PENGARUH KONSENTRASI PESTISIDA NABATI EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP HAMA PUTIH PALSU (Cnaphalocrosis medinalis Guen) PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) Nugraha1 Rahmat2 Program Studi Fakultas Pertanian Siliwangi Universitas Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tlp (0265) 330634 Tasikmalaya 46115 e-mail:
[email protected]
RINGKASAN
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Nopember tahun 2012 sampai dengan Februari 2013, di Kp. Cilutung Desa Cikalong Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak terhadap hama putih pada tanaman padi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Keenam perlakuan tersebut adalah : A= 10 gram/10 liter air, B= 20 gram/ 10 liter air, C= 30 gram / 10 liter air, D= 40 gram/ 10 liter air, E= 50 gram / 10 liter air, F= Kontrol (tanpa perlakuan daun sirsak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) berpengaruh terhadap populasi dan intensitas serangan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). Konsentrasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya adalah 30 gram/10 liter air.
1 2
Penulis Pembimbing
1
2
PENDAHULUAN Padi (Oryza sativa L.) di Indonesia merupakan komoditas yang sangat penting sebagai bahan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Keberadaan komoditas ini sangat berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, politik dan keamanan bangsa. Oleh sebab itu pemerintah berusaha mengatasi masalah penyediaan pangan nasional terutama padi. Selain dengan intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi, juga dipacu dengan penerapan teknologi baru seperti pengembangan varietas unggul baru, pemupukan berimbang, efisiensi pemanfaatan air, pengendalian hama penyakit terpadu dan lain-lain. Dalam usaha peningkatan produksi pangan, banyak kendala yang dihadapi petani terutama masalah kehilangan hasil akibat adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT tanaman padi diantaranya adalah wereng, penggerek, walang sangit, hama putih dan hama putih palsu. Hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis Guen.) merupakan hama yang sering menyerang tanaman padi sejak awal tanam sampai fase pematangan bulir. Serangan hama ini sering dianggap tidak berarti apabila tanaman padi masih kecil dan cepat dikendalikan, namun serangan akan sangat merugikan apabila menyerang daun padi pada umur 35 hst. dan pada umur 56 hst. Hal ini dikarenakan serangan tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pada akhirnya pertumbuhan dan hasil tanaman padi tidak akan optimal. Larva hama putih palsu instar pertama memakan daun muda pada lapisan permukaan daun, tetapi tidak menggulung daun. Larva instar dua sampai instar lima menggulung daun dengan merekatkan bagian tepi daun dengan benang yang keluar dari mulutnya. Larva tinggal dalam gulungan daun tersebut dan memakan daging daun pada permukaan sebelah bawah (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1989). Pertanian organik akhir-akhir ini telah menjadi tren. Salah satu pendukungnya
adalah
pengendalian
hama
dengan
menggunakan
PHT
3
(Pengendalian Hama Terpadu). Penggunaan input kimia anorganik terutama pestisida tidak hanya membunuh hama sasaran, namun berpengaruh juga pada musuh alami hama tersebut, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis pada ekosistem tersebut. Pada UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Kepmentan No. 887 tahun 1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT telah menegaskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem PHT. Melalui penerapan PHT ini
berbagai cara pengendalian
yang
kompatibel dilaksanakan dengan
pertimbangan secara teknis dapat dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial budaya diterima masyarakat, ramah lingkungan dan secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan. Komponen PHT yang memuat berbagai alternatif pengendalian OPT perlu terus dimasyarakatkan, seperti penggunaan predator, parasitoid dan patogen, pestisida nabati, pengendalian fisik dan mekanik, sistem peringatan dini, pengolahan tanah secara optimal, sanitasi lingkungan, penggunaan varietas tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman, pengaturan jarak tanam, sistem tumpang sari, tanam serempak dalam satu hamparan, pemupukan berimbang, pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan serta penggunaan pestisida secara bijaksana (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2007). Penggunaan pestisida nabati sebagai bagian dari komponen PHT merupakan alternatif pengendalian OPT. Oleh karena itu maka akan diuji pengaruh konsentrasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak terhadap hama putih palsu pada tanaman padi sawah.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 6 (enam) perlakuan dan 4 (empat) kali ulangan. Perlakuannya adalah sebagai berikut :
