Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (Effect of Tea Waste Inclusion in Concentrate Feed on VFA and NH3 Concentrations of Rumen Fluid in Ongole Crossbred Cattle) N. SAQIFAH, E. PURBOWATI dan E. RIANTO Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT This study aims to determine the feasibility levels of tea waste in cattle feed by observing the condition of rumen fluid. The materials used were 12 head of male Ongole Crossbred cattle with body weight (BW) averaged 226.04 ± 18.05 kg (CV = 7.99%) and age at 1.5 – 2 years. The feeding given was rice straw ad libitum and concentrates of tea waste and rice bran mixture in various proportion. The experimental design used was Completely Randomized Design (CRD). While the treatments applied were tea waste 10% and rice bran 90% (T1), tea waste 20% and rice bran 80% (T2), tea waste 30% and and rice bran 70% (T3). The results showed that VFA and NH3 of rumen fluid was not significantly different (P > 0.05). The Conclusion of this research is the inclusion of tea waste at level of 10 to 30% in concentrate produced did not affect the concentration of NH3 and VFA in rumen fluid. Key Words: Tea Waste, NH3, VFA, Rumen Fluid, Ongole Crossbred Cattle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan level ampas teh dalam pakan sapi dengan mengamati kondisi cairan rumen. Materi yang digunakan adalah 12 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) jantan dengan bobot hidup (BH) rata-rata 226,04 ± 18,05 kg (CV = 7,99%) dan umur 1,5 – 2 tahun. Pakan yang digunakan adalah jerami padi ad libitum dan konsentrat yang terdiri dari ampas teh dan dedak padi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diterapkan adalah ampas teh 10% dan dedak padi 90% (T1), ampas teh 20% dan dedak padi 80% (T2), ampas teh 30% dan 70% dedak padi (T3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa NH3, dan VFA cairan rumen tidak berbeda nyata (P > 0,05). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemberian ampas teh dengan level 10 – 30% dalam konsentrat menunjukkan tidak adanya pengaruh NH3 dan VFA di dalam cairan rumen. Kata Kunci: Ampas Teh, NH3, VFA, Cairan Rumen, Sapi PO
PENDAHULUAN Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan terlebih apabila dalam pakan tersebut banyak zat-zat pakan untuk pertumbuhan seperti protein, mineral, dan vitamin yang ketersediaannya sangat kurang. Beberapa bahan pakan juga tergantung pada musim, pada saat musim penghujan, banyak petani menanam padi sehingga harga dedak padi murah, namun akan menjadi mahal pada saat musim kemarau. Oleh
karena itu, perlu dicari bahan pakan alternatif lain yang ketersediaannya kontinyu dan harganya murah. Ampas teh merupakan salah satu bahan pakan yang mempunyai kriteria tersebut. Ampas teh merupakan limbah industri minuman teh, baik yang dikemas dalam botol maupun kotak. Ampas teh merupakan limbah pabrik pembuatan minuman teh yang ketersediaannya banyak dengan jumlah produksi 166.000 t/tahun dan saat ini belum banyak dimanfaatkan sehingga harganya masih murah.
205
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Hasil analisis di Laboratorium Biokimia FMIPA Undip diperoleh hasil ampas teh mempunyai kandungan protein kasar (PK) 17,34%; lemak kasar (LK) 1,19%; serat kasar (SK) 40,34%; abu 6,47%; dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 16,43%, sedangkan dedak padi mempunyai kandungan PK 8,19%; LK 1,25%; SK 35,51%; abu 28,96%; BETN 17,56%. Melihat komposisi kimia kedua bahan tersebut, ampas teh dipertimbangkn dapat menggantikan dedak padi sebagai bahan pakan konsentrat untuk sapi. Ampas teh memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (17,34%) jika dibanding dengan dedak padi (8,19%). Protein pakan yang masuk ke dalam rumen, sebagian diuraikan oleh mikroba menjadi asam-asam amino dan kemudian dideaminasi untuk membentuk asam-asam organik, amonia, CO2, dan sebagian lagi tidak mengalami degradasi (ARORA, 1995). Sebagian dari amonia yang terbentuk di dalam rumen dikombinasikan dengan asam-asam alfa keto dari