BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 004/KA/I/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN/KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang
: a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah ditetapkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga semua Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus berpedoman pada Undang-undang tersebut; b. bahwa Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor KP 02 01/100/DJ/1988 jo Kp 02 01/122/DJ/1988 tentang Pembentukan Surat Keputusan di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dipandang perlu ditetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang Pedoman Pembentukan Peraturan/Keputusan Kepala BATAN;
Mengingat
: 1.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
2.
Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 2001 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir;
3.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
4.
Keputusan Presiden Nomor 104/M Tahun 2002;
5.
Keputusan Kepala BATAN Nomor 360/KA/VII/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir;
6.
Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN;
7.
Peraturan Kepala BATAN Nomor 393/KA/XI/2005 sampai dengan 396/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai di Lingkungan BATAN;
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-2MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN/KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL.
Pasal 1 Pedoman Pembentukan Peraturan/Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bertujuan untuk memenuhi kaidah-kaidah dalam penyusunan rancangan Peraturan/Keputusan sehingga dapat terwujud keseragaman dan ketertiban dalam penyusunan Peraturan/Keputusan. Pasal 2 Pembentukan Peraturan/Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) mengikuti Sistematika Teknik Penyusunan dan/atau Bentuk Rancangan Peraturan/Keputusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran. Pasal 3 Sistematika Teknik Penyusunan dan/atau bentuk Rancangan Peraturan/Keputusan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 4 Sistematika Teknik Penyusunan dan/atau Bentuk Rancangan Keputusan Kepala Unit Kerja, harus berpedoman pada Teknik Penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Peraturan ini. Pasal 5 Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal BATAN No. KP.0201/100/DJ/88 jo. KP.0201/122/DJ/88 tentang Pembuatan Surat Keputusan di Lingkungan BATAN dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-3Pasal 6 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Januari 2006 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, - ttd SOEDYARTOMO SOENTONO
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 004/KA/I/2006 TANGGAL : 3 Januari 2006
A.
SISTEMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN/KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
I.
KETENTUAN UMUM Tindaklanjut dari kebijakan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan BATAN dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan/Keputusan.
II.
KERANGKA PERATURAN terdiri atas: A. B. C. D. E.
Judul/penamaan; Pembukaan; Batang Tubuh/isi; Penutup; dan Lampiran (jika ada).
A. Judul/penamaan terdiri atas: 1.
judul yaitu: PERATURAN/KEPUTUSAN Peraturan/Keputusan).
2.
judul Peraturan/Keputusan memuat keterangan mengenai: nomor, kode jabatan, bulan, tahun.
3.
nama Peraturan/Keputusan Peraturan/Keputusan.
4.
judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.
dibuat
……..
secara
(Pejabat
singkat
yang
dan
menandatangani
mencerminkan
Contoh Peraturan: PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ANGGARAN DAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Contoh Keputusan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: TENTANG PEMEGANG KENDARAAN JABATAN DI LINGKUNGAN BADAN TENAGA NUKLIR F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
isi
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
5.
pada judul Peraturan/Keputusan tentang perubahan ditambahkan kata PERUBAHAN ATAS di depan nama Peraturan/Keputusan yang diubah. Contoh Peraturan:
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Peraturan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN …… NOMOR ……. TENTANG …… Contoh Keputusan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Keputusan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PERUBAHAN …… NOMOR ……. TENTANG …… 6.
bagi Peraturan/Keputusan yang telah diubah lebih dari sekali, diantara kata PERUBAHAN dan kata ATAS disisipkan bilangan tingkat yang menunjukkan tingkat perubahan tersebut tanpa merinci perubahan-perubahan sebelumnya. Contoh Peraturan:
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Peraturan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN … BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR ... TENTANG ... Contoh Keputusan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Keputusan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS … KEPUTUSAN … BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR ... TENTANG ... 7.
untuk Peraturan/Keputusan pencabutan ditambahkan kata PENCABUTAN di depan judul Peraturan/Keputusan yang dicabut.
