pada diri remaja putri yang diduga berupa penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Kerangka pemikiran secara lebih jelas digambarkan melalui bagan dan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Dan Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri
Karakteristik Internal Remaja Putri - Usia - Motif - Daerah asal - Uang saku Karakteristik Eksternal Remaja Putri - Penghasilan orang tua - Significant others
Persepsi Remaja Putri Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi
Penggunaan Produk Kosmetik
Pola Menonton Televisi - Frekuensi Menonton - Lamanya Menonton Keterangan: → mempengaruhi
2.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis pokok yang diajukan dalam penelitian ini adalah “terdapat hubungan nyata antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri”. Untuk lebih mengarahkan pelaksanaan penelitian terutama dalam proses pengambilan dan pengolahan data, maka penelitian menggunakan hipotesis, sebagai berikut:
1. terdapat hubungan nyata antara karakteristik internal remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 2. terdapat hubungan nyata antara karakteristik eksternal remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 3. terdapat hubungan nyata antara pola menonton televisi dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 4. terdapat hubungan nyata antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Selain hipotesis pokok, secara lebih mendalam juga digunakan hipotesis minor di dalam penelitian ini. Adapun hipotesis minor, sebagai berikut: 1. semakin tinggi usia remaja putri maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 2. semakin banyak motif yang digunakan remaja putri untuk menonton televisi maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 3. semakin dekat tempat tinggal remaja putri dengan daerah Kota Bogor maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 4. semakin tinggi uang saku yang dimiliki remaja putri maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5. semakin tinggi penghasilan orang tua maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 6. semakin dekat hubungan remaja putri dengan significant others maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 7. semakin lama remaja putri menonton televisi maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 8. semakin sering remaja putri menonton televisi maka semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. 9. semakin positif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi maka semakin rendah penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri.
2.4. Definisi Operasional 1. Usia adalah umur responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran sampai dengan tahun 2008. Usia dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan data usia responden yang dalam penelitian ini adalah remaja putri SMU Negeri 1 Bogor tahun ajaran 2008/2009. Kategori tersebut, yaitu: (1) usia remaja muda = 15 – 16 tahun, dan (2) usia remaja tua = 17 – 18 tahun. 2. Motif adalah alasan ataupun dorongan remaja putri untuk menonton televisi, yaitu motif untuk mencari informasi, untuk mencari hiburan, dan untuk integrasi dan interaksi sosial. Motif dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) untuk mencari
informasi atau hiburan, (2) untuk mencari informasi dan hiburan, dan (3) untuk mencari informasi, hiburan, integrasi serta interaksi sosial. 3. Daerah asal adalah daerah dimana remaja putri tinggal atau dibesarkan. Daerah asal dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Bogor, dan (2) luar Bogor. 4. Uang saku adalah jumlah uang (dalam rupiah) yang diberikan oleh orang tua kepada remaja putri untuk membiayai pengeluaran per bulan, seperti membeli makan, membeli pulsa, jajan, membeli baju, iuran sekolah dan membeli perlengkapan sekolah. Uang saku dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) rendah = kurang dari Rp. 100.000, (2) sedang = Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 300.000, dan (3) tinggi = lebih dari Rp. 300.000 5. Penghasilan orang tua adalah jumlah pendapatan (dalam rupiah) yang diterima orang tua setiap bulannya, dari pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Penghasilan orang tua dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) rendah = kurang dari Rp.1.000.000, (2) sedang = Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 3.000.000, dan (3) tinggi = lebih dari Rp. 3.000.000. 6. Significant others adalah orang lain yang sangat penting yang berasal dari luar diri remaja putri dan memberikan pengaruh dalam hal informasi serta pendapat mengenai suatu produk kosmetik maupun manfaat yang didapatkan dari penggunaan produk kosmetik tersebut sehingga remaja putri tergerak untuk menonton televisi. Significant others dibagi ke dalam lima kategori, yaitu: (1) orang tua, (2) teman sekolah, (3) teman sepermainan, (4) masyarakat umum, dan (5) saudara.
7. Lamanya menonton adalah seberapa lama seorang remaja putri menonton televisi dalam waktu satu hari. Lamanya menonton dikategorikan menjadi: (1) satu jam per hari, (2) dua jam per hari, (3) tiga jam per hari, (4) empat jam per hari, (5) lima jam per hari. 8. Frekuensi menonton adalah seberapa sering atau berapa kali seorang remaja putri menonton televisi dalam waktu satu hari. Frekuensi menonton dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (1) satu kali per hari, (2) dua kali per hari, (3) tiga kali per hari, dan (4) empat kali per hari. 9. Persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik adalah penilaian remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik yang diukur berdasarkan pernyataan-pernyataan mengenai citra perempuan
cantik dengan
mengacu pada kriteria-kriteria perempuan cantik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing,
yang tampil dalam iklan produk-produk
kosmetik di televisi yaitu iklan Ponds White Beauty versi fotografer, iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy, dan iklan Shampoo Pantene versi Siti Nurhaliza. Masing-masing pertanyaan mengenai persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
(1) persepsi positif = skor 10 sampai dengan 20, dan (2)
persepsi negatif = skor 21 sampai dengan 30. 10. Penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri adalah penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri setelah melihat iklan Ponds White Beauty, Pantene Shampoo, dan Citra Beauty Lotion. Penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (1) penggunaan produk kosmetik rendah
= skor 10 sampai dengan 20, dan (2) penggunaan produk kosmetik tinggi = skor 21 sampai dengan 30.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan sengaja (purposive) mengingat efisiensi biaya, jarak, akses dan waktu dari peneliti. Selain itu, pemilihan responden remaja putri SMU Negeri 1 Bogor dilakukan karena dianggap mampu mewakili siswi-siswi remaja putri lainnya yang tengah mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Umum lainnya. Pemilihan responden adalah remaja usia sekolah dengan pertimbangan bahwa masa remaja merupakan masa transisi menuju dewasa, dimana pada masa ini merupakan tahap paling puncak dan menonjol dalam proses perkembangan remaja yang mudah terpengaruh oleh lingkungan. Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ingin dilihat sejauh mana persepsi remaja putri mengenai citra perempuan cantik yang ditampilkan dalam iklan kosmetik di televisi mempengaruhi remaja putri dalam menggunakan produk kosmetik. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2008. Pada bulan Juni 2008 dilakukan studi literatur (pengambilan data sekunder), penentuan hipotesis penelitian, dan penentuan metode penelitian yang disajikan dalam proposal penelitian. Pada bulan Juli 2008 dilakukan pengambilan data melalui penyebaran kuesioner kepada remaja putri yang telah terpilih menjadi responden penelitian. Selanjutnya pada bulan Agustus 2008, dilakukan input data, pengolahan data, interpretasi, serta penyusunan laporan skripsi.
3.2. Metode Penentuan Responden Populasi dari penelitian ini adalah siswi-siswi SMUN 1 Bogor. Pemilihan populasi adalah berdasarkan pertimbangan bahwa lingkungan sekolah sebagai lingkungan sosial dan tempat interaksi mereka (setelah lingkungan rumah) sehari-hari. Setelah responden ditentukan, selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dan wawancara agar dapat diperoleh informasi yang lebih akurat. Pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa responden dapat dengan mudah ditemui dan tidak tersebar secara geografis. Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan didukung oleh data kualitatif melalui wawancara. Penarikan responden dilakukan dengan Teknik Purposive Sampling atau yang disebut juga dengan Judgemental Sampling, dimana responden diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (Prasetyo dan Jannah, 2005). Kriteria responden yang ditetapkan oleh peneliti adalah responden yang berjenis kelamin perempuan dan merupakan siswi SMUN 1 Bogor tahun ajaran 2008/2009. Teknik Purposive Sampling dipilih dengan pertimbangan banyaknya jumlah siswi-siswi dalam satu sekolah dan keterbatasan waktu dari peneliti untuk melakukan wawancara, serta penarikan kembali kuesioner kepada responden. Kriteria responden yang dipilih adalah siswi-siswi SMUN 1 Bogor yang telah melihat iklan yang dijadikan objek penelitian, yaitu iklan “Ponds White Beauty versi fotografer”, “Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza” serta “Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy”. Jumlah sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang perempuan. Sampel terdiri dari siswi-siswi
SMUN 1 Bogor, dengan perwakilan dari kelas dua sebanyak 30 orang
perempuan dan perwakilan dari kelas tiga sebanyak 30 orang perempuan. Untuk pengambilan data dengan kuesioner, peneliti memperlihatkan iklan-iklan kosmetik kepada remaja putri dalam masing-masing kelas yang telah dipilih, yaitu dua kelas untuk kelas dua dan satu kelas untuk kelas tiga. Selanjutnya, remaja putri mengisi kuesioner yang telah dibagikan setelah melihat iklan-iklan yang ditayangkan. Peneliti kemudian menarik kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden remaja putri. Untuk pengambilan data dengan wawancara, akan dipilih dari responden remaja putri utama yang terdiri dari 10 orang perempuan. Pemilihan responden remaja putri untuk wawancara mendalam adalah berdasarkan fenomena yang sering muncul pada jawaban yang diberikan responden remaja putri, seperti adanya perbedaan dalam persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
3.3. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan ditunjang dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara. Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris karena penelitian ini menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui jawaban dari hasil pengisian kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri, serta dari
wawancara mendalam yang dilakukan kepada responden remaja putri. Data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang digunakan sebagai bahan rujukan dan data-data tentang tayangan iklan di televisi yang memuat citra perempuan dalam iklan yang diperoleh melalui televisi dan internet.
