Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 99
Kesesuaian Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (P.O) Nuril Badriyah
*)
*) Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan menggunakan rumus Schoorl,dan menganalisa kesesuaian rumus Schoorl terhadap bobot badan sapi Peranakan Ongole muda dengan sapi Peranakan Ongole dewasa. Penelitian ini diambil sebagai pengetahuan untuk mengukur kesesuaian bobot badan sapi Peranakan Ongole yang berada di Kabupaten Lamongan, dengan perhitungan menggunakan rumus Schoorl. Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) yang terdiri dari 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) muda dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa. Sapi – sapi tersebut diukur lingkar dadanya kemudian dihitung bobot badannya dengan menggunakan rumus schoorl. Hasil dari perhitungan rumus schoorl diuji dengan menggunakan uji kesesuaian chi kuadrat. Hasil perhitungan chi kuadrat untuk sapi muda diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1. Pada sapi dewasa Diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 83,07 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 89,73 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1, yaitu terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa rumus schoorl lebih sesuai jika diterapkan terhadap sapi Perankan Ongole (PO) dewasa dengan bobot badan diatas 300 kg. Karena selisih hasil perhitungan yang paling mendekati adalah hasil perhitungan pada sapi dewasa. KATA KUNCI : Rumus Schoorl, Body Weight, Sapi Peranakan Ongole (PO)
I. PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki banyak bangsa sapi potong lokal diantaranya yaitu sapi Peranakan Ongole (PO).Bangsa sapi PO banyak tersebar luas dan sebagian besar populasinya terdapat pada pulau Jawa terutama Jawa Timur. Sapi PO merupakan bukti keberhasilan pemulihan sapi potong di Indonesia, yang terbentuk pada tahun 1930 melalui persilangan dengan grading up antara sapi Jawa dengan sapi Sumbawa Ongole (SO). Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (Kadarsih, 2003).Peternak biasanya menggunakan bobot badan hidup sapi sebagai keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan harapan atau tidak.Pada bidang pemasaran bobot badan sapi sangat berpengaruh pada penentuan harga. Pertambahan bobot badan pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung Musculus
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 100
serratus ventralis dan Musculus pectoralis yang terdapat didaerah dada, sehingga pada gilirannya ukuran lingkar dada semakin meningkat. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan mengukur panjang badan dan lingkar dada. Terdapat beberapa rumus penduga bobot badan ternak menggunakan lingkar dada yaitu Schoorl, Winter, dan Denmark. Diantara rumus-rumus pendugaan bobot badan tersebut, rumus schoorldiperkirakan sebagai rumus yang paling akurat terhadap bobot badan ternak sebenarnya.Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan kerbau (Gofar, 2000). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengukuran badan ternak yang meliputi panjang badan adalah panjang dari titik bahu ke titik tulang (pin bone) dan lingkar dada diukur pada tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan (Deptan, 2010). Penelitian ini dilakukan oleh peneliti di Kabupaten Lamongan, dikarenakan banyaknya populasi sapi Peranakan Ongol (PO) yang dipelihara oleh peternak di Kabupaten Lamongan. Dalam penelitian yang berjudul Kesesuaian Rumus Schrool Terhadap Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole Di Kabupaten Lamongan ini peneliti bermaksud untuk mengukur nilai kesesuaian bobot badan sapi peranakan ongole dengan menggunakan rumus Schrool, yang diharapkan untukmendapat nilai yang paling mendekati dengan bobot badan sapi sesungguhnya.
II. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama ± 1 bulan yaitu mulai awal bulan Juni 2014 sampai awal Juli 2014 di kandang milik ibu Reni desa Dati, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang terletak di Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Metode Penelitian ini termasuk jenis metode penelitian kuantitatif yang komparatif, karena telah memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Analisis Data Data primer merupakan data utama yang pengambilanya dilakukan secara langsung. Data primer ini diperoleh dari pengukuran terhadap 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa di Rumah Potong Hewan (RPH) Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) muda di kandang milik ibu Reni Desa Dati Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Data sekunder ini dalam rangka pembuktian hipotesis, maka dalam penelitian ini menggunakan analisis Chi-Kuadrat ( 2) untuk masing-masing metode pengukuran. Rumus umum chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
Dimana, Oi : Frekuensi pengamatan ke-i Ei : frekueni yang diharapkan mengikuti hipotesis yang dirumuskan (frekuensi harapan ke-i) P : notasi untuk banyaknya perlakuan yang dicobakan Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 101
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Hasil Pengukuran Lingkar Dada dan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO) Di bawah ini disajikan nilai rata-rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan Ongole Tabel 3. Data rata – rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan ongole (PO) Rata-Rata
No
Nomor Sapi
Umur
1
POM 001 – POM 015
2
POD 001 – POD 015
0–2 Tahun 2–5 Tahun
Kategori
Lingkar Dada
Bobot Badan
Muda
151,87
288,77
Dewasa
172,3
406,9
Sumber : data diolah (2014) Data pengukuran lingkar dada dan bobot badan pada sapi peranakan Ongole di Kabupaten Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) yang digunakan oleh peneliti terdiri dari kategori muda dengan umur 1 – 2 tahun, rata – rata lingkar dada 151,87 kg, rata – rata bobot badan 288,77 kg dan kategori dewasa dengan umur 2 – 4,5 tahun, rata – rata lingkar dada 172,3, rata – rata bobot badan 406,9. Menurut pendapat Cole dan Lowrie (1974) sapi muda terhitung pada waktu lahir sampai umur 2 tahun, karena pada saat itu tulang merupakan komponen karkas yang tumbuh paling besar, kemudian tumbuh lebih lambat dari otot - otot dan pertumbuhannya semakin menurun saat sapi mulai dewasa dengan umur diatas 2 tahun. Menurut (Guntoro, 2002) sapi Peranakan Ongole (PO) mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan pakan lebih baik dan efisien pada pemberian pakan berkualitas. Hasil Analisis Bobot Badan dengan Kesesuaian Rumus Schoorl Tabel 4. Hasil Analisis Bobot Badan Sapi PO dengan kesesuaian Rumus Schoorl. Rata – rata Rata – rata Rata – rata Kategori ternak Lingkar Dada Bobot Badan perhitungan (cm) Nyata (Kg) rumus Schoorl
Kesesuaian BBN dengan PRS (%)
Sapi Muda
151,87
288,77
311
0,93
Sapi Dewasa
172,3
406,9
379,87
1,07
Sumber : data diolah (2014) Keterangan : BBN adalah Bobot Badan Nyata PRS adalah Perhitungan Rumus Schoorl Data perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl pada sapi Peranakan Ongole di Kabupaten Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 - Lampiran 7. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) kategori muda dengan rata – rata lingkar dada 151,87 cm, rata – rata bobot badan 288,77 kg, perhitungan rumus Schoorl 311 kg, kesesuaian rumus Schoorl 0,93% dan kategori muda dengan rata – rata lingkar dada 172,3 cm, rata – rata bobot badan 406,9 kg, perhitungan rumus Schoorl 379,87 kg, kesesuaian rumus
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 102
Schoorl 1,07%, jadi dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rumus Schoorl lebih sesuai jika diterapkan pada sapi dewasa. Hasil Analisis Bobot badan dengan Rumus Schoorl berdasarkan perhitunngan uji ChiKuadrat Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 8 – lampiran 10. Tabel 5 Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat Kategori ternak
Bobot Badan Nyata (kg)
Perhitungan rumus Schoorl (kg)
Hasil Uji ChiKuadrat
Muda
288,77
311,00
85,47
Dewasa
406,90
379,87
83,07
Sumber : data diolah (2014) Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda dapat dilihat pada lampiran 8 menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1. H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO). Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dapat dilihat pada lampiran 9 menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil dari pada X2 sebesar 83,07 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1. H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO). IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai chi kuadrat sapi muda adalah 85,47 dan nilai chi kuadrat sapi dewasa adalah 83,07. Menurut Sudjana (2005), jika nilai x2 (chi kuadrat) semakin kecil dari nilai tabel, maka tingkat kesesuaian semakin tinggi. Dalam penelitian ini hasil perhitungan bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan menggunakan rumus Schoorl lebih mendekati dengan hasil perhitungan bobot badan sebenarnya jika dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dengan bobot diatas 300 kg, sedangkan jika dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda atau sapi Peranakan Ongole (PO) dengan bobot dibawah 300 kg, hasilnya kurang sesuai. REFERENSI Achmadi. 2000. Natural Increase Sapi Potong di Wilayah Jawa Tengah Bagian .Timur.Skripsi . Fakultas Petemakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Akbar, M., 2008.Pendugaan Bobot Badan Sapi Persilangan Limousin Berdasarkan Panjang Badan dan Lingkar Dada.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang. Anonim, 2011. Pola Pertumbuhan Jaringan Tulang Sapi. Peternakan-id.blogspot.com
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 103
Astuti, Maria. 2004. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Jurnal Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Blakely, J dan David H.D. 1994. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Direktorat Jendral Peternakan, 2010. Petunjuk Praktik Pengukuran Sapi Potong. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Hardjosubroto, W., S. P. Atmodjo dan H. Mulyadi. 1981. Baseline data of Native Cattle (Grade Ongole Cattle) in Special District of Yogyakarta. UGM.Rockefeller Foundation.Yogyakarta. Hidayat, N. 2003.Estimasi Natural Increase Sapi Potong Di Wilayah Kabupaten Majalengka Jawa Barat.Skripsi.Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Jaelani achmad, syarif djaya, Muh dan Yanti Mahliyana. 2013. Komparasi Pendugaan Berat Badan Sapi Bali Jantan Dengan Metode Winter, school, dan Penggunaan Pita Ukur Dalton. Jurnal Universitas Islam Kalimantan. Kadarsih, S. 2003. Peranan Ukuran Tubuh Terhadap Badan Sapi Bali di Propinsi Bengkulu. J. Penelitan UNIB. 9 (1): 45-48. Marajo, S.D.T. 1989 . Produktivita S Ternak Sapi Potong Di Daerah Istimewa Yogyakarta .Tesis. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Murtidjo, B.A.1993. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta. Pane, I. 1990.Upaya Peningkatan mutu genetik sapi Bali di Mali.Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, Bali . Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Press. Jakarta. Pond, W.G., D.C. Chruch, K.R. Pond, and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. John Wiley and Sons, Inc. New York. Purnomoadi, Agung. 2003. Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Universitas Diponegoro, Semarang. Santoso, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi. Cetakan Keempat. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S. B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetak kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Sudjana 2005. Metoda Statistika Edisi 6. Tarsito, Bandung. Sugeng, B. Y. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugiyono.2013. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Supriyono. 1998. Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Supriyana, U. 2005. Pengaruh pemberian kualitas konsentrat yang berbeda terhadap kinerja produksi sapi Peranakan Ongole jantan.Tesis. Pascasarjana Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Thalib, C. dan A. R. Siregar. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pedet PO dan Crossbreednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Proc. Sem. Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 1 : 200 – 2007. Williamson, G dan W. J. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis, Cetakan Pertama, Diterjemahkan SGN. Djiwa Darmadja.Gajah Mada Universicity Press, Yogyakarta. Yusuf, M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh Dengan Bobot Badan Sapi Bali di Daerah Bima NTB.Skripsi. Skripsi Fakultas Peternakan Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 104
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 105
Pemberian Probiotik Dengan Carrier Zeolit Pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Faisol Mas„ud Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Penelitian tentang pemberian probiotik dengan carrier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo ( Clarias gariepinus) telah dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambah probiotik dengan carrier zeolit terhadap kodisi kualitas air dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Benih yang digunakan adalah benih ikan lele dumbo dengan ukuran 7-9 cm dan berat 8,13 gram/ekor. Benih ikan lele dumbo berasal dari kolam BBI Karanggeneng. Wadah pembesaran berupa kolam beton ukuran 2x1x0,5 meter, dan setiap kolam diisi dengan 600 L air tawar. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian probiotik dengan carrier zeolit dengan jumlah yang berbeda yaitu dosis 2,5 mg/L; 5 mg/L; 7,5 mg/L; serta ditambah dengan satu perlakuan kontrol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing -masing perlakuan di ulang sebanyak 4 kali ulangan. Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi amonia (0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi yaitu 82% dan 85%. Kata kunci : Benih ikan lele dumbo, probiotik, Kualitas air, Kelangsungan hidup, pertumbuhan I.PENDAHULUAN Ikan lele masuk ke Indonesia pada tahun 1985, usaha pengembangan ikan lele di Indonesia semakin meningkat. Ikan lele dijadikan komoditas yang diunggulkan karena membutuhkan lahan yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mudah diterapkan masyarakat, dan pemasarannya relatif murah (Hutagalung, 2007) . Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun ini mengalami peningkatan karena permintaan konsumen semakin meningkat. Hal ini yang mendorong pembudidaya untuk memproduksi ikan lele sampai ukuran konsumsi. Untuk meningkatkan produksi biasanya pembudidaya melakukan budidaya ikan lele dalam lahan yang terbatas dengan padat tebar tinggi, sehingga diharapkan produksi ikan lele yang dihasilkan akan banyak dan memenuhi permintaan konsumen (Suyanto, 2001). Pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar yang tinggi dan manajemen pakan yang kurang baik akan membuat kondisi air di kolam akan buruk, karena terjadi penumpukan bahan-bahan organik yang bersifat toksik bagi ikan lele. Dampak dari toksik akan menimbulkan gejala stress, menurunnya nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan menimbulkan kematian ikan lele, oleh karena itu perlu adanya pengelolaan kualitas air. Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur (Mulyanto, 1992). Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan baik secara fisik maupun kimia, tetapi biaya yang diperlukan untuk menggunakan cara ini masih cukup besar dan terkadang tidak ramah lingkungan (Susanto, 1987 dalam Malau, 2003). Oleh karena itu maka pada media pemeliharaan digunakan teknik bioremediasi yaitu memanfaatkan bakteri probiotik dengan carier zeolit pada media pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Zeolit merupakan suatu kelompok mineral alumunium silika yang berstruktur tiga dimensi Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 106
yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ionion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Jumlah zeolit di Indonesia sangat berlimpah dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Zeolit dalam perikanan dapat digunakan dalam membersihkan air kolam ikan dan dapat mengurangi kadar nitrogen pada kolam ikan (Sujarwadi, 1997). Pemberian probiotik carier zeolit merupakan salah satu usaha kegiatan melalui pemeliharaan bertujuan untuk memperbaiki serta mempertahankan kualitas air yaitu dengan cara mengoksidasi senyawa organik. Senyawa ini berasal dari sisa pakan, feces, plankton dan organisme yang mati. Selain itu dapat menurunkan senyawa metabolit beracun (ammonia dan nitrit), mempercepat pembentukan dan kestabilan plankton, menurunkan pertumbuhan bakteri yang merugikan, penyedia pakan alami dalam bentuk flok bakteri dan menumbuhkan bakteri pengurai (Moriarty, 1998 dalam Febriani, 2008). Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah bagaimana peranan bakteri probiotik dengan carier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberian probiotik dengan carier zeolit yang dapat meningkatkan produktivitas hasil pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kegunaan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama pembudidaya mengenai peranan bakteri probiotik dengan carier zeolit dalam meningkatkan produksi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kerangka pemikiran Menurut Suyanto (2007), ikan lele dumbo dalam kondisi normal dapat mencapai ukuran 250 gram/ekor jika dipelihara selama 100 hari. Dalam budidaya hal yang harus diperhatikan dalam usaha pembesaran ikan lele dumbo sampai pada ukuran konsumsi adalah kondisi kualitas air. Pada pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan secara berlebih akan menghasilkan limbah bahan organik dalam jumlah banyak, kemudian akan mengalami pembusukan dan menghasilkan ammonia yang bersifat racun sehingga air tercemar (Murtiati et al., 2004). Secara teknis upaya untuk memperbaiki kualitas air dilakukan dengan cara penyiponan atau pergantian air secara berkala. Metode ini ternyata masih menimbulkan resiko kematian ikan yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan ikan mengalami stress sehingga nafsu makan ikan menurun selain itu metode ini juga memerlukan waktu cukup lama serta tenaga dan biaya yang cukup besar (Susanto, 1987 dalam Taufik et al., 2005). Salah satu cara alternatif untuk dapat mempertahankan kualitas media pemeliharaan secara efektif dan efisien adalah dengan menggunakan metode bioremidiasi yaitu penambahan bakteri probiotik dengan carier zeolit pada pembesaran benih lele dumbo (Clarias gariepinus). Menurut Ali (2000), penggunaan probiotik ke dalam air pemeliharaan ikan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap kesehatan ikan karena probiotik tersebut akan mengubah komposisi bakteri di dalam air dan sedimen sehingga dapat memperbaiki beberapa parameter kualitas air dan meningkatkan kelangsungan hidup benih ikan. Zeolit adalah bahan yang berbentuk kristal yang berfungsi sebagai penyerap ion NH3 , Fe, Mn, dan air. Adanya zeolit tersebut dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Rif‟an et al., 2003) dan hasil penelitian Vaulina (2002) menyebutkan bahwa penggunaan carier zeolit mampu menyerap logam berat pada limbah perairan seperti Pb, Hg, dan Cd. Rahmadiarti (2009) menunjukkan bahwa pada benih ikan nila dengan kepadatan 5 ekor/L dan bobot Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 107
