KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI Yusmani Prayogo Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jln. Raya Kendalpayak KM 08, PO.BOX. 66 Malang, 65101 Email:
[email protected].
ABSTRACT Brown stink bug Riptortus linearis is one of the most important pest of soybean pod sucking bug. The aim of the research to study the combination of nature pesticides Annona squamosa seed powder (ASP) and Jatropha curcas seed powder (JSP) with entomopatogenic fungi Lecanicillium lecanii to increase the efficacy of controlling brown stink bug. The research carried out in the field experiment station (Muneng) Probolinggo of Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute from June to September 2011. Randomized block design (RBD) were used, each treatment is repeated three times. The treatments are; (1) ASP 50 g/l, (2) JSP 50 g/l, (3) ASP 50 g/l + L. lecanii 107/ml, (4) JSP 50 g/l + L. lecanii 107/ml, (5) L. lecanii 107/ml, (6) deltametrin and (7) control (untreated). Combination of ASP with L. lecanii was able unhatching egg brown stink bug reached 84%, while the combination JSP with L. lecanii cause unhatching eggs 82%. Separated spraying of ASP and JSP cause unhatching eggs about 56-61% only. ASP and JSP were combination with L. lecanii also able to suppress the formation of the number of empty pods. These due to the number of nymphs and adult of brown stink bug were survive is limited, therefore chances insect damaging of the seeds were used as food source also reduced. The higher weight of seeds (7.03 g) per plant obtained from JSP with L. lecanii, whereas of SBJ uncombined only 4.83 g. Weight seed per plant of ASP combination with L. lecanii (6.50 g) was higher compared with both separated application agent. The advantage of pest control using ASP and JSP or combination with L. lecanii less harmfull to survival of Paederus sp., Oxyopes sp. and Coccinella sp. compared with the application of chemical insecticides. ASP and JSP can be combined with L. lecanii to increase the efficacy of control brown stink bug. Key words : nature pesticides, egg, pod sucking bug, L. lecanii, soybean.
PENDAHULUAN Hama pengisap polong yang meyerang tanaman kedelai di Indonesia ada tiga jenis yaitu ; kepik hijau Nezara viridula, kepik hijau pucat
Piezodorus hybneri dan kepik coklat yang disebut dengan Riptortus linearis. 127
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Dari ketiga jenis hama tersebut mengindikasikan bahwa kepik coklat merupakan salah satu pengisap polong yang sangat penting. Keadaan tersebut berdasarkan hasil survei diseluruh sentra produksi kedelai di Indonesia yang dilakukan oleh Tengkano dkk. (2003 & 2005 & 2006) yang mengindikasikan bahwa baik sebaran maupun populasi di lapangan lebih tinggi dibandingkan kedua pengisap yang lain. Kehilangan hasil akibat serangan hama kepik coklat hingga mencapai 80%. Teknologi pengendalian yang tersedia yaitu hanya mengandalkan keampuhan insektisida kimia. Namun insektisida kimia hanya mampu membunuh stadia nimfa maupun imago, sedangkan stadia telur masih tetap hidup dan berkembang menjadi serangga dewasa. Dengan demikian, populasi kepik coklat di lapangan terus mengalami peningkatan sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, strategi pengendalian terhadap kepik coklat terus dikaji. Perkembangan lebih lanjut pengendalian hama kepik coklat difokuskan pada stadia telur untuk menekan perkembangan hama agar lebih optimal. Hasil penelitian Prayogo (2009) menunjukkan bahwa
pengendalian
telur
kepik
entomopatogen Lecanicillium lecanii
coklat
menggunakan
cendawan
memberikan hasil yang cukup
signifikan karena cendawan tersebut bersifat ovisidal sehingga telur yang terinfeksi tidak dapat menetas. Kelebihan cendawan entomopatogen L. lecanii
selain mampu
menggagalkan penetasan telur, juga mampu menginfeksi stadia nimfa maupun imago kepik coklat (Prayogo 2004; Prayogo et al. 2004). Namun pada aplikasi di lapangan efikasi cendawan mengalami penurunan karena viabilitas konidia rendah akibat pengaruh berbagai faktor abiotik khususnya sinar matahari yang menghasilkan sinar UV. Oleh karena itu, untuk melindungi keberadaan konidia di lapangan agar viabilitas konidia tetap tinggi maka dianjurkan menambahkan berbagai bahan aditif atau kombinasi dengan agens pengendalian lain yang dapat bersifat sinergis (Hirose et al. 2001; Depieri et al. 2005; Kim et al. 2010). Hasil uji seleksi kombinasi beberapa jenis pestisida nabati dengan cendawan L. lecanii diperoleh tiga jenis yaitu serbuk biji srikaya (SBS), serbuk biji jarak (SBJ) dan serbuk daun
Aglaia odorata (SDA) yang kompatibel dan memiliki efikasi sangat tinggi dalam menekan jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas (Prayogo 128
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
2011a & 2011b & 2011c). Kompatibilitas pestisida dengan cendawan dinilai dari petumbuhan vegetatif cendawan, pertumbuhan generatif pada uji invitro dan persentase mortalitas serangga uji secara invivo (Castiglioni et
al. 2003; Depieri et al. 2005; Prayogo 2011c). Pada
uji
invitro,
ketiga
jenis
pestisida
nabati
ini
mampu
meningkatkan pertumbuhan cendawan khususnya peningkatan diameter koloni. Sedangkan perkembangan cendawan tampak dari jumlah konidia yang dihasilkan oleh L. lecanii yang ditumbuhkan pada media yang mengandung pestisida nabati tersebut. Sementara itu, efikasi kombinasi cendawan dengan pestisida nabati di lapangan ditunjukkan dari kemampuan kombinasi kedua agens tersebut dalam
meningkatkan persentase jumlah
telur kepik coklat yang tidak menetas. Hasil uji dosis kombinasi diperoleh 50 g/l merupakan takaran yang optimal untuk dikombinasikan dengan cendawan L. lecanii (Prayogo 2011a & 2011b). Sementara itu, konsistensi efikasi kombinasi cendawan L. Lecanii dengan pestisida nabati (SBS dan SBJ) di lapangan belum diujikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kombinasi tiga jenis pestisida nabati SBS dan SBJ dengan L.