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Contoh Peraturan: PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Peraturan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PENCABUTAN PERATURAN ... NOMOR ... TENTANG … Contoh Keputusan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (Pejabat yang menandatangani Keputusan) NOMOR: …./…/…/…. TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN ... NOMOR ... TENTANG …
B. Pembukaan Pembukaan Peraturan/Keputusan memuat: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jabatan pembentuk Peraturan/Keputusan; Konsiderans; Dasar hukum; Memperhatikan; (jika diperlukan) Memutuskan; dan Menetapkan.
1. Jabatan pembentuk Peraturan/Keputusan Jabatan pembentuk Peraturan/Keputusan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
2. Konsiderans a. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. b. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan/Keputusan. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Peraturan/Keputusan memuat unsur-unsur filosofis, jurudis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya. c.
Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan/Keputusan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat, karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya Peraturan/Keputusan tersebut. Jadi pada dasarnya Konsiderans cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya ditetapkannya Peraturan/Keputusan tersebut.
d. Jika Konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian. e. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;). F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Contoh: Menimbang
f.
: a. bahwa …; b. bahwa …; c. bahwa …;
Jika Konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut: Contoh: c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan/Keputusan …… tentang ..….;
3. Dasar Hukum a. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. b. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan/Keputusan. Pada bagian ini dimuat Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan/Keputusan tersebut. c.
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
d. Peraturan/Keputusan yang akan dicabut dengan Peraturan/Keputusan yang akan dibentuk (atau ditetapkan) atau Peraturan/Keputusan yang sudah ditetapkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum. e. Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan/hirarki peraturan perundangundangan yang diurutkan secara kronologis berdasarkan saat pengeluaran. f.
Dasar hukum yang diambil dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang terkait. Kata Undang-Undang Dasar 1945 ditulis sesudah penyebutan pasal terakhir dan huruf U ditulis dengan huruf kapital. Contoh: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
g. Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu mencantumkan pasal, tetapi cukup mencantumkan nama judul peraturan perundangundangan.
h. Penulisan Undang-Undang, kedua huruf U ditulis dengan huruf kapital. i.
Penulisan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan diantara tanda baca kurung. Contoh: Mengingat : 1.
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355)
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
j.
Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturan perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;). Contoh: Mengingat : 1. ………; 2. ………;
4. Memutuskan Kata MEMUTUSKAN ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi antar huruf dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan di tengah marjin. Contoh: MEMUTUSKAN:
5. Menetapkan a. Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. b. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:). c.
Dalam hal Peraturan/Keputusan, setelah kata Menetapkan diikuti dengan penulisan nama Peraturan/Keputusan yang ditulis dengan huruf kapital semua. Contoh Peraturan: Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG ….. Contoh Keputusan: Menetapkan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG …..
C. BATANG TUBUH
1. Batang tubuh Peraturan memuat semua subtansi Peraturan yang dirumuskan dalam pasalpasal. 2.
Suatu pasal dapat dibagi dalam beberapa ayat. Bila suatu pasal dapat di bagi dalam beberapa ayat, maka masing-masing ayat diberi nomor urut, mulai dari ayat (1) sampai dengan yang terakhir dari suatu pasal. Nomor urut ayat ditulis dengan angka Arab di dalam kurung dan ditempatkan pada awal ayat.
3. Pada umumnya subtansi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam: a. Ketentuan Umum; b. Materi Pokok yang diatur; c. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan); dan d. Ketentuan Penutup.
4. Dalam pengelompokan substansi sedapat mungkin dihindari adanya bab KETENTUAN LAIN (-LAIN) atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk ke dalam bab-bab yang ada atau dapat pula dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai.
