Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENGARUH KANDUNGAN AMPAS TEH DALAM KONSENTRAT TERHADAP EKSKRESI KREATININ PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) (The affect of tea Waste Inclusion in Concentrate Feed on Creatinine Excretion in Ongole Grade Cattle (OG)) FITRI FARITA DEWI, E. RIANTO dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT This study aimed to examine the influence of tea waste inclusion in concentrate on creatinine excretion. Materials used were 12 male Ongole Grade cattle (average body weight (BW) 226.04 ± 18.05 kg; age at 1.5 to 2 y.o.). The cattle were divided into three groups following completely randomized design (CRD) with three treatments and four replications. They were given rice straw ad libitum and concentrate diet consisting of rice bran and tea waste at various level as treatments (T1 = 10%, T2 = 20%, T3 = 30%). The data obtained were analyzed using analysis of variance with F test and correlation coefficient (r). The parameters used were the amount of creatinine excretion, dry matter intake (DMI), crude protein intake (CPI), water intake (WI) and urine excretion. The results showed that DMI among the treatments (T1 = 7.81; T2 = 7.24; T3 = 7.95 kg) was not different (P > 0.05) as well as CPI (T1 = 0.55; T2 = 0.64; T3 = 0.75 kg), WI (T1 = 13.82; T2 = 13.79; T3 = 13.10 kg) and urine excretion (T1: 3.21; T2 = 4.53; T3 = 3.63 kg). Average creatinine excretion over 7 days (T1 = 1052.72; T2 = 1318.24 and T3 = 1602.33 g) was not different. Creatinine excreted in the urine showed no correlation with body weight (r = 0.148), a weak correlation with the DMI (r = 0.365) and strong correlation with CPI (r = 0.425). This study concluded that tea waste inclusion in feeding did not influence the creatinine excretion, DMI and CPI, WI and urine excretion. Key Words: Tea Waste, Rice Bran, Creatinine, Ongole Grade Catlle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ampas teh pada ekskresi kreatinin, dengan menggunakan 12 ekor sapi Peranakan Ongole jantan (berat badan rata-rata (BB) 226,04 ± 18,05 kg; umur 1,5 - 2 tahun). Sapi tersebut dibagi menjadi tiga kelompok sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan empat ulangan. Mereka diberi jerami padi ad libitum dan pakan konsentrat yang tersusun dari dedak padi dan ampas teh pada berbagai perbandingan sebagai perlakuan (T1 = 10%, T2 = 20%, T3 = 30%). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varians dengan uji F dan koefisien korelasi (r). Parameter yang digunakan adalah jumlah ekskresi kreatinin, konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK), konsumsi air minum dan ekskresi urin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BK antar perlakuan (T1 = 7,81; 7,24 = T2; T3 = 7,95 kg) tidak berbeda nyata (P > 0,05) demikian pula konsumai PK (T1 = 0,55; 0,64 = T2; T3 = 0,75 kg), konsumsi air (T1 = 13,82; 13,79 = T2; T3 = 13,10 kg) dan ekskresi urin (T1: 3,21; 4,53 = T2; T3 = 3,63 kg). Rata-rata ekskresi kreatinin selama pengumpulan 7 hari (T1= 1.052,72; T2= 1.318,24 dan T3= 1.602,33 g) tidak berbeda nyata. Kreatinin yang diekskresikan dalam urin tidak menunjukkan adanya korelasi dengan BB (r = 0,148), berkorelasi lemah dengan konsumsi BK (r = 0,365) dan berkorelasi kuat dengan konsumsi PK (r = 0,425). Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan ampas teh dalam pakan tidak mempengaruhi ekskresi kreatinin, konsumsi BK dan PK, air dan ekskresi urin. Kata Kunci: Ampas Teh, Dedak Padi, Kreatinin, Sapi Peranakan Ongole
PENDAHULUAN Pakan dibutuhkan ternak untuk meningkatkan produksi. Salah satu kendala
