KEGEMUKAN, ANEMIA, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
LILIS HERYATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kegemukan, Anemia, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Lilis Heryati NIM I14100013
ABSTRAK LILIS HERYATI. Kegemukan, Anemia, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara kegemukan, anemia dan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2014, di SDN Polisi 1 dan SDIT At Taufiq. Jumlah contoh penelitian adalah 100 siswa, terdiri dari 62 siswa normal dan 38 siswa kegemukan (overweight dan obes). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder dengan analisis statistik yang digunakan yaitu uji beda Mann Whitney dan Independent sample T test serta uji korelasi Spearman dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara contoh normal dan kegemukan terdapat perbedaan yang signifikan pada intake energi (p=0.003), protein (p=0.000), dan lemak (p=0.008), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada status anemia dan prestasi belajar. Terdapat hubungan yang signifikan antara intake energi dengan status gizi (p=0.011), dan status anemia dengan rata-rata nilai mata pelajaran IPA (p=0.012) dan Bahasa Indonesia (p=0.03). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan anemia dan prestasi belajar (p>0.05). Kata kunci: anemia, obesitas, overweight, prestasi belajar
ABSTRACT LILIS HERYATI. Overweight, Anemia, and Academic Achievement among School Children in Bogor. Supervised by BUDI SETIAWAN. The purpose of this study was to analyze the correlation between overweight, anemia and academic achievement of elementary school students in Bogor. The design of this study was cross-sectional study, it was held between March and July 2014, at SDN Polisi 1 and SDIT At Taufiq. Total samples were 100 students, consisting of 62 normal students and 38 overnutrition students (overweight and obese). The type of data were primary and secondary data, with statistical analysis using Mann Whitney test, Independent sample t test, Spearman and Pearson correlation test. The results showed that between normal and overweight samples, there were significant differences in intake of energy (p = 0.003), protein (p = 0.000), and fat (p = 0.008), but there were no significant differences in anemia status and academic achievement. There was a significant correlation between energy intake and nutritional status (p = 0.011), also between anemia status and the average score of Science (p = 0.012) and Indonesian language (p = 0.03). There was no significant correlation between nutritional status with anemia and academic achievement (p>0.05). Keywords: academic achievement, anemia, obesity, overweight
KEGEMUKAN, ANEMIA, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
LILIS HERYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kegemukan, Anemia, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor Nama : Lilis Heryati NIM : I14100013
Disetujui oleh
Dr Ir Budi Setiawan, MS Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah overweight dan obesitas, dengan judul Kegemukan, Anemia, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku pembimbing dan Ibu dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked., MSc selaku penguji sidang yang telah banyak memberi saran dan masukan untuk penelitian ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak sekolah SDN Polisi 1 dan SDIT At Taufiq serta seluruh siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mamah, bapak, ade, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada seluruh tim peneliti Ekawidyani et al. dan NHF (Neys-van Hoogstraten Foundation) yang telah membantu proses penelitian ini. Terima kasih juga kepada Isna, Nur, Aliyyan, Sakinah, Yulianto, Hayu, Umami, Gita Sri, yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini, serta seluruh mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan 47, teman omda dan organisasi, atas doa dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Meskipun demikian, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2014 Lilis Heryati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
5 5 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
8
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah
10 10
Karakteristik Contoh
10
Karakteristik Keluarga
12
Intake Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Status Gizi
17
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
18
Intake Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Status Sekolah
21
Status Anemia
22
Prestasi Belajar
25
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 30
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder Pengkategorian variabel penelitian Karakteristik contoh berdasarkan status gizi Karakteristik contoh berdasarkan status sekolah Pendidikan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pekerjaan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pendapatan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pendapatan orang tua II berdasarkan kategori status gizi Besar keluarga berdasarkan kategori status gizi Pendidikan dan pekerjaan orang tua berdasarkan kategori status sekolah Pendapatan orang tua berdasarkan kategori status sekolah Besar keluarga berdasarkan kategori status sekolah Rata-rata intake energi dan zat gizi per hari berdasarkan status gizi Rata-rata intake energi dan zat gizi per hari berdasarkan status sekolah Rata-rata kadar hemoglobin berdasarkan status gizi Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status anemia Rata-rata nilai matematika berdasarkan status anemia dan kesukaan contoh terhadap mata pelajaran matematika 18 Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status gizi 19 Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status sekolah
7 8 11 11 12 13 13 14 14 15 16 17 17 22 23 26 27 27 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Skema kerangka pemikiran penelitian Cara penarikan contoh Grafik Tingkat Kecukupan Energi berdasarkan status gizi Grafik Tingkat Kecukupan Protein berdasarkan status gizi Grafik tingkat kecukupan zat besi berdasarkan status gizi Grafik tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan status gizi Grafik status anemia berdasarkan status gizi dan status sekolah
4 6 18 19 20 21 23
DAFTAR LAMPIRAN 8 Kuesioner penelitian 9 Uji korelasi pada penelitian 10 Dokumentasi penelitian
33 41 43
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas di seluruh dunia saat ini telah hampir dua kali lipatnya dari tahun 1980. Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang tidak normal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan dan merupakan salah satu penyebab utama kematian secara global. Dibandingkan dengan underweight, overweight dan obesitas lebih banyak menjadi penyebab kematian di seluruh dunia. Sedikitnya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun sebagai akibat dari overweight atau obesitas. Selain itu, 44% dari beban diabetes, 23% dari beban penyakit jantung iskemik dan 7-41% dari beban kanker tertentu diakibatkan oleh overweight dan obesitas (WHO 2013). Hasil estimasi global tahun 2008 oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization), lebih dari 1,4 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan atau overweight. Dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 200 juta pria dan hampir 300 juta wanita masuk kategori obes. Secara keseluruhan, lebih dari 10% populasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas. Overweight dan obesitas saat ini bukan hanya merupakan masalah bagi negara berpenghasilan tinggi tetapi juga meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya di daerah perkotaan. Lebih dari 30 juta anak overweight hidup di negara-negara berkembang dan 10 juta di negara-negara maju (WHO 2013). Indonesia sebagai negara berkembang saat ini menghadapi masalah gizi ganda. Disamping masih kesulitan mengatasi masalah kurang gizi, sekarang juga dihadapkan pada masalah meningkatnya jumlah penduduk yang mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas. Secara nasional dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa di atas 18 tahun adalah 12.6% kurus, dan 21.7% gabungan kategori berat badan lebih dan obes (Riskesdas 2010). Menurut Pi Sunyer dalam Modern Nutrition in Health and Disease (2014), sebagian besar kegemukan saat dewasa merupakan lanjutan dari kegemukan saat anak-anak. Sekitar 30% anak obes akan menjadi dewasa obes, dan sekitar 80% remaja obes akan menjadi dewasa obes. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masalah kegemukan pada anak sangat penting untuk mendapat perhatian. Di Indonesia, masalah kegemukan pada anak umur 6-12 tahun tergolong masih tinggi, yaitu 9.2% atau masih di atas 5.0%. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, terdapat hubungan keadaan ekonomi rumah tangga dengan prevalensi kegemukan, dimana semakin meningkat keadaan ekonomi rumahtangga, maka semakin tinggi prevalensi kegemukan pada anak 6-12 tahun (Riskesdas 2010). Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik meskipun diduga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style. Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas adalah
2
mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk food dan minuman ringan (soft drink). Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video games, playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk melakukan aktivitas fisik (Kemenkes 2012). Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena berisiko berlanjut ke masa dewasa dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dll. Pada anak, kegemukan dan obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas sesaat) dan gangguan pernafasan lain (Kemenkes 2012). Obesitas juga berhubungan dengan terjadinya inflamasi sistemik yang berdampak negatif pada regulasi zat besi (Yanoff et al. 2007). Selama proses inflamasi pada keadaan obesitas, penyerapan zat besi pada saluran cerna dan pelepasan zat besi ke dalam plasma terhambat, menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi, jika berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi (Clung dan Karl 2008). Anemia pada anak sekolah dapat berdampak negatif pada prestasi belajar. Anemia dapat menurunkan konsentrasi belajar karena kurangnya oksigen akibat rendahnya kadar hemoglobin menurunkan oksigenasi pada susunan syaraf pusat (Muchtar 2000). Anemia defisiensi besi juga dapat menimbulkan gejala mudah lelah, lesu, dan pusing, menyebabkan gangguan pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh, mengganggu fungsi kognitif dan memperlambat perkembangan psikomotor (Lubis 2008). Intake energi dan zat gizi serta status anemia merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada anak sekolah dasar karena dapat mempengaruhi performa dan prestasi akademik anak yang merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, penelitian mengenai hubungan antara kegemukan, anemia dan prestasi belajar pada anak sekolah dasar penting untuk dilaksanakan.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, terdapat beberapa masalah yang ingin diketahui dan dianalisis melalui penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana perbedaan karakteristik sosial dan ekonomi orang tua, karakteristik individu, dan intake energi dan zat gizi antara siswa kegemukan dan normal di sekolah dasar negeri dan swasta. 2. Bagaimana hubungan status gizi dengan status anemia. 3. Bagaimana hubungan status anemia dengan prestasi belajar. 4. Bagaimana hubungan status gizi dengan prestasi belajar
3
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara status gizi, anemia dan prestasi belajar pada anak normal dan kegemukan di sekolah dasar di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik individu siswa sekolah dasar berdasarkan status gizi siswa (kegemukan dan normal) serta berdasarkan status sekolah siswa (negeri dan swasta). 2. Menganalisis perbedaan intake energi dan zat gizi, status anemia, dan prestasi belajar berdasarkan status gizi siswa (kegemukan dan normal) dan status sekolah (negeri dan swasta). 3. Menganalisis hubungan status gizi dengan intake energi dan zat gizi. 4. Menganalisis hubungan status gizi dan intake zat gizi (besi dan vitamin C) dengan status anemia. 5. Menganalisis hubungan status gizi dan status anemia dengan prestasi belajar.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah menyediakan informasi bagi pihak sekolah dan orang tua siswa sekolah dasar mengenai hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi, yang kemudian berkaitan dengan status anemia dan dapat berdampak negatif pada prestasi belajar siswa sehingga sangat penting untuk mendapat perhatian.
