KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS DALAM PAKAN
SKRIPSI ADITYA NUGRAHA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ADITYA NUGRAHA. D14203043. 2007. Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS Itik sebagai penghasil telur sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena daging itik mempunyai bau amis yang tidak disukai konsumen yang tidak terbiasa. Bau amis tersebut disebabkan oleh aktivitas reaksi oksidasi pada lemak yang dikandung daging itik. Salah satu upaya untuk mengurangi bau amis adalah dengan memberikan tepung daun beluntas dalam pakan. Beluntas merupakan tanaman obat asli Indonesia yang memilki senyawa kimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Adanya zat antioksidan pada daun beluntas tersebut diharapkan dapat mengurangi bau amis pada daging itik sehingga akan meningkatkan minat konsumen terhadap daging itik dan produk olahannya, antara lain sosis. Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan lemak sebagai salah satu bahan baku utamanya. Kulit itik diketahui memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak pada pembuatan sosis itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein) sosis daging itik yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan dengan penambahan kulit dan tanpa kulit dalam pembuatannya. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, yaitu 0, 1, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan bahan baku sosis yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah rataan bobot badan itik di awal pemeliharaan yang berbeda. Peubah yang diamati adalah komposisi kimia sosis yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis komposisi kimia menunjukkan bahwa kadar air yang berkisar 56,83-66,86%; kadar abu berkisar 1,93-2,49%; kadar protein berkisar 8,29-12,15%; dan kadar lemak berkisar 1,32-11,48%. Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar air, kadar abu dan kadar protein dari sosis daging itik itik yang relatif sama, sedangkan penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Penambahan kulit itik pada adonan sosis daging itik menghasilkan nilai rataan kadar air dan kadar protein lebih rendah dan kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis tanpa penambahan kulit, sedangkan nilai rataan kadar abu relatif sama. Sosis hasil penelitian masih
memenuhi standar SNI untuk kadar air, kadar abu, dan kadar lemak, tetapi kadar protein sosis hasil penelitian tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 13%, sehingga diperlukan perbaikan dalam penyusunan formula pembuatan sosis daging itik. Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah. Kata-kata kunci : daging itik, kulit itik, komposisi kimia, sosis, tepung daun beluntas.
ABSTRACT Chemical Compotition of Sausage With and Without Skin of Duck Consuming Feed With Beluntas Leaf Powder Addition Nugraha, A. Rukmiasih, N. Ulupi Duck, one of domesticated waterfowls, is potential for producing egg and meat. The rearing of duck to produce meat is not so popular because its meat has offodor. The off-odor of duck meat was caused by lipid oxidation in duck body. The activity of lipid oxidation could be prevented using antioxidants that are present in beluntas leaf such as flavonoid. The expectations of beluntas leaf powder addition in duck feed are blocking lipid oxidation and reducing off-odor of duck meat, so that it can improve the consumer acceptance on duck meat processing products, and one of those products is sausage. The highly content of subcutaneous fat of duck can be used to forming emulsion in sausage processing, so that the cost in buying main ingredients can be reduced. The aims of this experiment was to observe the effect of adding beluntas leaf powder in feed diet and with or without skin addition of duck meat on chemical composition (moisture, ash, protein and fat content) of duck meat sausage. This experiment used 72 layer ducks. The levels of beluntas leaf powder addition in diet were 0, 1 and 2% and the treatment was given for eleven weeks. Skin and meat of duck used to make the sausage was cut from tight and breast part. The observing of variables were conducted in a composite manner and the results were interpreted with descriptive analysis. The result of fat content of duck of duck meat sausage with 2% of beluntas leaf powder addition were lower than control and 1% beluntas leaf powder addition, but the moisture, ash, and protein content were almost similar. The result of moisture and protein content of duck meat sausage without skin addition were higher than with skin addition, but the fat content were lower than with skin addition. Keywords :
beluntas leaf (Pluchea indica L.) powder, chemical compotition, duck meat, duck skin, sausage.
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS DALAM PAKAN
ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KOMPOSISI KIMIA SOSIS DAGING ITIK DENGAN DAN TANPA KULIT YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS DALAM PAKAN
Oleh ADITYA NUGRAHA D14203043
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Januari 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Rukmiasih, MS NIP. 131 284 605
Ir. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1986 di Bandung, Jawa Barat dari pasangan Bapak Bardja Muhammad Saleh dan Ibu Ating Farida Astuti Adiwijaya. Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SDN 1 Nagrog. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN1 Cicalengka dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Cicalengka. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam keanggotaan Lembaga Dakwah Kampus DKM Al-Hurriyyah (2003-2004) sebagai anggota, Teater “Kandang” (2003) sebagai anggota, Pers Mahasiswa “Koran Kampus” (2004) sebagai fotografer, Lembaga Dakwah Fakultas Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Al-An’aam Fakultas Peternakan (FAMM Al-An’aam) sebagai Anggota (2003-2004), Sekretaris Umum dan Pjs. Ketua Umum (2004-2005), serta Ketua Departemen Keilmiahan (2005-2006). Penulis pernah menjadi asisten untuk matakuliah Pendidikan Agama Islam selama tiga semester (2005-2006), Dasar-dasar Teknologi Hasil Ternak (2005) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2006). Penulis berkesempatan memperoleh beasiswa dari program Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama dua tahun (2004-2006).
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamiin tiada hentinya penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan nikmat, anugrah dan pertolongan serta kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul ”Komposisi Kimia Sosis Daging Itik Dengan dan Tanpa Kulit yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan”. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan umatnya yang tetap istiqomah berada dijalanNya. Penelitian ini dilakukan karena banyaknya masyarakat yang kurang menyukai daging itik. Daging itik memiliki bau amis yang kurang disukai oleh konsumen yang tidak terbiasa, sehingga masyarakat lebih memilih daging ayam dibandingkan daging itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia sosis dengan penambahan kulit dan tanpa kulit yang berasal dari daging itik yang dipelihara dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica (L.) less) dengan konsentrasi 0, 1 dan 2% selama 11 pekan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi maupun umum. Penulis juga menyampaikan terimakasih atas saran, kritik dan masukan guna kesempurnaan skripsi ini. Bogor, Februari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2
Itik (Anas plathyryncos)..................................................................... Daging Itik ........................................................................................ Kulit Itik ............................................................................................ Beluntas (Pluchea indica (L.) less).................................................... Pengaruh Penambahan Beluntas pada Pakan Terhadap Daging dan Kulit Itik ............................................................. Sosis .................................................................................................. Bahan Pembuatan Sosis ........................................................ ............ Daging .................................................................................. Lemak ................................................................................... Bahan Pengisi dan Pengikat .................................................. Es .......................................................................................... Garam .................................................................................... Sodium Tripolyphosphat (STPP) .......................................... Sendawa ................................................................................ Gula Pasir .............................................................................. Bumbu-bumbu ...................................................................... Selongsong Sosis .................................................................. Pengukusan Sosis .............................................................................