rata-rata 5 gram/ekor menunjukkan bahwa penggunaan probiotik Epicin Pond Direct dengan dosis 3 mg/L memberikan pengaruh tertinggi dengan 1,92% untuk laju pertumbuhan dan 51,53% untuk efisiensi pemberian pakan. menunjukan bahwa pemberian probiotik Pro Tech dengan dosis 5 mg/L pada post larva udang windu memberikan pengaruh tertinggi pada laju pertumbuhan yaitu sebesar 28,42 % dan konsentrasi ammonia total pada media pemeliharaan adalah 0,025 mg/L. II METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Lamongan yang dilaksanakan mulai bulan Februari – Mei 2014. 1. Kolam Beton ukuran 2x1x0,5 meter sebanyak 16 buah. 2. Termometer mengukur suhu. 3. Aerasi sebagai suplay oksigen. 4. Saringan untuk memindahkan ikan. 5. Teskit merek tetra untuk mengukur amonia. 6. Timbangan digital utuk mengukur bobot ikan. 7. DO meter untuk mengukur oksigen terlarut. 8. pH meter untuk mengukur pH. Bahan Penelitian 1. Ikan lele ukuran 7-9 cm dengan bobot rata-rata 8,13 sebnayak 960 ekor dengan kepadatan 1 ekor/60 L yang berasal dari kolam Ciparanje. 2. Probiotik dengan carrier zeolit bentuk bubuk. 3. Pakan komersial berupa pellet apung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kali perlakuan dan empat kali ulangan sehingga percobaan menjadi 16 unit percobaan, dengan perlakuan yang diberikan sebagai berikut : Perlakuan A = Tanpa menambahkan probiotik (Kontrol) Perlakuan B = Penambahan probiotik sebanyak 2,5 mg/L. Perlakuan C = Penambahan probiotik sebanyak 5 mg/L Perlakuan D = Penambahan probiotik sebanyak 7,5 mg/L Model Rancangan Acak Lengkap yang digunakan adalah sebagai berikut (Gaspersz,1991) Yij = μ + τi + εij
Keterangan Yij = Efektifitas pemberian probiotik pada perlakuan ke satu dan ulangan ke-j µ = Rata-rata sebenarnya τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Kekeliruan berupa pengaruh acak ulangan ke-j yang diberi perlakuan ke-i Pada penelitian ini yang diamati adalah parameter kualitas air dan kelangsungan hidup ikan lele dumbo. Sebelum dilakukan percobaan, ikan uji diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan yang baru selama beberapa hari. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 108
tahap persiapan dan tahap penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Air Air merupakan media hidup organisme akuatik, oleh karena itu kualitas air sangat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan organisme tersebut. Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu ammonia (NH3), derajat keasaman (pH), Oksigen terlarut (DO) dan suhu. Amonia Nilai kisaran amonia yang terukur selama pemeliharaan ikan lele dumbo pada setiap pengamatan berada pada kisaran 0,03-0,029 mg/L (Lampiran 2). Nilai kisaran amonia dari hasil pengamatan ini masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu kurang dari 1 mg/L (Mahyudin, 2008). Selama pemeliharaan ikan lele dumbo, penambahan probiotik ke kolam pemeliharaan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai amonia. Ini terlihat dari hasil pengukuran konsentrasi amonia pada masing-masing kolam pemeliharaan menunjukkan dengan pemberian probiotik sebanyak 2,5 mg/L, 5 mg/L, 7,5 mg/L konsentrasi amonianya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kolam kontrol. Hal ini dimungkinkan karena pada kolam kontrol terjadi penumpukan amonia yang bersumber dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang menumpuk dan tidak terdekomposisi seluruhnya oleh bakteri pengurai. Hasil metabolisme dan sisa pakan ini merupakan bahan organik dengan kandungan protein yang tinggi yang diuraikan menjadi polypeptide, asam-asam amino, dan akhirnya menjadi amonia sebagai produk akhir pada dasar wadah pemeliharaan (Kordi dan Tanjung, 2007). Dengan penambahan probiotik pada kolam pemeliharaan maka akan terjadi penguraian bahan organik di dalam kolam sehingga hasil dari bahan organik yang akan menjadi amonia dapat ditekan konsentrasinya sehingga menunjukan bahwa dengan pemberian probiotik ke kolam pemeliharaan maka konsentrasi amonia akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kolam kontrol Derajat Keasaman (pH) Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata pH selama penelitian berada pada kisaran 7,52- 8,23 (Gambar 7). Nilai kisaran pH hasil pengamatan selama penelitian masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu kisaran 6-9 (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006). Derajat keasaman (pH) paling tinggi terjadi pada sampling ke-8 pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 8,23 dan yang paling rendah terjadi pada sampling ke-8 pada pemberian probiotik 2,5 mg/L. Terjadinya fluktuasi pH selama penelitian untuk setiap perlakuan diduga disebabkan adanya pelepasan dan pengambilan CO2 oleh organisme yang ada dalam kolam sehingga membentuk sistem penyangga. Suhu Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama penelitian pada semua kolam perlakuan tidak 0 menunjukan perbedaan yaitu sekitar 25-26 C (Lampiran 5). Kisaran suhu air ini masih berada dalam 0 kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu berkisar antara 22-32 C (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006). Menurut hasil analisis suhu selama penelitian peningkatan suhu air dapat menyebabkan terjadi peningkatan dekomposisi bahan organik oleh bakteri (Effendi, 2003). Suhu air akan mempengaruhi kerja enzim pada bakteri, yaitu semakin tinggi suhu air maka proses metabolisme bakteri akan semakin meningkat sehingga aktifitas penguraian nitrogen akan semakin cepat. Oksigen Terlarut (DO) Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 109
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan DO dalam air pemeliharaan kisaran oksigen terlarut rata-rata yang terukur selama penelitian pada semua perlakuan berada pada kisaran 5,64 mg/L – 6,70 mg/L (Lampiran 3). Nilai kisaran oksigen terlarut dari hasil pengamatan ini masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu lebih dari 3 mg/L (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006). Hal ini dikarenakan adanya aerasi yang diberikan pada seluruh perlakuan sehingga kandungan oksigen terlarut pada setiap kolam pemeliharaan relatif sama meskipun terdapat fluktuasi yang cukup signifikan Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup dapat digunakan dalam mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan kontrol (tidak diberi probiotik) dan perlakuan dengan penambahan probiotik dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam air pemeliharaan ikan lele dumbo menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 68,33- 85,00 % (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo Perlakuan (mg/L) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) a 68,33 Kontrol b 80,00 2,5 mg/L b 85,00 5 mg/L b 83,33 7,5 mg/L
Hasil penelitian menunjukan bahwa kolam yang tidak diberi probiotik dengan carrier zeolit menghasilkan kelangsungan hidup terendah yaitu 68,33% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pemberian probiotik sebesar 5 mg/L memberikan kelangsungan hidup tertinggi meskipun tidak menunjukan tidak berbeda nyata dengan pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebesar 2,5 mg/L dan 7,5 mg/L (Tabel 2). Laju Pertumbuhan Hasil penelitian menunjukkan pemberian probiotik dengan carrer zeolit yang berbeda dalam air pemeliharaan menghasilkan laju pertumbuhan harian antara 0,05-0,82 % (Lampiran 9). Nilai kelangsungan hidup terendah ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 7,5 mg/L dan nilai kelangsungan yang tertinggi ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 5 mg/L. Berdasarkan analisis statistik perbedaan nilai kelangsungan hidup tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05). Rendahnya laju pertumbuhan pada perlakuan kontrol disebabkan karena pada kolam tidak ditambahkan probiotik, sehingga populasi bakteri yang dapat mengoksidasi bahan organik sedikit. Dengan demikian akan terjadi peningkatan bahan organik pada media dan akan menjadi racun dalam air pemeliharaan. Dampaknya akan memicu timbulnya penyakit dan kurangnya nafsu makan sehingga berakibat pada rendahnya laju pertumbuhan ikan lele dumbo (Taufik dkk. 2005). Kemudian rendahnya nilai kelangsungan hidup pada perlakuan 7,5 mg/L di duga karena bakteri probiotik yang diinokulasi mulai tidak efektif dan terlalu banyak mikroba probiotik dalam media pemeliharaan, sehingga terjadi persaingan negatif seperti persaingan dalam penggunaan nutrien dan ruang (Aryantha dalam Agustin, 2000). IV. KESIMPULAN Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi amonia Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 110
(0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele dumbo yang tinggi yaitu 82% dan 85%. DAFTAR PUSTAKA Agustin, A. 2000. Potensi Mikroba Probiotik dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Kesintasan Udang Windu dalam Skala Lab. Skripsi, Institut Tekhnologi Bandung. Ali, A. 2000. Probiotics in Fish Farming : Evolution of a Candidate Bacterial Mixture. Thesis. Vatten Bruksinintutionen. http://www.varbr.clu.se Diakses 19 febuari 2012 Balai Budidaya Air Tawar. 2004. Mengenal Lele Dumbo. Leaflet. Departemen Kelautan dan Perikanan, Ditjenkan. Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi. 5 halaman. Barnabe. G. 1990. Aquaculture, Volume 1. Ellis Horwood, London. Halaman 38-198. Boyd, E. C., dan F. Lichkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture / Pengelolaan Kualitas Air Kolam. Alih Bahasa: Artati, F. Cholik, dan R. Arifudin. 1986. Dirjen Perikanan, Jakarta. 52 halaman. Boyd. C.E., Gross.A. 1998. Use of Probiotics for Improving Soail and Water Quality in Aquaculture Ponds in Flagel, T.W.(Ed.) Advance in Shrimp Biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology. Bangkok, Thailand. 437 halaman. a
Chon . 1872. Bacillus sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillus. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012. b Chon . 1872. Nitrosomonas sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Nitroso monas. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012. Dhahiyat, Y. 1992. Pengelolaan dan Pemantauan Kualitas Air. Environmental Management of Urban Development Project, T.A No 1473-INO. 45 halaman. Dinas Perikanan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 2006. Buku Tahunan Statistikb Perikanan Budidaya 2006. Bandung Effendi, E. 2005. Fungsi Probiotik dalam Budidaya Perikanan. www.unila.ac.id Diakses 19 febuari 2012 Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 halaman. Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara, Bogor. Hal 92-100; 130-132 Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Prairan. Kanisius, Yogyakarta. Halaman 258. Effendi. M.I 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. 258 halaman. Feliantra, I. Irwan dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Asap Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoganus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia, 6(2): 75-80. Fuller, R. 1992. History and Development of Probiotics, Chapman and Hall.London Hernowo, dan S. Rachmatun. 2002. Pembenihan Ikan Dan Pembesaran Lele Di Pekarangan, Sawah, dan Longyam. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 halaman.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 111
Kajian Kualitas Air Ditinjau Dari Indeks Keanekaragaman Plankton Muara Kali Kethek Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Endah Sih Prihatini Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi plankton dan menganalisis tingkat saprobitas sebagai indikator tingkat pencemaran muara serta mengetahui kondisi kualitas air yang mendukung kelimpahan dan keanekaragaman plankton di sepanjang di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sampling dan metode purposive random sampling terhadap 4 Stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak antar ulangan 5-10 meter sehingga diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1, A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 dan D1,D2,D3. Selanjutnya mengkaji beberapa parameter yang diteliti antara lain saprobik indeks dan tropik saprobik indeks plankton, serta indeks keanekaragaman plankton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat dari nilai indeks keanekaragamannya, maka stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 – 1,841 artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih kecil dari 2,3026. Dengan menggunakan indeks keanekaragaman di tentukan kondisi perairan Kali Kethek, nilai indeks keanekaragamannya masuk pada kisaran 1 – 3, sehingga dapat dikatakan perairan muara Kali Kethek berada dalam kondisi tercemar sedang. Dan berdasarkan hasil perhitungan rata – rata nilai SI berada pada kisaran 0,82 – 1,25 termasuk dalam kelompok βmesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 – 1,5 dan TSI berada pada kisaran 0,43 – 0,49 masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya perairan pada kondisi tercemar sedang. Hal tersebut berdasarkan penelitian, apabila TSI berkisar antara 0 – 0,5. Pada pengukuran parameter kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar 0,13 – 0,32 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5 mg/L sehingga terindikasi pencemaran ringan. Kata kunci : Kualitas air, indeks keanekaragaman, indeks saprobitas, plankton
I.
PENDAHULUAN Muara Kali Kethek yang merupakan bagian hilir dari pecahan sungai Bengawan Solo, membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, airnya digunakan sebagai sumber utama bagi kegiatan pembudidayaan ikan atau udang oleh penduduk setempat di gunakan untuk dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong dan digunakan untuk pengolahan perikanan dan kawasan padat penduduk akan memberikan dampak adanya pencemaran perairan. Ekosistem perairan merupakan bagian integral dari lingkungan hidup manusia yang relatif banyak dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk kerusakan lingkungan. Segala aktifitas manusia akan menyebabkan perubahan pada ekosistem muara (Triatmodjo, 1999 dalam Zahidin, 2008). Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 112
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990). Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Untuk indikator biologi dapat memantau secara kontinyu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Keberadaan organisme muara dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Akibat adanya pencemaran terhadap organisme muara adalah menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah. Plankton yang mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator pencemaran perairan. Kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan, berada dalam kondisi subur atau tidak selain itu plankton juga dapat menunjukkan perairan dalam kondisi stabil atau tidak stabil (Dawes, 1981 dalam Amin dan Utojo, 2007). Untuk mengetahui sejauh mana pencemaran di muara Kali Kethek maka perlu adanya penelitian kajian kualitas air di muara kali kethek desa sedayulawas kecamatan brondong kabupaten lamongan di tinjau dari indeks keanekaragaman dan indeks saprobitas plankton
II. METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 32 hari yaitu 10 Januari 2013 sampai 10 Pebruari 2013. Penelitian ini dilaksanakan di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, sedangkan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi empat lokasi yang terdiri dari : a. Stasiun A ( S T . A ) Sebelah timur Pelabuhan Rakyat Brondong berjarak 1.000 meter dari break water, merupakan muara yang dangkal dan terdapat karang. b. Stasiun B ( S T . B ) . Berada di dekat muara Kali Kethek menuju ke hilir mendekati break water, di bagian tepi kanan kirinya ada dinding tanggul dan berdekatan dengan pipa pembuangan milik perusahaan pengolahan ikan setempat. c. Stasiun C ( S T . C ) . Berada di dekat dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong menuju ke arah muara Kali Kethek, di bagian salah satu tepinya menjadi tempat tambatan kapal yang berlabuh, tepi yang lainnya terdapat timbunan tanah akibat pendangkalan. d. Stasiun D ( S T . D ) . Berada dipinggir pantai yang dangkal di wilayah Dusun wedung Desa Sedayulawas.