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi anak usia sekolah terutama dipengaruhi oleh intake energi dan zat gizi dan aktivitas fisik. Kebiasaan makan yang baik dan seimbang akan menghasilkan intake zat gizi yang baik, begitupun sebaliknya. Kebiasaan makan terbentuk dari pola dan perilaku makan setiap hari, kebiasaan sarapan dan kebiasaan ngemil atau snacking. Pola makan yang gemar mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat dapat mencetus terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak. Perilaku makan yang salah seperti tindakan memilih makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink) juga meningkatkan peluang terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak. Selain pola dan perilaku makan, kebiasaan sarapan dan snacking juga mempengaruhi intake zat gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang terbiasa tidak sarapan cenderung memiliki status gizi lebih, karena anak akan menambah porsi makannya ketika makan siang dan banyak ngemil atau snacking di antara makan
4
pagi dan makan siang. Kebiasaan ngemil atau snacking juga berhubungan dengan status gizi lebih pada anak, karena cemilan yang dikonsumsi biasanya mengandung energi dan lemak yang tinggi, namun rendah kandungan zat gizi lainnya. Kebiasaan makan pada anak tersebut dipengaruhi oleh besar uang saku dan karakteristik orangtua serta karakteristik anak. Dewasa ini, terjadi perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style. Kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video games, playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk melakukan aktivitas fisik sehingga terancam mengalami kegemukan dan obesitas. Pada anak, kegemukan dan obesitas dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti anemia. Obesitas berhubungan dengan terjadinya inflamasi sistemik yang berdampak negatif pada regulasi zat besi. Selama proses inflamasi pada keadaan obesitas, penyerapan zat besi pada saluran cerna dan pelepasan zat besi ke dalam plasma terhambat, menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi, jika berlangsung lama dapat terjadi anemia. Anemia pada anak sekolah dapat berdampak negatif pada prestasi belajar. Anemia dapat menurunkan konsentrasi belajar karena kurangnya oksigen akibat rendahnya kadar hemoglobin menurunkan oksigenasi pada susunan syaraf pusat. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat kaitan antara kejadian anemia dengan prestasi belajar anak sekolah dasar. Anak yang anemia memiliki prestasi belajar yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan anak yang tidak anemia. Faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar anak sekolah adalah status gizi. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki status gizi baik, mempunyai prestasi yang baik. Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Karakteristik Siswa Umur Jenis kelamin Uang saku
Karakteristik Orang Tua Jumlah anggota keluarga Pendidikan dan pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua
Kebiasaan makan Pola dan perilaku makan Kebiasaan sarapan Kebiasaan ngemil/snacking Aktivitas Fisik Tidur Menonton televisi Main games Belajar Olahraga dll
Status Gizi (IMT/U)
Intake zat gizi Energi Protein Lemak Fe dan vit C
Lingkungan
Infeksi
Prestasi Belajar Siswa Nilai UTS dan UAS Nilai try out
Status anemia Kadar Hb (g/dL)
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian
5
Keterangan : :
:
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dimana peneliti berusaha mengumpulkan berbagai informasi pada suatu waktu dan peneliti tidak memberikan intervensi apapun kepada contoh. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Ekawidyani et al. yang dibiayai oleh NHF (Neys-van Hoogstraten Foundation) dengan judul Overweight among school children: It’s causes and effects on physical fitness, anemia, and academic performance. Penelitian tersebut dilaksanakan di empat Sekolah Dasar di Kota Bogor, dimana dua dari empat Sekolah Dasar tersebut menjadi tempat penelitian ini, yaitu SDN Polisi 1 dan SDIT At Taufiq. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan rata-rata siswa pada dua Sekolah Dasar tersebut berasal dari keluarga ekonomi menengah keatas sehingga peluang keberadaan anak gemuk dan obes cukup tinggi, disamping itu jumlah siswa yang memenuhi ketentuan sebagai contoh penelitian paling banyak terdapat pada kedua sekolah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di dua Sekolah Dasar yang menjadi tempat penelitian. Contoh penelitian adalah siswa Sekolah Dasar kelas V di dua Sekolah Dasar yang menjadi tempat penelitian dengan status gizi normal (-2 SD < Z < +1 SD) dan overweight (+1 SD < Z ≤ +2 SD) atau obes (Z > +2 SD), laki-laki atau perempuan berusia 10-12 tahun, bersedia mengikuti penelitian, dan mengembalikan lembar IC (Inform Consent) yang telah ditanda tangani oleh orang tua. Pemilihan contoh adalah anak Sekolah Dasar kelas V dilakukan secara purposive dengan asumsi bahwa anak kelas V sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik, mengerti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam kuesioner, dan mampu mengisi kuesioner dengan baik. Sementara itu anak kelas VI tidak dijadikan contoh karena sudah fokus dengan kegiatan Ujian Nasional. Penarikan contoh dimulai dengan melakukan screening awal, yaitu mengukur status gizi secara langsung melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan siswa. Kemudian, dengan metode random sampling dipilih 45 siswa dengan status gizi normal dan 45 siswa dengan status gizi overweight atau obes dari SDN Polisi 1, dan dipilih 45 siswa dengan status gizi normal dan 36 siswa dengan status gizi overweight atau obes dari SDIT At-Taufuq. Sebanyak 171
6
siswa tersebut kemudian diberi lembar IC untuk ditanda tangani oleh orang tua siswa sebagai bentuk persetujuan bahwa siswa tersebut diperbolehkan menjadi contoh penelitian. Siswa yang mengembalikan lembar IC yang telah ditanda tangani orang tua adalah siswa yang kemudian diambil datanya sebagai contoh penelitian. Siswa yang menjadi contoh penelitian dari SDN Polisi 1 adalah 31 siswa dengan status gizi normal dan 20 siswa dengan status gizi overweight atau obes, sedangkan contoh dari SDIT At-Taufiq adalah 31 siswa dengan status gizi normal dan 18 siswa dengan status gizi overweight atau obes. Cara penarikan contoh penelitian disajikan pada Gambar 2. SDN Polisi 1
SDIT At-Taufiq
Jumlah siswa
Jumlah siswa
105 orang
198 orang
Screening
Screening
Normal 113 orang
Kegemukan 77 orang
Normal 69 orang
Random sampling Diberi lembar IC
Normal 45 orang
Kegemukan 45 orang
Random sampling Diberi lembar IC
Normal 45 orang
Mengembalikan lembar IC
Normal 31 orang
Kegemukan 20 orang
Kegemukan 36 orang
Normal 31 orang
Kegemukan 36 orang Mengembalikan lembar IC
Kegemukan 18 orang
Gambar 2 Cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik sosial ekonomi orang tua, data karakteristik siswa, data status gizi, konsumsi pangan 3x24 jam pada hari sekolah dan hari libur, status anemia, dan data hasil try out. Data sekunder meliputi data mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan data prestasi belajar siswa yaitu hasil UTS dan UAS semester genap. Jenis dan cara pengumpulan data primer dan data sekunder disajikan pada Tabel 1 dihalaman berikutnya.
7
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder No.
Peubah
Data primer 1. Karakteristik sosial ekonomi orang tua
2.
Karakteristik siswa
Alat dan cara pengumpulan data
Jenis data
Wawancara langsung dipandu kuesioner
Wawancara langsung dipandu kuesioner
ntitatif Kuantitatif
3.
Konsumsi pangan Energi Tingkat Kecukupan Protein Tingkat Kecukupan Lemak Tingkat Kecukupan Fe Tingkat Kecukupan Vit C
4.
Status gizi
5.
Status anemia
6.
Hasil try out
Wawancara langsung dipandu kuesioner dengan metode food recall 3x24 jam, hari sekolah dan hari libur Pengukuran langsung menggunakan stature meter dan timbangan digital Pengukuran langsung menggunakan hemocue Mengisi soal try out secara langsung
Data sekunder 1 2
Prestasi Belajar (Nilai UTS Penelusuran literatur Kuantitatif dan UAS) dari guru kelas Profil SD terpilih Penelusuran literatur Kualitatif
Data karakteristik sosial ekonomi orang tua, karakteristik siswa, intake energi dan zat gizi diperoleh dengan wawancara yang dipandu kuesioner. Intake energi dan zat gizi contoh diukur dengan menggunakan metode food recall 3x24 jam, yaitu 2x24 jam pada hari sekolah dengan hari acak, dan 1x24 jam pada hari libur, kemudian jumlah konsumsi pada 3 hari tersebut dirata-ratakan. Pada metode ini contoh diminta mengingat kembali dan mencatat jumlah, serta jenis makanan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam (Arisman 2009). Recall yang tidak diberitahukan sebelumnya direkomendasikan untuk dilakukan, karena contoh tidak dapat mengubah apa yang telah mereka makan sehingga instrumen ini tidak dapat mengubah pola makan contoh (Gibney et al. 2008).
8
Data status gizi siswa diambil dengan mengukur secara langsung tinggi badan contoh menggunakan stature meter dengan ketelitian 0.1 cm, dan berat badan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg. Data status anemia diperoleh dengan mengukur secara langsung kadar hemoglobin contoh dengan hemocue. Data nilai try-out diperoleh dengan memberikan tes try-out pada contoh. Kemudian, data sekunder yang meliputi data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, jumlah siswa kelas V, serta hasil UTS (Ujian Tengah Semester) dan UAS (Ujian Akhir Semester) diperoleh dari sekolah yang bersangkutan.
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data primer dan sekunder diolah dengan menggunakan program Microsoft Excell dan WHO Anthro Plus. Cara pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Pengkategorian variable panelitian No 1 2 3
Variabel Usia Jenis Kelamin Uang saku
4
Pendidikan orang tua
5
Pekerjaan orang tua
6
Pendapatan orang tua
7
Besar keluarga
8
Status gizi
Kategori pengukuran 10, 11, dan 12 tahun Laki-laki, perempuan ≤Rp 2 000 >Rp2 000–Rp 5 000 >Rp5 000–Rp 10 000 >Rp 10 000 SD SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Tidak bekerja PNS/Polisi/ABRI Karyawan swasta Buruh Wiraswasta/pedagang Jasa (Penjahit, salon) Lainnya Rp 1 000 000–5 000 000 >Rp 5 000 000–10 000000 >Rp 10 000 000–15 000 000 > Rp15 000 000 Keluarga kecil (≤4 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥8 orang) Normal (-2 SD < Z ≤ +1 SD) Overweight (+1 SD < Z ≤ +2 SD) Obes (Z > +2 SD)
Sumber
BKKBN (2005)
Kemenkes (2011)
9
No 9
Variabel Tingkat Kecukupan Energi dan Protein
10
11
Tingkat Kecukupan zat besi dan vitamin C Kadar hemoglobin
12
Prestasi belajar
Kategori pengukuran Defisit tingkat berat (<70% AKG) Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Kelebihan (≥120% AKG) Kurang (<90% AKG) Cukup (≥90%AKG)
Sumber Depkes (1996)
Tidak anemia (Hb ≥ 12 g/dL) Anemia Hb ≥ 12 g/dL Sangat baik (80 – 100) Baik (70 – 79) Cukup (60 – 69) Kurang (50 – 59)
Depkes 1995
Depkes (1996)
Syah (2010)
Setelah proses pengolahan data, dilakukan analisis data secara statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dan inferensial menjelaskan variabel karakteristik individu, karakteristik keluarga, intake energi dan zat gizi, tingkat kecukupan energi dan protein, tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C, status gizi, status anemia, dan prestasi belajar. Analisis statistik tersebut dilakukan dengan mengunakan program komputer yaitu SPSS versi 16.0 for windows. Uji yang digunakan adalah uji beda Mann Whitney dan Independent sample T test, serta uji korelasi Spearman dan Pearson. Uji beda Mann Whitney dan Independent sample t test digunakan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik contoh, intake energi dan zat gizi, status anemia, dan prestasi belajar berdasarkan status gizi siswa (kegemukan dan normal) serta berdasarkan status sekolah siswa (negeri dan swasta). Uji korelasi Spearman dan Pearson untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik contoh, status anemia dan prestasi belajar dengan status gizi, serta hubungan status anemia dengan prestasi belajar.
Definisi Operasional Contoh adalah siswa sekolah dasar di Kota Bogor dengan status gizi normal dan kegemukan. Kegemukan adalah adalah status gizi lebih yang mencakup gemuk dan obesitas, gemuk IMT/U +1 SD < Z ≤ +2 SD dan obes IMT/U >+2 SD Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, atau adik serta anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah dengan anak kegemukan dan normal. Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal yang terakhir diikuti oleh orang tua contoh. Pendapatan orang tua adalah jumlah seluruh uang yang dihasilkan oleh kedua orang tua (ayah dan ibu) dari pekerjaan atau usaha dalam jangka waktu satu bulan.