lecanii untuk meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik coklat pada kedelai.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di kebun percobaan (KP.), Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian di Muneng (Probolinggo) yang dimulai pada bulan Juni sampai dengan September 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), diulang tiga kali. Perlakuan adalah : (1) serbuk biji srikaya (SBS) 50 g/l, (2) serbuk biji jarak (SBJ) 50 g/l, (3) SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, (4) SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, (5)
L. lecanii 107/ml, (6) deltametrin dan (7) kontrol (tanpa pengendalian. Pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1. Perkembangbiakan serangga kepik coklat (Riptortus linearis) Serangga R. linearis, nimfa maupun imago diperoleh dari lahan kedelai yang ada di kebun percobaan (KP.) Kendalpayak, Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan
dan
Umbi-umbian
(Malang)
pada
bulan
Nopember 2010. Kelompok nimfa maupun imago kepik coklat diambil 129
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
menggunakan jaring serangga (sweep net) kemudian dimasukkan ke dalam sangkar yang dikurung dengan kain kasa. Di dalam sangkar diberi kacang panjang yang sudah terbentuk biji dan sebelumnya dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan residu insektisida kimia. Kacang panjang sebagai pakan diganti setiap dua hari dengan kacang panjang yang baru, jumlah pakan diberi dalam jumlah yang banyak dengan tujuan agar serangga dapat berkembang optimal sehingga mampu menghasilkan jumlah telur dalam jumlah yang banyak. Di dalam sangkar pemeliharaan serangga diberi benang-benang halus yang diletakkan dibagian dinding sangkar dengan tujuan untuk peletakkan telur yang dihasilkan oleh imago. Telur-telur yang dihasilkan imago dikumpulkan berdasarkan umur dengan tujuan untuk mendapatkan calon populasi nimfa yang seragam. Perkembangbiakan serangga dilakukan terus menerus hingga memperoleh telur yang seragam dalam generasi F2 yang akan digunakan sebagai infestasi di lapangan pada tanaman kedelai. 2. Tanam kedelai di lapangan Kedelai varietas Wilis ditanam di dalam plot yang berukuran 7 m x 5 m dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, tiap lubang diisi dua biji. Tanaman diberi pupuk Urea 50 Kg/ha, SP 36 sebanyak 100 Kg/ha dan KCl 100 Kg/ha. Pemeliharaan tanaman sesuai dengan rekomendasi. Pada umur 35 hari setelah tanam (HST), telur kepik coklat yang baru diletakkan imago diinfestasikan pada tanaman kedelai sebanyak 25 butir tiap tanaman. Telur ditempelkan pada permukaan daun bagian teratas menggunakan lem gom arab. Setelah itu, tanaman disungkup menggunakan sangkar besi yang ditutup dengan kain kasa halus tembus sinar matahari (Gambar 1) dengan tujuan telur yang berhasil menetas setelah aplikasi perlakuan tidak akan keluar dari sangkar. 3. Perbanyakan cendawan entomopatogen Lecanicillim lecanii Cendawan L. lecanii yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Ll-JTM11, yang bervirulensi tinggi dalam membunuh kepik coklat (Prayogo 2009). Cendawan diperbanyak pada media potato dextrose agar (PDA) di dalam cawan Petri yang berdiameter 9 cm. Pada umur 21 hari setelah inokulasi (HSI), konidia yang terbentuk diambil menggunakan kuas 130
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
halus yang dibasahi dengan air kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi air.
Suspensi konidia ditambah Tween 80 sebanyak 2 ml/l
kemudian dikocok menggunakan shaker
selama 30 menit dengan tujuan
konidia dapat bercampur secara homogen. Suspensi konidia dihitung menggunakan haemocytometer
dan mikroskop hingga memperoleh
kerapatan konidia 107/ml.
