KINERJA BALAI BESAR POM YOGYAKARTA DALAM PENGAWASAN PRODUK OBAT DAN MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA
RINGKASAN SKRIPSI
Oleh RIAN YUSUF NIM 10417144016
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
1
KINERJA BALAI BESAR POM YOGYAKARTA DALAM PENGAWASAN PRODUK OBAT DAN MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA Oleh : Rian Yusuf dan Lena Satlita, M.Si. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dan faktor-faktor yang menghambat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu Kepala Seksi Pemeriksaan, Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen, Kepala Seksi Penyidikan, Staf Seksi Layanan Informasi Konsumen, dan empat orang yang mengakses ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen). Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktif. Pengujian keabsahan data menggunakan teknik triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sudah baik namun belum maksimal dilihat dari indikator yang ada yakni produktivitas, responsivitas dan responsibilitas. (1) Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta belum maksimal dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. (2) Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. (3) Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program terkait pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hambatan internal yang dihadapi oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sumber daya manusia tidak sebanding dengan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi serta kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta belum merata. Sedangkan hambatan eksternal yang dihadapi yaitu masih rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik serta rendahnya sangsi hukum kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan.
Kata kunci : kinerja, produk obat dan makanan, zat berbahaya
2
I. PENDAHULUAN Komoditi obat dan makanan merupakan salah satu komoditi strategis dalam perdagangan karena berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar manusia. Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan produk yang diinginkan dapat terpenuhi. Namun, di sisi lain kondisi ini juga berdampak buruk bagi konsumen, dimana konsumen menjadi objek aktivitas bisnis para pelaku usaha yang mencari keuntungan semata, baik melalui promosi, cara penjualan, mutu produk, maupun kandungan obat dan makanan yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Laju pertumbuhan perusahaan obat dan makanan di Indonesia ternyata telah mendorong maraknya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat. Produk obat dan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat setiap harinya tanpa disadari bahwa produk obat dan makanan tersebut dapat mengandung zat berbahaya. Produk obat yang mengandung zat berbahaya masih dijual bebas di pasaran seperti di apotek, toko obat, pasar, maupun swalayan membuat masyarakat resah. Produk makanan seperti yang terdapat pada jajanan sekolah, makanan olahan, dan makanan kemasan yang berada di pasar dan di toko-toko tradisional tanpa kita sadari makanan tersebut dapat mengandung zat berbahaya. Sama halnya dengan produk makanan yang berada di toko-toko modern atau swalayan yang sering kali kita anggap bersih dalam hal penyediaan produk makanan pun tidak luput dari ancaman bahan dan zat tambahan berbahaya. Untuk melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya yang beredar di masyarakat, pemerintah membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang mempunyai tugas di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
3
Balai Besar POM Yogyakarta merupakan perpanjangan tangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Balai Besar POM Yogyakarta bertugas melakukan pengawasan obat dan makanan serta bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan produk obat dan makanan bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten/kota serta dinas-dinas terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kesehatan, serta Kepolisian. Sistem pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta terkait pengawasan produk obat dan makanan yaitu dengan memeriksa setiap produk obat dan makanan sebelum beredar di masyarakat dengan melalui tahap sertifikasi, dan pemeriksaan sarana produksi produk obat dan makanan. Pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan setelah produk obat dan makanan beredar di masyarakat melalui pemeriksaan sarana distribusi produk obat dan makanan serta melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produk yang dicurigai mengandung bahan berbahaya yang beredar di masyarakat. Pelaksanaan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya yang beredar di masyarakat sering terlambat dan masih sebatas jika ada kasus yang sedang hangat (booming). Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan juga belum menyeluruh ke semua sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses pengawasan terhadap produk obat dan makanan tidak dilakukan secara ketat setiap waktu, pengawasan hanya di intensifkan pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan seperti Idul Firtri dan Natal. Pengawasan produk obat dan makanan yang sering terlambat dan tidak intensif setiap waktu tersebut menyebabkan masih adanya produsen dan distributor yang menjual produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Pengawasan produk obat dan makanan yang tidak ketat dan belum menyeluruh ini juga mengakibatkan terus maraknya produk obat dan makanan yang mengandung zat
4
berbahaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produk-produk tersebut seperti produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat, produk obat tradisional mengandung BKO (Bahan Kimia Obat), serta produk makanan mengandung bahan berbahaya. Lemahnya koordinasi antara Balai Besar POM dengan penegak hukum dalam memberi sangsi hukum mengakibatkan belum tegasnya penegakan hukum kepada produsen dan distributor yang melanggar. Ketidaktegasan penegak hukum dalam memberi sangsi hukum ini juga mengakibatkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggar. Sering sangsi bagi produsen dan ditributor nakal tidak sebanding dengan keuntungan finansial yang didapat oleh pelanggar. Misalnya, sanksi denda hanya jutaan rupiah, padahal nilai produk ilegal yang mereka jual bernilai miliaran rupiah. Masih ditemukannya ribuan produk obat dan makanan yang tidak memenuhi standar, ilegal, dan tidak layak kumsumsi yang beredar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menyebabkan masih ada masyarakat yang belum terlindungi dari bahaya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal Ini didukung dengan penjelasan Kepala Balai Besar POM Yogyakarta, Abdul Rahim yang menyatakan bahwa Balai Besar POM Yogyakarta telah memusnahkan 1.732 item produk berbahaya yang berhasil disita sepanjang masa pengawasan pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Seluruh produk tersebut senilai Rp 2 Miliar. Hasil pengawasan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012 menunjukkan, masih adanya peredaran produk obat dan makanan berbahaya dan ilegal di wilayah DIY. (http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/26 /produkberbahaya-1732-item-produk-berbahaya-senilai-rp2-miliar-dimusnahkan-420018 diakses pada tanggal 1 November 2013 pukul 14.00 WIB). Kinerja organisasi publik merupakan gambaran mengenai hasil kerja dan pencapaian suatu organisasi publik dalam pelaksanaan kegiatan, program, kebijaksanaan guna mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui kinerja organisasi publik maka dapat dilakukan dengan penilaian kinerja pada sebuah organisasi publik dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab dari sebuah
5
organisasi. Dengan demikian, maka dapat diketahui atau diukur tingkat pencapaiam hasil kerja suatu organisasi publik dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga dapat diketahui sejauhmana sebuah organisasi publik telah bekerja. Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan ditentukan dari perbandingan antara target dan hasil kerja yang dapat dicapai oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah DIY. Pengukuran indikator sasaran Balai Besar POM Yogyakarta untuk tahun 2012 memperlihatkan kinerja Balai Besar POM Yogyakarta belum optimal dalam memenuhi target yang sudah direncanakan. Hal ini dilihat dari adanya indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan dan ada pula indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan. Indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan yaitu proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. Sedangkan indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan antara lain yaitu proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu), proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), proporsi kosmetik yang mengandung zat berbahaya, dan proporsi makanan yang memenuhi syarat. (Sumber : Laporan Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta Tahun 2012) Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya.
6
II. KAJIAN TEORI Menurut Bernardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban (2004 : 192) mengartikan kinerja sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan oleh kedua pengarang tersebut adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai. Definisi kinerja organisasi yang dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005 : 175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Senada dengan pendapat Bastian dalam Hessel Nogi Tangkilisan tersebut, Encyclopedia of Public Administration and Public Policy Tahun 2003 dalam Yeremias T. Keban (2004 : 193) juga menyebutkan kinerja dapat memberikan gambaran tentang seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. McDonald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005 : 174) mengemukakan indikator kinerja antara lain : output oriented measures throughput, efficiency, effectiveness. Selanjutnya indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Efficiency atau efisiensi 2. Effectiveness atau efektivitas Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005 : 175) menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi, yang terdiri atas beberapa faktor berikut. 1. Tangibles atau ketampakan fisik, 2. Reliability atau reabilitas 3. Responsiveness atau responsivitas 4. Assurance atau kepastian
7
5. Emphaty Agus Dwiyanto (2006 : 50) mengukur kinerja birokrasi publik berdasar adanya indikator yang secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. 1. Produktivitas 2. Kualitas Layanan 3. Responsivitas 4. Responsibilitas 5. Akuntabilitas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). LPND merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari presiden serta bertanggung jawab langsung kepada presiden. BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan merupakan “perpanjangan tangan” dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang terletak di Ibu Kota Provinsi di seluruh Indonesia. Sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan BPOM, maka Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari bidang-bidang sebagai berikut. 1. Bidang pengujian terapetik, narkotika, obat tradisional, dan produk komplemen. 2. Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya. 3. Bidang pengujian mikrobiologi. 4. Bidang pemeriksaan dan penyidikan. 5. Bidang sertifikasi dan layanan konsumen.
