PENGARUH FAKTOR INDIVIDU, KELUARGA, DAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR
FIKA PUSPITASARI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRACT Influences of Individual Factor, Family and School towards Elementary Student’s Learning Achievements Fika Puspitasari Department of Community Nutrition and Family Resources Background: Human resource quality, which is the determination of future development, is defined by how that human resource develops, including schoolaged children. According to Erik Erikson’s psychosocial theory, school-aged children are on the phase of industry versus inferiority. This is a phase where, normally, a child will try to achieve something. An achievement a school-age may want to make is school learning achievement. Factors that may influence this are the child’s individual factor (academic potential and learning motivation), family (learning care style) and the school itself (student’s perception towards school’s learning concept). Method: The method used was a cross sectional study, and the research’s location was determined using a purposive way. The data was analyzed using descriptive statistics, Rank-Spearman test to define relation between variables, and Double Linear Regression test to analyze factors which influences student’s learning achievements. Result: Rank-Spearman correlation test shows that there is a positive relation between learning care-style, student’s perception towards school and academic potential with the student’s learning achievement. Students with positive perception tend to have a better achievement. Female students’ achievement are higher than the male students. Students with higher academic potentials also tend to have a higher achievement. Because of that, parents must pay more attention towards the child’s nutrition, health and psychosocial aspect so every potential of a child may have develop optimal. Keyword: learning achievement, elementary school, academic potential
RINGKASAN FIKA PUSPITASARI. Pengaruh Faktor Individu, Keluarga, dan Sekolah terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Di bawah bimbingan MELLY LATIFAH. Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar. Adapun tujuan khususnya, yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik individu, karakteristik keluarga, persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, dan prestasi belajar siswa, (2) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik keluarga dengan pola asuh belajar, (3) menganalisis hubungan antara persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, (4) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajar, (5) menganalisis hubungan antara potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan prestasi belajar siswa, serta (6) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di tiga jenis sekolah dasar yang dipilih secara purpossive, yaitu sekolah negeri (SDN Sukadamai 3 Bogor), sekolah swasta Islam (SD Amaliah Ciawi) dan sekolah alam (SD Citra Alam Ciganjur). Total contoh dalam penelitian ini yaitu sebanyak 90 keluarga siswa. Penelitian dilakukan dari bulan April hingga Juli 2008. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner, kecuali potensi akademik yang diperoleh dengan tes potensi akademik menggunakan instrumen tes manual Riley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS) yang dimodifikasi oleh Latifah dan Dina (2002). Data sekunder, meliputi nilai rapor, keadaan umum wilayah penelitian, dan profil sekolah, diperoleh dari pihak sekolah. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13.0 for Windows. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Rank-Spearman dan analisis regresi linear berganda. Proporsi terbesar contoh penelitian yaitu berjenis kelamin perempuan (53.3%), berusia 10.1-11 tahun (54.4%), merupakan anak pertama (62.2%), berasal dari keluarga kecil (58.9%), ayah berusia dewasa madya (61.1%), ibu berusia dewasa dini (78.9%), lama pendidikan orangtua 15 tahun ke atas (ayah=88.9%, ibu=78.9%), ayah bekerja sebagai pegawai swasta (50.0%), ibu bekerja sebagai wiraswasta (26.7%), pendapatan utama ayah Rp 7.500.00110.000.000 per bulan (24.4%), dan pendapatan utama ibu Rp 2.500.0015.000.000 per bulan (28.9%). Lebih dari separuh contoh (55.6%) memiliki persepsi terhadap pembelajaran di sekolah yang baik. Sebanyak 43.3% contoh memiliki potensi akademik jauh di atas rata-rata, hanya 2.2% contoh saja yang memiliki potensi akademik di bawah rata-rata. Sebagian besar (77.8%) contoh memiliki motivasi belajar baik, sisanya (22.2%) memiliki motivasi belajar sedang. Sebagian besar contoh (85.6%) memiliki pola asuh belajar baik, sisanya (14.4%) memiliki pola asuh belajar sedang. Sebagian besar contoh (81.1%) memiliki kepuasan
terhadap pembelajaran di sekolah yang baik. Sebanyak 56.7% contoh memiliki prestasi belajar yang tinggi, sedangkan sisanya (43.3%) memiliki prestasi belajar sedang. Hasil uji korelasi Rank-Spearman menunjukkan bahwa jenis kelamin berhubungan positif dengan pola asuh belajar (rs=0.275, p-value≤0.01), artinya pola asuh belajar pada anak perempuan cenderung lebih baik dibandingkan dengan pola asuh belajar pada anak laki-laki. Terdapat hubungan negatif antara usia contoh dengan pola asuh belajar (rs= -0.343, p≤0.01), artinya semakin muda usia contoh, pola asuh belajar yang diberikan orangtua semakin baik. Terdapat hubungan positif antara tingkat pendapatan tambahan ayah dengan pola asuh belajar (rs= 0.310, p≤0.01), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan tambahan ayah maka pola asuh belajar yang diberikan orangtua semakin baik. Terdapat hubungan positif antara persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah (rs=0.525, p≤0.01), artinya semakin baik persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah maka kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah pun semakin baik. Terdapat hubungan negatif antara usia contoh dengan motivasi belajarnya (rs= -0.412, p≤0.01), artinya semakin muda usia contoh maka motivasi belajarnya akan semakin baik. Terdapat hubungan positif antara kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajar (rs=0.648, p≤0.01), artinya semakin baik kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah maka motivasi belajarnya pun semakin baik. Terdapat hubungan positif antara potensi akademik (rs=0.658, p≤0.01), pola asuh belajar (rs=0.253, p≤0.05), dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah (rs=0.240,p≤0.05) dengan prestasi belajar siswa, artinya semakin tinggi potensi akademik serta semakin baik pola asuh belajar dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, maka prestasi belajar siswa akan semakin tinggi. Hasil analisis regresi linier berganda pada variabel dependent prestasi belajar siswa dengan nilai adjusted R-square 0.534 menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin dan potensi akademik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Pada contoh perempuan, prestasi belajarnya lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki (β=0.231, p=0.005). Siswa dengan potensi akademik yang semakin tinggi memiliki prestasi belajar yang semakin tinggi juga (β=0.598, p=0.000).
PENGARUH FAKTOR INDIVIDU, KELUARGA, DAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Fika Puspitasari A54104057
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:
PENGARUH
FAKTOR
INDIVIDU,
KELUARGA,
DAN
SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Nama
:
Fika Puspitasari
Nomor Pokok
:
A54104057
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Melly Latifah, M.Si NIP. 131 879 327
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Desember 1985. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara keluarga Bapak H. Udih Samanhudi dan Ibu Hj. Jejen. Pendidikan Taman Kanak-Kanak ditempuh dari tahun 1991 hingga tahun 1992 di TK Amaliah Ciawi, Bogor. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh pada tahun 1992-1998 di SD Amaliah Ciawi, Bogor. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 1 Bogor hingga tahun 2001. Selanjutnya penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis ikut aktif sebagai sekretaris Divisi Pers dan Media Himpunan Peminat Ilmu Gizi Pertanian/HIMAGITA IPB (20052006), serta aktif dalam berbagai macam kepanitiaan, baik yang diselenggarakan oleh HIMAGITA maupun kegiatan kampus lainnya. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kehormatan sebagai finalis Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan IPB dengan judul ”Pemanfaatan Tepung Sagu Sebagai Spaghetti dalam Usaha Diversifikasi Pangan yang Praktis dan Ramah Lingkungan”.
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas karunia yang telah diberikan Allah SWT sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Faktor Individu, Keluarga, dan Sekolah terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar” dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 dan merupakan suatu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis sejak awal penelitian hingga skripsi ini selesai ditulis, yaitu kepada: 1. Ayah, ibu, dan adik-adikku tersayang (Arie, Fina, dan Dehan) yang selalu memberikan dorongan dan doa agar teteh selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi. 2. Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar selalu membimbing dan memberikan nasihat-nasihatnya hingga akhir penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran kritisnya sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik. 4. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS selaku dosen pembimbing akademik dan juga sebagai ibu kami di kampus, terima kasih atas segala arahan, bimbingan, nasihat, dan perhatian yang telah diberikan. 5. SDN Sukadamai 3, khususnya kepada Drs. Pipip Rosida (Kepala Sekolah), Pak Dedi, wali kelas IV dan V, dan adik-adik responden yang sangat bersemangat beserta orangtua yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini. 6. SD Amaliah, khususnya kepada Pak Jarkasih (Kepala Sekolah), Bu Syamsi, Pak Jerry, Bu Erlina, dan adik-adik responden yang sangat pengertian
beserta
orangtua
yang
telah
membantu
kelancaran
pelaksanaan penelitian ini. 7. SD Citra Alam, khususnya kepada Kak Veny (Kepala Sekolah), Kak Heru, Kak Hendra, Kak Selvi, dan adik-adik responden yang tidak terlupakan (terutama Rafii) beserta orangtua yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
8. Teman satu penelitian, Syifa dan Adin, atas kerjasamanya yang menyenangkan selama penelitian. 9. Monika sahabatku tersayang, yang selalu ada setiap saat aku butuhkan, yang selalu membantu baik moril maupun materi, yang selalu mengingatkan aku akan segala hal, semoga persahabatan kita berlangsung selamanya. 10. Aqsa, Tia, Dhe, Wieke, Bagus, Icha, Lola, Nope, Hono, Mita, Venny, Cheu-cheu, dan Alia yang sudah sabar menjadi tempat berkeluh kesah selama 4 tahun bersama. 11. Teman-teman GMSK 41 lainnya (Sri, Friskul, Jeki, Fera, Rizkong, Edo, DeviP, Chabon, Novmel, Merry, Ahma, Angel, Kiki, Rena, Noormet, Any, Yuli, Arina, DeviR, Nyoman, Prita, Rika, Pitri, Kokom, Retno, Mba Wie, Dekus, Ida, Icus, Ira, Daru, Nanad, LiaM, Dausbek, Lesta, Nining, Ibnu, Noni, Mba Arti, Mba Eka, Lenjoy, Achie, Inur, Pipin, Ari, Devit, Shinta, Vikahuy, Tiche, LiaR, Tuyul, Chio, Ika, Uya, Oneng, Hakim, Rani) yang telah menjadi bagian hidupku selama 4 tahun terakhir ini, terima kasih atas kenangan terindahnya. 12. A Maul yang sudah mengantarkan ke Ciganjur dan juga A Norman yang selalu dibuat pusing dengan pengolahan data, terima kasih telah membantu dengan ikhlas. 13. Teman-temanku yang lain, Mba Riri, Winda, Sani, Wawan, Alfa, Ridho, Anjar, Duvie, Chandri, Neno, Momow, Adhi, adik-adik IKK 42, terima kasih atas doa dan dukungannya dalam segala bentuk selama ini. 14. Arif Rahman, SE dan Yuddi Yustian, SP yang selalu jadi tempat berkeluh kesah,
terima
kasih
atas
semua
nasihatnya,
pengertiannya,
kesabarannya, dan hal lainnya yang tidak akan terlupakan. Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidaklah luput dari kesalahan. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
i
PRAKATA ................................................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
x
PENDAHULUAN......................................................................................
1
Latar Belakang..................................................................................
1
Perumusan Masalah .........................................................................
2
Tujuan...............................................................................................
3
Kegunaan Penelitian .........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Anak Usia Sekolah............................................................................
4
Karakteristik Fisik dan Motorik....................................................
4
Karakteristik Psikologis ..............................................................
5
Prestasi Belajar Siswa ......................................................................
8
Faktor Individu ..................................................................................
10
Karakteristik Individu ..................................................................
10
Potensi Akademik ......................................................................
11
Motivasi Belajar ..........................................................................
12
Faktor Keluarga ................................................................................
14
Karakteristik Keluarga ................................................................
14
Pola Asuh Belajar ......................................................................
16
Faktor Sekolah..................................................................................
17
Persepsi dan Kepuasan Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah ..................................................................................
18
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
19
METODE PENELITIAN............................................................................
21
Desain, Tempat, dan Waktu..............................................................
21
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................
21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................
21
Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................
22
Definisi Operasional ..........................................................................
25
Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
28
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................
28
Karakteristik Individu .........................................................................
30
Jenis Kelamin.............................................................................
30
Usia ...........................................................................................
31
Urutan Kelahiran ........................................................................
31
Karakteristik Keluarga .......................................................................
31
Besar Keluarga ..........................................................................
32
Usia Orangtua ............................................................................
32
Lama Pendidikan Orangtua........................................................
33
Jenis Pekerjaan Orangtua ..........................................................
34
Tingkat Pendapatan Orangtua ...................................................
35
Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah ..........................
36
Potensi Akademik .............................................................................
37
Motivasi Belajar ................................................................................
38
Pola Asuh Belajar .............................................................................
39
Kepuasan Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah ........................
40
Prestasi Belajar Siswa ......................................................................
41
Hubungan antar Variabel ..................................................................
42
Hubungan karakteristik individu dengan pola asuh belajar .........
42
Hubungan karakteristik keluarga dengan pola asuh belajar .......
44
Hubungan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah.......
49
Hubungan karakteristik individu dengan motivasi belajar ...........
50
Hubungan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajar ................................................
51
Hubungan potensi akademik dengan prestasi belajar siswa ......
52
Hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa .........
53
Hubungan pola asuh belajar dengan prestasi belajar siswa .......
54
Hubungan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan prestasi belajar siswa ...................................
54
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa ................
55
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
58
Kesimpulan .......................................................................................
58
Saran ................................................................................................
59
Halaman DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
60
LAMPIRAN ..............................................................................................
62
DAFTAR TABEL Halaman 1 Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget ....................................
5
2 Tahap perkembangan psikososial Erik Erikson ...................................
7
3 Jenis dan cara pengumpulan data ......................................................
22
4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ........................................
30
5 Sebaran contoh berdasarkan usia ......................................................
31
6 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran....................................
31
7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .....................................
32
8 Sebaran contoh berdasarkan usia orangtua .......................................
33
9 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua ....................
33
10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua ......................
34
11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan orangtua ................
35
12 Sebaran contoh berdasarkan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah .....................................................................
36
13 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik .................................
37
14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar ....................................
38
15 Sebaran contoh berdasarkan jenis motivasi belajar ............................
39
16 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh belajar ..................................
39
17 Sebaran contoh berdasarkan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah .....................................................................
41
18 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar siswa ...........................
41
19 Sebaran pola asuh belajar menurut jenis kelamin ...............................
43
20 Sebaran pola asuh belajar menurut usia contoh .................................
44
21 Sebaran pola asuh belajar menurut urutan kelahiran ..........................
44
22 Sebaran pola asuh belajar menurut besar keluarga ............................
45
23 Sebaran pola asuh belajar menurut usia orangtua ..............................
45
24 Sebaran pola asuh belajar menurut lama pendidikan orangtua...........
46
25 Sebaran pola asuh belajar menurut jenis pekerjaan orangtua.............
47
26 Sebaran pola asuh belajar menurut tingkat pendapatan ayah.............
48
27 Sebaran pola asuh belajar menurut tingkat pendapatan ibu................
48
28 Sebaran kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah menurut persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah.................
