DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II PURWAKARTA
DWI RUSMAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul determinan status anemia, prestasi belajar dan aktivitas fisik siswa SDN Pasanggrahan II Purwakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Dwi Rusmawati NIM I14104028
ABSTRAK DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan IKEU TANZIHA Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah 52 siswa sekolah dasar. Data konsumsi diperoleh dengan metode food recall untuk menghitung konsumsi sumber zat besi, data prestasi belajar menggunakan nilai ujian akhir semester dan regresi linear berganda digunakan untuk analisis determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar murid berada dalam status normal sebanyak (51.92%) dan anemia sebanyak (48.08%). Pengetahuan gizi pada kedua kelompok pada kategori kurang, sebagian besar asupan energi pada kategori defisit berat baik pada kelompok anemia (68%) maupun normal (55.5%). Aktivitas fisik siswa anemia dan siswa normal dalam kategori ringan. Prestasi belajar dalam kategori kurang dengan skor kurang dari 60. Hasil uji kolerasi Spearman menunjukan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status anemia(p>0.05) dan hasil uji kolerasi Pearson menunjukan tidak ada hubungan antara prestasi belajar dengan status anemia (p>0.05). Hasil regresi linear berganda menunjukan konsumsi daging unggas berpengaruh negatif signifikan terhadap status anemia. Kata kunci: Konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar.
ABSTRACT DWI RUSMAWATI. Determinant of anemia status, physical activity and academic achievement of students at SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Supervised by HIDAYAT SYARIEF and IKEU TANZIHA. This study was aimed to examine determinant of anemia status, physical activity and academic achievement of students. This research used a cross sectional study. The number of samples were 52 elementary school student. Food consumption recall was used to measure iron source food consumption, academic achievement data was taken from exam semester and linear regression used for analysis determinants. Result showed a large number of children in normal status (51.92%) while the rest was anemia (48.08%). Nutritional knowledge of anemia student and normal student was low. Both anemia (68%) and normal student (55.6%) experience severe energy deficit, physical activity of anemia and normal students was classified as light. Academic achievement of students were very low with the score only below 60. Spearman correlation showed there was no relationship between physical activity with anemia status (p>0.05) and Pearson’s correlation showed there’s no relationship between academic score with anemia status (p>0.05). The result of regression analysis showed that poultry has negative significant effect anemia status. Keywords:
Iron source food consumption, anemia status, physical activity and academic achievement
RINGKASAN
DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia ,aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Di bawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan IKEU TANZIHA Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan, konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia serta kaitannya terhadap aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Adapun tujuan khusus yaitu 1) Mempelajari status anemia siswa; 2) Mempelajari karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status anemia siswa; 3) Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa; 4) Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status anemia; 5) Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia; 6) Mengkaji hubungan status anemia dan aktifitas fisik Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, Contoh penelitian adalah siswa kelas empat dan lima sekolah dasar Pasanggrahan II, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat yang berjumlah 52 siswa. Cara penarikan contoh diambil secara purposive sampling yaitu siswi bersedia berpartisipasi dan diwawancarai sampai selesai dan telah mengisi inform consent. Jumlah siswa yang mengalami anemia sebanyak 25 siswa (48.1%) dan normal sebanyak 27 siswa (51.9%). Karakteristik siswa yang diamati meliputi usia siswa, jenis kelamin, dan uang saku siswa. Usia sebanyak 18 siswa (34.6%) berumur 9-10 tahun, 6 siswa (11.5%) berumur 11 tahun dan 10 siswa (19.2%) berumur 12 tahun. Jenis kelamin kelompok siswa anemia sebanyak 14 siswa perempuan (56%) dan 11 siswa lakilaki (44%) demikian pula pada kelompok siswa normal sebanyak 16 siswi perempuan (59.3%) dan 11 siswa laki-laki (42.3). Rata-rata uang saku yang dimiliki kelompok siswa anemia yaitu Rp. 1920±972.9 dan pada kelompok siswa normal yaitu sebesar Rp. 1740.7 ± 891.96. Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Berdasarkan hasil diketahui sebagian besar baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) merupakan termasuk dalam besar keluarga dalam kategori sedang (5-7 orang), untuk pendidikan terakhir orang tua yang meliputi ayah dan ibu diketahui bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok normal (77.8%) tingkat pendidikan ayah yaitu SD (sekolah dasar) demikian pula pada pendidikan ibu, sebagian besar baik kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) tingkat pendidikan ibu yaitu SD. Pekerjaan ayah sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun kelompok siswa normal (63%) bekerja sebagai buruh bagunan demikian pula sebagian besar pekerjaan ibu baik kelompok siswa anemia (80%) maupun kelompok siswa normal (81.5%) sebagai ibu rumah tangga dan untuk pendapatan perkapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta tahun 2010 yaitu Rp 226.118/kapita/bulan. Berdasarkan data diketahui bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (78.8%) dikategorikan miskin. Berdasarkan uji beda T-Test diketahui
bahwa niali p>0.05, hal ini menunjukan bahwa kerakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan perkapita) tidak berbeda signifikan pada kedua kelompok. . Pengetahuan gizi sebagian besar baik kelompok siswa anemia (88%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori kurang. Berdasarkan uji beda T-Test menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pengetahuan p>0.05 pada kedua kelompok tersebut. Konsumsi pangan sumber zat besi yang diteliti terdiri dari kebiasaan makan, khususnya sumber pangan hewani seperti daging berwarna merah,daging berwarna putih (ayam, burung), telur dan ikan segar. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia dan normal konsumsi pangan sumber zat besi (konsumsi daging merah, telur dan ikan segar) tidak berbeda signifikan sebesar p>0.05, sedangkan untuk konsumsi daging putih berbeda signifikan terhadap status anemia pada kelompok anemia dan normal. Berdasarkan uji beda T-test memiliki nilai p<0.05. Konsumsi daging merah baik kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normak (74.1%) sebagian besar pada kategori tidak pernah menkonsumsi. Konsumsi daging berwarna putih pada kelompok siswa anemia (56%) tidak pernah menkonsumsi dan kelompok siswa normal (59.3%) dalam kategori jarang. Frekuensi konsumsi telur baik pada kelompok siswa anemia (56%) dan normal (63%) dalam kategori jarang dan kemudian pada frekuensi ikan pada anemia (80%) dan normal (58.1%) dalam kategori jarang. Tingkat kecukupan energi baik kelompok siswa anemia (68%) maupun normal (55.5%) tergolong dalam tingkat defisit berat. Tingkat kecukupan protein pada kelompok siswa anemia (28%) tergolong difisit tingkat berat sedangkan kelompok normal (29.6%) kategori cukup, demikian pula pada tingkat kecukupan zat besi kelompok siswa anemia (52%) kategori kurang tetapi kelompok siswa normal (55.6%) dalam kategori cukup.Tingkat kecukupan kalsium, Vitamin B, Vitamin C, berada dalam kategori kurang pada kedua kelompok dan tingkat kecukupan vitamin A tergolong dalam kategori cukup pada kedua kelompok. Prestasi belajar siswa dilihat bersadarkan evaluasi belajar didapatkan bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (72%) maupun normal (63%) mempunyai prestasi belajar pada kategori kurang. Aktivitas fisik siswa didapatkan sebagian besar kelompok siswa anemia (64%) maupun normal (55.6%) mempunyai aktivitas fisik pada kategori ringan Bedasarkan uji beda T-Test didaptkan nilai p>0.05, hal tersebut dapat dikatakan bahwa status anemia siswa tidak berbeda signifikan pada kedua kelompok. Dan berdasarkan uji spearman tidak ada hubungan yang nyata antara status anemia dengan aktivitas fisik. Berdasarkan analisis regresi linear berganda yang dilakukan bahwa factor factor yang berpengaruhi status anemia didapatkan hasil bahwa dari semua factor yang independen yang diuji terlihat bahwa tidak berpengaruh signifikan terhadap factor dependen (status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar) dengan p>0.05. Keywords: konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar
DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II PURWAKARTA
DWI RUSMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Nama NIM
: Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta : Dwi Rusmawati : I14104028
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS Pembimbing I
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini : 1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi. 2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi. 3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi. 4. Yayasan Nurani Dunia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), serta para guru dan siswa SDN Pasanggrahan II yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 5. Komisi Pendidikan Departemen Gizi masyarakat IPB yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan S1. 6. Kedua orang tua Bapak Mansyur dan Ibu Rusmini tercinta serta keluarga Besarku karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa dan kasih sayang mereka laporan ini tidak akan pernah terselesaikan. 7. Teman-teman gizi masyarakat alih jenis 04 yang telah banyak membantu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat penulis masih dalam tahap belajar sehingga terdapat keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Demikian laporan ini dibuat dengan harapan semoga bermanfaat bagi penulis serta pembaca lainnya Bogor, Mei 2013
Dwi Rusmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Kegunaan Penelitian
2
Hipotesis
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
KERANGKA PEMIKIRAN
13
METODE PENELITIAN
15
Desain, Tempat, dan Waktu
15
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
15
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
15
Pengolahan dan Analisis Data
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Keadaan Umum Sekolah
19
Status anemia Siswa
19
Karakteristik Siswa
20
Karakteristik Keluarga
21
Pengetahuan Gizi
24
Kebiasaan Makan
26
Asupan Energi dan Protein
31
Prestasi Belajar
33
Aktivitas Fisik
35
KESIMPULAN DAN SARAN
38
Kesimpulan
38
Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
42
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1. Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah ..................................................... 7 2. Kadar Hb dan volume hematokrit sebagai indikator anemia ............................. 7 3. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................... 15 4. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ................................................ 18 5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL .................................... 18 6. Sebaran siswa berdasarkan status anemia ........................................................ 19 7. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia .................. 20 8. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia ............. 22 9. Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dan status anemia .................................................................................... 25 10. Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia ........ 26 11. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari,sarapan serta status anemia ............................................................................................................ 27 12. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan sumber hewani dan turunannya serta status anemia ...................................................................... 28 13. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan nabati dan status anemia........ 29 14. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur,buah dan status anemia ........... 30 15. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi teh dan status anemia .......................... 31 16. Sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi serta status anemia ............... 32 17. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia ........ 33 18. Sebaran siswa berdasarkan uji statistika ........................................................ 34 19. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia .......................... 34 20. Sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia ........... 34 21. Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia.......................... 35 22. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu dan status anemia ........... 35
DAFTAR GAMBAR 1. Penyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia .............. 9 2. Kerangka pemikiran pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber zat besi, serta dampaknya terhadap aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa dengan status anemia di SDN Pasanggrahan II PurwakartaPenyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia .................................................. 14
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal dalam pembangunan dan kemajuan suatu Negara. Oleh karena itu kualitas sumberdaya manusia menentukan kemajuan dan keberhasilan kehidupan. Hal tersebut akan terwujud apabila individu-individu dalam suatu bangsa bisa bertahan dari tantangan dan persaingan yang ada. Generasi muda merupakan ujung tombak sebagai penerus kelangsungan hidup suatu bangsa di masa yang akan datang. Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesehatan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Soekirman 2000). Salah satu masalah gizi utama yaitu kekurangan zat besi, disamping masalah kekurangan energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY), dan kekurangan vitamin A (KVA). Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita karena kelompok usia sekolah mudah dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi pada anak sekolah yang kurang memuaskan, misalnya berat badan yang kurang, anemia defisiensi besi, defisiensi seng dan vitamin A yang banyak dialami oleh anak sekolah (Sediaoetama 2000). Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki status gizi yang baik untuk mendukung proses belajar yang optimal. Saat ini istilah gizi tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi gizi juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier 2004). Fungsi dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak adalah untuk menghasilkan energi yang diperlukan anak untuk melakukan kegiatan dan aktivitas fisik. Kekurangan energi dan protein pada anak sekolah menyebabkan anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan konsentrasi belajar (Depkes 2005). Fungsi dari Vitamin A, besi dan seng berperan dalam membantu proses pertumbuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak (Almatsier 2004). Defisiensi zat besi pada anak dapat menyebabkan anemia, menghambat pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik dan dapat menurunkan konsentrasi belajar serta meningkatkan kejadian penyakit infeksi. Defisiensi zat besi juga dapat mengganggu perkembangan mental dan motorik anak. Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi penderita anemia Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai 18.8%. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok yang banyak ditemukan menderita masalah gizi tersebut, disamping ibu hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2005) pada anak sekolah dasar di Kabupaten Purwakarta didapatkan bahwa prevalensi kejadian anak yang menderita anemia adalah 24.3%. Departemen Kesehatan menetapkan Cut off Point prevalensi anemia pada anak sekolah sebagai batas masalah
2
kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu > 15% (Depkes RI, 1996). Prevalensi anemia mencapai 40% maka tergolong masalah berat, prevalensi 10-39% tergolong sedang dan kurang dari 10% tergolong masalah ringan (WHO 2000). Pengetahuan gizi diperoleh seseorang melalui pendidikan formal dan non formal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya. Berdasarkan prevalensi anemia seperti yang disebutkan di atas diketahui bahwa kejadian anemia merupakan masalah gizi yang masih menyerang anak sekolah. Efek yang ditimbulkan anemia sangat merugikan bagi perkembangan anak, akibat yang paling jelas terlihat dari anemia gizi besi pada anak sekolah adalah menurunnya kemampuan berpikir seperti konsentrasi dan kecerdasan berkurang dan terganggunya aktivitas fisik karena kondisi badan yang mudah lelah. Selain itu anemia gizi besi dapat mengganggu respons sistem kekebalan, terutama sel limfosit-T, sehingga mempermudah terserang penyakit infeksi (Almatsier 2004). Mengingat pentingnya status anemia terhadap prestasi belajar anak dan aktivitas fisik maka peneliti tertarik untuk meneliti determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut 1. Mempelajari status anemia siswa. 2. Mempelajari karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status anemia siswa. 3. Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa. 4. Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status anemia. 5. Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia. 6. Mengkaji hubungan status anemia dan aktivitas fisik. 7. Mengkaji hubungan status anemia dan prestasi belajar.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi bagi siswa, guru dan wali murid tentang pentingnya fungsi zat gizi bagi tubuh kita khususnya bagi anak sekolah dasar sehingga diharapkan siswa mampu mengatur konsumsi makannya, sehingga pula dengan pengaturan makanan yang baik dapat membuat siswa mampu memenuhi gizinya secara lebih baik.