sumbersumber protein atau karbohidrat digunakan untuk mensintesa asam-asam amino baru untuk pembentukan protein mikroba (TILLMAN et al., 1991). Karbohidrat di dalam rumen diubah menjadi Volatile fatty acid (VFA) yang merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Karbohidrat (SK dan BETN) ampas teh sedikit lebih tinggi (56,77%) dibanding dengan dedak padi (53,07%) sehingga diduga VFA yang terbentuk dari ampas teh lebih tinggi, dan akhirnya pertambahan bobot hidup (PBH) ternak yang tinggi dapat diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ampas teh sebagai pakan dengan mengamati kondisi cairan rumen
akibat pemberian pakan ampas teh dengan level yang berbeda. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberi informasi kepada petani peternak tentang pemanfaatan ampas teh sebagai pakan sapi dalam rangka menekan biaya pakan. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) jantan dengan bobot hidup (BH) rata-rata 226,04 ± 18,05 kg (CV = 7,98%) dan umur 2 tahun. Pakan yang digunakan adalah ampas teh, dedak padi dan jerami padi. Kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 3 perlakuan dan 4 ekor sebagai ulangan. Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah perbandingan ampas teh dan dedak padi yang berbeda, yang duberikan dalam jumlah 2% dari bobot hidup, sedangkan jerami padi deberikan ad libitum; Adapun perbandingan ampas teh-dedak padi dalam konsentrat adalah ampas teh 10% dan dedak padi 90% (T1), ampas teh 20% dan dedak padi 80% (T2), dan ampas teh 30% dan dedak padi 70% (T3). Pakan ampas teh dan dedak padi diberikan 2 kali/hari yaitu pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Jerami padi pertama kali diberikan 2 jam setelah pemberian ampas teh dan bekatul. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap persiapan (4 minggu), tahap adaptasi sapi (8 minggu), tahap pendahuluan (2 minggu) dan tahap perlakuan (11 minggu).
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan Bahan pakan
Kandungan nutrisi dalam 100% BK
BK PK
LK
Abu
SK
BETN
……………………………….(%)………………….. Jerami padi
69,96
7,28
1,82
21,62
52,24
17,04
Konsentrat T1
78,00
8,96
2,06
21,52
48,55
18,91
Konsentrat T2
70,65
12,51
2,05
22,14
48,35
14,95
Konsentrat T3
70,35
13,87
2,10
21,57
45,33
17,13
206
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Pengambilan cairan rumen dilakukan pada minggu terakhir perlakuan pada jam ke-0, ke-3, dan ke-6 setelah makan. Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi NH3 dan VFA cairan rumen. Konsentrasi NH3 diukur dengan metode Conway dan konsentrasi VFA dihitung dengan menjumlahkan konsentrasi asetat, propionat dan butirat yang didapat dari metode HPLC menurut rekomendasi ZINN dan OWEN (1986). Parameter pendukung meliputi pertambahan bobot hidup harian (PBHH), konsumsi BK, dan konsumsi PK. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji F yaitu membandingkan kondisi cairan rumen antara sapi Peranakan Ongole yang diberi pakan dengan level ampas teh yang berbeda. Perlakuan yang dinyatakan
berbeda nyata, dilanjutkan menggunakan Uji Jarak Ganda Duncan (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Data NH3, dan VFA cairan rumen, konsumsi pakan (BK dan PK), dan PBBH dapat dilihat pada Tabel 2. Semua parameter yang diamati tersebut tidak berbeda nyata (P > 0,05), kecuali NH3 jam ke 6 dan propionat jam ke 0 setelah makan, berbeda nyata (P < 0,05). NH3, dan VFA cairan rumen antara jam ke-0 ke jam ke-3 dan jam ke-3 ke jam ke-6 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Data NH3, dan VFA Cairan Rumen, Konsumsi Pakan (BK dan PK), serta PBHH Perlakuan
Parameter T1
T2
Keterangan T3
NH3 cairan rumen (mg/dl) Jam ke-0
6,67
8,33
12,75
tn
Jam ke-3
9,33
22,33
30,50
tn
Jam ke-6
6,33b
9,33 a
9,25 a
n
Jam ke-0
38,08
33,98
31,34
tn
Jam ke-3
39,19
32,80
35,70
tn
Jam ke-6
40,12
39,38
34,76
tn
Jam ke-0
10,24 a
8,32 b
7,05 b
n
Jam ke-3
11,26
7,66
8,37
tn
Jam ke-6
11,25
8,87
8,05
tn
Jam ke-0
4,94
4,88
3,97
tn
Jam ke-3
5,32
4,87
3,46
tn
5,18
5,63
4,63
tn
22,59
9,43
8,05
tn
VFA cairan rumen (mM) Asetat
Propionat
