ISSN. 1907 - 0489 Oktober 2008
Spirit Publik Volume 4, Nomor 2 Halaman: 101 - 112
SOCIAL CAPITAL UNTUK COMMUNITY GOVERNANCE Social Capital for Community Governance Sudarmo Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected] (ph. 0271(714011) mobile: 087878207689) (Diterima tanggal 7 Mei 2008, disetujui tanggal 12 Juni 2008) Abstract Like state and market, community has a capacity to govern. In a situation that state and market do not have capacity to meet their functions in providing public goods for certain groups of communities or public betterment, community is able to substitute them through social capital of networks. However, like state dan market, community may fail in governance. Because of its inherent weaknesses, interactions of communities are not a substitute for effective government but rather a complement because well-working communities still requires a legal and governmental environment favourable to their functioning. Keywords: Community Governance, Networks, Social Capital, Community
Pendahuluan
instant, dan fragmentasi institusi-institusi dan perpecahan komunitas-komunitas di belahan
Manusia pada era sekarang ini hidup
bumi ini.
dalam krisis, ketidakpastian dan menghadapi
Bahkan para pemimpin yang dianggap
perubahan-perubahan yang sering tidak bisa
begitu powerful pun di dunia yang mengadopsi
diprediksikan sebelumnya. Kita juga hidup di
teori dan praktek birokrasi rasional Weber yang
hari-hari
publik,
sudah lazim di Negara Barat, yang dianggapnya
termasuk negara dimana kita bernaung, terlihat
mampu menciptakan kehidupan yang efisien pun,
tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi semua
gagal untuk meredam persoalan dunia yang
persoalan-persoalan
tuntas.
unpredictable dan semakin sulit untuk diatasi.
Bahkan kita juga menyaksikan betapa usaha-
Teori tersebut bukanlah alat yang tepat dan
usaha bisnis besar lintas teritori negara yang
bahkan
menguasai pasar dunia banyak yang menderita
kompleks karena ia hanya tepat untuk kondisi
kehilangan kepercayaan dan rasa hormat dari
lingkungan yang sangat stabil dan predictable.
publik pada beberapa dekade terakhir karena
Dunia sekarang ini yang semakin unpredictable
dipandang telah menjadi bagian konspirasi
dan uncertain, kompleks, dinamik dan berubah
negara besar dunia yang ikut menggerogoti
dengan
kedaulatan manusia dalam meraih kesejahteraan
fragmentasi komunitas dunia dan institusi-
hidupnya. Hal ini untuk menggarisbawahi betapa
institusi governance, maka jelas tidak bisa diatasi
institusi-institusi
kehilangan
hanya dengan aplikasi birokrasi dalam kehidupan
kapasitas dan praktek untuk mengatasi dampak
modern seperti sekarang ini. Cara kerja teori
globalisasi ekonomi, perubahan teknologi dunia
birokrasi yang mirip seperti mesin dengan
yang sangat cepat, komunikasi global yang
sendirinya selalu memprediksikan output tertentu
dimana
institusi-institusi
tersebut
formal
secara
modern
tidak
cepat,
mampu
dan
mengatsasi
bahkan
telah
masalah
terjadi
101
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
yang diharapkan; dan ini jelas bahwa ia tidak terhadap
responsive
dan
uncertainty
dipandangnya bukan hanya sekedar sebagai customer, pembeli, penjual dan warga negara.
kompleksitas lingkungan dunia yang terjadi
Ungkapan social capital telah digunakan
sekarang ini. Akibatnya kegagalan ini sudah bisa
secara berbeda-beda, tetapi pada intinya mengacu
diduga, betapa tidak ada satupun institusi yang
pada hubungan diantara orang-orang dalam suatu
bersedia mengambil tanggung jawab atas carut
community.
Melalui
marutnya kehidupan sekarang ini.
governance
dan
Tulisan berikut ini berkenaan dengan
jaringan
local
ini,
local
development
akan
terbangun sejalan dengan budaya lokal dan
dalam
dengan demikian akan menjadi lebih legitimate.
governance melalui social capital dalam suatu
Dengan memperkuat dan mendukung social
network. Diskusi ini lebih menekankan pada
capital beserta variasinya seperti sikap local
perspektif asumtif tentang kemungkinan potensi
collaboration
yang dimiliki komunitas sebagai tatanan sosial
dimanifestasikan sebagai gotong royong dalam
untuk mengelola komplesitas kehidupan yang
masyarakat yang sudah ada sejak dulu, serta
kadang
state
memperkuat hubungan antara kelompok dan
(pemerintah) maupun market/ bisnis yang self-
organisasi yang sudah ada dalam tingkatan
interested. Betapapun community governance
community, maka kondisi ini bisa digunakan
merupakan hal yang mungkin dan bisa menjadi
untuk memperkuat kondisi masyarakat yang
substitusi bagi state dan market, ia pun bisa gagal
lemah
sebagaaimana terjadi pada state dan market.