2 2 3 4 5 6 7 7 8 8 8 8 9 9 9 9 10 10
METODE .....................................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Rancangan ......................................................................................... Prosedur.............................................................................................. Pembuatan Tepung Daun Beluntas ....................................... Pemeliharaan Itik ..................................................................
11 11 12 12 12 12
Pemotongan Itik..................................................................... Pembuatan Sosis .................................................................... Pengukuran Peubah ........................................................................... Kadar Air ............................................................................... Kadar Abu ............................................................................. Kadar Protein ........................................................................ Kadar Lemak .........................................................................
13 13 14 14 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
16
Analisis Data ..................................................................................... Analisis Komposisi Kimia ................................................................ Kadar Air ............................................................................... Kadar Abu ............................................................................. Kadar Protein ........................................................................ Kadar Lemak .........................................................................
16 16 16 17 18 20
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
23
Kesimpulan ....................................................................................... Saran .................................................................................................
23 23
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
25
LAMPIRAN .................................................................................................
28
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Daging Itik Afkir Berkulit dan Tanpa Kulit .........
3
2. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Itik Paha Itik Lokal yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan Sampai Umur 10 Pekan .................................................................................................
5
3. Kandungan Asam Lemak pada Daging Itik Berkulit Afkir yang Diberi Tepung Daun Beluntas pada Pakan Selama Tujuh Pekan .....
6
4. Syarat mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995) ...............................
7
5. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Beluntas dan Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Beluntas 1% dan 2% .............................
11
6. Formulasi Sosis dalam Penelitian .....................................................
13
7. Nilai Rataan Kadar Air Sosis Daging Itik ........................................
16
8. Nilai Rataan Kadar Abu Sosis Daging Itik .......................................
17
9. Nilai Rataan Kadar Protein Sosis Daging Itik ..................................
19
10. Nilai Rataan Kadar Lemak Sosis Daging Itik ...................................
20
DAFTAR GAMBAR Nomor 11. Tanaman Beluntas dan Tepung Daun Beluntas ................................
Halaman 4
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Diagram Pembuatan Sosis Daging Itik ........................................
29
2. Gambar Sosis Daging Itik Hasil penelitian..................... .............
30
3. Gambar Peralatan yang Digunakan pada Pembuatan Sosis .........
30
PENDAHULUAN Latar Belakang Itik sebagai penghasil telur sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena daging itik mempunyai bau amis yang tidak disukai konsumen yang tidak terbiasa. Menurut Hustiany (2001), bau amis pada daging itik disebabkan oleh komponen volatil yang berasal dari hasil reaksi oksidasi lemak yang disebabkan oleh adanya asam lemak tidak jenuh. Salah satu upaya untuk mengurangi bau amis pernah dilakukan oleh Febriana (2006) dengan memberikan tepung daun beluntas dalam pakan sampai taraf 1% sudah dapat mereduksi bau amis pada daging itik. Beluntas merupakan tanaman obat asli Indonesia yang mudah didapat dan memiliki banyak manfaat. Salah satu senyawa kimia pada daun beluntas adalah flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Reaksi oksidasi lemak dapat dicegah dengan adanya zat antioksidan (Apriyantono, 2001), sehingga pemberian tepung daun beluntas pada pakan itik dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi bau amis pada itik. Salah satu usaha untuk meningkatkan daya terima konsumen terhadap daging itik adalah dengan mengolahnya menjadi sosis. Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan sosis. Penambahan lemak dalam pembuatan sosis dapat membentuk tekstur yang kompak, empuk serta memperbaiki rasa dan aroma. Kulit itik dapat dimanfaatkan sebagai sumber lemak pada sosis itik, karena memiliki kandungan lemak yang tinggi yaitu sebesar 22% (Triyantini et al., 1997). Kadar lemak yang tinggi pada kulit itik tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis, sehingga akan memaksimalkan pemanfaatan kulit itik. Penggunaan daging itik yang dipelihara dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan serta penggunaan kulit itik sebagai sumber lemak sosis diharapkan memiliki komposisi kimia yang memenuhi syarat menurut Standar Nasional Indonesia. Tujuan Mengetahui dan membandingkan komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein) sosis daging itik yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan dengan penambahan kulit dan tanpa kulit dalam pembuatannya.
TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas plathyryncos) Itik merupakan salah satu unggas air yang masuk kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub-famili Anatinae, tribus Anatini, genus Anas dan species Anas plathyryncos (Srigandono, 1996). Dari berbagai bangsa itik yang sudah dikenal, menurut tipenya itik dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu tipe pedaging, petelur, dan ornamental. Itik pedaging mempunyai ciri-ciri berkepala besar dengan tubuh hampir horizontal serta punggung lebar dan lurus mendatar. Itik petelur dicirikan dengan tubuh yang relatif tegak, sedangkan itik ornamental mempunyai ciri-ciri fisik yang spesifik karena itik ini dipelihara sebagai itik hias (Windharyanti, 1999). Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik Indian Runner, yang merupakan bangsa itik terkenal sebagai penghasil telur (Samosir, 1984). Itik jenis Indian runner lazim pula disebut dengan itik jawa karena itik ini tersebar dan berkembang di daerah-daerah di pulau Jawa. Beberapa jenis itik lokal di Indonesia seperti itik Karawang atau disebut juga itik Cirebon karena selain di Karawang dan Bekasi, itik ini juga berkembang di Cirebon. Itik ini memiliki bulu berwarna kecoklatan. Penampilan fisik maupun produksi itik ini tidak banyak berbeda dengan itik jawa lainnya. Performa yang dimiliki itik lokal adalah bentuk tubuh langsing dengan langkah tegap, tubuh berkisar antara 45-50 cm dan digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa rata-rata 1.200 g betina dan 1.400 g jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan paruh dan kaki hitam (Rose, 1997). Daging Itik Ternak itik merupakan salah satu potensi lokal yang belum banyak dikembangkan. Umumnya itik-itik tersebut diternakan untuk diambil telurnya dan jarang sekali diternakan untuk diambil dagingnya. Daging itik dapat dikembangkan menjadi penghasil daging alternatif seperti daging ayam, akan tetapi itik sebagai penghasil daging masih kurang dimanfaatkan karena bau amisnya yang tidak disukai konsumen yang tidak terbiasa (Hustiany, 2001). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino essensial yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang baik. Faktor yang menentukan kelezatan dan daya terima daging yang dikonsumsi adalah warna, daya mengikat air oleh protein daging, kadar juiciness, tekstur, keempukan, flavor, citarasa dan pH (Soeparno, 1994). Bau amis pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat di dalamnya (Apriyantono, 2001). Menurut Hustiany (2001), persentase kadar lemak daging itik lebih tinggi pada bagian paha dibandingkan dada itik yang dianalisis dalam bentuk segar maupun freezedried seperti yang tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Itik Afkir Berkulit dan Tanpa Kulit Peubah
Bagian
Daging Itik Berkulit
Daging Itik Tanpa Kulit
------------------------%----------------------Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak
Dada
68,17
75,82
Paha
66,53
73,31
Dada
1,13
1,22
Paha
1,03
1,14
Dada
18,61
18,43
Paha
12,17
16,70
Dada
9,46
1,53
Paha
12,21
4,16
Sumber : Hustiany, 2001
Kulit Itik Kulit unggas memiliki struktur yang sama dengan kelompok hewan vertebrata lainnya, kecuali pada bagian yang tidak terlindungi oleh bulu-bulu seperti kaki bagian bawah yang lebih tipis (Hodges, 1974). Lapisan kulit unggas umumnya bersifat longgar, terdapat banyak tenunan lemak dan pembuluh-pembuluh darah. Secara histologis, kulit hewan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu lapisan epidermis, dermis (korium) dan hipodemis (subkutis). Lapisan epidermis adalah lapisan luar kulit yang tersususun dari lapisan epitel. Sel-sel epitel ini tidak hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga merupakan protein yang disebut keratin. Lapisan dermis terdiri dari jaringan serat kolagen yang dibangun antara tenunan kulit dan tenunan daging (Judoamidjojo, 1981).