Butirat
Jam ke-6 Produksi N mikroba (g/hari) Konsumsi BK (kg)
7,25
6,94
7,41
tn
Konsumsi PK (kg)
0,57b
0,66b
0,87a
n
PBHH (kg)
0,15
0,13
0,10
tn
n: nyata; tn: tidak nyata; Superskrip dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
207
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Konsentrasi NH3 cairan rumen Konsentrasi NH3 (amonia) cairan rumen pada jam ke 0 dan jam ke 3 tidak berbeda nyata (P > 0,05), dengan rata-rata masing-masing 9,25 mg/dl dan 20,72 mg/dl. Hal ini diduga karena kelarutan pakan antar perlakuan relatif sama. Dugaan tersebut sesuai dengan pendapat ORSKOV (1992), yang menyatakan bahwa konsentrasi NH3 berasal dari degradasi protein pakan, serta ARORA (1995), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi amonia antara lain adalah kelarutan bahan pakan, jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu setelah pemberian pakan. Konsentrasi NH3 jam ke-6 pada T1 (6,33 mg/dl) lebih rendah (P < 0,05) daripada T2 (9,33mg/dl) dan T3 (9,25 mg/dl) kemungkinan karena NH3 pada T1 telah banyak yang dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba. Hal ini ditunjukkan oleh produksi N mikroba pada T1 (22,59 g/hari) yang lebih besar daripada T2 (9,43 g/hari) dan T3 (8,05 g/hari), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. PRESTON dan WILLIS (1970), menyatakan bahwa sebagian besar (80%) mikroba rumen menggunakan NH3 yang terbentuk dari proses deaminasi asam amino.
Konsentrasi NH3 hasil penelitian ini berkisar antara 6,33 – 30,50 mg/dl termasuk normal, sesuai pendapat BONDI (1987), yang menyatakan bahwa konsentrasi NH3 cairan rumen sapi berkisar antara 2 – 50 mg/dl. Kenormalan NH3 cairan rumen ini dimungkinkan karena didukung oleh suasana pH cairan rumen yang normal sehingga mikroba rumen dapat bekerja dengan optimal. Perubahan NH3 cairan rumen (Tabel 3) memperlihatkan terjadinya peningkatan dari jam ke-0 ke jam ke-3, dan penurunan dari jam ke-3 ke jam ke-6. Hal ini menunjukkan, bahwa dari 0 sampai 3 jam setelah makan terjadi perombakan protein pakan menjadi NH3 sehingga kadar NH3 meningkat pada 3 jam setelah makan, kemudian dari 3 sampai 6 jam setelah makan terjadi penurunan, karena NH3 telah dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba atau diserap melalui dinding rumen menuju ke hati untuk diubah menjadi urea. Sesuai dengan pernyataan ARORA (1995) dan TILLMAN et al. (1991), bahwa protein pakan yang masuk ke dalam rumen, sebagian diuraikan oleh mikroba menjadi asam-asam amino dan kemudian dideaminasi untuk membentuk asam-asam organik, ammonia, CO2, dan sebagian lagi tidak mengalami degradasi. Selanjutnya sebagian dari ammonia
Tabel 3. Perubahan NH3, dan VFA cairan rumen Perlakuan
Parameter T1
T2
T3
Jam ke-0 – ke-3
2,67
14,00
9,25
Jam ke-3 – ke-6
-3,00
-13,00
-12,75
Jam ke-0 – ke-3
1,10
-1,19
4,36
Jam ke-3 – ke-6
0,93
6,58
-0,94
Jam ke-0 – ke-3
1,02
-0,66
1,32
Jam ke-3 – ke-6
-0,01
1,21
-0,32
Jam ke-0 – ke-3
0,38
-0,01
-0,51
Jam ke-3 – ke-6
-0,14
0,76
1,18
NH3 rumen (mg/dl)
VFA rumen (mM) Asetat
Propionat
Butirat
(-): terjadi penurunan
208
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
yang terbentuk di dalam rumen tersebut dikombinasikan dalam asam-asam alfa keto dari sumber-sumber protein atau karbohidrat digunakan untuk mensintesa asam-asam amino baru untuk pembentukan protein mikroba. Selain itu, ARORA (1995), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi amonia antara lain adalah kelarutan bahan pakan, jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu setelah pemberian pakan. Konsentrasi VFA cairan rumen Konsentrasi VFA (asam asetat, propionat dan butirat) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar perlakuan, kecuali konsentrasi asam propionat jam ke-0 pada T1 (10,24 mM) nyata lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan T2 (8,32 mM) dan T3 (7,05 mM). Konsentrasi asam propionat T1 lebih tinggi daripada T2 dan T3, diduga karena kandungan SK pada T1 lebih rendah jika dibandingkan dengan T2 dan T3, sesuai pendapat KAMAL (1994), yang menyatakan bahwa asam