dominasi state yang begitu powerful (Sudarmo,
Mengingat kelemahan-kelemahan inheren yang
2008),
dimiliki community, maka peran community lebih
maupun market dalam menyediakan pelayanan
tepat sebagai complement bersama state dan
publik. Dengan menerapkan praktek social
market, ketimbang sebagai substitusi untuk dua
capital berarti bahwa masyarakat yang masih
tatanan sosial lainnya.
lemah posisi tawarnya tehadap state atau ketidak-
kapasitas
komunitas
tidak
(community)
mampu
diatasi
oleh
atau atau
traditional
yang
ada
yang
dalam
memperbaiki
bisa
kungkungan
kelemahan
state
berdayaannya menghadapi kekuatan market,
Pengertian, Macam, dan Peran Social Capital
mereka bisa memanfaatkan seluruh norma dan jaringan sosial yang bisa memfasilitasi kerjasama diantara mereka yang memungkinkan mereka
Konsep Social Capital yang muncul
untuk bertindak secara kolektif. Bahkan dalam
begitu cepat akhir-akhir ini, walaupun ini bukan
kondisi state dan market (bussiness) tidak bisa
konsep baru dalam ilmu sosial, merefleksikan
menangani
tingginya perhatian dibidang kebijakan dan
yang dihadapi, community bisa menjadi alternatif
akademik berkenaan dengan nilai-nilai manusia
bagi governance melalui social capital.
komplekstitas
persoalan-persoalan
senyatanya. Dalam konteks ini, manusia secara
Pellini and Ayress (dalam Sudarmo,
empiric tidak semata-mata dipandangnya hanya
2008: 16-64) menggarisbawahi pentingnya social
sebagai fungsi homoeconomicus dari bagaimana
capital dalam governance. Bagaimana social capital
orang-orang berinteraksi dalam kehidupan sehari-
dijalankan, ia bisa dilakukan melalui beberapa cara,
hari dalam keluarga, masyarakat sekitar, dan
yakni melalui Bonding, Bridging dan Linking
kelompok-kelompok
Social Capital Melalui bonding social capital,
102
kerja.
Juga
manusia
SUDARMO – Social Capital untuk Community Governance
masyarakat bisa memperkuat hubungan dalam
kelompok
atau
kelompoknya yang cenderung memiliki perilaku,
Walaupun jaringan seperti ini yang cenderung
norma-norma, aturan-aturan dan harapan-harapan
sifatnya heterogen sering dipandang lemah jika
yang telah diketahui oleh sesama anggotanya
dibanding dengan mereka yang homogen seperti
yang masing-masing anggotanya tersebut berbagi
yang terjadi dalam bonding social capital,
cara pandang, pemikiran-pemikiran, nilai-nilai,
jaringan tersebut masih tetap sangat penting
ide-ide, serta hubungan diantara mereka. Karena
karena bisa memberikan mekanisme kritis bagi
jenis social capital seperti ini bisa tumbuh dan
difusi pengetahuan dan inovasi.
social
networks
lainnya.
berkembang diantara masyarakat kelas bawah,
Dalam konteks community governance,
menengah maupun atas, maka networks ini bisa
bridging social capital bahkan berperan penting
menjadi elitis, negatif dan destruktif jika aturan
untuk memperkuat dan memperbaiki kerjasama
dan networks digunakan oleh mereka yang kuat
diantara kelompok-kelompok sejenis, yang bisa
untuk mediskreditkan dan mengabaikan mereka
dijalin melalui tingkat lokal, regional maupun
yang lemah jika mereka tidak mengikuti atau
nasional bahkan internasional karena networks
menyesuikan dengan keinginan yang kuat,
seperti ini bisa menjadi kekuatan penekan bagi
sehingga networks diantara kelompok lemah
dominasi state yang pro status quo untuk
menjadi
melakukan perubahan-perubahan.
penting
untuk
tetap
dijalin
dan
dikembangkan agar tetap meiliki posisi tawar
Melalui linking social capital, individu
yang kuat. Memang, implikasi dari kuatnya
dan kelompok masyarakat lemah dalam strata
bonding social capital dari kaum lemah ini bisa
sosial bisa menjalin networks dengan mereka
menjadi resistensi bagi adanya perubahan dan
yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dan
sikap yang mempertahankan status quo, tetapi
kekuasaan serta kekayaan yang lebih besar
bagaimanapun, ia menjadi penting peranannya
sehingga melalui jaringan ini mereka bisa
dan efeknya bagi para anggota yang memiliki
memperbaiki
networks dan hubungan yang terintegrasi dengan
sumberdaya,
kuat ini. Hubungan yang kuat terutama penting
dimiliki oleh state secara tersembunyi yang
bagi kaum lemah (dominated group) karena
selama tidak dipunyai oleh kelompoknya yang
mereka tergabung melalui trust dan kerjasama
lemah tersebut.