3 Hipotesis 1. Status anemia berhubungan dengan aktivitas fisik siswa sekolah dasar Pasanggrahan II Purwakarta. 2. Status anemia berhubungan dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar Pasanggrahan II Purwakarta
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Menurut UU no 20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan WHO yang dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap (Arisman 2004). Kebutuhan yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang ditingkatkan. Suatu peraturan yang baik adalah dengan memberikan makanan kepada anak yang mengandung minimal tiga zat gizi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal (Nasoetion & Riyadi 1996). Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok anak yang sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat dan bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang. Tetapi apabila anak sekolah mengalami anemia akan menyebabkan berbagai macam dampak yang tidak menguntungkan. Anak usia sekolah yang menderita anemia gizi besi akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, penurunan kemampuan belajar, dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar. Menurut Almatsier (2004), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan fungsi otak. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf). Akibatnya, kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun. Orang tua dan guru adalah sosok pendamping saat anak melakukan aktivitas kehidupannya setiap hari. Peranan mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari, sehingga sangatlah penting
4
bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi.
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Usia ibu yang relatif masih muda cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak (Hurlock 1998).
Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda atau multiple choice test. Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar. Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut jawaban, sedangkan alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban, dengan demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar. Multiple choice test dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Bentuk soal multiple choice test akan menghilangkan antivalensi dari persoalan yang ditanyakan sehingga pertanyaan dapat dijawab sesuai dengan yang diminta. Bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak (Khomsan 2000). Pembuatan instrumen untuk mengukur pengetahuan gizi hendaknya memperhatikan aspek reliabilitas dan validitas alat ukur, selain itu jumlah butir tes harus cukup memenuhi untuk menggambarkan tingkat pengetahuan gizi yang sesungguhnya. Dengan jumlah soal 20 butir kiranya cukup untuk mengukur
5 domain pengetahuan gizi tertentu. Tahapan penilaian dilakukan dengan memberi skor tertentu pada jawaban yang salah atau benar, untuk soal berbentuk correctanswer multiple choice atau soal dengan satu jawaban benar maka penilaian dilakukan dengan memberi skor 1 untuk opsi jawaban benar dan 0 untuk opsi jawaban salah. Sedangkan untuk soal best answer multiple choice, maka opsi yang paling benar diberi skor tertinggi misalnya 3 kemudian berturut-turut 2,1 dan 0 untuk jawaban yang tingkat kebenarannya kurang. Skor 0 bisa diterapkan pada opsi tidak tahu (Khomsan 2000). Kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan persen. Kategori pengetahuan gizi yaitu 1) baik apabila skor > 80%; 2)sedang apabila skor 60-80%; 3) kurang apabila skor <60% (Khomsan 2000).
Kebiasaan Makan Kebiasaan Makan Kebiasaan makan akan mempengaruhi pilihan terhadap makanan yang akan dimakan. Apabila hal ini terjadi dan berlangsung dalam waktu lama, maka akan dapat membentuk pola konsumsi pangan suatu individu atau masyarakat. Kebiasaan makan yang salah dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dalam hal ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Apabila zat-zat gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, maka dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan mencakup empat komponen antara lain konsumsi pangan, preferensi makanan, ideologi makanan dan sosial budaya pangan. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting (Nasoetion & Riyadi 1996). Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan tertentu dapat diamati dengan cara metode recall. Metode ini umum digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu (1-3 hari terakhir) baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Metode ini melibatkan peran serta yang cukup tinggi dari responden. Responden harus mengingat-ingat lagi apa yang telah dikonsumsi selama 1-3 hari terakhir. Alat bantu yang dapat digunakan dalam metode ini adalah ukuran rumah tangga, model pangan (food model) dan sebagainya untuk menentukan perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati (Sanjur 1982). Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Frekuensi pangan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Pangan hewani mempunyai berbagai keunggulan dibanding pangan nabati. Pangan hewani terasa gurih atau enak karena mengandung protein dan
6
lemak yang banyak. Pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap (Hardinsyah & Martianto 1989).
Penilaian Konsumsi Pangan dan Kecukupan Energi dan Zat Gizi Energi Energi merupakan tiga macam zat gizi (karbohidrat, lemak, dan protein) yang jika dioksidasi akan menghasilkan energi dalam bentuk panas yang oleh tubuh diubah menjadi energi gerak atau mekanis (Moehji 2007). Zat-zat gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas (Almatsier 2002). Protein Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan, karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting yaitu Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 2010). Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan pengganti sel tubuh yang rusak. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Kekurangan konsumsi protein banyak terjadi di kalangan bayi dan anakanak, terutama akibat dari kemiskinan. Hal ini tidak saja menyebabkan pertumbuhan terhambat, tetapi juga perkembangan otaknya, sehingga akan berakibat pada terbentuknya sumberdaya manusia dengan kualitas rendah Besi (Fe) Zat besi (Fe) merupakan komponen penting dalam Hb darah, peranan zat besi pada umumnya berkaitan dengan proses respirasi sel. Kebutuhan zat besi jika dihitung berdasarkan jumlah yang dapat diserap sekitar 1-3.2 mg per hari (Karyadi & Muhilal 1995). Penyerapan besi diatur pada tingkat mukosa intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Jika tubuh memerlukan banyak besi, transferrin menjadi tidak jenuh dan dapat mengikat lebih banyak besi (Almatsier 2002). Pemenuhan kebutuhan zat besi dari diet sulit untuk terpenuhi, meskipun mampu terpenuhi, keadaan zat-zat penghambat penyerapan zat besi menyebabkan ketersediaan menurun. Zat besi mudah diserap dalam bentuh fero. Fero banyak terdapat dalam pangan hewani mengandung besi heme. Sedangkan pangan nabati
7 lebih banyak mengandung besi non heme yang sulit untuk diserap tubuh (Flourenvce & Setright 1994). Besi heme memiliki penyerapan 10-20% dan besi non heme memiliki penyerapan 2-5%, agar dapat diasorbsi besi non heme di dalam usus halus harus berada dalam bentuk terlarut dan besi non heme diionisasi oleh asam lambung. Zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan tanin yang terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh sedangkan vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferrin di dalam plasma ke ferritin hati (Almatsier 2002). Vitamin C juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi di dalam duodenum, sehingga sangat dianjurkan untuk menyertakan sumber vitamin C pada setiap waktu makan. Sumber vitamin C pada umumnya terdapat pada pangan nabati yaitu di dalam sayur daun-daunan dan jenis kol serta buah terutama yang asam seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, dan tomat (Almatiser 2002). Pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging dan makanan laut. Angka kecukupan zat besi untuk anak-anak dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah Kelompok/ Umur Anak 7-9 tahun Laki-laki 10-12 tahun Perempuan 10-12 tahun Sumber AKG 2004
Kecukupan Besi (mg) 10 13 20
Hemoglobin Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin yang cenderung normal akan memungkinkan seseorang mempunyai ketahanan dalam berkonsentrasi yang baik salah satunya konsentrasi dalam belajar. Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia dapat disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia Usia/Jenis kelamin Kadar Hb (g/L)2 Anak 6bulan-2 tahun <110 Anak 5-11 tahun <115 Anak 12-14 tahun <120 Lelaki Dewasa <130 Wanita tak hamil <120 Wanita Hamil <110 Sumber WHO 2000, diacu dalam arisman 2007
Hematokrit (g/L) <0.33 <0.34 <0.36 <0.39 <0.36 <0.33
8
Anemia Anemia merupakan suatu keadaan fisiologis dimana kandungan hemoglobin (Hb) darah dibawah normal. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah yaitu anemia makrositik, mikrositik dan normositik serta berdasarkan kandungan hemoglobin didalamnya yaitu anemia hipokromik dan normokromik. Pada anemia mikrositik yaitu ukuran sel darah merah dan jumlah hemoglobin dalam tiap sel darah merah berkurang, sehingga warna sel darah merah menjadi pucat (Stopler 2004). Anemia gizi yang umum terjadi adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi beresiko terjadi pada anak. Husaini (1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya anemia gizi besi yaitu kehilangan darah karena perdarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi darah merah tidak cukup. Anemia defisiensi zat besi salah satunya disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan hewani sumber zat besi, seng dan selenium yang banyak di dalam daging, hati dan telur. Kalsium dan seng berperan dalam pertumbuhan dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah hemoglobin. Hemoglobin berguna untuk membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Bila kadar hemoglobin rendah (anemia) maka tubuh kekurangan oksigen sehingga badan menjadi lemah, konsentrasi belajar dan stamina atau produktivitas kerja menjadi menurun (Hardinsyah 2004). Raspati (2010), menyebutkan bahwa anemia defisiensi besi merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan iodium. Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab tidak langsung berupa ketersediaan zat besi dalam makanan yang rendah, praktek pemberian makanan yang kurang baik dan rendahnya keadaan sosial ekonomi sedangkan penyebab langsung berupa jumlah zat besi dalam makanan yang kurang. Proses terbentuknya kondisi anemia defisiensi besi terbagi menjadi tiga fase yaitu deplesi besi, iron defisiensi dan anemia kekurangan besi. Fase pertama merupakan pengurangan cadangan besi di hati yang tercermin pada penurunan kadar ferritin serum atau plasma. Fase kedua, terjadi penurunan lebih lanjut simpanan besi hingga terjadi penurunan kejenuhan transferrin dan fase terakhir, terjadi kehabisan simpanan besi. Penurunan tingkat sirkulasi besi dan keberadaan anemia hipokromik mikrositik yang berakibat pada berkurangnya konsentrasi hemoglobin di sel darah merah atau kondisi ini disebut sebagai anemia defisiensi besi (Gibson 2005). Anemia gizi besi dapat disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Berikut adalah gambar penyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia. Menurut Depkes (1998) Anemia Gizi Besi (AGB) dapat terjadi karena :
9 1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih di dominasi sayuran 2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam. 3. Menigkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh, perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini dapat terjadi pada penderita 1)kecacingan; 2)malaria pada penderita Anemia Gizi Besi yang dapat memperbesar anemianya; 3)kehilangan darah pada waktu haid. Menurut Husnaini (1989), Berikut ini gambar modifikasi penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang besi di Indonesia Penyebab tidak langsung 1. Ketersediaan zat besi dalam makanan rendah 2. Praktek pemberian makanan kurang baik 3. Sosek rendah
1. Komposisi makanan kurang 2. Terdapat zat yang menghambat absorbsi 1. Pertumbuhan fisik 2. Kehamilan dan menyusui 1. Perdarahan kronis 2. Parasit infeksi 3. Pelayanan kesehatan yang kurang
Penyebab Langsung
Status Besi
Jumlah zat besi dalam makanan kurang
Absorpsi zat besi rendah
Keadaan kurang besi
Kebutuhan zat besi meningkat
Anemia Gizi Besi
Kehilangan darah
Gambar 1 Modifikasi Penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang besi di Indonesia (Husaini 1989)
Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, umumnya ditujukan dengan nilai yang diberikan oleh guru. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan melalui proses penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes maupun evaluasi (Syah 2010). Dari pendapat ahli di atas mengenai prestasi belajar dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang pada bidang
10
tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan tes, penilaian prestasi belajar dapat berupa angka atau huruf. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu : 1. Faktor internal meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan faktor intelegensi. 2. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan) dan lingkungan masyarakat. Kecerdasan Kecerdasan didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir, bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kecerdasan yaitu dengan cara pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung menggunakan tes psikologi yang menghasilkan taraf kecerdasan yang dikenal dengan menggunakan tes psikologi yang dikenal dengan Intelegence Quotient (IQ), sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara memonitor prestasi akademik. Minat Minat adalah perasaan seseorang bahwa aktivitas, pekerjaan atau objek tertentu berharga baginya. Bila seseorang siswa sangat berminat untuk belajar dan menggangap belajar sebagai sesuatu yang berharga maka prestasi belajar yang diraihnya akan tinggi. Minat adalah bagian dari sikap karena dari sikap akan timbul suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi objek tersebut. Motivasi Menurut Winkel (1996), menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar. Menurut Syah (2010), menyatakan bahwa motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi instrinstik (motivasi yang berasal dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinstik (motivasi yang berasal dari luar diri siswa). Motivasi instrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan kebutuhan akan materi, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan movitivasi yang berhubungan dengan adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib serta teladan orangtua dan guru. Cara Belajar Cara belajar mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Beberapa hal mengenai cara belajar yang efisien yaitu; 1)konsentrasi sebelum dan saat belajar; 2)segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima; 3)membaca secara teliti
11 dan betul bahan yang sedang dipelajari serta menguasainya; 4)menyelesaikan soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang baik seperti pengaturan waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tujuan sebelumnya (Gunarsa 1995). Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orangtua karena ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan. Benturan nilai antara orang tua dan anak bisa menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pula konsentrasi anak (Gunarsa 1995).