4
A = 10 gram /10 liter air B = 20 gram /10 liter air C = 30 gram /10 liter air D = 40 gram /10 liter air E = 50 gram /10 liter air F = Kontrol (tanpa perlakuan daun sirsak) Model linier untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) menurut Warsa dan Cucu S. Achyar. (1982) adalah sebagai berikut : Xij = U + ti + rj + eij Keterangan: Xij
: Pengamatan perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j
U
: Rata-rata umum
ti
: Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,.... j)
rj
: Pengaruh kelompok ke-j (,j = 1,2..... r)
eij
: Pengaruh faktor random terhadap perlakuan ke-i pada kelompok ke-j Berdasarkan dan model linier di atas maka daftar analisis untuk
rancangannya menurut Hanafiah (2008) adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK) Sumber Ragam (SR) Ulangan Perlakuan
Derajat Bebas (DB r-1 t-1
Galat
(r-1) (t-1)
Total
(r x t) - 1
Jumlah Kwadrat (JK) x i2 FK t
Kwadrat Tengah (KT) JK ulangan
Fisher hitung (Fh) KTulangan
DB galat
KTgalat
x 2j
JK perlakuan
KTperlakuan
DB perlakuan
KTperlakuan
FK
r JKR – JKU – JKP x
JK galat DB galat
2 ij
FK rt Jika : Fh F tabel, maka Ho diterima (non significant) Fh > F tabel, maka Ho ditolak (significant)
Fisher tabel (Ftabel) 3.29 2.90
5
Bila hasil uji F menunjukkan perbedaan yang nyata, maka untuk membedakan rata-rata dari tiap perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan metode uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% dengan rumus sebagai berikut : LSR = TSAR x S x Dimana : LSR = Least Significant Ranges SSR = Studentized Significant Ranges S x = Galat baku rata-rata =
KTgalat r
PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Pendahuluan Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui populasi hama putih palsu dan intensitas serangan awal sebelum aplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak serta populasi musuh alami hama putih palsu.
4.1.1 Populasi Hama Putih Palsu Hasil pengamatan ke-1 menunjukkan bahwa rata-rata populasi hama putih palsu di lahan yang diuji berkisar antara 2,48 – 3,83 ekor/rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan tersebut populasi hama putih palsu cukup tinggi dengan penyebaran merata, sehingga perlu dilakukan pengendalian. Pada pengamatan ke-2 yang diamati dua hari setelah aplikasi datanya menunjukkan bahwa populasi hama putih palsu berkisar antara 0,73 – 3,04 ekor/rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak berdampak positif terhadap penekanan populasi hama putih palsu. Dari dua pengamatan tersebut menunjukkan bahwa populasi hama putih palsu mengalami penurunan pada semua perlakuan pestisida nabati ekstrak daun sirsak yaitu pada kisaran 32,75% - 70,56%, kecuali pada plot kontrol yang tidak diaplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak dapat menurunkan populasi hama
6
putih palsu. Penurunan populasi yang paling banyak terjadi pada perlakuan konsentrasi 5 gram/1 liter air. Tanaman sirsak (Annona muricata L.) baik daunnya maupun bijinya mengandung senyawa annonain dan murikatasin yang termasuk ke dalam golongan asetogenin, kandungan bahan aktif ini bekerja sebagai racun kontak dan racun perut, sehingga tanaman sirsak ini sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pestisida nabati (Kardinan, 2000). Data selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.1 Populasi Hama Putih Palsu pada Pengamatan Pendahuluan Perlakuan 10 gram/10 liter air 20 gram/10 liter air 30 gram/10 liter air 40 gram/10 liter air 50 gram/10 liter air Kontrol
Populasi HPP (ekor/rumpun) Sebelum Aplikasi Sesudah Aplikasi 3.83 2.57 3.14 1.90 3.45 1.67 3.34 1.32 2.48 0.73 2.92 3.04
% Penurunan 34,9 38,9 45,9 51,0 57,1 11,7
4.1.2 Intensitas Serangan Hama Putih Palsu Pada pengamatan ke-1 menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan hama putih palsu pada pertanaman yang diuji berkisar antara 10,06% - 17,36%. Hal ini menunjukkan bahwa pada pertanaman tersebut intensitas serangan hama putih palsu cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan pengendalian. Pada pengamatan ke-2 yang diamati dua hari setelah aplikasi datanya menunjukkan bahwa intensitas serangan hama putih palsu berkisar antara 7,29% 15,28%. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak berdampak positif terhadap penurunan intensitas serangan hama putih palsu.
