Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
Andy Arya Maulana Wijaya,
MODAL SOSIAL UNTUK KAPASITAS
[email protected]
COMMUNITY GOVERNANCE (STUDI
Dosen Ilmu Pemerintahan
KASUS PEREMPUAN PESISIR
Universitas Muhammadiyah Buton
KELURAHAN SULAA KOTA BAUBAU)
Abstrak Penelitian ini betujuan untuk memberikan sudut pandangan yang lain tentang peran perempuan pesisir di Kelurahan Sulaa Kota Baubau. Bahwa peran perempuan pesisir tidak saja terbatas pada peran domestiknya saja, namun dengan pengelolaan modal sosial perempuan pesisir juga dapat berkontribusi dalam governance di tingkat lokal. Terdapat beberapa temuan dalam penelitian ini, yakni modal sosial perempuan pesisir yang nampak pada kelompok-kelompok perempuan pesisir dapat mengelola keberlanjutan organisasi perempuan pesisir pada tataran modal sosial bonding, bridging dan linking. Dalam hal modal sosial bonding ditunjukkan dengan Kepemimpinan organisasi kelompok perempuan yang cukup efektif dalam mengelola organisasi, adanya kesadaran gerakan menabung, dan berlangsungnya proses berbagi informasi dan pengetahuan; untuk modal sosial bridging Ditunjukkan dalam bentuk jaringan kerjasama dengan kelompok lain, dengan jaringan ini kemudian kelompok perempuan pesisir memproduksi berbagai inovasi usaha dan berbagai pengetahuan umum lainnya; serta modal sosial linking Ditunjukkan pada adanya partisipasi kelompok perempuan pesisir baik dalam pengembangan kelompok, pelatihan, pemasaran produk usaha mereka, serta pemerolehan bantuan dari Pemda. Namun, perubahan lingkungan, kemampuan sumberdaya serta tuntutan yang terus berubah memerlukan adanya adaptasi terus menerus terhadap kapasitas kelompok perempuan pesisir, oleh karena itu dalam persoalan dukungan pemerintah daerah Kota Baubau tetap diperlukan. Keywords: community governance, modal sosial, perempuan pesisir, Universitas Muhammadiyah Buton serangkaian nilai yang mencakup hubungan
1. PENDAHULUAN Dalam komunitas masyarakat lokal apapun itu senantiasa memiliki nilai-nilai bersama yang mengatur interaksi sosialnya. Begitu juga dengan komunitas/ kelompok masyarakat pesisir di Kota Baubau, melalui kepemilikan nilai-nilai tersebut biasanya menjadi identitas sosial masyarakat
tersebut.
Didalamnya
mengandung
sosial, etika sosial hingga bagunan jaringan sosial masyarakat. Pada konteks lain, komunitas perempuan menjadi entitas yang sangat erat dengan keberadaan nilai lokal tersebut. Kasus di komunitas masyarakat lokal Kota Baubau yang erat dengan budaya buton, perempuan juga memiliki peran-peran tertentu dalam tatanan sosial tidak terkecuali adalahikut Vol. 1 No. 1 April 2016
107
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
membantu pemenuhan ekonomi keluarga-
upaya-upaya partisipasi masyarakat dalam
nya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
pembangunan.
perempuan adalah kelompok masyarakat
Betapapun demikian memang terdapat
yang rentan secara sosial maupun ekonomi.
beberapa keterbatasan yang inheren dida-
Misalnya saja ketika budaya pathriarki da-
lam komunitas masyarakat, seperti misal-
lam rumah dan kepemilikan keterampilan
nya pengetahuan dan informasi sehingga
(skills) yang seringkali terbatas, hal ini
nilai-nilai sosial kearifan lokal tersebut
kemudian menambah persoalan bahwa
belum menjadi aspek keberdayaan masya-
kawasan pesisir adalah sumber kantong-
rakat jika tidak dikelola secara maksimal.
kantong kemiski-nan (Salman, 2010).
Persoalan seperti ini menjadi salah satu
Kasus diatas memang cukup kasuistik,
persoalan yang perlu dicarikan jalan keluar-
dalam artian bahwa di lingkungan dan bu-
nya. Dalam kerangka otonomi daerah saat
daya masyarakat yang berbeda maka akan
ini bisa menjadi salah satu upaya membuka
ditemukan persoalan yang berbeda juga.
jalan untuk melakukan pemberdayaan ma-
Karena itu, kita tidak dapat memungkiri
syarakat berbasis pada nilai-nilai masyara-
bahwa dalam komunitas masyarakat pesisir
kat lokal.
memiliki nilai lokal tertentu, yang mana
Kajian dalam tulisan ini bermaksud
melalui nilai-nilai lokal tersebut mampu
mengkaji nilai-nilai sosial masyarakat lokal
dikelola menjadi rangkaian aktivitas mau-
tersebut, khususnya pada kelompok perem-
pun interaksi masyarakat pesisir dalam
puan pesisir. Dimana konsep tersebut di-
memecahkan masalah-masalah publik di
kerangkakan sebagai bentuk modal sosial
lingkungannya. Kemampuan tersebut biasa
(social capital) yang kini menjadi kajian me-
dikatakan sebagai bentuk kearifan lokal,
narik dalam usaha menciptakan good
yang secara langsung maupun tidak lang-
governance.
sung telah terinternalisasi dalam hubungan
Karena itu, penelitian ini mencoba men-
sosial masyarakat lokal. Hal ini mampu dili-
jelaskan modal sosial perempuan pesisir
hat pada ranah kepemimpinan lokal, deng-
sebagai sebuah kapasitas komunitas (com-
an begitu masyarakat lokal memiliki ke-
munity) dalam governance, dengan meng-
mampuan sendiri dalam menangani bebe-
ambil setting di kelompok perempuan
rapa masalah publik misalnya konflik war-
pesisir di Kelurahan Sulaa Kota Baubau.
ga, cekcok keluarga, konflik tanah, pengor-
Kajian ini berusaha menghadirkan komu-
ganisasian masyarakat untuk mengakses
nitas masyarakat pesisir untuk memahami
modal, perkelahian pemuda hingga pada
keterkaitan nilai lokal dan governance dalam kontestasi kebijakan publik serta peVol. 1 No. 1 April 2016
108
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
nyelenggaraan pemerintahan yang demo-
hingga menciptakan proses pemerintahan
kratis ditingkat lokal.Setidaknya kajian ini
yang lebih akuntabel, transparan dan par-
akan memberi pemandangan yang berbeda
tisipasif (UNDP, 1997; Hambleton, 2004:50;
tentang interksi sosial masyarakat lokal
Rohman et.al, 2012; Osborne dan Gaebler,
khususnya perempuan pesisir dalam waca-
1992; Stocker 1998 dalam Sudarmo, 2011)
na governance di tingkat lokal saat ini. 1.1.