10
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah sebagai pembawa oksigen tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh, ditandai dengan kadar Hb < 12 g/dL. Status anemia adalah status contoh, meliputi anemia dan tidak anemia yang ditentukan dengan kadar hemoglobin. Prestasi belajar adalah hasil pembelajaran siswa dalam bentuk angka atau nilai yang tertera pada nilai nilai tes belajar akhir contoh. Status gizi anak adalah keadaan gizi anak yang diukur dengan IMT/U sesuai dengan standar Kemenkes RI 2011 Status sekolah adalah kategori sekolah contoh meliputi sekolah dasar negeri dan sekolah dasar swasta Intake energi dan protein adalah jumlah energi dan protein yang dikonsumsi siswa diperoleh melalui recall 3x24 jam. Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan gizi dikali 100. Uang saku adalah uang yang diperoleh contoh dari orang tuanya untuk membeli makanan, minuman dan lain-lain, selain untuk transport/ongkos.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Penelitian ini dilaksanakan di dua Sekolah Dasar di Kota Bogor, yaitu SDN Polisi 1 dan SDIT At Taufiq. SDN Polisi 1 berdiri pada tahun 1917, salah satu sekolah tertua di Kota Bogor. Sekolah ini beralamat di Jl. Paledang No. 45, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Bogor. Visi sekolah ini adalah terwujudnya sekolah sehat yang berbudaya lingkungan, berprestasi, berwawasan iptek, berahlakul karimah dengan berlandaskan iman dan taqwa. SDN Polisi 1 memiliki staf dan guru sebanyak 51 orang. Fasilitas belajar yang tersedia adalah runag belajar, ruang guru, laboratorium komputer, perpustakaan, ruang kesenian, mushola, UKS, ruang tata usaha, dapur, koperasi, kantin dan lapangan olahraga. SDIT At Taufiq didirikan pada tanggal 14 Juli 2003, beralamat di Jl. Cimanggu Permai I, Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sereal, Bogor. Visi sekolah ini adalah mencetak generasi islami. SDIT At Taufiq memiliki lebih dari 100 tenaga pengajar berkualitas. Gedung sekolahnya memiliki luas sekitar 8000 m2, terdiri dari masjid, lokal TKIT, SDIT, dan SMPIT yang terpisah. Sekolah ini memiliki perpustakaan, lapangan olahraga, koperasi, fasilitas auto debet payment, fasilitas jemputan dan catering, serta sarana belajar outdoor.
Karakteristik Contoh Contoh penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas 5 yang terdiri dari 47 siswa laki-laki dan 53 siswa perempuan dengan rata-rata umur contoh adalah 10.9±0.4 tahun. Rata-rata status gizi contoh adalah normal dengan nilai Zscore 0.5±1.5. Uang saku contoh berkisar antara Rp 0–50 000 per hari, dengan rata-
11
ratanya adalah Rp 7 324±5 879. Karakteristik contoh berdasarkan kategori status gizi (normal dan kegemukan) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik contoh berdasarkan status gizi Karakteristik Contoh Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) 10-11 >11-12 >12 Uang saku (Rp) 0 >0–5 000 >5 000–10 000 >10 000–15 000 >15 000
n
Normal %
Kegemukan n %
n
31 31
Total %
50 50
16 22
42.1 57.9
47 53
47 53
0.445
11 50 1
17.7 80.6 1.6
10 27 1
26.3 71.1 2.6
21 77 2
21 77 2
0.579
2 33 21 6 0
3.2 53.2 33.9 9.7 0
4 12 17 3 2
10.5 31.6 44.7 7.9 5.3
6 45 38 9 2
6 45 38 9 2
0.327
p
Berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin, umur dan uang saku berdasarkan status gizi contoh. Sebagian besar contoh dengan status gizi normal (53.2%), menerima uang saku sebesar Rp 0–5 000, sedangkan sebagian besar contoh dengan status gizi lebih/kegemukan (44.7%), menerima uang saku sebanyak Rp 5 000–10 000. Semakin besar uang saku yang diperoleh seorang anak, kemungkinan anak tersebut membeli dan mengonsumsi makanan dan minuman dalam jumlah banyak atau mahal semakin tinggi, sehingga kemungkinan terjadi status gizi lebih juga semakin tinggi (Hadi 2005). Namun berdasarkan uji korelasi Spearman, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan status gizi (p=0.085). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Oktaviani et al. (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara uang saku dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Kemungkinan tidak terdapatnya hubungan yang signifikan pada penelitian ini adalah karena contoh yang berasal dari sekolah dasar swasta banyak yang tidak memperoleh uang saku karena adanya fasilitas catering bagi siswa. Karakteristik contoh berdasarkan kategori status sekolah (negeri dan swasta) disajikan pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4 Karakteristik contoh berdasarkan status sekolah Karakteristik Contoh Status gizi Normal Kegemukan Uang saku (Rp) 0 >0–5 000 >5 000–10 000 >10 000–15 000 >15 000
n
Negeri %
n
Swasta %
Total n
%
p
31 20
60.8 39.2
31 18
63.3 36.7
62 38
62 38
0.965
0 18 24 7 2
0 35.3 47.1 13.7 3.9
6 27 14 2 0
12.2 55.1 28.6 4.1 0
6 45 38 9 2
6 45 38 9 2
0.000
12
Berdasarkan uji beda Independent sample t test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi berdasarkan status sekolah. Namun, berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan pada uang saku berdasarkan status sekolah. Sebagian besar (47.1%) uang saku contoh di sekolah dasar negeri adalah Rp 5 000–10 000 dan tidak ada (0%) contoh yang tidak menerima uang saku, sedangkan sebagian besar (55.1%) uang saku contoh di sekolah dasar swasta adalah Rp 0–5 000 dan terdapat 12.2% contoh tidak menerima uang saku. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya fasilitas catering di sekolah dasar swasta, sehingga orang tua contoh tidak memberikan uang saku dalam jumlah banyak, bahkan 12.2% contoh tidak diberi uang saku.
Karakteristik Keluarga Menurut Behrman et al. (2000), obesitas pada masa anak berhubungan kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua, status sosioekonomik yang lebih tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua, ukuran keluarga kecil dan pola aktivasi keluarga yang rendah. Karakteristik keluarga yang diamati pada penelitian ini adalah pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua, serta besar keluarga. Pendidikan orang tua dibedakan menjadi enam kelompok, yaitu SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Berikut tabel pendidikan orang tua berdasarkan kategori status gizi contoh. Tabel 5 Pendidikan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pendidikan Ayah SD SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Ibu SD SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana
Normal n %
Kegemukan n %
n
Total %
0 1 10 8 21 7
0 2.1 21.3 17 44.7 14.9
0 0 2 5 16 6
0 0 6.9 17.2 55.2 20.7
0 1 12 13 37 13
0 1.3 15.8 17.1 48.7 17.1
0.113
1 2 16 9 15 4
2.1 4.3 34 19.1 31.9 8.5
0 0 6 8 14 1
0 0 20.7 27.6 48.3 3.4
1 2 22 17 29 5
1.3 2.6 28.9 22.4 38.2 6.6
0.199
p
Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dengan status gizi normal maupun kegemukan adalah sarjana, paling sedikit berpendidikan SMP pada contoh normal dan SMA pada contoh kegemukan. Pendidikan ayah diduga berkaitan dengan tingkat status ekonomi keluarga karena pendidikan berhubungan dengan tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan maka pendapatan pun semakin tinggi. Pendapatan keluarga yang tinggi memberikan kemudahan dalam membeli dan mengonsumsi makanan enak dan mahal yang mengandung energi tinggi seperti fast food. Namun berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ayah
13
berdasarkan status gizi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pramudita (2011) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pendidikan ayah antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes. Menurut Pahlevi (2012), masukan gizi anak sangat tergantung pada sumber-sumber yang ada di lingkungan sosialnya, salah satunya ibu. Tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi akan memudahkan seorang ibu dalam menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam kesehatan dan gizi. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ibu berdasarkan status gizi. Begitu pun uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p=0.201) antara pendidikan ibu dengan status gizi. Pekerjaan orang tua berdasarkan kategori status gizi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pekerjaan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pekerjaan Ayah Tidak bekerja PNS/Polisi/ABRI Karyawan swasta Buruh Wiraswasta/pedagang Jasa (Penjahit, salon) Lainnya Ibu Tidak bekerja PNS/Polisi/ABRI Karyawan swasta Buruh Wiraswasta/pedagang Jasa (Penjahit, salon) Lainnya
Normal n %
Kegemukan n %
Total n
%
0 10 22 1 11 0 3
0 21.3 46.8 2.1 23.4 0 6.4
0 7 14 0 7 0 1
0 24.1 48.3 0 24.1 0 3.4
0 17 36 1 18 0 4
0 22.4 47.4 1.3 23.7 0 5.3
0.667
29 6 6 0 3 2 1
61.7 12.8 12.8 0 6.4 4.3 2.1
15 3 8 0 3 0 0
51.7 10.3 27.6 0 10.3 0 0
44 9 14 6 2 0 1
57.9 11.8 18.4 7.9 2.6 0 1.3
0.447
p
Sebagian besar pekerjaan ayah, baik pada contoh dengan status gizi normal maupun kegemukan adalah karyawan swasta, sebagian kecil ayah bekerja sebagai buruh pada contoh normal dan dokter (lainnya) pada contoh kegemukan. Sebagian besar ibu tidak bekerja baik pada contoh dengan status gizi normal maupun kegemukan. Sebagian kecil ibu bekerja sebagai notaris (lainnya) pada contoh normal dan wiraswasta/pedagang pada contoh kegemukan. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ayah dan ibu berdasarkan status gizi. Selanjutnya, pendapatan orang tua berdasarkan kategori status gizi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pendapatan orang tua berdasarkan kategori status gizi Pendapatan (Rp) 1 000 000–5 000 000 >5 000 000–10 000 000 >10 000 000–15 000 000 >15 000 000
Normal n % 18 38.3 18 38.3 6 12.8 5 10.6
Kegemukan n % 8 27.6 14 48.3 4 13.8 3 10.3
Total n 26 32 10 8
% 34.2 42.1 13.2 10.5
p
0.517
14
Pendapatan orang tua contoh (pendapatan ayah dan ibu), berkisar antara Rp 1 000 000 sampai Rp 30 000 000 per bulan, dengan rata-rata pendapatan yaitu Rp 8 990 000±6 754 729. Sebagian besar pendapatan orang tua, baik pada contoh dengan status gizi normal (38.3%) maupun kegemukan (48.3%) adalah Rp 5 000 000–10 000 000 per bulan. Apabila pendapatan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu diatas dan dibawah rata-rata pendapatan sekitar Rp 9 000 000, maka berikut tabel persentasenya. Tabel 8 Pendapatan orang tua II berdasarkan kategori status gizi Normal
