PENGARUH PEMBERIAN JENIS KUDAPAN TERHADAP DAYA INGAT SESAAT SISWA SDN 1 PASANGGRAHAN PURWAKARTA
MARIA KRISTINA OHOIWUTUN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukandalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasiyang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2012 Maria Kristina Ohoiwutun NIM I151100021
ABSTRACT MARIA KRISTINA OHOIWUTUN. The Effects of Snack Types Intervention Towards the Short Term Memory Capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta. Under direction of IKEU TANZIHA and DADANG SUKANDAR. The objective of this study is to analyze the effects of snack types intervention towards the short term memory capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan, Tegalwaru sub Distric, Purwakarta Distric. The research used experimental design with 24 students as experimental unit. Data collected are primary and secundary data namely: anemia status, health status, and short term memory. Covariant analysis was used to analyze effect of snack types towards short term memory. The results showed that most of students have good short term memory. There are no sgnificant differennce nutritional status, anemia status, among snack types group. Types of snack consumed had significant effect on short term memory capacity (p<0.05). The nugget fish snack had contributed the highest increase on short term memory capacity based on end-words method, which was quantified at 99.519 points. Key words: short term memory capacity, snack intervention.
RINGKASAN MARIA KRISTINA OHOIWUTUN. Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta.Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan DADANG SUKANDAR. Pada masyarakat dengan status ekonomi rendah apalagi di daerah terpencil, banyak anak sekolah menderita gizi kurang. Oleh karena itu pemberian kudapan pada anak sekolah merupakan kegiatan penting bagi peningkatan status gizi, status kesehatan dan kognitif, yang berdampak pada meningkatnya prestasi anak. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pemberian jenis kudapanterhadap daya ingat sesaat siswa SDN 1 Pasanggrahan di Kabupaten Purwakarta. Adapun tujuan khususnya adalah 1) formulasi kelompok jenis kudapan yang tinggi protein hewani dan nabati dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gr protein; 2) menganalisis asupan zat gizi, sarapan, jajan, status gizi,status anemia,dan status kesehatan pada kelompok jenis kudapan; 3) menganalisis hubungan asupan zat gizi,sarapan, jajan, status kesehatan,status gizi,dan status anemia dengan daya ingat sesaat siswa; dan 4) menganalisis pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang dibiayai oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nurani Dunia. Disain penelitian adalah eksperimen. Penelitian berlokasi di SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta, Kecamatan Tegal Waru, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012.Unit percobaan yang dipakai adalah siswa kelas 5 yang berjumlah 24 siswa.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner, pengukuran antropometri, pengukuran kadar hemoglobin dengan hemocue, dan pengukuran langsung daya ingat sesaat (DIS). Data sekunder diperoleh dari pihak sekolah. Data primer meliputi status gizi siswa (IMT/U), status anemia (kadar Hb), kesehatan, asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin B12, vitamin C, dan besi), kebiasaan sarapan dan jajan serta daya ingat sesaat siswa.Uji beda rata-rata digunakan untuk menganalisis perbedaan rata-rata skor daya ingat sesaat dari awal dan akhir. Uji Anova untuk melihat perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, status gizi, status anemia dan status kesehatan pada setiap kelompok jenis kudapan.Uji Korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan asupan zat gizi, status gizi, status anemia, status kesehatan, sarapan dan jajan dengan daya ingat sesaat. Analisis kovarian (ANCOVA) dan uji Duncan digunakan untuk melihat pengaruh pemberian jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bahan baku dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gram protein tertinggi diperoleh pada jenis kudapan nugget ikan yaitu sebesar 45.1% Rata-rata tingkat kecukupan Energi dan zat gizi dari siswa masuk pada kategori defisit berat dan kurang (<70% TKG), rata-rata tingkat kecukupan Energi, protein, Vitamin B12 dan besi masing-masing 62.3%, 68.0%, 74.0%, 59.7%, 15.5%, dan 28.2%.Sebagian besar siswa (75%) melakukan sarapan pagi, namun hanya 33.33% siswa yang membeli pangan jajanan disekolah.Sebagian besar siswa (58.33) dalam kondisi kurang sehat atau mengalami sakit dalam sebulan terakhir, sebanyak (70.83) dalam kondisi anemia, namun sebagian besar
siswa (70.83) mempunyai status gizi normal.Berdasarkan uji Anova, tidak terdapat perbedaan (p=0.719) kondisi anemia diantara kelompok jenis kudapan, juga tidak adanya perbedaan (p=0.958) status gizi pada setiap kelompok jenis kudapan. Sebagian besar siswa masuk pada kategori daya ingat baik. Rata-rata skor daya ingat sesaat siswa untuk kata awal, kata akhir masing-masing berkisar antara 3-6, sedangkan skor daya ingat sesaat untuk huruf awal dan huruf akhir masingmasing berkisar antara 22-39 dan 29-39.Terjadi penurunan DIS kata sebesar 0.05 point, dan terjadi peningkatan DIS huruf sebesar 2.67 point. Terdapat hubungan signifikan antara asupan protein terhadap huruf awal (p>0.1), vitamin A terhadap kata awal dan huruf akhir (p<0.1), dan vitamin B12 terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status anemia terhadap kata awal maupun kata akhir dan status kesehatan terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status kesehatan dengan daya ingat terhadap huruf akhir (p<0.05), dan terdapat hubungan signifikan antara jajan dengan daya ingat sesaat terhadap kata awal ( p<0.05). Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat kata akhir (p<0.05). Kudapan nugget ikan (B), putri noong+susu kedele (E), biskuit ikan+martabak tahu (A), panada ikan (C), dan getuk singkong+telur rebus (D) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Kudapan nugget ikan B) dan putri noong+susu kedele (E) memiliki penambahan daya ingat terhadap kata akhir tertinggi dan relatif sama, yaitu sebesar 93.750 poin dan 93.750 point. Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat huruf akhir. Kudapan nugget ikan (B), biskuit ikan+martabak tahu (A), getuk singkong+telur rebus (D), dan putri noong+susu kedele (E) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Jenis kudapan nugget ikan (B) memiliki penambahan daya ingat terhadap huruf akhir tertinggi yaitu sebesar 99.519 point. Kata Kunci: Jenis kudapan dan daya ingat sesaat.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGARUH PEMBERIAN JENIS KUDAPAN TERHADAP DAYA INGAT SESAAT SISWA SDN 1 PASANGGRAHAN PURWAKARTA
MARIA KRISTINA OHOIWUTUN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc
Halaman Pengesahan Judul Penelitian
: Pengaruh Pemberian Jenis KudapanTerhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta.
Nama Mahasiswa : Maria Kristina Ohoiwutun NRP
: I151100021
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Ketua
Prof.Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Gizi Masyarakat
drh. M. Rizal. M. Damanik, MRepSc, PhD
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 07 Nopember 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta” ini berhasil diselesaikan.Tesis ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tinggi kepada Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran serta senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk tetap tekun dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Di samping itu penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Yayasan Badan Amil Zakat Nasional dan Yayasan Nurani Dunia (Bapak Imam, Ibu Gita, dan Mbak Puji) yang telah mendanai penelitian penulis, serta Bapak Suar, Ibu Sari, dan Ibu Oom yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan makanan kudapan selama penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan juga untuk teman-teman seangkatan GMS 2010 (Mitha, Mbak Andiani, Dianti, Mbak Tress, Mbak Nadiyah, dan Mas Mury) atas kebersamaannya selama ini, adik-adik tim penelitian (Junda, Dea, Didik dan Destri) yang telah banyak membantu selama penelitian. Mbak Pera yang telah membantu penulis dalam menganalisis data. Ungkapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga disampaikan kepada yang tersayang Bapak Paulus, Mama Agustina, Bapak Sil dan Mama Wowo, Bapak Theo dan Mama Yo, Mama Dom, Mama Bon, kakak-kakak (Usi Megi, Bu Feri, Bapak M. Ngabalin dan Usi Mony, Bapak Rick dan Mbak Vivit, Bapa Leo dan Mbak Sri, Usi Itha, Usi Ina, Bu Leo), adik-adik (Ivo, Kori, Yong, Ivon, Edha, Vitha, Roy, Rona), dan yang tercinta untuk suamiku Alfred Elsoin dan anak-anak tersayang Olivia Inri Elsoin dan Yosep Manko Armando Elsoin yang telah memberikan izin, semangat, motivasi serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Terakhir penulis memohon maaf, apabila dalam penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, Nopember 2012
Maria Kristina Ohoiwutun
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Langgur Kabupaten Maluku Tenggara, pada tanggal 23 Mei 1978 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Paulus Ohoiwutun dan Ibu Agustina Ohoira. Masa pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kota Langgur. Pendidikan dasar diperoleh pada SD NK Mathias I Tual periode 1984 - 1990 dan dilanjutkan di SMP Budhi Mulia Langgur periode 1990 – 1993.Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 1996 dari SMU Sanata Karya Langgur. Kemudian di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan – Universitas Pattimura Ambon dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2003. Pada Tahun 2010 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar Magister Sains (S2) di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB, dengan beasiswa pendidikan BPPS. Setelah lulus S1, penulis bekerja di Politeknik Perikanan Negeri Tual sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan sampai sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang ................................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................................... Hipotesis ........................................................................................................
1 1 5 6 6
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
7
Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ................................ Pangan Hewani Sebagai Sumber Protein Ikan ............................................................................................................ Telur ........................................................................................................... Susu ............................................................................................................ Konsumsi Pangan Hewani ............................................................................... Pola Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia...................................... Pola Konsumsi ................................................................................................. Sarapan dan Jajan ............................................................................................. Status Kesehatan ............................................................................................. Status Gizi ........................................................................................................ Pengukuran dan Penilaian Status Gizi secara Antropometri .................... Status Anemia .................................................................................................. Tanda-tanda Anemia .................................................................................. Akibat Anemia ........................................................................................... Hemoglobin................................................................................................ Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi ............................................................. Daya Ingat ........................................................................................................ Pengukuran Daya Ingat .............................................................................. Hubungan Zat Gizi dan Daya Ingat ...........................................................
7 10 11 11 12 13 14 15 20 22 22 24 26 27 27 28 30 33 35
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 39 BAHAN DAN METODE ................................................................................ Disain, Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. Bahan, Alat dan Prosedur Intervensi................................................................ Formulasi Beberapa Jenis Kudapan ........................................................... Biskuit Ikan dan Marabak Tahu ................................................................. Nugget Ikan ................................................................................................ Panada Ikan ................................................................................................ Getuk Singkong dan Telur Rebus .............................................................. Putri Noong dan Susu Kedele .................................................................... Bubur Sumsum dan Tempe Goreng ........................................................... Penyelenggaraan Intervensi ............................................................................. Model Rancangan Percobaan ...........................................................................
41 41 43 43 43 45 46 47 48 50 51 52
Faktor ......................................................................................................... Taraf ........................................................................................................... Perlakuan.................................................................................................... Peubah Respon ........................................................................................... Pengacakan ................................................................................................ Penentuan Unit Percobaan ............................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................... Validitas dan Kualitas Data.............................................................................. Pengolahan dan Analisis Data.......................................................................... Keterbatasan Penelitian .................................................................................... Defenisi Opersional .........................................................................................
53 53 53 54 54 55 55 58 59 64 64
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ Gambaran Umum Sekolah Dasar..................................................................... Formulasi Kelompok Jenis Kudapan ............................................................... Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Siswa ............................................... Sarapan ............................................................................................................. Jajan .............................................................................................................. Status Gizi, Status Anemia dan Status Kesehatan .......................................... Status Gizi. ................................................................................................. Status Anemia ............................................................................................ Status Kesehatan ........................................................................................ Keragaan Daya Ingat Sesaat Siswa ................................................................. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi, Sarapan, Jajan, Status Kesehatan, Status Gizi, Status Anemia dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ..................................................................................................... Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ................................................................................................................ Sarapan dan Jajan dengan Daya Ingat Sesaat Siswa .................................. Status Kesehatan, Status Anemia dan Status Gizidengan Daya Ingat Sesaat Siswa ................................................................................................... Pengaruh Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa ......................... SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. Simpulan .................................................................................................... Saran ..........................................................................................................
67 67 68 72 78 79 80 80 81 82 82
84 84 90 92 96 105 105 106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 107 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 121
DAFTAR TABEL Halaman 1. Konsumsi Pangan Hewani Masyarakat Indonesia Tahun 2008 ................. 13 2. Standar Penentuan Kurus dan Berat Badan (BB) Lebih Menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin ............................................. 23 3. Batas Normal Kadar Hemoglobin ............................................................. 24 4. Aspek, Peubah dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ........................... 58 5. Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ................................. 61 6. Penentuan Variabel Penelitian .................................................................. 63 7. Kandungan Energi dan Protein Berbagai Jenis Kudapan .......................... 69 8. Formulasi Bahan Baku dengan Persentase Berbagai Jenis Kudapan……
69
9. Rata-Rata, StandarDeviasi, Minimumdan Maksimum Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ................................................................. 73 10. Sebaran Siswa MenurutTingkat Kecucupan Energi dan Zat Gizi pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ....................................................... 76 11. Sebaran Siswa Menurut Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Pada Setiap Kelompok Jenis ...................................................................... 77 12. Sebaran Siswa Menurut Sarapan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ..................................................................................................... 78 13. Sebaran Siswa Menurut Jajan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ...... 80 14. Sebaran Siswa Menurut Status Gizi Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ............................................................................................ 81 15. Sebaran Siswa Menurut Status AnemiPada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ..................................................................................................... 81 16. Sebaran Siswa Menurut Status Kesehatan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ..................................................................................................... 82 17. Rata-Rata, Standar Deviasi, Minimum dan Maksimum Skor Daya Ingat Sesaat Kata Awal, Kata Akhir, Huruf Awal dan HurufAkhir ......... 83 18. Sebaran Siswa Menurut Kategori Daya Ingat Sesaat................................. 84 19.Sebaran Siswa Menurut Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi serta Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf .................................................... 85 20. Analisis Korelasi Antar Variabel Asupan Gizi Dengan Daya Ingat SesaatSiswa ................................................................................................ 89 21. Sebaran Siswa Menurut Kategori Sarapan dan Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf ........................................................................................... 90 22.Sebaran Siswa Menurut Kategori Jajan dan Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf .......................................................................................... 91
23.Analisis Korelasi Antar Variabel Sarapan dan Jajan Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa...................................................................................... 92 24. Sebaran Siswa Menurut Status Sehat dan Kategori Daya Ingat SesaatKata dan Huruf................................................................................. 93 25. Analisis Korelasi Variabel Status Kesehatan Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ............................................................................................... 93 26. Sebaran Siswa Menurut Status Gizi dan Kategori Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf................................................................................ 94 27. Analisis Korelasi Variabel Status Gizi Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa…………………………………………………………………….
94
28. Sebaran Siswa Menurut Status Anemiadan Kategori Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf................................................................................ 95 29. Analisis Korelasi Variabel Status Anemia Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ......................................................................................................... 96 30. Sidik Ragam Daya Ingat Akhir Yang Diukur Menurut Kata..................... 97 31.Nilai Rata-Rata Jenis Kudapan Menurut Kata Akhir.................................. 97 32.Sidik Ragam Daya Ingat Akhir Yang Diukur Menurut Huruf.................... 99 33. Nilai Rata-Rata Jenis Kudapan Menurut Huruf ......................................... 100
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Sistem Pemrosesan Informasi ................................................................. 31
2.
Kerangka Penelitian .............................................................................. 40
3.
Prosedur Pembuatan Biskiut Ikan ……………………………………. . 44
4.
Prosedur Pembuatan Martabak Tahu ………………………………… . 44
5.
Prosedur Pembuatan Nugget Ikan ………………………………… ...... 45
6.
Prosedur Pembuatan Panada Ikan ……………………………………. . 46
7.
Prosedur Pembuatan Getuk Singkong ………………………………… 47
8.
Prosedur Pembuatan Putri Noong ……………………………..……… 48
9.
Prosedur Pembuatan Susu Kedele ……………………………..……… 49
10.
Prosedur Pembuatan Bubur Sumsum ……………………………..…..
11.
Prosedur Pembuatan Tempe Goreng ……………………………..….... 50
50
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisi Bahan Baku Biskuit Ikan dalam 100 Gram ............................ 122 2. Petunjuk Teknis Pengukuran Daya Ingat Sesaat ....................................... 122 3. Hasil Uji Statistik: Uji Beda Tingkat Kecukupan Zat Gizi Diantara Kelompok Jenis Kudapan .......................................................................... 125 4. Uji Beda Tingkat Status Gizi Diantara KelompokJenis Kudapan ............. 125 5. Uji Beda Tingkat Status Anemia Diantara KelompokJenis Kudapan ....... 126 6. Asupan Zat Gizi dan Daya Ingat Sesaat..................................................... 126 7. Status Gizi, Status Anemia, Status Kesehatan, Sarapan dan Jajan dengan Daya Ingat Sesaat .......................................................................... 127 8. Pengaruh Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat dengan Prosedur GLM SAS .................................................................................................. 128
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan program kesehatan yang berdampak pada peningkatan usia harapan hidup dan kesadaran orangtua tentang pentingnya pendidikan dasar membawa dampak positif yaitu semakin besarnya proporsi anak yang menempuh pendidikan formal. Akses pendidikan yang semakin baik perlu ditunjang oleh performans kesehatan dan gizi yang cukup sehingga anak-anak usia sekolah dapat memaksimalkan potensi dirinya untuk meraih pencapaian akademik yang maksimal (Khomsan 2012). Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak dini, secara sistematis dan berkesinambungan. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki status gizi yang baik untuk mendukung proses belajar yang optimal. Anak usia sekolah yang memiliki status gizi baik akan memiliki masa depan gemilang (Muhilal & Damayanti 2006). Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan oleh asupan makanan yang tepat secara kualitas dan kuantitas. Perbaikan gizi masyarakat melalui perbaikan konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman sangat dibutuhkan dalam upaya memenuhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang serta hidup sehat dan produktif. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal2009). Martorell pada tahun 1997 menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. Dalam jangka panjang, kekurangan gizi berakibat buruk pada derajat kesehatan masyarakat. Kurang gizi kronis dapat menyebabkan: 1) Tingginya tingkat kematian bayi; 2) Rentan terhadap penyakit; serta 3) Gangguan pertumbuhan dan kepandaian. Kurang gizi kronis menyebabkan anak kekurangan protein dan zat gizi mikro yang mereka butuhkan untuk pertumbuhan yang
2
optimal. Di dunia diperkirakan 226 juta anak tumbuh lebih pendek dari yang seharusnya. Konsekwensinya, anak stunted berhubungan positif dengan rendahnya IQ (Olson 1999). Hampir 67 juta anak kurang gizi tidak dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Hal ini akan menyebabkan kurangnya keterampilan dan produktifitas yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara (FAO 2004). Masalah gizi, pada anak sekolah memerlukan perhatian khusus karena kecukupan gizi anak akan mempengaruhi kecerdasan. Menurut Muhilal (1993), konsumsi pangan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada status gizi. Keadaan gizi anak yang rendah disebabkan oleh konsumsi zat gizi yang diperoleh dari makanan tidak memenuhi kebutuhan gizi anak untuk hidup sehat. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya, anak sekolah memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan ekstrenal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi anak sekolah dan remaja yang masih dalam taraf pertumbuhan. Kebutuhan protein bagi anak sekolah adalah 1.5-2.0 gram per kg berat badan. Ikan dan telur merupakan pangan hewani yang mengandung protein berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kekurangan mengkonsumsi pangan hewani mengakibatkan keadaan Kurang Energi dan Protein (KEP) (Pudjiadi 2001). Protein hewani berperan dan berfungsi sebagai zat pembangun struktur tumbuh, zat pengatur (biokatalisator), peyangga racun atau penyakit, serta sebagai sumber energi dan protein. Dari hasil lokakarya tentang Peranan Protein dalam Pembangunan Bangsa yang diselenggarakan oleh IPB tahun 1982 telah merekomendasikan bahwa protein hewani dalam pangan merupakan bagian yang sangat penting oleh sifatnya yang tidak mudah diganti (indispensible) (Soehadji 1994). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) protein dikatakan sebagai zat pembangun atau pertumbuhan karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh, terutama anak sekolah yang baru sembuh dari sakit. Fungsi protein sebagai pengatur karena merupakan bahan pembentuk enzim dan hormon yang berperan dalam metabolisme tubuh. Sedangkan fungsi protein
3
sebagai daya tahan terhadap serangan penyakit tertentu karena protein merupakan komponen pembentuk antibodi. Berdasarkan data Riskesdas 2010, diperoleh bahwa secara nasional anak yang berusia 7-12 tahun dengan asupan protein di bawah kebutuhan minimal (< 80% AKP) sebanyak 30.6 persen. Bila dilihat per wilayah khususnya provinsi Jawa Barat, anak yang berusia 7-12 tahun yang asupan protein di bawah kebutuhan minimal (< 80% AKP) sebanyak 35.2 persen (Kemenkes 2010).Angka tersebut menunjukkan bahwa kondisi dari provinsi Jawa Barat memiliki nilai yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai nasional. Sejalan dengan itu laporan dari Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004) dalam Depkes (2004) bahwa angka kecukupan protein rata-rata tingkat konsumsi sebesar 50 gram untuk anak usia 10-12 tahun per hari, sedangkan angka kecukupan rata-rata persediaan sebesar 55 gram per orang per hari, yang berasal dari protein hewani sebesar 15 gram dan protein nabati sebesar 40 gram. Bila anjuran tersebut diterapkan, maka persentase untuk protein hewani yang diharapkan untuk dikonsumsi adalah 15 gram dibagi 55 gram (total ketersediaan
protein) dikali dengan 100 persen sama dengan 27.2 persen.
Berdasarkan nilai tersebut,
maka dapat diperkirakan bahwa asupan protein
hewani yang dikonsumsi oleh anak per hari setara dengan 30 persen AKP, dan selebihnya berasal dari protein nabati. Masalah anemia karena kurang zat gizi besi ternyata juga cukup menonjol di kalangan anak-anak sekolah. Di seluruh dunia diperkirakan 1.2 milyar orang (termasuk anak sekolah) menderita anemia yang akan mengganggu performans kognitif anak. Prevalensi anemia di kalangan anak-anak di Asia mencapai 58.4 persen, angka ini lebih tinggi daripada rata-rata di Afrika (49.8%) atau pun ratarata di dunia (53%). Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (Depkes 2001) ditemukan prevalensi anemia pada anak sekolah dan remaja sebanyak 26.5 persen. Laporan SKRT (Depkes 2004), prevalensi anemia pada kelompok umur 5-11 tahun sebesar 39 persen. Seperti yang dikatakan Soekirman (2000), anemia pada remaja dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunnya konsentrasi belajar dan disamping itu remaja yang menderita anemia, kebugarannya juga akan menurun (Depkes 1998).
4
Anak-anak sekolah di negara sedang berkembang umumnya menderita kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, kekurangan Iodium, vitamin A, dan besi. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk belajar seperti anakanak yang sehat dan gizinya baik. Kajian
Haltermen et al. (2001) pada 5398
anak usia 6-16 tahun di USA dilaporkan bahwa nilai matematika lebih rendah pada mereka yang defisit besi (anemia) dibandingkan yang normal. Anak-anak yang defisit besi (anemia) mempunyai resiko 2.3-2.4 kali dibandingkan anak normal, untuk memperoleh nilai matematika dibawah rata-rata. Kebiasaan sarapan dan jajan diantara waktu belajar berpengaruh positif terhadap daya ingat seseorang. Daya ingat dibagi menjadi dua, yaitu daya ingat jangka pendek (short termmemory) dan daya ingat jangka panjang (long term memory). Kemampuan mengingat jangka pendek atau short term memory (STM) digunakan untuk menyimpan informasi baru, yang selanjutnya disimpan dalam long term memory (LTM). Short term memory adalah kemampuan intelektual yang berhubungan dengan aspek-aspek kompleks dari keterampilan kognitif (Kathena 1992). Hasil penelitian
Benton dan Parker (1998) dalam Kustiyah
(2006) menunjukkan bahwa mahasiswa yang tidak sarapan membutuhkan waktu lebih lama dalam
mengingat kembali daftar kata daripada mahasiswa yang
sarapan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kecepatan mengingat tersebut berkaitan dengan kadar glukosa darah, yang dibutuhkan untuk aktifitas otak. Pendidikan dan pendapatan yang rendah berhubungan dengan kejadian defisit zat gizi individu. Hasil penelitian Tanziha (2005) menunjukkan bahwa pendidikan orangtua yang rendah berhubungan dengan kejadian kekurangan asupan gizi pada anggota rumahtangganya. Demikian pula pendapatan yang rendah atau dibawah garis kemiskinan merupakan faktor risiko terjadinya kekurangan pangan pada anggota rumahtangganya. Pendapatan dibawah garis kemiskinan berpengaruh terhadap kejadian kekurangan asupan gizi atau kelaparan dengan odds ratio = 13.365, artinya rumahtangga yang hidup di bawah garis kemiskinan mempunyai resiko kekurangan pangan/kelaparan 13.365 kali dibanding rumahtangga yang pendapatannya di atas garis kemiskinan. Oleh
5
karena itu dalam upaya memperbaiki asupan gizi khususnya pada anak sekolah yang terletak di daerah miskin, pada bulan Juli 1996 pemerintah telah mengembangkan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) di desa IDT di luar pulau Jawa dan Bali dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan mendukung program pengentasan kemiskinan (Studdert & Soekirman 1998). Di dalam kegiatan PMT-AS, para murid diberi makanan tambahan berupa jajanan/kudapan di sekolah dengan kandungan energi 300 Kalori dan 7 gram protein. Diharapkan dengan adanya program tersebut terjadi peningkatan asupan gizi siswa yang berdampak pada perbaikan status gizi dan prestasi. Hasil penelitian Triatma (1999) tehadap 37 anak SDN Karyasari III di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa pemberian kudapan PMT-AS dengan kandungan energi antara 36.7-228.6 kkal dan protein antara 1-2.2 gram, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar glukosa darah anak. Namun demikian, pemberian kudapan tersebut belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap daya ingat anak sekolah dasar satu jam setelah pemberian oleh karena kandungan energi (rata-rata 124 kkal) dan protein (rata-rata 1.5 g) kudapan yang diberikan terlalu rendah. Namun hasil penelitian Kustiyah (2005) menunjukkan bahwa pemberian kudapan berpengaruh positif terhadap daya ingat. Hanya dalam penelitian ini belum diteliti jenis kudapan yang paling tinggi pengaruhnya terhadap daya ingat siswa. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih mendalam tentang dampak pemberianjenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa. Tujuan Penelitian Tujuan Umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jenis kudapanterhadap daya ingat sesaat siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta. Tujuan Khusus. Adapun tujuan khusus penelitian adalah: 1. Formulasi kelompok jenis kudapanyang tinggi protein hewani dan tinggi protein nabati dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gram protein. 2. Menganalisis asupan zat gizi, sarapan, jajan, status gizi, status anemia, dan status kesehatan pada kelompok jenis kudapan.
6
3. Menganalisishubungan asupan zat gizi, sarapan, jajan, status kesehatan,status gizi, danstatus anemiadengan daya ingat sesaat siswa. 4. Menganalisis pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan terhadap jenis kudapan yang sangat dibutuhkan dalam program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah(PMT-AS)yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki status gizi dan kemampuan belajar siswa. Hipotesis 1. Paling tidak ada dua jenis kedapan yang berpengaruh terhadap daya ingat siswa.
TINJAUAN PUSTAKA Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai kendala dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun, seperti tingginya putus sekolah pada anak SD/MI, yang disebabkan karena masalah kesehatan, gizi, dan ekonomi. Program makanan tambahan untuk anak sekolah di Indonesia dilaksanakan dengan latar belakang bahwa anak merupakan aset sumber daya manusia yang sangat penting guna membangun masa depan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Anak yang bergizi baik akan berkembang menjadi seorang dewasa yang produktif dan adaptif, mampu bersaing dan hidup mandiri dalam kebersamaan (Syarief 1997). Untuk jangka panjang, perbaikan gizi bagi anak merupakan program intervensi yang relatif lebih murah dibanding intervensi lainnya. Program makanan tambahan anak sekolah di daerah miskin dan terpencil di seluruh Indonesia diselenggarakan mulai tahun 1996/1997 yang dikukuhkan melalui Inpres No.1 Tahun 1997. PMT-AS di Indonesia tidak sama dengan program makanan tambahan di negara lain yang memberikan makan siang atau sarapan bagi anak sekolah. Dalam program ini dilakukan tiga kegiatan yaitu pemberian makanan kudapan dengan syarat-syarat tertentu seperti menggunakan bahan lokal, tidak berbentuk makanan lengkap atau makanan pokok (nasi dan lauk pauknya) dan bersifat sebagai makanan suplemen bukan substitusi, selain itu makanan harus mengandung kurang lebih 300 kalori dan 5 gram protein untuk setiap kali pemberian, kudapan diberi tiga kali seminggu atau 108 kali dalam satu tahun ajaran. PMT-AS merupakan program yang bersifat multidimensional dengan multi tujuan dan multi sasaran. Dari segi tujuan PMT-AS berdimensi gizi, kesehatan, pendidikan, pertanian, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Dari segi sasaran, PMT-AS berdimensi anak, orangtua murid, guru, dan masyarakat (Forum Koordinasi PMT-AS 1997). Adapun tujuan dan sasaran PMT-AS adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum dan Jangka Panjang
8
a. Meningkatkan keadaan gizi dan derajat kesehatan anak SD. b. Meningkatkan kemampuan dan prestasi belajar anak SD. c. Memberdayakan orangtua murid dan masyarakat sehingga lebih memperhatikan pendidikan, gizi, dan kesehatan anak. d. Membantu upaya peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan peningkatan ekonomi pedesaan. 2. Sasaran dan Tujuan Jangka Pendek dan Menengah a. Untuk anak SD -
Mengurangi absensi dan meningkatkan perhatian serta kemampuan anak dalam proses belajar di kelas.
-
Mendidik anak akan pentingnya gizi seimbang dan makan pagi untuk kesehatannya.
-
Mendidik anak untuk menyukai makanan tradisional dan makanan atau jajanan lokal
dalam rangka kampanye “Aku Cinta Makanan
Indonesia”. -
Mendidk anak akan pentingnya kebersihan dan sanitasi lingkungan.
-
Meningkatkan prestasi belajar.
b. Untuk Guru -
Mendorong guru untuk menggunakan PMT-AS sebagai media pendidikan gizi dan kesehatan anak.
-
Membantu mendorong semangat guru dalam mendidik anak SD di daerah miskin dan terpencil.
c. Untuk Orangtua Murid dan Masyarakat Setempat -
Untuk mendidik orangtua murid dan masyarakat akan pentingnya pendidikan gizi, kesehatan dan kebersihan lingkungan bagi anak dan keluarga.
-
Untuk mendorong diaktifkannya kembali upaya pemanfaatan tanaman pekarangan dan kebun sekolah.
-
Menyediakan pasar untuk hasil tanaman pekarangan dan kebun sekolah untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan jajanan lokal untuk PMT-AS.