Pengukuran Prestasi Belajar Pengukuran prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala menurut suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini digunakan oleh seorang tenaga pengajar untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes maupun non tes. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil akademik muridnya selama masa tertentu. Prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan dalam bentuk angka. Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4 kategori yaitu kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80.
Hubungan Prestasi Belajar dengan Anemia Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara efektif. Seseorang mungkin yang sering sakit atau memiliki kondisi tubuh yang kurang sehat biasanya mengalami kesulitan tertentu dalam belajar misalnya cepat lelah dan tidak bisa berkonsentrasi karena penglihatan atau pendengaran terganggu. Menurut Gunarsa (1995), menyatakan bahwa anak yang kurang sehat atau kurang gizi dengan sendirinya daya tangkap dan kemampuan belajarnya kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi atau anemia. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang lebih lanjut akan mengurangi konsentrasi dan prestasi belajar disekolah. Kadar hemoglobin dalam darah juga mempunyai peran terhadap keberhasilan seseorang dalam belajar yang tercermin dalam prestasi belajarnya.
12
Studi menunjukan adanya hubungan signifikan antara konsentrasi hemoglobin dengan kemampuan kognitif dengan hasil dimana nilai anak-anak yang kurang zat besi lebih rendah dibandingkan dengan nilai anak-anak dengan zat besi yang cukup (Almatsier 2002).
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik membutuhkan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (Syafiq et al 2009). Aktivitas fisik selain membuat sehat juga mampu berpengaruh pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Anak-anak yang tetap aktif secara fisik memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik, selain itu mereka juga mampu menangani tantangan fisik dan emosional seperti berlari atau belajar untuk menghadapi ujian jauh lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak aktif. Ada beberapa manfaat akademis dari kelas pendidikan jasmani atau anak yang terlibat aktivitas fisik dalam waktu istirahat selama di sekolah. Beberapa peneliti menunjukkan adanya pengaruh positif dari aktivitas jasmani terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa dan juga dapat meningkatkan rentan perhatian mereka. Hal ini dapat menghasilkan penampilan yang lebih baik secara keseluruhan di bidang akademik. Aktivitas fisik yang teratur berhubungan dengan peningkatan kognitif pelakunya. Seseorang yang melakukan aktivitas jasmani yang teratur ternyata menunjukkan hasil IQ yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat berpengaruh langsung terhadap fungsi kognitif seseorang, seperti meningkatkan fungsi cerebrovaskular (Syafiq et al 2009). Menurut Sjostrom et al (2008), menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas fisik dengan olahraga. Perbedaannya adalah aktivitas fisik merupakan bentuk dari perilaku yang menghasilkan energi expenditure karena pergerakan otot tubuh termasuk lengan dan kaki, sedangkan olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan dilakukan berulang berupa pergerakan tubuh untuk meningkatkan atau mencapai kebugaran.
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok yang sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat sehingga bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang (Depkes 2003). Social ekonomi keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi status anemia siswa. Konsumsi makan yang terbentuk dipengaruhi juga oleh kebiasaan makan, kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi asupan zat gizi salah satunya yaitu konsumsi pangan sumber zat besi, dimana jika konsumsi sumber zat besi tidak mencukupi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya anemia. Anemia gizi pada anak sekolah dasar dapat menurunkan semangat dalam konsentrasi belajar dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar siswa. Menurut Winkel (1996) beberapa hal yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah kecerdasan, minat, motivasi, cara belajar dan lingkungan selain itu apabila anak sekolah mengalami anemia akan mengalami penurunan aktivitas fisik. Anemia karena defisiensi zat besi sangat menurunkan kapasitas kerja individual, bahkan anemia karena defisiensi dalam derajat yang ringan sekalipun dapat menurunkan kemampuan latihan fisik yang singkat tetapi intensif. Dalam penelitian ini prestasi belajar diukur dengan melihat evaluasi belajar siswa sedangkan aktivitas fisik dilihat berdasarkan hasil wawancara siswa. Faktorfaktor yang mempengaruhi status anemia, aktivitas fisik dengan status anemia dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
14
1. 2. 3. 4.
Karakteristik Siswa Kadar Hb Umur Jenis kelamin Besar Uang Saku
Pengetahuan Gizi Siswa
Informasi
Social ekonomi keluarga 1. Besar keluarga 2. Pendidikan orang tua 3. Pekerjaan orang tua 4. Pendapatan orang tua
Ketersediaan Pangan Keluarga
Kebiasaan Makan Siswa
Konsumsi Zat Gizi (sumber zat besi) siswa
Status Anemia
1. Penyakit Malaria 2. Kecacingan
Prestasi Belajar
Aktivitas Fisik
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis
Gambar 2.Model Kerangka pemikiran determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.
15
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian penelitian dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dan IPB. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, bertempat di SDN Pasanggrahan II, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai Desember 2012.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Alasan dipilihnya SDN Pasanggrahan II yaitu karena SDN Pasanggrahan II termasuk ke dalam sekolah yang berhak menerima zakat. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas empat dan lima di SDN pasanggrahan II. Pertimbangan diambilnya contoh kelas empat dan lima karena dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak sedang dalam persiapan ujian.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik siswa, karakteristik keluarga siswa, pengetahuan gizi siswa, dan konsumsi pangan sumber zat besi. Data karakteristik siswa, kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dan aktivitas fisik didapat berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, sedangkan data sekunder meliputi kadar Hb dan nilai akhir semester siswa yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar serta keadaan umum sekolah untuk mengetahui gambaran umum sekolah. Data jenis dan cara pengumpulan disajikan dalam Tabel 3 berikut ini Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik Individu Identitas Siswa, Uang saku Pengetahuan Gizi Konsumsi Pangan Kadar Hb Evaluasi Belajar Aktivitas Fisik
Jenis Data
Cara Pengumpulan Data
Alat Pengumpul Data
Primer
Wawancara Siswa
Kuisioner
Primer Primer Sekunder
Wawancara Siswa Wawancara Data hasil screening Hb oleh Tanziha & Prasodjo (2012) UAS Wawancara Siswa
Kuisioner Kuisioner
Sekunder Primer
Kuisioner
16
Variabel Karakteristik Keluarga Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Perkapita Profil Sekolah
Jenis Data
Primer Primer Primer Sekunder
Cara Pengumpulan Data
Alat Pengumpul Data
Wawancara Wawancara Wawancara Laporan tahunan sekolah
Kuisioner Kuisioner Kuisioner
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan cara pemberian kode data (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Data diolah dengan Microsoft Excel 2007 kemudian data dianalisis dengan SPSS for windows 16.0. Data yang dianalisis meliputi karakteristik siswa yang terdiri dari usia, jenis kelamin, uang saku dan status anemia siswa. Data Hb yang diperoleh berdasarkan data hasil screening Hb oleh Tanziha dan Prasodjo (2012) . Variabel uang saku siswa dengan cara pemberian kategori yang digolongkan berdasarkan nilai skor dengan menggunakan teknik skoring Slamet (1993) dengan menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut : Rentang Kelas : Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kategori Uang saku dikelompokkan menurut interval dibagi menjadi 3 kategori yaitu dikategorikan kurang (
Rp3667– Rp5000). Status anemia siswa berdasarkan WHO (2000), anemia jika nilai hemoglobin dalam darah <11.5g/dl dan normal jika ≥11.5g/dl Data Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan per kapita keluarga. Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Besar keluarga dikelompokan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari empat orang, keluarga sedang adalah keluarga dengan jumlah anggota lima hingga tujuh orang, sedangkan keluarga lebih besar lebih dari tujuh orang (BKKBN 1998). Pendidikan orang tua dikelompokan berdasarkan pendidikan terakhir orang tua, yaitu 1)tidak sekolah; 2)SD (Sekolah Dasar); 3)SMP (Sekolah Menengah Pertama; 4)SMA (Sekolah Menengah Atas) dan 5)perguruan tinggi demikian pula pekerjaan orang tua yang dikelompokkan berdasarkan 1)tidak bekerja; 2)petani; 3)buruh bangunan; 4)guru, PNS dan Polisi; 5)wiraswasta 6)lainnya (ojek, supir, dan sebagainnya) serta pendapatan per kapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta sebesar Rp.226.118, dikatakan keluarga miskin jika pendapatan perkapita keluarga kurang dari Rp.226.118 dan dikatakan tidak miskin jika lebih atau sama dengan Rp.226.118. Pengetahuan gizi yang diukur dengan memberiakan pertanyaan sejumlah 20 pertanyaan yang meliputi pengetahuan gizi umum, anemia dan jajanan makanan kemudian diberi skor 0 bila salah dan 1 bila benar kemudian dijumlahkan dan dihitung persentase jawaban yang benar secara keseluruhan. Persentase jawaban benar dikategorikan menjadi baik apabila skor pengetahuan
17 gizi lebih dari 80%, sedang apabila skor pengetahuan gizi 60-80% dan kurang apabila skor kurang dari 60% (khomsan 2000). Data konsumsi pangan hasil 2 x 24 jam food recall diolah menggunakan program microsoft excel 2007 untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dikonsumsi, data konsumsi pangan yang telah didapatkan juga diolah dengan cara mengkonversi jumlah zat gizi dalam satuan energi (kkal), protein (g), kalsium, vitamin A (RE), vitamin C (mg) dan besi (mg) yang merujuk pada daftar konversi bahan makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut KGij : (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : KGij : Kandungan zat gizi dalam makanan j Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi (g) Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan membandingkan asupan energi dan protein siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan per orang per hari. Selanjutnya tingkat kecukupan (TK) energi dan protein dikategorikan defisit tingkat berat apabila TK<70%, defisit tingkat sedang apabila TK 70-79%, defisit tingkat ringan apabila TK 80-89%, normal apabila TK 90-119%, dan lebih apabila TK≥120% (Depkes 2003), berbeda dengan energi dan protein, tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan sebagai kurang apabila TK<77% dan cukup apabila TK≥77% (Gibson 2005). Penilaian prestasi belajar dapat dilihat dengan cara mengevaluasi hasil belajar siswa, Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4 kategori yaitu, kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80. Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode wawancara langsung dan hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:
Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR :Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR disajikan dalam Tabel 4.
