Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Peningkatan Value of The Firm, dengan Corporate Social Responsibility (CSR), dan Kontrak Kompensasi Sebagai Moderating Variabel Studi Kasus pada BUMN (2003-2006)
State Own Companies (BUMN) are ones of nation assets that give contribution to the nation by dividend, tax payment, absorbing the employee and society development. There is a little research on BUMN because lack of data. Research on BUMN is very important because it can improve the efficiency and effectiveness the policy of government to regulate BUMN. Government hopes the input from academician based on their empirical researches. The domination of BUMN on the market liquidation shows that the role of BUMN are important in the capital market. The research will try to investigate the relationship between investment opportunity set (IOS) and firm value with corporate social responsibility and contract compensation as moderating variables. The research uses univariate analysis, person correlation and multiple regressions to investigate the relationship between IOS and value of the firm. The data of research come from Statement of Performance BUMN 2003-2007 that issued by ministry of BUMN. The result shows that not all BUMN have IOS, especially the BUMN that have loss and have unhealthy performance. The regression and correlation shows the positive relationship between IOS and value of the firm. Healthy performance measurement and community development fund that BUMN give to society have positive relationship to the firm value.
Key word : Investment Opportunities Set (IOS), Value of The Firm,Corporate SocialResponsilities (CSR), dan Compenzation Contract 1.1. Latar Belakang Investment opportunity Set (IOS) dikenalkan pertama kali oleh Myers (1997). Nilai perusahaan dipengaruhi yaitu dua hal yaitu asset yang saat ini telah ditempatkan dan opsi untuk invertasi di masa depan. IOS lebih ditekankan pada opsi investasi di masa depan. Opsi investasi di masa depan dapat diperoleh jika perusahaan memiliki proyek dengan net present value positif (Kallapur & Trombley 1999). IOS bukan merupakan pertumbuhan riil yang dicapai perusahaan saat ini namun kesempatan perusahaan untuk bertumbuh di masa mendatang. Sehingga ukuran IOS secara esensi selain dikaitkan dengan diperolehnya proyek yang menguntungkan adalah investasi perusahaan di research and development serta aktiva tetap. Dengan melakukan investasi untuk R&D dan aktiva tetap perusahaan akan menikmati pertumbuhan riil di masa mendatang. Pengukuran IOS beragam baik yang menggunakan faktor tunggal maupun dengan menggunakan kombinasi beberapa faktor. Sebagian besar menggunakan ukuran data-data pasar modal dalam menghitung IOS karena lebih banyak menggunakan ukuran harga
saham dan market value of equity sebagai proksi dari IOS. IOS dapat diamati dari pertumbuhan nilai buku perusahaan di masa mendatang. Nilai perusahaan di masa mendatang akan tercermin dari harga saham, karena harga saham menceriminkan present value dari arus kas di masa mendatang yang akan diterima investor. Nilai intrinsik perusahaan dapat dihitung dengan berbagai cara, diantaranya dengan melihat nilai buku perusahaan yang tercermin dari nilai ekuitas perusahaan. Penilaian lain yang sering dilakukan adalah dengan menghitung nilai present value dari dividen atau free cash flow di masa mendatang. Penilaian lain dengan menggunakan nilai sekarang dari kelebihan laba setelah pengembalian atas dana yang telah diinvestasikan. Nilai perusahaan di mata investor akan tercermin dari harga saham yang ditetapkan oleh investor di pasar modal. Harga saham di pasar modal tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan nilai fundamental perusahaan karena banyak faktor yang mempengaruhi harga saham selain nilai perusahaan. Berdasarkan teori tentang penilaian, harga saham dapat dihitung dengan mendiskontokan arus kas yang diterima oleh investor di masa mendatang. Arus kas dapat berupa dividen, sedangkan dividen jika perusahaan memiliki keuntungan. Sehingga secara tidak langsung ukuran keuntungan perusahaan dapat dijadikan proksi nilai perusahaan di masa mendatang. CSR merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan. CSR dalam arti sempit dapat diartikan sebagai bentuk filantropi perusahaan. CSR tidak boleh dipandang dari sisi jangka pendek sebagai suatu kegiatan pemborosan karena perusahaan harus mengeluarkan banyak dana untuk mendukung kegiatan ini. Kegiatan CSR secara strategis dapat meningkatkan nilai perusahaan di masa mendatang. Pilihan bentuk CSR yang akan dilakukan perusahaan akan menentukan apakah dampak dari kegiatan tersebut hanya untuk sesuatu yang bersifat jangka pendek, atau sesuatu yang dapat meningkatkan nilai perusahaan karena dukungan masyarakat dan stakeholder lainnya. Kontrak kinerja dalam bentuk target performance akan memberikan motivasi kepada manajemen untuk meningkatkan nilai perusahaan. Penciptaaan nilai perusahaan dilakukan dengan melakukan investasi. BUMN belum memiliki acuan khusus menentukan kompensasi, namun setiap BUMN akan dinilai kesehatan melalui kriteria kesehatan BUMN. Secara umum tingkat kesehatan dapat dipansang sebagai salah satu bentuk target kinerja yang harus dicapai oleh manajemen BUMN. Walaupun tingkat kesehatan tersebut tidak mempengaruhi gaji dan bonus yang diterima manajemen, namun tingkat kesehatan merupakan salah bentuk kinerja yang akan diperhatikan pemerintah dalam menilai kinerja manajemen. Penelitian tentang IOS banyak dilakukan dengan melihat hubungan IOS dengan kebijakan dan kinerja perusahaan.. Kebijakan deviden dan pendanaan merupakan kebijakan perusahaan yang banyak dihubungkan dengan IOS. Jika perusahaan memiliki IOS maka cenderung untuk mengurangi tingkat dividen, karena untuk mendanai investasi di masa mendatang perusahaan membutuhkan sumber dana internal yang relatif lebih tinggi. Sebaliknya IOS akan berhubungan negatif dengan kebjikan pendanaan utang, karena perusahaan yang memiliki IOS membutuhkan pendanaan yang lebih besar sehingga utangnya akan lebih banyak. Dari sisi kreditor, perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan di masa mendatang akan membuat kreditur senang memberikan tambahan pendanaan.