7
Tabel 4.2 Intensitas Serangan Hama Putih Palsu pada Pengamatan Terdahulu Intensitas Serangan HPP Pengamatan (%) Perlakuan Sebelum Aplikasi Sesudah Aplikasi 10 gram/10 liter air 17.36 14.58 20 gram/10 liter air 13.89 11.11 30 gram/10 liter air 10.06 7.29 40 gram/10 liter air 12.15 9.20 50 gram/10 liter air 13.54 9.20 Kontrol 13.59 15.28 4.1.3 Populasi Predator Hama Putih Palsu Hasil pengamatan ke-1 menunjukkan bahwa rata-rata populasi predator hama putih palsu di lahan yang diuji cukup beragam. Namun yang di data hanya predator utama yaitu Lycosa sp., Odonata sp., Paederus sp. dan Menochillus sp. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan tersebut populasi hama putih palsu cukup banyak sehingga predatornya juga cukup banyak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian
terhadap
hama
tersebut.
Hasil
pengamatan
selengkapnya
ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Rata-rata Populasi Predator Hama Putih Palsu Sebelum Aplikasi (35 hst.) Perlakuan 10 gram/10 liter air 20 gram/10 liter air 30 gram/10 liter air 40 gram/10 liter air 50 gram/10 liter air Kontrol
Rata-rata Populasi Predator HPP (ekor/rumpun) Lycosa sp. Odonata sp. Paederus sp. Menochillus sp. 0.55 0.26 0.76 0.19 0.37 0.24 0.76 0.15 0.57 0.28 1.11 0.21 0.77 0.38 1.09 0.16 0.47 0.26 0.77 0.13 0.49 0.34 0.88 0.18
8
Tabel 4.4 Rata-rata Populasi Predator Hama Putih Palsu Sesudah Aplikasi (38 hst.) Perlakuan 10 gram/10 liter air 20 gram/10 liter air 30 gram/10 liter air 40 gram/10 liter air 50 gram/10 liter air Kontrol
Rata-rata Populasi Predator HPP (ekor/rumpun) Lycosa sp. Odonata sp. Paederus sp. Menochillus sp. 0.43 0.23 0.68 0.15 0.31 0.21 0.65 0.10 0.51 0.28 1.02 0.16 0.59 0.41 0.93 0.12 0.35 0.23 0.65 0.09 0.52 0.37 0.91 0.23
Pada pengamatan ke-2 yang diamati dua hari setelah aplikasi datanya menunjukkan bahwa populasi predator hama putih palsu mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak berdampak positif terhadap penekanan populasi hama putih palsu, sehingga populasi musuh alaminya juga mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi bukan sebagai pengaruh langsung dari aplikasi pestisida nabati, namun terjadi secara alami apabila hamanya berkurang maka musuh alaminya juga akan berkurang. Menurut Kardinan (2000), pestisida nabati pada umumnya bersifat selektif yaitu hanya membunuh hama sasaran, dan bersifat “pukul lari” (hit and run) yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama sasaran pada waktu itu dan selanjutnya akan terurai secara alami. 4.2 Pengamatan Penunjang 4.2.1 Populasi Predator Hama Putih Palsu Hasil pengamatan pada 52 hst. menunjukkan bahwa rata-rata populasi musuh alami yaitu predator hama putih palsu di lahan yang diuji cukup beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan tersebut populasi hama putih palsu cukup banyak sehingga predatornya juga cukup banyak. Hasil pengamatan selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut ini.