9
-
Menunjang
upaya
penanggulangan
kemiskinan
dengan
ikut
meningkatkan ekonomi desa. Sehingga pelaksanaan PMT-AS memerlukan pendekatan yang holistik dan kerjasama multisektoral. Menurut Harper (1986) dengan digabungkannya beberapa kegiatan dalam program makanan tambahan diharapkan dapat memberi hasil yang efektif dan secara nyata dapat mempercepat perbaikan gizi masyarakat. Pangan Hewani sebagai Sumber Protein Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk energi yang tiap gram protein menghasilkan sekitar 4.1 kkal (Kartasapoetra & Marsetyo 2003). Protein juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat selain untuk membangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) sehingga pertumbuhan atau kehidupan dapat terus terjamin dengan baik. Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, daya kreatifitas dan daya kerja merosot, mental lemah dan lain-lain (Kartasapoetra & Marsetyo 2003). Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Protein hewani termasuk kualitas lengkap dan protein nabati mempunyai nilai kualitas setengah sempurna atau protein tidak lengkap (Sediaoetama 2006). Protein sebagai pembentuk energi tergantung macam dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. Nilai energi dan protein dalam tubuh dapat ditentukan dengan memperhatikan angka-angka protein tiap bahan makanan. Berbeda dengan pangan nabati yang memiliki kesamaan dalam hal jaringan-jaringan atau komponen-komponen penyusunnya. Pada bahan pangan hewani, lemak pada daging terletak pada jaringan lemak, pada susu terletak pada globula-globula lemak dan pada telur terdapat pada kuning telur. Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak sedangkan bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.
10
Ikan Ikan merupakan sumberdaya perairan yang mengandung protein tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh, atau biasa dikenal dengan kandungan omega-3 yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia (Basuki et al. 2009).Kualitas protein ikan tergolong sempurna (protein lengkap) karena mengandung semua asam-asam amino essensial dalam jumlah masing-masing yang mencukupi kebutuhan tubuh (Sediaoetama 2006). Saat ini ikan dipercaya sebagai pangan yang paling berperan dalam proses perkembangan kognitif seseorang khususnya remaja. Konsumsi EPA dan DHA secara bersamaan dapat mengurangi risiko penurunan kognitif pada individu usia lanjut. Hal tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Van Gelder (2007), linear trend menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan EPA dan DHA dengan kemunduran kognitif. Perbedaan rata-rata asupan EPA dan DHA sebesar 380 mg per hari berhubungan dengan perbedaan sebesar 1.1 point dalam penurunan kognitif. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Bradbury et al. (2004) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara efek konsumsi minyak ikan dan minyak zaitun dalam mengurangi stres pada sampel. Konsumsi ikan ternyata juga berperan dalam mengurangi perkembangan aterosklerosis arteri koronari pada wanita dengan riwayat penyakit jantung koroner. Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian Erkkilä et al. (2004) yang membandingkan rendahnya asupan ikan dengan asupan ikan lebih dari atau sama dengan 2 penyajian ikan atau lebih dari atau sama dengan 1 penyajian ikan tuna atau ikan daging gelap per minggu. Hasilnya menunjukkan bahwaterdapat hubungan konsumsi ikan dengan peningkatan persentase stenosis yang sangat kecil pada wanita penderita diabetes yang telah diketahui memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular dan asupan asam-asam lemak, kolesterol, serat, dan alkohol. Hasil tersebut tidak terjadi pada wanita yang bukan penderita diabetes. Konsumsi ikan yang tinggi juga berhubungan dengan penurunan pada diameter minimum arteri koronari dan pada lesi yang baru.
11
Telur Telur merupakan produk pangan hewani yang berasal dari unggas. Selain dagingnya, unggas juga menyumbangkan protein yang nilainya tinggi melalui telur. Telur yang dihasilkan unggas bermacam-macam, baik itu telur ayam, telur puyuh, telur bebek, maupun telur itik atau entok. Telur merupakan sumber pangan hewani yang dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga dapat dikatakan telur sebagai sumber protein hewani yang bernilai ekonomis. Kandungan gizi terutama protein jauh lebih tinggi dibandingkan produk pangan hewani lainnya. Sebuah penelitian tentang manfaat protein telur yang mampu mencegah dan mengobati hipertensi pernah dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Miguel dan Alexander (2006) dalam Arrofi (2011) yang membuat beberapa ACEinhibitor peptida yang diperoleh dari hidrolisa asam-asam amino pada telur (TyrArg-Glu-Glu-Arg-Tyr-Pro-Ile-Leu-Arg-Ala-Asp-His-Pro-Phe-Leu, dan Ile-ValPhe) yang diujikan kepada tikus hipertensi. Hasilnya berhubungan terhadap penurunan tekanan darah pada tikus yang hipertensi. Susu Susu dianggap sebagai makanan yang sempurna dilihat dari beberapa sisi. Susu oleh para ahli dianggap sebagai makanan utama yang kaya gizi karena mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Susu kaya akan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan garam-garam mineral. Semua unsur tersebut terdapat dalam susu dengan formula yang seimbang dan mudah dicerna. Susu tidak meninggalkan sisa di ginjal ketika selesai dicerna di lambung atau tidak menambah keasaman pada tubuh. Oleh karena itu, tidak aneh jika susu menjadi makanan pertama yang dikonsumsi oleh bayi mamalia sewaktu lahir. Kemungkinan bagi orang dewasa hidup hanya dengan mengkonsumsi susu selama beberapa minggu tanpa kekurangan gizi (As-Sayyid 2006). Saat ini konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah. Menurut Wiratakusumah (1999) dalam Nurwandi (2010), konsumsi susu Indonesia baru mencapai 7.7 lt per kapita per tahun atau setara dengan 19 gram per hari atau sekitar 1 per 10 konsumsi susu di dunia. Rendahnya konsumsi susu di Indonesia, berdampak pada rendahnya kualitas gizi balita dan anak. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat konsumsi susu di Indonesia, diantaranya adalah
12
masihrendahnya produk susu nasional, rendahnya daya beli dan budaya minum susu di masyarakat. Masa remaja sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dikarenakan komponen zat gizi yang terdapat di dalam susu mampu memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan susu yang tinggi selama masa remaja dapat memperbesar massa tubuh, saraf, mineral tulang radial yang diukur selama perkembangan puncak massa tulang. Konsumsi susu yang tinggi juga turut meningkatkan asupan kalsium. Konsumsi susu di usia muda akan berdampak pada kebiasaan yang terus berlanjut hingga di kehidupan mendatang (Teegarden et al. 1999). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rich-Edwards et al. (2007) dalam Arrafi (2011) tentang pengaruh konsumsi susu terhadap hormon somatotropik. Hasilnya sesuai dengan hipotesis bahwa peningkatan konsumsi susu pada remaja awal
akan meningkatkan
hormon-hormon
pertumbuhan
seperti
hormon
somatotropik. Absorbsi kolesterol dan lemak pada usus dapat dilakukan oleh susu. Penyerapan lebih efektif jika dilakukan oleh spingomielin susu dibandingkan dengan spingomielin pada telur. Efek penghambat terkuat dari spingomielin susu adalah adanya hubungan tingginya tingkat kejenuhan dan panjangnya kelompok asam lemak rantai panjang yang secara perlahan menurunkan lipolisis luminal, kelarutan miselar dan perpindahan lemak miselar ke enterosit (Noh & Koo 2004). Konsumsi Pangan Hewani Salah satu bagian dari sistem pangan dan gizi adalah kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Konsumsi merupakan kegiatan yang menentukan status gizi seseorang. Konsumsi pangan yang mencukupi baik secara kuantitas dan kualitas menjadi indikator apakah seseorang memiliki status gizi baik atau buruk. Selain itu, konsumsi pangan juga menjadi determinan dalam menentukan suatu wilayah yang rawan pangan dan mengalami kelaparan. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ikan merupakan pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi dengan jumlah sebesar 28 kg per kapita per tahun. Rata-rata konsumsi protein ikan juga berada pada angka tertinggi yaitu sebesar 7.9 g per kapita per hari. Konsumsi ikan di Indonesia belum merata karena masih terdapat
13
provinsi yang konsumsi ikannya sangat rendah. Namun jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, tingkat konsumsi ikan di dalam negeri masih sangat rendah. Rendahnya konsumsi ikan di dalam negeri karena kurangnya informasi mengenai pentingnya konsumsi ikan (DKP 2010). Tabel 1. Konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia tahun 2008 Konsumsi Komoditi
Jumlah (kg/kap/thn)
Protein (gr/kap/hari
Daging
4.8
2.4
Telur dan Susu
17.7
3.0
Ikan
28.0
7.9
Sumber: Badan Pusat Statistik (Susenas 2007 dan 2008) dalam BPS-Statistik Indonesia (2010)
Berdasarkan data di atas konsumsi protein tertinggi nasional terdapat pada komoditi ikan, sedangkan daging menjadi komoditi yang rendah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber protein. Hal ini diduga harga ikan lebih dapat dijangkau oleh masyarakat dibandingkan dengan harga daging, telur, dan susu. Menurut Martianto dan Ariani (2004) dalam Aprilian (2010), tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Pola Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia Nasoetion et al. (1992) mendefinisikan pola konsumsi pangan sebagai “Susunan jenis atau ragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di daerah tertentu”. Pengelompokan pola konsumsi pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber protein, pola konsumsi sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan. Pola konsumsi suatu masyarakat dapat dilihat dari tingkat konsumsi, pengeluaran, dan proporsi pengeluaran untuk setiap komoditi seperti komoditi pangan hewani dari total pengeluaran pangan hewani. Pola konsumsi pangan dapat juga diartikan sebagai frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang (Harper et al. 1985). Konsumsi pangan
14
yang beranekaragam diharapkan dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Tiap-tiap jenis pangan atau makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran zat gizi, dan daya cerna masing-masing. Oleh sebab itu tiap-tiap jenis komoditi dapat memberikan sumbangan zat gizi yang unik (Suhardjo 1989). Populasi penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi. halal dan aman dikonsumsi. Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) mencatat bahwa rata-rata konsumsi protein pangan hewani asal daging, ikan, susu dan telur masyarakat Indonesia tahun 2009 adalah 2.2 gram per kapita per hari untuk daging, 7.3 gram per kapita per hari untuk ikan, dan 2.9 gram per kapita per hari untuk susu dan telur. Konsumsi pangan asal hewani akan meningkat sejalan dengan membaiknya keadaan ekonomi masyarakat maupun meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi baik. PolaKonsumsi Suatu negara atau suatu daerah akan mengalami perkembangan yang terus menerus dalam pola makan, jumlah ragam makanan dan banyaknya bahan pangan yang dikonsumsi untuk jangka waktu yang panjang. Masyarakat Indonesia yang berada di pedesaan mempunyai kebiasaan makan hanya 2 kali setiap hari (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988). Pola makan yang kurang beragam dapat mempengaruhi kurangnya asupan zat besi bagi tubuh seperti menu yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan saja. Pola makan yang beragam dan ditambah dengan sumber-sumber vitamin C dapat meningkatkan ketersediaan zat besi dalam makanan dan meningkatkan absorbsi zat besi (Wirakusumah 1998). Dengan adanya makanan yang beraneka ragam dalam pola konsumsi maka kekurangan zat gizi dari suatu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat gizi lain yang menyebabkan ketergantungan antara satu jenis pangan yang satu dengan lainnya (Khomsan 2002). Menurut Husaini (1989), zat besi yang berasal dari makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaituzat besi heme yang berasal dari makanan hewani (daging, ikan dan ayam)dan zat besi non heme yang berasal dari tumbuhtumbuhan (serealia, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayur-sayuran). Zat besi heme mempunyai tingkat absorbsi yang tinggi yaitu 20-30 persen, sedangkan zat
15
besi non heme mempunyai tingkat absorbsi hanya 1-5 persen (Muhilal, Jus’at, Anwar, Jalal & Tarwotjo 1994). Susunan menu makanan tidak (hampir) mempengaruhi absorbsi zat besi heme, dan hanya sedikit yang dipengaruhi oleh status besi orang yang mengkonsumsinya.Sedangkan, derajat absorbsi zat besi non heme dipengaruhi oleh faktor yang menunjang dan faktor yang menghambat. Daging, ayam, ikan, bahan makanan dari laut dan vitamin C merupakan bahan makanan yang menunjang absorbsi zat besi (Husaini 1989). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), asam askorbat dapat meningkatkan absorbsi zat besi disaat dua zat gizi dicerna secara simultan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi yang merupakan faktor makanan yaitu terdiri dari faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme, faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme, dan faktor penjamu. Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme adalah vitamin C, daging, unggas, ikan, makanan laut lain dengan pH rendah. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme terdiri dari fitat (500 mg per hari) dan polifenol. Dan faktor penjamu (host) adalah status zat besi dan status kesehatan (infeksi, malabsorbsi) (Arisman 2004). Sarapan dan Jajan Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Namun kenyataannya, banyak anak yang tidak sarapan sebelum ke sekolah.Alasan remaja tidak sarapan pagi yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera untuk sarapan pagi, maupun ingin diet supaya berat badan bisa cepat turun (Khomsan 2002). Anak yang tidak sarapan pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan menurun. Padahal gula darah merupakan sumber energi utama bagi otak. Dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan sistem syaraf pusat yang diikuti dengan rasa pusing, badan gemetar atau rasa lelah. Dalam keadaan demikian anak akan sulit untuk dapat menerima pelajaran dengan baik, gairah belajar dan kecepatan reaksi juga akan menurun (Khomsan 2002).
16
Ada dua manfaat yang bisa diambil dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua,
pada dasarnya sarapan pagi akan
memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa bila seseorang tidak biasa sarapan pagi, maka saluran cerna dan enzim-enzim di dalam tubuhnya juga tidak akan siap menerima makanan. Bila dipaksakan, justru timbul rasa tidak enak. Anak yang tidak biasa sarapan pagi, perlu dibiasakan secara bertahap. Kalau tidak sempat sarapan sebaiknya bekali anak dengan kudapan atau uang saku. Pertumbuhan otak banyak terkait denganasupan makanan yang kurang, terutama kurang energi protein serta kekurangan zat gizi tertentu. Remaja merupakan salah satu golongan yang rentan terkena defisiensi zat besi. Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang tidak seimbang. Seseorang yang mengalami kekurangan zat gizi besi ditandai dengan mudah marah dan apatis. Kekurangan zat gizi besi pada awal kehidupan akan menimbulkan kekurangan zat gizi besi pada otak juga. Kekurangan zat gizi besi merupakan masalah gizi yang berakibat panjang yaitu berkaitan dengan kesehatan, penyakit infeksi, dan kecerdasan. Sedangkan, untuk anak sekolah dapat menurunkan konsentrasi belajar. Sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan bahwa kekurangan zat gizi besi berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier 2002). Lozzof dan Youdim pada tahun 1988 dalam Almatsier (2002) menjelaskan tentang hubungan antara kekurangan zat gizi besi dengan fungsi otak. Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi dalam darah meningkat selama masa pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Kekurangan besi berpengaruh
17
negatif terhadap fungsi otak, terutama fungsi sistem neurotransmiter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar pun menjadi terganggu. Melewatkan sarapan pagi menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga akan menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian, dapat menurunkan gairah belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran denga baik. Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai sumber energi utama bagi otak. Jika hal ini terjadi, maka tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh (Khomsan 2002). Tidak mengkonsumsi makanan di waktu pagi hari dapat menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam, karena makanan terakhir yang masuk ke tubuh jam 19.00 (Khomsan 2003). Hal ini berarti kurang lebih jam 22.00, semua makanan sudah meninggalkan lambung. Sekiranya dalam waktu tidur, sama sekali kita tidak mengeluarkan energi (tidak ada pembakaran) sehingga kadar glukosa masih bisa dipertahankan. Tetapi, keadaan yang sebenarnya tidaklah demikian, walaupun dalam keadaan tidur masih terjadi pembakaran untuk menghasilkan energi. Hal ini berfungsi untuk menggerakkan jantung, paru-paru, dan alat-alat fungsional lainnya. Pembakaran ini tentu akan mempengaruhi kadar glukosa darah, sehingga pada waktu bangun pagi kadar glukosa sudah berada pada batas minimal yang ditandai dengan timbulnya rasa lapar (Moehji 1992). Jadi dalam keadaan bangun tidur kita kekurangan glukosa atau terjadi hipoglikemia. Tubuh akan berusaha meningkatkan kadar gula darah dengan mengambil cadangan glikogen, dan jika habis maka cadangan lemak yang diambil. Dalam kondisi seperti ini, pastilah tubuh tidak berada dalam keadaan yang cocok untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh makanan kudapan (Moehji 1992). Penyerapan zat gizi makanan dari sumber karbohidrat akan meningkatkan kadar glukosa darah hingga 6.5-7.2 mmol/L, dan apabila tidak makan pagi atau puasa kadar glukosa darah akan turun sekitar 3.33.9 mmol/L (Murray 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gobai (2005), dengan menggunakan uji Regresi Linier, uji Chi Square dan Ods Rasio (OR)
18
menunjukkan bahwa sebanyak 13 dari 15 anak (88.2%) tidak makan pagi memiliki nilai konsentrasi belajar kurang dari rata-rata, sedangkan diantara anak yang makan pagi ada 4 dari 18 anak (20%) memiliki nilai konsentrasi belajar lebih dari rata-rata. Hasil uji statistik diperoleh dengan nilai p=0,003, yaitu ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi belajar. Dari hasil analisa diperoleh pula nilai OR=22.7, artinya anak yang tidak makan pagi mempunyai peluang sebanyak
22.7 kali mendapatkan nilai
konsentrasibelajar lebih rendahdibandingkan anak yang makan pagi. Sarapan pagi sebaiknya mengandung kandungan gizi yang seimbang yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Angka kecukupan makanan yang dianjurkan adalah kecukupan makanan untuk 1 hari. Porsi makanan untuk makan pagi adalah 1 per 5 dari total kalori sehari (Prasetyowati 2003). Makanan jajanan yang mengandung 200-300 kkal dan protein 4-5 gram untuk setiap anak sehari (10-15% kebutuhan energi dan protein sehari) dianggap setara dengan makan pagi anak sekolah (Prawirohartono 1997). Faktor yang mempengaruhi sarapan pagi yaitu faktor ekstrinsik (lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi) dan faktor intrinsik yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani, kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1994). Selain faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan pagi yaitu: 1. Faktor penampilan Anak remaja (khususnya wanita) sengaja tidak sarapan pagi dengan alasan takut gemuk dan merusak penampilan. 2. Faktor kesibukan Kesibukan ibu rumah tangga atau ibu yang bekerja di luar rumah mengakibatkan tidak sempat menyediakan sarapan pagi. 3. Faktor pendapatan Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Keadaan tersebut mengakibatkan porsi pangan perkapita tetap berada
19
di bawah kebutuhan yang seharusnya termasuk untuk sarapan pagi (Suhardjo 1996). Meyers et al. (1989) menemukan bahwa pada golongan berpendapatan rendah di Lawrence, Amerika Serikat, pemberian sarapan pagi di sekolah berpengaruh nyata terhadap nilai ketrampilan dasar, namun tidak terhadap laju absensi maupun kelambatan belajar. Penelitian serupa di pedesaan tertinggal di Lombok (Satoto 1991/1992) dalamFatmalina (2006)menemukan bahwa pada awal dan tengah semester, ada pengaruhnyata antara pemberian kudapan terhadap prestasi umum akademik, sedang pada akhir semester tidak. Peningkatan nilai (untuk indeks nilai maksimum 100) pada awal semester adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia (+ 6.1), Matematika (+ 8.0), Ilmu Pengetahuan Alam (+ 6.0), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (+ 4.2), sedangkan pada pertengahan semester, angkanya sedikit turun sebagai berikut: Bahasa Indonesia (+ 0.5), Matematika (+ 0.8), Ilmu Pengetahuan Alam (+ 1.2), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (+ 0.3). Menurut Daniels (2004), hampir 50 persen remaja tidak sarapan pagi. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masih banyak remaja (89%) meyakini bahwa sarapan pagi itu penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur hanya 60 persen (Arisman 2004). Kajian Soekirman (1999) dilaporkan bahwa anak SDrata-rata hanya mengkonsumsi energi 70 persen dari AKG setiap harinya. Salah satu upaya untuk mengatasi masalahkekurangan energi ini adalah mengkonsumsi makanan jajanan. Anak dan remaja merupakan individu yang tidak jauh dari konsumsi pangan jajanan. Pangan jajanan dapat dengan mudah diperoleh dan ditemui di pasar, terminal bis, pinggir-pinggir jalan, baik yang telah menempati kios-kios maupun yang masih menggunakan gerobak dan berpindah tempat. Para penjaja makanan jajanan akan cenderung banyak berkumpul di dekat pasar, jalur perdagangan, halaman kantor atau halaman sekolah (Sibarani 1985) Jajan bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal: 1. Merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi).
20
2. Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil. 3. Memberikan perasaan meningkatkan gengsi anak di mata teman-temannya di sekolah. Namun demikian, ada aspek negatif dari jajan. Jajan yang terlalu sering dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan anak. Sebagian besar makanan jajanan terbuat dari karbohidrat. Dengan demikian, lebih tepat sebagai kudapan antar waktu makan, bukan sebagai pengganti makanan utama. Makanan jajanan diharapkan dapat memberikan sumbangan untukmencukupi kekurangan energi karena bagi anak sekolah makananjajanan merupakan menu utama pada saat mereka berada di sekolahmaupun di luar sekolah (Rimbawan1999). Penelitian di Bogor menunjukkan bahwa makanan jajanantradisional memberikan kontribusi tambahan sekitar 24.7 persen dari rata-ratatotal konsumsi energi per hari dan sekitar 22.9 persen dari rata-rata totalkonsumsi protein per hari pada anak SD (Sihadi 2004 ). Sedangkan menurut Mudjajanto (2003) bahwa kontribusi makanan jajanan tradisional untuk energi 5.5 persen dan protein 4.2 persen terhadap total konsumsimakanan sehari pada anak sekolah dasar.Menurut Susanto (1986) kebiasaan jajan merupakan carayang baik untuk menambah masukan gizi bagi anak sekolah. Kebiasaanjajan yang telah dilakukan selama ini tidak perlu dihilangkan karena darimakanan jajanan tradisional ini bisa menyumbangkan zat-zat gizi dalamjumlah yang cukup berarti bagi pertumbuhan anak-anak. Hal ini dapatdilakukan apabila diadakan perbaikan kandungan zat gizi makananjajanan tersebut baik kualitas maupun kuantitasnya (Pertiwi 1998). Status Kesehatan Hal yang paling penting di dalam status kesehatan seseorang yaitu status gizi atau tingkat konsumsi makanan, status gizi dan kesehatan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Demam dan penyakit infeksi dapat mengakibatkan nafsu makan yang menurun dan susah menelan makanan. Adanya parasit di dalam usus dapat menghalangi zat gizi masuk ke dalam arus
21
darah karena parasit tersebut seperti cacing pita saling bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan . Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi (Harper 1985). Infeksi dan parasit dapat menyebabkan anemia melalui peningkatan kehilangan zat gizi terutama besi. Prevalensi anemia yang tinggi pada laki-laki sering disebabkan karena infeksi dan parasit (Yip 1994). Penyakit-penyakit yang dapat menjadi penyebab anemia antara lain malaria, HIV, cacing tambang, dan diare kronis. Malaria. Penyakit malaria dapat menyebabkan penurunan absorpsi besi selama periode sakit dan dari hasil hemolisis intravaskuler dapat menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin. Plasmodium falciparum malaria merupakan penyebab utama dari anemia berat pada daerah tropis di Afrika. Malaria berkontribusi sekitar 60 persen dari semua kasus anemia tingkat berat pada bayi di Tanzania, sementara kekurangan besi terhitung sebanyak 30 persen. Kekurangan besi dan malaria dapat memperberat anemia (Menendezet al. 1997). Infeksi Cacing Tambang. Cacing tambang menginfeksi hampir 1 milyar individu dan menyebabkan kehilangan darah dari mukosa usus (Stephenson 1987). Semakin banyak jumlah cacing tambang, maka semakin banyak darah dan besi yang hilang. Kehilangan darah akibat infestasi cacing tambang dapat menyebabkan anemia tingkat sedang dan berat (Gillespie & Johnston 1998). Jumlah cacing tambang yang cukup banyak dapat menyebabkan kehilangan besi yang lebih banyak dan kehilangan besi pada feses sebanyak 3.4 mg per hari. Remaja dan dewasa lebih mudah terinfeksi dibandingkan bayi dan anak-anak (Stephenson 1987). Menurut UNICEF (1998), diare dapat memperberat kejadian anemia. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang dengan HIV sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orangtua.
22
Adapun penyebab diare adalah 1) infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum; 2) infeksi berbagai macam virus; 3) alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu); 4) parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (Yayasan Spiritia 2008). Tanda-tanda dari penyakit diare adalah 1) buang air besar cair; 2) muntah; 3) tidak nafsu makan; 4) badan lesu dan lemah; 5) mata cekung; 6) bibir kering; 7) tangan dan kaki dingin; dan 8) kadang disertai kejang dan panas tinggi (Dinkes DKI Jakarta 2007). Status Gizi Status gizi merupakan
keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Ditambahkan oleh Hardinsyah et al. (2002) bahwa semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Makanan yang beranekaragam minimal terdiri dari satu jenis dari masing-masing golongan pangan berikut: makanan pokok, lauk, pauk, sayuran, dan buah. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin. Status gizi seseorang atau sekelompok orang tidak selalu sama dari masa ke masa karenamerupakan interaksi dari berbagai faktor (Almatsier 2004). Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia dan asupan pangan (Riyadi 2004). Diantara keempatnya, pengukuran antropometri adalah yang relatif paling sederhana dan banyak dilakukan. Pengukuran dan Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Menurut Riyadi (2004), saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama bila terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Arisman (2004) menambahkan bahwa ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi. Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan,
23
tebal lipatan kulit (biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Pengukuran antropometrik berasal dari bahasa latin antropos yang berarti manusia (human being). Antropometrik dapat dilakukan beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survey gizi. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar penentuan kurus dan berat badan (BB) lebih menurut nilai rerata IMT, umur, dan jenis kelamin. Laki-laki Perempuan Umur (Tahun) Rerata -2SD +2SD Rerata -2SD +2SD IMT IMT 10 16.4 13.7 21.4 16.6 13.5 22.6 11 16.9 14.1 22.5 17.3 13.9 23.7 12 17.5 14.5 23.6 18.0 14.4 24.9 13 18.2 14.9 24.8 18.8 14.9 26.2 14 19.0 15.5 25.9 19.6 15.5 27.5 *WHO 2007 dalam Depkes (2008)
Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 1995). Sementara menurut Suhardjo (1989), gizi yang baik dapat dicapai dengan cara mengkonsumsi pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman serta memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kegiatan
24
fisik, keadaan fisiologi dan kesehatan. Menurut Thompson (2007)dalam Arumsari (2008), status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hbnya. Adapun penilaian status gizi berbeda-beda untuk setiap kelompok umur. Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan populasi untuk menentukan status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam satuan meter kuadrat (Riyadi 2003) dengan model persamaan seperti berikut: 𝐼𝑀𝑇 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑐𝑚)
Dimana: IMT = indeks masa tubuh dalam kg/m2 BB = berat badan dalam kg, dan TB = tinggi badan dalam cm.
Status Anemia Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Menurut WHO (2008) yang menyatakan bahwa konsentrasi hemoglobin adalah indikator anemia yang paling handal di tingkat populasi. Untuk mengkaji status besi dalam suatu populasi sesuai dengan rekomendasi INACG (1985), selama ini umumnya menggunakan biomarker yang memungkinkan secara rutin dilakukan di lapangan yaitu hemoglobin atau hematokrit darah. Pengukuran konsentrasi hemoglobin secara relatif mudah dan murah dilakukan, dan pengukukuran ini paling sering digunakan sebagai satu indikator kekurangan zat besi. Nilai tersebut berbeda-beda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh WHO seperti tercantum pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Batas normal kadar hemoglobin Kelompok Anak
Dewasa
*WHO (2001)
Umur 1-4 tahun 5-11 tahun 12-14 tahun Laki-laki (≥ 15 tahun) Wanita (≥ 15 tahun) Wanita hamil
Hemoglobin(g/dl) 11 11.5 12 13 12 11
25
Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang dan berat belum ada keseragaman mengenai batasannya, hal ini disebabkan oleh perbedaan kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan umum penderita, lamanya menderita anemia, dan lain-lain yang sulit dikelompokkan. Akan tetapi, menurut Husaini (1989) bahwa semakin rendah kadar Hb, makin berat anemia yang diderita. Secara umum, terdapat dua faktor yang menyebabkan anemia gizi yaitu faktor gizi dan non-gizi. Adapun faktor non gizi adalah sebagai berikut : 1. Banyak kehilangan darah. Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan ada dua jenis, yakni pendarahan eksternal (pendarahan yang terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak) dan pendarahan kronis (pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara terus-menerus). Contoh pendarahan adalah investasi cacing tambang, kecelakaan, atau menstruasi. Wanita mengalami kehilangan darah sebanyak 40-50 ml setiap bulannya akibat menstruasi (UNICEF 1998). 2. Rusaknya sel darah merah. Perusakan sel dapat berlangsung di dalam pembuluh darah akibat penyakit, seperti malaria atau thalasemia (UNICEF 1998). 3. Kurangnya produksi sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan karena makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya (Wirakusumah 1998). Selanjutnya faktor gizi yang menjadi penyebab anemia antara lain : a. Anemia defisiensi besi, merupakan anemia yang disebabkan karena kekuranganzat besi. Zat besi dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin dalam pembentukan sel darah merah (Allen & Sabel 2001). Anemia defisiensi besi ditandai dengan pengecilan ukuran sel darah merah (microcytic) dan penurunan kadar Hb (hypochromic). Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang paling umum terjadi di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia, meskipun defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12 dan protein, serta vitamin-vitamin lainnya dan trace elements berperan pula terhadap terjadinya anemia (Husaini 1999). Faktor risiko utama anemia gizi besi yaitu rendahnya intik besi, penyerapan besi yang rendah karena tingginya konsumsi komponen
26
fitat atau fenol, dan periode kehidupan ketika kebutuhan besi tinggi (misalnya pertumbuhan dan kehamilan) (WHO 2008). b. Anemia akibat defisiensi asam folat. Folat atau vitamin B9 merupakan zat gizi yang ditemukan terutama pada buah-buahan citrus dan sayuran berdaun hijau. Bila secara lama kurang mengkosumsi pangan jenis tersebut maka dapat mengalami defisiensi asam folat. Ketidakmampuan menyerap asam folat dari pangan juga dapat mengalami defisiensi asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik, yaitu sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Allen & Sabel 2001). c. Anemia akibat defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia karena kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin B12 (daging, telur, dan susu) jarang terjadi, namun sering terjadi karena usus halus tidak dapat menyerap vitamin ini. Hal ini dikarenakan adanya pembedahan perut atau usus halus. Kekurangan karena vitamin ini juga dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik, yakni sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Wirakusumah 1998). d. Anemia akibat defisiensi vitamin C. Kekurangan konsumsi vitamin C juga dapat
menyebabkan
anemia.
Tubuh
memerlukan
vitamin
C
untuk
menghasilkan sel darah merah. Vitamin ini juga membantu tubuh menyerap zat besi yang penting sebagai pembangun blokade sel-sel darah merah (Almatsier 2001). Selain itu, vitamin ini berperan dalam penyerapan besi sebagai reducing agent yang mengubah bentuk ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) dan chelating agent yang mengikat besi sehingga daya larut besi meningkat (Allen & Sabel 2001). Tanda-tanda Anemia Adapun tanda-tanda dari anemia adalah (1) lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L); (2) sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang; dan (3) gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat. Penderita anemia dapat mengalami salah satu tanda atau beberapa tanda anemia tersebut (Depkes 1998).
