KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON)
SKRIPSI DENI YUSUP PERMANA E1A008246
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
i
KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON)
SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh : DENI YUSUP PERMANA E1A008246
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON)
Oleh : DENI YUSUP PERMANA E1A008246
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada Tanggal : 21 Februari 2013
Pembimbing I/Penguji I
Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. NIP. 19630926 199002 2 001
Pembimbing II/Penguji II
Sri Hartini, S.H.,M.H NIP. 19630926 199002 2 001
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001
iii
Penguji III
H. Supriyanto, S.H., M.H. NIP. 19630926 199002 2 001
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi-informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto, 21 Februari 2013
DENI YUSUP PERMANA NIM E1A008246
iv
ABSTRAK Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah (Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) Deni Yusup Permana E1A008246 Negara Republik Indonesia adalah merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini diwujudkan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan otonomi Daerah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan otonomi daerah dalam hal ini Kewenangan Camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendapatkan pelimpahan sebagian wewenang dari Bupati/Walikota yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 126 ayat (2). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan Camat Kaliwedi dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kabupaten Cirebon. Guna mencapai tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian preskriptif. Lokasi penelitian di kantor Kecamatn Kaliwedi Kabupaten Cirebon. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang disusun secara sistematis, logis dan rasional. Data yang terkumpul kemudian diolah, disajikan, dan dianalisis secara normatif kualitatif Hasil penelitian ini memberikan simpulan bahwa kewenangan Camat dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi kabupaten Cirebon adalah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Sejalan dengan hal itu Camat juga mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan juga Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 tahun 2010 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan Dari Bupati Kepada Camat yang berarti bahwa kewenangan Camat merupakan kewenangan Delegatif. Kata kunci : Kewenangan, Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon, Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah.
v
ABSTRACK
The Republic of Indonesia is a country that adheres to the principle of decentralization Unity in running the government. This is realized by providing the opportunity and freedom to the area to conduct regional autonomy as provided in Article 18 paragraph (1) and (2) of the Constitution of 1945. Relating to regional autonomy in this case the disciplinary authority of Head Civil Service Regional District Cirebon regency Kaliwedi get partial delegation of authority from the Regent / Mayor stated in Law No. 32 Year 2004 on Regional Government Article 126 paragraph (2). This study aims to determine how the authority Kaliwedi Enforcement Sub discipline regional civil servants in the district of Cirebon. To achieve these objectives, this research using normative juridical approach and prescriptive research specifications. The research location Kecamatn office Kaliwedi Cirebon regency. Source of data used are primary data and secondary data, compiled systematically, logically and rationally. The collected data is then processed, presented, and analyzed qualitatively normative. The results provide the conclusion that the disciplinary authority of the Head in a civil enforcement area in District Kaliwedi Cirebon district is based on the Law No. 32 Year 2004 on Regional Government and followed by Government Regulation 19 of 2008 on Sub. Accordingly Head also based on Government Regulation No. 53 Year 2010 on Civil Service Discipline and Cirebon decree No. 18 of 2010 On Delegation of Authority Part Of Regents To Sub Sub, which means that the authority is the authority Delegatif.
Keywords: Authority, District Kaliwedi Cirebon District, Regional Civil Discipline.
vi
PRAKATA Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI
SIPIL
DAERAH
(STUDI
DI
KECAMATAN
KALIWEDI KABUPATEN CIREBON)”. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan diterima dengan ketulusan hati. Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Ibu Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ibu Sri Hartini, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Penguji II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak H. Supriyanto, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji pada seminar skripsi dan pendadaran yang telah memberikan koreksi dan saran mengenai perbaikan skripsi ini.
5.
Ibu Neni selaku pengampu angkatan 2008 serta Bapak Teguh dan semua staf bagian pendidikan yang telah memberikan bantuan dalam hal administratif birokrasi selama kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.
vii
6.
Seluruh dosen pengajar, dan staf administrasi, dan seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah membekali dan memberikan kesempatan penulis menimba ilmu.
7.
Bapak Sugeng Darsono, S.H., M.M selaku Kepala Camat Kaliwedi Kabupaten Cirebon yang telah bermurah hati memberikan ijin penelitian, informasi dan data yang penulis butuhkan.
8.
Bapak Adi Sumarno, S.E selaku Sekretaris Kecamatan atas kesediaannya menerima dan memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian serta memberikan data yang Peneliti butuhkan dalam proses penelitian skripsi ini.
9.
Bapak Sri Darmanto, S.sos., Mpssp selaku Kasubit pembinaan BKPPD Kabupaten
Cirebon
atas
kesediaannya
menerima
dan
memberikan
kesempatan penulis melakukan penelitian serta memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penelitian skripsi ini. 10. Kepada seluruh jajaran Pemerintahan Kabupaten Cirebon, atas kesediaannya menerima dan memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian serta memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penulisan skripsi ini. 11. Kepada keluarga tercinta, Ayahanda Muslih, S.pd dan Ibunda Eti Herawati yang telah melahirkan, mendidik, menyayangi, membesarkan, mendoakan, dan memberikan semangat selalu kepada penulis. Mbaku Karolina Candrasari tetap semangat. 12. Keluarga besar di Bojonegoro dan Bayalangu terimakasih atas support yang diberikan. 13. Untuk Anak-anak Helios Purwokerto terimakasih sudah sparing dan mendukung, terimakasih juga untuk para instruktur yang memberikan pengetahuan lebih tentang gaya hidup sehat. 14. Untuk Bandung Karate Club Purwokerto Osh Arigato semangat yang diberikan kepada saya.
viii
15. Sahabat-sahabatku dikampus Hukum, Nico Utama Handoko, Reza Febrian Pratama, Yogi Tri Pamuji, Asep Jaya Permana, dan Theo Karismajaya yang sudah gokil bareng sampe akhir. 16. Keluarga Besar KKN Posdaya Desa Cibuyur Kecamatan Warungpring Pemalang periode Januari-Februari 2012, terimakasih atas motivasi dan dukungannya selama ini.Aris dewa handayanto, Yekti Budihasto, Rebecca Sihombing, Eka Sulistyowati, Faiq Uzer, Ahmad alfi Dimyati. Leni Mega Puspita, dan Ratna terimakasih udah gokil bareng dan motivasinya. 17. Anak-anak kosan Laviola tetep semangat sukses terus buat kalian. 18. Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2008 (Kita jaga persaudaraan kita, salam 2008), serta semua pihak yang turut membantu dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis juga memohon maaf kepada semua pihak apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun tindakan selama berinteraksi dan berproses di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. dan menambah pengetahuan.
Purwokerto, 21 Februari 2013
DENI YUSUP PERMANA E1A008246
ix
Halaman Persembahan Bismilahirrohmanirohim….. Puji syukur kehadirat Allah S.W.T Tuhan seluruh Alam jagat raya yang Maha Besar dan Maha Pengasih, Maha Perkasa dan Maha Segala Kesempurnaan yang ada pada-Nya.. Tidak ada daya dan Upaya Selain dari-Nya. Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W beserta para sahabatnya, keluarganya dan juga para umatnya, semoga Allah memberikan kedudukan yang mulia kepada Nabi besar Sepanjang masa ini… Halaman persembahan ini saya buat untuk mengungkapkan “sesuatu” yang mungkin belum sempat terucap oleh kata-kata dan halaman persembahan ini sebagai salah satu bentuk rasa terimakasih tentunya melalui kata-kata yang saya tuangkan kedalam bentuk tulisan. Kepada orang-orang yang telah membantu proses perkuliahan saya selama 4 Tahun 6 bulan, kepada kedua orang tua saya tercinta, kepada sahabat-sahabat saya, teman- teman saya dan seluruh pihak yang telah membantu baik dalam bentuk materiil maupun imateriil. Alhamdulilah wasyukurillah… Tidak Henti-hentinya saya mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan izin-Nya kepada saya untuk menjadi Sarjana Hukum (S.H), yang telah memberikan saya kesenangan serta pertolongan disaat bagaimanapun kondisi saya, karena bagi saya kekuatan terbesar hanya berasal dari Allah S.W.T dan doa kedua orang Tua. Tak lupa kepada Nabi Besar Umat Islam Muhammad S.A.W yang telah memberikan safaatnya.Semoga Nabi besar Muhammad S.A.W diberikan kedudukan yang tinggi beserta para keluarga dan para sahabatnya serta umatnya. Kepada Kedua Orang tua Saya tercinta Bapak Muslih, S.Pd dan Ibu Eti Herawati yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi terbesar dalam hidup saya, mendoakan saya tiada hentinya, memberikan wejangan yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan studi saya di Unversitas Jenderal Soedirman, Kepada kakak saya satu-satunya mba Karolina Chandrasari yang telah mengkawatirkan saya kalo saya sakit tapi mba berisik juga nih x
Tanya-tanya mulu tentang pacar, ade kan males jawabnya tiap hari yang diomongin monoton, kan aku cowo wasjar dong yang dipikirin karier dulu karena ademu ini suatu saat kan jadi kepala keluarga juga #asyeeeeekkkk hahahahaha# KEpada Keponakan saya Lutfi kamu jangan nakal dong masa om dilempar sama remote tv, kan sakit -_- HAdeeeeehhhhh ampun # Nakal banget kau -_-# Buat kakak Ipar Mas teguh Semangat terus aja saya doakan semua baik-baik saja,,makasih uang jajanya #HAHA# Buat Genk Kodok: Kalo gada kalian ga rame ya kita terbentuk pas kira2 1 atau 2 tahunan ini ya coba kita kenal lama mungkin bakal banyak cerita tuh, ini aja dah banyak banget ceritanya kalian (Nico Utama Handoko, Reza Febrian Pratama, Asep Jaya Permana, Yogi Tri Pamuji, dan Theo Kharismajaya) Koplak Kabeh…Nico kalo jadi orang yang bersih dong kususnya kalo Touring bawa baju lebih, Reza Kontrol Emosimu za aja mewek bae ya hahahahaha, Yogi wah selamat ya kamu duluan ternyata yang dapet kerja nih harus tambah gentleman dong Ok! Asep juga alhamdulilah ya,PPSS gada kualifikasi Hukumnya jangan Lumpuh Layu dong kan duit bukan dari polisi aja okeh, Theo awakmu sing q kelingan terus john pokoke langka mundure hahaha konyol abis . Buat Kimculers dan anak2 kelas D: Terimakasih kalian Acil, Jimbun, Anggoro, Kendar, Ardi, Azin, Yogi, Aji, Doni, Dani( Si kembar), Dani Gendut, Anas, Kirana (siho), Yanuar (dongo),Bewok, Dwinanda LLHNK, Bojes, Waduh sapa maning ya klalen q john…….Pokoke kabeane sing q klalen jenenge tapi q kenal #HEHEHEHEHE# terimakasih atas bantuanya , sudah becandaan dan sudah membantu dalam bentuk apapun pokoknya. Buat Temen-temen F.H UNSOED: Terimakasih semuanya yang sudah datang diseminar saya jam 8 pagi waktu itu,pas banget posisinya ada liga champion M.U VS Real Madrid tak kiro rak podo teko tapi alhamdulilah teman-teman datang. Buat Anak-anak HAN, HTN, HI, Pidana, perdata pokoke kuabeh podo semngat ya skripsinya…..semoga Alumnus F.,H Unsoed kususnya setelah lulus langsung mendapat pekerjaan yang diinginkan.Amin Ya Robal Alamin.
xi
MOTTO
Ipk itu bagi saya adalah guratan tulisan yang telah kita peroleh dari usaha kita tak peduli tinggi atau rendah yang didapatkan tapi bukan berarti Ipk menentukan nasib baik atau buruk kita karena konteks tersebut sudah tertulis oleh Guratan tulisan yang telah dibuat Oleh Tuhan Y.M.E. maka jangan menyerah, berdoa, berusaha, berikhtiar, berusaha menjadi pribadi yang baik adalah kunci kesuksesan itu sendiri…
You Can if you Think You can (Selama anda berpikir bahwa Anda bisa pasti bisa) -Badruzzaman Yahya-
Jangan Kawatirkan dengan apa yang mungkin kita kawatirkan, jangan takut dengan apa yang kita hadapi nanti, jangan terlalu larut dengan kesedihan kita dan juga jangan terlalu bangga , berproseslah dengan apa yang ada didunia ini, tetaplah berusaha menjadi pribadi yang baik, lemah lembut dalam bertutur kata, meniru ilmu padi, dan hadapilah semua kemungkinan terburuk dengan Doa , Iktiar dan Tawakal karena diri kita adalah seseorang yang “Belajar menghadapi sesuatu” bukan “Berapa banyak kita menghadapi sesuatu”….
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................
i
SURAT PERNYATAAN ...................................................................
ii
ABSTRAK ..........................................................................................
iii
ABSTRACT .......................................................................................
iv
PRAKATA .........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................
viii
MOTTO .............................................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Perumusan Masalah..................................................................
5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..............................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Administrasi Negara ....................................................
7
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara .............................
7
2. Kedudukan Hukum Administrasi Negara ............................
12
3. Asas-asas Hukum Administrasi Negara ..............................
13
4. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara .....................
17
B. Pemerintahan Daerah ...............................................................
21
1. Definisi Pemerintahan Daerah ............................................
21
2. Asas-asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ...............
27
3. Otonomi Daerah .................................................................
32
C. Teori Kewenangan ...................................................................
38
xiii
1. Definisi Kewenangan .........................................................
38
2. Jenis-jenis Kewenangan ......................................................
41
3. Sumber dan Cara memperoleh wewenang pemerintahan .....
42
D. Kecamatan ...............................................................................
51
1. Wewenang Tugas dan Kewajiban Camat ............................
54
2. Struktur Organisasi Kecamatan ...........................................
56
E. Kedudukan Hukum Kepegawaian dalam Hukum Administrasi Negara ................................................................................................. 58 Pengertian Hukum Kepegawaian ........................................
58
F. Obyek Hukum Kepegawaian ....................................................
60
1. Pengertian Pegawai Negeri .................................................
60
2. Jenis Pegawai Negeri Sipil..................................................
64
3. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil .......
65
4. Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil ...........................
67
G. Disiplin ...................................................................................
74
1. Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil ...........................
75
2. Indisipliner .........................................................................
76
3. Sanksi .................................................................................
76
4. Penjatuhan Hukuman Disiplin ............................................
85
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ..................................................................
86
B. Spesifikasi Penelitian ...............................................................
88
C. Lokasi Penelitian ......................................................................
88
D. Sumber Data.............................................................................
89
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................
90
F. Metode Penyajian Data .............................................................
91
G. Analisis Data ............................................................................
91
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................
93
1. Bahan Hukum Primer .........................................................
93
2. Bahan Hukum Sekunder .....................................................
115
B. Pembahasan .............................................................................
122
1. Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah(Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) .
122
BAB V PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................
130
B. Saran ........................................................................................
131
DAFTAR PUSTAKA
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pergeseran pengaturan hubungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dahulunya bersifat sentralistik ke bentuk yang desentralistik berimplikasi pada perubahan tata kelola pemerintahan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah bisa dikatakan sangat sentralistik berganti menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang lebih memberikan ruang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, selanjutnya Undang-Undang ini direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sedikit memangkas kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola aparatur dan birokrasi daerahnya. Pergeseran sistem pemerintahan daerah, yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik, adalah diimplementasikannya otonomi lokal yang diberikan
kepada
pemerintah
Kabupaten/Kota
dan
Pemerintahan
Desa.