9
Tabel 4.5 Rata-rata Populasi Predator Hama Putih Palsu pada 52 hst. Perlakuan 10 gram/10 liter air 20 gram/10 liter air 30 gram/10 liter air 40 gram/10 liter air 50 gram/10 liter air Kontrol
Rata-rata Populasi Predator HPP (ekor/rumpun) Lycosa sp. Odonata sp. Paederus sp. Menochillus sp. 0.62 0.41 0.88 0.34 0.52 0.41 0.88 0.29 0.65 0.40 1.20 0.29 0.68 0.49 1.16 0.28 0.41 0.29 0.77 0.16 0.96 0.57 1.34 0.36
Pada pengamatan 56 hst. menunjukkan bahwa populasi predator hama putih palsu berupa Lycosa sp., Odonata sp., Paederus sp. dan Menochillus sp. mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak berdampak positif terhadap penekanan populasi hama putih palsu, sehingga populasi predatornya juga mengalami penurunan. Hasil pengamatan selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.6 Rata-rata Populasi Predator Hama Putih Palsu pada 56 hst. Perlakuan 1 gram/1 liter air 2 gram/1 liter air 3 gram/1 liter air 4 gram/1 liter air 5 gram/1 liter air Kontrol
Rata-rata Populasi Predator HPP (ekor/rumpun) Lycosa sp. Odonata sp. Paederus sp. Menochillus sp. 0.43 0.28 0.66 0.19 0.38 0.31 0.68 0.13 0.32 0.19 0.59 0.12 0.29 0.21 0.48 0.07 0.13 0.16 0.34 0.02 1.06 0.68 1.49 0.46
4.3 Pengamatan Utama 4.3.1 Populasi Hama Putih Palsu Pengamatan pada 52 dan 56 hari setelah tanam pengaruh insektisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap hama putih palsu (Cnapholocrosis medianalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya seperti pada Tabel 4.6. Rata-rata populasi hama putih palsu hasil pengamatan 52 hst. setelah diolah secara statistik menunjukkan bahwa rata-rata populasi yang terjadi pada
10
kontrol menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan rata-rata populasi yang paling sedikit dihasilkan dari perlakuan insektisida nabati ekstrak daun sirsak konsentrasi 50 gram/10 liter air dan menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 40 gram/10 liter air, namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Tabel 4.6 Rata-rata Populasi Hama Putih Palsu pada 52 hst. dan 56 hst. Rata-rata Populasi HPP % pada Pengamatan Perlakuan Penurunan 52 hst. 56 hst. 10 gram/10 liter air 1.78 B 1.22 b 34,1 ab 20 gram/10 liter air 1.14 c 0.65 c 40,9 b 30 gram/10 liter air 0.83 cd 0.42 cd 44,6 b 40 gram/10 liter air 0.51 de 0.20 d 51,2 b 50 gram/10 liter air 0.22 e 0.05 d 61,5 c Kontrol 3.22 a 3.04 a 13,7 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji beda jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Pada pengamatan 56 hst terlihat bahwa populasi hama tertinggi terjadi pada kontrol dan menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan rata-rata populasi yang terendah dihasilkan pada perlakuan insektisida nabati ekstrak daun sirsak konsentrasi 50 gram/10 liter air dan menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 40 gram/10 liter air dan konsentrasi 30 gram/10 liter air, namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini dikarenakan pada daun sirsak mengandung annonain dan senyawa murikatasin yang termasuk ke dalam golongan asetogenin, kandungan bahan aktif tersebut bekerja sebagai racun kontak dan racun perut, selain itu bersifat repellen dan anti feedant (Kardianan, 2000; Rieser et al. dalam Maryani, 1993).
4.3.2 Intensitas Serangan Hama Putih Palsu Pengamatan pada 52 dan 56 hari setelah tanam pengaruh insektisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap intensitas serangan hama putih
11
palsu (Cnaphalocrosis medinalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya. Hasil pengamatan 52 hst menunjukkan bahwa intensitas serangan hama tertinggi terjadi pada kontrol dan menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan rata-rata intensitas terendah dihasilkan dari perlakuan insektisida nabati ekstrak daun sirsak konsentrasi 50 gram/10 liter air dan menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 40 gram/10 liter air dan konsentrasi 30 gram/10 liter air, namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Hasil pengamatan 56 hst menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan tertinggi terjadi pada kontrol dan menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan rata-rata intensitas serangan terendah dihasilkan dari perlakuan insektisida nabati ekstrak daun sirsak konsentrasi 50 gram/10 liter air dan menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 40 gram/10 liter air dan konsentrasi 30 gram/10 liter air, namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Direktorat Perlindungan Tanaman tahun 1999 yang menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 5 lembar ( 5 gram)/10 liter air dapat menolak dan menghambat makan bagi hama dari golongan serangga, sehingga intensitas serangganya dapat ditekan. Data selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.7 Rata-rata Intensitas Serangan Hama Putih Palsu pada 52 hst. dan 56 hst. Rata-rata Intensitas Serangan HPP Pada Pengamatan Perlakuan 52 hst. 56 hst. 10 gram/10 liter air 10.24 b 7.12 b 20 gram/10 liter air 6.59 c 3.99 c 30 gram/10 liter air 3.64 d 2.08 d 40 gram/10 liter air 3.30 d 1.73 d 50 gram/10 liter air 2.95 d 1.04 d Kontrol 17.53 a 17.70 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji beda jarak nyata Duncan pada taraf 5%.