Paradigma Governance
Basis untuk memahami governance tersebut adalah oleh adanya keterlibatan multi
Konsep “governance” merupakan per-
stakeholder dalam penyelenggaraan peme-
luasan dari konsep “government”. Konsep
rintahan. Disini kemudian, peran-peran
government (pemerintah) sebagai lembaga
state, non state bahkan supra state diperlu-
yang selama ini memonopoli penyeleng-
kan secara seimbang dalam penyelenggara-
garaan pemerintahan dianggap tidak lagi
an pemerintahan maupun dalam perumus-
memadai untuk menjawab kompleksitas
an kebijakan publik (decision making). Per-
yang dihadapi oleh Negara dalam kegiatan
kembangan ini mulai diterapkan pada pro-
penyelenggaraan urusan public. Di-mana,
ses formulasi kebijakan yang tidak lagi
konsep governance menunjuk pada peliba-
hanya dimainkan dan didominasi oleh Ne-
tan lembaga lain non-negara (pasar dan
gara atau pemerintah yang berkuasa saja
masyarakat) dalam penyelenggaraan uru-
Denhardt and Denhardt (2003; dalam
san publik dengan memberikan peran dan
Sudarmo 2011: 73).
ruang yang lebih luas pada lembaga non-
hardt juga memperkenalkan pergeseran
pemerintah, kegiatan pemerintahan menja-
paradigma ini pada isu terkait administrasi
di lebih partisipatif, responsif dan akuntabel
publik kontemporer, yakni network, social
pada kepentingan publik (Dwiyanto, 2003).
capital,
Denhardt dan Den-
pertanggungjawaban
birokrasi,
Perubahan paradigma tersebut kemudi-
local governance, globalisasi dan kolaborasi
an mengubah cara pandang dan aktivitas
(dalam Sudarmo, 2011: 73). Jelas bahwa
dalam penyelenggaraan pemerintahan saat
governance dapat berjalan efektif jika ditun-
ini. Inti dari pemahaman governance kemu-
jang pula oleh kemampuan aktor diluar
dian oleh para ahli didefinisikan pada ada-
state (pemerintah), masyarakat adalah sa-
nya kerjasama melalui network dalam pe-
lah satunya yang dituntut untuk memiliki
nyelenggaraan pemerintahan, pengambilan
kapasitas itu.
keputusan, implementasi kebijakan publik antara pemerintah (state), swasta (market) dan Masyarakat (civil society) secara seim-
1.2.
Pengertian
dan
Peran
Modal
Sosial
bang untuk mencapai tujuan bersama, seVol. 1 No. 1 April 2016
109
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
Sejalan dengan bahasan governance,
keterkaitan modal sosial dengan governance
konteks komunitas masyarakat tentu memi-
oleh komunitas masyarakat pesisir. Meski-
liki modal sosial yang menjadi dasar inter-
pun interaksi terjadi karena berbagai ala-
aksi dan aktivitas sosialnya. Dimana hal ini,
san, orang-orang berinteraksi, berkomuni-
menyangkut nilai-nilai kepercayaan (trust),
kasi dan kemudian menjalin kerja-sama
kerjasama (network) dan norma (norms)
pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan
yang menjadi dasar relasi antara masyara-
untuk berbagi cara mencapai tujuan ber-
kat secara informal serta berkembang dida-
sama yang tidak jarang berbeda dengan
lam komunitas masyarakat seiring dengan
tujuan dirinya sendiri secara pribadi. Ke-
interaksi sosial yang dilakukannya (Putnam,
adaan ini terutama terjadi pada interaksi
1996; Fukuyama, 2010; Bowles dan Gintis,
yang berlangsung relatif lama (Suharto,
2002; Sudarmo, 2011: 197-198; Hasbullah,
2007: 98).
2006:9; Suharto, 2011:98-100).
Terdapat sejumlah studi administrasi
Sementara itu, Wim van Oorschot dan
publik yang menunjukkan bahwa anggota
Ellen Finsveen (2010)yang mengkaji me-
masyarakat mengurangi rasa kegelisahan,
ngenai social capital dan keterkaitannya
keunikan, dan kreativitasnya dalam usaha
dengan negara kesejahteraan mengkaitkan
menyesuaikan diri sebaik mungkin terha-
social capital terdiri dari 3 apek yaitu : (1)
dap norma-norma, sikap dan nilai-nilai
Jaringan Sosial; Hubungan dalam dan antara
dominan
keluarga dan teman-teman (sosialisasi in-
(Mindarti, 2007: 133).
dalam
kehidupan
organisasi
formal), keterlibatan dalam masyarakat dan
Oleh karena itu, arena produksi modal
kehidupan organisasi (misalnya sukarela),
sosial dalam governance pada penelitian ini
dan keterlibatan publik (misalnya pemilih-
akan dianalisis melalui konteks jaringan
an); (2) norma-norma sosial; nilai-nilai
(network) dalam bentuk organisasi masya-
dalam masyarakat, norma dan kebiasaan
rakat lokal, yaitu : a) Bonding Social Capital,
kerjasama; dan (3) kepercayaan sosial; Ke-
yaitu merupakan hubungan antar anggota
percayaan pada lembaga sosial dan orang
dalam sebuah kelompok komunitas sejenis,
lain.
yang mencakup hubungan atau ikatan kuat
Karenanya, modal sosial disini dapat di-
dalam kelompok-kelompok b) Bridging soci-
nilai sebagai sebuah proses produktif dari
al capital, merupakan hubungan antar sesa-
masyarakat. karena itu, menjadi penting
ma bonding, tetapi berbeda kelompok atau
untuk memandang hal tersebut kedalam
berbeda jaringan sosial. dan c) Linking
rangkaian interaksi dan aktivitas masya-
social capital, hubungan antar sebuah
rakat, yang dalam penelitian ini melihat
kelompok komunitas atau kelompok-kelomVol. 1 No. 1 April 2016
110
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
pok komunitas yang berbeda dengan peme-
tah juga memiliki sejumlah keterbatasan
rintah setempat.
dan komunitas mampu melakukan itu. Olehnya itu, tidak dapat dipungkiri bahwa
1.3.
Kapasitas
Community
dalam
Governance
komunitas masyarakat terkadang dapat melakukan apa yang gagal dilakukan pemerin-
Dalam studi Administrasi Publik saat
tah dan pasar karena anggota komunitas,
ini, diperkenalkan mengenai peranan ko-
bukan pendatang memiliki informasi pen-
munitas atau kelompok masyarakat dalam
ting tentang kebiasaan, kapasitas dan kebu-
memecahkan persoalan mereka yang belum
tuhan anggota lainnya (Bowles dan Gintis,
mampu diselesaikan oleh pemerintah. Per-
2002: F423).
tanyaan penting disini adalah seperti apa
Kapasitas seperti itu tentu positif bagi
kapasitas yang dimiliki komunitas untuk
pengembangan masyarakat. Selain itu, com-
mendukung aktivitasnya dalam governance,
munity governance juga dapat dipahami
beberapa pihak mengkaitkan proses ini
sebagai manajemen tingkat masyarakat dan
dengan kepemilikan modal sosial (social
pengambilan keputusan-keputusan yang di-
capital) yang kuat dimasyarakat.
lakukan oleh, dengan, atau atas nama
Tentunya modal sosial akan semakin
masyarakat, oleh kelompok masyarakat/
kuat jika ia senantiasa digunakan di masya-
stakeholder (Bowles dan Gintis, 2002;
rakat. Seperti misalnya melalui ikatan-ika-
Totikidis, Armstrong & Francis, 2005;
tan modal sosial kemudian menjadi sarana
Sudarmo, 2011). Selain itu, penguatan
masyarakat berkerjsama dengan berbagai
modal sosial juga berkorelasi dengan efekti-
pihak atau dengan pemerintah. Dengan
vitas governance (Halsell, 2012).