27
Akibat Anemia Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat anemia. Anemia pada remaja dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal, menurunkan kemampuan fisik olahragawan dan olahragawati, dan mengakibatkan muka pucat, serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit (Grantham et al. 2007). Sedangkan anemia pada kelompok dewasa dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran (Hass & Brownlie 2001). Banyak publikasi menunjukkan bahwa defisiensi besi akan membatasi potensi intelektual anak secara signifikan. Selain itu, perkembangan spikomotorik anak juga terhambat secara permanen. Indeks psikomotorik seorang anak berkurang 5-10 point ketika anak menderita anemia. Gangguan perkembangan anak ini membawa pengaruh negatif dalam rentang hidup seorang anak yang panjang (Khomsan 2012). Hemoglobin Hemoglobin merupakan sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Brody 1994). Hemoglobin kaya akan zat besi (Pearce 1992) dalam Puri (2007). Hemoglobin yang mewakili lebih dari 95 persen dari protein pada sel darah merah, mengandung 60 persen besi tubuh. Hemoglobin bersama dengan kofaktor heme, disintesis di dalam sel darah merah yang immature (belum dewasa) (Brody 1994). Hemoglobin memiliki berat molekul 64.500 dan tersusun atas empat sub unit. Dua sub unit disebut α-globin, dan dua lainnya disebut β-globin. Masingmasing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam kelompok heme tersebut harus dalam bentuk ferro untuk mengikat oksigen (Brody 1994). Nilai hemoglobin darah merupakan salah satu indikator paling umum yang digunakan untuk mengetahui anemia gizi besi (Almatsier 2001). Berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah merah berbanding lurus dengan banyaknya zat besi yang tersedia
28
dalam sel darah merah. Bila intake zat besi yang dikonsumsi dari bahan pangan sedikit maka produktivitas hemoglobin akan menurun (Depkes 1998). Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut (Almatsier 2001). Hemoglobin merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat defisiensi besi karena murah, mudah untuk dilakukan dan cepat. Tetapi, kadar hemoglobin juga dipengaruhi oleh faktor lain selain defisiensi besi. Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yakni sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2001). Zat besi berperan sebagai pusat katalis untuk berbagai fungsi metabolik. Besi dibutuhkan tubuh dalam transportasi oksigen dalam bentuk hemoglobin yang penting untuk respirasi sel. Besi dalam bentuk mioglobin, dibutuhkan dalam penyimpanan oksigen di dalam otot. Zat besi juga merupakan komponen berbagai enzim jaringan, seperti sitokrom, yang penting dalam produksi energi (Strain & Cashman 2002). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Kustiyah (2005) bahwa konsumsi zat besi dan protein berhubungan positif nyata terhadap kadar hemoglobin anak SD. Besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam metabolisme energi di dalam tiap sel. Protein pengangkut memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen sehingga membentuk air. Selanjutnya dalam proses tersebut dihasilkan ATP (Almatsier 2001). Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh karena bioavailabilitasnya yang rendah atau kurangnya asupan pangan hewani (UNICEF 1998). Zat besi yang berasal dari hewani, penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah diabsorpsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati. Makanan nabati, misalnya sayuran hijau tua, walaupun kaya akan zat besi namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Wirakusumah 1998). Namun pangan sumber zat besi terutama zat besi heme, yang bioavailabilitasnya tinggi, sangat
29
jarang dikonsumsi oleh masyarakat di negara berkembang. Kebanyakan masyarakat memenuhi kebutuhan besi dari produk nabati (Depkes 1998). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabitas zat besi, dan adanya faktor penghambat zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada di dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki, penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita setelah masa menopause cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya menurun karena tidak mengalami menstruasi lagi (Wirakusumah 1998). Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap lebih rendah (5%) dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap tinggi (15%). Bentuk zat besi yang terdapat di dalam makanan dapat mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu heme dan non-heme. Zat besi heme berasal dari hewan seperti daging, ikan, dan ayam, sedangkan zat besi non-heme terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Walaupun kandungan zat besi heme dalam makanan hanya antara 5-10 persen, tetapi penyerapannya mencapai 15 persen, sedangkan zat besi nonheme penyerapannya hanya 5 persen (UNICEF 1998). Penyerapan zat besi non-heme sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan besi heme tidak (Thankachan et al. 2008). Adapun faktor yang mempermudah penyerapan zat besi non-heme adalah vitamin C (asam askorbat) (UNICEF 1998). Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi non-heme sampai empat kali lipat (Wirakusumah 1998). Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan vitamin C. Vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yakni sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daundaunan dan jenis kol (Almatsier 2001). Namun pada sebuah percobaan intervensi bagian pengawasan di sebuah daerah di Meksiko, konsumsi 25 mg asam askorbat,
30
misalnya jeruk limau dengan mengonsumsi 2 kali per hari selama 8 bulan gagal meningkatkan status besi pada wanita yang kekurangan besi (Garcia et al. 1999). Selain faktor yang mendorong penyerapan zat besi non-heme, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat. Menurut Thankachan et al. (2008), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan polifenol seperti tanin yang terdapat pada teh dan kopi. Asam fitat dan fosfat banyak terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya serealia. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayursayuran serta buah-buahan dan lauk pauk, akan dapat menjadi anemia (Husaini 1978)dalam Syarief (1994). Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang mengonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Akan tetapi, apabila di dalam menu terdapat pula bahan-bahan makanan yang meninggikan absorpsi zat besi seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi terpenuhi (Husaini 1989). Daya Ingat Daya ingat atau ingatan (memori) adalah kemampuan untuk mengingat kembali suatu pikiran paling tidak sekali dan biasanya berulang-ulang. Sedangkan belajar adalah kemampuan sistem syaraf untuk menyimpan ingatan. Menurut Morgan et al. (1986), ada tiga jenis pemrosesan informasi, yaitu proses encoding (pengkodean), proses storage (penyimpanan), dan proses retrival (mendapatkan kembali). Encodingmerupakan proses penerimaan input sensori dan transformasi input tersebut menjadi format atau kode yang dapat disimpan, atau disebut juga dengan proses persiapan stimulus untuk dapat disimpan. Dalam proses persiapan tersebut melibatkan pengorganisasian stimulus dan kemudian dilanjutkan dengan proses penyimpanan. Storage merupakan peletakan informasi yang telah dikode ke dalam memori. Sedangkan retrival merupakan proses mendapatkan akses pada informasi yang telah disimpan dan dikode ketika informasi tersebut diperlukan.
31
Dengan demikian tujuan pengkodean adalah membuat informasi menjadi siap untuk disimpan
dan
mempermudah pemanggilan informasi tersebut bila
diperlukan. Kemudian untuk memanggil kembali informasi sangat tergantung pada proses encoding (Morgan et al. 1986). Ada dua kemungkinan level pemrosesan dalam encodingmenurut Craik dan Lockhart (1972), yaitu berdasarkan makna atau semantik dan kedalaman pemrosesan. Analisis semantik menghasilkan pemrosesan yang lebih bermakna daripada analisis nonsemantik. Encodingyang lebih mendalam berdampak pada ingatan yang semakin baik. Dengan demikian proses encodingsangat ditentukan oleh strategi yang dipilih oleh seseorang, dan seberapa besar usaha yang dilakukan untuk melakukan proses pengkodean tersebut. Suatu sistem pemrosesan dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin yang disebut juga dengan “Atkinson and Shiffrin’s Store Model” (Gambar 1). Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa ada tiga bagian sistem pemrosesan informasi, yaitu sensory register, short-term memory store, dan long-term memory store yang berperan sebagai hardware dari sistem. LONG TERM MEMORY STORE
RESPON
RESPONSE OUTPUT
storage STIMULUS INPUT
s E N S O R Y
R E G I S T E R
SHORT TERM MEMORY STORE
Recognition Recal
retrieval
CONTROL PROCESSES OR MENTAL STRATEGIES Attention Rehearsal Organization Elaboration Recontruction
Gambar 1. Sistem pemrosesan informasi: Atkinson and Shiffrin’s store model (Berk 1989)
32
Model tersebut menunjukkan adanya control processes yang berperan sebagai software dari system. Control processes merupakan strategi yang membantu seseorang meningkatkan efesiensi dan kapasitas penyimpanan (Berk 1989). Seperi halnya program komputer, control processes dapat mengarahkan aktivitas pada setiap tahapan pemrosesan informasi, menjaga agar informasi tetap berada pada tempatnya yang merupakan sistem memori, dan memastikan seluruh
sistem
bekerja
secara
harmonis.
Dengan
demikian
control
processesmembantu manusia untuk mengatasi keterbatasan yang terkait dengan seberapa banyak informasi yang dapat diproses. Ada beberapa tingkat daya memori (ingatan) yang diklasifikasi sebagai berikut: 1. Ingatan Sensoris Kemampuan untuk menyimpan sinyal sensoris di dalam daerah sensoris otak untuk jangka waktu yang sangat singkat setelah pengalaman sensoris yang sebenarnya. Menurut Seifort dan Hoffnung (1997), biasanya sinyal ini tetap tersedia untuk analisa selama berapa ratus milidetik tetapi digantikan oleh sinyal sensoris baru dalam waktu kurang dari satu detik, proses ini merupakan stadium awal proses ingatan. 2. Ingatan Jangka Pendek (Short-term memory) Ingatan jangka pendek adalah ingatan mengenai beberapa fakta, kata,bilangan, huruf atau keterangan-keterangan kecil lainnya selama beberapa detik sampai satu menit atau lebih pada suatu waktu. Menurut Berk (1989) dalamSeifort dan Hoffnung (1997), pada memori jangka pendek informasi tinggal hanya beberapa saat mungkin sekitar 20 detik. Salah satu segi penting dari ingatan jangka pendek adalah informasi dalam simpanan ingatan ini segera tersedia sehingga orang tersebut tidak perlu mencari-cari hal tersebut di dalam ingatannya seperti yang dilakukan ketika mencari informasi yang telah disimpan di dalam simpanan ingatan jangka panjang. Menurut Seifort dan Hoffnung (1997), jenis informasi yang masuk pada memori jangka pendek biasanya terbatas pada kira-kira tujuh keterangan kecil. Selanjutnya dikatakan bahwa ada perbedaan antara anak-anak dan dewasa pada kemampuan test digit. Pada anak-anak biasanya hanya dapat mengingat tiga dikit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai tujuh digit.
33
3. Ingatan Jangka Panjang (Long-term memory) Ingatan jangka panjang
merupakan simpanan informasi di dalam
otakyang dapat diingat kembali pada suatu waktu di masa yang akan datang, bermenit-menit, berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian. Jenis ingatan ini disebut ingatan pasti (permanen). Ingatan jangka panjang dapat terbagi dua, yaitu: ingatan sekunder adalah ingatan jangka panjang yang disimpan dengan jejak ingatan yang lemah, karena itu mudah dilupakan. Kadang-kadang sulit untuk diingat kembali; membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencari informasi tersebut. Ingatan tersier adalah ingatan yang telah sedemikian melekat di dalam pikiran sehingga ingatan tersebut biasanya dapat bertahan seumur hidup. Sangat kuatnya jejak ingatan pada jenis ingatan ini membuat informasi yang tersedia dalam sekejap mata. Proses ingatan ini berlangsung dalam otak, dimana otak akan dapat berfungsi secara optimal dengan adanya suplai glukosa. Menurut Morganet al. (1986), ingatan sesaat dapat berlangsung selama 20 atau 30 detik. Informasi dalam ingatan sesaat yang tidak mengalami pemrosesan lebih lanjut akan hilang dalam waktu sekitar 15 detik. Informasi tersebut akan dipertahankan sedikit lebih lama apabila mengalami pemrosesan secara dangkal. Namun apabila mengalami pemrosesan yang lebih mendalam, yakni perhatian yang terfokus pada informasi tersebut (mungkin melalui pengulanganpengulangan) atau informasi dihubungkan dengan informasi lain yang telah tersimpan di memori, maka akan dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang. Ingatan yang sudah ditempatkan di dalam ingatan jangka panjang biasanya merupakan informasi yang sudah terorganisasi ke dalam kategori. Informasi tersebut akan bertahan selama beberapa hari hingga selama hidup. Pengukuran Daya Ingat Beberapa perbedaan yang terdapat dalam memori tergantung pada bagian mana dari model pemrosesan yang digunakan. Memori jangka pendek merupakan suatu ciri dari pemikiran informasi sekeliling dan hanya untuk suatu periode yang pendek mungkin hanya sekitar 20 detik. Kemampuan memori jangka pendek pada anak usia sekolah lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan
34
tes digit pada usia 8 tahun biasanya hanya mengingat 3 digit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai 7 digit (Seifort & Hoffnung 1997). Pengukuran ingatan dapat dilakukan dengan dua cara (Seifort & Hoffnung 1997) yaitu mengenali kembali (recognition memory) dan mengingat kembali (recall memory). Pada recognition memory seseorang hanya membandingkan stimulus atau isyarat yang diberikan dengan pengalaman atau pengetahuan yang sebelumnya dia peroleh. Misalnya ketika anak-anak melihat gambar atau foto-foto saat liburan beberapabulan yang lalu, mereka akan dapat menggambarkan kembali hal-hal yang terjadi saat liburan tersebut yang sebelumnya mereka lupakan. Sedangka pada recall memoryyang terjadi sebaliknya, seseorang diminta untuk mengingat kembali informasi tanpa memberikan rangsangan atau isyarat tertentu. Misalnya seseorang diminta untuk mengingat nomor telepon temannya tanpa melihat nomor tersebut. Recall umumnya lebih sulit dibandingkan dengan recognition, akan tetapi dalam perkembangannya menunjukkan pola yang sama yaitu mengalami perubahan sesuai dengan pertambahan umur. Alat bantu yang digunakan dalam pengukuran ingatan seseorang dapat berupa huruf, kata atau gambar. Menurut penelitian Kustiyah (2005) pada anak sekolah, dalam pengukuran ingatan lebih baik menggunkan gambar dibandingkan dengan kata. Hal ini terkait dengan sistem pemrosesan informasi yang lebih mendalam pada gambar dibanding kata. Hal ini didukung oleh Paivio (1971) yang mengemukakan bahwa stimulan berupa gambar lebih mudah diingat karena mempunyai kode ganda yaitu kode visual dan verbal. Sedangkan menurut Nelson (1997), gambar lebih mudah diingat daripada kata-kata karena kode visualnya superior, dan representasi dari gambar lebih mudah dibedakan daripada kat-kata. Selanjutnya dikatakan oleh Norman (1976) bahwa stimulan
yang dikenal
misalnya berupa gambar yang dibuat berdasarkan kondisi lingkungan setempat sesuai dengan struktur kognitif, karena stimulan tersebut akan diproses secara lebih mendalam dan lebih bertahan lama daripada stimulan yang kurang dikenal oleh contoh. Dalam penelitian ini stimulan yang digunakan berupa kata dan huruf. Kata dan huruf lebih sesuai untuk anak usia sekolah (10-12 tahun) dibandingkan gambar. Anak usia 10 sampai 12 tahun dianggap sudah lancar
35
membaca dan menulis sehingga lebih mudah untuk mengingat stimulan yang diberikan. Hubungan Zat Gizi dengan Daya Ingat Daya ingat anak merupakan suatu proses yang terjadi di otak tentunya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan organ otak dan bagaimana stimulasi dan rangsangan diberikan agar otak dapat berkembang optimal menjalankan fungsinya. Keadaan gizi sejak janin dalam kandungan sampai bayi lahir dan usia dini perlu terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, karena akan berpengaruh pada perkembangan otak. Menurut Pollit (1990), apabila anak lahir dengan berat badan rendah akan mengalami gangguan kognitif dan kecerdasan intelektual pada usia sekolah. Kekurangan gizi pada masa bayi hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motoriknya, bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen. Gizi yang tidak seimbang, gizi buruk, serta derajat kesehatan yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini. Namun stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak tidak akan bermanfaat bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak pada kondisi yang tidak baik. Keadaan gizi pada usia dini yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, akan berpengaruh besar pada perkembangan otak (Jalal 2003). Banyak penelitian yang menilai dampak defisiensi gizi mikro pada perkembangan anak merupakan pengaruh langsung, kemungkinan
melalui
perubahan anatomi syaraf atau neurotransmission. Namun demikian, ada kemungkinan lain bahwa perubahan perilaku berhubungan dengan defisiensi gizi mikro disamping perawatan anak, sehingga mempengaruhi perkembangan anak dimasa selanjutnya (Black 2003).
Faktor yang berpengaruh terhadap sintesis
neurotransmitter di dalam syaraf antara lain keberadaan prekursor dan enzimenzim. Prekursor tersebut tidak dapat disintesis oleh otak sehingga harus diperoleh dari sirkulasi darah. Kadar prekursor dalam plasma darah secara normal
36
berfluktuasi tergantung pada asupan makanan dan daya serap (bioavailabilitas). Pada kondisi normal, peningkatan konsumsi makanan yang mengandung prekursor akan menstimulasi pembentukan neurotransmitter. Namun laju prekursor memamsuki otak bervariasi sesuai dengan konsentrasinya dalam plasma (Kanarek & Mark-Kaufnan 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa jumlah vitamin juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung fungsi syaraf pusat dan perkembangan manusia. Vitamin ini meliputi tiamin, niasin, piridoksin, cobalamin (vitamin B12), dan asam folat, yang sudah banyak dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan percobaan. Hubungan antara zat gizi dengan fungsi kognitif merupakan topik kesehatan masyarakat yang menarik untuk dibicarakan pada saat ini, baik zat-zat gizi makro maupun zat-zat gizi rmikro. Protein berperan penting sebagai bahan pemasok asam amino yang akan digunakan untuk mensintesis protein syaraf, pembentukan neurotransmitter, pembentukan serta perbaikan sarung ( meilinisasi) otak. Asam-asam lemak tak jenuh (terutama asam lemak Omega-3 dan Omega-6) berperan sangat penting untuk memelihara fungsi retina dan otak secara normal. Penelitian yang dilakukan oleh Astawan, Muchtadi, dan Yulianti (1997) melihat pengaruh perbedaan sumber protein terhadap komposisi asam lemak, asam amino dan kemampuan belajar tikus percobaan. Pangan sumber protein dalam ransum adalah tepung beras berprotein tinggi, serta kasein, sedangkan pangan sumber lemak berupa minyak kedelai yang diberikan pada konsentrasi 14.1 persen. Setelah mengkonsumsi ransum masing-masing, kemudian berat badan dan berat otak tikus ditimbang, sedang otak tikus dianalisis kadar asam amino dan lemaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan berat badan tikus kelompok tepung terigu paling rendah diantara dua kelompok lain dengan angka berturut-turut 9.2, 13.1 dan 13.4 gram untuk kelompok terigu, kasein dan tepung beras. Berat otak tikus kelompok terigu juga paling rendah dibanding kelompok lain, dengan angka berturut-turut 0.977, 1.259 dan 1.189 gram, masing-masing untuk kelompok terigu, tepung beras dan kasein. Volume otak tikus kelompok terigu juga paling rendah diantara kelompok kasein dan tepung beras, dengan angka berturut-turut 980, 1.200 dan 1.300 m3. Komposisi asam amino dan asam lemak pada otak tikus kelompok kasein paling baik diantara
37
kelompok terigu maupun tepung beras. Analisis terhadap sel syaraf otak (neuron) dalam otak besar menunjukkan bahwa jumlah sel syaraf otak tikus kelompok kasein 19.87 persen. Selanjutnya dari uji kecerdasan, tikus kelompok kasein ternyata paling cerdas, sedangkan tikus kelompok terigu tidak berbeda nyata tingkat kecerdasannya dengan tikus kelompok tepung beras. Beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara defisiensi zat gizi mikro (vitamin B12) dengan penurunan fungsi kognitif pada subyek kelompok dewasa dan usia lanjut telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Bryanet al. (2002) di Australia menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari suplemen vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat terhadap kemampuan
memori yang diukur
melalui kecepatan pemrosesan, kemampuan mengingat dan mengenal serta kemampuan verbal. Hubungan antara defisiensi vitamin B12 dengan fungsi kognitif pada anak-anak juga menjadi topik bahasan yang cukup menarik walaupun masih terbatas. Studi kasus anemia bayi dan ibu (yang tidak mampu menyerap vitamin B12) atau ibu vegetarian. Bayinya akan berisiko untuk terhambatnya perkembangan – milestones. Studi observasi anak-anak yang defisiensi vitamin B12 dari ibu yang hanya mengkonsumsi pangan nabati di Belanda mengalami hambatan perkembangan motorik dan bahasa dibandingkan dengan bayi dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani. Pada usia 12 tahun, anak-anak dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati mempunyai tingkat ‘methilmalonic acid’ lebih tinggi dan skor yang lebih rendah pada penilaian kognitif (termasuk Raven’s progressive matrices, Digit Span dan Block Design) dibandingkan anakanak dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani (Black 2003). Penelitian Kustiyah (2005) terhadap murid sekolah dasar kelas empat, lima dan enam di kabupaten Bogor, tentang pengaruh pemberian makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah, hemoglobin dan daya ingat anak. Daya ingat anak diukur dengan metode mengingat kata dan gambar. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pemberian makanan kudapan berpengaruh positif nyata terhadap kadar glukosa darah. Sedangkan konsumsi protein dan zat besi berpengaruh positif terhadap kadar hemoglobin. Dengan mengontrol variabel konsumsi karbohidrat, konsumsi protein dan kadar hemoglobin, kadar glukosa
38
darah berpengaruh positif sangat nyata terhadap daya ingat anak terhadap gambar. Sedangkan daya ingat terhadap kata dipengaruhi secara nyata oleh kadar hemoglobin dan konsumsi energi. Sungtthong et al. (2002) dalam studinya pada anak-anak sekolah di Thailand menemukan bahwa terjadi peningkatan fungsi kognitif sejalan dengan meningkatnya kadar hemoglobin pada anak yang mengalami defisiensi besi, akan tetapi tidak terjadi perubahan kadar hemoglobin pada anak-anak yang mempunyai serum ferritin normal. Anak-anak dengan anemia defisiensi besi mempunyai fungsi kognitif yang rendah (IQ point dibawah rata-rata), sedangkan anak-anak yang tidak mengalami defisiensi besi dan kadar hemoglobinnya normal mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik (IQ point diatas rata-rata).
KERANGKA PEMIKIRAN Daya Ingat Sesaat adalah kemampuan seseorang untuk menangkap, mengkode, menyimpan dan mengungkap kembali sebuah informasi baru, segera sesudah informasi itu diterima dalam jangka waktu maksimal 18 detik. Daya ingat dipengaruhi oleh pertumbuhan otak dan stimulasi otak agar dapat berkembang optimal untuk menjalankan fungsinya. Kekurangan gizi pada masa bayi hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan gangguan motoriknya, bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen. Gizi yang tidak seimbang dan kurang serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak sehingga menurunkan kemampuan otak dalam menyimpan dan merekonstruksi informasi. Keadaan gizi anak yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah akan berpengaruh besar pada perkembangan otak. Kemampuan daya ingat sangat dipengaruhi oleh asupan zat gizi baik zat gizi makro maupun mikro. Konsumsi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral berpengaruh positif terhadap daya ingat. Beberapa jenis vitamin dan mineral diketahui dapat mempengaruhi fungsi kognitif terutama peranannya dalam pembentukan dan pemeliharaan sistem syaraf pusat. Cukupnya asupan mineral Fe akan mempertahankan kadar hemoglobin dalam darah yang normal dan akan memungkinkan seseorang mempunyai ketahanan dalam berkonsentrasi pada suatu hal, termasuk konsentrasi dalam belajar. Oleh karena itu, kadar hemoglobin dalam darah mempunyai peran terhadap keberhasilan seseorang dalam belajar yang tercermin dalamprestasi belajarnya. Nilai anak yang kurang zat besi lebih rendah dibandingkan dengan nilai anak-anak dengan zat besi yang cukup. Daya ingat juga dipengaruhi oleh kebiasaan sarapan dan jajan. Sarapan dan jajan memberikan kontribusi pada peningkatan glukosa darah yang sangat dibutuhkan untuk aktifitas otak. Anak yang terbiasa sarapan dan jajan cenderung akan dapat mempertahankan daya ingatnya dalam kategori baik sampai pada siang hari. Oleh karena itu pemberiakudapan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pemenuhan energi, protein serta zat gizi mineral dan vitamin siswa dalam meningkatkan kadarglukosa darah yang sangat penting untuk aktifitas
40
otak.Pemberian kudapan pada siswa dengan kondisi seperti ini sangat dianjurkan untuk meningkatkan konsentrasi dan prestasi belajar siswa.
Tahap I Formulasi Kudapan
Jenis-jenis Kudapan
3 Jenis Kudapan Tinggi Protein Hewani
Tahap II Intervensi
3 Jenis Kudapan Tinggi Protein Nabati
Konsumsi - Sarapan - Jajan
Pemberian Kudapan
Asupan Zat Gizi
Status Gizi - IMT/U - Anemia
Tahap III Pengukuran Daya Ingat Sesaat
Daya Ingat Sesaat
Gambar 2. Kerangka Penelitian
Kesehatan
BAHANDAN METODE Disain,Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan disain Randomize yaitu studi yang menggunakan prosedur acak untuk mengalokasikan unit percobaan pada kelompok perlakuan. Subyek penelitian adalah siswa sekolah dasar kelas 5 (10-12 tahun) yang diberi kudapan. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah dasar di SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta Kecamatan Tegal Waru Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat.
Lokasi dipilih secara purposif
berdasarkan pertimbangan bahwa: siswa-siswi di SD tersebut umumnya berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke bawah, serta di daerah tersebut belum pernah mendapatkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT-AS) dari pemerintah. Keadaan tersebut diperoleh dari hasil observasi terhadap gambaran umum kondisi sekolah dan keluarga siswa di SDN 1 Pasanggrahan yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nurani Dunia yang merupakan donatur dari penelitian ini. Pengumpulan data siswa yang dilakukan wawancara dengan ibu atau nenek atau bibi untuk kebiasaan makan dan konsumsi pangan serta kesehatan anak yang pernah diderita selama satu bulan terakhir. Pengambilan darah dengan alat bantu hemocue yang dilakukan oleh dokter dari Departemen Gizi Masyarakat. Pengambilan darah dilakukan di SDN 1 Pasanggrahan. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Februari sampai Maret 2012. Penelitian
dilakukan
dengan
3
tahap
yaitu:
Tahap
pertama
adalahpersiapan bahan intervensi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan jenis kudapan dengan kandungan energi dan protein yang akan diberikan. Peneliti menetapkan jenis kudapan dan kandungan energi serta protein yang berpedoman pada pedoman umum PMT-AS dengan syarat-syarat pemberian jenis kudapan harus menggunakan bahan lokal, tidak berbentuk makanan lengkapatau makanan pokok (nasi dan lauk pauknya) dan bersifat sebagai makanan suplemen bukan substitusi, selain itu makanan harus mengandung kurang lebih 300 kkal dan 5 gram protein untuk setiap kali pemberian, (namun dalam penelitian ini menggunakan 7 gram protein).Kandungan protein kudapan terdiri dari pangan tinggi protein hewani dan pangan tinggi protein nabati. Ada 6 jenis kudapan yang
42
akan diberikan kepada siswa. Keenam jenis kudapan tersebut antara lain: biskuit ikan + martabak tahu, nugget ikan, panada ikan, getuk singkong + telur rebus, putri noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tempe goreng. Pemilihan jenis kudapan tersebut didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu memenuhi syarat gizi PMT-AS (mengandung energi 300 kkal dan 7 gram protein), disukai anak-anak, dapat dihabiskan sekali makan, dan tidak mudah basi.Selain itu, kandungan protein kudapan berasal dari pangan nabati maupun hewani. Sumber protein pangan hewani seperti ikan sangat besar manfaatnya dalam membantu proses penyerapan zat besi heme. Penentuan jenis kudapan dilakukan pada bulan Februari 2012. Keenam jenis kudapan (biskuit ikan + martabak tahu, nugget ikan, panada ikan, getuk singkong + telur rebus, putri noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tahu goreng) merupakan jenis kudapan yang akan dilihat pengaruhnya terhadap daya ingat sesaat siswa. Makanan kudapan yang dibagikan kepada siswa dimasak oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang ibu yang berada di tempat dan atau rumah tempat peneliti tinggal (menginap). Kedua ibu tersebut sudah biasa memasak kudapan PMT-AS, sehingga diharapkan kudapan yang dibuat memiliki kandungan energi dan protein yang sesuai dengan standar. Penentuan jenis kudapan dilakukan pada bulan Februari 2012. Tahap kedua adalah pemberian keenam jenis kudapan kepada siswa yang kemudian dilihat pengaruhnya terhadap daya ingat sesaat siswa. Media pengukuran daya ingat sesaat berupa kata dan huruf. Keenam jenis kudapan tersebut diberikan kepada siswa selama empat hari berturut-turut. Pemberian jenis kudapan dilakukan pada bulam Maret 2012 yang bertempat di SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta. Tahap ketigaadalah pengumpulan data daya ingat sesaat yang dilakukan pada bulan Maret, yaitu selama empat hari berturut-turut dan dimulai pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. Pengukuran daya ingat sesaat dilakukan dengan melakukan tes daya ingat sesaat terhadap kata dan huruf.Pengukuran daya ingat sesaat siswa dilakukan dua kali yaitu 2 jam sebelum intervensi dan setelah intervensi dengan prosedur pengukuran daya ingat sesaat siswa terhadap kata dan huruf disajikan pada Lampiran 2.
43
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang dibiayai oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nurani Dunia serta bekerjasama dengan Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bahan, Alat dan Prosedur Intervensi Formulasi beberapa Jenis Kudapan Pembuatan produk makanan tambahan dari keenam jenis kudapan (biskuit ikan + martabak tahu, nugget ikan, panada ikan, getuk singkong + telur rebus, putri noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tempe goreng) dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang ibu yang berada di rumah tempat peneliti tinggal (menginap) di Tegal Waru Purwakarta, sedangkan biskuit ikan dibuat oleh teman peneliti yang diproduksi di Bogor. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pangan sumber protein hewani yaitu ikan dan pangan sumber protein nabati yaitu kacangkacangan dan olahannya dengan kandungan energi dan protein untuk masingmasing jenis kudapan (6 jenis kudapan) adalah sama, yaitu sebesar 300 kkal dan 7 gram protein. Proses pembuatan keenam jenis kudapan masing-masing seperti terlihat pada Gambar 3,4,5,6,7, 8, 9,10, dan 11. Sedangkan bahan tambahan adalah tepung terigu, tepung panir, singkong, pisang, telur, gula pasir, susu kental manis,cocoa, ragi instan, garam, kelapa parut, santan, wortel, merica, bawang merah, bawang putih, bawang bombai, saos, daun pandan, dan minyak goreng. Biskuit Ikan dan Martabak Tahu Pembuatan biskuit ikan. Proses pembuatan biscuit ikan dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan biskuit ikan antara lain oven, mixer, baskom, spatula. Persiapan bahan biskuit kontrol yaitu tepung terigu, margarin, telur, gula, susu fullcream, baking powder, flavor, dan vanili. Sedangkan biskuit padat gizi bahannya adalah tepung terigu, ikan gabus, margarin, blondo, telur, gula, susu fullcream, baking powder, flavor, dan vanili. Proses pembuatannya diawali dengan pengkocokan margarin, telur, gula, dan susu, baking powder, flavor, vanili, pelembut (tbm) selama 15 menit dengan menggunakan mixer, kemudian campurkan tepungnya. Untuk biskuit kontrol menggunakan tepung terigu, sedangkan untuk biskuit padat gizi menggunakan tepung terigu, tepung ikan
44
gabus, tepung beras merah dan blondo. Proses selanjutnya adalah pencetakan, kemudian pemanggangan selama 20 – 25 menit. Langkah terakhir adalah proses pendinginan. Proses pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 3. Penimbangan Bahan Pencampuran margarin, gula, telur, bondo. Bahan tambahan Pencampuran tepung terigu, tepung ikan gabus
Penggilingan adonan Pencetakan adonan Pemanggangan Pendinginan Pengemasan Biskuit siap konsumsi Gambar 3. Prosedur pembuatan biskuit ikan gabus Komposisi utama bahan biskuit yang terdiri dari tepung, lemak, telur, gula dan bahan tambahandapat dilihat pada Lampiran 1. Martabak tahu. Proses pembuatan martabak tahu dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan martabak tahu antara lain: loyang, pisau, talenan, sendok, wajan, dan sutel. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: kulit pangsit, tahu, telur, daun bawang, merica, garam, dan minyak goreng.Proses pembuatan diawali dengan mengaduk tahu bersama daun bawang, telur, merica dan garam hingga rata.Ambil selembar kulit pangsit.Isi dengan 2 sdm adonan tahu.Lipat bentuk amplop. Rekatkan ujungnya dengan larutan tepung terigu.Goreng dalam minyak panas hingga kering kecokelatan.Angkat dan tiriskan.Proses pembuatan martabak tahu dapat dilihat pada Gambar 4.