18
Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Kategori PAL1 PAL2
Keterangan Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca
PAR 1 1.2
PAL3
Duduk sambil menonton TV
1.72
PAL4 PAL5 PAL6 PAL7 PAL8 PAL9 PAL10 PAL11 PAL12 PAL13
Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) PAL15 Olahraga (badminton) PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) PAL17 Olahraga (bersepeda) PAL18 Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain) Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
1.5 1.6 2.5 5 2.4 2.5 2.75 1.7 2.7 1.3 1.6 4.85 6.5 3.6 7.5
Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001). Data kategori tingkat aktivitas fisik disajikan dalam tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Aktivitas Sangat Ringan Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang Aktivitas Berat Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Nilai PAL < 1.40 1.40-1.69 1.70-1.99 2.00-2.40
Data tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007 dan hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan terhadap data karakteristik siswa dan keluarga siswa kemudian dilakukan uji beda untuk menganalisis perbedaan antara karakteristik siswa, karakteristik keluarga, aktivitas fisik dan prestasi belajar berdasarkan status anemia. Analisis korelasi bivariat menggunakan uji korelasi pearson untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan status anemia dan uji korelasi spearman mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan status anemia serta analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisa determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa melalui program SPSS for windows 16.0.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sekolah Sekolah dasar Negeri Pasanggrahan II berdiri sejak Tahun 1974 yang terletak di Kampung Cilanggohar, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini mendapatkan jenjang akreditasi C. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Pasanggrahan II berlangsung dari hari senin hingga jumat dengan jam belajar berkisar antara empat hingga enam jam. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh SDN Pasanggrahan II berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari satu kepala sekolah, dua orang guru tetap dan tujuh orang tenaga pengajar tidak tetap. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah terdiri dari tujuh unit ruang kelas, satu unit ruang kantor, lapangan olahraga, satu unit kamar mandi dan tempat mencuci tangan. Fasilitas yang terdapat di dalam kelas yaitu meja dan kursi yang disesuaikan dengan jumlah siswa tiap kelas dilengkapi pula satu buah meja dan kursi guru, satu buah whiteboard dan papan tulis, satu buah papan absensi contoh, satu buah jam dinding dan tempat sampah di depan ruang kelas. Sekolah ini mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan PMR, Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas satu sampai kelas tiga pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan pada hari Jumat dimulai pukul 07.15 hingga pukul 10.00. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas empat sampai kelas enam pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari Jumat kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 10.30 WIB. Sekolah SDN Pasanggrahan II. Kondisi lingkungan lahan pada area sekolah kering dan banyak batu-batuan besar sehingga tanaman hijau sulit tumbuh.
Status Anemia Siswa Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2007). Menurut WHO (2000) yang diacu dalam Arisman (2007), menyatakan bahwa kadar Hb normal untuk anak usia lima hingga sebelas tahun yaitu 11.5 g/dl. Kadar hemoglobin menurut WHO dikategorikan dalam dua kelompok yaitu anemia dan normal, dikatakan anemia jika kadar Hb ≥11.5 g/dl dan anemia jika kadar Hb <11.5 g/dl Data sebaran siswa berdasarkan status anemia yang disajikan dalam Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan status anemia Status Anemia Anemia Normal Total
n
%
25 27 52
48.08 51.92 100
20
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil sebanyak 25 siswa (48.08%) mengalami anemia dan sebanyak 27 orang (51.92%) dengan status normal. Hal ini sejalan dengan penelitian Astina (2012) yang menyatakan bahwa prevalensi anemia di Kabupaten Purwakarta sebesar 66.7%. Menurut Depkes (1998) menyatakan bahwa anemia gizi besi (AGB) dapat terjadi karena 1)kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan; 2)meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dan 3)meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Karakteristik Siswa Data karakteristik siswa yang diamati yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan uang saku siswa, contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas empat dan lima SDN Pasanggrahan II Purwakarta yang berjumlah 52 siswa dengan usia berkisar antara 9 sampai 12 tahun. Menurut Hurlock (2004) kategori usia dibagi menjadi dua yaitu masa akhir kanak-kanak atau late chilhood (6-12 tahun) dan masa remaja awal (13-14 tahun). Uang saku dikelompokkan menurut interval dibagi menjadi 3 kategori, yaitu dikategorikan kurang (Rp3667– Rp5000). Data sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia yang disajikan dalam Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia Karakteristik Usia 9 10 11 12 Total Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total Uang Saku Kurang Sedang Besar Total
n
Anemia %
n
%
n
%
11 7 2 5 25
44 28 8 20 100
7 11 4 5 27
25.9 40.7 14.8 18.5 100
18 18 6 10 52
34.6 34.6 11.5 19.2 100
14 11 25 19 5 1 25
56 44 100 76 20 4 100
Normal
16 11 27 24 2 1 27
Total
59.3 40.7 100 88.9 7.4 3.7 100
30 22 52 43 7 2 52
57.7 42.3 100 82.7 13.5 3.8 100
p 0.48
0.28
0.051
Berdasarkan Tabel 7 sebaran karakteristik siswa menurut status anemia, sebagian besar pada kelompok siswa anemia berusia 9 tahun (44%) dengan ratarata usia siswa pada yaitu 10±1.2, sebagian besar pada kelompok siswa normal berusia 10 tahun (40.7%) dengan rata-rata usia siswa yaitu 10.2±1.05 Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil sebesar p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan usia yang signifikan pada kedua kelompok. Jenis kelamin menurut status anemia didapatkan hasil bahwa sebagian besar jenis kelamin baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok siswa normal (57.7%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan uji beda T-Test
21 didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin yang signifikan pada kedua kelompok. Uang saku menurut status anemia didapatkan hasil sebagian besar baik kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normal (88.9%) memiliki uang saku dalam kategori Kurang (>Rp1.000 – Rp 2.333). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan uang saku yang signifikan pada kedua kelompok. Uang saku yang dimiliki siswa rata-rata yaitu untuk kelompok anemia sebesar Rp.1920±942.9 dan kelompok normal sebesar Rp.1740.74±891.9. Alokasi uang siswa yang digunakan sebagian besar yaitu untuk membeli jajanan pangan selama disekolah, contoh yang dibeli oleh sebagian besar siswa yaitu adalah minuman ringan dan chiki. Uang saku yang diperoleh siswa tergantung dari pendapatan yang yang dimiliki orang tua, sehingga pada kedua kelompok siswa rata-rata memiliki uang saku yang kurang. Uang saku yang diperoleh siswa merupakan pemberian orang tua yang digunakan untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari baik untuk jajan, transportasi atau keperluan lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian jumlah uang saku kepada anak sekolah dasar yaitu besarnya pendapatan orang tua. Jumlah uang saku yang semakin besar membuat membuat anak dapat memilih makanan yang beragam dan berkualitas. Besar uang saku anak merupakan indikator sosial ekonomi keluarga. semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan, baik di kantin maupun di luar sekolah (Andarwulan et al 2008).
Karakteristik Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Karakteristik keluarga data yang diambil yaitu meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), pekerjaaan orang tua (ayah dan ibu) dan pendapatan per kapita. Besar keluarga di bagi menjadi 3 kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang) demikian pula tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Menurut Suhardjo (1989) pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Tingginya pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Data sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia dapat disajikan dalam Tabel 8 berikut ini.
22
Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia Karakteristik Besar Keluarga Kecil(≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥ 7 orang) Total Pendidikan Ayah Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Pendidikan Ibu Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Pekerjaan Ayah Petani Buruh bangunan Guru,PNS Wiraswasta Lainnya Total Pekerjaan Ibu Ibu rumah tangga Petani Guru,PNS PRT Wiraswasta Total Pendapatan Perkapita Miskin Tidak Miskin Total
Anemia n %
Normal n %
n
Total %
8 14 3 25
32 56 12 100
6 20 1 27
22.2 74.1 3.7 100
14 34 4 52
26.9 65.4 7.7 100
0.46
7 15 1 2 0 25
28 60 4 8 0 100
4 21 1 0 1 27
14.8 77.8 3.7 0 3.7 100
11 36 2 2 1 52
21.2 69.2 3.8 3.8 1.9 100
0.55
3 21 0 0 1 25
12 84 0 0 4 100
6 20 0 0 1 27
22.2 74.1 0 0 3.7 100
9 41 0 0 2 52
17.3 78.8 0 0 3.8 100
0.58
3 16 1 5 0 25
12 64 4 20 0 100
2 17 1 6 1 27
7.4 63 3.7 22.2 3.7 100
5 33 2 11 1 52
9.6 63.5 3.84 21.2 1.9 100
0.58
20 0 1 1 3 25
80 0 4 4 12 100
22 1 1 1 2 27
81.5 3.7 3.7 3.7 7.4 100
42 1 2 2 5 52
80.8 1.9 3.8 3.8 9.6 100
0.64
18 7 25
72 28 100
23 4 27
85.2 14.8 100
41 11 52
78.8 21.2 100
0.25
p
Berdasarkan Tabel 8 sebaran karakteristik menurut status anemia didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok siswa anemia (32%) termasuk dalam besar keluarga kategori kecil), (56%) siswa termasuk dalam besar keluarga kategori sedang dan (12%) siswa termasuk dalam kategori keluarga besar. Kemudian pada kelompok siswa normal (22.2%) termasuk dalam besar keluarga kategori kecil, (74.1%) termasuk dalam besar keluarga sedang dan (7.7%) termasuk dalam besar keluarga besar. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan besar keluarga siswa pada kedua kelompok. Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka makanan untuk setiap anggota keluarga akan berkurang dan semakin banyak anggota keluarga maka kebutuhan hidup juga akan meningkat sehingga diperlukan suatu upaya guna peningkatan pendapatan agar kebutuhan
23 dalam keluarga dapat terpenuhi. Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga lebih banyak, hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhannya (Sediaoetama 2000). Menurut Sukandar (2007), menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik. Berdasarkan tingkat pendidikan ayah didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok siswa normal (77.8%) pendidikan terakhir ayah yaitu SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan terakhir ayah tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok. Sukandar (2007), menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik. Menurut Atmarita (2004) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan memberi stimulasi lingkungan (fisik, social, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah. Berdasarkan pendidikan ibu didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) pendidikan terakhir ibu yaitu pada tingkatan SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan terakhir ibu tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok. Pekerjaan orang tua yang terdiri dari pekerjaan ayah dan ibu, didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun kelompok siwa normal (63%) pekerjaan ayah siswa adalah sebagai buruh bangunan. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan pekerjaan ayah pada kedua kelompok. Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan ibu didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok anemia (80%) maupun kolompok siswa normal (81.5%) pekerjaan ibu siswa adalah tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pekerjaan ibu pada kedua kelompok. Menurut Suhardjo (1989) ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga, namun seseorang istri yang turut bekerja akan meningkatkan pendapatan keluarga.
24
Pendapatan perkapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta tahun 2010 yaitu 226.118/kapita/bulan. Berdasarkan data pendapatan perkapita dapat dilihat bahwa sebagian besar baik kelompok status anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (85.2%) tingkat pendapatan keluarga dikategorikan pada keluarga miskin. Berdasarkan uji beda T-Test diketahui nilai p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pendapatan perkapita pada kedua kelompok. Pendapatan perkapita pada kedua kelompok sebagian besar dikategorikan pada keluarga miskin, hal tersebut akan mempengaruhi terhadap kuantitas dan kualitas makan yang akan dikonsumsi dan daya beli makanan sehingga akan mempengaruhi kebiasaan makan siswa, khususnya kebiasaan pangan sumber zat besi yang salah satu faktor penyebab langsung anemia. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik (Suhardjo 1989). Penurunan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas yang rendah akan berdampak negatif pada kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 2007).
