RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN (MENKOPOLHUKKAM) --------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Acara
: : : : : : : : :
2015-2016 V Terbuka Rapat Kerja Komisi III DPR RI Kamis, 21 Juli 2016 Pukul 10.30 s.d.12.00 WIB Ruang Rapat Komisi III DPR RI Membahas mengenai: 1) Permohonan Pertimbangan terkait Amnesti dan/atau Abolisi untuk Narapidana/Tahanan Nurdin Bin Ismail Amat alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan Kelompoknya. 2) Pertimbangan DPR RI terkait Amnesti dan Abolisi untuk narapidana/tahanan politik Papua.
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) dibuka pukul 10.30 WIB oleh Ketua Komisi III DPR RI / Bambang Soesatyo, SE., MBA., dengan agenda rapat sebagaimana tersebut di atas.
II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Sebelum Menkopolhukkam menjelaskan lebih lanjut, Pimpinan Rapat menyampaikan hal-hal sebagai berikut : 1) Presiden RI menyampaikan surat kepada Ketua DPR RI tertanggal 14 April 2016 perihal Permohonan Pertimbangan terkait Amnesti dan/atau Abolisi untuk Narapidana/Tahanan Nurdin Bin Ismail Amat alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan Kelompoknya
1
Selanjutnya, Berdasarkan penugasan Rapat Bamus Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015 – 2016 tanggal 19 Mei 2016 memutuskan sebagai berikut: “ Pertimbangan pemberian Amnesti dan/atau Abolisi untuk Narapidana/Tahanan Nurdin Bin Ismail Amat alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan Kelompoknya, diserahkan kepada Komisi III DPR RI “. 2) Presiden RI menyampaikan surat kepada Ketua DPR RI tertanggal 7 Mei 2015 perihal Permohonan pertimbangan terkait Amnesti dan Abolisi untuk narapidana/tahanan politik Papua. Selanjutnya, Berdasarkan Penugasan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus Antara Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi tanggal 19 Mei 2015 memutuskan: “ Pembahasan mengenai Pertimbangan DPR RI terkait Amnesti dan Abolisi untuk narapidana/tahanan politik Papua diserahkan kepada Komisi III DPR RI “. 2. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) terkait Pemberian pertimbangan Amnesti/Abolisi terhadap Din Minimi, menyampaikan hal-hal, diantaranya sebagai berikut : 1) Atas prakarsa Kepala Badan Intelijen Negara (Bapak Sutiyoso) kelompok Din Minimi turun gunung dengan damai melalui penyerahan diri dan persenjataannya. Hal ini merupakan perkembangan baik dalam penanganan keamanan nasional.Namun kelompok itu mengajukan tuntutan untuk mendapat amnesti dari Presiden selaku Kepala Negara. 2) Perbuatan pidana yang dilakukan kelompok Din Minimi akibat dari ketidakpuasan mereka terhadap tindakan mantan pimpinan GAM yang sedang berkuasa saat ini dalam pemerintahan Provinsi NAD. Kelompok ini merasa mempunyai andil dalam terbentuknya Provinsi NAD dengan otonomi khususnya.Namun apa yang dilakukan eks pimpinan GAM yang dipandang telah menyimpang dari cita-cita murni perjuangan GAM (Tujuan Politik). 3) Persoalan muncul ketika tuntutan pemberian amnesti yang diajukan Din Minimi untuk dirinya dan segenap anggotanya dipandang telah disetujui pemerintah. Bapak Sutiyoso sendiri berjanji akan mengajukan surat kepada Presiden terkait dengan amnesti untuk kelompok Din Minimi tersebut. 4) Pada prinsipnya pemberian amnesti kepada kelompok bersenjata di Aceh Timur di bawah pimpinan sdr. Nurdin Ismail alias Din Minimi, dapat dipandang sebagai langkah yang baik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dalam rangka penguatan kesatuan dan persatuan bangsa. 5) Pemberian amnesti oleh Presiden menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, harus berhubungan dengan tindak pidana politik. 6) Amnesti adalah suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut, dan amnesti diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman, 2