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah dikumpulkan ditabulasi kemudian dilakukan analisis secara statistik. Hasil analisis diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Data kuantitatif diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Pengolahan data untuk uji korelasi Spearman dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 13. Hal ini dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan dan kepercayaan hasil pengujian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dijabarkan secara deskriptif untuk melengkapi data statistik.
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1. Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda nomor 16 Bogor dan merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas terbaik di Kota Bogor. SMUN 1 Bogor telah berdiri sejak tahun 1958. Selama itu pula, SMUN 1 Bogor telah lama memiliki citra sebagai sekolah yang paling berprestasi di kota Bogor. Prestasi itu antara lain dapat dilihat dari tingginya persentase siswa SMAN 1 Bogor, yang masuk ke perguruan tinggi negeri. Sejak tahun 2000, lebih dari 80 persen lulusan SMAN 1 Bogor berhasil menembus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di berbagai universitas negeri. Kemampuan para lulusan menembus perguruan tinggi negeri (PTN), juga didukung oleh kenyataan tingginya rata-rata nilai pelajaran yang diraih siswa. Pada tahun pelajaran 2000 – 2001, dengan jumlah siswa yang lulus sebanyak 350 orang, nilai rata-rata mata pelajaran mereka masih enam koma enam puluh. Tetapi pada tahun pelajaran 2003-2004, meningkat menjadi tujuh koma tujuh puluh lima dengan jumlah siswa yang lulus sebanyak 362 orang. SMUN 1 Bogor memiliki bangunan sekolah dengan luas 1.619 meter persegi, termasuk di dalamnya 20 ruang kelas dan 480 meter persegi lapangan olahraga, yang digunakan bergilir dengan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bogor. SMUN 1 Bogor didukung sarana belajar yang lengkap, seperti laboratorium komputer, laboratorium bahasa, laboratorium IPA, disamping perpustakaan, ruang koperasi, mushola, kantin dan ruang OSIS. SMUN 1 Bogor memiliki program-program
ekstrakurikuler yang akademik dan non akademik. Ekstrakurikuler akademik antara lain komputer, kelompok ilmiah remaja, kelompok bahasa Inggris dan Praktikum IPA. Non ekstrakurikulernya antara lain pembinaan berorganisasi, pembinaan kepribadian dan ketrampilan wirausaha, yang kesemuanya dilaksanakan dalam berbagai wadah seperti OSIS, DKM, KIR, PA, Pandawa, PMR, Pramuka, Bela Diri, kesenian dan olahraga. SMUN 1 Bogor memiliki jumlah murid sebanyak 1088 orang, 55 orang guru tetap, 4 orang guru bantu dan 14 orang guru honorer. Mayoritas guru adalah sarjana pendidikan. Kegiatan sekolah juga ditunjang pengelolaan administrasi yang ditangani oleh 1 orang Kepala Tata Usaha, 8 tenaga tetap dan 12 tenaga honorer. Semua kegiatan berlangsung dalam koordinasi Kepala Sekolah yang saat ini dijabat oleh Drs. H. Agus Suherman, M.Pd. Disamping itu, terdapat penugasan khusus kepada beberapa orang guru untuk menangani pembinaan bidang kerohanian Islam, Kelompok ilmiah remaja, Pecinta alam, Pramuka dan PMR. Dukungan bagi kegiatan belajar dan mengajar juga diperoleh dari masyarakat melalui jalinan kerjasama di berbagai bidang. Antara lain menjalin kerjasama dengan Universitas Indonesia untuk pengembangan perpustakaan, kerjasama dengan ikatan alumni dalam pembuatan master plan pembangunan sekolah, serta mendayagunakan tokoh-tokoh profesional untuk menunjang pelaksanaan pendidikan komputer, olahraga, kesenian, Pramuka dan PMR.
4.2. Karakteristik Responden Penelitian 4.2.1. Usia Siswi-siswi SMU Negeri 1 Bogor rata-rata memiliki usia yang berbeda. Perbedaan usia remaja putri diduga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan pengalaman remaja putri, yang selanjutnya akan mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Usia hanya akan dibatasi ke dalam dua kategori saja, kategori usia muda yaitu umur
15 tahun – 16
tahun dan kategori usia remaja tua yaitu umur 17 – 18 tahun. Keterangan mengenai usia remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Usia Usia Remaja Muda (15 – 16 tahun) Remaja Tua (17 – 18 tahun) Total
Jumlah (n) 36 orang 24 orang 60 orang
Prosentase (%) 60,00 40,00 100,00
Tabel 1 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri yang termasuk ke dalam kategori usia remaja muda yaitu usia 15 tahun – 16 tahun lebih besar bila dibandingkan dengan prosentase jumlah remaja putri yang termasuk ke dalam kategori usia remaja tua yaitu usia 17 tahun – 18 tahun, adalah sebesar 60 persen. Sedangkan prosentase jumlah remaja putri yang termasuk ke dalam kategori usia remaja tua adalah sebesar 40 persen. Banyaknya jumlah remaja putri yang termasuk ke dalam kategori usia remaja muda, karena rata-rata remaja putri yang menjadi responden penelitian adalah siswi-siswi kelas dua.
4.2.2. Motif Siswi-siswi SMU Negeri 1 Bogor rata-rata memiliki motif untuk menonton televisi yang berbeda. Perbedaan motif yang dimiliki oleh remaja putri diduga berpengaruh terhadap tujuan mereka untuk menonton televisi yang selanjutnya berpengaruh terhadap persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik. Motif hanya akan dibatasi pada tiga macam motif saja, yaitu untuk mencari informasi, mencari hiburan, dan untuk integrasi serta interaksi sosial. Keterangan mengenai motif yang dimiliki oleh remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Motif Motif Satu motif (mencari informasi atau mencari hiburan) Dua motif (mencari informasi dan mencari hiburan) Tiga motif (mencari informasi, mencari hiburan, dan untuk integrasi serta interaksi sosial) Total
Jumlah (n)
Prosentase (%)
15 orang
25,00
42 orang
70,00
3 orang
5,00
60 orang
100,00
Tabel 2 mengindikasikan bahwa motif untuk menonton televisi yang dimiliki oleh remaja putri rata-rata adalah motif untuk mencari informasi dan untuk mencari hiburan. Prosentase jumlah remaja putri yang memiliki satu motif adalah sebesar 25 persen. Prosentase jumlah remaja putri sebesar 25 persen tersebut memiliki motif menonton televisi untuk mencari informasi atau mencari hiburan. Prosentase jumlah remaja putri yang memiliki dua motif menonton televisi adalah sebesar 70 persen. Prosentase jumlah remaja putri sebesar 70 persen tersebut memiliki motif menonton televisi untuk mencari informasi dan mencari hiburan. Prosentase jumlah remaja putri yang memiliki tiga motif
menonton televisi adalah sebesar lima persen. Prosentase jumlah remaja putri sebesar lima persen tersebut memiliki motif menonton televisi untuk mencari informasi, untuk mencari hiburan, dan untuk integrasi serta interaksi sosial. Motif untuk menonton televisi rata-rata adalah untuk mencari informasi dan hiburan, karena remaja putri SMUN 1 Bogor menggunakan televisi disamping untuk mencari informasi yang berkaitan dengan pelajaran mereka di sekolah, juga untuk mencari hiburan setelah mereka pulang sekolah.
4.2.3. Daerah Asal Daerah asal remaja putri SMU Negeri 1 Bogor, rata-rata juga berbeda-beda. Daerah asal remaja putri dalam penelitian ini diukur karena diduga berkaitan dengan latar belakang budaya maupun sosial remaja putri yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik. Daerah asal remaja putri dibagi ke dalam dua kategori, yaitu remaja putri yang berasal dari Bogor dan remaja putri yang berasal dari Luar Bogor. Keterangan mengenai daerah asal remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Daerah Asal Daerah Asal Bogor Luar Bogor Total
Jumlah (n) 47 orang 13 orang 60 orang
Prosentase (%) 78,30 21,70 100,00
Tabel 3 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri yang berasal dari daerah Bogor lebih besar, bila dibandingkan dengan prosentase jumlah remaja putri yang berasal dari luar Bogor, adalah sebesar 78,30 persen. Sedangkan remaja putri yang berasal dari luar Bogor adalah sebesar 21,70 persen. Remaja putri rata-rata berasal dari Bogor, karena mereka berdomisili di daerah perkotaan atau kotamadya Bogor.
