PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROVINSI BANTEN DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI KOTA SERANG SKRIPSI Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik
Oleh : Gaery Rahman Saputra 6661081439
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG BANTEN 2014
ABSTRAK Gaery Rahman Saputra. NIM 081439. Skripsi. Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Yeni Widyastuti, S.Sos M.Si. Pembimbing II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si. Pengawasan obat tradisional perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan dengan baik sehingga melindungi hak konsumen. Namun demikian masih terdapat masalah dalam pengawasan peredaran obat tradisional, sehingga masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dipasaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengawasan peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten mengingat masih banyak ditemukan produk obat dan makanan yang berbahan kimia obat (BKO), ilegal, dan kadaluarsa beredar di masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pengawasan dari Joko Widodo. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitiatif dengan teknik kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan belum optimal, dikarenakan jumlah sumber daya manusia pengawas yang masih minim, kurangnya kelengkapan sarana, kurang meratanya sosialisasi informasi mengenai obat tradisional dan public warning serta terpusatnya pengawasan yang dilakukan pada satu wilayah. Adapun saran yang diberikan adalah melakukan pengajuan rekomendasi penambahan pegawai pada biro kepegawaian BPOM Pusat, pemanfaatan media sosial dalam melakukan sosialisasi, dan pengajuan peningkatan anggaran untuk penambahan sarana transportasi.
Kata Kunci: BPOM, Pengawasan, Peredaran, Obat Tradisional.
ABSTRACT Gaery Rahman Saputra. NIM 081439. Thesis. Supervision of Food and Drug Administration Center for Banten province in Circulation Traditional Medicine in Serang City. State Administration of Science Program. Faculty of Social Science and Political Science. University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor I: Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si. Supervisor II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si. Control the circulation of traditional medicine needs to be done by the Local Government and implemented so as to protect the rights of consumers. However, there is still a problem in the control of traditional medicine circulation so there traditional medicine in the market. The purpose of this study to determine and analyze control the circulation of traditional medicine by the Food and Drug Administration Center for Banten considering there are still many drug and food products made from medicinal chemistry (BKO), illegal, and expired circulating in the community. The theory used in this research is the theory of supervision of Joko Widodo. The method used is qualitative descriptive qualitative techniques. The final conclusion is that the surveillance conducted by the Center for Food and Drug Administration is not optimal, because the number of human resources supervisor who is still minimal, the lack of completeness of facilities, less inequality dissemination of information on traditional medicine and public warning and monitoring the concentration in one area. The advice given is to the filing of additional staff recommendation to BPOM central personnel agency, the use of social media to socialize, and the filing of an increase in the budget for additional means of transport.
Keywords: BPOM, Supervision, Circulation, Traditional Medicine
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Yang kalah adalah yang menyerah dan yang menang adalah yang berjuang, posisi terakhir belum tentu kalah selama pertandingan belum berakhir”
skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, kakakku, adikku serta sahabat baikku Diah Hardianti Wibowo. ST yang telah menjadi motivasi dan inspirasi serta tiada henti memberikan dukungan do'anya untukku.
KATA PENGANTAR Bismillahir-Rahmanir-Rahim, Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat merampungkan Skripsi yang berjudul Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang. Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis, junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan dengan segala kerendahan hati kepada : 1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan bidang I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom. Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Gandung Ismanto, MM, Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
6. Rahmawati, S.Sos, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 8. Yeni Widyastuti M.Si, Dosen
Pembimbing I Skripsi atas waktu dan
kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini. 9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini. 10. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 11. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada henti serta doa dan dukungannya kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan. 12. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan semangat, do’a dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Diah Hardianti Wibowo, ST yang selama ini memberikan semangat, do’a dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
ii
14. Ulvia Fadillah, S.Sos, Rendi Purnama, S.Sos, Nanang Sutisna, S.Sos dan Leny Ratnasari, S.Sos, yang selama ini memberikan semangat dan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 15. Para rekan-rekan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan 2008, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya. Serang, Februari 2015 Penulis
Gaery Rahman Saputra
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI............................................................................................... iv DAFTAR TABEL....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................... 13 1.3 Batasan dan Perumusan Masalah....................................................... 14 1.4 Tujuan Penelitian............................................................................... 14 1.5 Manfaat Penelitian............................................................................. 14 1.6 Sistematika Penulisan........................................................................ 15 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN. ………................................................................. 21 2.1 Kajian Teori…................................................................................... 21 2.1.1 Manajemen.................................................................................... 21 2.1.2 Pengawasan.................................................................................. 22
iv
2.1.3 Sistem Pengawasan...................................................................... 25 2.1.4 Tujuan Pengawasan...................................................................... 27 2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan................................................................ 30 2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan....................................................... 31 2.1.7 Fungsi Pengawasan...................................................................... 32 2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan......................................................... 33 2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan......................... 33 2.1.10 Obat............................................................................................. 35 2.1.11 Obat Tradisional.......................................................................... 36 2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional................................................... 37 2.1.13 Logo Obat Tradisional................................................................ 38 2.2 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 41 2.2.1 Kerangka Pemikiran...................................................................... 45 2.2.2 Asumsi Dasar................................................................................ 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................. 49 3.1 Metode Penelitian.............................................................................. 49 3.2 Fokus Penelitian................................................................................. 50 3.3 Lokasi Penelitian................................................................................50 3.4 Variabel Penelitian............................................................................. 50 3.4.1 Definisi Konsep............................................................................. 50 3.4.2 Definsi Operasional....................................................................... 51 3.5. Instrumen Penelitian.......................................................................... 52 3.5.1 Sumber Data Primer...................................................................... 54
v
3.5.1.1 Wawancara……................................................................ 54 3.5.1.2 Observasi……................................................................... 55 3.5.2 Sumber Data Sekunder.................................................................. 56 3.5.2.1 Studi Literatur atau kepustakaan....................................... 56 3.5.2.2 Studi Dokumentasi............................................................ 56 3.6 Informan Penelitian............................................................................ 57 3.7 Pedoman Wawancara......................................................................... 58 3.8 Teknik Analisis Data.......................................................................... 58 3.9 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 60 3.10Jadwal Penelitian................................................................................63 BAB IV HASIL PENELITIAN...................................................................64 4.1 Deskripsi Objek Penelitian.................................................................63 4.2 Deskrpisi Data Penelitian................................................................... 77 4.3 Pembahasan........................................................................................ 79 BAB V PENUTUP....................................................................................... 128 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 128 5.2 Saran................................................................................................... 129 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 20112013.......................................................................................................................7 Tabel 2 : Obat Tradisional Yang Memiliki Izin Edar Palsu..................................9 Tabel 3: Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014 ……….................................................................................................................. 11 Tabel 4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara………................................................. 55 Tabel 5 : Informan Penelitian............................................................................... 57 Tabel 6 : Jadwal Penelitian................................................................................... 63 Tabel 7 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 20112013...................................................................................................................... 89 Tabel 8 : Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten.............................................. 98 Tabel 9: Jumlah Pegawai Seksi Pemdik Serlik..................................................... 99
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Tujuan Pengendalian..................................................................... 28 Gambar 2 : Logo Jamu..................................................................................... 39 Gambar 3 : Logo Obat Herbal Terstandar........................................................ 40 Gambar 4 : Logo Fitorarmaka.......................................................................... 41 Gambar 5 : Kerangka Berfikir......................................................................... 47 Gambar 6 : Komponen Dalam Analisis Data.................................................. 59 Gambar 7 : Peta Administratif Wilayah Kota Serang...................................... 65 Gambar 8 : Struktur Organisasi Balai BPOM Provinsi Banten....................... 75 Gambar 9 : Bagan Alur Pengawasan Pre-Market…………………................ 83
viii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya
untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, untuk makan, tempat tinggal, pakaian obat, bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Salah satunya dalam menanggulangi masalah kesehatan, manusia menggunakan tanamantanaman sekitarnya yang memiliki khasiat-khasiat tertentu untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut dan yang pada akhirnya dikenal dengan tanaman obat. Seperti halnya bangsa Indonesia yang telah lama mengenal dan menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan secara turun menurun yang kemudian diracik sedemikian rupa dan saat ini dikenal dengan sebutan obat tradisional. Obat tradisional merupakan ramuan atau bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, dan bahan mineral. Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu dan penggunaannya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan obat tradisional merupakan sarana paling utama bagi masyarakat tradisional,baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan.
1
2
Dewasa ini, penggunaan obat tradisional tidak hanya digunakan oleh masyarakat tradisional saja. Namun, masyarakat modern mulai mencoba menggunakan obat-obatan tradisional. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat tradisional adalah harapan usia hidup yang lebih panjang disaat penyakit-penyakit kronis terus meningkat serta adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu yang memakan biaya yang cukup tinggi serta tingginya resiko efek samping yang akan dialami. Di sisi lain, World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan penggunaan
obat
tradisional
dalam
pemeliharan
kesehatan
masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker dengan memberikan dukungan terhadap program “back to nature” atau kembali ke alam.(sumber:http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasiilmiah-dies-45.pdf) Sediaan obat tradisional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun berkat dukungan meningkatnya kemajuan teknologi dan pengetahuan. Pada awalnya sediaan obat tradisional dalam bentuk serbuk dan cair. Namun saat ini sediaan obat tradisional menjadi bervariasi, yaitu dalam bentuk serbuk, cair, kapsul, simplisia dan tablet. Dan dengan banyaknya variasi sediaan obat tradisional serta dukungan kemajuan teknologi, dalam pembuatan obat tradisional juga mengalami perubahan yang semula diracik dan diproses secara tradisional saat ini dalam pembuatannya dibantu dengan alat-alat modern. Komposisi yang digunakan mengalami perubahan dengan adanya campuran obat kimia lain untuk meningkatkan khasiat obat tradisional. Dengan begitu
3
dibutuhkan suatu tata cara atau pedoman cara pembuatan obat tradisional yang baik untuk menjamin mutu dengan memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku. Dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan alat transportasi juga, para produsen kini mampu memproduksi obat tradisional dengan jumlah yang banyak dan dapat mengedarkan obat tradisional keseluruh wilayah Indonesia. Tingginya
minat
masyarakat
terhadap
obat
tradisional
juga
memicu
bermunculannya produsen-produsen obat tradisional yang lain, sehingga masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam obat tradisional dengan berbagai macam pilihan merk, khasiat dan bentuk. Ditambah dengan adanya kebijakan pemerintah tentang diberlakukannya pasar bebas, kesediaan obat-obatan tradisional di dalam negeri semakin bertambah dengan adanya obat-obatan tradisional asing yang masuk ke Indonesia. Guna memberikan kepastian perlindungan kepada konsumen dalam hal ini masyarakat, baik terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi dan makanan yang tidak menuhi persyaratan mutu, keamanan, serta khasiat. Sebagaimana kewajiban negara dalam melindungi masyarakatnya, yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pemerintahmembuat suatu badan yang bertugas mengawas obat dan makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
4
Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005. Berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
tersebut,
Badan
POM
melaksanakan Tugas Pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu: 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan, 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM, 4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintahan dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan, dan. 5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Serta dengan ditetapkannya otonomi daerah, BPOM membentuk suatu balai besar POM di setiap provinsi untuk melakukan pengawasan obat dan makanan. Salah satunya di Provinsi Banten. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.21.3592 tanggal 9 Mei 2007 tentang perubahan kedua atas keputusan Kepala Badan POM RI No.05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di lingkungan Badan POM, cakupan wilayah
5
kerja Balai POM Provinsi Banten meliputi seluruhwilayah administrasi Provinsi Banten, yaitu : 1. Kabupaten Serang 2. Kabupaten Tangerang 3. Kabupaten Lebak 4. Kabupaten Pandeglang 5. Kota Serang 6. Kota Cilegon 7. Kota Tangerang 8. Kota Tangerang Selatan (Data Statistik masuk ke Kab. Tangerang) Luas wilayah Provinsi Banten yang meliputi wilayah administratif Provinsi Banten adalah 9018,64 Km2. Seluruh wilayah kerja balai POM Provinsi Banten dapat dijangkau dengan perjalanan darat (LAPTA BPOM Provinsi Banten, 2009). Dalam melakukan pengawasan, BPOM Provinsi Banten melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market, pengawasan Pre-Market merupakan pengawasan sebelum barang beredar di masyarakat yaitu dengan melakukan pemeriksaan produk dan pemeriksaan sarana produksi. Sedangkan pengawasan Post-Market merupakan pengawasan yang dilakukan setelah barang beredar di masyarakat dengan melakukan inspeksi langsung ke sarana distribusi, seperti: distributor, toko, depot, minimarket, dan hypermarket. Dalam pelaksanaannya, Balai POM Provinsi Banten menetapkan skala prioritas dimana pengawasan dilakukan secara terfokus pada suatu wilayah atau daerah, penetapan skala prioritas berdasarkan jumlah penduduk terbanyak, ragam
6
sediaan obat dan makanan, serta jumlah industri terbanyak yang ada di suatu Kabupaten atau Kota dengan membandingkan Kabupaten atau Kota yang lain dalam satu Provinsi. Di sisi lain penerapan skala prioritas bertujuan untuk memaksimalkan kinerja pegawai balai POM yang bertugas mengawasi peredaran obat dan makanan karena luasnya area yang perlu diawasi tidak diimbangi dengan jumlah pengawas yang memadai. Skala prioritas pengawasan Balai POM Provinsi Banten saat ini memusatkan pengawasannya di wilayah Tangerang, Khususnya Kota Tangerang. Skala prioritas pengawasan dilakukan di Kota Tangerang karena jumlah penduduk di Kota Tangerang dan jumlah sarana distribusi obatnya juga lebih banyak dibanding dengan daerah lainnya, sehingga penyimpangan yang terjadi lebih banyak. Namun selain Kota Tangerang, Balai POM juga memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran obat tradisional di Kota dan Kabupaten lainnya, salah satunya yaitu Kota Serang. Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten yang masyarakatnya masih mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, walaupun Kota Serang tidak memiliki industri obat tradisional seperti Kota Tangerang, namun jumlah sarana distribusinya cukup banyak. Data terakhir yang diterima peneliti dari laporan tahunan BPOM Provinsi Banten pada tahun 2013, Kota Serang memiliki 28 sarana distribusi. Jumlah sarana distribusi di Kota Serang dari tahun sebelumnya terus mengalami peningkatan hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat Kota Serang masih menganggap penting obat tradisional sebagai alternatif untuk
7
memelihara atau menyembuhkan gangguan kesehatan. Sarana distribusi obat tradisional meliputi: toko, depot, distributor, minimarket, hypermarket, dan lainlain. Tabel 1 Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2012-2014 Tahun 2012 2013 2014 Sarana Distribusi Obat Tradisional
12
28
34
(Sumber: Laporan Tahunan BPOM Provinsi Banten, 2014) Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Dian selaku pegawai ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) data tersebut bukan data real jumlah sarana distribusi yang ada di Kota Serang, melainkan data dari hasil inspeksi yang dilakukan. Karena sarana distribusi obat tradisional tidak memiliki izin dalam mendirikan usahanya sehingga BPOM tidak memiliki data real mengenai jumlah sarana distribusi obat tradisional yang ada di Kota Serang. Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, BPOM tidak bekerja sendiri, BPOM melakukan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait. Dalam pengawasaan obat tradisional di Kota Serang, BPOM melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama yang dilakukan BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang salah satunya yaitu dengan mengadakan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat dengan mengundang BPOM sebagai narasumber. Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan dilapangan serta uraianuraian diatas, terdapat beberapa temuan masalah mengenai pengawasan BPOM dalam peredaran obat tradisional.
8
Pertama, ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan yang dilakukan BPOM dalam mengawasi sarana obat tradisional.dalam melakukan pengawasan dilapangan BPOM melakukan pengawasan Post-Market yaitu pengawasan yang dilakukan dengan cara inspeksi langsung ke sarana distribusi, namun berdasarkan temuan peneliti di lapangan, terdapat beragam tanggapan dari pemilik sarana distribusi obat tradisional di Kota Serang mengenai waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM. Ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, setahun sekali, baru sekali dilakukan pemeriksaan, bahkan belum pernah sama sekali dilakukan pemeriksaan. Salah satu contohnya seperti sarana distribusi obat tradisional yang berada di daerah Ciracas yang hanya dilakukan pemeriksaan satu kali saja yaitu pada tahun 2012. Dalam aturan jadwal yang dibuat oleh BPOM jadwal pengawasan tersebut seharusnya dilakukan minimal satu tahun sekali jika dirasa temuan yang didapatkan tidak terlalu berbahaya, tapi jika temuan dilapangan sudah sangat berbahaya maka BPOM akan meningkatkan lagi jadwal dalam pengawasannya yaitu setiap enam bulan sekali. Kedua, masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal yang beredar di Kota Serang. dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, BPOM selain melakukan pemeriksaan langsung dan penyitaan obat tradisional yang didiuga berbahaya, BPOM juga melakukan sosialisasi dengan memberikan selebaran mengenai jenis obat tradisional apa saja yang dilarang edar. Namun begitu berdasarkan hasil observasi peneliti, kebeberapa sarana distribusi di Kota Serang contohnya depot jamu ciracas, peneliti masih dengan mudahnya menemukan obat tradisional yang dilarang edar oleh BPOM di Kota Serang
9
dimana peneliti membeli salah satu obat tradisional tersebut dan melakukan pengecekan nomor registrasi di website Badan POM. Untuk membedakan antara obat tradisional ilegal dengan obat tradisional legal dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan yang terdaftar di BPOM 2. Bentuk, warna, rasa dan tekstur obat dan kemasan tidak seperti biasanya. 3. Tidak mencantumkan nama dan alamat produsen. Contoh beberapa merk obat tradisional yang tidak memiliki izin edar yang ditemukan oleh peneliti masih beredar di Kota Serang.
Merk Obat COBRA
Daun Binahong
Tabel 2 Obat Tradisional yang Memiliki Izin Edar Palsu Khasiat Produksi No. Izin Edar Jamu gata-
PT. RAGIL
993 205 571
gatal(eksim)
SENTOSA
Jamu asam urat
Surya Bintang
026 781 326
026 781 325
plus pegal linu Daun Tapak
Jamu asam urat
Surya Bintang
Liman
dan pegal linu
Asli
Remasyah
Jamu asam urat
PJ. Remasyah
993 298 481
PJ. Air Madu
053 348 245
dan pegal linu Godong Ijo
Jamu asam urat dan pegal linu
10
Lanjutan… Dewa Naga
Jamu asam urat
PJ. Indo Jaya
073 368 251
-
-
Xizang Jin
-
dan rematik Madu Kelenceng
Jamu asam urat dan pegal linu
Africa Black Ant
Jamu Perkasa
Shengli Urat Madu
Jamu Perkasa
PJ. Air Madu
053 348 661
(Peneliti, 2014) Ketiga, kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan dilapangan. Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan obat tradisional yang diduga mengandung bahan berbahaya atau yang memiliki izin edar palsu. Namun dalam prakteknya dalam melakukan pemeriksaan masih ada sarana distirbusi yang menjual obat tradisional ilegal yang tidak dilakukan penyitaan. Salah satu contohnya di depot jamu yang berada di Kecamatan Cipocok Jaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga toko, petugas BPOM sudah melakukan inspeksi ke depotnya setiap tahun sebanyak dua kali, namun hanya memberikan sosialisasi mengenai obat tradisional apa saja yang dilarang diperjualbelikan dan tidak pernah melakukan penyitaan. Namun berdasarkan hasil pengamatan peneliti, di depot tersebut terdapat obat tradisional yang memiliki izin edar palsu. Keempat, kerjasama lintas sektoral belum optimal. Hal ini dapat dilihat tidak
transparannya
data
yang
dimiliki
oleh
BPOM
dengan
Dinas
11
Kesehatan.BPOM memiliki tugas melakukan pengawasan satu Provinsi Banten,untuk melakukan pengawasan di Kota Serang diperlukan kerjasama lintas sektor dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Adapun data yang diperoleh oleh peneliti dari BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Serang mengenai jumlah sarana distribusi obat tradisional di Kota Serang sebagai berikut: Tabel 3 Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014 Dinas Kesehatan Keterangan BPOM Kota Serang Sarana Distribusi Obat Tradisional
34
16
(Sumber: Hasil Olah Data Peneliti, 2014) Faktanya kerjasama antar BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang belum berjalan dengan baik. Dimana terdapat perbedaan jumlah sarana distribusi yang dimiliki BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal ini pengawasan yang dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana distribusi tersebut terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa oleh Dinas Kesehatan. Dimana seharusnya BPOM menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kota Serang terkait dengan jumlah sarana distribusi yang ada, sebagai tolak ukur Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal ini pengawasan yang dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana distribusi tersebut terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa serta menyulitkan dalam melakukan pengawasan. Kerjasama yang dilakukan oleh BPOM saat ini hanya sebatas sebagai narasumber untuk kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Dinas Kesehatan.
12
Kelima, Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal juga membuat peredaran obattradisional ilegal sulit dihentikan. Informasi merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan perspektif terhadap sesuatu. Begitu juga dengan informasi mengenai obat tradisional baik yang ilegal maupun yang resmi, agar masyarakat mendapatkan cukup informasi mengenai produk yang mereka gunakan. Contohnya: 1. Public warning merupakan program Badan POM RI dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai obat dan makanan yang beredar di masyarakat melalui website Badan POM RI. Namun, dalam kenyataannya keberadaan public warning belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat. 2. Kurang meratanya sosialisasi yang dilakukan oleh Balai POM kepada masyarakat akan bahayanya obat tradisional yang tidak sesuai standar yang ditentukan oleh Balai POM, sehingga masih banyak masyarakat yang mengkonsumsinya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Balai POM, seperti pelaksanaan kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)untuk memberikan informasi kepada masyarakat masih berpusat di wilayah Tangerang. Informasi mengenai obat tradisional sangat penting bagi masyarakat disamping untuk mengetahui produk yang digunakan, masyarakat juga minimal dapat menjaga dirinya sendiri dari efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi obat yang ilegal dan secara tidak langsung dengan adanya informasi yang cukup, dapat membantu pengawasan Balai POM karena
13
pengawasan tidak akan berjalan dengan baik bila tidak ada kerjasama yang baik antara instansi dengan masyarakat. Sehingga diperlukannya suatu pengawasan yang berkesinambungan dari Pemerintah Provinsi Banten khususnya dari Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten. Badan POM mempunyai tugas pengawasan obat dan makanan, namun dalam prakteknya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang sudah dijelaskan diatas, maka penelititertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengawasan BalaiPengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang”. 1.2 Identifikasi Masalah Pengawasan peredaran obat tradisional merupakan tugas Badan Pengawas Obat dan makanan, namun setelah ditetapkannya otonomi daerah. Badan POM menempatkan Balai Besar di setiap Provinsi, Balai POM provinsi merupakan panjang tangan dari Badan POM pusat yang bertujuan untuk melakukan pengawasan baik dalam bidang obat-obatan maupun makanan di Provinsi yang merupakan tanggungjawab Balai POM setempat. Dalam hal ini peneliti mengidentifikasikan masalah yang terdapat pada Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebagai berikut: 1. Ketidakjelasan waktu pengawasan di lapangan. 2. Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional illegal di Kota Serang. 3. Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan dilapangan
14
4. Kerjasama lintas sektoral belum optimal 5. Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal juga membuat peredaran obat tradisional ilegal sulit dihentikan. 1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Karena adanya keterbatasan dan sisi waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti membatasi penelitian hanya pada masalah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang. Hal ini supaya penelitian dapat dilakukan lebih mendalam. Adapun perumusan masalahnya adalah bagaimanakah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang?. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat-Obatan Tradisional di Kota Serang? 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi keilmuan maupun dari segi praktis yaitu : 1. Dari segi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi
untuk
mengembangkan ilmu
pengetahuan
khususnya ilmu Administrasi Negara. 2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka
15
pengawasan, regulasi dan standarisasi khususnya di sektor obat-obatan tradisional. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini menjelaskan : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling umum hingga masalah dari masalah yang paling spesifik. Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, dan pemikiran logis. Latar belakang masalah perlu diuraikan secara logis, jelas dan faktual. 1.2 Identifikasi masalah Menjelaskan identifikasi peneliti terhadap permasalahan yang memuat dari uraian pada latar belakang masalah diatas, identifikasi masalah dapat diajukan pertanyaan atau pernyataan. 1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari sejumlah masalah hasil identifikasi tersebut diatas, selanjutnya dilakukan pembatasan masalah sesuai dengan fokus penelitian. Kemudian ditetapkan masalah yang paling penting yang berkaitan dengan interaksi antar variabel.
16
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya penelitian ini dan rumusan masalah penelitian. 1.5 Manfaat Penelitian Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab per bab secara singkat dan jelas. BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Kajian Teori Kajian teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan dan variable penelitian kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk menemukan hipotesis. Dengan mengkaji berbagai teori, maka kita akan memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang detail untuk diteliti. Hasil penting lainnya dari kajian teori adalah didapatnya kerangka konseptual yang memadai yang didalamnya tergambar konstruk dan variable yang diukur. Selain itu dari dari kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen. Kajian teori harus factual dan up to date. Untuk meningkatkan kualitas kajian teori dan pembahasannya harus dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
17
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik Skripsi, Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Jumlah jurnal yang digunakan minimal 2 jurnal. 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai sebagai kelanjutan dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang ditanyakandalam hipotesis kemudian. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan bagan. 2.4 Asumsi Dasar Penelitian Pada sub bab ini menjelaskan pikiran peneliti berdasarkan teori dan kerangka berfikir disesuaikan dengan observasi awal yang kemudian peneliti berasumsi tentang penelitian yang diteliti. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian. 3.2 Fokus Penelitian Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan dilakukan.