Implementasi dari perubahan ini mengakibatkan tidak hanya perubahan pola hubungan antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan Kecamatan, tetapi juga hubungan antara Kecamatan dan Desa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan
Daerah, Kecamatan merupakan wilayah administratif
pemerintahan, sehingga secara otomatis Camat adalah seorang kepala wilayah dan
1
kewenangan yang dimilikinya cukup besar, yakni bersifat atributif.1 Secara signifikan perubahan kewenangan Camat terjadi pada UU Nomor 22 tahun 1999, yakni wilayah Kecamatan hanya sebagai lingkungan kerja perangkat daerah dan Camat hanyalah sebagai perangkat daerah, serta kewenangan yang berkurang, yaitu bersifat delegatif dari kepala daerah. Tidak jauh berbeda dengan UndangUndang Nomor 22 tahun 1999, pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 masih relatif sama, hanya saja untuk beberapa persoalan mendapat kewenangan secara atributif. Dalam hal ini Camat Kaliwedi Kabupaten Cirebon khususnya mendapatkan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat menurut peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Bab I Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota.Undang-Undang No 32 tahun 2004 pada pasal 126 ayat (1) menyatakan bahwa Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan pemerintah, ayat (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud ayat 1 dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Di samping itu pada ayat 3 disebutkan selain tugas sebagaimana disebut pada ayat 2, Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Pada penjelasan pasal 126 ayat 1
1 http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dan-tanggungjawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013
2
dikatakan bahwa Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan daerah Kota. Beberapa Undang-Undang yang dikemukakan di atas, terdapat perbedaan baik status Kecamatan maupun kedudukan Camat dari waktu yang lalu, yang tentunya mempengaruhi terhadap apa yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan juga berpengaruh terhadap eksistensi pemerintah Kecamatan dalam melakukan pelayanan publik2. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 bahwa Pegawai Negeri mempunyai kedudukan sebagai unsur aparatur negara dan bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Pegawai Negeri Sipil adalah bagian dari Pegawai Negeri, disamping Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 angka 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa “Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)”. 2
http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dan-tanggungjawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013
3
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat haruslah menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bilamana dalam menjalankan tugasnya Pegawai Negeri itu lalai sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau bagi Negara maka mereka harus mempertanggung-jawabkan kelalaianya itu. Oleh sebab itu pelaksanaan peraturan disiplin guna membina Pegawai Negeri Sipil harus benar-benar dilaksanakan secara tegas dan dengan pengawasan yang menyeluruh. Terhadap setiap adanya pelanggaran peraturan disiplin ( indisipliner ) harus dijatuhi hukuman disiplin yang sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan, hal ini adalah sebagai upaya untuk mencapai sasaran yang hendak dituju, sehingga hukuman disiplin akan benar-benar dapat ditegakkan. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri diatur dengan PP No 30 Tahun1980 sebagaimana diganti dengan PP No.53 Tahun 2010 dibuat dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan itu sendiri diarahkan agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung
jawabnya
untuk
menyelenggarakan
tugas
pemerintahan
dan
pembangunan. Mereka yang sadar akan tanggung jawabnya adalah mereka yang
4
dapat melaksanakan semua kewajiban yang dibebankan dan menghindari larangan-larangan yang ditentukan oleh Pemerintah.3 Pegawai Negeri Sipil yang tidak melakukan kewajiban dan melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil, berarti dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin PNS. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik di dalam maupun di luar jam kerja. PNS dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan PP No. 53 Tahun 2010. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menyusun penulisan hukum dan dituangkan dalam skripsi dengan judul : “KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik suatu perumusan masalah yaitu : Bagaimanakah kewenangan camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil Daeah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon?
3
Moh.Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia,,Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.
121
5
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kewenangan Camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum dan sebagai tambahan
wacana
referensi acuan penelitian
yang
sejenis
dari
permasalahan yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memajukan perkembangan Ilmu Hukum khususnya dan dibidang Hukum Administrasi Negara pada umumnya. 2. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang mendalam terhadap pemahaman mengenai kewenangan Camat dalam hal ini pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Hukum Administrasi Negara a. Pengertian Hukum Administrasi Negara Apa itu hukum pemerintahan(bestuursrecht)? Apakah hukum untuk pemerintah ataukah hukum dari pemerintah?Dengan kata lain,apakah hukum ini diletakan (untuk mengatur) pemerintah ataukah hukum yang diletakan oleh pemerintah? Pertanyaan-pertanyaan ini dikemukakan oleh A.M Donner,pada halaman-halaman awal bukunya. Guna memahami secara lebih mendalam terhadap hukum administrasi ini, pertanyaan-pertanyaan itu harus diberikan jawaban sebaik-baiknya. Untuk dapat memberikan jawaban atas pertanyaanpertanyaan tersebut, terlebih dahulu dikemukakan mengenai definisi HAN yang dikemukakan oleh para sarjana berikut ini.4 Wanner
wij,beginend
aan
een
inleiding
in
het
algemeen
bestuursrecht,trachten tot een begripbepaling te komen, stuiten wij in de eerste plaats op de term ‘bestuursrecht’.Wat omvat dit ondedeel van het recht?Wij kunnen vaststellen dat bestuursrecht deel uitmaakt van het publiekrecht…Het bestuurrecht kan worden omschreven als de regels(van het publiekrecht) welke betrekking hebben ophet (openbaar) bestuur.(Apabila kita mengawali pengantar hukum administrasi Negara secara umum berupaya untuk memahami konsep tertentu, pertama-tama kita batasi pada term ‘hukum administrasi negara’. Apa isi bagian hukum ini?. Kita dapat menetapkan bahwa hukum administrasi Negara 4
Ridwan HR.Hukum Administrasi Negara ,PT Raja Grafindo,Jakarta,2007,hlm.30
7
dapat dijelaskan sebagai peraturan-peraturan (dari hukum publik) yang berkenaaan dengan pemerintahan umum).5 Om tot een geode definitie te komen van de term ‘bestuurrecht’, moet allerest vasgesteld worden dat het bestuurrecht deel uitmakt van het publiekrecht, dat wil zeggen van het recht, dat het optreden van de overhead en de verhouding tussen overhead en burgers of tussen overheidsorganen onderling regelt.. Dat het bestuursrecht het geheel van regels omvat met betrekking tot de wijze waarop de bestuursorganen hun taak vervullen. Het bestuursrecht houdt dus de spelregels in met betrekking tot het functioneren van bestuur sorganen. (Untuk menemukan definisi yang baik mengenai istilah ‘hukum administrasi negara’, pertama-tama harus ditetapkan bahwa hukum administrasi Negara merupakan bagian dari hukum public, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga Negara atau hubungan antar organ pemerintahan.. Hukum administrasi Negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi hukum administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan)6 Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa hukum administrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah di dalam kedudukan,tugas,dan fungsingya sebagai administrator.7 Utrecht mengatakan bahwa Administrasi Negara adalah gabungan jabatan (complex van ambten), alat (apparaat) Administrasi yang dibawah pimpinan 5
Ridwan HR,Ibid, hlm. 31 Ridwan HR.Ibid,hlm.32 7 .Prajudi Atmosudirjo,Hukum Administrasi Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta,1994,hlm.1 6
8
Pemerintah (Presiden yang dibantu oleh Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan Pemerintah (tugas pemerintah, overheidstaak) fungsi administrasi yang tidak ditugaskan kepada badan-badan pengadilan, badan legislatif (pusat) dan badan-badan
pemerintah
(overheidsorganen)
dari
persekutuan
hukum
(rechtsgemeenschappen) yang lebih rendah daripada negara (sebagai persekutuan hukum
tertinggi)
yaitu
badan-badan
pemerintah
(bestuursorganen)
dari
persekutuan hukum daerah (swantatra,berotonomi) tingkat I,II dan III dan daerah istimewa, yang masing-masing diberi kekuasaan(wewenang) untuk berdasarkan inisiatif sendiri(swatantra, otonomi) atau berdasarkan suatu delegasi dari Pemerintah Pusat (Medebewind) memerintah sendiri daerahnya. 8 Sondang
P.Siagian
mendefinisikan
Administrasi
Negara
sebagai
keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu Negara dalam usaha mencapai tujuan Negara. 9 Menurut J.M Baron de Gerando bahwa obyek Hukum Administrasi adalah peraturan - peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat. Deskripsi tentang obyek Hukum Administrasi dari De Gerando seperti tersebut di atas kiranya mewarnai Hukum Administrasi dalam perkembangan selanjutnya. 10 Pemerintah dan pemerintahan mempunyai pengertian yang berbeda. Pemerintah merujuk
kepada organ atau alat perlengkapan, sedangkan
8
E Utrecht/Moh.Saleh Djindang,Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,PT Ichtiar Baru,anggota IKAPI,Jakarta,1990,hlm.1 9 Sondang P.Siagian,Filsafat Administrasi,Gunung Agung,Jakarta,1986,hlm.8 10 Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, hlm 22.
9
pemerintahan menunjukkan bidang tugas atau fungsi. 11 Pengertian pemerintah dapat diberikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pemerintah dalam arti sempit adalah organ atau alat-alat perlengkapan Negara yang diserahi tugas pemerintahan atau
melaksanakan undang-undang. Dalam pengertian ini
pemerintah hanya berfungsi sebagai badan eksekutif. Pemerintah dalam arti luas adalah semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan eksekutif, legislative maupun yudikatif12. Pengertian pemerintahan dalam rangka hukum administrasi digunakan dalam arti “pemerintahan umum” atau “pemerintahan Negara”. Pemerintahan dapat dipahami melalui dua pengertian yaitu disatu pihak dalam arti “fungsi pemerintahan” (kegiatan memerintah), di lain pihak dalam arti “organisasi pemerintahan” (kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan).13 Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai rangkaian-rangkaian aturan- aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan Negara
menjalankan
tugasnya14.
Alat-alat
administrasi
Negara
dalam
melaksanakan tugasnya, dengan sendirinya menimbulkan hubungan-hubungan yang disebut hubungan hukum. Hubungan-hubungan ini dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni : 1). Hubungan hukum antara alat administrasi negara yang satu dengan alat administrasi negara yang lain; 11
http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/05/pengertian-pemerintah-danpemerintahan.html.diakses 25/1/2013 12 Marbun,SF,M.Mahfud MD,Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty,Yogyakarta,2000,hlm.8 13 Philipus M. Hadjon, dkk, Op Cit,hlm. 6. 14 Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 61.
10
2).Hubungan hukum antara alat administrasi negara dengan perseorangan (individual), yakni para warga negara, atau dengan badan-badan hukum swasta.15 Dalam suatu negara hukum, hubungan-hubungan hukum tersebut disalurkan dalam kaidah-kaidah tertentu, dan kaidah-kaidah hukum inilah yang merupakan materi dari Hukum Administrasi Negara. Kaidah-kaidah hukum tersebut terdiri dari : a). Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat administrasi negara mengadakan kontak satu sama lain. b). Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat administrasi negara (pemerintah) dengan para warga negaranya. Dalam ilmu hukum administrasi yang penting adalah perbuatan hukum alat administrasi Negara dalam hubunganya dengan warga Negara, dimana hubungan ini akan menimbulkan hak dan kewajiban16. Berdasarkan beberapa definisi tersebut ,tampak bahwa dalam hukum administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan Negara itu melakukan tugasnya;kedua, aturanaturan hukum yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat perlengkapan administrasi Negara atau pemerintah dengan para warga negaranya. 17
15
Ibid,hlm. 62 Loc.Cit.hlm. 62 17 Ridwan HR.Op.Cit.hlm.35 16
11
Seiring dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran Welfare State ,yang memberikan kewenangan yang luas kepada administrasi negara termasuk kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan-peraturan hukum dalam hukum administrasi Negara, disamping dibuat oleh lembaga legislative, juga ada peraturan-peraturan yang dibuat secara mandiri oleh administrasi Negara. Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan yang diajukan diatas, dapat diberikan jawaban bahwa hukum administrasi Negara adalah hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintah dalam arti sempit administrasi negara, peraturan-peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga legislative untuk mengatur tindakan pemerintahan dalam hubungannya dengan warga Negara, dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk pula oleh administratif negara. Pembentukan peraturan-peraturan oleh administrasi Negara atau
pemerintah merupakan
sesuatu
yang
tak dapat dihindari dalam
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan dalam suatu Negara hukum yang modern, dengan alasan-alasan teoritis dan praktik yang akan disebutkan didepan18 b. Kedudukan Hukum Administrasi Negara Dalam Lapangan Hukum Dalam ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan mana bersumber dari kepentingan-kepentingan
yang hendak dilindungi.
Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (Individu/Privat) tetapi ada pula yang bersifat umum (Publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang 18
Ridwan HR.Ibid.hlm 36.
12
jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan terhadap siapa orang itu berhubungan. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur tiap-tiap hubungan di antara Negara atau alat-alat negara sebagai pendukung kekuasaan penguasa di satu pihak dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara yang satu dengan alat-alat perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum Publik
adalah
hukum
yang
mengatur
hubungan
antara
negara
atau
perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan lain sebagainya. 19 Sedangkan Hukum Privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau mengatur kepentingan individu, seperi Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain sebagainya. 20 Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum Publik Karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional (bangsa), masyarakat dan negara. c. Asas-asas Hukum Administrasi Negara Asas dalam istilah asingnya adalah beginsel, asal dari kata begin, artinya permulaan atau awal, jadi yang dimaksud asas adalah sesuatu yang mengawali 19
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 1992, hlm 195. Ibid, hlm 200.
20
13
atau yang menjadi permulaan sesuatu, dan yang dimaksud sesuatu disini adalah kaidah. Sedangkan kaidah adalah ketentuan-ketentuan tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lainnya. Jadi asas itu sendiri adalah dasar dari suatu kaidah.21 Demikian banyak kaidah-kaidah hukum, baik Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara maupun Hukum Administrasi Negara. Pembentukannya didasarkan kepada suatu asas, dan asas yang menjadi dasar suatu kaidah disebut asas hukum, maka dalam lapangan
Hukum
Administrasi Negara
dikenal
juga
asas-asas
Hukum
Administrasi Negara, yaitu sebagai berikut: a. Asas legalitas Setiap perbuatan administrasi berdasarkan hukum. Maksudnya ialah bahwa setiap perbuatan administrasi negara dalam membuat peraturan maupun dalam membuat ketetapan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukumdalam sistem kontinental.22 b. Asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan/ asas de tournement de pouvoir c. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu dengan yang lainnya/ asas exes de pouvoir d. Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk negara atau disebut asas non diskriminasi
21 22
Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty,Yogyakarta,1984, hlm. 9. Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 94.