Penelitian BUMN belum banyak dilakukan oleh para peneliti karena terbatasnya informasi. Dengan reformasi dan keterbukaan informasi BUMN semakin mudah didapatkan.Penelitian BUMN memiliki makna strategis karena selain dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan ilmu pengetahuan, namun juga dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat kebijakan. BUMN yang telah terdaftar di BEI sebanyak 14 (2007), sehingga tidak mungkin untuk melakukan penelitian IOS dengan menggunakan data pasar modal. Penelitian IOS BUMN hanya mungkin dilakukan dengan menggunakan data pertumbuhan maupun dukungan asset terhadap penjualan. BUMN dinilai tingkat kesehatannya oleh kementrian. Direktur memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan BUMN yang sehat. Kesehatan perusahaan merupakan salah satu bentuk kontrak pengawasan BUMN, selain juga dijadikan dasar untuk menghitung bonus. 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mencari pola hubungan IOS dengan peningkatan value of the firm dengan kontrak kerja sebagai moderating variabel pada perusahaan BUMN. Hasil penelitian ini akan digunakan untuk memperkuat temuan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang telah berhasil mencari pola hubungan untuk perusahaan go-publik; 2. Membuktikan bahwa CSR pada posisi sebagai moderating variable dapat meningkatkan value of the firm dalam jangka panjang, dan mempengaruhi keputusan IOS yang diambil oleh para pemangku kepentingan dalam BUMN terutama pemerintah; 3. Membuktikan bahwa CSR juga mempengaruhi peningkatan value of the firm, dampak peningkatan dilihat dari perubahan corporate culture dan perubahan paradigma sehingga BUMN. Selain itu penelitian ini dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengelolaan BUMN dalam hal : a. Evaluasi terhadap Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang saat ini telah dijalankan. b. Mengajukan metode evaluasi PKBL yang dapat dijadikan acuan dalam penilaian efisiensi dan efektivitas pelaksanaan PKBL. c. Evaluasi atas penilaian kinerja BUMN berdasarkan peraturan yang ada. d. Mengajukan metode penilaian kinerja BUMN yang komprehensif yang dapat mengukur nilai perusahaan, kemampuan perusahaan untuk berkembang di masa mendatang dan kegiatan CSR. Manfaat yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi literature di bidang akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, kontribusi ini memberikan dukungan bahwa interelasi antara akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan sangat tinggi. Dua bidang ini tidak dapat dipisahkan dan kedua-duanya saling subtitusi dan berkomplementer. Pola hubungan dengan sampel yang berbeda mungkin saja akan memberikan bukti
yang berbeda dengan penelitian-penelitian di Indonesia sebelumnya yang berfokus pada perusahaan go-publik. 2. Dengan digunakannya sampel BUMN, memberikan inspirasi dan wawasan baru bagi penelitian di Indonesia akan obyek-obyek penelitian yang sampai saat ini belum mendapatkan perhatian cukup dari akuntan peneliti. Sumbangan yang dihasilkan nantinya dapat memberikan sumbang saran untuk perbaikan regulasiregulasi pemerintah pada masa yang akan datang. 3. Sebagai bahan referensi bagi pemerintah khususnya Kementerian BUMN dan Departemen Keuangan, Menko Ekuin, bahwa untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat berbagai pihak harus berkolaborasi. Hal ini ditunjukkan dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris, bahwa terdapat pola hubungan IOS dengan value of the firm, kontrak kompensasi, dan CSR. Dengan bukti yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam membuat keputusan strategis pemerintah. 1.3. Studi Sebelumnya IOS menurut Myers (1977) adalah kombinasi antara aktiva yang dimiliki perusahaan (assets in place) dan pemilihan investasi pada masa yang akan datang dengan net present value (NPV) positif. Sementara Gaver dan Gaver (1993), IOS adalah nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran yang akan datang uang ditetapkan oleh manajemen, yang pada saat ini sebagai alternatif investasi yang expected returnnya lebih besar.Perbedaan nilai buku saham dan nilai pasar tidak lain adalah IOS adalah potensi pertumbuhan untuk masa yang akan datang. Kenaikan nilai perusahaan yang dihasilkan dari berbagai alternatif pilihan kesempatan investasi perusahaan dimasa yang akan datang adalah IOS (Myers, (1977); Smith, dan Watts (1992). IOS meliputi pengeluaran modal untuk pengenalan produk baru, atau memperluas jangkauan pasar produk yang ada, alternative pengeluaran untuk menekan biaya restrukturisasi perusahaan, pilihan kebijakan akuntansi yang menguntungkan. Lebih lanjut Myers (1977), menyatakan bahwa semua biaya variable adalah bagian dari IOS. Terdapat perbedaan makna antara pertumbuhan dan IOS, IOS adalah pilihan investasi (McDonalddan Siegel, 1986; dan Pindick, 1988) yang menghasilkan NPV positif, sedangkan pertumbuhan adalah kemampuan perusahaan untuk meningkatkan ukuran. Jensen (1986), bahwa investasi dari kas untuk akuisisi meningkatkan ukuran perusahaan tanpa nilai. Kemampun perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan lain bukan komponen IOS dan tidak menghasilkan nilai. IOS adalah karakteristik perusahaan (Miles, 1986; Riahi-Belkaoui, 1999; Skinner, 1993; dan Dhaliwal et al, 1999) dan memiliki pengaruh yang besar dilihat pada cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditur. IOS menunjukkan komponen utama nilai perusahaan, meskipun kesempatan investasi tidak dapat diobservasi dengan mudah (Kallapur dan Trombley, 2001) karena variable latent. Untuk menguji IOS diperlukan proxy (Hartono, 1999). Kallapur dan Trombley (2001), IOS distribusi payoff potensial untuk investasi, Adam Goyal (1999), proxy IOS adalah informasi estimasi nilai pilihan investasi perusahaan pertambangan. Proxy yang sering digunakan dikelompokkan dalam
1) proxy berbasis harga, 2) proxy berbasis investasi, 3) proxy berbasis varian, dan 4) pengukuran gabungan IOS (Kallapur dan Trombley (2001). Proxy yang berhubungan rasio ukuran investasi pada ukuran asset yang telah dimiliki atau dengan hasil operasi yang dihasilkan dari asset yang dimiliki. Tingkat aktivitas investasi perusahaan yang tinggi memiliki hubungan significant positif dengan IOS perusahaan Kallapur dan Trombley , 2001). IOS gabungan digunakan untuk meminimalisir measurement error (Smith dan Watts, 1992; Gaver dan Gaver, 1993). Beberapa proxy gabungan yang digunakan : 1) analisis sensitifitas (Gaver dan Gaver, 1993; Smith dan Watts, 1992; Fijrijanti Tettet dan Hartono Jogiyanto (2000); Hartno (1999); 2) common factor analysis untuk menghitung factor score sebagai indeks umum IOS (Gaver dan Gaver, 1993; Sami et al, 1999; Kallapur dan Trombley, 1999; Fijrijanti, 2000; Subekti, 2000; Prasetyo, 2000); 3) menggabungkan proxy-proxy individual kepada masing-masing klasifikasi sebagai variable latent (Saputro, 2003), dengan structural equation models- confirmatory factor analysis dikorelasikan dengan realisasi pertumbuhan. Beberapa mapping penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penggunaan proxy IOS dapat digambarkan dalam Lampiran 1 La Porta Lopez de Silanes, Sheifer, dan Vishny (1998, 2000), mengungkapkan bahwa corporate governance lintas negara merupakan factor yang penting dalam pengembangan pasar uang (financial market) dan firm value. Terdapat kondisi baik yang ditunjukkan yaitu efektifitas corporate governance sangat ditentukan oleh kondisi yang dibedakan oleh : 1) kondisi ekonomi, (Mitton (2002) dengan data keuangan Asia Tenggara 1997-1998 mengindikasi bahwa terdapat indikasi kuat corporate governance khususnya pada waktu mengalami krisis keuangan, Lemmon dan Lins (2003), dengan data keuangan Asia Tenggara 1997-1998 menunjukkan bahwa cumulative stock return dari perusahaan yang manager dan keluarga dipisahkan antara kendali dan cash flow right struktur kepemilikan pyramid kurang dari 12% point dibanding perusahaan lainnya; 2) agency problem, corporate governance sangat efektif untuk menurunkan agency problem (Ang. Cole and Lin 2003) terdapat hubungan negative antara inside ownership dan agency cost. Singh dan Davidson III (2003) bahwa pengaruh managerial ownership menyebabkan agency problem significant dan negative; 3) quality disclosure dan transparansi. Mitton (2002), perusahaan yang memberikan kualitas disclosure lebih besar, lebih transparan, lebih banyak outside ownership, dan lebih berfokus pada organisasi selalu memiliki harga saham/kinerja perusahaan lebih baik. Back, Kang, dan Park (2004), mengindikasikan bahwa dengan semakin baik kualitas disclosure, Korea 1997 lebih mampu menghadapi dampak krisis keuangan secara cepat. Sylvia dan Yanivi (2005), mekanisme corporate governance berkaitan dengan earning management dan informasi asimetri. Dari hal tersebut, maka firm value dapat dipegaruhi oleh kualitas corporate governance suatu Negara. Dampak CSR sangat besar terhadap firm value (Walton 1982, Kok et al 2001, dan Waddock et al 2002). Perusahaan yang berorientasi pada maksimalisasi profit tanpa memperhatikan social responsibility tidak mampu mempertahankan kondisinya secara