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
5. Pengelompokan materi Peraturan dapat disusun secara sistematis dalam buku, bab, bagian, dan paragraf.
6. Jika Peraturan mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal-pasal itu dapat dikelompokkan menjadi buku (jika merupakan kodifikasi), bab, bagian, dan paragraf. 7. Pengelompokan materi dalam buku, bab, bagian, dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi. 8. Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut: a. bab dengan pasal (-pasal) tanpa bagian dan paragraf; b. bab dengan bagian dan pasal (-pasal) tanpa paragraf; c. bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal (-pasal).
9. Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital.
10. Kata bab seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Contoh: BAB I KETENTUAN UMUM
11. Pada kata bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul.
12. Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal kata. Contoh: Bagian Kelima Persyaratan Teknis Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan
13. Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul. 14. Huruf awal dari kata paragraf dan setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal kata. Contoh: Paragraf I Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris
15. Materi Peraturan lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
16. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab. 17. Huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
18. Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dangan huruf kapital. Contoh: Pasal 15 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10 tidak meniadakan kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Peraturan ini. 19. Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.
20. Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik (.).
21. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh.
22. Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil. Contoh: Pasal 6 (1) Satu permintaan pendaftaran merek hanya dapat diajukan untuk satu kelas barang. (2) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan jenis barang atau jasa yang termasuk dalam kelas yang bersangkutan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 23. Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping di rumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam tabulasi. Contoh: Pasal 11 Yang dapat diberi hak pilih ialah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin dan telah terdaftar pada daftar pemilih. Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika dirumuskan sebagai berikut: Pasal 11 Yang dapat diberi hak pilih ialah warga negara Indonesia yang: a. telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin; dan b. telah terdaftar pada daftar pemilih.
24. a. Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.
setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan kata pembuka;
2.
setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dan diberi tanda baca titik(.);
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
3.
setiap kata dalam rincian diawali dengan huruf kecil;
4.
setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma (;);
5.
jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut dituliskan masuk ke dalam;
6.
di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua (:); pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik (.); angka Arab diikuti dengan tanda baca titik (.); abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup { ) }; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup { ) };
7.
8.
pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal atau ayat lain.
b. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata dan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. c. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif, ditambahkan kata atau dibelakang rincian kedua dari rincian terakhir. d. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata dan/atau diletakkan dibelakang rincian kedua dari rincian terakhir. e. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian.
C.1. Ketentuan Umum 1.
Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan tidak ada pengelompokan bab. Ketentuan Umum diletakkan dalam pasal (-pasal) pertama.
2.
Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.
3.
Ketentuan umum berisi: a. batasan pengertian atau definisi. b. singkatan atau akronim yang digunakan dalam Peraturan. c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal (-pasal) berikutnya, antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan.
4.
Kata pembuka dalam ketentuan umum Peraturan berbunyi sebagai berikut: Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
5.
Jika ketentuan umum berisi batasan pengertian, definisi, singkatan, atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik (.).
6.
Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang terdapat di dalam pasal-pasal selanjutnya.
7.
Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut: a.
pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus.
b.
pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam Materi Pokok Yang Diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu.
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
c.
pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.
C.2. Materi Pokok Yang Diatur 1. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum atau pasal (-pasal) ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan bab. 2. Pembagian lebih lanjut kelompok materi pokok yang diatur didasarkan pada luasnya materi pokok yang bersangkutan.
C.3. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) 1.
Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian keadaan yang sudah ada pada saat Peraturan baru mulai berlaku agar Peraturan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan kegoncangan, keresahan ataupun ketidak pastian di dalam lingkup berlakunya Peraturan tersebut.
2.
Ketentuan Peralihan dimuat dalam bab KETENTUAN PERALIHAN dan ditempatkan sebelum bab KETENTUAN PENUTUP, walaupun hanya 1 (satu) pasal. Jika dalam Peraturan tidak diadakan pengelompokan bab, pasal (-pasal) yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal (-pasal) yang memuat ketentuan penutup.
3.