Sedangkan, remaja putri yang berasal dari luar Bogor rata-rata berasal dari daerah kabupaten, seperti daerah Ciawi, Cibinong, dan Ciampea.
4.2.4. Uang Saku Uang saku remaja putri SMU Negeri 1 Bogor juga rata-rata berbeda. Uang saku dalam penelitian ini diukur karena diduga memiliki hubungan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Uang saku responden dibagi kedalam tiga kriteria, yaitu kategori rendah dengan jumlah uang saku kurang dari seratus ribu rupiah per bulan, kategori sedang dengan jumlah uang saku seratus ribu rupiah sampai dengan tiga ratus ribu rupiah per bulan, dan kategori tinggi dengan jumlah uang saku lebih dari tiga ratus ribu rupiah per bulan. Keterangan mengenai uang saku remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 4. Tabel 4. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Uang Saku Uang Saku (per bulan) < Rp. 100.000 Rp. 100.000 – Rp. 300.000 > Rp. 300.000 Total
Jumlah (n)
Prosentase (%)
3 orang 24 orang 33 orang 60 orang
5,00 40,00 55,00 100,00
Tabel 4 mengindikasikan bahwa uang saku remaja putri rata-rata di atas tiga ratus ribu rupiah atau masuk kedalam kategori tinggi, adalah sebesar 55 persen. Sedangkan, untuk prosentase jumlah remaja putri dengan uang saku pada rentang seratus ribu rupiah sampai dengan tiga ratus ribu rupiah, adalah sebesar 40 persen. Selanjutnya, prosentase jumlah remaja putri dengan uang saku kurang dari seratus ribu rupiah, adalah sebesar lima persen. Prosentase remaja putri dengan uang saku di atas tiga ratus ribu rupiah per
bulan rata-rata memiliki jumlah prosentase yang terbesar, karena penghasilan orang tua remaja putri pun rata-rata berpenghasilan di atas tiga juta rupiah perbulan.
4.2.5. Penghasilan Orang Tua Penghasilan orang tua remaja putri SMU Negeri 1 Bogor, rata-rata juga memiliki penghasilan yang berbeda. Penghasilan orang tua dalam penelitian ini diukur karena diduga berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga dan berpengaruh secara tidak langsung pada persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam tayangan iklan kosmetik di televisi. Penghasilan orang tua dibagi kedalam tiga kriteria, yaitu kategori orang tua berpenghasilan rendah dengan jumlah penghasilan kurang dari satu juta rupiah per bulan, kategori orang tua berpenghasilan sedang dengan jumlah penghasilan satu juta sampai dengan tiga juta rupiah per bulan, dan kategori orang tua berpenghasilan tinggi dengan jumlah penghasilan lebih dari tiga juta rupiah per bulan. Keterangan mengenai tingkat penghasilan orang tua remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 5. Tabel 5. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Penghasilan Orang Tua Penghasilan Orang Tua (per bulan) Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 > Rp. 3.000.000 Total
Jumlah (n)
Prosentase (%)
25 orang 35 orang 60 orang
41,70 58,30 100,00
Tabel 5 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri dengan penghasilan orang tua lebih besar dari tiga juta rupiah per bulan atau masuk dalam kategori tinggi adalah lebih tinggi, bila dibandingkan dengan prosentase jumlah remaja putri dengan penghasilan orang tua yang berada pada rentang satu juta rupiah sampai
dengan tiga juta rupiah per bulan, adalah sebesar 58,3 persen. Sedangkan, prosentase jumlah responden dengan penghasilan orang tua yang berada pada rentang satu juta sampai dengan tiga juta rupiah per bulan, adalah sebesar 41,7 persen. Prosentase jumlah remaja putri dengan penghasilan orang tua lebih besar dari tiga juta rupiah per bulan memiliki jumlah prosentase yang terbesar karena rata-rata orang tua responden bermata pencaharian sebagai pengusaha, kepala partai, kepala dinas, wiraswasta, pejabat dan dokter.
4.2.6. Significant Others Keberadaan orang lain yang penting bagi remaja putri juga rata-rata berbeda. Significant others dalam penelitian ini diukur karena diduga memiliki hubungan dengan adanya pengaruh dari orang lain pada diri remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan sehingga remaja putri tergerak untuk menonton televisi, yang selanjutnya berpengaruh pada persepsi responden terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik tersebut. Keterangan mengenai adanya significant others bagi remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Significant Others Significant Others Orang tua Teman Sekolah Teman Sepermainan Masyarakat Umum Saudara Total
Jumlah (n) 19 orang 23 orang 13 orang 3 orang 2 orang 60 orang
Prosentase (%) 31,70 38,30 21,70 5,00 3,30 100,00
Tabel 6 mengindikasikan bahwa pengaruh significant others bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik rata-rata berasal dari teman sekolah
yaitu sebesar 38,30 persen. Pengaruh bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang berasal dari orang tua adalah sebesar 31,70 persen. Selanjutnya, pengaruh bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang berasal dari teman sepermainan adalah sebesar 21,70 persen. Kemudian, pengaruh bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang berasal dari masyarakat umum adalah sebesar lima persen dan pengaruh bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang berasal dari saudara adalah sebesar tiga koma tiga puluh persen. Teman sekolah memiliki pengaruh yang cukup besar bagi rata-rata remaja putri karena tingginya intensitas pertemuan antara remaja putri dengan teman sekolah serta kedekatan antara remaja putri dengan teman sekolahnya, bila dibandingkan dengan significant others lainnya.
4.2.7. Lamanya Menonton Lamanya menonton televisi remaja putri SMU Negeri 1 Bogor juga berbeda. Lamanya menonton televisi dalam penelitian ini diukur karena diduga memiliki hubungan dengan banyaknya iklan kosmetik yang dilihat di televisi yang selanjutnya berpengaruh pada persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Lamanya menonton remaja putri dilihat dari jumlah jam yang digunakan oleh remaja putri untuk menonton televisi dalam waktu satu hari. Keterangan mengenai lamanya menonton televisi remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Lamanya Menonton Lamanya Menonton satu jam per hari dua jam per hari tiga jam per hari empat jam per hari lima jam per hari Total
Jumlah (n) 25 orang 25 orang 8 orang 2 orang 60 orang
Prosentase (%) 41,70 41,70 13,30 3,30 100,00
Tabel 7 mengindikasikan bahwa lamanya menonton remaja putri rata-rata per hari adalah sekitar satu jam sampai dengan dua jam dengan prosentase masing-masing adalah sebesar 41,70 persen. Selanjutnya prosentase untuk lama menonton tiga jam per hari adalah 13,30 persen yang diikuti oleh prosentase lama menonton lima jam per hari adalah sebesar tiga koma tiga puluh persen. Prosentase untuk lama menonton empat jam per hari tidak ditemukan dalam penelitian ini. Rendahnya jumlah jam yang dihabiskan oleh remaja putri yaitu hanya satu jam sampai dengan dua jam karena adanya prioritas remaja putri untuk belajar daripada untuk menonton televisi. Remaja putri menghabiskan waktu mereka untuk menonton televisi hanya selama satu jam sampai dengan dua jam per hari karena adanya kesibukan lain selain dari belajar seperti kegiatan ekstrakulikuler dan les tambahan diluar sekolah.
4.2.7. Frekuensi Menonton Frekuensi menonton televisi remaja putri SMU Negeri 1 Bogor berbeda. Waktu menonton televisi dalam penelitian ini diukur karena diduga memiliki hubungan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Frekuensi menonton dilihat dari berapa kali seorang remaja putri menonton televisi
dalam waktu satu hari. Keterangan mengenai jumlah frekuensi menonton remaja putri seperti tercantum dalam Tabel 8. Tabel 8. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Frekuensi Menonton Frekuensi Menonton satu kali per hari dua kali per hari tiga kali per hari empat kali per hari Total
Jumlah (n) 30 orang 28 orang 2 orang 60 orang
Prosentase (%) 50,00 46,70 3,30 100,00
Tabel 8 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri dengan frekuensi menonton remaja putri rata-rata satu kali per hari adalah sebesar 50,00 persen. Kemudian, prosentase jumlah remaja putri dengan frekuensi menonton remaja putri sebanyak dua kali per hari adalah sebesar 46,70 persen dan prosentase jumlah remaja putri dengan frekuensi menonton remaja putri sebanyak tiga kali per hari adalah sebesar tiga koma tiga puluh persen. Sedangkan, untuk frekuensi menonton sebanyak empat kali per hari tidak ditemukan dalam penelitian ini. Tingginya prosentase frekuensi menonton remaja putri yaitu hanya sebanyak satu kali per hari karena remaja putri hanya menonton televisi pada satu waktu dalam satu hari, yaitu pada malam hari atau sore hari. Remaja putri hanya menonton pada sore hari atau malam hari karena pada waktu pagi hari dan siang hari responden melakukan kegiatan sekolah. Sedangkan, prosentase remaja putri yang menonton televisi sebanyak dua kali per hari adalah sebesar 46,70 persen. Remaja putri menonton televisi pada pagi dan siang hari atau siang dan sore hari atau sore dan malam hari.