Alat dan Bahan Alat dan bahan penelitian adalah: Plankton Net no.25, botol sampel, ember plastik, pipet tetes, formalin, kertas label, san alat tulis. Mikroskop trinokuler, sedgwich rafter, tissue, buku identifikasi plankton. Termometer, refraktometer, pH paper, DO meter, nitrit, dan amonia Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dan metode purposif random sampling terhadap 4 stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak antar ulangan 5 - 10 meter dan metode penelitian sampel (Sample Survey Method) Penelitian ini adalah riset deskriptif yang bersifat eksploratif, bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Apabila datanya telah terkumpul, lalu diklasifikasikan menjadi 2 ( dua ) kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif (Arikunto, 1999). Parameter utama dalam penelitian adalah plankton yang diambil di lokasi penelitian yaitu di sekitar muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 113
Jeda atau interval waktu pengambilan sampel adalah setiap 2 ( dua ) minggu sekali, sehingga sampel yang diperoleh akan berbeda secara signifikan untuk tiap-tiap pengambilan sampel. Diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1, A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 ; dan D1,D2,D3. Untuk mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan fitoplankton, contoh air disaring sebanyak 25 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam botol film dan diawetkan dengan formalin 4% sebanyak 2 - 3 tetes. Selanjutnya sampel tersebut diidentifikasi di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan dengan mengacu kepada pustaka Sachlan (1982) dan Thomas (1997). 2.2 Analisis Data Semua data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif. Menurut Hadi (1982) analisis deskriptif digunakan untuk dapat menggambarkan mengenai situasi dan kondisi pada waktu dan tempat yang terbatas untuk mengetahui situasi dan kondisi lokal suatu lokasi yang dapat digeneralisasikan pada waktu dan lokasi yang berbeda. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dilakukan interpretasi. 2.2.1
Kelimpahan plankton
Mengacu kepada Wardhana,W (2003) bahwa pencacahan plankton dilakukan dengan menghitung jumlah plankton per satuan volume. Kepadatan plankton dalam sel atau individu per satuan volume dapat diketahui dengan mempergunakan rumus sebagai berikut : 1 D
= q
(
1 )(
f
)
V
Dimana : D
: Jumlah plankter per satuan volume ( Ind/liter )
q
: Jumlah plankter dalam subsampel ( Ind )
f
: fraksi yang diambil ( volume subsampel per volume sampel )
V
: Volume air yang tersaring ( ml ) = 250 ml
Volume sampel di dalam botol film dinyatakan dalam simbol “ I ” dan untuk mengetahui volume sampel air, terlebih dahulu dihitung volume botol film dengan mempergunakan rumus : v
=
2t ( di konversi dalam liter )
Volume subsampel dinyatakan dalam simbol “p” dengan volume 0,1 ml, sedangkan volume air yang tersaring diketahui 250 ml. 2.2.2
Indeks Keanekaragaman
Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan indeks keanekaragaman ShannonWiener (Romimohtarto dan Juwana, 2005) sebagai petunjuk pengolahan data. H' = - ( ni / N ) ln ( ni / N ) Dimana : = Indeks Diversitas Shannon-Wienner H‟ Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 114
ni = Jumlah individu/spesies N = Jumlah individu keseluruhan Kisaran total indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut modifikasi Wilhm dan Dorris (1968) dalam Dianthani (2003) : − H‟ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah − 2,3026 < H ‟< 6,9078
: keanekaragaman komunitas sedang
sedang
dan
kestabilan
− H‟ > 6,907
: keanekaragaman komunitas tinggi
tinggi
dan
kestabilan
Berdasarkan indeks keanekaragaman juga dapat ditentukan kriteria mutu kualitas muara (modifikasi Wilhm dan Dorris, 1968 ; Dahuri, 1995 dalam Zahidin, 2008). Apabila indeks keanekaragaman > 3 berarti muara tidak tercemar. Muara termasuk tercemar sedang bila H‟ dalam kisaran 1 - 3. Yang terakhir muara termasuk tercemar berat bila H‟ < 1. Indeks keseragaman adalah perbandingan keanekaragaman maksimal dalam suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman antara 0 – 1, makin besar nilainya berarti penyebaran individu tiap jenis atau genera semakin merata dan tidak ada spesies yang mendominasi, begitu pula sebaliknya. 2.2.3
Indeks Keseragaman Untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan takson dalam komunitas dilakukan uji indeks ekuitabilitas yang disebut juga sebagai indeks keseragaman. Adapun rumus dari indeks ekuitabilitas adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008) Indeks Keseragaman ( E )
=
H‟ H maks
Dimana : E H‟
=
Indeks Ekuitabilitas
=
Indeks diversitas Shannon-Wienner Indeks diversitas maximum, yang nilainya sama dengan
H maks Kriteria : 0 < E < 0,4 0,4 < E < 0,6
=
Ln S ( dimana S banyaknya spesies ). Besarnya nilai E berkisar antara 0 – 1
=
Keseragaman Rendah
=
Keseragaman Sedang
=
Keseragaman Tinggi
E > 0,6 2.2.4 Indeks Dominansi Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominanasi dari Simpson (Odum, 1971 dalam Yazwar, 2008) : 2 D = ( ni / N ) Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 115
Dimana : D ni N
= Indeks Dominansi Simpson = Jumlah Individu tiap spesies = Jumlah Individu seluruh spesies
2.2.5
Analisa Trosap Untuk menghitung saprobitas muara digunakan analisis trosap yang nilainya ditentukan dari Saprobik Indeks (SI) dan Tropik Saprobik Indeks (TSI). Formula yang digunakan adalah hasil formulasi Persone dan (De Pauw,1983 dan Anggoro, 1988 dalam Suryanti, 2008) :
SI
1C
=
+
3D
+
1B
-
3A
1A + 1B + 1C + 1D Keterangan : SI = Saprobik Indeks A = Jumlah Spesies Organisme Polysaprobik B = Jumlah Spesies Organisme α-Mesosaprobik C = Jumlah Spesies Organisme β-Mesosaprobik D = Jumlah Spesies Organisme Oligosaprobik TSI = 1(nC) + 3(nD) + (nB) – 3 (nA) X nA + nB + nC + nD + nE 1(nA) + 3(nB) + 1(nC) + 1 (nD) nA + nB + nC + Nd Keterangan : N = Jumlah individu organisme pada setiap kelompok saprobitas nA
=
Jumlah individu penyusun kelompok Polysaprobik
nB
=
Jumlah individu penyusun kelompok α-Mesosaprobik
nC
=
Jumlah individu penyusun kelompok β-Mesosaprobik
nD
=
Jumlah individu penyusun kelompok Oligosaprobik
nE
=
Jumlah individu penyusun selain A, B, C dan D
2.2.6 Uji T Adapun rumus dari uji T yang di pergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari keanekaragaman plankton antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008) : t =H'1-H'2 / SH'1SH'2 dimana : : Nilai t hitung yang di cari t ' : Indeks keanekaragaman H : Standard Deviasi Keanekaragaman SH' Nilai Standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variasi keanekaragaman sebagai berikut ini : Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2
2
September 2014
| 116
2
SH'1-SH'2 = √S H'1 + S H'2 Selanjutnya, variasi keanekaragaman dapat di hitung melalui pendekatan berikut ini : 2 2 2 2 S H' = ∑fi ln fi – ( ∑ fi ln fi) /n / n Dimana : fi = Jumlah individu tiap takson n = Jumlah total dari individu keseluruhan takson Sementara itu nilai derajat bebas ( v ) yang digunakan untuk mendapatkan nilai t tabel pada tabel t dihitung melalui persamaan sebagai berikut : 2 2 2 2 2 V = ( S H'1 + S H'2) / (S H'1)/n1 + (S H'2)/n2 Kriteria : t hitung < t tabel. Pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho t hitung > t tabel. Pada
0.05 : terima Ha, tolak Ho
2.4 Pengukuran Kualitas Air Pengukuran kualitas air mencakup : Suhu, pH (Derajat Keasaman), Oksigen Terlarut (DO), Kadar Garam (salinitas), Nitrit (NO2-N), Amonia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.Hasil Penelitian Kelimpahan Plankton Dalam penelitian jumlah plankton di Stasiun A didapatkan sejumlah 15 genera dengan kelimpahan rata-rata sebesar 138.911 individu/L seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun A (Individu/L) Kelompok Kelimpahan Individu ( Ind / Lt ) No Spesies 1 2 3 Saprobitas 1 Chaetoceros sp. 7065 8.478 9.891 2 Rhizosolenia sp. 17.662 7.065 1.413 α Meso3 saprobik Coelastrum sp. 0 0 0 4 Nitzschia sp. 65.028 37.444 125.051 5 Navicula sp. 6.358 4.945 4.945 6 Ceratium sp. 2.826 4.239 2.826 7 1.413 2.826 2.826 β Meso – Hidrodiction sp. 8 9 10 11
saprobik
Oligosaprobik
12 13 14 15
Non saprobik
Rata-rata 8.478 8.713 0 75.841 5.417 3.297 2.355
Asterionella sp. Actinosphaerium sp. Nauplius sp.
4.239 0 1.413
1.413 0 2.826
1.413 0 2.119
1.413 0 1.884
Skeletonema sp.
8.478
3.532
3.532
3.768
Pleurosigma sp
15.543
6.358
7.771
7.301
Gyrosigma sp Jantina jantina Amphipora sp
4.239 1.413 4.239
2.119 2.826 5.532
2.119 1.413 7.065
2.120 942 4.239
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
16 17 18
Polisaprobik
Acroperus sp Rabdonella sp
1.413 5.652
1.413 2.119
2.119 2.119
1.178 2.355
Spirullina sp
0
0
0
0
146.981
93.135
176.622
129.300
Jumlah
Tabel 3. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun B (Individu/L) Kelompok Kelimpahan Individu ( Ind / Lt ) No Spesies 1 2 3 Saprobitas 1 Chaetoceros sp. 12.717 14.837 16.250 2 11.304 13.424 24.021 α Meso- Rhizosolenia sp. 3 saprobik Coelastrum sp. 7.065 7.772 7.065 4 Nitzschia sp. 228.200 142.713 190.755 5 Navicula sp. 2.120 2.826 2.826 6 Ceratium sp. 2.120 2.120 2.826 7 0 0 0 β Meso – Hidrodiction sp. 8 saprobik Asterionella sp. 36.738 37.445 63.585 9 Actinosphaerium sp. 45.923 55.107 66.411 10 Nauplius sp. 6.359 7.065 9.891 Oligo11 saprobik Skeletonema sp. 3.533 4.239 2.826 12 13 14 15 16 17
Non saprobik
Polisaprobik Jumlah 18
Rata-rata 14.601 16.250 7.301 187.223 2.591 2.355 0 45.923 55.814 7.772 3.533
Pleurosigma sp Gyrosigma sp
12.717 2.120
14.837 4.239
16.956 2.826
14.837 3.062
Jantina jantina Amphipora sp Acroperus sp Rabdonella sp
2.120 3.533 0 2.120
2.826 2.826 0 2.826
4.239 4.946 0 2.826
3.062 3.768 0 2.591
Spirullina sp
11.304
9.185
6.359
8.949
389.988
324.284
424.607
379.626
Tabel 4. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun C (Individu/L) Kelimpahan Individu ( Ind / Lt ) Kelompok No Spesies 1 2 3 Rata-rata Saprobitas 1 α Meso- Chaetoceros sp. 7.065 15.543 11.304 11.304 Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 117
Jurnal
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
saprobik
β Meso saprobik
Rhizosolenia sp. Coelastrum sp. Nitzschia sp. Navicula sp. Ceratium sp. - Hidrodiction sp. Asterionella sp. Actinosphaerium sp. Nauplius sp.
Oligosaprobik
12 13 14 15 16 17 18
Non saprobik
Polisaprobik
No 2 September 2014
Eksakta Vol 2
9.185 4.946 155.430 2.120 2.826 0 28.260 29.673 4.239
16.956 5.652 156.843 1.413 2.120 0 25.434 46.629 2.120
16.956 2.120 146.952 1.413 2.120 0 47.336 46.629 4.239
14.366 4.239 153.075 1.649 2.355 0 33.677 40.977 3.533
Skeletonema sp.
5.652
5.652
6.359
5.888
Pleurosigma sp Gyrosigma sp
10.598 2.826
14.130 2.120
11.304 2.826
12.011 2.591
Jantina jantina Amphipora sp Acroperus sp Rabdonella sp
2.120 2.826 0 1.413
2.120 2.120 0 2.120
2.120 3.533 0 1.413
2.120 2.826 0 1.649
Spirullina sp
3.533
4.946
2.826
3.768
272.709
305.915
309.447
296.024
Jumlah
Tabel 5. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun D (Individu/L) Kelompok Kelimpahan Individu ( Ind / Lt ) No Spesies 1 2 3 Saprobitas 1 Chaetoceros sp. 31.793 17.663 12717 2 31.086 12.011 24.728 α Meso- Rhizosolenia sp. 3 saprobik Coelastrum sp. 0 0 0 4 Nitzschia sp. 48.042 54.401 148.365 5 Navicula sp. 8.478 9.185 6.359 6 Ceratium sp. 2.826 6.359 3.533 7 2.826 4.239 3.533 β Meso - Hidrodiction sp. 8 saprobik Asterionella sp. 0 0 0 9 Actinosphaerium sp. 0 0 0 10 Nauplius sp. 2.120 3.533 2.826 Oligo11 saprobik Skeletonema sp. 6.359 3.533 6.359 12 13 14
Non saprobik
Pleurosigma sp Gyrosigma sp Jantina jantina
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
7.065 2.826 2.120
5.652 5.652 3.533
4.946 2.826 2.120
| 118
Rata-rata 20.724 22.608 0 83.603 8.007 4.239 3.533 0 0 2.826 5.417 5.888 3.768 2.591
Jurnal
15 16 17 18
Polisaprobik
Eksakta Vol
2 No
2 September 2014
| 119
Amphipora sp Acroperus sp Rabdonella sp
2.826 1.413 2.826
5.652 4.239 3.533
12.717 7.772 3.533
7.065 4.475 3.297
Spirullina sp
0
0
0
0
152.604
139.181
242.330
178.038
Jumlah
Nilai Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi Plankton Hasil kelimpahan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi plankton bisa dilihat di tabel 6 Tabel.6 Nilai Kelimpahan Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi Plankton Indeks Indek Indeks Titik Kelimpahan Stasiun Keanekaragaman Keseragaman Dominansi Sampling ( Individu/L ) (H‟) (E) (D) A1 146,981 1,890 0,407 0,225 A2 93,135 2,229 0,536 0,159 A A3 176,622 1,176 0,226 0,554 Rata-rata 138,913 1,765 0,389 0,312 B1 389,988 1,537 0,261 0,379 B2 324,284 1,872 0,331 0,245 B B3 424,607 1,757 0,298 0,291 Rata-rata 379,626 1,722 0,296 0,305 C1 272,709 1,551 0,273 0,387 C2 305,915 1,823 0,332 0,264 C C3 309,447 1,742 0,310 0,296 296,024 1,705 0,305 0,315 Rata-rata DI 152,604 1,943 0,379 0,202 D D2 139,181 2,055 0,412 0,216 D3 242,330 1,525 0,273 0,408 178,038 1,841 0,354 0,275 Rata-rata Sumber : Data Primer, Januari-Februari 2013 Saprobik Indeks dan Tingkat Saprobik Indeks Pengamatan dan perhitungan SI dan TSI dalam tabel 7. Tabel 7. Nilai SI dan TSI di semua Titik Sampling Stasiun A
B
Titik Sampling A1 A2 A3 B1 B2 B3
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
SI 1.27 1.25 1.04 0.82 0.82 0.82
TSI 0.43 0.49 0.42 0.39 0.45 0.47
Jurnal Eksakta Vol
C
D
2
No 2 September 2014
C1 C2 C3 DI
0.82 0.82 0.81 1.25
0.46 0.44 0.50 0.48
D2
1.25
0.54
D3
1.25
0.44
| 120
Tabel 8. Hasil Perhitungan Rata-Rata SI dan TSI di Muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Stasiun A
Nilai
Stasiun B
Stasiun C
Stasiun D
Kelompok
SI
1,19
0,82
0,82
1,25
β - Mesosaprobik
TSI
0,45
0,43
0,46
0,49
β/α - Mesosaprobik
3.2 Data Kualitas Air Data pengukuran kualitas air pada penelitian dapat dilihat di tabel 9 Tabel 9. Data Parameter kualitas air di Muara Kali Kethek Stasiun No Parameter Nilai Referensi A B C D O ( C) 1 Suhu 28,9 29,5 31,0 29,7 15 – 35
O
(Hutabarat dan Evans, 1985)
2
DO
3
pH
4
Salinitas ( /00)
5 6
(mg/L)
O
Nitrit (mg/L) Amonia (mg/L)
6,06
4,93
4,96
5,35
7,66
7,88
7,88
7,82
28,8
15,5
5,0
18,0
Bebas
> 3 mg/L (PP No.82 tahun 2001) 7,0 – 8,5 (Kep.Men LH 51/2004) 5
–
30
(Nybakken,1988)
(NO2-N) 0,36 0,05
0,15
0,43
0,27
0,04
0,04
0,04
C
O
/00
0,06 mg/L (Kep.Men LH 02/1988) 0,016 mg/L (Kep.Men LH 02/1988)
3.2.Pembahasan Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton yang paling banyak ditemukan di muara Kali Kethek adalah Nitzschia sp. di stasiun B yang lokasinya di mulut muara Kali Kethek dengan kelimpahan rata-rata 187.223 individu/L. Kelas Bacillariophyceae sebagai penyusun fitoplankton memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan untuk hidup pada berbagai kondisi perairan dibanding dengan genera dari kelas lainnya (Amin,M dan Utojo, 2007). Di stasiun A yang lokasinya berada di timur mulut muara yang merupakan pantai berkarang dengan kelimpahan sebesar 948 individu/L. Berdasarkan pada rata-rata kelimpahan planktonnya, perairan Kali Kethek tergolong perairan yang eutrooph (tingkat tinggi), dengan kelimpahan >12.000 Ind/L yaitu berada pada semua stasiun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik kelimpahan plankton dari semua stasiun penelitian. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Grafik 2. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies β-Mesosaprobik
150,000 100,000 50,000
0
Stasiun A Stasiun B Stasiun C Spesies α-Mesosaprobik Stasiun D
Grafik 3. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies Oligosaprobik
100,000 50,000
0
Stasiun A Stasiun B
Stasiun C Stasiun D Spesies β-Mesosaprobik
Grafik 4. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies Non saprobik
6,000
Stasiu n CStasi u
0
…
4,000 2,000
Stasiu … Stasiun B
(Ind/L) Kelimpahan
(Ind/L) Kelimpahan
(Ind/L) Kelimpahan
200,000
C e r a A s t e N a u
… … …
Grafik 1. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies α-Mesosaprobik
| 121
Skeletonema sp.