18
3.3 Lokasi Penelitian Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat penelitian, serta alasan memilihnya jika dipandang perlu dapat memberi deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan. 3.4 Variabel Penelitian 3.4.1
Definisi Konsep Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari
variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang akan digunakan. 3.4.2
Definisi Operasional Definisi Operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian dilengkapi dengan tabel matriks variabel, indikator, sub indikator dan nomor pertanyaan sebagai lampiran. 3.5 Instrumen Penelitian Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen (validitas dan reliabilitas). 3.6 Informan Penelitian Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
19
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Menjelaskan teknis analisis dan beserta rasionalismenya. Teknik analisis data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti. 3.8 Tempat dan Waktu Menjelaskan tempat dan waktu penelitian itu dilaksanakan. Kalau dirasakan perlu dapat sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian itu dilaksanakan. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang secara jelas. 4.2 Deskripsi Data Menjelaskan hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan baik data kualitatif maupun data kuantitatif. 4.3 Penyajian Data Menjelaskan data yang telah didapatkan dari observasi di lapangan dan menjelaskan informan yang ditentukan dalam penelitian ini yang senantiasa berkaitan dengan permasalahan yang peneliti teliti. 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian Menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan dasar teori yang telah ditetapkan sejak awal.
20
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, mudah dan dipahami. Selain itu kesimpulan penelitian harus sejalan dan sesuai dengan permasalahan. 5.2 Saran Berisi rekomendasi terhadap tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis.
21
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1
Kajian Teori Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu teori Pengawasan. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 2.1.1 Manajemen Manajemen adalah aktivitas manajerial dasar meliputi perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Manajer terlihat dalam aktivitas ini untuk mengkombinasikan sumber daya manusia, finansial, fisik dan informasi secara efisien dan efektif dan untuk bekerja mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004). a. Perencanaan dan pengambilan keputusan : menentukan arah tindakan Perencanaan (Planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan menentukan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif. Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu mempertahankan efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk aktivitas di masa depan. b. Pengorganisasian: Mengkoordinasikan Aktivitas dan Sumber Daya Pengorganisasian (organizing) mencangkup penentuan bagaimana cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya. c. Kepemimpinan : memotivasi dan Mengelola Orang Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggota dari suatu organisasi bekerja sama demi kepentingan organisasi tersebut.
21
22
d. Pengendalian : Memonitor dan Mengevaluasi Aktivitas Pengendalian (controlling), atau pementauan kemajuan organisasi dalam mencapai tujuannya. Ketika organisasi bergerak menuju tujuannya, manajer harus memonitor kemajuan untuk memastikan bahwa organisasi tersebut berkinerja sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuannya pada waktu yang telah ditentukan. 2.1.2 Pengawasan Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi pengawasan (Controlling). Menurut Griffin (2004:44), keempat fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Menurut
Siagian
dalam
Makmur
(2011:176),
mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut: “pengawasan merupakan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”. Dalam hal ini pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Dengan begitu proses pengawasan bertujuan untuk mengetahui kelemahan-
23
kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana dan berdasarkan kelemahan dan kesulitan yang telah diketahui tersebut diambil tindakan untuk memperbaiki pada waktu itu atau waktu-waktu yang akan datang. Menurut Situmorang dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai”. Berdasarkan definisi diatas, dalam hal ini pengawasan bisa menjadi fungsi pengendali bagi manajemen untuk memastikan bahwa rencana-rencana yang telah mereka tetapkan dapat berjalan secara mulus dan lancar sehingga organisasi bisa mencapai setiap sasaran yang telah ditetapkannya. Sedangkan menurut Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan : “pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola petindakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa orang yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan”. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa pengawasan memiliki perbedaan tergantung tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh sebab itu pengawasan yang dilakukan sebelumnya harus memahami dan mengerti kegiatan apa yang diawasi dan kegiatan apa yang dilakukannya. Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2001:242) mengemukakan pengawasan sebagai berikut:
24
“Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar”. Dengan demikian dalam hal ini setiap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan mendapat pengawasan setiap kali adanya kemajuan yang signifikan, dimana pengawasan tersebut setiap pekerjaan yang terdapat masalah atau hambatan langsung dilakukan langkah pengkoreksian atau evaluasi oleh atasan dan bantuan dari bawahan itu sendiri, sehingga terjadi saling tukar pikiran untuk menyelesaikan masalah tersebut agar sesuai dengan rencana dan selesai dengan sempurna. Menurut
Henry
Fayol
dalam
Harahap
(2001:10)
mengartikan
pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.” Sedangkan, Menurut Siagian (2003:30), mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “Pengawasan adalah memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat pelaksanaan”. Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan suatu tindakan pemantauan atau pemeriksaan kegiatan
25
perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik. Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan telah tercapai. 2.1.3 Sistem Pengawasan Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Sistem
26
pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut Manullang (2002:173), mengemukakan bahwa terdapat dua pokok prinsip pengawasan. Yang pertama, merupakan standar atau alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Prinsip yang kedua, merupakan wewenang dan intruksi-intruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan haruslah mengandung prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Manullang (2002:173), sebagai berikut: 1. Pengawasan harus dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhankebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi. 2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan. 3. Pengawasan bersifat fleksibel. 4. Pengawasan bersifat mereflektir pola organisasi. 5. Pengawasan harus bersifat ekonomis. 6. Dapat dimengerti, dan. 7. Pengawasan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif. Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lainnya. Sistem pengawasan haruslah dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatankegiatan yang harus diawasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu,
agar
sistem
pengawasan
itu
benar-benar
efektif
artinya
dapat
27
merealisasikan tujuannya. Maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana. Apa yang telah terjadi dapat disetir ke tujuan tertentu. Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar dugaan. 2.1.4 Tujuan Pengawasan Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya manusia sebagai objek pengawasan mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari kesalahannya
kemudian
menghukumnya,
tetapi
mendidik
dan
membimbingnya. Menurut Husaini (2001: 400), tujuan pengawasan adalah sebagai berikut : 1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan. 2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan. 3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan. 4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik.
28
Bagan Tujuan Pengendalian: Beradaptasi denganperubahan lingkungan
Membatasi akumulasi kesalahan
Pengendalian Membantu organisasi
Mengatasi
Meminimalisir biaya
kompleksitas
Gambar 1 Tujuan Pengendalian Sumber : Griffin (2004: 163) Keterangan Gambar 2.1.Tujuan Pengendalian : 1.
Beradaptasi dengan Perubahan Lingkungan Organisasi akan menghadapi perubahan dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil dan bergejolak. Dalam rentang waktu antara penetapan tujuan dan pencapaian tujuan, banyak kejadian dalam organisasi dan lingkungannya yang dapat menuntun pergerakan kearah tujuan atau menyimpangkan tujuan itu sendiri. Sistem pengawasan yang baik dapat membantu para manajer mengantisipasi, memantau, dan merespon perubahan. 2. Membatasi Akumulasi Kesalahan Kesalahan-kesalahan kecil umumnya tidak menimbulkan kerusakan serius pada kinerja organisasi. Namun dari waktu ke waktu, kesalahan-kesalahan kecil dapat terakumulasi dan berdampak serius. Oleh karena itu pengawasan diperlukan untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan kecil yang dapat berulang-ulang. Dengan adanya pengawasan, manajer dapat melihat penyebab terjadinya kesalahan dan dapat mengambil keputusan untuk bekerja lebih cermat. 3. Mengatasi Kompleksitas organisasi Perusahaan jika hanya menggunakan satu jenis bahan baku atau sumber daya, membuat satu jenis produk atau jasa, memiliki desain organisasi yang sederhana, dan mengalami permintaan produk yang konstan, maka para manajernya dapat membuat sistem pengawasan yang minim dan sederhana. Tetapi apabila perusahaan yang memproduksi produk dan jasa dengan memakai beragam bahan baku dan sumber daya dan memiliki area pasar yang luas, desain organisasi yang rumit, serta memiliki banyak
29
4.
pesaing memerlukan sistem yang canggih untuk membuat pengawasan yang memadai. Meminimalisir Biaya Pengawasan juga dapat membantu mengurangi biaya dan meningkatkan output apabila dipraktekkan secara efektif. Secara filosofis dikatakan bahwa pengawasan sangat penting karena manusia pada dasarnya mempunyai sifat salah atau khilaf, sehingga manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan untuk mencari kesalahannya kemudian menghukumnya tetapi untuk mendidik dan membimbingnya. Definisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi
mencakup dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara, sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan
operasionalnya
untuk
mencegah
kemungkinan
terjadinya
penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya. Menurut Maringan (2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut: 1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan. 2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan sesuai dengan rencana. Ketentuanketentuan
dan
infrastruktur
yang
telah
ditetapkan
benar-benar
30
diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. 2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan Menurut Maringan (2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu: 1. Pengawasan dari dalam perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan. 2. Pengawasan dari luar perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh unit di luar perusahaan . Ini untuk kepentingan tertentu. 3. Pengawasan Preventif. Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja. 4. Pengawasan Represif. Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan. Dari jenis-jenis pengawasan diatas maka dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh para instansi/badan dalam
pelaksanaan
kegiatan
untuk
meminimalisir
kesalahan
atau
penyimpangan. Dengan begitu dapat diketahui apakah pelaksanaan kegiatan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau malah justru menyimpang dari ketentuan tersebut. Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu: 1. Pengawasan Awal. Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan. 2. Pengawasan Proses. Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. 3. Pengawasan Akhir. Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan.
31
Berdasarkan jenis pengawasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan pemandu bagi jalannya suatu kegiatan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, kegiatan akan berjalan dengan sempurna bila pengawasan yang dilakukan dari awal kegiatan, hingga proses kegiatan sampai akhir kegiatan tersebut dilakukan. 2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan Menurut Hasibuan (2001 : 247), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari : 1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpanganpenyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara : 1) Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan. 2) Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan. 3) Menjelaskan dan atau mendemonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu. 4) Mengorganisasi segala macam kegiatan. 5) Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi setiap individu karyawan. 6) Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan. 7) Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan. Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan. 2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Membandingkan hasil dengan rencana. 2) Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya. 3) Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya. 4) Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada. 5) Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana. 6) Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksanamelalui training dan education.
32
3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki. 4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain. 5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturanperaturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik. 6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan. Berdasarkan pendapat yang diungkapkan Hasibuan diatas, dapat diketahui bahwa pengawasan yang baik harus memiliki atau melalui tahapantahapan tertentu sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan, serta memiliki waktu-waktu tertentu dalam proses pengawasan agar kegiatan berjalan sesuai dengan rencana. 2.1.7 Fungsi Pengawasan Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 12), fungsi pengawasan adalah : 1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang di tetapkan. 2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan. 3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan, Menurut Maringan (2004: 62), fungsi pengawasan adalah : 1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan. 2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. 3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Berdasarkan
penjelasan
tersebut,
maka
tersebut
dapat
diambil
kesimpulan bahwa pengawasan adalah mengevaluasi hasil dari aktifitas
33
pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik. 2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu: 1. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. Pengawasan langsung dapat berbentuk: 1. Inspeksi langsung Kunjungan langsung dalam melakukan pengawasan pemeriksaan pada sebuah kegiatan yang sedang dilakukan.
atau
2. On-the-Spot observation Melakukan pengamatan atau peninjauan langsung di lapangan secara cermat, mencatat fenomena yang muncul dalam sebuah kegiatan yang dilakukan. 3. On-the-spot report Memberikan laporan langsung dilapangan mengenai temuantemuan masalah yang terjadi dalam sebuah kegiatan yang dilakukan di lapangan. 2. Pengawasan tidak langsung, Pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan. 2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan. Fakor-faktor
yang
mempengaruhi
pengawasan,
berikut
akan
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mulyadi (2007: 770), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan adalah:
34
1. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi. 2. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan. 3. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi. MacRae (2003:28) menjelaskan bahwa pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akiat dari kebijakan yang di ambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur memantau hasil dan dampak kebijakan dengan menggunakan beberapa indikator kebijakan dibidang kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan ilmu dan teknologi. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibatakibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi dan menemukan letak pihak-pihak yang beranggung jawab pada setiap kebijakan. Strategi pemantauan menurut Widodo (2011:94-96) sama dengan implementasi yaitu; “menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan kontrol, berapa besar anggaran, peralatan yang diperlukan, dan jadwal pelaksanaan pengawasan”. 1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal.Pelaku kontrol internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah.Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat. 2. Strandar Operasional Pemantauan SOP kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncanakan.
35
2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau system secara keseluruhan 3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. 4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana ke arah mendekati kinerja. 3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat. 4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal berada di luar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan aspek yang sangat penting dari suatu kebijakan yang sudah diimplementasikan. Dengan adanya pengawasan, kita dapat menilai sejauh mana kinerja para pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pengawasan juga dapat dijadikan bahan evaluasi dari suatu kebijakan yang dikeluarkan, apakah sudah berjalan secara efektif atau belum. Sehingga, menjadi masukan kedepannya dalam pencapaian suatu kebijakan tersebut. 2.1.10 Obat Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai sebagian pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu karena obat digunakan untuk mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gelaja penyakit yang menyebabkan kelainan badaniah dan
36
rohaniah pada manusia. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Definisi Obat menurut PerMenKes/1010/MenKes/Per/XI/2008: 1) Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahanbahan termasukproduk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan. Definisi Obat menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: 2) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui pengertian obat adalah semua bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk hidup untuk bagian
dalam
dan
luar
tubuh
guna
mencegah,
meringankan,
dan
menyembuhkan penyakit. 2.1.11 Obat Tradisional Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, ditetapkan bahwa : 1) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. 2) Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia. 3) Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.
37
4) Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi. 5) Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. (Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2013) Dalam PermenKes Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 TentangIndustri Dan Usaha Obat Tradisional, ditetapkan bahwa: 1) Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di sebutkan bahwa: 2) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yangberupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahantersebut yang secara turun temurun telah digunakanuntuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional Standardisasi Obat Tradisional pada dasarnya mencakup bahan atau simplisia, produk jadi dan proses pembuatan. Dewasa ini standar produk obat tradisional masih terbatas pada aspek mutu dan keamanan, belum mencakup pada aspek khasiat/kemanfaatan. Adapun untuk standar proses pembuatan telah ditetapkan dalam bentuk Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB belum dilaksanakan di sebagian besar industri obat tradisonal terutama Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT). Secara garis besar obat tradisional dapat dibagi menjadi :
38
1. Hasil Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Obat tradisional hasil TOGA yang pemanfaatannya pada umumnya digunakan oleh keluarga yang bersangkutan, standardisasi yang perlu dilakukan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan dalam proses pembuatannya. 2. Jamu,Digunakan untuk pengobatan sendiri terdiri yang tidakmemerlukan izin produksi (sesuai Permenkes no.246/Menkes/ per/V/1990), meliputi: 1) Jamu Racikan 2) Jamu Gendong Seperti halnya dengan obat tradisional hasil TOGA standar yang dibutuhkan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan proses pembuatannya. Harus ada izin produksi dan izin edar, yaitu Jamu yang diproduksi dan diedarkan oleh: 1) Industri Obat Tradisional (IOT) 2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) Standar yang harus dipenuhi adalah standar mutu dan keamanan, sedangkan untuk proses pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan CPOTB terutama untuk IOT. 3. Fitofarmaka : Dapat digunakan pada Pelayanan Kesehatan Formal. Berbagai Uji Laboratorium merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan untuk sediaan fitofarmaka, beberapa uji yang harus dilakukan antara lain : 1) Penapisan fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa pada tanaman tersebut. 2) Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk pengobatan. 3) Uji Farmakologi eksperimental terhadap binatang percobaan. 4) Uji Klinis untuk memastikan efek Farmakologi, keamanan dan manfaat klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala penyakit. (Sumber: kancil9.blogspot.com) 2.1.13 Logo Obat Tradisional Obat tradisional dibagi menjadi 3 jenis yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, adapaun penjelasannya sebagai berikut:
39
Gambar 2 Logo Jamu (Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014) Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dalam kata lain, belum mengalami uji klinik maupun uji praklinik, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empiric. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian tanaman. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Logo jamu berupa ranting daun terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan “JAMU” seperti gambar 2.
40
Gambar 3 Logo Obat Herbal Terstandar (Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014) Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya. Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat, dan bahan bakunya telah distandarisasi. Logo Herbal Terstandar berupa jarijari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” seperti gambar 3. Ada lima macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in vivo, uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus.
41
Gambar 4 Logo Fitofarmaka (Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014) Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Logo Fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan “FITOFARMAKA” seperti gambar 4. 2.2
Penelitian Terdahulu Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian
terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang sejenis dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau memecahkan masalah yang timbul dalam pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam peredaran obat tradisional di Kota Serang. Walaupun lokus dan masalahnya tidak sama persis tetapi sangat membantu peneliti dalam menemukan sumber-
42
sumber pemecahan masalah penelitian ini. Berikut ini adalah hasil penelitian yang peneliti baca. Penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada Tahun 2011. Dengan judul Skripsi Efektifitas Pelaksanaan Pengawasan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) atas beredarnya Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat yang Beredar di Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa peranan BPOM dalam mengawasi peredaran produk obat tradisional di Kota Yogyakarta dapat dikatakan masih lemah. Pengawasan yang dilakukan BPOM sebulan sekali tidak berjalan efektif dikarenakan masih banyak terdapat penjualan atau peredaran produk OT (Obat Tradisional) yang mengandung BKO (Bahan Kimia Obat), dan kurangnya tindakan pencegahan serta tidak diterapkan sanksi hukuman yang tegas atau dengan kata lain sanksi yang diterapkan masih dinilai ringan. Hambatan yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal meliputi kurangnya jumlah sumber daya manusia BPOM Yogyakarta, kurangnya sarana dan fasilitas BPOM Yogyakarta yang belum mampu mengimbangi beban kerja yang semakin bertambah serta langkanya beberapa komoditi OMKA (Obat, Makanan Kosmetik dan Alat Kesehatan) sebagai bahan baku pembanding yang tercantum dalam prioritas sampling. Hambatan eksternal meliputi rendahnya sumber daya manusia baik produsen maupun konsumen, dan masih rendahnya sanksi yang diterima pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.
43
Penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM dalam peredaran obat tradisional ilegal atau mengandung BKO (Bahan Kimia Obat). Namun dalam hal ini, terdapat perbedaan dalam metodologi penelitian yang digunakan serta lokasi penelitiannya, dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi menggunakan metodologi penelitian kuantitatif dan dilakukan di Kota Yogyakarta. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan menggunakan metodologi penelitian kualitatif dan dilakukan di Kota Serang. Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani, yang berupa Jurnal S1 Ilmu Administrasi Negara Hal. 10 Volume 1 Nomor 2 dari Universitas Bina Widya pada Tahun 2012. Dengan judul Jurnal Pelaksanaan Pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Terhadap Peredaran Makanan dan Minuman Tanpa Izin Edar (TIE) di Kota Pekanbaru Tahun 2012. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan makanan dan minuman tanpa izin edar di Kota Pekanbaru belum optimal. Dikarenakan masih terdapatnya makanan dan minuman tanpa izin edar yang beredar dipasaran. Hambatan yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah rendahnya integritas pengawasan yang didasari oleh keterbatasan jumlah staff BBPOM dan rendahnya sistem pengawasan BBPOM terhadap peredaran makanan dan minuman tanpa izin edar karena dalam prakteknya BBPOM melakukan pengawasan secara berskala dan acak.
44
Penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan. Namun dalam hal ini, terdapat perbedaan lokus dan fokus penelitiannya, dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani fokus penelitiannya mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM terhadap peredaran makanan dan minuman dan dilakukan di Kota Pekanbaru. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM dalam peredaran obat tradisionalnya dan dilakukan di Kota Serang. Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus Purba, yaitu Jurnal S1 Ilmu Administrasi Negara Hal. 3 Volume 2 Nomor 2 Universitas Tanjungpura pada Agustus, 2013. Dengan judul Jurnal Pelaksanaan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Pontianak. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM Kota Potianak masih lemah. Pengawasan yang dilakukan BBPOM Kota Pontianak yaitu pengawasan langsung dan tidak langsung dan dalam pelaksanaanya masih rendah. Pengawasan langsung hanya dilakukan dua kali dalam setahun bahkan masih ada sarana distribusi belum pernah dilakukan pemeriksaan oleh BBPOM Pontianak. Hambatan yang ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu minimnya jumlah pegawai, sanksi hukum yang kurang tegas dan ringan, dan masih rendahnya pemahaman masyarakat akan bahaya sebuah produk yang mengandung BKO (Bahan Kimia Obat).
45
Penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus Purba tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan. Namun dalam hal ini, terdapat perbedaan lokus dan fokus penelitiannya, dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus meneliti pelaksanaan pengawasan BPOM secara umum dan dilakukan di Kota Pekanbaru. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM secara khusus yaitu pengawasan dalam peredaran obat tradisionalnya dan dilakukan di Kota Serang. 2.3
Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan meneliti tentang pengawasan Balai Pengawas Obat dan
Makanan dalam hal pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang. Dalam penyusunan kerangka berfikir, peneliti penggunakan teori pengawasan yang dikemukakan oleh Widodo yang memberikan gambaran tentang strategi yang dilakukan dalam melakukan pengawasan kebijakan atau pelaksanaan suatu kegiatan. Model pengawasan yang dikemukakan oleh Widodo (2011:94-96), dapat dijelaskan bahwa suatu kebijakan yang diimplementasikan harus dikontrol dengan adanya unsur-unsur yang melengkapinya diantaranya: 1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal. Pelaku kontrol internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah. Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat. 2. Strandar Operasional Pemantauan Standard Operational Prosedure (SOP) kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut:
46
1. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncanakan. 2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau sistem secara keseluruhan 3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. 4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana kearah mendekati kinerja. 3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan.Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat. 4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi.
47
Adapun kerangka berfikir peneliti dalam penelitian ini adalah :
1.
Ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan.
2.
Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal di Kota Serang.
3.
Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan dilapangan.
4.
Kerjasama lintas sektor belum optimal.
5.
Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal.
Strategi Pengawasan Menurut Joko Widodo (2011:94-96):
Peraturan Perundangan Terkait: 1. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2. Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
1.
Pelaku pengawasan pelaksanaan kebijakan. 2. SOP pengawasan. 3. Sumber daya keuangan dan peralatan. 4. Jadwal pelaksanaan Pengawasan.
Pengawasan Balai POM Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang berjalan dengan optimal
Gambar 5 Kerangka Berfikir (Peneliti, 2014)
48
2.4
Asumsi Dasar Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pembahasan pada pengawasan
peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan dengan studi kasus peredaran obat tradisional di Kota Serang, hal ini diatur dalam peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Namun berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan bahwa, pengawasan mengenai peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan dengan studi kasus peredaran obat tradisional di Kota Serang, belum terlaksana dengan baik sehingga pengawasan belum optimal. Hal ini didasarkan pada fakta-fakta dilapangan, pengawasan peredaran obat tradisional kurang didukung dengan strategi pengawasan yang mendukung terhadap keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Jadi Balai Pengawas Obat dan Makanan belum melakukan pengawasan secara optimal.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Metode Penelitian Metode penelitian sangat erat dengan tipe penelitian yang digunakan, karena
tiap-tiap tipe dan tujuan penelitian yang didesain memiliki konsekuensi pada pilihan metode penelitian yang tepat, guna mencapai tujuan penelitian tersebut. Menurut Sugiono dalam bukunya Metode Penelitian Administrasi, mendefinisikan metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian mengenai pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat di Kota Serang, peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, istilah penelitian kualitatif seperti yang di ungkapkan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2005:4); metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilakuperilaku yang dapat diamati. Menurut Suryabrata (1992:24); metode studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang
49
50
melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku. 3.2
Ruang Lingkup / Fokus Penelitian Fokus penelitian pada penelitian ini adalah tentang pengawasan yang
dilakukan oleh Balai POM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional ilegal yang berada di Provinsi Banten khususnya Kota Serang. 3.3
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Kota Serang dengan
pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota Serang sebagai salah satu Kota yang memiliki sarana distribusi Obat Tradisional terbanyak di Provinsi Banten. 2. Balai
Pengawas
Obat
dan
Makanan,
sebagai
instansi
yang
bertanggungjawab melaksanakan pengawasan peredaran obat dan makanan. 3. Dinas Kesehatan Kota Serang, sebagai instansi yang bekerjasama dengan BPOM Provinsi
Banten dalam mengawasi peredaran obat
tradisional di Kota Serang. 3.4
Variabel Penelitian 3.4.1
Definisi Konsep Definisi konseptual berfungsi untuk memberikan penjelasan
tentang konsep dari variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang akan digunakan. Adapun definisi konseptual penelitian ini adalah:
51
1. Pengawasan Pengawasan merupakan upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. 2. PeredaranObat Peredaran Obat menurut Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran dana atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahan tanganan. 3.4.2
Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah pengawasan
BPOM Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tadisional di Kota Serang. Karena peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, maka dalam penjelasan definisi operasional ini akan dikemukakan fenomena-fenomena penelitian yang dikaitkan dengan konsep yang digunakan yaitu menurut Joko Widodo (2011:94-96) mengenai strategi pemantauan, yaitu: 1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan, yaitu mengamati fenomena mengenai pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan yang terlibat dalam pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang.
52
2. Standar Operasional Prosedur, yaitu mengamati fenomena kesesuaian prosedur dengan pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang. 3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan, yaitu mengamati fenomena terkait sumber daya keuangan dan peralatan dalam pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang. 4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol, yaitu mengamati fenomena mengenai jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang. Definisi
operasional
ini
disusun
dengan
focus
penelitian
berdasarkan apa yang akan peneliti kaji dan temukan saat di lapangan, kemudian akan diolah dan dikembangan sesuai dengan data yang diperoleh menjadi satu rangkaian informasi yang dijabarkan dalam bentuk deskriptif sehingga menjadi suatu hasil penelitian yang paten dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahan datanya. 3.5
Instrumen Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam proses
pengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam penelitian disebut juga instrumen penelitian, atau dengan kata lain bahwa pada dasarnya instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena ini disebut dengan variabel penelitian yang kemudian ditetapkan untuk diteliti. Dalam penelitian ini mengenai pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitiannya. Menurut Irawan (2006:17) dalam penelitian kualitatif instrumen penelitiannya adalah peneliti itu sendiri. Selanjutnya Nasution (2003:55) menyatakan:
53
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan. Itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangankan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”. Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan data primer dan data sekunder. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Pendekatan kualitatif dicirikan oleh kegiatan mengumpulkan, menggambarkan dan menafsirkan tentang situasi yang dialami hubungan tertentu, kegiatan, pandangan sikap yang ditujukan atau tentang kecenderungan yang tampak dalam proses yang sedang berlangsung, pertentangan yang meruncing serta kerjasama yang dijalankan. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data berupa panduan wawancara, buku catatan, kamera digital, dan recorder. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut: 3.5.1 Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini berasal dari:
54
3.5.1.1 Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dengan maksud menggali informasi. Dalam penelitian
kualitatif,
wawancara
dilakukan
secara
mendalam.