4.3. Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Persepsi citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dalam penelitian ini diukur melalui beberapa pernyataan seputar iklan di televisi yang mewakili citra perempuan cantik yang termuat dalam beberapa iklan produk kosmetik, yaitu produk kosmetik seri perawatan wajah, seri perawatan rambut dan seri perawatan tubuh berdasarkan kriteria-kriteria perempuan cantik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan bertubuh langsing. Citra perempuan cantik dalam iklan di televisi diwakili masingmasing oleh tiga buah iklan yang dijadikan objek dalam penelitian ini, dan iklan-iklan tersebut adalah: (1) iklan Ponds White Beauty versi fotografer, (2) iklan Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza, dan (3) iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy. 1. Iklan “Ponds White Beauty” versi fotografer Iklan Ponds White Beauty menggambarkan seorang fotografer laki-laki yang sedang melakukan sesi pemotretan dengan beberapa orang model perempuan yang digambarkan memiliki kulit muka yang kusam atau tidak merona merah dan berseri sehingga nampak seperti mannequin atau patung display. Setelah memotret beberapa kali pada model-model perempuan tersebut, sang fotografer berbicara pada asistennya bahwa ia tidak puas dan kecewa pada model-model perempuan tersebut karena kulit wajah para model tersebut nampak kusam dan tidak bercahaya. Kemudian sang fotografer melihat ke arah lain dan nampak terkejut melihat salah satu asisten pemotretan perempuan yang sedang merapikan strip film. Asisten tersebut nampak memiliki kulit muka yang putih merona dan bercahaya. Seketika sang fotografer membidikkan kameranya kearah asisten tersebut. Adegan selanjutnya menjelaskan bahwa asisten tersebut memiliki kulit yang putih dan merona karena menggunakan produk Ponds White Beauty. Pada adegan
penutup, sang asisten nampak sedang berjalan sambil tersenyum dengan ditemani oleh sang fotografer. Pada latar belakang adegan, nampak sebuah billboard besar yang menampilkan foto salah satu model yang pada akhirnya digantikan oleh foto sang asisten seolah-olah foto sang asisten dengan muka yang putih merona dan bercahaya lebih pantas ditampilkan dibandingkan dengan foto sang model yang nampak kusam dan tidak bercahaya. Iklan ditutup dengan slogan iklan yang berbunyi ”kulit putih cantik merona atau kulit kusam? Tentukan pilihanmu”. Penampilan sang asisten dalam iklan ini tergolong ke dalam kriteria perempuan Caucasian dengan kriteria berkulit putih. Perempuan dalam kriteria ini biasanya ditampilkan sebagai model iklan karena dianggap akan lebih mampu menarik perhatian orang lain, khususnya laki-laki, karena dianggap lebih bersih dan nampak lebih bercahaya daripada perempuan yang berkulit gelap atau kusam. 2. Iklan Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza Iklan Pantene Shampoo diawali dengan penampilan sosok seorang perempuan yaitu artis Siti Nurhaliza yang memperkenalkan dirinya sendiri. Ia menjelaskan bahwa dirinya senang sekali melakukan kegiatan-kegiatan outdoor yang identik dengan kegiatan laki-laki seperti main softball. Kemudian dia menjelaskan bahwa dia sering menggunakan shampo untuk laki-laki sehingga rambutnya sering rontok dan berketombe akibat ketidakcocokkan jenis shampo. Kemudian iklan dilanjutkan dengan pengenalan produk pantene shampo yang dapat mengembalikan rambut rusak menjadi indah kembali. Siti Nurhaliza menganjurkan perempuan untuk menggunakan Pantene Shampo. Rambut yang tadinya berketombe dan rontok kemudian diperlihatkan telah mengalami perubahan setelah menggunakan produk Pantene Shampo. Kemudian Siti Nurhaliza menegaskan
bahwa ”rambut yang indah seperti miliknya” adalah karena produk Pantene Shampoo. Selanjutnya, diperlihatkan Siti Nurhaliza yang memiliki rambut panjang dan berkilau. Iklan ditutup dengan perkataan dari Siti yang berbunyi ”Pantene benar-benar berarti buat saya, saya merasa seperti wanita seutuhnya”. 3. Iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy Iklan Citra Beauty Lotion diawali dengan mengambil setting adegan di sebuah kamar dimana terdapat seorang gadis belia yang menyimpan boneka beruangnya kedalam kotak, seolah-olah sedang menyimpan atribut-atribut yang melekat pada masa usia kanak-kanaknya. Kemudian gadis tersebut nampak terkejut ketika datang seorang temannya yang memberikan dia sebuah kotak lain yang berisi produk hand body yaitu Citra Whitening Lotion. Mereka berdua kemudian menggunakan hand body tersebut sembari merebahkan tubuh mereka di atas tempat tidur. Mereka berdua tampak senang menggunakan hand body tersebut. Selanjutnya diperlihatkan adegan dimana mereka mulai menggunakan hand body tersebut ke tubuh mereka dan seketika bagian tubuh yang dioleskan hand body berubah warna dari gelap dan kusam menjadi putih dan halus. Kemudian iklan beralih setting di sebuah taman dimana kedua gadis tersebut sedang berjalan dan mereka melewati dua orang pemuda yang sedang mengobrol. Iklan diakhiri dengan adegan dimana salah satu pemuda tersebut terpesona ketika sang gadis melewatinya. Gadis belia tersebut ditegaskan telah menginjak usia remaja dan mulai mengalihkan perhatiannya dari hal-hal yang berbau kanak-kanak ke hal yang lebih dewasa yaitu penampilan tubuhnya. Hal tersebut ditegaskan oleh teman sang gadis yang memberikannya sebuah kotak berisi hand body, seolah memberitahukannya untuk mulai
memperhatikan tubuh dan penampilannya. Kemudian adegan dimana seorang pemuda terpesona kepada sang gadis ketika dia melewatinya menegaskan bahwa perempuan dengan kulit yang putih akan lebih menarik perhatian laki-laki. Selain itu, pada adegan mengoleskan hand body ke tubuh, gadis tersebut ditampilkan memiliki tubuh yang langsing yang sekaligus mencitrakan bahwa perempuan dengan tubuh yang langsing akan menarik perhatian orang lain khususnya laki-laki. Persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diukur melalui sepuluh pernyataan yang berisi tentang isi dari iklan yang bersangkutan yaitu tentang citra perempuan cantik dalam iklan melalui produk-produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan kosmetik yaitu iklan Ponds White Beauty versi fotografer, iklan Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza, dan iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy. Semakin setuju remaja putri terhadap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner, maka semakin tinggi pula nilai skor yang didapatkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja putri memiliki persepsi yang negatif. Hal tersebut berlaku sebaliknya bagi remaja putri yang tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan dalam kuesioner. Penggolongan skor remaja putri dibagi menjadi dua. Kategori persepsi yang positif adalah skor dengan nilai 10 - 20, sedangkan untuk kategori persepsi yang negatif adalah skor dengan nilai 21 – 30. Keterangan mengenai persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Persepsi Negatif Positif Total
Jumlah (n) 27 orang 33 orang 60 orang
Prosentase (%) 45,00 55,00 100,00
Tabel 9 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri yang memiliki persepsi yang positif adalah lebih besar, bila dibandingkan dengan prosentase jumlah remaja putri yang memiliki persepsi yang negatif, adalah sebesar 55,00 persen. Sedangkan prosentase jumlah remaja putri yang memiliki persepsi yang negatif adalah sebesar 45,00 persen. Persepsi remaja putri yang positif mengindikasikan bahwa remaja putri rata-rata tidak menyetujui pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kriteria perempuan cantik yang saat ini dianggap ideal dalam masyarakat, seperti berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing, yang ditampilkan dalam iklan kosmetik di televisi. Remaja putri memiliki persepsi yang positif, karena rata-rata remaja putri memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap tubuhnya, sehingga mereka merasa nyaman dengan proporsi tampilan mereka sendiri, tanpa perlu harus mengikuti standarisasi perempuan cantik menurut iklan kosmetik di televisi. Begitupun sebaliknya, remaja putri dengan persepsi yang negatif mengindikasikan bahwa remaja putri rata-rata menyetujui pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan kriteria perempuan cantik yang saat ini dianggap ideal dalam iklan kosmetik di televisi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa, rata-rata remaja putri kurang memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap tubuhnya, sehingga mereka merasa tidak nyaman dengan proporsi tampilan mereka sendiri, dan mereka merasa perlu untuk melakukan perubahan untuk mengikuti standarisasi perempuan cantik menurut iklan kosmetik di televisi.
