Pengalihan Pegawai Negeri Sipil Pusat Menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah
Prijono Tjiptoherijanto *)
I.
Pendahuluan
Sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pelaksanaan otonomi daerah bagi daerah-daerah selain Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya, sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Dalam rangka pelaksanaan otonomi dimaksud, dalam TAP MPR tersebut diamanatkan bahwa: “seluruh peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari kedua undang-undang tersebut agar diterbitkan selambat-lambatnya akhir Desember 2000.” Selanjutnya disebutkan pula bahwa: “Daerah yang sanggup melaksanakan otonomi secara penuh dapat segera memulai pelaksanaannya terhitung 1 Januari 2001 yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.” Sedangkan daerah yang belum mempunyai kesanggupan melaksanakan otonomi secara penuh direkomendasikan: “… memulai pelaksanaannya secara bertahap sesuai kemampuan yang dimilikinya.” Dalam TAP yang sama disebutkan pula agar masing-masing daerah menyusun rencana induk pelaksanaan otonomi daerah yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan antara lain: tahap-tahap pelaksanaan, keterbatasan kelembagaan, kapasitas dan prasarana, serta sistem manajemen anggaran dan manajemen publik, termasuk tentunya di bidang kepegawaian. Dalam TAP tersebut direkomendasikan pula agar dibentuk tim koordinasi antarinstansi pada masing-masing daerah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, memfungsikan lembaga pemerintah maupun non pemerintah guna memperlancar penyelenggaraan otonomi. Pelaksanaan kedua undang-undang tersebut di atas, terutama UU Nomor 22 Tahun 1999 akan membawa implikasi terhadap kewenangan dan organisasi departemen/lembaga pemerintah non departemen di daerah. Kewenangan yang sebelum berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kewenangan departemen/lembaga dan didelegasikan kepada instansi vertikal departemen/lembaga, setelah berlakunya UU tersebut akan menjadi kewenangan pemerintah daerah dan dilaksanakan oleh instansi daerah, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter dan fiskal, peradilan, agama, serta kewenangan bidang lain sebagaimnana diatur dalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Pengalihan kewenangan Pemerintah kepada Daerah tersebut membawa konsekuensi perlunya melakukan penataan kembali organisasi departemen/lembaga serta *)
Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto adalah Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Guru Besar Madya Tetap Ekonomi Sumber Daya Manusia pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pokok-pokok pikiran dalam tulisan ini pernah disampaikan sebagai Bahan Kuliah Latihan Keuangan Daerah Angkatan XXXVIII diselenggarakan oleh LPEM-FE UI bekerjasama dengan Departemen Keuangan pada tanggal 21 Agustus s.d. 20 Oktober 2000-red.
pengalihan personil, perlengkapan, pembiayaan dan dokumen dari Pemerintah kepada Daerah. Sejalan dengan rekomendasi MPR tersebut di atas, Pemerintah sesuai dengan bunyi Memorandum of Economic and Financial Policy (MEFP)/Letter of Intent tanggal 31 Juli 2000 dan sebagaimana disampaikan dalam Pidato Presiden di DPR pada tanggal 16 Agustus 2000, bertekad untuk melaksanakan secara penuh desentralisasi mulai tahun 2001. Pelaksanaan tekad pemerintah tersebut telah diawali dengan perubahan departemen pemerintahan dalam kabinet yang ditetapkan berdasarkan Keppres Nomor 234/M Tahun 2000 yang kelihatannya telah cukup mempertimbangkan perubahan kewenangan dan tugas pemerintah di era desentralisasi. Untuk menindaklanjuti langkah awal tersebut, penataan kembali kewenangan, tugas dan organisasi departemen/lembaga dan pengalihan personil, perlengkapan kepada pemerintah daerah perlu segera diselesaikan sesuai agenda yang telah disusun pemerintah sejalan dengan rekomendasi MPR dan ketentuan dalam UU, terutama UU yang terkait dengan desentralisasi dimaksud yaitu UU Nomor 22 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 serta UU yang mengatur prinsip-prinsip manajemen kepegawaian secara nasional sesuai dengan azas desentralisasi dalam negara kesatuan, yaitu UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. II.