Spesies Oligo Saprobik
10,000 5,000 Spirullina sp Stasiun D
Stasiun BStasiun C
0 Stasiun A
Kelimpahan (Ind/L)
Grafik 5. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies Polisaprobik
Spesies Poli Saprobik
3.2.2 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Secara keseluruhan, indeks keanekaragaman rata – rata berada dalam kisaran 1,705 – 1,841. Kemudian untuk indeks keseragaman menunjukkan nilai kisaran 0,296 – 0,389. Dan untuk indeks dominansi berada pada kisaran 0,159 – 0,387. Apabila dilihat dari nilai indeks keanekaragamannya, maka stasiun A, B, C dan D menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih kecil dari 2,3026. Dengan menggunakan indeks keanekaragaman juga dapat di tentukan kondisi perairan Kali Kethek, nilai indeks keanekaragamannya berada pada kisaran 1,705 – 1,841 artinya masuk pada kisaran 1 – 3, sehingga dapat dikatakan p e r a i r a n m u a r a K a l i K e t h e k berada dalam kondisi tercemar sedang. (Kementerian Lingkungan Hidup, 1995). Berdasarkan pencapaian tabel 7. nilai indek keseragaman diseluruh stasiun yang berkisar
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 122
0,296 – 0,389 , maka kondisi perairan muara Kali Kethek dapat dikatakan disimpulkan kondisi keseragaman rendah. Hal ini didasarkan pada pertimbangan indeks keseragamannya berada pada kisaran 0 < E < 0,4 (Zar, 19991 dalam Yazwar, 2008) Sedangkan untuk nilai indeks dominansi di seluruh stasiun berada pada kisaran 0,275 – 0,315. Nilai indeks dominansi mendekati angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi di seluruh stasiun. Data hasil perhitungan rata-rata Indeks Keanekaragaman (H‟), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (D) plankton di Muara Kali Kethek sebagai lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 13. Tabel 10. Hasil Perhitungan rata – rata Indeks Keanekaragaman (H‟) , Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi Plankton di Muara Kali Kethek Nilai Stasiun A Stasiun B Stasiun C Stasiun D Indeks Keanekaragaman (H‟) 1,765 1,722 1,705 1,841 Indeks Keseragaman (e) 0,389 0,296 0,305 0,354 Indeks Dominansi (D) 0,312 0,305 0,315 0,275 3.2.3 Saprobik Indeks (SI) dan Tingkat Saprobik Indeks (TSI) Tingkat pencemaran suatu perairan dapat diketahui dari nilai Saprobik Indeks (SI) dan Tingkat Saprobik Indeks (TSI). Berdasarkan hasil perhitungan rata – rata nilai SI dan TSI di lokasi stasiun B dan stasiun C yang sama – sama berada di muara Kali Kethek menunjukkan di stasiun B nilainya sebesar 0,82 dan 0,45 dan stasiun C sebesar 0,82 dan 0,49. Nilai TSI stasiun C lebih tinggi jika dibandingkan nilai TSI stasiun B. Walaupun perbedaannya sangat tipis, ini disebabkan dalam perhitungan pengaruh faktor kelimpahan plankton dari semua golongan saprobik lebih banyak dibanding yang non saprobik. Pada stasiun A dan D yang lokasinya sama-sama berada di wilayah pantai menunjukkan hal yang berbeda dibanding dengan kedua stasiun yang disebutkan di atas. Nilai SI pada stasiun A sebesar 1,19 memang lebih rendah dibanding stasiun D sebesar 1,25 dan nilai TSI stasiun D sebesar 0,49 lebih tinggi dibandingkan stasiun A sebesar 0,45. Hal ini disebabkan jenis organisme saprobiknya lebih banyak sehingga nilai SI- nya juga lebih tinggi. Pada semua stasiun pengambilan sampel termasuk dalam kelompok β-mesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 – 1,5 (Lee et. al., 1978 ; Knobs, 1978 ; Anggoro,1988 dalam Zahidin, 2008). Dan berdasarkan nilai TSI, semua stasiun masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya perairan pada kondisi tercemar sedang. Hal tersebut berdasarkan penelitian, apabila TSI berkisar antara 0 – 0,5 maka termasuk dalam kelompok β/α – Mesosaprobik (Lee et. al., 1978 ; Knobs, 1978 ; Anggoro,1988 dalam Zahidin, 2008). Hasil rata-rata SI dan TSI selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. 3.2.4
Parameter Kualitas Air
0
Muara Kali Kethek mempunyai suhu perairan yang berkisar antara 28,9 – 31,0 C. Dibandingkan dengan angka referensi menurut Hutabarat dan Evans (1985) pada tabel 15. Menunjukka pada kisaran aman. Nilai derajat keasaman (pH) perairan sebesar 7,66 – 7,88. Berdasarkan nilai pH yang diperoleh selama pengamatan maka dapat dikemukakan bahwa pH diperairan Kali Kethek tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu air Kep.Men LH 51/2004, yaitu 7 – 8,5. Nilai salinitas di semua stasiun menunjukkan angka sebesar 5–28,8 ‰, dibandingkan dengan angka referensi Nybbaken (1988) yang berkisar 5 – 30 ‰ maka salinitas pada kondisi baik. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 123
Kelarutan oksigen (DO) dalam air dipengaruhi oleh faktor suhu dan kadar garam, jika kelarutan oksigen dalam air menurun, maka suhu dan kadar garam meningkat. Berdasarkan data lapang di semua stasiun diperoleh kandungan oksigen terlarutnya berkisar 4,93 – 6,060 mg/L artinya berada di atas kriteria mutu air yang diperbolehkan sebesar > 3 mg/L (PP No.82 tahun 2001). Kadar nitrit pada semua sampel air melebihi standar baku mutu yang ditetapkan, yaitu 0.06 mg/L. Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa Stasiun A dan stasiun D yang sama – sama berada di lokasi pantai memiliki kadar sebesar 0,32 mg/L dan 0,13 mg/L. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi yang berasal dari limbah rumah tangga, aktivitas pembuangan sampah ke laut dan kemungkinan pembuangan limbah dari pabrik pengolahan ikan setempat. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kadar amonia total (NH4-N) pada di semua stasiun memiliki kisaran di atas nilai baku mutu sebesar 0,016 mg/L (Kep.Men LH 02/1988). Pada pengukuran tertinggi berada di stasiun A sebesar 0,05 mg/L, hal ini disebabkan oleh masuknya bahan organik ke pantai akibat buangan limbah yang berasal dari perkampungan padat dan aktivitas pembuangan sampah ke laut secara terus menerus. Berdasarkan hasil perhitungan Uji T diperoleh kesimpulan menunjukkan nilai indeks keanekaragaman antara stasiun A dan B, Stasiun A dan D, Stasiun B dan D, Stasiun C dan D berada pada t hitung > t tabel. Pada 0.05 : tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk Stasiun A dan C, Stasiun B dan C berada pada < t tabel. Pada 0.05 berbeda nyata.
IV.KESIMPULAN Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 – 1,841 artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih kecil dari 2,3026. Karena berada pada kisaran 1 – 3, maka p e r a i r a n m u a r a K a l i K e t h e k berada dalam kondisi tercemar sedang. Nilai SI berada pada kisaran 0,82 – 1,25 termasuk dalam kelompok β-mesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 – 1,5 dan TSI berada pada kisaran 0 – 0,50 yaitu 0,43 – 0,49 sehingga masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya perairan pada kondisi tercemar sedang. Parameter kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar 0,13 – 0,32 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5 mg/L sehingga terindikasi pencemaran ringan Disarankan adanya pemantauan dan pengelolaan agar tingkat pencemaran di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas tidak meningkat. Pembuangan limbah dan sedimentasi di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas harus lebih dikurangi. Hal ini untuk mencegah terjadinya pencemaran yang lebih berat lagi. Bagi pembudidaya tambak di sepanjang muar Kali Kethek, agar menerapkan teknologi budidaya dengan system tertutup (Close System) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). DAFTAR PUSTAKA Amin,M dan Utojo. 2007. Komposisi dan keragaman jenis plankton di perairan teluk Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur.Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.[Jurnal].Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin,Makassar. Anggoro, S. 1988. Analisa Tropic-Saprobik (Trosap) Untuk Menilai Kelayakan Lokasi Budidaya Laut. Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Diponegora, Semarang. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Edisi Revisi IV.PT Rineka Cipta,Jakarta.245 Hal. Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 124
Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Muara Muara Badak Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hadi, S. 1982. Metodologi Research. Jilid II. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Hendrawati, Tri Heru Prihadi dan N.N. Rohmah. 2007. Analisis kadar phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Program studi kimia FST UIN Syarif Hidayatullah.Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Lilik, K. S. 2005. Kajian Tingkat Saprobitas Perairan Sebagai Landasan Pengelolaan DAS Kaligarang-Semarang. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro, Semarang (Thesis). 111 hal. http://en.wikipedia.org/wiki/ estuary.htm. Wikipedia, Estuary, diakses pada tanggal 12 Nopember 2012. Hutabarat, S dan M. Evans. 1985. Pengantar Oceanografi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Nasution,S.1990. Metode Research (Penelitian Ilmiah).Penerbit Bumi Aksara,Jakarta.hal.101. Nontji A, 1986. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan.LIPI Press, Jakarta. Nontji A, 2008. Plankton Laut. LIPI Press, Jakarta. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: Koesoebiono, D. G. Bengen, M, Eidman. Marine Biology, An Ecology Approach, PT. Gramedia, Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 474 hlm. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.Sekretaris Negara Republik Indonesia.Jakarta. Romimohtarto,K dan S.Juwana.2005. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biologi Laut.Cet.ke2.Penerbit Djambatan,Jakarta.540 hlm. Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. Soeprobowati,et.al.1999. Metode Biomonitoring : Diatom sebagai Bioindikator dalam menentukan Tingkat Kualitas Muara dalam Laporan Penilitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 1998/1999. Universitas Diponegoro,Semarang.pdf. Supriharyono. 1978. Kondisi kualitas air di saluran – saluran di daerah – daerah persawahan, persawahan – pemukiman dan pemukiman, Delta Upang, Sumatra Selatan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tomas, C.R.1997. Identiflying Marine Phytoplankton. Florida Departement of Environmental Protection. Florida Marine Research Institute. St.Petersburg Florida,Academic Press.858 pp. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta. Yazwar. 2008. Keanekaragaman plankton dan keterkaitannya dengan kualitas air di Parapat Danau Toba. [Tesis].Sekolah Pasca Sarjana,Universitas Sumatra Utara,Medan.69 hlm. Yuliana,E.2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut,diakses pada tanggal 12 Nopember 2012 dari http://www.ut.ac.id
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 125
ANALISA SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN KEMBANGBAHU Affandi, Nur Azizah Affandy, Ahmad Bagus Budianto Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Air bersih merupakan salah satu keutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia, kususnya masarakat desa Sidomukti. oleh karena itu setiap orang berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih tersebut dengan berbagai cara. Akan tetapi kebutuhan akan air bersih tersebut dirasakan semakin sulit untuk didapatkan ketika memasuki musim kemarau. Hal tersebut sikarenakan meningkatnya konsumsi air bersih dan semakin berkurangnya jumlah volume air yang ada, ditambah dengan laju perkembangan penduduk yang semakin tinggi. Dengan menggunakan metode proyeksi, maka kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat Sidomukti untuk jangka waktu 10 tahun kedepan diperkirakan mencapai 99.714,16 lt/hr. Sedangkan waduk yang digunakan sebagai sumber air bersih, masih dapat mencukupi kebutuhan air bersih selama musim kemarau (2 bulan terahir). Untuk mendistribusikan iar kerumah warga dibutuhkan pompa yang memiliki kapasitas 1,584 HP × 0,746 = 1,18 Kw Kw atau pompa yang memiliki kapasitas yang labih tinggi dari yang telah disebutkan.
Kata kunci : Air Bersih, Masyarakat, waduk I. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat lepas dari air. Sumber air yang pada awalnya berupa sumur atau telaga yang kemudian akan berkembang menjadi serangkaian sistem air bersih untuk mempermudah penyaluran air dan kemudahan bagi semua warga. Pertambahan penduduk memerlukan lahan untuk permukiman, pertumbuhan penduduk tersebut juga memperbesar kebutuhan air. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat sedangkan sumber air bersih relatif sama. Pada musim kemarau penduduk Indonesia disulitkan dengan terjadinya kelangkahan air di beberapa daerah yang terletak jauh dari mata air. Hal ini menyebabkan masyarakat harus mengeluaran biaya dan tenaga lebih untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Di desa sidomukti terdapat sebuah waduk yang berada di tengah desa dengan dimensi panjang 55 meter, lebar 11,5 meter, dan kedalaman 1,5 meter. Dengan adanya hal tersebut maka perlu diketahui kebutuhan air bersih masyarakat desa tersebut. Sehingga air bersih yang terdapat dari waduk dapat didistribusikan secara marata kepada masyarakat desa Sidomukti dengan menggunakan sistem perpipaan.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 126
Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mendapatkan suatu sistem distribusi air bersih dengan menggunakan jaringan perpipaan untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat Desa Sidomukti. 2. Tujuan Untuk mengetahui jumlah kebutuhan air rata-rata yang dibutuhkan oleh masyarakat desa Sidomukti dalam waktu satu hari. Untuk mengetahui apakah waduk penampung air yang ada mampu mencukupi kebutuhan masyarakat desa Sidomukti selama musim kemarau. Untuk menganalisa sistem penyediaan air bersih untuk masyarakat desa sidomukti secara optimal. II. Landasan Teori Gambaran umum
Sumber air merupakan komponen utama yang harus ada ketika akan membuat suatu sistem jaringan air bersih. Air yang ada di bumi terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : 1. Air hujan, embun atau salju adalah air yang ada di angkasa yang jatuh ke permukaan bumi akibat gaya grafitasi bumi. Jeis air tersebut terbentuk oleh uap air yang mengalami proses presipitasi di atmosfir bumi. 2. Air permukaan tanah, adalah air yang ada di atas permukaan tanah baik yang mengalir seperti sungai atau yang tidak mengalir seperti danau atau telaga. Air yang ada pada sumur yang dangkal juga termasuk bagian air permukaaan, karena keberadaaan air tersebut dipengaruhi oleh air resapan dari air muka tanah yang ada di sekitar sumuur tersebut. 3. Air dalam tanah, adalah air yag ada didalam tanah, air tersebut terbentuk oleh air permukaaan yang meresap kedalam tanah dan mengalami penyaringan oleh tanah dan batuan yang ada di dalam tanah. Air tanah ini dapat berubah menjadi air permukaan ketika air tersebut keluar dari dalam tanah melalui mata air maupun sumur bor.
Kebutuhan Air Bersih Untuk menghitung pertambahan jumlah penduduk dengan menggunakan metode geometris sebagai berikut : n
P = Po (1+r) ………………………….. (2.1) Dimana : P = Jumlah penduduk sampai akhir tahun Po = Jumlah penduduk awal rencana R = Prosentase (%) n = Umur perencanaan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 127
Tabel 1 Pemakaian Air Setiap Orang No.
(1/orang/hr)
kategori
1
Metropolitan penduduk 1 juta jiwa
120
2
Kota besar penduduk 0,5 – 1juta jiwa
100
3
Kota sedang penduduk 0,1 – 0,5 jiwa
90
Kota kecil penduduk 20.000 – 100.000 jiwa Semi urban penduduk desa 3.000 – 5 20.000 jiwa Sumber : PU. Cipta Karya Kab. Lamongan. 4
60 45
Dasar-Dasar Hidrolika 1. 2. 3. 4.
Sistem jaringan distribusi Kehilangan Tekanan Akibat Gesekan Pipa Persamaan Darcy Weisbach Persamaan Hanzen William
Pompa
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis Pompa Daya Pompa Hukum Pascal Tekanan Hidrostatis Asas Kontinuitas Metode simulasi jaringan pipa Kehilangan Tekanan Perpipaan Sisa Tekan Profil Hidrolis Kecepatan Perpipaan
Reservoir
Reservoir adalah bak penampung air.
