RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT UJI KELAYAKAN (FIT AND PROPER TEST) KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AGUNG -------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN)
Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Acara
: 2016-2017 : I : : Terbuka : Uji Kelayakan : Kamis, 25 Agustus 2016 : Pukul 20.00 s.d 21.20 WIB. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Agung atas nama H.Panji Widagdo, SH., MH
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Agung oleh Komisi III DPR RI dibuka pukul 20.00 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Mulfachri Harahap, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Diawal Uji Kelayakan (fit and proper test) Pimpinan Rapat menyampaikan halhal sebagai berikut : Alokasi waktu Uji Kelayakan (fit and proper test) masing-masing Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung paling lama 90 (sembilan puluh) menit termasuk 10 (sepuluh) menit yang digunakan untuk menyampaikan pokok-pokok makalah. Pertanyaan diajukan oleh masing-masing fraksi kepada setiap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung, paling lama 3 (tiga) menit yang pelaksanaannya diatur oleh Pimpinan rapat. Setelah selesai pelaksanaan Uji Kelayakan (fit and proper test), Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung diminta menandatangani Surat Pernyataan yang telah disiapkan oleh Komisi III DPR RI. 1
2. Calon Hakim Agung H.Panji Widagdo, SH., MH, di awal Uji Kelayakan (fit and proper test) menjelaskan makalah yang telah dibuatnya yang berjudul “Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) Sebagai Suatu Syarat Batalnya Perjanjian”
2
Perjanjian yang terjadi di masyarakat selama ini banyak dibuat oleh pihakpihak, ada yang bertujuan baik yaitu didasarkan pada etika baik dari mereka yang membuatnya, tetapi terkadang ada juga orang membuat perjanjian didasari untuk mencari keuntungan dengan cara memanfaatkan pihak lain yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang sangat terbatas dan dalam posisi pihak yang sangat membutuhkan. Untuk memberi gambaran dalam makalah ini perlu dibahas kasus yang pernah terjadi ditahun 1990-an di Pati Jawa Tengah dimana seorang pensiunan yang membutuhkan uang dan meminjam kepada seorang rentenir dengan jaminan buku pensiun. Setiap mengambil uang pensiun maka saat itu juga uang pensiun diminta untuk mencicil utangnya, bahkan bila dihitung utangnya sudah lunas tetapi karena utang ini berbunga banyak maka tidak habis-habis cicilannya, maka seorang pensiunan ini menggugat kepada orang yang meminjamkan uang (pelepas uang) tadi atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum pasal 1231 KUHPerdata. Dalam hukum perjanjian dikenal adanya syarat-syarat tentang sahnya suatu perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1231 KUHPerdata yaitu : a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, b) kecakapan untuk membuat suatu perikatan, c) suatu hal tertentu dan d) suatu sebab yang halal. Memperhatikan kasus tersebut di atas dihubungkan dengan syarat tentang sahnya suatu perjanjian hampir semua unsurnya terpenuhi artinya mereka keduanya sepakat telah menandatangani perjanjian dan kedua belah pihak adalah orang yang cakap sudah dewasa dan sehat akalnya dan obyek dari perjanjian tersebut jelas yaitu utang-piutang dengan jaminan buku tabungan pensiun dan obyek perjanjian tersebut tidak dilarang oleh undang-undang. Apabila dihubungkan dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang menentukan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, dan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Dari uraian tersebut diatas sepertinya kedudukan orang yang meminjamkan uang tersebut ada pada posisi yang kuat karena berlindung pada ketentuan undang-undang yaitu Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam teori keadaan tersebut diatas dimana pihak yang kuat atau pihak yang mempunyai posisi dominan dikatakan sebagai “ Penyalahgunaan