49
29 Sebaran motivasi belajar menurut jenis kelamin .................................
50
30 Sebaran motivasi belajar menurut usia contoh....................................
50
Halaman 31 Sebaran motivasi belajar menurut urutan kelahiran ............................
51
32 Sebaran motivasi belajar menurut kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah .....................................................................
52
33 Sebaran prestasi belajar siswa menurut potensi akademik .................
52
34 Sebaran prestasi belajar siswa menurut motivasi belajar ....................
53
35 Sebaran prestasi belajar siswa menurut pola asuh belajar..................
54
36 Sebaran prestasi belajar siswa menurut persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah.......................................................
55
37 Hasil analisis regresi linier berganda...................................................
56
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar....................................................
20
2 Cara penarikan contoh penelitian.........................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil uji reliabilitas motivasi belajar ......................................................
62
2 Hasil uji reliabilitas pola asuh belajar ...................................................
64
3 Hasil uji reliabilitas persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah ............................................................................................
66
4 Hasil uji reliabilitas kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah ............................................................................................
68
5 Analisis per item pola asuh belajar.......................................................
69
6 Matriks korelasi Rank Spearman variabel-variabel penelitian .............
72
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh SDM yang berkualitas. Kualitas SDM (tenaga kerja) merupakan ujung tombak produksi, sehingga barang dan jasa yang dihasilkan memiliki kualitas dan daya saing tinggi. Kualitas SDM di negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang, sudah sangat baik. Hal ini terbukti dengan kedua negara tersebut sudah menjadi pemimpin dalam hal teknologi. Produk Jerman dan Jepang terkenal paling bagus kualitasnya di dunia karena dikerjakan oleh para pekerja yang terampil, pekerja keras, percaya diri dengan kemampuannya, dan mempunyai kualitas karakter lainnya
yang
mendukung.
Sebaliknya,
kualitas
SDM di
negara-negara
terbelakang masih buruk. Di Indonesia sendiri, kualitas SDM (tenaga kerja) termasuk ke dalam rangking yang buruk, bahkan dalam Human Development Index tahun 2005, Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari 177 negara (Megawangi, Latifah, dan Dina 2005). Kualitas SDM yang akan datang, ditentukan oleh kualitas manusia pada periode usia sebelumnya. Kualitas SDM yang menjadi penggerak pembangunan di masa yang akan datang ditentukan oleh bagaimana pengembangan SDM saat ini, termasuk pada usia sekolah. Dengan demikian, kualitas anak usia sekolah penting untuk diperhatikan. Setiap manusia memiliki potensi, di antaranya potensi fisik, emosi, sosial, kreatifitas, spiritual, dan akademik (Megawangi, Latifah, dan Dina 2005), termasuk pada anak usia sekolah. Berdasarkan teori psikososial Erik Erikson, anak usia sekolah (6-12 tahun) sedang berada pada tahap perkembangan psikososial industry versus inferiority (tahap rajin dan rendah diri), yaitu fase dimana secara normal anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan (prestasi). Inisiatif anak membawa hubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat anak berpindah ke masa kanak-kanak tengah dan akhir, anak
mengarahkan
energinya
menuju
penguasaan
pengetahuan
dan
keterampilan intelektual. Di waktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias mengenai belajar dibandingkan dengan akhir periode kanak-kanak awal yang penuh imajinasi, sehingga pada akhirnya industry anak akan terbentuk. Jika lingkungan tidak mendukung, kemungkinan sebaliknya justru terjadi, yaitu munculnya inferiority, dimana anak merasa tidak kompeten dan tidak produktif
(Santrock 2007). Jika industry lebih berkembang daripada inferiority-nya, maka kelak di masa depan akan terbentuk SDM yang berkualitas. Salah satu cara untuk mengembangkan industry adalah melalui pengembangan bidang akademik. Salah satu tolak ukur keberhasilan akademik seorang anak di sekolah adalah prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan cerminan dari kemampuan kognitif siswa. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak dapat berasal dari dalam diri anak (faktor internal) maupun dari luar diri anak (faktor eksternal). Faktor internal di antaranya adalah potensi akademik dan motivasi belajar, sedangkan faktor eksternal di antaranya adalah lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah (Opit 1996, Hawadi 2001). Berdasarkan paparan di atas, penelitian untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar merupakan hal yang sangat penting. Dengan demikian, para orangtua dan pendidik dapat mengetahui cara yang tepat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa sekolah dasar. Perumusan Masalah Sekolah saat ini cenderung menghasilkan anak-anak yang kehilangan gairah untuk belajar dalam dimensi yang lebih luas. Sehingga banyak ahli pendidikan yang mengembangkan lingkungan pembelajaran alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Lingkungan pembelajaran yang berbeda diharapkan mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara maksimal. Lingkungan pembelajaran alternatif diharapkan akan membuat persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah lebih baik. Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah bersamaan dengan potensi akademik dan motivasi belajar yang dimiliki siswa dan juga pola asuh belajar yang diterapkan keluarga, diharapkan akan turut menentukan bagaimana prestasi belajar seorang siswa di sekolahnya. Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana prestasi belajar anak sekolah dasar saat ini? Seberapa besar pengaruh potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah terhadap prestasi belajarnya di sekolah? Apakah
dengan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang semakin baik berarti bahwa prestasi belajarnya juga semakin baik? Tujuan Tujuan Umum Mengetahui pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu, karakteristik keluarga, persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, dan prestasi belajar siswa. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik keluarga dengan pola asuh belajar. 3. Menganalisis hubungan antara persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajar. 5. Menganalisis hubungan antara potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan prestasi belajar siswa. 6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para orangtua dan para guru serta pengambil kebijakan mengenai pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar. Dengan demikian, diharapkan dapat dilakukan perbaikan oleh pihak orangtua, sekolah, dan pemerintah yang mendukung peningkatan prestasi belajar siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan, khususnya di bidang perkembangan dan pendidikan anak.
TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah merupakan anak yang sudah memasuki sekolah dasar yang berusia enam hingga dua belas tahun. Masa ini ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Label yang sering dipergunakan orangtua, yaitu usia yang menyulitkan, usia tidak rapih, dan usia bertengkar. Label yang dipergunakan para pendidik, yaitu usia sekolah dasar dimana anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang penting untuk kehidupannya kelak. Sedangkan, para ahli psikologi menyebut masa ini dengan sebutan usia berkelompok, usia penyesuaian diri, usia kreatif, dan usia bermain (Hurlock 1980). Anak usia sekolah memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang dibagi ke dalam karakteristik fisik-motorik dan karakteristik psikologis. Karakteristik Fisik-Motorik Fisik. Karakteristik fisik dan motorik anak akan semakin berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar,
perkembangan
fisiknya
mulai
tampak
benar-benar
proporsional.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik pada masa sekolah akan mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun. Salah satunya adalah pertumbuhan berat badan dan tinggi badan, dimana penambahan berat badan per tahun akan mencapai 2,5 kilogram dan ukuran panjang tinggi badan hingga 5 sentimeter pertahunnya (Brisbane 1965, Hurlock 1980, Syah 2003, Hidayat 2004). Perkembangan fisik yang lainnya yaitu pertumbuhan gigi. Sejak usia enam tahun, gigi susu akan mulai tanggal dan digantikan dengan gigi permanen hingga usia tiga belas tahun saat gigi permanen sudah mencapai 28 gigi. Perkembangan fisik lain yang dapat dilihat yaitu perbandingan tubuh dan perbandingan otot lemak. Meskipun kepala masih terlampau besar, namun perbandingan wajah yang sebelumnya kurang baik menghilang, badan memanjang dan lebih langsing, bagian tubuh lainnya tumbuh memanjang serta membesar (Brisbane 1965, Hurlock 1980, Syah 2003, Hidayat 2004). Motorik.
Perkembangan
fisik
anak
tidak
dapat
dipisahkan
dari
perkembangan motoriknya. Aktifitas fisik pada anak yang semakin tinggi akan memperkuat kemampuan motoriknya. Perkembangan motorik merupakan proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak. Pada anak usia sekolah, kekuatan, kecepatan,
ketahanan, koordinasi, kontrol, keakuratan, dan ritme gerak akan menjadi lebih matang. Permainan anak berkembang, dari hanya sekedar petak umpat kepada permainan yang menggunakan bola atau alat permainan lainnya. Selain itu, keterampilan tangan seperti menulis, menggambar, melukis, menjahit, dan memainkan alat musik pun berkembang. Terdapat empat faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan keterampilan motorik anak, yaitu pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf, pertumbuhan otot-otot, perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin, serta pertumbuhan struktur jasmani (Brisbane 1965, Syah 2003).
Karakteristik Psikologis Selain karakteristik fisik dan motorik, anak usia sekolah juga memiliki karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis ini terdiri dari karakteristik kognitif, emosi, sosial, dan moral. Kognitif. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak usia sekolah yang berumur antara 7-12 tahun berada dalam tahap konkrit operasional. Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget
Tahap Perkembangan
Umur
Perilaku
Sensorimotor
0-2 tahun
Praoperasional
2-7 tahun
Konkrit Operasional
7-11 atau tahun
Formal Operasional
11 atau 12-14 atau 15 tahun
Sumber : Craig (1986) & Santrock (2007)
12
Kecerdasan motorik berkembang, belum mampu berpikir secara kompleks, tidak perhatian penuh pada objek nyata pada awal perkembangan, membangun pemahaman mengenai dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris dengan tindakan fisik. Berpikir secara egosentrik, mampu memberikan alasan menurut persepsi dan memberikan solusi secara intuisi tidak logis, mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata dan gambar. Mampu berpikir angka, berpikir secara konkrit, pemikiran sudah mulai berkembang, mampu menggolongkan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda. Berpikir secara menyeluruh dan proporsional, mampu berhipotesis, idealisme berkembang
Dalam
periode konkrit
operasional,
anak memperoleh tambahan
kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan ini bermanfaat bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Pada periode ini anak sudah dapat mengambil kesimpulan dengan menghubungkan semua aspek, bukan hanya fokus pada satu aspek saja seperti pada periode praoperasional. Anak usia sekolah dapat berpikir lebih logis dibandingkan dengan anak yang lebih muda usianya (Papalia & Olds 1986, Syah 2003). Emosi. Karakteristik psikologis berikutnya yaitu karakteristik emosi. Perilaku emosi menjadi lebih individual seiring bertambahnya usia. Seseorang yang lebih dewasa akan lebih mampu menyembunyikan perasaannya. Mereka mulai belajar bagaimana mengendalikan respon emosional. Anak mulai mengerti bahwa ungkapan emosi, terutama yang kurang baik, secara sosial tidak diterima oleh teman-teman sebayanya sehingga anak memiliki keinginan kuat untuk dapat mengendalikan emosinya. Perasaan takut akan beberapa hal sudah mulai berkurang. Perhatian yang berlebihan dari orangtua dianggap kekanakkanakkan. Anak dapat lebih meredam kemarahan dan kecemburuan dalam keluarga semakin berkurang dengan meningkatnya usia sekolah (Brisbane 1965, Hurlock 1980). Ungkapan
emosional
pada
akhir
masa
kanak-kanak
merupakan
ungkapan yang menyenangkan. Walaupun ungkapan emosional ini dirasa kurang matang untuk orang dewasa, namun hal ini menandakan bahwa anak bahagia dan dapat menyesuaikan diri (Hurlock 1980). Usia tujuh hingga dua belas tahun adalah masa naik turunnya emosi. Secara umum, anak usia tujuh tahun menjadi lebih resisten dibanding usia enam tahun, pada usia delapan tahun anak terkadang lebih bossy namun tetap bersahabat, pada usia sembilan tahun anak menjadi lebih menyukai dan disukai orang-orang di sekelilingnya, pada usia sepuluh dan sebelas tahun (masa pubertas) anak mengalami perubahan emosi, dan pada usia dua belas tahun anak menjadi lebih pandai mengatur emosi dan menjadi lebih peduli pada orang lain (Brisbane 1965). Sosial. Karakteristik psikologis berikutnya adalah karakteristik sosial. Perilaku sosial pada akhir masa kanak-kanak ditandai dengan minat individu terhadap aktivitas teman-teman dan adanya keinginan untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok. Anak cenderung memilih untuk berada bersama teman-teman kelompoknya dibanding berada di rumah atau bermain dengan
anggota keluarganya. Anak menyukai berkelompok bersama lebih dari dua atau tiga orang agar memiliki cukup teman untuk bermain dan berolahraga serta memberikan kegembiraan. Hal ini akan mencapai puncaknya pada usia delapan tahun dan berlangsung hingga usia pubertas (Brisbane 1965, Hurlock 1980). Perkembangan psikososial juga termasuk ke dalam karakteristik sosial. Hidayat (2004) menyatakan bahwa perkembangan psikososial anak merupakan perkembangan anak yang ditinjau dari aspek psikososial. Konsep perkembangan ini dikemukakan oleh Erik Erikson, yaitu bahwa anak dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial untuk mencapai kematangan kepribadian anak. Tahapan perkembangan psikososial anak dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2 Tahap perkembangan psikososial Erik Erikson Tahap perkembangan Periode perkembangan Kepercayaan versus Masa bayi (tahun pertama) ketidakpercayaan Otonomi versus malu dan raguMasa bayi (1-3 tahun) ragu Masa kanak-kanak awal (tahun praInisiatif versus rasa bersalah sekolah, 3-5 tahun) Masa kanak-kanak tengah dan akhir Rajin versus rendah diri (usia SD, 6 tahun-remaja) Identitas versus kebingungan Masa remaja (10-20 tahun) identitas Keintiman versus isolasi Masa dewasa awal (20-an, 30-an) Generatifitas versus stagnasi Masa dewasa tengah (40-an, 50-an) Integritas versus keputusasaan Masa dewasa akhir (> 60 tahun) Sumber : Santrock (2007)
Tahap rajin versus rendah diri (industry versus inferiority) terjadi pada usia sekolah (6-12 tahun). Tahap ini ditandai dengan perkembangan anak yang selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau prestasi. Oleh karena itu, pada usia ini anak rajin dalam melakukan sesuatu, tetapi apabila harapannya tidak tercapai, maka kemungkinan besar anak akan merasa rendah diri (Hidayat 2004). Para pendidik memandang periode ini sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, yaitu suatu masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Tingkat perilaku untuk berprestasi pada masa anak-anak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa (Hurlock 1980).