Aplikasi Loop
1. Kegunaan LOOP 5.0 dalam Analisa Jaringan Distribusi Air Bersih 2. Input data dalam Loop 5.0 III. Metode Penelitian Uraian Umum
Penelitian ini akan dilakukan di desa Sidomukti Kecamatan Kembangbahu Kabupaten Lamongan, yang mana masyarakat desa tersebut sangat membutuhkan sebuah sarana air bersih yang memadai, agar kebutuhan air bersih dapat tercukpi terutama pada saat musim kemarau. Sistem yang direncanakan diharapkan mampu mencapai target 60% dari total penduduk keseluruhan dengan tingkat pemakaian 40 l/hr/org. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Keadaan Geografis Tahap penelitian
1. Tahap Persiapan 2. Tahap pengumpulan data 3. Tahap pengolahan data analisa 4. Tahap ahir IV. Analisa Dan Perencanaan
Analisa Jumlah Penduduk Tabel 2 Pertumbuhan Penduduk Desa Sidomukti Tahun 2005-2014. TAHUN 2005 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jml. Penduduk 1144 1146 1149 1154 1157 1161 1166 1169 1172 1176
Selisih 2 3 5 3 4 5 3 3 4
Tabel 3 Prosentase perkembangan penduduk tahun 2005-2014. No.
Tahun
r
Prosentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014
2 3 5 3 4 5 3 3 4
0,17 0,26 0,44 0,26 0,35 0,43 0,26 0,26 0,34
Tabel 4 Pertumbuhan penduduk pada tahun 2015-2024 No.
Tahun
Jumlah penduduk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
1179 1183 1186 1190 1194 1198 1201 1205 1209 1212
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 128
Jurnal
Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Table 5 Standar Kebutuhan Air Per Orang No.
1/orang/hari)
kategori
1
Metropolitan penduduk 1 juta jiwa
120
2
Kota besar penduduk 0,5 – 1juta jiwa
100
3
Kota sedang penduduk 0,1 – 0,5 jiwa
90
Kota kecil penduduk 20.000 – 100.000 jiwa Semi urban penduduk desa 3.000 – 20.000 jiwa
60
4 5
Table 6 Proyeksi No. Keterangan Tingkat Pelayanan : I. Jumlah jiwa/sambungan II.
Kebutuhan Air Bersih : Domestik Non domestik
III. IV.
Kehilangan air Faktor maksimal
V.
Faktor jam puncak
45
Unit Satuan 5 jiwa/unit sambungan 45 liter/orang/hari 25 (%) x kebutuhan domestik 25 (%) 1,15 x Kebutuhan total 2,3 x faktor hari maksimal
Target pelayanan = 60 % = 0,60 Kebutuhan air penduduk = 45 lt/hr/org Perhitungan kebutuhan domestik : = =
jumlah penduduk × prosentase pelayanan × kebutuhan air penduduk 1212× 0,60× 45
= 31.752 liter/hari Perhitungan kebutuhan non domestik : = =
25 % × kebutuhan domestik 0,25 ×31.752
= 7.938lt/hr Perhitungan kehilangan akibat kebocoran = 25 % (kebutuhan domestik+ kebutuhan non domestik) = 25% (31.752+ 7.938) = 9.922,5 lt/hr Perhitungan total kebutuhan rata-rata = kebutuhan domestik + kebutuhan non domestik + total kebocoran = 31.752+ 7.938 + 9.922,5 Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 129
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 130
= 49.612,5 lt/hr Perhitungan kebutuhan harian maksimal 1,15 ×total kebutuhan rata-rata 1,15 × 49.612,5
= =
= 57.054,4 lt/hr Perhitungan kebutuhan jam puncak = =
1,3 × faktor harian maksimal 1,3 × 57.054,4
= 74.170,7 lt/hr Sehingga dapat diketahui debit minimal yang dibutuhkan adalah 74.170,7 lt/hr atau 3.090,45 lt/jm = 51,51 lt/mnt = 0,86 lt/dt = 0,0086 m3/dt.
Analisa Volume Air Waduk Desa Sidomukti
Diketahui : P = 10 m L = 150 m H = 1,25 m Jadi Volume air waduk desa Sidomukti adalah : 3 = 4800 m = 4.800.000 liter Jika kebutuhan puncak musim kemarau terjadi selama dua bulan, maka dapat diketahui jumlah kebutuhan air selama 2 bulan tersebut addalah : 1 bulan = 30 hari 2bulan = 2 x 30 hr = 60 hari. Maka = 60 x 74.170,7 = 4.450.241,25 ltr. Dengan demikian, kapasitas waduk yang ada saaat ini masih mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat desa Sidomikti, sehingga tidak perlu dilakukan penambahan kapasitas waduk, namun untuk mengatisipasi musim kemarau yang lebih panjang, dapat dilakukan penambahan volum waduk baik dengan pengerukan dan/atau pelebaran waduk tersebut agar kapasitas daya tampung dapat mencukupi kebutuhan warga setempat. V
= 16×200×1,5
Analisa dan Perencanaan Pipa Distribusi Menggunakan Loop Tabel 6 Rencana Jaringan Pipa Distribusi Dari Node Ke Node.
1 2 3 4 5 6
1000 1 2 3 3 5
1 2 3 4 5 6
5 175 460 150 67 42
Jumlah konsumen/ orang 45 98 45 13 20
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
∑Fl ow( LPS )
Jar ak
No de
No .
Node
0,0143 0,0372 0,0406 0,0117 0,0396
Jurnal
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
6 6 8 5 5 11 11 12 12 14 14 1 18 19 20 21 19 22 22 24 24 26 26 3 29 30 30 32 33 33 35 32 37 35 JUMLAH
7 8 9 10 11 12 17 13 14 15 16 18 19 20 21 24 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 38
20 108 25 210 60 105 15 20 8 30 40 245 40 50 175 90 50 30 85 40 370 65 30 600 40 65 30 120 35 180 65 210 300 195 4.650
21 53 13 96 23 39 11 9 5 10 27 10 8 0 62 19 32 12 28 5 66 18 20 68 16 12 27 25 7 27 41 47 45 53 1176
Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
0,0245 0,0055 0,0172 0,0034 0,0250 0,0190 0,0138 0,0000 0,0023 0,0109 0,0026 0,0070 0,0029 0,0047 0,0104 0,0161 0,0211 0,0188 0,0031 0,0307 0,0013 0,0271 0,0047 0,0052 0,0219 0,0143 0,0031 0,0258 0,0154 0,0018 0,0315 0,0107 0,0240 0,0255
Perhitungan dan Perencanaan Pompa 1. Perhitungan Daya Pompa Diketahui dari perhitungan tinggi tekan : H = 70 m Q = 1,32 lt/dt D = 50 mm = 0,05 m L = 75 m C = 120 Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 131
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 132
Dasar profiltank = 70 m Maka daya yang dibutuhkan pompa adalah : = H pompa + ketinggian profil = 70 + 2 = 72 m Maka daya yang akan digunakan sebesar (Do) 3 Jika = 1 ton/m = 1000kg/m Do = H pompa . . Q = 72 . 1000 . 0,00132 = 95,04 kgm/dt Dimana efisiensi pompa = (70 - 80 %) diambil 80% 1HP = 75 kgm/dt = 0,746 kw Daya motor yang digunakan ialah (Di) : Di =
Di = 95,040,80 = 118,8 Kgm/dt
= 118,880=1,584 HP × 0,746 = 1,18 Kw
Jadi daya pompa yang dibutuhkan adalah sebesar 1,18Kw dengan debit pompa 1,32 lt/dt. jumlah pompa sebanyak 2 biji, 1 pompa sebagai pompa utama yang satu lagi sebagai cadangan.
Analisa dan Perencanaan Reservior Kapasitas air yang ditampung = =
38.08% × kebutuhan maksimal 38.08% × 74.170,7 lt/hr
= 28.244,20 lt/hr 3
= 29 m /hr (dibulatkan keatas)
3
Maka kapasitas tandonadalah = 29 m Untuk pemilihan penggunaan Reservoir direncanakan menggunakan Profiltank yang di jual di pasaran dengan spesifikasi memiliki daya tampung 5200 l. V. Kesimpulan
Kesimpulan
Dari hasil analisa dan perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk dan perhitungan kebutuhan air bersih pada tahun proyeksi ke-10 (2024) diketahui jumlah kebutuhan air bersih masyarakat Desa Sidomukti rata-rata adalah 66.698,44 lt/dt. pada jam normal, dan 99.714,16 lt/hr pada jam puncak. Dengan target pengguna 60% menggunakan air waduk. 2. Sedangkan waduk yang ada saat ini memiliki kapasitas 4.800.000 lt.masih mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Sidomukti ketika musim kemarau (2 bulan terakir)yaitu sebesar 4.450.241,25 lt. Debit yang dibutuhkan agar aliran air dalam pipa distribusi mampu sampai pada node 3 yang terjauh, maka diperlukan debit sebesar Q = 0,86 lt/dt = 0,00086 m /dt. Agar profiltank dapat terus terisi secara terus menerus dan tetap memiliki daya tekan yang Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 133
stabil, diperlukan pompa yang memiliki kapasitas 1,584 HP × 0,746 = 1,18 Kw Kw atau pompa yang memiliki kapasitas yang labih tinggi dari yang telah disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air bersih; Slamet, J.S, 2007, Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada Pres; Dwijosaputro, D, 1981, Dasar-Dasar Mikrobologi, Djambatan; Effendi, H, 2007, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Kanisius; Sudarmadji, 2007, Hidrologi dan Klimatologi Kesehatan. http://www.indonesianpublichealth.com/2013/10/aspek-kuantitas-dan-kualitas-airtanah.html Kanginan, Marthen (2002). Fisika Untuk SMA Kelas XI Semester 2. Erlangga. ISBN 978979-015-273-1. Babbit, Water Supply Engineering, 1967 Juklak Program Sanitasi Lingkungan PU. CIPTA KARYA Kab. Lamongan (2013) Arsip Desa Sidomukti (Balai Desa Sidomukti) A,H Pollard, Farhan Yusuf, G.N,Teknik Demografi Kusdiono, 2011; Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 134
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 135
KINERJA SIMPANG BERSINYAL DI JALAN GAJAH MADA KOTA TUBAN
Zulkifli Lubis, Ariful Bachtiyar, Agus Taqwim Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi sosial dan politik diperlukan adanya prasarana dasar, yang salah satunya adalah sarana transportasi atau jalan. Seiring dengan kemajuan zaman dan pertumbuhan diberbagai aspek kehidupan, dari sini dapat kita simpulkan yakni terjadi peningkatan arus lalu lintas pada jalanjalan pekotaan yang mengakibatkan bertambahnya permasalahan-permasalahan lalu lintas.Untuk mengoptimalkan fungsinya, jalan harus memiliki kinerja yang standar dan direncanakan. Jalan Gajah Mada merupakan bagian dari jalan utama yang ada di kota Tuban yang mana aktivitas di daerah jalan ini cukup besar. Selain itu pula persimpangan jalan ini merupakan jalur transportasi darat yang digunakan masyarakat bila hendak masuk dan keluar kota Tuban ke kabupaten lain.Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa waktu bersinyal pada persimpangan jalan Gajah Mada, sehingga dapat diketahui seberapa besarnya pengaruh waktu bersinyal tersebut terhadap persimpangan. Berdasarkan perhitungan didapat bahwa penentuan waktu triffic light sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan kenyamanan pengguna jalan.Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengelola dan pemakai jalan, agar dapat lebih meningkatkan kinerja persimpangan sebagai bagian dari jalan perkotaan, maupun sebagai jalur transportasi antar kota. Kata Kunci: Jalan Gajah Mada, Simpang, Bersinyal, Kota Tuban.
I PENDAHULUAN Dengan semakin majunya perkembangan pembangunan saat ini, kebutuhan akan penggunaan jalan amatlah penting. Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat transportasi yang dapat digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering digunakan oleh pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada arus lalu lintas saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya fasilitas-fasilitas transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai dengan apa yang diingini. Menajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari teknik transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian dari system transportasi secara keseluruhan. Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan sangatlah dituntut kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan meningkatkan prasarana jalan yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk menjaga dan memelihara jalan tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 136
diatas perlu juga fasilitas penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dan sebagainya. Kondisi seperti ini pada umumnya terjadi didaerah perkotaan menjadikan permasalah utama saat ini. Pada keterbatasan sumber daya tersebut, selain meningkatkan ketersediaan (supply) prasarana, dibutuhkan upaya optimalisasi dan peningkatan kinerja prasarana dan fasilitas yang sudah ada. Sistem yang sudah ada harus dioptimalkan dan bila memungkinkan sistem yang sudah ada dapat ditingkatkan dengan perkembangan sistem untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Hal yang perlu ditinjau adalah besar arus kendaraan yang masuk ke simpangan memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, membuat pengaturan simpangan bersinyal dengan traffic light yang memiliki kontroler tetap dirasa kurang optimal untuk kinerja persimpangan karena masih belum dapat menyesuaikan dengan fluktuasi arus yang tidak menentu, karena hanya bedasarkan arus puncak setiap lengan. Kendali simpangan bedasarkan fluktuasi arus (fully actuated signals) yang masuk simpangan dari semua lengan, atau dari simpangan lain yang berpengaruh perlu dikembangkan. Diharapkan perkembangan ini dapat mengurangi waktu tundaan serta antrian, sehingga dapat meningkatkan kinerja persimpangan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan waktu optimal traffic light ada setiap lengan simpang bersinyal dengan fluktuasi arus yang berbeda dengan menggunakan MKJI 1997. II. TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Jalan Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekatan, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekatan tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal ada tiga macam pertemuan jalan yaitu: pertemuan sebidang, pertemuan tidak sebidang, persimpangan jalan. (di kutip dari http://adhimuhtadi.dosen.narotama.ac.id/bahan-ajar/. Adhi Muhtadi: Pertemua ke-6 Persimpangan) Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalu lintas baik yang menerus maupun yang membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu lintas tersebut telah melampaui akan tampak dengan munculnya tanda-tanda kemacetan lalu lintas. Pertemuan ini terdiri dari beberapa cabang yang dikelompokkan menurut cabangnya yaitu: pertemuan sebidang bercabang tiga, pertemuan sebidang bercabang empat, pertemuan sebidang bercabang banyak. Dalam perancangan persimpangan sebidang perlu mempertimbangkan elemen dasar (Direktorat Jendral Bina Marga, 1993:5): a. Pertimbangan lalu lintas Harus diperhatikan mengenai volume lalu lintas, kecepatan kandaraan, banyaknya kendaraan yang berbelok, banyaknya pejalan kaki dan tipe pengendalian lalu lintas. b. Topografi dan Lingkungan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 137
Lokasi dan desain persimpangan dipengaruhi oleh banyak factor antara lain, yaitu alinemen jalan, jalan masuk dan lain-lainnya. c. Faktor ekonomis Estimasi biaya konstruksi persimpangan akan mempengaruhi perencanaan dan desain. Selain itu perlu dipertimbangkan keuntungan lalu lintas, seperti keamanan, kelambatan (dealy) dan biaya operasi kendaraan. d. Faktor manusia Seperti kebiasaan mengemudi, waktu pengambilan keputusan, dan waktu reaksi. 2.2 Macam Persimpangan 2.2.1 Simpang Bersinyal Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari system kendali waktu tetap yang dirangkai atau sinyal aktuasi kendaraan terisolir, biasanya memerlukan metode dan pengkat lunak khusus dalam analisanya (MKJI, 1977 2-2). Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut: 1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak. 2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama. 3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraankendaraan dari arah yang bertentangan. Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometric dan tuntutan lalu lintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekatan melalui pengalokasian waktu hujai pada masing-masing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau (MKJI, 1997). Penggunaan sinyal dengan lampu lalu lintas diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflik-konflik utama). Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua). 2.2.2 Simpang Tak Bersinyal Jenis simpang jalan yang paling banyak dijumpai diperkotaan adalah simpang jalan tak bersinyal. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas di jalan minor dan pergerakan berbelok sedikit. Namun apabila arus lalu lintas di jalan utama sangat tinggi sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di jalan minor meningkat, maka dipertimbangkan adanya sinyal lalu lintas. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 138
Simpang tak bersinyal secara formal dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan dari kiri. Ukuran-ukuran yang menjadi dasar kinerja simpang tak bersinyal adalah kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian (MKJI, 1997). 2.3 Perencanaan Simpang Tak Bersinyal 2.3.1 Kondisi Geometri Lalu Lintas dan Lingkungan Perhitungan dikerjakan sebagai kapasitas simpang, tipe jalan dapat berupa komersia, pemukiman atau akses. 2.3.2 Arus Lalu Lintas Arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu lintas harian rata-rata tahunan). Arus lalu lintas yang digunakan dalam analisis kapasitas simpang dipakai arus lalu lintas yang paling padat per jam dari keseluruhan gerakan kendaraan. Arus kendaraan total adalah kendaraan perjam untuk masing-masing gerakan dihitung dengan % kendaraan konversi yaitu mobil penumpang. Qsmp = Qkend x Fsmp………….. …………………………………………………..(1)
Qsmp Qkend Fsmp
Dengan: = arus total pada persimpangan (smp/jam) = arus pada masing-masing simpang (smp/jam) = faktor smp
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tinggi. Faktor smp untuk berbagai jenis kendaraan dapat dihitung dengan rumus: Fsmp = (LV% x empLV + HV% x empHV + MC% x empMC)/100 ……………………(2) Qsmp = Qkend x Fsmp……………………………………………………….…………..(3) Dengan: Qsmp =arus total pada persimpangan (smp/jam) Qkend = arus pada masing-masing simpang (smp/jam) Fsmp = faktor smp Fsmp di dapat dari perkalian smp dengan komposisi arus lalu lintas kendaraan bermotor dan tak bermotor. 2.3.3 Lebar Pendekat dan Tipe Simpang Pendekat merupakan daerah lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. Lebar pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 139
imajiner yang menghubungkan tipe perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing pendekat.
