RANCANGAN
LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Acara
: 2014-2015. : IV : : Terbuka. : Rapat Dengar Pendapat. : Kamis, 18 Juni 2015. : Pukul 10.20 – 16.50 WIB. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. : Membicarakan mengenai masalah-masalah aktual yang terkait dengan tugas dan wewenang KPK Tanya Jawab Penutup / Kesimpulan
KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan KPK dibuka pukul 10.20 WIB dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN Beberapa hal yang disampaikan oleh Ketua KPK beserta jajarannya, diantaranya sebagai berikut : 1. Penjelasan oleh Ketua KPK terkait dengan dukungan legislasi yang dibutuhkan KPK, yakni perubahan terhadap beberapa ketentuan antara lain Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang (UU Pencucian Uang), dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) dengan catatan disarankan untuk ditunda sambil menunggu sinkronisasi dan harmonisasi Undang-undang selesai.
2. Hal-hal yang perlu disinkronisasi dalam KUHP adalah masalah ketentuan hukum pidana yang seharusnya menjadi rujukan bagi seluruh ketentuan umum atas semua aturan sepanjang menyangkut hukum pidana materiil. Revisi RUU tentang KUHAP, terutama menyangkut ketentuan yang terkait dengan Praperadilan (Pasal 77-82 KUHAP). Revisi diperlukan menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang memperluas ruang lingkup obyek praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP. Revisi UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme terutama berkaitan dengan kewajiban pelaporan HKPN bagi Penyelenggara Negara yang belum memuat secara tegas mengenai pemberian sanksi kepada Penyelenggara Negara yang tidak patuh dalam melaporkan kekayaannya. 3. Penjelasan Ketua KPK terkait Revisi UU Nomor 31 Tahun 1999 terkait gratifikasi dan suap-menyuap dan kesesuaian dengan ratifikasi UNCAC. Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 dalam rangka penegasan UU KPK sebagai lex specialis sehingga dapat mengenyampingkan ketentuan umum yang diatur dalam KUHP dan KUHAP, penegasan kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri di luar ketentuan yang diatur dalam KUHAP, penataan kembali organisasi KPK sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi, keberadaan komite pengawas sebagai pengganti dan empowering dari Penasihat KPK. Revisi UU Nomor 08 Tahun 2010 tentang TPPU terkait dengan pembuktian terbalik dalam Pencucian Uang, dugaan memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak sah (elicit enrichment), dan kewajiban pembayaran pajak bagi pemilik aset. 4. Ketua KPK menjelaskan bahwa sejak diaudit oleh BPK (2006 s.d 2014) KPK memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. 5. Ketua KPK menjelaskan bahwa terkait tindak Lanjut atas rekomendasi BPK atas Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan KPK TA 2013 adalah sebagai berikut: 1) LHP atas Sistem Pengendalian Internal Sebanyak 5 temuan dan 7 rekomendasi oleh BPK telah selesai ditindaklanjuti dan divalidasi oleh BPK. 2) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Sebanyak 2 temuan dan 3 rekomendasi oleh BPK telah selesai ditindaklanjuti dan divalidasi oleh BPK. 6. Ketua KPK menjelaskan bahwa Alokasi anggaran Penindakan dan Pencegahan relatif sama besarnya dilihat dari persepektif anggaran. Pada tahun 2014, anggaran Deputi Pencegahan (Rp 29.425.644.000) lebih besar daripada Deputi Penindakan (Rp 28.958.217.000), sedangkan pada tahun 2015 anggaran Deputi Penindakan (Rp 57.299.896.000) lebih besar daripada Deputi Pencegahan (Rp 42.931.115.000). Hal ini dikarenakan pada Kedeputian Penindakan dibentuk unit baru (Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi/Labuksi). 7. Ketua KPK menjelaskan terkait dengan tindak lanjut terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan KPK 2013 LHP No. 25a/HP/XIV/05/2014, 2