45
Persiapan Bahan Pencampuran tahu 2 ptg, daun bawang 1 lbr, telur 100 gr, merica 5gr,garam 5 gr
Pengisian adonan tahu dalam kulit lumpia, rekatkan Penggorengan Martabak tahu Gambar 4. Prosedur pembuatan martabak tahu. Nugget Ikan Tuna Proses pembuatan nugget ikan dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan nugget ikan antara lain:blender, baskom, spatula, pisau, talenan, cetakan nugget (loyang), wajan, sutel, saringan, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain:ikan tuna 150 gr, telur 1 butir (50 gr), tepung terigu 100 gr, bawang merah 15 gr, bawang putih 10 gr, merica 2.5 gr, tepung panir 75 gr, dan minyak goreng secukupnya. Proses pembuatan diawali dengan pembersihan ikan, kemudian difillet dan selanjutnya diblender sampai halus. Ikan yang sudah halus kemudian dicampur dengan 1 butir telur,tepung terigu, bawang putih, bawang merah, merica, dan garam. Adonan diaduk hingga rata.Siapkan loyang, olesi dengan margarin atau minyak goreng tipis-tipis. Masukkan adonan, dan
ratakan.Kukus
adonan
hingga
matang.
Setelah
itu,
angkat
dan
dinginkan.Potong persegi panjang atau sesuai selera. Kemudian, kocok2 butir telur, celupkan potongan nugget ke dalamnya. Gulingkan dalam tepung panir, dan goreng hingga kecoklatan. Angkat dan tirirskan. Nugget ikan siap disantap. Nugget ikan bisa juga disimpan dalam freezer selama beberapa hari bila belum segera dimakan. Proses pembuatan nugget ikan dapat dilihat pada Gambar 5.
46
Ikan dibersihkan, difillet, timbang 150 gr Dihaluskan dengan blender Pencampuran 1 btr telur, 100 gr terigu, bwg putih 10 gr, bwg merah 15 gr,merica 2.5 gr, garam 5 gr. Diaduk rata Adonan dimasukkan ke dalam cetakan Kukus hingga matang (± 15 menit) Angkat, dinginkan, potong persegi panjang Pencelupan ke dalam kocokan telur Pelapisan dengan tepung panir 75 gr, ditekan Penggorengan, angkat, tiris Nugget ikan tuna Gambar 5. Prosedur pembuatan nugget ikan tuna. Panada Ikan Proses pembuatan panada ikan dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan nugget ikan antara lain:mixer, baskom, spatula, pisau, talenan, cetakan panada, wajan, sutel, saringan, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain; bahan kulit: 150 g tepung terigu, 1 butir telur (50 gr), 10 gr ragi instan, 15 gr gula pasir, 5gr garam, 125 ml santan; bahan isi:150 gr ikan tenggiri yang telah dikukus dan disuwir-suwir, 50 ml air, 100 gr wortel yang potong dadu kecil, 50 gr bawang bombai dicincang, 2.5 gr merica, 5 gr garam, 5 grsaus cabai, dan 10 gr minyak sawit untuk menumis. Cara pengolahan diawali dengan menumis bahan isi yang telah disiapkan yaitu dengan memasukkan wortel, ikan tenggiri, sambil diberi sedikit air, merica dan garam. Aduk rata hingga bahan matang. Setelah itu siapkan bahan kulit. Campurkan tepung, ragi, gula, dan telur, diblender hingga rata. Kemudian tambahkan santan dan garam sambil diuleni hingga adonan kalis.
47
Adonan didiamkan sebentar selama 25 menit. Setelah itu, adonan dipotong dan ditimbang25 gr untuk 1 potong, kemudian adonan dibentuk dalam cetakan panada. Setelah itu, masukan 1 sdm adonan isi ke dalam adonan kulit, lipat kembali. Adonan didiamkan selama 25 menit hingga mengembang. Selanjutnya adonan digoreng dalam minyak panas hingga matang. Angkat dan tiriskan. Proses pembuatan panada ikan dapat dilihat pada Gambar 6. Bahan Isi Tumis: bawang merah 50 gr,merica 2.5 gr, garam 5 gr, saos 5gr, ikan 150 gr. Diaduk rata
Bahan Kulit Pencampuran: terigu 50 gr,ragi 10 gr, gula 15 gr, telur 50 gr, santan 125 ml, dan garam 5 gr. Adonan dikocok (dimixer) hingga kalis.
Adonan didiamkan selama 25 menit Pencetakan: adonan dipotong, ditimbang 20 gr, masukkan ke dalam cetakan
Masukan 1 sdm adonan isi, rapikan, diamkan 25 menit Penggorengan, angkat, tiriskan Panada ikan Gambar 6. Prosedur pembuatan panada ikan. Getuk Singkong dan Telur Rebus Proses pembuatan getuk singkong dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan getuk singkong antara lain:lesung untuk menumbuk singkong, baskom, sendok, pisau, baki, cetakan getuk, panci kukus, sutel, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: singkong kuning 500 gr, gula pasir 100 gr, susu kental manis 50 gr, cocoa 15 gr, kelapa parut 100 gr, dan 1 butir telur. Cara pengolahan diawali dengan membersihkan singkong, kemudian dikukus sampai matang.Ketika masih panas singkong segera ditumbuk, beri sebagian
48
parutan kelapa. Tambahkan gula pasir sambil diaduk sedikit demi sedikit hingga tercampur rata. Setelah adonan rata, dilakukan pencetakan dengan memasukkan adonan ke dalam cetakan getuk (cetakan bolu). Proses pembuatan getuk singkong seperti pada Gambar 7. Singkong dibersihkan (500 gr) Dikukus sampai matang Dihaluskan/ditumbuk, tambahkan gula 100 gr, susu kental manis 50 gr, dan kelapa parut 100 gr, ratakan
Pencetakan Getuk singkong Gambar 7. Prosedur pembuatan getuk singkong. Putri Noong dan Susu kedele Putri noong. Proses pembuatan putri noong dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan putri noong antara lain:parutan singkong dan kelapa, baskom, sendok, pisau, talenan, daun pisang, panci kukus, sutel, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: singkong parut 500 gr, 4 buah pisang tanduk,gula pasir 50 gr, kelapa parut 100gr, dan garam 5 gr. Cara pengolahan diawali dengan membersihkan singkong, kemudian diparut.Setelah itu dilakukan pencampuran dengan memasukkan gula, kelapa serta garam, diaduk hingga rata. Kemudian siapkan daun pisang dan pipihkan adonan yang telah tercampur, letakkan 1 buah pisang utuh ke dalam adonan, kemudian tutup kembali dengan adonan singkong. Bungkus hingga rapi, dan kukus selam 30 menit atau hingga adonan matang. Setelah matang, angkat dan adonan dipotong-potong. Proses pembuatan putri noong seperti pada Gambar 8 berikut.
49
Pembersihan singkong, diparut (500 gr) Penambahan: gula 50 gr, kelapa parut 100 gr, dan garam 5 gr Pengupasan pisang (4 buah) Daun pisang: pipihkan adonan, letakkan 1 bh pisang, tutup dengan adonan, bungkus rapi
Pengukusan (30 menit), hingga matang Angkat, dipotong-potong Putri noong Gambar 8. Prosedur pembuatan putri noong. Susu kedele. Proses pembuatan susu kedele dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan susu kedele antara lain:panci rebusan, blender, saringan, sendok, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: kacang kedele 100 gr, gula pasir 50 gr, dan 1 lembar daun pandan. Cara pengolahan diawali dengan perendaman kacang kedele selama 1 jam, kemudian direbus hingga matang. Setelah itu,kacang kedele diblender sambil tambahkan air, dibelnder hingga halus untuk
selanjutnya
disaring.
Hasil
saringan
kemudian
dimasak
dengan
menambahkan gula dan daun pandan, dimasak hingga matang. Diangkat dan siap disajikan. Proses pembuatan susu kedele seperti pada Gambar 9. Perendaman kacang kedele: 1 jam Perebusan hingga matang Diblender, tambahkan air secukupnya, penyaringan Pemasakan: tambahkan gula 125 gr dan 1 lbr daun pandan Susu kedele Gambar 9. Prosedur pembuatan putri noong.
50
Bubur Sumsum dan Tempe Goreng Bubur sumsum. Proses pembuatan bubur sumsum dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan bubur sumsum antara lain:panci rebusan, sendok, baskom, saringan kelapa, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: tepung beras 150 gr, santan kelapa650 ml, gula aren 200 gr, gula pasir 50 gr, dan 1 lembar daun pandan. Cara pengolahan diawali dengan memasukkan santan ke dalam panci rebusan, kemudian masukkan tepung beras, gula aren, gula pasir dan daun pandan sambil diaduk terus hingga matang. Angkat, dan siap disajikan. Proses pembuatan bubur sumsum seperti Gambar 10. Perebusan: santan kelapa 650 ml, masukkan tepung beras 150 gr, gula aren 200 gr, gula pasir 50 gr, dan 1 lbr daun pandan, diaduk hingga matang
Bubur sumsum Gambar 10. Prosedur pembuatan bubur sumsum. Tempe goreng. Proses pembuatan tempe goreng dimulai dengan persiapan peralatan pembuatan tempe goreng antara lain:wajan, sutel, sendok, baskom, saringan, dan kompor. Selanjutnya disiapkan bahan antara lain: tempe kedele 150 gr, dan tepung terigu 30 gr. Cara pengolahan diawali dengan pencelupan tempe kedele yang sudah dipotong ke dalam larutan tepung terigu, kemudian dilanjutkan dengan proses penggorengan hingga matang, angkat tiriskan. Siap disajikan. Proses pembuatan tempe goreng seperti pada Gambar 11. Pencelupan: tempe kedele 150 gr ke dalam larutan tepung terigu 30 gr
Penggorengan, angkat, tiriskan
Tempe goreng Gambar 11. Prosedur pembuatan tempe goreng.
51
Penyelenggaraan Intervensi Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta yang menjadi unit percobaan adalah siswa kelas 5 berusia 10-12 tahun yang berjumlah 24 orang. Penentuan jenis kudapan yang akan diberikan kepada siswa dilakukan secara acak. Keenam jenis kudapan diberi kode, yaitu: KTPHA (kudapan tinggi protein hewani A =biskuit ikan + martabak tahu); KTPHB (kudapan tinggi protein hewani B = nugget ikan); KTPHC (kudapan tinggi protein hewani C = panada ikan); KTPND (kudapan tinggi protein nabati D = getuk singkong + telur rebus); KTPNE (kudapan tinggi protein nabati E = putri noong + susu kedele); dan KTPNF (kudapan tinggi protein nabati F = bubur sumsum + tempe goreng). Keenam jenis kudapan yang telah diberi kode, kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam wadah/gelas, diacak, dan masing-masing siswa mengambil secara acak pula.Satu jenis kudapan akan diberikan kepada 4 orang siswa. Penentuan kelompok perlakuan berdasarkan hasil penarikan (lotre). KTPHA diberikan kepada 4 orang siswa, dan seterusnya sampai KTPNF. KTPH terdiri dari 3 jenis kudapan dan KTPN terdiri dari 3 jenis kudapan, sehingga siswa yang mendapatkan KTPH sebanyak 12 orang, begitu pula dengan KTPN, yaitu sebanyak 12 orang. Total keseluruhan siswa adalah 24 orang. Jenis kudapan nugget ikan, panada ikan, getuk singong + telur rebus, putri noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tempe goreng serta martabak tahu dibuat di Tegal Waru Purwakarta, dan disiapkan oleh peneliti dibantu 2 orang ibu di rumah temapt peneliti tinggal (menginap), sedangkan biskuit ikan dibuat di Bogor oleh seorang teman peneliti. Makanan kudapan mengandungenergi dan protein yang sama untuk semua jenis kudapan, yaitu sebanyak 300 kkal dan 7 gram protein. Formula energi dan protein dirancang peneliti dengan mempertimbangkan faktor kecukupan dan bioavailabilitas protein. Rata-rata kebutuhan protein sehari untuk anak usia sekolah (10-12 tahun) sebesar 50 gram per hari (WKNPG 2004), sedangkan biovailabilitas protein tergantung pada berapa banyak protein yang dipisahkan dari pangan oleh pepsin danenzim lambung lainnya, serta kemampuan intrinsic factor
(IF)
sebagai
penghubung
dalam
sistem
penyerapan.
Dengan
mempertimbangkan faktor kebutuhan anak usia 10-12 tahun (50 gram/hari) dan
52
faktor biovailabilitas protein maka peneliti menetapkan dosis protein yang diberikan sebesar 7 gram per hari (diberikan satu kali sehari selama empat hari berturut-turut). Sumber protein kudapan berasal dari protein hewani maupun protein nabati. Kudapan diberikan kepada unit percobaan (siswa kelas 5) satu kali sehari selama 4 hari berturut-turut. Berat masak masing-masing jenis kudapan sebagai berikut: kudapan biskuit ikan+ martabak tahu sebanyak 40 gram (4 keping biskuit dan 1 potong martabak tahu); nugget ikan sebanyak 50 gram (1 porsi), panada ikan sebanyak 60 gram (2 porsi), getuk singkong + telur rebus sebanyak 120 gram (1 porsi getuk singkong dan 1 butir telur rebus), putri noong + susu kedele sebanyak 100 gram (2 porsi putri noong dan 250 ml susu kedele), dan bubur sumsum + tempe goreng sebanyak 225 gram (210 bubur sumsum dan 10.5 gram tempe goreng).Porsi kudapan dengan kandungan protein sebesar 7 gram ditentukan dengan asumsi bahwa kandungan protein dari masing-masing jenis kudapan memberikan kontribusi sekitar 10-15 persen dari rata-rata AKG anak usia 10-12 tahun yaitu sebesar 2050 kkal. Model Rancangan Percobaan Rancangan percobaan adalah langkah-langkah lengkap yang dipersiapkan sebelum percobaan dilakukan yang bertujuan untuk memperoleh data agar kesimpulan yang dihasilkan sasih. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Penggunaan rancangan didasarkan karena kondisi unit percobaan yang digunakan dalam penelitian ini relatif homogen yaitu siswa kelas 5. Rancangan penelitian ini terdiri dari 2 faktor yaitu jenis kudapan yang tinggi protein hewani (KTPH) dan jenis kudapan tinggi protein nabati (KTPN). Dimana KTPH terdiri dari 3 jenis kudapan, yaitu biskuit ikan + martabak tahu (kudapan A), nugget ikan (kudapan B), panada ikan (kudapan C). KPTN terdiri dari 3 jenis kudapan, yaitu getuk singkong + telur rebus (kudapan D), putri noong + susu kedele (kudapan E), dan bubur sumsum + tempe goreng (kudapan F). Sehingga total jenis kudapan adalah 6. Dengan demikian banyaknya perlakuan yang dicobakan ada sebanyak: 2 x 3 = 6. Setiap perlakuan pemberian jenis kudapan akan diberikan kepada 4 unit percobaan dan diulang sebanyak 4 kali, sehingga banyaknya unit percobaan yang digunakan
53
adalah 4 x 6 = 24 unit percobaan. Faktor 1 (KTPH) akan mendapat 4 x 3 = 12 unit percobaan, dan faktor 2 (KTPN) akan mendapat 4 x 3 = 12 unit percobaan. Dalam pelaksanaannya, perlakuan pemberian kudapan untuk setiap unit percobaan dilakukan berdasarkan jenis kudapan sebagai tinggi sumber protein hewanidan tinggi sumber protein nabati yang telah ditentukan berdasarkan hasil pengacakan. Dalam hal ini, setiap unit percobaan hanya mendapat satu perlakuan, sesuai dengan hasil pengacakan. Faktor. Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan sebagai penyusun struktur perlakuan (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Peubah bebas yang dicobakan adalah pemberian kudapan tinggi protein hewani dan kudapan tinggi protein nabati. Dalam
penelitian ini pemberian kudapan merupakan peubah
bebas kualitatif. Taraf. Taraf adalah nilai-nilai faktor (peubah bebas) yang dicobakan dalam percobaan. Faktor jenis kudapan memiliki 2 taraf (kudapan tinggi protein hewani dan kudapan tinggi protein nabati). Jenis kudapan yang tinggi protein hewani adalah: biskuit ikan + martabak tahu, nugget ikan, dan panada ikan. Sedangkan jenis yang tinggi protein nabati adalah getuk singkong + telur rebus, putri noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tempe goreng. Keenam jenis kudapan tersebut diberi kode A = biskuit ikan + martabak tahu, B = nugget ikan, C = panada ikan, D = getuk singkong + telur rebus, E = putri noong + susu kedele, dan F = bubur sumsum + tempe goreng. Perlakuan. Perlakuan adalah prosedur yang pengaruhnya hendak diukur dan dibandingkan dengan perlakuan lain (Steel dan Torrie 1989) atau merupakan suatu prosedur yang diterapkan pada unit percobaan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Suatu perlakuan dalam penelitian tersusun dari beberapa faktor atau peubah bebas. Penelitian ini terdiri dari 2 faktor yaitu jenis kudapan yang tinggi protein hewani(KTPH) dan jenis kudapan tinggi protein nabati (KTPN). Dimana KTPH terdiri dari 3 jenis kudapan, yaitu biskuit ikan + martabak tahu (KTPHA), nugget ikan (PTPHB), panada ikan (KTPHC); dan jenis kudapan tinggi protein
54
nabati, yaitu getuk singkong + telur rebus (KTPND), putri noong + susu kedele (KTPNE), bubur sumsum + tempe goreng (KTPNF). Sehingga total jenis kudapan adalah 6. Dengan demikian banyaknya perlakuan yang dicobakan ada sebanyak 2 x 3 = 6. Setiap perlakuan pemberian jenis kudapan akan diberikan kepada 4 unit percobaan dan diulang sebanyak 4 kali, sehingga banyaknya unit percobaan yang digunakan adalah 4 x 6 = 24 orang unit percobaan.Rincian perlakuan sebagai berikut: 1. Pemberian kudapan tinggi protein hewani, biskuit ikan + martabak tahu (KTPHA); (dimakan 1 x selama 4 hari). 2. Pemberian kudapan tinggi protein hewani, nugget ikan (KTPHB); (dimakan 1 x selama 4 hari). 3. Pemberian kudapan kudapan tinggi protein hewani, panada ikan (KTPHC); (dimakan 1 x selama 4 hari). 4. Pemberian kudapan tinggi protein nabati, getuk singkong + telur rebus (KTPND); (dimakan 1 x selama 4 hari). 5. Pemberian kudapan tinggi protein nabati, putri noong + susu kedele (KTPNE); (dimakan 1 x selama 4 hari). 6. Pemberian kudapan tinggi protein nabati, bubur sumsum + tempe goreng (KTPNF); (dimakan 1 x selama 4 hari). Peubah Respon. Peubah respon atau peubah tidak bebas (dependen) merupakan peubah yang nilainya tergantung dari nilai faktor (peubah bebas). Peubah respon bersifat ordinal. Peubah respon dari penelitian ini adalah daya ingat siswa. Pengacakan. Tujuan pengacakan adalah agar setiap unit percobaan memiliki peluang yang sama untuk memperoleh suatu perlakuan tertentu. Pengacakan perlakuan pada unit-unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem lotre secara manual atau dapat juga menggunakan komputer (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Pengacakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah secara manual. Setiap unit percobaan (24 orang siswa) akan mengambil keenam jenis kudapan secara acak melalui gulungan kertas, dimana jenis kudapan telah diberi kode (KTPHA = biskuit ikan + martabak tahu, KTPHB = nugget ikan, KTPHC =
55
panada ikan, KTPND = getuk singkong + telur rebus, KTPNE = putri noong + susu kedele, dan KTPNF = bubur sumsum + tempe goreng). Masing-masing perlakuan (6 jenis kudapan) diberikan kepada 4 unit percobaan. Selanjutnya perlakuan yang telah diberi kode, digulung dan dimasukkan ke dalam wadah atau gelas untuk selanjutnya dilakukan penarikan gulungan kertas secara manual. Unit percobaan ditentukan berdasarkan kode perlakuan yang ditarik atau didapat dari hasil penarikan. Penentuan Unit Percobaan Unit percobaan atau satuan percobaan adalah unit terkecil dalam suatu percobaan yang diberi suatu perlakuan (Mattjik & Sumertajaya, 2006). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit percobaan adalah siswa kelas 5. Berdasarkan teori perkembangan Piagetdalam Hidayat (2004), pada usia ini tingkat perkembangan kognitif anak berada pada akhir masa konkrit operasional, sehingga anak-anak sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik, mampu mengingat kejadian 24 jam yang lalu, dan sudah diikutkan dalam kegiatan sekolah yang menuntut tanggung jawab, sehingga kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta dengan usia berkisar dari 10-12 tahun. 2. Pemilihan unit percobaan didasarkan pada pertimbangan bahwa siswa kelas 5 sudah lancar membaca dan menulis yang diperlukan untuk uji daya ingat. 3. Cukup umur untuk diambil darah guna pengukuran kadar hemoglobin (Hb). 4. Tidak sedang mengikuti kegiatan serupa di tempat atau kelompok lain. 5. Bersedia untuk mengikuti semua kegiatan yang dilakukan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data antropometri siswa (berat badan dan tinggi badan), data konsumsi, sarapan, jajan, status kesehatan, kadar hemoglobin dan daya ingat sesaat siswa. Pengukuran berat badan dan tinggi badan siswa dilakukan untuk mengatahui indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Tinggi badan siswa diukur dengan menggunakan alat ukur tinggi badan merk ”Seca Alpha” produk Jerman dengan ketelitian 0.1 cm. Berat badan siswa ditimbang menggunakan
56
timbangan berat badan microtouice denganmerk ”Uchida” produk Jepang dengan ketelitian 0.1 kg. Selanjutnya nilai IMTdapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut ini:
Keterangan:
𝐼𝑀𝑇 =
𝐵𝐵 𝑇𝐵
IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi Badan (m2) Pengumpulan data kesehatan siswa dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data kadar hemoglobin darah (Hb) diperoleh dengan pengambilan darah dengan menggunakan alat hemocue. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan cara melalukan recall 2 x 24 jam kepada siswa yaitu pada hari libur dan hari sekolah yang meliputi jumlah dan jenis pangan kemudian dikonversi menjadi energi, protein, vitamin A, vitamin B12, vitamin C, dan besi.Data sarapan dan jajan dilakukan dengan menanyakan langsung kepada siswa sebelum pengukuran daya ingat awal. Pengukuran daya ingat sesaat dilakukan selama empat hari berturut-turut, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis dengan menggunakan daftar kata dan huruf yang umum digunakan (Nelson 1979)dalam Kustiyah (2006). Pengukuran dengan metode recall (Davidoff 1988) yaitu “memanggil ingatan yang baru saja didapat secara visual dengan menuliskan rangkaian kata dan huruf yang diingat dengan rangkaiankata dan huruf yang ditayangkan selama 1 detik per huruf sedangkan 6 detik untuk kata dengan memberi skor pada setiap kata dan huruf. Pengujian daya ingat sesaat ini dilakukan oleh peneliti dengan cara klassikal. Alat utama untuk mengukur variabel ini berupa sederetan huruf dari 3 sampai 9 huruf yang diambil secara acak dari 26 huruf yang ada di alphabet latin kapital dan sekelompok kata yang sepadan. Jenis huruf yang digunakan yaitu Times New Roman dengan ukuran huruf 200 cmdan berwarna hitam.Huruf disusun secara tiga huruf (trigram), kemudian trigram disusun membentuk kolom dari atas ke bawah pada karton warna putih bersih setinggi 40 cm, lebar 30 cm.Topik kata yang digunakan meliputi nama negara, nama bunga, nama makanan jajanan yang
57
sering dijual di lingkungan sekolah, hubungan kekerabatan, jenis hewan, dan nama buah(Lampiran 2). Kata yang diberikan pada hari pertama yaitu mangga, kucing, melati, Indonesia, cilok, ibu. Kata yang diberikan pada hari kedua yaitu adik, kamboja, ayam, batagor, jambu, India. Susunan huruf-huruf kemudian diganti dengan acakan baru tiap kali test, sehingga tidak ada kesempatan bagi ingatan yang lampau untuk mengganggu kemurnian ingatan pada test berikutnya. Keseluruhan dari enam macam susunan huruf dan enam macam kata tersebut dipakai untuk satu kali test daya ingat, yang pelaksanaannya dimulai dari urutan huruf termudah, yakni dari susunan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6,
serta kata; mangga, kucing, melati, Indonesia, cilok dan ibu
(Lampiran 2). Dengan rincian; susunan huruf 1 terdiri dari 4 huruf, susunan 2 terdiri dari 5 huruf, dan seterusnya sampai susunan ke-6 dengan jumlah huruf 9. Waktu untuk menulis dibatasi maksimal 2 kali waktu tayangan, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menulis kembali huruf pada susunan 1: 2 x 4 = 8 detik, susunan 2: 2 x 5 = 10 detik, dan seterusnya susunan 6: 2 x 9 = 18 detik. Sedangkanwaktu yang dibutuhkan untuk satu rangkaian kata adalah 12 detik.Pengukuran daya ingat sesaat dilakukan pada dua titik, yaitu pagi hari sebelum proses belajar dimulai (jam 07.15 WIB) dan siang hari setelah proses belajar berakhir (jam 13.00 WIB). Data sekunder merupakan data pendukung. Data sekunder terdiri dari profil sekolah yang diperoleh dari pihak sekolah tempat penelitian, dan absensi siswa kelas 5yang diperoleh dari wali kelas.
58
Tabel 4. Aspek, peubah dan cara pengumpulan data penelitian Aspek Peubah Cara Pengumpulannya Karakteristik anak Umur, jenis kelamin dan uang wawancara saku Karakteristik Besar keluarga, pendidikan wawancara keluarga ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendapatan per kapita keluarga, dan status perkawinan ayah/ibu. Konsumsi pangan Jenis zat gizi, sarapan dan jajan recall 2x24 jam Status gizi Berat badan penimbangan Tinggi badan pengukuran dengan microtoise Status anemia Kadar hb Pengukuran dengan alat hemocue Status Kesehatan jenis penyakit, frekuensi dan wawancara lama sakit Daya ingat Recall test (Kustiyah 2005), Tes mengingat kata modifikasi dan huruf Validitas dan Kualitas Data Untuk menjamin validitas internal data, maka dalam pengumpulan data dilakukan: 1. Wawancara untuk kuisioner kebiasaan makan dan konsumsi pangan dilakukan oleh peneliti. 2. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan oleh peneliti dan menggunakan alat yang sama pada setiap pengukuran selama penelitian dan ditera (dinolkan setiap akan mengukur). 3. Pengambilan darah dilakukan di sekolah oleh dokter dari Departemen Gizi Masyarakat-IPB. 4. Kata dan huruf yang digunakan untuk pengukuran daya ingat diambil dari kata-kata yang sudah biasa bagi siswa kelas 5 seperti nama negara, nama bunga, nama makanan jajanan yang sering dijual di lingkungan sekolah, hubungan kekerabatan, jenis hewan, dan nama buah, serta 26 huruf yang ada di alphabet latin kapital. Sedangkan untuk kontrol kualitas data dilakukan dengan cara: 1. Meneliti kembali kuisioner yang sudah diisi saat wawancara.
59
2. Memperbaiki data yang kurang akurat dengan menanyakan kembali pada responden. 3. Data yang sudah dientry kemudian dicek ulang dan bila terdapat kesalahan diperbaiki sesuai dengan yang tercantum di kuisioner. Pengolahan dan Analisis Data Data diolah dengan cara pemberian kode (coding), pemasukan data (entry),
pengecekan
ulang
(cleaning),
dan
analisis
data.Datadianalisismenggunakan perangkat lunakMicrosoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.0 for Windows, serta SAS dengan prosedur GLM (General Linier Model). Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu umur siswa, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2007), yaitu 1) sangat gemuk (>+3 SD); 2) gemuk (+2 SD sampai dengan +3 SD);3) normal (-2 SD sampai dengan 2 SD); 4) kurus (-3 SD sampai -2 SD); dan 5) sangat kurus (<-3 SD). Dari 5 kategori, dibagi kembali menjadi 2 kategori, yaitu kurus (<-3 SD sampai< -2 SD) dan normal(-2 SD sampai dengan 2 SD) karena tidak ada yang gemuk dan sangat gemuk. Data anemia diperoleh dengan melihat kadar Hb yang dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan WHO (2007) , yaitu dikatakan anemia bila kadar Hb < 11.5 g/dl dan dikatakan normal bila kadar Hb ≥ 11.5 g/dl. Cut off point untuk anemia menggunakan 11.5 g/dl karena dalam penelitian ini sebagian besar siswa berumur 11 tahun (Tabel 3) (WHO 2001). Daya ingat sesaat dianalisis berdasarkan huruf dan kata yang benar kemudian masing-masing dijumlahkan. Skor daya ingat sesaat huruf berkisar 0-6 dan skor daya ingat sesaat
kata berkisar 0-39. Untuk kepentingan tampilan
ditabulasi, maka skor tersebut dikategorikan masing-masing 2 kategori yaitu kurang dan baik berdasarkan rata-rata. Daya ingat sesaat dikatakan kurang bila skornya dibawah rata-rata, sedangkandaya ingat sesaat dikatakan baik bila skornya diatas rata-rata.
60
Pengukuran konsumsi zat gizidilakukan dengan menghitung konsumsi pangan dari satuanukuran rumah tangga (URT) ke dalam satuan berat (gram). Dari satuan berat yang diperoleh dapatdihitung asupan zat gizi siswa yaitu energi (kkal), protein(gr), vitamin A (RE), vitamin B12 (µg), vitamin C (mg), dan besi (mg)berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan software nutrisurvey2007 dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) : Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100) Keterangan: Kgij= Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi Bj= Berat bahan pangan yang dikonsumsi Gij= Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD) Untuk menghitung kecukupan energi dan protein yang dikoreksi denganberat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) digunakan rumus sebagaiberikut : AKG = (Ba/Bs) x AKGI Keterangan: AKG = Angka Kecukupan Energi atau Protein Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan rata-rata yang tercantum dalam AKG AKGI = Angka kecukupan energi atau protein yang tercantum dalam AKG Tingkat konsumsi energi dan protein dikatakan defisiensi berat apabilatingkat konsumsi di bawah 70 persen (Depkes 1998). Pengukuran tingkat konsumsienergi dan zat gizi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus seperti berikut : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑥 100% 𝐴𝐾 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐺𝑖𝑧𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
Kecukupan vitamin dan mineral tidak dilakukankoreksi terhadap berat badan . Angka kecukupan vitamin dan mineraldapat dilihat langsung seperti yang terdapat dalam AKG (Tabel 4).