Moral. Karakteristik psikologis berikutnya adalah karakteristik moral. Setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral, yaitu perilaku baik dan buruk menurut normanorma yang berlaku di masyarakat. Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun, konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Anak sudah mulai mengerti salah dan benar. Bila berbohong selalu dianggap buruk oleh anak lima tahun, lain halnya dengan anak yang lebih besar, yang sadar dalam beberapa situasi berbohong dapat dibenarkan, karenanya berbohong tidak selalu buruk. Kode moral pada akhir masa kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok tempatnya bergabung (Hurlock 1980, Papalia & Olds 1986, Syah 2003). Secara khusus, perkembangan anak pada masa ini adalah anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan keluarganya, serta mulai mencoba mengambil bagian dari kelompok untuk berperan. Selain itu terjadi perkembangan secara lebih khusus lagi, terjadi perkembangan konsep diri, keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan juga belajar menghargai di sekolah (Hidayat 2004). Sesuai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada anak usia sekolah terdapat dorongan untuk berprestasi yang cukup besar. Salah satu prestasi yang ingin dicapai anak adalah prestasi belajar. Prestasi Belajar Siswa Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah yang bertujuan menghasilkan perubahanperubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, daya analisis, sintesis, dan evaluasi. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat pengukur kemampuan kognitif siswa. Lebih lanjut dikatakan, prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Opit 1996, Hawadi 2001). Menurut Hawadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak dapat berasal dari dalam dirinya sendiri (faktor internal), maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal meliputi: •
Kemampuan intelektual. Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya korelasi positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi seseorang, yaitu berkisar 0,70.
•
Minat. Seseorang akan merasa senang melakukan sesuatu jika sesuai dengan minatnya.
•
Bakat. Bakat merupakan kapasitas untuk belajar dan karena itu baru terwujud jika sudah mendapat latihan.
•
Sikap. Seseorang akan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan penilaiannya terhadap objek yang dinilainya berguna atau tidak.
•
Motivasi berprestasi. Semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang, maka akan semakin baik prestasi yang akan diraihnya.
•
Konsep diri. Konsep diri menunjukan bagaimana seseorang memandang dirinya serta kemampuan yang dimiliki. Siswa dengan konsep diri positif akan lebih berhasil di sekolah.
•
Sistem nilai. Sistem nilai merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang cara bertingkah laku dan kondisi akhir dari yang diinginkannya. Sistem nilai yang dianut dapat mempengaruhi dan menentukan motivasi, gaya hidup, dan tindakan seseorang.
Faktor eksternal meliputi: •
Lingkungan sekolah. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah adalah keadaan fisik sekolah, fisik ruangan, kelengkapan alat pelajaran, disiplin sekolah, metode belajar mengajar, serta hubungan antara siswa dengan guru.
•
Lingkungan keluarga. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa dari keluarga adalah hubungan siswa dengan anggota keluarganya, ukuran besar keluarga, bentuk keluarga, pendidikan orangtua, dan keadaan ekonomi keluarga.
•
Lingkungan masyarakat. Hal ini berupa kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh siswa seperti klub olahraga, karang taruna, dan sebagainya (Hawadi 2001). Pengukuran kecerdasan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan menggunakan tes psikologi yang menghasilkan taraf kecerdasan yang dikenal dengan IQ, sedangkan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan cara memonitor prestasi belajar murid, salah satunya dengan melihat nilai yang diperolehnya (Opit 1996). Pencapaian prestasi belajar pada seorang anak akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor individunya sendiri, faktor keluarga, dan juga
faktor sekolah. Ketiga faktor ini akan bekerja sama membentuk seorang anak untuk berprestasi di sekolahnya. Faktor Individu Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah faktor pengaruh yang berasal dari dalam diri individu, yaitu karakteristik individu, potensi akademik, dan motivasi belajar. Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah keadaan contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran. Karakteristik Individu Jenis kelamin. Karakteristik anak seperti jenis kelamin akan memberi reaksi yang berbeda terhadap pengasuhan. Jenis kelamin anak akan menjadi pertimbangan orang tua dalam berinteraksi dengan anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan, praktik pengasuhan akan berbeda karena pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosial anak (Gottman & Declaire 1998). Gottman & Declaire (1998) dalam studinya menyatakan bahwa wanita jauh lebih leluasa dalam mengungkapkan perasaan-perasaan mereka dalam kata-kata, ungkapan-ungkapan wajah, dan bahasa tubuh. Sedangkan kaum pria lebih cenderung menahan diri, menutup-nutupi, dan meremehkan perasaanperasaan mereka. Hal ini terjadi karena, kaum pria lebih cenderung menahan diri, menutup-nutupi, dan tidak mempedulikan perasaan mereka. Usia. Bertambahnya usia anak akan menjadikan lingkup sosial anak semakin luas. Pada masa tersebut, pengaruh teman sebaya dan lingkungan luar semakin kuat, sedangkan pengaruh keluarga semakin berkurang. Menurut Gunarsa & Gunarsa (2001), perlakuan yang diberikan orangtua harus sesuai dengan tingkat kematangan anak. Dengan demikian, anak diharapkan siap menerima apa yang ingin ditanamkan orangtua, sehingga akan tersimpan dan menjadi bagian dari kepribadiannya. Urutan kelahiran. Urutan kelahiran dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat dilihat pada aspek perkembangan anak pertama atau tunggal yang secara umum kemampuan intelektualnya lebih menonjol karena sering berinteraksi dengan orang dewasa. Akan tetapi, kadang-kadang perkembangan motoriknya terlambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara kandungnya. Demikian juga pada
anak kedua atau anak tengah, orangtua cenderung merasa biasa dalam merawat anak sehingga menjadi lebih percaya diri. Hal ini mengakibatkan kemampuan anak untuk beradaptasi lebih cepat dan mudah, namun dalam perkembangan intelektual terkadang kurang apabila dibanding dengan anak pertamanya (Hidayat 2004).
Potensi Akademik Faktor individu selanjutnya yang dilihat dalam penelitian ini yaitu potensi akademik. Potensi akademik terkait dengan kemampuan kognitif seseorang. Kemampuan kognitif merupakan suatu keseluruhan kemampuan individu untuk melakukan tindakan yang bertujuan, berpikir secara rasional, dan untuk menghadapi lingkungan secara efektif. Kecerdasan kognitif adalah suatu kemampuan yang melibatkan proses berpikir dan mengamati, yang terbentuk melalui dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi merupakan proses dimana seseorang menghubungkan satu ide dengan ide lainnya, sedangkan adaptasi merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengalaman baru yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Riley 1992 dalam Latifah dan Dina 2002). Kecerdasan kognitif seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan/genetik (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Lingkungan merupakan tempat dimana seseorang memperoleh rangsangan sosial ekonomi yang dapat menunjang kecerdasan kognitif. Rangsangan sosial ekonomi dapat diperoleh melalui proses pembelajaran (Riley 1992 dalam Latifah dan Dina 2002). Sukmadinata (2003) mengatakan, sejak seseorang lahir di dunia ada ciriciri, sifat, potensi, dan kecerdasan yang sudah tertanam dalam setiap individu. Hal inilah yang kemudian disebut dengan potensi akademik. Menurut Riley (1992), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kemampuan kognitif dapat digolongkan menjadi visual processing (selektifitas melihat), auditory processing (keakuratan pendengaran), verbal processing
(kemampuan
verbal),
kinesthetic
processing
(kemampuan
mengkoordinasikan kegiatan visual dan motorik), dan thinking logically (kemampuan logika). Visual processing (selektifitas melihat) berkaitan dengan pemahaman anak akan urutan peristiwa yang dilihat secara rasional dan kemampuan anak untuk dapat menyebutkan kembali urutan peristiwa tersebut. Auditory processing
(keakuratan pendengaran) berkaitan dengan pemahaman anak akan informasi yang didengar dan kemampuan anak untuk dapat menyebutkan kembali urutan informasi tersebut. Verbal processing (kemampuan verbal) berkaitan dengan kekayaan kosakata yang dimiliki oleh anak. Kinesthetic processing (kemampuan mengkoordinasikan kegiatan visual dan motorik) berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengkoordinasikan apa yang dilihat dengan kecepatan motoriknya. Thinking logically (kemampuan logika) berkaitan dengan kemampuan anak dalam berhitung dan membuat kata dari huruf-huruf yang disediakan (Riley 1992).
Motivasi Belajar Selain potensi akademik, seorang anak memiliki motivasi yang akan mempengaruhi pencapaian prestasi belajarnya yaitu motivasi belajar. Motivasi belajar merupakan kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam diri individu untuk menerima dan memahami pelajaran di sekolah. Pada anak yang masih sekolah, umum didengar keluhan bahwa mereka malas atau kurang bergairah untuk belajar. Banyak siswa yang malas mengerjakan PR dari gurunya dan cenderung acuh pada pelajaran yang diberikan di sekolah. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar. Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai. Dengan motivasi belajar yang baik maka diharapkan prestasi akademik siswa pun akan baik. Motivasi memberi arah dan tujuan pada kegiatan belajar, mempertahankan perilaku berprestasi, serta mendorong siswa untuk memilih dan menyukai kegiatan belajar (Hawadi 2001). Menurut Sardiman (2006), dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Siswa dengan motivasi kuat akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Seorang siswa dengan intelegensi yang cukup tinggi akan gagal jika kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal dengan motivasi yang tepat. Hal penting untuk diketahui adalah bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar karena hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi.
Hawadi (2001) dan Sardiman (2006) menyatakan dua bentuk atau ragam motivasi belajar, yaitu: a. Motivasi belajar yang datang dari luar diri (ekstrinsik), artinya motivasi belajar yang muncul karena faktor di luar dirinya, baik dari lingkungan rumah maupun sekolah. Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. b. Motivasi belajar yang berasal dari dalam diri (intrinsik), artinya motivasi belajar yang muncul tanpa dorongan dari pihak luar. Siswa belajar karena kesadaran atau keinginannya untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, dan ahli dalam bidang studi tertentu. Akan tetapi, pada kenyataannya ada siswa yang motivasi belajarnya lebih bersifat intrinsik, sedangkan siswa lain lebih bersifat ekstrinsik. Hal ini disebabkan adanya : 1. Faktor individual Hasil penelitian Harter pada siswa berdasarkan dimensi intrinsik dan ekstrinsik, menunjukkan bahwa hanya siswa yang mempersepsikan dirinya untuk berkompetisi dalam bidang akademik yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswa-siswa ini dikatakannya lebih menyukai tugas yang menantang dan selalu berusaha mencari kesempatan memuaskan rasa ingin tahunya. Sebaliknya, siswa dengan persepsi diri yang rendah lebih menyukai tugas sekolah yang mudah dan sangat tergantung pada pengarahan guru. Salah satu faktor individual antara lain pengaruh orangtua (Hawadi 2001). 2. Faktor situasional Faktor situasional seperti besar kecilnya kelas berpengaruh terhadap pembentukan ragam motivasi siswa. Kelas besar cenderung bersifat formal, penuh persaingan dan kontrol dari guru. Dengan setting seperti ini, setiap siswa cenderung menekankan pentingnya kemampuan, bukan penguasaan bahan pelajaran. Sebaliknya, pada kelas kecil, siswa akan merasa leluasa mengatur dirinya. Kelas yang kecil terkesan tidak formal dan hal ini membuat siswa dapat membuat pilihannya sendiri (Hawadi 2001). Peraturan ketat di sekolah, yang mengarah pada disiplin siswa, lingkungan belajar yang kondusif, sikap guru pada siswa yang mampu berperan sebagai motivator dan cara guru mengajar merupakan hal-hal yang mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa. Tantangan bagi pihak sekolah yaitu bagaimana sekolah tidak hanya dilihat sebagai tempat menghadapi ulangan atau ujian dari bidang-bidang studi yang diajarkan, tetapi bagaimana siswa menguasai bidang studi tersebut dan menjadikan belajar sebagai kebutuhan dirinya. Sehingga kemudian dapat diharapkan prestasi tinggi yang tidak sekadar berupa nilai rapor, tapi penguasaan ilmu itu sendiri (Hawadi 2001).
Faktor Keluarga Selain faktor individu, faktor keluarga juga turut mempengaruhi prestasi belajar seorang anak. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga (meliputi besar keluarga, usia orangtua, lama pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orangtua, dan tingkat pendapatan orangtua) serta pola asuh belajar. Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, usia orangtua, lama pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orang tua, dan tingkat pendapatan orangtua. Orangtua merupakan faktor utama dalam belajar anak. Penelitian yang dilakukan oleh Benjamin Bloom terhadap sejumlah profesional muda (usia 28-35 tahun) yang berhasil dalam kariernya dalam berbagai lapangan, menunjukkan ciri-ciri yang sama, yaitu keterlibatan langsung orangtua dalam belajar anak. Dorongan orangtua dilihat sebagai hal utama dalam mengarahkan tujuan. Salah satu ciri orangtua yang efektif adalah komunikasi yang terus-menerus dengan anak. Orangtua menanamkan tanggung jawab pada anak untuk masuk ke sekolah secara rutin, menyimak guru di kelas, dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah (Hawadi 2001). Besar keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Faktor besar keluarga juga memberikan pengaruh terhadap interaksi antara anggota keluarga itu sendiri. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin banyak interaksi yang terjadi. Menurut Gunarsa & Gunarsa (2001), perbedaan jenis kelamin, usia, karakter, dan pendidikan tiap anggota keluarga berpengaruh pada tugas dan kewajibannya. Perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan konflik jika orangtua tidak pandai memanfaatkannya menjadi sarana mendidik anak. Untuk itu, orangtua harus menanamkan
sikap
saling
menghormati,
menghargai,
menyayangi,
dan
menerima kelebihan serta kekurangan orang lain agar suasana dalam keluarga tetap hangat. Dalam iklim keluarga yang demikian, setiap anggota keluarga menyadari posisinya masing-masing, merasa dihargai, diterima dengan segala kekurangan dan kelebihannya, mempunyai rasa empati serta percaya diri, dan pada akhirnya menjadi manusia yang cerdas secara emosional. Usia orangtua. Usia orangtua adalah usia ayah dan ibu contoh penelitian. Dalam penelitian ini usia orangtua dikelompokkan berdasarkan kelompok usia dewasa menurut Hurlock (1980), yaitu dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut (60 tahun ke atas). Usia orangtua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan terhadap anaknya. Usia biasanya mempengaruhi kesiapan seseorang untuk menjalani proses-proses dalam kehidupannya. Berkeluarga merupakan salah satu proses yang harus dijalani dalam tahapan kehidupan. Usia orangtua dapat mempengaruhi kesiapan menjalankan peranannya, terutama dalam memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal (Anfamedhiarifda 2006). Lama pendidikan orangtua. Lama pendidikan orangtua merupakan lama pendidikajn formal yang dicapai orangtua contoh hingga saat penelitian berlangsung. Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk pola, kerangka, cara berpikir, persepsi, pemahaman, serta kepribadian orang tersebut. Hal ini merupakan satu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam hubungan komunikasi sebuah keluarga. Oleh karena itu, tingkat pendidikan secara langsung atau tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi antar anggota keluarga (Hapsari 2005). Selain itu, orangtua yang lebih berpendidikan dan berpengalaman akan lebih peduli terhadap kebutuhan anak dan akan mengusahakan lingkungan pembelajaran di sekolah yang lebih baik. Jenis pekerjaan orangtua. Jenis pekerjaan orangtua adalah pekerjaan yang digeluti orangtua contoh pada saat penelitian berlangsung. Aspek pendidikan dan pekerjaan orangtua pada akhirnya akan berpengaruh kepada kondisi ekonomi atau pendapatan keluarga. Keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga untuk bekerja lebih keras. Dengan kondisi ekonomi keluarga seperti itu, ibu sebagai orang yang juga bertanggung jawab terhadap keluarga, juga bekerja guna mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Megawangi 1993).