14
Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk adalah asas untuk mencegah timbulnya perbuatan administrasi negara yang diskriminatif terhadap penduduk Indonesia, karena hal tersebut bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945. e. Asas upaya memaksa atau bersanksi sebagai jaminan agar taat kepada Hukum Administrasi Negara. Asas upaya memaksa atau bersanksi adalah asas untuk menjamin ketaatan penduduk kepada peraturan-peraturan administrasi negara. f. Asas kebebasan Asas kebebasan yaitu kepada badan-badan administrasi negara diberikan kebebasan dalam menyelesaikan masalah menyangkut kepeningan umum, bangsa dan negara yang disebut asas freies ermessen.23 Pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfae state, tetapi dalam kerangka negara hukum, freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies ermessen dalam suatu negara hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Ditunjukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; 2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; 3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; 4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
23
Nico Utama Handoko,Pengangkatan guru honorer menjadi calon PNS berdasarkan PP No.56 tahun 2012 di Kabupaten Indramayu,skripsi,Kementrian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2012.hlm.17
15
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba; 6. Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.24 Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, freies ermessen dilakukan oleh aparat pemerintah atau administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut: a. Belum ada aturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang penyelesaian konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. b. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. c. Adanya delegasi Perundang-Undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya.25 Pemerintah meskipun kewenangan bebas atau freies ermessen namun dalam suatu negara hukum penggunaannya harus dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku. Menurut Muchsan dalam bukunya Ridwan HR menyebutkan bahwa pembatasan penggunaan freies ermessen yaitu: a. Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif). b. Penggunaan freies ermessen hanya ditunjukan demi kepentingan umum.26
24
Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 178. Ibid, hlm, 180. 26 Ibid, hlm, 181. 25
16
Asas-asas tersebut merupakan dasar dari segala peraturan administrasi negara, artinya bahwa peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan tersebut sedapat mungkin dibuat sesuai atau tidak bertentangan dengan asas tersebut. d. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara Sumber hukum secara umum dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulan aturan hukum serta tempat diketemukannya aturan-aturan hukum.27 Sumber hukum dalam Hukum Administrasi Negara terdiri dari : a.
Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum.28 Sumber hukum materiil terdiri dari tiga jenis yaitu: 1.
Sumber Hukum Historis Sumber hukum historis memiliki dua arti yaitu pertama sebagai sumber pengenalan hukum pada saat tertentu meliputi UndangUndang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum dan juga tulisan-tulisan yang bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum. Kedua sebagi sumber dimana pembuat Undang-Undang mengambil bahan dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan meliputi sistem-sistem hukum masa lalu.
2.
27 28
Sumber Hukum Sosiologis
S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, Op Cit, hlm 21. Loc.Cit, hlm. 21.
17
Merupakan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi isi hukum positif meliputi peraturan hukum tertentu yang mencerminkan kenyataan hidup da dalam masyarakat. Dalam pengertian sumber hukum ini, pembuatan Peraturan Perundang-Undangan harus pula memperhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi dan perkembangan politik. 3.
Sumber Hukum Filosofis Sumber hukum Filosofis memiliki dua arti yaitu sebagai sumber untuk isi hukum yang adil. Kedua sebagai sumber untuk menaati kewajiban terhadap hukum.
Telah disebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berkenaan dengan pemerintah atau administrasi negara. Hukum Administrasi Negara memuat peraturan-peraturan yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang (wetgever) dan sebagian dibuat oleh administrasi negara sendiri. Dalam pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan isi Hukum Administrasi Negara, pembuat Undang-Undang dan administrasi negara dapat mengambil bahan-bahan historis dari berbagai sistem hukum yang pernah ada pada waktu dan tempat tertentu dengan memperhatikan faktor-faktor sosial yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat dan mengisi Peraturan PerundangUndangan dengan nilai-nilai positif yang menjadi rechtsidee masyarakat. a. Sumber Hukum Formil Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum.
18
Sumber Hukum Administrasi Negara dari arti formil, terdiri dari: 1. Undang-Undang/ Peraturan Perundang-Undangan Dalam kepustakaan hukum tidak semua peraturan dapat dikatagorikan sebagai peraturan hukum. Suatu peraturan adalah peraturan hukum bilamana peraturan itu mengikat setiap orang dan karena ketaatannya dapat dipaksakan oleh hakim. Untuk mengetahui peraturan itu sebagai peraturan hukum digunakan kriteria formil yaitu sumber dari peraturan itu. Peraturan hukum ini dalam pengertian formil disebut dengan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan penjelasan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perUndang-Undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang juga mengikat umum. Pasal ini mengisyaratkan bahwa Peraturan Perundang-Undangan terdiri dari dua macam yaitu Undang-Undang/ Peraturan Daerah dan Keputusan Pemerintah/ Permerintahan Daerah. Dari dua jenis peraturan ini, Undang-Undang merupakan sumber hukum yang paling penting dalam Hukum Administrasi Negara. Berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah memperoleh wewenang utama untuk melakukan tindakan hukum tertentu atau wewenang untuk membuat Peraturan Perundang-Undangan tertentu. Wewenang
19
yang diberikan Undang-Undang/ Peraturan Daerah, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dapat membentuk Keputusan Pemerintah/ Kepala Daerah (besluit van algemeen strekking), yang termasuk sebagai Peraturan Perundang-Undangan (algemeen verbindende voorschriften) dan dapat menjadi dasar bagi Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan ketetapan (beschkking).29 2. Praktek Administrasi Negara Konvensi yang menjadi sumber Hukum Administrasi Negara adalah praktek dan keputusan-keputusan pejabat administrasi negara atau hukum tidak tertulis tetapi dipraktekkan dalam kenyataan oleh pejabat administrasi
negara.
Konvensi
penting
mengingat
Hukum
Administrasi Negara senantiasa bergerak dan sering kali dituntut perubahan oleh situasi.30 Undang-Undang dianggap sebagai sumber yang paling penting tetapi memiliki kelemahan yaitu jangkauan yang terbatas, oleh sebab itu administrasi negara dapat mengambil yang dianggap penting dalam rangka pelayanan pada masyarakat walaupun belum ada aturannya dalam Undang-Undang. Tindakan-tindakan ini melahirkan praktek-praktek administrasi negara. 31 3. Yurisprudensi Keputusan hakim bisa menjadi sumber hukum formil bagi hukum administrasi negara. Keputusan hakim yang dapat menjadi sumber
29
Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 60-63. SF Marbun dan Moh. Mahmud MD, Op Cit, hlm. 35. 31 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 64. 30
20
Hukum Administrasi Negara adalah keputusan hakim administrasi atau hakim umum yang memutus perkara administrasi negara.32 4. Doktrin SF dan Moh. Mahfud MD dalam bukunya Ridwan HR berpendapat bahwa doktrin dapat menjadi sumber hukum formil Hukum Administrasi
Negara
sebab
pendapat
para
ahli
dapat
melahirkanteori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-kaidah Hukum Administrasi.33 2.Pemerintah Daerah a. Definisi pemerintah daerah Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Menentukan bahwa : “ Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik “. Pasal 4 ayat (1) Menentukan : “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.Pasal 18 ayat (1) menentukan bahwa : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang”.
32 33
SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, Op Cit, hlm. 36. Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 69.
21
Ketentuan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa konsep pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan suatu konsep yang dianut secara formal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan rumusan lain dapat disimpulkan bahwa terdapat pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.34 Pengertian pemerintah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi
dan
politik
suatu
negara
atau
bagian-bagiannya.
Menurut
terminologinya, Pemerintah berarti penguasa suatu negara (bagian negara), sedangkan pemerintahan berarti segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Perkataan pemerintah meliputi sekurang-kurangnya tiga pengertian : 1.
Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah dalam arti kata luas. Jadi yang meliputi badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintah dalam pengertian ini disebut overhead government atau authorities atau penguasa
2. Pemerintah sebagai badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara. Misalnya: Raja, Presiden, dan lain-lain.
34
Muhammad Fauzan,Hukum Pemerinatahan Daerah kajian tentang Hubungan keuangan antara pusat dan daerah, Yogyakarta:UII Press,2006,hlm 36
22
3. Pemerintah sebagai organ eksekutif, dalam arti Kepala Negara bersama mentri-mentrinya.35 Pengertian daerah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lingkungan pemerintah, wilayah. Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut: Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut : 35
Abu Daud Busroh, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,
hlm.114.
23
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah Daerah. Struktur Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut: a. Pemerintah daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah dan DPRD provinsi. b. Pemerintah daerah kabupaten /kota yang terdiri atas pemerintahan daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 126 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 yaitu mengatur tentang Pemerintahan Daerah yang didalamnya mengatur tugas seorang Camat diantaranya adalah : (1). Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. (3) Selain
tugas
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
24
(2)
Camat
juga
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b.Mengkoordinasikan upaya
penyelenggaraan
ketentraman
dan
ketertiban umum; c.Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan; d.Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat Kecamatan; f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. (4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. (6) Perangkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Camat.
25
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan Bupati atau Walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah yang lainya. Hubungan yang dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainya dilaksanakan secara adil dan merata. Hubungan-hubungan tersebut dapat menimbulkan hubungan administrasi dan hubungan antarsusunan kewilayahan.36 Hubungan administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan administrasi Negara. Hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi dibentuk dan disusunya daerah otonom yang diselenggarakan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah Negara yang utuh dan bulat.37 Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintah ini adalah pemerintah yang mutlak menjadi kewenanganya dan urusan bidang lainya yaitu bagian-bagian 36
Widjaja,HAW, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. 2005.hlm.154 37 Loc.cit
26
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Penyelenggaraan urusan pemerintah merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten, dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai suatu system pemerintahan. Pendapat HAW Widjaja tentang antar pemerintahan adalah hubungan antara provinsi dengan provinsi, Kabupaten/Kota atau provinsi dengan Kabupaten/Kota. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan daerah yang berdasarkan criteria tersebut terdiri dari atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara, antara lain perlindungan hal konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI dan pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah.38 b. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pemerintah daerah merupakan sub sistem dari negara kesatuan Republik Indonesia. Agar pelaksanaan tugas-tugas pemerintah daerah dapat terselenggara dengan baik maka perlu diperhatikan azas-azas yang menjadi landasan dan pedoman pengaturannya sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang 38
Ibid,hlm.164-165.
27
Pemerintahan Daerah. Menurut Muhamad Fauzan dalam bukunya yang berjudul Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah menjabarkan bahwa
sistem,
penyelenggaraan pemerintahan
didasarkan pada 3 (tiga) azas, yaitu: a. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pengertian desentralisasi menurut Pasal 1 angka (7) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi dimaksudkan untuk memperlancar terlaksananya urusan pemerintahan agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan dan mampu menciptakan pelayanan masyarakat yang ekonomis, efektif dan berkualitas. Dalam proses desentralisasi akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan daerahnya, disertai dengan pendelegasian
28
kewenangan-kewenangan atau kekuasaan atas pengelolaan urusan atau kegiatan tertentu 39 Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi adalah Pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pada hakekatnya dekonsentrasi sama dengan desentralisasi, yang membedakan adalah karakter atau sifat mekanisme pelaksanaanya. Pada desentralisasi, pemencaran kekuasaan terletak pada bidang kenegaraan, sedangkan dekonsentrasi pemencaran kekuasaan dibidang kepegawaian atau administrasi. Pemegang kekuasaan dan wewenang dalam dekonsentrasi masih ada pada pemerintah pusat, hal tersebut dikarenakan konsep dekonsentrasi adalah pelimpahan kekuasaan, berbeda dengan konsep desentralisasi yang berupa penyerahan wewenang. Jadi urusan pemerintahan
39
Muhammad Fauzan, Op. Cit.hlm 45
29
yang
dipencarkan
dalam
dekonsentrasi
masih
menjadi
kewenangan dan kekuasaan pemerintah pusat. b.
Azas Otonomi Otonomi bukanlah suatu proses pemerdekaan daerah yang dalam arti kemerdekaan (kedaulatan yang terpisah), atau otonomi tidak dapat diartikan sebagai adanya kebebasan penuh secara absolut dari suatu daerah karena otonomi adalah suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk bisa berkembang sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki. Dengan otonomi harus bermakna sebagai jalan untuk mengoptimalisasi segala potensi lokal, baik alam, lingkungan maupun kebudayaan. Optimalisasi bukanlah eksploitasi, melainkan sebuah proses yang memungkinkan daerah bisa mengembangkan diri, dan mengubah kehidupan massyarakat daerah menjadi lebih baik.
c.
Azas Tugas Pembantuan Pengertian tugas pembantuan menurut Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
30
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota atau Desa dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Hakikat dari urusan yang dilaksanakan dalam konsep tugas pembantuan menajdi urusan pemerintahan yang menugaskan dan daerah yang melaksanakan tugas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya saja. Pemerintah daerah menggunakan azas otonomi dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemeritahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, yaitu: “Pemerintah daerah propinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan”. Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Daerah diharapkan mampu untuk meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan
prinsip
demokrasi,
pemerataan,
keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelompokan
asaz-azas
penyelenggaraan
pemerintahan
tersebut
menimbulkan perbedaan menurut beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Bagir Manan berpendapat bahwa desentralisasi dan dekonsentrasi bukan azas melainkan suatu proses.40 40
Muhammad Fauzan,Ibid, Hal. 39.
31
c.Otonomi Daerah Otonomi berasal dari bahasa Yunani “outonomos/outonomia” yang berarti keputusan sendiri (self ruling), secara terperinci otonomi dapat mengandung beberapa pengertian sebagai berikut : a. Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain ataupun kekuasaan luar. b. Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (self government) yaitu hak untuk memerintah atau menentukan nasib sendiri (the right of self government; self determation). c. Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dijamin tidak ada kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal affairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa. d. Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasibnya sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup secara adil (self determation, self sufficiency, self relience). e. Pemerintahan
otonomi
memiliki
supremasi/dominasi
kekuasaan (supremacy ofauthority) atau hukum (rule) yang dilaksanankan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah.41 Pemerintah pusat berwenang menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi. Dalam tataran teoritis dikenal dengan adanya 41
Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Prespektif Hubungan Internasional, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2001, hlm. 1.
32
pembagian kekuasaan secara horisontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara horisontal yaitu suatu pembagian kekuasaan yang kekuasaan didalam suatu negara dibagi dan diserahkan kepada tiga badan, tiga badan
tersebut mempunyai
kedudukan sejajar yakni kekuasaan eksekutif yang diserahkan kepada pemerintah, kekuasaan legislatif kepada parlemen, dan kekuasaan yudikatif kepada badan peradilan. Sedangkan pembagian
kekuasaan secara vertikal, yaitu suatu
pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan suatu pemerintah lainnya yang lebih rendah. 42 Beberapa sebab dianutnya pembagian kekuasaan secara vertikal diantaranya adalah : a. Kemampuan pemerintah berikut perangkatnya yang ada di daerah terbatas; b. Wilayah negara sangat luas ; c. Pemerintah tidak mungkin mengetahui seluruh dan segala macam kepentingan dan kebutuhan rakyat yang tersebar diseluruh pelosok negara; d. Hanya rakyat setempatlah
yang mengetahui kebutuhan
kepentingan dan masalah yang dihadapi dan hanya mereka yang mengetahui bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan tersebut; e. Dilihat dari segi hukum, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 menjamin adanya daerah dan wilayah;
42
Muhamad Fauzan, Op.cit, hlm. 35-36.