kapasitasnya informasi,
terhadap
serta
ide-ide
akses yang
yang pada akhirnya mendorong mereka para individu anggota masyarakat non-state untuk mengakaji ulang norma serta aturan yang
Membangun Community Capacity sebagai Pemecah Masalah
digunakan state dalam mendominasi mereka demi keadilan dan demokrasi dan menjadi
Sebuah komunitas untuk bisa melakukan
terciptanya pembangunan manusia riil, serta
governance dengan efektif, ia harus memiliki
membangun solidaritas untuk melindungi dirinya
kapasitas untuk belajar, melakukan eksperimen
teman-teman yang tidak diuntungkan karena
dan beradaptasi secara kreatif terhadap ancaman-
personal rule (Sudarmo, 2008a).
ancaman dan peluang-peluang yang ada (Innes &
Melalui kelompok
capital,
Booher, 2003). Untuk membangun kapasitas
sama
yang memadai bagi governance, komunitas perlu
menjalin networks dengan
melakukan interaksi dan berbagi peran secara
bridging
masyarakat
kondisinya bisa
social
lemah
yang
103
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
teratur diantara para pemain yang beranekaragam
Innes dan Booher (2003) menjelaskan
dalam memecahkan masalah dan melakukan
bahwa
kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas baru
komunitas, perlu dilihat bagaimana kualitas
yang
relatif
sangat
kompleks
berkenaan
dengan
untuk dari
melihat para
bagaimana
individu
kapasitas
(anggota)
yang
pemecahan masalah bersama yang dihadapinya
membentuk komunitas dan bagamana kualitas
(Burns & Stalker, 1966).
organisasinya karena keduanya akan membentuk
Chaskin (2001: 295), mendefinisikan
kapasitas komunitas itu sendiri. Menurutnya,
kapasitas komunitas sebagai “interaksi human
perubahan di setiap tingkatan kolaborasi suatu
capital, sumber daya organisasi, dan social
networks system tergantung pada kapasitas
capital dalam sebuah komunitas yang dapat
individu, karena inteligensia sistem yang adaptif
mengontrol untuk memecahkan masalah-masalah
dan kompleks tergantung pada kapasitas individu
kolektif
dalam
dan
memperbaiki
atau
menjaga
suatu
kelompok.
Individu
dengan
kesejahteraan komunitas; Kapasitas komunitas
kapasitas besar akan mampu melihat peran
bisa berjalan melalui proses informal sosial dan
dirinya dalam sebuah sistem yang lebih besar dan
atau usaha-usaha informal terorganisir.”
melihat
implikasi-implikasi
tindakannya
Jelas sekali bahwa sebuah komunitas
ketimbang hanya memfokuskan pada tugas-tugas
yang memiliki kapasitas untuk governance maka
atau masalah yang tengah dihadapi. Individu
ia harus mempunyai sejumlah kriteria yang harus
yang memiliki kapasitas mampu melakukan hal
dimilikinya:
untuk
ini karena ia mau belajar untuk mendengar secara
mengorganisasi dirinya secara informal, (2)
empatik dan belajar dengan seksama apa yang
kemauan belajar dari pengalaman sebelumnya
dikatakannya dan menyerap berbagai macam
dan
untuk
infomasi (Foster, 1999, Argyris, 1993, Innes &
mengantisipasi hal-hal yang akan datang, (3)
Booher, 2003). Individu dengan kapasitas juga
bekerja dalam waktu yang jelas dan nyata melalui
bisa bekerja secara baik orang lain karena
network, (4) kesediaan berbagi peran diantara
kolaborasi
keanekaragaman pelaku/ stakeholder sebagai
tesebut
sumber daya manusia dan sumber daya non-
kekuatannya; ia juga bisa melakukan inisiatif,
manusia
(5)
dan mampu memberikan kepemimpinan melalui
terselenggaranya distribusi intelegensia untuk
visi, kemampuan untuk melakukan inspirasi dan
memecahkan masalah bersama, dan ini berarti
membantu yang lain untuk mengembangkan
menuntut kesediaan berbagi informasi dan
kapasitas mereka (Innes & Booher, 2003: 15-16).
hal-hal
(1)
yang
lainnya
kemampuan
belum
yang
diketahui
tersedia,
dan
komunikasi terbuka yang menjamin transparansi,
atau
kerjasama dalam
memperluas
Dalam
tataran
networks
kekuasannya
kelompok,
atau
maka
responsivitas dan akuntabilitas satu sama lain,
organisasi yang memiliki kapasitas, ia tidak
dan adaptasi terhadap situasi lingkungan yang
didasarkan pada struktur yang hirarkis, aturan
uncertain dan kompleks. Dengan kata lain,
dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam
komunitas dengan kapasitas seperti ini bisa
setiap proses pembuatan keputusan mengingat
menjadi substitusi untuk terselenggaranya good
dunia ini berada dalam situasi global, bergerak
governance, ketika individu, state ataupun
cepat, uncertain dan unpredictable dengan
market gagal mewujudkan kapasitasnya sebagai
sempurna. Organisasi dengan kapasitas harus
tatanan sosial.