Gambar 1. Telur diinfestasi pada permukaan daun kedelai kemudian tanaman disungkup menggunakan sangkar yang ditutup dengan kain kasa. 4. Penyiapan pestisida nabati Pestisida nabati yang digunakan adalah SBS dan SBJ yang kompatibel dengan L. lecanii dan efikasinya tertinggi dalam menggagalkan penetasan telur kepik coklat dari hasil penelitian tahun 2009 (Prayogo 2011c). Kedua jenis biji pestisida nabati diperoleh dari daerah Probolinggo (Jawa Timur) kemudian dijemur hingga kering. Kumpulan biji dari masingmasing pestisida nabati dibuat tepung hingga halus menggunakan blender selanjutnya disimpan di dalam refrigerator sebelum dicampur dengan suspensi konidia cendawan L. lecanii.
Masing-masing pestisida nabati
ditimbang setiap 50 g kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer secara terpisah sesuai dengan jumlah perlakuan yang akan diujikan. 5. Aplikasi SBS, SBJ maupun kombinasi dengan cendawan L. lecanii Suspensi konidia yang sudah dihitung konidianya kemudian dicapur dengan pestisida nabati sesuai dengan dosis perlakuan kemudian dikocok menggunakan shaker selama 30 menit. Setelah campuran pestisida nabati 131
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
dengan suspensi konidia cendawan sudah bercampur homogen selanjutnya diaplikasikan pada kelompok telur kepik coklat yang sudah dipaparkan pada tanaman di lapangan. Aplikasi hanya satu kali yang diberikan secara semprot pada seluruh permukaan daun yang sudah ada telur yang menempel. Aplikasi perlakuan pestisida nabati yang dikombinasikan dengan
L. lecanii dilakukan pada sore hari dengan tujuan agar terhindar dari sinar UV. Dosis aplikasi perlakuan dua ml tiap tananaman. 6. Pengamatan Peubah yang diamati adalah : (1) jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas, (2) jumlah polong isi, (3) jumlah polong hampa, (4) berat biji tiap tanaman, (5) berat biji tiap plot, (6) jumlah luka tusukan pada tiap biji sebanyak 20 butir yang diambil secara acak dan (7) jumlah populasi predator penghuni tajuk. 7. Analisis data Semua data yang terkumpul dianalisis menggunakan program Minitab 14. Setelah terdapat pengaruh antar perlakuan yang diuji maka dilanjutkan uji duncan multiple range test (DMRT 5%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh aplikasi kombinasi pestisida nabati dengan cendawan L. lecanii terhadap jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas Pengendalian kepik coklat pada stadia telur menggunakan pestisida nabati (SBS dan SBJ) yang dikombinasikan dengan cendawan L. lecanii berpengaruh nyata dalam menggagalkan penetasan telur kepik coklat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah telur yang tidak menetas terbanyak terjadi pada perlakuan kombinasi SBS dengan L. lecanii yaitu mencapai 84% (Gambar 2). Namun jumlah telur yang tidak menetas pada perlakuan tersebut juga tidak berbeda nyata dengan jumlah telur tidak menetas pada perlakuan kombinasi SBJ dengan L. lecanii (82,70%) maupun aplikasi cendawan L. lecanii
secara tunggal yaitu 80%.
Kombinasi kedua jenis
pestisida nabati tersebut lebih efektif dalam menggagalkan penetasan telur kepik coklat dibandingkan dengan aplikasi pestisida nabati secara tunggal yaitu masing-masing 56% untuk SBS dan 61,33% untuk SBJ. Telur kepik 132
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
coklat yang tidak menetas pada perlakuan aplikasi SBS maupun SBJ secara tunggal diduga bahan aktif dari pestisida nabati tersebut mampu bersifat ovisidal. Terjadinya peningkatan efikasi dari aplikasi kombinasi pestisida nabati dengan cendawan entomopatogen L. lecanii pada penelitian ini mengindikasikan terjadi hubungan sinergisme sehingga kedua agens tersebut menyebabkan unjuk kerja yang lebih baik dibandingkan aplikasi secara tunggal. Keadaan tersebut disebabkan karena L. lecanii
bersifat
ovisidal terhadap berbagai jenis telur serangga maupun nematoda (Shinya
et al. 2008a & 2008b).
Sedangkan pestisida nabati SBS dan SBJ juga
mampu bersifat ovisidal, selain itu senyawa minyak yang terkandung pada kedua pestisida nabati tersebut dapat memblokir lubang alami telur (micropyle) sehingga proses fisiologis telur terganggu dan akhirnya telur tidak menetas. Menurut Akbar et al. (2009) senyawa minyak yang terkandung di dalam biji jarak yaitu hingga 63,16% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak
yang
terkandung
dari
biji
lain.