61
Tabel 5. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi dan protein
Vitamin dan mineral
a.Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b.Defisit tingkat sedang (70–79% angka kebutuhan) c.Defisit tingkat ringan (80– 89% angka kebutuhan) d.Normal (90 – 119% angka kebutuhan) e.Diatasangkakebutuhan (≥120% angka kebutuhan) a. Kurang (< 77% angka kebutuhan) b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan)
Sumber: Muhilal & Hardinsyah (2004), Gibson (2005), Karyadi (1990)
Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat atau analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sebaran kesehatan (skor mordibitas),kebiasaan sarapan dan jajan, status gizi, status anemia,dan daya ingat siswa.Uji beda rata-rata digunakan untuk menganalisis perbedaan rata-rata skor daya ingat sesaat dari awal dan akhir. Uji Anova untuk melihat perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, sarapan, jajan, status gizi, status anemia dan status kesehatan pada setiap kelompok jenis kudapan.Uji Korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antar variabel asupan zat gizi, sarapan, jajan, status kesehatan, status gizi, dan status anemia dengan daya ingat sesaat siswa terhadap kata awal, kata akhir, huruf awal dan huruf akhir (Lampiran 3). Data dianalisis dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16.0 for Windows. Analisis kovarian (ANCOVA “Analysis of Covariance”),dan uji Duncan. Analisis kovarian digunakan untuk menganalisis pengaruh kudapan terhadap daya ingat akhir, dan daya ingat awal sebagai peubah pengganggu dengan model sebagai berikut:
Keterangan :
𝑌𝑖𝑗𝑘 = 𝜇 + 𝛽𝑋 + 𝜏𝑖 + ℎ𝑗 + 𝜖𝑖𝑗𝑘
Y ijk =Daya ingat akhir (menurut kata awal atau huruf awal) siswa ke-k yang dapat kudapan ke-i pada hari ke- j μ
= Rataan umum daya ingat akhir
X
= Daya ingat awal (menurut kata awal atau huruf awal).
Β
= Koefisien daya ingat awal
𝜏𝑖
= Tambahan ingatan akibat kudapan ke-i
h j = Tambahan daya ingat pada hari ke-j
62
ε ij = Galat percobaan i
= 1, biskuit ikan + martabak tahu
= 2, nugget ikan = 3, panada ikan = 4, getuk singkong + telur rebus = 5, putri noong + susu kedele = 6, bubur sumsum + tempe goreng j = 1,2,3,4 (Senin, Selasa, Rabu dan Kamis) Data daya ingat sesaat siswa diolah menggunakan program software SAS for Windows versi 6.12 dengan prosedur GLM (General System Model) dan Microsoft Exel 2007. Apabila Ho pada ANCOVA dan ANOVA ditolak, maka dilanjutkan uji Duncan. Uji Duncan dilakukan untuk membandingkan perbedaan rata-rata ingatan akhir antar kudapan. Untuk lebih jelas aspek yang diteliti beserta peubah dan cara pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 5.
63
Tabel 6. Penentuan variabel penelitian No 1
Variabel Karakteristik Anak - Umur - Jenis Kelamin - Uang Saku
2
Karakteristik Keluarga - Besar Keluarga
- Pendidikan Orang Tua
- Pekerjaan Orang Tua
- Pendapatan Orang Tua - Status Perkawinan
Kategori Pengukuran 10 – 12 Tahun 1= Laki-laki 2= Perempuan 1= Rp 1000 2= Rp 1000-Rp 2000 3= > Rp 2000
Rasio Nominal
1=Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2=Keluarga sedang (5-7 orang) 3=Keluarga besar (> 7 orang) 1=Tidak sekolah 2= SD 3=SMP 4=SMA 5=Perguruan Tinggi 1=Tidak bekerja 2=Petani, petani ikan 3=Buruh, PRT 4=Pedagang 5=Guru, PNS, POLRI 6=Karyawan swasta 7=Lainnya (ojek, supir, dll) 1= < Rp 209.777/kapita/bln 2= ≥ Rp 209.777/kapita/bln 1= Bercerai 2= Tidak Bercerai IMT/U (Z-score): 1= Kurus (≥-3SD sampai -2 SD) 2= Normal (≥-2SD sampai 2 SD) Status Anemia: 1=Anemia (< 11.5 g/dl) 2= Normal (> 11.5 g/dl) 1= Tidak sarapan dan tidak jajan 2= Sarapan dan jajan 1= Sakit 2= Tidak sakit
Ordinal
3
Status Gizi
4
Sarapan dan Jajan
5
Kesehatan
6
Konsumsi Pangan - Tingkat kecukupan Energi dan 1= Defisit tingkat berat (<70%) Protein 2= Defisit tingkat sedang (70-79%) 3= Defisit tingkat ringan (80-89%) 4= Normal (90-119%) 5= Lebih ((>=120%) - Tingkat kecukupan zat gizi 1= Kurang (<77%) mikro 2= Cukup (>=77%) Daya Ingat Sesaat Kata 1= Kurang (<5.35) 2= Baik (>5.35) Daya Ingat Sesaat Huruf 1= Kurang (<36.05) 2= Baik (>36.05)
7 8
Skala Pengukuran
Interval
Ordinal
Nominal
Ordinal Nominal Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
Ordinal Ordinal Ordinal
64
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu : 1. Tidak dilakukan pengukuran kadar glukosa darah siswa yang diperoleh sebelum penelitian. 2. Peneliti tidak mengikuti pelatihan (psikotest) sebelum melakukan pengukuran daya ingat pada siswa. 3. Tidak dilakukan pengontrolan terhadap konsumsi pangan selain perlakuan pemberian kudapan. Definisi Operasional Daya Ingat Sesaat adalah kemampuan seseorang untuk menangkap, mengkode, menyimpan dan mengungkap kembali sebuah informasi baru, segera sesudah informasi itu diterima dalam jangka waktu maksimal 18 detik. Pengukuran daya ingat dilakukan dengan menggunakan daftar kata yang umum digunakan. Daftar kata yang dibuat terdiri dari enam buah kata yang disusun secara acak. Topik kata yang digunakan meliputi nama negara, nama bunga, nama makanan jajanan yang ada di sekolah siswa, hubungan kekerabatan, jenis hewan, dan nama buah. Dan huruf terdiri dari rangkaian 3-9 huruf yang dipilih secara acak dari 26 huruf yang ada di alphabet latin kapital sedemikian rupa sehingga kalau dibaca tidak akan memiliki arti/makna.
Lama waktu dari mulai menangkap sampai
mengungkap kembali rangkaian huruf adalah 1 detik per huruf, sehingga untuk 3 huruf dan kata dibutuhkan 3 detik, sampai 9 huruf dibutuhkan 9 detik. Sedangkan untuk kata dibutuhkan 6 detik untuk 1 kata, sehingga waktu yang dibutuhkan dalam 1 kali tes (ada 6 rangkaian kata) daya ingat terhadap kata adalah 36 detik. Pesan disampaikan dengan metode visual, dengan ukuran huruf dan kata 200 cm, berwarna hitam, ditempelkan pada kertas putih persegi panjang, dengan jarak antara tayangan dengan siswa adalah 2 meter, siswa diberi kesempatan untuk berlatih menghafalkan rangkaian kata dan huruf tersebut. Anak sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 10–12 tahun yang duduk di kelas 5 dan menjadi unit percobaan dalam penelitian.
65
Status gizi adalah keadaan siswa yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dalam waktu yang lama yang dinyatakan dalam satuan Indeks Massa Tubuh (IMT/U)
untuk usia 10-12 tahun. Cara
pengukuran status gizi dilakukan dengan cara: 1) melakukan penimbangan berat badan siswa; dan 2) pengukuran tinggi badan. Kemudian hasil pengukuran yaitu berat badan dibagikan dengan tinggi badan. Dalam penelitian ini status gizi berdasarkan indikator IMT/U dikategorikan menjadi 2, yaitu kurus apabila IMT(<-3 SD sampai dengan <-2 SD); dan normal apabila IMT (-2 SD sampai dengan 2 SD). Status Anemia adalah suatu kondisi kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal dengan kisaran normal berbeda sesuai usia dan jenis kelamin. Nilai batas ambang untuk anemia menurut WHO (2001) untuk umur 10-12 tahun <11.5 g/dl. Status anemia siswa meliputi 1) anemia; dan 2) normal. Status kesehatan adalah kondisi tubuh seseorang yang pernah diserang virus ataupun infeksi yang dialami selama satu bulan terakhir. Dalam penelitian ini kondisi kesehatan dari siswa dikelompokkan menjadi 1) pernah sakit (selama 1 bulan terakhir sebelum dilakukan tes daya ingat); dan 2) tidak pernah sakit (selama 1 bulan terakhir sebelum dilakukan tes daya ingat). Kudapan adalah makanan matang, yang mengandung energi dan protein, baik protein nabati maupun hewani, yang siap dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar.Kudapan diharapkan mengandung energi minimal 300 kkal dan protein 5 gram, akan tetapi protein yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 gram. Dalam penelitian ini, kudapan diberikan selama 4 hari berturut-turut kepada 24 siswa. Sarapan adalah makanan dan minuman yang manghasilkan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi di pagi hari sebelum siswa berangkat ke sekolah. Makan pagi merupakanpemasukan bahan bakar dan zat gizi yang dibutuhkan untuk melakukanaktivitas di pagi hari, siang dan malam hari, sehingga sangat penting bagitubuh untuk menghadapi pekerjaan, belajar dan bermain. Makanan jajanan adalah makanan yang siap makan atau terlebihdahulu dimasak dan dijual di lingkungan sekolah.
66
Konsumsi pangan adalah rata-rata konsumsi setiap jenis pangan per hari yang dikonsumsi oleh siswa yang dinyatakan dalam satuan berat (gram) dan ukuran rumah tangga, yang diperoleh dari hasil recall 2 x 24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ).
67
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Dasar Sekolah Dasar Negeri 1 Pasanggarahan Purwakarta terletak di Kampung Cirangkong Desa Pasanggrahan Kecamatan Tegal Waru Purwakarta Propinsi Jawa Barat. SDN 1 Pasanggrahan dibangun pada tahun 1975 dan berdiri di atas areal tanah seluas 1500 m2dengan luas bangunan 604 m2. Terdiri dari 2 unit bangunan dengan jumlah ruangan sebanyak 9 bilik, dimana untuk ruangan belajar atau kelas ada 7 rombel, 1 ruang kantor dan 1 ruang perpustakaan/UKS. Berdasarkan letak sekolah, SDN 1 Pasanggrahan terletak di daerah pinggiran kota atau daerah terpencil dari pusat Pemerintahan Kabupaten Purwakarta. Secara struktural
SDN 1 Pasanggrahan berada di bawah pengawasan Departemen
Pemuda dan Olaraga Kabupaten Purwakarta. Pemilihan Sekolah Dasar Negeri 1 Pasanggrahan sebagai lokasi penelitian dilakukan berdasarkan rujukan dari BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dengan kriteria sekolah yang berhak mendapatkan zakat. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh lima orang seksi: bidang kurikulum, hubungan masyarakat, kesiswaan, pengembangan mutu serta sarana dan prasarana. Staf pengajar pada SDN 1 Pasanggrahan berjumlah 9 orang guru termasuk 5 orang guru yang membidangi kelima seksi tersebut di atas, dengan jumlah murid sebanyak 200 orang siswa. Jumlah kelas 1 sampai kelas 6 sebanyak 7 kelas dimana kelas 2 terdapat kelas paralel. Serta 1 orang pesuruh atau penjaga sekolah. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN 1 Pasanggrahan berlangsung dari hari Senin sampai hari Sabtu dengan jam belajar berkisar antara 4 hingga 6 jam. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 1 sampai kelas 3 pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu dimulai pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. Sedangkan untuk kelas 4 sampai kelas 6 pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis dimulai pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari Jumat dan Sabtu, kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 11.30 WIB.
68
Seperti perbaikan sarana prasarana pembelajaran terutama dibidang olah raga, diutamakan menambah sarana olah raga dengan cara membeli peralatan yang baru dengan sumber biaya dari dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) Pemerintah dan bantuan pihak swasta, sementara untuk tenagapengajar dilakukan peningkatan SDM melalui diklat dan kursus yang menunjang pembelajaran dengan sumber dana BOS Pemerintah. Selain kegiatan belajar mengajar, SDN 1 Pasanggrahan juga menyediakan kegiatan ekstrakulikuler guna mewadahi dan mengembangkan bakat, kreativitas dan minat siswa. Kegiatan ekstrakulikuler tersebut antara lain adalah seni tarik suara, pencak silat dan volly ball. Formulasi Kelompok Jenis Kudapan Kandungan protein pada penelitian ini tidak hanya berasal dari pangan hewani tetapi juga berasal dari pangan nabati. Hasil yang sama dengan asupan pangan hewani ditunjukkan oleh asupan pangan nabati. Asupan protein hewani dan protein nabati pada anak-anak dapat meningkatkan kemampuan kognitif,dan konsentrasi anak terhadap pelajaran di sekolah. Ikan dan telur merupakan pangan hewani yang mengandung protein berkualitas tinggi bila dibandingkan dengan pangan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan dan olahannya, sayuran, dan buah-buahan. Protein hewani dapat berperan dan berfungsi sebagai zat pembangun struktur tumbuh, zat pengatur (biokatalisator), buffer dalam cairan tubuh, peyangga racun atau penyakit, sumber energi dan sebagai hormon (Soehadji 1994). Konsumsi bahan makanan sumber protein hewani masih belum bervariasi baik dari segi jenis dan frekuensinya. Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang cepat. Selain itu, sangat diperlukan
penganekaragaman menu untuk lebih meningkatkan selera
makan khususnya pada anak-anak, baik dalam hal bentuk maupun cita rasa. Dalam penelitian ini, akan dibuat jenis kudapan dengan kandungan protein yang berasal dari protein hewani (ikan dan telur) dan protein nabati (kacangkacangan dan olahannya). Jenis kudapan dengan kandungan protein hewani antara lain biskuit ikan, nugget ikan, dan panada ikan. Sedangkan jenis kudapan yang mengandung kandungan protein nabati seperti getuk singkong + telur rebus, putri
69
noong + susu kedele, dan bubur sumsum + tempe goreng serta martabak tahu yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan 7 gram protein dari biskuit ikan. Kandungan energi dan protein untuk semua jenis kudapan sama yaitu kurang lebih 300 kkal dan 7 gram protein.Kandungan energi dan protein berbagai jenis kudapan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan energi dan protein berbagai jenis kudapan Jenis Kudapan Energi (kkal) Protein (gr) Biskuit ikan + martabak tahu (A)
299.3
7.2
Nugget ikan (B)
307.6
7.3
Panada ikan (C)
298.9
7.1
Getuk singkong + telur rebus (D)
295.7
7.0
Putri noong + susu kedele (E)
297.5
6.9
Bubur sumsum + tempe goreng (F)
294.5
6.8
Untuk mengetahui berapa persen bahan baku dari masing-masing jenis kudapan yang digunakan, dapat dilakukan dengan menghitung jumlah bahan baku sumber protein hewani (gram) dan bahan baku sumber protein nabati (gram), kemudian dibagikan dengan jumlah keseluruhan bahan baku (gram) (Gambar 3 dan 4, 5, 6, 7, 8 dan 9, 10 dan 11), dan dikalikan dengan 100 persen maka diperoleh persentasi bahan baku. Formulasi bahan baku dari kudapan dengan persentase berbagai jenis kudapan seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Formulasi bahan baku dengan persentase berbagai jenis kudapan Jenis Kudapan Bahan Baku (%) Biskuit ikan + martabak tahu (A)
29.8
Nugget ikan (B)
45.1
Panada ikan (C)
32.0
Getuk singkong + telur rebus (D)
14.3
Putri noong + susu kedele (E)
12.8
Bubur sumsum + tempe goreng (F)
13.9
Dibandingkan dengan nilai gizi daging hewan darat, misalnya daging sapi, nilai gizi ikan jauh lebih tinggi, sedangkan jika dibandingkan dengan telur nilai gizi ikan sebagai bahan pangan juga tidak jauh berbeda. Protein ikan mempunyai
70
nilai bilogis tinggi dan meskipun tiap jenis ikan angka biologisnya berbeda tapi umumnya sekitar 90. Tingkat penerimaan seseorang terhadap ikan sangat tinggi, karena ikan memberikan rasa yang khas yaitu gurih, warna dagingnya kebanyakan putih, jaringan pengikatnya halus sehingga jika dimakan terasa enak (Hadiwiyoto 1993.) Dari Tabel 8 terlihat bahwa jenis kudapan nugget ikan memiliki bahan baku dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan bahan baku dari 5 jenis kudapan lainnya. Tingginya bahan baku nugget ikan (45.1%) dikarenakan kandungan protein ikan sangat tinggi, dimana ikan yang digunakan dalam pembuatan nugget ikan adalah ikan tuna. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ohoiwutun (2003) dalam pembuatan pizza ikan dari beberapa jenis ikan, bahwa rata-rata kadar protein pizza ikan tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan jenis ikan tuna yaitu sebesar 17.25 persen. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam daging ikan, protein merupakan komponen terbesar dalam jumlahnya setelah air dan sangat essensial bagi manusia. Seperti yang dikatakan oleh Winarno (1980) dalam Aponno (1999), dengan berkurangnya kadar air maka pangan yang mengandung senyawa-senyawa sepertiprotein, lemak, karbohidrat dan mineral berada dalam konsentrasi tinggi. Selanjutnya menurut Clark (1990), protein hewani seperti ikan tuna atau salmon merupakan makanan yang kaya akan protein. Sumber protein hewani yang lebih seperti susu, dan telur akan menambah kandungan protein bahan pangan suatu masakan. Pada tahun 1982, Castle dan Cooke Foods San Fransisco telahmemasarkan produk salmon nugget (nugget ikan) dengan label Bumble Bee yang memilikiaroma, bau, rasa ikan salmon segar dengan bentuk baru dan menarik. Bentukmakanan nugget ikan berupa cincangan daging ikan yang memiliki kekenyalankhas, dibalut lapisan remah roti kering (buttered and breaded) yang dapat dibericita rasa khusus dengan ukuran sekitar 50 gram, sehingga mudah disajikan bersamasaus setelah digoreng dalam minyak terlebih dahulu. Pada saat disajikan berupagumpalan berwarna coklat keemasan dengan bagian luar yang renyah (crispy) danbagian tengahnya lunak – kenyal dengan aroma bau rasa ikan tuna(salmon).
71
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan dari daging giling dan diberibumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat selanjutnya dilumuri dengan tepung roti atau tepung panir(coating) dandigoreng. Nugget ikan diharapkan memiliki cita rasa yang enak, aman, serta memenuhi kebutuhan zat gizi (Labuza 1982). Nugget ikan kalau tidak langsung dimakan maka dapat disimpan dalam suhu beku, masa simpannya sampai berbulan-bulan. Nugget merupakan produk makanan baru yang dibekukan, rasanyalezat, gurih dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan dapat langsung dimakan (Anonim2010). Pada umumnya nugget berbentuk persegipanjang ketika digoreng menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting darinugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saatpelumuran dengan tepung roti diusahakan secara merata jangan sampai adonankelihatan. Tekstur dari nugget tergantung dari asal bahan baku. Pada dasarnya produk fish nugget hampir sama dengan chicken nugget danshrimp nugget. Perbedaannya terletak pada jenis dan karakteristik bahan baku yang digunakan (Azwar 1995). Pembuatan fish nugget tidak jauh berbeda dengan pembuatan surimi seperti kamaboko, sosis, chikuwa dan ham ikan yang jugadibuat dari daging ikan giling (Suzuki 1981). Penggunaan rempah-rempah (bumbu) berfungsi untuk memperbaiki flavor dari produk (Tanikawa 1971). Bumbu yang berasal dari tanaman alam dapat menghasilkan aroma, rasa khas dan daya awet tertentu pada ikan (Zaitzev et al. 1969). Kekuatan bumbu dalam menghambat pertumbuhan mikroba disebabkan oleh minyak volatile dan esensial alkoid, senyawa tannin, antioksida dan bahan lainnya (Caturwati 1980) dalam Wimaruta 1982). Selain itu rempah-rempah mempunyai nilai anti septik (Teiner 1984) dalam Kasegar 1992). Jenis dari rempah-rempah yang digunakan dapat lebih dari dua jenis (Tanikawa 1971). Penambahan garam ke dalam adonan mempunyai fungsi untuk memberi flavour dan pengawet (Kramlich 1971). Borgstrom (1964) menambahkan bahwa pemberian garam antara 2-4 persen dapat memberi aksi sebagai pengawet, tetapi yang utama adalah pemberi cita rasa dan tekstur yang menarik. Hampir semua telur dapat digunakan dalam pembuatan roti. Putih telur mengandung kadar protein sekitar 1 persen juga mengandung sedikit lemak, gula,
72
karbohidrat dan lain-lain. Kuning telur mengandung protein sekitar 15.5 persen, kadar air sekitar 49.5 persen, kadar lemak sekitar 33.5 persen, kadar abu sekitar 1 persen dan sedikit mengandung zat-zat lainnya seperti vitamin-vitamin (Nickerson & Ronsivalli 1980) dalam Dikroma (1982). Sebutir telur mengandung semua bahan essensial untuk kehidupan. Keadaan inilah yang menyebabkan telur merupakan makanan yang sempurna (Paliama 1978). Telur digunakan untuk pembuatan kue karena dapat menambah nilai gizi, menambah aroma, membuat renyah suatu masakan, menyempurnakan tekstur, menebalkan adonan dan sebagai bahan pengembang (Duncan 1949) dalam Suman (1983). Penggunaan bawang putih (Allium sativum L) dan bawang bombai (Allium cepa L) yang disebut juga bawang timur berfungsi sebagai pengawet karena mengandung allisin (Kirchener 1949; Harjohutomo 1967). Bawang putih juga mempunyai fungsi sebagai penyedap rasa sesuai dengan ciri khas dari bau sulfide yang sangat tajam dari minyaknya (Semler 1892) dalam Kirchener 1949). Tepung atau pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Perbandingan kedua faksi ini berbeda-beda, umumnya berkisar 25 persen amilosa dan 75 persen amilopektin (Winarno 1986). Selanjutnya dikatakan pula bahwa amilopektin mempunyai daya kembang dan gelatinisasi terjadi pada temperatur rendah untuk membuat gel menjadi lunak, sedangkan amilosa mempunyai daya serap air yang agak lambat, mempunyai daya kembang yang kecil dan gelatinisasi terjadi pada temperatur yang tinggi. Penggunaan tepung dalam pembuatan adonan berfungsi menaikkan kadar air dari bahan, juga sebagai bahan pengikat dan pemberi tekstur yang baik (Wilson 1960). Menurut perijinan Departemen Pertanian dan Kehutanan Jepang, pemberian tepung tidak boleh lebih dari 10 persen berat daging (Tanikawa 1971). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Siswa Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), aktivitas dan mempertahankan daya tahan tubuh.
73
Kebutuhan gizi merupakan sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan zat gizi. Data konsumsi kuantitatif diperoleh melalui hasil recall 2x24 jam meliputi hari sekolah dan hari libur. Data recall menggambarkan konsumsi pangan dengan melihat asupan energi (kkal), protein (gr), vitamin A (RE), vitamin B12 (µg), vitamin C (mg), dan zat besi (mg). Secara umum rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa masih rendah yaitu hampir semuanya dibawah 70 persenAKG atau termasuk pada kategori defisit berat, kecuali untuk vitamin A (Tabel 10). Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B12, vitamin C, dan zat besi masing-masing 62.3 persen, 68persen, 74 persen, 59.7 persen,15.5 persen, dan 28.2 persen. Rendahnya konsumsi siswa dapat disebabkan salah satunya adalah karena rendahnya status ekonomi keluarga, dimana 66.7 persenkeluarga siswa termasuk miskin yang berpengaruh pada ketersediaan pangan dalam keluarga. Tabel 9. Rata-rata, standar deviasi, nilai kecukupan energi dan zat gizi Energi Protein Statistik (%) (%) Mean 62.3 68.0
minimum dan nilai maksimum tingkat Vit.A (%) 74.0
Vit.B12 (%) 59.7
Std. Deviasi
14.5
16.0
17.5
35.7
Vit.C (%) 15.5 17.7
Minimum Maximum
34.0 83.0
37.0 88.0
35.0 109.0
11.0 147.0
1.2 63.3
Besi (%) 28.2 11.0 50.0
10.7
Energi diperlukan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Kekurangan energi terjadi jika konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif akibatnya berat badan kurang dari berat badan ideal (Almatsier 2003). Asupan energi siswa berkisar antara 34.0 persen hingga 83.0 persen dengan rata-rata 62.3±14.5 persen.Jenis pangan sumber energi yang banyak dikonsumsi siswa adalah mie instant, nasi goreng, batagor dan makanan
74
yang digoreng dengan banyak minyak (gorengan, bakwan). Rendahnya konsumsienergi siswa dapat diakibatkan karena siswa banyak mengkonsumsi makanan jajanan sehingga nafsu makan berkurang. Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan serta menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Asupan protein siswa berkisar antara 37.0 persen hingga 88.0 persen dengan rata-rata 68.0±16.0 persen. Jenis pangan sumber protein yang sebagian dikonsumsi siswa adalah protein nabati seperti tahu maupun tempe, protein hewani yaitu telur ayam, ikan asin, ikan teri. Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro. Tubuh memerlukan zat gizi ini dalam jumlah yang sedikit. Asupan vitamin A siswa berkisar antara 37.0 persen hingga 109.0 persen dengan rata-rata 74.0±17.5 persen. Menurut Gibson (2005) asupan vitamin A yang cukup maka pertumbuhan akan baik, daya tahan tubuh semakin baik dan terhindar dari penyakit infeksi. Asupan vitamin A yang cukup akan mempercepat mobilisasi zat besi dan meningkatkan respon imun sehingga dapat menurunkan kejadian anemia dan infeksi serta menurunkan morbiditas. Jenis pangan sumber vitamin A yang banyak dikonsumsi siswa antara lain ikan, dan kuning telur serta minyak yang terkandung pada makanan yang dikonsumsi siswa. Asupan vitamin B12 siswa berkisar antara 11.0 persen hingga 147.0 persen dengan rata-rata sebesar 59.7±35.7 persen. Kekurang vitamin B12 dapat menyebabkan berkurangnya produksi sel darah merah yang merupakan salah satu penyebab anemia. Anemia defisiensi vitamin B12 disebabkan karena kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin B12 seperti daging, telur dan susu. Asupan vitamin C berkisar antara 1.2 persen hingga 63.3 persen dengan rata-rata sebesar 15.5±17.7 persen. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit skorbut, kerusakan pada jaringan rongga mulut, pembuluh darah kapiler dan jaringan tulang. Defisiensi vitamin C pada anak sekolah dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan gusi (Sediaoetama 2006). Asupan zat besi berkisar antara 11.0 persen hingga 50.0 persen dengan rata-rata sebesar 28.2±10.7 persen. Sumber zat besi yang banyak dikonsumsi siswa antara lain kacang-kacangan (tahu dan tempe),
sayuran hijau (bayam,
75
kangkung dan daun singkong). Almatsier (2004) menyebutkan zat besi berperan dalam metabolism energi, dalam kemampuan belajar, sistem kekebalan tubuh, dan juga merupakan pelarut obat-obatan sehingga dapat dikeluarkan oleh tubuh. Rendahnya asupan zat gizi siswa karena kurang beragamnya jenis pangan yang dikonsumsi. Kondisi ini disebabkan karena faktor sosial ekonomi keluarga siswa yang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Menurut Sajogyo (1978) pendapatan berpengaruh terhadap daya beli danperilaku manusia dalam mengkonsumsi pangan. Meningkatnyapendapatan perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1996). Seperti yang dikatakan Guhardja et al. (1992) bahwa pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula.Apabila pendapatan cukup, maka jumlah dan macampangan yang ada di rumah tangga akan tercukupi, sebaliknya pendapatan yang rendah akan menjadi kendala dalam penyediaan pangan keluarga yang akanberakibat buruk terhadap status gizi keluarga (Berg & Sajogyo 1986). Hal serupa dikemukakan oleh Martianto dan Ariani (2004) bahwa rendahnya pendapatan yang dimiliki seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali sehari menjadi dua kali makan dalam sehari. Studi Yuliati et al. (2007) menemukan bahwa status gizi juga dipengaruhi secara signifikan oleh lama pendidikan ibu dan pendapatan per kapita. Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup. Apabila makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah tidak mencukupi kebutuhan gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi dan berakibat menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi di sekolah. Bila tingkat konsumsi energi dan protein dikategorikan kedalam 5 kategori yaitu defisit berat, sedang dan ringan,serta cukup dan lebih, maka seperti terlihat
76
di Tabel 9, tidak ada satupun siswa dengan tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein cukup dan lebih. Asupan energi rata-rata siswa sebesar 62.3 persen(Tabel 9) dan bila dilihat per jenis kudapan (Tabel 10), padasemua jenis kudapan berada pada kategori defisit berat, namun jenis kudapan E (putri noong + susu kedele) tergolong defisit sedang dan lebih tinggi dibandingkan 5 jenis kudapanlainnya yaitu sebesar 75 persen dari rata-rata AKG yang dianjurkan untuk anak usia 10-12 tahun (2050 kkal) atau sebesar 1538 kkal. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat kecukupan protein siswa pada semua kelompok jenis kudapan berada pada kategori defisit berat, namun jenis kudapan E (putri noong + susu kedele)dengan tingkat kecukupan protein tergolong defisit rendah dengan memiliki proporsi tertinggi yaitu sebesar 75 persen protein dari rata-rata AKG yang dianjurkan untuk anak usia 10-12 tahun (50 gr) atau sebesar 37.5 gr. Hal ini disebabkan karena sebagian siswa memiliki frekuensi jajan yang sering dan makanan jajanan mengandung energi dan zat gizi yang rendah. Kuantitas dan kualitas makanan yang kurang baik juga menyebabkan asupan zat gizi yang tidak optimal.Asupan energi dan zat gizi siswa pada kelompok jenis kudapan dapat dilihat pada Tabel 10berikut. Tabel 10. Sebaran siswa menurut tingkat kecucupan energi dan protein pada setiap kelompok jenis kudapan Tingkat Jenis Kudapan Kecukupan Total Energi dan A B C D E F Zat Gizi Energi Defisit berat Defisit sedang
50.0 50.0
75.0 0.0
75.0 25.0
50.0 50.0
25.0 50.0
25.0 75.0
50.0 41.7
Defist ringan
0.0
25.0
0.0
0.0
25.0
0.0
8.3
Defisit berat
75.0
50.0
75.0
25.0
25.0
25.0
45.8
Defisit sedang
0.0
25.0
25.0
50.0
0.0
25.0
20.8
Defist ringan
25.0
25.0
0.0
25.0
75.0
50.0
33.3
Total
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
Protein
77
Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dan cukup (Gibson 2005) dimana kurang yaitu <77% dari AKG, dan cukup >77% AKG. Tabel 11. Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin dan mineral pada setiap kelompok jenis kudapan Tingkat Jenis Kudapan Kecukupan Total Energi dan A B C D E F Zat Gizi Vit.A Kurang 50.0 75.0 75.0 50.0 25.0 0.0 45.8 Cukup 50.0 25.0 25.0 50.0 75.0 100.0 54.2 Vit.B12 Kurang 75.0 100.0 75.0 75.0 75.0 75.0 79.2 Cukup
25.0
0.0
25.0
25.0
25.0
25.0
20.8
Vit.C Kurang Cukup Besi
100.0 0.0
100.0 0.0
100.0 0.0
100.0 0.0
100.0 0.0
100.0 0.0
100.0 0.0
Kurang
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
Cukup Total
0.0 100.0
0.0 100.0
0.0 100.0
0.0 100.0
0.0 100.0
0.0 100.0
0.0 100.0
Tingkat kecukupan vitamin A siswa pada semua kelompok jenis kudapan berada pada kategori kurang namun pada jenis kudapan F (bubur sumsum + tempe goreng) tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup yaitu sebesar 100 persen dari rata-rata AKG yang dianjurkan (600 RE). Hal ini berarti bahwa kebutuhan siswa terhadap vitamin A tercukupi dengan mengkonsumsi bubur sumsum + tempe goreng. Keragaan tingkat kecukupan vitamin B12, vitamin C, dan tingkat kecukupan zat besi hampir sama dengan tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein dimana sebagian besar siswa mempunyai tingkat kecukupan vitamin B12, tingkat kecukupan vitamin C, dan tingkat kecukupan besidalam kategori kurang, bahkan tingkat kecukupan vitamin C dan tingkat kecukupan zat besisemua siswa dalam kategori kurang. Kondisi ini tergambar juga pada siswa dimasing-masing kelompok jenis kudapan. Hal ini dapat disebabkan karena
78
makanan yang dikonsumsi siswa kurang mengandung zat gizi, terutama besi, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya. Kajian Morris et al. (2007) pada kelompok usia lanjut di Amerika menemukan bahwa status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan anemia dan penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Pola makanan yang hanya terdiri dari sumber karbohidrat, seperti nasi, dan umbi-umbian atau kacang-kacangan tergolong pola menu makanan rendah. Pola menu ini sangat jarang atau sedikit sekali mengandung daging, ikan dan sumber vitamin C. Terdapat lebih banyak bahan makanan yang mengandung zat penghambat absorbsui besi, seperti fitat, serat, tannin dan fosfat. Biasanya menu seperti ini dikonsumsi oleh keluarga-keluarga berpenghasilan rendah yang tidak mampu mengusahakan bahan makanan hewani. Menurut Almatsier (2002), kekurangan zat gizi besi merupakan masalah gizi yang berakibat panjang yaitu berkaitan dengan kesehatan, penyakit infeksi, dan kecerdasan. Sedangkan, untuk anak sekolah dapat menurunkan konsentrasi belajar. Sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan bahwa kekurangan zat gizi besi berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Sarapan Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Anak yang tidak sarapan pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan menurun. Padahal gula darah merupakan sumber energi utama bagi otak. Dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan sistem syaraf pusat yang diikuti dengan rasa pusing, badan gemetar atau rasa lelah. Dalam keadaan demikian anak akan sulit untuk dapat menerima pelajaran dengan baik, gairah belajar dan kecepatan reaksi juga akan menurun (Khomsan 2002).Kondisi siswa dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 12 sebagian besar (75%) melakukan sarapan, dan hanya 25 persen yang tidak sarapan. Demikian pula bila dilihat berdasarkan kelompok jenis kudapan, maka pada setiap kelompok sebagian besar melakukan sarapan. Tabel 12. Sebaran siswa menurut sarapan pada setiap kelompok jenis kudapan Jenis Kudapan Total Sarapan A B C D E F
79
Tidak
25
25
50
25
0
25
25.00
Ya
75.0
75.0
50.0
75.0
100.0
75.0
75.00
Total
100
100
100
100
100
100
100
Banyak orang percaya bahwa sarapan dapat menolong anak-anak di sekolah. Penelitian yang dilakukan Sinaga (2007) menunjukkan bahwa sarapan dapat meningkatkan performance (kinerja) pada test cognitive jangka pendek. Literatur menyatakan ada hubungan antara sarapan, peningkatan diet, dan peningkatan performance cognitive (Cueto & Chinen 2008) dalam Sinaga (2012). Rampersaudet al. (2009) menyatakan bahwa sarapan dapat meningkatkan konsumsi anak-anak dengan kontribusi positif terhadap asupan gizi dalam sehari, menambah asupan gizi seperti serat dan kalsium, dan membantu memenuhi pedoman diet yang dianjurkan untuk orang Amerika. Ada bukti bahwa remaja dan anak-anak yang mengkonsumsi sarapan lebih memiliki asupan gizi yang lebih tinggi dan makanan yang lebih sehat dan memadai. Orang yang sarapan cenderung memiliki asupan energi sehari-hari yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak sarapan. Dalam beberapa studi yang mengevaluasi asupan sarapan konsumen dibandingkan yang tidak sarapan, konsumsi sarapan sering dikaitkan dengan konsumsi yang berhubungan dengan asupan yang lebih tinggi dari beberapa unsur gizi, khususnya vitamin A, vitamin C, riboflavin, kalsium, seng, dan besi. Frekuensi sarapan yang banyak juga dikaitkan dengan asupan gizi harian yang lebih tinggi. Jajan Jajan merupakan kegiatan membeli pangan jajanan baik yang ada di lingkungan sekolah maupun rumah. Banyaknya pangan jajanan yang akan dibeli siswa sangat bergantung pada uang saku. Menurut Andarwulan et al. (2008), semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun diluar sekolah. Siswa pada penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 13 pada umumnya (66.67%) tidak melakukan jajan, dan hanya 33.33 persen yang jajan. Dengan mempertimbangkan tingkat kecukupan energi dantingkat kecukupan gizi yang sebagian besar siswa dalam kategori kurang, semestinya siswa membeli pangan
80
jajanan disekolahnya. Namun kembali lagi karena rendahnya tingkat ekonomi rumahtangga, maka kemungkinan besar anak tidak diberi uang jajan setiap hari.