Kandungan lemak banyak ditemukan pada bagian kulit dan kulit itik memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan daging. Tempat penimbunan lemak yang utama pada kulit unggas terletak pada lapisan hipodermis (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Stadelman et al., (1988) kandungan asam lemak jenuh, tidak jenuh tunggal dan tidak jenuh ganda pada itik masing-masing sebesar 33,3, 49,4 dan 13,0 gram per 100 gram daging dan kulit yang dapat dimakan. Asam lemak tidak jenuh yang banyak terdapat pada kulit unggas dapat dengan mudah membentuk komponen volatil hasil oksidasi lipid yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan flavor. Beluntas (Pluchea indica (L.) less) Beluntas merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. (Wijayakusuma, 1992). Nama tanaman ini berbeda-beda sesuai daerah tempat tumbuhnya. Tumbuhan ini di daerah Sunda dikenal dengan baluntas atau baruntas, di Jawa dikenal dengan nama luntas, masyarakat Makassar menyebut lamutasa, dan di Timor disebut lenabou. Tanaman beluntas menurut Wijayakusuma (1992), masuk kedalam divisi spermatophyte, sub divisi angiospermae, kelas magnoliopsida, subkelas simpetelae, ordo sterales, familia steriaceae, genus pluchea, spesies Pluchea indica (L.) Less
Gambar 1. Tanaman Beluntas dan Tepung Daun Beluntas. Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 m, selanjutnya disebutkan pula bahwa beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Beluntas mengandung asam amino, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas mengandung fenol hidrokuinon, tannin, alkaloid dan steroid (Ardiansyah, 2002). Kandungan flavonoid, vitamin C dan β-karoten dalam daun beluntas berturut-turut 3,75%, 98,25 mg/100g, 2.552 mg/100g (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006). Pengaruh Penambahan Beluntas pada Pakan Terhadap Daging dan Kulit Itik Hasil penelitian Riskawati (2006) menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan 0%, 1% dan 2% tidak mempengaruhi kadar air, kadar abu, kadar lemak maupun kadar protein pada daging maupun kulit itik jantan yang dipelihara sampai umur 10 pekan seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Daging dan Kulit Paha Itik Lokal yang Diberi Tepung Daun Beluntas Dalam Pakan Sampai Umur 10 Pekan Peubah
Penambahan Tepung Daun Beluntas
Bagian 0%
1%
2%
---------------------------- % --------------------------Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak
Daging
74,98 ± 0,53
75,66 ± 1,04
74,88 ± 3,03
Kulit
61,39 ± 5,21
62,45 ± 2,88
61,15 ± 2,59
Daging
0,80 ± 0,20
0,85 ± 0,09
0,89 ± 0,11
Kulit
0,17 ± 0,05
0,26 ± 0,05
0,34 ± 0,13
Daging
20,93 ± 0,57
20,37 ± 1,10
19,76 ± 1,65
Kulit
11,98 ± 1,29
11,42 ± 0,29
12,29 ± 1,65
Daging
0,44 ± 0,06
0,40 ± 0,06
0,43 ± 0,09
Kulit
20,76 ± 2,27
20,47 ± 1,59
20,43 ± 0,84
Sumber : Riskawati (2006)
Menurut Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006), penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menyebabkan peningkatan kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging itik, seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Asam Lemak pada Daging Itik Berkulit Afkir yang Diberi Tepung Daun Beluntas pada Pakan Selama Tujuh Pekan Asam Lemak
Penambahan Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
--------------------mg/g------------------Asam lemak jenuh
483,15
0571,60
0639,20
Asam lemak tidak jenuh
508,82
1022,68
1146,36
Asam lemak tidak jenuh tunggal
443,86
0066,14
0703,77
Asam lemak tidak jenuh ganda
064,96
0056,54
0442,59
Sumber : Rukmiasih dan Tjakradidjaja (2006)
Sosis Kata sosis berasal dari bahasa Latin salsus, yang berarti daging yang diawetkan dengan penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut SNI 01-3820-1995, sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Menurut Forest et al. (1975), berdasarkan metode pembuatannya, sosis dibagi menjadi enam kategori, yaitu (1) sosis segar, merupakan sosis yang dibuat dari daging segar, tidak diperam (tanpa curing), dicacah, dilumatkan atau digiling diberi garam dan bumbu-bumbu dan dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong. Sosis ini harus dimasak sebelum dimakan. (2) sosis asap tidak dimasak, merupakan sosis yang dibuat dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dan langsung diasap tanpa pemasakkan terlebih dahulu. (3) sosis asap dimasak, merupakan merupakan sosis yang dibuat dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dan dimasak sebelum dilakukan pengasapan. (4) sosis masak, merupakan sosis yang dibuat dari daging segar, bisa diperam atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap, harus segera dimasak dan siap untuk dimakan. (5) sosis fermentasi, sebagai hail keja bakteri pembentuk asam laktat, baikyang terdapat dalam daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan dan diasap. (6) daging giling masak, merupakan sosis yang dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf, diperam atau tidak diperam, dimasak dan jarang diasap.