jangka panjang (Friednab, 1970, Spencer et al 2003, Waddock dan Graves 1997). Pilihan strategy CSR yang meliputi shareholders strategy, altruistic strategy, reciprocal strategy, dan citizenship strategy, sangat mempengaruhi actual return perusahaan (Spencer et al 2003, Joyner and Payne 2002, Angelidis and Ibrahim 2004, Hemingway dan Maclegan 2004, Turban dan Greening 1997, Waddock et al 2002, Rosen et al 2003 Demmy dan Talbott 1998, Di Nitto 1989, File dan Prince 1998, Dawkins and Lewis 2003, Margolis and Walsh 2003). Aktual return mempengaruhi secara significant firm value perusahaan. Penelitian-penelitian sebelumnya memfokuskan IOS pada pemahaman peran IOS pada kontrak optimal dengan perusahaan. Smith dan Watts (1992), membuktikan terdapat hubungan IOS dengan deviden , kompensasi dengan kebijakan pendanaan dengan sampel pada level industri. Sementara Gaver dan Gaver (1993), membuktikan hubungan tersebut pada level perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi kontrak berdasarkan kedua penelitian tersebut meliputi beberapa faktor yang bersumber pada teori keagenan yaitu terjadinya konflik antara shareholder-debtholder, adanya agency cost, dan permasalahan pengukuran kinerja (Kallapur dan Trombley, 2001). Konflik shareholder – debtholder, Myers (1977) berpendapat bahwa konflik kedua belah pihak akan meningkat apabila interest portion cenderung lebih besar pada IOS dibandingkan pada kepemilikan assets. Debtholders akan meningkatkan interest rate dan tight covernant sebagai kompensasinya sementara manager akan menurunkan biaya dan lebih mempertimbangkan penggunaan modal sendiri daripada hutang. Sehingga akan terjadi hubunan negatif antara IOS dengan leverage (Kallapur dan Trombley, 2001). Agency cost, Free cash flow merupakan cash from operation yang tidak akan digunakan untuk mendanai proyek yang memiliki NPV positif. Terjadinya financial distress mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki IOS yang jelek (Jensen, 1986). Pasar rasional, mampu mendeteksi adanya free cash flow, dengan merespon saham dengan harga yang rendah (Jensen dan Meckling, 1976). Dampaknya untuk mengurangi agency cost dari free cash flow ini, manager akan memasukkan ke dalam kontrak komitmen dan kompensasi , disisi lain perusahaan dapat memasukkan pengeluaran cash dalam bentuk deviden, sehingga terjadi hubungan positif antara free cash flow dan deviden payout (Kallapur dan Trombley, 2001). Apabila banyak proyek yang NPV positif , maka IOS dan free cash flow berhubungan negatif. Dampak dari hubungan ini maka IOS dan leverage dan antara IOS dengan devident payout negatif (Kallapur dan Trombley, 2001). Performance measurement, Kallapur dan Trombley (2001) bahwa optimalisasi kontrak kompensasi tergantung pada kemampuan pemilik dalam mengukur kinerja manager. Apabila kompensasi didasarkan pada angka akuntansi, sementara angka tersebut tidak menyajikan informasi yang akurat, maka pengukuran kinerja yang linked dengan kontrak insentif dilakukan secara tidak tepat. (Banker Datar, 1989; Bushman dan Indjejikian, 1993). IOS yang diukur didasarkan pada angka akuntansi assets menunjukkan reliabilitas yang tinggi (Rao, 1989). Sehingga IOS yang didasarkan angka akuntansi merupakan pengukur kinerja yang lebih akurat, sehingga terdapat hubungan terbalik antara IOS dengan penggunaan kompensasi dengan dasar akuntansi. Dan
terdapat hubungan positif antara IOS dengan penggunaan kompensasi dengan dasar saham (Kallapur dan Trombley, 2001).
Subekti Imam dan Kusuma, Indra Wijaya (2000). Menguji asosiasi antara IOS Myers (1977), yang diartikan sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi/pilihan investasi pada masa yang akan datang, dengan kebijakan pendanaan dan deviden perusahaan, serta implikasinya pada perubahan harga saham. Peneliti mengunakan lima variable yang digunakan sebagi indicator pertumbuhan yaitu book value of plant, property, dan equipment to assets ratio (PPE/BVA); market to book of equity ratio (MVE/BE), price to earning ratio (P/E); market to book of assets ratio (MVA/BE); and capital addition to book of assets ratio (CAP/BVA). Peneliti menggunakan factor analisis, terhadap 40 perusahaan yang dikatorikan bertumbuh, 40 perusahaan tidak tumbuh, dari 97 perusahaan go public pada BEJ dikecualikan perusahaan financial dan perbankan. Untuk menguji korelasi antara nilai IOS dengan realisasi perusahaan bertumbuh digunakan Spearman rank correlation. Peneliti merujuk penelitian Smith dan Watts (1992) untuk pertumbuhan perusahaan yang diproxykan oleh kombinasi atas berbagai set kesempatan investasi (investment opportunity set-IOS) nilai buku aktiva dan nilai buku equitas) dan nilai kesempatan tumbuhn perusahaan pada masa yang akan datang (nilai pasar perusahaan). Penggunaan proxy yang lebih banyak berdampak pada ketepatan penentuan kelompok/ karakteristik perusahaan dan dapat mengurangi kesalahan penentuan klasifikasi (Sami et al, 1999; Gaver dan Gaver, 1993). Sementara hasil penelitian Kallapur dan Trombley menunjukkan (1999), bahwa realisasi pertumbuhan perusahaan ditunjukkan oleh pertumbuhan nilai buku aktiva, dan nilai buku perusahaan. Sementara nilai IOS mempengaruhi keputusan atas kebijakan yang diambil perusahaan. Penelitian ini akan menguji kembali asosiasi antara pertumbuhan perusahaan dengan kebijakan investasi, deviden, kontrak kompensasi yang sebelumnya telah dibuktikan oleh Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Skinner (1993), Baker (1993), Kallapur dan Trombley (1999), Hartono (1999), dan Sami et al (1999). Hypotesa yang diajukan meliputi : 1a) Rasio PPE/BVA berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan aktiva dan ekuitas, 1b) Rasio MVA/BVA dan MVE/BE berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan aktiva dan ekuitas, 1c) Rasio P/E berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan aktiva dan ekuitas, 1d) Rasio CAP/BVA berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan aktiva dan ekuitas, 2) Perusahaan yang tumbuh cenderung tumbuh mempunyai rasio debt to equity lebih kecil daripada perusahan yang tidak tumbuh, 3) Perusahaan yang tumbuh cenderung membayar deviden dalam jumlah yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak tumbuh, 4) Perubahan harga saham untuk perusahaan yang tumbuh cenderung positif dan lebih tinggi disekitar tanggal pengumuman laporan keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh.
Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat korelasi antara MVA/BVA, MVE/BE, dan CAP/BVA dan realisasi perusahaan bertumbuh significant positif. Hasil lainnya yng dicatat tidak terdapat korelasi antara PPE/BVA dan P/E ratio dan realisasi perusahaan bertumbuh, hal ini tidak seperti hypotesa yang diuji dalam penelitian tersebut. Perusahaan bertumbuh memiliki keuangan rendah, dan deviden policy rendah disbanding perusahaan tidak bertumbuh. Klasifikasi perusahaan berdasar nilai IOS tidak berdampak pada perubahan harga saham, yang diproxykan oleh abnormal return. Hal ini berarti bahwa investor tidak bereaksi atas signal tersebut. Test multivariate menunjukkan bahwa harga saham tidak dipengaruhi oleh kalsifikasi pertumbuhan perusahaan, return on assets, dan dividend payout. Masih terdapat kelemahan penelitian yaitu sample yang digunakan relative kecil, 2) elemen R&D tidak dimasukan dalam IOS, 3) tidak dikontrolnya extraordinary item, 4) struktur kepemilikan perusahaan tidak dimasukkan, dan 5) model regresi yang dipilih mungkin tidak tepat. Fijrijanti Tettet dan Hartono Jogiyanto (2000) Peneliti menguji analisis korelasi pokok IOS dengan realisasi pertumbuhan, kebijakan pendanaan dan deviden dengan tingkat IOS pada level (t+1 sampai dengan t+5). Tiga proxy IOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio empiris tunggal (market to book value of assets or MVABVA, market to book value of equity or MVEBVE, price to earning per price or PER, capital expenditure to book value of asset or CAPBVA dan capital expenditure to market value of asset or CAPMVA), instrumental variable (VIOS), dan factor score (Skor). Hypotesis yang diajukan dalam penelitian meliputi : 1a) Rasio market to book value of asset (MVABVA) berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1b) Rasio market to book value of equity (MVEBVE) berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1c) Rasio price to earning per-price (PER) berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1d) Rasio capital expenditure to book value of asset (CAPBVA) berkorelasi positif terhadap realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1e) Rasio capital expenditure to market value of asset (CAPMVA) berkorelasi positif dengan realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1f) Skor factor IOS berkorelasi dengan realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 1g) Variable instrumental IOS berkorelasi positif dengan realisasi pertumbuhan setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar), 2) Level IOS berkorelasi negative dengan kebijakan investasi melalui hutang , 3) Level IOS berkorelasi negative dengan kebijakan deviden, 4) Jika korelasi antara pertumbuhan dengan kebijakan investasi dan deviden positif, maka seharusnya korelasi antara ukuran dengan kebijakan investasi dan deviden adalah negative, 5) Perusahaan yang bertumbuh cednderung memiliki kebijakan deviden yang lebih rendah.