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan tak berstruktur. Wawancara terstruktur adalah peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya sedangkan wawancara tak berstruktur adalah teknik wawancara yang tidak menggunakan pedoman
wawancara
secara
sistematis,
tapi
disesuaikan dengan situasi dan kondisi fenomena di lapangan artinya pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan seharihari. Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa poin-poin pokok yang akan ditanyakan peneliti pada informannya dan dapat berkembang pada saat wawancara berlangsung. Pertanyaan dibuat sederhana serta disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, agar baik peneliti maupun informan dapat saling memahami. Materi wawancara mengarah pada keadaan obyektif mereka yang terkait dengan proses Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan di Kota Serang dalam bentuk apapun dan disesuaikan menurut jadwal yang sudah ditetapkan. Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa
55
poin-poin pokok yang akan dikembangkan
pada
saat
ditanyakan
pada
informan
dan
wawancara berlangsung. Hal ini
dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung secara alami dan mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif. Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Dimensi
Kisi-kisi Pertanyaan
Pelaku Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan
1. Kontrol Internal 2. Kontrol Eksternal
Standar Oprasional Prosedur (SOP) Pengawasan
1. SOP pengawasan 2. Alat Monitoring 3. Tindakan Korektif
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Pemerintah 2. LSM 3. Swadaya Masyarakat 1. Jadwal Kontrol Pelaksanaan Pengawasan
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
Informan 1. Kepala Seksi Pemeriksaan, Penyidikan Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 1. Kepala Seksi Pemeriksaan, Penyidikan Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 2. Koordinator Pemeriksaan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 3. Staff Pemeriksaan Obat Tradisional. 1. Kepala Seksi Pemeriksaan, Penyidikan Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 1. Koordinator Pemeriksaan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. 2. Staff Pemeriksaan Obat Tradisional.
(Sumber: Peneliti, 2014) 3.5.1.2 Observasi Observasi merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara mengadakan pengamatan langsung dilokasi penelitian, sesuai dengan yang diutarakan oleh Usman (2000:52); observasi adalah
56
pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Dari hasil pengamatan itu dilakukan pencatatan mengenai objek yang diamati. 3.5.2 Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.5.2.1 Studi literatur atau kepustakaan Dalam studi literatur dan kepustakaan, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi baik buku ataupun jurnal ilmiah yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. 3.5.2.2 Studi Dokumentasi Dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data sekunder. Menurut Guba dan Licoln dalam Moleong (2002:16) mendefinisikan dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi objek penelitian, baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
57
3.6
Informan Penelitian Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan dilokasi
penelitian, dipilih secara Purposif merupakan metode penetapan informan dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan informasi yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, dengan maksud penetapan informan berdasar kriteria-kriteria sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Informan
tersebut
ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan sesuai fokus masalah penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Kode Informan I1
Tabel 5 Informan Penelitian Informan
Kepala Seksi Pemeriksaan, Penyidikan Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen. I2 Koordinator Pemeriksaan, Penyidikan Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen. I3 Staff Bidang pemeriksaan Obat Tradisional. I5 Pemilik Sarana Distribusi Obat Tradisional I6 Masyarakat (Sumber: Peneliti, 2014)
Keterangan Key Informan
Secondary Informan
Key Informan Secondary Informan Secondary Informan
58
3.7
PedomanWawancara Pedoman wawancara merupakan alur atau pedoman bagi peneliti dalam
melakukan wawancara dengan informan. Pedoman wawancara ini disusun guna mempermudah peneliti dalam proses wawancara yang akan dilakukan. 3.8
Teknik Analisis Data Menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2006: 248) analisis data
kualitatif adalah: ”Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”. Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles & Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan verifikasi (verification). Apabila digambarkan proses tersebut akan nampak seperti berikut ini.
59
Gambar 6 Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) (Sumber: Miles dan Huberman, 2007) Pertama, Kegiatan reduksi data, pada tahap ini terfokus pada pemilihan, penyederhanaan, dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Dalam proses ini dipilih data yang relevan dengan fokus penelitian. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap selama dan sesudah pengumpulan data sampai laporan hasil. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat ringkasan data, menelusuri tema terbesar dan membuat kerangka penyajian data. Kedua, Penyajian data dalam kegiatan ini peneliti menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik dipisahkan, kemudian topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing-masing tempat diberi kode, hal ini dikarenakan agar tidak terjadi ketimpangann data yang telah dijaring. Pada tahap ini data disajikan dalam
kesatuan tema yang
terkhusus pada permasalahan yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian. Ketiga, Data yang telah dikelompokkan yang sesuai dengan topik-topik, kemudian diteliti kembali dengan cermat, mana data yang sudah lengkap dan mana data belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan
60
kegiatan ini dilakukan selama penelitian berlangsung. Keempat, Setelah data dianggap cukup dan dianggap telah sampai kepada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya adalah menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan kesimpulan. 3.9
Uji Kebsahan Data Dalam uji keabsahan data bahwa setiap keadaan harus memenuhi 3 hal.
(1) mendemonstrasikan hal yang benar, (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, (3) memperbolehkan keputusan yang dapat dibuat tentang konsistensinya dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusankeputusannya (Moleong, 2006:320). Untuk menguji kebasahan data dapat dilakuan dengan tujuh tekhnik, yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, pengecekan anggota (member check). Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan tekhnik triangulasi dan pengecekan anggota (member check). Keterandalan dari suatu alat pengukuran didefinisikan sebagai kemampuan alat untuk mengukur gejala secara konsisten yang dirancang untuk mengukur. Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, penelitian ini menggunakan dua cara sebagai berikut: 1. Triangulasi (Triangulation) Triangulasi bertujuan bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2006: 271). Triangulasi
61
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. terdapat 3 macam teknik triangulasi menurut Sugiyono, yaitu: 1. Triangulasi Sumber Yaitu membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. 2. Triangulasi Teknik Yaitu menguji kredibilitas dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Bila dengan beberapa teknik itu didapat data yang berbeda-beda maka peneliti melakukan diskusi untuk memastikan data yang mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena dari sudut pandang yang berbeda-beda. 3. Triangulasi Waktu Yaitu menguji kredibilitas dengan cara melakukan pengecekan dengan observasi, wawancara atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Dimana dalam penelitian ini peneliti mencari sumber lain dengan melakukan observasi dan analisis dokumen sebagai pembanding data yang diperoleh dari narasumber.
62
2. Mengadakan Membercheck Mengecek ulang atau membercheck yaitu adanya masukan yang diberikan oleh informan. Setelah hasil wawancara dan observasi dibuat ke dalam transkrip, transkrip tersebut diperlihatkan kembali kepada informan untuk mendapatkan konfirmasi bahwa transkrip itu sesuai dengan pandangan mereka. Informan melakukan koreksi, mengubah atau bahkan menambahkan informasi. Membercheck bertujuan untuk menghindari salah tafsir terhadap jawaban informan saat wawancara, menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden pada saat observasi, dan mengkonfirmasi perspektif temik informan terhadap suatu proses yang sedang berlangsung. Setelah membercheck dilakukan, maka pemberi data dimintai tandatangan sebagai bukti otentik bahwa peneliti telah melakukan membercheck. Selanjutnya hal yang tidak dapat diabaikan pada tingkat keabsahan data melalui referensi atau sumber. Sebagai hasil pembanding terhadap tulisan yang telah disusun, selanjutnya keabsahan data dievaluasi melalui referensi berupa tape recorder, dan kamera foto. 3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.10.1 Lokasi Penelitian Lokasi yang dipergunakan dalam penelitian bertempat di Balai Pengawas Obat dan Makanan yang berlokasi di Jalan Syech Nawawi AlBantani Kelurahan Banjarsari Kecamatan Cipocok Jaya Serang, Banten.
63
3.10.2 Waktu Penelitian Tabel 6 Jadwal Penelitian Kegiatan
WAKTU PELAKSANAAN TAHUN 2014 Mar
Observasi Awal Skripsi Penyusunan Proposal Skripsi Bimbingan dan Perbaikan Proposal Skripsi Seminar Proposal Skripsi Penyusunan Bab. IV Skripsi Peyusunan Hasil Penelitian Pembuatan kesimpulan dan Saran Daftar Sidang Skripsi Sidang Skripsi (Sumber: Peneliti, 2014)
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang Kota Serang merupakan salah satu dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Banten yang memiliki kedudukan sebagai pusat pemerintah Provinsi Banten. Wilyah Kota Serang terletak pada koordinasi 618.000 m sampai dengan 638.600 m dari Barat ke Timur dan 9.337.725 m sampai dengan 9.312.475m dari Utara ke Selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 km. Berdasarkan keadaan geografisnya Kota Serang memiliki luas 266,74 km² yang terdiri dari 6 kecamatan. Sebagai Ibukota Provinsi kehadirannya adalah sebuah konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi Banten. Terdiri dari 6 (enam) Kecamatan yaitu: Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Walantaka, Kecamatan Curug, Kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan Taktakan. Kota Serang memiliki luas wilayah 266,77 km² dengan jumlah penduduk sekitar 523.384 jiwa dan Batas Wilayah sebelah Utara yaitu Teluk Banten sebelah Timur yaitu Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas, dan Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang, sebelah Selatan yaitu Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir dan Kecamatan Baros Kabupaten Serang, serta sebelah Barat yaitu Kecamatan
64
65
Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. (Sumber:www.serangkota.go.id)
Gambar 7 Peta Administratif Wilayah Kota Serang Kota ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya RUU Kota Serang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007, kemudian dimasukan dalam lembaran Negara Nomor 98 Tahun 2007 dan tambahan lembaran Negara Nomor 4748,tertanggal 10 Agustus 2007. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Banten dalam mempercepat terwujudnya Pemerintah Kota Serang telah mempersiapkan empat kelompok kerja (Pokja) yang akan bekerja sebelum ditetapkannya Pejabat Walikota Serang. Keempat Pokja tersebut terdiri dari Pokja Personil, Pokja Keuangan, Pokja Perlengkapan dan Pokja Partai Politik. Kota Serang yang tergolong baru dan merupakan pemekaran dari Kabupatern Serang memiliki Visi:
66
“Terwujudnya penyelanggaraan pemerintahan, pelayanan pimpinan dan pelayanan publik di bidang informasi dan kehumasan yang berkualitas.” Sedangkan Misi Kota Serang yang merupakan langkah kongkrit dalam melakukan pembangunan dan kemajuan Kota Serang yaitu sebagai berikut: 1. Mengembangkan aparatur kehumasan yang profesional dalam mengelola informasi. 2. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi. 3. Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
sistem
informasi
dan
komunikasi. 4.1.2 Strategi Kota Serang 1. Strategi Jangka Pendek Strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Serang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui strategi jangka pendek, yaitu: 1. Menentukan posisi Kota Serang melalui identitas dan visi yang kuat yaitu: “Serang Semarak, Kota Pelabuhan yang religius” 2. Membangun
aparatur
(birokrasi)
yang
profesional
dan
berkualitas tinggi. 3. Review penataan Kota yang berorientasi pada DEEP (DesignEnvironment-Economics-Planning). 4. Pengesahan pada penataan bangunan dan lingkungan. 5. Supremasi hukum.
67
2. Strategi Jangka Panjang Strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Serang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui strategi jangka panjang yaitu: 1. Kesinambungan dan pembangunan lingkungan yang responsif dengan cara penilaian lingkungan dari penguatan menggunakan teknologi,
“Green
Development”
standar
perencanaan,
menggunakan energi alternatif yang renewable non pollutant serta recycle dan regeneration. 2. Menjadi Kota Dunia yang berkelanjutan : mempunyai identitas yang kuat, visi pembangunan yang bersih, kreatif, dalam memasarkan potensi
daerah, roda ekonomi
yang terus
berkembang, budaya dan persamaan hak masyarakat serta keseimbangan lingkungan. 3. Meningkatkan
kualitas
hidup
melalui
stabilitas
politik,
kebebasan personal, pencegahan pencemaran udara, kualitas kesehatan, pendidikan, makanan dan minuman serta tempat pentas seni. 4. Perencanaan urban desain yang berkelas dunia meliuti infrastruktur, pembangunan infomation technology, pembangnan kota satelit, sistem transportasi massal, land use mix dan
68
pembangunan yang manusiawi yang menyediakan tempat untuk pejalan kaki, penyandang cacat dan sepeda. 5. Pembentukan karakter kota dan tempat yang berkesan meliputi : pemeliharaan dan konservasi kawasan dan bangunan cagar budaya, menciptakan dan menata ruang publik, membuat “architecture landmark”. (Sumber:www.kotaserang.go.id) 4.1.3 Gambaran Umum Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya.Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar
69
dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat. Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk tersebut untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. (Sumber:www.pom.go.id) Berdasarkan
surat
keputusan
kepala
Badan
POM
RI
No.05018/SK/KBPOM Tgl. 17 Mei 2001, Balai POM di Serang mempunyai struktur organisasi terdiri dari 4 (empat) Eselon IVA yaitu: 1. Kepala seksi pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan infromasi konsumen. 2. Kepala seksi pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. 3. Seksi pengujian pangan, mikrobiologi, dan bahan berbahaya.
70
4. Kepala sub bagian tata usaha.
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Balai POM di Serang adalah unit kerja dari Badan POM RI sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI no.05018/SK/KBPOM tahun 2001 tenntang Organisasi dan Tata Kerja UPT dilingkungan badan POM RI. Balai POM di Serang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Dalam melaksanakan tugas, Balai POM di Serang selaku salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dilingkungan Badan POM RI menyelengarakan fungsi sebagai berikut: a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan b. Melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen. c. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, mikrobiologi, pangan dan bahan berbahaya. d. Pelaksanaan
pemeriksaan
setempat,
pengambilan
contoh
dan
pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi produk obat dan makanan.
71
e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum. f. Pelaksanaan serifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh kepala badan POM RI. g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen. h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan. j. Pelaksanaan tugas lain ditetapkan oleh kepala badan sesuai dengan bidang tugasnya. 4.1.5 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Berdasarkan keputusan tersebut maka Balai POM membuat struktur organisasi yang berguna untuk mempertegas fungsi dan tanggung jawab setiap bagian yang ada didalamnya. a. Sekretariat Utama Sekretariat Utama melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan organisasi, pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai
72
pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan. Disamping itu dilakukan pembinaan administratif beberapa Pusat yang ada di lingkungan Badan POM dan unit-unitpelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia. b. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Deputi
Bidang
Pengawasan
Produk
Terapetik
dan
NAPZA
melaksanakan penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk terapetik, inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik dan inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan. c. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemenmelaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik
73
dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik. d. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan Sistem Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Disamping itu diselenggarakan surveilan, penyuluhan dan informasi keamanan pangan dan bahan berbahaya. Didukung antara lain Tim Penilai Keamanan Pangan. e. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengembangan prosedur pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan bahan berbahaya. Disamping merupakan rujukan dari 26
74
(duapuluh enam) laboratorium pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selain ditunjang dengan laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan, juga didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk analisis
fisikokimia
seperti
Kromatografi
Cair
Kinerja
Tinggi,
Kromatografi Gas, Sektrofotometer Absorpsi Atom, Spektrofotometer Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis dan Smoking Machine; analisis mikrobiologi dan biologi. f. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat
Penyidikan
Obat
dan
Makanan melaksanakan
kegiatan
penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya. g. Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. h. Pusat Informasi Obat dan Makan
75
Pusat Informasi Obat dan Makanan memberikan pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi Badan POM. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil fokus penelitian pada salah satu bidang yaitu pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang yang menjadi tanggung jawab dan wewenang bidang pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan informasi konsumen (Pemdik Serlik) yang memiliki sub bagian Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Adapun tabel susunan organisasi BPOM Provinsi Banten sebagai berikut: Kepala Badan POM
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Pengujian Produk Terapetik, Napza, Obat Tradisional, Kosmetik Dan Produk Komplemen (TERANOKOKO)
Seksi Pengujian Produk Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi
Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen (PEMDIK SERLIK)
Gambar 8 Struktur Organisasi Balai POM Provinsi Banten (Sumber:BPOM, 2014) Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik
76
dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai
pro
justicia.
Didukung
oleh
antara
lain Tim
Penilai
Obat
Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik. 4.1.6 Kerangka Konsep SisPOM Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapisyakni: 1. Sub-sistem Pengawasan Produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan caracara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia. 2. Sub-sistem Pengawasan Konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
77
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya. 3. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. 4.2 Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data merupakan penjelasan rnengenai data yang telah didapatkan dari hasil penelitian lapangan dalam penelitian
mengenai
Pengawasan Badan PM dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang. Data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan penjelasan yang
78
peneliti dapatkan melalui proses wawancara dan observasi langsung. Dalam penelitian ini, kata-kata dan penjelasan para informan yang diwawancarai merupakan sumber data utama, Sumber data utama dicatat dalarn catatan tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan selama proses wawancara berlangsung. Selain data berupa kata-kata dan penjelasan dari informan, dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan data-data dari dokumentasi, studi pustaka dan juga dokumentasi yang sengaja peneliti ambil sendiri melalui pengamatan langsung. Dokurnentasi tersebut bermacam-macam bentuknya, diantaranya adalah Profil BPOM, Fungsi dan Tata Kerja BPOM Provinsi Banten. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan berperanserta adalah berupa catatan lapangan peneliti dan foto tempat penelitian dan Aktivitas wawancara peneliti beserta Informan. Alasan peneliti menggunakan data berupa foto adalah karena foto dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah dan menganalisis objek yang sedang diteliti melalui segi-segi subjektif. Selanjutnya, karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, berdasarkan teknik analisis data kualitatif data-data tersebut dianalisis selama penelitian berlangsung, Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui observasi, wawancara, narasi, dan studi dokumentasi dilakukan reduksi untuk dapat mencari tema dan polanya serta diberi kode-kode pada aspek tertentu
berdasarkan
jawaban-jawaban
yang
Sama
dan
berkaitan
79
denganpembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan katagorisasi, Dalammenyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan kode yaitu: a.
Kode Q menandakan daftar pertanyaan.
b.
Kode I menandakan daftar informan.
Setelah memberi kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka dilakukan katagorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian dilapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut mengingat
penelitian
ini
adalah
penelitian
kualitatif
dengan
tidak
menggeneralisasikan jawaban penelitian. 4.3 Pembahasan Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan. Pengawasan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan prinsip-prinsip yang harus diterapkan untuk mencapai strategi pemantauan menurut Joko Widodo (2011:94-96). Dimana dalam teori ini memberikan tolak ukur komponenkomponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pengawasan, untuk menjamin pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang dapat berjalan dengan semestinya. Komponen-komponen penting dalam melakukan pengawasan menurut Joko Widodo yaitu, pelaku pengawasan pelaksanaan kebijakan, standar operasional prosedur pengawasan, sumber daya keuangan dan peralatan dan jadwal pelaksanaan pengawasan. Kegiatan Pengawasan Obat Tradisional Oleh BPOM
80
Provinsi Banten dapat diketahui berjalan kurang maksimal berdasarkan empat prinsip strategi pemantauan yang telah disebutkan. Urutan
prinsip strategi
pemantauan diurutkan berdasarkan prioritas yang peneliti rasa semestinya diutamakan
oleh BPOM provinsi Banten, Masing-masing prinsip tersebut
diuraikan berdasarkan indikator-indikator untuk mempermudah dan rnemahami aspek-aspek yang diteliti. 4.3.1 Pengawasan BPOM dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang Pengawasan memiliki arti penting bagi pemerintah, karena akan memberi umpan balik untuk perbaikan pengelolaan pembangunan, sehingga tidak keluar dari jalur/tahap dan tujuan yang telah ditetapkan. Sementara bagi pelaksana, pengawasan merupakan aktivitas untuk memberikan konstribusi dalam proses pembangunan agar aktivitas pengelolaan dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien. Kota Serang adalah wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Serang dan merupakan Ibukota Priovinsi Banten. Kota Serang mulai tumbuh dan berkembang terutama dalam kegiatan perekonomian dan hal ini menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat dari luar untuk bekerja dan mengadu nasib di Kota Serang. Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Serang tahun 2013 menunjukan peningkatan jumlah penduduk yaitu ada 1% hingga 3% atau 500-1000 jiwa angka pertumbuhan penduduk di Kota Serang per tiga bulannya. Angka tersebut berasal dari urbanisasi dan angka kelahiran,
81
tetapi angka urbanisasi masih menjadi yang paling banyak menyumbangkan bartambahnya jumlah penduduk di Kota Serang. Adanya peningkatan jumlah penduduk di Kota Serang diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat. Kondisi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi peningkatan jumlah sarana distribusi dan peredaran obat tradisional di Kota Serang, salah satunya sarana distribusi dan obat tradisional. Sehingga dibutuhkan suatu pengawasan dalam peredarannya. Pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang merupakan salah satu tanggung jawab BPOM Provinsi Banten khususnya bidang Pengawas Obat Tradisional dengan tugas pokok melakukan penilaian dan registrasi produk, serta pengawasan terhadap peredaran obat tradisional, penandaan, periklanan dan Penegakan hukum. Dalam melakukan pengawasan BPOM menerapkan dua tahap pengawasan. Pengawasan pre market dan pengawasan post market . 1)
Pengawasan Pre Market Pre-Market Control adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
produk beredar di pasaran, antara lain dengan melakukan standardisasi, pembinaan dan audit cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) serta penilaian dan pengujian atas mutu keamanaan sebelum produk diedarkan. Adapun alur pengawasan pre-market adalah sebagai berikut: Berdasarkan tabel diatas, Pelaku Usaha Industri Obat Tradisional yang ingin melakukan pendaftaran izin usahanya dapat melakukan
82
pendaftaran dengan mengisi form surat permohonan izin produksi yang ada di Balai POM, bersamaan dengan itu pelaku usaha juga membuat surat permohonan persetujuan lay out yang ditunjukkan ke Badan POM. Surat permohonan izin produksi yang disetujui akan ditindak lanjuti oleh Kementerian Kesehatan (untuk Industri Obat tradisional) atau Dinas Kesehatan Provinsi (untuk Usaha Kecil Obat Tradisional) kemudian ditembuskan ke Badan dan Balai POM serta DinKes Provinsi. Setelah Kementerian Kesehatan memberikan izin, kemudian Kementerian Kesehatan memberikan surat kepada Balai POM untuk melakukan inspeksi ke Sarana Produksi guna melihat kesesuaian lay out yang diberikan dengan kondisi real di lapangan serta memperhatikan apakah sarana produksi sudah memenuhi syarat dalam melakukan suatu kegiatan produksi, jika dalam inspeksi tersebut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Balai POM belum lengkap maka akan dilakukan inspeksi ulang oleh Balai POM sampai sarana produksi benar-benar memenuhi syarat. Namun, jika dalam inspeksi tersebut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Balai POM sudah sesuai, Maka akan dilanjutkan dengan pemberian surat rekomendasi dan hasil pemeriksaan Balai POM setempat yang ditunjukkan ke Badan POM dan di serahkan ke Direktorat Jenderal Binaan Farmasi dan Alat Kesehatan (DirJen
83
BinFarAlKes). Setelah mendapat persetujuan dari Badan POM dan DirJen BinFar Alkes, maka pelaku usaha akan mendapatkan Izin Produksi. Setelah
mendapatkan
izin
produksi,
pelaku
usaha
dapat
mengajukan surat izin edar dengan memberikan sampel produk ke Badan POM pusat untuk dilakukan uji Laboratorium guna memperoleh izin edar. Adapun bagan alur pengawasan pre-market adalah sebagai berikut:
Pelaku Usaha Surat Permohonan Izin Produksi
Surat Permohonan Persetujuan Lay Out
Badan POM
KemKes /DinKes Prov(ditembuskan ke Badan, Balai & Dinkes Kota) Balai POM (Tingkat Provinsi) Belum Sesuai
Inspeksi
Sesuai (Complaid)
Surat Rekomendasi
Izin Produksi
Pengajuan Izin edar
Badan POM
Gambar 9 Bagan Alur Pengawasan Pre-Market (Sumber:BPOM Provinsi Banten, 2014)
84
2)
Pengawasan Post-Market Sedangkan
untuk,
Post-Market
Control
yaitu
merupakan
pengawasan yang dilakukan saat obat beredar di pasaran, adapun bentuk pengawasan post-market yaitu: 1. pengawasan produksi dan distribusi Dalam pengawasan produksi. Setelah produsen memperoleh izin produksi, Balai POM selanjutnya melakukan pengawasan ke tempat produsen tersebut guna mengawasi apakah dalam pembuatan obat tradisional sudah memenuhi standar CPOTB dan mengenai sarananya apakah sudah sesuai berdasarkan standar GMP (Good Manufacturing Practice), dalam pemeriksaan ini minimal dilakukan setahun sekali namun jika ditemukan penyimpangan dalam
implementasi
baik
CPOTB maupun
GMPnya maka pemeriksaan dilakukan secara intensif hingga produsen melakukan perbaikan pada kegiatan produksinya bersamaan dengan diberikannya surat peringatan kepada produsen agar sesegera mungkin melakukan perbaikan, surat peringatan diberikan sebanyak tiga kali, jika produsen melanggar atau tidak menjalankan peringatan yang diberikan oleh BPOM, maka BPOM akan menindak ke tingkat selanjutnya atau ke ranah hukum (pro justicia). Dalam pemeriksaan sarana distribusi. BPOM melakukan pemeriksaan secara langsung dilapangan, pemeriksaan dilakukan
85
berdasarkan random sampling dimana dalam pemeriksaannya dilakukan secara acak pada setiap sarana distribusi yang ada di setiap wilayah. Dalam pemeriksaan ini, jika ditemukan obat tradisional berbahaya maka BPOM akan menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana distribusi hingga
melakukan
penyitaan
produk
yang
diduga
berbahaya/dilarang. 2. Pemeriksaan sampling Dalam melakukan pengawasan di sarana distribusi BPOM juga melakukan
pembelian
produk
pada
saat
melakukan
pengawasan/pemeriksaan langsung di lapangan guna pemeriksaan sampling, pengujian sampling dilakukan di laboratorium BPOM Provinsi Banten. Hasil pemeriksaan akan dilaporkan kembali pada bagian
pengawasan
di
lapangan.