Tingkat pendapatan orangtua. Tingkat pendapatan orangtua adalah jumlah penghasilan orangtua contoh per bulan yang dinilai dalam bentuk uang. Stabilitas ekonomi yang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi praktik pengasuhan dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Lebih lanjut dikatakan bahwa orang tua yang berasal dari keadaan ekonomi baik, akan memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak karena tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi. Namun, orang tua yang berasal dari keluarga yang miskin, kurang memiliki waktu untuk membimbing anak karena terlalu memikirkan keadaan ekonominya (Hapsari 2005). Karakteristik
keluarga
yang
dipaparkan
di
atas,
nantinya
akan
mempengaruhi pola pengasuhan dalam keluarga. Orangtua akan mendidik dan mengasuh anaknya sesuai dengan karakteristik keluarga yang dimilikinya. Salah satu pola pengasuhan yang diberikan orangtua di rumah adalah pola asuh belajar. Pola Asuh Belajar Pola asuh belajar adalah praktik pengasuhan berupa jenis dan frekuensi kegiatan serta curahan waktu yang diberikan orangtua atau anggota keluarga lain dalam membimbing, mengarahkan, serta mengawasi kegiatan belajar anak. Komponen pola asuh belajar yang dilihat dalam penelitian ini mencakup cara orangtua menentukan waktu belajar anak, pengulangan pelajaran, pengerjaan tugas/PR, evaluasi ulangan di sekolah, fasilitas belajar yang disediakan, dan pemberian motivasi pada anak. Prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh diri siswa sendiri tetapi juga oleh faktor lain di luar diri siswa. Salah satu faktor yang turut berperan yaitu faktor lingkungan dalam keluarga. Orangtua bertugas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan intelektual atau pendidikan anak (Opit 1996). Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung pada pendidikan dalam keluarga yang diwujudkan dalam pola asuh. Rukoyah (2003) menyatakan bahwa cara mengasuh orangtua yang tidak menunjang cara belajar anak antara lain terlalu otoriter (anak menjadi takut dan tidak berinisiatif), terlalu menolong (anak menjadi tergantung), dan terlalu menuntut (anak menjadi takut berusaha dan takut gagal). Sebaliknya, orangtua yang bisa merangsang perkembangan kecerdasan anak adalah orangtua yang menyadari perannya dan mengetahui apa yang dibutuhkan anak untuk kemudian
merangsang perkembangannya. Hurlock (1990) mengatakan bahwa hubungan keluarga yang sehat dan bahagia dapat menimbulkan dorongan berprestasi, sedangkan hubungan yang tidak sehat dan tidak bahagia justru akan menimbulkan ketegangan emosional yang berdampak pada berkurangnya kemampuan berkonsentrasi dan belajar anak. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar anak antara lain: a. menyediakan fasilitas belajar (alat tulis, buku pelajaran, dan sarana belajar), b. mengawasi kegiatan belajar anak, c. mengenal kesulitan-kesulitan anak dalam belajar, dan d. menolong anak mengatasi kesulitannya dalam belajar (Nio 1985 dalam Rukoyah 2003). Faktor Sekolah Faktor berikutnya yang juga mempengaruhi pencapaian prestasi belajar anak adalah faktor sekolah. Faktor sekolah adalah faktor pengaruh yang berasal dari lingkungan sekolah yaitu persepsi dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Hampir sepertiga waktu dalam satu hari, anak habiskan di sekolah, tempat dimana anak berinteraksi dengan guru dan teman sebayanya. Setiap sekolah memiliki karakteristik sendiri, seperti adanya sekolah yang dikelola pemerintah (sekolah negeri) dan ada pula yang dikelola masyarakat (sekolah swasta) (Sarwono 2002). Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia yang ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun (Anonymous 2007). Lingkungan pembelajaran di sekolah akan mempengaruhi persepsi seorang anak terhadap sekolahnya sehingga dalam penelitian ini dilihat tiga sekolah, yaitu sekolah negeri, sekolah swasta Islam, dan sekolah alam. Sekolah negeri merupakan sekolah yang lingkungan pembelajarannya menggunakan konsep dan metode pembelajaran yang sesuai dengan standar kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Sekolah swasta Islam adalah sekolah yang dikelola oleh swasta atau sebuah yayasan yang muatan pendidikan agama Islamnya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah negeri. Sekolah
alam adalah sekolah yang lingkungan pembelajarannya mempunyai konsep dan metode membedah integrasi ilmu yang ada pada obyek alam ke dalam mata pelajaran. Sekolah alam tidak hanya dilengkapi laboratorium dan perangkat komputer, akan tetapi sekolah ditata menjadi bagian dari alam terbuka, pohonpohon rindang dibiarkan tumbuh di hampir seluruh sudut sekolah, lengkap dengan berbagai sarana eksplorasi seperti rumah pohon, climbing, lapangan bola, dan flying fox (Ismayanti 2007).
Persepsi dan Kepuasan Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah Menurut Samdal et al (1998), persepsi anak mengenai sekolah merupakan pandangan atau penilaian anak terhadap lingkungan sekolah yang dilihat dari penerapan peraturan (keadilan) di sekolah, gangguan di kelas, dukungan guru, dan dukungan teman. Siswa yang merasa nyaman dengan lingkungan sekolah akan memiliki persepsi yang positif mengenai sekolah. Siswa yang berpandangan positif mengenai sekolah akan lebih termotivasi dengan baik dalam menerima ilmu sehingga prestasi belajarnya pun lebih baik. Persepsi dan pengalaman siswa di sekolah akan mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri, persepsi pribadi, dan juga perilaku. Hal lain yang juga berpengaruh selain sekolah yaitu keluarga, teman, dan media massa. Siswa dengan persepsi negatif mengenai sekolah cenderung jatuh secara akademis, bermasalah, dan mengalami penurunan kualitas hidup (Samdal et al 1998). Samdal et al (1998) mengatakan bahwa kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah diindikasikan oleh respon emosional seperti bahagia, menikmati sekolah, dan merasa nyaman berada di sekolah. Karakteristik yang berhubungan dengan pandangan positif terhadap sekolah adalah partisipasi siswa, tanggung jawab terhadap kehidupan sekolah, dan hubungan baik dengan guru. Peraturan sekolah yang dibuat untuk mengatur perilaku murid, guru, dan juga aktivitas di sekolah akan mempengaruhi cara siswa memandang sekolah dan kemudian perasaan mereka mengenai sekolah. Hubungan baik dengan guru dan teman akan menurunkan resiko stres sehingga meningkatkan kepuasan siswa terhadap sekolah. Siswa akan menghindari prestasi akademis yang buruk karena merasa bernilai secara individu dan nantinya akan meningkatkan rasa percaya diri serta menghargai diri sendiri (Samdal et al 1998).
KERANGKA PEMIKIRAN Prestasi belajar seorang siswa di sekolah dipengaruhi oleh banyak hal, baik itu pengaruh dari dalam diri anak itu sendiri, pengaruh yang berasal dari keluarga, dan juga pengaruh lingkungan luar seperti sekolah tempatnya belajar. Karakteristik yang dimiliki seorang anak seperti jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran akan mempengaruhi motivasi dan pola asuh belajar seorang anak. Motivasi belajar bersama-sama dengan potensi akademik yang dimiliki setiap anak akan menentukan bagaimana prestasi belajarnya di sekolah. Pengaruh yang berasal dari keluarga antara lain karakteristik keluarga dan pola asuh belajar. Karakteristik keluarga seperti lama pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan besar keluarga akan turut menentukan pemberian pola asuh belajar oleh orangtua. Hawadi (2001) menyatakan bahwa, orangtua yang efektif adalah orangtua yang senantiasa terlibat dalam pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan anak, termasuk bertemu dengan guru di awal tahun pelajaran. Oleh karena itu, partisipasi orangtua terhadap belajar anak merupakan sumbangan yang signifikan pada prestasi belajar anak. Lingkungan luar yang juga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak adalah sekolah tempatnya belajar. Sekarang ini, muncul berbagai sekolah alternatif selain sekolah negeri yang menerapkan konsep dan metode pembelajaran khusus, diantaranya sekolah alam. Lingkungan pembelajaran yang berbeda akan memberikan iklim belajar yang berbeda bagi siswa, sehingga persepsi mereka terhadap pembelajaran di sekolah pun akan berbeda. Siswa dengan persepsi positif terhadap pembelajaran di sekolah akan lebih termotivasi dengan baik dan menerima pelajaran lebih banyak sesuai kemampuan mereka. Persepsi positif ini pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar anak sehingga diharapkan pencapaian prestasi belajarnya pun lebih baik.
Faktor Keluarga
Karakteristik Keluarga: • Besar keluarga • Usia orangtua • Tingkat pendidikan orangtua • Jenis pekerjaan orangtua • Tingkat pendapatan orangtua
Pola asuh belajar
Faktor Individu
Karakteristik individu: • Jenis kelamin • Usia • Urutan kelahiran
Potensi akademik
Motivasi belajar
Faktor Sekolah
Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah
Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah
Prestasi belajar siswa
Gambar 1 Pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional
study.
Penelitian
dilakukan di tiga jenis sekolah dasar yang dipilih secara purpossive, yaitu sekolah negeri/kelompok I (SDN Sukadamai 3 Bogor), sekolah swasta Islam/kelompok II (SD Amaliah Ciawi), dan sekolah alam/kelompok III (SD Citra Alam Ciganjur). Penelitian dilakukan dari bulan April hingga Juli 2008 yang meliputi pengambilan data, pengolahan data, serta analisis data. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh penelitian ini adalah keluarga inti lengkap yang memiliki anak yang duduk di kelas IV dan V yang berasal dari tiga SD lokasi penelitian. Contoh kelas IV dan V diambil dengan pertimbangan tidak sedang dalam persiapan ujian akhir nasional. Total contoh dalam penelitian ini adalah 90 keluarga siswa. Adapun cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. SDN Sukadamai 3
SD Amaliah
SD Citra Alam
888 keluarga siswa
390 keluarga siswa
163 keluarga siswa
Total contoh 90 keluarga siswa
Gambar 2 Cara penarikan contoh penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian mencakup data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, potensi akademik, motivasi belajar, pola asuh belajar, dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Data sekunder meliputi nilai rapor, keadaan umum wilayah penelitian, dan profil sekolah.
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik individu Jenis kelamin Usia Urutan kelahiran Karakteristik keluarga Besar keluarga Usia orangtua Lama pendidikan orangtua Jenis pekerjaan orangtua Tingkat pendapatan orangtua Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah
Jenis data Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer
Potensi akademik
Primer
Motivasi belajar
Primer
Pola asuh belajar
Primer
Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah Prestasi belajar siswa Keadaan umum wilayah penelitian Profil sekolah
Cara pengumpulan data
Mengisi Mengisi Mengisi Mengisi Mengisi Mengisi Mengisi
kuesioner kuesioner kuesioner kuesioner kuesioner kuesioner kuesioner
Mengisi kuesioner Mengisi kuesioner
Alat pengumpul data
Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner
Mengisi kuesioner (20 pernyataan)
Kuesioner
Tes potensi akademik
Instrumen tes manual Riley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS) yang dimodifikasi oleh Latifah dan Dina (2002)
Mengisi kuesioner (20 pernyataan) Mengisi kuesioner (20 pertanyaan)
Kuesioner Kuesioner
Primer
Mengisi kuesioner (15 pernyataan)
Kuesioner
Sekunder
Analisis rapor
Nilai rapor
Sekunder
Wawancara
Form wawancara
Sekunder
-
Data sekolah
Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul diolah melalui proses editing, coding, scoring, entrying, cleaning, recoding, serta analyzing dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13.0 for Windows. Pengukuran variabel motivasi belajar, pola asuh belajar, serta persepsi dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah menggunakan kuesioner yang telah diuji reliabilitasnya terlebih dahulu dengan nilai α-cronbach masing-masing variabel adalah 0.703, 0.787, 0.697, dan 0.893. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Data yang berupa skor seperti motivasi belajar, pola asuh belajar, serta persepsi dan kepuasan siswa
terhadap pembelajaran di sekolah, dikelompokkan berdasarkan interval kelas dengan rumus sebagai berikut: Interval Kelas (I) = (Skor Maksimum (NT) – Skor Minimum (NR)) Jumlah Kategori Kategori: kurang=NR-(NR+I), sedang=>(NR+I)-[(NR+I)+I], baik=>[(NR+I)+I]-NT Data karakteristik individu meliputi jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu laki-laki dan perempuan. Usia dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu 9.1-10 tahun, 10.111 tahun, dan 11.1-12 tahun berdasarkan sebaran contoh. Urutan kelahiran dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu anak ke-1, anak ke-2, anak ke-3, anak ke-4, dan anak ke-5 berdasarkan sebaran contoh. Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, usia orangtua, lama pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orangtua, dan tingkat pendapatan orangtua. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥8 orang) (Hurlock 1993). Usia orangtua dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun) (Hurlock 1980). Lama pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu tamat SLTP (9 tahun), tamat SLTA (12 tahun), dan tamat diploma/perguruan tinggi (≥15 tahun). Jenis pekerjaan orangtua dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu wiraswasta, pegawai swasta, pegawai negeri sipil (PNS), ABRI/Polisi (hanya pada ayah), dan ibu rumah tangga (hanya pada ibu). Tingkat pendapatan orangtua dibagi menjadi pendapatan utama dan pendapatan tambahan, dengan pengelompokkan sebagai berikut: (1) tidak memiliki pendapatan, (2) ≤Rp 2.500.000, (3) Rp 2.500.001-5.000.000, (4) Rp 5.000.001-7.500.000, (5) Rp 7.500.001-10.000.000, dan (6) >Rp 10.000.000. Data persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah terdiri atas 20 pernyataan yang terbagi atas 10 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Skor pernyataan negatif tersebut kemudian dibalik untuk mendapatkan skor sebenarnya. Skor persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah diperoleh dari hasil penjumlahan skor masing-masing item pernyataan. Skor persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang seharusnya diperoleh yaitu 0-20. Kemudian skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (0-6), sedang (7-13), dan baik (14-20).
Data motivasi belajar terdiri atas 20 pernyataan yang terbagi atas 18 pernyataan positif dan 2 pernyataan negatif. Skor pernyataan negatif tersebut kemudian dibalik untuk mendapatkan skor sebenarnya. Skor motivasi belajar diperoleh dari hasil penjumlahan skor masing-masing item pernyataan. Skor motivasi belajar yang seharusnya diperoleh yaitu 20-100. Kemudian skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (20-46), sedang (47-73), dan baik (74-100). Data pola asuh belajar terdiri atas 20 pertanyaan dengan pilihan jawaban a, b, dan c yang masing-masing diberi skor 1, 2, dan 3. Skor pola asuh belajar diperoleh dari hasil penjumlahan skor masing-masing item pertanyaan. Skor pola asuh
belajar
yang
seharusnya
diperoleh
yaitu
20-60.