33
f. Adanya
sejumlah
kedaerahan
yang
urusan memang
pemerintahan lebih
yang
berdaya
bersifat
guna
jika
dilaksanankan di daerah; g. Daerah mempunyai kemampuan dan perangkat yang cukup memadai untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya, maka desentralisasi dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.43 Otonomi daerah dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah Otonom juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian dirubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
43
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.Sunarso,M.Si./BukuPSP Daerah.pdf.diakses pada tanggal 15/01/2013
34
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu : Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kepustakaan terdapat beberapa jenis otonomi, yaitu: (1) Otonomi materiil, (2) otonomi formal, (3) otonomi riil: - Otonomi materiil mengandung arti bahwa urusan yang diserahkan menjadi urusan rumah tangga diperinci secara tegas, pasti dan diberi batas-batas (limitative), “zakelijk”. Dalam praktiknya penyerahan ini dilakukan dalam UU pembentukan Daerah yang bersangkutan. - Otonomi formal adalah sebaliknya, urusan yang diserahkan tidak dibatasi dan tidak “zakelijk”. Daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur dan mengurus
segala
sesuatu
yang
menurut
pandangannya
adalah
kepentingan daerah, untuk kemajuan dan perkembangan daerah. Batasnya ialah, bahwa daerah tidak boleh mengatur urusan yang telah diatur oleh undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Selain daripada itu, pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Otonomi riil merupakan kombinasi atau campuran otonomi materiil dan otonomi formal. Di dalam undang-undang pembentukan daerah, pemerintahan pusat menentukan urusan-urusan yang menjadi
35
pangkal untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Penyerahan ini merupakan otonomi materiil. Kemudian setiap waktu daerah dapat meminta tambahan urusan rumah tangganya sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah. Penambahan urusan pemerintahan kepada daerah dilakukan dengan UU penyerahan masing-masing urusan.44 a) Asas tugas pembantuan Istilah medebewind sebagai terjemahan dari tugas pembantuan untuk pertama kali diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Secara etimologis tugas pembantuan merupakan terjemahan dari bahasa belanda medebewind yang berasal dari kata mede=serta, turut dan bewind= berkuasa atau memerintah. Medebewind merupakan pelaksanaan peraturan yang disusun oleh perlengkapan yang lebih tinggi, oleh yang lebih rendah. Kedudukan pemerintah daerah yang berkaitan dengan tugas pembantuan adalah membantu (medewerken), menunjukan salah satu sifat bahkan hakikat hubungan antara pusat dan daerah. Meskipun bersifat “membantu” dan tidak dalam hubungan atasan bawahan, daerah tidak mempunyai hak menolak. Hubungan dalam tugas pembantuan timbul oleh atau berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya tugas pembantuan adalah pembantuan melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat yang lebih tinggi. (de uit voering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan termasuk yang diperintahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas pembantuan. 44
Muhamad Fauzan, Op.cit, hlm.68
36
Pengertian tugas pembantuan terdapat dalam pasal 1 angka 9 UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa: “tugas pembantuan adalah unsur penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Berdasarkan pasal tersebut maka yang terpenting dalam tugas pembantuan adalah unsur pertanggung jawaban yang diemban oleh satuan pemerintahan yang “membantu”. Pertanggung jawaban disini hanya berkaitan dengan pelaksanaannya saja sedangkan klausul “ dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan”
dalam pasal tersebut mengandung arti
bahwa hakikat urusan tersebut tetap merupakan urusan pemerintah yang menugaskan. Latar belakang perlunya asas tugas pembantuan dipergunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu: 1. Keterbatasan
kemampuan
pemerintah pusat atau
daerah
dalam
hal
berhubungan dengan perangkat atau sumber daya manusia maupaun biaya. 2. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang lebih baik dalam penyelenggaraan pemeritahan. 3. Sifat urusan yang dilaksanakan.
37
3.Teori Kewenangan a. Definisi Kewenangan Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban. Dalam kaitanya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan. 45 Perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaanya tidak selalu dirasakan perlu. ”Kewenangan” adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan (yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. ”Kewenangan” di bidang kehakiman atau kekuasaan mengadili sebaiknya kita sebut kompetensi atau yurisdiksi saja.
45
Muhammad Fauzan, Ibid.hlm 79-80
38
Di
dalam
kewenangan
tedapat
wewenang-wewenang
(rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum public misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Menteri (delegasi wewenang) 46 Mengenai wewenang itu, H.D Stout mengatakan bahwa; “Bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht,wat kan worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heft op de verkrijging en uitoefening van bestuursrectelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuursrechtelijke rechtsverkeer (Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum public di dalam hubungan publik). Menurut F.P.C.L.Tonnaer, “Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het vermogen om positief recht vast te stellen en aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen” (Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga Negara).47 Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata Negara dan hukum administrasi Negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini sehingga F.A.M.Stroink dan J.G.Steeenbeek menyebutnya 46 47
Prajudi Atmosudirjo,Op Cit,hlm.78 Ridwan HR.Op Cit.hlm.101
39
sebagai konsep inti dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi, “Het begrip bevoegdheid is dan ook een kernbegrip in het staats-en administratief recht”. Kewenagan yang didalamnya terkandung hak dan kewajiban,menurut P.Nicolai adalah sebagai berikut: “Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakantindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu,sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu”48. Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku R.J.H.M Huisman menyatakan pendapat berikut ini : “Organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya kepada organ pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai (misalnya inspektur pajak, inspektur lingkungan, dan sebagainya) atau terhadap badan khusus (seperti dewan pemilihan umum,pengadilan khusus untuk perkara sewa tanah) atau bahkan terhadap badan hukum privat” 49 Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata wewenang memiliki arti: 48
Ibid,hlm.102 Ibid,hlm 103
49
40
Mempunyai (mendapat) hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.50 Kewenangan memiliki arti: a. Hal wenang b. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.51 Kekuasaan dalam KBBI memiliki arti: a. Kuasa (untuk mengurus,memerintah,dan sebagainya) b. Kemampuan,kesanggupan c. Daerah (tempat dsb) yang dikuasai d. Kemampuan orang atau golongan, untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik. 52 b. Jenis-jenis kewenangan Setiap perbuatan pemerintahan harus bertumpu pada suatu kewenangan yang sah t a n p a d i s e r t a i k e w e n a n g a n ya n g s a h , s e o r a n g p e j a b a t atupun
lem b aga
tidak
d a p a t melaksanakan
suatu
perbuatan
pemerintahan o leh karena itu, kewenangan yang sah merupakan atribut bagi
setiap
pejabat
ataupun
lembaga.
Be rd a sar kan
s u m b e r n ya ,
w e w e n a n g d i b e d a k a n m e n j a d i d u a ya i t u w e w e n a n g p erso nal dan wewenang
ofisial.
Wewenang
p ersonal
yaitu
wewenang
yang
bersumber p a d a i n t e l e g e n s i , p e n g a l a m a n , n i l a i a t a u n o r m a , dan
kesanggu p an
u ntu k
m e m i m p i n . sedangkan wewenang ofisial
50 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan kedua, Balai Pustaka,Jakarta,1989,hlm.1010. 51 Loc Cit
52
Ibid,hlm 468
41
merupakan wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di atasnya.53 c.Sumber dan Cara memperoleh wewenang pemerintahan Seiring dengan pilar
utama
Negara
hukum,yaitu
asas
legalitas
(legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan,artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandate. Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara: a. Berkedudukan sebagai original legislator, di Negara kita ditingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang dan di tingkat daerah adalah DPRD dan pemda yang melahirkan peraturan daerah; b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah
53
http://www.scribd.com/doc/43230805/Teori-Kewenangan.diakses pada tanggal
25/11/12
42
dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha negara tertentu 54. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainya.Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini, H.D.van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut: a. Atrributie:toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan eenbestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan); b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya); c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een ander (mandate terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya) 55 Berbeda dengan Van Wijk, F.A.M.Stroink dan J.G Steenbeek menyebutkan bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi, Er bestaan slechts twee wijzen waarop een organ aan een bevoegdheid kan komen,namelijk attributie en delegatie”. Mengenai atribusi dan delegasi disebutkan bahwa, ”Bij attributie gaat het om het overdragen van een 54
Ridwan HR.Op Cit,hlm.104 Ridwan HR.Ibid.hlm.104-105.
55
43
reeds
bestaande
bevoegdheid
(door
het
organ
dat
die
bevoegdheid
geattributueerd heft gekregen,aan een ander organ;aan delegatie gaat dus altijd logischewijs vooraf) “Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain;jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi). Dalam hal mandate dikemukakan sebagai berikut: “Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan-penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandate tidak terjadi perubahan wewenang apapun (setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal) yang ada hanya hubungan internal,sebagai contoh Menteri dengan pegawai,menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri,sementara secara yurisdis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementerian. Pegawai memutuskan secara faktual, menteri secara yuridis)56. Pengertian atribusi dan delegasi berdasarakan Algemene bepalingen van Administratief Recht adalah sebagai berikut. ”Van atrributie van bevoegdheid kan worden gesproken wanner de wet (in materiele zin) een bepaaldebevoegdheid aan een bepaald organ toekent”. (Atribusi wewenang dikemukakan bila undangundang(dalam arti material) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu). Dalam hal delegasi disebutkan,”…Te verstaande overdracht van die bevoegdheid door het bestuursorgaan waaraandeze is gegeven,aan een ander 56
Ridwan HR.Ibid.hlm.106
44
organ, dat de overgedragen bevoegdheid alseigen bevoegdheid zal uitofenen (..berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang, kepada organ lainya, yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri). Di dalam Algemene Wet Bestuursrecht (Awb), mandat berarti, ”Het door een bestuursorganen aan een ander verlenen van de bevoegdheid in zijn naam besluiten te nemen, yaitu (pembnerian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainya untuk mengambil keputusan atas namanya), sedangkan delegasi diartikan sebagai,”Het overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het nemen van besluiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent” (Pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan dengan tanggungjawab sendiri).Artinya dalam penyerahan wewenang
melalui delegasi ini,
pemberi wewenang telah lepas
dari
tanggungjawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain57. Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat-syarat sebagai berikut. 1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu. 2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan. 57
Ridwan HR.Ibid.hlm.106-107.
45
3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi. 4. Kewajiban
memberikan
keterangan
(penjelasan),
artinya
delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut. 5. Peraturan kebijakan (beleidregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut. Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting, karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwording) dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip negara hukum;geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority without responsibility” (tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Di dalam setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu tersirat pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan58 Berdasarkan keterangan tersebut diatas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundangundangan. Dengan kata lain organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima 58
Ridwan HR,Ibid,hlm.108
46
wewenang (atributaris) pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu ke pejabat yang lainya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih kepada penerima delegasi (delegataris). Sementara itu, pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya, penerima pihak ini bukan pihak lain dari pemberi mandat. Untuk memperjelas perbedaan antara delegasi dan mandat dapat dilihat pada gambar dibawah ini . Perbedaan antara Delegasi dan Mandat No. 1.
Delegasi
No.
Overdracht van bevoegdheid;
1.
(pelimpahan wewenang); 2.
Bevoegdheid
kan
Mandat Opdracht tot uitvoering; (perintah untuk melaksanakan)
door
het
2.
Bevoegdheid kan door mandaat gever
oorspronkelijk bevoegde organ niet
nog
incidenteel
uitgeofend
incidenteel uitgoefend worden;
worden;(kewenangan dapat sewaktu-
(kewenangan tidak dapat dijalankan
waktu dilaksanakan oleh mandans);
secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli) 3
Overgang van verantwoordelijkheid;
3.
(terjadi peralihan tanggung jawab) 4.
Wetelijke
basist
vereist;
(harus
berdasarkan UU);
Behooud
van
verantwoordelijkheid;
(tidak terjadi peralihan tanggung jawab) 4
Geen wetelijke basis vereist; (Tidak harus berdasarkan UU);
47
5.
Moet schriftelijke; (Harus tertulis);
5.
Kan schriftelijk,ma gook mondeling; (Dapat
tertulis,dapat
pula
secara
lisan);59
Philipus.M Hadjon membuat perbedaan antara delegasi dan mandat sebagai berikut: Mandat a. Prosedur pelimpahan
Delegasi
Dalam hubungan rutin atasan- Dari suatu organ pemerintahan bawahan: hal biasa kecuali kepada
b. Tanggung jawab dan tanggung gugat
organ
lain:
dengan
dilarang secara tegas
peraturan perundang-undangan.
Tetap pada pemberi mandate
Tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada delegataris
c. Kemungkinan si Pemberi menggunakan wewenang itu lagi
Setiap
saat
menggunakan
dapat Tidak
dapat
menggunakan
sendiri wewenang itu lagi kecuali setelah
wewenang yang dilimpahkan ada pencabutan dengan berpegang itu
pada asas “contraries actus”
Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang pemerintahan, yaitu yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas, terutama dalam kaitanya dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan (Besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan
59
Ridwan HR,Ibid,hlm.109
48
sehingga dikenal ada keputusan atau ketetapan yang bersifat terikat dan bebas. Indroharto mengatakan sebagai berikut: 1. Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat,yakni terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terperinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang terikat. 2. Wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. 3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peratuan dasarnya member kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkanya atau peraturan dasarnya memberika ruang lingkup kebebasan kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. Philipus M.Hadjon, dengan mengutip pendapat Spelt dan Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan kebijaksanaan
(beleidsvrijheid)
49
dan
kebebasan
penilaian
(beoordelingsvrijheid). Ada kebebasan kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arti sempit) bila peraturan perundang-undangan memberikan
wewenang
tertentu
kepada
organ
pemerintahan,
sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakanya meskipun syarat-syarat bagi penggunaanya secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak sesungguhnya) ada apabila sejauh menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi.