Sosis merupakan salah satu produk emulsi minyak dalam air. Minyak dan air adalah cairan yang tidak dapat bersatu, tetapi dalam sosis minyak dan air dapat dicampurkan karena adanya agen pengemulsi (Kramlich, 1971). Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan, satu diantaranya terdispersi dalam bentuk globula-globula dalam cairan lainnya. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi, sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua partikel yang terdispersi. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat Mutu Sosis Daging No
Mutu
(% b/b)
1
Kadar air
Maks
67,0
2
Kadar abu
Maks
3,0
3
Kadar protein
Min
13,0
4
Kadar lemak
Maks
25,0
Sumber : Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995
Bahan Pembuatan Sosis Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang sering digunakan dalam pembuatan sosis biasanya daging yang kurang memiliki nilai komersial tinggi (Soeparno, 1994). Daging yang mengandung lemak dapat mempengaruhi keempukan, jus daging dan kelezatan sosis. Daging yang akan digiling sebaiknya didinginkan terlebih dahulu sampai suhu -2 0C, sehingga suhu penggilingan dapat dipertahankan tetap kurang dari 22 0C yang bertujuan untuk mencegah terjadinya terdenaturasinya protein sebagai pengemulsi utama (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Lemak Kadar lemak dalam pembuatan sosis mempengaruhi keempukan dan kelezatan sosis. Penambahan lemak dalam pembuatan sosis dapat membentuk tekstur yang kompak, empuk serta memperbaiki rasa dan aroma (Wilson, 1981). Sosis masak harus mengandung lemak maksimum 30% (Kramlich 1971). Menurut Effie (1980), penambahan lemak yang terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang keriput dan tidak enak setelah pemasakan, sedangkan penambahan lemak yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering. Bahan Pengikat dan Pengisi Perbedaan bahan pengisi dan pengikat ditentukan dari kadar proteinnya dan kemampuan mengemulsi lemak. Bahan pengikat dapat meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak, sedangkan bahan pengisi yang umumnya hanya mengandung karbohidrat mempunyai kemampuan dalam mengikat air tetapi tidak berperan dalam pembentukkan emulsi (Forrest et al., 1975). Fungsi bahan pengikat dan bahan pengisi pada proses pembuatan sosis adalah untuk meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan produk dan mengurangi biaya formulasi (Kramlich, 1971). Es Pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Es ditambahkan pada saat proses pembuatan sosis dengan tujuan melarutkan garam dan mendistribusikan secara merata, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama pembentukan adonan. Penambahan air yang terlalu banyak menyebabkan tekstur sosis menjadi lunak, dan juga sebaliknya. (Kramlich, 1971). Garam Garam dapat memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan cara : (1) mengekstraksi protein myofibril dari serabut daging selama proses penggilingan dan pelumatan, (2) berinteraksi dengan protein selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa matriks yang kuat dan mampu menahan air, (3) memberi citarasa asin pada produk-produk yang digarami, dan (4) bersama senyawa fosfat berperan dalam meningkatkan daya menahan air daging dan meningkatkan kelarutan protein
serabut daging (Kramlich, 1971). Meningkatnya garam dan fosfat dapat meningkatkan kapaitas emulsi secara signifikan (Zorba
et al., 1993), dan juga
meningkatkan kekerasan (Matulis et al., 1995). Sodium Tripoliphosphat (STPP) STPP berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging, menghambat ketengikan oksidatif, dan dapat memperbaiki tekstur serta dapat meningkatkan keempukan (Soeparno, 1994). Bard dan Townsend (1971) yang dikutip Soeparno (1994) menyatakan bahwa jumlah penambahan fosfat dalam produk makanan tidak boleh melebihi 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat tidak lebih dari 0,5%. Sendawa Sendawa atau garam NPS (Nitrit Pokeln Salt) merupakan campuran dari garam dapur (NaCl) dan nitrit (NaNO2) dengan perbandingan 99,5% dan 0,5% digunakan untuk mempertahankan warna asli daging. Garam nitrit ini digunakan pada pembuatan produk sosis paling banyak 15,7 gram/100 kg (Hill, 1991). Garam nitrit juga berfungsi sebagai antioksidan, agen citarasa, mempercepat proses curing dan mencegah berkembangnya mikroba (Soeparno, 1992). Gula Pasir Pemakaian gula dalam proses pembuatan sosis berfungsi sebagai penetral rasa garam yang berlebihan (Buckle et al., 1987). Fungsi utama gula adalah untuk memodifikasi rasa dan menurunkan kadar air (Soeparno, 1994). Penggunaan gula tidak ada batasnya karena setiap orang memiliki batas manis sendiri (Kramlich, 1971). Bumbu-bumbu Penambahan bumbu seperti pala, bawang putih dan lada dalam pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan flavor dan citarasa (Forrest et al, 1975). Bawang putih memiliki manfaat yaitu sebagai bumbu penyedap masakan yang dapat membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Bawang putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri (Farrel, 1990).