dapat dilaporkan bahwa KPK telah melakukan tindak lanjut terhadap LHP atas Sistem Pengendalian Internal dan LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan. Namun diprediksi oleh BPK, bahwa laporan KPK di tahun mendatang akan menurunkan opini karena pergantian sistem keuangan. 8. Ketua KPK menjelaskan terkait program / kegiatan bidang pencegahan, sebagai berikut: 1. Kajian sistem (berdasarkan Pasal 14 UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK). Dilakukan pada sekitar 29 Kementerian tingkat Pusat (83%), 60 Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota (11%), juga beberapa Lembaga Negara di tingkat Pusat, dan beberapa BUMN/BUMD 2. Penelitian baik melalui metode Survei maupun Studi (berdasarkan Pasal 6 UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK) 3. Monitor (berdasarkan Pasal 14 ayat c UU no. 30 tahun 2002) 4. Koordinasi dan Supervisi (berdasarkan Pasal 6 UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK) Telah dilaksanakan sejak Tahun 2012 di 33 Provinsi bekerjasama dengan BPKP, dan melibatkan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Pemerintah Daerah (Pengelolaan APBD, Pengadaan Barang dan Jasa dan Pendapatan Daerah). 5. Mendorong kepatuhan LHKPN oleh penyelenggara negera (berdasarkan Pasal 13 UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK). 6. Pelaksanaan Program Pengendalian Gratifikasi serta nendorong terbentuknya unit Gratifikasi di instansi pemerintah (berdasarkan Pasal 13 UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK) dan peningkatan pemahaman sektor swasta terhadap ketemtuan terkait Gratifikasi. 7. Pendidikan Anti Korupsi (Pasal 13 huruf C Undang-Undang no. 30/2002) proses membangunan Modul Pendidikan Antikorupsi dilaksanakan selama 2006-2008. Modul difokuskan terlebih dahulu untuk tingkat SD, SMP, SMA dan melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan dibidang pendidikan yang terdiri dari para pakar, praktisi, klub Guru, orang tua murid, pemerhati pedidikan dan para profesional di bidang pendidikan 8. Pendidikan Anti Korupsi Tingkat Perguruan Tinggi KPK telah memiliki sekitar 72 MOU dengan PTN/S seluruh Indonesia. Isi pokok dari MOU adalah pengembangan kajian, sosialisasi, kampanye dan pendidikan anti korupsi 9.Sosialisasi Anti Korupsi dengan Membangun Zona Integritas dan Pusat Pembelajaran Anti Korupsi Sesuai arah dan kebijakan pelaksanaan kegiatan KPK tahun 2010, melalui SE-002/01- 52/03/2010. Koordinasi dan Supervisi Pengawasan Mineral, Batubara, Kelautan, Perikanan, Kehutanan, dan Perkebunan Telah dilakukan Kajian Sistem Pengusahaan Batubara di Indonesia Tahun 2011, Kajian Sistem Pengelolaan PNBP Minerba Tahun 2013, Kajian Sistem Perizinan Sumberdaya Alam Tahun 2013, Kajian Sistem Pengelolaan Pajak Sektor Minerba 2014. Hasil korsup minerba di 12 Provinsi, setidaknya 874 IUP telah ditertibkan dan terjadi peningkatan PNBP sektor Minerba sebesar Rp. 10 Trilyun di 2014 III. Pelaksanaan Tugas Bidang. 3
10. Ketua KPK menjelaskan terkait pelaksanaan tugas Pencegahan dan Penindakan selama 2014-2015, KPK melaporkan bahwa selama ini memang program penindakan lebih menarik bagi media, namun KPK lebih banyak melakukan kegiatan pencengahan jika dilihat dari jumlah program atau kegiatan. Adapun kegiatan pencegahan yang dilakukan adalah kajian sistem, penelitian, monitoring, koordinasi dan supervisi, mendorong kepatuhan LHKPN, Pelaksanaan Program Pengendalian Gratifikasi serta mendorong terbentuknya unit Gratifikasi dan pemahaman sektor swasta terhadap ketentuan Gratifikasi, Pendidikan Anti Korupsi sampai Perguruan Tinggi, Sosialisasi Anti Korupsi dengan Membangun Zona Integritas dan Pusat Pembelajaran Anti Korupsi, dan Koordinasi dan Supervisi Pengawasan Minerba, Kelautan, Perikanan, Kehutanan, dan Perkebunan. 11. Ketua KPK menjelaskan bahwa dalam hal laporan kegiatan di bidang penindakan, KPK melaporkan terkait dengan jumlah penindakan dari sisi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dalam hal penanganan kasus penyelidikan, dari tahun 2014 ke tahun 2015, mengalami peningkatan sebanyak 6 kasus, sedangkan dalam hal penyidikan terjadi penurunan sebanyak 2 kasus, dan penuntutan terjadi penurunan 8 kasus. Perkara yang disupervisi oleh KPK terdapat 94 perkara di tahun 2014 dan hingga April 2015 sebanyak 7 kasus. 