8
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif berarti mengumpulkan data bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan secara mendalam tentang kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Balai Besar POM Yogyakarta yang terletak di Jalan Tompeyan, Tegalrejo, Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2013 sampai dengan 15 Februari 2014.
C. Sumber Data dan Jenis Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian melalui wawancara dan observasi terhadap subjek penelitian. Peneliti menggunakan data primer untuk mendapatkan informasi dan data tentang kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya serta faktor yang menghambat kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung berhadapan dengan narasumber. Data sekunder diperoleh dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat kabar,
9
notulen rapat, dokumen-dokumen resmi, hasil survey, dan sebagainya. Penggunaan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Data sekunder yang digunakan oleh peneliti yaitu laporan sertifikasi produk tahun 2013, laporan tahunan Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2012 dan 2013, laporan kinerja Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2012 dan 2013.
D. Informan Penelitian Informan penelitian merupakan orang-orang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi yang ada sehingga data yang dihasilkan dapat akurat dan terpercaya. Informan dalam penelitian ini merupakan pegawai Balai Besar POM Yogyakarta yang terlibat langsung dalam pengawasan produk obat dan makanan serta masyarakat yang mengakses ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta. Oleh sebab itu, informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ibu Ani Fatimahy I, Kepala Seksi Pemeriksaan. 2. Ibu Dyah Sulistyorini, Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen. 3. Bapak Suliyanto, Kepala Seksi Penyidikan. 4. Ibu Soesi Istyorini, Staf Seksi Layanan Informasi Konsumen. 5. Ibu Ratmi, warga Bantul yang mengakses ULPK. 6. Ibu Sri lestari, warga Sleman yang mengakses ULPK. 7. Bapak Sudiharto, warga Sleman yang mengakses ULPK. 8. Mbak Ananti, warga Bantul yang mengakses ULPK.
E. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data di lapangan, maka peneliti sebagai instrumen melakukan validasi terkait persiapan melakukan
10
penelitian sebelum terjun ke lokasi penelitian. Validasi dilakukan oleh peneliti sendiri meliputi dengan pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori tentang kinerja organisasi publik, maupun substansi materi penelitian. Oleh sebab itu, peneliti banyak melakukan pengkajian dan mencari referensi untuk menambah penguasaan dan pemahaman peneliti terhadap metodologi, substansi materi dan penguasaan mengenai objek yang diteliti, yaitu kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Adapun kisi-kisi instrumen penelitian guna mempermudah untuk membuat pedoman wawancara dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
F. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut. 1. Observasi Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipasi. Observasi non partisipasi adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan peneliti sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti. Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung di Balai Besar POM Yogyakarta. Peneliti mengamati mekanisme, prosedur, dan hasil kerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta. Selain itu, peneliti juga mengamati pelayanan ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Balai Besar POM Yogyakarta kepada masyarakat. 2. Wawancara Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah
11
proses wawancara yang menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik dan mengajukan pertanyaan dan penggunaan lebih fleksibel daripada wawancara. Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan untuk menggali dan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Adapun wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara, sehingga peneliti dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sesuai dengan kebutuhan informasi yang diinginkan. Proses wawancara diawali dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan informan penelitian mengenai waktu untuk dapat melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan menyampaikan beberapa
pertanyaan-pertanyaan
yang
terdapat
dalam
pedoman
wawancara. Peneliti juga menambahkan beberapa pertanyaan diluar pertanyaan yang terdapat di pedoman wawancara untuk semakin memperdalam penelitian. Informasi dari wawancara dengan informan direkam oleh peneliti menggunakan alat perekam suara pada ponsel, disamping itu peneliti juga melakukan pencatatan hal-hal penting yang disampaikan oleh informan dalam wawancara. Wawancara pada setiap subjek penelitian berbeda-beda, ada yang satu kali wawancara dan ada yang lebih dari satu kali wawancara tergantung kejelasan informasi yang diberikan dan data yang dibutuhkan peneliti. 3. Dokumentasi Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumendokumen resmi dari Balai Besar POM Yogyakarta maupun dari pencarian di internet. Dokumen yang berhasil diperoleh oleh peneliti antara lain sebagai berikut. a. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. b. Struktur organisasi Balai Besar POM Yogyakarta.