Berdasarkan
pengertian
ini
Philipus
M.Hadjon
menyimpulkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi
yaitu
(1)
kewenangan
untuk
memutus
secara
mandiri;(2),kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (vege norm)60 Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas, dalam suatu negara hukum pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya atau kebebasan tanpa batas sebab dalam suatu negara hukum; “Zowel de bevoegdheidstoekenning, al de aard en de omvang van de bevoegdheid als de bevoegdheidsuitoefening zijn aan juridische grenzen onderworpen. Inzake bevoegdheidstoekenning en het tegendeel daarvan, bestaan juridisch geschreven en ongeschreven regels” (Baik penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang, maupun pelaksanaan wewenang tunduk pada batasan-batasan yuridis. Mengenai 60
Ridwan HR,Ibid,hlm 110-112
50
penyerahan wewenang dan sebaliknya, terdapat aturan-aturan hukum tertulis dan tidak tertulis). Di samping itu dalam Negara hukum juga dianut prinsip bahwa setiap
penggunaan
kewenangan
pemerintahan
harus
disertai
dengan
pertanggungjawaban hukum. Terlepas dari bagaimana wewenang itu diperoleh dan apa isi dan sifat wewenang serta bagaimana mempertanggungjawabkan wewenang tersebut, yang pasti bahwa wewenang merupakan factor penting dalam hubunganya dengan masalah pemerintahan, karena berdasarkan pada wewenang inilah pemerintah atau administrasi negara dapat melakukan berbagai tindakan hukum dibidang publik (publiekrechtschandeling)61 4. Definisi Penegakan Penegakan ialah proses, cara, perbuatan menegakan62. Dalam hal ini penegakan dikaitkan dengan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara63. 5. Kecamatan Pasal 77 undang-undang Nomor 5 tahun 1974 mengatakan bahwa kepala wilayah: a. Propinsi dan ibukota negara disebut Gubernur; b. Kabupaten disebut Bupati; c. Kotamadya disebut Walikotamadya; d. Kota administratif disebut Walikota; 61
Ridwan HR,Ibid,hlm 112. http://www.artikata.com/arti-380786-penegakan.html.diakses pada tanggal 25/01/2013 63 http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/ diakses pada tanggal 25/01/2013 62
51
e. Kecamatan disebut Camat. Pasal 81 undang-undang Nomor 5 tahun 1974 bahwa Camat merupakan kepala wilayah dari Kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam artian memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan masyarakat di segala bidang. Wewenang dan tugas camat sebagai kepala wilayah Kecamatan adalah sama dengan wewenang kepala wilayah lainya seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Walikota. Tugas dan wewenang Camat selaku kepala wilayah dari Kecamatan adalah: a. Membina ketenteraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan ketenteraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah; b. Melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi, Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah; c. Menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-Dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya; d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; e. Mengusahakan secara terus menerus agar segala peraturan perundangundangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan
52
untuk itu serta mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah; f. Melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; g. Melaksanakan segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya. Kewenangan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 diatas, jelas terlihat bahwa camat selaku kepala wilayah, wakil pemerintah pusat dan pemimpin tunggal diwilayahnya. Selain itu kecamatan juga dapat mengambil tindakan yang digunakan untuk kelancaran pemerintahan, sehingga terlihat bahwa Camat memiliki kedudukan yang kuat. Pada era Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa camat posisinya tidak lagi sebagai kepala wilayah melainkan perangkat daerah dimana dalam UU No.32 Tahun 2004 pasal 120, dijelaskan bahwa perangkat daerah Kabupaten dan Kota terdiri dari secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kecamatan dan Kelurahan,, jadi posisi Camat secara hukum sama dengan posisi kepala dinas dan Camat merupakan perpanjang tanganan dari Bupati. Lebih lanjut tugas dan wewenang camat di ungkapkan dalam pasal 126 ayat (2) Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Pasal 126 ayat (3) Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Meliputi:
53
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan kegiatan masyarakat. b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan. d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan pelayanan fasilitas umum. e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan. f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan. g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. 2.1 Wewenang , Tugas, dan Kewajiban Camat Wewenang, tugas dan kewajiban camat dapat digolongkan sebagai berikut: a. Tugas Hukum Tugas hukum adalah tugas menurut hukum yaitu wewenang, tugas dan kewajiban yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Tugas ini merupakan tugas yang utama karena wajib dilaksanakan sebaik-baiknya. Melalaikan tugas tersebut, Camat dapat dihukum. b. Tugas Departemen Tugas ini adalah menurut Departemen dalam negeri. Tugas pokok Camat dalam pembangunan adalah bidang pemerintahan, keamanan
54
dan ketertiban wilayah, politik, ekonomi, social budaya, pembangunan masyarakat desa, keagrariaan, administrasi serta perhatian khusus. c. Tugas Daerah Urusan yang diserahkan kepada daerah adalah urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan tanggung jawab daerah adanya urursan daerah mengharuskan adanya pelaksanaan urusan yang terdiri dari pegawai daerah yang diangkat dan diberhentikan serta digaji oleh daerah. Urusan daerah dilaksanakan oleh suatu daerah administratif. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dalam usaha penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai perangkat pemerintah atas dasar dekosentrasi. Batas daerah administrative adalah sama dengan batas wilayah. Urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan kepada daerah berdasarkan desentralisasi, pada tingkat kecamatan kembali dilaksanakan oleh perangkat pemerintahan yang ada di daerah, yaitu Camat. Berarti camat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak dilimpahkan maupun yang sudah dilimpahkan kepada daerah. d. Tugas Sosial. Tugas sosial ini mencakup semua tugas yang tidak termasuk tugas pemerintahan (governmental). Tugas sosial ini merupakan unsure pembantu untuk suksesnya Camat diwilayah dan membantu dalam kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, wewenang, tugas, dan kewajiban Camat meliputi seluruh urusan pemerintahan, urusan umum
55
maupun urusan daerah, dalam ruang lingkup Kecamatan ditambah dengan tugas-tugas
yang bukan termasuk pemerintahan (non
governmental). Semua tugas mempunyai sasaran yang sama, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Camat harus dinamis, kreatif dan bekerja sesuai dengan prinsip manajemen dan camat harus terus berusaha mencapai tujuan diatas dengan membuat rencana yang dapat dilaksanakan (uitvoerboar). Kegiatan dan hasil yang dicapai Camat inilah yang menjadi salah satu ukuran tentang sukses atau gagalnya camat dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajibanya 64 Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada Camat dikatakan bahwa dalam BAB I Ketentuan umum pasal 1 angka 13 bahwa wewenang Camat adalah hak dan kewajiban Camat yang merupakan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari
Bupati untuk
menentukan
kebijakan dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan. Angka 14 mengatakan bahwa kewenangan adalah proses pengalihan kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 2.2 Struktur Organisasi Kecamatan Victor A.Thompson menyatakan bahwa : “suatu organisasi adalah suatu integrasi dari sejumlah spesialis-spesialis yang bekerja sama dangat rasional dan
64
A’dawiah,Linda diniah,Peranan camat purwokerto selatan dalam penerbitan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dikabupaten banyumas,skripsi,Kementerian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hokum purwokerto,2009,hlm 41-42
56
imperasional untuk mencapai beberapa tujuan spesifik yang telah dirumuskan sebelumnya.65 Chester Bernard juga mengemukakan tentang organisasi bahwa suatu organisasi adalah suatu system dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasi secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih.66 Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 pasal 32 ayat (1) tentang organisasi perangkat daerah menyebutkan bahwa: (1) Kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretariat, paling banyak 5 (lima) seksi, dan secretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 pasal 15 yang mengatur tentang pedoman organisasi kecamatan menyebutkan bahwa susunan organisasi kecamatan terdiri dari: a. Camat; b. Sekretaris kecamatan atau Sekretaris kepala distrik bagi kecamatan di propinsi papua; c. Seksi Pemerintahan; d. Seksi ketentraman dan ketertiban umum; e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan daerah; f. Kelompok jabatan fungsional.
65
Miftah,Thoha,Dimensi-Dimensi RajaGrafindo Persada,2005,hlm.125-126 66 Miftah,Thoha,Ibid,hlm.126.
Prima
57
Ilmu
Administrasi
Negara,Jakarta,PT
Struktur organisasi kecamatan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Di dalam peraturan tersebut tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai bentuk dan susunan Organisasi Kecamatan, namun hanya ditemukan ketentuan yang mengatur bahwa susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (1) dan (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan factor-faktor tertentu dan berpedoman pada peraturan pemerintah (pasal 128 ayat (1) UU.No.32 Tahun 2004). Dari ketentuan tersebut maka struktur organisasi Kecamatan berpedoman pada peraturan daerah Kabupaten/Kota, yang berbeda-beda dari satu daerah Kabupaten/Kota dengan daerah Kabupaten/Kota yang lain oleh karena itu susunan organisasi, fungsi dan tugasnya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja. 3.Kedudukan Hukum Kepegawaian dalam Hukum Administrasi Negara. a. Pengertian Hukum Kepegawaian Hukum Kepegawaian yang dipelajari dalam Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada administrasi negara berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Materi ini dalam Hukum Kepegawaian biasanya dikenal dalam studi Hukum Administrasi Negara yaitu hukum mengenai subyek hukum (person) dalam lapangan administrasi negara yang dalam status kepegawaian itu merupakan hubungan dinas publik, sedangkan pegawai-pegawai pada perusahaan swasta yang tidak mempunyai hubungan dinas publik menjadi
58
lapangan studi sendiri, seperti Hukum Perburuhan atau Hukum Perjanjian Kerja seperti yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.67 Menurut Logemann yang dimaksud dengan hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya untuk tunduk pada perintah dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan yang dalam melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian gaji dan beberapa keuntungan lain. Jadi inti dari hubungan dinas publik itu adalah adanya kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan untuk tunduk dalam pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentu yang berakibat bahwa pegawai
yang
bersangkutan
tidak
menolak
(menerima
tanpa
syarat)
pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya pemerintah berhak mengangkat seseorang pegawai dalam jabatan tertentu tanpa harus adanya persesuaian kehendak dari yang bersangkutan. Jadi yang terpenting dari hubungan dinas publik adalah kewajiban dari pegawai yang bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan oleh pemerintah dalam satu atau beberapa macam jabatan tertentu.68 Hubungan antara Hukum Kepegawaian dengan Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut : a.
Objek Hukum Administrasi Negara adalah kekuasaan pemerintah.
b.
Penyelenggaraan pemeintahan sebagian besar dilakukan oleh Pegawai Negeri.
67
Moh.Mahfud MD,Loc.Cit,hlm.1 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fak. Hukum dan PM, Unpad, Bandung, 1960, hlm 142-143. 68
59
c.
Tugas dan wewenang Pegawai Negeri berupa public service dituangkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
d.
Hubungan antara Pegawai Negeri dengan negara adalah hubungan dinas publik.
e.
Sengketa kepegawaian merupakan sengketa Tata Usaha Negara.69 4.Obyek Hukum Kepegawaian. Pengertian Pegawai Negeri Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri, yaitu pejabat
yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya. Logemann dengan menggunakan criteria yang bersifat materiil mencermati hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan Negara. 70 Definisi Pegawai negeri ditetapkan dalam pasal 1 angka 1 undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas undang-udang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian dengan perumusan sebagai berikut:
69
Sri hartini, dkk, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,hlm
70
Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.1
16.
60
Pegawai negeri adalah setiap warga negara republik indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Moh. Mahfud MD, pengertian Pegawai Negeri dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Pengertian Stipulatif Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan oleh UU tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1, yang berkaitan dengan masalah hubungan pegawai negeri dengan hukum administrasi dan Pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999, yang berkaitan dengan masalah hubungan pegawai negeri dengan pemerintah, atau mengenai kedudukan pegawai negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 angka 1 : Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 : Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
61
professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan. 2. Pengertian Ekstentif (Perluasan Pengertian) Disamping pengertian stipulatif tersebut diatas ada beberapa golongan pegawai yang sebenarnya bukan pegawai negeri menurut UU No. 43 Tahun 1999 tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri. Perluasan tersebut antara lain terdapat dalam : a. Ketentuan yang terdapat dalam pasal 415-437 KUH Pidana, mengenai kejahatan jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan adalah mereka yang melakukan kejahatan berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang diserahi satu jabatan publik baik tetap maupun sementara. Jadi orang yang diserahi jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri, menurut UU no. 43 Tahun 1999, jika melakukan kejahatan dalam kualitasnya sebagai pemegang jabatan publik maka ia dianggap dan diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri khusus untuk kejahatan yang dilakukan. b. Ketentuan pasal 92 KUH pidana yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat, dewan daerah dan kepala desa. Mereka (yang disebutkan dalam Pasal 92 KUH Pidana) bukanlah pegawai negeri menurut pengertian UU No.43 Tahun 1999, tetapi jika terjadi kejahatan dalam kualitas/kedudukan masing-masing, maka mereka itu dianggap dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri.
62
c. Ketentuan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 3 Tahun 1971 ini memperluas juga pengertian pegawai negeri sehingga mencangkup “orang-orang yang menerima gaji atau upah atau keuangan Negara atau keuangan daerah, atau badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau keuangan daerah atau badan-badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran dari Negara atu masyarakat”. Mereka tersebut boleh jadi bukan pegawai negeri menurut UU No. 43 Tahun 1999, tetapi jika melakukan korupsi mereka dianggap dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri, khusus dalam kaitanya dengan tindak korupsinya itu, artinya bias dituntut dengan sanksi pidana sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1971. d. Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta. Ada beberapa golongan yang bukan pegawai negeri menurut pengertian UU No. 43 Tahun 1999, tetapi PP No. 6 Tahun 1974 memberikan perluasan sehingga mencangkup banyak pegawai lainnya. 71 Berdasarkan rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai unsurunsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut Pegawai Negeri adalah :
71
Moh. Mahfud MD, op.cit, hlm 8-10.
63
a) Seseorang
yang
memenuhi syarat-syarat
sebagaimana
ditentukan
peraturan dalam perundang-undangan yang berlaku; b) Diangkat oleh pejabat yang berwenang; c) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas Negara lainnya; d) Digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku. 4.1 Jenis Pegawai Negeri Sipil Undang-undang No.43 Tahun 1999 dalam Pasal 2 ayat (1) membagi Pegawai Negeri menjadi : 1. Pegawai Negeri Sipil; 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia; 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-undang No.43 Tahun 1999 dalam Pasal 2 ayat (1) tidak menyebutkan apa yang dimaksud pengertian masing-masing bagiannya, namun disini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.72 Berdasarkan penjabaran diatas, Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari pegawai negeri yang merupakan aparatur Negara. Menurut UU No.43 Tahun 1999 pasal 2 ayat(2) Pegawai Negeri Sipil dibagi menjadi : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada
72
Sri hartini, dkk.Op.Cit.hlm 36
64
Departemen,Lembaga pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara,Instansi Vertikal di Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainya. b. Pegawai Negeri Sipil Daerah Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan diluar instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.73 Di samping pegawainegeri sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri. Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainya (tenaga kerja). Penamaan pegawai tidak tetap merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajianya. 74 4.2 Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil a. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil 73 74
Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.37 Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.37
65
Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1) yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintah dan pembangunan. Rumusan kedudukan Pegawai Negeri tersebut bertitik tolak pada pokok pikiran bahwa Pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi pembangunan, atau dengan kata lain Pemerintah bukan hanya melaksanakan tertib Pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. 75 Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara. Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional terutama sekali tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kesempurnaan pegawai negeri (sebagian dari aparatur Negara) Dalam konteks hukum publik, pegawai negeri sipil bertugas membantu presiden sebagai kepala pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam arti
kata wajib
mengusahakan agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Di dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya, kepada pegawai negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi Negara seorang pegawai negeri juga wajib setia dan taat kepada 75
Moh.Mahfud MD, op.cit, hal 23.
66
pancasila sebagai falsafah dan ideology Negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada Negara, dan kepada pemerintah. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsure aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karenanya ia harus mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah sehingga dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya upaya
dan
tenaganya
untuk
menyelenggarakan
tugas
pemerintah
dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. 76 4.3 Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil Setiap Pegawai Negeri Sipil harus mengetahui hak dan kewajiban sebagai pegawai. Hak Pegawai Negeri merupakan suatu pemberian dan penghargaan dari Negara kepada pegawainya sebagai imbalan atas jasajasanya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan atau tidak dilakukan oleh setiap Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan.77 1) Kewajiban-Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Menurut Sastra Djatmika dan Marsono dalam bukunya “Hukum Kepegawaian di Indonesia” kewajiban-kewajiban Pegawai Negeri dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungannya dengan tugas dalam jabatan. Kewajiban-kewajiban tersebut yaitu berupa tugas pokok 76 77
Sri hartini, dkk.Op.Cit.hlm 38-39. Sastra Djatmika,Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta,1982,
hlm 163.
67
dan fungsi kesatuan organisasi yang berhubungan dengan tugas dalam jabatan yang sudah ditetapkan secara terperinci oleh masing-masing menteri. 2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai Pegawai Negeri pada umumnya, sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat. 3. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan ketaatan dengan rahasia jabatan.78 Adapun kewajiban yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dari ketiga pasal tersebut, maka kewajiban Pegawai Negeri Sipil meliputi lima hal sebagai berikut : 1. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah 2. Menaati peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tugas kedinasan 3. Menyimpan rahasia jabatan 4. Mengangkat sumpah/janji pada pengangkatan pertama 5. Mengangkat sumpah dan janji dalam memangku jabatan
78
Loc.Cit.