Pendapatan (Rp)
n 30 17
<9 000 000 ≥9 000 000
% 63.8 36.2
Kegemukan n % 17 58.5 12 41.4
Total n 47 29
% 61.8 38.2
Berdasarkan Tabel 8, pendapatan orang tua yang diatas rata-rata pendapatan yaitu Rp 9 000 000 paling banyak terdapat pada contoh kegemukan (41.4%). Pendapatan merupakan pengaruh yang kuat terhadap status gizi. Setiap kenaikan pendapatan umumnya mempunyai dampak langsung terhadap status gizi penduduk. Pendapatan merupakan salah satu faktor paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. Jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan yang dapat dibeli dan dikonsumsi juga meningkat (Pahlevi 2012). Berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan orang tua berdasarkan status gizi. Hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi orang tua dari kedua kelompok contoh sebagian besar sama, yaitu tergolong menengah ke atas yang mempunyai pendapatan cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pramudita (2011), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan keluarga antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes di SD Insan Kamil Bogor. Berdasarkan uji korelasi Spearman, penelitian ini juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p=0.52) antara pendapatan orang tua dengan status gizi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Parengkuan et al. (2013), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian obesitas pada anak SD di Kota Manado. Selanjutnya, besar keluarga berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Besar keluarga berdasarkan kategori status gizi Besar keluarga (orang) ≤4 5─7 ≥8
n 23 23 1
Normal % 48.9 48.9 2.1
Kegemukan n % 17 58.6 11 37.9 1 3.4
Total n % 40 52.6 34 44.7 2 2.6
p
0.15
Berdasarkan BKKBN (2005), besar keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, keluarga kecil yaitu kurang dari sama dengan empat orang, keluarga sedang lima sampai tujuh orang, dan keluarga besar lebih besar sama dengan delapan orang. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap
15
orang akan berkurang. Diduga, anak yang rentan mengalami kegemukan biasanya berasal dari keluarga kecil. Berdasarkan Tabel 9, contoh normal berasal dari keluarga kecil dan sedang dengan presentase yang sama yaitu 48.9%, sedangkan contoh kegemukan sebagian besar (58.6%) berasal dari keluarga kecil. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga berdasarkan status gizi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Karimah (2014), yang menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dari kelompok normal dan gemuk di SD Insan Kamil dan Bina Insani tidak berbeda. Hasil uji korelasi Spearman juga menunjukan bahwa dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan (p=0.151) antara besar keluarga dengan status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian Deni (2009), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi contoh di SD Bina Insani Bogor. Karakteristik keluarga berdasarkan kategori status sekolah yaitu sekolah dasar negeri dan swasta disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Pendidikan dan pekerjaan orang tua berdasarkan kategori status sekolah Karakteristik keluarga Pendidikan Ayah SD SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Ibu SD SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Pekerjaan Ayah Tidak bekerja PNS/Polisi/ABRI Karyawan swasta Buruh Wiraswasta/pedagang Jasa (Penjahit, salon) Lainnya Ibu Tidak bekerja PNS/Polisi/ABRI Karyawan swasta Buruh Wiraswasta/pedagang Jasa (Penjahit, salon) Lainnya
Negeri
Swasta %
n
%
n
0 0 9 9 17 7
0 0 21.4 21.4 40.5 16.7
0 1 3 4 20 6
0 2 18 8 13 1
0 4.8 42.9 19 31 2.4
0 12 16 1 12 0 1 30 3 5 0 3 1 0
Total
p
n
%
0 2.9 8.8 11.8 58.8 17.6
0 1 12 13 37 13
0 1.3 15.8 17.1 48.7 17.1
0.2
1 0 4 9 16 4
2.9 0 11.8 26.5 47.1 11.8
1 2 22 17 29 5
1.3 2.6 28.9 22.4 38.2 6.6
0.004
0 28.6 38.1 2.4 28.6 0 2.4
0 5 20 0 6 0 3
0 14.7 58.8 0 17.6 0 8.8
0 17 36 1 18 0 4
0 22.4 47.4 1.3 23.7 0 5.3
0.571
71.4 7.1 11.9 0 7.1 2.4 0
14 6 9 0 3 1 1
41.2 17.6 26.5 0 8.8 2.9 2.9
44 9 14 0 6 2 1
57.9 11.8 18.4 0 7.9 2.6 1.3
0.016
16
Sebagian besar pendidikan ayah baik pada contoh dari SD negeri maupun swasta adalah Sarjana. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pendidikan ayah berdasarkan status sekolah. Sedangkan pendidikan ibu, sebagian besar (42.9%) adalah SMA pada contoh dari SD negeri dan Sarjana (47.1%) pada contoh dari SD swasta. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada pendidikan ibu berdasarkan status sekolah. Pendidikan ibu pada contoh dari SD swasta cenderung lebih tinggi dari contoh yang berasal dari SD negeri. Pekerjaan ayah pada kedua kelompok contoh sebagian besar adalah karyawan swasta, namun persentasenya lebih besar pada contoh dari SD swasta yaitu 58.8%, sedangkan pada contoh dari SD negeri hanya 38.1%. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pekerjaan ayah berdasarkan status sekolah. Sebagian besar ibu pada kedua kelompok contoh tidak bekerja, namun persentasenya lebih besar pada contoh dari SD negeri yaitu 71.4%, sedangkan pada contoh dari SD swasta adalah 41.2%. Kemudian, ibu pada kedua kelompok contoh paling banyak bekerja sebagai karyawan swasta, namun persentasenya paling banyak pada contoh dari SD swasta yaitu 26.5% sedangkan pada contoh dari SD negeri hanya 11.9%. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada pekerjaan ibu berdasarkan status sekolah, dimana ibu pada contoh dari SD swasta lebih banyak yang bekerja dibanding contoh dari SD negeri. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan pendidikan ibu pada contoh dari SD swasta yang cenderung lebih tinggi dari pendidikan ibu pada contoh dari SD negeri. Pendapatan orang tua berdasarkan status sekolah disajikkan pada Tabel 11. Tabel 11 Pendapatan orang tua berdasarkan kategori status sekolah Pendapatan (Rp) 1 000 000–5 000 000 >5 000 000–10 000 000 >10 000 000–15 000 000 >15 000 000
Negeri n % 20 47.6 14 33.3 6 14.3 2 4.8
Swasta n % 6 17.6 18 52.9 4 11.8 6 17.6
Total n 26 32 10 8
% 34.2 42.1 13.2 10.5
p
0.002
Pendapatan orang tua contoh dari SD negeri sebagian besar (47.6%) adalah Rp 1 000 000-5 000 000, sedangkan contoh dari SD swasta sebagian besar (52.9%) pendapatan orang tuanya Rp >5 000 000-10 000 000. Kemudian, pendapatan orang tua Rp >10 000 000-20 000 000 dan Rp >20 000 000 lebih banyak dimiliki oleh contoh dari SD swasta. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada pendapatan orang tua berdasarkan status sekolah. Hal ini kemungkinan karena contoh dari SD swasta sebagian besar ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendapatan tinggi dan ibu contoh lebih banyak yang bekerja sehingga menambah pendapatan keluarga. Selanjutnya, besar keluarga berdasarkan status sekolah disajikan pada Tabel 12. Besar keluarga contoh dari SD negeri sebagian besar (61.9%) adalah ≤4 orang sehingga tergolong keluarga kecil, sedangkan besar keluarga contoh dari SD swasta 52.9% adalah 5-7 orang sehingga tergolong keluarga sedang. Namun,
17
berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada besar keluarga berdasarkan status sekolah. Tabel 12 Besar keluarga berdasarkan kategori status sekolah Besar keluarga (orang) ≤4 5─7 ≥8
Negeri n 26 16 0
% 61.9 38.1 0
Swasta n 14 18 2
% 41.2 52.9 5.9
Total n % 40 52.6 34 44.7 2 2.6
p
0.068
Intake Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Status Gizi Rata-rata intake energi dan zat gizi per hari contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13 Rata-rata intake energi dan zat gizi per hari berdasarkan status gizi Energi dan zat gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g)
Normal 1656±458 43.4±14.2 57.3±22.6
Kegemukan 1854±415 53.9±18.0 66.1±21.6
p 0.003 0.000 0.008
Intake energi contoh dengan status gizi normal berkisar antara 933-3464 kkal/hari, dengan rata-rata 1656±458 kkal/hari. Intake energi contoh dengan status gizi kegemukan berkisar antara 1222-3136 kkal/hari, dengan rata-rata yang lebih tinggi dari contoh normal yaitu 1854±415 kkal/hari. Kemudian intake protein contoh dengan status gizi normal berkisar antara 22.8-90.8 gram/hari, dengan ratarata 43.4±14.2 gram/hari. Intake protein contoh dengan status gizi kegemukan berkisar antara 26.5-114.2 gram/hari, dengan rata-rata yang lebih tinggi dari contoh normal yaitu 53.9±18.0 gram/hari. Terakhir, intake lemak contoh dengan status gizi normal berkisar antara 23.1-155.9 gram/hari, dengan rata-rata 57.3±22.6 gram/hari. Intake lemak contoh dengan status gizi kegemukan berkisar antara 31.3-134.8 gram/hari, dengan rata-rata yang juga lebih tinggi dari contoh normal yaitu 66.1±21.6 gram/hari. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara intake energi, protein dan lemak pada contoh normal dan kegemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Subiakti (2013), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan asupan energi, lemak, dan serat pada anak obesitas dan non-obesitas (p<0.05). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Pramudita (2011) yang menunujukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara asupan energi dan lemak anak obes dan anak berstatus gizi normal di SD Bina Insani Bogor. Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan (p=0.011) antara intake energi dengan status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian Howarth et al. (2007), yang menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT berhubungan dengan semakin tingginya total intake energi per hari. Kemudian, berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang hampir signifikan antara intake protein (p=0.053) dan intake lemak (p=0.055) dengan status gizi.