Sampel yang digunakan untuk menguji hipotesa ini adalah laporan keuangan yang dipublikasi BEJ antara tahun 1990-1998 dengan total sample 68 sampel. Analisis yang digunakan dengan pooled data, pada data cross section. Analisis spearman rank correlation. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah rasio individual MVABVA, MVEBVE, PER, CAPBVA, dan CAPMVA serta indek umum IOS yakni SKOR dan VIOS berkorelasi positif dan significant dengan realisasi pertumbuhan pada periode setelah tahun penetapan level IOS (tahun dasar) diterima. Significansi lag-nya hanya pada rentan satu tahun setelah penetapan level IOS. Penelitian mendukung kontrak kompensasi bahwa perusahaan bertumbuh memiliki leverage dan kebijakan deviden lebih rendah relative dibandingkan perusahaan tidak bertumbuh, perusahaan bertumbuh cenderung merupakan perusahaan besar, dan size memiliki korelasi positif deng kebijakan investasi melalui hutang. Terdapat keterbatasan penelitian : 1) ratio individual IOS terbatas, 2) jumlah sample kecil, 3) tahun pasar pada akhir tahun fiscal relative terhadap nilai buku pada tahun fiscal, 4) penggunaan nilai buku dan nilai pasar, 5) pengaruh industri dan peraturan pemerintah, dan 6) pengaruh struktur kepemilikan. Prasetyo Adi (2000) Penelitian ini menguji Asosiasi antara IOS dengan kebijakan pendanaan, kebijakan deviden, kebijakan kompensasi, beta dan perbedaan reaksi pasar : bukti empiris dari BEJ. Penelitian merever penelitian Gaver dan Gaver (1993) dan Sami et al (1999) dengan menekankan pada beta sekuritas dan perbedaan reaksi pasar. Proxy yang digunakan untuk membedakan growth firm dan non growth firm meliputi empat variable yaitu market to book assets (MKTBKASS), market to book equity (MKTBKEQ), earning price ratio (EP), dan ratio of capital expenditure to book total assets (RACTE). Sampel yang diambil adalah 30 perusahaan growth, dan 30 non growth dari 100 perusahaan yang listing di BEJ . Analisis yang digunakan commond factor analysis. Hipotesa yang diajukan adalah : 1a) Growth firm memiliki rasio debt/equity yang lebih rendah daripada non growth firm, 1.b) Growth firm memiliki rasio dividend payout dan deviden yield yang lebih rendah daripada non growth firm, 1.c) Growth firm membayar kompensasi kepada eksekutif pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan non growth firm, 1.d) Growth firm memiliki beta sekuritas yang lebih tinggi daripada non growth firm, 1.e) Growth firm memperoleh respon pasar yang lebih besar daripada non growth firm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa growth firm memiliki market/debt equity ratio yang lebih rendah dibandingkan non growth firm (sejalan dengan Sami et al, 1999). Tidak ada perbedaan yang significant antara growth firm dan non growth firm dalam kebijakan deviden dan kompensasi (mendukung Gaver dan Gaver, 1993; Sami et al., 1993). Tidak terdapat hubungan antara beta sekuritas dengan IOS. Terdapat reaksi yang significant, reaksi pasar growth firm dan non growth firm.
Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah 1) pemilihan sample dilakukan secara purposive, yang berdampak pada tidak dapat digeneralisasi, 2) jangka waktu pengambilan sample untuk cross section kurang mendukung akibat keterbatasan sample, 3) keterbatsan variable yang digunakan sebagai proxy IOS, 4) perusahaan sample bukan merupakan perusahaan yang aktif. Jati I Ketut (2003) Peneliti menguji bahwa equity value adalah sebuah fungsi dari book value, earning, dan dividend dengan diperluas dengan pengggunaan level relative dari IOS sebagai moderating variabel. Penelitian dilatar belakangi karena beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa relevansi nilai dari dividend yield dan PER secara bersama-sama digunakan untuk menilai harga saham . Sampel yang digunakan diambil dari data BEJ secara purposive dari tahun 1993 – 1996. Penelitian ini dilatarbelakngi oleh penelitian Smith dan Watts (1992), yang menyatakan bahwa perusahaan dengan level IOS tinggi cenderung membagi deviden lebih rendah dibanding yang memiliki IOS rendah. Dan Gaver dan Gaver (1993) yang membuktikan bahwa deviden yields berkorelasi secara significant negative dengan IOS. Riahi-Belkaoui dan Picur (2001), yang membandingkan relevansi nilai dividend yield dan PER dengan menggunakan level relative IOS. Warsini (1994) yang mereplikasi model Whitbeck dan Kisor (1963), yang menyatakan bahwa rata-rata PER di BEJ 12,9609 kali, growth dan deviden payout memiliki pengaruh significant positif terhadap PER, dan koefisien /beta memiliki pengaruh negative terhadap PER. Penelitian Singgih (1998), yang menguji penilaian kewajaran harga saham berdasarkan PER dengan hasil bahwa pertumbuhan laba dan beta mampu menjelaskan perubahan PER sebesar 26,6%. Hipotesa yang diajukan adalah sebagai berikut : 1.a) Terdapat perbedaan relevansi nilai antara deviden dengan laba yang ditahan (retained earning) bagi perusahaanperusahaan yang memiliki level IOS rendah; 1.b) Retainer earning memiliki relevansi nilai bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah; 1.c) Terdapat perbedaan nilai deviden antara perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah; 1.d) Terdapat perbedanaan relevansi nilai antara deviden dengan laba yang ditahan (retained earning) bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi; 1.e) Terdapat perbedaan relevansi nilai dengan perusahan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa book value, retained earning, dan dividend secara sendiri dan bersama-sama memiliki hubungan dengan harga saham atau variable tersebut memiliki relevansi nilai. Tingkat relatifitas dari IOS sebagai moderating variable sebagai penghubung fungsi, relevansi nilai dari dividend yield lebih besar hubungannya dengan keberadaan IOS sebagai moderating variable. Perusahaan dengan IOS tinggi menunjukkan bahwa dividend yield dan PER memiliki nilai relevan. Jika dilakukan pengujian lebih mendalam, menunjukkan bahwa perusahaan dengan IOS tinggi memiliki hubunan lebih kuat kepada deviden yield dibandingkan PER. Hasil ini
bertolak belakang dengan temuan Riahi-Belkaouli dan Picur (2001) yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan IOS rendah, condong ke nilai dividend yield dan perusahaan dengan IOS tinggi cenderung ke nilai PE. Keterbatasan penelitian :1) pemilihan sample dengan purposive sampling, 2) terdapat beberapa (lima) proxy yang digunakan dalam IOS, 3) struktur kepemilikan tidak dipertimbangkan , 4) extra ordinary item tidak dikeluarkan dalam perhitungan retained earning. Kebijakan pendanaan, Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Skinner (1993), dan Gul (1999) bahwa perusahaan dengan level value of the firm tinggi cenderung menggunakan IOS alternatif terbaik dibanding dengan assets, sehingga pendanaan kurang diminati oleh perusahaan yang proyek NPV positif banyak. Perusahan dengan tingkat IOS tinggi menghindari pengumuman kepada publik ditinjau dari proxy berbasis investasi. ( Kallapur dan Trombley, 2001). Kebijakan Deviden, Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), dan Gul (1999), membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif yang significant antara devidend yield dengan IOS. Meskipun penelitian Gaver dan Gaver (1983) dan Gul (1999) tidak dapat membuktikan hubungan antara devidend payout dengan IOS. Dengan bukti ini maka pengaruh IOS terhadap devidend yield dapat disebabkan karena kesalahan pemilihan proxy. Kebijakan Kompensasi, Kompensasi insentif yang didasarkan pada harga saham lebih disenangi dibandingkan didasarkan pada dasar akuntansi untuk perusahaan IOS tinggi (Smith dan Watts, 1993; Gaver dan Gaver, 1993; Baber et al, 1996; Abbott, 1999). Holthausen et al, 1995, bahwa kompensasi insentif berbasis akuntansi berkaitan dengan target jangka panjang lebih disarankan daripada insentif yang ditentukan berbasis market value. Sembiring Eddy Rismanda, (2003) Penelitian ini menguji kinerja keuangan, political visiability, ketergantungan pada hutang, dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dengan sampel sebanyak 44 perusahaan corporate yang listed di BEJ, dengan CSR sebagai dependen variabel, dan enam variable independen yaitu profitability, umur perusahaan, EPS, ukuran perusahaan, kepemilikan publik, dan dependence on debt (ketergantungan kepada hutang). Penelitian menggunakan pengujian multiple regression. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian-penelitian sebelumnya yaitu Aldag dan Barto (1978), Ulman (1985), Epstein et al (1976), Gray et al (1988), Preston (1983), dan Belkaoui (1984). Jumlah pengungkapan CSR terhadap kinerja berhubungan positif (Abbot dan Monsen, 1979; Bowman dan Haire, 1975; Freedman dan Jaggi, 1982; Fry dan Hook, 1976; Ingram dan Frazier, 1980; Preston, 1978; dan Wiseman, 1982). Beberapa pengukuran CRS yang digunakan dalam penelitian meliputi : skala pengungkapan CSR (Ernst dan Ernst (1978), prosentase uraian dalam laporan tahunan, kualitas pengungkapan dalam laporan keuangan, dan jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan. Terdapat hubungan potensial antara CSR dan kinerja tahunan (dengan signal positif atau negatif) (Alexander dan Bucholz, 1978; Bowman dan Haire, 1975; Baragdon
dan Marlin, 1972; Chen dan Metcalf, 1980; Cohran Wood, 1984; Foglar dan Nutt, 1975; Kedia dan Kuntz, 1981; Moskowitz, 1972; Trotman dan Bradley, 1981; Cowen et al., 1987). Variable yang digunakan sebagai proxy kinerja keuangan meliputi return pemegang saham; rasio return terhadap assets, modal sendiri, penjualan, dan modal; EPS; size earning; dan PER. Hasil mix yaitu berkorelasi, tidak berkorelasi, korelasi bentuk U dan korelasi semu. Terdapat hubungan potensial antara CSR dengan kinerja keuangan. Kebanyakan penelitian menggunakan variabel size firm, resiko sistematis pasar, jenis industri, dan distribusi kepemilikan saham. Beberapa penelitian diatas menunjukkan hasil yang masih mix, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat keterbatasan dalam teori, variabel yang belum tunggal, kerangka konseptual belum terbangun dengan kuat. Penelitian yang berkaitan dengan CSR di Indonesia antara lain Utomo (2000), Hasibuan (2000), Heni dan Murtanto (20001), dan Yuliani (2003) Hipotesa yang diajukan adalah : 1) Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabililtas yang lebih tinggi cenderung lebih banyak mengungkapkan CSR; 2) Perusahaan yang mempunyai umur lebih lama cenderung lebih banyak mengunkapkan informasi social; 3) Perusahaan yang mempunyai EPS yang lebih tinggi cenderung lebih banyak mengungkapkan CSR; 4) Perusahaan yang memiliki size yang lebih besar cenderung lebih banyak mengungkapkan informasi social; 5) Perusahaan yang mempunyai tingkat kepemilikan saham oleh public tinggi cenderung lebih banyak mengungapkan CSR; 6) Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang lebih tinggi cenderung lebih sedikit mengungkapkan informasi CSR. Hasil penelitian tersebut sangat menarik, karena banyak memberikan konstribusi, dan melangkapi literature study yang mengkaitan CRS dengan IOS, kinerja perusahaan (firm value). Hasil yang akurat menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi secara significant CSR disclosure. Peningkatan value of the firm dan kepercayaan masyarakat kepada manajemen BUMN, ditandai oleh peningkatan harga saham dari waktu ke waktu, atas kepemilikan saham oleh pemerintah, dan hal tersebut juga dipengaruhi pada CSR.
1.3. Metodologi Penelitian Nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan melakukan investasi di masa mendatang (IOS). IOS lebih banyak diterapkan pada perusahaan publik dengan menggunakan ukuran pertumbuhan harga saham dan market value? Pearusahaan BUMN hanya 14 yang sudah go publik sehingga tidak mungkin untuk melakukan analisis dengan menggunakan market value. Untuk itu pengukuran IOS yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pertumbuhan dari aktiva, dukungan aktiva terhadap penjualan dan capital expenditure. Pertumbuhan total asset dan asset tetap menimbulkan ekspektasi meningkatknya penjualan di masa mendatang yang akhirnya akan meningkatkan laba dan nilai perusahaan di masa mendatang. Semakin efisien perusahaan dalam menciptakan
penjualan dari asset dan asset tetap yang diliki perusahaan maka akan semakin tinggi potensi perusahaan untuk menciptakan penjualan di masa mendatang. Capital expenditure menunjukkan komitmen perusahaan untuk melakukan investasi pada aktiva yang diharapkan dapat menghasilkan laba di masa mendatang.
• • •
CSR : Pertumbuhan aktiva atau aktiva tetap Capital expenditure Sales/total asset atau sales/fixed asset
CSR
Value of The Firm Kontrak Kompensasi Variabel Kontrol Size & Leverage Gambar 1.1. Hubungan Langsung IOS, CSR dan kontrak kompensasi
CSR
Value of The Firm
IOS
Kontrak Kompensasi Variabel Kontrol Size & Leverage
Gambar 1.1. Hubungan IOS dengan moderasi kontrak kompensasi dan CSR
Analis dilakukan berdasarkan data sekunder BUMN dari tahun 2003-2006. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, analisis korelasi dan model regresi berganda. Model regresi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah : Nilai perusahaan = IOS + CSR + Kesehatan + Total Asset + Leverage Nilai perusahaan = IOS *CSR + IOS* Kesehatan + Total Asset + Leverage Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H1: Nilai perusahaan dipengaruhi oleh investment opportunity set perusahaan H2: Hubungan nilai perusahaan dengan investment opportunity set dipengaruhi oleh tingkat kesehatan dan CSR H3: Variabel kontrol mempengaruhi hubungan nilai perusahaan dengan IOS
Nilai perusahaan = IOS + CSR + Kesehatan + Total Asset + Leverage Nilai perusahaan = IOS *CSR + IOS* Kesehatan + Total Asset + Leverage Nilai perusahaan diproksi dengan kinerja laba dan dividen perusahaan. Berdasarkan teori penilaian perusahaan, harga saham dihitung dari nilai sekarang atas dividen yang akan diterima investor di masa mendatang. Dividen di masa mendatang ditentukan berdasarkan laba perusahaan. Sehingga nilai perusahaan dapat juga diproksi dengan laba perusahaan baik laba bersih maupun laba operasi. Laba bersih menunjukkan laba total, sedangkan laba operasi menunjukkan laba yang bersifat premanen, karena unsur pendapatan lain-laian dan kejadian luar biasa dikeluarkan.