Penataan Kewenangan dan Kelembagaan
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 UU Nomor 22 Tahun 1999 telah diterbitkan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dengan terbitnya PP tersebut menjadi lebih jelas kewenangan yang dimiliki pemerintah dan kewenangan yang telah ditetapkan dalam PP tersebut, perlu segera diterbitkan Keppres yang masing-masing menetapkan kembali wewenang departemen/lembaga, menteri negara dan menteri muda dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Keppres tersebut, masingmasing pimpinan departemen/lembaga, terutama yang mengalami perubahan organisasi yang cukup besar misalnya akibat penggabungan dengan departemen lain, segera menetapkan kembali organisasi dan tata kerja di lingkungan departemen/lembaga yang bersangkutan dan mengusulkan/menetapkan pejabat yang akan menduduki jabatan-jabatan pada departemen dimaksud. Mengingat bahwa sebagian besar kewenangan pemerintah akan dialihkan kepada daerah, maka kecuali departemen/lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain, kecil kemungkinan suatu departemen/lembaga dapat mempunyai instansi vertikal di daerah. Dengan demikian departemen yang dapat dipastikan masih akan mempunyai instansi vertikal di ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota hanyalah Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, Departemen Keuangan dan Pembinaan BUMN serta Departemen Agama. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan, berdasarkan pertimbangan efisiensi penyelenggaraan tugas pemerintahan, misalnya karena satu atau beberapa daerah belum dapat melaksanakan wewenangnya, masih diperlukan keberadaan Unit Pengelola Teknis (UPT) departemen/lembaga di satu atau beberapa daerah. Oleh karena itu sangat penting segera diterbitkan Keppres yang mengatur keberadaan instansi vertikal departemen/lembaga, terutama kriteria suatu departemen/lembaga dapat mempunyai UPT di daerah, agar terjadinya duplikasi dalam pelaksanaan suatu kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang tentunya bertentangan dengan tujuan pelaksanaan otonomi daerah sedapat mungkin dihindarkan.
III.
Pengalihan Personil
Beralihnya tugas instansi vertikal departemen/lembaga kepada daerah mengakibatkan di satu pihak pemerintah kelebihan pegawai di daerah dan di pihak lain daerah memerlukan tambahan pegawai untuk mengerjakan pekerjaan yang semula dikerjakan oleh instansi vertikal departemen/lembaga. Oleh karena itu perlu dilakukan pengalihan personil yang semula bekerja pada instansi vertikal departemen/lembaga kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Namun pengalihan tersebut baru dapat dilakukan apabila telah jelas bahwa departemen/lembaga yang bersangkutan tidak lagi mempunyai instansi vertikal berupa kantor regional/kantor wilayah/kantor departemen/UPT di daerah sebagai pelaksanaan desentralisasi. Dengan asumsi bahwa hanya empat departemen yang akan memiliki instansi vertikal di daerah, maka dari total sekitar 3,9 juta orang pegawai negeri sipil (PNS) sekarang, PNS pusat yang akan dialihkan menjadi PNS daerah provinsi/kabupaten/kota diperkirakan akan berjumlah sekitar 2,6 juta orang. Mengingat bahwa pada saat ini PNS daerah berjumlah sekitar 0,7 juta orang, setelah pengalihan jumlah PNS daerah akan menjadi sekitar 3,2 juta orang (termasuk tenaga kependidikan yang selama ini telah diperbantukan di daerah dan instansi lain sekitar 1,7 juta orang) akan berkurang menjadi sekitar 0,6 juta orang. Pengalihan PNS pusat kepada daerah akan membawa kensekuensi pula pada pengalihan tugas pembinaan pegawai tersebut kepada pemerintah daerah, termasuk menyangkut kesejahteraan pegawai. Pengalihan pegawai ini seyogianya tidak akan menimbulkan permasalahan, mengingat bahwa bersamaan dengan pengalihan personil tersebut dialihkan pula sepenuhnya kepada pemerintah daerah kewenangan untuk mengelola dana yang diperlukan untuk membiayai Belanja Pegawai Daerah dan selama ini diberikan dalam bentuk Subsidi Daerah Otonom. Dengan pelaksanaan desentralisasi, dana tersebut diberikan berupa Dana Alokasi Umum yang jumlahnya secara relatif semestinya akan lebih besar dari dana Subsidi Daerah Otonom yang diberikan dalam anggaran tahun sebelumnya. Namun demikian perlu menjadi perhatian daerah, mengingat bahwa Dana Alokasi Umum bukan hanya untuk membiayai belanja pegawai, sejak dini setiap pemerintah daerah seyogianya mulai memikirkan efisiensi dalam penggunaan dana yang bersangkutan. Tidaklah bijaksana misalnya apabila pada tahun-tahun pertama setelah pelaksanaan desentralisasi secara penuh, daerah melakukan penerimaan pegawai baru, mengingat telah ada tambahan pegawai yang cukup besar, yaitu PNS pusat yang dialihkan kepada daerah, serta mengingat pula bahwa pembiayaan pensiun pegawai baru tersebut nantinya akan menjadi tanggung jawab daerah. Oleh karena itu prioritas utama seyogianya adalah penataan kelembagaan dan penempatan kembali para pegawai yang dialihkan pada jabatan yang tepat. Dalam rangka penyesuaian dengan tugas baru pada instansi daerah yang bersangkutan serta untuk pengembangan karir pegawai yang dialihkan, di waktu dekat penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai bagi para pegawai dimaksud juga kiranya perlu mendapat perhatian daerah. IV.