Merica atau lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting, yaitu pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan kimiawi organik seperti kandungan minyak volatil (1,5%) dan kandungan oleoresin (7%). Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat menghambat pertumbuham Lysteria monocytogenes (Farrel, 1990). Pala sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang mengandung fixed oil yang terdiri atas trymyristin, gliseril ester dari asam-asam palmitat, oleat, linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti myristisin. Komposisi kimia pala bubuk per 100 gram terdiri dari 6,2 g air, 5,8 g protein, 35,3 g lemak, 2,3 g abu, dan 49,3 karbohidrat (Farrel, 1990). Selongsong Sosis (Casing) Ciri khas produk sosis adalah saat akhir pembuatan, adonan yang telah jadi akan dimasukkan ke dalam selongsong. Tipe selongsong ada dua, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terbuat dari bagian tubuh hewan seperti usus halus hewan yang telah dibersihkan, sedangkan selongsong buatan bisa terbuat dari selulosa, kolagen dan plastik. Fungsi selongsong adalah untuk mencegah berhamburnya daging giling, mencegah penguapan air dan kehilangan lemak selama pemasakan dan pengasapan (Kramlich, 1971). Pengukusan Pengukusan adalah suatu proses pemanasan yang sering diterapkan pada suatu bahan pangan yang bertujuan mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Proses pengukusan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan granula-granula pati yang luar biasa yang disebut gelatinisasi. Pengembangan granula-granula pati ini disebabkan oleh penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang ketika mencapai suhu kritis dan akan menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku. Pati yang memiliki kandungan amilopektin tinggi atau amilosa rendah akan membentuk produk yang lengket (Winarno, 2002).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biologi Hewan Pusat Studi Ilmu Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging dan kulit itik bagian dada dan paha yang berasal dari pemeliharaan dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, tepung tapioka, casing sosis, susu skim, garam dapur, gula pasir, sodium tripoliposfat (STPP), sendawa, bawang putih bubuk, lada halus, pala halus dan es batu. Itik yang digunakan adalah itik betina afkir yang berumur 12 bulan sebanyak 72 ekor yang berasal dari daerah Cirebon. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil produksi PT Japfa Comfeed Indonesia dengan kode produksi Par-L1 serta tepung daun beluntas. Adapun komposisi nutrisi tepung daun beluntas dan pakan yang diberi tepung daun beluntas 1% dan 2% tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Beluntas dan Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Beluntas 1% dan 2% (as fed) TDB*)
Bahan kering (%)
85,83
Pakan kontrol**) 89,77
Abu (%)
15,69
9,40
9,47
9,52
Protein Kasar (%)
19,02
19,39
19,39
19,38
Serat Kasar (%)
15,80
2,85
2,98
3,11
Kalsium (%)
2,40
4,94
4,91
4,89
Fosfor (%)
0,29
0,86
0,85
0,84
3.862,00
4.066,00
4.063,96
4.061,92
Komposisi
Energi Bruto (kkal/kg)
99% pakan + 1% TDB 89,73
98% pakan + 2%TDB 89,69
Sumber: *) Setyanto (2005) **) Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2006) TDB = Tepung Daun Beluntas
Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah K2SO4, CuSO4, NaOH, H3BO3, H2SO4, selenium, brom kresol, kapas dan heksana. Alat yang digunakan
dalam pembuatan sosis antara lain peralatan memasak, timbangan, thermometer, meat grinder, food processor, freezer, dan stuffer. Alat yang digunakan dalam analisis proksimat adalah oven, cawan porselen, tanur, labu Kjehdahl, destruktor, destilator, labu Erlenmeyer, dan labu Soxhlet. Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan bahan baku sosis yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah perbedaan rataan bobot badan awal. Peubah yang diamati adalah komposisi kimia sosis daging itik yang meliputi pengukuran kadar air, abu, protein kasar dan lemak. Sebelum dilakukan analisis ragam, dilakukan uji asumsi terlebih dahulu yang meliputi uji kenormalan, kehomogenan, kebebasan galat dan keaditifan. Apabila hasil uji asumsi tidak memenuhi persyaratan untuk analisis ragam, maka data dianalisis secara deskriptif. Prosedur Pembuatan Tepung Daun Beluntas Daun beluntas diambil sekitar 30-50 cm dari ujung tanaman, daun dipisahkan dari batangnya dan dilayukan selama dua hari pada suhu kamar, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama lima jam. Daun yang telah kering digiling sampai halus menjadi tepung daun beluntas dan dikemas ke dalam kantung plastik tertutup. Pemeliharaan Itik Itik dipelihara di dalam petak kandang alas litter berukuran 2 x 2 meter sebanyak enam kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Sebelum diberi pakan perlakuan, itik terlebih dahulu dilakukan adaptasi lingkungan selama dua pekan, kemudian adaptasi pakan selama enam hari dengan perbandingan pakan kontrol dengan pakan perlakuan selang dua hari berturut-turut adalah 75:25, 50:50, dan 25:75. Itik kemudian diberi pakan perlakuan masing-masing selama 11 pekan sebanyak 100 g/ekor/hari.
Pemotongan Itik Sebelum dilakukan pemotongan, itik dipuasakan selama 12 jam. Pemotongan dilakukan dengan memotong pada bagian arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esophagus, posisi itik vertikal dengan menghadap ke bawah dan didiamkan sampai darah tidak menetes. Itik kemudian dimasukkan ke dalam air panas untuk dilakukan proses scalding dan proses pencabutan bulu secara dilakukan manual sebelum pengeluaran jeroan. Daging dipisahkan antara bagian dada dan paha dari karkas kemudian disimpan dalam freezer. Selanjutnya, dilakukan proses pemisahan daging dari tulang (deboning). Pembuatan Sosis Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sosis dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Formulasi Sosis dalam Penelitian Bahan-bahan
Tanpa Kulit
Dengan Kulit
gram
%
gram
%
Daging Itik
300,0
61,35
210,0
42,49
Kulit Itik
000,0,0
00,00
90,0
18,40
Tepung Tapioka
36,0
7,36
36,0
7,36
Susu Skim
24,0
4,91
24,0
4,91
Garam Dapur
9,6
1,96
9,6
1,96
Gula Pasir
4,5
0,92
4,5
0,92
STPP
0,6
0,12
0,6
0,12
Sendawa
0,6
0,12
0,6
0,12
Bawang Putih bubuk
4,5
0,92
4,5
0,92
Lada Halus
3,0
0,61
3,0
0,61
Pala Halus
1,2
0,25
1,2
0,25
105,0
21,47
105,0
21,47
489,0
100
489,0
100
Bahan Lain*)
Es Batu Total Sumber:
*)
Sianipar (2003)
Daging itik dari bagian dada dan paha dipisahkan dari kulit dan dipotongpotong terpisah, kemudian digiling dalam grinder dan food processor bersama dengan garam, STPP, gula pasir, dan 1/3 bagian es batu selama tiga menit. Bumbu dan 1/3 bagian es batu ditambahkan dan digiling kembali selama tiga menit. Tepung tapioka, susu skim dan 1/3 bagian es batu dimasukkan terakhir dan digiling kembali selama tiga menit. Adonan sosis kemudian dimasukkan ke dalam casing edible berdiameter 1,5 cm dan dikukus selama 15 menit dengan suhu 65 0C. Sosis yang telah matang kemudian ditiriskan dan didinginkan sebelum dilakukan penimbangan. Pengukuran Peubah Kadar Air (AOAC, 1995) Sebanyak satu gram sampel segar dalam botol dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama empat jam, lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar Air =
Berat Awal – Berat Akhir Berat Awal
x 100%
Kadar Abu (AOAC, 1995) Sebanyak dua gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 600 0C hingga bobotnya konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar Abu =
Bobot Abu Berat Sampel
x 100%
Kadar Protein (AOAC, 2005) Sampel sebanyak 0,25 ditempatkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan dengan 0,25 gram campuran bahan (5 g K2SO4, 0,25 g CuSO4, 0,1 g selenium) dan 3 ml H2SO4. Destruksi dilakukan selama satu jam sampai diperoleh cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan, ditambah air destilat sebanyak 50 ml dan 20 ml NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes brom kresol hijau berwarna merah muda. Setelah volume destilat menjadi 25 ml dan berwarna kebiruan, destilasi dihentikan lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai merah
muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar Nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan rumus : (S-B) x N HCl x 14
Nitrogen =
W x 1000
x 100%