C ACjalan utama
BDjalan minor
c
A
B a
b
Gambar 1: Lebar pendekatan Jumlah lajur digunakan untuk keperluan perhitungan yang ditentukan dari lebar rata-rata pendekatan jalan minor dan jalan utama. Tabel 2.1 Hubungan Lebar Pendekat dengan Jumlah Lajur Lebar rata-rata pendekat Jumlah minor dan mayor, WBD, lajur WAC (m) WBD = (b/2 + d/2)/2 <5,5 2 >5,5 4 WAC = (a/2 + c/2)/2 <5,5 >5,5
2 4
Sumber: Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997 2.3.4 Menentukan Kapasitas Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas dasar (smp/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan besarnya kapasitas dasar dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 140
Tabel 2 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang Tipe simpang Kapasitas dasar (IT) (smp/jam) 322
2700
342
2900
324 atau 344
3200
422
2900
424 atau 444
3400
Sumber: Tabel B-2: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997 2.3.4.1 Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) ini merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. Faktor ini diperoleh dari rumus tabel 2.3 dibawah ini. Tabel 3 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat Faktor penyesuaia Tipe simpang lebar pendekat (Fw) 1
2
422
0,7 + 0,0866 W1
424 atau 444
0,61 + 0,074 W1
322
0,076 W1
324
0,62 + 0,0646 W1
342
0,0698 W1 Sumber: B-3: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.3.4.2 Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variabel besar kecilnya jumlah penduduk dalam juta, seperti tercantum dalam tabel 4 di bawah ini.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 141
Tabel 4 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Faktor Ukuran Penduduk penyesuaian kota (juta) ukuran kota (CS) Sangat kecil
<0,1
0,82
Kecil
0,1 – 0,5
0,88
Sedang
0,5 – 1,0
0,94
Besar
1,0 – 3,0
1,00
Sangat 1,05 < 3,0 besar Sumber : Tabel B-4: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997 2.3.4.3 Faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan, dan kendaraan tak bermotor (FRSU) Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FRSU), dihitung menggunkan tabel 2.5, dengan variabel masukan adalah tipe lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF) dan rasio kendaraan tak bermotor UM/MV berikut. Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping Kendaraan Tak Bermotor (FRSU) Kelas tipe lingkungan jalan (RE)
Komersial
Permukiman
Akses terbatas
Kelas hambatan Samping (SF)
Rasio Kendaraan tak bermotor (RUM) 0,00
0,05
0,03
0,15
0,20
>0,25
Tinggi
0,93
0,88
0,84
0,79
0,74
0,70
Sedang
0,94
0,89
0,85
0.80
0,77
0,71
rendah
0,95
0,90
0,86
0,81
0,76
0,71
Tinggi
0,96
0,91
0,87
0,82
0,77
0,72
Sedang
0,97
0,92
0,88
0,83
0,78
0,73
rendah
0,98
0,93
0,89
0,84
0,79
0,74
Tinggi/ Sedang/ rendah
1,00
0,95
0,90
0,85
0,80
Sumber : Tabel B-4: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
0,75
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 142
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) Formula yang digunakan dalam pencarian faktor penyesuaian belok kiri ini adalah FLT = 0,84 + 1,61 PLT………..............................................................(4) Kapasitas Kapasita persimpangan secara menyeluruh dapat diperoleh dengan rumus C = Co x Fw x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam).................. (5) Dengan: C Co Fw FM FCS FRSU FLT FRT FMI
= Kapasitas (smp/jam) = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor koreksi lebar masuk = Faktor koreksi tipe median jalan utama = Faktor koreksi ukuran kota = Faktor penyesuaian kendaraan tak bermotor dan hambatan samping dan lingkungan jalan. = Faktor penyesuaian belok kiri = Faktor penyesuaian belok kanan = Faktor penyesuaian rasio arus jalan simpang
Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalulintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas lalulintas, perilaku lalulintas pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan peluang antrian. 2.3.4.4 Derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan merupakan rasio lalulintas terhadap kapasitas. Jika yang diukur adalah kejenuhan suatu simpang maka derajat kejenuhan disini merupakan perbandingan dari total arus lalulintas (smp/jam) terhadap besarnya kapasitas pada suatu persimpangan (smp/jam). Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: DS = QTOT / C………………....................................................................................... (6) Dengan: DS = derajat kejenuhan C = kapasitas (smp/jam) QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam)
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
III. METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi Simpang
Gambar 1. Simpang Pertemuan Jalan Gajah Mada dan Jalan HOS Cokroaminoto IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN 4.1 Data Geometrik Simpangan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 143
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 144
4.2 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di daerah sekitar simpang sebagian besar dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan ruko. Hambatan samping untuk jalan ini relatif sedang. Persimpangan ini juga merupakan titik pertemuan untuk jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan seperti pertokoan, perkantoran, dan tempat pendidikan. 4.3 Data Lalu Lintas
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 145
Total arus lalu lintas pada pendekat utara untuk gerakan lurus pada simpang Jl. Gajah Mada – Jl. HOS Cokroaminoto adalah sebagai berikut: Lurus : LV = 22 k end /jam HV = 4 k en d/ja m MC = 313 kend/jam + Total = 339 kend/jam Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya = 339 kend/jam Kemudian perlu diketahui jumlah kendaraan dalam satuan smp/jam dengan mengekivalenkan ke mobil penumpang, yaitu: Lurus : LV = 22 x 1,0 = 22 sm p/ jam HV = 4 x 1,3 = 5,2 s mp /jam MC = 313 x 0,4 = 125,2 smp/jam + Total = 152,4 smp/jam
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 146
Perhitungan Panjang Antrian dengan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Setelah diperoleh data arus lalu lintas dalam satuan smp/jam, selanjutnya adalah menentukan panjang antrian dengan menggunakan metode MKJI 1997. 1. Perhitungan Panjang Antrian Tiap Pendekat Simpang Jl. Gajah Mada – Jl. HOS Cokroaminoto. a. Pendekat Timur ü Kendaraan tidak bermotor (UM) memiliki rasio = 21/744 = 0,028 ü Lebar Efektif (We) Bedasarkan survei langsung dilapangan diperoleh We = 4,50 ü Arus Jenuh (S) Arus jenuh dapat dinyatakan dengan rumus: S = So. Fcs. Fsf. Fg. Fp. Frt.Flt Dimana: So adalah arus jenuh dasar. Untuk suatu ruas jalan (pendekat) terlindung yaitu tidak terjadi konflik antara kendaraan yang berbelok dengan lalu lintas yang berlawanan maka penentuan ruas jenuh dasar (So) ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif (We) yaitu: So = 600. We = 600. 4,50 = 2700 smp/jam Dimana arus jenuh dasar (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau. Fcs = Faktor penyesuaian ukuran Kota, bedasarkan jumlah penduduk Kota Tuban yakni sebesar 1.107.691 jiwa (berada pada range 1 – 3 juta jiwa), maka nilai Fcs = 1,00 Faktor penyesuaian hambatan samping, Fsf = 0,95 (Bedasarkan kelas hambatan samping dari lingkungan jalan adalah termasuk kawasan komersial dengan hambatan samping rendah, merupakan jalan dua arah yang tidak dipisahkan oleh median dengan tipe fase terlindung, nilai rasio kendaraan tak bermotor = 1,00). Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), bedasarkan naik (+) atau turun (-) permukaan jalan Fg = 1,00 (mendatar). Fp= Faktor penyesuaian parkir (P), bedasarkan jarak henti kendaraan parkir Fp = 1,00 Frt = Faktor penyesuaian belok kanan, ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kanan Prt, maka nilai Frt = 1,00 Flt = Faktor penyesuaian belok kiri, ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri Flt, maka nilai Flt = 1,00 Maka, S = So. Fcs. Fsf. Fg. Fp. Frt.Flt = 2700. 1,00. 0,94. 1,00. 1,00. 1,00. 1,00 = 2538 smp/jam Dimana arus jenuh (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau. ü Waktu siklus (c) Pengamatan waktu siklus bedasarkan dari pengamatan langsung di lapangan yaitu: waktu siklus (c) = 91 detik, waktu hijau = 41 detik. Dan setelah disesuaikan yaitu: waktu siklus (c) = 103 detik, waktu hijau = 46 detik. ü Kapasitas (C) dan derajat kejenuhan (DS) Kapasitas pendekat (C) diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) yaitu: Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 147
C = (S x g)/c = (2538 x 46)/103 = 1136 Derajat kejenuhan diperoleh dengan rumus: DS = Q/C = 613/1136 =0,540 4.5 Analisis Simpang dengan Menggunakan MKJI 1997
Simpang Jl. Gajah Mada – Jl. HOS Cokroaminoto merupakan simpang dengan pengaturan traffic light 3 fase. Formulir SIG I memuat data terkait dengan letak simpang di Kota Tuban dengan jumlah penduduk ± 1.107.691 jiwa (BPS Jawa Timur tahun 2010) dan mengenai informasi geometrik telah dijelaskan sebelumnya. V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil tahap-tahap yang dilakukan berupa analisis simpang dengan waktu traffic light metode MKJI 1997, maka didapat suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Teori Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, dapat digunakan untuk prosedur penentuan waktu sinyal tidak tetap (fully actuated signal). 2. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari senin adalah: a. Pendekat utara Merah : 70 detik menjadi 80 detik. Hijau : 18 detik menjadi 20 detik. b. Pendekat selatan Merah : 70 detik menjadi 80 detik. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Hijau : 18 detik menjadi 20 detik. c. Pendekat timur Merah : 50 detik menjadi 54 detik. Hijau : 41 detik menjadi 46 detik. d. Pendekat barat Merah : 74 detik menjadi 90 detik. Hijau : 14 detik menjadi 10 detik. 3. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari selasa adalah: a. Pendekat utara Merah : 70 detik menjadi 71 detik. Hijau : 18 detik menjadi 29 detik. b. Pendekat selatan Merah : 70 detik menjadi 71 detik. Hijau : 18 detik menjadi 29 detik. c. Pendekat timur Merah : 50 detik menjadi 75 detik. Hijau : 41 detik menjadi 25 detik. d. Pendekat barat Merah : 74 detik menjadi 82 detik. Hijau : 14 detik menjadi 18 detik. 4. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari rabu adalah: a. Pendekat utara Merah : 70 detik menjadi 74 detik. Hijau : 18 detik menjadi 26 detik. b. Pendekat selatan Merah : 70 detik menjadi 74 detik. Hijau : 18 detik menjadi 26 detik. c. Pendekat timur Merah : 50 detik menjadi 55 detik. Hijau : 41 detik menjadi 45 detik. d. Pendekat barat Merah : 74 detik menjadi 90 detik. Hijau : 14 detik menjadi 10 detik. 5. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari kamis adalah: a. Pendekat utara Merah : 70 detik menjadi 78 detik. Hijau : 18 detik menjadi 22 detik. b. Pendekat selatan Merah : 70 detik menjadi 78 detik. Hijau : 18 detik menjadi 22 detik. c. Pendekat timur Merah : 50 detik menjadi 76 detik. Hijau : 41 detik menjadi 24 detik. d. Pendekat barat Merah : 74 detik menjadi 78 detik. Hijau : 14 detik menjadi 22 detik. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 148
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 149
6. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari jum‟at adalah: a. Pendekat utara Merah : 70 detik menjadi 75 detik. Hijau : 18 detik menjadi 25 detik. b. Pendekat selatan Merah : 70 detik menjadi 75 detik. Hijau : 18 detik menjadi 25 detik. c. Pendekat timur Merah : 50 detik menjadi 65 detik. Hijau : 41 detik menjadi 35 detik. d. Pendekat barat Merah : 74 detik menjadi 90 detik. Hijau : 14 detik menjadi 10 detik. DAFTAR PUSTAKA Derektorat Jendral Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Jakarta 1970 Direktorat Jendral Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Jakarta. Harianto, Joni, 2004, Perencanaan Persimpangan Tidak Sebindang pada Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil, universitas Sumatera Utara. Hobbs, F.D. (1995). Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Gajah Mada University Press, Jogjakarta. http://maps.google.com. http://jatim.bps.go.id/?p=169. Morlok, Edward. K. (1995), Pengaturan Teknik dan Perencanaan Trasportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Nasution, H. M. N. Manajemen Transportasi. Bandung, Ghalia, 1996. Suarjoko Warpani, ”Rekayasa Lalu Lintas”, Jakarta 1985. Warpani, Suwardjoko. Analisis Kota & Daerah. Bandung, Penerbit ITB, 1984.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
| 150
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 151
SISTEM APLIKASI PENJUALAN BAHAN BANGUNAN BERBASIS CLIENT SERVER Kemal Farouq, Angga Program studi Teknik Informatika Fakultas Tekniki Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi masyarakat untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan khususnya di bidang kopmputer dalam rangka menjawab tantangan dunia kerja. Telah menjadi tekad para pendiri lembaga ini untuk membantu memberikan informasi dan pendidikan masyarakat kota lamongan dalam wujud pengimplementasian sistem informasi pada pusat perdagangan dalam masyarakat pada bidang pendidikan komnputer. Apabila Pada Toko Angela perkembangan sistem informasi bertambah setiap tahunnya memberikan konsekuen yang cukup serius dalam penanganan, pengolahan dan pengoprasian layanan kegiatan. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar di dalam pelayanan kepada perdagangan toko. Dengan adanya permasalahan seperti di atas maka perlu di adakan pembenahan terhadap sistem yang sedang berjalan sehingga di buatlah sebuah pemecahan masalah dengan melakukan sistem komputerisasi untuk menangani kegiatan informasi penjualan dengan judul “Sistem Aplikasi Penjualan Bahan Bangunan Berbasis Client Server” Kata Kunci : Materials, Visual Basic.Net 2010, Client Server I. Pendahuluan Memuat Latar Belakang, dan Tujuan serta Kegunaan Hasil Penelitian. Dimana muatan muatan tersebut dijelaskan sebagai berikut; 1. Latar Belakang Pada Apabila pengolahan data tidak teratur dan tidak terkoordinasi dengan baik akan mengakibatkan sulitnya mengetahui data dan informasi secara tepat dan akurat. Hampir di semua perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan maupun industri membutuhkan suatu sistem informasi yang baik terutama sistem informasi penjualan, agar dalam kegiatannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Keadaan tersebut menyebabkan banyaknya perusahaan yang meningkatkan pengembangan dibidang penjualan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi dan agar dapat mengolah data dengan mudah, cepat dan akurat. Toko Angela membutuhkan program penjualan yang lebih baik, cepat dan efisen. Toko Angela masih mengalami permasalahan yaitu proses pengolahan data penjualan masih manual, terjadi penumpukan arsip yang tidak teratur dan belum tersedianya tempat penyimpanan arsip, sehingga keamanan dari datanya kurang terjamin. Selain dari waktu yang banyak terbuang dari proses pencarian data pun mengalami kesulitan dan sering terjadi kesalahan dalam pengolahan data. Seorang karyawan hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima menit untuk mencari bahan bangunan yang di maksud dengan kriteria yang di ajukan oleh konsumen. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 152
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk membuat judul “Sistim Aplikasi Penjualan Bahan Bangunan di Toko Angela Berbasis Client Server”. Sehinga diharapkan dengan mengunakan Aplikasi tersebut, Penjualan Di Toko Angela dapat lebih efesien dan efektif. 2. Tujuan dan Kegunaan Hasil Peneliti Dalam pembuatan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari kinerja dari pada para staff tata usaha. Berikut beberapa tujuan dari pemnuatan penelitian ini : 1. Agar bisa menghasilkan program guna mengatur pembayaran konsumen, penyimpanan arsip data dan penghasilan di Toko Angela bisa menghasilkan penjualan menjadi lebih efesien dan efektif di Toko Angela. 2. Memberikan laporan penjualan berupa print out dari data penjualan tersebut.