Tahapan Kegiatan Pengalihan
Kegiatan pengalihan PNS pusat menjadi PNS daerah terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut: A.
Persiapan Pengalihan Pegawai
Persiapan pengalihan pegawai meliputi pembentukan Tim Pengalihan, penyusunan rencana kerja dan anggaran pengalihan, pembuatan, pemasangan dan pelatihan program aplikasi yang diperlukan untuk memproses data pegawai yang dialihkan, penyusunan dan penetapan pembagian tugas dan prosedur kerja Tim Pengalihan, penyiapan dan penetapan
format surat-surat keputusan yang berkaitan dengan pengalihan, penyiapan berbagai sarana lainnya yang diperlukan dan koordinasi dengan instansi terkait. Salah satu masalah yang cukup menghambat dalam persiapan pengalihan pegawai ini adalah belum terbitnya Keputusan Presiden tentang Pelaksanaan Pengalihan Pegawai itu sendiri yang akan menjadi dasar bagi Kepala BKN untuk menerbitkan SK Pengalihan Jenis Kepegawaian PNS pusat menjadi PNS daerah dan penyediaan dana untuk membiayai kegiatan pengalihan tersebut. Keppres tersebut sangat diharapkan dapat segera diterbitkan agar proses pelaksanaan pengalihan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan tidak mengalami hambatan. B.
Inventarisasi/Pendataan Pegawai yang Dialihkan
Data pegawai yang akan dialihkan perlu diinventarisir secara lengkap dan akurat sesuai dengan kebutuhan pemrosesan data dan penerbitan SK Pengalihan serta untuk mengupayakan ketertiban administrasi kepegawaian di masa yang akan datang, yang sangat penting khususnya bagi pegawai yang dialihkan. Pada saat ini inventarisasi/pendataan tersebut belum selesai. Sebenarnya untuk sebagian besar departemen, inventarisasi ini tidak sulit dilakukan, mengingat bahwa jumlah elemen data pegawai yang diminta kepada kantor/satuan kerja departemen/lembaga relatif sedikit (12 elemen data). Namun, khususnya bagi departemen yang mempunyai pegawai yang sangat banyak dan tersebar sampai ke ibukota kecamatan, yaitu Departemen Pendidikan Nasional, penyelesaian pendataan ini memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk mengurangi kesalahan dalam pengisian formulir yang telah disampaikan kepada departemen/lembaga yang akan menyulitkan dalam pengolahan data nantinya serta untuk mempercepat proses pendataan, khususnya pada lokasi-lokasi tertentu yang bermasalah perlu dilakukan sosialisasi dan pencocokan data. Data tersebut dikirimkan oleh instansi departemen/lembaga/pemerintah daerah kepada Kantor Pusat Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan tembusannya disampaikan kepada kantor regional BKN. C.