Tabel 13. Sebaran siswa menurut jajan pada setiap kelompok jenis kudapan Jenis Kudapan Total Jajan A B C D E F Tidak 75 75 75 75 50 50 66.67 Ya
25.0
25.0
25.0
25.0
50.0
50.0
33.33
Total
100
100
100
100
100
100
100
Menurut Soekirman (1999), mengkonsumsi makanan jajanan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah kekurangan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi, disamping memberikan dampak positif lain yaitu pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil. Status Gizi, Status Anemia dan Status Kesehatan Status gizi, status anemia, dan status kesehatan merupakan suatu hal yang saling terkait dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Demam dan penyakit infeksi dapat mengakibatkan nafsu makan yang menurun dan susah menelan makanan. Adanya parasit di dalam usus dapat menghalangi zat gizi masuk ke dalam arus darah karena parasit tersebut seperti cacing pita saling bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi baik kurang gizi makro seperti underweight, stunting dan wasting; maupun kurang gizi mikro seperti anemia(Harper 1986). Status Gizi Status gizi merupakan
keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Menurut Hardinsyah et al. (2002) bahwa status gizi dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi dan infeksi. Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa sebagian besar (70.83%) siswa mempunyai status gizi normal. Demikian pula bila dilihat pada setiap kelompok jenis kudapan, terlihat sebagian
81
besar siswa dalam kategori status gizi normal, bahkan pada kelompok jenis kudapan D (getuk singkong + telur rebus) semua siswa (100%) dalam status gizi normal. Tabel 14. Sebaran siswa menurut status gizi pada setiap kelompok jenis kudapan Jenis Kudapan Status Total Gizi A B C D E F Kurus 50 25 25 0 50 25 29.17 Normal
50.0
75.0
75.0
100.0
50.0
75.0
70.83
Total
100
100
100
100
100
100
100
Hasil ini sejalan dengan penelitian Rieuwpassa (2005) bahwa status gizi ditentukan berdasarkan ketersediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan dalam kombinasi
yang tepat di tingkat sel sehingga semua zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan anak berfungsi normal dapat terpenuhi. Matorel (1996) mengatakan bahwa pertumbuhan anak amat ditentukan oleh kecukupan zat gizi di tingkat sel, sedangkan kecukupan
gizi di tingkat sel
dipengaruhi kecukupan konsumsi zat gizi dan penyakit infeksi. Status Anemia Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Kurangnya kadar hemoglobin dapat menurunkan konsentrasi belajar karena kurangnya oksigen yang dibawa ke otak, sehingga berdampak pada menurunnya prestasi sekolah anak. Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa sebagian besar siswa (70.83%) dalam kondisi anemia, yaitu kadar hemoglobin darah < 11.5 g/dl. Bila dilihat pada setiap kelompok jenis kudapan, kejadian anemia sangat tinggi, terutama pada kelompok jenis kudapan A(biskuit ikan + martabak tahu) dan kudapan E (putri noong + susu kedele) semua siswa (100%) dalam kondisi anemia. Tabel 15. Sebaran siswa menurut status anemia pada setiap kudapan Jenis Kudapan Status Anemia A B C D E Anemia 100 50 50 75 100 Normal 0.0 50.0 50.0 25.0 0.0
kelompok jenis
F 50 50.0
Total 70.83 29.17
82
Total
100
100
100
100
100
100
100
Menurut Bilbang dan Sutaryo (2005), kejadian anemia pada anak berhubungan dengan faktor-faktor sosial ekonomi dan biomedis yaitu status sosial ekonomi yang rendah, kurang stimulus di rumah, kurangnya hubungan anak dengan ibu, pendidikan dan inteligensi ibu yang rendah, tidak adanya peran ayah, berat badan lahir rendah, depresi pada ibu, penyapihan dini, infeksi parasit serta gizi buruk. Sedangkan menurut Kisworini dan Mulatsih (2005), penyebab terbanyak anemia pada anak yaitu kurangnya asupan besi dalam makanan, baik karena pola konsumsi makanan yang tidak tepat, kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai, maupun karena adanya peningkatan kebutuhan zat besi. Status Kesehatan Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok, atau masyarakat yang salah satunya diukur dengan angka kesakitan. Status kesehatan juga merupakan cerminan dari cukupnya konsumsi pangan seseorang serta perilaku hidup bersih dari orang tersebut. Status kesehatan siswa dalam penelitian ini sebagian besar (58.33%)dalam kondisi kurang sehat atau pernah sakit dalam satu bulan terakhir (Tabel 16). Kondisi ini juga terlihat pada siswa dalam setiap kelompok jenis kudapan, kecuali kelompok jenis kudapan A (biskuit ikan + martabak tahu) yang semua siswa (100%) adalah sehat. Tabel 16.Sebaran siswa menurut status kesehatan pada setiap kelompok jenis kudapan Jenis Kudapan Status Total Kesehatan A B C D E F Kurang sehat 0 50 75 75 75 75 58.33 Sehat
100.0
50.0
25.0
25.0
25.0
25.0
41.67
Total
100
100
100
100
100
100
100
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak antara lain tingkat pendidikan ibu, kondisi sanitasi lingkungan, dan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak.Anak yang sakit dan sedang dalam masa penyembuhan memerlukan asupan pangan yang cukup untuk meningkatkan status kesehatan yang memburuk. Kondisi kesehatan yang buruk pada anak sangat rawan karena
83
periode ini kebutuhan gizi digunakan untuk pertumbuhan (Harper, Brady, Judy 2009). Keragaan Daya Ingat Sesaat Siswa Ingatan sesaat (short term memory) banyak dianggap sebagai pusat kesadaran manusia. Diduga dalam ingatan sesaat ini terdapat pikiran, informasi, dan pengalaman setiap saat. Ingatan sesaat dapat diuraikan ke dalam dua fungsi, yaitu: penyimpanan sementara dan pengaturan menyeluruh. Fungsi itu berarti memilih
data untuk mempertahankannya
secara
jangka
pendek dalam
penyimpanan, setelah itu meneruskan data kepada ingatan jangka panjang agar dapat disimpan secara lebih menetap dan mengeluarkan data dari berbagai sistem ingatan (Davidoff 1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor daya ingat sesaat siswa untuk kata awal, kata akhir masing-masing berkisar antara 3-6, sedangkan skor daya ingat sesaat untuk huruf awal dan huruf akhir masing-masing berkisar antara 22-39 dan 29-39 (Tabel 17). Bila dilihat perubahan skor daya ingat sesaat kata, terjadi penurunan sebesar 0.05 point, sedangkan perubahan pada skor daya ingat sesaat huruf terjadi peningkatan sebesar 2.67 point. Tabel 17. Rata-rata, standar deviasi, minimum dan maksimum skor daya ingatsesaat kata awal, kata akhir, hurf awal dan huruf akhir Skor Daya Ingat Sesaat Kata Skor Daya Ingat Sesaat Huruf Statistika Awal Akhir Awal Akhir Mean 5.38 5.33 34.71 37.38 Std. Deviasi Minimum Maximum
.824
.917
5.385
2.568
3 6
3 6
22 39
29 39
Bila skor daya ingat sesaat dikategorikan menjadi kurang dan baik, yaitu kategori kurang bila skor daya ingat sesaatkata maupun untuk huruf kurang dari rata-rata, dan dikategorikan baik bila skor daya ingat sesaat lebih dari rata-rata. Maka seperti terlihat pada Tabel 18, sebagian besar siswa baik pada daya ingat sesaat kata maupun huruf, baik pada awal (54.2%) maupun akhir (54.2%) berada pada kategori baik. Tidak ada perubahan proporsi siswa pada kategori daya ingat sesaat kata dari kondisi daya ingat sesaatawal ke akhir. Tetapi pada daya ingat sesaathuruf terjadi perubahan proporsi, dimana terjadi peningkatan proporsi siswa
84
sebesar 12.5 persen yaitu pada kategori daya ingat sesaat huruf akhir yaitu menjadi 75 persen dari proporsi sebelumnya pada saat daya ingat sesaat huruf awal sebesar 62.5 persen.
Tabel 18. Sebaran siswa menurut kategori daya ingat sesaat Kategori Daya Ingat Sesaat Kurang Baik Total
Daya Ingat Sesaat Kata n 11 13 24
Awal % 45.8 54.2 100.0
Daya Ingat Sesaat Huruf
Akhir n 11 13 24
% 45.8 54.2 100.0
n 9 15 24
Awal % 37.5 62.5 100.0
n 6 18 24
Akhir % 25.0 75.0 100.0
Hasil ini sejalan denganpernyataan Seifort dan Hoffnung(1997) bahwa jenis informasi yang masuk pada memori jangka pendek (daya ingat sesaat) biasanya terbatas pada kira-kira tujuh keterangan kecil. Selanjutnya dikatakan bahwa ada perbedaan antara anak-anak dan dewasa pada kemampuan test digit. Pada anak-anak biasanya hanya dapat mengingat tiga dikit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai tujuh digit. Seperti yang dikatakan Morgan et al. (1986) bahwa ingatan sesaat dapat berlangsung selama 20 detik atau 30 detik. Informasi dalam ingatan sesaat yang tidak mengalami pemrosesan lebih lanjut akan hilang dalam waktu sekitar 15 detik. Hubungan Tingkat KecukupanEnergi dan Zat Gizi, Sarapan, Jajan, Status Kesehatan,Status Gizidan Status Anemia dengan Daya Ingat Sesaat Siswa Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Daya Ingat Sesaat Siswa. Daya ingat anak merupakan suatu proses yang terjadi di otak tentunya sangat dipengaruhi oleh organ otak dan bagaimana stimulasi atau rangsangan diberikan agar otak dapat berkembang optimal menjalankan fungsinya. Keadaan gizi sejak janin dalam kandungan sampai bayi lahir dan usia dini perlu terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, karena akan berpengaruh pada perkembangan otak. Menurut Pollit (1990) apabila anak lahir dengan berat badan rendah akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan kecerdasan intelektual pada usia sekolah.Tercukupinya zat gizi baik makro maupun mikro berdampak pada meningkatnya daya ingat anak. Hasil penelitian Bryan et al.
85
(2002) di Australia menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari suplemen vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat terhadap kemampuan memori yang diukur melalui kecepatan pemrosesan, kemampuan mengingat dan mengenal serta kemampuan verbal. Kondisi ini terlihat seperti di Tabel 19 yang menunjukkan bahwa anak dengan defisit energi ringan memiliki daya ingat yang baik terhadap kata maupun huruf dengan kategori baik yaitu sebanyak 15.4 persen untuk kata dan sebanyak 11.1 persen untuk huruf. Tabel 19. Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta daya ingat sesaat kata dan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Daya Ingat Sesaat Huruf Kurang Baik Kurang Baik TK Zat Gizi n % n % n % n % Energi Defisit berat 4 36.4 8 61.5 3 50.0 9 50.0 Defisit sedang 7 63.6 3 23.1 3 50.0 7 38.9 Defisit ringan 0 0.0 2 15.4 0 0.0 2 11.1 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Protein Defisitberat 5 45.5 6 46.2 4 66.7 7 38.9 Defisit sedang 3 27.3 2 15.4 1 16.7 4 22.2 Defisit ringan 3 27.3 5 38.5 1 16.7 7 38.9 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Vit .A Kurang 4 36.4 7 53.8 3 50.0 8 44.4 Cukup 7 63.6 6 46.2 3 50.0 10 55.6 Total 7 100.0 6 100.0 6 100.0 18 100.0 Vit. B12 Kurang 8 72.7 11 84.6 4 66.7 15 83.3 Cukup 3 27.3 2 15.4 2 33.3 3 16.7 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Vit.C Kurang 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Cukup 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Zat Besi Kurang 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Cukup 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0
86
Hasil penelitian di SDN 1 Pasanggrahan kurang sesuai denganhasil penelitian Bryan et al. (2002), dimana sebagian besar siswa dengan daya ingat sesaat kata maupun huruf dalam kategori baik ternyata mempunyai tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit berat. Menurut Piliang dan Soewondo (2000), bahwa fungsi protein yang disintesis sel-sel tubuh adalah; dapat digunakan untuk pertumbuhan dan mempertahankan seluruh jaringan tubuh, mengatur keseimbangan air tubuh, membantu penyebaran cairan tubuh secara merata antara darah dan jaringan tubuh, mengatur keseimbangan asam basa (pH) cairan tubuh, dan sebagai antibodi yang berfungsi untuk memusnahkan organisme menular dan untuk menyerang penyakit. Berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman (Tabel 20) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi siswa dengan daya ingat sesaat baik terhadap kata (r=-0.135; p=0.530) maupun terhadap huruf (r=-0.276; p=0.192, p>0.05). Berbeda dengan energi, untuk protein dan vitamin A menunjukkan hubungan positif. Dari Tabel 22 terlihat terjadi peningkatan proporsi anak yang masuk daya ingat sesaat dalam kategori baik dengan meningkatnya kecukupan protein dan zat gizi lainnya. Hasil uji Korelasi Spearman(Tabel 23) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan daya ingat sesaat siswa terhadap hururf awal (r=-0.388; p=0.061< 0.1), vitamin A terhadap kata maupun huruf (r=-0.377; p=0.069) dan (r=-0.346; p=0.097), dan vitamin B12 terhadap huruf (r=-0.413; p=0.045, p<0.05). Hasil ini sesuai studi Titisari (1999) tentang kajian kinerja penyelenggaraan PMT-AS di Johar Baru Jakarta Pusat bahwa terjadi penurunan absen, tinggal kelas dan peningkatan prestasi belajar siswa. Hasil penelititan Bryanet al. (2002) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari suplemen vitamin B12, vitamin B6, dan folat terhadap kemampuan memori yang diukur melalui kecepatan pemrosesan, kemampuan mengingat dan mengenal, serta kemampuan verbal. Sama seperti hasil penelitian Lubis (2008) dilaporkan bahwa suplemen vitamin B12 berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya ingat anak. Penelitian lain oleh Ellen et al.(2002) dari pusat penelitian kedokteran University of Pittsburgh, mengemukakan bahwa subyek
87
dengan level vitamin B12 yang rendah signifikan mempunyai skor kognitif yang lebih rendah dan skor dimensia yang lebih tinggi dibandingkan subyek yang mempunyai level vitamin B12 normal. Vitamin B12 berfungsi pada pembentukan hemoglobin. Vitamin B12 berperan sebagai koenzim yang dibutuhkan beberapa reaksi biologis penting. Salah satu fungsi vitamin B12 sebagai kofaktor untuk L-methilmalonyl-CoA mutase. Enzim
ini membutuhkan
adenocylcobalamin untuk mengubah L-
methilmalonyl-CoAmenjadi succinyl-CoA. Reaksi biokimia ini berperan penting dalam produksi energi dari lemak dan protein. Succinyl-CoAjuga diperlukan untuk sintesis hemoglobin yang merupakan pigmen pada sel darah merah sebagai pembawa oksigen. Sehingga bila terjadi kekurangan vitamin B12 dalam tubuh akan berpengaruh pada pembentukan hemoglobin (Carmel 2006; Herbert 1996; Wardlawet al. 1992). Penelitian Kartika (1998) dalam Lubis (2008) di Bogor menunjukkan bahwa intervensi melalui pemberian tablet yang berisi campuran besi, folat dan vitamin B12 paling efektif menurunkan anemia defisiensi vitamin B12 dibanding tablet besi + vitamin B12 atau besi + folat. Vitamin C sangat berperan dalam penyerapan zat besi. Makin tinggi kandungan vitamin C dalam makanan makin tinggi absorbsi dan penggunaan zat besi di dalam tubuh.Diketahui bahwa vitamin C dengan zat besi membetuk senyawa askorbat besi komplek yang larut sehingga lebih mudah untuk diabsorbsi dalam usus. Vitamin C merupakan faktor untuk mengkonversi Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga mudah diserap tubuh. Konsumsi vitamin C dianjurkan untuk anak usia 10-12 tahun sebesar 50 mg per hari. Pada masyarakat di Negara berkembang yang sedikit memakan daging, vitamin C merupakan satu-satunya pemacu penyerapan zat besi yang penting (Almatsier 2002). Hasil uji Korelasi (Tabel 21) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan daya ingat sesaat siswa baik terhadap kata (r=-0.317; p=0.522) maupun huruf (r=-0.031; p=0.884). Asupan zat besi dari makanan dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang seharusnya dikonsumsi. Kedua, meningkatkan makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi dan menghindarkan makanan yang dapat menghambat
88
penyerapan zat besi. Zat besi dalam makanan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu zat besi dalam makanan nabati yang berbentuk ion feri (Fe3+) dan zat besi dalam makanan hewani yang berbentuk ion Ferro (Fe2+). Besi non hem yang berada pada bahan makanan nabati akan diabsorbsi oleh sel mukosa usus dalam bentuk ferro (Fe2+), sedangkan besi heme yang berada dalam makanan hewani langsung di serap oleh usus. Perubahan bentuk Fe2+ yang lebih larut dan lebih mudah untuk diabsorbsi oleh usus, terutama dibantu oleh vitamin C (asam askorbat). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan besi dengan daya ingat sesaat siswa baik terhadap kata maupun huruf (r=-0.079; p=0.715) dan (r=0.079; p=0.715, p>0.05). Hal ini diduga karena kemampuan mengingat pada siswa anemia dapat disebabkan oleh rendahnya kadar zat besi di bagian otak tertentu.
Rendahnya
kadar
zat
besi di
otak
dapat mengubah
fungsi
neurotransmitter, memperlambat proses myelinasi yang berperan dalam fungsi kognitif, sosioemosional, dan motorik (Lozoff et al. 2000).Seperti pernyataan Manampiring (2009) bahwa hanya 5-15 persen zat besi dalam makanan diabsorbsi oleh orang dewasa yang berada dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi, absorbsi dapat mencapai 50 persen. Banyak faktor yang mempengaruhi absorbsi zat besi (Almatsier 2002). Tinggi rendahnya sumbangan energi dan protein berhubunganerat dengan ragammakanan yang dikonsumsi dan jumlah yangdikonsumsi, makin banyak jumlah dan makin beragam jenis makanan yang dikonsumsi maka makin tinggi sumbangan energi danprotein terhadap kecukupan yang dianjurkan (Rahayu 1995). Seperti kajian Sungtthong et al. (2002) dalam studinya di Thailand menemukan bahwa terjadi peningkatan fungsi kognitif sejalan dengan meningkatnya kadar hemoglobin pada anak yang mengalami defisiensi besi, akan tetapi tidak terjadi perubahan kadar hemoglobin
pada anak-anak yang
mempunyai serum ferritin normal. Anak-anak dengan defisiensi besi mempunyai fungsi kognitif yang rendah (IQ point dibawah rata-rata), sedangkan anak-anak yang tidak mengalami defisiensi besi dan kadar hemoglobinnya normal mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik (IQ point diatas rata-rata).Analisis
89
korelasi antar variabel asupan zat gizi dengan daya ingat sesaat siswa dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.
Tabel 20. Analisis korelasi antar variabel asupan gizi dengan daya ingat sesaat siswa Variabel r p Zat Gizi Energi DIS Kata Awal -0.135 0.530tn DIS Kata Akhir -1.16 0.589 tn DIS Huruf Awal -0.276 0.192 tn DIS Huruf Akhir -0.138 0.519 tn Zat Gizi Protein DIS Kata Awal -0.144 0.502 DIS Kata Akhir -0.140 0.513 DIS Huruf Awal -0.388 0.061* DIS Huruf Akhir -0.025 0.908 Zat Gizi Vitamin A DIS Kata Awal -0.377 0.069* DIS Kata Akhir -0.147 0.494tn DIS Huruf Awal -0.346 0.097* DIS Huruf Akhir -0.147 0.494tn Zat Gizi Vitamin B12 DIS Kata Awal -0.142 0.508tn DIS Kata Akhir -1.129 0.548tn DIS Huruf Awal 0.000 1.000tn DIS Huruf Akhir -0.413 0.045* Zat Gizi Vitamin C DIS Kata Awal 0.344 0.100 DIS Kata Akhir -0.137 0.522 DIS Huruf Awal 0.015 0.943 DIS Huruf Akhir -0.031 0.884 Zat Gizi Besi DIS Kata Awal -0.079 0.715tn DIS Kata Akhir -0.079 0.715 tn DIS Huruf Awal -0.144 0.501 tn DIS Huruf Akhir -0.079 0.715 tn Jalal (2003) mengatakan bahwa gizi yang tidak seimbang, gizi buruk, serta derajat kesehatan yang rendah akan menghambat pertumbhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam
mencatat, menyerap,
menyimpan, memproduksi dan merekontruksi informasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh, dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini. Namun
90
stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak tidak akan bermanfaat bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak pada kondisi yang tidak baik. Keadaan gizi pada usia dini yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, akan berpengaruh besar pada perkembangan otak. Sarapan dan Jajandengan Daya Ingat Sesaat Siswa Sarapan merupakan kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas karena memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi tersebut sangat
bermanfaat
bagi
proses
fisiologis
dalam
tubuh.Sarapan
dapat
meningkatkan glukosa darah yang sangat penting bagi aktifitas otak. Berdasarkan Tabel 21 terlihat adanya kecenderungan hubungan positif antara sarapan dengan daya ingat siswa, dimana siswa yang sarapan sebagian besar memiliki daya ingat sesaat baik terhadap kata maupun huruf dalam kategori baik. Namun hasil uji Korelasi Spearman (Tabel 23), menunjukkan bahwa sarapan tidak berhubungan signifikan dengan daya ingat terhadap kata awal dan kata akhir maupun terhadap huruf awal dan huruf akhir (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan studi Faridi (2002) bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan sarapan dengan kadar glukosa darah Tabel 21. Sebaran siswa menurut kategori sarapan dan daya ingat sesaat kata dan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Daya Ingat Sesaat Huruf Kurang Baik Kurang Baik Sarapan n % n % n % n % Tidak 4 36.4 2 15.4 3 50.0 3 16.7 Ya 7 63.6 11 84.6 3 50.0 15 83.3 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Hasil survey yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey (Priya 2006) di USA pada 9659 anak dan remaja bahwa terdapat 20.5 persen anak berumur 9-13 tahun dan 36.17 persen remaja berumur 14-18 tahun melewatkan sarapan, dan mereka yang melewatkan sarapan dapat mengurangi asupan gizi seperti: vitamin A, vit E, vit C, vit B6 dan B12, folat, Fe, kalsium, fosfor, magnesium, kalium dan serat makanan. Riyadi (1995)
91
mengemukakan bahwa pada anak-anaksekolah yang tidak sarapan, ternyata daya tangkap terhadap pelajarannya tidak sebaik mereka yang melakukan sarapan. Anak tidak sarapan secara terus-menerus akanmengakibatkan kurang gizi, anemia gizi besi dan daya tahan tubuh terusmenurun, akibatnya anak tidak dapat mengikuti semua aktivitas belajardengan baik, konsentrasi belajar rendah dan kurang perhatian. Bagi anak yang tidak sarapan, membeli pangan jajanan disaat istirahat merupakan suatu hal yang baik, karena dapat meningkatkan glukosa darah, dan diharapkan tidak terlalu jauh penurunan daya ingat anak pada saat siang hari. Berdasarkan Tabel 22 terlihat tidak ada kecenderungan hubungan antara jajan dengan daya ingat siswa, dimana siswa yang tidak jajan pada kenyataannya juga mempunyai daya ingat yang baik. Tabel 22. Sebaran siswa menurut kategori jajan dan daya ingat sesaat kata dan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Daya Ingat Sesaat Huruf Kurang Baik Kurang Baik Jajan n % n % n % n % Tidak 7 63.6 9 69.2 5 83.3 11 61.1 Ya 4 36.4 4 30.8 1 16.7 7 38.9 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Bila dihubungkan dengan daya ingat sesaat kata awal, maka terdapat hubungan yang signifikan antara jajan dengan daya ingat sesaat terhadap kata awal (r=-0.438; p=0.032). Hasil ini menunjukkan kebiasaan anak yang sering jajan sebelum jam pelajaran dimulai. Siswa yang sering jajan cenderung memiliki daya ingat yang lebih baik sehingga sangat membantu anak dalam proses belajar. Hal ini diduga berkaitan dengan kontribusi energi dari makanan jajanan sehingga meningkatkan kadar gula darah. Jenis jajanan yang biasa dibeli siswa pada penjaja makanan yang ada di sekitar sekolah yaitu gorengan (bakwan, cireng, dan goreng tempe), bubur, batagor, bakso tusuk, es milky, sirup. Jenis jajanan yang biasa dibeli siswa dari warung sekitar sekolah seperti keripik singkong pedas, kerupuk, snack marning, pop corn, kerupuk jengkol, wafer, permen, coklat, top 1 (snack chiki rasa coklat), better, malkist roma, teh gelas, marimas, frutang, dan es lilin. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Kustiyah (2005) bahwa kadar gula
92
darah berhubungan positif dengan daya ingat sesaat. Secara keseluruhan, hasil analisis korelasi variabel sarapan dan jajan dapat dilihat pada Tabel 23 berikut. Tabel 23. Analisis korelasi antar variabel sarapan dan jajan dengan daya ingat sesaat siswa Variabel r p Sarapan DIS Kata Awal -0.209 0.328tn DIS Kata Akhir 0.000 1.000tn DIS Huruf Awal 0.041 0.849tn DIS Huruf Akhir -0.220 0.301tn Jajan DIS Kata Awal -0.438 0.032* DIS Kata Akhir -0.164 0.443tn DIS Huruf Awal -0.162 0.449tn DIS Huruf Akhir -0.316 0.132tn Menurut Murphy et al. (2003), jajanan (snacks) dapat memberikan 20 persen kebutuhan energi pada anak. Jajanan sekolah yang mengandung sumber protein hewani dapat meningkatkan kualitas asupan pangan untuk anak-anak di wilayah pedesaan Kenya. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pangan hewani yang terdapat pada makanan jajanan sekolah (school snacks) memiliki kontribusi dalam memenuhi kenutuhan gizi anak dan remaja. Makanan jajanan yang banyak dijajakan mengandung sumber tenaga dan protein. Kecenderungan harga yang ditawarkan makanan jajanan tersebut relatif murah. Meskipun murah, keamanan pangan dan sanitasi makanan jajanan masih sangat diragukan. Risiko kontaminasi zat-zat berbahaya dan mikroorganisme pada panga tersebut sangat tinggi sehingga perlu mendapat perhatian. Status Kesehatan, Status Gizi dan Status Anemia dengan Daya Ingat Sesaat Siswa Status Kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu input dalam pembangunan bangsa.Status kesehatan masyarakat yang baik merupakan modal awal dalammeningkatkan produktivitas, baik produktivitas kerja maupun produktivitasbelajar. Hasil penelitian (Tabel 24) menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan hubungan antara status kesehatan dengan daya ingat sesaat katasiswa, dimana sebagian besar siswa dengan daya ingat sesaat kata maupun huruf, sebagian besar dengan status tidak sehat atau pernah mengalami sakit
93
dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 63.9 persen kategori kurang untuk kata dan sebanyak 66.7 persen kategori kurang untuk huruf. Tabel 24. Sebaran siswa menurut status sehat dan kategori daya ingat sesaat katadan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Daya Ingat Sesaat Huruf Status Kurang Baik Kurang Baik Sehat n % n % n % n % 7 63.6 7 53.8 4 66.7 10 55.6 Tidak 4 36.4 6 46.2 2 33.3 8 44.4 Sehat 11 100 13 100,0 6 100,0 18 100,0 Total Jenis penyakit yang diderita siswa selama satu bulan terakhir seperti batuk, pilek, demam, diare dan maag. Menurut Jukes (2002), anak yang terinfeksi cacing dan memiliki status gizi yang buruk rentan mengalami penurunan fungsi kognitif. Pernyataan serupa oleh Jalal (2003) bahwa gizi yang tidak seimbang dan kurang serta derajat kesehatananak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak sehingga menurunkan kemampuan otak dalam menyimpan dan merekonstruksi informasi. Hasil analisis korelasi variabel status kesehatan disajikan pada Tabel 25 berikut Tabel 25. Analisis korelasi variabel status kesehatan dengan daya ingat sesaat siswa Variabel r p StatusKesehatan DIS Kata Awal 0.141 0.512tn DIS Kata Akhir -0.168 0.432 tn DIS Huruf Awal -0.124 0.564 tn DIS Huruf Akhir 0.514 0.010* Status gizi.Gizi yang tidak seimbang dan kurang serta derajat kesehatananak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak sehingga menurunkankemampuan informasi.Hal
ini
otak
terlihat
dalam
pada
Tabel
menyimpan 26
yang
dan
merekonstruksi
menunjukkan
adanya
kecenderungan bahwa siswa dengan status gizi normal, sebagian besar pada kategori daya ingat sesaat baik.Sebaran status gizi siswa berdasarkan daya ingat sesaat disajikan pada Tabel 26 berikut.