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan dan makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit serta cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi tidak menimbulkan penyakit (Notoatmodjo 1993). Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga pernyataan yaitu 1)status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; 2)setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal; 3)ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Tingkat pengetahuan gizi sanagatberpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidu sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup, khusunya dalam hal kesehatan pangan dan gizi (Hurlock 1998). Pertanyaan - pertanyaan pangan dan gizi yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak 20 pertanyaan yang meliputi pengetahuan gizi umum, pengetahuan jajanan dan pengetahuan tentang anemia, dimana dari masing-masing pertanyaan diberikan skor kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kurang, sedang dan baik. Data sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dalam Tabel 9 berikut ini.
25 Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dan status anemia No
Pertanyaan
1 2 3
Pengertian makanan bergizi Manfaat makanan bergizi Sumber makanan yang mengandung vitamin dan mineral Sumber makanan yang mengandung karbohidrat Sumber makanan yang mengandung lemak Sumber makanan yang mengandung proteinhewani Sumber makanan yang mengandung protein nabati Sumber makanan yang mengandung vitamin A
4 5 6 7 8
Anemia (n:25) n % 20 80 11 44 10 40
Normal (n:27) n % 22 81.5 12 44.4 10 37.0
Total (n:52) n % 42 80.8 23 44.2 20 38.5
15
60
8
29.6
23
44.2
15
60
14
51.9
29
55.8
14
56
19
70.4
33
63.5
5
20
7
25.9
12
23.1
18
72
19
70.4
37
71.2
9
Pengertian makanan sehat
17
68
24
88.9
41
78.8
10
Contoh makanan seimbang Contoh makanan jajanan sumber karbohidrat Contoh makanan jajanan sumber hewani Contoh makanan jajanan sumber nabati Contoh minuman yang baik untuk tubuh
17
68
23
85.2
40
76.9
15
60
10
37
25
48.1
0
0
4
14.8
4
7.7
8
32
4
14.8
12
23.1
19
76
23
85.2
42
80.8
11 12 13 14 15
Pengertianmakanan jajanan
3
12
8
29.6
11
21.2
16
Pengertian anemia
12
48
13
48.1
25
48.1
17
Penyebab anemia
4
16
10
37
14
26.9
18
Tanda-tanda anemia
5
20
7
25.9
12
23.1
19
Cara pencegahan anemia Contoh makanan yang tidak termasuk makanan sumber zat besi
2
8
6
22.2
8
15.4
7
28
10
37
17
32.7
20
Anak usia sekolah dasar berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan. Kelompok usia ini beresiko mengalami masalah kekurangan gizi, hal tersebut terjadi karena nafsu makan yang kurang selama periode tertentu. Berdasarkan Tabel 9 didapatkan hasil bahwa pertanyaan yang masih sama-sama belum dimengerti kedua kelompok siswa baik kelompok siswa anemia maupun normal yaitu mengenai pertanyaan contoh makanan sumber jajanan hewani (7.7%), sumber makanan yang mengandung protein nabati (23.1%), contoh makanan jajanan sumber nabati (23.1%), pengertian makanan jajanan (21.2%), tanda-tanda anemia (23.1%) dan cara pencegahan anemia (15.4%), sehingga perlu adanya pendidikan pengetahuan gizi terhadap pengetahuan jajanan pangan dan pengetahuan tentang anemia dan pencegahannya. Pertanyaan yang paling banyak dijawab oleh kedua responden yaitu tentang pengertian makanan bergizi (80.8%) kemudian dari jawaban pertanyaan pengetahuan gizi dikategorikan berdasarkan Khomsan (2000) yang membagi
26
pengetahuan gizi menjadi tiga, yakni baik dengan skor >80%, sedang dengan skor 60-80%, dan kurang dengan skor <60%. Data sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia disajikan dalam Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia Anemia
Pengetahuan gizi Kurang (<60) Sedang (60-80) Baik (>80) Total
Normal
Total
p
n
%
n
%
n
%
22 3 0 25
88 12 0 100
20 7 0 27
74.1 25.9 0 100
42 10 0 52
80.8 19.2 0 200
0.34
Berdasarkan Tabel 10 sebaran kategori tingkat pengetahuan gizi didapatkan hasil bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan baik kelompok siswa anemia (88%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat pengetahuan gizi dalam kategori kurang dan tidak ada seorangpun siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori baik. Berdasarkan uji beda TTest didapatkan hasil nilai p >0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan pengetahuan gizi siswa pada kedua kelompok. Menurut Irawati et al (1992), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, berdasarkan pertanyataan tersebut diharapkan contoh dapat lebih memenuhi kebutuhan zat gizinya.
Kebiasaan Makan Kebiasaan Makan Sehari dan Kebiasaan Sarapan Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Frekuensi makan akan menentukan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan menentukan tingkat kecukupan gizi. Kebiasaan makan akan mempengaruhi pilihan terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Apabila hal ini terjadi dan berlangsung dalam waktu lama maka dapat membentuk pola konsumsi pangan suatu individu atau masyarakat. Kebiasaan makan yang salah dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dalam hal ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Apabila zat-zat gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya maka dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989). Data sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari, frekuensi sarapan dan status anemia disajikan dalam Tabel 11 berikut ini.
27 Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari, frekuensi sarapan dan status anemia Anemia n %
Normal n %
n
%
1 10 14 0
4 40 56 0
1 19 7 0
3.7 70.4 25.9 0
2 29 21 0
3.8 55.8 40.4 0.0
Total Frekuensi sarapan pagi Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering (4-6kali/minggu) Selalu (7 kali/minggu)
25
100
27
100
52
100
0 15 7 3
0 60 28 12
0 11 7 9
0 40.7 25.9 33.3
0 26 14 12
0 50 26.9 23.1
Total
25
100
27
100
52
100
Frekuensi Frekuensi makan sehari 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali
Total
p 0.24
0.27
Berdasarkan Tabel 11 sebaran kebiasaan frekuensi makan sehari didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia (56%) sebagian besar memiliki frekuensi makan yaitu 3 kali dalam sehari dan pada kelompok siswa normal (70.4%) sebagian besar siswa memiliki frekuensi makan yaitu 2 kali dalam sehari demikian pula untuk kebiasaan sarapan baik kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok siswa normal (40.7%) melakukan sarapan dengan kategori jarang (<4kali/minggu). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi makan sehari dan kebiasaan sarapan siswa pada kedua kelompok siswa. Kebiasaan sarapan pada kedua kelompok rata-rata sebagian besar jenis pangan yang biasa mereka konsumsi yaitu nasi uduk dan mie instan sedangkan untuk kebiasaan makan sehari sebagian besar kelompok siswa anemia dan normal tergolong kurang bergizi, beragam dan berimbang. Seseorang sebaiknya makan utama beberapa kali dalam sehari. Secara kuantitas dan kualitas akan sulit untuk memenuhi kebutuhan zat gizi apabila hanya dari satu atau dua kali makan dalam sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Hal inilah yang menyebabkan makan dilakukan beberapa kali sehari termasuk makan pagi (Khomsan 2002). Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Konsumsi yang beraneka ragam relatif akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur bagi anak.Kebiasaan sarapan memiliki arti penting dalam hal penyediaan energi untuk menunjang aktivitas di pagi hari sampai tiba saatnya waktu makan selanjutnya karena melakukan sarapan dapat menunjang 25% dari total kebutuhan energi harian (Khomsan 2002). Kebiasaan Mengkonsumsi Pangan Hewani dan Turunannya Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. Konsumsi pangan yang cukup dapat membuat keadaan kesehatan
28
seseorang menjadi lebih baik. Anak-anak dalam kehidupannya sangat aktif dan sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat sehingga harus mendapatkan makanan yang bergizi. Data sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan hewani dan turunannya serta status anemia disajikan dalam Tabel 12 berikut ini. Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan hewani dan turunannya serta status anemia Frekuensi
Anemia n % Frekuensi konsumsi daging berwarna merah
n
Normal %
Total n
Tidak pernah 19 76 20 74.1 39 Jarang (<4kali/minggu) 6 24 7 25.9 13 Sering (4-6 kali/minggu) 0 0 0 0 0 Selalu (7kali/minggu) 0 0 0 0 0 Total 25 100 27 100 52 Frekuensi konsumsi daging berwarna putih (daging ayam, daging burung) Tidak Pernah 14 56 7 25.9 21 Jarang (<4kali/minggu) 8 32 16 59.3 24 Sering(4-6 kali/minggu) 2 8 3 11.1 5 Selalu (7kali/minggu) 1 4 1 3.7 2 Total 25 100 27 100 52 Frekuensi konsumsi telur Tidak pernah 0 0 1 3.7 1 Jarang (<4kali/minggu) 14 56 17 63.0 31 Sering(4-6 kali/minggu) 9 36 7 25.9 16 Selalu (7kali/minggu) 2 8 2 7.4 4 Total 25 100 27 100 52 Frekuensi konsumsi ikan segar Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering(4-6 kali/minggu) Selalu (7kali/minggu) Total Frekuensi konsumsi susu Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering(4-6 kali/minggu) Selalu (7kali/minggu) Total
%
p
75 25 0 0 100
0.43
40.4 46.2 9.6 3.8 100
0.04
1.9 59.6 30.8 7.7 100
0.7
2 20 3 0 25
8 80 12 0 100
2 13 10 2 27
7.4 48.1 37.0 7.4 100
4 33 13 2 52
7.7 63.5 25.0 3.8 100
0.16
4 14 5 2 25
16 56 20 8 100
4 20 2 1 27
14.8 74.1 7.4 3.7 100
8 34 7 3 52
15.4 65.4 13.5 5.8 100
0.87
Berdasarkan Tabel 12 sebaran kebiasaan konsumsi pangan hewani didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia sebagian besar baik frekuensi konsumsi daging berwarna merah (76%) maupun konsumsi daging putih (56%) seperti daging ayam dan burung menyatakan bahwa meraka tidak pernah mengkonsumsinya selama satu minggu, frekuensi konsumsi telur (56%) maupun ikan segar (80%) memiliki frekuensi makan dalam kategori jarang. Konsumsi pangan daging merah pada kedua kelompok menyatakan tidak pernah dalam seminggu dikarenakan, sebagian besar konsumsi daging merah hanya pada saat perayaan-perayaan besar tertentu seperti idul firi dan idul adha. Kelompok siswa normal sebagian besar frekuensi konsumsi daging berwarna merah (74.1%) menyatakan tidak pernah demikian pula untuk daging berwarna putih (59.3%), telur (63%) dan ikan segar (48.1%) memiliki frekuensi
29 makan dalam kategori jarang (<4kali/minggu). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil konsumsi daging berwarna merah, konsumsi telur, dan konsumsi ikan segar memiliki nilai p>0.05, hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi pangan sumber hewani yang meliputi daging berwarna merah, telur dan ikan terhadap kedua kelompok, sedangkan berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil untuk frekuensi daging putih atau unggas (daging ayam dan daging burung) berbeda signifikan antara kelompok siswa anemia dengan normal dengan nilai p<0.05. Berdasarkan hasil sebaran kebiasaan konsumsi susu, didapatkan hasil bahwa baik kelompok siswa anemia (56%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) jarang mengkonsumsi susu. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05 hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi susu siswa pada kedua kelompok. Jenis konsumsi susu yang dikonsumsi pada sebagian besar siswa yaitu susu kental manis (SKM). Kebiasaan Pangan Nabati Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan, karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Data sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan nabati dan status anemia disajikan dalam Tabel 13 berikut ini. Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan nabati dan status anemia Frekuensi Konsumsi Pangan Nabati Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering (4-6 kali/minggu) Selalu (7kali/minggu) Total
Anemia n %
n
1 17 6 1 25
0 17 9 1 27
4 68 24 4 100
Normal % 0.0 63.0 33.3 3.7 100
Total n
%
1 34 15 2 52
1.9 65.4 28.8 3.8 100
p 0.53
Berdasarkan Tabel 13 sebaran kebiasaan konsumsi pangan nabati, didapatkan hasil bahwa baik kelompok siswa anemia (68%) maupun kelompok siswa normal (63%) jarang mengkonsumsi pangan nabati. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi pangan nabati pada kedua kelompok. Pangan nabati yang sering dikonsumsi siswa baik siswa anemia maupun siswa normal yaitu tahu dan tempe. Kebiasaan konsumsi sayur dan buah Sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang mengandung vitamin dan mineral. Selain itu, di dalam sayuran hijau mengandung zat besi yang cukup Akan tetapi, beberapa jenis sayuran hijau juga memiliki kandungan asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti yang terdapat dalam bayam. Data sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur dan buah serta status anemia disajikan dalam Tabel 14 berikut ini.