yang sudah ataupun yang belum diadakan penyidikan atau pemeriksaan atas kasus tersebut. 7) Pemberian amnesti diberikan atas dasar delik yang bersifat politik seperti pemberontakan atau suatu pemogokan kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara, dan amnesti adalah merupakan hak prerogatif dari Presiden selaku Kepala Negara sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (2) UUD 1945. 8) Namun sebelum memberikan amnesti tersebut harus ada kesatuan pemikiran untuk mencari alasan yuridis pemberian amnesti. Pertama sekali yang harus dikeluarkan adalah suatu keputusan yang menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan kelompok bersenjata pimpinan Nurdin alias Din Minimi termasuk tindak pidana yang bersifat politik. 9) Berdasarkan pasal 14 ayat (2) UUD 1945, mekanisme pemberian amnesti itu harus melalui pertimbangan DPR.Dalam kaitan untuk meyakinkan DPR RI, terdapat kebutuhan untuk melakukan kajian yuridis dan pendapat para pakar hukum pidana untuk memberikan penilaian bahwa perbuatan pidana kelompok Din Minimi adalah berhubungan dengan politik.Selain itu perbuatan pidana mereka lakukan dalam rangka menarik perhatian eks pemimpin GAM yang sedang berkuasa saat ini dalam pemerintahan Provinsi NAD. 10) Selain itu amnesti dapat diberikan kepada kepada kelompok Din Minimi dengan syarat : a. Ada kajian dari Kapolri tentang pernyataan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan kelompok Din Minimi dikategorikan berhubungan dengan politik, dan merekomendasikan pemberian amnesti kepada kelompok Dini Minimi. b. Ada kajian dari Jaksa Agung yang dituangkan dengan pernyataan bahwa perbuatan pidana kelompok Din Minimi termasuk kategori pidana politik, dan dapat diberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. c. Ada kajian dari Menkumham yang merekomendasikan pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi. 11) Sebelum Presiden mengeluarkan keputusan tentang Amnesti kepada kelompok Din Minimi, maka yang penting ada kesatuan pendapat dan bahasa dari K/L terkait yang mendukung kebijakan Presiden dalam memberikan amnesti tersebut. 12) Dalam rangka menguatkan alasan dan pertimbangan Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi, telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Kemenkumham telah melakukan Rapat Koordinasi dengan BIN, Polri, Jaksa Agung, dan instansi terkait. b. Menkumham telah mengeluarkan surat tentang kajian hukum dan pendapat tentang pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi, yang pada pokoknya pemberian amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif Presiden namun berdasarkan pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Presiden memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. c. Jaksa Agung juga telah memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi yang pada intinya dapat diberikan amnesti terhadap Gerakan Aceh (Din Minimi), 3
d.
e.
f.
g.
h.
namun demikian seyogyanya dimintakan terlebih dahulu pertimbangan dan saran dari Mahkamah Agung RI dan DPR RI. Kapolri juga telah mengeluarkan surat berupa pertimbangan hukum kepada Presiden dengan pendapat amnesti dapat diberikan setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung dan DPR RI Dalam rangka pemberian pertimbangan hukum kepada Presiden terkait dengan pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi, Kemenko Polhukam telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dalam melakukan kajian hukum terhadap rencana pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi, dengan dihadiri pakar hukum yaitu Prof. Dr. Adrianus Meliala, SH., MH. dan Dr. Barita Simanjuntak, SH., MH. serta Dr. Asep Iwan Irawan, SH., MH yang pada intinya amnesti dapat diberikan kepada kelompok Din Minimi dengan payung hukum pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan hal ini merupakan hak prerogatif dari Presiden. Guna membahas pertimbangan hukum yang diberikan Kapolri, Jaksa Agung dan Menkumham, Kemenko Polhukam telah beberapa kali mengadakan Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Tingkat Menteri terkait untuk melakukan pembahasan dan kajian terhadap rencana pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi dihubungkan dengan pendapat para ahli hukum sebagaimana hasil pelaksanaan FGD yang dilaksanakan Kemenko Polhukam dengan kesimpulan semua peserta rapat setuju atas pendapat pakar hukum tentang pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi dengan meminta pertimbangan DPR RI. Atas hasil Pertimbangan Hukum dari