begitu, komunitas lokal mampu mengarah-
Sebuah komunitas (community) untuk
kan perubahan dengan inovasi, dan penye-
melakukan governance dengan efektif maka
lenggaraan pemerintahan akan lebih efektif
ia harus memiliki kapasitas untuk belajar,
ketika pemerintah dan komu-nitas masya-
melakukan eksperimen dan beradaptasi se-
rakat bekerjasama (Eversole, 2011: 66).
cara kreatif terhadap ancaman-ancaman
Boleh dikatakan bahwa sarana peman-
dan peluang-peluang yang ada (Innes &
faatan nilai modal sosial akan cukup mem-
Booher dalam Sudarmo, 2008: 103). Untuk
bantu memberikan solusi, sekalipun itu
membangun kapasitas yang memadai bagi
hanya pada lingkup lokal saja. Namun seti-
governance, komunitas perlu melakukan
daknya peran pemerintah daerah secara
interaksi dan berbagi peran secara teratur
tidak langsung dipraktekkan didalam nilai-
diantara para pemain yang beraneka ragam
nilai bersama masyarakat, karena pemerin-
dalam memecahkan masalah dan melakuVol. 1 No. 1 April 2016
111
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
kan kerjasama untuk melaksanakan tugas-
2.
ISSN : 2503-4685
METODE PENELITIAN
tugas baru yang sangat kompleks berke-
Penelitian ini kemudian berkenaan
naan dengan pemecahan masalah bersama
dengan pengelolaan modal sosial pada
yang dihadapinya (Burns &Stalker, 1996:
komunitas perempuan pesisir, dimana kon-
Sudarmo, 2008: 103-104).
disi tersebut dikelola melalui kelompok
Jelas bahwa sebuah komunitas yang
yang dikaji sebagai bentuk keterlibatan
memiliki kapasitas untuk governance maka
kaum perempuan dalam dalam governance.
ia harus mempunyai sejumlah kriteria ter-
Dengan mengambil setting pada kelompok
sebut. Sudarmo (2008) memberikan pen-
perempuan pesisir di Kelurahan Sulaa Kota
jelasan mengenai batasan-batasan kriteria
Baubau.
komunitas, yaitu ; (1) kemampuan untuk
Penelitian ini menekankan pada peme-
mengorganisasi dirinya secara informal,
rolehan pada masalah proses dan makna,
(2)kemauan belajar dari pengalaman sebe-
sehingga jenis penelitian yang tepat adalah
lumnya dan hal-hal yang belum diketahui
penelitian deskriptif kualitatif. Dengan tek-
untuk mengantisipasi hal-hal yang akan
nik pengambilan sampel melalui purposive
datang, (3) bekerja dalam waktu yang jelas
samplingyang dipadu dengan snowball sam-
dan nyata melalui network, (4) kesediaan
pling. Konsisten dengan jenis penelitian,
berbagi peran diantara keanekaragaman
data dikumpulkan dengan melakukan wa-
pelaku/stakeholder sebagai sumberdaya
wancara mendalam (indepth interview),
manusia dan sumberdaya non manusia lain-
observasi partisipasi,focus groupdiscussion
nya yang tersedia, dan (5) terselenggaranya
serta telaah dokumen. Validitas data dilaku-
distribusi intelegensia untuk memecahkan
kan triangulasi data dan sumber, serta
masalah bersama, dan ini berarti menuntut
melalui analisis interaktif.
kesediaan berbagi informasi dan komunikasi terbuka yang menjamin transparansi,
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
responsivitas, dan akuntabilitas satu sama
3.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
lain, dan adaptasi terhadap situasi ling-
Kelurahan Sulaa merupakan salah
kungan yang uncertain dan kompleks.
satu wilayah pesisir di Kota Baubau, ter-
Dengan kata lain, komunitas dengan kapa-
letak di wilayah Kecamatan Betoambari
sitas seperti ini bisa menjadi substansi un-
yang sebagian besar wilayahnya berada
tuk terselenggaranya good governance, keti-
pada kawasan pesisir pantai, yang mana
ka individu, state ataupun market gagal me-
secara keseluruhan memiliki luas wilayah
wujudkan kapasitasnya sebagai bagian tata-
sebesar 46,55 ha/m2.
nan sosial (Sudarmo, 2008: 101-112). Vol. 1 No. 1 April 2016
112
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
Pendudukan kelurahan Sulaa pada
seperti ini dalam istilah bahasa setempat
tahun 2012 tercatat sejumlah 1642 jiwa,
disebut sebagai nilai sabangka sarope
yang terdiri dari 803 penduduk laki-laki
(sahabat satu perahu), dimana pada lingkup
dan 839 penduduk perempuan. Wilayah
praktisnya nilai ini menjadi dasar etika
kelurahan Sulaa berbatasan dengan Sebelah
pergaulan, interaksi dan hubungan timbal
utara
balik yang dilakukan oleh masyarakat.
dengan
sebelah
Kelurahan
selatan
dengan
Katobengke, Desa
Lawela,
Melalui nilai lokal tersebut terdapat dua
Kabupaten Buton, sebelah timur dengan
pendekatan didalamnya, yaitu: Pertama,
Kelurahan Waborobo, dan sebelah barat
ikatan emosional masyarakat pesisir yang
dengan Laut (BPS Kota Baubau, 2013).
mewujud dalam etika pergaulan sehari-hari. Ikatan emosional ini juga yang mendasari
3.2. PEMBAHASAN
pemahaman oleh adanya saling percaya
Persoalan utama dalam memahami sebuah
diantara
komunitas
kelompok
mewujud dalam kerjasama kolektif yang
perempuan adalah seperti apa dinamika
dilakukan masyarakat pesisir. Kedua, pada
lokal
kepemimpinan lokal masyarakat pesisir
lokal
yang
khususnya
terjadi
di
komunitas
masyarakat,
bersangkutan. Mengingat bahwa komunitas
dimana
masyarakat pesisir bukanlah state atau
dikaitkan
organisasi publik lainnya yang memiliki
dimasyarakat.
aturan yang sangat jelas dan formal. Untuk itu,
bagaimana
dipandang
dalam
sebuah
komunitas
governance
prinsip
yang
sabangka
dengan
kemudian
sarope
pemimpin
jika lokal
Pengejewantahan nilai-nilai lokal ini menjadikan
masyarakat
lebih
mudah
akan
diorganisir dalam artian in-formal. Selain
dipengaruhi oleh seperti apa karakteristik
itu, aktivitas dan interaksi masyarakat
khusus komunitas masyarakat pesisir.
dalam bentuk organisasi-organisasi lokal dapat
3.2.1. Sabangka Sarope sebagai Social Capital Masyarakat Pesisir
ditemukan
dalam
kelompok-
kelompok masyarakat pesisir, termasuk juga adalah kaum perempuan. Dimana
Tiap daerah sudah pasti memiliki nilai
kelompok ini dikenali berdasarkan pada
sosial yang menjadi pedoman hubungan
jenis pekerjaan masyarakat, selain itu
sosialnya. Begitu juga dengan masyarakat
kelompok masyarakat ini menjadi sarana
pesisir Kota Baubau memiliki yang memiliki
bagi masyarakat pesisir untuk membangun
serangkaian
hubungan dengan pemerintah daerah.