Jika
hasil
pemeriksaan
menunjukan bahwa produk tersebut tidak layak edar, maka BPOM akan menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana distribusi hingga melakukan penyitaan produk yang diduga berbahaya/dilarang. 3. Pengawasan iklan Pengawasan iklan merupakan pengawasan yang dilakukan oleh badan POM dalam mengawasi iklan yang dilakukan oleh produsen dalam memasarkan produknya. Pada dasarnya iklan yang dilakukan harus sesuai dengan produknya baik manfaatnya, komposisinya
86
maupun visual yang disajikan baik dalam kemasan atau dalam media masa dan elektronik. Dalam pelaksanaannya pengawasan dilakukan dengan cara melihat pada kemasan produk dan media masa maupun elektronik. Apabila ditemukan penyimpangan dalam kegiatan pemasaran produk/iklan, maka BPOM akan menegur pihak produsen terkait iklan yang dibuatnya. 4. Public warning Public warning merupakan produk BPOM dalam memberikan informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM RI terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin edar, produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM diseluruh wilayah indonesia. Dalam hal ini, BPOM Provinsi Banten setelah melakukan pemeriksaan dilapangan dan melakukan sampling uji laboratorium terkait temuan produk yang diduga berbahaya maka akan dirilis dan dimasukan kedalam forum public warning atau peringatan publik guna memberikan informasi kepada masyarakat terkait produk yang beredar dipasaran. 4.2.1 Kendala
Pengawasan
Balai
POM
Dalam
Peredaran
Obat
Tradisional di Kota Serang Dalam pengawasan peredaran obat tradisional Balai POM menerapkan dua tahap pengawasan, yaitu pengawasan Pre-Market dan pengawasan PostMarket.
87
1. Pengawasan Pre-Market Dalam pengawasan Pre Market Balai POM selaku dinas terkait hanya sebagai pengguna kebijakan yaitu lebih tepatnya mengawasi produk yang telah jadi artinya Balai POM hanya dapat mengawasi kandungan apa saja yang ada pada obat tradisional tersebut, untuk memutuskan apakah obat tersebut masih bisa beredar atau tidak itu tergantung kepada kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan (untuk industri obat tradisonal) dan Dinas Kesehatan (untuk usaha obat tradisional).Dalam pengawasan Pre-Market ini Balai POM tidak terlalu banyak mengambil peran penting dalam tugasnya, karena semua kebijakan ada pada DinKes dan KemKes. 2. Pengawasan Post Market Dalam pengawasan Post Market Balai POM melakukan pengawasan langsung di lapangan dengan berbagai macam bentuk pengawasan diantaranya pemeriksaan produksi dan distribusi obat tradisional, pemeriksaan sampling, pemeriksaan iklan, dan public warning. Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh oleh peneliti, di Kota Serang tidak ada sarana produksi obat tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh I3-2 Staff Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Konsumenkepada peneliti sebagai berikut: “sejauh ini yang kami ketahui di Kota Serang tidak ada sarana produksiobat tradisional (OT) seperti Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) atau Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) tetapi yang ada usaha jamu gendong. Namun untuk jamu gendong bukan merupakan wilayah kerja BPOM tetapi lebih ke Dinas Kesehatan, karena pada intinya BPOM hanya melakukan
88
pengawasan produk.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 26 September 2014 Pukul 09.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, Kota Serang tidak memiliki sarana produksi obat tradisional, hal itupun senada seperti yang diungkapkan oleh I4 Kasi Makanan, Minuman, Kosmetik dan Batra DinKes Kota Serang kepada peneliti: “..Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong dan depot-depot jamu.(Wawancara dengan I4, Serang 28 September 2014 Pukul 09.00 WIB). Sehingga dalam hal ini BPOM hanya melakukan pemeriksaan terhadap sarana distribusinya saja yang tersebar di seluruh wilayah Kota Serang. Data yang ada saat ini di Kota Serang terdapat 34 Sarana distribusi obat tradisional. Sarana distribusi yang dimaksud seperti apotik, apotik herbal, toko kelontong maupun depot jamu dandata tersebut merupakan hasil inspeksi langsung yang dilakukan BPOM dilapangan pada tahun 2013, karena pada kenyataannya BPOM tidak memiliki data riil mengenai jumlah sarana distribusi yang ada sehingga membuat pengawasan kurang optimal. Seperti yang diungkapkan I3-2 kepada peneliti: “kami memang tidak memiliki data riil mengenai jumlah sarana distribusi obat tradisional (OT) yang ada di Kota Serang ataupun di wilayah lainnya, karena untuk penjualan obat tradisional (OT) tidak diatur didalam undang-undang mengenai perizinannya. Tidak seperti Obat, kalau untuk obat kan sudah jelas siapa distributornya, seperti PBF (pedagang besar farmasi) dan siapa yang dapat menjualnya sudah ditentukan, sehingga dalam pengawasannya lebih mudah.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 26 September 2014 Pukul 09.30 WIB).
89
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional Pada Pasal 1 Poin 7: “Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.” Dan pada pasal 6 mengenai perizinan: 1) Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memilikiizin dari Menteri. 2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Tidak adanya kepastian hukum mengenai izin sarana distribusi obat tradisional (OT) khususnya usaha jamu racikan atau depot jamu memudahkan banyak orang membuka toko-toko jamu atau depot jamu baik tanpa ijin ataupun hanya ijin dari kelurahan atau kepolisian setempat. Seperti yang diungkapkan salah satu informan kepada peneliti: “ini (depot) tidak ada izinnya, kalau mau buka ya tinggal buka saja kecuali kalau ingin mengembangkan usahanya, baru harus mengurus perizinan itupun kalau ingin meminjam dana dari bank, tapi kalau dana dari sendiri tidak perlum mengurus izin. Biasanya sih ada yang izin dari RT/RW atau kelurahan atau juga kepolisian setempat.”(Wawancara dengan 15-4, Pemilik Depot Jamu “Istana Jamu Cinanggung”, Serang 27 September 2014 Pukul 20.00 WIB). Tidak adanya syarat membuka toko atau depot jamu membuat berjamurnya toko jamu di Kota Serang, adapun tabel jumlah depot/sarana distribusi yang ada di Kota Serang yang diperoleh oleh
90
peneliti dari BPOM Provinsi Banten dari hasil pemeriksaanadalah sebagai berikut: Tabel 7 Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional di Kota Serang Keterangan 2011 Jumlah saranaDistribusi 12 (Sumber: BPOM Provinsi Banten, 2014)
Tahun 2012 28
2013 34
Karena kemudahan tersebut banyak toko jamu/depot jamu yang membuka/menutup tokonya tanpa sepengetahuan BPOM, sehingga pengawasan menjadi sulit, seperti yang diungkapkan I3-2 kepada peneliti: “pernah kami memeriksa salah satu depot jamu di daerah Cipocok beberapa tahun yang lalu, tapi setahun setelah pemeriksaan kami coba periksa lagi ternyata depot tersebut sudah tutup.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 26 September 2014 pukul 10.00 WIB). Sehingga dalam hal ini, BPOM membuat suatu sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama baik dengan produsen, distributor ataupun masyarakat dan pemerintah, agar pelaksanaan kebijakan dapat terkendali dan tidak keluar dari tujuannya. Dimana
produsen
melakukan
pengawasan
internal
pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau
melalui
GMP (good
manufacturing practices) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Serta masyarakat melakukan pengawasan
melalui
peningkatan
kesadaran
dan
peningkatan
pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-
91
cara penggunaan produk yang rasional. Karena pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia dengan melakukan inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Selain terdapat kendala dalam data riil mengenai jumlah sarana distribusi yang ada, dalam melakukan pengawasan dilapangan BPOM juga
tidak dapat serta merta melakukan pemeriksaan ke sarana
distribusi yang dituju tanpa persetujuan langsung pemilik sarana distribusi jika pemilik sarana distribusi tidak berada di tempat, seperti yang diungkapkan informan kepada peneliti: “Kita tidak bisa begitu saja melakukan pemeriksaan, harus ada surat tugasnya, serta izin dari pemilik toko bahwa kita mau memeriksa tokonya.”(Wawancara dengan I2, Serang 20 November 2014 pukul 10.00 WIB). Hal tersebut juga senada seperti yang diungkapkan oleh petugas pemeriksaan dilapangan, kepada peneliti beliau ungkapkan: “Kita harus izin terlebih dahulu kepada pemilik toko. Jika tidak diizinkan kita cari target lain, tapi dengan catatan toko tersebut akan menjadi target pemeriksaan di bulan berikutnya. Jika masih menolak diperiksa, maka akan naik menjadi target penyidikan.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 20 November 2014 pukul 01.00 WIB).
92
Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM tidak bisa serta merta melakukan pemeriksaan kepada sarana distribusi obat tradisional tanpa persetujuan pemilik toko, sehingga sulit untuk menindak langsung toko yang menjual obat ilegal. Namun begitu, BPOM menjadikan toko tersebut sebagai target pemeriksaan di bulan atau tahun berikutnya, jika tetap menolak dilakukan pemeriksaan, maka BPOM menaikan tingkat pemeriksaan menjadi penyidikan bekerjasama dengan instansi hukum yang berwenang. 4.2.2 Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Kontrol diartikan sebagai proses usaha untuk melihat, dan menemukan apakah suatu kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan demikian bukan merupakan kegiatan yang berusaha mencari kesalahan yang telah dilakukan, namun ditujukan untuk menemukan secara dini kesalahan atau penyimpangan sehingga dapat dilakukan perbaikan dan pelurusan kembali agar akibat buruk yang ditimbulkan dari kesalahan atau penyimpangan tadi tidak berkelanjutan. Sehingga dalam hal ini kontrol atau pengawasan merupakan unsur terpenting dalam proses pengendalian pelaksanaan suatu kegiatan atau suatu kebijakan. Sedangkan pelaku kontrol merupakan subjeknya yang melakukan usaha. Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal. Pelaku kontrol internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian,
93
dan badan pengawas daerah.Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dalam hal ini pengawasan obat tradisional, dilakukan oleh beberapa instansi Pemerintahan. Seperti yang dijelaskan oleh informan kepada peneliti: ”Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi. Yaitu, Balai POM untuk di Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu biasanya Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik yang mengawas dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat.”(Wawancara dengan I1, Serang 23 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) Berdasarkan penjelasan di atas, pengawasan peredaran obat tradisional dilakukan oleh BPOM Pusat dan Daerah, BPOM Pusat melakukan pengawasan terkait perizinan produk dan sarana produksi sedangkan BPOM Daerah melakukan pengawasan terkait produk yang sudah memiliki izin tersebut beredar di masyarakat. Dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional BPOM dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat dalam hal sosialisasi terkait produk yang beredar. Disamping itu pengawasan tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah saja, seperti yang diungkapkan oleh informan kepada peneliti : “Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di pasaran, untuk Pre-Market sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan mutu dan lainnya. Kalau sudah beredar di masyarakat disebut Postmarket, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari
94
BPOM yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang tidak boleh beredar, kami juga ada pengawasan dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut ada parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa dipasarkan kembali, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning.” (Wawancara dengan I3-1, Serang 22 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pengawasan peredaran obat tradisional juga merupakan peran seluruh lapisan masyarakat, hal itu juga senada seperti yang disampaikan oleh informan kepada peneliti: “Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus pengawasan dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan unit layanan pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh bagian pemeriksaan obat tradisional.”(Wawancara dengan I2, Serang 22 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) Berdasarkan penjelasan dari informan tersebut dapat diketahui bahwa dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional dilakukan oleh berbagai macam instansi Pemerintah dan non Pemerintah. Namun secara khusus pengawasan peredaran obat tradisional dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dimana dalam hal ini BPOM memiliki tugas melakukan pengawasan terkait produk yang beredar dipasaran berdasaran izin dari BPOM itu sendiri. Terkait pelanggaran yang terjadi terhadap peredaran obat tradisional, BPOM juga bekerjasama dengan kepolisian atau pengadilan selaku lintas sektor dibidang hukum jika dalam pelanggaran yang terjadi sudah memasuki ke ranah hukum.
95
BPOM juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota terkait peredaran yang terjadi didalam Kota. Kerjasama yang dilakukan yaitu dalam kegiatan sosialisasi mengenai bahaya bahan berkimia obat dan dampak yang ditimbulkan namun sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan lebih condong ke pihak produsen tingkat mikro. Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki bidang tertentu terkait pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang yaitu pada bagian Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Konsumen. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Pusat, Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen (Pemdik Serlik) merupakan salah satu Bidang yang ada di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). yang dipimpin oleh 1 orang Kepala Seksi dimana dalam kegiatannya Pemdik Serlik melaksanakan kegiatan pemeriksaan, kegiatan penyidikan, kegiatan sertifikasi, dan kegiatan layanan informasi konsumen yang dalam pelaksanaannya dibagi dan dilakukan oleh masing-masing bagian. Untuk bagian pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan ke sarana produksi dan distribusi baik untuk komoditi obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan dan produk pangan serta bidang pemeriksaan juga melakukan pembelian sampel untuk diuji ke laboratorium. Untuk bagian penyidikan mempunyai tugas melakukan penindakan terhadap pelanggaran undang-undang kesehatan, narkotika, dan psikotropika. Selain itu juga melakukan intervensi untuk kegiatan pencegahan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan.
96
Untuk bagian Sertifikasi mempunyai tugas lebih banyak berpusat terhadap kegiatan perizinan baik itu untuk kepentingan izin produksi, izin edar produk atau terkait klaim halal. Untuk bagian layanan informasi konsumen tugas utamanya adalah membuat acara untuk sosialisasi kepada masyarakat baik pada media elektronik maupun media cetak. Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki pemahaman terhadap bahaya obat tradisional ilegal. Pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap peredaran obat tradisional dilakukan baik terhadap kegiatan produksi dimana produk belum beredar maupun pengawasan terhadap produk yang telah beredar dipasaran. Pengawasan kegiatan produksi harus dilakukan dalam rangka menciptakan kegiatan produksi yang higienis dan sesuai standar GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga tidak terjadi pencemaran dan penyimpangan dalam kegiatan produksi. Sedangkan pengawasan terhadap produk yang telah beredar dipasaran lebih ditekankan kepada aspek tata cara penyimpanan/pendistribusian dan pemeriksaan jenis produk yang beredar dipasaran guna memberikan perlindungan terhadap konsumen. Tetapi pada kenyataan dilapangan terdapat hambatan yang dihadapi oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan pengawasan yaitu pegawai pengawas yang belum memadai dari segi kuantitas sehingga tidak proporsional dengan luas wilayah pengawasan dan struktur organisasi. Yang memiliki tugas dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional adalah bidang pemeriksaan khususnya pemeriksaan obat tradisional yang berada dibawah naungan Bagian Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan
97
Layanan Konsumen (PEMDIK SERLIK) namun staff yang ada pada bagian tersebut belum memadai untuk melakukan pengawasan secara optimal. Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan: “Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang ada jelas belum sesuai.”(Wawancara dengan I1, Serang 23 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) Berdasarkan penjelasan yang diungkapkan oleh informan di atas selaku Kepala PEMDIK SERLIK, dapat diketahui bahwa jumlah SDM yang ada saat ini di bagian tersebut memang masih kurang dalam melakukan pengawasan. Hal itu juga senada dengan yang diutarakan oleh informan selaku koordinator pengawas obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen dan pangan kepada peneliti: “Saat ini SDM yang kita miliki belum mencukupi dalam melakukan pengawasan, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang ada, mungkin sekitar 36 orang.” (Wawancara dengan I2, Serang 22 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) selain informasi yang diberikan oleh kepala PEMDIK SERLIK dan koordinator obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen dan makanan. Peneliti juga menanyakan hal tersebut kepada salah satu staff pengawas obat tradisional yang
secara
langsung
melakukan
pengawasan
dilapangan,
beliau
mengungkapkan: “Kalau dalam pengawasan SDM kita belum mencukupi, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. Industrinya
98
banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus didahulukan.”(Wawancara dengan I3-1, Serang 22 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB) Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pegawai pengawas yang ada belum memadai dari segi kuantitas sehingga tidak proporsional dengan luas wilayah pengawasan dan struktur organisasi. BPOM melakukan pengawasan peredaran obat tradisional tidak hanya pada 1 wilayah saja, namun BPOM melakukan Pengawasan pada 1 Provinsi Banten dimana terdapat 8 Kabupaten Kota, selain itu BPOM tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja melainkan 5 komoditi yang harus diawasi. Yaitu, kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dengan banyaknya komoditi yang harus diawasi ditambah banyaknya jumlah Kabupaten dan Kota tidak sebanding dengan jumlah SDM yang dimiliki BPOM Serang. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, saat ini BPOM Provinsi Banten memiliki 54 orang pegawai dimana dalam kegiatannya dibagi atas beberapa seksi, yaitu Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (Pemdik Serlik) yang berjumlah 20 orang termasuk 1 kepala seksi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa seksi Pemdik Serlik memiliki pegawai lebih banyak daripada seksi lainnya karena dalam melakukan pengawasan, BPOM
melakukan pengawasan dilapangan
sehingga membutuhkan banyak personil dalam melaksanakan kegiatannya. Adapun agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
99
Tabel 8 Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten No.
Bidang
1.
Kepala BPOM Provinsi Banten
2.
Tata Usaha
Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, 3. Sertifikasi dan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (Pemdik Serlik) Seksi Pengujian Produk Terapetik, 4. NAPZA, Obat Tradisional, Kosmetika Dan Produk Komplemen (TERANOKOKO) Seksi Pengujian Produk Pangan, Bahan 5. Berbahaya dan Mikrobiologi (Sumber: BPOM Provinsi Banten, 2014)
Jumlah Pegawai 1 10
20
Keterangan Kepala Bpom Provinsi Banten 1 Orang Kepala Seksi 9 Orang Pegawai 1 Orang Kepala Seksi 19 Orang Pegawai 1 Orang Kepala Seksi 10 Orang Pegawai
11 12
1 Orang Kepala Seksi 11 Orang Pegawai
Adapun mengenai jumlah pegawai pada seksi pemdik serlik dibagi lagi atas beberapa bagian, seperti yang terdapat ada tabel berikut: Tabel 9 Jumlah Pegawai Seksi Pemdik Serlik No. Bagian Jumlah Keterangan 1. Kepala Seksi 1 Kepala Seksi 1 Orang Koordinator Pemeriksaan Farmasi Pemeriksaan 2 Orang Staff Pemeriksaan Farmasi kosmetik, obat 1 Orang Koordinator Pemeriksaan Obat tradisional, Tradisional, Kosmetik, Suplemen 2. suplemen 10 3 Orang Staff Pemeriksaan Obat makanan dan Tradisional, Kosmetik, Suplemen produk pangan 1 Orang Koordinator Makanan 3 Orang Staff Pemeriksaan Makanan Dan Minuman 3. Penyidikan 2 1 Orang Koordinator Penyidikan 1 Orang Staff Penyidikan Sertifikasi Dan 1 Orang Koordinator Serlik Layanan Informasi 2 Orang Staff/Pegawai Serlik 4. Konsumen (Serlik) 3 3 Orang Staff Pemeriksaan Makanan Dan Minuman 5. Penyidikan 2 1 Orang Koordinator Penyidikan 1 Orang Staff Penyidikan
100
Sertifikasi Dan Layanan Informasi Konsumen (Serlik) (Sumber:Peneliti, 2014) 6.
3
1 Orang Koordinator Serlik 2 Orang Staff/Pegawai Serlik
Dalam hal ini koordinator memiliki tanggung jawab lebih untuk mengkoordinir dan menjadi jembatan antara kepala seksi dengan staff, dimana kepala seksi memberikan tugas kepada masing-masing koordinator pengawasan yang kemudian disampaikan kepada masing-masing staff yang bersangkutan. Pelaku pengawas kebijakan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam implementasi fungsi pengawasan. Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa BPOM Provinsi Banten belum memiliki pegawai yang cukup dalam mengawasi peredaran obat tradisional di Kota Serang, yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian pemeriksaan khususnya dalam hal ini pemeriksaan obat tradisional, namun pegawai yang ada hanya terdiri dari 4 orang yaitu satu penanggung jawab dan tiga staff tetap sehingga dalam pelaksanaannya masih membutuhkan bantuan dengan bidang lainnya. Yaitu bidang pengawas obat, bidang pengawas kosmetik, bidang pengawas suplemen dan makanan. Pada dasarnya faktor sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber
untuk
melakukan
pekerjaan
secara
efektif.
Maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan efektif pula. Disisi lain balai pengawas obat dan makanan Provinsi Banten tidak dapat
101
menambah jumlah pegawai karena penambahan jumlah pegawai sudah diatur oleh BPOM Pusat. Penambahan jumlah pegawai tidak dapat dilakukan serta merta namun dibutuhkan pengkajian dan perhitungan dengan beban kerja dan akivitas yang dibutuhkan. Dengan kurangnya pegawai pada bidang pengawas obat tradisional dapat berdampak terhadap waktu yang telah ditentukan dan kinerja bidang-bidang lainnya. Karena dalam melakukan pengawasan dilapangan, bidang pengawas obat tradisional membutuhkan bantuan tenaga pegawai dari bidang lainnya. Pelaku pengawasan kebijakan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam implementasi fungsi pengawasan karena kredibilitas pelaku pengawasan akan sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan. Maka dalam hal ini pengawasan membutuhkan peran kedua belah pihak dalam prosesnya yaitu pihak internal dan pihak eksternal agar pelaksanaan kegiatan atau kebijakan berjalan dengan baik. Seperti yang dijelaskan oleh informan sebagai berikut: “..Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat.”(Wawancara dengan I1, Serang 23 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB) Berdasarkan penjelasan tersebut pelaku pengawasan juga merupakan tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat, hal ini senada dengan yang disampaikan oleh informan kepada peneliti “…diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat, distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang tidak boleh
102
beredar.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 22 Oktober 2014 pukul 11.30 WIB) Berdasarkan penjelasan di atas pelaku kontrol eksternal dilakukan oleh produsen produk itu sendiri, dan peran serta masyarakat sebagai konsumen. Dengan begitu pengawasan terhadap obat-obatan tradisional dapat dilakukan dengan baik, karena jika pengawasan hanya dilakukan oleh BPOM saja tanpa kepedulian pihak lain akan terasa percuma dan sulit dilakukan. Pengawasan yang dilakukan produsen terkait obat tradisional yaitu dengan menerapkan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) sesuai dengan lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380. Secara garis besar implementasi CPOTB, meliputi: 1. Personalia yang dimiliki hendaklah yang ahli sesuai tugas dan fungsinya. 2. Bangunan industri obat tradisional yang dimiliki hendaklah menjamin aktifitas industri berlangsung dengan aman. 3. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk kendaklah memiliki rancang bangun kontruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam, serta memudahkan pembersihan dan perawatannya. 4. Dalam pembuatan hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalina, bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk. 5. Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi persyaratan yang berlaku. 6. Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi syarat yang berlaku. 7. Melakukan pengawasan mutu merupakan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi.
103
8. Melakukan inspeksi diri apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB. 9. Melakukan dokumentasi produk yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Namun dalam kenyataan dilapangan terjadi ketimpangan dalam peran pelaku pengawas kebijakan. Yaitu, dari produsen selaku pengawas kebijakan eksternal, dimana dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan terkait pembuatan produk. Data ini diperoleh oleh peneliti berdasarkan laporan tahunan BPOM pada tahun 2013, BPOM telah memeriksa 8 produsen OT, 2 produsen yang diperiksa sudah memenuhi standar cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) sedangkan 6 lainnya tidak memenuhi standar CPOTB. Yaitu, dimana kelima produsen diketahui melakukan penyimpangan CPOTB berupa higienis dan sanitasi danfasilitas penunjang tidak memenuhi syarat. Sedangkan satu produsen lainnya dalam penandaan tidak memenuhi syarat. Dan diberikan sanksi peringatan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata produsen OT baik dalam kegiatan berproduksi maupun pengawasan yang dilakukan oleh produsen kurang optimal. Serta ditambah CPOTB belum dilaksanakan disebagian besar industri obat tradisional terutama Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT). Seperti yang disampaikan oleh Informan kepada peneliti: “biasanya untuk produsen obat tradisional yang besar, seperti sidomuncul sudah melakukan CPOTB dengan baik, namun untuk obatobatan skala industri kecil pelanggaran produk masih
104
ditemukan”(Wawancara dengan I2, Staff Bagian Pemeriksaan BPOM, Serang 31 September 2014 Pukul 10.00 WIB). Produsen mempunyai kewajiban melakukan pengawasan dalam kegiatan berproduksi dengan menerapkan CPOTB dan Good Manufacturing Practice (GMP) guna menghasilkan produk yang sehat untuk dikonsumsi masyarakat, adapun penerapan CPOTB menurut BPOM RI terlampir. Namun dalam prakteknya masih ada produsen belum sepenuhnya menerapkan CPOTB dan GMP sampai saat ini. Seperti yang dijelaskan informan kepada peneliti: “berdasarkan hasil pemeriksaan kami dilapangan, dari sekian banyak produsen/sarana produksi obat tradisional (OT) sebagian besar sudah pernah diberi peringatan terkait CPOTB dan GMP, rata-rata terkait sanitasi dan higienis mengenai air yang digunakan dalam pembuatan produk.”(Wawancara dengan I3-2, Staff Bagian Penyidikan BPOM, Serang 2 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB). Pada kenyataannya penerapan CPOTB tidak dapat dilaksanakan secara serta merta dalam satu waktu, karena banyak sekali poin-poin yang harus dipenuhi yang dapat mempersulit produsen dalam memproduksi produknya, sehingga dalam hal ini BPOM terus mendorong produsen dengan cara memberikan peringatan setahap demi setahap hingga produsen dapat mencapai standar CPOTB yang sudah ditentukan. Dalam hal pengawasan, apalagi mengenai pengawasan pelaksanaan suatu kebijakan yang paling berperan penting didalamnya adalah masyarakat, karena pada dasarnya suatu kebijakan dibuat berdasarkan fenomenafenomena yang terjadi di masyarakat. Tanpa adanya masukan atau opini masyarakat
terkait
pengawasan
pelaksanaan
suatu
kebijakan
maka
105
pengawasan akan berjalan kurang optimal. Pengawasan peredaran obat tradisional yang dilakukan pemerintah membutuhkan dukungan dan bantuan penuh dari masyarakat, karena masyarakat merupakan sumber informasi utama dalam pelaksanaan pengawasan yang berhubungan langsung dengan produk yang dibuat. Selain pengawasan yang dilakuan oleh produsen, masyarakat juga memiliki peran dalam melakukan pengawasan yaitu dengan cara melakukan pengaduan kepada BPOM setempat apabila ditemukan obat tradisional yang mencurigakan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka sinergi kedua peran baik peran pihak internal maupun pihak eksternal sangat dibutuhkan dalam pengawasan kebijakan. Namun, berdasarkan fakta dilapangan rendahnya peran serta masyarakat dalam pengawasan akan adanya produk yang dilarang beredar membuat pengawasan menjadi kurang optimal, seperti tidak adanya pengaduan masyarakat mengenai obat tradisional ilegal yang beredar di Kota Serang padahal berdasarkan hasil observasi awal peneliti dilapangan banyak ditemukan obat tradisional ilegal dan banyak yang mengkonsumsi obat tersebut. Pernyataan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap data hasil laporan pengaduan konsumen. Adapun tabel data hasil laporan
pengaduan
konsumen
terlampir.