12. Ketua KPK menjelaskan terkait dengan permasalahan aktual seperti beberapa kekalahan KPK di Praperadilan, beberapa hakim berpendapat bahwa penentuan tersangka tidak boleh dilakukan sejak awal, namun pada prakteknya KPK memiliki tersangka yang dicurigai sejak dilakukan penyelidikan. Hingga saat ini terjadi sebanyak 15 permohonan, 3 permohonan dikabulkan, dan 12 permohonan ditolak. Dalam praktek yang terjadi substansi yang dimohonkan terkadang berubah pada saat pemeriksaan di praperadilan. Pada kasus BG, praperadilan mempersoalkan soal penetapan status BG yang saat itu belum menjadi penyelenggara negara. Kemudian dalam status Walikota Makassar yang mempersoalkan alat bukti. Menurut KPK bukti yang diserahkan dengan fotocopy yang kemudian dianggap belum memiliki alat bukti. Sedangkan dalam permohonan HP yang mempersoalkan kewenangan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan. Saat ini KPK mengajukan upaya hukum luar biasa. 13. Beberapa hal lainnya penjelasan tambahan Pimpinan KPK diantaranya adalah sebagai berikut: Terkait dengan “kalahnya” KPK dibeberapa sidang Praperadilan, dijelaskan bahwa dari 15 permohonan praperadilan, 12 permohonan ditolak dan 3 permohonan diterima yaitu dalam kasus Komjen Pol Drs.Budi Gunawan, Hadi Purnomo, dan Ilham Arif Siradjudin. Penjelasan Ketua KPK bahwa penetapan tersangka di KPK selalu dilakukan secara terbuka di dalam internal KPK dan dihadapan Pimpinan KPK sehingga tidak menyalahi prosedur. 4
Bahwa penyadapan merupakan hal yang sangat penting bagi pelaksanaan tugas dan fungsi KPK. Adapun kewenangan KPK sebelum pro justisia akan hilang jika penyadapan dibatasi di tahap pro jusitisia. Bahwa penafsiran terhadap Pasal 44 UU tentang KPK oleh Pengadilan yang berbeda dengan KPK dinilai telah memberi permasalahan baru dan dapat mereduksi kewenangan KPK. Terkait dengan wacana revisi UU tentang KPK, Plt.Ketua KPK menyatakan bahwa KPK selama ini tidak pernah diajak bicara dalam menyusun RUU dimaksud, namun KPK siap untuk memberi masukan yang dapat berguna untuk tidak hanya KPK tetapi seluruh aparat penegak hukum lainnya. Bahwa dalam melakukan pencegahan membutuhkan fungsi penindakan karena dibutuhkan sebuah pengenalan terhadap metode dan kesalahan yang terjadi dari sebuah kasus korupsi. Bahwa adanya pemberitaan mengenai rekaman hasil penyadapan atau hanya rekaman biasa yang disampaikan Novel Baswedan terkait dengan dugaan kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK, dijelaskan bahwa proses dan mekanisme penyadapan di KPK dilakukan dengan proses yang tidak mudah dan sangat berhati-hati. Bahwa terkait dengan pembiayaan yang dilansir diberikan kepada sejumlah LSM oleh KPK hanya sekedar bantuan untuk kegiatan bukan dalam bentuk pembiayaan atau dana. Mengenai revisi dari UU tentang KPK, RUU tentang KUHP, dan RUU tentang KUHAP, disarankan agar pembahasan RUU tentang KUHP dan KUHAP akan lebih baik jika dilakukan secara bersamaan karena saling terkait. Terkait dengan penanganan kasus Century, Ketua KPK menjelaskan bahwa pada saat ini KPK masih menunggu putusan dari Mahkamah Agung pada kasus Budi Mulya. Terkait dengan proses hukum yang lama, hal ini menjadi masukan dan kajian untuk KPK. Sehingga KPK akan lebih memaksimalkan fungsi penyelidikan dan tidak memakan waktu yang lama dalam penyidikan. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut : Meminta penjelasan KPK terkait dengan tindaklanjut dan langkah-langkah kedepan KPK dengan terjadinya kekalahan KPK di beberapa kasus Praperadilan. Meminta penjelasan KPK terkait dengan SOP yang ada di KPK. Apabila SOP tersebut bukan hal yang rahasia, meminta kepada KPK untuk dapat memberikan kepada Komisi III DPR RI. Terkait dengan kekalahan KPK di beberapa sidang Praperadilan, meminta penjelasan KPK terkait dengan kesan bahwa KPK melakukan penangkapan terlebih dahulu, selanjutnya bukti-bukti dicari kemudian. 5