12
c. Strandar Operating Procedure (SOP) Pengawasan obat dan makanan. d. Strandar Operating Procedure (SOP) pengaduan. e. Laporan pengaduan tahun 2013. f. Laporan sertifikasi produk tahun 2013. g. Laporan tahunan Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2012 dan 2013. h. Laporan kinerja Balai Besar POM Yogyakarta tahun 2012 dan 2013.
G. Teknik Analisis Data Manurut Patton (dalam Lexy J. Moelong, 2010 : 280) teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Teknik analisis data dalam penelitian ini yang mengacu pada masalah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Reduksi data Reduksi data dilakukan dengan cara memilah-milah informasi yang didapat melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap subjek maupun objek penelitian. Pemilihan data disesuaikan dengan pembahasan yang dilakukan peneliti berdasarkan acuan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan oleh peneliti sebelumnya. Hal-hal yang tidak
berkenaan
dengan
fokus
penelitian
dihilangkan
sehingga
pembahasan tidak melenceng dari tujuan awal dan fokus penelitian tentang kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. 2. Penyajian Data Penyajian data diawali dengan memberikan deskripsi hasil penelitian, yaitu data-data yang diperoleh peneliti yang telah melalui proses triangulasi dan reduksi data. Setelah data melalui proses tersebut, kemudian dilakukan analisis dalam pembahasan. Dalam pembahasan peneliti menganalisis dan mengkaji data untuk disesuaikan maupun
13
dibandingkan dengan teori yang dipilih oleh peneliti yaitu tentang kinerja organisasi publik yang dinilai melalui tiga indikator, yaitu indikator produktivitas, indikator responsivitas, dan indikator responsibilitas. Dari hasil kajian antara teori dan data yang diperoleh di lapangan maka peneliti mendapatkan hasil mengenai kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. 3. Menarik Kesimpulan Menarik suatu kesimpulan ini dilakukan oleh peneliti melalui datadata yang terkumpul dan kemudian kesimpulan tersebut diverifikasi atau diuji kebenarannya dan validitasnya. Dalam pengolahan data, peneliti mulai mencari makna dari data-data yang sudah terkumpul. Kemudian peneliti mencari penjelasannya lalu menyusun pola-pola hubungan tertentu yang mudah dipahami. Data tersebut dihubungkan dan dibandingkan antara satu dengan lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban benar atas setiap permasalahan yang ada. setelah melalui proses penyajian data dan diperoleh mengenai hasil penelitian, maka peneliti pada bab akhir ini menyimpulkan mengenai bagaimana kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya yang dilakukan melalui penilaian dengan tiga indikator kinerja organisasi publik yaitu produktivitas, responsivitas, dan responsibilitas.
H. Pemeriksaan Keabsahan Data Pemeriksaaan keabsahan data atau Pengujian kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik triangulasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi metode. Teknik triangulasi
metode
dalam
penelitian
ini
digunakan
dengan
cara
membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan dengan dokumen-dokumen yang berkaitan tentang kinerja Balai Besar POM Yogyakarta.