Berdasarkan
hasil
laporan
pengaduan konsumen pada tahun 2013, yang melakukan pengaduan mengenai obat tradisional sebanyak 39 kali jumlah pengaduan, namun untuk
106
pengaduan mengenai produk ilegal tidak ada, seperti yang diungkapkan oleh salah satu pegawai BPOM: “ada 38 jenis kategori pengaduan, untuk pengaduan mengenai produk ilegal masuk kedalam jenis kategori produk terdaftar tetapi untuk pengaduan tersebut jarang ada yang melakukan, untuk tahun kemarin saja tidak ada dan untuk tahun ini ada satu tetapi bukan bentuk pengaduan namun dalam bentuk pertanyaan.”(Wawancara dengan I2, Staff Bagian Penyidikan BPOM, Serang 5 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB). Selain melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dari BPOM, peneliti juga melakukan observasi di
lapangan untuk memastikan
implementasi pengawasan yang dilakukan oleh sarana distribusi depot jamu sebagai pihak eksternal yang menjual obat tradisional secara langsung kepada masyarakat, dan fakta di lapangan menjelaskan bahwa sarana distribusi depot jamu selaku pelaku pengawas eksternal memang masih rendah dalam pengawasannya, hal itu dibuktikan dari masih adanya sarana distribusi depot jamu yang menjual produk yang dilarang edar oleh BPOM. Adapun jenis produk seperti yang sudah dicantumkan peneliti di latar belakang yang diperoleh dari hasil observasi awal. Sehingga produk tersebut masih tetap laku dipasaran dan tetap beredar. Dalam hal ini, peneliti mencoba mencari tahu alasan depot jamu menjual obat tradisional ilegal, Berikut penjelasan informan mengenai alasan menjual jamu ilegal kepada peneliti: “Karena ada saja yang beli obatnya.”(Wawancara dengan I5-3, Pemilik Depot Jamu, Serang 1 Oktober 2014 Pukul 19.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas pemiliki toko menyediakan obat jamu ilegal tersebut atas banyaknya masyarakat yang membeli obat tersebut. Hal ini juga senada seperti yang disampaikan informan kepada peneliti saat
107
peneliti melakukan observasi di sarana distribusi depot jamu di lokasi yang berbeda: “Ya karena itu tadi, masyarakatnya merasa obatnya manjur, jadi ada saja yang membeli.”(Wawancara dengan I5-4, Pemilik Depot Jamu, Serang 1 Oktober 2014 Pukul 21.00 WIB). Berdasarkan penjelasan informan di atas dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pihak sarana distribusi juga belum optimal, karena pada dasarnya distributor berorientasi dibidang bisnis dimana terdapat banyak permintaan maka jumlah ketersediaan juga meningkat, hal ini disebabkan masyarakat masih membeli dan mengkonsumsi obat tradisional ilegal. Seperti yang diungkapkan informan kepada peneliti, saat peneliti bertanya mengenai alasan mengapa masyarakat masih mengkonsumsi obat ilegal tersebut: “Karena seketika merasa enak, jadi dikonsumsi terus menerus.” (Wawancara dengan I6-2, Masyarakat, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 16.00 WIB). Cepatnya efek yang dirasakan oleh konsumen membuat obat tradisional ilegal laku dipasaran sehingga peredarannya sulit dihentikan, hal tersebut juga senada diucapkan oleh infoman selaku konsumen yang menggunakan obat tradisional ilegal: “Pertama obatnya mudah didapat di warung-warung jamu, yang kedua itu untuk perubahan yang tadinya sakit jadi sehat.”(Wawancara dengan I61, Masyarakat, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 16.00 WIB). Alasan mudah didapat, murahnya harga dan tingginya khasiat membuat masyarakat masih membeli dan mengkonsumsi obat tradisional yang dilarang oleh BPOM. Nampak jelas bahwa dalam pelaku kontrol pelaksanaan
108
kebijakan terjadi ketimpangan, dimana pengawasan yang dilakukan seharusnya sesuai dengan SisPOM yang dibuat oleh BPOM RI yaitu dilakukan oleh produsen, masyarakat dan pemerintah, namun dalam kenyataannya masih terdapat rendahnya kepedulian baik dari pihak produsen maupun masyarakat sebagai konsumen. Disamping itu, untuk membantu BPOM dalam melakukan pengawasan BPOM membuat suatu produk peringatan publik (Public Warning) dalam memberikan informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM RI terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin edar, produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM diseluruh wilayah indonesia. Agar peringatan publik (Public Warning) diketahui oleh masyarakat maka diperlukan sosialiasi mengenai Public Warning kepada masyarakat karena tidak seluruh masyarakat mengetahui adanya peringatan publik (Public Warning) yang dibuat oleh BPOM guna membantu masyarakat mengetahui produk apa saja yang dilarang edar. Namun berdasarkan hasil observasi peneliti, masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui keberadaan Public Warning tersebut. Seperti yang disampaikan oleh informan kepada peneliti: “Pernah lihat di tv dan dikoran mengenai obat tradisional ilegal tetapi public warning saya tidak tahu.” (Wawancara dengan I5-1, Penjaga Depot Jamu, Serang 26 Oktober 2014 Pukul 18.00 WIB). Berdasarkan pemaparan informan tersebut, sosialisasi yang dilakukan oleh BPOM belum sepenuhnya dilakukan secara optimal. Hal itu senada
109
seperti yang disampaikan oleh informan kepada peneliti saat peneliti menanyakan mengenai sosialisasi terkait obat tradisional ilegal dan public warning: “Belum pernah dengar mengenai sosialisasi obat tradisional yang legal atau ilegal, tapi pernah baca dikoran mengenai jamu ilegal. public warning saya tidak tahu.” (Wawancara dengan I5-3, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 17.00 WIB). Kurang meratanya sosialisasi juga membuat masyarakat tidak tahu obat seperti apa yang layak dan tidak layak dipasaran sehingga memungkinkan masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap produk-produk tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan strategi pemantauan kurang berjalan dengan maksimal dikarenakan salah satu unsur pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan kurang berperan aktif. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pihak BPOM mengenai kurang meratanya sosialisasi, terdapat beberapa faktor yang perlu dikaji oleh BPOM dalam melakukan pengawasan yang berpengaruh terhadap kegiatan sosialisasi, berikut penjelasan informan kepada peneliti: “kami melakukan sosialisasi melalui internet seperti public warning, media elektronik seperti siaran televisi, siaran radio, ada juga melalui brosur atau spanduk dan juga kami langsung mengundang para produsen dan konsumen untuk memberikan sosialisasi baik mengenai tata cara produksi maupun informasi mengenai obat apa saja yang dilarang dikonsumsi, walaupun memang belum semua lapisan menerima informasi karena ada banyak hal yang menjadi penghambat sosialisasi tersebut baik hambatan dari internal maupun eksternal. Dari internal memang kami akui kami kekurangan SDM sebagai narasumber dan ditambah juga kami harus menyesuaikan dengan jadwal yang ada, jujur saja beban tugas kami dengan jumlah pegawai yang ada tidak sebanding, sehingga untuk sosisalisasi kami memang mengakui kurang optimal. Dan dari segi eksternal cakupan pengawasan kami cukup luas yaitu satu Provinsi Banten dengan wilayah seluas itu tidak mudah untuk melakukan sosialisasi, apalagi
110
mengundang produsen dari wilayah yang berbeda untuk dilakukan sosialisasi gabungan. Dan mengenai sosialisasi melalui internet maupun brosur atau juga pada saat ada pameran, kami sudah melakukan sosialisasi seoptimal mungkin, tetapi kembali lagi ke masyarakatnya apakah mereka menerima sosialisasi tersebut atau tidak.” (Wawancara dengan I1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, sosialisasi yang dilakukan oleh BPOM belum sepenuhnya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat karena banyaknya hambatan yang ada baik dari internal maupun eksternal, dimana hambatan internal terdapat pada segi SDM BPOM Provinsi Banten yang terbatas baik sebagai narasumber maupun sebagai pengawas dan hambatan eksernal yaitu luasnya cakupan area pengawasan, hal tersebut juga senada seperti yang diutarakan oleh informan berikut sebagai pihak koordinator pengawas obat tradisional kepada peneliti: “Dalam melakukan pengawasan, kami menerapkan manajemen resiko dimana pengawasan dilakukan pada daerah yang memiliki resiko lebih besar dalam melakukan penyimpangan-penyimpangan, penyimpangan yang dimaksud yaitu banyaknya peredaran obat ilegal atau terdapatnya sarana-sarana produksi ilegal. Ada 3 faktor utama dalam menerapkan manajemen resiko yang terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah, dan letak wilayah. Jadi dalam hal ini pengawasan kami lebih condong ke wilayah Tangerang karena menurut hasil kajian kami. Pertama, jumlah penduduk di wilayah tangerang lebih banyak dibandingkan ke tiga wilayah lainnya seperti Lebak, Pandeglang dan Serang. Kedua, luas wilayah Tangerang juga lebih besar dibandingan wilayah lainnya, sehingga penyebaran obat atau sarana produksi lebih banyak. Ketiga, letak wilayah Tangerang lebih strategis dimana berbatasan dengan Ibukota dan biasanya wilayah yang berada di perbatasan cenderung banyak terjadi penyimpangan dan tindak kriminal. Sehingga pengawasan dan sosialiasi kami masih berpusat di wilayah Tangerang dan selain itu, sarana produksi untuk obat tradisional lebih banyak berada di wilayah Tangerang.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
111
Berdasarkan pemaparan tersebut terbatasnya SDM yang ada dan luasnya cakupan area pengawasan menjadikan sistem manajemen resiko sebagai pilihan dalam melakukan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM Provinsi Banten. Hal tersebut juga senada seperti yang diungkapkan informan selaku staff pengawas yang melakukan pemeriksaan dilapangan kepada peneliti: “Untuk sosialisasi kami memang masih fokus di wilayah Tangerang karena menurut hasil pengawasan yang kami lakukan, di wilayah Tangerang banyak terdapat sarana produksi dan distribusi obat tradisional ditambah wilayah tangerang penduduknya lebih banyak dibandingan wilayah lainnya sehingga kemungkinan terjadi penyimpangan semakin besar, untuk wilayah Serang kami memang belum banyak melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang kami lakukan biasanya hanya di pameran saja seperti kemarin ulang tahun Kota Serang kami mendirikan stand disana dan memberikan informasi mengenai produk-produk ilegal termasuk obat tradisional.” (Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 13.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa faktor yang perlu dikaji oleh BPOM dalam melakukan sosialisasi baik mengenai public warning maupun sosialisasi lainnya, secara umum seperti faktor jumlah penduduk, faktor luas wilayah serta faktor letak wilayah. Sehingga sosialisasi yang dilakukan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Dalam hal ini sosialisasi yang dilakukan BPOM Provinsi Banten di Kota Serang yaitu melalui pameran-pameran yang diadakan minimal 1 tahun sekali. Faktor terpenting dalam penerapan suatu kebijakan khususnya mengenai pengawasan obat tradisional yang didalamnya dibutuhkan pengawasan dari masyarakat adalah melalui sosialisasi sebaik mungkin, baik berupa data, teori maupun praktek mengenai informasi obat tradisional baik
112
yang legal maupun yang legal. Sosialisasi yang baik akan menghasilkan penerapan kebijakan yang baik pula, sebaliknya sosialisasi yang buruk akan menimbulkan banyak masalah dalam penerapan kebijakan, dalam hal ini BPOM Provinsi Banten mengakui bahwa sampai saat ini sosialisasi yang dilakukan masih kurang mengenai seluruh lapisan masyarakat. Banyaknya kendala yang harus dihadapi membuat BPOM Provinsi Banten kesulitan melakukan sosialisasi serta kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi merupakan poin penting dalam memerangi peredaran obat tradisional ilegal, karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang dapat memproteksi diri dari hal-hal yang merugikan sedangkan pemerintah hanya membantu masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Partisipasi
masyarakat
dalam hal
pengawasan
peredaran obat
tradisional, yaitu masyarakat harus dapat menolak dan melaporkan jika ditemukan obat tradisional ilegal atau mencurigakan. Untuk mengetahui kerjasama masyarakat dengan Pemerintah dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, peneliti melakukan observasi mengenai partisipasi masyarakat dalam pengawasan peredaran obat tradisional ilegal, berikut penyampaian informan kepada peneliti: “Saya mah masa bodo mas, udah pusing mikirin gimana caranya bertahan hidup, udah gak kepikiran laporan ke BPOM segala.” (Wawancara dengan I5-1, Penjaga Depot Jamu, Serang 26 Oktober 2014 Pukul 18.00 WIB). Berdasarkan penjelasan tersebut nampak jelas bahwa masyarakat masih belum optimal partisipasinya dalam melakukan pengawasan peredaran obat,
113
hal itu juga serupa seperti yang diungkapkan informan selaku masyarakat mengenai partisipasi pengawasan kepada peneliti: “Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang tersebut. Kita tidak tahu mana yang legal mana yang ilegal, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya. (Wawancara dengan I5-2, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB). Berdasarkan
penjelasan
di
atas
belum
optimalnya
partisipasi
masyarakat dalam pengawasan peredaran obat tradisional dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kelegalan produk serta kurang meratanya sosialisasi yang dilakukan seperti yang diungkapkan informan kepada peneliti: “Belum, belum pernah. Tidak tahu mau mengadu kemana. (Wawancara dengan I5-3, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 17.00 WIB). Kurang optimalnya partisipasi masyarakat akan pengawasan peredaran obat tradisional dan kurang meratanya informasi membuat peredaran obat tradisional ilegal sulit dihentikan, karena dalam kehidupan berlaku hukum pasar dimana banyaknya pembeli/peminat maka banyak pula produksi yang dilakukan. Selama masyarakat masih mengkonsumsi obat tradisional ilegal maka peredarannya akan sulit dihentikan. Selain adanya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan. BPOM sebagai pihak pemerintah juga didukung dengan adanya kerjasama lintas sektoral dengan instansi lain didalamnya. Dalam hal pengawasan peredaran obat tradisional BPOM bekerjasama dengan Dinas Kesahatan dan untuk wilayah Kota BPOM Provinsi Banten bekerjasama dengan Dinas
114
Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang terkait mengenai penyuluhan sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Kesehatan dalam melakukan pengawasan obat tradisional. Seperti yang diungkapkan informan selaku Kasi pengawasan makanan, minuman, kosmetik, dan obat tradisional Dinas Kesehatan Kota Serang kepada peneliti: “Kami melakukan pengawasan batra (obat tradisional) sesuai dengan tupoksi Dinas Kesehatan Kota Serang yang diatur dalam perda no. 9 tahun 2008. yaitu dengan melakukan penyuluhan ke sarana distribusi batra dan ke sarana pengobatan tradisional. Untuk penyitaan diluar tanggung jawab kami, kalau itu ada di BPOM. Intinya kami hanya melakukan sosialisasi kepada distribusi batra melalui UPT yang ada di puskesmas dan kader-kader yang ada di setiap wilayah. Sasaran sosialisasi kami itu penjual jamu gendong, industri kecil obat tradisional (IKOT), usaha kecil obat tradisional (UKOT). dan depot jamu. Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong dan depot-depot jamu.” (Wawancara dengan I4, Kasi pengawasan makanan, minuman, kosmetik, dan obat tradisional Dinas Kesehatan Kota Serang, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Hal itupun serupa dengan pernyataan dari pihak BPOM Provinsi Banten bahwa dalam hal pengawasan, Dinas Kesehatan Kota Serang hanya memiliki tanggung jawab dalam memberikan sosialisasi kepada pemiliki usaha dan penjual obat tradisional sesuai dengan Perda yang berlaku. Dengan kata lain BPOM melakukan pemeriksaan obat tradisional secara individu tanpa ada campur tangan dengan instansi lain sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana dalam hal ini pengawasan obat dan makanan merupakan tanggung jawab BPOM sepenuhnya. Sehingga membuat pengawasan menjadi kurang optimal.
115
4.2.3 Standar Operasional Pengawasan Dalam melakukan pengawasan diperlukan suatu pedoman atau tata cara dalam melakukan pengawasan tersebut, sehingga pengawasan atau pemantauan yang dilakukan tersusun dan terencana serta dapat mengukur sejauh mana kebijakan yang telah dibuat dalam implementasinya terhadap objek kebijakan. Standard Oprational Prosedure (SOP) merupakan suatu standar/ pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan diberlakukannya SOP yaitu: 1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi. 3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. 4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. 5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. Serta, Fungsi adanya SOP yaitu: 1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja. 2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan. 3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. 4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja. 5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin. Dalam menjalankan pengawasan, peran pegawai memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional dan handal, sehingga dapat
116
mewujudkan visi dan misi instansi. BPOM di Serang memiliki SOP dalam melakukan pengawasan, seperti yang diungkapkan oleh informan kepada peneliti: “Jelas ada, karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat terhadap obat tradisional ilegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang kami dahulukan.” (Wawancara dengan I1 Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM memiliki SOP dalam melakukan pengawasan, dimana SOP yang ada kemudian menjadi acuan rencana kerja BPOM dalam melakukan pengawasan seperti yang diungkapkan informan selaku koordinator pengawasan kepada peneliti: “…kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan informan selaku pengawas langsung di lapangan mengenai rencana kerja pengawasan kepada peneliti: “Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi.” (Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM memiliki SOP yang baku dari BPOM pusat dalam melakukan pengawasan obat tradisional. SOP pengawasan yang dimiliki BPOM di Serang dibreakdown
117
menjadi rencana kerja tahunan yang kemudian dibreakdown menjadi rencana kerja bulanan dan mingguan sehingga dalam satu minggu BPOM memiliki sasaran target pemeriksaan yang sudah ditetapkan. Kemudian dari jumlah sasaran pemeriksaan tersebut dibagi kembali menjadi target perorangan, dimana setiap pengawas memiliki target pengawasannya dalam 1 tahun. Selain itu, BPOM melakukan monitoring evaluasi setiap bulan, pertriwulan atau pertahun mengenai target dan realisasi sarana yang diperiksa, baik sarana produksi maupun sarana distribusi, dan sampling. Dalam melakukan pengawasan kemungkinan menemukan masalah pasti ada, dalam hal ini BPOM selaku pengawas harus melakukan sebuah tindakan korektif agar dapat mengantisipasi masalah yang ada. Berikut pemaparan informan mengenai tindakan yang dilakukan: “Jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga meminta feedback dari industri tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami deadlinekan sekitar dua bulan.” (Wawancara dengan I1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dalam melakukan tindakan korektif dilapangan jika ditemukan suatu pelanggaran, BPOM memberikan surat peringatan yang berisi list apa saja yang harus dipenuhi oleh produsen untuk melakukan tindakan perbaikan dengan batas waktu sudah ditentukan. Hal ini juga senada seperti yang diucapkan oleh informan selaku koordinator BPOM kepada peneliti: “kasih peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh diperjual belikan, atau ini masih ada yang kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan berikutnya bahkan sampai ke ranah
118
hukum.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan hasil wawancara di atas, BPOM menindak tegas produsen yang menyalahi aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya, namun disisi lain juga BPOM secara tidak langsung meningkatkan standar mutu produsen secara bertahap agar dalam pembuatan atau kegiatan produksinya sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Selain produsen, BPOM juga memberikan peringatan bersamaan saat melakukan pemeriksaan pada sarana distribusi yang ada di Provinsi Banten khususnya di Kota Serang jika ditemukan suatu pelanggaran, seperti yang diungkapkan informan selaku petugas pengawas dilapangan kepada peneliti: “Kita seringkali beri surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita beri peringatan dan point-point yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalau tidak ada perubahan kita tindak ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih tidak ada perubahan kita dapat menyita atau melakukan pemusnahan di tempat. “(Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB). Selama ini mekanisme pemeriksaan dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota serang yang dilakukan oleh BPOM sudah memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis berdasarkan strategi pengawasan BPOM dimana obat beredar di masyarakat (Pre-Market) yang didukung pula oleh hasil breakdown SOP yang kemudian menjadi program kerja mingguan dan per individu. Berdasarkan hasil observasi peneliti saat melakuka penelitian dilapangan, BPOM melakukan pengawasan sesuai dengan prosedur pengawasan yang
119
dimiliki yaitu melakukan pemeriksaan setiap produk obat tradisional di sarana distribusi obat tradisional, hal ini juga di dukung oleh penjelasan informan selaku pemilik sarana distribusi yang pernah diperiksa oleh BPOM di daerah cipocok: “Ya gitu, mereka cek barangnya satu-satu terus bilang ini gak boleh dijual, yang ini gak boleh dijual…”(Wawancara dengan I5-3, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 17.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM melakukan pemeriksaan dan peringatan kepada sarana distribusi mengenai obat tradisional yang didagangkan sesuai dengan SOP pemeriksaan dan pengawasan. Hal itu juga serupa saat peneliti menanyakan kepada informan lain selaku pemilik sarana distribusi obat tradisional mengenai pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM di daerah cikulur: “BPOM kesini memberi tahu mana obat tradisional yang ilegal dan mana yang resmi lalu BPOM membeli OT ilegal buat sampel.” (Wawancara dengan I5-2, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB). Dari keterangan di atas BPOM melakukan pemeriksaan sesuai dengan strategi pengawasan yang dimiliki dimana dalam pengawasan post-market BPOM melakukan pemeriksaan yang meliputi: 1. Pengawasan Produksi dan Distribusi Dalam pengawasan produksi. Setelah produsen memperoleh izin produksi, Balai POM selanjutnya melakukan pengawasan ke tempat produsen tersebut guna mengawasi apakah dalam pembuatan obat tradisional sudah memenuhi standar CPOTB dan mengenai sarananya apakah sudah sesuai berdasarkan standar GMP (Good Manufacturing
120
Practice), dalam pemeriksaan ini minimal dilakukan setahun sekali namun jika ditemukan penyimpangan dalam implementasi baik CPOTB maupun GMPnya maka pemeriksaan dilakukan secara intensif hingga produsen melakukan perbaikan pada kegiatan produksinya. Dalam pemeriksaan sarana distribusi BPOM melakukan pemeriksaan secara langsung dilapangan pemeriksaan dilakukan berdasarkan random sampling dimana dalam pemeriksaannya dilakukan secara acak pada setiap sarana distribusi yang ada di setiap wilayah. Dalam pemeriksaan ini, jika ditemukan obat tradisional berbahaya maka BPOM akan menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana distribusi hingga melakukan penyitaan produk yang diduga berbahaya/dilarang. 2. Pemeriksaan sampling Dalam melakukan pengawasan di sarana distribusi BPOM juga melakukan
pembelian
produk
pada
saat
melakukan
pengawasan/pemeriksaan langsung dilapangan guna pemeriksaan sampling, pengujian sampling dilakukan di laboratorium BPOM Provinsi Banten. Hasil pemeriksaan akan dilaporkan kembali pada bagian pengawasan dilapangan. Jika hasil pemeriksaan menunjukan bahwa produk tersebut tidak layak edar, maka BPOM akan menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana distribusi
hingga
berbahaya/dilarang.
melakukan
penyitaan
produk
yang
diduga
121
3. Pengawasan iklan Pengawasan iklan merupakan pengawasan yang dilakukan oleh badan POM dalam mengawasi iklan yang dilakukan oleh produsen dalam memasarkan produknya. Pada dasarnya iklan yang dilakukan harus sesuai dengan produknya baik manfaatnya, komposisinya maupun visual yang disajikan baik dalam kemasan atau dalam media masa dan elektronik. Dalam pelaksanaannya pengawasan dilakukan dengan cara melihat pada kemasan produk dan media masa maupun elektronik. Apabila
ditemukan
penyimpangan
dalam
kegiatan
pemasaran
produk/iklan, maka BPOM akan menegur pihak produsen terkait iklan yang dibuatnya. 4. Public warning Public warning merupakan produk BPOM dalam memberikan informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM RI terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin edar, produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM diseluruh wilayah indonesia. Dalam hal ini, BPOM Provinsi Banten setelah melakukan pemeriksaan dilapangan dan melakukan sampling uji laboratorium terkait temuan produk yang diduga berbahaya maka akan dirilis dan dimasukan kedalam forum public warning atau peringatan publik guna memberikan informasi kepada masyarakat terkait produk yang beredar dipasaran.