Pada saat suatu Peraturan dinyatakan berlaku, maka substansi dalam Peraturan tersebut perlu diatur hubungan hukum dan akibat hukum yang terjadi, baik sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan yang baru dinyatakan mulai berlaku, atau segala tindakan hukum yang sedang berlangsung atau belum selesai pada saat Peraturan yang baru dinyatakan mulai berlaku, untuk menyatakan bahwa tindakan hukum tersebut tunduk pada Peraturan yang baru.
4.
Di dalam Peraturan baru, dapat diadakan penyimpangan sementara bagi tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum yang telah ada dengan menyatakan secara tegas dalam Ketentuan Peralihan.
5.
Penyimpangan sementara itu berlaku juga bagi ketentuan yang diberlakusurutkan.
6.
Jika suatu Peraturan dinyatakan berlaku surut, Peraturan tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status hukum dari tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum dalam tenggang waktu antara tanggal pengundangan dan tanggal mulai berlaku surut. Contoh: Selisih dari tunjangan perbaikan yang timbul akibat Peraturan ini dibayarkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak saat tanggal berlakunya Peraturan ini.
7. Jika penerapan suatu ketentuan Peraturan dinyatakan ditunda sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu, ketentuan Peraturan tersebut harus memuat secara tegas dan rinci tindakan hukum dan hubungan hukum mana yang dimaksud, serta jangka waktu atau syarat-syarat berakhirnya penundaaan sementara tersebut. Contoh: Izin penggunaan dan pemanfaatan tanah/lahan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan … Tahun… masih tetap berlaku untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
di tetapkannya Peraturan ini.
C.4. Ketentuan Penutup 1.
Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir, jika tidak diadakan pengelompokan bab, Ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal (-pasal) terakhir.
2.
Pada umumnya Ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai: a.
penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan Peraturan dimaksud;
b.
pernyataan tidak berlaku, penarikan, atau pencabutan Peraturan yang telah ada;
c.
nama singkat; dan
d.
saat mulai berlaku Peraturan/Keputusan.
3.
Pada dasarnya setiap Peraturan/Keputusan mulai berlaku pada saat Peraturan/ Keputusan yang bersangkutan diberlakukan.
4.
Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan/Keputusan yang bersangkutan pada saat diberlakukan, hal ini hendaknya dinyatakan secara tegas di dalam Peraturan/Keputusan yang bersangkutan dengan: - menentukan tanggal tertentu saat Peraturan/Keputusan akan berlaku. Contoh Peraturan: Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2004. Contoh Keputusan: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2004.
5.
Penyimpangan terhadap saat mulai berlaku Peraturan hendaknya dinyatakan secara tegas dengan: a. menetapkan bagian-bagian mana dalam Peraturan itu yang berbeda saat mulai berlakunya; Contoh: Pasal 17 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), (2), (3), dan (4) mulai berlaku pada tanggal ……. b. menetapkan saat mulai berlaku Peraturan yang berbeda daerah lain. Contoh: Pasal 20 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) mulai berlaku untuk daerah Yogyakarta dan Bandung pada tanggal ……………
6.
Pada dasarnya saat mulai berlakunya Peraturan/Keputusan adalah sama bagi seluruh bagian Peraturan/Keputusan dan seluruh lingkup diberlakukannya Peraturan/Keputusan
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
tersebut. Contoh Peraturan: Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Contoh Keputusan: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 7.
Pada dasarnya saat mulai berlaku Peraturan/Keputusan tidak dapat ditentukan lebih awal dari pada saat berlakunya Peraturan/Keputusan tersebut ditetapkan.
8.
Memberlakukan Peraturan/Keputusan dapat dilakukan lebih awal daripada saat ditetapkan, jika ada alasan-alasan yang kuat dan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhadap tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dimuat dalam Ketentuan Peralihan.
9.
Jika suatu Peraturan/Keputusan tidak diperlukan lagi dan diganti dengan Peraturan/ Keputusan yang baru, maka Peraturan/Keputusan yang baru harus secara tegas mencabut Peraturan/Keputusan yang tidak diperlukan itu.