responsif dan memiliki daya tanggap yang cepat
104
SUDARMO – Social Capital untuk Community Governance
sulit
Komunitas-komunitas merupakan bagian
diantisipasi dan bahkan ha-hal yang tidak
good governance sebab mereka bisa menangani
diinginkan; ia harus mendasarkan pada informasi
masalah-masalah tertentu yang tidak bisa diatasi
dan ide-ide yang dimiliki para anggotanya; dan
oleh individu yang bertindak sendirian atau oleh
untuk menjalankan akivitasnya ia secara internal
pasar
dan eksternal harus berkolaborasi dalan sebuah
Komunitas-komunitas bisa memecahkan masalah
system networks mengingat pentingnya untuk
ketika terjadi kegagalan pasar atau kegagalan
berbagi
Dengan
negara mengatasi masalah serupa. Ketika terjadi
demikian, organisasi seperti ini memiliki jaringan
suatu kondisi dimana tidak tersedianya barang-
komunisasi
para
barang publik secara memadai seperti fasilitas-
anggotanya dengan percaya satu sama lain dan
faslitas publik, tidak adanya asuransi untuk
berbagi pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal
umum, dan kemungkinan-kemungkinan resiko
yang belum diketahui satu sama lain. Para
lain yang ditanggung secara bersama, tidak
anggotanya bisa bekerja dengan cara-cara yang
diberikannya akses kaum miskin/ ekonomi lemah
kooperatif dalam suatu networks sebagaimana
terhadap pasar kredit, dan monitoring terhadap
yang diperlukan dalam sistem yang sangat
usaha kerja yang terlalu berlebihan dan tidak
kompleks. Juga dengan kapasitas, organisasi
efektif, maka komunitas bisa memperlihatkan
memiliki kemampuan mengumpulkan informasi
peranannya
dari lingkungan sebagai dasar pengambilan
menggantikan peran state atau market yang
keputusan untuk melakukan adaptasi terhadap
kurang memiliki kapasitas untuk penyediaan
perubahan lingkungan yang terjadi melalui
barang-barang publik tersebut.
terhadap
perubahan
keahlian yang
yang
dan
cepat
informasi.
terbangun
strategi yang dibangunnya
dan
diantara
(Innes & Booher,
2003: 16).
(market)
Alasan
dan
pemerintah
melengkapi
mengapa
atau
komunitas
(state).
bahkan
mampu
untuk mengerjakan apa yang gagal dilakukan
Secara inheren, community merupakan
oleh pemerintah dan pasar adalah karena para
aspek penting bagi good governace yang
anggota komunitas memiliki informasi penting
menjelaskan popularitas social capital (Bowles &
tentang perilaku-perilaku, kapasitas-kapasitas dan
Gintis, 2000). Social capital lebih mengacu pada
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Bowles
apa yang dilakukan oleh kelompok ketimbang
& Gintis, 2000). Para anggota memanfaatkan
apa yang dimiliki orang-orang secara individu,
informasi tersebut untuk menjaga norma-norma
walaupun kapasitas individu juga penting untuk
dan menjamin bahwa apa yang dilakukannya
berkontribusi bagi kelompok atau komunitas.
tidak akan mengakibatkan persoalan-persoalan
Community berarti bahwa sekelompok orang-
bahaya moral yang bisa muncul, dan untuk
orang berinteraksi secara langsung, dilakukan
proses pemilihan pengambilan keputuan untuk
secara intensif dan dengan berbagai cara. Orang-
menghindari resiko yang merugikan di kemudian
orang yang bekerja sama dalam komunitas ini
hari. Informasi yang dimiliki oleh orang dalam
biasanya masyarakat yang hidup berdampingan
kominitas ini paling sering digunakan dengan
atau bertetangga di suatu kampung, kelompok-
cara multilateral ketimbang cara-cara yang
kelompok teman, professional, jaringan bisnis,
centralized, yang bisa mengambil berbagai
geng, dan atau kelompok-kelompok olah raga.
bentuk seperti: sikap ragu atau tidak setuju, katakata simpatik, peringatan, gosip atau tertawaan
105
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
(Bowles
&
Gintis,
2000).
Semua
bentuk
ia memiliki kekuatan untuk membuat dan
informasi ini bisa memiliki makna tertentu ketika
menegakkan aturan-aturan main yang mengatur
digulirkan oleh seorang tetangga atau rekan kerja
interaksi
yang
lembaga-lembaga
swasta
termasuk
merupakan
orang
dalam
yang
komunitas-komunitas. Oleh karena itu, proses
mengidentifikasikan
dirinya
sebagai
bagian
ekonomi akan menjadi efektif jika partisipasi
komunitasnya sehingga ia menyebut dirinya
masyarakat menjadi sebuah kewajiban atau
sebagai
keharusan.
“kami”
(karena dirinya merupakan
Namun
demikian,
komunitas-
orang dalam yang merupakan bagian dari
komunitas bisa memecahkan masalah untuk hal-
komunitas tersebut) ketimbang sebagai “mereka”
hal yang tidak bisa dilakukan oleh state maupun
(karena memang dirinya tidak merupakan orang
market karena tidak memadainya alat yang
di luar komunitas).
digunakan oleh kedua tatanan sosial tersebut.