4.4. Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri Penggunaan produk kosmetik dalam penelitian ini diukur melalui beberapa pernyataan seputar penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Semakin setuju remaja putri terhadap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner, maka semakin tinggi pula nilai skor yang didapatkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja putri memiliki penggunaan produk kosmetik yang tinggi. Hal tersebut berlaku sebaliknya bagi remaja putri yang tidak setuju terhadap pernyataan yang diajukan dalam kuesioner. Penggolongan skor remaja putri dibagi menjadi dua. Kategori preferensi penggunaan produk kosmetik yang rendah adalah skor dengan nilai 10 - 20, sedangkan untuk kategori preferensi penggunaan produk kosmetik yang tinggi adalah skor dengan nilai 21 – 30. Keterangan mengenai preferensi penggunaan produk kosmetik remaja putri dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah dan Prosentase Remaja Putri Berdasarkan Penggunaan Produk Kosmetik Remaja Putri Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri Rendah Tinggi Jumlah
Jumlah (n)
Prosentase (%)
41 orang 19 orang 60 orang
68,30 31,70 100,00
Tabel 10 mengindikasikan bahwa prosentase jumlah remaja putri yang memiliki penggunaan produk kosmetik yang rendah lebih banyak dari prosentase jumlah remaja putri yang memiliki penggunaan produk kosmetik yang tinggi, adalah sebesar 68,3 persen. Prosentase jumlah remaja putri yang memiliki penggunaan produk kosmetik yang tinggi adalah sebesar 31,7 persen. Prosentase jumlah remaja putri yang memiliki penggunaan produk kosmetik yang rendah mengindikasikan bahwa remaja putri rata-rata tidak menyetujui pernyataan-pernyataan yang menggambarkan adanya penggunaan
produk kosmetik,
yaitu produk Ponds White Beauty, Pantene Shampoo, dan Citra
Beauty Lotion. Remaja putri merasa tidak terlalu penting untuk mengalokasikan uang saku mereka untuk menggunakan produk kosmetik tersebut karena mereka merasa tidak perlu melakukan suatu perubahan untuk mengikuti standarisasi kecantikan menurut iklan kosmetik di televisi. Begitupun sebaliknya, remaja putri dengan penggunaan produk kosmetik yang tinggi mengindikasikan bahwa remaja putri rata-rata menyetujui pernyataan-pernyataan yang mengindikasikan adanya penggunaan produk kosmetik. Remaja putri merasa cukup penting untuk mengalokasikan uang saku mereka untuk menggunakan produk kosmetik karena mereka merasa perlu melakukan suatu perubahan untuk mengikuti standarisasi kecantikan menurut iklan kosmetik di televisi.
BAB V HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI DAN CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI 5.1. Hubungan Antara Karakteristik Internal Remaja Putri Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Subbab ini membahas hubungan antara karakteristik internal remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Karakteristik internal remaja putri diukur melalui usia, motif, daerah asal, dan uang saku. Persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diukur melalui pernyataan-pernyataan yang berisi tentang citra perempuan cantik dalam iklan melalui produk-produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan Ponds White Beauty, iklan Pantene Shampoo, dan iklan Citra Beauty Lotion dengan mengacu pada kriteria-kriteria perempuan cantik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing.
5.1.1. Hubungan Antara Usia Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hubungan Antara Usia Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Usia 15 – 16 tahun 17 – 18 tahun Total
Positif 20 orang 13 orang 33 orang P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 16 orang 36 orang 11 orang 24 orang 27 orang 60 orang 0,459
Pelajar remaja putri yang berusia muda, yaitu yang berusia
15 tahun
– 16 tahun memiliki skor persepsi yang tidak jauh berbeda dengan pelajar remaja putri yang berusia tua, yaitu yang berusia 17 tahun – 18 tahun, karena adanya perbedaan rentang tahun yang tidak terlalu jauh antara pelajar remaja putri yang berusia 15 – 16 tahun dengan pelajar remaja putri yang berusia 17 – 18 tahun, selain itu pengetahuan dan pendidikan yang cukup tinggi membuat pelajar remaja putri rata-rata memiliki persepsi yang relatif, sehingga standarisasi kriteria perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi tidak terlalu mempengaruhi persepsi mereka. Sebagai ilustrasi, AN (16 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Menurut saya, cantik itu relatif, tidak harus selalu seperti yang ada di televisi kok...tiap orang punya keistimewaannya sendiri”.
Pelajar remaja putri yang berusia 17 – 18 tahun ternyata memberikan pernyataan yang cukup berbeda dengan pelajar remaja putri yang berusia
15 – 16 tahun
mengenai citra perempuan cantik. Berikut adalah kutipan pernyataan dari N (18 tahun) mengenai citra perempuan cantik: “Menurut saya, perempuan yang cantik itu rata-rata harus langsing yah... kaya model yang di iklan-iklan itu loh..saya aja ngerasa gemuk sepulang dari pertukaran pelajar di Jerman, berat badan saya naik 6 kg..saya ingin kembali seperti dulu lagi”.
Dapat disimpulkan bahwa, usia tidak memiliki hubungan nyata dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, karena perbedaan rentang usia yang dekat sehingga tingkat pengetahuan mereka tidak terlalu jauh. Semakin tinggi usia terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa usia tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.1.2. Hubungan Antara Motif Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa, tidak terdapat hubungan antara motif dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hubungan Antara Motif Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Motif Satu motif Dua motif Tiga motif Total
Positif 7 orang 25 orang 1 orang 33 orang P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 8 orang 15 orang 17 orang 42 orang 2 orang 3 orang 27 orang 60 orang 0,350
Tabel 12 mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara motif dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Hal ini karena, motif pelajar remaja putri menonton televisi adalah untuk mencari
informasi dan hiburan. Mereka lebih memilih acara tayangan berita yang menampilkan sedikit iklan di sela-sela acaranya daripada tayangan sinetron yang menampilkan banyak iklan di sela-sela acaranya, sehingga motif yang diduga mempengaruhi persepsi pelajar remaja putri terhadap persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi tidak begitu terlihat dalam hasil penelitian. Sebagai ilustrasi, AV (16 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Kalau saya sih biasanya nonton televisi buat nyari berita...kayanya lebih guna aja gitu daripada nonton acara-acara lain yang ga jelas”.
Pelajar remaja putri yang memiliki motif menonton televisi untuk mencari hiburan ternyata memberikan pernyataan yang cukup berbeda dengan mereka yang memiliki motif menonton televisi untuk mencari informasi dan hiburan. Sebagai ilustrasi, S (17 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Kalau saya mah nonton televisi biasanya buat nyari hiburan aja... abis pusing juga kalo nonton yang berat-berat kaya acara berita gitu...udah di sekolah pusing...pengennya nonton acara yang bikin ketawa-ketawa kaya acara humor atau gosip”.
Dapat disimpulkan bahwa, motif remaja putri untuk menonton televisi tidak memiliki hubungan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, karena adanya kecendrungan remaja putri memiliki motif untuk menonton televisi hanya untuk mencari informasi berupa acara berita yang memiliki keterdedahan dengan iklan kosmetik yang rendah. Semakin banyak motif yang digunakan remaja putri untuk menonton televisi terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa motif tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.1.3. Hubungan Antara Daerah Asal Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Hasil uji statistik menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara daerah asal dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hubungan Antara Daerah Asal Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Daerah Asal Bogor Luar Bogor Total
Positif 25 orang 8 orang 33 orang P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 22 orang 47 orang 5 orang 13 orang 27 orang 60 orang 0,300
Tabel 13 mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara daerah asal dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Hal ini karena, sebagian besar daerah asal pelajar remaja putri, yaitu sebanyak 78,30 persen berasal dari Bogor yang merupakan daerah perkotaan yang cukup modern dan standarisasi kriteria perempuan cantik cukup marak, bila dibandingkan dengan daerah di luar perkotaan, sehingga daerah asal yang diduga mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan di televisi tidak begitu terlihat dalam hasil penelitian. Semakin dekat tempat tinggal remaja putri dengan Kota Bogor terbukti tidak membuat persepsi remaja putri menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa daerah asal tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.1.4. Hubungan Antara Uang Saku Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara uang saku dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hubungan Antara Uang Saku Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uang Saku Positif 2 orang 13 orang 18 orang 33 orang
< Rp. 100.000 Rp. 100.000 – Rp. 300.000 > Rp. 300.000 Total P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 1 orang 3 orang 11 orang 24 orang 15 orang 33 orang 27 orang 60 orang 0,440
Tabel 14 mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara uang saku dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Hal ini karena, uang saku yang pelajar remaja putri peroleh dari orang tua digunakan untuk keperluan sekolah dan mereka tidak terlalu memperdulikan alokasi uang saku mereka selain untuk keperluan sekolah, sehingga uang saku yang diduga mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan di televisi tidak begitu terlihat dalam hasil penelitian. Semakin tinggi uang saku yang dimiliki remaja putri terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa uang saku tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.2. Hubungan Antara Karakteristik Eksternal Remaja Putri Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Karakteristik eksternal remaja putri diukur melalui penghasilan orang tua dan significant others. Sedangkan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi diukur melalui pernyataan-pernyataan yang berisi tentang citra perempuan cantik dalam iklan melalui produk-produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan Ponds White Beauty, iklan Pantene Shampoo, dan iklan Citra Beauty Lotion dengan mengacu pada kriteria-kriteria perempuan cantik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing.