18
Hal ini sejalan dengan penelitian Pahlevi (2012), yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi pada anak SD, dan penelitian Kharismawati (2010), yang menunjukkan hubungan antara tingkat asupan lemak dengan status obesitas secara statistik bermakna. Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan, sehingga terjadilah kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style (Kemenkes 2012). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi dan sebagai sumber energi. Konsumsi protein berpengaruh terhadap status gizi anak. Anak membutuhkan protein yang cukup tinggi untuk menunjang proses pertumbuhannya. Namun, apabila asupan protein berlebih, protein akan mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier 2004). Lemak menghasilkan energi lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein, lemak juga sulit dibakar dan lebih mudah disimpan menjadi jaringan lemak, sehingga diet tinggi lemak lebih menggemukkan.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein dibagi menjadi lima golongan, yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70–79%), defisit tingkat ringan (80–90%), normal (90–119%), dan kelebihan (>120%) (Kementrian Kesehatan 1996). Sedangkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu kurang (<90%) dan cukup (≥90%). Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Energi (TKE) contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Gambar 3 dibawah ini. Tingkat Kecukupan Energi 39.5%
35.5% 25.8% 23.7% 7.9% Defisit berat
19.4% 21.1% 12.9%
Defisit sedang
6.5% 7.9%
Defisit ringan
Normal
Baik
Lebih
Kegemukan
Gambar 3 Grafik Tingkat Kecukupan Energi berdasarkan status gizi
19
Sebagian besar (35.5%) TKE contoh normal tergolong defisit berat dan sebagian besar (39.9%) TKE contoh kegemukan tergolong defisit ringan. Padahal, diduga seseorang memiliki status gizi normal karena TKE tergolong kategori baik, dan seseorang memiliki status gizi lebih karena TKE tergolong kategori lebih. Terjadinya underestimate dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh daya ingat contoh terhadap makanan yang telah dikonsumsi tergolong rendah sehingga banyak makanan yang dikonsumsi tetapi tidak dilaporkan, contoh kurang terbuka (underreport) mengenai makanan yang dikonsumsinya, kemudian tidak menggunakan food model dalam proses wawancara sehingga kemampuan contoh dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dikonsumsi kurang tepat, begitupun kemampuan enumerator (terdapat 5 enumerator) dalam mengkonversi berat URT ke gram berbeda-beda sehingga ada yang overestimate dan underestimate. Persentase TKE contoh kegemukan pada kategori defisit ringan, baik dan lebih selalu lebih tinggi dibandingkan contoh normal. TKE contoh normal berkisar antara 46.6-165% per hari, dengan rata-rata 80.7% atau tergolong kategori defisit ringan. Sedangkan, TKE contoh kegemukan berkisar antara 61.1156.8% per hari, dengan rata-rata 90.8% atau tergolong kategori baik. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.004) antara TKE contoh normal dengan TKE contoh kegemukan. Begitupun uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p=0.015) antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pahlevi (2012), yang menunjukkan ada hubungan (p=0.0001) antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi pada anak kelas 4,5 dan 6 SDN Ngesrep Semarang. Tingkat Kecukupan Protein Tingkat Kecukupan Protein (TKP) contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Gambar 4. Tingkat Kecukupan Protein 53.2%
18.4%
26.3%
21.1% 12.9%
12.9%
18.4%
15.8%
14.5% 6.5%
Defisit berat
Defisit sedang Defisit ringan Normal Kegemukan
Baik
Lebih
Gambar 4 Grafik Tingkat Kecukupan Protein berdasarkan status gizi Sebagian besar (53.2%) TKP contoh normal tergolong defisit berat, TKP berkisar antara 38.1-162.2% dengan rata-rata 75.1% atau tergolong defisit sedang. Sedangkan TKP contoh kegemukan sebagian besar (26.3%) tergolong baik, TKP berkisar antara 47.3-203.9% dengan rata-rata 91.3% atau tergolong kategori baik. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.001) antara TKP contoh normal dengan TKP contoh kegemukan. Uji
20
korelasi Spearman, menunjukkan ada hubungan yang hampir signifikan (p=0.057) antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi contoh. Konsumsi protein yang berlebih dapat memicu timbulnya kegemukan. Tubuh memiliki kapasitas untuk menyimpan protein, apabila berlebih maka akan disimpan dalam bentuk lemak di jaringan adiposa. Namun, kekurangan konsumsi protein juga menimbulkan dampak negatif, seperti terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga terjadi kekerdilan, tulang dan otot yang tidak kuat, dan lain-lain. Tingkat Kecukupan Zat Besi Tingkat Kecukupan Zat Besi contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Gambar 5 di bawah ini. Tingkat Kecukupan Zat Besi 77.4%
73.7%
22.6%
Kurang Normal
26.3%
Cukup Kegemukan
Gambar 5 Grafik tingkat kecukupan zat besi berdasarkan status gizi Menurut AKG 2013, kebutuhan zat besi bagi laki-laki umur 10-12 tahun adalah 13 mg/hari, sedangkan perempuan umur 10-12 tahun membutuhkan 20 mg zat besi per hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intake zat besi dari contoh normal berkisar antara 3-32.4 mg/hari, dengan rata-rata 10.9±4.5 mg/hari. Sedangkan intake zat besi dari contoh kegemukan berkisar antara 4.9-43.2 mg/hari, dengan rata-rata lebih tinggi dari contoh normal, yaitu 12.04±6.4 mg/hari. Kemudian berdasarkan Gambar 5, sebagian besar tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok contoh tergolong kategori kurang, dengan persentase lebih besar pada contoh normal. Pada penelitian ini, tidak diamati frekuensi contoh dalam mengonsumsi bahan makanan sumber zat besi maupun suplemen zat besi, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti penyebab sebagian besar contoh tingkat kecukupan zat besinya tergolong kurang. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.594) antara tingkat kecukupan zat besi pada contoh normal dengan tingkat kecukupan zat besi pada contoh kegemukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Karimah (2014), yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan konsumsi maupun tingkat kecukupan besi antara kelompok normal dan kegemukan di SD Bina Insani dan Insan Kamil Bogor (p>0.05). Besi merupakan mineral mikro yang mempunyai peranan penting dalam tubuh. Beberapa fungsi esensial besi dalam tubuh adalah alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan terlibat dalam berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2003). Asupan besi bagi siswa sekolah dasar, penting diperhatikan karena defisiensi zat besi pada
21
anak dapat menyebabkan anemia, menghambat pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik dan dapat menurunkan konsentrasi belajar serta meningkatkan kejadian penyakit infeksi. Tingkat Kecukupan Vitamin C Tingkat Kecukupan Vitamin C contoh berdasarkan status gizi disajikkan pada Gambar 6. Tingkat Kecukupan Vitamin C 94.7%
93.5%
6.5% Kurang
5.3% Cukup
Normal
Kegemukan
Gambar 6 Grafik tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan status gizi Menurut AKG 2013, kebutuhan vitamin C bagi laki-laki dan perempuan umur 10-12 tahun adalah 50 mg/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intake vitamin C dari contoh normal berkisar antara 0.6-66.1 mg/hari, dengan rata-rata 14.6±13.8 mg/hari. Sedangkan intake vitamin C dari contoh kegemukan berkisar antara 2.1-64.2 mg/hari, dengan rata-rata lebih tinggi dari contoh normal, yaitu 19.3±15.5 mg/hari. Kemudian berdasarkan Gambar 4, sebagian besar (lebih dari 90%) tingkat kecukupan vitamin C pada kedua kelompok contoh tergolong kategori kurang, dengan persentase lebih besar pada contoh kegemukan. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C pada anak sekolah sangat rendah, namun pada penelitian ini tidak diamati frekuensi contoh dalam mengonsumsi bahan makanan sumber vitamin C maupun suplemen vitamin C, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti penyebab tingkat kecukupan vitamin C sebagian besar contoh tergolong kurang. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.05) antara tingkat kecukupan vitamin C pada contoh normal dengan tingkat kecukupan vitamin C pada contoh kegemukan. Vitamin C diantaranya berfungsi dalam menjaga daya tahan tubuh serta membantu penyerapan zat besi. Vitamin C merupakan vitamin larut air yang tidak dapat disimpan di dalam tubuh, sehingga asupan yang cukup setiap hari sangat diperlukan. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan tubuh rentan terkena infeksi dan menurunkan absorbsi zat besi (Almatsier 2003).
Intake Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Status Sekolah Intake energi dan zat gizi berdasarkan status sekolah disajikan pada Tabel 14. Rata-rata intake energi dan zat gizi contoh dari sekolah negeri lebih tinggi dibandingkan contoh dari sekolah swasta, kecuali intake vitamin C. Hal ini
22
kemungkinan disebabkan karena jumlah contoh yang memiliki status gizi kegemukan lebih banyak terdapat di SD negeri, persentase contoh kegemukan di SD negeri yaitu 39.2%, sedangkan di SD swasta 36.7%. Berdasarkan uji beda sebelumnya, terdapat perbedaan yang signifikan antara intake energi, protein dan lemak dengan status gizi, dimana contoh kegemukan mempunyai intake yang lebih tinggi dibanding contoh normal. Begitupun untuk intake zat besi lebih tinggi pada contoh kegemukan, kecuali intake vitamin C lebih tinggi pada contoh normal. Sehingga ketika dibandingkan berdasarkan status sekolah, sekolah yang memiliki contoh kegemukan lebih banyak akan memiliki rata-rata intake lebih tinggi. Tabel 14 Rata-rata intake energi dan zat gizi per hari berdasarkan status sekolah Energi dan zat gizi Negeri Swasta p Energi (kkal) 1829±513 1627±350 0.028 Protein (g) 48.6±15.8 45.6±15.9 0.248 Lemak (g) 64.5±27.3 56.8±15.3 0.175 Zat besi (mg) 11.9±4.8 10.5±4.0 0.088 Vitamin C (mg) 15.8±16.2 17.0±12.7 0.191 Kemungkinan lain berkaitan dengan uang saku contoh dan keberadaan fasilitas catering. Uang saku contoh dari SD negeri lebih tinggi dibanding uang saku contoh dari SD swasta, karena di SD swasta terdapat fasilitas catering sehingga sebagian contoh tidak diberi uang saku. Karena di SD negeri tidak ada fasilitas catering, maka peluang contoh untuk jajan makanan yang tinggi kalori tetapi rendah zat gizi (junk food atau fast food), minuman bersoda, dan lain-lain, lebih besar. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, pada penelitian ini hanya konsumsi energi yang berbeda signifikan (p=0.028) antara contoh dari SD negeri dengan contoh dari SD swasta. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Masti (2009) yang menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin C serta zat besi lebih tinggi pada SD swasta dibandingkan SD negeri.