68
Sri Hartini, dkk dalam buku Hukum Kepegawaian di Indonesia menyatakan bahwa untuk menjunjung tinggi kedudukan Pegawai Negeri Sipil, diperlukan elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan, pengabdian, kesadaran, tanggungjawab, jujur, tertib, bersemangat dengan memegang rahasia negara dan melaksanakan tugas kedinasan. a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan sacara taat asas, kreatif dan konstruktif terhadap nilai-nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam sikap, perilaku dan perbuatannya
sehari-hari.
Pelanggaran
terhadap
disiplin,
pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara langsung maupun tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang
69
berlaku serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. c. Pengabdian
(terhadap
negara
dan
masyarakat)
merupakan
kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik dengan negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus. d. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya. e. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar), terus terang (benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan. f. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara mengandung arti bahwa norma-norma yang hidup dalam bangsa dan Negara Indonesia harus dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat menurunkan atau dapat mencemarkan kehormatan bangsa dan negara. g. Cermat berarti (dengan seksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh minat (perhatian).
70
h. Tertib berarti menaati peraturan yang baik, aturan yang bertalian dengan baik. i. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja keras dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. Bersemangat berarti ada semangatnya, mengandung semangat. Biasanya semangat timbul karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan dicapai. j. Rahasia berarti sesuatu yang bersembunyi (hanya diketahui oleh seseorang
atau
beberapa
orang
saja;
ataupun
sengaja
disembunyikan supaya orang lain tidak mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya, apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak. k. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu pekerjaan tertentu.79 4.4 Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Hak-hak Pegawai Negeri Sipil tercantum dalam Pasal 7-10 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah :
79
Sri Hartini, dkk, op. cit, hal 40-41.
71
1. Hak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya (Pasal 7), Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji merupakan balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan. 2. Hak untuk cuti (Pasal 8), Yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan Pegawai Negeri perlu diatur pemberian cuti. Cuti Pegawai Negeri terdiri dari, cuti tahunan, cuti sakit, cuti karena alasan penting, cuti besar, cuti bersalin, dan cuti di luar tanggungan Negara. Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan ibadah haji. 3. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan (Pasal 9 ayat (1)), Dalam menjalankan tugas kewajiban selalu ada kemungkinan bahwa Pegawai Negeri menghadapi risiko. Apabila seorang Pegawai Negeri mengalami kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya, maka ia berhak memperoleh perawatan dan segala biaya perawatan itu ditanggung oleh Negara. 4. Hak untuk mendapatkan tunjangan cacat (Pasal 9 ayat (2)),
72
Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan ia menderita cacat jasmani atau cacat rohani yang mengakibatkan ia tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berdasarkan keterangan dari Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau Dokter Penguji Tersendiri, maka disamping pensiun yang berhak diterimanya,
kepadanya
diberikan
tunjangan
bulanan
yang
memungkinkan dapat hidup dengan layak. 5. Hak untuk mendapatkan uang duka (Pasal 9 ayat (3)), H. Nainggolan dalam bukunya yang berjudul Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, menegaskan bahwa setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka. Yang dimaksud dengan tewas, ialah : a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
73
d. meninggal
dunia
karena
perbuatan
anasir
yang
tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu.80 6. Hak mendapatkan pensiun (Pasal 10). Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini setiap Pegawai Negeri wajib menjadi peserta dari sesuatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh Pemerintah. Karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka Pemerintah memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri. luran Pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan Pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial. 4.5 Disiplin 1.
Pengertian Disiplin
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara 80
H.Nainggolan, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Institut Jakarta, Jakarta, 1987, hal 37.
74
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah “sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”. Menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.81
Disiplin dapat juga diartikan sebagai adanya suatu ketertiban dan keselarasan dalam tingkah laku pergaulan anggota masyarakat menurut peraturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Disiplin bisa dilihat apabila orangorang atau pegawai-pegawai dengan senang hati dan sadar melaksanakan dan menaati segala aturan-aturan dan norma-norma yang telah ada. 4.6 Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. 82 Kewajiban dan larangan itu harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil dengan konsekuensi apabila Pegawai Negeri Sipil melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat dijatuhi hukuman atau sanksi karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 81
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33097/3/ChapterII.pdf.diakses pada tanggal 25/1/2013 82 PP No. 53 Tahun2010 Pasal 1 ayat 1
75
4.7 Indisipliner Dalam rumusan Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun diluar jam kerja. Sebagai bentuk pelanggaran ucapan itu adalah setiap kata-kata yang di ucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti rapat, ceramah, diskusi, telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Sedangkan tulisan adalah pernyataan pikiran atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk hurufhuruf ( tulisan ) maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dan lain -lain yang serupa dengan itu. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan. Dikategorikan sebagai Indisipliner adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan tentang kewajiban dan larangan kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas. 4.8 Sanksi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin ( indisipliner ) akan diberikan sanksi. Dalam hukum dikenal ada beberapa sanksi yaitu sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administrasi. Dalam hukum administrasi khususnya pada ruang lingkup kepegawaian sanksi yang dijatuhkan berupa sanksi administrasi yang kaitannya dengan pelanggaran ketentuan tentang perkawinan
76
dan perceraian yaitu berupa penjatuhan hukuman disiplin. Sanksi administrasi yang berupa hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, ada beberapa tingkat sanksi administrasi yang berupa hukuman disiplin, yaitu : Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; c. hukuman disiplin berat. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. teguran lisan; b. tegoran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun; b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun;
77
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan; d. pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sanksi indisipliner dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki perilaku pegawai dan bukan untuk menyakiti. Tindakan disipliner hanya dilakukan pada pegawai yang tidak dapat mendisiplinkan diri, menentang/tidak dapat mematuhi praturan/prosedur organisasi. Melemahnya disiplin kerja akan mempengaruhi moral pegawai maupun pelayanan publik secara langsung, oleh karena itu tindakan koreksi dan pencegahan terhadap melemahnya peraturan harus segera diatasi oleh semua komponen yang terlibat dalam organisasi. 1.
Sanksi Hukum Administrasi Negara Sanksi dalam hukum administrasi yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara. Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasan (machtmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtelijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactie op niet-naleving).83 Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, menyatakan bahwa peran penting dalam pemberian 83
Ridwan HR, op.cit, hal 311.
78
sanksi dalam hukum administrasi meliputi 3 sanksi hukum, yaitu : sanksi administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata. a. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah dengan warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga, yaitu tanpa perantara kekuasaan peradilan, tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri. Macam-Macam Sanksi Administrasi yaitu : a.
Paksaan Pemerintah (Bestuurdwang) Paksaan pemerintah adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan.
b. Penarikan Kembali Keputusan (Ketetapan) yang menguntungkan (ijin, pembayaran, subsidi) Penarikan kembali keputusan/ketetapan yang menguntungkan artinya ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bilamana ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau yang mungkin ada. c. Pengenaan denda administratif (administratif boete)
79
Denda administratif dapat dilihat contohnya pada fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan
semula
sebagai
akibat
dari
kesalahannya.
Denda
administratif tidak lebih dari sekedar reaksi dari pelanggaran norma yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti terutama denda administratif yang terdapat dalam hukuman pajak. d.
Pengenaan Uang Paksa Oleh Pemerintah (Dwangsom) Uang paksa, sebagai “ hukuman atau denda”, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjiannya, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan dengan biaya ganti kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga. Dalam hukuman administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga Negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai alternatif dari tindakan paksa pemerintah. Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi dikenal
dua jenis sanksi, yaitu : a.
Sanksi reparatoir (reparatoire sancties) Sanksi reparatoir adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum. Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran. Contoh dari sanksi reparatoir adalah
80
paksaan pemerintah (bestuursdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom). b.
Sanksi punitif (punitieve sancties) Sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan memberikan hukuman pada seseorang. Contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi (bestuursboete).84 Berbicara mengenai sanksi hukum dapat dikaitkan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang merupakan salah satu bentuk hukum tidak tertulis di Indonesia. Meskipun asas umum pemerintahan yang baik tidak memiliki dasar yuridis yang formal namun di Indonesia, merupakan salah satu sumber hukum administrasi Negara dalam hukum positif. Sebagai dasar berlakunya AUPB di Indonesia adalah Juklak MA Nomor 52/TUN/III/1992, yang menyatakan bahwa ” dalam hal hakim mempertimbangkan adanya AUPB sebagai alasan pembatalan KTUN, maka hal tersebut tidak perlu dimasukan dalam diktum, melainkan cukup dalam pertimbangan dengan menyebut asas mana dari AUPB yang dilanggar dan akhirnya harus mengacu pada Pasal 53 Ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Prof. Kuncoro Purbopranoto dan SF. Marbun, macammacam AUPB dapat diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Asas kepastian hukum;
2.
Asas keseimbangan;
84
Ibid, hal 316.
81
3.
Asas kesamaan;
4.
Asas kecermatan;
5.
Asas motivasi untuk setiap keputusan;
6.
Asas permainan yang layak;
7.
Asas keadilan dan kewajaran;
8.
Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar;
9.
Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi;
10. Asas kebijaksanaan; 11. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.85 b. Sanksi Pidana Pelaksanaan tugas-tugas pemerintahaan antara lain menuntut terciptanya suasana tertib, termasuk tertib hukum. Pembangunan negara merupakan bagian mendasar dari pelaksanaan tugas-tugas pemerintahaan karena hal tersebut tidak terlepas dari upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan para warga. Dalam rangka mewujudkan suasana tertib itu, maka berbagai progam dan kebijakan pembangunan negara perlu didukung dan ditegakkan oleh seperangkat kaidah peraturan perundang-undangan yang antara lain memuat aturan dan pola perilaku tertentu, berupa larangan-larangan, kewajiban-kewajiban dan anjuran-anjuran. Tiada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakaan melalui sanksi dan menegakan kaidah-kaidah dimaksudkan secara prosedural. Salah satu upaya pemaksaan hukum 85
Philipus M, Hadjon,dkk, op.cit, hal 192.
82
tersebut, adalah melalui pemberlakuan hukum pidana terhadap pihak pelanggar, mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hukum yang berpaut dengan kemerdekaan pribadi (berupa pidana penjara, kurungan yang berupa pengenaan denda) dari pelanggar yang bersangkutan. Itulah sebabnya, hampir berbagai ketentuan kaidah perundang-undangan (termasuk utamnya dibidang pemerintahan dan pembangunan Negara) selalu disertai dengan pemberlakuan sanksi pidana. Sanksi-sanksi pidana yang dimaksud, diberlakukan baik pada Undang-Undang (produk legislatif) maupun pada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, termasuk Peraturan Daerah (Perda). c. Sanksi Perdata Dalam hukum perdata pada umumnya tidak memberi pengaturan secara tegas mengenai pengenaan sanksi, berbeda dengan sanksi hukum administrasi, yang mana prosedur sanksi administrasi dapat dilakukan langsung oleh pemerintah tanpa melalui peradilan sedangkan dalam sanksi keperdataan, prosedur sanksinya dapat dilakukan melalui peradilan (yaitu melalui hakim perdata Pengadilan Negeri). Bilamana terjadi suatu keterikatan perdata antara seseorang dengan ikatan hukum perdata (misalnya kontrak) dimana pihak yang lalai atau tidak memenuhi kewajiban dapat digugat oleh pihak yang lain melalui hakim perdata Pengadilan Negeri,
atau
dengan
kata
lain pihak
yang merasa
kepentingannya dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui peradilan. Jadi pada intinya, khusus untuk sanksi perdata, pemerintah
83
dapat menggunakan dalam kapasitas suatu Badan Hukum atau Pengadilan Negeri untuk mempertahankan hak-hak keperdataan seseorang yang merasa dirugikan atau dilanggar. 86 Penerapan sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi dengan hukum lainya dapat terjadi, yakni komulasi internal dan komulasi eksternal. Komulasi internal merupakan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan administrasi dan/atau pencabutan ijin dan/atau pengenaan denda. Komulasi eksternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administarsi, artinya tidak diterapkan prinsip “nebis in idem”. Ada tiga perbedaan sanksi administrasi dengan sanksi pidana. Dalam sanksi administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam sanksi pidana ditujukan pada pelaku. Sifat sanksi administrasi adalah reparatoir condemnatoir, yaitu pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sedangkan dalam sanksi pidana bersifat condemnatoir. Prosedur sanksi administrasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui peradilan, sedangkan prosedur dalam sanksi pidana harus melalui proses peradilan.87
86 87
Philipus M, Hadjon,dkk, op.cit, hal 245. Ibid, hal 237.
84
4.9 Penjatuhan Hukuman Disiplin Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yg berwenang wajib memeriksa PNS yg disangka melanggar untuk mengetahui : a. Apakah PNS yang bersangkutan benar/tidak melakukan pelanggaran?. b. Faktor-faktor yang mendorong/menyebabkan yang bersangkutan melakukan pelanggaran Hal- hal yang memberatkan dan meringankan : a. Seberapa jauh sistem/mekanisme kerja telah rusak akibat pelanggaran disiplin tersebut b. Seberapa jauh/besar pelanggaran tersebut telah menyebabkan kerugian kepada Negara Hal-hal yang perlu diperhatikan a. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yg berwenang wajib memeriksa PNS yg disangka melanggar. b. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan objektif c. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup Pemeriksaan dapat mendengar atau meminta keterangan orang lain (pasal 26 PP No. 53 Tahun 2010)
85
BAB III Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode merupakan cara kerja yang bersistem yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan88. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif atau legal approach, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif89. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata. 90 Objek yang ada kemudian diteliti dengan pendekatan yang terdiri dari : a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut-paut dengan permasalahan yang diteliti91. Pendekatan Perundang-undangan digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur mengenai Kewenangan Camat sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang. 88
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka,1991, hlm652. 89 Johny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyumedia,2006, hlm. 295. 90 Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia,1988, hlm. 13-14. 91 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana,2005 hlm. 70.
86
Dalam penelitian ini, peneliti menelaah peraturan yang berkaitan dengan konsep kewenangan camat
di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon,
dimana aturan yang diteliti merupakan sistem yang tertutup, artinya terpisah dari aspek-aspek yang lain, seperti sosial, budaya dan sebagainya. Tentunya peneliti juga tidak meninggalkan sifat dari pendekatan Undang-undang ini yaitu : a. Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis. b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada kekurangan hukum. c. Systematic bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.92 a.
Pendekatan Analisis (analytical approach)
Pendekatan analisis adalah pendekatan dengan menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan93. Pendekatan Analisis (Analytical Approach) dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah hukum yang berkaitan dengan pengaturan terhadap kewenangan Camat
yang
terkandung
dalam
aturan
perundang-undangan
secara
konsepsional dan penerapannya dalam praktik serta putusan-putusan hukum.
92
Johny Ibrahim. Op.cit. hlm.302-303. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007, hlm.54. 93
87
1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar, prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya ada berhadapan dengan apa yang seharusnya dan diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu.94 Dalam spesifikasi penelitian preskriptif ada dua macam spesifikasi penelitian yaitu inventarisasi peraturan perundang-undangan dan sinkronisasi penelitian untuk menemukan hukum in concreto. Penelitian ini akan menginventarisir peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil dan juga untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu, 2.
Lokasi Penelitian Peneliti menggunakan lokasi penelitian di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Perpustakaan Pusat Universitas Jenderal Soedirman, media internet, Kesbanglimas Kabupaten Cirebon, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Cirebon, Pemda Kabupaten Cirebon yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum.
94
Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit. hlm.22-23.
88
3.
Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah: 3.1.