Hasil
penelitian
lain
juga
mengindikasikan bahwa biji jarak mengandung senyawa minyak yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji wijen, biji kacang-kacangan maupun biji dari tembakau (Gunstone 2004; Marti’nez-Herrera et al. 2006; Banapurmath et al. 2008; Kumar dan Sharma 2008). Penggabungan mendapatkan
berbagai
sinergisme
agens
sangat
pengendalian
dianjurkan
agar
dengan
supaya
tujuan
teknologi
pengendalian yang diterapkan menjadi lebih efektif (Quintela & McCoy 1998; Purwar dan Sachan 2006). Sinergisme dari pengkombinasian kedua agens pengendalian juga pernah dilaporkan Feng et al. (2004), yaitu kombinasi antara
cendawan
entomopatogen
Beauveria
bassiana,
Paecilomyes
fumosoroseus dengan insektisida kimia yang berbahan aktif imidakloprid ternyata mampu meningkatkan efikasi dalam membunuh Trialeurodes vaporariorum (Homoptera: Aleyurodidae) dibandingkan dengan aplikasi secara tunggal. Aplikasi SBS maupun SBJ secara tunggal masih lebih efektif dalam menggagalkan penetasan telur kepik coklat dibandingkan dengan aplikasi deltametrin yaitu hanya 33,30%. Hal ini disebabkan senyawa insektisida tersebut tidak bersifat ovisidal sehingga masih banyak telur kepik coklat 133
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
yang tidak menetas. Telur yang tidak menetas pada perlakuan aplikasi deltametrin diduga karena cairan insektisida tersebut yang disemprotkan pada seluruh permukaan telur akan menutup lubang alami, yaitu mikropil. Dengan demikian, calon embrio di dalam telur tidak dapat melakukan proses fisiologis dengan sempurna sehingga calon embrio akhirnya mati (Islam et
al. 2009). 84,00 a
82,70 a
80,00 a
90 80
56,00 b 61,30 b
70 Persentase telur kepik coklat yang tidak menetas
60
33,30 c
50 40
5,40 d
30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
Kombinasi pestisida nabati dengan L. lecanii
Gambar 2. Jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas setelah diaplikasi dengan kombinasi pestisida nabati dengan cendawan L. lecanii. Keterangan: 1=SBS 50 g/l, 2= SBJ 50 g/l, 3= SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 4= SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 5= L. lecanii 107/ml, 6= deltametrin dan 7= kontrol (tanpa pengendalian). Jumlah polong hampa kedelai yang terbentuk Jumlah polong hampa kedelai terbentuk umumnya akibat dari serangan hama pengisap maupun penggerek polong, selain faktor fisiologis dari tanaman itu sendiri karena pengaruh cekaman abiotik. Polong hampa yang disebabkan oleh pengisap ditandai dengan polong yang mengempis karena biji tidak terbentuk atau mengeriput akibat semua isi biji yang ada di dalam polong tertusuk oleh stilet dari hama pengisap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa polong hampa yang terbentuk hampir 99% disebabkan oleh kepik coklat yang diinfestasikan dari stadia telur pada waktu perlakuan dan telur tersebut mampu menetas sehingga berkembang menjadi nimfa dan imago. Keadaan tersebut dapat dibuktikan dari pengamatan secara 134
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
mikroskopis bahwa polong yang hampa ditandai dengan luka yang berwarna hitam dengan bekas tusukan stilet kepik coklat. Pada penelitian ini karena setiap tanaman contoh dikurung dengan kain kasa halus maka imago kepik coklat yang hidup adalah telur yang diinfestasi kemudian diaplikasi dengan perlakuan masih tetap menetas dan berkembang menjadi serangga dewasa. 12,67 a 14
10,67 ab 12
7,67 bc 10
4,00 cd Jum lah polong ham pa (buah)
8
4,00 cd 6
3,67 d 2,34 d
4 2 0
1
2
3
4
5
6
7
Kombinasi pestisida nabati dengan L. lecanii
Gambar 3. Jumlah polong hampa terbentuk setelah diaplikasi dengan kombinasi SBS dan SBJ dengan cendawan L. lecanii. Keterangan: 1=SBS 50 g/l, 2= SBJ 50 g/l, 3= SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 4= SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 5= L. lecanii 107/ml, 6= deltametrin, dan 7= kontrol (tanpa pengendalian). Jumlah polong hampa terbanyak ditemukan pada perlakuan kontrol (tanpa aplikasi) yaitu hingga mencapai 12,67% dan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan aplikasi SBS secara tunggal yaitu 10,67% (Gambar 3). Jumlah polong hampa terendah terjadi pada perlakuan kombinasi pestisida SBS dengan cendawan L. lecanii yaitu hanya 2,34%. Namun jumlah polong hampa tersebut juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi SBJ dengan cendawan L. lecanii (3,67%). Rendahnya jumlah polong hampa yang terbentuk pada perlakuan kombinasi pestisida nabati dengan L. lecanii berkaitan dengan terbatasnya jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas. Semakin sedikit jumlah telur kepik coklat yang tidak menetas, semakin terbatas jumlah nimfa yang berkembang menjadi serangga dewasa sehingga peluang kebutuhan makan yang diperlukan oleh 135
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
serangga yaitu polong kedelai sebagai sumber nutrisi juga terbatas. Aktivitas makan kepik coklat ditandai dengan menusuk pada bagian organ tanaman khususnya polong karena alat mulut kepik coklat memiliki stilet yang berfungsi sebagai penusuk dan pengisap. Biji yang mengalami luka akibat tusukan stilet kepik coklat mengakibatkan polong menjadi kempis atau hampa. Jumlah polong isi Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah polong isi yang terbentuk terbanyak terjadi pada perlakuan kombinasi SBS dengan cendawan L. lecanii (48 buah) (Gambar 4). Sementara itu, jumlah polong isi terendah terjadi pada perlakuan kontrol (tanpa aplikasi) yaitu hanya 27,67 buah. Perlakuan aplikasi deltametrin tampak juga tergolong relatif lebih rendah karena jumlah polong isi yang terbentuk juga tidak berbeda nyata dengan
perlakuan
kontrol
(tanpa
pengendalian).