Status anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah sebagai pembawa oksigen tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis tiap orang berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, dataran, perilaku merokok, dan berbagai tahap kehamilan (WHO 2011). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, konsentrasi hemoglobin darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel – sel darah merah akibat kadar zat besi rendah dalam darah. Semakin berat kekurangan zat besi, akan semakin berat anemia yang diderita (Gibney 2008). Status anemia adalah status contoh yang meliputi anemia dan tidak anemia, ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin contoh. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan terjadinya anemia defisiensi besi. Obesitas berhubungan dengan terjadinya inflamasi sistemik yang berdampak negatif pada regulasi zat besi (Yanoff et al. 2007). Selama proses inflamasi pada keadaan obesitas, penyerapan zat besi pada
23
saluran cerna dan pelepasan zat besi ke dalam plasma terhambat, menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi, dan jika berlangsung lama dapat menyebabkan anemia (Clung dan Karl 2008). Pada penelitian ini, rata-rata kadar hemoglobin contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata kadar hemoglobin berdasarkan status gizi Kategori Status gizi Normal Kegemukan
Kadar Hb (g/dl)
p
12.87±1.09 13.26±1.01
0.075
Kemudian, grafik status anemia contoh berdasarkan status gizi dan status sekolah disajikan pada Gambar 7. Ausk dan Ioannou (2008) membuat hipotesis bahwa obesitas berkaitan dengan kejadian penyakit anemia kronis, yaitu kadar hemoglobin rendah, zat besi serum dan transferrin saturation (TS) rendah, dan peningkatan feritin serum. 89.5% 79%
84.3%
81.6%
Anemia 21% 10.5% Normal
Kegemukan Status Gizi
18.4%
15.7%
Negeri
Tidak anemia
Swasta
Status sekolah
Gambar 7 Grafik status anemia berdasarkan status gizi dan status sekolah Pada penelitian ini, kadar hemoglobin contoh normal berkisar antara 10.115.4 g/dl, dengan rata-rata 12.87±1.09 g/dl. Sedangkan kadar hemoglobin contoh kegemukan berkisar antara 11.3-15.3 g/dl, dengan rata-rata lebih tinggi dari contoh normal yaitu 13.2±1.01 g/dl. Berdasarkan uji beda Independent sample T test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.075) antara kadar hemoglobin contoh normal dengan contoh kegemukan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Eftekhari et al. (2008) yang menemukan bahwa rata-rata kadar hemoglobin dan kadar serum feritin pada remaja overweight dan remaja yang beresiko overweight lebih rendah dibandingkan dengan remaja normal, dengan perbedaan yang signifikan. Rata-rata kadar hemoglobin yang lebih tinggi pada contoh kegemukan dibandingkan dengan contoh normal kemungkinan disebabkan karena rata-rata intake zat besi pada contoh kegemukan juga lebih tinggi dari contoh normal, yaitu 12.04±6.4 mg/hari pada contoh kegemukan sedangkan pada contoh normal adalah 10.9±4.5 mg/hari. Kemudian, rata-rata intake vitamin C pada contoh kegemukan juga lebih tinggi dari contoh normal, yaitu 19.3±15.5 mg/hari pada contoh kegemukan sedangkan pada contoh normal adalah 14.6±13.8 mg/hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Qin et al. (2013) yang menunjukkan bahwa kelompok wanita obes memiliki kadar hemoglobin paling tinggi dibandingkan dengan
24
kelompok wanita normal dan kurus. Qin et al. menyebutkan penyebab hasil penelitiannya berkebalikan dengan penelitian sebelumnya diantaranya karena kelompok wanita obes/overweight mempunyai intake zat besi lebih tinggi dibanding kelompok wanita normal dan kurus. Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intake zat besi (p=0.446) dan intake vitamin C (p=0.79) dengan kadar hemoglobin. Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Vitamin C meningkatkan absorpsi besi non-heme dengan mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Berdasarkan Gambar 7, sebagian besar contoh pada kedua kelompok berdasarkan status gizi mempunyai status tidak anemia. Status anemia lebih banyak terjadi pada contoh normal, yaitu 21% sedangkan pada contoh kegemukan hanya 10.5%. Berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.179) antara status anemia contoh normal dengan contoh kegemukan. Kemudian, berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p=0.34) antara kadar hemoglobin (status anemia) dengan IMT (status gizi). Pada seorang anak yang obesitas bisa terjadi defisiensi besi atau bahkan anemia defisiensi besi, karena terjadinya proses inflamasi kronis (Yanoff et al. 2007). Hal ini disebabkan karena terjadinya infiltrasi makrofag kedalam jaringan lemak yang mengalami hiperplasia dan hipertrofi. Situasi ini akan merangsang terbentuknya sitokin-sitokin proinflamasi seperti interleukin-6 (IL-6), interleukin1, dan TNF-α sehingga kadarnya dalam plasma menjadi tinggi. Peningkatan kadar sitokin proinflamasi ini erat kaitannya dengan terjadinya sindrom metabolik yang meliputi hipertensi, resistensi insulin, hipertrigliseridemia dan regulasi besi. Sitokin pro-inflamasi, khususnya IL-6 yang tinggi dalam plasma akan merangsang regulator zat besi yaitu hepsidin. Hepsidin adalah sejenis hormon yang terdiri dari 25 asam amino, terutama dihasilkan oleh hepar dan berfungsi untuk mengatur regulasi zat besi. Dalam keadaan hipoksia, anemia, dan cadangan zat besi yang kurang, produksi hepsidin akan menurun sehingga penyerapan zat besi pada saluran cerna meningkat. Sebaliknya apabila cadangan zat besi berlebihan maka produksi hepsidin akan ditingkatkan sehingga menghambat penyerapan zat besi pada saluran cerna. Dalam keadaan infeksi maupun terjadi proses inflamasi seperti pada keadaan obesitas, produksi hepsidin meningkat dan keadaan ini menghambat penyerapan zat besi pada saluran cerna serta menghambat pelepasan zat besi dari makrofag ke dalam plasma. Situasi ini menyebabkan terjadinya defisiensi besi dan apabila berlangsung lama terjadi anemia defisiensi besi (Sidiartha 2013). Penelitian Aeberli et al. (2009), memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal asupan atau bioavailabilitas zat besi antara anak dengan status gizi normal dan anak dengan kelebihan berat badan. Namun, prevalensi kekurangan zat besi eritropoiesis secara signifikan lebih tinggi pada anak dengan kelebihan berat badan dibandingkan anak dengan berat badan normal. Kadar hepsidin serum secara signifikan juga lebih tinggi pada anak dengan kelebihan berat badan. Penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengurangan availabilitas zat besi untuk eritropoiesis pada anak-anak dengan
25
kelebihan berat badan bukan karena asupan zat besi yang rendah melainkan karena berkurangnya penyerapan zat besi akibat tingginya kadar hepsidin atau peningkatan hambatan penyerapan zat besi. Penelitian Amato et al. (2010), menunjukkan bahwa pada anak obes, penurunan IMT (Indek Massa Tubuh) berhubungan dengan penurunan kadar hepsidin dan berpotensi dapat memperbaiki status dan penyerapan zat besi. Kemungkinan tidak terdapatnya hubungan (keterbatasan) dalam penelitian ini adalah jumlah sampel/contoh kegemukan (38%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (62%), selain itu dalam penelitian ini contoh kegemukan meliputi contoh dengan status gizi overweight dan obes, bukan hanya status gizi obes. Contoh yang memiliki status anemia diasumsikan karena defisiensi besi, tidak ditanyakan kemungkinan penyebab lain. Disamping itu, penelitian ini hanya memeriksa kadar hemoglobin contoh sebagai penentu status defisiensi besi dan status anemia, tidak memeriksa status besi lainnya. Padahal menurut Afrianti et al. (2012), pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menilai defisiensi besi pada tahap awal yaitu memeriksa kadar feritin serum dan reticulocyte hemoglobin content (CHr). Penelitian (Yanoff et al. 2007) menemukan bahwa kadar besi pada serum (serum iron) lebih rendah pada dewasa obes, kemudian transferrin receptor, Creactive protein dan kadar feritin lebih tinggi pada dewasa obese dibanding dewasa non-obes. Berdasarkan Gambar 7, sebagian besar contoh (>80%), baik dari sekolah negeri maupun swasta memiliki status tidak anemia. Contoh anemia lebih banyak ditemukan di sekolah swasta (18%) kemungkinan berkaitan dengan rata-rata intake zat besi yang lebih rendah pada contoh dari sekolah swasta yaitu 10.5±4.0 mg/hari, sedangkan rata-rata intake zat besi pada contoh dari sekolah negeri 11.9±4.8 mg/hari. Namun, berdasarkan uji beda Independent sample T test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.229) antara kadar hemoglobin contoh dari sekolah negeri dengan contoh dari sekolah swasta.
Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting, yang dijadikan alat ukur untuk mengukur kemampuan kognitif siswa. Prestasi belajar merupakan hasil dari serangkaian proses belajar mengajar yang melibatkan berbagai aspek. Aspek tersebut dapat berasal dari diri siswa (internal) maupun dari luar diri siswa (eksternal). Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan proses belajar mengajar tersebut adalah prestasi belajar siswa. Prestasi belajar dalam penelitian ini dinilai berdasarkan hasil tes belajar pada Ulangan Tengah Semester (UTS) dan Ulangan Akhir Semester (UAS) yang diselenggarakan oleh pihak sekolah, juga hasil tes try-out yang diselenggarakan oleh pihak peneliti. Mata pelajaran yang digunakan sebagai parameter hasil prestasi belajar adalah Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA. Prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kemampuan konsentrasi belajar. Kondisi kesehatan siswa yang terganggu, seperti anemia merupakan salah satu sebab siswa tidak dapat berkonsentrasi secara penuh dalam waktu lama. Kondisi anemia yang ditunjukkan dengan kadar Hb yang rendah menyebabkan kemampuan sel darah merah mengikat oksigen menurun.
26
Sementara itu, oksigen diperlukan dalam semua proses metabolisme zat gizi dalam tubuh untuk menghasilkan energi, sehingga anak yang anemia tampak letih, lelah dan lesu. Oksigen juga sangat penting bagi perkembangan dan aktivitas selsel otak. Tanpa suplai oksigen yang cukup, sel-sel otak tidak dapat berkembang dan beraktivitas secara optimal (Hidayati et al. 2010). Rata-rata nilai mata pelajaran contoh berdasarkan status anemia disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status anemia Nilai mata pelajaran Nilai rataan UTS dan UAS Matematika IPA B. Indonesia Nilai try out Matematika IPA B. Indonesia
Anemia (A)
Tidak anemia (TA)
Selisih (TA-A)
p
70.7±21.9 81.1±11.9 83.9±9.2
73.6±17.6 84.1±9.8 86.1±7.5
2.9 3.0 2.2
0.752 0.313 0.548
42.6±20.9 47.6±20.9 78.3±15.3
45.0±16.9 55.3±18.2 81.9±9.5
2.4 7.7 3.6
0.955 0.200 0.627
Menurut Syah (2010), penilaian prestasi belajar dikategorikan menjadi 4, yaitu sangat baik (80-100), baik (70-79), cukup (60-69), dan kurang (50-59). Pada penelitian ini, nilai rataan UTS dan UAS matematika termasuk kategori baik, IPA dan Bahasa Indonesia termasuk kategori sangat baik, pada kedua kelompok contoh. Sedangkan nilai try-out matematika termasuk kategori sangat kurang pada kedua kelompok contoh, IPA termasuk kategori sangat kurang pada contoh anemia dan kurang pada contoh tidak anemia, Bahasa Indonesia termasuk kategori baik pada contoh anemia dan sangat baik pada contoh tidak anemia. Berdasarkan Tabel 16, nilai rataan UTS dan UAS dari mata pelajaran Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia pada contoh anemia selalu lebih rendah dibanding contoh tidak anemia. Begitupun nilai try-out pada contoh anemia lebih rendah dibanding contoh tidak anemia dengan selisih nilai yang lebih tinggi dibanding nilai rataan UTS dan UAS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan contoh anemia semakin lebih rendah ketika harus menjawab soal tanpa persiapan seperti ketika menjawab soal try-out. Walaupun terdapat perbedaan rata-rata nilai Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia pada UTS dan UAS, dimana contoh anemia memiliki nilai rata-rata lebih rendah dibanding contoh tidak anemia, perbedaan tersebut tidak signifikan berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hidayati et al. (2010) yang menunujukkan bahwa rata-rata nilai Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia pada anak sekolah dasar yang anemia lebih rendah dibanding anak sekolah yang tidak anemia dengan perbedaan yang signifikan. Kemungkinan perbedaan hasil penelitian ini diantaranya adalah jumlah sampel penelitian ini (100 sampel) lebih kecil dibanding dengan penelitian Hidayati et al. (1143 sampel), pada penelitian ini juga jumlah sampel anemia jauh lebih kecil dibanding jumlah sampel tidak anemia, karakteristik keluarga pada penelitian ini tergolong menengah ke atas dan karakteristik sekolah merupakan sekolah favorit sedangkan pada penelitian Hidayati et al. tergolong menengah ke bawah, dan karakteristik sekolah bukan sekolah favorit.