10. Untuk mencabut Peraturan/Keputusan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, digunakan kata dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 11. Penghapusan Peraturan/Keputusan hendaknya tidak dirumuskan secara umum. Rumusan harus menyebutkan dengan tegas Peraturan/Keputusan mana yang dihapus.
D. Penutup Peraturan/Keputusan 1. Penandatanganan penetapan Peraturan/Keputusan memuat: a. tempat dan tanggal penetapan; b. nama jabatan; c.
tanda tangan pejabat; dan
d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat. 2. Rumusan tempat dan tanggal penetapan diletakkan di sebelah kanan. 3. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma (,). Contoh: Ditetapkan di …. (Tempat ditetapkannya Peraturan/Keputusan) pada tanggal …. KEPALA …. (nama jabatan yang menetapkan), tanda tangan NAMA (nama pejabat yang menetapkan, tanpa gelar dan NIP) F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 004/KA/I/2006 TANGGAL : 3 Januari 2006
B.
BENTUK RANCANGAN PERATURAN
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR ……………………….. TENTANG
1 Spasi 1½ Spasi
(Nama peraturan Kepala BATAN) 2 Spasi KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, 3 Spasi Menimbang : a. bahwa ……(memuat filosofi/latar belakang dibuatnya Peraturan) ………………………………………………………………….;
1½ Spasi 2 Spasi
b. bahwa ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………….;
1½ Spasi 2 Spasi
c. dan seterusnya ….; 2 Spasi Mengingat
: 1. …………………(memuat dasar hukum Peraturan) …….…….…………………………………………………………………..;
1½ Spasi 2 Spasi
2. ………………………………………………………………………………… …..…………………………………………………………………………..;
1½ Spasi 2 Spasi
3. dan seterusnya ...; 2 Spasi F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
MEMUTUSKAN: 2 Spasi
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG ……(Nama Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional).
1½ Spasi 2 Spasi
BAB I 2 Spasi Pasal 1 2 Spasi BAB II 2 Spasi Pasal … 2 Spasi BAB … dan seterusnya … 2 Spasi Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
1½ Spasi 3 Spasi
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
1½ Spasi 1 Spasi
(Pejabat yang menetapkan), Tanda tangan
3 Spasi
NAMA (tanpa gelar dan NIP) 2 Spasi
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 004/KA/I/2006 TANGGAL : 3 Januari 2006
C.
BENTUK RANCANGAN KEPUTUSAN
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
KEPUTUSAN ……. (Pejabat yang menetapkan) BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR ……………………….. TENTANG (Judul Keputusan)
1 Spasi 1½ Spasi 2 Spasi
(Pejabat yang menetapkan), 3 Spasi Menimbang : a. bahwa ………(memuat filosofi/latar belakang keputusan) …… …………………………………………………………….;
1½ Spasi 2 Spasi
b. bahwa ………………….…………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………; c. dan seterusnya ….;
1½ Spasi 2 Spasi 2 Spasi
Mengingat
: 1. ……(memuat dasar hukum keputusan) …….…….…………………………………………………………………..;
1½ Spasi 2 Spasi
2. ………………………………………………………………………………… …..…………………………………………………………………………..;
1½ Spasi 2 Spasi
3. dan seterusnya ...; 2 Spasi MEMUTUSKAN: F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
2 Spasi Menetapkan : KEPUTUSAN (Pejabat yang menetapkan) TENTANG ……(Judul).
1½ Spasi 2 Spasi
PERTAMA
:
1½ Spasi 2 Spasi
KEDUA
:
1½ Spasi 2 Spasi
KETIGA
:
1½ Spasi 2 Spasi
dan seterusnya …….
1½ Spasi 2 Spasi 3 Spasi Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal
1½ Spasi 1 Spasi
(Pejabat yang menetapkan), Tanda tangan
3 Spasi
NAMA (tanpa gelar dan NIP) 2 Spasi
F:\Peraturan Ka. Batan\Pedoman Pembuatan Peraturan-Keputusan.doc