keadaan “ atau misbruik van omstandigheden, di Belanda suatu perjanjian yang mengandung klausula yang merugikan salah satu pihak itu dinyatakan cacat hukum karena pada saat diadakan perjanjian. Pihak yang dirugikan telah menerima beban yang beratnya tidak seimbang keadaan mana telah disalah gunakan oleh pihak yang beretikat buruk. Sedang di Indonesia dipertimbangkan bahwa perjanjian tersebut bertentangan dengan kepatutan, keadilan dan etikat baik. Dari uraian tersebut diatas sepertinya kedudukan orang yang meminjamkan uang tersebut ada pada posisi yang kuat karena berlindung pada ketentuan undang-undang yaitu Pasal 1365 KUHPerdata. Kesimpulannya bahwa penyalahgunaan keadaan didalam praktik dapat dipakai untuk membatalkan perjanjian. 3
3. Beberapa hal yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut : Persoalan mafia hukum sepertinya dari dulu belum ada perubahan yang signifikan, kira-kira dari sudut pandang Calon melihat adanya mafia peradilan atau mafia hukum seperti apa. Bahwa latar belakang Calon adalah hakim karier yang tentu tahu sebetulnya persoalan mafia hukum ini ada dimana, dan bagaimana langkah calon apabila terpilih menjadi hakim agung, dan langkah apa dalam memberikan pencerahan di Mahkamah Agung. Terkait dengan sistem kamar yang ada di Mahkamah Agung, bagaimana Calon melihat dari segi transparansinya. Terkait integritas Calon, bagaimana pendapat Calon terkait kasus suap yang diduga melibatkan hakim agung yang tidak mau mengundurkan diri. Bagaimana pandangan Calon terkait budaya malu di Mahkamah Agung sebagai pejabat yang seharusnya dicontoh integritasnya. Dalam konteks perekrutan hakim, bagaimana pendapat Calon, apakah sebaiknya di Mahkamah Agung atau di Komisi Yudisial. Bagaimana pendapat Calon terkait usulan adanya kewenangan Komisi Yudisial untuk dapat mengeksekusi atas pelanggaran oleh hakim. Sejak tahun 1986 (diawal calon berkarir sebagai hakim), apa sebetulnya persoalan mendasar di tubuh peradilan sehingga masih ada perilaku individu atau perilaku kultur di organisasi. Adanya upaya pemiskinan struktural terhadap adanya intervensi penguasa dalam perampasan tanah masyarakat adat, apabila Calon menjadi Hakim Agung, langkah-langkah apa yang akan dilakukan. Bagaimana tanggapan Calon terkait perkawinan sejenis. Bagaimana jika perkawinan tersebut diperkarakan dan Calon menjadi majelis hakimnya. Bagaimana langkah-langkah Calon untuk mengusulkan peningkatkan kesejahteraan para hakim, dan bagaimana konsep dan tanggapan Calon untuk meningkatkan integritas hakim. Bagaimana pendapat terkait putusan ulta petita? Apakah ultra petita tersebut diperkenankan atau tidak, seprti kasus Kedung Ombo. 4. Beberapa penjelasan tambahan Calon Hakim Agung diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut calon, ada beberapa faktor yang menentukan adanya mafia peradilan atau mafia hukum, yaitu: a. Moralitas hakim yang bersangkutan b. Kendala struktural. Seharusnya pengawasan yang terbaik adalah pengawasan melekat (pengawasan langsung oleh atasan yang bersangkutan). Namun, jangan sampai hakim/pejabat pengawas ini justru menjadi sumber masalah. Terkait sistem kamar di Mahkamah Agung, terdapat permasalahan bahwa terdapat birokrasi yang lama di Mahkamah Agung terkait penanganan perkara sehingga calon memandang perlu adanya pemangkasan birokrasi di tubuh Mahkamah Agung sendiri Terkait kasus hakim yang terlibat suap, seharusnya ada sanksi yang diberikan oleh Majelis Kode Etik yang melibatkan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Calon memandang bahwa hakim yang telah tertangkap tangan (OTT) kasus suap, seharusnya mundur. 4