5.2.1. Hubungan Antara Penghasilan Orang Tua Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penghasilan orang tua dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value < α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hubungan Antara Penghasilan Orang Tua Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Penghasilan Orang Tua Positif 18 orang 15 orang 33 orang
< Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 > Rp. 3.000.000 Total P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 7 orang 25 orang 20 orang 35 orang 27 orang 60 orang 0,013
Tabel 15 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara penghasilan orang tua dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Hal ini karena, rata-rata penghasilan orang tua pelajar remaja putri adalah cukup tinggi, sehingga penghasilan orang tua yang diduga mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi terlihat dalam hasil penelitian. Sebagai ilustrasi, F (15 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Orang tua saya memang suka memperlakukan saya untuk berpenampilan cantik, kata mama, saya tuh harus ngejaga badan makanya mama suka ngebeliin makanan yang bergizi dan sedikit lemak sama barang-barang kecantikan gitu, kulit juga jangan sampai hitam ntar keliatan kaya ga diurus”.
Dapat disimpulkan bahwa, penghasilan orang tua memiliki hubungan dengan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik di televisi, dimana remaja putri dengan penghasilan orang tua pada rentang satu juta sampai dengan tiga juta rupiah per bulan, memiliki persepsi yang positif. Hal tersebut dikarenakan remaja putri memiliki status ekonomi yang sedang sehingga mereka merasa cukup percaya diri dengan diri mereka sendiri. Remaja putri dengan penghasilan orang tua yang lebih besar dari tiga juta rupiah per bulan memiliki persepsi yang negatif. Hal tersebut dikarenakan, remaja putri memiliki status ekonomi yang tinggi sehingga mereka merasa mampu untuk membeli produk-produk kecantikan untuk mendukung penampilan mereka. Semakin tinggi penghasilan orang tua terbukti mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa penghasilan orang tua mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.2.2. Hubungan Antara Significant Others Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara significant others dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Hubungan Antara Significant Others Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Significant Others Positif 8 orang 14 orang 8 orang 1 orang 2 orang 33 orang
Orang tua Teman sekolah Teman sepermainan Masyarakat umum Saudara Total P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 11 orang 19 orang 9 orang 23 orang 5 orang 13 orang 2 orang 3 orang 2 orang 27 orang 60 orang 0,120
Tabel 16 mengindikasikan bahwa, tidak terdapat hubungan antara significant others dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Hal ini karena, pengaruh bagi remaja putri dalam hal informasi mengenai suatu produk kosmetik yang berasal dari teman sekolah ternyata cukup positif, namun hal tersebut tidak begitu mempengaruhi persepsi pelajar remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan di televisi untuk menjadi semakin negatif, sehingga significant others yang diduga mempengaruhi citra perempuan cantik dalam iklan di televisi tidak begitu terlihat dalam hasil penelitian. Semakin dekat hubungan remaja putri dengan significant others terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa significant others
tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.3. Hubungan Antara Pola Menonton Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Subbab ini membahas hubungan antara pola menonton remaja putri dan persepsi remaja putri terhadap persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Pola menonton remaja putri diukur melalui lamanya menonton dan frekuensi menonton. Sedangkan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, diukur melalui pernyataan-pernyataan yang berisi tentang citra perempuan cantik dalam iklan melalui produk-produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan Ponds White Beauty, iklan Pantene Shampoo, dan iklan Citra Beauty Lotion dengan mengacu pada kriteria-kriteria perempuan cantik, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan berbadan langsing.
5.3.1. Hubungan Antara Lamanya Menonton Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lamanya menonton dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value > α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hubungan Antara Lamanya Menonton Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Lamanya Menonton Positif 15 orang 12 orang 4 orang 2 orang 33 orang
satu jam per hari dua jam per hari tiga jam per hari empat jam per hari lima jam per hari Total P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 10 orang 25 orang 13 orang 25 orang 4 orang 8 orang 2 orang 27 orang 60 orang 0,176
Tabel 17 mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara lamanya menonton televisi dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Lamanya remaja putri menonton televisi selama satu hari tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Semakin lama remaja putri menonton televisi terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. Hal tersebut sekaligus menjelaskan bahwa lamnya menonton tidak mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi.
5.3.2. Hubungan Antara Frekuensi Menonton Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi menonton dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi yang ditandakan dengan nilai P value < α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hubungan Antara Frekuensi Menonton Dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Frekuensi Menonton Positif 19 orang 14 orang 33 orang
satu kali per hari dua kali per hari tiga kali per hari empat kali per hari Total P value
Persepsi Remaja Putri Negatif Jumlah 11 orang 30 orang 14 orang 28 orang 2 orang 2 orang 27 orang 60 orang 0,000
Tabel 18 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi menonton televisi dan persepsi pelajar remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Meskipun pelajar remaja putri hanya menonton televisi satu kali per hari, ternyata mereka menonton pada waktu malam hari yang merupakan waktu prime time, dimana tayangan iklan seringkali muncul dan mereka menunjukkan persepsi yang positif, sehingga frekuensi menonton yang diduga mempengaruhi citra perempuan cantik dalam iklan di televisi terlihat dalam hasil penelitian. Sebagai ilustrasi, N (16 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Saya nonton televisi ga sering-sering amat...paling sekali tiap hari, itu juga cuma pas malem aja...kan emang bisanya pas malem, siang sibuk sekolah”.
Dapat disimpulkan bahwa, frekuensi menonton remaja putri mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Semakin sering remaja putri menonton televisi terbukti mempengaruhi persepsi mereka untuk menjadi semakin negatif.
5.4. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Dan Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri Pada subbab ini dibahas tentang hubungan antara persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Uji statistik dengan menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri yang ditandakan dengan nilai P value < α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil keseluruhan pengujian dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Dan Citra Perempuan Cantik Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri Persepsi Remaja Putri Positif Negatif Total
Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri Rendah Tinggi 29 orang 4 orang 12 orang 15 orang 41 orang 19 orang P value
Jumlah 33 orang 27 orang 60 orang 0,000
Tabel 19 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Pelajar remaja putri memiliki penggunaan produk kosmetik yang rendah. Hal ini karena, mereka memiliki persepsi yang positif, dimana pelajar remaja putri tidak setuju dengan standarisasi kriteria perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, yaitu berkulit putih, berambut panjang, dan bertubuh langsing. Dapat disimpulkan bahwa semakin positif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik
dalam iklan kosmetik di televisi, berarti semakin rendah preferensi penggunaan produk kosmetik mereka, dan semakin negatif persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi, berarti semakin tinggi preferensi penggunaan produk kosmetik mereka. Hubungan antara citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan konsumsi remaja putri terbukti keberlakuannya. Remaja putri yang memiliki persepsi yang positif ternyata memiliki beberapa alasan yang berbeda. Sebagai ilustrasi, M (16 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Menurut saya, perempuan yang cantik ga harus yang kaya di iklan-iklan kok... ga harus putih banget kaya indo gitu, lagian saya ngerasa PD n bersyukur kok sama badan saya, jadi saya ga perlu tuh langsung beli atau pakai produk-produk kosmetik, belum waktunya aja dandan-dandan gitu...mendingan uangnya buat yang laen”.
Pelajar remaja putri yang memiliki persepsi yang negatif ternyata memiliki alasan yang berbeda dengan mereka yang memiliki persepsi yang positif. Sebagai ilustrasi, G (16 tahun) mengungkapkannya dalam pernyataan berikut: “Menurut saya perempuan yang cantik yang kaya di iklan-iklan itu keliatannya lebih menarik aja...saya kadang suka ngebandingin sama diri saya sendiri...jadi minder deh...kadang saya suka nyoba juga produk-produk yang ada di iklan...yah, kali aja kulit saya jadi putih kaya yang di iklan”.
Dapat disimpulkan bahwa, persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi memiliki hubungan dengan penggunaan produk kosmetik. Semakin positif persepsi remaja putri terbukti mempengaruhi penggunaan produk kosmetik untuk menjadi semakin rendah.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: (1) tidak terdapat hubungan antara karakteristik internal dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Penjelasan mengenai subbab karakterisitk internal dijelaskan sebagai berikut: 1. semakin tinggi usia terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. 2. semakin banyak motif yang digunakan remaja putri untuk menonton televisi terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. 3. semakin dekat tempat tinggal remaja putri dengan Kota Bogor terbukti tidak membuat persepsi remaja putri menjadi semakin negatif. Semakin tinggi uang saku yang dimiliki remaja putri terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. (2) Terdapat hubungan nyata antara penghasilan orang tua dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi serta tidak terdapat hubungan nyata antara significant others dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Penjelasan mengenai subbab karakterisitk eksternal dijelaskan sebagai berikut: 1. semakin tinggi penghasilan orang tua terbukti mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif.