Kemudian
skor
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang (20-32), sedang (33-45), dan baik (46-60). Data kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah terdiri atas 15 pernyataan yang terbagi atas 14 pernyataan positif dan 1 pernyataan negatif. Skor pernyataan negatif tersebut kemudian dibalik untuk mendapatkan skor sebenarnya. Skor kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah diperoleh dari hasil penjumlahan skor masing-masing item pernyataan. Skor kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang seharusnya diperoleh yaitu 15-60. Kemudian skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kurang puas (15-29), sedang/cukup puas (30-44), dan baik/puas (45-60). Penilaian potensi akademik dilakukan sesuai standar instrumen tes manual Riley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS). Skor kasar yang didapat dari tes manual RIBLS dikonversikan menjadi skor berskala. Kemudian rata-rata skor berskala dari ketujuh sub-test dikelompokkan dalam lima kategori yaitu jauh di atas rata-rata (rata-rata skor skala >13), di atas rata-rata (rata-rata skor skala 11.1-13), rata-rata (rata-rata skor skala 9.1-11), di bawah rata-rata (rata-rata skor skala 7.1-9), dan jauh di bawah rata-rata (rata-rata skor skala <7). Data prestasi belajar diperoleh melalui nilai rata-rata rapor semester 1 tahun ajaran 2007-2008. Nilai mata pelajaran yang diambil hanya yang sama di ketiga sekolah, yaitu Agama Islam, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang kemudian dicari nilai rata-ratanya. Selanjutnya nilai rata-rata yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga kategori prestasi belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), yaitu rendah (50-64), sedang (65-80), dan tinggi (81-100).
Data dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Semua variabel dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui hubungan antar variabel, digunakan uji korelasi Rank-Spearman. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, digunakan analisis regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +.....+ β13X13 + ε dimana: Y=prestasi belajar siswa
X7=lama pendidikan ayah (tahun)
α= konstanta
X8=lama pendidikan ibu (tahun)
β=koefisien regresi
X9=pendapatan ayah (1= ≤Rp 5 juta, 2= >Rp 5 juta)
X1=jenis kelamin (1=laki-laki, 2=perempuan)
X10=motivasi belajar (skor)
X2=usia (tahun)
X11=pola asuh belajar (skor)
X3=urutan kelahiran
X12=persepsi siswa terhadap
X4=jumlah anggota keluarga
pembelajaran di sekolah (skor)
X5=usia ayah (tahun)
X13=potensi akademik (skor)
X6=usia ibu (tahun)
ε=eror (galat)
Definisi Operasional Anak usia sekolah adalah anak yang bersekolah di sekolah dasar dan berusia 6-12 tahun. Prestasi belajar adalah pencapaian akademik anak di sekolah yang dilihat dari nilai rata-rata rapor semester satu tahun ajaran 2007/2008. Faktor individu adalah faktor pengaruh yang berasal dari dalam diri individu yang berupa karakteristik individu, potensi akademik, dan motivasi belajar. Karakteristik individu adalah keadaan contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran. Potensi akademik adalah keseluruhan kemampuan individu untuk melakukan tindakan yang bertujuan, berpikir secara rasional, dan untuk menghadapi lingkungan secara rasional yang dapat digolongkan menjadi visual processing, auditory processing, verbal processing, kinesthetic processing, dan thinking logically. Dalam penelitian ini, potensi akademik diukur menggunakan instrumen tes manual Riley Inventory of Basic Learning Skills (RIBLS) yang dimodifikasi oleh Latifah dan Dina (2002)
Motivasi belajar adalah kebutuhan, keinginan, dorongan, atau gerak hati dalam diri individu untuk menerima dan memahami pelajaran di sekolah. Dalam penelitian ini, motivasi belajar diukur menggunakan 20 pernyataan dan hasilnya berupa skor kemudian dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Faktor keluarga adalah faktor pengaruh yang berasal dari keluarga contoh, yang berupa karakteristik keluarga dan pola asuh belajar. Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga contoh yang meliputi besar keluarga, usia orangtua, lama pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orangtua, dan tingkat pendapatan orangtua. Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Usia orangtua adalah usia ayah dan ibu contoh yang dikelompokkan menjadi dewasa dini, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Lama pendidikan orangtua adalah lama pendidikan formal yang dicapai orangtua contoh, yang dikelompokkan menjadi tamat SLTP (9 tahun), tamat SLTA (12 tahun), dan tamat diploma/perguruan tinggi (≥15 tahun). Jenis
pekerjaan
orangtua
adalah
pekerjaan
orangtua
contoh
yang
dikelompokkan menjadi wiraswasta, pegawai swasta, pegawai negeri sipil (PNS), ABRI/Polisi (hanya pada ayah), dan ibu rumah tangga (hanya pada ibu). Tingkat pendapatan orangtua adalah jumlah penghasilan orangtua contoh per bulan, baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai dalam bentuk uang. Pola asuh belajar adalah praktik pengasuhan berupa jenis dan frekuensi kegiatan serta curahan waktu yang diberikan orangtua atau anggota keluarga lain dalam membimbing, mengarahkan, serta mengawasi kegiatan belajar anak. Dalam penelitian ini, pola asuh belajar diukur menggunakan 20 pertanyaan dan hasilnya berupa skor kemudian dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Faktor sekolah adalah faktor pengaruh yang berasal dari lingkungan sekolah yang dilihat dari persepsi dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah.
Lingkungan pembelajaran adalah kondisi pembelajaran di sekolah yang meliputi konsep dan metode pembelajaran, serta sarana dan prasarana pembelajaran. Sekolah
negeri
adalah
sekolah
yang
lingkungan
pembelajarannya
menggunakan konsep dan metode pembelajaran sesuai standar kebijakan Departemen Pendidikan Nasional. Sekolah swasta Islam adalah sekolah yang dikelola oleh swasta atau sebuah yayasan yang muatan pendidikan agama Islamnya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah negeri. Sekolah alam adalah sekolah yang lingkungan pembelajarannya mempunyai konsep dan metode membedah integrasi ilmu yang ada pada obyek alam ke dalam mata pelajaran. Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah adalah pandangan atau penilaian contoh terhadap lingkungan pembelajaran sekolah yang dilihat dari penerapan peraturan (keadilan) di sekolah, gangguan di kelas, dukungan guru, dan dukungan teman. Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah adalah tingkat kepuasan contoh terhadap lingkungan pembelajaran sekolah yang diindikasikan oleh respon emosional seperti bahagia, menikmati sekolah, dan merasa nyaman di sekolah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Hampir sepertiga waktu dalam satu hari, anak habiskan di sekolah, dimana mereka berinteraksi dengan guru dan teman sebaya. Setiap sekolah memiliki karakteristik sendiri, seperti adanya sekolah yang dikelola pemerintah (sekolah negeri) dan ada yang dikelola masyarakat (sekolah swasta) (Sarwono 2002). Dalam penelitian ini, terdapat tiga sekolah, yaitu SDN Sukadamai 3, SD Amaliah, dan SD Citra Alam. Keadaan umum SDN Sukadamai 3. SDN Sukadamai 3 merupakan contoh sekolah negeri dalam penelitian ini. Sekolah negeri merupakan sekolah yang
lingkungan
pembelajarannya
menggunakan
konsep
dan
metode
pembelajaran yang sesuai dengan standar kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). SDN Sukadamai 3 berdiri sejak tahun tahun 1984. Sekolah ini terletak di Jalan Perdana No.8 Komplek Perumahan Budi Agung, Kota Bogor. Sebagai sekolah yang sudah berstandar nasional (SSN), sekolah ini memiliki lingkungan pembelajaran yang cukup baik. Fasilitas sekolah tersedia lengkap dan penataannya pun sangat baik. Fasilitas belajar yang tersedia yaitu 19 ruang kelas, kantor kepala sekolah, ruang guru, kantor TU, ruang UKS, ruang komputer, perpustakaan, dan wc. Jumlah keseluruhan murid di sekolah ini yaitu sebanyak 888 orang dengan total guru yang mengajar yaitu sebanyak 24 guru (16 guru kelas dan 8 guru mata pelajaran). Jumlah siswa setiap kelas berkisar antara 36-40 siswa. Sekolah ini menerapkan kurikulum nasional, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Proses pembelajaran dilakukan dengan transfer ilmu langsung dari guru ke siswa. Kegiatan belajar mengajar lebih banyak dilakukan di dalam kelas. Titik berat pembelajaran di sekolah ini yaitu pada prestasi akademik siswanya. Keadaan umum SD Amaliah. SD Amaliah merupakan contoh sekolah swasta Islam dalam penelitian ini. Sekolah swasta Islam merupakan sekolah yang dikelola oleh masyarakat (swasta) dengan porsi pendidikan agama Islam yang lebih banyak daripada di sekolah negeri. SD Amaliah didirikan pada tahun 1987 dan berstatus disamakan. Sekolah ini terletak di Jalan Tol Ciawi No.1, Kabupaten Bogor dan bernaung di bawah Yayasan Pusat Studi Pengembangan Islam Amaliah Indonesia (YPSPIAI). Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang cukup baik prestasinya di daerah Kabupaten Bogor. Fasilitas belajar yang
disediakan di sekolah cukup lengkap dan baik. Fasilitas belajar yang tersedia yaitu 12 ruang kelas, kantor kepala sekolah, ruang guru, kantor TU, ruang komputer, ruang UKS, perpustakaan, mushola, wc, dan kantin. Jumlah keseluruhan murid di sekolah ini yaitu sebanyak 390 orang dengan total guru yang mengajar yaitu sebanyak 21 guru (18 guru tetap yayasan dan 3 guru tidak tetap yayasan). Jumlah siswa tiap kelas berkisar antara 28-32 orang. Sekolah ini memadukan kurikulum nasional (KTSP) yang diintegrasikan dengan agama Islam. Proses pembelajaran dilakukan dengan transfer ilmu langsung dari guru ke siswa. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara seimbang, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sekolah ini sudah menggunakan guru bidang studi dimulai dari kelas III. Titik berat pembelajaran di sekolah ini yaitu pada prestasi akademik dan akhlak siswanya. Keadaan umum SD Citra Alam. SD Citra Alam merupakan contoh sekolah alam dalam penelitian ini. Sekolah alam memiliki lingkungan pembelajaran dengan konsep dan metode membedah integrasi ilmu yang ada pada obyek alam ke dalam mata pelajaran. SD Citra Alam terletak di Jl. Damai II No.54, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Fasilitas belajar yang disediakan di sekolah cukup lengkap dan baik. Fasilitas belajar yang tersedia yaitu 10 ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, ruang ibadah, ruang sanggar, wc, kantin, kantor kepala sekolah, ruang guru, kantor TU, dan ruang komputer. Sekolah ini ditata menjadi bagian dari alam terbuka, ruang-ruangnya terbuka sebagian dan pembatas antar kelas menggunakan bahan kayu (bukan tembok), sehingga berada di dalamnya serasa berada dekat dengan alam. Pohon-pohon rindang dibiarkan tumbuh di hampir seluruh sudut sekolah, lengkap dengan berbagai sarana eksplorasi seperti rumah pohon, lapangan rumput terbuka, kolam ikan, kebun sekolah, lapangan bola, dan flying fox. Jumlah keseluruhan murid yaitu 163 orang dengan total guru yang mengajar yaitu sebanyak 21 guru. Jumlah siswa dalam tiap kelas berkisar antara 16-25 orang. Sekolah ini mengembangkan kurikulum sendiri yang merujuk pada kurikulum nasional, yaitu kurikulum karakter yang berlandaskan Asmaul Husna. Setiap pelajaran diintegrasikan dengan pelajaran agama sehingga dapat mengasah kepekaan siswa terhadap keberadaan pencipta-Nya. Kegiatan belajar mengajar lebih banyak dilakukan di luar kelas. Jumlah siswa keseluruhan sebanyak 163 orang dengan jumlah guru sebanyak 21 orang. Metode belajar
mengajar yang lebih banyak digunakan yaitu aktif atau action learning, dimana anak belajar melalui pengalaman. Sekolah alam berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, yaitu atmosfer belajar yang tidak menegangkan, serta komunikasi antara guru dan siswa yang hangat. Siswa tidak hanya terfokus pada buku-buku pelajaran, tetapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari, baik melalui percobaan, observasi, dan lain-lain. Di sekolah ini, guru lebih bertindak sebagai teman bagi anak muridnya. Selain itu, guru di sekolah ini tidak dipanggil dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” melainkan “Kakak”, sehingga terlihat sekali kedekatan antara murid dengan gurunya. Titik berat pembelajaran di sekolah ini yaitu pada pengembangan minat siswanya. Karakteristik Individu Individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V yang menjadi contoh penelitian. Karakteristik individu adalah keadaan contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, dan urutan kelahiran.
Jenis Kelamin Karakteristik anak seperti jenis kelamin akan memberi reaksi yang berbeda terhadap pengasuhan. Jenis kelamin anak akan menjadi pertimbangan orang tua dalam berinteraksi dengan anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan, praktik pengasuhan akan berbeda karena pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosial anak (Gottman & Declaire 1998). Jumlah contoh laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini hampir merata, namun contoh yang lebih banyak adalah perempuan. Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa sebanyak 46.7% contoh berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 53.3% contoh berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin n % Laki-laki 42 46.7 53.3 Perempuan 48 Total 90 100 .
Usia Usia contoh dalam penelitian ini berkisar antara 9.1-12 tahun, dengan rata-rata 10.429 tahun. Usia dibagi berdasarkan sebaran contoh penelitian menjadi tiga kelompok, yaitu 9.1-10 tahun, 10.1-11 tahun, dan 11.1-12 tahun. Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa proporsi terbesar contoh berada pada rentang usia 10.1-11 tahun (54.4%), sedangkan proporsi terkecil contoh berada pada rentang usia 11.1-12 tahun (15.6%). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia (tahun) n 9.1-10 27 10.1-11 49 11.1-12 14 Total 90
% 30.0 54.4 15.6 100
Urutan kelahiran Urutan kelahiran dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Urutan kelahiran dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi lima kategori seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Pengelompokkan ini berdasarkan sebaran urutan kelahiran contoh penelitian. Anak tunggal dalam penelitian ini kemudian dimasukkan ke dalam kategori anak ke-1. Lebih dari separuh contoh (62.2%) merupakan anak ke-1, sedangkan hanya sebanyak 11.1% saja yang merupakan anak ke-3, anak ke-4, dan anak ke-5. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran Urutan kelahiran n % 62.2 Anak ke-1 56 Anak ke-2 24 26.7 Anak ke-3 7 7.8 Anak ke-4 2 2.2 Anak ke-5 1 1.1 Total 90 100 Karakteristik Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah, tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama (Guhardja, Hartoyo, Puspitawati, Hastuti 1992). Keluarga memiliki posisi yang penting bagi pembentukan sumberdaya manusia, karena tempat pertama
manusia berinteraksi dimulai dari keluarga. Berdasarkan penelitian dan pengalaman klinis, orangtua merupakan faktor utama dalam belajar anak (Hawadi 2001). Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, usia orangtua, lama pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orangtua, serta tingkat pendapatan orangtua.