94
Tabel 26. Sebaran siswa menurut status gizi dan kategori daya ingat sesaat kata dan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Daya Ingat Sesaat Huruf Status Kurang Baik Kurang Baik Gizi n % n % n % n % Kurus 3 27.3 4 30.8 3 50.0 4 22.2 Normal 8 72.7 9 69.2 3 50.0 14 77.8 Total 11 100.0 13 100.0 6 100.0 18 100.0 Untuk memahami lebih lanjut hubungan antara gizi kurang dan prestasi sekolah, Pollit dan Gossin (1989) telah menelaah 9 studi yang menghubungkan indikator antropometrik dengan indikator sekolah. Indikator utama yang digunakan adalah tinggi badan terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap umur (BB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Indikator sekolah adalah prestasi sekolah, umur waktu masuk sekolah, IQ dan tugas-tugas kognitif. Semua studi dilaporkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara indikator status gizi dengan tes skor kognitif atau prestasi sekolah. Secara konsisten status gizi, baik status gizi sekarang (IMT/U) berhubungan dengan tes skor kognitif atau prestasi belajar yang lebih baik. Dikatakan pula bahwa anak-anak yang lebih tinggi cenderung masuk sekolah lebih awal dari anak-anak yang lebih pendek. Hasil uji Korelasi Spearman (Tabel 27), diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang sigifikan antara status gizi dengan daya ingat sesaat terhadap kata awal, kata akhir maupun huruf awal dan huruf akhir (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yangdilakukan oleh Rina (2008) bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antaraprestasi belajar dengan status gizi contoh, pola belajar, lingkungan belajar, danfasilitas belajar. Tabel 27. Analisis korelasi variabel status gizi dengan daya ingat sesaat siswa Variabel r p Status Gizi (IMT/U) DIS Kata Awal -0.242 0.254tn DIS Kata Akhir -0.242 0.254 tn DIS Huruf Awal -0.222 0.296 tn DIS Huruf Akhir -0.242 0.254 tn tn
Tidak signifikan (p>0.05) DIS; Daya Ingat Sesaat
95
Status anemia. Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadibila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2007). Anak-anaktermasuk ke dalam kelompok yang rentan mengalami anemia karena pada masaanak-anak terjadi pertumbuhan yang sangat pesat (FAO 2001) dalam Susilo (2006). Kurangnya kadar hemoglobin dapat menurunkan konsentrasikarena kurangnya oksigen yang dibawa ke otak.Beberapa bagian otak mempunyai kadar besi yang tinggi yang diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Defisiensi besi berpengaruh pada fungsi otak, terutama pada fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor sarat dopamine berkurang dan dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Jika ini terjadi maka daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar terganggu, bahkan menurun. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 28) menunjukkan bahwa anak dengan status anemia proporsinya tinggi yang mempunyai daya ingat sesaat dalam kategori baik untuk kata (84.6%) dan huruf (66.7%). Tabel 28. Sebaran siswa menurut status anemia kata dan huruf Daya Ingat Sesaat Kata Status Kurang Baik Anemia n % n % Anemia 6 54.5 11 84.6 Normal 5 45.5 2 15.4 Total 11 100.0 13 100.0
dan kategori daya ingat sesaat Daya Ingat Sesaat Huruf Kurang Baik n % n % 5 83.3 12 66.7 1 16.7 6 33.3 6 100.0 18 100.0
Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat. Anemia pada anak sekolah dapat menyebabkan prestasi belajar rendah, kemampuan verbal, mengingat dan memusatkan perhatian menurun, absensi dan drop out tinggi. Anemia pada ibu hamil akan menambhan resiko untuk mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), resiko pendarahan sebelum dan pada saat persalinan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Pada orang dewasa anemia menyebabkan penurunan produktivitas kerja dan penurunan pendapatan, sedangkan pada anak dapat menyebabkan komplikasi
96
ringan dan berat. Komplikasi ringan antara lain kelainan kuku, atrofi papil lidah, stomatitis, dan komplikasi yang berat seperti penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit, gangguan pada pertumbuhan sel tubuh dan sel otak, penurunan fungsi kognitif, rendahnya kemampuan fisik, gangguan motorik dan koordinasi, pengaruh psikologi dan perilaku, penurunan prestasi belajar, rendahnya kemampuan intektualitasyang dapat menyebabkan dampak secara luas yaitu menurunnya kualitas sumberdaya manusia (DeMaeyer 1981; Depkes 2001; Almatsier 2002; Abdusalam & Triasih 2005). Tabel 29. Analisis korelasi variabel status anemia dengan daya ingat sesaat siswa Variabel r p Status Anemia DIS Kata Awal -0.588 0.003* DIS Kata Akhir -0.588 0.003* DIS Huruf Awal -0.254 0.231tn DIS Huruf Akhir -0.334 0.110tn *
Signifikan (p<0.05)tnTidak signifikan (p>0.05) DIS; Daya Ingat Sesaat
Hasil uji korelasi (Tabel 31) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia dengan daya ingat sesaat (p>0.05) terhadap huruf awal (r=-0.254; p=0.231) maupun huruf akhir (r=-0.334; p=0.110). Akan tetapi, terdapat hubungan yang signifikan antara status anemia dengan daya ingat sesaat (p>0.05) terhadap kata awal dan kata akhir (r=-0.588; p=0.003). Artinya semakin baik status anemia maka semakin baik pula daya ingat sesaat baik pada pagi hari (awal) maupun pada siang hari (akhir).Hasil ini sejalan dengan penelitian Sungtthong et al. (2002)yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami anemia defisiensi besimempunyai fungsi kognitif yang rendah dibandingkan dengan anak-anak yangtidak anemia dan terjadi peningkatan fungsi kognitif sejalan denganpengingkatan kadar hemoglobin. Pengaruh Jenis Kudapan terhadap Daya Ingat Jenis kudapan yang diberikan kepada siswaada 6 jenis antara lain: biskuit ikan+martabak tahu, nugget ikan, panada ikan, getuk singkong+telur rebus, putri noon+susu kedele, dan bubur sumsum+tempe goreng. Kudapan diberikan kepada 24 siswa yang dibagi dalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan jenis kudapan yang sama selama empat hari berturut-turut . Analisis yang dilakukan dengan menggunakan software SAS for Windows versi 6.12 dengan General Linier Model (GLM).
97
Tingginya skor daya ingat pada setiap kelompok jenis kudapan terhadap kata dan huruf, dikarenakan data daya ingat sesaat siswa baik kata akhir maupun huruf akhir dihitung dalam bentuk persentase sehingga skor totalnya menjadi 100 persen. Untuk menganalisis pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat kata akhir, digunakan analisis covariant(ANCOVA). Hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 30 berikut. Tabel 30.Sidik ragam daya ingat akhir yang diukur menurut kata Sumber Jumlah Kuadrat F DF Keragaman Kuadrat Tengah Hitung Daya Ingat Awal 1 3644.865230 3644.865230 15.04 Hari 3 288.626656 96.208885 0.40 Kudapan 5 3163.219964 632.643993 2.61 Galat 86 20842.98199 242.36026 Total 95 32010.99537
P>F 0.0002** 0.7555 0.0302*
**
Signifikan berpengaruh (p<0.01)*Signifikan berpengaruh (p<0.05)
Berdasarkan hasil analisis kovarian diketahui bahwa daya ingat awal signifikan berpengaruh (p<0.05) terhadap daya ingat kata akhir yang ditunjukkan dengan peluang p<0.0002. Hari tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap daya ingat akhir (0.7555). Diantara keenam jenis kudapan, paling sedikit ada 2 jenis kudapan yang rata-rata daya ingat akhir tidak sama. Perlakuan pemberian jenis kudapan memberikan pengaruh nyata (p=0.0303<0.05) terhadap daya ingat kata akhir maka analisis dilanjutkan dengan melakukan uji Duncan yaitu untuk membandingkan perbedaan rata-rata ingatan kata akhir antar kudapan. Rincian hasil analisisdisajikan pada Tabel 31 berikut. Tabel 31. Nilai rata-rata jenis kudapan menurut kata akhir Jenis Kudapan Rata-rata Nugget Ikan (B) 93.759a Putri Noong+Susu kedele (E) 93.750a Biskuit Ikan+Martabak Tahu (A) 91.667a Panada Ikan (C) 85.417a Getuk Singkong+Telur Rebus (D) 85.417a Bubur Sumsum+Tempe Goreng (F) 69.792b a
Huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak signifikan Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan signifikan
b
Berdasarkan hasil uji Dancun, terlihat bahwa siswa yang mengkonsumsi jenis kudapan nugget ikan (B), putri noong+susu kedele (E), biskuit ikan+martabak tahu (A), panada ikan (C), dan getuk singkong+telur rebus (D)
98
saling tidak signifikan. Akan tetapi, siswa yang mengkonsumsijenis kudapan nugget ikan (B), putri noong+susu kedele (E), biskuit ikan+martabak tahu (A), panada ikan (C), dan getuk singkong +telur rebus (D) saling signifikan berbeda dengan siswa yang mengkonsumsi kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Dari nilai rata-rata diketahui bahwa siswa yang mengkonsumsi jenis kudapan nugget ikan (B) dan putri noong+susu kedele (E) memiliki penambahan daya ingat tertinggi terhadap kata akhir danrelatif sama yaitu sebesar 93.759 point dan 93.750 point, kemudian diikuti oleh anak yang mengkonsumsi jenis kudapan biskuit ikan+martabak tahu (A) yaitu sebesar 91.667 point, kudapan panada ikan (C) dan getuk singkong+telur rebus (D) masing-masing memperoleh nilai yang sama yaitu sebesar 85.417 point.Penambahan nilai daya ingat terendah diperoleh pada siswayangmengkonsumsi jenis kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F) yaitu sebesar 69.792 point. Jenis kudapan nugget ikan tuna dan putri noong+susu kedele memiliki penambahan daya ingat dengan pointyang relatif sama. Tingginya point daya ingat siswa terhadap kata akhir yang mengkonsumsi nugget ikan (93.759 point), karena jenis kudapan nugget ikan memiliki bahan baku dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan
persenatse bahan baku dari 5 jenis kudapan
lainnya. Tingginya persentase bahan baku nugget ikan (45.1%) dikarenakan ikan yang digunakan adalah ikan tuna(Tabel 8).Selain itu, karena ikan merupakan sumber protein bermutu tinggi dalam proses biologis tubuh. Ikan memiliki komposisi asam amino protein yang cukup lengkap atau disebut juga sebagai “complete protein”.Disamping kadar protein relatif tinggi, ikan juga mengandung asam lemak yang berbeda dengan asam lemak yang berasal dari makanan hewani lainnya. Keunggulan khusus tersebut terutama terlihat dari komposisi asam lemak. Asam lemak essensial seperti asam linoleat, asam linolenatdan asam arachidonat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan yang optimal. Ikan laut mengandung asam lemak tak jenuh yang tergolong sebagai asam lemak omega-3. Asam-asam lemak ini mempunyai keistimewaan dibanding dengan jenis asam lemak lainnya, yaitu dapat mempengaruhi agar tidak terbentuk gumpalan trombosit, dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (1990) pada tikus percobaan sebanyak 20
99
ekor yang berumur kurang lebih 30 hari. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok I bahan utamanya adalah protein ikan tuna, dan kelompok II sebagai pembanding dengan bahan utamanya adalah protein susu skim. Kedua macam makanan campuran yang diberikan dibuat isokalori dengan kadar protein dan lemak sekitar 10 persen. Kadar protein dan lemak dianalisis dengan cara Micro-Kjeldahl untuk menentukan kadar protein yang dikonsumsi. Mutu protein dianalisis dengan protein efficiency ratio (PER). Hasil analisis diketahui bahwa kadar protein makanan percobaan untuk kedua kelompok berturut-turut adalah: 10.20 persen untuk kelompok I (ikan tuna) dan 9.96 persen untuk kelompok II (susu skim), serta kadar lemak 10.9 persen pada kelompok I dan 10.2 persen pada kelompok II. Nilai PER ikan tuna setelah dilakukan pengujian adalah 2.64 ± 0.16; angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PER pembanding (susu skim), yaitu sebesar 2.59 ± 0.52. Sehingga dapat dikatakan bahwa mutu protein ikan tuna lebih baik dari mutu protein susu skim. Hasil analisis kovarian menunjukkan bahwa daya ingat terhadap huruf awal berpengaruh signifikan (p<0.01) terhadap daya ingat huruf akhir (0.00062). Hari tidak signifikan berpengaruh (p>0.05) terhadap daya ingat huruf akhir (0.339). Jenis kudapan signifikan berpengaruh (p<0.1) terhadap daya ingat huruf akhir (0.071). Rincian hasil anailis seperti terlihat pada Tabel 32 berikut. Tabel 32. Sidik ragam daya ingat akhir yang diukur menurut huruf Sumber Jumlah Kuadrat DF F Hitung P>F Keragaman Kuadrat Tengah Daya Ingat Awal 1 280.4249741 280.4249741 7.87 0.0062** Hari 3 121.5226180 40.5075393 1.14 0.3390 Kudapan 5 376.9698110 75.3939622 2.11 0.0712* Galat 86 3065.715175 35.647851 Total 95 4328.772189 **
Signifikan berpengaruh (p<0.01)*Signifikan berpengaruh (p<0.1)
Karena perlakuan jenis kudapan berpengaruh terhadap daya ingat huruf akhir (p 0.0062 < 0.1), maka analisis dilanjutkan dengan melakukan uji Duncan, yaitu untuk membandingkan perbedaan rata-rata ingatan huruf akhir antar kudapan. Untuk melihat pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat huruf akhir disajikan pada Tabel 33 berikut.
100
Tabel 33. Nilai rata-rata jenis kudapan menurut huruf Jenis Kudapan Nugget Ikan (B) 99.519a Biskuit Ikan+Martabak Tahu (A) Getuk Singkong+Telur Rebus (D) Putri Noong+Susu Kedele (E) Panada Ikan (C) Bubur Sumsum+Tempe Goreng (F)
Rata-rata 97.756ab 95.833ab 95.513ab 93.750bc 90.224c
a, ab
Huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak signifikan Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan signifikan
a,bc,c
Berdasarkan hasil uji Dancun di atas, dapat terlihat bahwa siswa yang mengkonsumsi jenis kudapannugget ikan (B),biskuit ikan+martabak tahu (A), getuk singkong+telur rebus (D), dan putri noong+susu kedele (E) saling signifikan berbeda dengan siswa yang mengkonsumsi kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Akan tetapi, siswa yang mengkonsumsi kudapan panada ikan (C) tidakmemiliki perbedaan yang signifikan dengan siswa yang mengkonsumsi kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Dari nilai rata-rata diketahui bahwa siswa yang mengkonsumsi jenis kudapan nugget ikan (B) memiliki penambahan daya ingattertinggi terhadap huruf akhir, yaitu sebesar 99.519 point. Kemudian diikuti oleh siswa yang mengkonsumsi jenis kudapan biskuit ikan+martabak tahu (A) yaitu sebesar 97.756 point, kudapan getuk singkong+telur rebus (D). Kudapan putri noong+susu kedele masing-masing memperoleh nilai yang sama yaitu sebesar 95.833 point dan 95.513 point, berikut adalah kudapan panada ikan (C) dengan nilai rata-rata 93.750 point. Penambahan nilai daya ingat terendah diperoleh siswa dengan mengkonsumsi jenis kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F) yaitu sebesar 90.224 point. Secara keseluruhan, hasil analisis kovarian menunjukkan bahwa jenis kudapan yang diberikan kepada siswa mengandung 300 kkal dan 7 gram protein sesuai dengan rekomendasi PMT-AS (300 kkal dan 5-7 gram protein) dapat secara signifikan memberikan pengaruhterhadap penambahan daya ingat kata akhir (p<0.05) dan huruf akhir(p<0.1). Hal ini disebabkan karena perlakuan pemberian kudapan (biskuit ikan, nugget ikan tuna, dan panada ikan)sangat tinggi kandungan protein secara fungsional dan bermanfaat untuk perkembangan otak anak.Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai
101
macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada seratserat protein daging sapi atau ayam. Penyerapan besi heme (ikan) hampir sempurna dan sangat sedikit dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam makanan, sedangkan absorbsi besi non heme tergantung pada seberapa besar bentuk tersebut dapat larut dalam usus, dimana perubahan ini sangat dipengaruhi oleh komposisi makanan (Naufal & Mulatsih 2005). Kandungan zat besi yang terdapat dalam ikan sebanyak 0.5-1.0 mg/100 gr) yang mana besi heme menyusun sekitar 10-15 persen dari total besi dalam makanan.Protein nabati yang terdapat dalam tumbuhan maupun protein hewani tidak meningkatkan kemampuan absorbsi zat besi tetapi bahan makanan yang disebut Meat Factor yaitu ikan apabila ada dalam makanan sehari-hari walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit akan meningkatkan absorbsi besi non heme yang berasal dari serealia dan tumbuhtumbuhan (Husaini 1989; Wirakusumah 1998). Sebanyak 80 persen besi dalam makanan adalah dalam bentuk besi non heme. Bentuk ini terdapat pada 60 persen produk hewani dan 100 persen produk nabati. Absorbsi besi non heme tergantung pada seberapa besar bentuk tersebut dapat larut dalam usus. Perubahan bentuk kimia dari bentuk ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) sangat menentukan daya penyerapan dan penggunaan besi non heme ini. Penyerapan besi non heme hanya sebesar 1-6 persen (Naufal & Mulatsih 2005). Kurang lebih 40 persen dari besi di dalam ikan adalah sebagai besi heme dan selebihnya sebagai non heme. Besi non heme terdapat di dalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan. Jenis ikan sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit2008). Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung asam lemak tak jenuh EPA (Eicosapentaenoic acid) dan
DHA (Docosahexanoid acid),
Iodium, selenium, fluorida, zat besi, taurin, coenzyme Q10 dan kalori yang rendah (Harli 2004). Omega 3 dan omega 6 termasuk dalam asam lemak tak jenuh jamak essensial yang berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan
102
kecerdasan otak jika diberikan sejak dini, melenturkan pembuluh darah, hingga menurunkan kadar trigliserida dan mencegah penggumpalan darah. Bahkan pertumbuhan sel otak manusia sangat tergantung pada kadar omega 3 secara cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita. Bila pada masa tersebut cukup tersedia omega 3 maka anak tersebut akan tumbuh dengan potensi kecerdasan maksimal. Menurut Budiarso (1998), ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik mutu gizinya, karena mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100 gram ikan segar. Sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar protein 40 gram dalam 100 gram ikan kering. Didukung dengan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding dengan mutu protein daging.Disamping protein yang berasal dari ikan, juga terdapat protein yang berasal dari bahan pangan lainnyaseperti susu, telur, kacangkacangandan olahannya dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Kustiyah (2005) bahwa makanan kudapan (buras) mengandung 381.7 kkal, KH 82.3 gr dan protein 5 gr dapat secara signifikan(p<0.01)meningkatkan konsumsi energi dan protein. Konsumsi zat besi dan protein berhubungan positif signifikan terhadap kadar hemoglobin anak SD. Kadar glukosa darah berpengaruh positif signifikan (p<0.01) terhadap peningkatan daya ingat anak SD terhadap kata dan gambar. Studi yang dilakukan Pollit et al. (1993) pada remaja di Guatemala menunjukkan bahwa remaja yang mendapat suplemen protein 11.5 gram dan 682 kJ memiliki skor pengetahuan, angka, keterampilan membaca, dan kosa kata yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang hanya mendapatkan suplemen 246 kJ dalam periode yang sama. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa kudapan nugget ikan dan putri noong + susu kedele mempunyai skor daya ingat tertinggi, dan bila dilihat secara ekonomis, nugget ikan dan putri noong + susu kedele dapat dijangkau karena biaya bahan baku relatif murah dimana untuk 1 resep nugget ikan dengan biaya total bahan baku sekitar Rp. 72 400 dengan biaya per porsi Rp. 1 238.78,
103
dan biaya untuk kudapan putri noog + susu kedele sekitar Rp. 38 000 dengan biaya per porsi Rp. 569 40. Bila dikaitkan dengan biaya per orang dalam program PMT-AS pada tahun 2011 (Kemendiknas 2011) yaitu sebesar Rp. 2 500. Seperti yang dikatakan oleh Sinaga (2007) bahwa makanan yang baik dan bergizi untuk anak sekolah bukan berarti makanan yang harus mahal, oleh karena itu menu yang hendak disusun seharusnya beragam dengan harga terjangkau. Energi yang cukup dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak, termasuk tumbuh kembang otak. Anak yang mengalami kurang energi dan protein dalam jangka panjang dapat berdampak pada penurunan IQ (Dhopeshwarkar 1983). Ingatan anak pada usia delapan hingga dua belas tahun mencapai intensitas paling besar dan paling kuat (Kartono 1995). Seperti yang dikatakan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding dengan mutu protein daging. Selain mengandung protein, ikan yang kaya akan mineral seperti zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin darah.Fungsi hemoglobin adalah membawa oksigen untuk disalurkan ke organ-organ tubuh termasuk otak. Hambatan angkutan oksigen akan menyebabkan anak-anak sekolah lemah, lesu, dan kurang konsentrasi sehingga mengganggu daya serap kognitif anak.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian jenis kudapan berbasis protein ikan dapat memberikan kecukupan akan zat gizi dan meningkatkan daya ingat sesaat siswa. Konsekuensi fungsional adanya masalah gizi dan kesehatan pada anak sekolah adalah terhambatnya pertumbuhan, menurunnya kemampuan kognitif, meningkatnya kejadian infeksi, serta menurunnya konsentrasi dan prestasi belajar anak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Formulasi jenis kudapan dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gr protein dengan persentase tertinggi diperoleh pada jenis kudapan nugget ikan yaitu sebesar 45.1 persen. 2. Rata-rata tingkat kecukupan Energi dan zat gizi dari siswa masuk pada kategori defisit berat dan kurang (<70% TKG), rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B12 dan besi masing-masing62.3 persen, 68.0 persen, 59.7 persen dan 28.2 persen. Sebagian besar siswa (75%) melakukan sarapan pagi, namun hanya 33.33 persen siswa yang membeli pangan jajanan disekolah. Sebagian besar siswa (58.33) dalam kondisi kurang sehat atau mengalami sakit dalam sebulan terakhir, sebanyak (70.83) dalam kondisi anemia, namun sebagian besar siswa (70.83) mempunyai status gizi normal.Berdasarkan uji Anova, tidak terdapat perbedaan (p=0.719) kondisi anemia diantara kelompok jenis kudapan, juga tidak adanya perbedaan (p=0.958) status gizi pada setiap kelompok jenis kudapan.Sebagian besar siswa masuk pada kategori daya ingat baik. Rata-rata skor daya ingat sesaat siswa untuk kata awal, kata akhir masingmasing berkisar antara 3-6, sedangkan skor daya ingat sesaat untuk huruf awal dan huruf akhir masing-masing berkisar antara 22-39 dan 29-39.Terjadi penurunan daya ingat sesaat kata sebesar 0.05 point, dan terjadi peningkatan daya ingat sesaat huruf sebesar 2.67 point. 3. Terdapat hubungan signifikan antara asupan protein terhadap huruf awal (p>0.1), vitamin A terhadap kata awal dan huruf akhir (p<0.1), dan vitamin B12 terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status anemia terhadap kata awal maupun kata akhir dan status kesehatan terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status kesehatan dengan daya ingat terhadap huruf akhir (p<0.05), dan terdapat hubungan signifikan antara jajan dengan daya ingat sesaat terhadap kata awal ( p<0.05). 4. Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat kata akhir (p<0.05). Kudapan nugget ikan (B), putri noong+susu kedele (E), biskuit
106
ikan+martabak tahu (A), panada ikan (C), dan getuk singkong+telur rebus (D) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Kudapan nugget ikan
(B) dan putri noong+susu kedele (E) memiliki
penambahan daya ingat terhadap kata akhir tertinggi dan relatif sama, yaitu sebesar 93.759 point dan 93.750 point. Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat huruf akhir.Kudapan nugget ikan (B), biskuit ikan+martabak tahu (A), getuk singkong+telur rebus (D), dan putri noong+susu kedele (E) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Jenis kudapan nugget ikan (B) memiliki penambahan daya ingat terhadap huruf akhir tertinggi yaitu sebesar 99.519 point. Saran Mengingat pentingnya asupan energi dan protein yang cukup dalam tumbuh kembang anak, dan ternyata kudapan nugget ikan dan putri noong+susu kedele mampu meningkatkan daya ingat tehadap kata maupun huruf akhir, serta berpengaruh signifikan terhadap daya ingat sesaat siswa, diharapkan jenis kudapan nugget ikan dan putri noong+susu kedele dapat dimasukkan sebagai salah satu menu dalam program PMT-AS. Apabila anak yang memiliki status gizi dan kesehatan yang baik, maka akanmemiliki daya ingat yang lebih baik sehingga dapat menunjang aktivitas belajar lebih optimal. Hal ini dapat diupayakan melalui perbaikan konsumsi pangan dengan pendekatan keluarga dan kantin sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Abdulsalam M, Triasih S. 2005. Anemia Defisiensi Besi : Diagnosis Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Medika-Fakultas Kedokteran UGM. Hlm 55-60. Allen L, Sabel JC. 2001. Prevalence and Causes of Nutrition Anemias. Di dalam: Ramakrishnan U, editor. Nutritional Anemias. New York : CRC Press. Hlm 7-21. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta _________. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta _________. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta _________. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2008. Monitoring Verifikasi dan Profil Keamanan Pangan Makanan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008. Seafast Centera. Anonim. 2010. Gizi seimbang bagi anak remaja dan dewasa. www.microsoft_powerpoint_gizi_seimbang_bagi_anak_remaja_dan_dew asa.pdf [3 Februari 2012]. Aponno FM. 1999. Pengaruh Penggunaan Asam Khlorida dan Asam Propionat terhadap Mutu Silase dari Jeroan Ikan Cakalang (Catsuwonus pelamis). [Skripsi]. Ambon: Fakultas Perikanan Unpatti. Aprilian R. 2010. Pola Konsumsi Pangan Hewani dan Status Gizi Remaja SD Dengan Status Sosial Ekonomi Berbeda di Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Buku ajar bagian ilmu gizi fakultas kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang. Arrofi S. 2011.ekolah Studi Konsumsi Pangan Hewani dan Waktu Pubertas pada Sekolah Dasar di Bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Arumsari E. 2008. Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Astawan M, Muchtadi D, Yulianti R. 1997. Pengaruh sumber protein (kasein, tepung beras berprotein tinggi, dan tepung terigu berprotein tinggi) terhadap Asam Lemak dan Asam Amino Otak serta kemampuan belajar
108
tikus percobaan. Kesempatan Penerapan Ilmu dan Teknologi Terbaru untuk menunjang daya saing produksi Indonesia: Buku Program;Seminar Tahunan IV Persada Cabang Bogor, Perhimpunan Alumni dari Jepang. Kampus IPB Dramaga, Bogor, 14 Januari. Astawan M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. http://www.gizi.net. As-Sayyid ABM. 2006. Pola Makan Rasulullah: Makanan Sehat Berkualitas Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ghoffar MA dan Iqbal MH. Penerjemah. Jakarta: Almahira. Terjemahan dari: At-Taghdziyah AnNabawiyah: Al-Ghadza Baina Ad-Daa wa Ad-Dawa. Azwar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Basuki I, Sembiring E, Safitriani D, Simanjuntak D. 2009. Sumberdaya laut Indonesia dan pengelolaannya. http://images.ibasoke.multiply.multiplycontent. com/attachment/0/SktkgoKCtYAACJ0bdA1/Lautpersen20Indonesia.pdf [3 Februari 2012]. Berg A, Sajogyo. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Rajawali.
Berk LE. 1989. Child development. Boston, London, Sydney, Toronto. Allyn and Bacon. Black MM. 2003. Micronutrient deficiencies and cognitive functioning. J Nutr. 133:3927S-3931S. Borgstrom G. 1964. Fish as Food. Academyc Press. Vol. 3. New York. [BPS]Biro Pusat Statistik. 2001. Indikator Kesejahteraan Anak. Jakarta: Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Katalog BPS: Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi. Badan Pusat Statistik Indonesia. Bradbury J, Myers SP & Oliver C. 2004. An adaptogenic role for omega-3 fatty acids in stress; a randomised placebo controlled double blind intervention study (pilot) [ISRCTN22569553]. Nutrition Journal Vol. 3:20. http://www.nutritionj.com/ content/3/1/20 [1 Februari 2012]. Brody T. 1994. Nutrition Biochemistry. New York : Academic Press. Budiarso RL, Putrali J, Muhtarrudin. 1998. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
109
Bryan J, Calvaresi E, Hughes D. 2002. Short-term folate, vitamin B-12 or vitamin B-6 supplementation affects memory performance but not mood in women of various ages. Journal of Nutrition, 132, 1345-1356. Carmel R. 2006. Cobalamin (Vitamin B12). Di dalam: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Causins RJ, editor. Modern nutrition in health and disease. Ed ke-10. Baltimore Lippincott Williams and Wilkins. Clark N. 1990. Petunjuk Gizi Untuk Setiap Cabang Olaraga. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Craik FIM, Lockhart RS. 1972. Levels of processing: A framework for memory research. Journal of Verbal Learning Behavior 11: 671-684. Daniels JL, Longnecker MP, Rowland AS, Golding J. 2004. The ALSPAC Study Team.Fish intake during pregnancy and early cognitive development ofoffspring. Epidemiology;15(4):394–402. http://www.alspac.bris.ac. uk/welcome/ index.shtml [Feb 28, 2006] Davidoff Linda L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Edisi 2, Jilid 1(Mari Juniati, Penerjemah). McGraw-Hill, Erlangga, Jakarta. De Maeyer DI. 1981. Rumen Microbes and Digestion of Plant Cell Wall. Agric, and Environment. Elsevier Sci. Pub.Co. Amsterdam. 6:295-337. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. ______. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). ______. 2004. Angka Kecukupan Gizi Orang Indonesia. Direktorat Gizi. Jakarta. ______. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI ______. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Dhopeshwarkar GA. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press, New York-London. [Dinkes] Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2007. Tanda-tanda penyakit diare. http://zoira_blogspot.com. [16 Juli 2009]. Dikroma. 1982. Elementary Food Science. [DKP]Departemen Kelautan dan Perikanan. 2010. Konsumsi ikan 2014 digenjot naik 39%. http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/2421/konsumsi-ikan2014-digenjot-naik-39 [2 Oktober 2012].