Komunitas,
dengan
demikian
bisa
Komunitas-komunitas
mampu
memecahkan
memberikan sebuah kontribusi penting bagi
masalah tersebut, terutama ketika sifat interaksi-
governance dimana kontrak-kontrak pasar dan
interaksi sosial atau sifat barang dan jasa/
sangsi-sangsi resmi pemerintah gagal karena
pelayanan yang ditransaksikan mengakibatkan
informasi yang penting untuk merancang dan
kontrak-kontrak yang sangat tidak lengkap, tidak
menegakkan pertukaran dan perintah tidak bisa
memadai untuk ketersediaannya atau sangat
secara efektif digunakan oleh state atau pihak
mahal untuk direalisasikan baik secara ekonomis
lain diluar komunitas. Hal ini bisa menjadi
ataupun secara sosial. Governance oleh komunitas atau disebut
kenyataan ketika hubungan antara para anggota
mendasarkan
pada
komunitas didasarkan pada kepercayaaan (trust),
governance
perhatian
atau
penyebaran informasi swasta/ informal sering tak
yang
dijumpai pada states dan organisasi-organisasi
multilateral. Dalam keadaan dimana trust tidak
formal lainnya dalam menerapkan rewards dan
ada
terciptanya
punishment kepada para anggota yang patuh atau
kerjasama yang menguntungkan bersama sulit
melanggar norma-norma sosial. Komunitas yang
tidak tercipta, maka norma-norma perilaku sosial
efektif, bahkan mampu memonitor perilaku para
termasuk etika dan kode moral bisa menjadi
anggotanya untuk membuat mereka accountable
reaksi
terhadap
bersama
penegakan dan
(mutual
norma-norma
concern), kelompok
peluang-peluang
masyarakat
bagi
(society)
untuk
community,
tindakan-tindakannya.
Berkebalikan
mengkompensasi kegagalan pasar (Arrow, 1971:
dengan state dan market, komunitas lebih efektif
22). Norma-norma tersebut juga bisa mencakup
mempercepat dan memanfatkan insentif yang
aturan-aturan (rules) yang mengatur perilaku
secara tradisional telah diatur oleh orang-orang
anggota komunitas; norma-norma kadang tak
untuk
diungkapkan
tidak
solidaritas, timbal balik, reputasi, kebanggaan
dikatahui (Smither, Houston & McIntire, 1996:
pribadi, menghormati, balas dendam dan retribusi
15).
satu sama lain. Contoh, tindakan asusila oleh
dengan
jelas,
bahkan
meregulasi
aktivitas
bersama:
trust,
Pasar (market) maupun negara (state)
salah satu anggota komunitas, yang hanya
tepat
kelompok-
diketahui lewat informasi informal komunitas
kelompok masalah tertentu. Bahkan state telah
tersebut, dapat secara efektif dimonitor oleh
biasa menangani masalah-masalah publik karena
komunitas itu sendiri untuk menjatuhkan sangsi
relatif
106
untuk
menangani
SUDARMO – Social Capital untuk Community Governance
sosial kepada pelaku. Sangsi bisa berupa rasa
menjadi cara-cara yang efektif untuk mengurangi
ketidakpercayaan,
dorongan timbulnya masalah dimana tindakan-
mengucilkan,
tidak
menghormati, tidak diberi perlindungan dan
tindakan
individu
yang
mengganggu
seterusnya. Sebaliknya para anggota yang sejalan
kesejahteraan atau ketenteraman pihak lain tidak
dengan norma perilaku, kode etik dan moral
dapat dilakukan (Bowles & Gintis, 2000).
komunitas, maka melalui informasi informal ini pula
mereka
akan
tetap
diterima
oleh
komunitasnya sebagai orang yang akuntabel. Secara
beberapa
aspek
kapasitas
khusus
Persoalan penting yang dihapai oleh
mereka sebagai struktur governance. Pertama,
komunitas adalah berkenaan dengan upaya
dalam sebuah komunitas, dimungkinkan bahwa
penegakan norma-norma, mengingat komunitas
para anggota yang berinteraksi hari ini, tingkat
bukanlah state yang memiliki perangkat norma
interaksi mereka di masa mendatang akan
atau aturan yang sangat jelas dan formal.
meningkat atau tinggi. Dengan demikian, dalam
Bagaimana
dirinya terdapat dorongan kuat untuk bertindak
menerapkan norma-norma tersebut dalam suatu
dengan cara-cara yang menguntungkan secara
kondisi dimana aparat hukum dari state tidak ada,
sosial untuk menghindari hal-hal yang merugikan
sejumlah pakar telah mengajukan beberapa
di masa depan. Kedua, frekuensi interaksi
pendekatan.