Variabel nilai perusahaan : Kinerja perusahaan Dividen (dividen/laba) Laba operasi (laba operasi/penjualan) Laba bersih (laba bersih/penjualan) Realisasi pertumbuhan : Dividen (dividen/laba) periode berikutnya Laba operasi (laba operasi/penjualan) periode berikutnya Laba bersih (laba bersih/penjualan) periode berikutnya Pertumbuhan penjualan pada periode berikutnya Variabel IOS Pertumbuhan aktiva Pertumbuhan aktiva tetap : (Aktiva tetap pada periode t / aktiva tetap pada periode t-1) Pertumbuhan total aset perusahaan (Total Aktiva pada periode t – total aktiva pada periode t-1) Kemampuan aktiva untuk menghasilkan penjualan: Aktiva tetap terhadap total sales (Aktiva tetap/penjualan) Total aktiva terhadap total sales (Total Aktiva/penjualan) Pengeluaran investasi: Cash Flow dari kegiatan investasi dibagi penjualan (net CFI periode t dibagi penjualan periode t) Pembelian aktiva tetap dan investasi dibagi penjualan (nilai negatif cash flow investasi / penjualan periode t) Cash Flow dari kegiatan investasi dibagi total asset (net CFI periode t dibagi penjualan periode t) Pembelian aktiva tetap dan investasi dibagi total asset (nilai negatif cash flow investasi / penjualan periode t) Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BUMN dengan data lengkap dengan kriteria Bukan perusahaan keuangan (perbankan, pembiayaan dan asuransi) Tidak memiliki nilai-ekstrim untuk variabel yang digunakan dalam analisis Untuk masing-masing analisis menggunakan jumlah data yang berbeda tergantung dari kelengkapan data untuk tiap variabel. Sumber data keuangan BUMN 2003 - 2006
1.4. Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan penjualan BUMN dalam tiga tahun (2004-2006) terakhir rata-rata sebesar 12,24% dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 25,80%. Terdapat pertumbuhan penjualan dari tahun 2003 – 2005. BUMN memiliki profitabilitas yang meningkat dari tahun 2003 – 2004 namun nilai profitabilitas tersebut menurun pada
tahun 2005 dan semakin menurun di tahun 2006. penjualan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan perusahaan yang kurang sehat dan tidak sehat. Korelasi IOS dengan proksi pertumbuhan aktiva tetap dan capital expenditure dengan beberapa variabel nilai perusahaan berhubungan positif. Hubungan IOS dengan proksi dukungan nilai aktiva terhadap penjulan adalah negative. 0.4000 0.3500 0.3000 CFINV_SALES
0.2500
NCFINV_SALES
0.2000
CFINV_ASTTP
0.1500
NCFINV_TASST
0.1000 0.0500 0.0000 2003
2004
2005
2006
Total
0.2500 0.2000 0.1500
NEXTOPM NEXTNPM
0.1000
DEV_PROFNEXT 0.0500
DEV_OPROFEXT
0.0000
GNEXTSALES 2003
2004
2005
Total
-0.0500 -0.1000
Korelasi diukur dengan menggunakan spearman Rank Correlation. Variabel IOS berhubungan positif dengan laba sekarang, laba masa mendatang, pertumbuhan penjualan masa datang untuk semua ukuran variabl IOS. Variabel nilai perusahaan dengan proksi dividen sekarang dan masa mendatang dengan ukuran IOS dengan proksi pertumbuhan dan capital expenditure memiliki korelasi positif significan. Variabel nilai perusahaan dengan proksi deviden sekarang dan masa mendatang berhubungan negatif dengan IOS yang diproksi dengan dukungan nilai penjualan terhadap total asset dan asset tetap.
ASTTP_ CFINV_ NCFINV_ CFINV_ NCFINV_ G_ASTTP G_TOTAST SLS TASTSLS SALES SALES ASTTP TASST OPM NPM DEV_OPROF DEV_PROF NEXTOPM NEXTNPM DEV_PROFNEXT DEV_OPROFEXT GNEXTSALES
0.3332
0.4744
0.0077
-0.0573
0.2739
0.3568
0.1914
0.3595
0.0000
0.0000
0.8694
0.2213
0.0000
0.0000
0.0003
0.0000
0.2267
0.4021
0.0333
0.0590
0.3350
0.2637
0.2457
0.2561
0.0000
0.0000
0.4774
0.2078
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.2072
0.3590 -0.0546
-0.1125
0.1556
0.1929
0.2294
0.2434
0.0002
0.0000
0.2532
0.0183
0.0039
0.0003
0.0000
0.0000
0.2055
0.3579 -0.0775
-0.1186
0.1073
0.1395
0.2268
0.1946
0.0002
0.0000
0.1043
0.0128
0.0470
0.0097
0.0000
0.0003
0.3042
0.3777
0.0509
0.0039
0.3032
0.3808
0.2182
0.3869
0.0000
0.0000
0.3504
0.9424
0.0000
0.0000
0.0003
0.0000
0.2962
0.3616
0.0929
0.1211
0.3220
0.2929
0.2310
0.2841
0.0000
0.0000
0.0876
0.0258
0.0000
0.0000
0.0001
0.0000
0.2299
0.3096 -0.1218
-0.1421
0.1065
0.1689
0.2474
0.2384
0.0006
0.0000
0.0271
0.0099
0.0824
0.0057
0.0000
0.0001
0.2326
0.3165 -0.0905
-0.1360
0.1457
0.2095
0.2497
0.2685
0.0005
0.0000
0.1013
0.0135
0.0172
0.0006
0.0000
0.0000
0.0566
0.1350
0.0781
0.0962
0.0612
0.1122
0.0071
0.0981
0.4025
0.0450
0.1514
0.0768
0.3164
0.0655
0.9079
0.1077
PKBL_OP ROF
PKBL_ NPRO Sig F
Sig
LOGASS ET
0.193
0.000 0.103
0.061
G_TOTAST
0.312
0.000 0.240
ASTTP_SLS
-0.080
0.094 -0.126
TASTSLS
-0.132
CFINV_SALES
LEV
Sig
KD_SEH AT
Sig
0.198
0.000 -0.018
0.740
0.270
0.000
0.000
0.202
0.000 -0.043
0.434
0.498
0.000
0.008
0.143
0.002 -0.301
0.000
-0.106
0.023
0.006 -0.124
0.009
0.068
0.149 -0.266
0.000
-0.159
0.001
0.115
0.034 0.047
0.384
0.205
0.000 -0.315
0.000
0.147
0.006
NCFINV_SALES
0.177
0.001 0.077
0.156
0.192
0.000 -0.198
0.000
0.206
0.000
CFINV_ASTTP
0.135
0.013 0.108
0.046
0.055
0.304 -0.032
0.547
0.236
0.000
NCFINV_TASST
0.218
0.000 0.129
0.017
0.158
0.003 -0.165
0.002
0.261
0.000
OPM
0.584
0.000 0.462
0.000
0.371
0.000 -0.297
0.000
0.646
0.000
NPM
0.485
0.000 0.425
0.000
0.203
0.000 -0.412
0.000
0.594
0.000
DEV_OPROF
0.638
0.000 0.506
0.000
0.303
0.000 -0.351
0.000
0.558
0.000
DEV_PROF
0.549
0.000 0.543
0.000
0.301
0.000 -0.333
0.000
0.578
0.000
NEXTOPM
0.467
0.000 0.383
0.000
0.335
0.000 -0.265
0.000
0.534
0.000
NEXTNPM
0.401
0.000 0.329
0.000
0.185
0.001 -0.368
0.000
0.473
0.000
DEV_PROFNEXT
0.502
0.000 0.456
0.000
0.329
0.000 -0.291
0.000
0.562
0.000
DEV_OPROFEXT
0.523
0.000 0.449
0.000
0.342
0.000 -0.343
0.000
0.540
0.000
GNEXTSALES
0.110
0.046 0.058
0.290
0.059
0.280 -0.089
0.104
0.185
0.001
G_ASTTP
Sig