Keadaan
tersebut
disebabkan pada perlakuan deltametrin tampak jumlah telur yang mampu menetas cukup besar karena insektisida tersebut tidak bersifat ovisidal. Oleh karena itu, serangga dewasa yang terbentuk juga masih banyak sehingga jumlah kebutuhan makan yang diperlukan oleh kepik coklat yang masih hidup juga lebih besar. Dengan demikian polong isi yang tersisa tidak ditusuk oleh kepik coklat juga terbatas dibandingkan dengan pada perlakuan yang jumlah serangga dewasa dari kepik coklat yang masih hidup lebih sedikit seperti pada perlakuan kombinasi SBS atau SBJ dengan L. lecanii. Pestisida nabati SBJ yang dikombinasikan dengan L. lecanii
juga
menunjukkan hasil dengan terbentuknya polong isi relatif tinggi yaitu 47 buah, dan perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi SBS dengan
L. lecanii. Perlakuan aplikasi L. lecanii, SBS dan SBJ secara tunggal juga menghasilkan polong isi setara dengan perlakuan L. lecanii yang dikombinasikan dengan kedua jenis pestisida nabati tersebut. Meskipun jumlah polong isi pada perlakuan tunggal, baik SBS atau SBJ dan L. lecanii tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasinya namun belum tentu konsisten terhadap hasil berat biji yang diperoleh mampu menandinginya. Hal ini disebabkan polong yang terbentuk bijinya tidak terisi secara penuh akibat tertusuk kepik coklat yang masih hidup, dengan demikian secara 136
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
langsung dapat berpengaruh terhadap berat biji yang diperoleh dari masingmasing perlakuan.
50
48,00 a 47,67 a 37,33 ab 38,67 ab 38,67 ab
45
28,34 b
40
27,67 b
35 Jumlah polong isi tiap tanaman (buah)
30 25 20 15 10 5 0
1
2
3
4
5
6
7
Kombinasi pestisida nabati dan cendawan L. lecanii
Gambar 4. Jumlah polong isi terbentuk setelah diaplikasi dengan kombinasi SBS, SBJ dan cendawan L. lecanii. Keterangan: 1=SBS 50 g/l, 2= SBJ 50 g/l, 3= SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 4= SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 5= L. lecanii 107/ml, 6= deltametrin dan 7= kontrol (tanpa pengendalian). Jumlah luka tusukan pada tiap biji Jumlah luka tusukan pada tiap biji mengindikasikan besarnya kerusakan biji yang disebabkan oleh stilet kepik coklat. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak hanya jumlah luka yang menyebabkan kerusakan biji yang akhirnya menjadi hampa. Kedalaman luka pada tiap biji juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan biji kedelai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah luka terbanyak terjadi pada perlakuan tanpa pengendalian, yaitu mencapai 9,34 luka (Gambar 5). Sementara itu, jumlah luka terendah terjadi pada perlakuan kombinasi SBJ dengan L. lecanii, yaitu hanya 2,34 luka. Namun perlakuan tersebut juga tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan yang diuji kecuali perlakuan kontrol. Hasil penelitian Prayogo (2009) menunjukkan bahwa jumlah luka pada tiap biji kedelai yang diaplikasi cendawan L. lecanii
dengan
penambahan minyak nabati sangat rendah yaitu hanya 2 luka. Namun pada 137
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
perlakuan kontrol (tanpa penambahan minyak), jumlah luka hingga mencapai 12 luka. Rendahnya jumlah luka tusukan pada tiap biji pada penelitian ini diduga ada kaitannya dengan kandungan minyak dari serbuk biji srikaya maupun biji jarak.