122
4.2.4 Sumber Daya Keuangan dan Peralatan Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat. BPOM sebagai lembaga non-departemen memiliki sumber anggaran dari APBN. Saat ini sumber daya keuangan yang dimiliki BPOM Provinsi Banten sudah mencukupi dalam menunjang kinerja BPOM karena anggaran yang disediakan bukan berdasarkan jumlah sarana produksi dan distribusi serta jumlah produk yang ada melainkan dari jumlah sumberdaya yang dimiliki. Berikut yang disampaikan oleh informan selaku Kepala Bagian PEMDIK SERLIK kepada peneliti: “Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT yang diawasi.” (Wawancara dengan I1, Kepala Bagian PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anggaran yang dimiliki menyesuaikan dengan kerja BPOM dalam melakukan pengawasan. Dimana anggaran yang dimiliki berdasarkan perencanaan yang dibuat pada tahun sebelumnya dengan menyesuaikan kegiatan yang akan dilakukan di tahun berikutnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan kepada peneliti:
123
“Kalau ditanya sudah sesuai, jelas sudah sesuai. Karena kita membuat laporan keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.”(Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 9.00 WIB). Selain anggaran, dalam melakukan pengawasan juga harus ditunjang dari sisi peralatan yang memadai agar pelaksanaan pengawasan berjalan dengan baik. BPOM di Serang sudah memiliki peralatan yang memadai seperti peralatan kantor dan peralatan laboratorium. Namun peralatan laboratorium yang dimiliki hanya sebatas menyesuaikan target sampel yang dimiliki BPOM Provinsi Banten dan juga jumlah SDM yang dimiliki, sehingga tidak semua obat tradisional dapat diperiksa. Seperti yang diungkapkan oleh informan kepada peneliti mengenai ketersediaan peralatan laboratorium: “Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang.”(Wawancara dengan I1, Kepala Bagian PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa peralatan yang dimiliki sudah sesuai dengan jumlah sampel yang akan dilakukan pengujian. Dalam melakukan pengawasan BPOM di Serang juga melakukan penujian sampling produk guna melihat kadar atau komposisi yang terdapat di dalam produk tersebut. Setiap tahun BPOM di Serang memiliki target dalam melakukan sampling, sehingga dalam hal ini jumlah peralatan yang ada sudah sesuai dengan target sampling yang akan dilakukan. Namun tidak semua sarana yang diperiksa dapat dilakukan pengambilan sampling khususnya sarana distribusi yang melakukan penjualan langsung kepada masyarakat. Sehingga ada sarana distribusi yang hanya mendapat peringatan saja, tetapi akan masuk
124
kedalam target pemeriksaan di tahun berikutnya. Selain terbatasnya peralatan laboratorium dalam melakukan pengkajian produk sampling, BPOM di Serang juga memiliki kendala pada ketersediaan alat transportasi. Seperti yang diungkapkan informan kepada peneliti: “Untuk peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu masih kurang.”(Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui BPOM di Serang masih terkendala di sarana transportasi karena dalam melakukan pengawasannya, BPOM melakukan inspeksi ke sarana-sarana produksi dan distribusi, dengan begitu sarana transportasi sangat vital dalam melakukan pengawasan. Sarana transportasi yang ada saat ini hanya berjumlah 2 unit kendaraan roda empat untuk melakukan pengawasan. Sedangkan dalam implementasinya BPOM di Serang melakukan pengawasan terhadap 5 komoditi, kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Pengawasan yang dilakukan juga mencakup 8 Kota Kabupaten, karena pengawasan yang dilakukan tidak hanya di Kota serang saja, jelas ini menghambat waktu pengawasan. Sehingga pengawasan yang dilakukan kurang efektif dan efisien dari segi waktu. Pengadaan sarana transportasi tidak bisa serta merta dilakukan, karena diperlukan perhitungan terlebih dahulu sehingga penganggaran menjadi aspek yang sangat vital karena disamping itu dalam melakukan kegiatan pengawasan ini BPOM juga perlu melakukan sosialisasi dan kerjasama dengan instansi lainnya untuk mengantisipasi dan menindak adanya tindakan-
125
tindakan pelanggaran hukum sehingga perlu adanya biaya-biaya yang harus diperhitungkan. 4.2.5 Jadwal Pelaksanaan Kontrol Setiap pengawasan atau kontrol implementasi kebijakan harus selalu dilaksanakan secara berkala atau jika perlu dapat bersifat kondisional untuk situasi yang insidental. Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan,atau setiap semester sekali.Namun dalam kontrol eksternal berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan.Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi. Begitu juga penjadwalan yang dilakukan oleh BPOM Provinsi Banten yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pengawasan. Berdasarkan hasil observasi peneliti mengenai jadwal pelaksanaan kontrol yang dilakukan oleh BPOM Provinsi Banten, BPOM Provinsi Banten memiliki jadwal pelaksanaan kontrol pengawasan dilapangan baik untuk sarana produksi dan sarana distribusi. Berikut penyampaian informan kepada peneliti: “..kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga diperiksa oleh Pemerintah.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan tersebut BPOM di Serang sudah memiliki jadwal pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang ataupun daerah lain di Provinsi Banten dimana jadwal yang dimiliki berasal dari hasil breakdown
126
rencana kerja yang dimiliki BPOM di Serang. Hal itupun senada dengan yang diungkapkan oleh petugas pengawas dilapangan, berikut yang informan sampaikan kepada peneliti: “..Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya.” (Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 13.00 WIB). Jadwal pegawasan yang dimiliki BPOM bersifat rahasia sehingga dalam hal ini pemeriksaan atau pengawasan dilakukan secara mendadak (sidak) baik kepada sarana produksi maupun sarana distribusinya karena dikhawatirkan akan terjadi kebocoran informasi mengenai jadwal pemeriksaan yang dimiliki oleh BPOM. Namun, dalam melakukan pengawasan dilapangan BPOM menetapkan jangka waktu pemeriksaan baik untuk sarana produksi maupun sarana distribusi, seperti yang diungkapkan informan berikut: “Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala yang berarti.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB). Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM di Serang melakukan pengawasan minimal 1 tahun sekali baik pada sarana produksi maupun sarana distribusi . Hal itu senada seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran. Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya.” (Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 13.00 WIB).
127
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM di Serang melakukan pengawasan minimal 1 tahun sekali baik pada sarana produksi maupun sarana distribusi, jika pemeriksaan yang dilakukan bersifat non urgent atau dalam pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran. Namun jika dalam pengawasan ditemukan suatu pelanggaran. BPOM melakukan pengawasan secara rutin ke sarana yang melakukan pelanggaran dengan memberikan peringatan dan arahan hingga sarana yang dimaksud melakukan perbaikan dan sesuai dengan harapan BPOM. Berdasarkan hasil observasi peneliti di Kota Serang, di Kota Serang tidak terdapat sarana produksi sehingga dalam hal ini BPOM melakukan pemeriksaan ke sarana-sarana distribusi yang ada. Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, BPOM melakukan pengawasan atau pemeriksaan ke sarana-sarana distribusi yang ada di Kota Serang dengan melakukan sidak dan pengambilan sampel, sehingga dalam hal ini BPOM melakukan pengawasan rutin terhadap saran distribusi yang ada di Kota Serang. Dalam jadwal pelaksanaan kontrol BPOM melakukan monitoring evaluasi yang dilaksanakan setiap bulan, pertriwulan ataupun pertahun. Monitoring yang dilakukan mengenai target dan realisasi sarana yang diperiksa, baik sarana produksi maupun sarana distribusi, dan kegiatan sampling yang kemudian menjadi acuan pengawasan pada tahun-tahun berikutnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dilapangan, maka penyimpulan akhir tentang Pengawasan BPOM dalam peredaran obat-obatan Tradisional di Kota Serang masih belum optimal. Dikarenakan permasalahan dan hambatan yang timbul terhadap pengawasan BPOM obat tradisional di Kota Serang. Pertama, jumlah pegawai pengawas peredaran obat tradisional BPOM dilapangan masih minim dan tidak sesuai dengan luas wilayah pengawasan BPOM secara khusus di Kota Serang. rendahnya partisipasi masyarakat dan sarana distribusi dalam memerangi obat-obatan tradisional ilegal sehingga masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dimasyarakat. Kedua, dalam melakukan SOP pengawasan BPOM menetapkan skala prioritas dimana dalam pengawasannya BPOM lebih menekankan pengawasannya di wilayah yang lebih banyak melakukan tindak pelanggaran, sehingga dalam hal ini BPOM tidak bisa melakukan pengawasan secara optimal, penetapan skala prioritas dibuat karena kurangnya SDM yang dimiliki oleh BPOM Provinsi Banten dan luasnya wilayah cakupan yang harus diawasi. Ketiga, Sumberdaya Peralatan yang dimiliki BPOM dalam hal ini sarana transportasi belum mencukupi dalam menunjang kegiatan pengawasan dilapangan.
128
129
Keempat, kurangnya sosialisasi BPOM terhadap masyarakat mengenai bahaya obat tradisional ilegal dan Public Warning yang dibuat oleh BPOM guna memberikan informasi obat apa saja yang tidak boleh digunakan dan dilarang edar di masyarakat Kota Serang sehingga dalam hal ini masyarakat masih rendah partisipasinya dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang peneliti ajukan berupa rekomendasi yaitu: 1. Melakukan pengajuan rekomendasi permintaan penambahan pegawai BPOM Provinsi Banten kepada Biro Kepegawaian BPOM Pusat yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh BPOM pusat kepada Badan Kepegawaian Nasional untuk pngajuan jumlah pegawai. Karena, pengawasan peredaran obat dan makanan khususnya obat tradisional maupun kegiatan sosialisasinya di Kota Serang merupakan tanggung jawab penuh BPOM Provinsi Banten sehingga penambahan pegawai dirasa perlu agar kinerja pegawai BPOM menjadi optimal. 2. Melakukan kegiatan sosialisasi dengan memanfaatkan media sosial yang ada di internet seperi Blog, Facebook, Twitter, Youtube, Yahoo selain dapat menekan biaya anggaran yang harus dikeluarkan, dengan memanfaatkan media internet banyak masyarakat yang belum mengetahui obat tradisional ilegal maupun yag legal memperoleh informasi mengenai produk-produk yang layak dikosumsi agar
130
peredaran dan permintaan obat tradisional yang ilegal dapat ditekan yang secara tidak langsung juga membantu BPOM dalam melakukan pengawasan. 3. Mengajukan peningkatan anggaran untuk penambahan jumlah sarana transportasi
yang ada kepada BPOM pusat atau mengkaji
perencanaan kebutuhan anggaran yang ada saat ini untuk anggaran tahun berikutnya dalam hal pengadaan sarana transportasi karena sarana transportasi merupakan kelengkapan yang sangat vital dalam menunjang kegiatan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Dunn, William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Griffin, Ricky, W. 2004. Manajemen. Jilid 2 Edisi 7. Jakarta: Erlangga. Harahap, Sofyan. 2001. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Quantum. Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Irawan, Prasetya, 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP Universitas Indonesia. Makmur, 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung: PT. Refika Aitama. Manullang, M. 2002. Dasar Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kuantitatif, Buku Sumber Tentang Metode Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, Lexy, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. --------. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. --------. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. --------. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Mulyadi, 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Nasution, 2007. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Simbolon, Maringan Masry. 2004. Dasar Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sondang, P, Siagian. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta. Sule, Tisnawati, Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Edisi 1. Jakarta: Fajar Interpratama Offset. Suryabrata, Sumadi. 1992. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali. Usman, H. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara. Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing. Dokumen Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Presiden Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.42.2996. Tentang pengawasan Pemasukan Obat Tradisional. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1380. Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010 Tahun 2008 Tentang Registrasi Obat. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.
Peraturan
Kepala
Balai
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.00.0.5.4.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisonal dan Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Peraturan
Kepala
Balai
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.00.01.1.5116. Tahun 2006 tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Skripsi Palita, Novita Silalahi. (2011), “Efektifitas Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bpom (BadanPengawasan Obat Dan Makanan) Atas Beredarnya Obat Tradisional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat Yang Beredar Di Yogyakarta”, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Jurnal Edtriani, Meliza. (2013), “Pelaksanaan Pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) terhadap Peredaran Makanan dan Minuman Tanpa Izin Edar (TIE) di Kota Pekanbaru Tahun 2012”, Jurnal Ilmu Pemerintahan Universitas Bina Widya, Pekanbaru. Purba, Agustinus, David. (2013), “Pelaksanaan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Pontianak”, Jurnal Universitas Tanjungpura, Pontianak. Sumber lain http://ulpk.pom.go.id/ulpk/index.php (diakses Selasa 1 April 2014. Pukul 10:32 WIB). http//www.pom.go.id/pom/profil/kerangka_konsep_siskom.php (diakses Kamis, 11 April 2013. Pukul 01:05 WIB). http://kancil09.blogspot.com/2009/03/obat-tradisional.html (diakses Selasa, 1 April 2014. Pukul 13:33 WIB). http://e-journal.uajy.ac.id (diakses Rabu, 5 Juni 2014. Pukul 1:24 WIB).
LAMPIRAN
CATATAN LAPANGAN PENELITIAN
PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PROVINSI BANTEN DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI KOTA SERANG 1. Maret 2014 Pada bulan Maret 2014 peneliti melakukan proses pengajuan judul untuk skripsi. Peneliti mengajukan judul pada jurusan dengan mengajukan 3 alternatif judul dan juga untuk mengetahui dosen pembimbing skripsi. Pada waktu itu pihak jurusan menyetujui pengajuan judul peneliti yang berjudul “Pengawasan Balai Pengawas Obat Dan Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional Di Kota Serang”. Pada bulan ini peneliti memulai perijinan ke kantor BPOM Provinsi Banten guna melakukan penelitian. 2. April 2014 Pada bulan April 2014 setelah mendapatkan perijinan dari Kepala BPOM Provinsi Banten. Peneliti mulai melakukan pendekatan lebih jauh dengan para pegawai yang ada di BPOM Provinsi Banten dengan melakukan wawancara awal untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam penelitian untuk penyusunan pada bab I. 3. Mei 2014 Pada bulan Mei 2014 peneliti masih melakukan penyusunan di Bab 1 dan juga melakukan penyusunan untuk Bab II. Serta melakukan wawancara guna observasi awal untuk memperoleh data untuk menambahan materi di latar belakang masalah. 4. Juni 2014 Pada bulan Juni 2014 peneliti melakukan penyusunan di Bab III yaitu pencarian teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian dan juga yang berkaitan dengan metoddelogi penelitian. 5. Juli 2014 Pada bulan Juli 2014 peneiti melakukan seminar proposal yang berjudul “Pengawasaan BPOM Dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang”. Pada bulan ini juga peneliti melakukan wawancara awal dengan petugas BPOM di Provinsi Banten guna melakukan penyusunan di Bab IV. 6. Agustus – Oktober 2014 Pada bulan Agustus - Oktober 2014 peneliti melakukan observasi di lapangan guna melihat implementasi pengawasan yang dilakukan oleh
BPOM dalam peredaran Obat Tradisional di Kota Serang yang sesuai dengan tema yang diambil oleh peneliti. Pada bulan-bulan ini peneliti melakukan penyempurnaan di Bab IV. Berikut tabel wawancara penelitian denga beberapa informan.
No. 1.
Tanggal 26-09-2014
Waktu 09.00 WIB
Tempat Hasil Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten dan Observasi
2.
26-09-2014
09.30 WIB
3.
26-09-2014
10.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara dan Provinsi Banten Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
4.
27-09-2014
20.00 WIB
5.
28-09-2014
09.00 WIB
6.
31-09-2014
7.
01-10-2014
10.00 WIB 19.00 WIB
8.
01-10-2014
21.00 WIB
9.
02-10-2014
09.00 WIB
Kantor BPOM Provinsi Banten Sarana Distribusi depot jamu di Kecamatan Cipocok Sarana Distribusi depot jamu di Kecamatan Serang Kantor BPOM Provinsi Banten
10.
05-10-2014
09.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten dan Observasi
11.
22-10-2014
10.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
Sarana Distribusi Wawancara depot jamu di Kecamatan Serang Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten Wawancara Wawancara
Informan Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten
Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Penjaga Depot Jamu
Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Penjaga Depot Jamu Penjaga Depot Jamu
Wawancara
Penjaga Depot Jamu
Wawancara
Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten
12.
22-10-2014
10.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
13.
22-10-2014
11.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
14.
22-10-2014
11.30 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten dan Observasi
15.
22-10-2014
Lopang
16.
23-10-2014
16.00 WIB 10.00 WIB
17.
23-10-2014
10.30 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
18.
24-10-2014
09.00 WIB
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten dan Observasi
19.
24-10-2014
Cipocok
20.
26-10-2014
16.00 WIB 18.00 WIB
21.
27-10-2014
09.00 WIB
22.
27-10-2014
17.00 WIB
23.
27-10-2014
20.00 WIB
Wawancara
Kantor BPOM Wawancara Provinsi Banten
Wawancara
Sarana Distribusi Wawancara depot jamu di Kecamatan Cipocok Dinas Kesehatan Wawancara Kota Serang
Sarana Distribusi Wawancara depot jamu di Kecamatan Cipocok Sarana Distribusi Wawancara depot jamu di Kecamatan Taktakan
Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Masyarakat Kasi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi Dan Unit Layanan Pengaduan Konsumen Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten Masyarakat Penjaga Depot Jamu
Kasi Makanan, Minuman, Kosmetik dan Batra Dinas Kesehatan Kota Serang Penjaga Depot Jamu
Penjaga Depot Jamu
(Sumber: Peneliti, 2014) 7. November 2014 Pada bulan November 2014 peneliti melakukan penyimpulan hasil penelitian di Bab V.
Matrik Wawancara Lapangan Sesudah Reduksi Data Pelaku Pengawas Kebijakan Q1 Q Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal? A Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi. Yaitu, Balai POM untuk di Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu biasanya Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik yang I1 mengawas dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat. Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus pengawasan dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi I2 dan unit layanan pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh bagian pemeriksaan obat tradisional. Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di pasaran, untuk Pre-Market sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan mutu dan lainnya. Kalau sudah beredar di masyarakat disebut Postmarket, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari BPOM yang I3-1 melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang tidak boleh beredar, kami juga ada pengawasan dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut ada parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa dipasarkan kembali, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning. Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT) yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari I3-2 Badan POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri. Q2
Q Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut? A Dari balai POM itu ada dua macam, yaitu ada pre-market dan post-market, dalam pre-market ada evaluasi keamanan, ada pemeriksaan sebelum diedarkan. Ada juga pengawasan post-market pemeriksaan untuk mengetahui apakah kualitasnya sudah I1 sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelum diedarkan. Pengawasan yang dilakukan yaitu Pre-Market dan Post-Market, dimana dalam PreMarket pengawasan dilakukan sebelum barang beredar dan dalam Post-Market pengawasan dilakukan sesudah barang beredar. Dalam Pre-Market kita mengecek I2 kesesuaian kegiatan produksi dengan syarat produksi dan juga izin produksinya. Kalau Post-market yaitu sarana dan prasarananya. Pengawasan Pre-market dan Post-Market, di Post-Market ada pengawasan sampling. Kami juga pengawasannya tidak hanya mengarah di peredarannya namun I3-1 produsennya juga kami awasi. BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre-market, kami mengkroscek antara draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan I3-2 kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai komposisinya dengan awal pelaku membuat produknya. Q3 Q Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? A Jumlah pegawai yang ada di pemdik serlik ada 18an. I1 Pada bagian PEMDIK SERLIK pegawai yang ada sekitar 18 orang, untuk I2 pemeriksaan obat tradisional (OT) ada 3 orang. Sekitar ada 18 orang, ditambah honorer. I3-1 Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 I3-2 komoditi, karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi. Q4 Q Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? A Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang I1 ada jelas belum sesuai. Belum cukup, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya I2 menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang ada, sekitar 36 orang.
Kalau dalam pengawasan belum, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. I3-1 Industrinya banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus didahulukan. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi I3-2 dan itu sangat jelas tidak cukup. Q5 Q Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan? A Kalau semua pelaksanaan pasti ada kendalanya. Tapi semua itu kami anggap I1 sebagai tantangan. Di sini sarana distribusinya ada banyak tetapi SDM nya terbatas. Ini juga kami bekerjasama dengan Inspektur Badan POM Pusat. Kendala dari dalam yaitu dari sarana dan prasarananya yang terbatas. Untuk prasarananya seperti jumlah SDM yang masih sedikit dan untuk sarananya seperti kendaraan transportasi karena di Banten ini sebagian besar daratan, jadi dalam I2 melakukan pengawasan kami hanya membutuhkan alat transportasi darat, namun saat ini ada sekitar 2 kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan pengawasan. Kendala dari luarnya lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang ada belum dapat sepenuhnya kami tindak lanjuti. Ada banyak kendalanya, dari internal yaitu dari jumlah SDM nya yang sedikit, kendaraannya kurang. Dari eksternalnya itu mengenai pemahaman masyarakat terbatas juga dalam obat tradisional masih banyak masarakat yang mencari obat I3-1 tradisional yang memiliki efek langsung dan murah. Obat tradisional yang asli tidak menyembuhkan penyakit namun hanya mencegah penyakit. Begitu juga penjualnya untuk mereka yang penting barangnya cepat laku. Kalau dari internalnya yaitu dari jumlah SDM dan dari alat transportasi juga kurang. Kalau dari eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih I3-2 tinggi walaupun sosialisasi mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan. Q6 Q Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut? A Kalau dari produsen tentu mereka harus menjaga proses produksi barang yang diproduksinya dan sesuai dengan tata cara CPOTB yang baik dalam I1 pelaksanaannya, dan untuk masyarakat melakukan pengaduan kepada kami jika ditemukan produk yang dilarang edar. Kalau dari masyarakat sendiri yaitu dapat melakukan pengaduan jika ditemukan obat tradisional (OT) yang dilarang edar namun ada atau beredar dipasaran. Dari I2 pelaku usahanya juga harus memberikan pengaduan, ditambah mereka juga harus melakukan pengawasan sendiri pada sarana produksi yang mereka miliki. Dari produsen pengawasannya itu dalam memproduksi OT harus menetapkan CPOTB karena kita tidak mungkin setiap hari meriksa pabrik mereka, jadi mereka I3-1 yang harus mengawasi hasil produknya sendiri, kalau dari masyarakat bisa
melakukan pengadukan ke bagian ULPK jika ada temuan OT bermasalah atau menambah wawasan mengenai OT bisa juga bertanya ke ULPK. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT I3-2 ilegal, namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami juga tidak bisa memaksa. Q7 Q Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? A sudah cukup baik menurut saya. I1 Sudah, sudah cukup baik. Kami juga sudah bekerjasama dalam hal pengawasan dengan Dinas Kesehatan, kepolisian dan Disperindag. Kalau dengan masyarakatnya saya rasa sudah cukup terbuka dengan keberadaan Balai POM Serang. Jika mereka I2 ada keluhan mereka langsung menghubungi kami, sekarang lumayan juga pertanyaan yang masuk mengenai izin produksi dan tentang produk-produk yang ada dipasaran. Dari masyarakatnya sudah mulai terbuka. Dengan adanya BPOM ini masyarakat sedikit demi sedikit mulai paham mana OT yang baik dan tidak baik. Kami juga terus I3-1 melakukan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada masyarakat. Semoga dengan adanya KIE tersebut masyarakat lebih aware lagi terhadap OT yang beredar. Sudah cukup baik. I3-2 Q8 Q Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? A Ya seperti yang saya sebutkan di awal tadi, kami bekerjasama dengan berbagai instansi. Untuk sosialisasi kita bekerjasama dengan DinKes, untuk penegakan hukum I1 kita bekerjsama dengan Kepolisian, untuk pemeriksaan gabungan kita juga bekerjasama dengan Disperindag. Dari pemerintah terutama dengan Dinas Kesehatan kita selalu melaporkan pengawasan yang kita peroleh dari wilayah mereka agar bisa di tindak lanjuti. Dari Dinas Perindustrian juga sering mengadakan persiapan untuk izin produk. I2 Kepolisian juga kita bekerjasama dalam hal menindak lanjuti temuan OT ilegal dilapangan. Dari LSM kerjasamanya lebih dari informasi mengenai pelanggaran. Kerjasama terkait OT ya, kami lebih ke pengadilan, kalau pembinaannya lebih ke I3-1 Dinkes, kerjasama dengan LSM sepertinya belum ada kesepakatan. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal I3-2 dalam konteks OT. Q9 Q Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? A Ya selama ini masih baik koordinasinya yang kami jalankan dengan Dinas I1 Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan kemudian dengan Dinas Sosial. Cukup baik ya. Ya sudah cukup baik, kita rutin kok melakukan koordinasi terutama kepolisian dalam I2 hal penyidikan.