Korelasi dengan variabel control menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara ISO dengan total asset dan brerhubungan negative dengan leverage. Korelasi dengan variabel tingkat kesehatan perusahaan menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan. Hubungan PBL dengan IOS dan nilai perusahaan juga positif kecuali hubungan dengan IOS yang diproksi dengan dukungan asset terhadap penjualan, hubungannya negative. Regresi dilakukan atas keseluruhan data dalam sampel. Variabel kontrol yang digunakan adalan log ASSET dan Leverage Data yang digunakan tergantung kelengkapan data. Untuk regresi ini akan menggunakan: Pendekatan hubungan langsung pendekatan moderating Untuk variabel IOS dan nilai perusahaan akan dilakukan regresi secara bersamaan namun dipilih masing-masing satu variabel. Variabel dependen yang digunakan bergantian mulai dari laba operasi, laba bersih dan dividen. Untuk model dengan variabel dependen laba kotor, IOS dan kesehatan perusahaan memiliki hubungan yang signifikan. Model dengan memiliki R^2, OPM>NPM>DEV_OPROF>DEV_PROF. Untuk model dengan variabel dependen kinerja periode berikutnya, memiliki R^2 relatif lebih kecil. Semua variabel memiliki hubungan positif kecuali leverage dan dukungan asset terhadap penjualan memiliki hubungan negatif. Tingkat kesehatan perusahaan signifikan mempengaruhi laba. Variabel PKBL tidak signifikan mempengaruhi untuk semua model OPM B
NPM Sig a
B
Sig a
DEV_OPROF
DEV_PROF
B
B
Sig a
Sig a
(Constant)
-0.4933 0.0000 -0.3943 0.0000 -0.2717 0.0092 -0.5002 0.0133
G_TOTAST
0.1045
TASTSLS
-0.0250 0.0000 -0.0009 0.7013 0.0000
CFINV_SALES
0.1786
0.0024 0.1309
0.0304 -0.0901 0.1836 -0.2053 0.1186
LOGASSET
0.0382
0.0012 0.0027
0.8263 0.0202
LEV
-0.0617 0.0010 -0.0867 0.0000 -0.0329 0.1265 -0.0228 0.5843
KD_SEHAT
0.1103
0.0000 0.1165
0.0000 0.1151
0.0000 0.1885
0.0001
PKBL_OPROF
0.0010
0.9789 0.0095
0.7998 0.0545
0.1950 0.0345
0.6718
n
246
246
246
246
R square
0.5285
0.3307
0.1819
0.1289
F
40.2290
16.8005
7.5575
5.0307
0.0432 0.1386
0.0098 -0.0159 0.7908 0.0117
0.9196
0.9952 -0.0019 0.6921
0.1374 0.0367
0.1644
OPM B
NPM Sig a
B
Sig a
DEV_OPROF
DEV_PROF
B
B
Sig a
Sig a
(Constant)
-0.2773 0.0001 -0.1313 0.0597 -0.1419 18.1450 -0.3057 0.0528
PKBL_GTAST
-0.3556 0.0001 -0.3405 0.0001 -0.1328 0.0047 -0.0286 0.8853
PKBL_ASTSLS
0.2133
0.0003 0.1977 0.0007 0.0049 0.9239 -0.0556 0.6711
PKBL_CFISALES 1.4772
0.0633 2.0535 0.0095 5.7722 0.0000 4.6886 0.0089
SEHAT_GTAST
0.0000 0.0611 0.0000 0.0397 0.0011 0.0831 0.0009
0.0657
SEHAT_TASTSLS -0.0116 0.0000 0.0000 0.9924 -0.0001 0.9239 -0.0017 0.4818 SEHAT_CFISALES 0.0750
0.0004 0.0467 0.0261 -0.0329 0.1485 -0.0733 0.1218
LOGASSET
0.0415
0.0002 0.0081 0.4622 0.0281 0.0187 0.0523 0.0359
LEV
-0.0827 0.0000 -0.1042 0.0000 -0.0499 0.0095 -0.0520 0.1905
n
249
249
249
249
R square
0.5365
0.3769
0.2845
0.1275
34.7212
18.1450
11.9278
4.3824
Hasil regresi konsisten dari nilai R^2, bahwa kinerja sekarang memiliki R^2 lebih tinggi nilai laba usaha R^2 lebih tinggi dibandingkan dengan dividen. Dalam variabel interaksi variabel PKBL signifikan mempengaruhi laba melalui interaksinya dengan variabel IOS. Variabel yang memiliki hubungan negatif adalah pertumbuhan total asset dan capital expenditure ketika diinteraksikan dengan PKBL. Variabel pertumbuhan total asset dan capital expenditure ketika diinteraksikan dengan PKBL yang memiliki hubungan negatif dengan nilai total asset/sales ketika diinteraksikan dengan nilai kesehatan perusahaan. Variabel leverage konsisten berhubungan negatif. Hasil antara satu model dengan model agak tidak konsisten dari sisi signifikansi sedangkan arah hubungannya relative konsisten.
1.5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Investment opportunity set merpakan bentuk investasi yang dilakukan perusahaan sehingga menghasilkan nilai bagi perusahaan di masa mendatang. Semakin tinggi IOS maka perusahaan akan memiliki nilai di masa mendatang dan akan dinilai tinggi oleh investor. Beragamnya ukuran IOS menunjukkan bahwa IOS dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Kesempatan berinvestasi yang akan menimbulkan nilai di masa mendatang akan sangat dipengaruhi oleh karena investasi yang dilakukan perusahaan Hasil penelitian ini berhasil menemukan BUMN dengan IOS yang tinggi terbukti memiliki nilai perusahaan yang tinggi pada periode berjalan maupun pada periode yang akan dating. Hasil analisis korelasi, IOS yang diproksi dengan pertumbuhan aktiva tetap, total aktiva, capital expenditure dan dukungan aktiva terhadap penjualan berhasil menemukan hubungan tersebut dan signifikan secara statistic.
Kontrak kinerja yang perusahaan yang diproksi dengan tingkat kesehatan BUMN terbukti memiliki korelasi yang positif dengan nilai perusahaan dan IOS. Corporate Social Responsibility yang diproksi dengan jumlah dana yang dikeluarkan untuk kegiatan PBL (Program Bina Lingkungan) dibagi dengan laba kotor terbukti memiliki korelasi positif dengan IOS dan nilai perusahaan. Dalam model regresi berganda, ketiga variabel IOS yang dimasukkan bersamasama dalam variabel regresi (pertumbuhan asset, capital expenditure, dan dukungan total asset terhadap penjualan) terbukti mempengaruhi nilai perusahaan. Total asset sebagai variabel kontrol berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Variabel laba operasi sebagai proksi nilai perusahaan terbukti memiliki R2 yang lebih tinggi dalam persamaan regresi dibandingkan dengan variabel laba bersih atau deviden. Variabel tingkat kesehatan perusahaan terbukti berhubungan positif dan signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Variabel PBL terbukti tidak signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Model regresi berganda dengan menggunakan variabel kesehatan perusahaan dan PBL sebagai variabel moderasi menunjukkan hubungan positif signifikan IOS dengan nilai perusahaan. PBL dan nilai perusahaan sebagai moderating variabel mempengaruhi hubungan IOS dengan nilai perusahaan. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengganti variabel IOS total aktiva menjadi aktiva tetap. Hasil analisis sensitivitas konsisten dengan model regresi dengan menggunakan total asset, baik untuk model regresi langsung maupun dengan model moderasi. Saran Penggunaan jangka waktu penelitian yang relatif singkat hanya 3 tahun dapat diperluas lagi menjadi lebih panjang sehingga diperoleh data penelitian yang lebih banyak. Penggunaan variabel IOS dengan menggunakna faktor analisis dapat dicoba untuk melihat konsistensi hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya yang menggunakan pendekatan tersebut. Penggunaan proksi CSR dapat diperluas dengan menggunakan variabel dana kemitraan. Variabel kotrak kompensasi dapat diukur dengan lebih reliabel dengan didasarkan pada besarnya gaji atau bonus yang diberikan kepada direksi.