Terkait dengan manajemen penyidikan perkara, perlu dilakukan pengawasan internal oleh Pimpinan KPK diantaranya dengan melakukan gelar perkara. Bahwa proses hukum yang dilakukan KPK terhadap seorang tersangka untuk dilanjutkan dalam porses persidangan, terdapat perlakukan yang berbeda. Perlakuan seorang tersangka ada yang cepat berproses ke pengadilan disisi lain ada yang beberapa tahun kemudian baru diproses ke pengadilan. Terkait dengan dukungan legislasi sesuai dengan prinsip Integrated Criminal Justice System. Dalam hal ini, meminta pandangan dari KPK terkait semua delik (termasuk delik korupsi) yang akan dikodifikasi atau diunifikasi dalam RUU KUHP. Meminta penjelasan terkait dengan penyadapan yang dilakukan KPK dikaitkan dengan penghormatan HAM dalam Hukum Acara Pidana. Perlu menjadi perhatian Komisi III terkait revisi Undang-undang kedepannya, dimana KPK meminta dukungan untuk pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK oleh KPK sendiri serta terkait dengan Komite Pengawas KPK. Meminta KPK untuk melakukan kajian komprehensif terkait dengan dukungan legislasi baik kepada Pemerintah maupun DPR. Meminta penjelasan KPK terkait dengan anggaran KPK untuk pembiayaan LSM dan organisasi masyarakat yang berasal dari APBN. Bahwa adanya persepsi masyarakat mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang KPK yang dalam pelaksanaan tugas dilapangan sering tidak memperhatikan koridor ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan kasus Bank Century, KPK agar memberikan prioritas terhadap penanganan kasus tersebut, terutama setelah meninggalnya saksi utama. KPK agar memiliki indeks keberhasilan atau ukuran keberhasilan pelaksanaan tugas di KPK, terutama dalam hal early warning system dalam bidang pencegahan. Bahwa mekanisme penyidikan agar dilakukan secara ekstra hati-hati sehingga tidak menyalahi prosedur dan menghormati hak-hak orang lain. Apabila tidak ada halangan terkait dengan pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan akhir tahun 2015, mengusulkan kepada KPK untuk sementara waktu tidak melakukan pemanggilan kepada mereka yang pada saat ikut mencalonkan diri dalam Pilkada. Meminta KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK atas audit kinerja KPU. Dengan menindaklanjuti hasil temuan BPK, apakah KPU siap untuk menggelar Pilkada serentak. Terkait dengan pernyataan dan pemberitaan yang disampaikan Novel Baswedan, Komisi III DPR RI akan mengundang Pimpinan Majalah Tempo guna mengklarifikasi pernyataan Novel Baswedan terkait dengan rekaman hasil penyadapan dugaan kriminalisasi Pimpinan KPK. Komisi III DPR RI menyampaikan kepada Pimpinan KPK beberapa surat masuk dari masyarakat kepada Komisi III DPR RI menyangkut permasalahan yang terkait dengan tugas dan wewenang KPK, untuk dapat ditindaklanjuti dan 6
selanjutnya dapat disampaikan perkembangannya kepada Komisi III DPR RI pada Masa Sidang berikutnya.
III. KEPUTUSAN / KESIMPULAN Rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, mengambil kesimpulan / keputusan sebagai berikut : 1. Sehubungan dengan rencana perubahan terhadap UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Komisi III DPR RI meminta KPK untuk memberikan masukan yang lebih detail dan komprehensif mengenai hal-hal yang perlu direvisi dalam rangka memperkuat KPK. 2. Komisi III DPR RI mendesak KPK untuk menyusun dan mematuhi Standard Operational Procedure (SOP) dan peraturan perundang-undangan lainnya dalam menjalankan tugas dan kewenangan serta melakukan peningkatan pengawasan internal untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. 3. Komisi III DPR RI mendesak KPK agar menyusun sistem pencegahan korupsi yang lebih terukur dan sistematis di seluruh Kementerian/Lembaga/Badan dan Pemerintah Daerah untuk dipatuhi guna mencegah dan mengurangi praktek korupsi. Rapat ditutup pukul 16.50 WIB.
7