12
4.3.3 Tinggi tanaman, jumlah tunas per rumpun, Gabah isi per malai, bobot seribu butir dan bobot gabah kering per petak Dihitung berdasarkan hasil persentase antara jumlah gabah isi per malai dibagi jumlah gabah total per malai dikali seratus persen ditambah jumlah malai per rumpun. Data selengkapnya ditampilkan pada tabel berikut ini : Tabel 4.8 Rata-rata Jumlah Gabah Isi Per Malai, bobot 1000 butir dan bobot gabah kering panen per petak. Jumlah Rata-rata Rata-rata bobot Rata-rata bobot gabah tunas per gabah isi 1000 butir kering panen per petak Rumpun per malai (gr) (kg) (buah) (buah) 26.7ab 196b 25.15a 15.63ab 27.6c 211bc 32.56cd 17.08b 27.0b 229e 31.76c 17.88d 26.7ab 216c 32.64cd 17.38c 26.6a 209d 31.10b 17.00b 26.6a 168a 89.76e 15.50a Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil bila kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Tinggi Perlakuan tanaman (cm) A B C D E F
93.8a 96.0b 98.8c 100.2e 99.7d 98.2c Keterangan :
a. Tinggi tanaman Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada umur 21, 35, 38, 52 dan 56 hari setelah tanam perlakuan dengan pemberian ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Pada umur 21, 35 dan 38 hari setelah tanam pemberian ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 50 gram/10 liter air memiliki tinggi tanaman paling tinggi dibandingkan dengan perakukan lainnya yaitu mencapai 58,5 cm pada umur 21 hst, meningkat menjadi 82,5 cm pada umur 35 hst dan 38 hst. Pada 52 hst dan 56 hst, ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara perlakukan pemberian 50 gram dan 40 gram/10 liter air. Berdasarkan data diatas, hasil analisis statistik dari penelitian ini diperoleh bahwa perlakukan pemberian konsentrasi tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian 50 gram/10 liter air, selain dapat menurunkan hama putih palsu
13
sebesar 79.07% juga secara otomatis akan meningkatkan parameter tinggi tanaman. Penambahan tinggi tanaman berangsur-angsur bertambah tinggi sampai tercapai suatu laju pemanjangan batang yang maksimum pada 56 HST. Penambahan tinggi tanaman tersebut disebabkan oleh tidak adanya hama pengganggu daun yang menyebabkan terdorongnya atau terpacunya sel di ujung batang untuk segera mengadakan pembelahan dan perbesaran sel sehingga akan menyebabkan
terpacunya
sintesis
dam
pembelahan
dinding
sel
untuk
mempercepat pertambahan tinggi tanaman. Menurut Maspary (2012) mengatakan bahwa hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis) bukan hama utama dan hama yang membahayakan bagi tanaman padi akan tetapi serangan hama putih palsu tetap akan berdampak merugikan bagi petani. Adanya hama putih palsu akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman padi. Dengan hilangnya hama tersebut, pertumbuhan padi pun akan mengalami peningkatan atau perbaikan. Serangan hama putih palsu terjadi pada saat tanaman masih dalam vase vegetatif (tanaman muda), dengan diberikan anti hama seperti ekstrak daun sirsak, daun pepaya atau lainnya, hama ini akan hilang. Kerusakan daun sebagai bagian yang diserang hama ini akan menghambat pertumbuhan, yang secara jelas padi yang memiliki daun yang baik akan bertumbuh baik pula. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Anang (2012) selaku bagian Humas Dinas
Pertanian
Indramayu
mengemukakan
bahwa
kendati
dampak
serangan tidak separah hama wereng coklat, namun hama putih palsu bisa menurunkan produksi padi karena menghambat pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman akan kerdil dikarenakan daun padi tidak bisa menyerap oksigen. b. Jumlah tunas per rumpun Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa jumlah tunas per rumpun menunjukkan ada perbedaan yang nyata diantara tiap perlakuan, namun dalam hal ini paling banyak adalah pada pemberian ekstrak daun sirsak konsentrasi 2 gram/1 liter air dimana pada 21 hst sebanyak 25,9 buah, pada 35 hst dan 38 hst sebanyak 38,2 buah dan menurun pada 52 hst dan 56 hst menjadi 27,6 buah.