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed Riahi, “Accounting and the Investment Opportunity Set”, Prentice Hall, 2007.
Chen, C.R., Steiner, T.L., dan Whyte, A.M, 1998, Risk Taking behavior and Managemnt Ownership in Diository Institutionals, Journal of Financial Review, 34, 119-137; Chen, R. Carl, Steiner, T., 1999, Managerial Ownership, Risk Taking, Debt Policy, and Deviden Policy, Financial Review, 34; Chung, Kee H., dan Charlie Charoenwong, 1991, Investment option , assets in place, and the risk of stock, Financial Management 20, 21-23; Collin D.W. dan S.P. Kothari, 1989, An analysis of inter-temporal and cross sectional determinant of earning response coefficients, Journal of Accounting and Economic 11, 143-181; Crutchley, C.E., dan R.S. Hansen, 1989, A Test of the Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate leverage, and Corporated dividends, Financial Management, 36-46; Crutchley, C.E., M.R.H. Jensen, J.S., Jahera, Jr., dan J.E. Raymond,1999, Aegncy Problem and The Simultaneity Decision Making The Role of Institutional Ownership, International Review of Financial Analysis, 8:2; Demsetz, H. dan Kenneth Lehn, 1985, The Structure of Corporate Ownership : Causes and Consequwnces, Journal of Political Economy, 93: 1155-1177;
Gaver, Jennifer J., dan Kenneth M. Gaver, 1993, “Additional evidence on the association between the investment opportunity set dan corporate financing, dividends, and compensation policies”, Journal of Accounting and Economics 16, 125-160; Hartono, J., 1998, Teori portfolio dan analisis investasi, edisi pertama, BPFE, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta; Hartono, Jogiyanto, 1999, An Agency –cost explanation for dividend payment, Journal of Accounting, FE-UGM; Kallapur, S., dan M.A. Trombley, 1999, The association between investment opportunity set proxies and realized growth, Journal of business finance and accounting 26, 505-519; Prasetyo, Adi, 2000, Asosiasi antara investment opportunity set (IOS) dengan kebijakan pendanaan kebijakan deviden, kebijakan kompensasi, beta dan perbedaan reaksi pasar : Bukti empiris dari Bursa Effect Jakarta, SNA III, 878-905 Sami, Heibatollah, C.K., Kevin L., dan S.M. Simon Ho, 1999, Association between the investment opportunity set and corporate financing, dividend, leasing, and compensation policies : Some evidence from an emerging market;
Scholes, M., and J. Williams, 1977, Estimating betas from nonsynchronous trading, Journal of financial economis, 5, 309-327; Singgih, Marmo, 1998, Price Earning Ratio sebagai Dasar Penilaian Kewajaran Harga Saham Yang listed di BEJ, tesis, Pascasarjana, FE-UGM; Skinner, D.J., 1993, The investment opportunity set and accounting procedure choice, journal of accounting and economics 16, 407-445 Smith, C.W, and R.L. Watts, 1992, The investment opportunity set and corporate financing, dividends, and compensation policies, Journal of financial economics 32, 263-292; Smith Jr., Clifford W., dan Ross L. Watts, 1992, The investment opportunity set and corporate financing, dividend, and compensation Policies, Journal of financial economics, 263-293; Subekti, Imam, 2000, Asosiasi antara set kesempatan investasi denan kebijakan pendanaan dan deviden perusahaan, serta implikasinya pada perubahan harga saham, tesis pasca sarjana, FE-UGM; Tettet, Fijrijanti, dan M. Hartono, Jogijanto, 2000, Analisis korelasi pokok IOS dengan reaksi pertumbuhan, kebijakan pendanaan dan deviden, SNA III, 851-875;
Lampiran 1 Mapping Penelitian IOS sebelumnya No. 1 2
3
4 5 6 7
8
9 10
11 12
13
14
Penelitian Sebelumnya Proxy Berbasis Harga Market Value of Equity + Kallapur dan Trombley (1999) Book Value of Debt Market Book Value of Hartono (1999), Cahan dan Hossain (1996), Sami et al (1999), Fajrijanti dan Hartono (2000), Equity ratio Suberkti (2000), Prasetyo (2000), dan Nopratiwi (2001). Market to Value of Equity Lewelen, Loderer dan Martin 1990, Collin Kothari, 1989; Chung dan Charoenwong, 1991; ratio Cahan dan Hossain, 1996; Sami etr sl (1999), Hartono (1999), Gaver dan Gaver (1993), Fijrijanti (2000), Norpratiwi (2001) Book to Value of Equity Kallapur Trombley (1999) ratio Book to market value of Kallapur Trombley (1999), Gaver dan Gaver (1993), Smith dan Watts (1992) asset ratio Market Value of the firm to Cahan dan Hossain (1996), Gaver dan Gaver (1993) book value of assets Property, Plant and Kallapur Trombley (1999), Skinner (1993) equipment to firm value ratio Tobin’s Q, ratio Kallapur Trombley (1999), Skinner (1993) replacement value of assets to market value Depreciation to firm value Kallapur Trombley (1999), Smith dan Watts (1992) ratio Kester (1984); Chung dan Charoenwong, 1991; Earning to price ratio Smith dan Watts, (1992); Cahan dan Hossain, 1996; Sami et. al (1999), Kallapur dan Trombley, (1989); Gaver dan Gaver (1993); Prasetyo (2000), Norpratiwi (2001) Subekti, (2000); Fijrijanti, (2000); Hartono, Price to earning ratio (1999) Gross Property, Plant, and Sami, et al, (1999) equipment to market value of assets ratio Book value of gross Subekti, (2000) property, plant, and equipment to the book value of assets ratio Depreciation to total assets Sami et al (1999) ratio Proxy Berbasis Investasi Proxy
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 1 2 3 4
1
2
3
R&D expense to firm value ratio R&D expenses to total assets ratio R&D expenses to sales ratio Capital expenditure to firm value ratio Capital expenditure commited to total assets ratio Total capital expenditure to book total assets ratio Capital addition to firm value ratio Capital addition to assets book value ratio Investment to sales ratio Investment to earning ratio
Kallapur dan Trombley, (1989); Smith dan Watts (1992) Kallapur dan Trombley, (1989); Gaver dan Gaver (1993); Hartono, (1999) Kallapur dan Trombley, (1989); Skinner (1993) Smith dan Watts (1992) Sami et al (1999)
Smith dan Watts (1992); Fijrijanti, (2000); Prasetyo (2000), Norpratiwi (2001) Kallapur dan Trombley, (1989) Kallapur dan Trombley, (1989); Surbekti, (2000)
Hartono, (1999) Hartono (1999) Proxy berbasis Varian Kallapur dan Trombley, (1989); Smith dan Watts Variance of total return (1992); Gaver dan Gaver (1993) Kallapur dan Trombley, (1989) Market Model beta Skinner, (1993) Assets beta Variance of asset-deflated Christy, (1989); Sami et. Al (1999) sales Proxy berbasis Gabungan Gaver dan Gaver, (1993); Semi et al, (1999); Skor faktor Kallapur dan Trombley, (1999); Fijrijanti, (2000); Subekti, (2000); Prasetyo, (2000) Gaver dan Gaver, (1993); Smith dan Watts, Variable instrumental (1992); Kallapur dan Trombley, (1999); Hartono, (1999); Fijrijanti, (2000); Gabungan proxy individu Saputro, (2003) menurut klasifikasi