30
Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur dan buah serta status anemia Anemia N % Frekuensi konsumsi sayur berwarna hijau Tidak pernah 2 8 Jarang (<4kali/minggu) 18 72 Sering(4-6 kali/minggu) 2 8 Selalu (7kali/minggu) 3 12 Total 25 100 Frekuensi konsumsi sayur berwarna putih Tidak pernah 2 8 Jarang (<4kali/minggu) 21 84 Sering (4-6 kali/minggu) 1 4 Selalu (7kali/minggu) 1 4 Total 25 100 Frekuensi konsumsi buah berwarna Tidak pernah 3 12 Jarang (<4kali/minggu) 19 76 Sering (4-6 kali/minggu) 2 8 Selalu (7kali/minggu) 1 4 Total 25 100 Frekuensi konsumsi buah tidak berwarna Frekuensi
Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering (4-6 kali/minggu) Selalu (7kali/minggu) Total
2 20 2 1 25
8 80 8 4 100
n
Normal %
Total n
%
p
1 21 4 1 27
3.7 77.8 14.8 3.7 100
3 39 6 4 52
5.8 75.0 11.5 7.7 100
0.77
4 20 3 0 27
14.8 74.1 11.1 0.0 100
8 41 4 1 52
15.4 78.8 7.7 1.9 100
0.96
2 23 2 0 27
7.4 85.2 7.4 0.0 100
9 6 5 7 27
5 42 4 1 100
0.77
0 26 0 1 27
0 96.3 0 3.7 100
2 46 2 2 52
3.8 88.5 3.8 3.8 100
0.96
Berdasarkan Tabel 14 sebaran siswa menurut konsumsi sayur dan buah didapatkan hasil bahwa sebagian besar konsumsi sayuran berwarna hijau baik kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (77.8%) tergolong pada kategori jarang demikian pula frekuensi konsumsi sayuran berwarna putih seperti kol dan kubis, sebagian besar kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) tergolong dalam kategori jarang. Adapun jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh siswa yaitu bayam, sop sedangkan buah yang sering dikonsumsi yaitu pisang, mangga dan jeruk. Konsumsi sayur yang rendah pada kedua kelompok salah satunya dikarenakan lingkungan rumah yang kering sehingga tidak dapat menanam sayuran dan akses ke pasar kurang memadai merupakan salah satu faktor rendahnya konsumsi sayuran pada kedua kelompok siswa. Konsumsi buah berwarna baik kelompok siswa anemia (76%) dan kelompok siswa normal (85.2%) pada kategori jarang demikian pula pada frekuensi konsumsi buah tidak berwarna baik kelompok siswa anemia (80%) maupun kelompok siswa normal (96.3%) tergolong pada kategori jarang. Sayur dan buah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi. Berdasarkan uji beda TTest didapatkan hasil nilai p>0.05, hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna putih, buah berwarna dan buah tidak berwarna pada kedua kelompok. Riskesdas (2007), menyatakan bahwa prevalensi nasional didapatkan bahwa prevalensi kurang makan sayur dan buah pada penduduk umur >10 tahun sebesar 93.6%.
31 Kebiasaan konsumsi Teh Raspati (2010) menyatakan bahwa makanan selain memiliki zat yang membantu peningkatan penyerapan zat besi terdapat pula zat yang menghambat penyerapan zat besi. Jenis makanan yang mengandung asam tanin (terdapat dalam teh dan kopi) akan mengurangi penyerapan zat besi. Zat besi dengan senyawa tersebut akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus. Kebiasaan konsumsi teh pada siswa SD. Data sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi the dan status anemia disajikan dalam Tabel 15 berikut ini. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan kebiasaan konsumsi teh dan status anemia Frekuensi Frekuensi konsumsi teh Tidak pernah Jarang (<4kali/minggu) Sering (4-6 kali/minggu) Selalu (7kali/minggu) Total
Anemia n %
n
1 11 12 1 25
0 14 9 4 27
4 44 48 4 100
Normal % 0 51.9 33.3 14.8 100
Total n
%
1 25 21 5 52
1.9 48.1 40.4 9.6 100
p 0.96
Berdasarkan Tabel 15 sebaran kebiasaan konsumsi teh menurut status anemia, dari data diperoleh sebagian besar baik kelompok siswa anemia (48%) frekuensi konsumsi teh dalam kategori sering sedangkan pada kelompok siswa normal (48.1%) konsumsi teh tergolong dalam kategori jarang. Berdasarkan uji Ttest didapatkan nilai p>0.05, itu berarti bahwa konsumsi teh pada kelompok anemia dan normal tidak berbeda signifikan. Konsumsi teh yang dikonsumsi berasal dari jajanan minuman teh dingin yang biasa dikonsumsi disekolah. Ratarata konsumsi jajanan teh pada kedua kelompok yaitu 1 gelas per hari atau 200 ml teh. Jenis makanan yang mengandung asam tanin (terdapat dalam teh dan kopi), kalsium, fitat, polifenol, oksalat, fosfat dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi. Zat besi dengan senyawa tersebut akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus. Tanin dalam teh dapat menghambat penyerapan zat besi pada waktu makan sebesar 70% (Raspati 2010)
Asupan Energi dan Zat Gizi Konsumsi pangan diukur menggunakan metode recall 2x24 jam, kemudian data tersebut diolah dan dikategorikan menurut tingkat kecukupan zatgizi. Jenis zat gizi yang dianalisa meliputi berberapa zat gizi makro yaitu energi dan protein sedangkan zat gizi mikro yaitu kalsium, besi, Vit A, Vit B dan Vit C. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengatur suhu tubuh dan kegiatan fisik (Sinaga et al 2012). Menurut Widyakarya Naional pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menetapkan kecukupan energi anak usia 10-12 tahun sebesar 2050 kkal. Data sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi dan status anemia disajikan dalam Tabel 16 berikut ini.
32
Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi dan status anemia Zat Gizi Energi Defisit Tingkat Berat Defisit Tingkat Sedang Defisit Tingkat Ringan Cukup Lebih Total Protein Defisit Tingkat Berat Defisit Tingkat Sedang Defisit Tingkat Ringan Cukup Lebih Total Kalsium Cukup Kurang Total Besi Cukup Kurang Total VitA Cukup Kurang Total VitB Cukup Kurang Total VitC Cukup Kurang Total
Anemia N %
Normal n %
n
Total %
17 6 1 1 0 25
68 24 4 4 0 100
15 4 5 3 0 27
55.5 14.8 18.5 11.1 0.0 100
32 10 6 4 0 52
61.5 19.2 11.5 7.7 0.0 100
7 2 3 7 6 25
28 8 12 28 24 100
5 3 4 8 7 27
18.5 11.1 14.8 29.6 25.9 100
12 5 7 15 13 52
23.0 9.6 13.4 28.8 25 100
2 23 25
8 92 100
2 25 27
7.4 92.6 100
4 48 52
7.7 92.3 100
12 13 25
48 52 100
15 12 27
55.6 44.4 100
27 25 52
51.9 49.1 100
25 0 25
100 0 100
27 0 27
100 0 100
52 0 52
100 0.0 100
2 23 25
8 92 100
1 26 27
3.7 96.3 100
3 49 52
5.8 94.2 100
8 17 25
32 68 100
4 23 27
14.8 85.2 100
12 40 52
23.1 76.9 100
Berdasarkan Tabel 16 diperoleh hasil bahwa baik kelompok siswa anemia (68%) maupun kelompok siswa normal (70.4%) sebagian besar mengalami defisit tingkat berat untuk asupan energi. Tingkat kecukupan protein kelompok siswa anemia (28%) sebagian besar siswa yang mengalami defisit tingkat berat dan cukup (28%) kategori cukup, sedangkan kelompok siswa normal (29.6%). Zat-zat gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas (Almatsier 2002). Tingkat kecukupan kalsium baik kelompok siswa anemia (92%) maupun kelompok siswa normal (92.6%) berada dalam kategori kurang demikian pula pada tingkat kecukupan zat besi kelompok siswa anemia (52%) kategori kurang tetapi kelompok siswa normal (55.6%) dalam kategori cukup. Zat gizi mikro lainnya yang diteliti yaitu vitamin A, vitamin B, vitamin C .Pada kelompok siswa anemia (100%) maupun kelompok siswa normal (100%) diperoleh bahwa pada tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup
33 sedangkan tingkat kecukupan vitamin B kedua kelompok siswa dalam kategori kurang demikian pula pada tingkat kecukupan vitamin C. Zat-zat gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas (Almatsier 2002). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Semua kelangsungan hidup sel sangat berhubungan dengan zat gizi protein. Nama protein berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya yang pertama atau yang terpenting. Fungsi protein didalam tubuh sangat erat hubungannya dengan hayati hidup sel selalu bersangkutan dengan fungsi protein (Sediaoetama 2000). Data sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia disajikan dalam tabel 17 berikut ini Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia Jenis Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Kalsium Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C
Anemia Rata-rata±Sd 1067.0±155.8 42.5±27 262±250.2 7.2±4.18 1057.5±427.5 1.45±46.75 30.5±38.8
Normal Rata-rata±Sd 1084.7±196.1 51.5±52.2 223.6±253.5 10.3±7.53 883.5±326.9 1.49±7.08 20.9±31.0
Berdasarkan Tabel 17 hasil recall konsumsi 2 x 24 jam, diketahui bahwa asupan energi rata-rata pada kelompok anemia yaitu 1067.0±155.8 lebih kecil dibandingkan rata-rata asupan energi pada kelompok normal yaitu 1084.0±196.1, sedangkan rata-rata asupan protein pada kelompok anemia sebesar 42.5±27 lebih kecil dibandingkan asupan protein rata-rata pada kelompok siswa normal yaitu sebesar 51.5±52.2. Rata-rata asupan zat micro seperti Fe asupan kelompok siswa normal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa anemia, tetapi untuk asupan kalsium, Vit A dan Vit C, rata-rata asupan lebih tinggi pada kelompok siswa anemia dibandingkan dengan siswa normal. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan cara pengukuran kecerdasan kognitif secara tidak langsung. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Penilaian prestasi belajar yang dilakukan di sekolah adalah dengan melihat hasil evaluasi belajar siswa. Menurut Rina (2008) dalam Masruroh (2011) menyatakan bahwa prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Data sebaran siswa berdasarkan uji statistika disajikan dalam Tabel 18 berikut ini.
34
Tabel 18 Sebaran siswa berdasarkan uji statistika nilai Uji Rata-rata Stdev Min Max
B.Indonesia 57.3 7.4 40 70
Matematika 50.2 9.5 30 75
IPA 61.4 11.0 40 90
IPS 60.7 6.5 50 75
Berdasarkan Tabel 18 sebaran nilai UAS (ujian akhir semester) yang dilakukan pada bulan september 2012, didapatkan hasil yaitu nilai rata-rata terendah yaitu pada mata pelajaran matematika dengan nilai yaitu sebesar 50.2 hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran matematika masih sulit dimengerti oleh siswa dibandingkan mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, IPA dan IPS. Data sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia disajikan dalam Tabel 19 berikut ini. Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia Mata pelajaran
Anemia rata-rata±Sd 60.3±6.21 52.6±8.16 61.12±10.4 63.4±5.96
Indonesia Matematika IPA IPS
Normal rata-rata±Sd 61.3±8.4 54.8±10.5 66.2±10.7 63.5±7.4
Berdasarkan Tabel 19 didapatkan hasil bahwa pada kedua kelompok anemia memiliki nilai rata-rata terbesar yaitu pada mata pelajaran IPA dan IPS, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPA dan IPS lebih mudah dimengerti oleh siswa. Rata-rata nilai kelompok anemia lebih rendah dibandingkan dengan nilai kelompok normal pada keempat mata pelajaran yang diuji. Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4 kategori yaitu, kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80. Data sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia disajikan dalam Tabel 20 berikut ini. Tabel 20 Sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia Kategori prestasi belajar
Anemia
Normal
Total
n
%
n
%
n
%
Kurang Cukup Baik sangat baik
18 6 1 0
72 24 4 0
17 9 1 0
63.0 33.3 3.7 0.0
35 15 2 0
67.3 28.8 3.8 0.0
Total
25
100
27
100.0
52
100.0
p 0.43
Berdasarkan Tabel 20 sebaran tingkat prestasi belajar menurut status anemia didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (63%) mempunyai prestasi belajar dalam kategori kurang Berdasarkan uji beda T-Test diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat pengetahuan pada kedua kelompok dengan nilai p>0.05. Menurut Almatsier (2004), akibat yang paling jelas terlihat dari anemia gizi besi pada anak sekolah adalah menurunnya kemampuan berfikir (konsentrasi dan kecerdasan berkurang) dan terganggunya aktivitas fisik
35 karena kondisi badan yang mudah lelah. Selain itu, anemia gizi besi dapat mengganggu respons sistem kekebalan, terutama sel limfosit-T sehingga mempermudah terserang penyakit infeksi (Almatsier 2004).