nilai
solidaritas
sosial
dengan
masyarakat
pesisir
Oleh karena itu, melalui nilai-nilai yang
lainnya. Nilai-nilai lokal masyarakat pesisir
terkandung dalam falsafah tersebut dapat
tersendiri
Vol. 1 No. 1 April 2016
113
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
dikatakan sebagai bentuk modal sosial
tidak sadar masyarakat tengah hidup dalam
masyarakat. Hal ini dijelasan dengan ada-
bentuk komunitasnya berdasarkan dengan
nya interaksi yang berlangsung melalui
lingkup daerah atau kampung mereka, dan
kepercayaan (trust), kerjasama (coopera-
hingga saat ini telah diketahui manfaatnya
tion), norma sosial (social norms), hubungan
baik bagi masyarakat maupun pemerintah
timbal balik (reciprocal) dan aksi bersama
daerah. Kesemuanya itu bisa disebut seba-
pada masyarakat pesisir (Hasbullah, 2006;
gai kelompok masyarakat, yang didalam
dalam Suharto, 2011: 98-100). Hal ini tentu
kelompok seperti itulah nilai kebersamaan
sejalan dengan apa yang menjadi unsur
senantiasa diasah dari hari kehari. Silang-
pembangun dalam memahami modal sosial
menyilang
(social capital) melalui nilai-nilai sabangka
affiliation) dalam
sarope oleh masyarakat pesisir.
lokal ini, telah menyediakan jaring penga-
“keanggotaan”
(cross-cutting
kelompok/ komunitas
Dalam pemahaman domestik, nilai lokal
man sosial (social safety net) ketika komu-
seperti ini dalam kelompok masyarakat
nitas lokal berada dalam situasi krisis
khususnya kelompok perempuan dikenal
(Purwosantoso, 2002).
dengan sebutan sakampo (satu kampung).
Bentuk transformasi perempuan pesisir
Istilah ini merujuk sebagai bentuk ikatan
dalam kelompok-kelompoknya menjadi sa-
kekeluargaan yang hadir di masyarakat oleh
rana dimana perempuan memiliki kemam-
karena domisili atau tempat tinggalnya
puan untuk mengorganisir dirinya sendiri,
dalam satu kampung. Melalui ikatan seperti
selain hanya berperan sebagai ibu rumah
ini juga menjadi sarana perempuan pesisir
tangga. Sekalipun kelompok tersebut meru-
untuk mengorganisir dirinya dalam kelom-
pakan dibentuk oleh karena program LSM
pok, membuat keputusan-keputusan ber-
dan pemerintah daerah, akan tetapi keber-
sama, hingga berbagi informasi. Sekalipun
lanjutan kelompok-kelompok tersebut ke-
memang arus deras modernisasi menjadi
mudian menjadi melalui sarana kelompok
tantangan
memper-
perempuan menjalin hubungan dengan ber-
tahankan ikatan tersebut. Namun sejauh ini,
bagai pihak utamanya pemerintah daerah,
persoalan seperti mampu di tangani melalui
karena itu proses sosial kelompok-kelom-
kelompok yang dibuat oleh masyarakat.
pok tersebut
tersendiri
dalam
mengindikasikan berlang-
sungnya governance di tingkatan kelompok 3.2.2. KelompokPerempuan Pesisir dan Governance Melalui
nilai
masyarakat pesisir secara umum. Setidaknya dapat ditemukan di Kelura-
lokal
sakampo
(satu
kampung sebenarnya adalah sadar atau
han Sulaa, kelompok perempuan pesisir yang dikategorikan pada dua hal; yakni : Vol. 1 No. 1 April 2016
114
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
a. Kelompok Penenun Sarung, dimana
Melalui kelompok-kelompok ini dapat
kelompok ini adalah hanya terbatas
disadari adanya indikasi governance. Dima-
pada perempuan yang berprofesi
na paradigma governance yang tidak mem-
sebagai penenun sarung. Profesi ini
batasi bahwa proses penyelenggaraan pe-
adalah sektor dominan setelah nela-
merintahan hanya bisa dilakukan oleh
yan di kelurahaan Sulaa utamanya
institusi pemerintah saja. Namun masyara-
bagi kaum perempuan. Biasanya
kat juga bisa melakukan proses-proses ter-
kaum perempuan selain sebagai ibu
sebut secara minimal untuk konteks ling-
rumah tangga juga mengisi waktu
kungannya dan kepentingan komunitas-
dengan menenun kain sarung. Disisi
nya. Dalam hubungan atau interaksi seperti
lain kelompok ini dibentuk sebagai
itu, tentu didukung dengan pengelolaan mo-
sarana berbagai informasi bagi pe-
dal sosial masyarakat yang mewujud dalam
rempuan yang berprofesi sebagai pe-
saling percaya, saling kerjasama dan mem-
nenun sarung, maupun sebagai sara-
bentuk jaringan kerjasama.
na pemasaran bagi produk sarung
Karenanya,kelompok-kelompok perem-
mereka. biasanya juga pemerintah
puan pesisir tersebut hadir sebagai sarana
daerah menggunakan jasa usaha me-
bagi pengelolaan modal sosial masyarakat
reka sebagai bagian dari promosi
pesisir khususnya perempuan. Hal ini seja-
daerah.
lan dengan anggapan bahwa modal sosial
b. Kelompok Perempuan Pesisir yang
(social capital) lebih mengacu pada apa
pekerjaan anggotanya lebih homo-
yang dilakukan kelompok daripada apa
gen. Kelompok jenis ini lebih terbuka
yang dimiliki orang-orang secara individu,
dimana profesi perempuan anggota-
walaupun kapasitas individu juga penting
nya berasal dari beragam profesi.
untuk berkontribusi bagi kelompok atau
Kelompok
komunitas (Sudarmo, 2011:189).
ini
lebih berorientasi
sebagai wadah berkumpulnya perempuan pesisir di Kelurahan Sula
3.2.3. Kapasitas Community Governance
dengan berbagai latar belakang. Ke-
Kelompok Perempuan Pesisir di
lompok ini juga menjadi saran mem-
Kelurahan Sulaa.
peroleh informasi bagi perempuan.
Dari pemahaman sebelumnya mengenai
Disisi lain, kelompok ini berafiliasi
realitas perempuan pesisir dalam konsep
dengan salah satu LSM di bidang
governance, yang kemudian diidentifikasi
pemberdayaan perempuan dan anak.
bahwa keberadaan proses governance di komunitas
masyarakat
pesisir
Vol. 1 No. 1 April 2016
melalui 115
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
kelompok-kelompok perempuan tersebut,
mal dimana musyawarah bersama menjadi
pada akhirnya menuntun studi ini pada sa-
sarana membuat konsensus bersama. Di-
lah satu proses modal sosial (social capital)
samping itu, untuk mengantisipasi segala
masyarakat pesisir dalam kelompok-kelom-
perubahan dikemudian hari dan untuk
pok perempuan pesisir tersebut. Maka,
tetap menjaga kelangsungan usaha mereka
aktivitas dan interaksi yang terjadi dalam
melakukan gerakan menabung bagi kelom-
kelompok-kelompok tersebut akan di jelas-
pok, serta senantiasa mem-bangun hubung-
kan melalui konsep community governance.
an relasional melalui arisan kelompok. Se-
Untuk kepentingan penelitian ini, bah-
lain itu, kelompok ini dijadikan sebagai sa-
wa dalam memahami proses governance
rana berbagi informasi dan pengetahuan
oleh kaum perempuan pesisir memerlukan
misalnya melalui kegiatan arisan hingga
serangkaian kriteria kapasitas yang menga-
menenun bersama di dalam bangsal yang
cu pada kriteria batasan-batasan kapasitas
sudah disediakan oleh Pemda. Didalam
kelompoknya dalam proses governance se-
proses inilah kemudian terjadinya pertuka-
cara umum, menurut Sudarmo (2008) yang
ran informasi dan pengetahuan, disamping
menjelaskannya sebagai sejumlah kriteria
itu menjadi sarana membentuk kebersama-
yang harus dimiliki sebuah kelompok yaitu;
an dari hari ke hari.