yang dialami oleh banyak peternak di dalam usaha pengembangan peternakan sapi adalah penyediaan pakan konsentrat yang berkualitas dan murah. Ampas teh yang merupakan hasil
211
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
sampingan industri minuman teh, baik yang dikemas dalam botol maupun kotak, masih mempunyai kandungan nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak. ROHAYATI (1994) menyatakan ampas teh memiliki kandungan protein tinggi sebesar 27,94%, namun menghasilkan ammonia yang rendah. Pemberian pakan sumber protein tersebut, diharapkan memberikan penampilan produksi berupa pertambahan bobot badan yang lebih baik. Massa otot atau bobot badan berkorelasi dengan ekskresi kreatinin urin (NARAYAN dan APPLETON, 1980). Hal ini karena kreatinin merupakan produk endogenous akhir dari metabolisme kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot (FRANDSON, 1992). Kreatinin dihasilkan dari kreatin, sebuah molekul yang sangat penting untuk produksi energi di otot, yang kemudian dialirkan melalui darah ke ginjal, sebagian besar disaring oleh ginjal yang disekresikan lewat urin. Menurut BORSOOK dan DUBNOFF (1974) cadangan kreatin 98% pada ternak masuk dalam otot, sebagian besar dalam bentuk fosfokreatin; antara 1,6 – 2,8% cadangan tersebut dikonversi setiap hari menjadi kreatinin, yang diekskresikan lewat urin. Ekskresi kretinin relatif konstan, akan tetapi antara individu-individu bervariasi (ALBIN et al., 1966). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji pengaruh kandungan ampas teh terhadap ekskresi kreatinin pada sapi Peranakan Ongole (PO). Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi bahwa metabolisme protein pada ternak yang diberi ampas teh dapat berlangsung dengan baik.
MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi PO jantan sebanyak 12 ekor dengan bobot badan (BB) rata-rata 226,04 ± 18,05 kg (CV = 7,99%) dan umur sekitar 1,5 sampai 2 tahun. Pakan yang digunakan berupa jerami padi dan konsentrat yang terdiri atas dedak padi dan ampas teh. Kandungan nutrisi pakan hasil analisis proksimat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Peralatan yang mendukung dalam pengambilan data penelitian adalah 12 set harness yang dilengkapi dengan kantong penampung urin dan jirigen untuk menampung urin selama 24 jam yang dihubungkan dengan selang. Bahan yang digunakan adalah larutan H2SO4 dengan pengenceran 20% untuk mengikat N yang terkandung di dalam urin. Bahan untuk analisis menggunakan kreatinin kit merk Bavaria Diagnostica. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan pakan, yang masing-masing perlakuan terdapat empat ulangan. Perlakuan pakan yang diterapkan kandungan ampas teh dalam konsentrat yang berbeda, yakni T1 (konsentratt dengan kandungan ampas teh 10% dan dedak padi 90%), T2 (ampas teh 20% dan dedak padi 80%) serta T3 (ampas teh 30% dan dedak padi 70%). Konsentrat diberikan sebesar 2% bobot badan sedangkan jerami diberikan ad libitum. Pengambilan sampel urin untuk diteliti konsentrasi kreatininnya dilakukan secara periodik per 3 minggu, pada minggu ke-0, ke-3, ke-5, dan ke-8). Pengambilan sampel pada periode tersebut adalah untuk mengukur
Tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan dalam 100% BK Bahan pakan
PK
LK
Abu
SK
BETN
............................………. (%) ……….................................. Jerami padi
7,28
1,82
21,62
52,54
17,05
Konsentrat T1
8,96
2,06
21,52
48,55
13,69
Konsentrat T2
12,51
2,05
22,14
48,35
19,38
Konsentrat T3
13,87
2,10
21,57
45,33
21,91