II. Landasan Teori Memuat teori teori yang digunakan dalam proses penulisan jurnal ini. Teori teori yang dikutip adalah buku buku yang disebutkan di dalam Daftar Pustaka 2.1 Konsep Dasar Sistem Sistem informasi dalam suatu organisasi dapat di katan sebagai suatu sistem yang menyediakan informasi bagi semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapan saja diperlukan. Sistem ini menyimpan, mengambil, mengubah, mengolah, dan negkomunikasikan informasi atau peralatan sistem lainnya. Informasi dalam suatu lingkungan sistem informasi harus mempunyai persyaratan umum sebagai berikut : 1. Harus diketahui oleh penerima sebagai referensi yang tepat. 2. Harus mempunyai surprise, yaitu hal yang sudah diketahui hendaknya jangan di berikan. 3. Harus dapat menuntun pemakai untuk membuat keputusan. Suatu keputusan tidak selalu menuntut adanya tindakan. Sistem informasi harus mempunyai beberapa sifat seperti : 2.1 Pemrosesan informasi yang efektif. Hal ini berhubungan dengan pengujian terhadap data yang masuk, pemakaian perangkat keras dan perangkat lunak yang sesuai. 2.2 Keluwesan. Sistem informasi hendaknya cukup luwes untuk menangani suatu macam operasi. 2.3 Kepuasan pemakai. Halyang paling penting adalah pemakai mengetahui dan puas terhadap sistem informasi. 2.2 Pengolahan Data. Untuk mengasilkan informasi dari data-data yang relevan harus melalui suatu sistem yang di sebut sebagai sistem pengolahan data meliputi sejumlah proses, peralatan dan tenaga pelaksanaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Pengolahan data sebagai serangkaian operasi atas informasi yang direncanakan, guna mencapai tujuan atau hasil yang di inginkan. Definisi pengolahan data adalah suatu bahan mentah yang di olah sedemikian rupa sehingga mengasilkan suatu informasi. 1) Siklus pengolahan data baik yang manual maupun yang menggunakan computer mengalami siklus pengolahan data yang terdiri dari tiga tahap yaitu sebagai berikut : Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
INPUT
PROSES
| 153
OUTPUT
Gambar 1. Siklus Pengolahan Data 1) Data di masukkan ke computer dalam bentuk yang di mengerti oleh computer (input) 2) Data di proses sesuai dengan intruksi yang di terima computer 3) Hasil pengolahan (output), berupa data yang dapat di mengerti dan berguna untuk manusia. III. Isi Makalah Dalam isi makalah akan membahas mengenai batasan sistem, output data, metodologi, dan ujicoba pendukung. 3.1 Batasan sistem Adapun batasan masalah program yang akan dibuat sebagai berikut: 1) Perancang dan pembuatan program sistem penjualan material di Toko Angela 2) Dalam program ini menampilkan data transaksi, laporan data barang, dan juga laporan pendapatan keuangan. 3) Dalam program ini menyimpan data pengiriman material pembangunan yang sudah dibeli. 4) Aplikasi ini dibuat dengan mengunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic.Net 2010 dan SQL Server. 3.2 Output Data Dalam penelitian ini mengasilkan out data guna membantu kinerja di Toko Angela sehingga menjadi lebih baik lagi. Berikut beberapa hasil yang telah di capai dalam pembuatan aplikasi penjualan bahan bangunan. 1. Laporan cetak data prin out 2. Data dapat di export menjadi file dengan pilihan format (Ms. Word, Ms. Exel dan PDF) 3.3 Permasalahan Umum Berikut adalah pemaparan permasalahan yang di hadapi di Toko Angela : 1. Bagaimana cara mengelola data keuangan di Toko Angela 2. Bagaimana cara staff admin membuat laporan dengan mudah dan cepat 3. Bagaimana cara membuat program guna membantu mengatur keuangan di Toko Angela
3.4 Metodologi Penelitian atau Rancangan Sistem yang Di Gunakan. 1) Penelitian Lapangan Riset lapangan yaitu melakukan tinjauan langsung kelapangan guna mengetahui persoalan yang sedang terjadi : a. Pengamatan Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 154
Yaitu melakukan pengamatan data dan juga pengumpulan informasi – informasi dari sumber yang sedang di buat penelitian. b. Wawancara Yaitu melakukan sebuah pengumpulan data dengan cara interview langsung pada sumber yang terkait dalam sebuak instansi. 2) Studi Literatur Yaitu pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku dan literature yang tertulis dan lannya yang berhubungan dengan masalah yang di bahas. 3.5 Ujicoba dan Pendukung Pengujian suatu sistem atau aplikasi yang telah dibuat, perlu dilakukan sebelum aplikasi tersebut digunakan. Uji coba sistem merupakan salah satu bagian penting dalam menjamin kualitas aplikasi. Uji coba sistem ini dilakukan untuk menemukan beberapa kesalahan yang disebabkan oleh proses perancangan maupun proses implementasi yang belum sesuai dengan perancangan sistem tersebut. Uji coba sistem untuk aplikasi penentuan kelulusan unas siswa dengan metode SAW ini dilakukan dengan dua metode uji coba yakni uji coba sistem dan uji coba program. a. Menu login berfungsi untuk masuk kedalam proses aplikasi :
Gambar 1 Tampilan Menu Login b. Setelah kita login. Yang kita jumpai di menu utama adalah file. Yang terdiri dari Master data dan Data transaksai. Master data dan data transaksi.
Gambar 2 Menu Utama c. Form barang ini ialah tempat penyimpanan data barang. Dan juga ada Input, update, delete sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 155
Gambar 3 Barang d. Dalam form penjualan ini adalah form yang menjelaskan tentang barang apa saja yang sudah terjual. Atau sebagai laporan data penjualan kepada pemilik toko.
Gambar 4 penjualan e. Dalam form penjualan ini adalah form yang menjelaskan tentang barang apa saja yang sudah terjual. Atau sebagai laporan data penjualan kepada pemilik toko.
Gambar Printout Data Penjualan f. Form pemesanan ini menjelaskan tentang pengecekan barang apa saja yang sudah di pesan oleh customer. Yang barangnya masih di dalam toko dan belum di ambil. Dan pembayarannya masih belum lunas atau sudah lunas. Dan nanti admin akan mengecek print out datanya atau notta yang di bawa oleh customer.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 156
Gambar 5 Pemesanan Barang g. Dalam Form jenis barang ini ialah form yang dimana tempat jenis barang-barang yang di kelompokkan.
Gambar 6 Jenis Barang h. Form pembayaran ini menjelaskan tentang data pembayaran barang yang sudah di beli. Baik itu lunas atau masih belum lunas.
Gambar 7 Pembayaran Barang i. Data print out pembayaran ini sebagai tanda bukti pembayaran barang yang sudah di beli. Baik itu lunas atau masih belum lunas.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 157
Gambar 8 Prinout Data Pembayaran
j. Data print out pemesana ini menjelaskan tentang sebagai bukti pemesanan barang yang sudah di pesan, tetapi barangnya masih di toko. Baik sudah di bayar lunas maupun masih belum lunas.
Gambar 9 Printout Pemesanan Barang IV. Kesimpulan dan Saran Di bawah ini adalah penutup dari pembuatan jurnal penelitian ini. Berikut kesimpulan dan saran yang telah di rangkum. 4.1 Kesimpulan Setelah melakukan pengujian dan analisa program, maka dapat di peroleh simpulan sebagai berikut : 1. Sistem aplikasi sudah dapat melakukan proses penyimpanan, penghapusan, dan update data untuk data toko. 2. Sudah dapat merancang dan membuat suatu sistem komputerisasi yang dapat di gunakan untuk menunjang kinerja karyawan. Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014
| 158
3. Dapat meningkatkan kemampuan pengolahan data penjualan. Pengolahan yang di maksud meliputi kelengkapan data, perincian data, keamanan data, kerahasiaan data, cara-cara pemasukan dan pengambilan data. 4. Selain proses penjualan, sistem dapat memberikan informasi data tentang stock barang. 4.2 Saran Berikut ini beberapa saran yang dapat berguna dalam meningkatkan kinerja sistem yang telah berjalan saat ini, yaitu : 1. Untuk menjaga atau pemeliharaan sistem, pemakai sistem hendaknya memakai duplikat yang berguna untuk mengganti sistem induk apabila terjadi kesalhan. 2. Pihak Administrator harus senangtiasa menjaga dan mengupdate sistem aplikasi ini agar lebih sempurna dan lebih terperinci laporan penjualannya dari yang ini. . Daftar Pustaka [1] Agustina Maria S, Sri Sulistiani, 2011, Panduan Praktis Microsoft Visio 2010. Penerbit : Andi, Yogyakarta [2] Atashi. January 29, 2010. Pengertian erd dan DFD. http://avfah.wordpress.com/2010/01/29/pengertian-erd-dan-dfd/ [3] Cyber Komputer. April 4 2013. 1:15 pm .Pengertian SQL Server,. http://infoterlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-sql-server-dan-contohnya.html / [4] Hidayatullah, Priyanto. Oktober 2012. Visual basic.net membuat aplikasi database dan program kreatif. Penerbit : Informatika, Bandung. Bandung. [5] Sadeli, Muhammad. September 2012. 4 Pemrograman database dengan Visual Basic 2010 untuk orang awam. Penerbit : Maxikom, Palembang.
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
159
Analisis Alternatif Usaha Pembesaran Ikan Nila Semi-Intensif Dan Intensif Di Desa Babat Agung Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan Jawa Timur *)
Wachidatus Sa’adah *) Dosen Prodi Agrobisnis Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan
Abstraksi Saat ini konsumsi ikan oleh masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan, untuk memenuhi kebutuhan pasokan ikan di pasar ataupun rumah makan tidak hanya dapat dipenuhi dari hasil tangkapan perairan umum, sehingga perlu adanya pembudidayaan secara intensif. Usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif dan secara intensif di Desa Babat Agung Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan Jawa Timur serta usaha mana yang menjadi alternatif untuk diusahakan oleh pembudidaya pembesaran ikan nila. Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk penentuan sampel yaitu simple random sampling. Penentuan sampel dilakukan secara random atau acak terdiri dari 4 tambak yang diteliti hanya 2 tambak yang berbeda jenis usahanya. Teknis pada kedua usaha tersebut sama mulai dari persiapan kolam sampai panen meliputi : persiapan kolam pembesaran, pengisian air, penebaran benih, pemberian pakan, pengendalian hama dan penyakit hingga proses pemanenan. Usaha yang menjadi alternatif dan lebih menguntungkan adalah usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif. Pada usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif pada usaha ini dalam satu tahun berproduksi 3 kali panen sedangkan pada usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif hanya berproduksi 2 kali panen. Pada usaha pembesaran ikan nila secara semi-intensif memperoleh NPV Rp 448.132,-, nilai IRR sebesar 18%, dan nilai Net B/C ratio sebesar 1,074, sedangkan usaha budidaya secara intensif memperoleh NPV Rp 581,508, nilai IRR sebesar 19%, sedangkan nilai Net B/C ratio sebesar 1,002. Berdasarkan analisis dari dua usaha tersebut maka usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif sebagai alternatif usaha yang dipilih oleh petani pembudidaya. Karena dilihat dari hasil perbandingan NPV, IRR, dan Net B/C yang lebih baik adalah usaha intensif daripada usaha semi-intensif. Meskipun pada Net B/C hasil yang diperoleh pada usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif lebih kecil daripada usaha pembesaran ikan nila semi-intensif, namun kriteria analisis usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif dari NPV dan IRR yang lebih sudah menjadi pertimbangan bagi pelaku usaha untuk memilih usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif sebagai alternatif usaha yang akan dilakukan dimasa yang akan datang. Kata kunci : Analisis alternatif, Usaha pembesaran ikan nila semi-intensif dan intensif I. Pendahuluan Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia (the larges archipelagic country in the world) dengan wilayah laut yang lebih luas daripada daratan. Jumlah pulau di Indonesia sebanyak 17.508 pulau dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Sekitar tiga perempat (5,8 juta km2) wilayah Indonesia adalah perairan laut yaitu terdiri atas laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Keseluruhannya adalah perairan laut teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2. Indonesia juga memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 2,7 juta km2. Indonesia memiliki perairan tawar yang sangat luas dan potensial besar untuk usaha budidaya berbagai macam jenis ikan tawar. Sumberdaya perairan di Indonesia meliputi perairan umum (sungai, waduk, dan rawa), sawah (mina padi), dan kolam dengan total luas lahan 605.990 hektar. Perairan umum seluas 141.690 hektar, sawah (mina padi) seluas 88.500 hektar, dan perairan kolam seluas 375.800 (Cahyono, 2000). Ketersediaan sumberdaya perairan yang luas dan sumberdaya manusia yang berlimpah, merupakan modal dasar untuk meningkatkan dan mengembangkan pembangunan perikanan di
Indonesia. Pembangunan nasional di bidang pertanian tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi pangan dan holtikultura, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan, baik perikanan laut maupun perikanan darat (Cahyono, 2000). Minat untuk mengembangkan budidaya perairan sebagai suatu sistem produksi makanan yang dapat dikelola dan sebagai sumber penghidupan telah meningkat dengan pesat selama dasawarsa terakhir ini. Peningkatan usaha pengembangan ini berasal terutama dari kebutuhan untuk menghasilkan tambahan protein dari ikan guna memenuhi permintaan penduduk yang bertambah pesat (Collier W, 1986). Perikanan merupakan salah satu faktor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku pendorong agroindustri, penyumbang devisa melalui penyedia ekspor hasil perikanan, penyedia kesempatan kerja dan sumber pendapatan nelayan atau pembudidaya ikan, serta pendukung kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Hingga saat ini sektor perikanan di Indonesia masih memiliki potensi pembangunan ekonomi dan prospek bisnis yang cukup besar sehingga dapat dijadikan sebagai sektor andalan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat perikanan. Berakhirnya tahun 2013 dan dimulainya tahun 2014, memiliki makna yang mendalam bagi Ditjen Perikanan Budidaya. Oleh karena tahun 2014 adalah tahun terakhir dalam proses pencapaian target produksi dengan kenaikan sebesar 353 persen. Menatap lima tahun ke depan Ditjen Perikanan Budidaya sangat optimistis dengan prospek perikanan budidaya selama lima tahun ke depan (Dirjen Perikanan Budidaya, 2014). Prospek cerah perikanan budidaya juga ditunjang dengan fakta bahwa ikan merupakan andalan dalam memasok ketahanan pangan nasional. Perikanan budidaya yang dapat dikembangkan dengan lebih besar serta ditopang dengan data bahwa ikan merupakan makanan yang sehat dan menyehatkan maka tidak salah jika ke depan perikanan utamanya budidaya akan menjadi ujung tombak dalam menopang ketahanan pangan nasional. Dengan mudahnya dan banyak komoditas yang dapat dikembangkan oleh perikanan budidaya menjadikan ikan dapat diproduksi dengan cepat dan dalam jumlah yang besar. Data statistik perikanan budidaya menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir produksi ikan dari budidaya meningkat cukup besar setiap tahunnya. Ambisi besar perikanan budidaya yang dulu diragukan, kini mulai terbukti hasilnya. Bahkan beberapa komoditas melampaui target produksinya. Potensi lahan Indonesia memang masih sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya tingkat pemanfaatan lahan pada tahun 2012 hanya sebesar 6,33 persen. Budidaya di laut dan di perairan umum yang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah yakni dikisaran angka 1 persen. Sementara budidaya lain tingkat pemanfaatannya juga tidak terlalu besar. Bahkan budidaya kolam dan tambak yang sangat berkembang tingkat pemanfaatannya masih jauh di bawah 50 persen, seperti tergambar pada tabel berikut. Tabel 1. Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatannya, Tahun 2013 Luas Lahan Potensi Tingkat Pemanfaatan No Jenis Budidaya digunakan (Ha) (%) (Ha) 1 Laut 12,545,072 176,930 1.41 2 Tambak 2,963,717 657,346 22.18 3 Kolam 541,100 131,776 24.35 4 Perairan Umum 158,125 1,798 1.14 5 Minapadi 1,536,289 156,193 10.17 Total 17,744,303 1,124,043 6.33 Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya dalam Angka 2013. Berdasarkan data dari Ditjen Perikanan Budidaya tahun 2013 untuk wilayah Indonesia lima tahun kedepan tersebut dapat diketahui bahwa perikanan budidaya memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan karena total lahan budidaya yang telah dimanfaatkan baru sebesar 1,124,043 Ha. Data tersebut diatas juga menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh para pembudidaya ikan cenderung masih rendah, contohnya pada jenis lahan perairan umum yang
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
160
memiliki prosentase pemanfaatan paling kecil, hanya 1,14% dari total keseluruhan luas lahan perairan umum yang seluas 158.125 Ha. Salah satu budidaya perikanan darat yang sangat prospektif untuk saat ini dan yang akan datang, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor adalah ikan nila (Oreochromis nilotikus). Ikan jenis ini mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Dari segi teknis budidaya, jenis ikan ini cukup mudah dipelihara, mempunyai pertumbuhan cepat, dan daya adaptasinya terhadap lingkungan cukup baik. Disamping itu, ikan jenis ini dapat diusahakan dalam skala kecil/rumah tangga, menengah maupun skala besar (Anonymous, 1999). Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perikanan Budidaya tentang Peta Sentra Produksi Perikanan Budidaya tahun 2013, maka di wilayah Jawa Timur terdapat tiga kabupaten yang menjadi sentra utama produksi ikan nila, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Lamongan, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Sentra Produksi Budidaya Ikan Nila Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur No Nama Kabupaten Volume Produksi (Ton) (%) 1. Sidoarjo 9.401,7 40,51 2. Blitar 3.165,6 13,64 3. Lamongan 2.220,4 9,57 4. Kabupaten lainnya 8.432,3 36,29 Total 23.211,0 100,00 Sumber : Peta Sentra Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2013. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa perikanan budidaya ikan nila di Lamongan memiliki peringkat ketiga di Jawa Timur dan untuk perkembangannya mulai memberikan kontribusi berupa tambahan berkembang cepat. Berdasarkan rencana dinas perikanan yang ada di Lamongan untuk ikan nila sendiri ada strategi yang direncanakan untuk tahun-tahun kedepan untuk petani tambak ikan nila memanfaatkan pengolahan ikan nila secara intensif sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan. Mengingat ikan nila sangat mudah dibudidayakan, diharapkan nantinya dari usaha pembesaran ikan nila ini akan dapat pendapatan bagi masyarakat yang mengusahakannya disamping pendapatan yang berasal dari mata pencaharian pokoknya. Menurut Listyanto, Hadie, Andriyanto dan Savitri (2009), lahan budidaya kolam di Indonesia diperkirakan luasnya mencapai 526.000 ha, dengan luasan terbesar berada di Jawa Timur. Potensi budidaya kolam tambak di kabupaten Lamongan sangat besar, tersebar hampir di seluruh kecamatan. Untuk komoditas unggulan budidaya yang ada di Kecamatan Deket adalah udang vanamme, ikan bandeng, ikan mas (tombro), dan ikan nila. Saya memilih komoditi ikan nila di Desa Babat Agung karena budidaya ikan nila di Desa ini masih relatif baru dikembangkan oleh petani tambak di sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan ikan di pasar ataupun di rumah-rumah makan tidak hanya dapat dipenuhi dari hasil tangkapan di perairan umum saja, sehingga perlu adanya pembudidaya secara intensif. Membudidayakan ikan nila ini tentunya akan dipengaruhi juga oleh besarnya permintaan ikan nila sebagai salah satu sumber pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat terutama di Kecamatan Deket khususnya di Desa Babat Agung. Di Kecamatan Deket sebagian besar masyarakatnya adalah mempunyai tambak dan banyak sekali yang bergelut di bidang pembudidayaan/pembesaran ikan. Khususnya di daerah utara Kecamatan Deket rata-rata adalah tambak ikan, yang salah satu jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila (Oreochromis nilotikus) yang dikelola sendiri oleh Bapak Habib. Dan salah satu lahan/tambak yang dikerjakan adalah pembesaran ikan nila dengan pengelolaan secara semi-intensif dan pengelolaan secara intensif. Beberapa keunggulan budidaya ikan nila ini adalah bahwa ikan nila ini untuk ukuran individunya lumayan besar, pemakan segala dan dapat bertoleransi terhadap kondisi perairan yang kurang menguntungkan serta dapat bertoleransi pH air lingkungan yang ber pH 3-4. Budidaya ikan nila di tambak, di kolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4 bulan. Pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di kolam atau di jaring apung. Ikan nila ukuran 5-8 cm yang dibudidayakan di tambak selama 2,5 bulan dapat mencapai 200 g, sedangkan melihat fenomena diatas, menjadi alternatif penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui seberapa jauh usaha pembesaran ikan nila ini berkembang dan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dalam membudidayakan ikan nila.