Kadar Protein dapat dihitung dengan rumus : Kadar Protein = 6,25 x % Nitrogen Keterangan: S = Volume titran sampel W = Bobot sampel kering B = Volume titran blanko N = Normalitas Kadar Lemak (AOAC, 1995) Sebanyak dua gram sampel disebar diatas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu Soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama enam jam dengan menggunakan pelarut heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C selama satu jam. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar Lemak =
Bobot Lemak Ekstrak Bobot Sampel Kering
x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Sebelum data hasil penelitian dianalisis ragam, dilakukan pengujian asumsi yang meliputi uji kenormalan, kehomogenan data, kebebasan galat dan keaditifan data. Ternyata hasil dari uji asumsi tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan analisis ragam, maka data dianalisis secara deskriptif. Analisis Komposisi Kimia Rataan komposisi kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak dari sosis daging itik dengan dan tanpa kulit yang diberi tepung daun beluntas dalam pakan tersaji pada tabel masing-masing. Kadar Air Kadar air merupakan komponen bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semakin rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat untuk kadar air disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Rataan Kadar Air Sosis Daging Itik Penambahan Kulit
Konsentrasi Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
--------------------------%-----------------------Tanpa Kulit
66,86 ± 2,53
66,28 ± 1,92
65,88 ± 2,09
Dengan Kulit
59,23 ± 3,10
56,83 ± 0,06
59,03 ± 1,18
Sosis tanpa kulit dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebesar 0, 1 dan 2% memiliki rataan kadar air yang hampir sama, yaitu berkisar antara 65,88-66,86%. Demikian juga dengan kadar air sosis dengan kulit dengan perlakuan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan juga memiliki kadar yang hampir sama yaitu berkisar antara 56,83-59,23%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riskawati (2006) yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik tidak mempengaruhi kadar air daging itik maupun kulit itik. Penambahan tepung daun
beluntas dalam pakan itik pada tiga taraf yang berbeda menghasilkan daging dan kulit dengan kadar air yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar air sosis yang sama diantara ketiga taraf penambahan tepung daun beluntas tersebut. Kadar air sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging dengan kulit. Hal ini disebabkan oleh kadar air daging itik tanpa kulit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air daging itik berkulit pada itik afkir, yaitu masing-masing sebesar 73,31% dan 66,53% (Hustiany, 2001). Hal tersebut menyebabkan penambahan kulit dapat menurunkan kadar air bahan baku sosis daging dengan kulit itik sehingga mengakibatkan sosis daging itik dengan kulit memiliki kadar yang lebih rendah. Hasil penelitian Triyantini et al. (1997) menunjukkan bahwa kadar air pada daging itik (73,97%) lebih tinggi dibandingkan pada kulit itik (60,19%) pada itik yang berumur 12 minggu. Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar air sosis maksimal 67%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar air antara 56,8366,86% sehingga sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI tersebut. Kadar Abu Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air (Winarno, 1991). Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Hasil analisis proksimat untuk kadar abu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Rataan Kadar Abu Sosis Daging Itik Konsentrasi Tepung Daun Beluntas
Penambahan Kulit 0%
1%
2%
--------------------------%-----------------------Tanpa Kulit
2,21 ± 0,08
2,16 ± 0,22
2,42 ± 0,10
Dengan Kulit
2,49 ± 0,59
2,30 ± 0,30
1,93 ± 0,90
Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menghasilkan sosis hasil penelitian memiliki rataan kadar abu yang relatif sama. Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,93-2,49%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Riskawati (2006) yang menyatakan bahwa
penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar abu pada daging maupun kulit itik. Daun beluntas mengandung mineral seperti natrium, magnesium, alumunium dan fosfor (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006), akan tetapi kandungan mineral tersebut tidak dapat mempengaruhi kadar abu pada daging maupun kulit itik. Penggunaan daging dan kulit itik yang berasal dari pemeliharaan dengan tiga taraf penambahan tepung daun beluntas dalam pakan menghasilkan kadar abu daging dan kulit yang sama, sehingga akan menghasilkan kadar abu sosis yang sama diantara ketiga jenis daging tersebut. Penggunaan kulit atau tanpa kulit sebagai bahan baku sosis menghasilkan rataan kadar abu yang relatif sama. Hal tersebut disebabkan oleh daging itik dengan kulit itik sebagai bahan baku utama pembuatan sosis memiliki kadar abu yang relatif sama. Hasil penelitian Hustiany (2001), menunjukkan bahwa daging itik tanpa kulit memiliki kadar abu yang relatif hampir sama dengan kadar abu daging itik berkulit, yaitu masing-masing 1,03% dan 1,14%. Kadar abu sosis dipengaruhi oleh kadar abu bahan baku sosis dan bahan tambahan lain yang ditambahkan (Rompis, 1998). Menurut Forrest et al. (1975), kadar abu sosis berasal dari daging sebagai bahan utama, tepung, STPP, dan garam yang ditambahkan. Abu atau mineral dalam daging umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium, sulfur, klorin, dan potassium. Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 mensyaratkan bahwa kadar abu sosis maksimal 3,0%. Sosis hasil penelitian ini memiliki kadar abu antara 1,932,49%. Hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan kadar air sosis menurut SNI. Kadar Protein Kadar protein suatu bahan makanan sering digunakan untuk menentukan mutu suatu bahan makanan (Winarno, 2002). Protein mempunyai fungsi yang unik bagi tubuh, yaitu menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga jika keperluannya tidak dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suhardjo dan Kusharto 1987). Hasil analisis proksimat untuk kadar protein disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Rataan Kadar Protein Sosis Daging Itik Penambahan Kulit
Konsentrasi Tepung Daun Beluntas 0%
1%
2%
--------------------------%-----------------------Tanpa Kulit Dengan Kulit
12,15 ± 0,37
11,80 ± 0,06
11,87 ± 0,12
8,29 ± 2,74
8,83 ± 0,34
8,89 ± 0,30
Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar protein yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 8,29-12,15%. Penambahan tepung daun beluntas pada pakan itik menghasilkan sosis hasil penelitian memiliki rataan kadar protein yang relatif sama, baik pada perlakuan tanpa atau dengan kulit pada pembuatan sosis. Kadar protein sosis tanpa kulit berkisar antara 11,57-12,15%, sedangkan kadar protein sosis dengan kulit berkisar antara 8,29- 8,89%. Hasil penelitian Riskawati (2006), menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mempengaruhi kadar protein daging dan kulit itik. Tepung daun beluntas mengandung protein kasar sebesar 19,02% (Setiyanto, 2005), akan tetapi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan tidak mengubah kadar protein pakan secara keseluruhan (Tabel 5). Menurut Lawrie (1995), menyatakan bahwa pemberian rasio pakan yang berbeda tidak akan memberikan perubahan pada kadar protein daging. Kadar protein sosis daging itik tanpa kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik dengan kulit. Hal tersebut disebabkan sosis tanpa kulit lebih dominan mengandung daging sehingga kandungan proteinnya lebih banyak. Daging itik tanpa kulit memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan daging itik berkulit yaitu masing-masing sebesar 18,61% dan 12,17% (Hustiany, 2001). Adanya penambahan kulit dapat mengurangi banyaknya daging yang digunakan pada adonan, sehingga kadar protein menjadi lebih sedikit. Hasil penelitian Triyantini et al. (1997) menunjukkan bahwa kadar protein pada daging itik lebih besar dibandingkan dengan kadar protein pada kulit itik yaitu masing-masing sebesar 20,19% dan 13,63%. Purnomo (1990) menyatakan bahwa dengan kadar pati yang sama, perbedaan kadar protein disebabkan oleh perbedaan kadar lemak dan kadar protein pada masing-masing bagian daging. Semakin banyak penggunaan daging tanpa lemak maka kandungan protein semakin tinggi.