1) Proses Informal Sosial, 2) Kemauan
Kerjasama kelompok juga dilakukan
Belajar dari Pengalaman, 3) Bekerja melalui
dengan berbagai pihak dalam hal pemasa-
network, 4) Kesediaan berbagi peran, dan 5)
ran dan pelatihan-pelatihan untuk inovasi
Terselenggaranya distribusi pengetahuan.
dalam menenun. Tercatat bahwa dari bebe-
Adapun kelompok dan aktivitas organisa-
rapa anggota kelompok telah mengikuti
sional yang dijalankannya adalah sebagai
berbagai pelatihan yang dilakukan oleh
berikut ;
Pemda dan juga ikut dalam promosi pariwi-
a. Community
governancePada
sata Kota Baubau. Dominasi ketua kelom-
Kelompok Perempuan Penenun
pok memang cukup menonjol, namun dalam
Dalam Kelompok penenun dibagi menja-
pembagian peran mewakili kelompok di
di dua kelompok kecil dengan nama adalah
berbagai pelatihan cukup terbuka bagi
kelompok Lakeba dan Kelompok Kainawa
setiap anggotanya.
Molagina. Masing- masing kelompok di pimpin oleh ketua kelompok yang dipilih melalui proses musyawarah kelompok.
b. Community
governance
Pada
kelompok Perempuan Pesisir
Secara umum proses organisasi kelom-
Kelompok perempuan pesisir lainnya di
pok ini dicirikan dengan proses yang infor-
Kelurahan Sulaa adalah kelompok peremVol. 1 No. 1 April 2016
116
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
puan dengan jenis pekerjaan yang cukup
ran masyarakat sipil utamanya kelompok
homogen, kelompok dipimpin oleh ketua
perempuan pesisir tersebut mampu menja-
kelompok yang dipilih melalui mekanisme
di penyeimbang yang urgen agar perem-
musyawarah.
puan lebih terlindungi dari peminggiran
Kemampuan mengelola organisasi se-
perannya dalam struktur sosial.
bagian besar dilakukan dengan mekanisme
Dari penjelasan diatas bahwa masing-
informal, kelompok cukup terbuka dengan
masing kelompok masyarakat menunjukkan
berbagai latar profesi hanya saja memang
karakteristik aktivitas governance-nya sen-
domain kelompok adalah kaum perempuan
diri-sendiri. Akan tetapi, setidaknya aktivi-
pesisir. Musyawarah atau pertemuan men-
tas tersebut memberikan informasi bahwa
jadi sarana memutuskan konsensus bersa-
kapasitas kelompok-kelompok perempuan
ma yang dilakukan secara reguler setiap sa-
pesisir dan kriteria batasan kapasitas pe-
tu bulan sekali. Sebagai bentuk komitmen
rempuan pesisir dalam governance memi-
antar anggota, kelompok ini melakukan
liki keterkaitan, sekalipun kemudian terjadi
gerakan menabung bersama yang dilakukan
berbagai modifikasi-modifikasi yang dise-
penyetoran setiap bulannya. Hal ini juga
suaikan dengan kondisi sumber daya ke-
sebagai upaya kelompok menghadapi kon-
lompok masyarakat pesisir.
disi akan datang, kemampuan ini dinilai
Secara umum memang dapat dipahami
sebagai kapasitas kelompok dalam me-
bahwa proses organisasi kelompok akan
manajerial keuangan kelompok.
sangat dipengaruhi oleh pemahaman nilai
Selain itu, kelompok ini juga menjalin
lokal, sumberdaya kelompok, dan modal
kerjasama dengan berbagai pihak, sebagai
sosial yang kemudian memberikan konse-
upaya belajar, bertukar informasi dan men-
kuensi pada seperti apa instrumen kelom-
dapat berbagai pelatihan. Kelompok perem-
pok melakukan interaksi baik didalam mau-
puan pesisir ini kemudian memberikan
pun diluar kelompok dalam menangani per-
gambaran bahwa perempuan pesisir bukan
soalan-persoalannya. Berikut adalah penje-
sekedar sebagai ibu rumah tangga dengan
lasan mengenai kapasitas governance ke-
peran-peran domestiknya saja. namun, pe-
lompok perempuan pesisir ;
Tabel. 1 Matriks Kapasitas Governance Kelompok Perempuan Pesisir No. 1.
Kriteria Kapasitas Kelompok-Kelompok Governance Perempuan Pesisir. Proses Informal Bentuk organisasi informal mengedepankan musyawarah. Sosial Kelompok secara mandiri memilih ketua, membuat aturan serta Vol. 1 No. 1 April 2016
117
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
menegakkannya, dan membuat keputusan-keputusan. 2. Kemauan Belajar Gerakan menabung sebagai bentuk ikatan kolektif kelompok, dan dari Pengalaman juga sebagai sarana kelompok menghadapi kondisi yang akan datang. Disamping itu hal ini sebagai kemampuan manajerial pendapatan anggota kelompok. 3. Bekerja Melalui Melakukan kerjasama dengan kelompok lainnya, LSM dan Networks Pemerintah Daerah dalam hal pemasaran, informasi, dan berbagi pengetahuan. 4. Kesediaan Peran Ketua Kelompok Dominan berbagi Peran Adanya distribusi peran dalam mewakili kelompok di berbagai pelatihan 5. Terselenggaranya Kelompok menjadi sarana untuk berbagi informasi dan Distribusi pengetahuan Intelegensia Sumber : Diolah dari data primer.