I3-1
I3-2
Dibilang cukup baik, ya memang cukup baik tetapi yang jelas terus ditumbuhkan. Kita terus bersama-sama mensinkronkan program kerja yang ada. Untuk setiap tahun saja kita sudah membuat program seperti operasi gabungan pemerintah yang didalamnya terdapat kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan beberapa instansi pemerintahan. Sudah, sudah cukup baik. Standar Operasional Prosedur Pengawasan Q1
Q Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan? A Jelas ada, karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat I1 terhadap obat tradisional ilegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang kami dahulukan. Rencana kerja jelas ada, kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana I2 distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi. Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap awal tahun kita lakukan pemeriksaan terhadap I3-1 laporan-laporan yang ada, evaluasi kita monitoring untuk patokan di tahun berikutnya. Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya I3-2 udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi. Q2 Q Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? A Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan POM dan sekarang kita menerapkan 3 ISO, ISO I1 9001-2008 tentang manajemen, ISO 1925-2005 untuk laboratorium sistem mutu CPOB dan sebentar lagi akan disusul sistem mutu CPOTB. kita sesuai dengan SOP. SOP tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Pusat yang I2 kemudian kita breakdown kembali. Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan POM SOP tersebut kami breakdown lagi disini, dan menjadi juklak dan juknis apa yang harus kami lakukan. Istilahnya lakukan apa yang tertulis, dan tulis apa yang I3-1 dilakukan. Jadi kami juga menghindari perbedaan tindakan dan prosedur baik dari perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan sampai pemeriksaan dan pembuatan laporan tindak lanjut kami sudah ada prosedurnya. Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP BPOM Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan I3-2 ada temuan atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa juga ke aparat hukum. Q3 Q Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan? A Untuk pengawasan ada. Kami ada pengukuran kinerja. I1
Setiap pegawai memiliki alat penilaian. Setiap tahun diberi target untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan rencara strategi jangka panjang. Ada, macem-macem sih, sekarang yang sedang dicanangkan yaitu SKP (satuan kinerja pegawai) dan itu lebih personil lagi, dimana setiap personil dari awal sudah diberikan target-target apa saja yang harus dilakukan per orang, dan juga target I3-1 dalam satu tahun seperti apa pencapaiannya yang nantinya akan di evaluasi, selain itu dari seluruh Balai akan ada laporan tahunan. Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi pemerintah. Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki I3-2 target berapa jumlah sarana yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya potongan tunjangan. Q4 Q Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? A Jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga meminta feedback dari industri tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami I1 melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami deadlinekan sekitar dua bulan. Ada, jika kita menemukan pelanggaran di sarana produksi atau distribusi, kita kasih peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh diperjual belikan, atau ini masih ada yang I2 kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan berikutnya bahkan sampai ke ranah hukum. kalau dari kami tindakan korektifnya pada saat dilapangan salah satunya peringatan I3-1 dan pengamanan. Kita seringkali beri surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita beri peringatan dan pointpoint yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalau tidak ada perubahan kita tindak I3-2 ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih tidak ada perubahan kita dapat menyita atau melakukan pemusnahan di tempat. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan Q1 Q Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? A Kita anggaran murni dari APBN. I1 Untuk keuangan kita berasal dari APBN semua. I2 Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan Menteri Keuangan. I3-1 Kita keuangan dari APBN. I3-2 Q2 Q Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? A Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT yang diawasi. I1 I2
I2 I3-1
I3-2
Sudah sesuai, karena kita melakukan perencanaan untuk tahun berikutnya berdasarkan rencana yang dibuat pada tahun sebelumnya. Kalau ditanya sudah sesuai, jelas sudah sesuai. Karena kita membuat laporan keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita udah bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan. Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan target yang diperiksa.
Q3 Q Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? A Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang. Untuk peralatan sudah mencukupi. I2 Peralatan sudah sesuai, kami peralatan sudah standar. I3-1 Untuk peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan I3-2 bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu masih kurang. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan Q1 Q Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? A pasti ada, sangat tidak rasional jika melakukan pengawasan tanpa adanya jadwal I1 pelaksanaanya. Ada kita ada jadwalnya dalam pengawasan. Iya, kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem I2 pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga diperiksa oleh Pemerintah. Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke I3-1 jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya. Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet I3-2 jadwalnya. Jadi perhari berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya, kita ada jadwalnya. Q2 Q Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? A Ada jadwal rutin, dan ada jadwal insidentil. Kalau jadwal rutin, jadwalnya sudah sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal insidentil itu sesuai I1 dengan temuan untuk industri OT dilapangan jika industri itu ilegal maka kami harus segera melakukan pemeriksaan kesana tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau penetapan waktu. Penentuan jadwal kami berdasarkan manajemen resiko ya, jadi kami memiliki I1
database jumlah perusahaan yang ada. Jadi yang resikonya lebih besar dalam melakukan pelanggaran, itu yang kami prioritaskan. Pertama kami melihat personil yang ada berdasarkan kompetensi yang ada dan di awal tahun kita sudah ada target. Dari target tersebut kemudian di breakdown untuk I3-1 pencapaian perbulan, terget perbulannya berapa kemudian di breakdown lagi perwilayah berapa dan pelaku usahanya siapa saja. Dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari. I3-2 Q3 Q Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? A Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak. Misal, ditemukan laporan dari BPOM makassar terkait dengan temuan obat tradisional ilegal dari tangerang, maka kami I1 harus melaksanakan pemeriksaan ke sarana produksi tersebut sesegera mungkin. Jadi waktu yang kita miliki fleksibel. Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu ya, kita kan pengawasan tidak berjalan sendiri, ada koordinasi juga dengan Balai lain dan Badan Pusat. Kadang dari pusat I2 melakukan inspeksi kesini, otomatis jadwal yang sudah ditetapkan sedikit digeser. Sudah sesuai, namun kita sama persis dengan jadwal itu tidak mungkin kadang apa yang sudah dijadwalkan terbentur dengan kegiatan lain yang sifatnya lebih krusial I3-1 sehingga harus menjadi prioritas utama. Jadi mengenai jadwal kita fleksibel aja. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih 1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada I3-2 kegiatan, otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama dulu. Q4 Q Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa? A Tergantung pada hasil temuan, jika urgent bisa setiap bulan. Namun jika tidak urgent I1 bisa satu atau dua tahun sekali. Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala yang berarti. I2 Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran. I3-1 Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya. Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa. I3-2 I2
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
:I1
-
Nama
: Ahmad Kurnia
-
Pekerjaan
: PNS
-
Usia
: 40 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal?
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
Jawaban Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi yaitu, Balai POM untuk di Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu biasanya Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik yang mengawas dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat. Dari balai POM itu ada dua macam ya, yaitu ada pre-market dan post-market, kalau pre-market kan ada evaluasi keamanan, ada pemeriksaan sebelum diedarkan. Ada juga pengawasan postmarket pemeriksaan untuk mengetahui apakah kualitasnya sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelum diedarkan. Jumlah pegawai yang ada di pemdik serlik ada 18an, ya sekitar 20 orang lah. Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang ada jelas belum
sesuai. dalam Kalau semua pelaksanaan pasti ada kendalanya. Tapi ya semua itu kami anggap sebagai tantangan. Di sini sarana distribusinya ada banyak tetapi SDM nya terbatas. Ini juga kami bekerjasama dengan Inspektur Badan POM Pusat. Sepertiapakah bentuk pengawasan Pengawasan dari pihak eksternal ya, yang dilakukan pihak eksternal kalau dari produsen tentu mereka tersebut? harus menjaga proses produksi barang yang diproduksinya dan sesuai dengan tata cara CPOTB yang baik dalam pelaksanaannya, dan untuk masyarakat melakukan pengaduan kepada kami jika ditemukan produk yang dilarang edar. Apakah pengawasan yang dilakukan sudah cukup baik ya. pihak eksternal sudah cukup baik? Apakah ada kerjasama dengan pihak Ya seperti yang saya sebutkan di awal eksternal terkait pengawasan peredaran tadi, kami bekerjasama dengan obat tradisional? Baik dari pemerintah berbagai instansi. Untuk sosialisasi atau LSM? kita bekerjasama dengan DinKes, untuk penegakan hukum kita bekerjsama dengan Kepolisian, untuk pemeriksaan gabungan kita juga bekerjasama dengan Disperindag. Apakah kerjasama yang dilakukan Ya selama ini masih baik sudah cukup baik dalam melakukan koordinasinya yang kami jalankan pengawasan? dengan Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan kemudian dengan Dinas Sosial. Cukup baik ya. Apakah BPOM memiliki rencana kerja Jelas ada, karena kita memiliki dalam melakukan pengawasan? keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat terhadap obat tradisional ilegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang kami dahulukan. Apakah BPOM memiliki petunjuk Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan Apakah terdapat kendala pelaksanaan pengawasan?
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam POM dan sekarang kita menerapkan 3 melakukan pengawasan? ISO, ISO 9001-2008 tentang manajemen, ISO 1925-2005 untuk laboratorium sistem mutu CPOB dan sebentar lagi akan disusul sistem mutu CPOTB. Apakah terdapat alat monitoring dalam Untuk pengawasan ada. Kami ada mengukur kinerja pegawai dan pengukuran kinerja. program pengawasan? Apakah ada tindakan korektif saat Oh jelas ada. Baik pelanggaran yang dalam pelaksanaan pengawasannya dilakukan oleh industri kami juga ditemukan suatu pelanggaran? meminta feedback dari industri tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami deadline kan sekitar dua bulan. Berasal darimana sumber daya Kita anggaran murni dari APBN. keuangan yang dimiliki? Apakah sumber daya keuangan yang Sudah sesuai dengan jumlah SDM dimiliki sudah sesuai dalam yang ada bukan dari jumlah OT yang melakukan pengawasan? diawasi. Apakah peralatan yang dimiliki sudah Sudah sesuai dengan jumlah sampel sesuai dalam melakukan pengawasan? dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang. Apakah terdapat jadwal dalam pasti ada, sangat konyol jika melakukan pengawasan? melakukan pengawasan tanpa adanya jadwal pelaksanaanya. Bagaimanakah cara penentuan jadwal Ada jadwal rutin, dan ada jadwal yang dilakukan? insidentil. Kalau jadwal rutin, jadwalnya sudah sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal insidentil itu sesuai dengan temuan untuk industri OT dilapangan jika industri itu ilegal maka kami harus segera melakukan pemeriksaan kesana tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau penetapan waktu. Apakah pengawasan yang dilakukan Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak. sesuai dengan jadwal yang telah Misal, ditemukan laporan dari BPOM ditetapkan? makassar terkait dengan temuan obat
Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa?
tradisional ilegal dari tangerang, maka kami harus melaksanakan pemeriksaan ke sarana produksi tersebut sesegera mungkin. Jadi waktu yang kita miliki fleksibel. Tergantung pada hasil temuan, jika urgent bisa setiap bulan. Namun jika tidak urgent bisa satu atau dua tahun sekali.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
:I2
-
Nama
: Puguh Wijanarko. S Farm, Apt.
-
Pekerjaan
: PNS
-
Usia
: 34 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal?
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
Jawaban Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus pengawasan dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan unit layanan pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh bagian pemeriksaan obat tradisional. Pengawasan yang dilakukan yaitu PreMarket dan Post-Market, dimana dalam Pre-Market pengawasan dilakukan sebelum barang beredar dan dalam Post-Market pengawasan dilakukan sesudah barang beredar. Dalam Pre-Market kita mengecek kesesuaian kegiatan produksi dengan syarat produksi dan juga izin produksinya. Kalau Post-market yaitu sarana dan prasarananya. Pada bagian PEMDIK SERLIK pegawai yang ada sekitar 16 orang, untuk pemeriksaan obat tradisional (OT) ada 3 orang. Belum cukup ya, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi Banten bukan hanya Kota
Apakah terdapat kendala pelaksanaan pengawasan?
dalam
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang ada, sekitar 36 orang. kendala dari dalam yaitu dari sarana dan prasarananya yang terbatas. Untuk prasarananya seperti jumlah SDM yang masih sedikit dan untuk sarananya seperti kendaraan transportasi karena di Banten ini sebagian besar daratan, jadi dalam melakukan pengawasan kami hanya membutuhkan alat transportasi darat, namun saat ini ada sekitar 2 kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan pengawasan. Kendala dari luarnya lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang ada belum dapat sepenuhnya kami tindak lanjuti. Kalau dari masyarakat sendiri yaitu dapat melakukan pengaduan jika ditemukan boa tradisional (OT) yang dilarang edar namun ada atau beredar dipasaran. Kalau dari pelaku usaha juga sama harus memberikan pengaduan, ditambah mereka juga harus melakukan pengawasan sendiri pada sarana produksi yang mereka miliki. Sudah, sudah cukup baik. Kami juga sudah bekerjasama dalam hal pengawasan dengan Dinas Kesehatan, kepolisian dan Disperindag. Kalau dengan masyarakatnya saya rasa sudah cukup terbuka dengan keberadaan Balai POM Serang. Jika mereka ada keluhan mereka langsung menghubungi kami, sekarang lumayan juga pertanyaan yang masuk mengenai
Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan?
Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran?
Berasal darimana sumber keuangan yang dimiliki?
daya
izin produksi dan tentang produkproduk yang ada dipasaran Dari pemerintah terutama dengan Dinas Kesehatan kita selalu melaporkan pengawasan yang kita peroleh dari wilayah mereka agar bisa di tindak lanjuti. Dari Dinas Perindustrian juga sering mengadakan persiapan untuk izin produk. Kepolisian juga kita bekerjasama dalam hal menindak lanjuti temuan OT ilegal dilapangan. Dari LSM kerjasamanya lebih dari informasi mengenai pelanggaran. Ya sudah cukup baik, kita rutin kok melakukan koordinasi terutama kepolisian dalam hal penyidikan. Rencana kerja jelas ada, kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi. Ya kita sesuai dengan SOP. SOP tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Pusat yang kemudian kita breakdown kembali. Setiap pegawai memiliki alat penilaian. Setiap tahun diberi target untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan rencara strategi jangka panjang. Ada, jika kita menemukan pelanggaran di sarana produksi atau distribusi, kita kasih peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh di perjual belikan, atau ini masih ada yang kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan berikutnya bahkan sampai ke ranah hukum. Untuk keuangan kita berasal dari APBN semua.
Apakah sumber daya keuangan yang Sudah sesuai, karena kita melakukan dimiliki sudah sesuai dalam perencanaan untuk tahun berikutnya melakukan pengawasan? berdasarkan rencana yang dibuat pada tahun sebelumnya. Apakah peralatan yang dimiliki sudah Untuk peralatan sudah mencukupi. sesuai dalam melakukan pengawasan? Apakah terdapat jadwal dalam Iya, kita ada jadwal dari internal melakukan pengawasan? BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga diperiksa oleh Pemerintah. Bagaimanakah cara penentuan jadwal Penentuan jadwal kami berdasarkan yang dilakukan? manajemen resiko ya, jadi kami memiliki database jumlah perusahaan yang ada. Jadi yang resikonya lebih besar dalam melakukan pelanggaran, itu yang kami prioritaskan. Apakah pengawasan yang dilakukan Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu sesuai dengan jadwal yang telah ya, kita kan pengawasan tidak berjalan ditetapkan? sendiri, ada koordinasi juga dengan Balai lain dan Badan Pusat. Kadang dari pusat melakukan inspeksi kesini, otomatis jadwal yang sudah ditetapkan sedikit digeser. Berapa lama rentang waktu antara Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun pengawasan yang dilakukan sekali jika tidak ada kendala yang sebelumnya dengan pengawasan berarti. berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa?
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 3-1
-
Nama
: Clara Diana Setyawati S. Farm, Apt.
-
Pekerjaan
: PNS
-
Usia
: 38 Tahun
-
Jenis kelamin
: Perempuan
Pertanyaan Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal?
Jawaban Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di pasaran, untuk PreMarket sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan mutu dan lainnya. Nah kalau sudah beredar di masyarakat itu namanya Post-market, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari BPOM yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa aja sih peraturan dalam OT, apa aja sih yang ga boleh beredar, kami juga ada pengawasan dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut ada
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
Apakah terdapat kendala pelaksanaan pengawasan?
dalam
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal
parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa di pasarkan lagi, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning. Ya itu seperti yang saya katakan sebelumnya, ada pengawasan Premarket dan Post-Market, di PostMarket ada pengawasan sampling. Kami juga pengawasannya tidak hanya mengarah di peredarannya namun produsennya juga kami awasi. Sekitar ada 18 orang ya, ditambah honorer. Kalau dalam pengawasan belum ya, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. Industrinya banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus didahulukan. Kendalanya banyak sih, dari internal ya dari jumlah SDM nya yang sedikit, kendaraannya kurang. Dari eksternalnya itu mengenai pemahaman masyarakat terbatas juga dalam OT cari obatnya yang cespleng aja, udah gitu murah, padahal OT yang asli tidak menyembuhkan penyakit namun hanya mencegah penyakit. Begitu juga penjualnya buat mereka yang penting barangnya laku. Dari produsen pengawasannya itu dalam memproduksi OT harus
tersebut?
Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan?
Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
menetapkan CPOTB karena kita tidak mungkin setiap hari meriksa pabrik mereka, jadi mereka yang harus mengawasi hasil produknya sendiri, kalau dari masyarakat bisa melakukan pengadukan ke bagian ULPK jika ada temuan OT bermasalah atau menambah wawasan mengenai OT bisa juga bertanya ke ULPK. Dari masyarakatnya sudah mulai terbuka. Dengan adanya BPOM ini masyarakat sedikit demi sedikit mulai paham mana OT yang baik dan tidak baik. Kami juga terus melakukan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada masyarakat. Semoga dengan adanya KIE tersebut masyarakat lebih aware lagi terhadap OT yang beredar. Kalau mengenai obat tradisional kami bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk sosialisasi dan penyuluhan, tapi kami juga bekerjasama dengan kepolisian jika terdapat perkara hukum mengenai OT. Kalau dengan LSM sejauh ini belum ada. Dibilang cukup baik, ya memang cukup baik tetapi yang jelas terus ditumbuhkan. Kita terus bersama-sama mensinkronkan program kerja yang ada. Untuk setiap tahun saja kita sudah membuat program seperti operasi gabungan pemerintah yang didalamnya terdapat kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan beberapa instansi pemerintahan. Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap awal tahun kita lakukan pemeriksaan terhadap laporan-laporan yang ada, evaluasi kita monitoring untuk patokan di tahun berikutnya. Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan
melakukan pengawasan?
Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan?
Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? Apakah terdapat jadwal melakukan pengawasan?
POM SOP tersebut kami breakdown lagi disini, dan menjadi juklak dan juknis apa yang harus kami lakukan. Istilahnya lakukan apa yang tertulis, dan tulis apa yang dilakukan. Jadi kami juga menghindari perbedaan tindakan dan prosedur baik dari perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan sampai pemeriksaan dan pembuatan laporan tindak lanjut kami sudah ada prosedurnya. Ada, macem-macem sih, sekarang yang sedang dicanangkan yaitu SKP (satuan kinerja pegawai) dan itu lebih personil lagi, dimana setiap personil dari awal sudah diberikan target-target apa saja yang harus dilakukan per orang, dan juga target dalam satu tahun seperti apa pencapaiannya yang nantinya akan di evaluasi, selain itu dari seluruh Balai akan ada laporan tahunan. kalau dari kami tindakan korektifnya pada saat dilapangan salah satunya peringatan dan pengamanan. Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan Menteri Keuangan. Kalau ditanya sudah sesuai, ya sudah sesuai. Karena kita membuat laporan keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Peralatan sudah sesuai, kami peralatan sudah standar.
dalam Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya. Bagaimanakah cara penentuan jadwal Pertama kami melihat personil yang
yang dilakukan?
Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa?
ada berdasarkan kompetensi yang ada dan di awal tahun kita sudah ada target. Dari target tersebut kemudian di breakdown untuk pencapaian perbulan, terget perbulannya berapa kemudian di breakdown lagi perwilayah berapa dan pelaku usahanya siapa saja. Sudah sesuai, namun kita sama persis dengan jadwal itu tidak mungkin kadang apa yang sudah dijadwalkan terbentur dengan kegiatan lain yang sifatnya lebih krusial sehingga harus menjadi prioritas utama. Jadi mengenai jadwal kita fleksibel aja. Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran. Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 3-2
-
Nama
: M.Sony Mughofir S. SI.
-
Pekerjaan
: PNS
-
Usia
: 34 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal?
Jawaban Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT) yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari Badan POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri. Sepertiapakah bentuk pengawasan Kalau dari BPOM melakukan yang dilakukan pihak internal pengawasan pre dan post market yaitu tersebut? sebelum dan sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre market, kami mengkroscek antara draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah
Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
Apakah terdapat kendala pelaksanaan pengawasan?
dalam
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan?
masih sesuai komposisinya dengan awal pelaku membuat produknya. Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 komoditi, karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu sangat jelas tidak cukup. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu sangat jelas tidak cukup. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT ilegal, namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami juga tidak bisa memaksa. Cukup baik. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal dalam konteks OT. Sudah, sudah cukup baik.
Apakah BPOM memiliki rencana kerja Kita ada rencana kerja tahunan, dari dalam melakukan pengawasan? rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi. Apakah BPOM memiliki petunjuk Ada, kita ada juklak dan juknis dalam pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan melakukan pengawasan? SOP BPOM Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan ada temuan atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa juga ke aparat hukum. Apakah terdapat alat monitoring dalam Ada, kita namanya SKP. Satuan mengukur kinerja pegawai dan kinerja pegawai dan itu umum di program pengawasan? instansi pemerintah. Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki target berapa jumlah sarana yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya potongan tunjangan. Apakah ada tindakan korektif saat Kita seringkali kasih surat peringatan dalam pelaksanaan pengawasannya jika ditemukan pelanggaran baik di ditemukan suatu pelanggaran? sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita kasih peringatan dan point-point yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalo masih membadel kita tindak ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih
peringatan berupa pemberitahuan, jika masih membandel kita bisa sita atau pemusnahan di tempat. daya Kita keuangan dari APBN.
Berasal darimana sumber keuangan yang dimiliki? Apakah sumber daya keuangan yang Kalau bicara sumber daya keuangan, dimiliki sudah sesuai dalam kita kan bikin perencanaan dari tahun melakukan pengawasan? ini kita udah bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan. Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan target yang diperiksa. Apakah peralatan yang dimiliki sudah Kalau peralatan kita kurang di sesuai dalam melakukan pengawasan? transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu masih kurang Apakah terdapat jadwal dalam Dari SOP itu kita dapet jadwal melakukan pengawasan? pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet jadwalnya. Jadi perhari berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya, kita ada jadwalnya. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
Ya itu tadi, dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih 1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada kegiatan, otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama dulu.
Berapa lama rentang waktu antara Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 pengawasan yang dilakukan tahun sekali diperiksa. sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa?
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
:I4
-
Nama
: H. Tata S.K.M. M.Kes
-
Pekerjaan
: PNS
-
Usia
:
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban Seperti apakah peran Dinas Kesehatan Kami melakukan pengawasan batra Kota Serang dalam pengawasan obat (obat tradisional) sesuai dengan tradisional di Kota Serang? tupoksi Dinas Kesehatan Kota Serang yang diatur dalam perda no. 9 tahun 2008. yaitu dengan melakukan penyuluhan ke sarana distribusi batra dan ke sarana pengobatan tradisional. Untuk penyitaan diluar tanggung jawab kami, kalau itu ada di BPOM. Intinya kami hanya melakukan sosialisasi kepada distribusi batra melalui UPT yang ada di puskesmas dan kader-kader yang ada di setiap wilayah. Sasaran sosialisasi kami itu penjual jamu gendong, industri kecil obat tradisional (IKOT), usaha kecil obat tradisional (UKOT). dan depot jamu. Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong dan depot-depot jamu. Apakah ada kerjasama antara Dinas Ada kerjasamanya, seperti dalam Kesehatan Kota Serang dengan BPOM melakukan sosialisasi kami juga turut Provinsi Banten? mengundang pihak BPOM sebagai narasumbernya, dan dalam melakukan pemeriksaan gabungan dilapangan juga kami bekerjasama dengan pihak BPOM
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 5-1
-
Nama
: Arya
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 20 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya? Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional? Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya?
Jawaban Pernah kesini a.
Mereka ngecekin-ngecekin gitu barangnya satu-satu. Enggak tau a, belum pernah ada sosialisasi a. Wah, Saya ngga tau tuh a.
Saya cuma jagain ajah kok, kalo barang bos yang ngisi a. Nggak, nggak ada jadwalnya. Nggak ada jadwalnya, jadi datengya gak tentu. gak tentu datengnya a, tapi biasanya enam bulan sekali.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 5-2
-
Nama
: Iwan
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 19 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban Apakah BPOM pernah melakukan Iya ada, pernah ada pemeriksaan. pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? Apa yang dilakukan BPOM dalam BPOM kesini ngasih tau mana obat pengawasannya? tradisional yang ilegal dan mana yang resmi lalu BPOM ngambil OT ilegal buat sampel. Apakah BPOM pernah melakukan Ada sekitar 3 bulan yang lalu. Ya itu, sosialisasi terkait obat tradisional? sosialisasinya ngasih tau obat yang legal sama yang ilegal. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? Apakah terdapat jadwal melakukan pengawasan?
Iya, biasanya yang ilegal gak ada nomor izin BPOM nya. Saya gak tau kalo itu ilegal, soalnya ada nomor izinnya.
dalam Jadwal tetap gak ada, tapi setiap 3 bulan sekali BPOM kesini buat ngawas.
Apakah pengawasan yang dilakukan Gak tentu sih harinya, tapi setiap 3 sesuai dengan jadwal yang telah bulan dateng. ditetapkan? Berapa lama rentang waktu antara Sekitar 3 bulan sekali. pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya?
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 5-3
-
Nama
: Nurul
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 29 Tahun
-
Jenis kelamin
: Perempuan
Pertanyaan Jawaban Apakah BPOM pernah melakukan Iya, suka meriksa juga kesini. pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? Apa yang dilakukan BPOM dalam BPOM memeriksa obatnya satu persatu, pengawasannya? nyari yang ilegal sama yang gak ada izinnya yang beredar. Apakah BPOM pernah melakukan Sosialisasinya itu pas lagi meriksa sosialisasi terkait obat tradisional? sambil ngasih tau kalau obat ini (obat ilegal) gak boleh dijual, sama ngasih daftar obat yang gak boleh beredar. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya?
Yang saya tau dari nomor registrasinya aja. Karena ada aja yang beli obatnya. Tidak ada. Datengnya ga tentu mas.
biasanya enam bulan sekali meriksa, tapi sekarang udah jarang.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 6-1
-
Nama
: Sukarsono
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 51 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning (Peringatan Publik)? Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional ilegal? Kenapa anda mengkonsumsi tradisonal ilegal?
Jawaban Pernah lihat di tv sama di koran-koran kalo tentang obat tradisional ilegal. Tadi apa? Publik warning itu apa? Saya gak tau kalo itu. Tau, biasanya beda di segel kemasannya kalo yang asli ada hologramnya. Cuma itu aja sih.
obat Gimana ya, yang pasti pertama obatnya mudah didapat di warungwarung jamu ada, yang kedua itu untuk perubahan yang tadinya sakit jadi sehat. Apakah anda pernah melakukan Saya mah masa bodo mas, udah pengaduan kepada BPOM jika pusing mikirin gimana caranya menemukan obat tradisional ilegal? bertahan hidup, udah gak kepikiran laporan ke BPOM segala.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 6-2
-
Nama
: Pendi Surahman
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 49 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning (Peringatan Publik)? Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional ilegal? Kenapa anda mengkonsumsi obat tradisonal ilegal? Apakah anda pernah melakukan pengaduan kepada BPOM jika menemukan obat tradisional ilegal?