BK: bahan kering; PK: protein kasar; LK: lemak kasar; SK: serat kasar; dan BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen
212
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan yang diharapkan berubah setiap minggunya. Pengambilan sampel urin yang lain adalah pada saat yang bersamaan dengan total koleksi yang dilakukan selama 7 hari (pada minggu ke5 perlakuan). Pengambilan sampel urin ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan hubungannya dengan BB. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah kreatinin yang keluar lewat urin dalam waktu 24 jam pada setiap kali pengukuran, jumlah kreatinin harian dalam total koleksi. Parameter pendukung lain yang diamati adalah konsumsi BK, konsumsi protein, konsumsi air minum dan keluaran urin. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap pengeluaran urin dan pengeluaran kreatinin Keluaran urin tidak berbeda nyata (Tabel 2) dengan rata-rata 3,79 liter. Berdasarkan hasil penelitian bahwa keluaran urin yang tidak berbeda nyata kemungkinan disebabkan karena konsumsi air minum juga tidak berbeda nyata. Menurut PARAKKASI (1999) air banyak dibutuhkan untuk mengeluarkan hasil metabolisme N lewat urin. Keluaran kreatinin tidak berbeda nyata (Tabel 2) dengan rata-rata 1.324,43 mg/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan ampas teh 1030% tidak berpengaruh nyata terhadap keluaran kreatinin. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsumsi PK yang tidak berbeda nyata.
Hubungan antara bobot badan dengan keluaran kreatinin selama 7 hari (minggu ke-5) Hubungan antara bobot badan dengan jumlah ekskresi kreatinin dari pengukuran selama 7 hari ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah ekskresi kreatinin dengan bobot badan berkorelasi sangat rendah (r = 0,148). Pengeluaran kreatinin pada penelitian ini adalah 5,80 mg/ekor per hari untuk setiap 1 kg BB. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian WAHYUNINGTIAS (2008) yang menunjukkan bahwa sapi PO pada setiap 1 kg BB mengeluarkan 5,57 mg kreatinin per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan tidak berpengaruh terhadap keluaran kreatinin per kg BB. Hubungan antara konsumsi BK dan jumlah keluaran kreatinin Hubungan antara konsumsi BK dengan keluaran kreatinin ditampilkan pada Gambar 2. Hubungan antara konsumsi BK (kg) dan jumlah keluaran kreatinin berkorelasi lemah (r = 0,365), yang diduga karena konsumsi BK yang bervariasi antar individu, sehingga tubuh ternak melakukan metabolisme yang menghasilkan keluaran kreatinin yang bervariasi. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan pemanfaatan pakan didalam saluran pencernaan dan jaringan tubuhnya yang ditentukan oleh keseimbangan kandungan nutrien di dalam pakan yang dikonsumsi.
Tabel 2. Konsumsi BK, PK, air minum dan pengeluaran urin (liter) dan kreatinin (mg/hari) Parameter
T1
T2
T3
Keterangan
Konsumsi BK total (kg)
7,81
7,24
7,95
Ns
Konsumsi PK total (kg)
0,55
0,64
0,75
Ns
Konsumsi air minum (L)
13,82
13,79
13,10
Ns
Keluaran urin (L)
3,21
4,53
3,63
Ns
Keluaran kreatinin (mg/hari)
1052
1318
1602
Ns
Hasil pengukuran selama 7 hari; Ns : non signifikan (P > 0,05)
213
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Gambar 1. Hubungan antara bobot badan dengan keluaran kreatinin selama 7 hari (minggu ke-5)
Hal ini sesuai dengan pendapat CHEN et al. (1995), bahwa ekskresi kreatinin dalam urin setiap harinya merupakan indikator metabolisme tubuh ternak. Hubungan antara konsumsi protein dan jumlah keluaran kreatinin Hasil analisis hubungan antara konsumsi protein (kg) dan jumlah keluaran kreatinin (mg/hari) ditunjukkan pada Gambar 3.