Besar Keluarga Besar keluarga dalam penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga menurut Hurlock (1993) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Besar keluarga contoh dalam penelitian ini berkisar antara 3-7 orang. Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (58.9%) adalah keluarga kecil (≤4 orang) dan sisanya (41.1%) adalah keluarga sedang (5-7 orang). Tidak terdapat keluarga contoh yang termasuk keluarga besar (≥8 orang). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar keluarga n Kecil (≤4 orang) 53 Sedang (5-7 orang) 37 Total 90
% 58.9 41.1 100
Usia Orangtua Usia orangtua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan terhadap anaknya. Usia biasanya mempengaruhi kesiapan seseorang untuk menjalani proses-proses dalam kehidupannya. Berkeluarga merupakan salah satu proses yang
harus
dijalani
dalam
tahapan
kehidupan.
Usia
orangtua
dapat
mempengaruhi kesiapan menjalankan peranannya, terutama dalam memenuhi kebutuhan
anak
untuk
menunjang
tumbuh
kembang
yang
optimal
(Anfamedhiarifda 2006). Usia orangtua dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun). Usia ayah contoh dalam penelitian ini berkisar antara 34-61 tahun dengan rata-rata 42.22 tahun, sedangkan usia ibu contoh dalam penelitian ini berkisar antara 31-49 tahun dengan rata-rata 37.74 tahun. Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh ayah contoh (61.1%) berada pada rentang usia 41-60
tahun dan termasuk ke dalam kategori usia dewasa madya. Hanya ada satu orang ayah contoh yang termasuk ke dalam kategori usia dewasa lanjut. Sebagian besar ibu contoh (78.9%) termasuk ke dalam kategori usia dewasa dini (18-40 tahun) dan sisanya (21.1%) termasuk ke dalam kategori usia dewasa madya. Tidak terdapat ibu contoh yang termasuk ke dalam kategori dewasa lanjut. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan usia orangtua Ayah Ibu Usia orangtua N % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 34 37.8 71 78.9 61.1 Dewasa madya (41-60 tahun) 55 19 21.1 Dewasa lanjut (>60 tahun) 1 1.1 0 0.0 Total 90 100 90 100 Lama Pendidikan Orangtua Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, berlangsung terus menerus, sistematis dan terarah, yang bertujuan mendorong terjadinya perubahan-perubahan pada setiap individu yang terlibat didalamnya (Gunarsa & Gunarsa 1995). Lama pendidikan orangtua dalam penelitian ini merupakan lama pendidikan terakhir yang ditempuh orangtua contoh hingga saat penelitian berlangsung. Lama pendidikan orangtua dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan sebaran contoh penelitian, yaitu
tamat
SLTP
(9
tahun),
tamat
SLTA
(12
tahun),
dan
tamat
diploma/perguruan tinggi (≥15 tahun). Dalam penelitian ini tidak terdapat orangtua contoh yang hanya tamat SD. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua Ayah Ibu Lama pendidikan N % n % Tamat SLTP (9 tahun) 1 1.1 4 4.4 Tamat SLTA (12 tahun) 9 10.0 15 16.7 Tamat Diploma/PT (≥15 tahun) 88.9 78.9 80 71 Total 90 100 90 100 Ayah contoh dalam penelitian ini memiliki pendidikan dari SMP hingga S3, sedangkan ibu contoh dari SMP hingga S2. Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa sebagian
besar
orangtua
contoh
(ayah=88.9%,
ibu=78.9%)
menempuh
pendidikan 15 tahun ke atas (tamat diploma/PT) dengan rata-rata lama
pendidikan ayah 15.81 tahun sedangkan ibu 14.97 tahun. Lamanya pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk pola, kerangka, cara berpikir, persepsi, pemahaman, serta kepribadian orang tersebut. Selain itu, orangtua yang lebih berpendidikan dan berpengalaman akan lebih peduli terhadap kebutuhan anak dan mengusahakan lingkungan pembelajaran di sekolah yang lebih baik (Hapsari 2005). Namun, berhasil atau tidaknya orangtua dalam mendidik anak tidak hanya dilihat dari faktor lama pendidikan saja tetapi juga kualitas pengasuhan yang diberikan. Jenis Pekerjaan Orangtua Aspek pekerjaan orangtua pada akhirnya akan berpengaruh kepada kondisi ekonomi atau pendapatan keluarga. Keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga untuk bekerja lebih keras. Dengan kondisi ekonomi keluarga seperti itu, ibu sebagai orang yang juga bertanggung jawab terhadap keluarga, akan bekerja guna mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Megawangi 1993). Jenis pekerjaan orangtua dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi wiraswasta, pegawai swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/Polisi, dan Ibu Rumah Tangga (IRT). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Ayah Ibu Jenis pekerjaan N % n % Wiraswasta 27 30.0 24 26.7 50.0 Pegawai swasta 45 22 24.4 PNS 17 18.9 6 6.7 ABRI/Polisi 1 1.1 0 0.0 42.2 IRT 0 0.0 38 Total 90 100 90 100 Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa sebagian (50.0%) ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya terdapat satu ayah contoh yang bekerja sebagai ABRI/Polisi. Sementara itu, sebaran terbesar pekerjaan ibu contoh berada pada kategori ibu rumah tangga (42.2%). Ibu adalah orang yang paling berperan dalam perkembangan anak. Seorang anak yang selalu berada di bawah pengawasan ibu diharapkan akan mendapatkan kualitas pengasuhan yang terbaik, sehingga perkembangan anak pun akan terarah dengan baik.
Tingkat Pendapatan Orangtua Tingkat pendapatan orangtua adalah jumlah penghasilan orangtua contoh per bulan, baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai dalam bentuk uang. Stabilitas ekonomi yang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi praktik pengasuhan dan nantinya akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Orangtua yang berasal dari keadaan ekonomi baik akan memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak karena tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi. Namun, orangtua yang berasal dari keluarga yang miskin, kurang memiliki waktu untuk membimbing anak karena terlalu memikirkan keadaan ekonominya (Hapsari 2005). Tingkat pendapatan orangtua dalam penelitian ini, dibagi menjadi pendapatan utama dan pendapatan tambahan. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan orangtua Ayah Ibu Pendapatan N % n % Utama tidak memiliki pendapatan 0 0.0 32 35.6 ≤ 2500000 15 16.7 22 24.4 28.9 2500001-5000000 19 21.1 26 5000001-7500000 20 22.2 10 11.1 24.4 7500001-10000000 22 0 0.0 > 10000000 14 15.6 0 0.0 Total 90 100 90 100 Tambahan 77.8 90.0 tidak memiliki pendapatan 70 81 ≤ 2500000 4 4.4 5 5.6 2500001-5000000 10 11.1 3 3.3 5000001-7500000 2 2.2 1 1.1 7500001-10000000 1 1.1 0 0.0 > 10000000 3 3.3 0 0.0 Total 90 100 90 100 Semua ayah dalam penelitian ini bekerja sehingga memiliki pendapatan tetap setiap bulannya. Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa proporsi terbesar pendapatan utama ayah sebesar Rp 7.500.001-10.000.000 per bulan (24.4%), sedangkan pendapatan tambahannya sebesar Rp 2.500.001-5.000.000 per bulan (11.1%). Sebagian besar (77.8%) ayah contoh tidak memiliki pendapatan tambahan. Ibu contoh dalam penelitian ini lebih banyak termasuk kategori ibu
bekerja (57.8%). Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa proporsi terbesar pendapatan utama ibu contoh sebesar Rp 2.500.001-5.000.000 per bulan (28.9%), sedangkan pendapatan tambahannya sebesar ≤Rp 2.500.000 per bulan (5.6%). Sebagian besar ibu contoh tidak memiliki pendapatan tambahan (90%). Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian ini kontribusi pendapatan keluarga lebih banyak disumbang oleh ayah contoh, sehingga dalam analisis regresi linier berganda variabel pendapatan orangtua yang dijadikan variabel independent hanya pendapatan utama ayah. Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah Menurut Samdal et al (1998), persepsi anak mengenai sekolah merupakan pandangan atau penilaian anak terhadap lingkungan sekolah yang dilihat dari penerapan peraturan (keadilan) di sekolah, suasana kelas, dukungan guru, dan dukungan teman. Skor total persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang diperoleh adalah 7-19 dengan rata-rata 14.20 (berada pada kategori baik). Dapat dikatakan bahwa persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah sudah cukup baik (positif). Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (55.6%) memiliki persepsi terhadap pembelajaran di sekolah yang baik (positif). Tidak terdapat contoh yang memiliki persepsi yang kurang baik terhadap pembelajaran di sekolah. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah Persepsi siswa terhadap n % pembelajaran di sekolah Sedang 40 44.4 Baik 50 55.6 Total 90 100 Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang baik (positif) menunjukkan bahwa siswa merasa peraturan di sekolah tidak terlalu ketat dan juga berlaku sama (adil) bagi setiap siswa, suasana belajar di kelas menyenangkan, dukungan dari guru dirasakan baik oleh siswa (cara guru mengajar menyenangkan, siswa mendapat perlakuan yang baik dari gurunya dan siswa merasa gurunya tidak terlalu menekan dirinya untuk berprestasi di sekolah). Selain itu, dukungan teman juga dirasakan baik oleh siswa (temantemannya menyenangkan dan selalu saling membantu jika mengalami kesulitan).
Namun, siswa akan merasa dipermalukan jika guru menghukum atau memarahinya di depan kelas. Terdapat gangguan yang dihadapi anak, seperti ejekan teman-teman maupun perlakuan tidak menyenangkan, seperti ”dipalak” (diminta uang secara paksa) oleh temannya di sekolah. Hal ini membuat anak merasa tertekan sehingga mungkin persepsinya terhadap pembelajaran di sekolah pun cenderung negatif. Akan tetapi, secara keseluruhan anak merasa aman berada di sekolah. Selain itu, anak merasa nyaman dengan sarana dan prasarana belajar yang disediakan di sekolah. Potensi Akademik Potensi akademik terkait dengan kemampuan kognitif seseorang. Kemampuan kognitif merupakan keseluruhan kemampuan individu untuk melakukan tindakan yang bertujuan, berpikir secara rasional, dan untuk menghadapi lingkungan secara efektif (Riley 1992 dalam Latifah dan Dina 2002). Menurut Riley (1992), pengukuran kemampuan kognitif dapat digolongkan menjadi visual processing (selektifitas melihat), auditory processing (keakuratan pendengaran), verbal processing (kemampuan verbal), kinesthetic processing (kemampuan mengkoordinasikan kegiatan visual dan motorik), dan thinking logically (kemampuan logika). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik Potensi akademik n % Di bawah rata-rata 2 2.2 Rata-rata 17 18.9 35.6 Di atas rata-rata 32 43.3 Jauh di atas rata-rata 39 Total 90 100 Skor total hasil tes potensi akademik contoh berkisar antara 8.3-16.4 dengan rata-rata 12.659 (berada pada kategori di atas rata-rata). Dari Tabel 13, dapat dilihat bahwa sebanyak 78.9% contoh memiliki potensi akademik di atas rata-rata dan jauh di atas rata-rata, hanya 2.2% contoh saja yang memiliki potensi akademik di bawah rata-rata. Hal ini berarti bahwa kemampuan dasar contoh dalam hal visual memory, auditory sequencing, auditory memory, vocabulary, kinesthetic learning, integration, dan concentration sudah cukup baik.
Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan kebutuhan, keinginan, dorongan, atau gerak hati dalam diri individu untuk menerima dan memahami pelajaran di sekolah. Pada anak yang masih sekolah, umum didengar keluhan bahwa mereka malas atau kurang bergairah untuk belajar. Banyak siswa yang malas mengerjakan PR dari gurunya dan cenderung acuh pada pelajaran yang diberikan di sekolah. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar (Hawadi 2001).
Sedang Baik
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar Motivasi belajar n % 20 22.2 77.8 70 Total 90 100
. Skor total motivasi belajar yang diperoleh adalah 62-97 dengan rata-rata 79.48 (berada pada kategori baik). Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh memiliki motivasi belajar baik (77.8%). Tidak terdapat contoh yang motivasi belajarnya kurang. Dapat dikatakan bahwa motivasi belajar contoh dalam penelitian ini sudah cukup baik. Hasil penelitian Qalbi (2006), menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar, semakin positif motivasi belajar maka semakin tinggi prestasi belajar. Motivasi belajar dibagi menjadi dua bagian, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Hawadi (2001) dan Sardiman (2006) menyatakan bahwa motivasi belajar yang berasal dari dalam diri (intrinsik) muncul tanpa dorongan dari pihak luar, sedangkan motivasi belajar yang datang dari luar diri (ekstrinsik) muncul karena faktor di luar dirinya baik dari lingkungan rumah maupun sekolah. Dalam penelitian ini, terdapat masing-masing sepuluh pernyataan untuk setiap jenis motivasi tersebut. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti pembagian waktu anak dalam belajar, alasan anak belajar, perjuangan anak memahami pelajaran, kesiapan anak menghadapi ulangan, keinginan anak untuk berprestasi, dan juga cita-cita yang ingin dicapai anak. Sementara itu, motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar diri anak, seperti fasilitas belajar yang tersedia baik di rumah maupun di sekolah, dukungan keluarga, keadaan lingkungan sekolah, dan dukungan teman.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan jenis motivasi belajar Jenis motivasi belajar n % 56.7 Intrinsik 51 Ekstrinsik 34 37.8 Seimbang 5 5.6 Total 90 100 Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh contoh (56.7%) memiliki motivasi intrinsik. Hal ini berarti motivasi intrinsik anak yang diteliti lebih dominan dibandingkan dengan motivasi ekstrinsiknya. Motivasi intrinsik yang lebih dominan ini menunjukkan bahwa contoh memiliki dorongan yang baik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar. Contoh belajar karena kesadaran dan keinginannya sendiri untuk belajar. Hal lain di luar diri contoh, menjadi penunjang yang memperbesar dorongan tersebut, sehingga secara umum motivasi belajarnya tergolong baik. Pola Asuh Belajar Prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh diri siswa sendiri, tetapi juga oleh hal lain di luar diri siswa. Salah satu hal yang turut berperan yaitu lingkungan dalam keluarga. Tugas orangtualah untuk memenuhi kebutuhan perkembangan intelektual atau pendidikan anak (Opit 1996). Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung pada pendidikan dalam keluarga yang diwujudkan dalam pola asuh. Komponen pola asuh belajar yang dilihat dalam penelitian ini mencakup cara orangtua menentukan waktu belajar anak, pengulangan pelajaran, pengerjaan tugas/PR, evaluasi ulangan di sekolah, fasilitas belajar yang disediakan, dan pemberian motivasi pada anak. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh belajar Pola asuh belajar n % Sedang 13 14.4 85.6 Baik 77 Total 90 100 Skor total pola asuh belajar yang diperoleh adalah 37-60 dengan rata-rata 50.92 (berada pada kategori baik). Dari Tabel 16, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (85.6%) memiliki pola asuh belajar baik. Tidak terdapat contoh yang memiliki pola asuh belajar kurang. Dapat dikatakan bahwa pola asuh belajar yang diberikan orangtua contoh sudah cukup baik.