110
Ellen MW et al. 2002. Cognitive and behavioral correlates of low vitamin B12 levels in elderly patiens with progressive dementia. Am J Geriart Psychiatry 10:321-327. Erkkilä AT, Lichtenstein AH, Mozaffarian D & Herrington DM. 2004. Fish intake is associated with a reduced progression of coronary artery atherosclerosis in postmenopausal women with coronary artery disease. The American Journal of Clinical Nutrition Vol. 80:626–32. http://www.ajcn.org/content/80/3/626.full.pdf+html?sid=8eb 6ee53-15cf4202-bb1d-01b275ce0d8e [10Oktober 2012]. [FAO]
Food and Agriculture Hunger. www.ffhtechnical.org.
Organization.
2004.
Facts
of
Faridi A. 2002. Hubungan Sarapan Pagi dengan Kadar Glukosa Darah dan Konsentrasi Belajar pada siswa sekolah dasar. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Fatmalina F. 2006. Penentuan kombinasi makanan jajanan tradisional harapan untuk memenuhi kecukupan energy dan protein anak Sekolah Dasar di kota Palembang [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Dipenegoro. [FK PMT-AS] Forum Koordinasi Program Makanan Tambahan Anak Sekolah. 1997. Pedoman Umum PMT-AS. Bappenas. Jakarta. Garcia OP, Dias M, Rosado JL, Allen LH. 1999. Ascorbic acid from lime juice doet not improve iron status of iron deficient women in rural Mexico. FASEB J, 13 (4):A207, abs. 190.4. Gibson. 2005. Principles of Nutritional Assesment.New York. Oxford University Press. Gillespie S, Johnston JL. 1998. Expert Consultation on Anemia Determinants and Interventions.The Micronutrient Initiative, Ottawa. Gobai S. 2005. Hubungan Kebiasan Makan Pagi, Status Gizi dengan Konsentrasi Belajar Anak Sekolah Dasar Sosrowijayan Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Grantham-McGregor SM, Ani C. 2007. A. review of studies on the effect of iron deficiency on cognitive development in children. Am J Nutr 131:649S668S. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haas JD, Brownlie IVT. 2001. Iron deficiency and reduced work capacity : a critical review of the research to determine a causal relationship. J. Nutr. 131 : 676S-690S.
111
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Liberty Yoyakarta. Halterman JS, et al. 2001. Iron deficiency and cognitive among school-aged children and adolescent in the United States.Pediatric, 107(6), 1381-1386. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan[bahan ajaran]:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsing, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis kebutuhan konsumsi pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan (PSKPG) IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan. Harli M. 2004. Makan Ikan Mencegah Kanker, http://www.indomedia.com, Hlm 80.[10 Oktober 2012]. Harjohutomo. 1967. Masakan Indonesi Mustika Rasa. Departemen Pertanian. Jakarta. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. (Soehardjo, penerjemah). Jakarta: UI Press. Harper I, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Alihbahasa : Suhardjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta Harper L, Brady D, Judy D. 2009. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition and Agriculture. Herbert. 1996. Vitamin B12. Di dalam: Ziegler EG, Filer L, editor. Present Knowledge in Nutrition. Washington DC. ILSI Press. Hidayat N, Hadi H. 2004. Pengaruh Suplementasi Fe, Zn dan Vitamin A Terhadap Kesegaran Jasmani Anak SD Kelas IV-VI Yang Stunted di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta. Sains Kes. 17 (4) : 519-531. Husaini MA. 1989. Kecukupan konsumsi zat besi : Wanita membutuhkan lebih banyak. Buletin Gizi 1 (13) : 25-31. _________. 1999. Iron deficiency in Indonesia. Presented at the Micronutrient Symposium. Dies Natalis Sebelas Maret University. Surakarta, 2-3 March. [INACG] International Nutritional Anemia Consultative Measurement of iron status. Washington DC. USA.
Group.
1985.
112
Jalal F. 2003. Pendidikan input tumbuh kembang anak hhtp://www.pikiran rakyat/9september 2003[Maret 2005] ____. 2009. Pengaruh gizi dan stimulasi pada tumbuh kembang otak dan kecerdasan anak. Buletin PAUD 8(1) : 3-15. Jukes M. 2002. Heavy schistosomiasis associated with poor short-term memory and slower reaction times in Tanzanian school children. Tropical Medicine and International Health, 7(2), 104-117 Kanarek RB, Marks-Kaufman R.1991. Nutrition and Behavior: New Perspective. New York : Van Nostrand Reinhold. Kartasapoetra G, Marsetyo H. 2003. Ilmu Gizi : Korelasi Gizi, Kesehatan danProduktivitas Kerja. Rineka Cipta, Jakarta. Kartono. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar Maju. Kasegar BE. 1992. Mempelajari Pengaruh Kadar Air Awal dan Bahan Pengeras Terhadap Mutu Dendeng Ikan Cucu Selama Penyimpanan Suhu Kamar. [Skripsi]. Manado: Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kathena J. 1992. Gifted: Challenge and Response for Education. F.E. Peacock,. Itasca, Illinois. [Kemenkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kemenkes RI. [Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Petunjuk Teknis Pengolahan Kudapan Nusantara dalam PMT-AS. Jakarta. Khomsan A. 2002. Pangan Dan Gizi Dalam Dimensi Kesejahteraan. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. _____. 2003. Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Grafindo Persada. _____. 2012. Meraih SDM Berkualitas: Gizi, Pangan, Sosial Dan Pendidikan. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. Khumaidi. 1994. Penilaian Angka Kecukupan Energi dan Proteindan Keterkaitan dengan Kebiasaan Makan. Makalah disajikan dalam Seminar, Bogor; 15 Juni 1994. Kirchener JG. 1949. The chemistry of fruitand vegetable. Flavour Advance in Food Research. Vol. II. Academy Press-Inc. New York.
113
Kisworini P, Mulatsih S, Triasih S. 2005. Anemia Defisiensi Besi : Clinical Pratice Guidelling Anemia Defisiensi Besi. Yogyakarta: Medika-Fakultas Kedokteran UGM. Hlm 81-93. Kramlich WE. 1971. Sausage products. Science of Mead Products by Praice YS and Schweiegert BS, 2nd Ed. Prensmen WH and Co. San Fransisco. Kustiyah L. 2005. Kajian Pengaruh Intervensi Makanan Kudapan Terhadap Peningkatan Kadar Glukosa Darah Dan Daya Ingat Anak Sekolah Dasar. [disertasi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. ______dkk. 2006. Pengaruh Intervensi Makanan Kudapan Terhadap Peningkatan Kadar Glukosa Darah Dan Daya Ingat Anak Sekolah Dasar.Media Gizi dan Keluarga, 30(1),42-57. Labuza TP. 1982. Shelf-life Dating of Foods, Connecticut 06880 USA. Food and Nutrition Press, Inc. Westport. Lozoff et al. 2000. Poorer behavioural and developmental outcome more than 10 years after treatment for iron deficiency in infancy. Pediatrics, 105(4),1-11 Lubis Z. 2008. Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin B12 Terhadap Vitamin B12 Serum, Hemoglobin, Dan Daya Ingat Anak Prasekolah. [Disertasi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Manampiring AE. 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada Anak Sekolah Dasar di Desa Minahasa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. [Tesis]. Manado: Departemen Pendidikan Nasional RI Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Martianto D, Ariani. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Widwakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Martorell R. 1996. The Role of Nutrition in Economic Development. Nutr. Rev. 54:566-571. di dalam Ramakkrishman V et al. 1996. Early Childhood Nutrition, Education and Fertility Milestone in Guatamala. J. Nutr. 129:2196-2202. Martorell R. 1997. Undernutrition During Pregnancy and Early Childhood.Consequences for Cognitive and Behavioral Development. In Early Child Development. Investing in Children’s Future. Elsever Science B.V. London.
114
Mattjik AS & Sumertajaya MI. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press Menendez C et al. 1997. Randomised placebo contolled trial of iron suplementation and malaria chemoprophylaxis for prevention of severe anemia and malaria in Tanzanian infants, Lancet, 350, 844. Meyers AF, Sampson AE, Weitzman M, Rogers B & Kayne H. 1989. School Breakfast Program and School Performance. The American Journal of Disease of Children 143 : 1234-1239. Moehji S. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara. Morgan, King RA, Weisz JR, Schopler J. 1986. Introduction to Psychology. Seven Edition. New York: McGraw-Hill International Editions. Morris MS, Jacques PF, Rosenberg IH, Selhub J. 2007. Folate and vitamin B12 status in relation to anemia, macrocytosis, and cognitive impairment in older Americans in the age of folic acid fortification. Am J Clin Nutr 85(1): 193-200. Mudjajanto ED dan Purwati. 2003. Aspek gizi dan keamanan pangan makanan jajanan di bursa kue subuh pasar senen, Jakarta Pusat. Journal Media Gizi dan Keluarga. Desember 2003, 27(2) : 93-99. Muhilal, I. Jus’at, H.M. Anwar, F. Djalal, dan Ig. Tarwotjo. 1993. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Dalam M.A. Rifai et al. (eds.). Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V. Jakarta, 20-22 April 1993. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. ______, Jus’at, Husaini Djalal F, TarwotjoIG. 1994. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. WKNPG V, Jakarta. ______, Hardinsyah. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. ______, Damayanti. 2006. Gizi untuk Anak Sekolah Dalam Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia, Soekirman dkk. Jakarta: PT Primamedia Pustaka. Murray et al. 2003. Biokimia Harper (26). Jakarta: EGC. Murphy SR et al. 2003. School snacks containing animal source foods improve dietary quality for children in rural Kenya. The Journal of Nutrition Vol. 133: 3950S-3956S. www.jn.nutrition.org [11Oktober 2012]. Nasoetion A et al. 1992. Laporan Pelaksanaan: Peningkatan Partisipasi Aktif Masyarakat Pedesaan dalam Pengembangan Sistem Pangan dan Gizi. Bogor: Dirjen Pembangunan Desa Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
115
Naufal SN, Mulatsih S, Triasih S (Ed). 2005. Anemia Defisiensi Besi : Bioavailabilitas Zat Besi. Yogyakarta: Medika-Fakultas Kedokteran UGM. Hlm 1-5. Nelson. 1979. Remembering Pictures and Words: Appearance, Significance and Name. Dalam:Cermak, LS & F.I.M. Craik Levels ofProcessing in Human Memory. Hillsdale,New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Publishers. Noh SK & Koo SI. 2004. Milk sphingomyelin is more effective than egg sphingomyelin in inhibiting intestinal absorption of cholesterol and fat in rats. The Journal of Nutrition Vol. 134: 2611–2616. www.jn.nutrition.org [11 Oktober 2012]. Norman DA. 1976. Memory and Attention: An Introduction to Human Information Processing . San Diego: Jhon Wiley & Sonc. Inc. Nurwandi. 2010. Konsumsi susu di Indonesia masih rendah. http://seafast.ipb.ac.id/index. php/facilities/51-konsumsi-susu-diindonesiamasih-rendah [10Oktober 2012]. Ohoiwutun MK. 2003. Studi Pendahuluan Pembuatan Pizza Ikan Dari Beberapa Jenis Ikan. [Skripsi]. Ambon: Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Pattimura Ambon. Olson, Christine M. 1999. Nutrition and Health Outcomes Associated with Food Insecurity and Hunger. Journal of Nutrition. 1999;129:521-524. Paivio A. 1971. Imagery and Verbal Process. New York: Holt, Reinehart and Winston, Inc. Paliama A. 1987. Pengaruh Perbandingan Ikan, Jenis Tepung Serta Jumlah Tepung Terhadat Mutu Kerupuk Ikan yang Dihasilkan. [Skripsi]. Ambon: Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon. Pandit.
2008. Kandungan Gizi Daging Ikan.http://pandit.blogspot. com/2012/03/kandungan-gizi-daging-ikan. [30 September 2012].
Pertiwi, D.D. , 1998. Kebiasaan Jajan dan Preferensi terhadap MakananJajanan Tradisional pada Anak SD di 4 Desa IDT MalukuTengah. [Skripsi].Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat danSumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut PertanianBogor. Piliang WG, Soewondo DAH. 2000. Fisiologi Nutrisi Volume I. Institut Pertanian Bogor. Pollit E, Gossin L. 1989. The impact of poor nutrition and desease on educational outcome. UNESCO Meeting, Stockholm, Sweden. ____, 1990. Malnutrition and Infection in the classroom. Paris UNESCO. ____, Gorman KS, Engle PL, Martonell R, Rivera J. 1993. Early supplementaryfeeding and cognition. Monogr. Soc. Res. Child Dev. 58:7
116
Prasetyowati I, Inang RG. 2003. Hubungan antara tingkat konsumsi (energy dan protein) dan tingkat aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada siswa sekolah dasar dengan system full day school di Yayasan Pendidikan Al Muslim, Sidoarjo, Jawa Timur. Yogyakarta: Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) Dietetic Update. Prawirohartono EP. 1997. Gizi dalam Masa Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Sub Bagian Gizi Anak SMF Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito. Priya R, et al . 2006. The relationship of breakfast skipping and type of breakfast consumption with nutrient intakeand weight status in children and adolescents:The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). Pudjiadi S. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi (4). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Puri DK. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Anemia Mahasiswi Peserta Program Tambahan di IPB, Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Rahayu DSY Mende. 1995.Sumbangan Energi dan Protein Makanan Jajanan tradisional “Jajanan Cilok dan PengananGorengan”, Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional: Hlm 589-596. Rampersaud GC, Pereira MA, Girard BL, Adams J, and Metzl JD. 2009. Breakfast habits, nutritional status, body weight, and academic performance in children and adolescents. J Am Diet Assoc 105(5) : 743760. Ridwan E, Saidin M, Muhilal. 1990. Mutu Protein dan Efek Kolesteremik Ikan Tuna. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Bogor. Rieuwpassa F. 2005. Biskuit Konsentrat Protein Ikan dan Probiotik sebagai Makanan Tambahan untuk Meningkatkan Antibodi lgA dan Status Gizi Anak Balita. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rimbawan, 1999. Teknik Penilaian Mutu Gizi Makanan PMT-AS.Latihan Pengembangan Teknologi dan Keamanan MakananKudapan. Bogor, 4 s/d 10 April 1999. Rina APM. 2008. Konsumsi Pangan, Status Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Siswa-SiswiSMA Assalaam Surakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor. Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
117
_______. 2003. Penilaian Gizi Secara Antropometri [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______. 2004. Penilaian Status Gizi. Dalam Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya; hlm 78-82. Sajogyo. 1978. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan Gizi. Widya karya Nasional Pangan dan Gizi II. LIPI.
Sediaoetomo AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Seifort KL, Hoffnung RJ. 1997. Child and Adolescent Development. Houghton Zifflin Company. New York. Sibarani S. 1985. Kandungan zat gizi makanan jajanan (analisa zat gizi makanan jadi). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sihadi, 2004, Makanan jajanan bagi anak sekolah, jurnal kedokteran versi. 12 (2). Sinaga T. 2007. Manfaat Makan di Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi untuk Anak Sekolah (11-13 Desember 2011) Jakarta: Yayasan Kuliner Jakarta. _______. 2012. Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar Bagi Siswa Kelurga Miskin. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soehadji. 1994. Tanggapan dan Pembahasan Makalah Prof. Dr. Michael Crawford, Prof. Dr. Boedhi-Darmojo, dan Prof Dr. Soekirman. Dalam M.A. Rifai et al. (eds.). Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V. Jakarta, 20-22 April 1993. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Soekirman, Satoto, Thaha AR, Agus Z,. Marks GC, Zainal E. 1999. Pedoman PenyusunanRancangan dan Usulan Studi Evaluasi PMT-AS, ForumKoordinasi PMT-AS Tingkat Pusat. ________. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu pendekatanbiometrik. Terjemahan B. Sumantri. Gramedia, Jakarta. Stephenson LS. 1987.Impact of Helminth Infections on Human Nutrition. New York : Taylor and Francis. Strain JJ, Cashman KD. 2002. Minerals and Trace Elements. Di dalam : Gibney MJ, Vorster HH, Kok FJ, editor. Introduction to Human Nutrition. USA : Blackwell Publishing.
118
Studdert L, Soekirman. 1998. School feeding inIndonesia: A community based programme for child, schooland community developments. SCN News Number 16: 15-16. Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas IPB bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi, IPB, Bogor. _______. 1989. SosioBudaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. _______. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara Bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suman M. 1983. Pengaruh Pemberian Telur Terhadap Kemekaran Kerupuk Udang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Sungthong R, Mo-suwan L, Chongsuvivatwong V. 2002. Effects of haemoglobin and serum ferritin on cognitive function in school children. Asia Pac J Clin Nutr 11(2): 117-122 Supariasa IDN, Bakrie B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Susanto D. 1986. Masalah Kebiasaan Jajan pada Anak Sekolah. Bulletin Gizi Indonesia no. 3 Volume X. Susilo A. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Konsumsi Pangan Mahasiswa Putri yang Anemia dan Non Anemia. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein. Processing Technology, Applied Science Publishing LTD. London. Syarief O. 1994. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Kabupaten Serang dan Tangerang Jawa Barat.[Tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Syarief H. 1997. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Suatu Telaah Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah pada Pengukuhan Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tanikawa E. 1971. Marine Products in Japan. Technology and Research. Koseiha-Koseikaku Company. Tokyo. Tanziha I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
119
Teegarden D, Lyle RM, Proulx WR, Johnston CC, Weave CM. 1999. Previous milk consumption is associated with greater bone density in young women. The American Journal of Clinical Nutrition Vol. 69:1014–7. http://www.ajcn.org/content/69/ 5/1014.full.pdf+html?sid=dcf33a2c7e75407b-9fed-a60c2807cd66 [3 Oktober 2012]. Thankachan P et al. 2008. Iron absorption in young Indian women: the interaction of iron status with the influence of tea and ascorbic acid. Am J Clin Nutr 2008;87:881–6. Thompson Higher Education. 2007. Brain Development, Nutrition and Health Status. www.thompsonhigher.braindev.edu.com. Titisari DL. 1999. Kajian Penyelenggaraan PMT-AS, Status Gizi Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Studi di SDN Galur 01 Pagi dan SDS PUI 1, Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. [Skripsi]. Bogor: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Institut Pertanian Bogor. Triatma B. 1999. Pengaruh Kudapan PMT-AS Terhadap Glukosa Darah dan Daya Ingat Sesaat Anak sekolah di Karyasari, Leuwliang, Bogor:Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Institut Pertanian Bogor. UNICEF. 1998. Preventing Iron Deficiency in Woman and Children : background and consensus on key technical issues and resources for advocacy, Planning, and Implementing National Programs. Canada : International Nutritional Foundation (INF). Van Gelder BM, Tijhuis M, Kalmijn S, Kromhout D. 2007. Fish consumption. n_3 fatty acids. and subsequent 5-y cognitive decline in elderly men: the Zutphen Elderly Study. The American Journal of Clinical Nutrition Vol. 85:1142–7. Wardlaw G, Insel PM, Seyler MF. 1992. Contemporary Nutrition. Issues and Insights. St Louis, Baltimor, Chicago, London, Philadelphia, Sydney, Toronto. Mosby Year Book. [WHO] World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anemia, Assessment, Prevention and Control: A Guide for Programme Managers. Geneva. P:721. ______. World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years). http://www.who.int/growthref/who2007bmi-for-age/en/index.html. [23 Januari 2012]. ______. World Health Organization.2008. Worldwide Prevalence Of Anemia 1993–2005. WHO Global Database on Anemia.
120
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004.Sambutan Pengarahan Menteri Kesehatan RI pada Pembukaan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Wilson DD. 1960. Sausage Products : Dalam The Science of Meat and Meat Products By Evans JB, Freeman WH and Co. San Fransisco. Wimaruta FE. 1982. Mempelajari Pengaruh Pembekuan Ikan Segar dan Kemasan Dendeng Terhadap Mutu Ikan Dendeng Selar Kuning Selama Penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Perikanan Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Wirakusumah ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus Agriwidya. Yayasan Spritia. 2008. Diare. http://google.com. [09 April 2008]. Yip R. 1994. Iron deficiency : contemporary scientific issue and international programmatic approaches, J. Nutr 124, 1479S. Yuliati LN, Syarief H, Sulaeman A. 2007. Dampak konsumsi susu dan pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak 2-5 tahun di kota Bogor. Zaitsev V, Kizevetter I, Lagunov L, Makarova T, Podselvalvo. 1969. Fish and Processing. Mir Publisher, Moskow.
LAMPIRAN
122
Lampiran 1. Komposisi bahan baku biskuit ikan dalam 100 gram Komposisi Bahan Biskuit ikan Tepung campuran Lemak Telur Gula Jumlah Bahan tambahan Baking powder Flavor Vanili
Jumlah 62 12 14 12 100 0.5 sdt 0.5 sdt 0.5 sdt
Lampiran 2. Petunjuk Teknis Pengukuran Daya Ingat Sesaat Siswa PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TES DAYA INGAT SESAAT (DIS) ANAK SDN PASANGGRAHAN 01 PURWAKARTA Cara Pengumpulan Data Daya Ingat Sesaat Data daya ingat sesaat (DIS) dikumpulkan selama empat hari berturut-turut: Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. Pengukuran dengan metode recall (Davidoff, 1988) yaitu “memanggil” ingatan yang baru saja didapat secara visual dengan menuliskan rangkaian huruf dan kata yang diingat dari rangkaian huruf dan kata yang ditayangkan selama 1 detik per huruf. Pengukuran dilakukan cara klassikal. Angka utama untuk mengukur variabel ini berupa sederetan huruf dan kata. Huruf diambil dari 4 sampai 9 huruf yang diambil secara acak dari 26 huruf yang ada di alphabet latin capital. Huruf disusun secara tiga huruf-tiga huruf (trigram), lalu trigram disusun membentuk kolom dari atas ke bawah pada karton warna putih persegi panjang (Gambar 3). Kata terdiri dari 6 rangkaian kata yang dianggap sudah familiar bagi siswa seperti hubungan kekerabatan (AYAH, IBU, KAKAK, dan ADIK), nama jenis kudapan yang sering dijual di lingkungan sekolah, seperti BAKWAN, BATAGOR, CILOK, BAKSO, dan CIRENG, nama hewan seperti SAPI, KUCING, AYAM, dan IKAN, nama buah seperti MANGGA, MELON, JAMBU, dan APEL, nama bunga seperti MAWAR, MELATI, dan KAMBOJA, dan nama Negara seperti INDONESIA, CINA, JEPANG, dan INDIA. Kata-kata tersebut disusun membentuk kolom dari atas ke bawah pada karton warna putih persegi panjang. Contoh susunan huruf dan kata adalah seperti pada Gambar 12 dan Gambar 13 berikut.
123
Gambar 12.a. Susunan 1
Gambar 12.b. Susunan 2
X G V
X G V
H
Gambar 12.c. Susunan 3 X G V H R L
H R
Gambar 12.d. Susunan 4
Gambar 12. e. Susunan 5
Gambar 12.f. Susunan 6
X G V
X G V
X G V
H R L
H R L
H R L
Y
Y
Y
N
N C
Gambar 13a. Rangkaian huruf yang ditayangkan untuk mengukur daya ingat sesaat. MELON IKAN KAMBOJA JEPANG BAKWAN KAKAK
JAMBU SAPI MELATI INDIA CILOK AYAH
APEL AYAM SAPI INDONESIA BAKSO IBU
MANGGA KUCING BATAGOR JAMBU MELON ADIK
Gambar 13b. Rangkaian kata yang ditayangkan untuk mengukur daya ingat sesaat. Susunan huruf-huruf dan kata diganti dengan acakan baru tiap kali test, sehingga tidak ada kesempatan bagi ingatan yang lampau untuk mengganggu kemurnian ingatan pada test berikutnya. Keseluruhan dari enam macam susunan huruf dan rangkaian kata dipakai untuk satu kali tes daya ingat, yang pelaksanaannya dimulai dari urutan termudah, yakni dari susunan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Adapun pelaksaan test adalah sebagai berikut: 1. Dalam ruang kelas, masing-masing siswa menempati kursi mereka masingmasing yang tersusun atas tiga baris. 2. Disiapkan pensil dan kertas di atas meja. 3. Dalam posisi duduk, siswa diminta mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi dan selama test, tidak diperbolehkan bersuara ataupun mendahului menulis sebelum diberikan aba-aba.
124
4.
Siswa memperhatikan baik-baik ke depan, kemudian pada posisi tengah-tengah di depan kelas, atau tepatnya 2 meter jauhnya dari murid terdepan tengah, ditayangkan gambar rangkaian huruf susunan 1 selama 4 detik.
5.
Selama gambar ditayangkan, tangan siswa tetap harus terangkat tinggi-tinggi sambil memperhatikan dengan diam.
6.
Segera sesudah 4 detik tayangan, gambar ditutup kembali, dan siswa diminta menurunkan tangan, dan langsung menuliskan kembali huruf-huruf yang baru saja ditayangkan.
7.
Sebelumnya siswa dimotivasi agar berusaha sebaik mungkin.
8.
Waktu untuk menulis dibatasi maksimal 2 kali waktu tayangan, jadi dalam hal ini 2 x 4 = 8 detik .
9.
Segera sesudah 8 detik menulis selesai, siswa diminta kembali mengangkat tangan tinggi-tinggi untuk melihat tayangan susunan 2 yang waktunya meningkat menjadi 5 detik.
10.
Setelah tayangan ke-2 usai, gambar ditutup kembali, dan siswa diminta menuliskan lagi apa yang baru saja ditayangkan, dengan waktu menulius tetap 2 kali waktu tayang, atau 2 x 5 = 10 detik.
11.
Begitu seterusnya sampai kali ke-6 (test susunan huruf 4) yang ditayangkan selama 9 detik, waktu menulis 18 detik
12.
Pada kertas jawaban, didapatkan 6 nomor yang mestinya bertuliskan rangkaian 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
13.
Pengukuran daya ingat sesaat (DIS) dilakukan satu jam sebelum pemberian kudapan dan satu jam setelah pemberian kudapan.
14.
Pengukuran DIS dilakukan selama 6 hari berturut-turut, dengan rincian 3 HK dan 3 HTK.
Rincian Waktu Pelaksanaan Test DIS 1. Tayangan 1: 4 detik, waktu menulis kembali 8 detik = (4+8)
= 12 detik
2. Tayangan 2: 5 detik, waktu menulis kembali 10 detik = (5+10) = 15 detik 3. Tayangan 3: 6 detik, waktu menulis kembali 12 detik = (6+12) = 18 detik 4. Tayangan 4: 7 detik, waktu menulis kembali 14 detik = (7+14) = 21 detik 5. Tayangan 5: 8 detik, waktu menulis kembali 16 detik = (8+16) = 24 detik 6. Tayangan 6: 9 detik, waktu menulis kembali 18 detik = (9+18) = 27 detik
125
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik: Uji Beda tingkat kecukupan zat gizi diantara kelompok jenis kudapan ANOVA
Sum of Squares Energi Between Groups
Mean Square
df
922.000
5
184.400
Within Groups
3926.500
18
218.139
Total Protein Between Groups Within Groups Total VitA Between Groups Within Groups Total VitB12 Between Groups Within Groups Total Besi Between Groups Within Groups Total
4848.500 2138.208
23 5
427.642
3770.750 5908.958 2095.708
18 23 5
209.486
4977.250 7072.958 7071.833
18 23 5
276.514
22167.500 29239.333 524.208
18 23 5
1231.528
2105.750 2629.958
18 23
116.986
F
419.142
1414.367
104.842
Sig.
.845
.535
2.041
.121
1.516
.234
1.148
.372
.896
.505
Lampiran 4. Uji Beda tingkat status gizi diantara kelompok jenis kudapan ANOVA
Status Gizi Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.833
5
.167
Within Groups
15.000
18
.833
Total
15.833
23
F .200
Sig. .958
126
Lampiran 5. Uji Beda tingkat status anemia diantara kelompok jenis kudapan ANOVA
Hb Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
3.708
5
.742
Within Groups
23.250
18
1.292
Total
26.958
23
Lampiran 6. Asupan zat gizi dan daya ingat sesaat Spearman's rho Kt awal Kt akhir Energi
Correlation Coefficient
.530
.589
.192
.519
24
24
24
24
-.144
-.140
-.388
-.025
.502
.513
.061
.908
24
24
24
24
-.377
-.147
-.346
-.147
.069
.494
.097
.494
24
24
24
24
-.142
-.129
.000
-.413*
.508
.548
1.000
.045
24
24
24
24
Correlation Coefficient
0.344
-0.137
0.015
-0.031
Sig. (2-tailed)
0.100
0.522
0.943
0.884
24
24
24
24
-.079
-.079
-.144
-.079
.715
.715
.501
.715
24
24
24
24
Correlation Coefficient
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
N Besi
H akhir -.138
N
Vit.C
H awal -.276
Sig. (2-tailed)
Vit.B12
.719
-.116
N
Vit.A
.574
-.135
Sig. (2-tailed) Protein
Sig.
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
127
Lampiran 7. Status gizi, status anemia, status kesehatan, sarapan dan jajandengan daya ingat sesaat Spearman's rho Ktawal Ktakhir Hawal Hakhir Correlation Coefficient
-.242
-.242
-.222
-.242
Status Gizi Sig. (2-tailed)
.254
.254
.296
.254
N
24
24
24
24
-.254
-.334
Correlation Coefficient Status Anemia
Sig. (2-tailed)
.003
.231
.110
24
24
24
24
.141
-.168
-.124
.514*
.512
.432
.564
.010
24
24
24
24
Correlation Coefficient
.060
.085
.067
-.218
Sig. (2-tailed)
.779
.694
.757
.307
24
24
24
24
Correlation Coefficient
-.022
-.011
-.245
-.256
Sig. (2-tailed)
.918
.959
.249
.228
24
24
24
24
Correlation Coefficient Status Sig. (2-tailed) Kesehatan N
N Jajan
-.588
**
.003
N
Sarapan
-.588
**
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
128
Lampiran 8. Pengaruh kudapan terhadap daya ingat sesaat dengan prosedur GLM SAS data kudapan; input Kudapan$ Ulangan hari Ktawal Ktakhir Hawal Hakhir; pktawal=ktawal*100/6;pktakhir=ktakhir*100/6;phawal=hawal*100/39;phakhir=hakhir*100/39; cards; A A A A B B B B C C C C D D D D E E E E F F F F
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 6 5 6 5 6 5 6 6 6 3 6 6 5 5 6 4 5 6 6 6 5 4 6
6 6 6 5 6 6 6 6 5 6 3 5 5 5 5 6 6 6 6 6 5 5 3 4
39 35 33 39 37 39 39 39 39 39 32 26 39 22 38 34 32 39 38 38 37 26 25 29
; procglm; class kudapan hari ; model pktakhir=pktawal hari kudapan; means kudapan/duncan; procglm; class kudapan hari ; model phakhir=phawal hari kudapan; means kudapan/duncan; run;
38 39 39 33 38 39 39 39 38 39 29 36 39 36 39 38 32 38 39 39 38 37 38 38