14
Berdasarkan data tersebut hasil analisis statistik terhadap jumlah tunas tanaan padi per rumpun menunjukkan bahwa terjadi pengaruh yang berbeda nyata yang terjadi secara fluktuatif dari pada berbagai perlakuan. Parman (2007) mengatakan bahwa adanya perbedaan laju pertumbuhan dan aktivitas jaringan meristematis yang tidak sama, akan menyebabkan perbedaan laju pembentukan yang tidak sama pada organ yang terbentuk. Berbagai faktor yang menyebabkan jumlah anakan yang berbeda diantaranya adanya hama tikus, keong mas, hama putih palsu yang dapat menyerang pada fase persemaian. Kondisi air selalu tergenang air akan menumbuhkan larva hama putih palsu untuk berkembang, sehingga dengan kondisi padi tergenang air serta kandungan oksigen dalam tanah berkurang, menyebabkan perkembangan akar terganggu. Hal ini sesuai dengan Kurnianti (2012) yang mengatakan bahwa tanaman padi sawah yang terserang pada masa persemaian dapat pulih apabila air dan pupuk dikelola dengan baik. Atau dengan mencegah penggenangan lahan secara terus menerus dan mengeringkan sawah selama beberapa hari untuk membunuh larva hama putih palsu. Selanjutnya menurut Sunardi, (2007) Pada sawah yang tergenang akan menumbuhkan hama putih palsu, keberadaan larva hama putih palsu ini akan merusak aktivitas sel aerenchym untuk memasok oksigen, akibatnya energi berkurang untuk pertumbuhan anakan tanaman, sehingga jumlah anakan menjadi sedikit bila dibandingkan dengan kondisi air tidak tergenang. Pengendalian yang bisa dilakukan dengan pengeringan sawah selama 3 hari, atau penggunaan insektisida pemusnahan juga dapat dilakukan dengan pemberian ekstrak daun sirsak karena menurut Seanong (2012) kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya, dengan demikian tanaman padi yang bebas hama akan bertumbuh dan berkembang dengan baik.