Dari hasil analisis per item variabel pola asuh belajar (Lampiran 5), dapat dikatakan bahwa cara orangtua mengatur waktu belajar anak sudah cukup baik. Sebanyak 61.1% orangtua mengajarkan anak menyediakan waktu khusus untuk belajar. Lebih dari separuh contoh (54.4%) memiliki lama waktu belajar di rumah sekitar 1-2 jam per hari. Dalam hal pengulangan pelajaran, hampir seluruh orangtua (95.6%) menemani anaknya secara aktif dalam mengulang pelajaran, minimal satu kali sehari. Selain itu, orangtua juga sangat membantu anaknya dalam memahami pelajaran yang sulit dimengerti. Dalam hal pengerjaan tugas atau PR yang diberikan sekolah, sebagian besar orangtua (75.6%) membantu ataupun hanya sekadar mengawasi anaknya mengerjakan tugas/PR agar dapat mengkoreksi jawaban anaknya jika salah. Apabila anak mengalami kesulitan, orangtua senantiasa membantu. Selain orangtua, terdapat guru les, kakak, atau saudara contoh yang membantu dalam mengerjakan tugas/PR. Dalam hal evaluasi ulangan di sekolah, sebanyak 60% orangtua contoh mengingatkan dan membantu anak untuk belajar jika akan ada ulangan di sekolah. Kemudian, hasil ulangan anak diperiksa oleh orangtua. Jika menerima rapor, sebagian besar orangtua (88.9%) mengevaluasi secara keseluruhan hasil prestasi belajar anaknya di sekolah. Dalam hal penyediaan fasilitas belajar, sebagian besar orangtua (76.7%) menyediakan berbagai keperluan seperti alat tulis, buku pelajaran, meja belajar, ruang belajar, dan juga komputer. Sebagian anak (54.4%) juga memiliki ruangan khusus untuk belajar. Dalam hal pemberian motivasi belajar, sebanyak 94.4% orangtua contoh menyuruh anaknya untuk belajar lebih giat lagi jika nilai ulangannya rendah. Namun, berdasarkan jawaban yang diberikan, sebanyak 47.8% anak merasa orangtua mereka hanya kadang-kadang saja puas dengan hasil belajar yang mereka dapat. Hal ini dapat diartikan bahwa orangtua cenderung menunjukkan bahwa mereka merasa puas hanya jika hasil belajar anaknya baik. Kepuasan Siswa terhadap Pembelajaran di Sekolah Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah adalah tingkat kepuasan
contoh
terhadap
lingkungan
pembelajaran
di
sekolah
yang
diindikasikan oleh respon emosional seperti bahagia, menikmati sekolah, dan merasa nyaman di sekolah (Samdal et al 1998). Skor total kepuasan siswa
terhadap pembelajaran di sekolah yang diperoleh adalah 32-60 dengan rata-rata 49.53 (berada pada kategori baik/puas). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah Kepuasan siswa terhadap n % pembelajaran di sekolah Sedang (cukup puas) 17 18.9 81.1 Baik (puas) 73 Total 90 100 Dari Tabel 17, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (81.1%) memiliki kepuasan terhadap pembelajaran di sekolah yang baik atau berada dalam kategori puas. Tidak terdapat contoh yang kepuasan terhadap pembelajaran di sekolahnya kurang. Dapat dikatakan bahwa kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah sudah cukup baik. Hal ini berarti bahwa siswa menyukai sekolahnya sebagai tempat belajar yang dianggap menyenangkan dan siswa merasa bersemangat pergi ke sekolah karena dapat mempelajari hal baru setiap harinya. Selain itu, terjalin hubungan baik dengan guru dalam hal komunikasi, cara guru mengajar dan juga membimbing, serta siswa merasa puas dengan metode pembelajaran di sekolah, juga fasilitas belajar, dan sarana prasarana yang tersedia di sekolah. Samdal et al (1998) mengatakan bahwa, hubungan baik dengan guru dan teman akan menurunkan resiko stres sehingga meningkatkan kepuasan siswa terhadap sekolah. Prestasi Belajar Siswa Prestasi belajar siswa dalam penelitian ini dilihat dari nilai rata-rata rapor semester 1 tahun ajaran 2007/2008. Pengkategorian prestasi belajar siswa dilakukan berdasarkan standar nasional yang berlaku saat ini. Kurikulum yang digunakan secara nasional saat ini adalah KTSP (Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan). Dalam KTSP ini terdapat suatu cara penilaian pencapaian prestasi belajar siswa, yaitu kriteria ketuntasan minimal (KKM) (Depdiknas 2008). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar siswa Prestasi belajar siswa n % Sedang 39 43.3 56.7 Tinggi 51 Total 90 100
Nilai rata-rata rapor yang diperoleh adalah 66-92 dengan rata-rata 81.43 (berada pada kategori tinggi). Hal ini berarti bahwa prestasi belajar contoh tergolong baik. Dari Tabel 18, dapat dilihat bahwa sebanyak 56.7% contoh memiliki prestasi belajar yang tinggi. Tidak terdapat contoh yang memiliki prestasi belajar rendah. Rata-rata nilai rapor yang kemudian disebut sebagai prestasi belajar siswa pada kelompok I adalah 87, kelompok II adalah 80, dan kelompok III adalah 77. Prestasi belajar siswa pada kelompok I, cenderung lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa pada dua kelompok lainnya. Diduga perbedaan muncul dikarenakan dalam penelitian ini, potensi akademik di kelompok I lebih baik dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya, sehingga prestasi belajar di kelompok ini pun lebih baik. Selain itu, kelompok I masih menerapkan nilai tinggi sebagai standar penilaian prestasi akademik siswanya, sehingga hal ini akan membuat siswa terpacu untuk meraih prestasi belajar tinggi. Namun, hal ini hanya berlaku pada aspek akademik saja. Pada aspek lain seperti aspek fisik, emosi, sosial, kreatifitas, dan spiritual hal yang serupa belum tentu akan terjadi. Di kelompok lain, seperti kelompok III, prestasi belajarnya lebih rendah, karena di kelompok ini tidak mementingkan nilai tinggi, tetapi melihat sejauh mana siswa berkembang pengetahuannya. Hubungan antar Variabel Hubungan karakteristik individu dengan pola asuh belajar Jenis kelamin. Dari Tabel 19, dapat dilihat bahwa pada anak laki-laki dan perempuan, pola asuh belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Dilihat dari persentasenya, pola asuh belajar yang baik lebih banyak dimiliki oleh anak perempuan (91.7%). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara jenis kelamin dengan pola asuh belajar (rs=0.275, pvalue≤0.01). Hal ini berarti pola asuh belajar pada anak perempuan cenderung lebih baik dibandingkan dengan pola asuh belajar pada anak laki-laki. Diduga, jenis kelamin anak akan menjadi pertimbangan orangtua dalam berinteraksi dengan anak. Dalam menghadapi anak laki-laki dan perempuan, praktik pengasuhan akan berbeda karena pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan
sosial
anak.
Kaum
wanita
biasanya
jauh
lebih
leluasa
dalam
mengungkapkan perasaan-perasaan mereka dalam kata-kata, ungkapanungkapan wajah dan bahasa tubuh (Gottman & Declaire 1998). Oleh karena itu,
orangtua cenderung lebih memperhatikan dan dekat anak perempuannya dibandingkan dengan anak laki-lakinya, sehingga pola asuh belajar yang diberikan orangtua akan lebih baik pada anak perempuannya dibanding pada anak laki-lakinya. Tabel 19 Sebaran pola asuh belajar menurut jenis kelamin Pola asuh belajar Total Sedang Baik Jenis kelamin n % n % n % 78.6 Laki-laki 9 21.4 33 42 100.0 91.7 Perempuan 4 8.3 44 48 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Usia. Dari Tabel 20, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar contoh dalam setiap rentang usia lebih banyak berada pada kategori baik. Dari persentase pola asuh belajar kategori baik setiap rentang usia, dapat dilihat bahwa pada kelompok usia yang semakin muda pola asuh belajar kategori baiknya semakin banyak. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif (rs= -0.343, p-value≤0.01) antara usia dengan pola asuh belajar. Hal ini berarti bahwa semakin muda usia contoh, pola asuh belajar yang diberikan orangtua semakin baik. Diduga, bertambahnya usia anak akan menjadikan lingkup sosial anak semakin luas, sehingga pada masa tersebut, pengaruh teman sebaya dan lingkungan luar semakin kuat, sedangkan pengaruh keluarga semakin berkurang (Gunarsa & Gunarsa 2001). Selain itu, apabila dilihat dari perkembangan emosinya, anak usia sekolah menganggap bahwa perhatian yang berlebihan dari orangtua adalah kekanakkanakkan (Hurlock 1980). Oleh karena itu, semakin dewasa usia anak maka pengaruh orangtua akan semakin berkurang sehingga perhatian orangtua yang diberikan dalam bentuk pola asuh belajar pun akan semakin berkurang. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh berusia muda lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Pada penjelasan sebelumnya, dikatakan bahwa pola asuh belajar cenderung lebih baik pada anak perempuan, sehingga tentu saja pola asuh belajarnya menjadi semakin baik.
Tabel 20 Sebaran pola asuh belajar menurut usia contoh Pola asuh belajar Total Usia (tahun) Sedang Baik n % n % n % 92.6 9.1-10 2 7.4 25 27 100.0 87.8 10.1-11 6 12.2 43 49 100.0 14 100.0 11.1-12 5 35.7 9 64.3 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Urutan kelahiran. Urutan kelahiran dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat dilihat pada aspek perkembangan anak pertama atau tunggal yang secara umum kemampuan intelektualnya lebih menonjol karena sering berinteraksi dengan orang dewasa (Hidayat 2004). Dari Tabel 21, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar pada setiap kategori urutan kelahiran berada pada kategori sedang dan baik. Pada anak ke-1 hingga anak ke 3, pola asuh belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Pada anak ke-4, pola asuh belajarnya seimbang, yaitu berada dalam kategori sedang dan baik. Namun, pada anak ke-5 pola asuh belajarnya berada dalam kategori sedang. Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara urutan kelahiran dengan pola asuh belajar (rs=-0.18, p-value>0.05). Dapat dikatakan bahwa orangtua tidak membedakan pola asuh belajar berdasarkan urutan kelahiran anak. Perhatian yang diberikan orangtua terhadap anak dalam hal pola asuh belajar sama saja pada setiap anak dalam keluarga. Tabel 21 Sebaran pola asuh belajar menurut urutan kelahiran Pola asuh belajar Total Sedang Baik Urutan kelahiran n % n % n % 89.3 Anak ke-1 6 10.7 50 56 100.0 83.3 Anak ke-2 4 16.7 20 24 100.0 85.7 Anak ke-3 1 14.3 6 7 100.0 Anak ke-4 1 50.0 1 50.0 2 100.0 100.0 Anak ke-5 1 0 0.0 1 100.0 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Total Hubungan karakteristik keluarga dengan pola asuh belajar Besar keluarga. Faktor besar keluarga juga memberikan pengaruh terhadap interaksi antara anggota keluarga itu sendiri. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin banyak interaksi yang terjadi (Gunarsa & Gunarsa 2001). Dari Tabel 22, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar pada setiap kategori besar keluarga berada pada kategori sedang dan baik. Pada keluarga
kecil dan sedang, pola asuh belajarnya lebih banyak berada pada kategori baik. Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara besar keluarga dengan pola asuh belajar (rs=-0.034, p-value>0.05). Hal ini berarti bahwa pola asuh belajar yang diberikan orangtua cenderung sama pada setiap anak, meskipun lebih banyak interaksi yang terjadi, namun perhatian orangtua pada anak tidak berkurang. Tabel 22 Sebaran pola asuh belajar menurut besar keluarga Pola asuh belajar Total Sedang Baik Besar keluarga n % n % n % 84.9 Kecil (≤4 orang) 8 15.1 45 53 100.0 86.5 Sedang (5-7 orang) 5 13.5 32 37 100.0 Total 13 77 14.4 85.6 90 100.0 Usia orangtua. Dari Tabel 23, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar pada setiap rentang usia orangtua berada pada kategori sedang dan baik. Pada setiap rentang usia orangtua contoh, pola asuh belajarnya lebih banyak berada pada kategori baik. Dapat dilihat kecenderungan bahwa semakin muda usia orangtua contoh, maka pola asuh belajar kategori baiknya semakin banyak. Tabel 23 Sebaran pola asuh belajar menurut usia orangtua Pola asuh belajar Total Sedang Baik Usia n % n % n % Ayah Dewasa dini (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Dewasa lanjut (>60 tahun) Total Ibu Dewasa dini (18-40 tahun) Dewasa madya (41-60 tahun) Total
4 9 0 13
11.8 16.4 0.0 14.4
30 46 1 77
88.2 83.6 100.0 85.6
34 55 1 90
100.0 100.0 100.0 100.0
8 5 13
11.3 26.3 14.4
63 14 77
88.7 73.7 85.6
71 19 90
100.0 100.0 100.0
Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara usia orangtua dengan pola asuh belajar (ayah:rs=-0.048, p-value>0.05; ibu:rs=-0.042, p-value>0.05). Hal ini kurang sesuai dengan hasil penelitian Anfamedhiarifda (2006) bahwa usia orangtua akan mempengaruhi kualitas pengasuhan terhadap anaknya. Diduga, hal ini dikarenakan adanya faktor lain yang lebih berhubungan dengan pola asuh belajar yang diberikan orangtua daripada usia orangtua, misalnya saja tingkat pendapatan orangtua.
Lama pendidikan orangtua. Dari Tabel 24, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar pada setiap lama pendidikan orangtua berada pada kategori sedang dan baik. Pada ayah tamatan SLTP, pola asuh belajarnya berada pada kategori sedang. Pada ayah tamatan SLTA dan tamatan Diploma/PT, pola asuh belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Pada ibu contoh dalam setiap kategori lama pendidikan, pola asuh belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik, dengan kecenderungan semakin lama pendidikan ibu, pola asuh belajarnya pun semakin baik. Tabel 24 Sebaran pola asuh belajar menurut lama pendidikan orangtua Pola asuh belajar Total Sedang Baik Lama pendidikan n % n % n % Ayah 100.0 Tamat SLTP (9 tahun) 1 0 0.0 1 100.0 77.8 Tamat SLTA (12 tahun) 2 22.2 7 9 100.0 87.5 Tamat Diploma/PT (≥15 tahun) 10 12.5 70 80 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Ibu 75.0 Tamat SLTP (9 tahun) 1 25.0 3 4 100.0 86.7 Tamat SLTA (12 tahun) 2 13.3 13 15 100.0 85.9 Tamat Diploma/PT (≥15 tahun) 10 14.1 61 71 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dengan pola asuh belajar (ayah: rs=0.025, p-value>0.05; ibu: rs=-0.092, p-value>0.05). Diduga, karena sebagian besar orangtua menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi maka hubungan antara kedua hal ini tidak terlalu terlihat, karena pendidikannya sama. Tingkat pendidikan, secara langsung atau tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi antar anggota keluarga. Selain itu, orangtua yang lebih berpendidikan dan berpengalaman akan lebih peduli terhadap kebutuhan anak dan mengusahakan lingkungan pembelajaran di sekolah yang lebih baik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai orangtua, pengetahuan orangtua akan semakin bertambah dan pada akhirnya orangtua akan memberikan pola asuh belajar yang lebih baik bagi anaknya.