Data Sekunder Data sekunder akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian yaitu:
3.1.1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari: a. Peraturan dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, b. Peraturan Perundang-undangan, antara lain: b.1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang pokok-pokok kepegawaian. b.2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. b.3. PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Tahun 74 b.4 Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40 b.5 Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat
89
3.1.2.Bahan
Hukum
Sekunder,
yaitu
bahan-bahan
hukum
yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari: a. Pustaka di bidang ilmu hukum, b. Hasil penelitian di bidang hukum, c. Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet, 3.1.3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan kamus-kamus ilmiah lainnya. 4.1.
Data Primer Data yang langsung diperoleh dengan melakukan penelitian
langsung di lapangan. Dalam hal ini dari data primer adalah hasil wawancara dengan Camat dan Sekmat Kecamatan kaliwedi kabupaten cirebon yang digunakan untuk melengkapi kajian secara normatif. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan hanya digunakan untuk proses pengumpulan data adalah a. Data
Sekunder,
metode
pengumpulan
data
yaitu
dengan
menginventarisir peraturan Perundang-undangan untuk dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dengan studi kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar.
90
b. Data Primer, metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian lapangan langsung pada obyek masalah yang akan diteliti, yaitu dengan melakukan wawancara dengan Camat dan Sekmat Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon untuk didapatkan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 5. Metode Penyajian Data Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode display, suatu kegiatan memilah-milah bahan hukum ke dalam bagian-bagian tertentu yang mendeskripsikan seluruh bahan hukum yang dikumpulkan. Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks Naratif, yaitu suatu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang disusun secara logis dan sistematis. Setelah bahan hukum primer, sekunder dan tersier dikumpulkan, akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi. Dari hasil klasifikasi dan inventarisasi tersebut, hasil yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah yang diteliti. 6. Metode Analisis Data Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung dari istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsep dan tekhnis penerapannya. Analisis bahan hukum bertujuan untuk menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan arti atau makna terhadap bahan hukum yang telah diolah sebelumnya. Penelitian ini menggunakan logika deduktif melalui metode analisis normatif kualitatif. Metode analisis normatif kualitatif merupakan cara menginterpretasikan
91
berdasarkan pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum, serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Norma hukum diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution). Analisis bahan hukum tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi sebagai berikut : 1.
Interpretasi sistematis Menurut P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan melihat kepada hubungan dimana aturan dalam suatu undang-undang yang saling bergantung. Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satu pun ketentuan dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri.95
2.
Interpretasi gramatikal Merumuskan suatu aturan perundang-undangan atau suatu perjanjian seharusnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat yang menjadi tujuan pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait dengan pembuatan suatu teks perjanjian.96 Peneliti menggunakan kedua model interpretasi tersebut untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya tentang Objek yang diteliti. 95 96
Peter Mahmud Marzuki. (cet.ke-7). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.2007 hlm.112. Johny Ibrahim. Op.cit. hlm.220.
92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Bahan Hukum Primer. Peraturan Perundang-undangan Peraturan
Perundang-undangan
yang
digunakan
dalam
menganalisis kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah (studi dikecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) meliputi: a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan; f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; g. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon;
93
h. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja Kecamatan; i. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada camat; a.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 18,
18 A, 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun bunyi pasal sebagai berikut: Pasal 18 ayat (1), (2), (6) (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18 A: (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, Kabupaten, dan Kota, atau antara provinsi dan Kabupaten dan Kota, diatur dengan undang undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
94
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 18 B (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang. b. Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian yang menyebutkan bahwa: Pasal 1 (1)
Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pejabat yang berwenang adalah.pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pejabat yang berwajib adalah yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
95
Pasal 2 1. Pegawai Negeri terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimamna dimaksud dalam ayat (1) huruf, a terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pasal 3 (1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagal unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan
merata
dalam
penyelenggaraan
tugas
negara,pemerintahan,
dan
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Pasal 4 Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 34 A (1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. (2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah
96
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah . Camat di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 disebutkan sebagai perangkat daerah. Hal ini secara jelas dan tegas disebutkan dalam pasal pasal 2 ayat (1),(2), dan (3) menyebutkan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah”, dalam pasal (2) disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan”. Ayat (3) disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah”. Pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dikatakan bahwa “Perangkat daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kecamatan dan Kelurahan.jadi secara hukum posisi Camat adalah sejajar dengan posisi kepala para dinas daerah maupun lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan Bupati. Secara terinci kewenangan camat dalam pasal 126 ayat (1) dijelaskan bahwa “Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Dalam pasal 126 ayat (2) dijelaskan bahwa : “Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Sementara pada
97
ayat (3) dijelaskan bahwa Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi: a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan; d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat Kecamatan; f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau Kelurahan; g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau Kelurahan. (4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. (6) Perangkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Camat.
98
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan Bupati atau Walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 1) Pasal 35 ayat (1) Sekretaris Daerah merupakan jabatan Struktural eselon IIa. 2) Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepalabadan, inspektur, Direktur rumah sakit umum daerah kelas A dan kelas B, dan direktur rumah sakit khusus daerah kelas A merupakan jabatan struktural eselon IIb. 3) Kepala kantor, camat, kepala bagian, sekretaris pada dinas, badan dan inspektorat, inspektur pembantu, direktur rumah sakit umum daerah kelas C, direktur rumah sakit khusus daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit umum daerah kelas A dan kelas B, dan wakil direktur rumah sakit khusus daerah kelas A merupakan jabatan struktural eselon IIIa. 4) Kepala bidang pada dinas dan badan, kepala bagian dan kepala bidang pada rumah sakit umum daerah, direktur rumah sakit umum daerah kelas D, dan sekretaris camat merupakan jabatan struktural eselon IIIb. 5) Lurah, kepala seksi, kepala subbagian, kepala subbidang, dan kepala unit pelaksana teknis dinas dan badan merupakan jabatan struktural eselon IVa. 6) Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada kelurahan, kepala subbagian pada unit pelaksana teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan dan kepala subbagian pada sekretariat kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVb.
99
7) Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat pertama dan kepala tata usaha sekolah menengah merupakan jabatan struktural eselon Va. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan Dijelaskan bahwa dalam peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2008 juga mengatur mengenai tugas umum pemerintah dan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa “Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini”.
Tugas umum pemerintahan dalam peraturan ini diatur dalam pasal 14 yang berbunyi
sebagai
berikut:(1)
Kecamatan
merupakan
perangkat
daerah
kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat.(2) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah. Pasal 15 ayat
(1)
menyebutkan
bahwa
Camat
menyelenggarakan
tugas
umum
pemerintahan yang meliputi: a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; c. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. Mengoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan
di
kecamatan; f.Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
100
tingkat
g.Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Pasal 15 ayat (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: a. Perizinan; b. Rekomendasi; c. Koordinasi; d. Pembinaan; e. Pengawasan; f. Fasilitasi; g. Penetapan; h. Penyelenggaraan; dan i. Kewenangan lain yang dilimpahkan. (3) Pelaksanaan kewenangan Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup kecamatan sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Pelimpahan sebagian wewenang bupati/Walikota kepada Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas dan efisiensi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
101
dengan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini. Tugas umum pemerintahan yang terdapat dalam pasal 15 dijelaskan dalam pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22. f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil menyebutkan bahwa: Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: (1). Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. (2). Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat dan PNS Daerah. (3). Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. (4). Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS. Pasal 3 Setiap PNS wajib: (1) Mengucapkan sumpah/janji PNS; (2) Mengucapkan sumpah/janji jabatan
102
(3) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah; (4) Menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan; (5) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran,dan tanggung jawab; (6) Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah,dan martabat PNS; (7) Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; (8) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan; (9) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara; (10) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; (11) Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; (12) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan; (13) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaikbaiknya; (14) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; (15). Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; (16) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
103
(17) Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 7 (1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. Hukuman disiplin ringan; b. Hukuman disiplin sedang; dan c. Hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; dan c. Pernyataan tidak puas secara tertulis (3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari: a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. Pembebasan dari jabatan; d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
104
e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Dalam paragraf 1 pasal 8 Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran dan jenis hukuman serta pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) Mengenai hukuman disiplin ringan yang disebutkan dalam pasal 1-14. Dalam Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 Pasal 9 menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran dan jenis hukuman serta pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) mengenai hukuman disiplin sedang yang disebutkan dalam pasal 1-17. Pasal 10 Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran dan jenis hukuman serta pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) mengenai hukuman disiplin berat yang disebutkan dalam pasal 1-13. Dalam paragraf 2 pasal 11 ayat 1-5 disebutkan pelanggaran terhadap larangan yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin ringan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat(3). Pasal 12 ayat 1-9 disebutkan pelanggaran terhadap larangan yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin sedang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3). Pasal 13 ayat 1-13 disebutkan pelanggaran terhadap larangan yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin sedang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (4). Berkaitan dengan pejabat yang berwenang memberikan sanksi disiplin sebagaimana didalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980 yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 yaitu tertuang didalam pasal 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22. Tata Cara Pemanggilan,
105
Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin yaitu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980 sebagaimana diubah menjadi Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 yaitu tertuang didalam pasal 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31. g. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No.7 Tahun 2008 tentang organisasi kecamatan dan kelurahan di kabupaten Cirebon menyebutkan bahwa: Pasal 2 menyebutkan bahwa “Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah dipimpin oleh camat yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati, melalui sekretaris daerah”. Di dalam pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa “Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Dalam pasal 3 ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi: a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; c. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
106
h. Melaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 4 Kecamatan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah; b. Pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat; c. Pengoordinasian upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; d. Pengoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; e. Pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; f. Pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; g. Pembinaan penyelenggaraan pelaksanaan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; h. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; Pasal 7 (1) Susunan organisasi Kecamatan, terdiri atas : a. Camat. b. Sekretariat, membawahi : 1) Subbagian Umum dan Keuangan; 2) Subbagian Program.
107
c. Seksi Pemerintahan; d. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban; e. Seksi Ekonomi dan Pembangunan; f. Seksi Kesejahteraan Rakyat; g. Seksi Pendapatan dan Pelayanan Umum; h. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Bagan Struktur Organisasi Kecamatan sebagaimana tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini. h. Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja kecamatan di Kabupaten Cirebon Dalam Bab II Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2008 pasal 2 tentang kecamatan menyebutkan bahwa : (1) Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat merupakan perangkat daerah sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. (2) Kecamatan mempunyai tugas mengelola penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,
dan kehidupan kemasyarakatan
dalam wilayah kerja
kecamatan. (3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kecamatan mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah;
108
b. Pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat; c. Pengoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; d. Pengoordinasian
penerapan
dan
penegakan
peraturan
perundang-
undangan; e. Pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; f. Pengoordinasian
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintah
di
tingkat
kecamatan; g. Pembinaan penyelenggaraan pelaksanaan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan h. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan dan/atau kelurahan (4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Camat mempunyai uraian tugas: a. Membantu
Bupati,
penyelenggaraan
dalam
pemerintahan,
melaksanakan pembangunan,
tugas dan
di
bidang
kehidupan
kemasyarakatan di wilayah kecamatan; b. Mengelola rencana dan program Kerja Kecamatan, sebagai pedoman pelaksanaan tugas, sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah; c. Memimpin, mengoordinasikan, dan mengendalikan seluruh kegiatan di wilayah kecamatan;
109
d. Menyusun dan melaporkan serta mempertanggung jawabkan tugas kedinasan secara operasional dan administrasi kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah; e. Membina dan memotivasi bawahan serta memelihara secara terus menerus kemampuan berprestasi pegawai di kecamatan, dalam rangka peningkatan produktifitas pegawai dan pengembangan karier pegawai; f.
Mendistribusikan dan memberi petunjuk serta arahan kepada Sekretaris Kecamatan dan para Kepala Seksi, dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas, sesuai bidang tugasnya;
g. Memantau, mengendalikan, mengevaluasi, dan menilai pelaksanaan tugas bawahan; h. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; i.
Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum
j.
Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan
k. Mengoordinasikan memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum; l.
Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
m. Mengelola pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan;
110
n. Mengelola pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan; o. Mengelola pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang meliputi
aspek:
perizinan,
rekomendasi,
koordinasi,
pembinaan,
pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan dan keweangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; p. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan; q. Melaksanakan
pembinaan administrasi meliputi urusan ketatausahaan
dan program Kecamatan; r.
Menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas operasional perangkat otonom di kecamatan yang menangani bidang-bidang pekerjaan umum, pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan keluarga berencana, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan;
s. Menyelenggarakan pembinaan dalam bidang pertanahan, industri dan perdagangan, lingkungan hidup, koperasi dan tenaga kerja di wilayah kerjanya; t.
Menyelenggarakan pemerintahan bidang tertentu lainnya, yaitu informasi dan komunikasi, kesejahteraan sosial, penanaman modal, pertambangan, pemukiman, perimbangan keuangan dan penataan ruang;
111
u. Melaksanakan
koordinasi, konsultasi dan komunikasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di wilayah kecamatan, dengan satuan kerja terkait; v. Mengoordinasikan UPT, di wilayah kerjanya; w. Memberikan rekomendasi dalam rangka melaksanakan evaluasi dan penilaian pelaksanaan tugas berupa Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) para Kepala UPT di wilayah kerjanya; x. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan dan kemasyarakatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat; y. Memberikan saran dan bahan pertimbangan kepada Bupati, yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kehidupan kemasyarakatan di wilayah kerjanya, dalam rangka pengambilan keputusan/kebijakan; z. Mengelola penyusunan rencana dan pelaksanaan anggaran kecamatan; aa. Melaporkan secara rutin, baik tertulis maupun lisan kepada Bupati, setiap kegiatan yang dilakukan atau kejadian di wilayah kerjanya; bb. Menyelenggarakan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas/kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di wilayah kerja kecamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan cc. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, dengan tugas dan fungsinya.
112
sesuai
i. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Sebagian
Kewenangan
Pemerintahan
dari
Bupati
Kepada
Camat
menyebutkan bahwa : Pasal 2 (1) Kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati kepada Camat meliputi Urusan Wajib dan Pilihan pada Lingkup Kecamatan. (2) Dalam melaksanakan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang : a. Kesehatan; b. Pendidikan; c. Kelautan dan Perikanan; d. Perhubungan; e. Perindustrian dan Perdagangan; f. Tenaga Kerja dan Transmigrasi; g. Pemerintahan umum dan Pemerintahan desa/Kelurahan; h. Kependudukan dan Catatan Sipil; i. Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; j. Ketentraman dan Ketertiban; k. Sosial; l. Kepegawaian; m. Lingkungan hidup; n. Komunikasi dan Informatika; o. Pendapatan Daerah;
113
p. Pertanahan; q. Perijinan. (3) Dalam melaksanakan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi aspek: a. Perijinan; b. Rekomendasi; c. Koordinasi; d. Pembinaan; e. Pengendalian; f. Fasilitasi; g. Penetapan; h. Penyelenggaraan. (4) Rincian sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dalam peraturan bupati ini.