Hubungan konsumsi protein terhadap jumlah keluaran kreatinin harian menunjukkan korelasi cukup kuat (r = 0,425). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat DINNING et al. (1948) dan ANGGRAENI (2009) yang menyatakan bahwa ekskresi kreatinin tidak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi protein. Dijelaskan oleh ANGGRAENI (2009) bahwa ternak melakukan metabolisme protein yang bervariasi sesuai dengan kondisi tubuh ternak tersebut.
Gambar 2. Hubungan antara konsumsi BK (kg) dan jumlah keluaran kreatinin (mg/hari)
214
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Gambar 3. Hubungan antara konsumsi protein (kg) dan jumlah keluaran kreatinin (mg/hari)
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kandungan ampas teh tidak berpengaruh terhadap ekskresi kreatinin. Pada bobot tubuh yang relatif sama, ekskresi kreatinin juga relatif sama, tetapi terdapat variasi yang cukup tinggi antar individu dalam ekskresi kreatinin. DAFTAR PUSTAKA ALBIN, R.C. and D.C. CLANTON. 1966. Factors contributing to the variation in urinary creatinine and creatinine-nitrogen rations in beef cattle. J. Anim. Sci. 25: 107 – 112. ANGGRAENI, A.S. 2009. Keluaran Kreatinin Urin dan Hubungannya dengan Jaringan Protein Tubuh, Karkas dan Organ dalam Pada Sapi Peranakan Ongole yang Mendapat Level Konsentrat Berbeda. Skripsi Sarjana Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. ARPAH, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito, Bandung. BARRY, T.N. and S.J. DUNCAN. 1984. The role of condensed tannins in the nutritional value of Lotus pedunculatus for sheep. 1. Voluntary intake. Br. J. Nutr. 51: 485 – 491. BORSOOK, H. and J.W. DUBNOFF. 1974. The hydrolysis of phosphocreatine and the origin of urinary creatinine. J. Biol. Chem. 168: 493 – 510.
CHEN, X.B., A.T. MEJIA, D.J. KYLE and E.R. OKSKOV. 1995. Evaluation of the use of the purine derivative: Creatinine ratio in spot urine and plasma samples as an index of microbial protein supply in ruminants : studies in sheep. J. Argic. Sci. 125: 137 – 143. DINING, J.S., W.D. GALLUP and H.M. BRIGGS. 1948. Excretion of creatinine and creatine by beef strees. J. Biol. Chem. pp. 157 – 161. FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. dan K. PRASENO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HARYANTI, N.P. 2005. Hubungan Rermentabilitas dan Kecernaan Beberapa Legum Pohon dengan Penyerapan Mineral Ca dan P pada Domba Lokal Jantan. KERTZ, A.F., L. R. PREWITT, A. G. LANE and J. R. CAMPBELL. 1970. Effect of dietary protein intake on creatinine exretion and the creatinine nitrogen ratio in bovine urine. J. Anim. Sci. 30: 278 – 282. KONDO, M., K. KITA and H-O YOKOTA. 2007. Ensiled or oven-dried green tea by-product as protein feedstuffs:affects of tannin on nutritive value in goats. J. Anim. Sci. 20: 880 – 886. NARAYAN, S. and H. D. APPLETON. 1980. Creatinin: A review. Clin. Chem. 26(8): 1119 – 1126. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. ROHAYATI, R.T. 1994. Evaluasi Nutrisi Ampas Teh Sebagai Pakan Tunggal dan Subtitusinya Terhadap Lamtoro Dalam Rumen Secara In Vitro. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
215
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
SILANIKOVE, N., Z. NITSAN and A. PEREVOLOTSKY. 1994. Effect of daily supplementation of polyethylen glycol on intake and digestion of tanin-containing leaves (cernatonia siliqua) by sheep. J. Agric. Food Chem. 42: 2844 – 2847. WAHYUNINGTIAS, T. 2008. Studi Pendugaan Kandungan Protein Tubuh Sapi Peranakan
216
Ongole (PO) melalui Konsentrasi Kreatinin dalam Urin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.