15
c. Gabah per malai Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata gabah isi per malai yaitu pada pemberian ekstrak daun sirsak 3 gram/1 liter air yang menghasilkan gabah isi permalai sebesar 229 butir, pemberian pada dosis ini menurunkan hama putih palsu sebesar 49.39%. sedangkan paling rendah adalah pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak daun sirsak yang menghasilkan 168 butir isi gabah per malai. Data tersebut menunjukkan pemberian ekstrak daun sirsak berpengaruh terhadap jumlah dan bobot buah tanaman sampel. Peningkatan jumlah gabah dan gabah isi per malai sangat dipengaruhi oleh proses penyerapan hara oleh akar tanaman pada lingkungan aerob. Secara umum tanaman padi sawah tidak menghendaki kondisi anaerob, namun tanaman ini toleran terhadap kondisi anaerob tersebut dan menyiasatinya dengan membentuk jaringan aerenchyma. Semakin lama tanaman padi tumbuh pada kondisi tergenang maka akan semakin banyak jaringan aerenchyma terbentuk. Jaringan aerenchyma yang terbentuk akan menempati sebagian sel yang semestinya sebagai jalur transportasi unsur hara dan air, sehingga dapat menghambat proses pengambilan unsur hara dan air (Yuwariah, 2007). d. Rata-rata bobot per 1000 butir Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa pada perlakuan kontrol atau tanpa pemberian ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh yang nyata pada ratarata bobot per 1000 butir dimana pada perlakuan ini menunjukkan hasil bobot buah total paling tinggi di antara perlakuan yang lainnya, yaitu dengan bobot 89,76 gram. Sedangkan bobot terendah yaitu pada perlakuan 10 gram/10 liter air yang menghasilkan bobot buat per 1000 butir sebesar 25,15 gram. Berdasarkan data tersebut respon tanaman padi terhadap bobot per 1000 butir tanpa pemberian ekstrak daun sirsak paling berat dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak merupakan disebabkan ramuan untuk mengendalikan hama secara terpadu, selain masalah tersebut, hama putih palsu tidak langsung menyerang terhadap buah padi namun menyerang pada daun padi. Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh data bahwa setiap perlakuan dengan pemberian ekstrak daun sirsak memiliki bobot
16
lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti produksi tanaman padi yang ditentukan jumlah malai per rumpun atau per satuan luas, kepadatan malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 biji ditentukan pada fase generatif. e. Bobot gabah kering per petak Hasil analisis statistik pada bobot gabah kering per petak menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh yang berbeda nyata pada tiap perlakukan. Pada pemberian ekstrak daun sirsak 20 gram/10 liter air dan 50 gram/10 liter air memiliki bobot kering yang tidak berbeda nyata yaitu 17,08 kilogram dan 17,0 kilogram, bobot paling tinggi yaitu pada pemberian ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 30 gram/10 liter air yang menghasilkan bobot kering panen sebesar 17,88 kilogram. Bobot kering panen paling rendah adalah tanpa pemberian ekstrak daun sirsak yaitu 15,50 kilogram. Menurut Kurnianti (2012) keberadaan hama merupakan salah satu yang dapat merusak tanaman. Hama tanaman padi sawah seperti walang sangit, hama putih, hama putih palsu atau lainnya selain merusak tanaman juga dapat menurunkan produksi juga menurunkan kualitas gabah padi. Dengan adanya pengendalian hama pada tanaman padi sawah yang tepat maka pertumbuhan dan perkembangan serta produktivitas akan meningkat. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikemukakan bahwa walaupun hama tidak menyerang terhadap buah padi, namun serangan tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pada akhirnya pertumbuhan dan hasil tanaman padi tidak akan optimal.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : a. Pestisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) berpengaruh terhadap populasi dan intensitas serangan hama putih palsu (Cnaphalocrosis
17
medinalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya. b. Konsentrasi pestisida nabati ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis Guen.) pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya adalah 30 gram/10 liter air.
5.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disampaikan saran sebagai berikut : a. Penelitian pestisida nabati ini perlu dilanjutkan pada tempat, kondisi maupun hama yang berbeda dengan penelitian ini. b. Diperlukan pengujian kandungan senyawa kimia aktif pada daun sirsak (Annona muricata L.) dari asal pengambilan bahan yang berbeda, supaya ada standarisasi pada saat aplikasi untuk mendapatkan perlakuan yang paling efektif dalam mengendalikan OPT. c. Perlu dilakukan pengujian pengaruh pestisida nabati daun sirsak terhadap musuh alami hama.
DAFTAR PUSTAKA AAK. 1990.0 Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. Anang, 2012. Hama Putih Palsu Menyerang Lahan Sawah http://www.radarjogja.co.id Anonim, 2009. Laporan Musiman POPT Kec. Cikalong Kab. Tasikmalaya. Anonim, 2009a. Laporan Musiman POPT Keacamatan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya. Anonim. 2009b. Menuju Pertanian Organik, Pemerintah Perlu Mereformasi PHT. Tabloid Sinar Tani. Edisi 8-14 April 2009 No. 3298 Tahun XXXIX. Jakarta.