Berdasarkan
penjelasan
tersebut,
Kaum perempuan pesisir dalam lingkup
penelitian ini menemukan bahwa kapasitas
kelompok-kelompok tersebut telah merasa-
kelompok-kelompok
pesisir
kan manfaat yang diterimanya terhadap
memiliki kemampuan governance-nya sen-
keterlibatannya melalui kelompok masya-
diri-sendiri. Betapapun demikian, kapasitas
rakat pesisir.
perempuan
governance yang dilakukan oleh kelompok
Dari setiap aktivitas yang ditunjukkan
perempuan secara umum me-miliki karak-
oleh kelompok perempuan pesisir dalam
teristik yang sama. Oleh karena itu, kemam-
kajian ini, dapat dipetakan model bekerja-
puan tersebut sejalan dengan pengelolaan
nya modal sosial di dalam kelompok. Se-
modal sosial perempuan pesisir untuk
bagaimana aspek kolektif, modal sosial
mengelola dan mengorganisir kelompoknya
menyangkut hubungan, interaksi dan kohe-
masing-masing. Karena itu, rangkaian kapa-
si sosial yang terjalin dalam kelompok pe-
sitas tersebut dapat dikaji sebagai aspek
rempuan tersebut. Melalui kelompok ini pu-
modal sosial kelompok perempuan pesisir.
la kemudian menjadi sarana kaum perempuan untuk bertukar pengetahuan, menge-
3.2.4. Community Governance modal
sosial
melalui
kelompok
perempuan Pesisir. Secara umum, kapasitas governance yang
lola organisasi hingga membangun jaringan pemasaran hasil usaha mereka. Hubungan tersebut dapat digambarkan pada argumentasi berikut :
ditunjukkan oleh kelompok perempuan pesisir diatas kemudian menjadi sarana ma-
a. Modal sosial Bonding
syarakat untuk mengelola kelompoknya se-
Modal sosial bonding berarti interaksi
hingga tetap berkelanjutan (suistenable).
yang terjadi dalam kelompok, dimana hal Vol. 1 No. 1 April 2016
118
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
ini terjadi oleh karena adanya saling
interakasi sosial hanya terjadi oleh kelom-
percaya dalam pengelolaan kelompoknya
pok masyarakat saja.
masing-masing.
Jika kemudian merujuk pada apa yang
Secara umum menyangkut interaksi di
terjadi dalam kasus perempuan pesisir.
dalam internal kelompok perempuan pesi-
Ranah bridging berarti interakasi kelompok
sir. Melalui interaksi dalam ranah ini kelom-
dengan kelompok lainnya dengan berbagai
pok perempuan membangun sikap saling
latar belakang, salah satunya adalah hubu-
percaya dan juga menyangkut kepemimpi-
ngan dalam hal pemasaran hasil usaha yang
nan kelompok. Sekalipun kemudian kelom-
bermotif kultur jaringan. Disisi lain, hal ini
pok yang terbentuk adalah informal, seti-
menyangkut interaksi dengan kelom-pok
daknya kelompok perempuan tersebut me-
masyarakat lainnya yang mewujud dalam
miliki andil yang cukup positif dalam mem-
jaringan kerjasama dengan kelompok usaha
bantu keberdayaan masyarakat khususnya
(bisnis) lainnya, dengan jaringan ini kemu-
perempuan, oleh karena itu pihak pemerin-
dian kelompok masyarakat pesisir mempro-
tah daerah seringkali bekerjasama dengan
duksi berbagai inovasi usaha dan berbagai
kelompok tersebut.
pengetahuan umum lainnya.
Secara teoritik dalam interaksi yang
c. Modal Sosial Linking
pada tataran bonding di kelompok pe-
Hubungan kelompok pada ranah ini
rempuan pesisir dapat digambarkan pada
lebih pada hubungan fungsional, atau bisa
kepemimpinan organisasi yang efektif, ke-
dikatakan hubungan dengan kelompok/
mampuan mengelola organisasi, adanya
institusi diatasnya. Kelompok perempuan
kesadaran gerakan menabung, dan berlang-
pesisir tentu tidak lepas dari hubungannya
sungnya proses berbagi informasi dan ber-
dengan pemerintah daerah, oleh karena
bagi pengetahuan dalam kelompoknya.
hubungan usaha dan pelatihan UMKM yang
b. Modal Sosial Bridging
sudah terjalin sebelumnya. Hanya saja,
Bridging berarti menjembatani, pada
pada konteks ini lebih pada bagaimana
konteks modal sosial hal ini terlihat atau
hubungan itu terus terjadi dan memberi-
dikaji dalam hubungan yang lebih luas lagi
kan impact yang positif bagi individu dalam
dari bonding. Dimana bridging berarti
kelompok perempuan maupun kelompok
kelompok masyarakat kemudian mampu
perempuan pesisir itu sendiri.
membangun hubungan kerjasama positif
Pada konteks ini, tataran lingking mo-
dengan kelompok lainnya. namun catatan
dal sosial kelompok perempuan pesisir me-
penting dari proses ini adalah hubungan
nyangkut interaksi dengan pemerintah daerah dalam bentuk saling percaya, melaVol. 1 No. 1 April 2016
119
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
lui respon terhadap program pemerintah
kelompok perempuan pesisir. Hal ini men-
melalui partisipasi kelompok masyarakat
jadi wajar, ketika pada tahun-tahun sebe-
pesisir dalam penyaluran bantuan bagi
lumnya bantuan biasanya tidak diikuti
masyarakat pesisir, serta membantu peme-
keberdayaan masyarakat atau bahkan ban-
rintah daerah dalam penyaluran bantuan
tuan yang salah sasaran. Sedangkan hasil
bagi kelompok masyarakat pesisir lainnya.
observasi terhadap kelompok perempuan
Konteks hubungan ini sebut saja misalnya
pesisir menunjukkan bahwa penyaluran
pada tahun 2010 hingga 2012 kelompok
program melalui kelompok dinilai cukup
perempuan tersebut setidaknya telah me-
efektif perihal ketepatan penyalurannya,
ngikuti pelatihan, promosi usaha dalam
akan tetapi masih memiliki serangkaian
Baubau Expo, pengelolaan bantuan bagi
kekurangan utamanya dalam pengawasan
penenun sarung, dan beberapa program
dan bagi masyarakat yang diluar kelompok
lainnya.
atau bahkan tidak memiliki kelompok.
Kondisi ini tentu akan mendukung Saling percaya antara pemerintah dan Tabel 2 Matriks Modal Sosial Terhadap Kapasitas Kelompok Perempuan Pesisir Kelurahan Sulaa, Kota Baubau No. 1. 2.
3.
Network Social Capital Bonding Social Capital
Keterangan Kepemimpinan organisasi kelompok perempuan yang cukup efektif dalam mengelola organisasi, adanya kesadaran gerakan menabung, dan berlangsungnya proses berbagi informasi dan pengetahuan Bridging Social Ditunjukkan dalam bentuk jaringan kerjasama dengan kelompok Capital lain, dengan jaringan ini kemudian kelompok perempuan pesisir memproduksi berbagai inovasi usaha dan berbagai pengetahuan umum lainnya Linking Social Ditunjukkan pada asanya partisipasi kelompok perempuan pesisir Capital baik dalam pengembangan kelompok, pelatihan, pemasaran produk usaha mereka, serta pemerolehan bantuan dari Pemda. Sumber : diolah dari data primer
Kajian ini memahami bahwa social capi-
rocal), jaringan sosial (social networking),
tal dan penguatan kapasitas governance ke-
serta aturan-aturan (norms) kolektif dida-
lompok perempuan pesisir dapat diamati
lam kelompok perempuan yang berlang-
dalam kelompok perempuan di Kelurahan
sung dalam modal sosial bonding, bridging
Sulaa. Modal sosial tersebut menyangkut
dan linking perempuan pesisir. Kemampuan
pengelolaan kepercayaan (trust), kerjasama
ini kemudian mewujud pada kapasitas ke-
(cooperation), hubungan timbal balik (recip-
lompok perempuan dalam kapasitasnya Vol. 1 No. 1 April 2016
120
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
melakukan governance di tingkat lokal. Da-
Betapapun demikian, kelompok perem-
lam pengertian disini, indikasi governance
puan pesisir dengan segala aktivitasnya hari
diamati dalam kerangka organisasi informal
ini memiliki latar belakang kepentingan
perempuan pesisir di Kelurahan Sulaa.