Kapolri, Jaksa Agung, Menkumham dan pendapat para ahli melalui FGD, maka Menko Polhukam telah membuat surat kepada Presiden melalui Mensesneg tentang pertimbangan hukum rencana pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi. Pada prinsipnya semua K/L terkait dengan dukungan pendapat ahli, setuju Presiden memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara RI dalam wadah NKRI dengan alasan : 1. Amnesti dapat diberikan kepada Kelompok Din Minimi dengan payung hukum dalam pasal 14 ayat (2) Undang undang Dasar 1945, dan praktek ketatanegaraan di Indonesia selama ini.Hal itu merupakan hak prerogatif dari Presiden, namun harus diikuti dengan pemberian abolisi sebagaimana saran pendapat ahli dengan pertimbangan amnesti diberikan atas perbuatan pelanggaran atau tindak pidana yang telah dibuktikan dan terdakwa sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan sedangkan abolisi tersangka belum dibuktikan bersalah (belum ada putusan pengadilan). 2. Latar belakang sejarah dan tuntutan kelompok Din Minimi tidak dapat dikategorikan sebagai “kriminal murni” karena niat (opzet, mens rea) kelompok Din Minimi dalam melakukan tindak pidana adalah dalam menyuarakan tuntutan yang bersifat politis dengan 6 (enam) tuntutan yaitu : a) Lanjutkan proses integrasi sesuai MoU Helsinki; b) Meningkatkan kesejahteraan para janda korban dan mantan GAM c) Kesejahteraan yatim piatu mantan GAM
4
d) Adanya pemantau independen dari luar Aceh pada pilkada tahun 2017. e) Pemberian Amnesti kepada seluruh anggota kelompok Din Minimi. 3. Bahwa alasan dan latar belakang pemberian Amnesti kepada kelompok Din Minimi adalah untuk “kepentingan negara dan kesatuan bangsa, keinsyafan orang yang tersangkut pemberontakan dan orang yang melakukan suatu tindak pidana”. 13) Surat Presiden Nomor : R-24/Pres/0 tanggal 14 April 2016 perihal Permohonan Pertimbangan terkait Amnesti dan Abolisi untuk Narapidana/Tahanan Nurdin Bin Ismail alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan kelompoknya yang ditujukan kepada DPR RI guna meminta pertimbangan DPR RI atas rencana Presiden memberikan Amnesti dan Abolisi terhadap kelompok Din Minimi. 3. Beberapa hal lainnya yag menjadi pokok-pook pembahasan diantaranya adalah sebagai berikut : Harus memiliki pemahaman yang sama dulu terhadap Amnesti dan Abolisi, walaupun ini merupakan hak progeratif Presiden, tetapi semua harus melalui proses hukum dan telah memperoleh kekuatan hukum yang incracht, karena Indonesia adalah negara hukum. Perlu dipertimbangkan terhadap apa yang dilakukan oleh Din Minimi dan kelompoknya, apakah diselesaikan secara kekeluargaan atau proses hukum. Menyikapi hal tersebut, dapat dilihat ketentuan Pasal 35 C Undang-Undang tentang Kejaksaan, dimana Kejaksaan dapat mengenyampingkan perkara untuk kepentingan umum. Meminta penjelasan apa yang telah dilakukan oleh BIN dengan apa yang sudah direncanakan oleh TNI dan Polri. Bahwa Din Minimi diduga telah melakukan tindakan kriminal. Meminta kepada untuk BIN lebih bersinergi lagi dengan institusi penegak hukum yang lain. Bahwa data yang disampaikan berbeda satu institusi dengan institusi yang lain, baik dari Polri, maupun BIN dan Menteri Hukum dan HAM. Bahwa Pemerintah memberikan amnesti dan Abolisi harus melalui pertimbangan yang matang, karena tindakan yang dilakukan oleh Din Minimi telah banyak memakan korban dari pihak TNI dan Kepolisian. Harus ada klasifikasi yang jelas mana yang menjadi tindak pidana politik, atau tindak pidana murni. Apa yang dilakukan oleh kelompok Din Minimi adalah bagian dari tindak pidana kejahatan biasa, akan tetapi karena kepentingan satu dan yang lain hal menjadi tindak pidana politik, oleh karena itu Pemerintah harus memikirkan secara matang terhadap usulan pemberian amnesti dan abolisi ini. Amnesti adalah hak prerogratif Presiden, namun alangkah baiknya Pemerintah lebih melakukan kajian yang mendalam terhadap hal ini, aspek hukum harus tetap dikedepankan. Amanat konstitusi adalah bahwa Indonesia adalah negara hukum. Amnesti adalah meniadakan tindak pidana dari tindak pidana yang dilakukan, bagaimana mungkin akan diberikan Amnesti apabila belum ada proses hukum yang dilakukan.