Kadar protein sosis hasil penelitian lebih rendah dari kadar minimum protein sosis daging menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 yaitu minimum sebesar 13%. Rendahnya kadar protein pada sosis hasil penelitian ini diduga karena penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak, sehingga menurunkan kadar protein sosis. Berdasarkan penelitian Sianipar (2003) yang menjadi acuan dalam pembuatan formulasi sosis daging itik pada penelitian ini menggunakan bahan pengisi mencapai 7,36%, sedangkan menurut United States Departement of Agriculture (USDA) yang dikutip dari Pearson dan Tauber (1984) mensyaratkan bahwa penambahan bahan pengisi jumlahnya tidak melebihi 3,5% dari berat akhir. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kadar protein sosis hasil penelitian. Menurut Rompis (1998), kadar protein sosis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging, dan jumlah dan jenis bahan pengisi dan pengikat yang ditambahkan. Kadar Lemak Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan sosis terutama lemak yang mengandung titik leleh tinggi dan asam lemak tidak jenuhnya rendah (Varnam dan Sutherland, 1995). Lemak dalam bahan makanan dapat berfungsi sebagai penambah citarasa dan sumber kalori. Sebanyak satu gram lemak menghasilkan sembilan kalori, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan empat kalori per gramnya (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Menurut Kramlich (1971), kadar lemak dalam sosis selain sumber energi, juga berperan dalam pembentukan emulsi daging serta menambah keempukan. Hasil analisis proksimat untuk kadar lemak disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Rataan Kadar Lemak Sosis Daging Itik Konsentrasi Tepung Daun Beluntas
Penambahan Kulit 0%
1%
2%
--------------------------%-----------------------Tanpa Kulit
1,32 ± 0,09
1,42 ± 0,92
0,93 ± 0,42
Dengan Kulit
9,48 ± 1,75
11,48 ± 0,83
6,90 ± 1,75
Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar lemak yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 1,32-11,48%. Penambahan tepung daun beluntas 1% dalam pakan
menghasilkan kadar lemak sosis yang lebih tinggi dan pada level 2% menghasilkan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Kadar lemak pada sosis erat hubungannya dengan persentase susut masak sosis. Hasil penelitian Serdaroglu dan Ozsumer (2003), menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai susut masak, maka kadar lemak sosis semakin rendah. Terlihat dari tabel 10 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung daun beluntas pada taraf 2% pada pakan mengurangi kadar lemak sosis daging itik tanpa kulit maupun dengan kulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Astria (2007), yang menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas pada taraf 2% meningkatkan susut masak sosis daging itik tanpa kulit maupun dengan kulit dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan. Penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada konsentrasi 0, 1 dan 2% menghasilkan persentase susut masak sosis daging itik tanpa kulit masing-masing sebesar 0,74; 1,44; dan 1,54%, sedangkan sosis daging itik dengan kulit masingmasing sebesar 1,61; 1,74; 2,17% (Astria 2007). Penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan itik menyebabkan terhambatnya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh sehingga kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging itik menjadi tinggi (Rukmiasih dan Tjakradidjaja, 2006). Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki titik leleh rendah. Hal ini menyebabkan kandungan lemak menjadi lebih sedikit karena banyak yang hilang saat pemasakan. Kadar lemak sosis daging itik dengan kulit memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik tanpa kulit. Penambahan kulit dengan pengurangan daging pada adonan menyebabkan kadar lemak sosis daging itik dengan kulit memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan sosis daging itik tanpa kulit. Hasil penelitian Hustiany (2001) menunjukkan bahwa kadar lemak daging itik tanpa kulit lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak daging itik berkulit pada itik afkir, yaitu maisng-masing sebesar 4,16% dan 12,21%. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa lemak unggas sebagian besar disimpan dibawah kulit, bukan didistribusikan pada jaringan-jaringan otot seperti ternak besar. Sosis hasil penelitian memiliki kadar lemak yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 1,32-11,48%. Rendahnya kadar lemak tersebut disebabkan oleh tidak adanya penambahan sumber lemak lain pada sosis daging itik tanpa kulit kecuali dari
lemak dari daging itik dan penggunaan kulit sebesar 18% dari total adonan. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kadar lemak sosis hasil penelitian. Bila dilihat dari syarat kadar lemak sosis menurut Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995, sosis hasil penelitian ini sudah memenuhi persyaratan karena berada dibawah 25%.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar air, kadar abu dan kadar protein dari sosis daging itik itik yang relatif sama, sedangkan penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kontrol dan penambahan 1% tepung daun beluntas. Penambahan kulit itik pada adonan sosis daging itik menghasilkan nilai rataan kadar air dan kadar protein lebih rendah dan kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sosis tanpa penambahan kulit, sedangkan nilai rataan kadar abu relatif sama. Sosis hasil penelitian sudah memenuhi standar SNI untuk kadar air, kadar abu, dan kadar lemak, tetapi kadar protein sosis hasil penelitian tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 13%, Saran Diperlukan perbaikan dalam penyusunan formula pembuatan sosis daging itik. Jika kadar protein sosis daging itik dapat memenuhi persyaratan SNI, perlu dilakukan pengurangan bahan pengisi menjadi 3,5% dan penggunaan bahan pengisi berprotein tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamiin tiada hentinya penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan nikmat serta anugerah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga sahabat dan umatnya yang tetap istiqomah berada dijalanNya. Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada ayahanda Bardja Muhammad Saleh dan ibunda Ating Farida Astuti serta kakak-kakakku teh Nining, teh Jua, teh Ina, teh Dian, teh Yani, teh Lia dan adikku Tya serta seluruh kakak iparku yang mencurahkan kasih sayang, bantuan, dan doa yang tiada henti. Penulis
mengucapkan
terimakasih
sebesar-besarnya
kepada
dosen