2. semakin dekat hubungan remaja putri dengan significant others terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. (3) Tidak terdapat hubungan nyata antara lamanya menonton dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi serta terdapat hubungan nyata antara frekuensi menonton dan persepsi remaja putri terhadap citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi. Penjelasan mengenai subbab pola menonton televisi dijelaskan sebagai berikut: 1. semakin lama remaja putri menonton televisi terbukti tidak mempengaruhi persepsi remaja putri untuk menjadi semakin negatif. 2. semakin sering remaja putri menonton televisi terbukti mempengaruhi persepsi mereka untuk menjadi semakin negatif. (4) Terdapat hubungan antara persepsi remaja putri dan citra perempuan cantik dalam iklan kosmetik di televisi dengan penggunaan produk kosmetik oleh remaja putri. Dapat disimpulkan bahwa, semakin positif persepsi remaja putri terbukti mempengaruhi penggunaan produk kosmetik untuk menjadi semakin rendah.
6.2. Saran Para kreator iklan produk-produk kosmetik yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi sebaiknya lebih menampilkan manfaat dan kegunaan dari produkproduk itu sendiri dan tidak begitu menonjolkan penampilan perempuan yang dikatakan sebagai standar kriteria perempuan cantik. Tingginya standar kecantikan bagi perempuan yang banyak ditampilkan dan dikukuhkan dalam iklan kosmetik di televisi dapat menimbulkan kecendrungan pemirsa televisi khususnya remaja putri untuk mengikuti
standarisasi tersebut sehingga pemirsa merasa perlu untuk membeli produk-produk kosmetik yang ditawarkan. Dampak lebih lanjutnya bagi remaja putri adalah dapat terciptanya penggunaan produk kosmetik yang berlebihan. Remaja putri yang sedang melewati masa-masa transisi menuju dewasa diharapkan mampu memiliki citra yang positif terhadap tubuh mereka sendiri sehingga remaja putri memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tidak terlalu terpengaruh akan standarisasi kriteria perempuan cantik yang banyak ditampilkan dalam iklan kosmetik di televisi. Pada akhirnya, mereka dapat lebih bijak untuk menggunakan produk-produk kosmetik dan tidak menimbulkan penggunaan produk kosmetik yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad dan Muhammad Ansori. 2004. Psikologi Remaja. PT. Bumi Aksara. Baron, Robert A. Dan Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial. Editor : Kristiaji, Wisnu C. dan Medya, Ratri. Jakarta : Erlangga. Burton, Graeme. 1999. Pengantar Untuk Memahami : Media dan Budaya Populer. Yogyakarta : Jalasutra. Csikszentimihalyi, dan Larson. 1984. Being Adolescent, Conflict and Growth in the Teenage Years. New York : Basic Books Inc.Publ. DeFleur, dan Ball Rokeach. 1975. The Process and Effects of Mass Communication. New York : Longman Inc., 3rd Edition. Hurlock, E.B. 1992. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Iswara, Dana. 2003. R epresentasi Perempuan di Televisi Sudahkah Obyektif?. Jurnal : Swara. Karlinah, dkk. 1999. Komunikasi : Massa. Jakarta. Universitas Terbuka. Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. Kasiyan, 2008. Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan. Yogyakarta : Ombak. Kuswandi. 1993. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta : Rhineka Cipta. Kuswita, Atang. 1987. Almanak Media Massa. Jakarta : Hikmah Daya Sakti.
Komala, Lukiati Erdinaya dkk. 2004. Komunikasi Massa Sebuah Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Liliweri, Alo. 1992. Dasar-dasar Komunikasi Periklanan. Bandung : Citra Aditya Bakti. Melliana, Annastasia. 2006. Menjelajahi Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta : LKiS. Moeliono, Anton M. 1990. Bahasa Dalam Konteks Transformasi Budaya. Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia : Komisariat Fakultas Sastra UNPAD. McQuaill, Dennis. 1991. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga. Murti, Siska Kurnia. 2003. Persepsi Remaja Putri Terhadap Penayangan Iklan Kosmetika Di Televisi. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muktiningrum, Era. 2002. Pengaruh Kebiasaan Menonton Televisi
Terhadap
Konsumsi Produk Pelangsing Oleh Remaja Putri. Skripsi. Departemen
Gizi
Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Rajawali Pers. Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. 1993. Consumer Behavior and Marketing Strategy. Boston : Richard D.Irwin Inc. Rakhmat, Drs. Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung: PT. Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Schramm, Wilbur. 1971. The Process and Effects of Mass Communication. California : Stanford University Press.
Schroeder, J.F. 1995. Interpersonal Perception Skills: Selfconcept Correlates Perceptuan and Motor Skills. Sears. David O dkk. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka. Severin, Werner J. dan James W. Tankard. 1992. Communication Theories, Origins, Methods, Uses in the Mass Media (3rd Edition). London : Longman. Shimp. A Terence. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Alih Bahasa : Sjahrial, Revyani, dan Antikasari,
Dyah.
Editor : Maharani, Nurcahyo. Jakarta : Erlangga. Singarimbun dan Efendi. 1995. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : PT Pustaka LP3ES. Soenarto. RM. 2007. Programa Televisi: Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran. Jakarta: FFTV-IKJ Press. Storey, John. 2007. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta : Jalasutra. Sugiarto, dkk. 2006. Ekonomi Mikro (Edisi Baru). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Sugihastuti. 1999. Wanita di Mata Wanita. Bandung : Nuansa. Tambunan, Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi Indonesia: Teori dan Penemuan Empiris. Jakarta : Salemba Empat. Walgito, Bimo. 1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : CV. Andi Offset. Williams, Granville. 1994. Britain’s Media: How They are Related Media Ownership and Democracy. Campaign for Press and Broadcasting
Freedom.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Grasindo: Jakarta.
Lampiran 1 Iklan Ponds White Beauty versi fotografer
Lampiran 2 Iklan Pantene Shampoo versi Siti Nurhaliza
Lampiran 3 Iklan Citra Beauty Lotion versi Nikita Willy
Lampiran 4 KUESIONER Saya Dewi Primianty, mahasiswi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB), sedang menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik Dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik oleh Remaja Putri”. Peneliti berharap kesediaan saudara meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap. Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini. Atas perhatian dan waktu saudara, saya ucapkan terima kasih. Petunjuk Umum : Isilah/beri tanda (X) pada tempat yang sudah disediakan. Karakteristik Responden Nama Kelas Alamat Nomor Telepon/HP
: : : :
A. Karakteristik Remaja I. Faktor Internal 1. Usia : 2. Alasan anda menonton televisi? a. Mencari informasi b. Mencari hiburan c. Mencari identitas pribadi d. Integrasi dan interaksi sosial 3. Daerah asal Anda? a. Bogor b. Luar Bogor II. Faktor Eksternal 1. Pendapatan orang tua Anda per bulan (dalam rupiah) : a. < 1.000.000 b. 1.000.000-3.000.000 c. > 3.000.000 2. Uang saku Anda per bulan (dalam rupiah) : a. < 100.000 b. 100.000-300.000 c. > 300.000 3. Apakah ada anggaran yang diberikan oleh orang tua Anda khusus untuk membeli barang atau kebutuhan kosmetik? a. Ya b. Tidak 4. Produk kosmetik apa saja yang Anda pernah lihat di televisi dan Anda mengingatnya? Sebutkan! a. b. c. d. e.
5. Isilah tabel di bawah ini dengan lengkap dan bubuhkan tanda ceklis pada tempat yang telah disediakan: Belanja Belanja Kosmetik yang Dimiliki Merk Dengan Sendiri Ortu (uang jajan) (√) (√) a. Shampoo b. Sabun Mandi c. Sabun Wajah d. Hand body e. Bedak f. Deodorant g. Pelembab Wajah h. Lipstick/Lipgloss i. Masker Wajah j. Lulur k.Maskara l. Eye Shadow m. Lainnya, sebutkan... 6. Selain dari media massa baik cetak maupun elektronik, dari manakah Anda mengetahui informasi mengenai suatu produk kosmetik? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Orang tua b. Teman sekolah c. Teman sepermainan d. Masyarakat umum e. Lainnya, sebutkan…. B. Pola Menonton Iklan Kosmetik Remaja Di Televisi 1. Dalam satu hari, kapan anda biasanya menonton televisi? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Pagi hari b. Siang Hari c. Sore hari d. Malam hari 2. Berapa lama biasanya Anda menonton televisi? ……. Jam per hari 3. Seberapa sering Anda menonton televisi?....................kali per hari 4. Isilah tabel di bawah ini dengan lengkap : No.
Nama/Judul Program Acara Favorit
Hari
Channel
Waktu Tayang
C. Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi No.
Pernyataan
1.
Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit wajah putih seperti yang ditayangkan dalam iklan Ponds White Beauty. Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit wajah halus seperti yang ditayangkan dalam iklan Ponds White Beauty. Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki rambut panjang seperti yang ditayangkan dalam iklan Pantene Shampoo. Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki rambut lurus seperti yang ditayangkan dalam iklan Pantene Shampoo. Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit tubuh yang halus seperti yang ditayangkan dalam iklan Citra White Lotion. Menurut saya, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit tubuh yang putih seperti yang ditayangkan dalam iklan Citra White Lotion. Menurut saya, perempuan dengan profil muka putih dan halus lebih menarik dibandingkan dengan yang tidak. Menurut saya, perempuan yang berambut panjang dan lurus akan lebih menarik dibandingkan dengan yang tidak. Menurut saya, perempuan yang memiliki kulit tubuh yang putih dan halus akan lebih menarik dibandingkan dengan yang tidak. Menurut saya, merawat kecantikan dan penampilan fisik lebih ditujukan untuk memperoleh perhatian dari orang lain, khususnya perhatian dari lawan jenis.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
S (√)
R (√)
TS (√)
S (√)
R (√)
TS (√)
D. Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri No.
Pernyataan
1.
Saya membeli produk Ponds White Beauty seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi. Saya membeli produk Pantene Shampoo seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi. Saya membeli produk Citra White Lotion seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi. Saya menggunakan produk Ponds White Beauty seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi berdasarkan hasil yang ditawarkan produk. Saya menggunakan produk Pantene Shampoo seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi berdasarkan
2. 3. 4. 5.
hasil yang ditawarkan produk. 6. 7. 8.
9. 10.
Saya menggunakan produk Citra White Lotion seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik di televisi berdasarkan hasil yang ditawarkan produk. Saya memprioritaskan penampilan fisik yang up-to date agar dapat menarik perhatian orang lain, khususnya lakilaki. Saya memprioritaskan penampilan fisik yang up-to date meskipun penampilan tersebut belum tentu cocok dengan saya. Saya memprioritaskan penampilan fisik yang up-to date meskipun biaya yang dikeluarkan melebihi uang saku yang saya dapatkan. Tayangan iklan kosmetik terus membuat saya untuk melakukan perubahan penampilan.
Lampiran 5 PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apakah menurut Anda tayangan iklan-iklan kosmetik yang ada sekarang ini menceritakan keadaan atau kejadian yang menyerupai kehidupan nyata di sekitar Anda?Jelaskan! 2. Apakah menurut Anda pemeran atau tokoh-tokoh tersebut sudah sepantasnya memerankan iklan kosmetik tersebut?atau ada kemungkinan dapat diperankan oleh tokoh lain?Mengapa? 3. Apa pendapat Anda tentang penampilan perempuan-perempuan yang cantik seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik?apakah sudah seharusnya perempuan dalam kehidupan nyata berpenampilan seperti itu?Mengapa? 4. Apakah Anda menyukai meniru penampilan pemeran atau tokoh-tokoh dalam tayangan iklan kosmetik dengan cara salah satunya membeli produk kecantikan tersebut? 5. Apakah Anda merasa harus atau wajib berpenampilan seperti pemeran atau tokohtokoh dalam tayangan iklan kosmetik? 6. Apakah Anda sengaja menyisihkan uang saku Anda untuk membeli produkproduk kosmetik seperti yang ditayangkan dalam iklan kosmetik, walaupun uang saku tersebut sebetulnya dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok Anda? 7. Apakah Anda membeli produk-produk kosmetik seperti Ponds , Citra dan Pantene setelah Anda menonton tayangan iklan produk-produk tersebut di televisi?
Lampiran 6
Lokasi Penelitian
Lampiran 7 Hubungan Antara Karakteristik Individu dan Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi
Case Processing Summary Cases Missing N Percent
Valid N Percent Motif * Citra Perempuan Cantik Usia * Citra Perempuan Cantik Daerah asal * Citra Perempuan Cantik Penghasilan Orang Tua * Citra Perempuan Cantik Uang Saku * Citra Perempuan Cantik Significant Others * Citra Perempuan Cantik Frekuensi Menonton * Citra Perempuan Cantik Lama Menonton * Citra Perempuan Cantik
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
Usia * Citra Perempuan Cantik Crosstab Count Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) Usia
Total
remaja muda (15 tahun - 16 tahun) remaja tua (17 tahun - 18 tahun)
N
Total Percent
Total
20
16
36
13
11
24
33
27
60
Motif * Citra Perempuan Cantik
Crosstab Count
Motif 1 motif 2 motif 3 motif Total
Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) 7 8 25 17 1 2 33 27
Total 15 42 3 60
Daerah Asal * Citra Perempuan Cantik Crosstab Count
Daerah asal
Bogor Luar Bogor
Total
Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) 25 22
Total 47
8
5
13
33
27
60
Uang Saku * Citra Perempuan Cantik Crosstab Count
Uang Saku
Total
< 100.000 100.000 300.000 > 300.000
Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) 2 1
Total 3
13
11
24
18 33
15 27
33 60
Penghasilan Orang Tua * Citra Perempuan Cantik
Crosstab Count Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) Penghasilan Orang Tua
1.000.000 - 3.000.000 > 3.000.000
Total
Total
18
7
25
15 33
20 27
35 60
Significant Others * Citra Perempuan Cantik
Crosstab Count
Significant Orang Tua Others Teman Sekolah Teman Sepermainan Masyarakat Umum Saudara
Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) 8 11 14 9 8 5 1 2
Total
Total
2
0
2
33
27
60
Lamanya Menonton * Citra Perempuan Cantik Crosstab Count
Citra Perempuan Cantik
Lama Menonton
Total
19 23 13 3
1 jam/hari
Positif (10 - 20) 15
Negatif (21 - 30) 10
2 jam/hari
12
13
25
3 jam/hari
4
4
8
5 jam/hari
2
0
2
33
27
60
Total 25
Frekuensi Menonton * Citra Perempuan Cantik
Crosstab Count
Frekuensi Menonton
Total
1 kali/hari 2 kali/hari 3 kali/hari
Citra Perempuan Cantik Positif Negatif (10 - 20) (21 - 30) 19 11 14 14 0 2 33 27
Total
30 28 2 60
Lampiran 8 Hubungan Antara Persepsi Remaja Putri Terhadap Citra Perempuan Cantik dalam Iklan Kosmetik di Televisi Dengan Penggunaan Produk Kosmetik Oleh Remaja Putri Usia
Spearman’s Rho
Usia
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Motif
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Daerah Asal
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Uang Saku
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Penghasilan Orang Tua
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Significant Others
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N
Motif
Daerah Asal
Uang Saku
Significant Others
Frekuensi Menonton
Lamanya Menonton
-.061
.028
1000
-.066
-.017
-.037
Penghasilan Orang Tua -.138
.072
Citra Perempuan Cantik .014
Konsumsi Remaja Putri .102
. 60 -.066
.308 60 1000
.450 60 .061
390 60 .059
.146 60 -.227*
.322 60 .298*
.417 60 -.096
.292 60 .046
.459 60 -.051
.128 60 -.310**
.308 60 -.017
. 60 .061
.321 60 1000
.328 60 .012
.041 60 -.048
.010 60 .039
.234 60 -.099
363 60 .007
.350 60 -.069
.008 60 -.184
.450 60 -.037
.321 60 .059
. 60 .012
.464 60 1000
.358 60 .103
.383 60 -.008
.226 60 .007
.478 60 .120
.300 60 .020
.080 60 -.032
390 60 -.138
.328 60 -.227*
.464 60 -.048
. 60 .103
.216 60 1000
.475 60 -.042
.480 60 .345**
.181 60 -.036
.440 60 .289*
.405 60 .285*
.146 60 -.061
.041 60 .298*
.358 60 .039
.216 60 -.008
. 60 -.042
.375 60 1000
.003 60 -.072
.391 60 -.060
.013 60 -.154
.014 60 -.093
.322 60
.010 60
.383 60
.475 60
.375 60
. 60
.291 60
.323 60
.120 60
.241 60
92
Frekuensi Menonton
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Lamanya Menonton
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Citra Perempuan Cantik
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N Konsumsi Remaja Putri
Correlation Coeficient Sig.(1-tailed)
N
.028
-.096
-.099
.007
.345**
-.072
1000
-.049
.903**
.468**
.417 60 .072
.234 60 .046
.226 60 .007
.480 60 .120
.003 60 -.036
.291 60 -.060
. 60 -.049
.356 60 1000
.000 60 -.122
.000 60 -.037
.292 60 .014
363 60 -.051
.478 60 -.069
.181 60 .020
.391 60 .289*
.323 60 -.154
.356 60 .903**
. 60 -.122
.176 60 1000
.388 60 .465**
.459 60 .102
.350 60 -.310**
.300 60 -.184
.440 60 -.032
.013 60 .285*
.120 60 -.093
.000 60 .468**
.176 60 -.037
. 60 .465**
.000 60 1000
.128 60
.008 60
.080 60
.405 60
.014 60
.241 60
.000 60
.388 60
.000 60
. 60
93