diantara para anggota komunitas mengurangi
4.1. Economic Self- Interest Motive
komunitas
asumtif,
Penegakan Norma Komunitas melalui Network
mencerminkan
biaya dan menaikkan keuntungan berkaitan dengan
penemuan
komunitas
menegakkan
dan
Alchian Demstz (dalam Bowles &
karakteristik-karakteristik
Booher, 2000) menyarankan cara dengan
perilaku sekarang ini dan kemungkinan tindakan-
menggunakan lobi guna menegakkan nor-
tindakan yang akan datang dari para anggota
norma momunitas. Menurutnya, pelobian
lainnya. Semakin informasi mudah diperoleh dan
seharusnya didelegasikan kepada seorang
semakin luas penyebarannya, semakin para
individu yang diangkat (dan dibayar) untuk
anggota komunitas akan memiliki dorongan atau
memonitor masuknya para anggota ke dalam
rancangan untuk bertindak dengan cara-cara yang
tim,
menghasilkan outcomes yang menguntungkan
kekompakan
secara kolektif. Ketiga, Komunitas mengatasi
monitoring itu sendiri, sambil menangani
masalah free-rider (salah satu penyebab market
para anggota yang
free-ride dengan
failure) yang dilakukan oleh para anggotanya
ancaman
oleh
dengan cara menghukum langsung tindakan-
tersebut. Alchian dan Demsetz berasumsi
tindakan ‘anti sosial’ yang dilakukan oleh pihak
bahwa monitoring itu sendiri sulit untuk
lain yang memboncengnya. Monitoring dan
dilakukan.
hukuman oleh kolega dalam sebuah tim kerja, asosiasi
kredit,
kemitraan,
situasi-situasi
sehingga
menjamin
aktivitas
pemecatan
terciptanya
(non-contractible)
pemonitor
Pemecahan masalah lainnya dikemukakan oleh Holmstrom (dalam Bowles &
kehidupan kelas bawah di tingkat local, dan
Booher,
2000).
Ia
merekomendasikan
kampung permukiman (seperti rukun tetangga,
sebuah
hubungan
rukun warga, kelompok dasa wisma) bisa
dimana efisiensi dicapai melalui kontrak
prinsipal
multi-agent
107
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
agar tindakan para individu pelobi yang
gagasan-gagasan konvensional equilibrium
tergabung dalam anggota tim menimbulkan
berdasarkan tindakan yang dikehendaki.
harus
Bowles dan Gintis (2000) menga-
memberikan hak kepemilikan pada mereka
jukan pendekatan non-self interested motive.
atas hasil yang dilakukannya. Pendekatan ini
Keduanya
dipandang kurang bisa diterapkan.
komunitas-komunitas menegakkan norma-
efek
yang
dikehendaki
Masih
banyak
tanpa
norma
yakin melalui
bahwa
bagaimana
monitoring
bersama
usulan
dalam
komunitas
dengan
memerlukan sesuatu yang jauh lebih luas
pendekatan ekonomi, dengan memandang
dari model tradisional tersebut. Mereka
manusia sebagai rational-economic man
mengkritisi model yang dilakukan oleh
yang cenderung self-intersted. Varian (1990)
Besley dan Coate yang menekankan pada
dan Stigliz (1993) keduanya mendasarkan
social
pada kelompok kecil dari kelompok yang
dikemukakan
berinteraksi, dan interaksi ekonomi dengan
mendasarkan pada peer pressure, yang
tingkat bunga yang kecil. Barejee, Beslley
dipandang tidak memuaskan seperti halnya
dan Guinnane (1994) dan Dong dan Dow
model perilaku konvensional.
penegakan
norma
(1993) memberikan analisa empirik tentang kelompok
seperti
kopersi
kredit
atau
dan
penalties,
Kandel
dan
model Lazer
yang yang
Menurut Bowles dan Gintis (2000), komunitas
sering
mampu
menegakkan
produksi yang para anggotanya secara
norma-norma sebab para anggota fraksi
konstitusional
untuk
yang berjumlah besar bersedia terlibat dalam
menghukum para anggota yang melakukan
penghukuman kepada mereka yang ingin
pelanggaran. Dong dan Dow berasumsi
keluar dari atau tidak sejalan dengan norma
bahwa keluarnya seseorang dari community
komunitas tanpa harapan untuk dibayar
(shirking) bisa dikontrol melalui ancaman
kembali atas usaha-usaha mereka. Bowles
yang dilakukan oleh mereka yang tetap setia
dan Gintis menyebut perilaku seperti ini
menjadi anggota (non-shirkers) community.
sebagai strong reciprocity (timbal balik yang
diberi
wewenang
4.2. Non-Self Interested Motive
kuat). Seorang reciprocator (orang yang
Berbeda dengan pendekatan ekonomi
melakukan hubungan timbal baik tanpa
tradisional yang cenderung memperlakukan
mengharapkan sesuatu) yang kuat diusulkan
individu sebagai self-interested, ilmuwan
untuk bekerjasama dengan yang lain dan
perilaku di luar ilmu ekonomi telah berusaha
menghukum
menjelaskan
dengan
kerjasama, bahkan ketika perilaku ini tidak
altruism/
bisa dibenarkan berdasarkan self-interest
communities
menghubungkan
motif
kemanusiaan, afeksi/ persahabatan dan nonself
regarding
demikian,
motif
banyak
lainnya. dari
mereka
yang
tidak
mau
sekalipun.