Terkait pengusulan dan pemberhentian hakim sebaiknya memang dari Mahkamah Agung namun kalau Komisi Yudisial memberikan informasi atau data terkait hakim yang „nakal‟ maka sebaiknya juga perlu ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung. Dalam mengatasi penumpukan perkara, memang penting sekiranya ada hakim pengawas. Dalam hal ini, yang terpenting adalah melakukan kontrol. Terkait pertanyaan perilaku individu atau perilaku kultur di organisasi, calon Saya melihat bahwa hal tersebut bukanlah persoalan kultur namun personal, itu adalah oknum sehingga tidak tepat dikatakan persoalan kultur di Mahkamah Agung. Terkait pemiskinan struktural: calon melihat bahwa melihatnya kasus per kasus. Adakalanya hakim melihat kepastian hukum yang diutamakan namun ada kalanya keadilan yang dikedepankan sehingga hakim harus jernih dan teliti melihat persoalan di setiap kasus untuk mengedepankan terobosan hukum. Dalam menangani perkara dalam prinsip personalnya Calon lebih memilih keadilan dari kepastian hukum namun calon mengaku khawatir dan takut kehilangan pekerjaan jika mengedepankan keadilan daripada kepastian hukum. Terkait pertanyaan tentang kondisi peradilan bahwa dalam kondisi peradilan yang tidak ideal seperti sekarang ini, hakim harus berani keluar dari zona kenyamanan Terkait pernikahan sejenis, bahwa dalam ajaran agama dilarang, pernikahan seharusnya laki-laki dengan perempuan namun faktanya lakilaki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, hal tersebut dilakukan karena terdapat pemalsuan indentitas, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Terkait fasilitas, Calon melihat memang terdapat kesenjangan fasilitas antara fasilitas hakim di pusat maupun di daerah. Terkait pandangan tentang filosofi, integritas dan profesionalisme hakim; calon berpendapat bahwa sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 bahwa hakim harus berintegritas dan professional, maka harus dijunjung tinggi oleh hakim. Artinya, hakim juga harus mau dan terus belajar. Calon juga mempertanyakan, sebaiknya memang para hakim agung tidak cukup hanya berdiskusi dengan para hakim di bidangnya saja. Apabila Calon terpilih sebagai hakim agung, Calon berkomitmen untuk mengajak para calon hakim dalam bidang lain/kamar lain untuk berdiskusi mencari terobosan-terobosan apa yang harus dilakukan guna mencari solusi atas permasalahan yang ada. Terkait ultra petita dalam kasus Gedung Ombo, menurut pendapat Calon apabila terdapat a quit o bono dan posita-nya memungkinkan, Calon berani untuk memutuskan. Calon beberapa kali dalam hal ini pernah memutus kasus serupa. 5. Calon Hakim Agung menandatangani dipersiapkan oleh Komisi III DPR RI.
surat
pernyataan
yang
telah
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya 5
Nama Tempat dan tanggal lahir Pekerjaan/Jabatan Bertempat tinggal di
: : : :
……………………………………………… ……………………………………………… ……………………………………………… .….……………………………………….….
Dengan ini menyatakan secara jujur dan sebenarnya serta bersedia untuk mengangkat sumpah/janji menurut Agama yang saya anut, Agama ………………..…; bahwa seluruh pernyataan, keterangan, informasi, dan atau bukti yang saya nyatakan, berikan atau sampaikan, baik secara lisan maupun tertulis kepada KOMISI III DPR-RI adalah benar guna memenuhi persyaratan untuk seleksi Calon Hakim Agung. Apabila saya terpilih menjadi Hakim Agung, saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban saya sebagai Hakim Agung dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya serta akan menolak atau tidak menerima apapun secara langsung maupun tidak langsung atau tidak mau dipengaruhi oleh siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban saya yang diamanatkan oleh Undang-Undang kepada saya. Bahwa saya bertanggung jawab sepenuhnya atas pernyataan saya ini, dan bersedia dituntut menurut hukum, apabila pernyataan saya ini terbukti tidak benar, baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya termasuk untuk mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Hakim Agung, apabila saya terpilih menjadi Hakim Agung. Demikian Surat Pernyataan tertulis ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan atau tekanan dari manapun, di hadapan KOMISI III DPR-RI pada tanggal .. Agustus 2016. Jakarta, ....... Agustus 2016. Saya yang menyatakan, ( ………………………………………..) III. PENUTUP Rapat ditutup pada pukul 21.20 WIB
6