Sementara itu, senyawa minyak akan
berperan
konidia
dalam
perlindungan
apabila
cendawan
tersebut
diaplikasikan pada daerah yang memiliki iklim kering sehingga konidia mampu bertahan viabilitasnya (Nyam et al. 2009; Kim et al. 2010; Kim & Je 2010). Minyak nabati memiliki kandungan lesitin dan kasein yang dapat mempersatukan dua senyawa yang berbeda polaritasnya (minyak dan air). 9,34 a 10 9 8 7 Jumlah luka tusukan pada tiap biji
4,34 b
6
3,34 b
5 4
3,34 b 3,00 b
2,67b 2,34 b
3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
Kombinasi pestisida nabati denganL. lecanii
Gambar 5. Jumlah luka pada tiap biji kedelai akibat tertusuk stilet kepik coklat. Keterangan: Keterangan: 1=SBS 50 g/l, 2= SBJ 50 g/l, 3= SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 4= SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 5= L. lecanii 107/ml, 6= deltametrin, dan 7= kontrol (tanpa pengendalian). Hasil penelitian Prayogo (2009) menunjukkan bahwa penambahan minyak nabati ke dalam suspensi konidia maka viabilitas konidia cendawan mampu bertahan hingga 10 hari jika dipaparkan di lahan kedelai. Sementara itu, suspensi konidia yang tidak ditambah dengan senyawa minyak maka viabilitas hanya berlangsung satu hari saja apabila dipaparkan di lapangan terbuka.
Menurut Ganga-Visalakshy (2005) semakin banyak kandungan
lesitin, semakin besar pula peluang konidia terlapisi oleh senyawa minyak. Seperti laporan
Ibrahim
et al. (1996) menyebutkan bahwa untuk
mempertahankan viabilitas cendawan entomopatogen dari pengaruh sinar 138
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
UV maka dianjurkan dalam formulasi harus menggunakan bahan pelindung. Bahan pelindung akan meningkatkan kelembaban konidia pada waktu perkecambahan sebelum konidia tersebut melakukan penetrasi ke dalam permukaan inang (Inyang et al. 2004; Verhaar et al. 2004; Lazzarini et al. 2006; Silva et al. 2006). Dampak aplikasi kombinasi pestisida nabati dengan L. lecanii terhadap kelangsungan hidup predator Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati secara tunggal maupun yang dikombinasikan dengan cendawan L. lecanii kurang berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup serangga predator penghuni tajuk dibandingkan dengan aplikasi insektisida kimia.
Populasi
kedua jenis predator yaitu Paederus sp. dan Coccinella sp. cukup tinggi masih diatas 20 ekor pada tiap 10 rumpun tanaman kedelai (Gambar 6). Bahkan pada perlakuan kombinasi SBS maupun SBJ dengan L. lecanii populasi predator Coccinella sp. mencapai 28 ekor. Sedangkan pada perlakuan kombinasi yang sama masih ditemukan populasi predator
Paederus sp. hampir mendekati 20 ekor. 35 30 Jumlah predator tiap 10 rumpun tanaman (ekor)
25 20 15
Paederus sp. Oxyopes sp. Coccinella sp.
10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Kombinasi pestisida nabati dengan L. lecanii
Gambar 6. Populasi predator penghuni tajuk kedelai setelah diaplikasi dengan kombinasi SBS dan SBJ dengan cendawan L. lecanii. Keterangan: 1=SBS 50 g/l, 2= SBJ 50 g/l, 3= SBS 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 4= SBJ 50 g/l + L. lecanii 107/ml, 5= L. lecanii 107/ml, 6= deltametrin, dan 7= kontrol (tanpa pengendalian). 139
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Populasi predator Oxyopes sp. pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kedua jenis predator diatas. Pada pengamatan di lapangan mengindikasikan bahwa jenis predator Oxyopes sp. populasinya juga tidak melimpah seperti kedua jenis predator tersebut di atas. Kelimpahan predator Oxyopes
di lapangan umumnya ditemukan pada
daerah-daerah yang bekas tanaman padi dan tanaman kacang tanah dengan bebas residu pestisida. Ketiga jenis predator ini sangat potensial dalam memangsa beberapa jenis hama kedelai yang termasuk ke dalam ordo Homoptera, Hemiptera maupun Lepidoptera, baik stadia telur maupun stadia
nimfa
awal.
Hasil
penelitian
Tengkano
dan
Bedjo
(2002)
mengindikasikan bahwa predator O. javanus Thorell (Oxyopidae: Araneae) sangat potensial untuk dikembangkan sebagai agens hayati karena setiap hari mempunyai kemampuan memangsa Spodoptera litura, Riptortus
linearis, Nezara viridula dan E. zinckenella
baik stadia telur maupun
larva/nimfa awal dengan kapasitas mencapai 12 ekor/hari. Sedangkan kemampuan predator Paederus sp. juga memiliki daya mangsa yang cukup tinggi dalam menekan populasi hama utama kedelai (Taulu 2001). Oleh karena itu, kelangsungan hidup dari beberapa jenis predator tersebut perlu dipertahankan di lapangan agar secara alamiah populasi hama dapat turun hingga di bawah ambang kendali (AK). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa aplikasi insektisida kimia hampir membunuh habis ketiga jenis predator yaitu Paederus sp., Oxyopes sp. maupun Coccinella sp. karena hampir tidak ditemukan serangga predator yang hidup kecuali Coccinella sp. yaitu hanya satu ekor pada 10 rumpun tanaman sebagai contoh pengamatan. Keadaan tersebut diduga karena
Coccinella sp. merupakan predator penghuni tajuk kedelai dan memiliki mobilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis predator yang disebut di atas. Oleh karena itu, aplikasi pestisida nabati SBS dan SBJ yang diaplikasikan secara tunggal maupun dikombinasi dengan cendawan entomopatogen L. lecanii kelangsungan
hidup
masih relatif aman dan kurang mengganggu
predator sehingga agens-agens
tersebut
dapat
dintegrasikan ke dalam pengelolaan hama terpadu kedelai untuk menekan ketergantungan terhadap pestisida kimia.