yang sama dalam usaha mereka masing-
Rangkaian aktivitas tersebut kemudian
masing. Keterkaitan ini akan ber-hubungan
dipercaya mampu menjadi sarana mengatur
dengan kepentingan dan tuntutan ekonomi
dan mengelola kelompoknya utamanya bagi
para anggotanya. Ditambah lagi kemudian
kaum perempuan pesisir. Kondisi ini tentu
dengan peran-peran domestik perempuan
berkaiatan dengan pengelolaan modal sosi-
lainnya, tidak menutup kemungkinan eksis-
al masyarakat pesisir di kelurahan sulaa se-
tensi kelompok perempuan dipertaruhkan.
cara umum. Berdasarkan pada data yang
Pada posisi ini kapasitas organisasional
diperoleh melalui penelitian, kelompok pe-
sebagai bentuk kemampuan governance
rempuan pesisir ini mampu memberi peran
masyarakat khususnya kelompok perem-
kontributif sekalipun secara minimal kepa-
puan pesisir di Kelurahan Sulaa, diper-
da kaum perempuan dalam kelompoknya
hadapkan dengan tuntutan ekonomi keluar-
maupun umum lainnya. kondisi ini seperti
ga dikemudian hari.
misalnya memberikan solusi bagi ekonomi
Karena itu kapasitas seperti ini mesti
keluarga, penyampain perilaku hidup ber-
didukung oleh pengelolaan modal sosial
sih, berbagai pengetahuan dan informasi,
masyarakat secara umum secara berkelan-
mengelola organisasi, mengadvokasi masa-
jutan. Modal sosial akan semakin menguat
lah KDRT, hingga membangun relasi yang
jika selalu digunakan (Suharto, 2006). Da-
berkelanjutan dengan pemerintah daerah
lam kaitan ini dapat dijelaskan yakni; Ke-
misalnya saja pada akses permodalan (mo-
percayaan (trust) menjadi modal sosial
dal mikro), yang didasarkan pada adanya
untuk tetap eksisnya kelompok ma-syarakat
kelompok masyarakat.
tersebut ditengah-tengah kelompok masya-
Aktivitas seperti ini dapat dipandang
rakat pesisir lainnya yang akhirnya bubar.
sebagai bagian good governance, sebab
Sedangkan, adanya perbedaan kapasitas itu
mereka melalui pengelolaan modal sosial
mengarah pada kemampuan kelompok pe-
bisa mengatasi masalah-masalah tertentu,
rempuan membangun jaringan (network)
termasuk masalah konflik yang tidak bisa
baik itu dalam kelompok (intern) oleh peran
diatasi oleh individu yang bertindak sen-
ketua yang dominan dan jaringan di luar
dirian atau oleh pasar (market) bahkan oleh
kelompok (ekstern) dengan kelompok lain-
pemerintah
nya yang berbeda latar belakang. Selain itu,
2011: 191).
(state)sekalipun
(Sudarmo,
dapat dipahami bahwa kemampuan goverVol. 1 No. 1 April 2016
121
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
nance oleh kelompok-kelompok masyarakat
program yang diperoleh oleh kelompok ma-
pesisir disini erat kaitannya dengan relasi
syarakat. hal ini cukup beralasan karena pa-
antar aktor kelompok baik itu dalam mau-
da dasarnya yang lebih memahami kondisi
pun diluar kelom-pok masyarakat.
lokal masyarakat adalah masyarakat itu
Disisi lain, penguatan modal sosial da-
sendiri. Pada akhirnya, dengan adanya hu-
pat dilakukan melalui intervensi pemerin-
bungan timbal balik tersebut kemudian
tah daerah. Dimana dengan mengacu pada
membawa pada terwujudnya kriteria efekti-
makna governance sebagai bentuk jaringan
vitas yakni menyangkut hasil guna program
kerjasama antara pemerintah (state), swas-
pemerintah daerah secara umum.
ta (non-state) dan masyarakat (society), un-
Tentunya kondisi ini berkenaan dengan
tuk itu keterlibatan berbagai aktor ini
adanya interest affected yakni sejauh mana
adalah sebuah keniscayaan. Seperti dijelas-
kepentingan masyarakat terakomodasi oleh
kan sebelumnya bahwa kelompok masyara-
suatu kebijakan dan dapat memberi ruang
kat pesisir juga memiliki kelemahan- kele-
gerak, partisipasi dan berbagi kekuasaan
mahan yang tidak bisa disediakan atau di-
dengan masyarakat pesisir khususnya disini
tangani sendiri oleh kelompok masyarakat.
adalah kelompok perempuan pesisir. Pada
Sehingga pemerintah daerah Kota Baubau
gilirannya saling silang kepentingan ini da-
diperlukan dalam pemberdayaan masyara-
pat dipahami sebagai hubungan antara
kat, dengan memanfaatkan modal sosial pa-
shahreholder daerah yang bersifat hubung-
da kelompok perempuan pesisir di Kelurah-
an yang saling melengkapi (complement)
an Sulaa.
dan mendukung satu sama lain.
Untuk memahami hubungan kelompok
Sejalan dengan hubungan ini, Sudarmo
perempuan pesisir di Kelurahan Sulaa da-
(2011: 193) menjelaskan bahwa melalui
lam penyelenggaraan pemerintahan di Kota
networks dan local governance, local deve-
Baubau, perlu memperhatikan dua kriteria
lopent akan terbagun sejalan dengan buda-
tambahan yaitu aksesibilitas dan efektivitas.
ya lokal dan dengan demikian akan menjadi
Kriteria aksesbilitas menyangkut pem-
lebih legitimate ketika semua pihak/stake-
berian dukungan untuk adanya hubungan
holder memberikan dukungannya. Dengan
timbal balik (reciprocal) antara kelompok
memperkuat dan mendukung social capital
masyarakat dan pemerintah daerah Kota
beserta variasinya seperti sikap local cola-
Baubau, utamanya adalah dalam mengatasi
boration tradisional yang bisa dimanifes-
permasalahan publik, implementasi kebija-
tasikan dengan aktivitas kelompok masya-
kan atau bahkan pada formulasi kebijakan
rakat pesisir dalam hal solidaritas sosial
yang hingga saat ini masih terjalin melalui
atau perilaku gotong royong, sikap volunVol. 1 No. 1 April 2016
122
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
teer (sukarela) dalam menyediakan barang
sisir dalam wacana governance, yang mana
publik, dalam masyarakat yang sudah ada
paradigma ini mendukung pernyataan bah-
sejak dahulu, serta memperkuat posisi ma-
wa kelompok masyarakat juga mampu me-
syarakat yang lemah atau yang ada dalam
lakukan proses-proses pemerintahan atau
kungkungan dominasi state yang begitu
sejenisnya yang belum mampu atau men-
powerful, atau memperbaiki kelemahan
jadi keterbatasan pemerintah di tingkatan
state dalam menyediakan pelayanan publik.
lokal masyarakat.