18
Arindadisastra, S. 1997. Kebijakan dan Strategi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1989. Rekomendasi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 1999. Proyek Pengendalian Hama Terpadu tahun 1999. Direktorat Perlindungan Tanaman. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 2007. Pedoman Deteksi Dini Serangan Organisms Pengganggu Tumbuhan (Penyakit Tanaman Padi). Direktorat Perlindungan Tanaman. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Perlintan. 2007. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Flint, ML and Bosch, RVD. 2000. Introduction to Integrated Pest Management (Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar). Penerjemah: Kartini Indah K. dan John Priyadi. Cet. Ke-10. Kanisius. Jakarta. Hanafiah, KA. 2008. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Edisi revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Heri Suseno. 1976. Budidaya Tanaman Padi. CV. Gramedia. Jakarta. Jatty. ST. 1994. Pemanfaatan Beberapa Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Bahan Alam (Pestisida Botani) dalam Upaya Penerapan Pengendalian Hama Terpadu Laboratorium Lapangan. Dinas Perkebunan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Bandung. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia, Revised and Translated By P.A. van der Laan, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Kardinan, A. 2009. Pengembangan Kearifan Lokal Pestisida Nabati. Tabloid Sinar Tani. Edisi 15-21 April 2009 No. 3299 Tahun XXXIX. Jakarta. Kartasapoetra, 1986. Laporan Berat Panen http://semutsemutrangrang.blogspot.com/2012/
dalam
1000
biji
19
Kurnianti, 2011. Budidaya Tanaman Padi Sawah. http://infotani.wordpress.com Kurniawan, Estu, Zahmami, Sri Kristianingsih, Arifani Murtajianto, Andi Permadi, Lukman Nulhakim, Yayat Syarif Hidayat, Sunanto dan Yadi Yuliadi. 2008. Teknologi Pengendalian OPT Ramah Lingkungan. BPTPH Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat. Bandung. Maryani, I. 1993. Toksisitas Ekshak Kasar Biji Sirsak (Annona muricata L.) dan Daun Saliara (Lantana. Camara L.) Terhadap Spodoptera exigua Hubner (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Bawang Merah (Alium ascolonium L.) di Laboratorium. Skripsi Jurusan HPT Fakultas Pertanian Unpad. Bandung. Maspary, 2012. Mengendalikan Hama Utama Tanaman Padi http://www.gerbangpertanian.com Mulyani, A. dan Saefoel Bachri. 2006. Potensi Pengembangan Lahan Sawah di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Natanegara, F. 2007. Pengenalan Alat Aplikasi, Kalibrasi dan Teknologi Aplikasi Bahan Pengendali OPT. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan. Jatisari. Karawang. Prabaningrum, L. 2003. Penerapan Pengendalian Hayati dalam Kaitannya dengan Pengendalian Residu Pestisida, Makalah pada Kegiatan Pemasyarakatan Pengembangan Penerapan Agen Hayati dan Biopestisida pada Tanaman Sayuran. Cianjur. Rismunandar. 1990. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Suara Baru. Bandung. Saptarini dkk. 1992. Mengenal Buah-buahan Unggul Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sina, I. 1998. Pengaruh Cairan Perasan Biji Sirsak (Annona muricata L.) dan Akar Tuba (Derris eliptica Roxb. Bench) Terhadap Mortalitas Hama Tungau Jingga (Brevipalpus phoenicis Geijskes) pada Tanaman Teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) di Laboratorium. Skripsi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Uninus. Bandung.
20
Suprihatno, B., Aan A. Darajat, Satoto, Baehaki SE, IN. Widiarta, Agus Setyono, S. Dewi Indrasari, Ooy S. Lesmana dan Hasil Sembiring. 2007. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sukamandi. Subang. Syam, Muhyiddin, Suparyono, Hermanto dan Diah Wuryandari. 2008. Masalah Lapang Hama, Penyakit dan Gulma Pada Padi (cetakan ke-4). Ker asama: Puslitbang Tanaman Pangan, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, BPTP Sumatera. Utara, BPTP Riau, BPTP Lampung, BPTP DKI Jakarta, BPTP Jogja, BPTP Sulawesi Tenggara, BPTP Sulawesi Tengah, BPTP Kalimantan Barat, BPTP Kalimantan Tengah dan International Rice Research Institute. Untung, K. 1993. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Van Steens C.G.G.J. 1988. Flora dan Suaka di Indonesia. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta. Warsa, T. dan Cucu S. Achyar. 1982. Teknik-teknik Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Unpad. Bandung.