Namun
pendekatan-
Kegagalan Komunitas dalam Governance
pendekatan mereka telah memperlakukan community secara organik tanpa meneliti apakah karakter struktur konsisten dengan
Seperti
halnya
market
atau
state
(pemerintah), komunitas juga bisa gagal. Kontak yang terjadi terus menerus dan hubungan pribadi
108
SUDARMO – Social Capital untuk Community Governance
(personal)
yang merupakan ciri
komunitas
bisa memperlihatkan kelebihannya, yakni bereka
menuntut mereka untuk tetap mempertahankan
menjadi “better off” (Bowles & Gintis, 2000: 14).
dirinya sebagai kelompok dalam jumlah kecil.
Ketika keanggotaan komunitas terbentuk sebagai
Sementara itu, kecenderungan keinginan untuk
akibat dari pilihan-pilihan individu ketimbang
mengurusi
keputusan kelompok, maka komposisi kelompok
masalah
para
anggota
dengan
sendirinya telah membatasi kapasitas mereka
tersebut
untuk
demografis
mengeksploitasi
perolehan
dari
kemungkian lebih
secara
kultural
dan
homogin.
Dengan
cara
perdagangan dalam skala yanag lebih luas yang
demikian, orang-orang tersebut tidak berada
dimungkinkan jika mereka heterogin secara
dalam interaksi yang beranekaragam. Sebagai
komunitas.
Lebih
dari
bagi
ilustrasi, jika populasi dari komunitas penduduk
komunitas
untuk
menjadi
homogin
dalam jumlah besar terdiri dari hanya dua jenis
membuat ia tidak mungkin untuk memperoleh
penduduk yang diidentifikasikan berdasarkan (1)
keuntungan keanekaragaman ekonomi dalam
penampilan
rangka untuk saling melengkapi kekurangan
dengan diikuti oleh keyakinan yang sama, tata
mereka
hal
cara ritual yang sama dan perilaku yang sama,
keanekaragaman keahlian dan input-input lainnya
dan (2) bahasa dengan dialek bicara yang sama
melalui
Keterbatasan-keterbatasan
dengan perilaku pola tradisi yang sama, dan
tersebut sangat mungkin terjadi, dan hal ini
setiap orang dari mereka berada dalam kelompok
mengurangi kapasitas komunitas tersebut untuk
yang terintegrasi secara kuat tetapi tidak berada
melalukan governance. Bukti bahwa kurangnya
dalam kelompok minoritas. Jika para individu
kejasama melalui networks, telah menjadikan
memilih berdasarkan keinginan mereka sendiri
komunitas tersebut tidak mampu memperoleh
untuk memilih komunitasnya sesusi dengan
kemanfaatan
identifikasi
itu,
tendensi relatif
masing-masing networks.
dari
situasi
dalam
yang
ada;
dan
busana
yang
tersebut,
mereka
maka
kenakan,
akan
ada
sebaliknya mereka yang menjalin kerjasama
kecenderungan kuat bagi seluruh komunitas
justru
meraih
untuk mebentuk kelompok-kelompok secara
keuntungan lebih besar. Sebagai contoh, dengan
sempurna sesuai dengan identifikasinya (Thomas
berbagi keanekaragaman informasi, peralatan dan
Schelling, 1978). Komunitas yang terintegrasi
keahlian-keahlian yang dimiliki, para pelaut
dengan kuat disatu sisi menimbulkan kelemahan
Jepang bisa mengeksploitasi sumber daya secara
yakni mereka tidak memiliki akses untuk meraih
efisien yang tidak bisa diperoleh oleh kelompok-
bergagai keuntungan atau kemamfaatan input
kelompok yang kurang memiliki kerjasama, dan
serta sumberdaya dari network. Disisi lain
meraih
dari
mereka juga bisa membuat para anggotanya
para
“better off” atau diuntungkan seperti rasa aman
memperoleh
kentungan
keanekaragaman
akses
yang
bakat
untuk
substansial
yang
dimiliki
anggota (Bowles & Gintis, 2000).
karena mersa dilindungi kelompoknya, merasa
Kegagalan komunitas juga bisa terjadi karena
kecenderungan
mereka
kuat karena mereka saling menjaga dari ancaman
yang
pihak lain. Namun demikian, komunitas tersebut
mengelompok menjadi kelompok-kelompok yang
kelak tidak akan langgeng jikalau para individu
secara kultural dan demographis homogin. Tetapi
bebas untuk bergerak keluar masuk (Bowles &
jenis kegagalan seperti ini kurang begitu nyata
Gintis, 2000: 14).