Pemrosesan Data Pegawai yang Dialihkan
Data pegawai yang telah diterima selanjutnya akan direkam dengan menggunakan Program Aplikasi yang telah disiapkan oleh petugas pada Kantor Pusat atau Kantor Regional BKN. Mengingat bahwa pada saat ini data tersebut secara berangsur-angsur telah diterima di Kantor Pusat dan Kantor-kantor Regional BKN, direncanakan bahwa data tersebut akan segera diproses setelah pemasangan Program Aplikasi dan Pelatihan Operator Komputer BKN selesai dilakukan pada minggu iv September 2000. Apabila semua data pegawai yang akan dialihkan dapat diterima secepatnya serta sarana yang diperlukan dapat tersedia pada waktunya, termasuk tambahan sarana komputer yang dibutuhkan, diperkirakan pemrosesan data pengalihan tersebut akan dapat diselesaikan sebelum akhir Desember 2000. Oleh karena itu koordinasi dengan berbagai pihak terkait akan sangat menentukan dalam keberhasilan penyelesaian pemrosesan data tersebut tepat waktu. Dalam pemrosesan data tersebut pekerjaan pokok selain melakukan coding dan perekaman data adalah melakukan validasi data hasil rekaman dengan data base yang ada di BKN. D.
Penerbitan SK Pengalihan
Setelah data pegawai selesai divalidasi, dapat dilakukan penerbitan SK pengalihan jenis pegawai yang bersangkutan. Sebagaimana seperti yang dilakukan dalam pengalihan
pegawai 6 departemen yang dilikuidasi/berubah status, akan diterbitkan SK Kolektif dan Petikan. Selain itu agar tidak terjadi kendala dalam penerbitan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) salah satu tembusan SK akan dikirim kepada kantor bayar (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara disingkat KPKN) lama. Masalah lain yang ditemui dalam pengalihan sebelumnya adalah menyangkut tingkat pendidikan dan tempat lahir pegawai yang terjadi karena perbedaan antara data yang dicetak sesuai dengan Tabel Referensi dan usulan yang disampaikan departemen/lembaga. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam pengalihan yang akan dilaksanakan, dalam SK tidak disebutkan tingkat pendidikan dan tempat lahir, namun tanggal lahir akan tercantum, karena merupakan salah satu elemen data yang sangat penting untuk menjamin validitas data pegawai yang bersangkutan. Pencetakan SK sebanyak sekitar 2,6 juta dalam rangkap 6 secara teknis walaupun jumlahnya sangat besar sebenarnya tidaklah sulit, apabila semua sarana cukup tersedia pada waktunya, terutama kertas dan tinta yang diperlukan. Namun menurut pengalaman dalam pelaksanaan tugas sejenis, seing yang menjadi kendala justru hal-hal yang dianggap sepele tersebut yang antara lain terjadi karena koordinasi yang kurang baik antara sesama anggota tim atau antara tim dengan pihak lain terkait. E.
Penyerahan SK Pengalihan
Penyerahan SK Pengalihan kepada pegawai melalui pemerintah daerah yang bersangkutan direncanakan akan dilakukan bersamaan dengan unsur P3D yang lain, sebagaimana halnya yang telah dilakukan dalam penyerahan P3D dalam rangka pengalihan pegawai 6 departemen/lembaga. Kegiatan ini bersifat seremonial, namun cukup penting karena sekaligus berdampak politis dan yuridis, karena dengan penyerahan tersebut maka resmilah pusat menyerahkan kewenangan dan sekaligus mengalihkan tanggung jawab menyangkut pembinaan dan pengembangan karier pegawai yang bersangkutan kepada daerah, sebagai bukti keseriusan pemerintah untuk merealisir janjinya segera melaksanakan desentralisasi sepenuhnya. Untuk mencegah terjadinya ketidakpastian yang berlarut-larut mengenai nasib pegawai yang dialihkan, dalam penyerahan tersebut perlu diatur agar pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan segera menerima seluruh SK pegawai yang dialihkan ke daerah tersebut, sehingga segera dapat memproses penempatan para pegawai dimaksud pada instansi daerah yang sesuai. F.