propionat dihasilkan dari pemecahan karbohidrat mudah dicerna (BETN) di dalam rumen. Volatile fatty acid (VFA) merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (ANGGORODI, 1980; WILIAMSON dan PAYNE, 1993). Asam asetat dan propionat adalah komponen utama VFA yang merupakan produk utama dari proses fermentasi karbohidrat di dalam rumen (ARORA, 1995). Konsentrasi asam asetat, propionat, dan butirat pada penelitian ini adalah 72,13; 18,22; dan 9,65% dari VFA total, sesuai dengan pendapat KAMAL (1994) serta FRANCE dan SIDDONS (1993), bahwa asam lemak mudah terbang yang paling banyak terjadi adalah asam asetat, kemudian propionat dan yang terendah adalah butirat. Hasil asam asetat pada penelitian ini lebih tinggi daripada pendapat ARORA (1995), yang menyatakan bahwa asam asetat yang dihasilkan di dalam rumen kira-kira 50 – 60% dari total VFA, sedangkan asam propionat 18 – 24% dari total VFA. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA adalah jumlah mikroorganisme, proses fermentasi mikroba dan konsumsi pakan (ARORA, 1995).
Imbangan asetat dan propionat merupakan indikator PBHH yang dihasilkan. Semakin tinggi imbangan asetat dan propionat maka pertambahan bobot hidupnya akan semakin rendah. Imbangan asetat-propionat (A/P) pada T3 (4,34) lebih besar jika dibandingkan dengan T2 (4,27) dan T1 (3,59), oleh karena itu PBHH yang dihasilkan T3 (0,10 kg) lebih rendah jika dibandingkan dengan T2 (0,13 kg) dan T1 (0,15 kg). Menurut SOEPARNO (1994), bahwa semakin kecil rasio A/P maka akan semakin tinggi tingkat sintesis glukosa sehingga merangsang penggemukan. Rasio A/P menurut PRABANDARI (2006) pada sapi PO yang diberi pakan ampas tahu, singkong dan rumput gajah berkisar antara 1,85 – 2,06. Konsentrasi VFA cairan rumen pada umumnya meningkat dari jam ke-0 sampai jam ke-6 setelah makan (Tabel 3). Penurunan konsentrasi VFA cairan rumen dapat terjadi karena telah ada penyerapan VFA melalui dinding rumen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan FRANCE dan SIDDONS (1993), bahwa sebagian VFA yang diproduksi di rumen berkurang dengan adanya absorpsi melalui dinding rumen, meskipun ada juga VFA yang melewati omasum dan abomasum dengan proporsi sekitar 10 – 20%. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ampas teh dengan level 10 sampai 30% dalam konsentrat menghasilkan NH3 dan VFA cairan rumen yang relatif sama. Apabila dilihat dari konsentrasi NH3 pada jam ke-6 setelah makan dan konsentrasi asam propionat sebelum makan, disarankan penggunaan ampas teh dengan level 10% saja dari konsentrat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan ampas teh. DAFTAR PUSTAKA ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh: MURWANI, R. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. BONDI, A.A. 1987. Animal Nutrition. Oxford and IPBH Publishing Co., New Delhi.
209
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
FRANCE, J. AND R. C. SIDDONS. 1993. Volatile fatty acid production. In: Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. FORBES, J.M. and J. FRANCE (Eds.) C.A.B International, Cambridge. pp. 107 – 121. GOMEZ, K.A. dan A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh: SJAMSUDDIN, E. dan J.S. BAHARSJAH. Universitas Indonesia Press, Jakarta. KAMAL, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ORSKOV, E.R. 1992. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Ed. Academic Press, San Diego. PRABANDARI, M.O.P. 2006. Deposisi Energi dan Konsentrasi VFA Rumen pada Sapi Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Frisien Holstein Jantan dengan Pakan Ampas Tahu, Singkong dan Rumput Gajah. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
210
PRESTON, T.R. and M.B. WILLIS. 1970. Intensive Beef Production. Second Edition. Pergamon Press, Oxford. SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOTJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ZINN, R.A. and F.N. OWENS. 1986. A rapid procedure for purine measurement and its use for estimating net ruminal protein synthesis. Can. J. Anim. Sci. 66: 157 – 166.