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
161
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana teknis pembesaran ikan nila. 2. Usaha manakah yang menjadi alternatif untuk diusahakan oleh pembudidaya pembesaran ikan nila yang cara pengelolaannya secara semi-intensif atau secara intensif. II. Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menentukan sampel yaitu simple random sampling atau sampel acak, sampel campur. Penentuan sampel dilakukan secara random/acak karena didalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subyek-subyek di dalam populasi sehingga semua subyek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subyek untuk memperoleh kesempatan (change) dipilih menjadi sampel. Metode ini dilakukan manakala anggota populasi benar-benar memiliki karakteristik, sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut bertalian erat dengan homogen subyek dalam populasi (M. Aziz Firdaus, 2012:30). Dalam penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen/anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran peneliti. Keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat yang relatif sama antara yang satu dengan yang lain dan tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda (populasi homogen). Dalam penelitian ini jumlah anggota populasi sebanyak 4 obyek/petani yang mengusahakan pembesaran ikan nila, yang terdiri dari 2 tambak semi-intensif dan 2 tambak intensif. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut atau hanya akan meneliti sebagian dari populasi (wakil populasi yang diteliti). Menurut Juliansyah Noor (2011), apabila populasinya yang terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati. Dengan penelitian sampel maka akan lebih efisien, karena adanya keterbatasan dana, tenaga, dan waktu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif yaitu mewakili populasi, dalam arti semua ciriciri atau karakteristik yang ada pada populasi, tercermin pada sampel. Dengan demikian, kami memilih salah satu sampel dari masing-masing obyek tersebut untuk penelitian. Untuk memilih sampel tersebut kami menggunakan simple random sampling yang dilakukan secara acak pada masing-masing obyek tersebut. Populasi pada tambak semi-intensif yaitu tambak 1a, 1b, sedangkan sampel pada tambak intensif yaitu tambak 2a dan 2b. Dikarenakan pada masing-masing obyek tersebut bersifat homogen dalam perlakuan mulai dari awal pengelolaan sampai dengan pemanenan, maka peneliti mengambil salah satu dari populasi yang ada untuk dijadikan sampel, karena sampel tersebut sudah mewakili jumlah populasi yang ada. Analisis Data Data yang didapat dari hasil penelitian adalah data kuantitatif. Menurut Kuncoro dalam (Hasan, 2009), mengatakan bahwa data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik/angka. Analisis kuantitatif analisis data yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data dalam wujud angka-angka. Analisis dan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan pengembangan usaha pembesaran ikan nila dari analisis finansial. Kemudian hasil dari pengolahan di interprestasikan secara deskritif untuk menggambarkan tentang kelayakan pengembangan usaha. Analisis yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C). Analisis Alternatif Usaha Pembesaran Ikan Nila Analisis alternatif usaha berfungsi sebagai analisis untuk mengetahui seberapa layak dan menguntungkan usaha yang dilakukan oleh pembudidaya dalam pembesaran ikan nila. Dalam menganalisis alternatif usaha terlebih dahulu harus menyusun aliran kas (cash flow). Cash flow terdiri dari biaya investasi, biaya produksi (biaya tetap dan tidak tetap), pajak dan lain-lain. Menganalisis alternatif usaha diperlukan beberapa kriteria investasi yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidak layak dalam menjalankan usaha tersebut. Kriteria investasi yang
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
162
digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C). Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang (Umar, 2005). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : NPV
n n Bt Ct t 0 (1 i ) t 0 (1 i )
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t n = Umur proyek (tahun) i = Discount rate (%) Penilaian kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV terdapat tiga kriteria investasi dalam NPV yaitu NPV > 0, berarti proyek menguntungkan, NPV = 0, berarti impas, sedangkan apabila NPV < 0, berarti proyek tersebut merugikan. Internal Rate Return (IRR) Menurut Husnan dan Suwarsono (2000:210) dalam Mimit Primyastanto (2011), IRR adalah menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang. Apabila tingkat bunga lebih besar daripada tingkat bunga relevan, maka investasi dikatakan menguntungkan, apabila lebih kecil dikatakan merugikan. Dapat dirumuskan sebagai berikut : IRR i
NPV
'
NPV
'
'
NPV
''
x i ' ' i '
Keterangan: i’ = Tingkat suku bunga pada interpolasi pertama (lebih kecil) i'’ = Tingkat suku bunga pada interpolasi kedua (lebih besar) NPV = Nilai NPV pada discount rate pertama (positif) NPV" = Nilai NPV pada discount rate kedua (negatif) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Soekartawi (2006) menjelaskan, Net B/C yaitu menghitung perbandingan nilai selisih biaya manfaat yang positif dan negatif. Secara teoritis manfaat ini dihitung dengan rumus sebagai berikut : B Net = C
n (B i=1 (1
− C) yang bernilai positif = i)′ (B − C) n i=1 (1 = i)′ yang bernilai negatif
Keterangan : B = Benefit C = Cost n = Banyaknya kegiatan i = Tingkat bunga bank yang berlaku Kriteria yang dipakai yaitu nilai Net B/C > 1. III. Hasil Dan Pembahasan Analisis Alternatif Usaha Pembesaran Ikan Nila Analisis alternatif usaha berfungsi sebagai analisis untuk mengetahui usaha manakah yang layak digunakan dan menguntungkan untuk masa yang akan datang. Pada analisis alternatif usaha
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
163
yang digunakan ada 2 jenis usaha yaitu usaha budidaya pembesaran secara semi-intensif dan usaha budidaya pembesaran secara intensif. Dalam menganalisis alternatif usaha terlebih dahulu harus menyusun aliran kas (cash flow). Cash flow terdiri dari dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan ikan nila selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya produksi (biaya tetap atau biaya tidak tetap), pajak dan lain-lain. Menganalisis alternatif usaha diperlukan beberapa kriteria investasi yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha tersebut. Kriteria investasi yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Analisis Alternatif Pada usaha Pembesaran Ikan nila Semi-Intensif Pada usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif pada usaha ini. Dalam satu tahun hanya berproduksi 3 kali panen. Hasil analisis alternatif usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Hasil Analisis Alternatif Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila Semi-intensif. No Kriteria Investasi Nilai 1. NPV Rp 448.132,2. IRR 18% 3. Net B/C 1,074 Usaha pembesaran ikan nila ini menggunakan DF (discount faktor) 12%. DF 12% maksudnya adalah suatu bilangan untuk menilai nilai uang dalam bentuk present value (nilai sekarang). Berdasarkan nilai kriteria investasi (Tabel 4) dapat kita lihat bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila secara semi-intensif memperoleh NPV Rp 448.132,- yaitu lebih besar dari nol dan bernilai positif. Nilai IRR sebesar 18% yang lebih besar dari suku bunga Bank, sedangkan nilai Net B/C ratio sebesar 1,074 lebih besar dari satu yang berarti, dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama produksi mampu menghasilkan bersih sebesar 1,074 rupiah dan usaha ini layak untuk dijalankan.
Analisis Alternatif Pada Usaha Pembesaran Ikan Nila Intensif Pada usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif pada usaha ini. Dalam satu tahun hanya berproduksi 2 kali panen. Hasil analisis alternatif usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. Hasil Analisis Alternatif Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila intensif. No Kriteria Investasi Nilai 1. NPV Rp 581.508,2. IRR 19% 3. Net B/C 1,002 Usaha pembesaran ikan nila ini menggunakan DF (discount faktor) 12%. DF 12% maksudnya adalah suatu bilangan untuk menilai nilai uang dalam bentuk present value (nilai sekarang). Berdasarkan nilai kriteria investasi (Tabel 5) dapat kita lihat bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila secara intensif memperoleh NPV Rp 581,508 yaitu lebih besar dari nol dan bernilai positif. Nilai IRR sebesar 19% yang lebih besar dari suku bunga Bank, sedangkan nilai Net B/C ratio sebesar 1,002 lebih besar dari satu yang berarti, dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama produksi mampu menghasilkan bersi sebesar 1,002 rupiah dan usaha ini layak untuk dijalankan. Alternatif Usaha yang Akan Dipilih Dari analisis dua usaha tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Hasil Analisis Alternatif Usaha Pembesaran Semi-Intensif dan Intensif. Jenis Budidaya NPV IRR Net B/C Semi-intensif Rp 448.132,18% 1,074 Intensif Rp 581.508,19% 1,002
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
164
Berdasarkan analisis dari dua usaha tersebut maka usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif sebagai alternatif usaha yang dipilih oleh petani pembudidaya. Karena dilihat dari hasil perbandingan NPV, IRR dan Net B/C yang lebih baik usaha intensif daripada usaha semi-intensif. Meskipun pada Net B/C hasil yang diperoleh pada usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif lebih kecil daripada usaha pembesaran ikan nila semi-intensif, namun kriteria analisis usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif dari NPV dan IRR yang lebih sudah menjadi pertimbangan bagi pelaku usaha untuk memilih usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif sebagai alternatif usaha yang akan dilakukan dimasa yang akan datang.
IV.Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Dari penelitian tentang pembesaran ikan nila diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Pada dua usaha tersebut, budidaya secara semi-intensif maupun intensif perlakuan dalam pembudidayaannya adalah sama. Mulai dari awal persiapan kolam, pemberian pakan hingga pada tahap pemanenan, yang membedakan hanya pemberian pakan. Usaha pembesaran yang budidaya secara semi-intensif pembesarannya selama 4 bulan, sehingga dalam satu tahun mencapai 3 kali panen. Sedangkan usaha pembesaran yang budidaya secara intensif pembesarannya selama 6 bulan, sehingga dalam satu tahun mencapai 2 kali panen. Usaha pembesaran budidaya secara intensif lebih lama dibanding dengan usaha pembesaran budidaya secara semi-intensif. b. Teknis usaha budidaya pembesaran ikan nila mulai dari persiapan hingga panen sebagai berikut : pengeringan dasar kolam, pengapuran, pemupukan, pengisian air, penebaran benih, pemberian pakan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan hasil. c. Analisis alternatif yang diperoleh pada usaha pembesaran ikan nila secara semi-intensif adalah NPV (Net Present Value) sebesar Rp 448.138,- IRR (Internal Rate Return) yang dihasilkan sebesar 18% dan nilai Net B/C sebesar 1,074, sedangkan pada usaha pembesaran ikan nila secara intensif diperoleh hasil NPV (Net Presen Value) sebesar Rp 581.508,- IRR (Internal Rate Return) yang dihasilkan sebesar 19% dan nilai Net B/C sebesar dari 1,002, artinya hasil dari kedua analisis tersebut NPV (Net Present Value) lebih besar dari 0, IRR (Internal Rate Return) yang dihasilkan lebih besar dari suku bunga Bank, sedangkan nilai Net B/C lebih besar dari 1. d. Berdasarkan analisis dari dua usaha tersebut maka usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif sebagai alternatif usaha yang dipilih oleh petani pembudidaya. Karena dilihat dari hasil perbandingan NPV, IRR, dan Net B/C yang lebih baik usaha intensif daripada usaha semiintensif. Meskipun pada Net B/C hasil yang diperoleh pada usaha budidaya pembesaran ikan nila intensif lebih kecil daripada usaha pembesaran ikan nila semi-intensif, namun kriteria analisis usaha budidaya pembesaran ikan Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : a. Usaha budidaya pembesaran ikan nila semi-intensif dan intensif ini perlu dikelola dengan menerapkan manajemen keuangan yang baik, sehingga dari usaha tersebut nantinya bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi untuk masa-masa yang akan datang. b. Dari penampilan usaha masing-masing petani, terlihat bahwa nilai IRR yang dihasilkan sudah memenuhi syarat karena diperkirakan nilai IRR yang dihasilkan lebih besar dari suku bunga bank, menunjukkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila semi-intensif dan intensif ini bila dikelola secara optimal maka akan memberikan keuntungan yang lebih besar lagi. c. Mengingat masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya perikanan tawar, diharapkan peran serta dinas perikanan dan perguruan tinggi untuk memberikan penyuluhan tentang usaha budidaya perikanan.
Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014│
165
d. Untuk usaha budidaya pembesaran ikan nila semi-intensif disarankan memperbaiki pengelolaannya, bahwa tidak kemungkinan akan sama seperti intensif dengan catatan pengembangan pengelolaannya. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Perikanan. Yogyakarta. Aziz, Firdaus, M. 2012. Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Tangerang : Jelajah Nusa. Cahyono, 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. Collier ,W. 1986. Penelitian Ekonomi Budidaya Perairan di Asia. Yayasan Obor Indonesia dan PT Gramedia. Jakarta. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2013. Peta Sentra Produksi Perikanan Budidaya Tahun 201. Bagian Produksi-Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Jakarta. Ditjen Perikanan Budidaya. 2014. Petunjuk Teknis Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila (Oreo chromis Niloticus). Dirjen Perikanan Budidaya di Bogor Jawa Barat. Dr. Juliansyah Noor, S.E., 2011. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, disertai dan Karya Ilmiah. Jakarta : Kencana, Ed.1, Cet.1; XIV, 290, hlm : 23 cm. Hasan, U. 2009. Perencanaan Usaha (Business Plan) Pengolahan Ikan Lele (Clarias sp) Jawa Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Universitas Brawijaya, Malang. Husnan dan Suwarsono. 2000. Study Kelayakan Proyek. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMK YKPN. Primyastanto, Mimit. 2011 Pustaka Feasibility Study Usaha Perikanan (Sebagai Aplikasi dari Teori Study Kelayakan Usaha Perikanan) Cetakan Pertama. Malang : Universitas Brawijaya Press (UB Press). Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Jakarta : Universitas Indonesia. Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.