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi (Hoeger & Hoeger 2005 dalam Astina 2012). Aktivitas fisik dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), yaitu aktivitas sangat ringan, aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat. Data sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia disajikan dalam Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia Anemia n % 7 28 16 64 1 4 1 4 0 0 25 100
Jenis Aktivitas Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat Total
n 10 15 2 0 0 27
Normal % 37.0 55.6 7.4 0 0 100
n 17 31 3 1 0 52
Total % 32.7 59.6 5.8 1.9 0 100
p 0.62
Bedasarkan Tabel 21 sebaran aktivitas fisik menurut status anemia, didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun kelompok siswa normal (55.6%) aktivitas fisik dalam kategori ringan. Berdasarkan uji T-test didapatkan nilai p >0.05, hal tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan terhadap aktivitas fisik pada kedua kelompok. Anak usia sekolah sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat, dan bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktifitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang (Depkes, 2003). Data sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu siswa dan status anemia disajikan dalam Tabel 22 berikut ini. Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu dan status anemia No
Kegiatan
1 2
Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah,berhias Makan dan minum Jalan bolak-balik kesekolah Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Belajar (Sekolah dan Pengajian) Berjalan-jalan (Main dan menjaga adik) Olahraga Olahraga (sepak bola, dan lain-lain)
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Anemia Rata-rata±Sd (Menit) 458 ± 56 89 ± 56
Normal Rata-rata±Sd (Menit) 432 ± 73 107 ± 73
109 ± 64 28± 71 28 ± 15 121 ± 47 41± 32 409 ± 110 60 ± 56 28 ± 4 50 ± 23
105 ± 67 30 ± 72 25 ± 10 114 ± 53 84 ± 76 395 ± 98 53 ± 32 38 ± 19 51 ± 23
36
Berdasarkan Tabel 22 rata-rata alokasi waktu aktivitas siswa selama 24 jam berdasarkan status anemia siswa didapatkan hasil bahwa rata-rata kegiatan terlama siswa yang mengalami anemia dan normal dilakukan untuk tidur yaitu tidur dimalam hari dan siang hari, untuk siswa anemia (458.4 ± 56) dan siswa normal (432 ± 73) dan alokasi waktu yang dilakukan terlama selain tidur yaitu baik kelompok siswa anemia (409 ± 110) maupun kelompok siswa normal (395 ± 98), rata-rata alokasi waktu mereka dilakukan untuk duduk didepan meja dan menulis, pada kedua kelompok ini mengatakan bahwa rata-rata waktu mereka dilakukan untuk belajar disekolah dan mengikuti pengajian diluar sekolah.
Hubungan pengetahuan gizi, konsumsi sumber zat besi, prestasi belajar dan aktivitas fisik dengan status anemia Hasil uji kolerasi spearman yang telah dilakukan, tidak ada hubungan nyata antara pengetahuan gizi dengan status anemia. Sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan gizi tidak berhubungan signifikan dengan status anemia dengan nilai p>0.05. Menurut Nasoetion dan khomsan (1995), menyatakan individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan pangan. Hubungan antara pangan sumber zat besi terhadap status anemia, berdasarkan uji spearman didapatkan hasil bahwa konsumsi pangan sumber zat besi daging merah terhadap status anemia tidak berhubungan signifikan dengan nilai p>0.05 sedangkan konsumsi pangan sumber zat besi daging putih terhadap status anemia berhubungan signifikan dengan nilai p <0.05. Hasil uji kolerasi pearson yang telah dilakukan bahwa prestasi belajar tidak ada hubungan signifikan dengan status anemia dengan nilai p>0.05. Hal ini berbeda dengan penelitian Sinaga (2005), yang menyatakan bahwa status anemia berhubungan dengan prestasi belajar. Sedangkan berdasarkan hasil uji kolerasi spearman yang dilakukan bahwa aktivitas fisik tidak ada hubungan signifikan dengan status anemia dengan nilai p>0.05.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengatahui pengaruh antara dua atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Persamaan regresi linear pada penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel independen seperti pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi berpengaruh terhadap status anemia yang dilihat dari kadar hemoglobin darah siswa, berikut ini adalah Persamaan 1 regresi linear Y1 : a+ b1X1+ b2X2 Y1 : 10.036 + 0.011 X1 +0.034 X2 Keterangan : Y1: Status anemia siswa (kadar Hb) X1 : Skor pengetahuan gizi siswa
37 X2 : Konsumsi pangan sumber zat besi Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa skor pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh signifikan terhadap status anemia dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh terhadap status anemia, kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.004 atau 0.4%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel independen (pengetahuan gizi dan konsumsi pangan sumber zat besi) terhadap variabel dependen (status anemia (Hb)) sebesar 0.4%. Persamaan II regresi linear bertujuan untuk menguji apakah variabel independen seperti status anemia (Hb) dan konsumsi pangan sumber zat besi berpengaruh terhadap aktivitas fisik siswa, berikut ini adalah Persamaan II regresi linear Y2 : a+ b1X1+ b2X2 Y2 : 1.143 + 0.029 X1 +0.00 X2 Keterangan : Y2: Aktivitas Fisik X1 : Status anemia siswa (kadar Hb) X2 : Konsumsi pangan sumber zat besi Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas fisik dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh terhadap status anemia, kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.009 atau 0.9%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel independen (status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi) terhadap variabel dependen (aktivitas fisik) sebesar 0.9%. Persamaan III regresi linear bertujuan untuk menguji apakah variabel independen seperti aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, berikut ini adalah Persamaan III regresi linear Y3 : a+ b1X1+ b2X2+ b3X3 Y3 : 42.247 + 2.068 X1 + 0.814 X2 + 0.097 X3 Keterangan : Y3: Prestasi Belajar X1 : Aktivitas Fisik X2 : Status anemia siswa (kadar Hb) X3 : Konsumsi pangan sumber zat besi Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar dengan p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar, kemudian dilakukan analisis determinasi yang bertujuan untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
38
variabel dependen, berdasarkan hasil uji didapatkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.021 atau 2.1%. Hal ini menunjukan bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel independen (aktivitas fisik, status anemia dan konsumsi pangan sumber zat besi) terhadap variabel dependen (prestasi belajar) sebesar 2.1%. Berdasarkan hasil dari ketiga persama regresi tersebut diketahui bahwa semua faktor-faktor variabel independen yang diuji tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yang diuji.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Sebanyak 25 siswa (48.08%) mengalami anemia dengan persentase 48.08%, dan sebanyak 27 orang (51.92%) dengan status normal. Usia berkisar antara 9 sampai 12 tahun, terdiri dari 25 siswa perempuan (48.1%) dan 27 siswa laki laki (5.19%), sebagian besar kelompok siswa anemia mempunyai uang saku minimal yang diberikan orang tua yaitu sebesar Rp. 1000 dengan rata-rata uang saku sebesar Rp.1920±942.9 pada kelompok siswa normal, uang saku minimal yang diberikan orang tua yaitu sebesar Rp. 1000 dengan rata-rata jumlah uang saku sebesar Rp. 1740.7±891.9. Tingkat pendidikan ayah pada kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok siswa normal (77.8%) pada tingkatan SD. Demikian pula tingkat pendidikan ibu baik kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) pada tingkatan SD. Pekerjaan ayah baik kelompok anemia (64%) maupun kelompok siswa normal (63%) bekerja sebagai buruh bangunan. Pekerjaan ibu pada kedua kelompok sebagian besar sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan pendapatan perkapita keluarga baik kelompok siswa anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (85.2%) dikategorikan sebagai keluarga miskin. Tingkat pengetahuan gizi siswa berada pada kategori kurang sebesar (80.8%) dan tidak ada seorangpun siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi dalam kategori baik. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05 hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara status anemia terhadap pengetahuan gizi siswa. Berdasarkan nilai kedua kelompok memiliki nilai rata-rata terbesar yaitu pada mata pelajaran IPA dan IPS, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPA dan IPS lebih mudah dimengerti oleh siswa. Hasil uji kolerasi pearson yang telah dilakukan bahwa prestasi belajar tidak ada hubungan nyata dengan status anemia Aktivitas fisik, pada kelompok anemia sebagian besar (64%) aktivitas fisik dalam kategori ringan, demikian pula kelompok normal sebagian besar(55.6%) tergolong pada aktivitas ringan. Hasil uji korelasi spearman yang telah dilakukan bahwa aktivitas fisik tidak ada hubungan nyata dengan status anemia. Hasil uji regresi linear berganda menunjukan bahwa semua variabel independen yang diuji tidak berepengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
39 Saran Status anemia pada sekolah dasar sebaiknya lebih diperhatikan karena pada penelitian ini masih terdapat 48.08% siswa anemia,sehingga disarankan penggunaan suplementasi zat besi untuk menanggulai anemia, diberikan pendidikan gizi khusunya tentang jajanan pangan, pengetahuan anemia dan pencegahannya. Untuk penelitian lanjutan faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar sebaiknya diteliti seperti motivasi belajar siswa dan pola belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan N, Madanijah S, & Zulaikhah. 2009. Laporan Penelitian: Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI, Bogor Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. . 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Arisman MB. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Kedokteran FGC. Arisman. 2007. Gizi dalamDaur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC. BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Perkapita. www.bps.go.id. [13 Oktober 2012]. Depkes. 1998a. Informasi Tentang Anemia Gizi dan tablet Tambah darah untuk Calon Pengantin wanita. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Depkes, 1996. Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gzi di Indonesia. Jakarta, Depkes RI [Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta. Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id [13 September 2012]. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id [06 Desember 2012]
Ernst et al. 1998. Iron status, menarche, calcium supplementation in adolescent girls. Am J Clin Nutr 68:880-7. Florence TM, Setright RT. 1994. The handbook of preventive medicine (a complete guide to diet, dietary supplements and lifestyle faktors in the prevention of disease). newYork: Kingsclear Books. Gibney, Michael J. et all. Gizi Kesehatan Masyarakat. Gibney, Penerjemah, Andry Hartono. Jakarta: EGC, 2005
40
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment 2nd edition. USA:Oxford University Press. Gunarsa, S.A & Y.S.A Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis, anak, Remaja, dan keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta Hardinsyah. 2004. Manfaat dan Kiat Memilih. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nuansa Pangan Gizi Keluarga VI. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah & Martianto D. 1989. Menaksir Kebutuhan Energi dan Protein serta Penilaian Menu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wisari Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga Husain MA, Husain YK. 1989. Study Nutritional Anemia and Assessment of Information Compilation for Supporting and Formulating National Policy and Program. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Bogor: Depkes RI & Puslitbang Gizi. Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi.1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kotamadya Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan (15);21-28.Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Karyadi D, Muhilal. 1995. Angka kecukupan ghizi yang dianjurkan. Jakarta: Gramedia. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi.Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Khomsan A. 2002. Studi evaluasi PMT-AS terhadap kesehatan dan status gizi anak. Media Gizi dan Keluarga. XXIV 1, 103-107 Lucas BL. 2004. Nutrition in Childhood. Di dalam : LK, Escott-Stump E. Krause:Food, Nutrition and Diet\ Moehji, Sjahmien. 2007. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Muhilal & S. Saidin. 1980 ketelitian hasil penetuan Hemoglobin dengan cara sianmethoglobin, cara sahli dan Sianmethoglobin tidak langsung. Penelitian Gizi dan Makanan Jilid 4. Depkes RI, Jakarta. Muhilal, F. Jalal & Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Dalam Widya Karya Pangan dan Gizi VI. LIPI, Jakarta. Munandar, Abdul Haris. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Purwakarta Tahun 2004. Depok : Skripsi FKM UI, 2005. [NAAC] National Anemia Action Council. 2002. Anemia Hidden Epidemic. Los Angeles: NAAC. Nasoetion A, Riyadi H.1994. Gizi Terapan. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Nasoetion A, Riyadi H. 1996. Gizi Terapan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Riyadi H. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka Sanjur, D. 1982. Social and cultural perspective in nutrition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.