14
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam Pengawasan Produk Obat dan Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan ditentukan dari sejauhmana hasil kerja yang dapat dicapai oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran kinerja Balai Besar POM Yogyakarta berdasarkan tiga indikator yaitu indikator produktivitas, indikator responsivitas, dan indikator responsibilitas. a. Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta belum maksimal dalam rangka pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari adanya indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan dan ada pula indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan. Indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan antara lain sebagai berikut. 1) Jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa. 2) Jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji. 3) Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. 4) Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. 5) Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan. 6) Jumlah layanan informasi dan pengaduan. Sedangkan indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan antara lain yaitu : 1) Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu). 2) Proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
15
3) Proporsi makanan yang memenuhi syarat. Balai Besar POM Yogyakarta belum pernah melakukan survey kepada masyarakat terkait keefektivitasan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan. Sedangkan Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan seluruh kegiatan pengawasan sudah dalam kategori efisien. Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. b. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dibuktikan dengan sudah menjawab dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat. Balai Besar POM juga sudah menyediakan ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) untuk menampung, merspon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat. Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya juga sudah menyusun program-program pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat seperti progam pengawasan pangan jajan anak sekolah, program pasar bebas bahan
16
berbahaya, program gerakan nasional waspada obat dan makanan ilegal, pemberdayaan masyarakat, dan program-program penyuluhan/pelatihan tentang cara produksi dan distribusi produk obat dan makanan yang baik. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. c. Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program Balai Besar POM Yogyakarta terkait pengawasan produk
obat
dan
makanan
yang
mengandung
zat
berbahaya.
Kegiatan/program pengawasan produk obat dan makanan yang dilakukan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan sudah sesuai dengan kebijakan organisasi. Hal ini dibuktikan dengan seluruh kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta berpedoman dan merujuk pada Renstra (Rncana Strategis) pengawasan obat dan makanan.
17
Kegiatan pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta juga sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, Strandar Operating Procedure (SOP) pengawasan, dan prosedur administrasi pengawasan. Balai Besar POM Yogyakarta dalam pelaksanaan penyidikan dan penindakan terhadap suatu kasus pelanggaran juga berpedoman pada dua cara penindakan yaitu dengan secara non-justisia dan pro-justisia. Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program Balai Besar POM Yogyakarta terkait pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sesuai dengan pendapat Agus Dwiyanto (2006 : 50) yang menjelaskan bahwa responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
2. Faktor Penghambat Kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam Pengawasan Produk Obat dan Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Berbagai hambatan dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hambatan yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yaitu hambatan yang ditimbul dari dalam organisasi Balai Besar POM Yogyakarta. Sedangkan hambatan eksternal yaitu hambatan yang timbul di luar organisasi Balai Besar POM Yogyakarta. Hambatan internal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut.
18
a. Sumber daya manusia tidak sebanding dengan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi. Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam hal pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masih kekurangan dari segi sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Balai Besar POM Yogyakarta tidak sebanding dengan besarnya cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi yang ada di seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, Balai Besar POM Yogyakarta belum bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap sarana produksi dan distribusi yang ada di seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta belum merata. Kompetensi dan kualitas pegawai balai besar POM Yogyakarta masih belum merata. Ada pegawai yang mempunyai kualitas dan kompetensi bagus, dan ada pula pegawai yang kualitas dan kompetensi kurang. Belum meratanya kompentensi dan kualitas pegawai ini menghambat kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Artinya, pegawai yang mempunyai kompetensi bagus dalam hal melakukan pengawasan sarana produksi dan distribusi dapat menjalankan tugasnya secara cepat dan cermat. Sedangkan pegawai yang kompetensi kurang, belum dapat menjalankan tugas pengawasannya secara cepat dan cermat. Belum merata kompetensi dan kualitas pegawai ini juga menjadi hambatan bagi Balai Besar POM Yogyakarta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dalam pengawasan produk obat dan makanan.
19
Hambatan eksternal yang dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut. a. Masih rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik. Rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik merupakan faktor penghambat dalam kinerja pengawasan produk obat dan makanan. Rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik akan mengakibatkan masih adanya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Semakin banyak produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya beredar di masyarakat akan menambah beban pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta. b. Rendahnya sangsi hukum kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan. Sangsi hukum yang relatif rendah kepada pelanggar tindak pidana bidang obat dan makanan menyebabkan penegakan hukum yang dilakukan kepada para pelanggar menjadi tidak optimal. Putusan pengadilan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan keuntungan finansial yang didapat oleh pelanggar. Hal ini menyebabkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggar sehingga masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masih ditemukannya produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya ini menjadi penghambat kinerja pengawasan Balai Besar POM Yogyakarta.