pembimbing skripsi ibu Ir. Rukmiasih, MS. dan ibu Ir. Niken Ulupi, MS. atas bimbingan, saran dan perhatian yang telah diberikan pada penulis. Terimakasih kepada ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si dan ibu Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M.Rur.Sc sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan masukkan terhadap skripsi ini. Kepada bapak Ahmad Yani, S.TP selaku dosen pembimbing akademik terimakasih atas bimbingan yang telah diberikan selama kuliah. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada rekan-rekan lab unggas (Windy, Astri, Maya, Luki, Yanuar, Rinni, Nina, Aldina, Aif, Anggoro), teknisi dan laboran bagian IPT unggas terima kasih atas bantuan dan kerjasama selama penelitian. Teman-teman THT40 serta kost wisma dolphin atas kebersamaan dan keceriaan yang terjalin baik selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada gradasi_crew rohis THT40 (Rohim, Abdul, Yogo, Marta, Henry, Erik, Yanuar, Wasis, Denny, Dekri, Maripah, Ina, Intan, Eva, Niken, Rien), ID community, eF-Thre3 community, ilmyID’1428, kost rawyd, serta saudara-saudaraku di circle family (mas Atang, kang Cep, kang Jaya, kang Yohan, Budi, Bram, Arya, Rizal) atas tausiyah, doa, dukungan serta semangat yang diberikan. Terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Assoation of Official Analytical Chemist, Washington D.C. Apriyantono, A. 2001. Off-flavour pada daging unggas. Lokakarya Nasional Unggas Air. Ciawi, Bogor. Hal 58-71 Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asiamaya. 2003. Beluntas. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/beluntas.html. [25 September 2006]. Astria, R. 2007. Sifat fisik dan organoleptik sosis daging itik dengan dan tanpa kulit yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica l.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Winarno, F.G. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Effie. 1980. Pembuatan sosis ikan cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Farrel, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. 2nd Ed. Editor Van Vostrand. Reinhold, New York. Forrest J.C., Aberle, E. D., D.E. Gerard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R.A. Markel. 1975. Principle of Meat Science 4th Edition. Kendall/Hunt publ, Co., Iowa. Hodges, R.D. 1974. The Histology of the Fowl. Wye College. Near Asford, Kent. Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Judoamidjojo, R.M. 1981. Komoditas Kulit di Indonesia. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. In The Science of Meat and Meat Products. J. F. Price and B. S. Schweigert (Ed.). W. H. Freeman and Co. p:485. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan A. Parakkasi. Edisi kelima. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Matulis, R.J., F.K. McKeith, J.W. Sutherland dan M.S. Brewer. 1995. Sensory characteristic of frankfurters as affected by fat, salt and pH. J. Food Science. 60 : 42-47 Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Peranian Bogor, Bogor. Ockerman, H.W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Editions. Departement of Animal Science, The Ohio State University and The Agricultural Research and Development Centre, Ohio.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. The AVI publishing Co, Inc. Westport, Conecticut. Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci di daerah Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riskawati, E. 2006. Komposisi kimia daging dan kulit paha itik lokal jantan yang diberi pakan mengandung tepung daun beluntas (Pluchea indica. L) pada taraf berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rompis, J.E.G. 1998. Pengaruh kombinasi bahan pengikat dan pengisi terhadap sifat fisik, kimia serta palatabilitas sosis sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, New York. Rukmiasih dan Tjakradidjaja, A.S. 2006. Upaya menurunkan lemak penyebab offflavour pada daging itik melalui pemberian tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Samosir, D.J. 1984. Ilmu Ternak Itik. Gramedia, Jakarta Sastromidjojo. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta. Serdaroglu, M. dan M.S. Ozsumer. 2003. Effects of protein, whey powder and wheat gluten on quality characteristics of cooked beef sausages formulated with 5, 10 and 20% fat. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Food Science and Technology, Volume 6, Issue 2. http://www.ejpau.media.pl [23 Desember 2007] Setiyanto, R. D. 2005. Persentase bagian-bagian tubuh itik jantan lokal umur 10 minggu dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sianipar, D. P. 2003. Meningkatkan daya guna daging itik dan daging entog melalui pemanfaatan sebagai bahan pembuatan sosis. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Srigandono, 1996. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995. Sosis Daging. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : B. Soemantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sudjatinah. 1998. Pengaruh lama pelayuan terhadap sifat-sifat fisik dan penampilan histologist jaringan otot dada dan paha pada itik dan entog. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suhardjo dan C.M. Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Jakarta. Triyantini, A.B., I.A.K. Bintang dan T. Antawidjaja. 1997. Studi komparatif preferensi mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3) : 157-163. Varnam, A.H. dan J.P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. Food Products Series (3). Wijayakusumah, 1992. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol III. Terjemahan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta. Wilson, N.R.P. 1981. Meat and Meat Product: Factor Affecting Quality Control. Applied Science Publisher, London. Winarno, F.G. 1991. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Windharyanti, S.S. 1999. Beternak Itik Tanpa Air. Penebar Swadaya, Jakarta. Zorba, D., H.Y. Gokalp, H. Yenn and H.W. Ockerman. 1993. Salt, phosphate and oil temperature effect on emulsion capacity of fresh or frozen meat and sheep tail. J. Food. Sci. 58 : 492 - 496
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Diagram Pembuatan Sosis Daging Itik Daging (dengan dan tanpa kulit)
1,96% garam dapur 0,12% STTP 0,12% sendawa 0,92% gula pasir 7,16% es batu
Potong-potong kecil
Penggilingan Ι (2 menit) 0,92% bawang putih 0,61% lada halus 0,25% pala halus 7,16% es batu Penggilingan ΙΙ (2 menit) 7,36% tepung tapioka 4,91% susu skim 7,16% es batu Penggilingan ΙΙI (2 menit)
Pengisian ke dalam selongsong (casing)
Pengukusan (65°C selama 30 menit)
Sosis
Lampiran 2.
Gambar Sosis Daging Itik Hasil Penelitian
Lampiran 3.
Gambar Peralatan yang Digunakan pada Pembuatan Sosis
Food Processor
Gilingan Daging
Stuffer
Termometer