41 ______________ . 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Sinaga, E. 2005. Hubungan antara kadar Hb dengan prestasi belajar pada murid SD Negeri kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. Vol. 1, No.2 Edisi Desember 2005. Sinaga T, et al. 2012. Dampak Menu Sepinggan Terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi serta Zat Gizi lain pada Siswa SD. Jurnal Gizi dan Pangan, 7(1),27-34. Sjostrom M, Ekelund U, Yngve A. 2008. Assessment of Physical Activity. Di dalam: Gibney MJ, Magetts BM, Kearney JM, Arab L, editor. Public Health Nutrition. Oxford: Blackwell Publishing. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soewondo S, Husaini M & Pollitt E. 1989. Effect of Iron Deficiency on Attention and Learning Processes in School Children: Bandung, Indonesia. Am J Clin Nutr, 50, 667-74. Spear B. 2004. Nutrition in Adolescence. Di dalam: Mahan LK & Stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 11th edition. USA: Elsevier. Stopler. 2004. Medical Nutrition Therapy for Anemia. Di dalam: Mahan LK & Stump SE, editor. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy 11th edition. USA: Elsevier. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. _______ . 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sukandar, D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Syafiq, A et al. 2005. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syah M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru .PT Remaja Prima Karya. Bandung Thanthowi. 1991. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Winkel W .S. 1991. Psikologi Pengajaran. Grasindo. Jakarta [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta: LIP
42
Lampiran 1. Uji Hubungan antar variabel a. Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Hewani dengan Status Anemia Uji
Variabel Daging berwarna Merah Daging berwarna putih Ikan Telur
Spearman
Sig (2-tailed) 0.33 0.019 0.205 0.717
b. Hasil hubungan aktivitas fisik dan prestasi belajar dengan Status Anemia Uji
Variabel Aktivitas fisik Prestasi Belajar
Spearman Pearson
Sig (2-tailed) 0.63 0.22
c. Hasil regresi linear berganda pengaruh pengetahuan gizi dan konsumsi pangan terhadap status anemia Variabel Konstanta Pengetahuan Gizi Kebiasaan makan
B 10.036 0.011 0.034
Beta 0.117 0.164
T 9.989 0.836 1.192
p 0.000 0.407 0.239
d. Hasil regresi linear berganda pengaruh status anemia dan konsumsi pangan terhadap aktivitas fisik Variabel Konstanta Status Anemia Kebiasaan Makan
e.
B 1.143 0.029 0.000
Beta 0.220 -0.004
T 5.117 1.553 -0.031
p 0.000 0.127 0.975
Hasil regresi linear berganda pengaruh aktivitas fisik, status anemia, konsumsi pangan terhadap prestasi belajar
Variabel Konstanta Aktivitas fisik Status anemia Kebiasaan makan
B 42.247 2.068 0.814 0.0097
Beta 0.049 0.148 0.985
T 3.572 0.339 1.004 0.519
p 0.000 0.736 0.320 0.557
43 Lampiran 2 Kuisioner Penelitian KODE:
KUESIONER PENELITIAN DI SDN PASANGGRAHAN 11 KABUPATEN PURWAKARTA
Nama Responden SD/MI Enumerator Tanggal Wawancara
: ………………………………………………… : SDN Pasanggrahan II Purwakarta : …………………………………………………. : …………………………………………………..
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
44
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Karakteristik Responden A. Anak Sekolah Nama siswa : …………………………………………………………. Kelas : ………………………………………………………..... Umur/ TTL : ………………………………………………………..... Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Anak ke: …….. dari …….. bersaudara Kadar Hb : …….. mg/dL Besar uang saku : …………/hari Alokasi uang saku: Jajan makanan/minuman : Rp…….. Membeli peralatan sekolah : Rp…….. Transportasi : Rp…….. Menabung : Rp…….. Lainnya, sebutkan : Rp…….. B. Keluarga
No.
Nama
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Pendidikan terakhir
Utama
Pekerjaan Tambahan
1. 2. 3. 4. 5.
Jenis kelamin: Pekerjaan: Perempuan (P) atau laki-laki Tidak bekerja/ibu rumah (L) tangga Pendidikan: Petani Tidak sekolah Buruh bangunan SD Guru, ABRI, polisi, PNS SMP Wiraswasta SMA Pembantu rumah tangga Perguruan Tinggi Wirausaha (pedagang, Lainnya (supir, ojek, ....)
45 Nama : …………… Kelas : …………… Tanggal : …………… A. Pengetahuan Gizi Berikan tanda (x) pada jawaban yang paling benar 1. Makanan bergizi adalah a. Makanan yang menyenangkan b. Makanan yang menyehatkan c. Makanan yang member tenaga d. Makanan yang tidak bersih 2. Tubuh yang terpenuhi zat gizinya akan a. Kuat dan pintar b. cerdas dan pintar c. sehat dan aktif d. sehat dan kuat 3. Makanan sumber vitamin dan mineral adalah a. Ayam c. susu d. nasi b. Sayur dan buah 4. Makanan sumber karbohidrat adalah a. roti c. apel b. ayam d. tempe 5. Makanan sumber karbohidrat adalah a. roti c. apel b. mentega d. tempe 6. Makanan sumber protein hewani adalah a. roti c. apel d. tempe b. ayam 7. Makanan sumber protein nabati adalah a. roti c. apel c. ayam d. tempe 8. Makanan sumber vitamin A adalah a. tahu c. nasi b. wortel d. ikan 9. Makanan yang sehat adalah a. makanan yang mengandung gizi yang cukup dan hygiene b. makanan yang mudah didapat dan pengolahannya praktis c. makanan yang mahal dan enak d. makanan yang sudah basi 10. Contoh makanan yang seimbang adalah a. makanan yang banyak mengandung karbohidrat b. makanan yang banyak mengandung protein c. makanan yang berimbang antar zat gizi d. makanan yang banyak mengandung lemak 11. Makanan jajanan yang mengandung sumber karbohidrat adalah a. biskuit b. bakso c. bubur kacang hijau d. buah papaya potong
46
12. Makanan jajanan yang mengandung sumber protein hewani a. bubur ayam b. chiki c. buah jeruk d. tahu goring 13. Makanan jajanan yang mengandung sumber protein nabati a. tahu goring b. lontong sayur c. bubur ayam d. buah papaya potong 14. Minuman yang paling baik untuk tubuh adalah a. jas jus c. teh kotak b. teh sistri d. air putih 15. Makanan jajanan adalah a. makanan yang dijual diwarung, dikemas untuk dinikmati b. makanan yang diual di kantin sekolah atau pedagang kaki lima c. makanan cemilan atau selingan yang dipersiapkan untuk dimakan langsung d. jawaban a, b dan c benar 16. Apakah itu anemia a. tidak tahu b. tekanan darah rendah c. darah tinggi d. rendahnya kadar Hb dalam darah dibawah kadar normal 17. Apa salah satu penyebab seseorang menderita anemia a. olah raga teratur b. sering makan sayuran hijau c. kurang aktifitas fisik d. kurang makanan kaya zat besi 18. Apakah tanda-tanda anemia a. cepat letih b. bersemangat c. tidak bisa konsentrasi belajar d. jawaban a dan c benar 19. Bagaimana cara mencegah seseorang agar tidak menderita anemia a. tidak tahu b. banyak mengkonsumsi makanan sumber protein hewani c. banyak konsumsi sayuran hijau d. banyak makan sayuran hijau dan sumber protein hewani 20. Makanan sumber zat besi, kecuali’ a. anggur b. hati sapi c. tempe d. kacang hijau 21. Menurut kamu apakah manfaat sarapan itu adalah…………………………………………………….. 22. (khusus wanita) apakah adik sudah datang bulan/haid/mentruasi…………….
47 Bila sudah, sejak kapan bulan/haid/menstruasi…………..
pertama
kali
datang
B. Kebiasaan makan 1. Berapa kali kamu makan dalam sehari? a. 1 kali c. 3 kali b. 2 kali d. 4 kali 2. Apakah kamu biasa sarapan pagi? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) d. Tidak pernah b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) 3. Apa yang paling sering kamu makan saat sarapan? (jika tidak pernah, jangan diisi) a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah b. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur c. Nasi dan lauk hewani d. Lainnya, sebutkan…………………………………………………………… 4. Berapa gelas kamu minum air putih dalam sehari…………………… 5. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur-sayuran a. Setiap hari b. 4-6 kali dalam seminggu c. 1-3 kali dalam seminggu d. Tidak pernah 6. Sebutkan jenis sayuran yang sering kamu konsumsi 7. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur berwarna hijau (kangkung, bayam,brokoli) Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 8. Apakah kamu biasa mengkonsumsi sayur berwarna putih (kol, sawi ptuih,lobak) Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 9. Apakah kamu biasa mengkonsumsi buah-buahan a. settiap hari b. 4-6 kali dalam seminggu c. 1-3 kali dalam seminggu d. Tidak pernah 10. Sebutkan jenis buah-buahan yang sering kamu konsumsi 11. Berapa sering kamu makan buah berwarna merah (apel dan rambutan)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 12. Berapa sering kamu makan buah berwarna kuning (jeruk)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 13. Berapa sering kamu makan daging berwarna merah (daging sapi, kambing dan kerbau)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah
48
14. Berapa sering kamu makan daging berwarna putih (daging ayam, daging burung, daging bebek)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 15. Berapa sering kamu makan telur? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 16. Berapa sering kamu makan ikan segar (ikan mas, mujair, nila, lele, bawal, gurame)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 17. Berapa sering kamu makan ikan asin? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 18. Berapa sering kamu makan protein nabati (tahu, tempe, kacangkacangan)? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 19. Apakah kamu suka minum susu? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 20. Jenis susu apakah yang biasa kamu minum? a. Susu kental manis c. Susu cair b. Susu bubuk d. Lainnya, sebutkan… 21. Apakah kamu sering miNum teh? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 22. Apakah kamu sering jajan? a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 23. berikut ini jenis makanan jajanan apa yang sering anda konsumsi a. mie ayam b. chiki c. bakso d. lainnya, sebutkan… 24. Apakah kamu biasa minum-minuman yang bersoda a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 25. Apakah kamu biasa minum-minuman yang bergula ( contoh : teh manis, susu, sirup) a. Selalu (7kali/minggu) c. Jarang (< 4 kali/minggu) b. Sering(≥ 4-6 kali/minggu) d. Tidak pernah 26. sebutkan jenis minuman yang sering kamu konsumsi……….. 27. Apakah kamu biasa mengkonsumsi suplemen a. ya b. tidak 28. Jika ya, sebutkan jenis suplemen apa saja dan alasannya
49 ……………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ………………………………………………………… 29. Apakah ada makanan yang dipantang? a. Ya b. Tidak Jika ya, sebutkan jenis makanannya apa saja… ……………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ………………………………………………………… Alasan mengapa makanan tersebut menjadi pantangan? ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
50
Konsumsi Pangan (Kuantitatif) Recall konsumsi pangan 2 x 24 jam (Hari Sekolah) : Nama Kelas : Tanggal : Waktu Menu Bahan pangan URT Berat (gram) Makan Pagi
Selingan1
Siang
Selingan 2
Malam
51
Nama Kelas Tanggal Waktu Makan Pagi
Selingan1
Siang
Selingan 2
Malam
Recall konsumsi pangan 2 x 24 jam (Hari Libur) : : : Menu Bahan pangan URT Berat (gram)
52
AKTIVITAS FISIK Nama
:
Kelas
:
Tanggal
: Lama Aktivitas (menit)
Waktu 24 Jam 04.00 (Pagi) 05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
53 Lama Aktivitas (menit)
Waktu 24 Jam 1.700
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
01.00
02.00
03.00
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
54
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 09 Desember 1989 di Bogor, anak dari pasangan Bapak Mansyur dan Ibu Rusmini. Penulis lulus sekolah dasar di SD Kebon Pedes 1 Bogor, setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 12 Bogor dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA plus YPHB Bogor jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2007 melalui jalur reguler di Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Diploma IPB. Penulis melakukan Praktek kerja lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Cibitung tahun 2010. Penulis Praktek Kerja Lapang di RSUD Cibinong pada tahun 2013. Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB pada tahun 2010. Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi anggota kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Kabupaten Brebes selama 2 bulan.