140
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
KESIMPULAN Pestisida nabati SBS dan SBK yang dikombinasikan dengan cendawan
entomopatogen
L.
lecanii
mampu
meningkatkan
efikasi
pengendalian telur kepik coklat jika dibandingkan dengan aplikasi secara tunggal. Pestisida nabati SBS dan SBJ yang diaplikasikan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan cendawan entomopatogen L. lecanii kurang berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup predator Paederus sp., Oxyopes sp. dan Coccinella sp. Pestisida nabati SBS dan SBJ dapat diintegrasikan dengan cendawan entomopatogen L. lecanii
untuk pengelolaan hama terpadu (PHT)
khususnya kepik coklat pada kedelai guna menekan ketergantungan terhadap pestisida kimia.
DAFTAR PUSTAKA Akbar, E., Z. Yaakob, S.K. Kamarudin, M. Ismail, and J. Salimon. 2009. Characteristics and composition of Jatropha curcas oil seed from Malaysia and its potential as biodiesel feedstock. European J of Sci Res 29(3): 396-403. Banapurmath, N.R., P.G. Tewari, and R.S. Hosmath. 2008. Performance and emmission characteristics of a DI compression ignition engine operated on Honge Jatropha and Sesame oil methyl esters. Renewable Energy 33: 1982-1988. Castiglioni, E., J.D. Vendramin and S.B. Alves. 2003. Compatibility between Beauveria bassiana and Metarhizium anisopliae with Nimkol-L in the control of Heterotermes tenuis. Manag Integr. Plagas Agroecol 69: 3844. Depieri, A.R., S.S. Martinez and A.O. Jr. Menezes. 2005. Compatibility of the fungus Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes) with extracts of neem seeds and leaves and the emulsible oil. Neotrop Entomol 34(4): 601-606. Feng, M., G.B. Chen, and S.H. Ying. 2004. Trials of Beauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus and imidacloprid for management of Trialeurodes vaporariorum (Homoptera: Aleurodidae) on greenhouse grown lettuce. Biocontr Sci and Technol 14:531-544. 141
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Ganga-Visalakshy, P.N., A. Krishnamoorthy and A. Manoj-Kumar. 2005. Effect of plant oils and adhesive stickers on the mycelia growth and condition of Verticillium lecanii, a potential entomopathogen. Phytopar 33(4): 367-369. Gunstone, F.D. 2004. Rapseed and Canola oil: Production, processing, properties and uses. London: Blackwell Publishing Ltd. Hirose, E., P.M.O.J. Neves, J.A.C. Zequi, L.H. Martins, C.H. Peralta and A. Moino Jr. 2001. Effect of biofertilizers and neem oil on the entomopathogenic fungi Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. and Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorok. Braz Arch Biol Technol 44: 409-423. Ibrahim, L., T.M. Butt, A. Beckett, and S.J. Clark. 1999. Germination of oil formulated conidia of the insect-pathogen Metarhizium anisopliae. Mycol Res 103: 901-907. Inyang, E.N., H.A. McCartney, B. Oyejola, L. Ibrahim, B.J. Pye, S.A. Archer, and T.M. Butt. 2000. Effect of formulation application and rain on the entomogenous fungus Metarhizium anisopliae on oil seed rape. Mycol Res 104(6):653-661. Islam, Md. T., S.J. Castle and S. Ren. 2009. Compatibility of the insect pathogenic fungus Beauveria bassiana with neem against sweet potato whitefly Bemisia tabaci on eggplant. Entomol Exp et Appl 134(1): 28-34. Kim, J.S. and Y.H. Je. 2010. Production of thermotolerant entomopathogenic Isaria fumosoroseus SFP-198 conidia in corn-corn oil mixture. J Microbiol Biotechnol 37: 419-423. Kim, J.S., M. Skinner and B.L. Parker. 2010. Plant oils for improving thermotolerance of Beauveria bassiana. J Microbiol Biotechnol 20(9): 1348-1350. Kumar, A. and S. Sharma. 2008. An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas): A review. Industrial Crops and Products. doi:10.1010/jandcrop.2008.01.001 Lazzarini, G.M.J., L.F.N. Rocha, and C. Luz. 2006. Impact of moisture on invitro germination of Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana and their activity on Triatoma infestans. Mycol Res 110(4): 485-492. Marti’nez-Herrera, J., P. Siddhuraju, G. Francis, G. Da’vila-Orti’z, and K. Becker. 2006. Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chem 96: 80-89.