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN A Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sudah baik namun belum maksimal dilihat dari indikator yang ada yakni produktivitas, responsivitas dan responsibilitas yang diuraikan sebagai berikut. 1. Produktivitas Balai Besar POM Yogyakarta belum maksimal dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari adanya indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan dan ada pula indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan.Indikator sasaran yang sudah memenuhi target yang direncanakan antara lain sebagai berikut. a. Jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang diperiksa. b. Jumlah produk obat dan makanan yang disampling dan diuji. c. Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan. d. Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. e. Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan. f. Jumlah layanan informasi dan pengaduan. Sedangkan indikator sasaran yang belum memenuhi target yang direncanakan antara lain yaitu : a. Proporsi obat yang memenuhi standar (aman, manfaat, dan mutu). b. Proporsi obat tradisonal yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). c. Proporsi makanan yang memenuhi syarat. 2. Responsivitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam menampung, merespon, dan menindaklanjuti berbagai pertanyaan, dan pengaduan dari masyarakat terkait dengan masalah produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Balai Besar POM juga sudah
21
baik dalam menyusun program-program pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 3. Responsibilitas Balai Besar POM Yogyakarta sudah cukup baik dalam rangka pelaksanaan kegiatan/program terkait pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya. Kegiatan/program pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya yang dilakukan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan sudah sesuai dengan kebijakan organisasi. Hambatan internal dan eksternal dialami oleh Balai Besar POM Yogyakarta dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hambatan internal yang dihadapi yaitu sumber daya manusia tidak sebanding dengan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi serta kompetensi dan kualitas pegawai Balai Besar POM Yogyakarta belum merata. Sedangkan hambatan eksternal yang dihadapi yaitu masih rendahnya pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan persyaratan cara produksi yang baik serta rendahnya sangsi hukum kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan.
B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya, dengan demikian saran yang diberikan meliputi beberapa hal berikut ini. 1. Balai Besar POM Yogyakarta sebaiknya selalu meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik lagi dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dengan cara meningkatkan kompetensi pegawai terkait kompetensi dalam hal pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan kasus pelanggaran kepada seluruh pegawai Balai Besar POM Yogyakarta sesuai dengan bidangnya masing-masing.
22
2. Perlu adanya pengawasan yang menyeluruh dan lebih ketat dari pihak Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya dengan cara penguatan koordinasi pengawasan dengan instansi-instansi terkait dan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten serta membuat undang-undang khusus yang spesifik tentang pengawasan obat dan makanan yang dapat menjadi rujukan bagi pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum. 3. Balai Besar POM Yogyakarta diharapkan lebih tegas dalam melakukan penindakan hukum bagi para pelanggar dengan cara meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan kepolisian dan kejaksaan serta memperkuat substansi tuntutan yang dilakukan oleh jaksa kepada pelaku pelanggaran sehingga dapat menghasilkan putusan pengadilan yang lebih tegas. Putusan pengadilan yang lebih tegas tersebut diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi para pelanggar hukum tindak pidana bidang obat dan makanan. 4. Balai Besar POM Yogyakarta diharapkan lebih mengintensifkan dalam pemberian edukasi kepada produsen maupun konsumen. Pemberian edukasi kepada produsen sebaiknya lebih intensif tentang peyuluhan petunjuk pembuatan obat dan makanan yang baik sehingga produsen mampu membuat produk obat dan makanan yang berkualitas dan bermutu tinggi tanpa harus menambah dengan zat-zat yang merugikan kesehan konsumen.
Sedangkan
pemberian
edukasi
kepada
masyarakat
dimaksudkan agar masyarakat lebih memiliki kesadaran dan kepekaan dalam menilai dan memilih produk-produk yang beredar di pasaran.
23
DAFTAR PUSTAKA Agus Dwiyanto, dkk, 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah mada University press. Maya Herawati. 2013. 1.732 Item Produk Berbahaya Senilai Rp2 Miliar Dimusnahkan. (http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/26/produkberbahaya-1-732-item-produk-berbahaya-senilai-rp2-miliar-dimusnahkan420018 diakses pada tanggal 1 November 2013 pukul 14.00 WIB). Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta. Yeremias, T Keban. 2004. Enam Dimensi Strategis Admistrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta : Gava Media.
24