5
Meminta penjelasan lebih lanjut dari Kepala BIN, terhadap aktivitas kelompok Din Minimi, dan apa latar belakang pergerakan kelompok Din Minimi. Meminta penjelasan mengenai latar belakang Din Minimi beserta kelompoknya, mengingat masih ada perbedaan data dari masing-masing institusi. Apakah kemudian, dengan pemberian amnesti akan menjamin bahwa kondisi di Aceh kondusif. Bahwa pendekatan dengan menggunakan soft power jauh lebih baik dibanding konfrontasi, akan tetapi perlu cermat dalam melihat kasus per kasus. 4. Beberapa penjelasan tambahan yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) beserta jajaarannya diantaranya adalah sebagai berikut : Bahwa Pemerintah dituding sering melakukan pelanggaran HAM dimanamana, baik di Aceh maupun di Papua. Cara konsolidasi ini dianggap cara yang paling baik dalam penyelesaian konflik di daerah-daerah seperti Aceh dan Papua. Kabareskrim menjelaskan bahwa pemberian amnesti oleh Presiden tentunya dapat diberikan dengan hati-hati, pemberian amnesti mengakibatkan semua tindak pidana yang dilakukan oleh orang tersebut hilang dengan sendirinya. Bahwa harus dipastikan terlebih dahulu orang yang akan diberikan amnesti sudah dinyatakan bersalah secara pidana. Jumlah seluruhnya ada 162 orang, perlu adanya verifikasi terhadap orangorang tersebut. 23 orang itu ada di LP, 37 orang yang memiliki status tersangka dan masuk DPO. Saran dari Kabareskrim 23 orang yang telah melakukan hukuman dapat diberikan amnesti, dan 37 orang DPO juga bisa diberikan amnesti karena sudah pro justicia. Sedangkan 102 orang lagi yang tidak terdata kejahatannya di Polda Aceh, sementara tidak diberikan sampai dengan kejelasan status hokum yang bersangkutan. Kepala BNPT menjelaskan bahwa terhadap orang yang belum menjalankan proses hukum, dapat dilakukan proses hukum terlebih dahulu. Yang mewakili Panglima TNI menjelaskan bahwa Din Minimi telah melakukan kejahatan dan tindak kriminal, anggota TNI sudah ada yang menjadi korban dan meninggal dunia. Pesan dari TNI bahwa orang-orang tersebut harus diproses hukum terlebih dahulu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jampidum Kejaksaan Agung RI menjelaskan bahwa untuk pemberian amnesti dan abolisi, harus jelas terlebih dahulu terkait mengenai tindak pidana yang dilakukan apakah masuk tindak pidana politik atau tindak pidana murni. Kepala BIN menjelaskan bahwa ada beberapa point permintaan Din Minimi dengan kelompoknya yaitu : 1. Meminta untuk integrasi dengan unsur GAM yang ada, 2. Menjamin janda-janda dan anak-anak dari pejuang GAM, 3. Meminta agar KPK turun dan memantau terhadap pemerintahan yang ada di Aceh. 4. Meminta tim yang independen dalam penyelenggaraan pemilu di Aceh, 5. dan terakhir permintaan amnesti terhadap Din Minimi dan kelompoknya. 6
Din Minimi memiliki motif ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang ada di Aceh. 5. Komisi III menerima penjelasan Menko Polhukam beserta jajarannya terkait permohonan pertimbangan dari Presiden Republik Indonesia mengenai Amnesti dan/atau Abolisi untuk Nurdin bin Ismail Amat alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan kelompoknya serta narapidana/tahanan politik Papua. 6. Bahwa rencana pemberian Amnesti dan/atau Abolisi untuk Nurdin bin Ismail Amat alias Nurdin Abu Minimi alias Din Minimi dan kelompoknya serta narapidana/tahanan politik Papua, dengan pertimbangan hal-hal sebagai berikut: 1) meskipun amnesti dan/atau abolisi merupakan hak prerogatif Presiden, pemberian amnesti dan/atau abolisi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) pemberian amnesti dan/atau abolisi oleh Presiden perlu dilakukan dalam kerangka menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tetap mengedepankan prinsip hukum dan kepentingan atas keamanan negara. 3) pemberian amnesti dan/atau abolisi harus dapat menjamin stabilitas keamanan, ketentraman, ketertiban dan politik baik di tingkat wilayah Aceh dan Papua, maupun di tingkat nasional dalam jangka panjang demi kepentingan nasional. Rapat ditutup pukul 11.50 WIB
7