27
Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia (kadar hb) dengan rata-rata nilai UTS UAS mata pelajaran IPA (p=0.012) dan Bahasa Indonesia (p=0.03). Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia (kadar hb) dengan rata-rata nilai UTS UAS mata pelajaran Matematika (p=0.099). Faktor lain yang berhubungan secara signifikan dengan rata-rata nilai UTS UAS mata pelajaran Matematika dalam penelitian ini diantaranya adalah kesukaan contoh terhadap mata pelajaran matematika (p=0.000). Contoh yang mengaku paling menyukai mata pelajaran matematika, meskipun contoh tersebut memiliki status anemia tetap memiliki rata-rata nilai matematika yang lebih tinggi. Berikut rata-rata nilai matematika berdasarkan status anemia dan kesukaan contoh terhadap mata pelajaran tersebut. Tabel 17 Rata-rata nilai matematika berdasarkan status anemia dan kesukaan contoh terhadap mata pelajaran matematika Status anemia Anemia Tidak anemia
Paling suka matematika Ya Tidak Ya Tidak
Rata-rata nilai matematika 90.3±5.91 62.58±21.0 83.47±14.76 71.08±17.43
Faktor lain yang kemungkinan juga berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah status gizi siswa. Status gizi yang baik pada anak akan mendukung kemampuan anak untuk belajar dengan baik sehingga prestasi belajar anak akan baik. Terpenuhinya zat gizi pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan berlangsung baik sehingga kondisi fisik dan mental anak menjadi baik, dengan demikian anak akan belajar dengan lancar. Rata rata nilai mata pelajaran berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status gizi Nilai mata Normal pelajaran Nilai rataan UTS dan UAS Matematika 70.7±19.9 IPA 82.5±10.5 B. Indonesia 85.0±8.1
Kategori
Kegemukan
Kategori
p
Baik
77.1±14.6 85.3±9.6 86.9±7.1
Baik
0.210 0.181 0.303
Sangat baik
Sangat baik
Berdasarkan Tabel 18, nilai rataan UTS dan UAS dari mata pelajaran Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia pada contoh kegemukan lebih tinggi dibanding contoh normal. Namun, berdasarkan uji beda Mann Whitney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai mata pelajaran pada contoh normal dan kegemukan. Kemudian uji korelasi Spearman juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara prestasi belajar (nilai mata pelajaran) dengan status gizi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Legi (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa SD N Malalayang. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Legi (2012) terletak pada status gizi contoh penelitian. Pada penelitian ini, status gizi contoh terdiri dari status gizi normal dan kegemukan, sedangkan status gizi pada penelitian Legi terdiri dari status gizi normal dan kurang. Pada penelitian Legi, contoh dengan
28
status gizi kurang mempunyai prestasi yang lebih rendah. Perkembangan kognitif anak dengan status gizi kurang diduga cenderung lambat sehingga kemampuan dalam menyerap materi pelajaran di sekolah juga rendah dan kurang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Karimah (2014), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar pada contoh normal dan kegemukan di SD Insan Kamil dan Bina Insani Bogor. Karimah menjelaskan bahwa dugaan yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa yang mengalami overweight atau obesitas lebih rendah dibandingkan siswa yang status gizinya normal yaitu berkaitan dengan tingkat kecerdasan anak dan struktur otak. Obesitas dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak bagian depan (frontal). Orang yang mengalami obesitas memiliki volume otak yang lebih rendah. Volume otak bagian gray matter pada orang yang obesitas lebih rendah sehingga kapasitas kerja otak akan menurun (Brooks et al. 2013). Kondisi demikian yang mungkin mempengaruhi kemampuan kognitif. Namun, dalam teori konsep pertumbuhan dan perkembangan, volume otak terbentuk maksimal pada usia 2 tahun. Berat otak anak pada sampai usia 2 tahun adalah 75% berat otak orang dewasa. Pertumbuhan otak pada usia ini sudah mencapai 90%. Overweight atau obesitas yang dikaitkan dengan penyempitan volume otak mungkin kurang berpengaruh ketika kegemukan terjadi setelah pembentukan massa otak sempurna. Sehingga memungkinkan bahwa tidak terdapat perbedaan volume otak pada anak yang berstatus gizi normal dan obesitas. Faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah perhatian dan motivasi orang tua, fasilitas belajar, pola belajar, lingkungan belajar, dan lain-lain. Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status sekolah disajikan pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19 Rata-rata nilai mata pelajaran berdasarkan status sekolah Nilai mata Negeri pelajaran Nilai rataan UTS dan UAS Matematika 69.4±17.5 IPA 84.6±10.3 B. Indonesia 82.9±8.2 Nilai try-out Matematika 43.3±16.6 IPA B. Indonesia
53.7±15.7 82.8±9.9
Kategori
Swasta
Kategori
p
Cukup
77.0±18.5 82.5±10.1 88.8±6.2
Baik
0.016 0.221 0.000
Sangat baik Sangat kurang Kurang Sangat baik
47.1±18.4 54.4±21.8 79.6±11.3
Sangat baik Sangat kurang kurang Sangat baik
0.289 0.793 0.198
Berdasarkan Tabel 19, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai UTS dan UAS mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia pada contoh dari sekolah negeri dengan contoh dari sekolah swasta, dimana rata-rata nilai contoh dari sekolah swasta pada mata pelajaran tersebut lebih tinggi dibanding contoh dari sekolah negeri. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan fasilitas belajar, pola belajar, lingkungan belajar, motovasi orang tua, dan lainlain. Atau kemungkinan karena data nilai yang diberikan kepada peneliti berbeda, ada yang memberikan nilai akhir setelah remedial ada juga yang memberikan nilai sebelum remedial. Namun berdasarkan nilai try-out tidak terdapat perbedaan yang
29
signifikan (p>0.05) antara rata-rata nilai mata pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia pada contoh dari sekolah negeri dengan contoh dari sekolah swasta. Hal tersebut menunjukkan bahwa tida terdapat perbedaan prestasi belajar antara contoh dari sekolah negeri dengan contoh dari sekolah swasta.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Contoh penelitian ini terdiri dari 62% contoh normal dan 38% contoh kegemukan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin, umur dan uang saku pada contoh normal dan kegemukan. Sedangkan berdasarkan status sekolah, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi pada contoh dari sekolah negeri dan swasta, namun terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) pada uang saku contoh, dimana uang saku contoh dari sekolah negeri lebih tinggi dibanding uang saku contoh dari sekolah swasta. Berdasarkan status gizi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orang tua serta besar keluarga pada contoh normal dan kegemukan. Sedangkan berdasarkan status sekolah, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan dan pekerjaan ayah, namun terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan ibu (p=0.004), pekerjaan ibu (p=0.016), dan pendapatan orang tua (p=0.002), dimana pendidikan ibu cenderung lebih tinggi, ibu lebih banyak yang bekerja, dan pendapatan orang tua lebih tinggi pada contoh dari sekolah swasta. Berdasarkan status gizi, terdapat perbedaan yang signifikan antara intake energi (p=0.003), protein (p=0.000), dan lemak (p=0.008) pada contoh normal dan kegemukan, dimana rata-rata intake pada contoh kegemukan lebih tinggi dibanding contoh normal. Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan vitamin C. Sedangkan berdasarkan status sekolah, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara intake protein, lemak, zat besi dan vitamin C pada contoh dari sekolah negeri dan swasta, namun terdapat perbedaan yang signifikan pada intake energi (p=0.028), dimana intake energi contoh dari sekolah negeri lebih tinggi dibanding contoh dari sekolah swasta. Status anemia berdasarkan rata-rata kadar hemoglobin tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, baik berdasarkan status gizi maupun status sekolah. Anemia lebih banyak terjadi pada contoh normal (21%) dibanding contoh kegemukan (10.5%), dan lebih banyak terjadi pada contoh dari sekolah swasta (18.4%) dibanding contoh dari sekolah negeri (15.7%). Kemudian, tidak terdapat perbedaan pada prestasi belajar berdasarkan status gizi maupun status sekolah. Rata-rata nilai mata pelajaran contoh anemia lebih rendah dibanding contoh tidak anemia, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Terdapat hubungan yang signifikan (p=0.011) antara intake energi dengan status gizi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intake zat besi (p=0.446) dan intake vitamin C (p=0.79) dengan status anemia. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p=0.34) antara kegemukan (status gizi) dengan status anemia. Terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia dengan rata-rata
30
nilai mata pelajaran IPA (p=0.012) dan Bahasa Indonesia (p=0.03). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prestasi belajar.
Saran Bagi penelitian selanjutnya, ketika melaksanakan recall konsumsi diharapkan lebih teliti dan lebih banyak menggali lagi konsumsi contoh, baik dari segi jenis, jumlah dan ukuran supaya tidak terjadi overestimate maupun underestimate. Untuk mengetahui kaitan antara kegemukan dengan anemia defisiensi besi, sebaiknya tidak hanya melalui kadar hemoglobin, tapi bisa mengukur parameter lain yang berhubungan dengan defisiensi besi seperti kadar serum feritin, dan lain-lain. Ketika mengukur status anemia, sebaiknya dilakukan juga pengukuran FFQ untuk jenis pangan sumber protein, zat besi dan vitamin C. kemudian, jumlah contoh antara status normal dan kegemukan sebaiknya proporsional. Bagi pihak sekolah dan orang tua diharapkan meningkatkan perhatian terhadap konsumsi anak karena tingkat kecukupan energi dan zat gizi, terutama zat besi dan vitamin C masih sangat kurang. Kondisi anemia anak juga harus diperhatikan karena dari hasil penelitian ini meskipun tidak signifikan namun prestasi belajar anak anemia lebih rendah daripada anak tidak anemia.
DAFTAR PUSTAKA Aeberli, Hurrell RF, Zimmermann MB. 2009. Overweight children have higher circulating hepcidin concentrations and lower iron status but have dietary iron intakes and bioavailability comparable with normal weight children. Int J Obes. 33:1111-1117.doi:10.1038/ijo.2009.146. Afrianti D, Garna H, Idjradinata P. 2012. Perbandingan status besi pada remaja perempuan obes dengan gizi normal. Sari Pediatri. 14(2):97-103. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Amato A, Santoro N, Calabro P, Grandone A, Swinkels DW, Perrone L, del Giudice EM. 2010. Effect of body mass index reduction on serum hepcidin levels and iron status in obese children. Int J Obes (Lond). 34(12):17724.doi:10.1038/ijo.2010.204. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi, Ed. 2. Jakarta (ID): EGC. Astuti RK. 2011. Hubungan antara status sosial ekonomi keluarga dengan status gizi anak usia sekolah di SD N Godog I Polokarto Sukoharjo [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ausk KJ, Ioannou GN. 2008. Is obesity associated with anemia of chronic disease? A population-based study. Obesity journal. 16(10):2356-2361. doi:10.1038/oby.2008.353. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Wahab AS, editor edisi Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Nelson textbook of pediatrics. Ed ke-15.