114
2. Bahan Hukum Sekunder a. Peta Administrasi Kabupaten Cirebon
115
b. Peta Kecamatan Kaliwedi
116
c. Lokasi Penelitian dan Kondisi Geografis Kecamatan kaliwedi 1.1 Geografi Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak dibagian timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Propinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak dijalur pantura.Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak disepanjang pantai utara Pulau Jawa, yaitu Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan. Sedangkan sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi. 1.2 Batas Wilayah Berdasarklan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108o40’ – 108o48’ Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh: -
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu
-
Sebelah barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan
-
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)
117
1.3 Topografi Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 – 10 m dari permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11 – 130 m dari permukaan laut. 1.4 Iklim Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon diipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan. 1.5 Hidrografi Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai – sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik, dan Kalijaga. Pada umumnya, sungai – sungai besar tersebut dipergunakan untuk pengairan pesawahan di samping untuk keperluan mandi, cuci, dan sebagai kakus umum. 1.6 Letak dan keadaan geografis Lokasi
:108°40’-108°48’ BT6° 30’-7° 00’LS
Luas ( daerah administrasi )
:990,36 Km2
Ketinggian ( dari permukaan laut )
:0 – 130 m
Jarak Terjauh
: Barat-Timur : 54 Km
118
Utara – Selatan
: 39 Km97
Kecamatan Kaliwedi merupakan satu dari 40 Kecamatan di Kabupaten Cirebon,.Kecamatan Kaliwedi merupakan pintu gerbang Kabupaten Cirebon dari arah Utara. Wilayah Kecamatan Kaliwedi secara geografis memiliki posisi yang strategis, yaitu terletak pada 108º 08´ 38–108º 24´ 02BT dan 7º 10´ – 7º 26´ 32 LS di bagian utara wilayah Kabupaten Cirebon, dan merupakan pintu masuk dari arah Bandung-Jakarta. Kedudukan dan jarak dari ibukota Propinsi Jawa Barat, Bandung, ± 105 km dan dari ibukota negara, Jakarta, ± 255 km melalui Tol Palimanan Kanci.98 Adapun kondisi wilayah Kecamatan Kaliwedi adalah sebagai berikut: Kondisi Geografis : Luas Wilayah
: 2781 Ha
Sawah
: 2296 Ha
Pekarangan
: 485 Ha
Batas Wilayah Sebelah Utara
: Kecamatan Gegesik dan Kabupaten Indramayu
Sebelah Selatan
: Kecamatan Arjawinangun dan Susukan
Sebelah Timur
: Kecamatan Gegesik dan Arjawinangun
Sebelah Barat
: Kecamatan Susukan dan Kabupaten Indramayu
Pembagian Wilayah Administratif Jumlah Desa
: 9 Desa, yaitu :
1. Kelurahan/Desa Guwa Kidul 97
http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/letak-geografis.diakses pada tanggal
6/12/12 98
http://dapil.dprd-cirebonkab.go.id/kecamatan-kaliwedi.diakses pada tanggal 6/12/12
119
2. Kelurahan/Desa Guwa Lor 3. Kelurahan/Desa Kalideres 4. Kelurahan/Desa Prajawinangun Kulon 5. Kelurahan/Desa Prajawinangun Wetan 6. Kelurahan/Desa Ujungsemi 7. Kelurahan/Desa Wargabinangun 8. Kelurahan/Desa Kaliwedi Lor 9. Kelurahan/Desa Kaliwedi Kidul Jumlah Dusun
: 36
Jumlah RW
: 85
Jumlah RT
: 265
Kondisi Demografi
Jumlah penduduk
: 42.817 jiwa
Laki-laki
: 21.076 jiwa
Perempuan
: 21.471 jiwa
Kepala Keluarga
: 13.283 KK
120
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON CAMAT SUGENG DARSONO,S.H.,MM
SEKRETARIS CAMAT ADI SUMARNO, S.E
Kasubag Umum & Pelayanan HUDIA SIFA HASIM
Kasubag Program _
Bendahara SUKARMA
Kelompok
Kasi Pemerintahan HANDI ROHANDI
Kasi Trantib SUNADI
Jabatan Fungsional
Pelaksana MASLURUN Pelaksana DENNY SISWANTO
Pelaksana Trantib MUSJAPA Pelaksana Trantib 1 ISKANDAR,AB
Kasi Ekbang AKSANUDIN
Pelaksana Ekbang ABDUL MUJIB Pelaksana Ekbang _
Kasi Kesra SUMARNO
Kasi Yan Um & Pend H.BUDI HARJO,S.AP
Pelaksana Kesra HARI AJI WIBOWO
Pelaksana Yan Um SRI RORO,PH
Pelaksana Kesra _
Pelaksana Yan Um _ 121
B. Pembahasan Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah (Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) Kewenangan sebagaimana yang telah dibahas di Bab II yaitu Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban.Dalam kaitanya dengan otonomi daerah , hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni horizontal
dan
vertikal.
Secara
horizontal
berarti
kekuasaan
untuk
menyelenggarakan pemerintahan mestinya dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.99 Kita perlu membedakan antara kewenangan (authority,gezag) dan wewenang (competence,bevoegdheid),walaupun dalam praktik pembedaanya tidak selalu dirasakan perlu.”Kewenangan” adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undangundang) atau dari Kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan (yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu
99
Muhammad Fauzan, Op Cit.hlm 79-80
122
onderdil tertentu saja.”Kewenangan” di bidang kehakiman atau kekuasaan mengadili sebaiknya kita sebut kompetensi atau yurisdiksi saja. Di
dalam
kewenangan
tedapat
wewenang-wewenang
(rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri,sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Menteri (delegasi wewenang) 100 Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut sebagai Camat. Pemerintahan Kecamatan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundanng-undangan yang berlaku maka dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di lingkungan Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, perarutan pemerintah No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980 sebagaimana diganti dengan Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil, Peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon, Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat, Peraturan Bupati No.73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi, dan Tata kerja Kecamatan.
100
Prajudi Atmosudirjo,Op Cit,hlm.78
123
Seperti yang sudah dibahas dalam Bab II bahwa Penegakan ialah proses, cara, perbuatan menegakan101. Dalam hal ini penegakan dikaitkan dengan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara102.Pembahasan terhadap kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon tidak terlepas dari teori Hukum Administrasi Negara yang mana hukum administrasi Negara ini adalah berkaitan dengan jabatan publik yakni tentang Pegawai Negeri Sipil yang dipelajari dalam hukum Kepegawaian.Hukum Kepegawaian adalah bagian dari hukum administrasi Negara yang berkaitan dengan subyek hukum (Persoon) dalam hukum administrasi Negara yang dalam status kepegawaian mereka memiliki hubungan dinas publik. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah,atau dipekerjakan diluar instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.103 Kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendasarkan kepada pasal 126 ayat 101
http://www.artikata.com/arti-380786-penegakan.html.diakses pada tanggal 25/01/2013 http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/ diakses pada tanggal 25/01/2013 102
103
Sri hartini, dkk.Op Cit.hlm.37
124
(2) Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan seperti yang tercantum dalam ayat (3) meliputi: a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; e.
Mengkoordinasikan
penyelenggaraan
kegiatan
pemerintahan
ditingkat
kecamatan; f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g.Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Dalam
Undang-undang Nomor 32
kewenangan
Tahun 2004
Camat mempunyai
yang dinyatakan dalam pasal 126 ayat (2) bahwa: “kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah” Ini berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh Camat merupakan kewenangan yang
dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Selain dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yang disebutkan dalam pasal 14 ayat (1) dan (2) yaitu: :(1) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai
125
pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat.(2) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah Kewenangan Camat juga diatur dalam peraturan pemerintah No.19 tahun 2008 tentang kecamatan dalam pasal 15 ayat (2), Peraturan daerah kabupaten Cirebon Nomor 7 tahun 2008 tentang Organisasi Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Cirebon yaitu pada pasal 3 ayat (1), Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada Camat yaitu pada pasal 2. H.D.van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut: - Atrributie:toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan eenbestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan); - Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya); - Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een
ander
(mandate
terjadi
ketika
organ
pemerintahan
mengizinkan
kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya) 104 Delegasi sendiri adalah suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Ada alasan mengapa diperlukan pendelegasian, yaitu :
104
Ridwan HR.Ibid.hlm.104-105.
126
1.Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka menangani setiap tugas sendiri. 2.Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien. 3.Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih diprioritaskan. 4.Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat pembelajaran dari kesalahan. 5.Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam pembuatan keputusan.105 Sebagai seorang pemimpin yang mengepalai kecamatan maka Camat dalam hal memimpin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendasarkan kepada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang mana peraturan tersebut terkandung suatu kedudukan bahwa PNS adalah sebagai aparatur Negara seperti pada pasal 3 ayat (1) dan (2). Kewajiban PNS juga tercantum dalam pasal 4, selain itu tentang kode etik PNS dan peraturan disiplin PNS terdapat dalam pasal 26. Dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon Camat sebagai seorang kepala yang memimpin kecamatan maka Camat mendasarkan pada Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai acuan peraturan apabila ada pegawai kecamatan yang melakukan pelanggaran baik ringan, sedang ataupun berat. Didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Camat dibantu oleh suatu susunan organisasi kecamatan yang diatur dalam Peraturan Bupati Cirebon No 73 105
http://www.scribd.com/doc/38589172/Pengertian-Delegasi.diakses pada tanggal
19/12/12
127
Tahun 2008 Tentang tugas, Fungsi dan Tata kerja kecamatan di kabupaten Cirebon, yaitu: 1. Sekretariat Kecamatan; 2. Sub bagiaan Umum; 3. Sub bagian Program; 4. Seksi Pemerintahan; 5. Seksi Ketertiban dan Ketentraman; 6. Seksi Ekonomi dan Pembangunan; 7. Seksi Kesejahteraan Rakyat; 8. Seksi Pendapatan dan Pelayanan Umum. Ada beberapa contoh pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon seperti terlambat hadir dan mangkir. Hukuman yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan Pelanggaran tersebut berupa hukuman ringan yakni memberikan sanksi berupa teguran lisan dan tidak tertulis karena teguran tertulis adalah kewenangan dari BKPPD (Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah). Kewenangan Camat dalam hal pelanggaran disiplin sedang dan berat tidak bisa ditindak oleh Camat sendiri melainkan Camat sifatnya hanya mengusulkan kepada BKPPD apabila menemui pelanggaran tersebut. Mengenai ukuran Disiplin PNS Daerah di Kecamatan Kaliwedi tersebut adalah berupa daftar hadir (Presensi) yang belum ada databasenya, sedangkan dilingkungan kecamatan kaliwedi belum ditemui pelanggaran sedang dan berat dari tanggal 23 Desember 2011-23 Desember 2012
128
(satu tahun) seperti yang dikemukakan oleh Adi Sumarno.,S.E selaku Sekretaris Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon. Didalam peraturan Bupati Cirebon No.18 Tahun 2010 memang disebutkan bahwa sebagian pelimpahan salah satunya adalah kepegawaian tetapi itu hanya bersifat mengusulkan semata karena sesuai dengan bunyi Undang-undang Pokokpokok Kepegawaian pasal 1 angka 2 bahwa pejabat yang berwenang adalah yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri yang ditegaskan pula dalam PP.No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal ini Camat seperti yang tercantum dalam PP.No.19 Tahun 2008 tentang kecamatan pasal 14 ayat (1) bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh Camat yang ditindaklanjuti oleh Perda Kabupaten Cirebon No.7 Tahun 2008 tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon yang mana camat berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Ini berarti dalam Undang-undang maupun perda yang telah disebutkan bahwa kewenangan camat merupakan pelimpahan dari Bupati/Walikota khususnya dalam Kepegawaian.
129
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Kewenangan Camat
dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah
terdapat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 126 ayat (2), Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 pasal 15 ayat (2), Perda Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2008, Peraturan Bupati Cirebon Nomor 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja Kecamatan, Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 pasal 2 . Kewenangan Camat Kaliwedi dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Cirebon hanya berupa hukuman disiplin ringan dan jenis hukumannya adalah teguran lisan sedangkan jenis hukuman lainnya adalah kewenangan Bupati Cirebon. Dalam hal ini bahwa kewenangan Camat Kaliwedi dalam Penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan kewenangan Delegatif.
130
B. Saran 1. Seharusnya Kewenangan Camat kaliwedi dalam Penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah tidak hanya teguran lisan. 2. Kecamatan Kaliwedi seyogyanya mempunyai database yang memuat pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran disiplin agar memudahkan dalam birokrasi kepegawaian daerah.
131
DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Atmosudirjo,Prajudi,1994,Hukum Administrasi Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta. Busroh,Abu daud,1983,Asas-Asas Hukum Tata Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta. Muhammad Fauzan,2006,Hukum Pemerintahan Daerah Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah,UII Press.
Kajian
tentang
E.Utrecht,1960,Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,Fak.Hukum dan PM Unpad,Bandung E Utrecht/Moh.Saleh Djindang,Pengantar Hukum Indonesia,1990,PT Ichtiar Baru,anggota IKAPI,Jakarta
Administrasi
Negara
Hartini,Sri,dkk,2008,Hukum Kepegawaian Di Indonesia,Sinar Grafika,Jakarta. Hartono Hadisoeprapto,1993, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, H.Nainggolan,1987,Pembinaan Pegawai Negeri Sipil,Institut Jakarta,Jakarta. Jatmika,Sidik,2001,Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional,Bigraf Publishing,Yogyakarta. Ibrahim,Johnny 2008, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang : Banyumedia. Marbun,SF,M.Mahfud MD,2000,Pokok-pokok Negara,Liberty,Yogyakarta.
Hukum
Administrasi
Marsono,Sastra Djatmika,1982,Hukum Indonesia,Djambatan,Jakarta.
Kepegawaian
di
M.Natasaputra,1988,Hukum Administrasi Negara,Rajawali Pers,Jakarta. Moh.Mahfud MD, 1988, Hukum Kepegawaian Indonesia,,Liberty, Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,Jakarta:Kencana,2009 M. Hadjon,Philipus dkk, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ridwan HR,2007.Hukum Administrasi Negara ,PT Raja Grafindo,Jakarta.
132
Soemitro, Ronny Hanitijo 1988, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia. R. Soeroso, 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,Jakarta. Soehino, 1984,Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan,Liberty,Yogyakarta. Sondang P.Siagian,1986,Filsafat Administrasi,Gunung Agung,Jakarta. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta. Thoha,Miftah,2005,Dimensi-dimensi Prima Negara,PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta.
Ilmu
Administrasi
Widjaja,HAW,2005,Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta. B.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang pemerintahan daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemerintahan daerah Lembaran Negara Republik Indonea Tahun 1999 Nomor 60 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Tahun 74 Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon
133
Peraturan Bupati No. 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja kecamatan. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada camat C. Sumber Lain-Lain. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan kedua, Balai Pustaka,Jakarta Internet http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dantanggung-jawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013 http://www.scribd.com/doc/43230805/Teori-Kewenangan.diakses pada tanggal 25/11/12 http://www.scribd.com/doc/38589172/Pengertian-Delegasi diakses pada tanggal 6/12/12 http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/letak-geografis tanggal 6/12/12 http://dapil.dprd-cirebonkab.go.id/kecamatan-kaliwedi.diakses 6/12/12
diakses pada
pada tanggal
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.Sunarso,M.Si./BukuPSP Daerah.pdf.diakses pada tanggal 15/1/2013 http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/05/pengertian-pemerintah-danpemerintahan.html.diakses pada tanggal 25/1/2013 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33097/3/ChapterII.pdf.diakses pada tanggal 25/1/2013 http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/ diakses pada tanggal 25/1/2013
134
Skripsi. Linda diniah A’diniah,Peranan camat purwokerto selatan dalam penerbitan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dikabupaten banyumas,skripsi,Kementerian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2009 Nico Utama Handoko,Pengangkatan guru honorer menjadi calon PNS berdasarkan PP 56 tahun 2012 di Kabupaten Indramayu,skripsi,Kementrian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2012
135