Jawaban Belum Pernah.
Tidak tau, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya. Karena seketika merasa enak, jadi di konsumsi terus menerus. Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang tersebut. Kita kan gak tau mana yang legal mana yang ilegal, karena itu tadi semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data Identitas Informan -
Kode Informan
: I 6-3
-
Nama
: Yono
-
Pekerjaan
: Wiraswasta
-
Usia
: 47 Tahun
-
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pertanyaan Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning (Peringatan Publik)? Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional ilegal?
Jawaban Belum pernah denger soal sosialisasi obat tradisional yang legal atau ilegal, tapi pernah baca di koran soal jamu ilegal. Publik apa, saya gak tau.
Kalau soal jamu jarang-jarang juga konsumsinya, sedikit tau tentang perbedaanya. Saya kalo minum paling cuma anggur kalo obat pegel linu gitu jarang-jarang. obat Buat jaga stamina aja biasanya sih.
Kenapa anda mengkonsumsi tradisonal ilegal? Apakah anda pernah melakukan Belum, belum pernah. Gak tau mau pengaduan kepada BPOM jika ngadunya kemana. menemukan obat tradisional ilegal?
Daftar Pertanyaan I1 (Q): Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal? ………………………………………………………………………………………. 2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? ………………………………………………………………………………………. 8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? ………………………………………………………………………………………. 9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? ……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? ………………………………………………………………………………………. Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan 1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I1 (Ahmad Kurnia, Kasi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi Dan Unit Layanan Pengaduan Konsumen) Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi yaitu, Balai POM untuk di Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu bias any a Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdikserlik yang mengawas dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat. 2. Dari balai POM itu ada dua macam ya, yaitu ada pre-market dan post-market, kalau pre-market kan ada evaluasi keamanan, ada pemeriksaan sebelum diedarkan. Ada juga pengawasan post-market pemeriksaan untuk mengetahui apakah kualitasnya sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelum diedarkan. 3. Jumlah pegawai yang ada di pemdikserlik ada 18an, ya sekitar 20 orang lah. 4. Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang ada jelas belum sesuai. 5. Kalau semua pelaksanaan pasti ada kendalanya. Tapi ya semua itu kami anggap sebagai tantangan. Di sini sarana distribusinya ada banyak tetapi SDM nya terbatas. Ini juga kami bekerjasama dengan Inspektur Badan POM Pusat. 6. Pengawasan dari pihak eksternal ya, kalau dari produsen tentu mereka harus menjaga proses produksi barang yang diproduksinya dan sesuai dengan tata cara CPOTB yang baik dalam pelaksanaannya, dan untuk masyarakat melakukan pengaduan kepada kami jika ditemukan produk yang dilarang edar. 7. Sudah cukup baik ya. 8. Ya seperti yang saya sebutkan di awal tadi, kami bekerjasama dengan berbagai instansi. Untuk sosialisasi kita bekerjasama dengan DinKes, untuk penegakan hokum kita bekerjsama dengan Kepolisian, untuk pemeriksaan gabungan kita juga bekerjasama dengan Disperindag. 9. Ya selama ini masih baik koordinasinya yang kami jalankan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan kemudian dengan Dinas Sosial. Cukup baik ya. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Jelas ada, Karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat terhadap obat tradisional illegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang kami dahulukan. 2. Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan POM dan sekarang kita menerapkan 3 ISO, ISO 9001-2008 tentang manajemen, ISO 1925-2005 untuk laboratorium system mutu CPOB dan sebentar lagi akan disusul system mutu CPOTB. 3. Untuk pengawasan ada. Kami ada pengukuran kinerja. 4. Oh jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga meminta feedback dari industry tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami deadline kan sekitar dua bulan.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan 1. Kita anggaran murni dari APBN. 2. Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT yang diawasi. 3. Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Pasti ada, sangat konyol jika melakukan pengawasan tanpa adanya jadwal pelaksanaanya. 2. Ada jadwal rutin, dan ada jadwal insidentil. Kalau jadwal rutin, jadwalnya sudah sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal insidentil itu sesuai dengan temuan untuk ndustri OT dilapangan jika industry itu illegal maka kami harus segera melakukan pemeriksaan kesana tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau penetapan waktu. 3. Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak. Misal, ditemukan laporan dari BPOM makassar terkait dengan temuan obat tradisional illegal dari tangerang, maka kami harus melaksanakan pemeriksaan kesarana produksi tersebut sesegera mungkin. Jadi waktu yang kita miliki fleksibel. 4. Tergantung pada hasil temuan, jika urgent bias setiap bulan. Namun jika tidak urgent bias satu atau dua tahun sekali.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan I2 (Q): Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal? ………………………………………………………………………………………. 2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? ………………………………………………………………………………………. 8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? ………………………………………………………………………………………. 9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? ……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? ………………………………………………………………………………………. Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan 1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I2 (Puguh Wijanarko S. Farm, Apt. Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan) Pelaku pengawasan kebijakan 1. Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus pengawasan dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan unit layanan pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh bagian pemeriksaan obat tradisional. 2. Pengawasan yang dilakukan yaitu Pre-Market dan Post-Market, dimana dalam PreMarket pengawasan dilakukan sebelum barang beredar dan dalam Post-Market pengawasan dilakukan sesudah barang beredar. Dalam Pre-Market kita mengecek kesesuaian kegiatan produksi dengan syarat produksi dan juga izin produksinya. Kalau Post-market yaitu sarana dan prasarananya. 3. Pada bagian PEMDIK SERLIK pegawai yang ada sekitar 16 orang, untuk pemeriksaan obat tradisional (OT) ada 3 orang. 4. Belum cukup ya, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang ada, sekitar 36 orang. 5. kendala dari dalam yaitu dari sarana dan prasarananya yang terbatas. Untuk prasarananya seperti jumlah SDM yang masih sedikit dan untuk sarananya seperti kendaraan transportasi karena di Banten ini sebagian besar daratan, jadi dalam melakukan pengawasan kami hanya membutuhkan alat transportasi darat, namun saat ini ada sekitar 2 kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan pengawasan. Kendala dari luarnya lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang ada belum dapat sepenuhnya kami tindak lanjuti. 6. Kalau dari masyarakat sendiri yaitu dapat melakukan pengaduan jika ditemukan boa tradisional (OT) yang dilarang edar namun ada atau beredar dipasaran. Kalau dari pelaku usaha juga sama harus memberikan pengaduan, ditambah mereka juga harus melakukan pengawasan sendiri pada sarana produksi yang mereka miliki. 7. Sudah, sudah cukup baik. Kami juga sudah bekerjasama dalam hal pengawasan dengan Dinas Kesehatan, kepolisian dan Disperindag. Kalau dengan masyarakatnya saya rasa sudah cukup terbuka dengan keberadaan Balai POM Serang. Jika mereka ada keluhan mereka langsung menghubungi kami, sekarang lumayan juga pertanyaan yang masuk mengenai izin produksi dan tentang produk-produk yang ada dipasaran 8. Dari pemerintah terutama dengan Dinas Kesehatan kita selalu melaporkan pengawasan yang kita peroleh dari wilayah mereka agar bisa di tindak lanjuti. Dari Dinas Perindustrian juga sering mengadakan persiapan untuk izin produk. Kepolisian juga kita bekerjasama dalam hal menindak lanjuti temuan OT ilegal dilapangan. Dari LSM kerjasamanya lebih dari informasi mengenai pelanggaran. 9. Ya sudah cukup baik, kita rutin kok melakukan koordinasi terutama kepolisian dalam hal penyidikan.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Rencana kerja jelas ada, kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi. 2. Ya kita sesuai dengan SOP. SOP tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Pusat yang kemudian kita breakdown kembali. 3. Setiap pegawai memiliki alat penilaian. Setiap tahun diberi target untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan rencara strategi jangka panjang. 4. Ada, jika kita menemukan pelanggaran di sarana produksi atau distribusi, kita kasih peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh di perjual belikan, atau ini masih ada yang kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan berikutnya bahkan sampai ke ranah hukum. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan 1. Untuk keuangan kita berasal dari APBN semua. 2. Sudah sesuai, karena kita melakukan perencanaan untuk tahun berikutnya berdasarkan rencana yang dibuat pada tahun sebelumnya. 3. Untuk peralatan sudah mencukupi. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Iya, kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga diperiksa oleh Pemerintah. 2. Penentuan jadwal kami berdasarkan manajemen resiko ya, jadi kami memiliki database jumlah perusahaan yang ada. Jadi yang resikonya lebih besar dalam melakukan pelanggaran, itu yang kami prioritaskan. 3. Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu ya, kita kan pengawasan tidak berjalan sendiri, ada koordinasi juga dengan Balai lain dan Badan Pusat. Kadang dari pusat melakukan inspeksi kesini, otomatis jadwal yang sudah ditetapkan sedikit digeser. 4. Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala yang berarti.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan I3 (Q): Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal? ………………………………………………………………………………………. 2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? ………………………………………………………………………………………. 8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? ………………………………………………………………………………………. 9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? ……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? ………………………………………………………………………………………. Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan 1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I3-2 (M.Sony Mughofir S. SI. Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten). Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT) yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari Badan POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri. 2. Kalau dari BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre market, kami mengkroscek antara draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai komposisinya dengan awal pelaku membuat produknya. 3. Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 komoditi, karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi. 4. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu sangat jelas tidak cukup. 5. Kalau dari internal ya dari jumlah SDM tadi sama transportasi juga kurang. Kalau dari eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih tinggi walaupun sosialisasi mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan. 6. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT ilegal, namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami juga tidak bisa memaksa. 7. Cukup baik. 8. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal dalam konteks OT. 9. Sudah, sudah cukup baik. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi. 2. Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP BPOM Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan ada temuan atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa juga ke aparat hukum. 3. Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi pemerintah. Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu
sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki target berapa jumlah sarana yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya potongan tunjangan. 4. Kita seringkali kasih surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita kasih peringatan dan point-point yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalo masih membadel kita tindak ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih membandel kita bisa sita atau pemusnahan di tempat. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan 1. Kita keuangan dari APBN. 2. Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita udah bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan. Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan target yang diperiksa. 3. Kalau peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu masih kurang Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet jadwalnya. Jadi perhari berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya, kita ada jadwalnya. 2. Ya itu tadi, dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari. 3. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih 1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada kegiatan, otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama dulu. 4. Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan I3 (Q): Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari pihak internal maupun eksternal? ………………………………………………………………………………………. 2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut? ………………………………………………………………………………………. 7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik? ………………………………………………………………………………………. 8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM? ………………………………………………………………………………………. 9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan pengawasan? ……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan suatu pelanggaran? ………………………………………………………………………………………. Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan 1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I3-1 (Clara Diana Setyawati S. Farm, Apt. Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten) Pelaku pengawasan kebijakan 1. Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di pasaran, untuk Pre-Market sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan mutu dan lainnya. Nah kalau sudah beredar di masyarakat itu namanya Post-market, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari BPOM yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa aja sih peraturan dalam OT, apa aja sih yang ga boleh beredar, kami juga ada pengawasan dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut ada parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa di pasarkan lagi, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning. 2. Ya itu seperti yang saya katakan sebelumnya, ada pengawasan Pre-market dan PostMarket, di Post-Market ada pengawasan sampling. Kami juga pengawasannya tidak hanya mengarah di peredarannya namun produsennya juga kami awasi. 3. Sekitar ada 18 orang ya, ditambah honorer. 4. Kalau dalam pengawasan belum ya, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. Industrinya banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus didahulukan. 5. Kendalanya banyak sih, dari internal ya dari jumlah SDM nya yang sedikit, kendaraannya kurang. Dari eksternalnya itu mengenai pemahaman masyarakat terbatas juga dalam OT cari obatnya yang cespleng aja, udah gitu murah, padahal OT yang asli tidak menyembuhkan penyakit namun hanya mencegah penyakit. Begitu juga penjualnya buat mereka yang penting barangnya laku. 6. Dari produsen pengawasannya itu dalam memproduksi OT harus menetapkan CPOTB karena kita tidak mungkin setiap hari meriksa pabrik mereka, jadi mereka yang harus mengawasi hasil produknya sendiri, kalau dari masyarakat bisa melakukan pengadukan ke bagian ULPK jika ada temuan OT bermasalah atau menambah wawasan mengenai OT bisa juga bertanya ke ULPK. 7. Dari masyarakatnya sudah mulai terbuka. Dengan adanya BPOM ini masyarakat sedikit demi sedikit mulai paham mana OT yang baik dan tidak baik. Kami juga terus melakukan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada masyarakat. Semoga dengan adanya KIE tersebut masyarakat lebih aware lagi terhadap OT yang beredar. 8. Kalau mengenai obat tradisional kami bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk sosialisasi dan penyuluhan, tapi kami juga bekerjasama dengan kepolisian jika terdapat perkara hukum mengenai OT. Kalau dengan LSM sejauh ini belum ada.
9. Dibilang cukup baik, ya memang cukup baik tetapi yang jelas terus ditumbuhkan. Kita terus bersama-sama mensinkronkan program kerja yang ada. Untuk setiap tahun saja kita sudah membuat program seperti operasi gabungan pemerintah yang didalamnya terdapat kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan beberapa instansi pemerintahan. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap awal tahun kita lakukan pemeriksaan terhadap laporan-laporan yang ada, evaluasi kita monitoring untuk patokan di tahun berikutnya. 2. Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan POM SOP tersebut kami breakdown lagi disini, dan menjadi juklak dan juknis apa yang harus kami lakukan. Istilahnya lakukan apa yang tertulis, dan tulis apa yang dilakukan. Jadi kami juga menghindari perbedaan tindakan dan prosedur baik dari perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan sampai pemeriksaan dan pembuatan laporan tindak lanjut kami sudah ada prosedurnya. 3. Ada, macem-macem sih, sekarang yang sedang dicanangkan yaitu SKP (satuan kinerja pegawai) dan itu lebih personil lagi, dimana setiap personil dari awal sudah diberikan target-target apa saja yang harus dilakukan per orang, dan juga target dalam satu tahun seperti apa pencapaiannya yang nantinya akan di evaluasi, selain itu dari seluruh Balai akan ada laporan tahunan. 4. kalau dari kami tindakan korektifnya pada saat dilapangan salah satunya peringatan dan pengamanan. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan 1. Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan Menteri Keuangan. 2. Kalau ditanya sudah sesuai, ya sudah sesuai. Karena kita membuat laporan keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. 3. Peralatan sudah sesuai, kami peralatan sudah standar. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya. 2. Pertama kami melihat personil yang ada berdasarkan kompetensi yang ada dan di awal tahun kita sudah ada target. Dari target tersebut kemudian di breakdown untuk pencapaian perbulan, terget perbulannya berapa kemudian di breakdown lagi perwilayah berapa dan pelaku usahanya siapa saja. 3. Sudah sesuai, namun kita sama persis dengan jadwal itu tidak mungkin kadang apa yang sudah dijadwalkan terbentur dengan kegiatan lain yang sifatnya lebih krusial sehingga harus menjadi prioritas utama. Jadi mengenai jadwal kita fleksibel aja. 4. Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran. Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Jawaban (A): I3-2 (M.Sony Mughofir S. SI. Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi Banten). Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT) yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari Badan POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri. 2. Kalau dari BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre market, kami mengkroscek antara draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai komposisinya dengan awal pelaku membuat produknya. 3. Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 komoditi, karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi. 4. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu sangat jelas tidak cukup. 5. Kalau dari internal ya dari jumlah SDM tadi sama transportasi juga kurang. Kalau dari eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih tinggi walaupun sosialisasi mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan. 6. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT ilegal, namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami juga tidak bisa memaksa. 7. Cukup baik. 8. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal dalam konteks OT. 9. Sudah, sudah cukup baik. Standar Operasional Prosedur Pengawasan 1. Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi. 2. Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP BPOM Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan ada temuan atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa juga ke aparat hukum. 3. Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi pemerintah. Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu
sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki target berapa jumlah sarana yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya potongan tunjangan. 4. Kita seringkali kasih surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita kasih peringatan dan point-point yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalo masih membadel kita tindak ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih membandel kita bisa sita atau pemusnahan di tempat. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan 1. Kita keuangan dari APBN. 2. Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita udah bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan. Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan target yang diperiksa. 3. Kalau peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu masih kurang Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet jadwalnya. Jadi perhari berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya, kita ada jadwalnya. 2. Ya itu tadi, dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari. 3. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih 1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada kegiatan, otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama dulu. 4. Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan I4 (Q) : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Seperti apakah peran Dinas Kesehatan Kota Serang dalam pengawasan obat tradisional di Kota Serang? …………………………………………………………………………………. 2. Apakah ada kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Serang dengan BPOM Provinsi Banten? ……………………………………………………………………………….....
Jawaban (A): I4 (H. Tata, S.K.M. M. Kes. Kasi Makanan, Minuman, Kosmetik dan Batra Dinas Kesehatan Kota Serang) Pelaku pengawasan kebijakan 1. Kami melakukan pengawasan batra (obat tradisional) sesuai dengan tupoksi Dinas Kesehatan Kota Serang yang diatur dalam perda no. 9 tahun 2008. yaitu dengan melakukan penyuluhan ke sarana distribusi batra dan ke sarana pengobatan tradisional. Untuk penyitaan diluar tanggung jawab kami, kalau itu ada di BPOM. Intinya kami hanya melakukan sosialisasi kepada distribusi batra melalui UPT yang ada di puskesmas dan kader-kader yang ada di setiap wilayah. Sasaran sosialisasi kami itu penjual jamu gendong, industri kecil obat tradisional (IKOT), usaha kecil obat tradisional (UKOT). dan depot jamu. Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong dan depot-depot jamu. 2. Ada kerjasamanya, seperti dalam melakukan sosialisasi kami juga turut mengundang pihak BPOM sebagai narasumbernya, dan dalam melakukan pemeriksaan gabungan dilapangan juga kami bekerjasama dengan pihak BPOM.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? ………………………………………………………………………………………. 5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I5-1 (Arya, penjaga depot jamu Bhayangkara) Pelaku pengawasan kebijakan 1. Pernah kesini a. 2. Mereka ngecekin-ngecekin gitu barangnya satu-satu. 3. Enggak tau a, belum pernah ada sosialisasi a. 4. Wah, Saya ngga tau tuh a. 5. Saya cuma jagain ajah kok, kalo barang bos yang ngisi a. Jadwal pelaksanaan pengawasan 1. Nggak, nggak ada jadwalnya. 2. Nggak ada jadwalnya, jadi datengya gak tentu. 3. gak tentu datengnya a, tapi biasanya enam bulan sekali.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? ………………………………………………………………………………………. 5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I5-2 (Iwan, pemilik depot jamu cikulur) Pelaku pengawasan kebijakan 1. Iya ada, pernah ada pemeriksaan. 2. BPOM kesini ngasih tau mana obat tradisional yang ilegal dan mana yang resmi lalu BPOM beli OT ilegal buat sampel. 3. Ada sekitar 3 bulan yang lalu. Ya itu, sosialisasinya ngasih tau obat yang legal sama yang ilegal. 4. Iya, biasanya yang ilegal gak ada nomor izin BPOM nya. 5. Saya gak tau kalo itu ilegal, soalnya ada nomor izinnya. Jadwal pelaksanaan pengawasan 1. Jadwal tetap gak ada, tapi setiap 3 bulan sekali BPOM kesini buat ngawas. 2. Gak tentu sih harinya, tapi setiap 3 bulan dateng. 3. Sekitar 3 bulan sekali.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda miliki? ………………………………………………………………………………………. 2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya? ………………………………………………………………………………………. 3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal? ………………………………………………………………………………………. 5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut? ………………………………………………………………………………………. Jadwal Pelaksanaan Pengawasan 1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? ………………………………………………………………………………………. 3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan pengawasan berikutnya? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : 15-3 (Nurul, pemilik depot jamu di Cipocok) Pelaku pengawas kebijakan 1. Iya, suka meriksa juga kesini. 2. BPOM memeriksa obatnya satu persatu, nyari yang ilegal sama yang gak ada izinnya yang beredar. 3. Sosialisasinya itu pas lagi meriksa sambil ngasih tau kalau obat ini (obat ilegal) gak boleh dijual, sama ngasih daftar obat yang gak boleh beredar. 4. Yang saya tau dari nomor registrasinya aja. 5. Karena ada aja yang beli obatnya. Jadwal pelaksanaan pengawasan 1. Tidak ada. 2. Datengnya ga tentu mas. 3. biasanya enam bulan sekali meriksa, tapi sekarang udah jarang.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Jawaban (A) : 15-4 (Aris, pemilik depot jamu di Kaligandu) Pelaku pengawas kebijakan 1. Bukan pernah lagi malah BPOM sering melakukan inspeksi ke sini. 2. Ya gitu, mereka cek barangnya satu-satu terus bilang ini gak boleh dijual, yang ini gak boleh dijual. Mungkin kalo menurut BPOM itu semua produk obat tradisional yang ada disini gak boleh dijual. Yang boleh dijual mungkin hanya merk-merk tertentu saja kayak sidomuncul. 3. Sosialisasinya itu pas lagi meriksa sambil ngasih tau kalau obat ini (obat ilegal) gak boleh dijual. 4. Saya tidak tau, karena saya hanya menjual dagangan seperti orang biasa jual. Memang biasanya BPOM pada saat pemeriksaan suka memberitahu mana produk yang dilarang dan diizinkan, namun kata mereka rata-rata produknya dilarang semua, kalau semua dilarang, saya mau jual apa? Sedangkan masyarakat juga sering membeli produk tsb dan tidak ada efek samping atau keluhan setelah mengkonsumsinya masalah sebaliknya masyarakat merasa obat tersebut lebih manjur khasiatnya. 5. Ya karena itu tadi, masyarakatnya merasa obatnya manjur, jadi ada aja yang beli. Jadwal pelaksanaan pengawasan 1. Nggak ada jadwalnya mereka dateng gitu aja sambil bawa surat tugas. 2. Nggak ada. 3. biasanya enam bulan sekali meriksa.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan (Q) Masyarakat I6 : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning (Peringatan Publik)? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional ilegal? ………………………………………………………………………………………. 3. Kenapa anda mengkonsumsi obat tradisonal ilegal? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah anda pernah melakukan pengaduan kepada BPOM jika menemukan obat tradisional ilegal? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : I6-2 (Pendi Surahman, Masyarakat) Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Belum Pernah. 2. Tidak tau, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya. 3. Karena seketika merasa enak, jadi di konsumsi terus menerus. 4. Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang tersebut. Kita kan gak tau mana yang legal mana yang ilegal, karena itu tadi semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
Daftar Pertanyaan (Q) Masyarakat I6 : Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning (Peringatan Publik)? ………………………………………………………………………………………. 2. Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional ilegal? ………………………………………………………………………………………. 3. Kenapa anda mengkonsumsi obat tradisonal ilegal? ………………………………………………………………………………………. 4. Apakah anda pernah melakukan pengaduan kepada BPOM jika menemukan obat tradisional ilegal? ……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : I6-2 (Pendi Surahman, Masyarakat) Pelaku Pengawasan Kebijakan 1. Belum Pernah. 2. Tidak tau, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya. 3. Karena seketika merasa enak, jadi di konsumsi terus menerus. 4. Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang tersebut. Kita kan gak tau mana yang legal mana yang ilegal, karena itu tadi semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
Lokasi Wawancara Waktu dan Tanggal
: :
GAMBAR HASIL WAWANCARA PENELITI DENGAN INFORMAN
Gambar 1 Wawancara Peneliti dengan Bapak Aris Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot Jamu) di Kecamatan Serang Kelurahan Kaligandu Kota Serang
Gambar 2 Wawancara Peneliti dengan Ibu Nurul Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot Jamu) di Kecamatan Cipocok Kota Serang
Gambar 3 Wawancara Peneliti dengan Bapak Agus Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot Jamu) di Kecamatan Serang Pasar Rau Kota Serang
Gambar 4 Wawancara Peneliti dengan Bapak Puguh Wijarnako,S.Farm, S.Apt Selaku Koordinator Staff Pemdik Serlik Obat, Obat Tradisional, Makanan, Kosmetik, dan Suplemen di BPOM Provinsi Banten.
Gambar 5 Wawancara Peneliti dengan Bapak M Sony Mughofir,S.Sos Selaku Staff Pemdik Serlik Pengawas Obat Tradisional dan Bagian Penyidikan di BPOM Provinsi Banten.
Gambar 6 Wawancara Peneliti dengan Bapak Ahmad Kurnia,ST Selaku Kepala Pemdik Serlik di BPOM Provinsi Banten
Gambar 7 Wawancara dengan Bapak Sukarsono selaku Masyarakat Kota Serang yang Mengkonsumsi Obat Tradisional Ilegal di Kecamatan Serang Kelurahan Lopang
Gambar 8 Salah Satu Program Sosialisasi BPOM Provinsi Banten dengan Mendirikan Stand pada Acara Ulang Tahun Kota Serang yang ke-7 di Alun-alun Kota Serang
Gambar 9 Salah Satu Program Sosialisasi BPOM Provinsi Banten dengan Mendirikan Stand pada Acara Ulang Tahun Kabupaten Serang yang ke-488 di Alun-alun Kota Serang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA MAHASISWA Nama
: Gaery Rahman Saputra
Usia
: 24 Tahun
Tempat Tgl Lahir
: Serang, 22 Maret 1990
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Jl. Trip Jamaksari No.32 Cinanggung, Serang
Nomor Telepon
: 087778578114
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1995 – 1998 1998 – 2002 2002 – 2005 2005 – 2008 2008 – 2015
: TK Pertiwi Serang : SDN 2 Serang : SMP N 2 Serang : SMA N 3 Serang : FISIP UNTIRTA, Jurusan Administrasi Negara