31
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2005. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID). Brooks SJ, Benedict C, Burgos J, Kempton MJ, Kullberg J, Nordenskjold R, Kilander L, Nylander R, Larsson EM, Johansson L et al. 2013. Late-life obesity is associated with smaller global and regional grey matter volumes: a voxel-based morphometric study. Int J Obes. 37:230-236.doi.10.1038/ijo. 2012.13 Clung JP, Karl JP. 2008. Iron deficiency and obesity: the contribution of inflammation and diminished iron absorption. Nutrition Review. 67(2):100104.doi:10.1111/j.1753-4887.2008.00145. Deni. 2009. Pengetahuan gizi, aktivitas fisik, konsumsi snack dan pangan lainnya, pada murid SD Bina Insani Bogor yang berstatus gizi normal dan gemuk [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Eftekhari MH, Mozaffari-Khosravi H, Shidfar F. 2008. The relationship between BMI and iron status in iron-deficient adolescent Iranian girls. Public Health Nutrition. 12(12):2377-2381.doi:10.1017/S1368980009005187. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L (editor). 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat, Hartono A, penerjemah; Palupi Wudyastuti, Erita Agustin Hardiyanti, editor edisi Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. Hadi, Hamam. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan pembangunan kesehatan nasional. Rapat Terbuka Majelis Guru Besar; 2005 Feb 5; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Hidayati L, Hadi H, Lestariana W, Kumara A. 2010. Anemia dan prestasi belajar anak sekolah dasar. Jurnal Kesehatan. 3(2):105-119. Howarth NC, Huang TT-K, Roberts SB, Lin B-H, McCrory MA. 2007. Eating patterns and dietary composition in relation to BMI in younger and older adults. Int J Obes. 31:675-684.doi:10.1038/sj.ijo.0803456. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI 2011. Kharismawati R. 2010. Hubungan tingkat asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat dengan status obesitas [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Legi NN. 2012. Hubungan status gizi dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri Malalayang Kecamatan malalayang. GIZIDO. 4(1):321-326. Lubis B, Saragih RAC, Gunadi D, Rosdiana N, Andriani E. 2008. Perbedaan respon hematologi dan perkembangan kognitif pada anak anemia defisiensi besi usia sekolah dasar yang mendapat terapi besi satu kali dan tiga kali sehari. Sari Pediatri. 10(3):184-9. Masti SE. 2009. Keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energy dan zat gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muchtar M. 2000. Status anemia dan prestasi belajar siswi SMUN I Kuala Kapuas Kabupaten Kapuas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
32
Oktaviani WD, Saraswati LD, Rahfiludin MZ. 2012. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja dan orang tua dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) (Studi kasus pada siswa SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012). JKM. 1(2):542-553. Pahlevi AE. 2012. Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar. JKM. 7(2):122-126. Pramudita RA. 2011. Faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Qin Y, Melse-Boonstra A, Pan X, Yuan B, Dai Y, Zhao J, Zimmermann MB, Kok FJ, Zhou M, Shi Z. 2013. Anemia in relation to body mass index and waist circumference among Chinese women. Nutrition Journal. 12(10).doi:10.1186/1475-2891-12-10. Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, Tucker KT, Ziegler TR. 2014. Modern nutrition in health and disease. 8th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. Sidiartha IGL. 2013. Obesitas dan defisiensi besi: beban gizi ganda pada seorang anak. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 44(4). Subiakti DA. 2013. Asupan energi, lemak, serat, serta persepsi ibu tentang obesitas pada anak obesitas dan non-obesitas [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Syah M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta (ID): Rajawali Press [WHO] World Health Organization. 2013. Obesity and overweight [internet]. [diacu 2014 Februari 23]. Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre /factsheets/fs311/en/ Yanoff LB, Menzie CM, Denkinger B, Sebring NG, Hugh TM, Remaley AT, Yanovski JA. 2007. Inflammation and iron deficiency in the hypoferremia of obesity. Int J Obes (Lond). 31(9):1412-1419.
33
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner penelitian Kode Responden:
KUESIONER ANAK Assalamu’alaikum Wr.Wb Siswa-siswi, perkenalkan kami tim peneliti dari Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Bidang Gizi Masyarakat, maka kami melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, mohon kesediaan siswa-siswi untuk mengisi kuesioner ini sebagai data penelitian kami dengan benar dan lengkap. Semua identitas yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya. Kesediaan siswa-siswi untuk mengisi kuesioner ini dengan baik dan teliti akan sangat membantu dalam pencapaian tujuan penelitian ini. Atas kerjasamanya kami sampaikan terimakasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.
KUESIONER KEGEMUKAN, ANEMIA, DAN PRESTASI BELAJAR PADA ANAK SEKOLAH DASAR Nama Siswa Nama Sekolah No.Telp./HP Tanggal Pengisian Nama Pewawancara
: __________________________ : __________________________ : __________________________ : __________________________ : __________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
34
I. IDENTITAS ANAK (Isilah dengan memberi tanda silang dan mengisi jawaban di tempat yang telah disediakan) 1. 2.
Jenis Kelamin Tanggal Lahir
3. 5.
Anak ke Uang saku
A1 A2a A2b A2c A3a A5a A5b
: :
: : :
1= Laki-laki 2=Perempuan Tanggal :………… Bulan :………… Tahun :………… ………..dari A3b:………...bersaudara Jajan Rp………………….. Transport Rp…………………..
II. RECALL KONSUMSI PANGAN (TERMASUK AIR)
2.1. Hari Sekolah I (Hari/tanggal:........................................................................) E1 Waktu
Pagi (06.00-10.00)
Selingan Pagi (10.00-12.00)
Siang (12.00-16.00)
Selingan Sore (16.00-19.00)
Malam (19.00-21.00)
E2 Nama Makanan dan Minuman yang dikonsumsi
E3 Kode Pangan
E4 Jumlah dimakan URT Gram
35
2.2. Hari Sekolah II (Hari/tanggal:...................................................................) E1 Waktu
Pagi (06.00-10.00)
Selingan Pagi (10.00-12.00)
Siang (12.00-16.00)
Selingan Sore (16.00-19.00)
Malam (19.00-21.00)
E2 Nama Makanan dan Minuman yang dikonsumsi
E3 Kode Pangan
E4 Jumlah dimakan URT Gram
36
2.3.Hari Libur (Hari/tanggal:........................................................................) E1 Waktu
Pagi (06.00-10.00)
Selingan Pagi (10.00-12.00)
Siang (12.00-16.00)
Selingan Sore (16.00-19.00)
Malam (19.00-21.00)
E2 Nama Makanan dan Minuman yang dikonsumsi
E3 Kode Pangan
E4 Jumlah dimakan URT Gram
37
III.
LINGKUNGAN BELAJAR DI RUMAH (Isilah dengan memberi tanda silang dan mengisi jawaban di tempat yang telah disediakan)
No. Pertanyaan 1 Apakah dalam keseharian Kamu sering bermain dengan teman di luar lingkungan sekolah? 2 Berapa jam dalam sehari Kamu bermain di luar rumah? 3
Kode L1 L2
Apakah Kamu mengikuti les tambahan pelajaran? Jika “Ya”, les mata pelajaran apa yang diikuti?
L3
5
Berapa kali dalam seminggu Kamu mengikuti les tersebut?
L5
6
Apa yang memotivasi Kamu untuk belajar? (Jawaban boleh lebih dari satu)
L6
7
Mata pelajaran apa yang Kamu sukai?
L7
8
Mata pelajaran apa yang tidak Kamu sukai?
L8
4
L4
Jawaban 1 = Ya 2 = Tidak 1 = Kurang dari 2 jam 2 = 2 sampai 3 jam 3 = Lebih dari 3 jam 1 = Ya 2 = Tidak L41………………………………… L42………………………………… L43………………………………… 1 = 1-2 kali/minggu 2 = 3-4 kali/minggu 3 = > 4 kali/minggu L61 = Diberi hadiah orang tua L62 = Mendapat nilai baik L63 = Menjadi berprestasi L71………………………………… L72………………………………… L73………………………………… L81………………………………… L82………………………………… L83…………………………………
38
Kode Responden Anak:
KUESIONER UNTUK ORANG TUA Assalamu’alaikum Wr.Wb Bapak/Ibu, perkenalkan kami tim peneliti dari Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Bidang Gizi Masyarakat, maka kami melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini sebagai data penelitian kami dengan benar dan lengkap. Semua identitas yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya. Kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan baik dan teliti akan sangat membantu dalam pencapaian tujuan penelitian ini. Atas kerjasamanya kami sampaikan terimakasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.
KUESIONER KEGEMUKAN, ANEMIA, DAN PRESTASI AKADEMIK PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Nama Orang Tua Nama Siswa No.Telp./HP Tanggal Pengisian
: ____________________________ : ____________________________ : ____________________________ : ____________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
39
I. IDENTITAS ORANG TUA (Isilah dengan memberi tanda silang dan mengisi jawaban di tempat yang telah disediakan) IDENTITAS AYAH 1. Nama 2. Umur 3. Berat badan 4. Tinggi badan 5. Ijazah terakhir
S1 S2 S3 S4 S5
: : : : :
6.
S6
:
IDENTITAS IBU 7. Nama 8. Umur 9. Berat badan 10. Tinggi badan 11. Ijazah terakhir
S7 S8 S9 S10 S11
: : : : :
12.
S12
:
S13
: Rp. ………………………
S14
: Rp. ………………………
S15
: Rp. ……………………...
Pekerjaan
Pekerjaan
PENDAPATAN 13. Rata-rata pendapatan Ayah per bulan 14. Rata-rata pendapatan Ibu per bulan 15. Total pendapatan keluarga per bulan
………………………. ………...tahun ………… kg …………… cm 1= SD 2= SMP 3= SMA 4= Diploma 5= Sarjana 6= Pascasarjana 1=Tidak bekerja 2=PNS/Polisi/ABRI 3=Karyawan Swasta 4=Buruh 5=Wiraswasta/pedagang 6=Jasa (Penjahit, Supir, Reparasi) 7=Lainnya, sebutkan R11L:………………. ………………………. ……….. tahun ………… kg …………… cm 1= SD 2= SMP 3= SMA 4= Diploma 5= Sarjana 6= Pascasarjana 1= Tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga) 2= PNS/Polisi/ABRI 3= Karyawan Swasta 4= Buruh 5= Wiraswasta/pedagang 6= Jasa (Penjahit, salon) 7= Lainnya, sebutkan R12L:………………..
40
J. IDENTITAS KELUARGA No.
T1 Nama
Keterangan : Posisi di Keluarga 1 = suami (ayah), 2 = istri (ibu), 3 = anak, 4 = saudara lainnya, 5 = kakek/nenek, 6 =lainnya sebutkan
T2 Posisi di Keluarga
41
Lampiran 2 Uji korelasi pada penelitian 2.1 Korelasi rata-rata intake energi dan zat gizi dengan status gizi
2.2 Korelasi status gizi dengan anemia
2.3 Korelasi intake zat besi dan vitamin C dengan anemia
42
2.4 Korelasi nilai UTS UAS dengan anemia
2.5 Korelasi nilai UTS UAS dengan anemia
43
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian
Pengukuran TB
Pengukuran BB
Pengukuran kadar Hb
Pengisisan soal try-out
Wawancara dipandu kuesioner
44
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Majalengka, 30 Mei 1991 dari pasangan Bapak Herman dan Ibu Dahyati. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010, penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Majalengka, kemudian melanjutkan kuliah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan mendapat beasiswa Bidik Misi. Selama kuliah di IPB, penulis aktif di organisasi FORCES (Forum for Scientific Studies) sebagai staf HRD dan sebagai ketua divisi perekonomian di HIMAKKA (Himpunan Mahasiswa Majalengka). Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan, diantaranya ketua divisi Danus FAMNITE (Familiarity Night) 2013, staf divisi acara Nutrition Fair 2012, bendahara P4 (Pelatihan Pembuatan Proposal PKM) 2012, staf divisi PDD PIMPI (Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia) 2012, staf divisi 3D INDEX (Indonesia Ekologi Expo), Sekretaris BYEE (Bayer Young Enviromental Envoy) 2012, dan lain-lain. Penulis melaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUPN Cipto Mangunkusumo 2014. Penulis juga menjadi asisten pada praktikum Analisis Zat Gizi Makro 2013–2014, Percobaan Makanan 2014, Analisis Zat Gizi Mikro 2013, dan praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama 2012. Penulis pernah menjadi pembicara pada acara Scientia (Scientific in Action) 2013, Seminar PKM Diploma IPB 2013, GEMA (Gebyar Karya Mahasiswa) 2013, dan P4 (Pelatihan Pembuatan Proposal PKM) 2012. Prestasi yang diraih penulis selama kuliah di IPB adalah Inovator 105 Inovasi Indonesia Terprospektif 2013, Juara I PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) XXV bidang PKM-KC 2012, Finalis TRI-U International Joint Seminar and Symposium 2012, Finalis Tonoto Student Research Award 2012, dan Mahasiswa berprestasi Tingkat Persiapan Bersama IPB dengan IPK 4.00 2011.