karena dibalik kegagalan tersebut mereka justru
109
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
Meningkatkan Kapasitas Community Governance
lingkungan hukum dan pemerintahan yang mendukung komunitas agar bisa berfungsi. Dengan demikian hubungan pemerintah dan
Para advokat konservatif laissez faire,
sustitusi
tetapi
saling
melengkapi. Ketiga, perlunya ditegakkannya
memandang komunitas sebagai sisa-sisa yang
etika liberal tentang perlakuan yang sama dan
sudah kedaluwarsa dari epos yang kurang cerah
penegakan kebijakan-kebijakan anti diskriminasi.
karena
dan
Dengan demikian, pemikiran saling beroposisi
meganggap pasar dan negara justru memiliki
antara kelompok “kami” dan kelompok “mereka”
kemampuan yang memadai untuk melaksanakan
tidak
tugas-tugas governance. Dalam konteks ini,
dilakukannya kerjasama yang menguntungkan
komunitas dipandang bukan sebagai bagian
bersama.
social
kurangnya
sosialis
bukanlah
liberal,
democratic
dan
komunitas
hak-hak
properti,
muncul
sebagai
penghalang
bagi
pemecahan atas kegagalam pasar dan negara,
Namun demikian, mengacu pada uraian
tetapi justru merupakan bagian dari parochial
Innes dan Booher (2003) diatas, jelas bahwa agar
populism dan fundamentalisme tradisional.
kapasitas governance bisa dibangun dengan social
memadai perlu dibangun pula kapasitas individu
capital, justru melihat community governance
dan kapasitas organisasi komunitasnya. Sebab,
dipandang sebagai aspek penting bagi pembuatan
keduanya merupakan unsur fundamental bagi
kebijakan mengingat institusi-institusi formal
terbentuknya kapasitas suatu sistem governance.
Sebaliknya,
para
pendukung
yang ada sering kurang memuaskan dalam
Kesimpulan
memecahkan masalah bersama. Memang diakui bahwa market atau state mampu menangani
Komunitas (community) bisa memiliki
masalah publik, tetapi sering pula didapati bahwa outcomes
yang
ditimbukan karena
kapasitas
untuk
melakukan
governance
sebagaimana yang dilakukan oleh state dan
governance bisa menjadi substitusi, tepatnya
market, namun demikian sebagaimana dua
sebagai unsur complement yang bisa bekerja
tatanan sosial ini, komunitas juga bisa gagal
bersama-sama dengan state maupun market untk
dalam melakukan governance. Komunitas kadang
mengatasi
bisa menjadi substitusi bagi state maupun market
masalah
itu
counter
community
productive.
Oleh
justru
dengan
meminimalisir
terjadinya negative outcomes. Bowles
&
Gintis
ketika keduanya justru gagal dalam penyediaan (2000:
15-17)
barang-barang publik. Namun karena kelemahan
mengajukan sejumlah usulan agar komunitas
inherent
mampu melakukan governance. Diilhami oleh
governance lebih tepat sebagai complement bagi
keberhasilan para pelaut, bos, dan kru Jepang,
state maupun market.
keduanya
mengusulkan
komunitas
seharusnya
para
angota
memproduksi
agar
sendiri
yang
ada
padanya,
community
Referensi
hasil-hasil kesuksesan dan kegagalan-kegagalan yang
mereka
hasilkan
dalam
memecahkan
masalah kolektif yang mereka hadapi. Kedua, komunitas yang bekerja dengan baik memerlukan
110
Arrow,
Kenneth J., “Political and Economic Evaluation of Social Effect and Externalities” in M.D Intriligator (ed.) Frontiers of Quantitative Economics, Amsterdam, North Holland, pp. 3-23.
SUDARMO – Social Capital untuk Community Governance
C., 1993, Knowledge for Action to Overcoming Barriers to Institutional Change, San Francisco: Jossey Bass Publishers. Bowles, Samuel dan Gintis, Herbert, 2000, Social Capital, Department of Economics, University of Massachusetts, Amherst, December 22. Burns, T. & Stalker, G., 1966, The Management of Inovation, London: Tavistock Publications. Chaskin, R., 2001, “Defining Community Capacity: A definitional Framework and Case Studies form a Comprehensive Community Initiative”, Urban Affairs Review 36 (3) 291-323. Foster, 1999, The Deliberative Practitioner: Encouraging Participatory Planning Processes, Cambidge, MA: MIT Press. Innes, Judith E. & Booher, David E., 2003, The Impact of Collaborative Planning on Governance Capacity, Institute of Urban and Regional Development, Universiy of California, Berkeley. Sudarmo, 2008, “Patrimonial Governance di Indonesia: Analisis Historis Bagi sebuah Reformasi Administrasi Publik yanag Demokratis Melalui Komitmen Moral, Perubahan Paradigma dan Modal Sosial”, Spirit Publik, Jurnal Ilmu Administrasi, 4 (1) 1-14. Sudarmo, 2008a, Governance of Solo’s Street Vendors: A Critical Analysis Based on Empirical Research, Ph.D thesis, Flinders University. Argyris,
111
Spirit Publik Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 Hal. 101 – 112
112