Oleh karena itu, keterkaitan antara ka-
Oleh karena itu, Aspek modal sosial
pasitas governance dan pengelolaan modal
dalam hal bonding, bridging dan linking so-
sosial kelompok perempuan pesisir, dapat
cial capital adalah indikator yang dapat di-
menjadi gambaran sebagai salah satu pilar
amati dalam kapasitas Community Gover-
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
nance kelompok perempuan pesisir. Dalam
efektif dan efisien di tingkat masyarakat lo-
operasionalisasinya kapasitas tersebut ter-
kal. Pada posisi ini, dapat dipahami bahwa
amati dalam kegiatan arisan, gerakan mena-
peran perempuan pesisir juga dapat dilihat
bung, advokasi perempuan dan anak-anak,
sebagai entitas yang mampu menjadi salah
hingga partisipasi kelompok perempuan pe-
satu partner pemerintah dalam menjalan-
sisir baik dalam pengembangan kelompok,
kan layanan publik khususnya bagi kaum
pelatihan, pemasaran produk usaha mere-
perempuan pesisir di Kelurahan Sulaa.
ka, serta sebagai sarana pemerolehan bantuan dari Pemda.
Simpulan
Betapapun demikian, perubahan ling-
Penelitin ini menyimpulkan bahwa
kungan, kemampuan sumberdaya serta tun-
modal sosial masyarakat pesisir menjadi as-
tutan yang terus berubah memerlukan ada-
pek substansial dalam interaksi sosial antar
nya adaptasi terus menerus terhadap kapa-
inividu-individu dalam komunitasnya ma-
sitas kelompok perempuan pesisir. Oleh ka-
upun peran kepemimpinan didalamnya. Be-
rena itu sejumlah kelemahan masih ditemui
gitu juga yang ditunjukkan oleh perempuan
dalam kapasitas governance perempuan pe-
persisir yang dalam kajian ini menemukan-
sisir; misalnya saja ketika diperhadapkan
nya dalam kelompok-kelompok perempuan
oleh tuntutan ekonomi, perubahan ling-
pesisir yakni kelompok penenun dan ke-
kungan, serta pengembangan pengetahuan
lompok perempuan poose’ose. Olehnya itu,
anggotanya. Untuk itu, kapasitas ini juga
pengelolaan modal sosial didalam proses
membutuhkan dukungan dan pemberdaya-
organisasional perempuan pesisir mengin-
an oleh pemerintah daerah untuk kemudian
dikasikan adanya kapasitas perempuan pe-
mendudukan kapasitas kelompok perempuVol. 1 No. 1 April 2016
123
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
an pesisir tersebut sebagai dari pemberda-
ISSN : 2503-4685
Stocker, Gerry. (1998). Governance as
yaan masyarakat di Kota Baubau.
Theory : Five Proposition. UNESCO :
Daftar Pustaka
Blackwall Publisher
Buku Denzin, Norman K., & Yvonna S. Lincoln, (2009).,
Hanbook
Research,
Of
Qualitative
Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.s Dwiyanto,
(ed).
(2008).
Good
Governance dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta: UGM Press
and Governability an
Introduction,
The
Journal
Halsall, J. P. (2012). Community Governance Where did it go Wrong. JOAAG, Vol. 7. No. 2 Hamid, Abdul Rahman. (2011). Orang Buton: Suku Bangsa Bahari Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Environmental
ISSN
1602-2297.
http://www.journal-tes.dk/
Modal
(2003). Sosial
Pengembangan dalam
Rangka
Tantangan. Jurnal Dinamika Pedesaan dan Kawasan Volume 3, Halaman 4664. Raharja, Sam’un Jaja. (2009). Paradigma Governance
dalam
Penerapan
Manajemen Kebijakan Sektor Publik pada Pengelolaan Sungai. Jurnal Ilmu
Sudarmo, (2011). Isu-Isu Administrasi Publik Perspektif
Governance,
Surakarta: Smart Media. (2010)
Studies,
of
Pengembangan Otonomi Desa: Suatu
Kreasi Wacana.
Edi.
Governance
Purwosantoso,
Field, John. 2010., Modal Sosial, Bandung:
Suharto,
Kooiman, Jan. et.al. (2008). Interactive
Transdisciplinary
Agus
dalam
Jurnal Offline
cet-5.,
Administrasi
dan
Organisasi,
Mei-
Agustus 2009, Volume 16, Nomor 2, hlm. 82-86.
Analisis
Sudarmo,
(2009),
“Elemen-Elemen
Kebijakan Publik: Dilengkapi Contoh-
Collaborative
Contoh
Hambatan-hambatan bagi Pencapaian
Naskah
Kebijakan
(Policy
Paper), Bandung: Alfabeta. ----------. (2011) cet-3., Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta.
Leadership
dan
Efektivitas Collaborative Governance”, Jurnal Ilmu Administrasi, vol. 5 no. 2 (Nov). page 117-132. Sudarmo. (2008). Social Capital untuk Community Governance, Jurnal Spirit Vol. 1 No. 1 April 2016
124
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
ISSN : 2503-4685
Publik, Volume 4, Nomor 2 Halaman
Re-theorising
101-112.
Governance, Journal of Public Policy / Volume
Jurnal Online Ansell, Chris dan Alison Gash, (2007). Collaborative Governance in Theory and
Practice.
Journal
of
Public
Adminidtration Research (JPAR) 18: 543-571.
diakses
melalui
Participation 31
pp
in 51-71,
http://journals.cambridge.org/abstra ct_S0143814X10000206 (10/10/2013. pukul 22.00 wib) .pdf Lin, Nan. (1999). Building a Network Theory of Social Capital, Connections
http://scholar.google.co.id
volume 22(1) :28-51. diakses melalui :
(20/04/2014. Pukul 15.00 wib).pdf
http://www.insna.org/Connections-
Blaug, Ricardo,Louise Horner,Amy Kenyon &Rohit Lekhi, (2008). Public value and local communities: A literature review, The Work Foundation. Diakses melalui
Web/Volume22-1/V22%281%29-2851.pdf. (diakses, 10/10/2013. Pukul 22.00 wib) .pdf Totikidis V, Armstrong A F & Francis R D.
: http://citeseerx.ist.psu.edu
(2005). The Concept of Community
(14/10/2013. Pukul 14.00 wib).pdf
Governance: A Preliminary Review,
Bowles, Samuel and Herbert Gintis, Social Capital and Community Governance. (2002).
TheEconomic
(November),
Journal
F419-F436.
Economic Society.
112 Royal
Diakses melalui
http://tuvalu.santafe.edu/~bowles/S ocialCapital.pdf. (10/10/2013. pukul
Coleman, JS. (1988). Social Capital In The of
Human
Capital,
The
American Journal of Sociology 94: S95S210. (14/10/2013. Pukul 14.00 wib) Eversole,
Robyn.
presented at the GovNet Conference, Monash University, Melbourne, 28-30th November
2005.
Diakses
http://vuir.vu.edu.au.
melalui (diakses,
10/10/2013. pukul 22.00 wib) .pdf van Oorschot, Wim and Ellen Finsveen. 2010. Does the welfare state reduce
22.00 wib) .pdf
Creation
disampaikan dalam Refereed paper
(2011).,
Community
Agency and Community Engagement:
inequalities in people’s social capital?, dalam
International
Journal
of
Sociology and Social Policy, Vol. 30 Nos. 3/4, pp. 182-193. Diakses melalui :
www.emeraldinsight.com/0144-
333X.htm
(diakses,
14/10/2013.
14.00 wib) .pdf
Vol. 1 No. 1 April 2016
125