142
KOMBINASI PESTISIDA NABATI DAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Lecanicillium lecanii UNTUK MENINGKATKAN EFIKASI PENGENDALIAN TELUR KEPIK COKLAT Riptortus linearis PADA KEDELAI
Nyam, K.I., C.P. Tan, O.M. Lai, K. Long and Y.B. Che Man. 2009. Physicochemical properties and bioactive compounds of selected seed oils. LWT Food Sci Technol 42: 1396-1403. Prayogo, Y. 2004. Keefektifan lima jenis cendawan entomopatogen terhadap hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae) dan dampaknya terhadap predator Oxyopes javanus Thorell (Araneida: Oxyopidae). [tesis]. Departemen Proteksi Tanaman. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Prayogo, Y., T. Santoso dan Widodo. 2004. Keefektifan lima jenis cendawan entomopatogen terhadap telur hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae). Di Dalam: Makarim, A.K., Marwoto, M.M. Adie, A.A. Rahmiana, Heriyanto dan I.K. Tastra, editor. Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang, 5 Oktober 2004. hlm:471-479. Prayogo, Y. 2009. Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams sebagai agens hayati untuk mengendalikan telur hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae). [disertasi]. Departemen Proteksi Tanaman. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Prayogo,
Y.
2011a.
Efikasi
kombinasi
cendawan
entomopatogen
Lecanicillium lecanii dengan insektisida nabati untuk pengendalian
telur kepik coklat. J. Penelitian Pengembangan. Puslitbangtan Bogor [In-press]. Prayogo, Y. 2011b. Sinergisme cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii dengan insektisida nabati untuk meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik coklat Riptortus linearis pada kedelai. J. HTP Tropika Unila. [In-press]. Prayogo, Y. 2011c. Kompatibilitas cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) dengan beberapa jenis pestisida kimia. J Ilmu Dasar, Universitas Negeri Jember [In-press]. Purwar, J.P. and G.C. Sachan. 2006. Synergistic effect of entomogenous fungi on some insecticides against Bihar hairy caterpillas Spilarctia obliqua (Lepidoptera: Arctiidae). Microbiol Res 161:38-42. Shinya, R., D. Aiuchi, A. Kushida, M. Tani, K. Kuraramochi and M. Koike. 2008a. Effects of fungal culture filtrates of Verticillium lecanii (=Lecanicillium lecanii) hybrid strains on Heterodera glycines eggs and juvenils. J Invertebr Pathol 23: 213-218. Shinya, R., D. Aiuchi, A. Kushida, M. Tani, K. Kuraramochi and M. Koike. 2008b. Pathogenicity and its mode of action in different sedentary 143
Prayogo. Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011
Heterodera glycines (Tylenchida: Heteroderidae) by Verticillium lecanii (=Lecanicillium lecanii) hybrid strains. Appl Entomol stages of
Zool 43: 227-233.
Silva, R.Z.D., P.M.O.J. Neves, P.H. Santoro, and E.S.A. Cavaguchi. 2006. Effect of agrochemicals based on vegetable and mineral oil on the viability of entomopathogenic fungi Beauveria bassiana (Bals.) Vuillemin, Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorokin and Paecilomyces sp. Bainer. Bioassay 1: 667-674. Taulu, L.E. 2001. Kompleks artropoda predator penghuni tajuk kedelai dan peranannya dengan perhatian utama pada Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera: Stapylinidae). [disertasi]. Depertemen Proteksi Tanaman. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tengkano, W. Dan Bedjo. 2002. Potensi Oxyopes javanus Thorell (Oxyopidae: Araneae) memangsa hama utama kedelai. Seminar Nasional Perkembangan Terkini Pengendalian Hayati di Bidang Pertanian dan Kesehatan. Institut Pertanian Bogor, 5 September 2002. Tengkano, W., S. Hardaningsih, M. Rahayu, Y. Baliadi, Y. Prayogo, Bedjo dan Purwantoro. 2003. Status hama kedelai dan musuh alami di lahan kering masam. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2003. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. Tengkano, W. Supriyatin, Suharsono, Bedjo, Y. Prayogo dan Purwantoro. 2005. Status hama kedelai dan musuh alaminya di lahan kering masam Propinsi Lampung. Makalah disampaikan pada Lokakarya dan Seminar Nasional Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbiumbian Mendukung Kemandirian Pangan. Malang, 26-27 Juli 2005. Tengkano, W. Suharsono, Bedjo, Y. Prayogo dan Purwantoro. 2006. Evaluasi status hama penyakit kedelai dan musuh alami sebagai agens hayati untuk pengendalian OPT pada kedelai. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2006. Balitkabi Malang. Verhaar, M.A., T. Hijwegen, and J.C. Zadoks. 2004. Improvement of the efficacy of Verticillium lecanii used biocontrol of Sphaerotheca fuliginea by addition of oil formulation. Bio Contr 44: 73-87.
144