Penempatan Pegawai yang Dialihkan
Masalah yang sangat krusial dalam pengalihan PNS pusat menjadi PNS daerah justru dapat terjadi setelah penyerahan pegawai kepada daerah, khususnya berkaitan dengan penempatan pegawai yang bersangkutan pada instansi daerah, sehingga harus benar-benar diwaspadai baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya masalah tersebut, tanggung jawab utama pemerintah adalah untuk segera menerbitkan pedoman penyusunan kembali organisasi pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota yang akan menjadi acuan bagi masing-masing daerah untuk melakukan penyesuaian organisasi sesuai kebutuhan, kekhususan dan kemampuan daerah yang bersangkutan. Agar dapat menampung sebanyak mungkin pejabat dan mantan pejabat yang ada di daerah, daerah seyogianya dapat diberi cukup kelonggaran untuk menentukan banyaknya dinas dan struktur organisasi instanasi daerah, mengingat bahwa dari segi pembiayaan seharusnya tidak ada masalah karena dana alokasi umum yang disediakan, terutama pada awal pelaksanaan desentralisasi, harus diperhitungkan untuk dapat membiayai kebutuhan tersebut. Secara bertahap setelah desentralisasi berjalan, daerah dapat
meninjau kembali organisasi tersebut dengan mengupayakan sedikit mungkin terjadinya permasalahan di bidang kepegawaian sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang berlaku di daerah, baik menyangkut sistem penggajian dan kesejahteraan pegawai pada umumnya, maupun manajemen kepegawaian secara keseluruhan. G.
Penyelesaian Masalah
Masalah kemungkinan tidak terhindarkan akan terjadi setelah pengalihan selesai dilakukan. Oleh karena itu, sejak dini masalah-masalah tersebut perlu diantisipasi agar dapat dipersiapkan upaya pemecahannya apabila hal tersebut benar-benar terjadi nantinya. Masalah tersebut antara lain adanya pegawai yang tidak tertampung dalam organisasi pemerintahan daerah, terutama para mantan pejabat struktural pada instansi vertikal departemen/lembaga, penempatan pada instansi daerah tidak dilakukan secara obyektif, mengandung unsur KKN, menyimpang dari peraturan kepegawaian, dan sebagainya. Kebijakan yang bersifat nasional perlu ditetapkan sebagai acuan bagi daerah dalam menghadapi permasalahan serupa di masing-masing daerah. V.
Penutup
A.
Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pelaksanaan desentralisasi secara penuh mulai tahun 2001 telah menjadi kebijakan pemerintah, sehingga perlu didukung oleh segenap jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah. 2. Pengalihan pegawai merupakan salah satu konsekuensi pelaksanaan desentralisasi, khususnya sebagai akibat penataan kembali organisasi, sehubungan dengan beralihnya sebagian besar tugas pemerintah pusat di daerah kepada pemerintah daerah. 3. Pengalihan pegawai tersebut merupakan tugas besar dan berat, sehingga perlu upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait untuk melaksanakannya sesuai dengan pedoman dan agenda yang telah ditentukan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana. 4. Masalah yang sangat krusial setelah penyerahan pegawai kepada pemerintah daerah adalah penempatan pegawai pada instansi daerah. 5. Perlu kebijakan nasional pemecahan masalah pegawai yang tidak tertampung di instansi darah. B.
Saran Sejalan dengan kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran-saran berikut:
1. Agar segera diterbitkan Keppres yang akan menjadi landasan hukum pelaksanaan pengalihan PNS pusat menjadi PNS daerah. 2. Pemerintah daerah dan instansi vertikal departemen/lembaga perlu meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam pengalihan pegawai untuk dapat segera menyelesaikan pendataan pegawai yang akan dialihkan. 3. Pemerintah daerah perlu segera melakukan penataan organisasi agar lebih sesuai dengan peningkatan tugas dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan untuk dapat menampung lebih banyak pejabat struktural.
Daftar Pustaka Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Pusat dan Daerah. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pembentukan Tim Penataan PNS, Kekayaan Negara dan Peralatan, Keuangan, Dokumentasi dan Arsip pada Departemen/Kantor Menteri Negara/Kantor Menteri Negara Koordinator yang dihapus/digabung /diubah statusnya. Keputusan Presiden Nomor 130 Tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Penataan Kelembagaan Instansi Pemerintah. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 02/KEP/M.PAN/9/2000 tentang Pembentukan Koordinator Pelaksanaan dan Sekretariat Tim Penataaan Kelembagaab Instansi Pemerintah.