Jenis pekerjaan orangtua. Dari Tabel 25, dapat dilihat bahwa dalam setiap kategori pekerjaan orangtua, pola asuh belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara jenis pekerjaan orangtua dengan pola asuh belajar (ayah:rs= -0.03, pvalue>0.05; ibu:rs= -0.041, p-value>0.05). Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa aspek pekerjaan orangtua pada akhirnya akan berpengaruh kepada kondisi ekonomi atau pendapatan keluarga. Jenis pekerjaan yang memberikan pendapatan yang lebih baik diharapkan akan membuat pola asuh belajar yang diberikan orangtua dalam hal pemberian fasilitas belajar pun semakin baik. Karena salah satu hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk meningkatkan prestasi belajar anak adalah dengan menyediakan fasilitas belajar. Hal ini akan mudah dipenuhi apabila tingkat pendapatan orangtua semakin tinggi karena jenis pekerjaan yang digelutinya semakin baik. Tabel 25 Sebaran pola asuh belajar menurut jenis pekerjaan orangtua Pola asuh belajar Total Sedang Baik Pekerjaan n % n % n % Ayah 88.9 Wiraswasta 3 11.1 24 27 100.0 82.2 Pegawai swasta 8 17.8 37 45 100.0 88.2 PNS 2 11.8 15 17 100.0 100.0 ABRI/Polisi 0 0.0 1 1 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Ibu 100.0 Wiraswasta 0 0.0 24 24 100.0 81.8 Pegawai swasta 4 18.2 18 22 100.0 66.7 PNS 2 33.3 4 6 100.0 81.6 IRT 7 18.4 31 38 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Tingkat pendapatan orangtua. Dari Tabel 26 dan 27, dapat dilihat bahwa pola asuh belajar pada setiap rentang pendapatan orangtua berada pada kategori sedang dan baik. Pada ayah maupun ibu, pola asuh belajar di masingmasing rentang pendapatan lebih banyak berada dalam kategori baik. Hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan utama ayah, pendapatan utama ibu, dan pendapatan tambahan ibu dengan pola asuh belajar. Namun, terdapat hubungan antara tingkat pendapatan tambahan ayah dengan pola asuh belajar.
Tabel 26 Sebaran pola asuh belajar menurut tingkat pendapatan ayah Pola asuh belajar Total Pendapatan ayah Sedang Baik n % n % n % Utama 86.7 ≤ 2500000 2 13.3 13 15 100.0 89.5 2500001-5000000 2 10.5 17 19 100.0 75.0 5000001-7500000 5 25.0 15 20 100.0 81.8 7500001-10000000 4 18.2 18 22 100.0 100.0 14 100.0 > 10000000 0 0.0 14 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Tambahan 84.3 tidak memiliki pendapatan 11 15.7 59 70 100.0 100.0 ≤ 2500000 0 0.0 4 4 100.0 80.0 2500001-5000000 2 20.0 8 10 100.0 100.0 5000001-7500000 0 0.0 2 2 100.0 100.0 7500001-10000000 0 0.0 1 1 100.0 100.0 > 10000000 0 0.0 3 3 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Tabel 27 Sebaran pola asuh belajar menurut tingkat pendapatan ibu Pola asuh belajar Total Pendapatan ibu Sedang Baik n % n % n % Utama 81.3 tidak memiliki pendapatan 6 18.8 26 32 100.0 86.4 ≤ 2500000 3 13.6 19 22 100.0 96.2 2500001-5000000 1 3.8 25 26 100.0 70.0 5000001-7500000 3 30.0 7 10 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Tambahan 87.7 tidak memiliki pendapatan 10 12.3 71 81 100.0 60.0 ≤ 2500000 2 40.0 3 5 100.0 66.7 2500001-5000000 1 33.3 2 3 100.0 100.0 5000001-7500000 0 0.0 1 1 100.0 Total 13 14.4 77 85.6 90 100.0 Pada kelompok ayah yang memiliki pendapatan tambahan tinggi, pola asuh belajarnya semakin baik. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pendapatan tambahan ayah dengan pola asuh belajar (rs=0.310, p-value≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan tambahan ayah maka pola asuh belajar yang diberikan akan semakin baik. Diduga dengan pendapatan tambahan ayah yang semakin tinggi, maka alokasi dana yang tersedia untuk menyediakan fasilitas belajar bagi anak akan lebih besar, sehingga fasilitas belajar yang disediakan akan lebih baik. Selain itu, orangtua cenderung akan memilihkan
sekolah untuk anaknya yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan sekolah lainnya, walaupun harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal. Hubungan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah Dari
Tabel
28,
dapat
dilihat
bahwa
kepuasan
siswa
terhadap
pembelajaran di sekolah dalam setiap kategori persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah lebih banyak berada dalam kategori baik (puas). Terlihat kecenderungan bahwa kepuasan lebih baik dimiliki oleh siswa yang persepsinya lebih baik. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif (rs=0.525, p-value≤0.01) antara persepsi siswa terhadap
pembelajaran
di
sekolah
dengan
kepuasan
siswa
terhadap
pembelajaran di sekolah. Hal ini berarti bahwa semakin baik persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, maka kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah pun akan semakin meningkat. Persepsi yang semakin baik akan membuat siswa lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan hubungan dengan orang-orang yang berada di sekolah pun cukup baik, sehingga pada akhirnya kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah pun akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Samdal et al (1998) yang menunjukkan bahwa hubungan baik dengan guru dan teman akan menurunkan resiko stres sehingga meningkatkan kepuasan siswa terhadap sekolah. Tabel 28 Sebaran kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah menurut persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah Total Persepsi siswa terhadap Cukup puas Puas pembelajaran di sekolah n % n % n % Sedang 65.0 14 35.0 26 40 100.0 Baik 94.0 3 6.0 47 50 100.0 Total 17 18.9 73 81.1 90 100.0 Hubungan karakteristik individu dengan motivasi belajar Jenis kelamin. Dari Tabel 29, dapat dilihat bahwa pada anak laki-laki dan perempuan, motivasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Terdapat kecenderungan bahwa motivasi belajar lebih baik pada anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki. Namun, hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi belajar
(rs=0.102, p-value>0.05). Diduga, ada faktor lain yang lebih mempengaruhi motivasi belajar daripada jenis kelamin, misalnya usia. Tabel 29 Sebaran motivasi belajar menurut jenis kelamin Motivasi belajar Total Jenis kelamin Sedang Baik n % n % n % 71.4 Laki-laki 12 28.6 30 42 100.0 83.3 Perempuan 8 16.7 40 48 100.0 Total 20 22.2 70 77.8 90 100.0 Usia. Dari Tabel 30, dapat dilihat bahwa dalam setiap rentang usia contoh, motivasi belajar lebih banyak berada dalam kategori baik. Terlihat kecenderungan bahwa pada usia yang semakin muda, persentase motivasi belajar kategori baiknya semakin banyak. Hal ini sesuai dengan hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif (rs= -0.412, p-value≤0.01) antara usia dengan motivasi belajar. Hal ini berarti bahwa semakin muda usia contoh maka motivasi belajarnya akan semakin baik. Diduga, anak dengan usia lebih muda cenderung ingin lebih banyak tahu mengenai hal-hal baru. Selain itu, hasil uji statistik menyatakan bahwa pola asuh belajar yang diterapkan orangtua semakin baik dengan semakin mudanya usia, sehingga hal ini akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Tabel 30 Sebaran motivasi belajar menurut usia contoh Motivasi belajar Total Sedang Baik Usia (tahun) n % n % n % 92.6 9.1-10 2 7.4 25 27 100.0 73.5 10.1-11 13 26.5 36 49 100.0 64.3 11.1-12 5 35.7 9 14 100.0 Total 20 22.2 70 77.8 90 100.0 Urutan kelahiran. Dari Tabel 31, dapat dilihat bahwa pada anak ke-1 hingga anak ke-3, motivasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik, sedangkan pada anak ke-4 seimbang antara sedang dan baik. Namun pada anak ke-5, motivasi belajarnya termasuk dalam kategori sedang. Terlihat kecenderungan bahwa motivasi belajar semakin baik pada anak pertama atau anak tunggal. Anak pertama atau anak tunggal lebih banyak berinteraksi dengan orang dewasa, sehingga dukungan yang didapat untuk meningkatkan motivasi
belajarnya pun semakin baik. Namun, hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara urutan kelahiran dengan motivasi belajar (rs=-0.156, pvalue>0.05). Hal ini berarti anak ke-berapapun contoh tidak terlalu berhubungan dengan motivasi belajar yang dimilikinya. Diduga hal ini disebabkan oleh perlakuan orangtua yang tidak membedakan perhatian pada anak-anaknya. Tabel 31 Sebaran motivasi belajar menurut urutan kelahiran Motivasi belajar Total Sedang Baik Urutan kelahiran n % n % n % 82.1 Anak ke-1 10 17.9 46 56 100.0 75.0 Anak ke-2 6 25.0 18 24 100.0 71.4 Anak ke-3 2 28.6 5 7 100.0 Anak ke-4 1 50.0 1 50.0 2 100.0 100.0 Anak ke-5 1 0 0.0 1 100.0 Total 20 22.2 70 77.8 90 100.0 Hubungan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajar Dari Tabel 32, dapat dilihat bahwa pada kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah kategori sedang, motivasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori sedang. Sebaliknya, pada kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah kategori baik, motivasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori baik. Terlihat kecenderungan bahwa kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah akan meningkatkan motivasi belajarnya. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif (rs= 0.648, p-value≤0.01) antara kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan motivasi belajarnya. Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah yang semakin meningkat berarti siswa merasa dapat berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, menganggap bahwa sekolah merupakan tempat yang menyenangkan, dan hubungannya dengan orang-orang yang ada di sekolah pun terjalin cukup baik. Hasil penelitian Samdal et al (1998) menunjukkan bahwa hubungan baik dengan guru dan teman akan menurunkan resiko stres sehingga meningkatkan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Kepuasan yang semakin meningkat ini akan meningkatkan dorongan dari dalam dan juga dari luar diri anak sehingga motivasi belajarnya akan semakin baik.
Tabel 32 Sebaran motivasi belajar menurut kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah Motivasi belajar Kepuasan siswa Total terhadap pembelajaran Sedang Baik di sekolah n % n % n % 64.7 Sedang (Cukup puas) 11 6 35.3 17 100.0 87.7 Baik (Puas) 9 12.3 64 73 100.0 Total 20 22.2 70 77.8 90 100.0 Hubungan potensi akademik dengan prestasi belajar siswa Potensi akademik yang dimiliki secara murni oleh setiap anak akan turut menentukan bagaimana prestasi belajar yang diraihnya di sekolah. Potensi akademik menjadi dasar bagaimana nantinya pemahaman anak terhadap hal-hal yang diajarkan di sekolah. Hawadi (2001) mengatakan bahwa prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Tabel 33 Sebaran prestasi belajar siswa menurut potensi akademik Prestasi belajar siswa Total Sedang Tinggi Potensi Akademik n % n % n % 100.0 Di bawah rata-rata 2 0 0.0 2 100.0 88.2 Rata-rata 15 2 11.8 17 100.0 53.1 Di atas rata-rata 17 15 46.9 32 100.0 87.2 Jauh di atas rata-rata 5 12.8 34 39 100.0 Total 39 43.3 51 56.7 90 100.0 Dari Tabel 33, dapat dilihat bahwa pada siswa yang potensi akademiknya di bawah rata-rata hingga di atas rata-rata, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori sedang. Sebaliknya, pada siswa yang potensi akademiknya jauh di atas rata-rata, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori tinggi. Terlihat bahwa siswa dengan potensi akademik yang tinggi, cenderung akan meraih prestasi belajar yang lebih tinggi juga. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif (rs= 0.658, p-value≤0.01) antara potensi akademik dengan prestasi belajar siswa. Potensi akademik yang tinggi menunjukkan di antaranya kemampuan selektifitas melihat dan keakuratan pendengaran yang baik, sehingga siswa dengan potensi akademik yang tinggi akan lebih mudah memahami apa yang diajarkan di sekolah. Pada akhirnya prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata rapor pun akan semakin baik.
Hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa Banyak siswa yang malas mengerjakan PR dari gurunya dan cenderung acuh pada pelajaran yang diberikan di sekolah. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar. Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memberikan kepuasan apabila berhasil dicapai (Hawadi 2001). Lebih lanjut dikatakan, dengan motivasi yang baik maka diharapkan prestasi akademik siswa pun akan baik. Motivasi ini memberi arah dan tujuan pada kegiatan belajar serta mempertahankan perilaku berprestasi serta mendorong siswa untuk memilih dan menyukai kegiatan belajar. Tabel 34 Sebaran prestasi belajar siswa menurut motivasi belajar Prestasi belajar siswa Total Sedang Tinggi Motivasi belajar n % n % n % Sedang 10 50.0 10 50.0 20 100.0 58.6 Baik 29 41.4 41 70 100.0 Total 39 43.3 51 56.7 90 100.0 Dari Tabel 34, dapat dilihat bahwa pada siswa dengan motivasi belajar sedang, prestasi belajarnya seimbang antara kategori sedang dan tinggi. Pada siswa dengan motivasi belajar baik, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori tinggi. Terlihat kecenderungan motivasi belajar yang baik membuat prestasi belajar semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Qalbi (2006), yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar, semakin positif motivasi belajar maka semakin tinggi prestasi belajar. Namun, hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa (rs=0.15, pvalue>0.05). Diduga, masih ada faktor lain yang lebih berhubungan dengan prestasi belajar siswa, antara lain potensi akademik dan juga suasana pembelajaran di sekolah, sehingga menyebabkan hubungan antara motivasi belajar dan prestasi belajar siswa menjadi tidak signifikan. Hubungan pola asuh belajar dengan prestasi belajar siswa Prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh diri siswa sendiri tetapi juga oleh faktor lain di luar diri siswa. Salah satu faktor yang turut berperan yaitu faktor lingkungan dalam keluarga. Tugas orangtualah untuk memenuhi kebutuhan perkembangan intelektual atau pendidikan anak (Opit 1996).
Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung pada pendidikan dalam keluarga yang diwujudkan dalam pola asuh. Tabel 35 Sebaran prestasi belajar siswa menurut pola asuh belajar Prestasi belajar siswa Total Pola asuh belajar Sedang Tinggi n % n % n % 61.5 Sedang 8 5 38.5 13 100.0 59.7 Baik 31 40.3 46 77 100.0 Total 39 43.3 51 56.7 90 100.0 Dari Tabel 35, dapat dilihat bahwa pada siswa yang pola asuh belajarnya sedang, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori sedang. Sebaliknya, pada siswa yang pola asuh belajarnya baik, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori tinggi. Terlihat kecenderungan bahwa pola asuh belajar yang semakin baik membuat prestasi belajar siswa lebih baik. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif (rs=0.253, p-value≤0.05) antara pola asuh belajar dengan prestasi belajar siswa di sekolah. Artinya, semakin baik pola asuh belajar yang diterapkan orangtua di rumah maka prestasi belajar siswa akan semakin tinggi. Diduga, dengan semakin baiknya pola asuh belajar membuat siswa semakin ingin menunjukkan pada orangtuanya bahwa segala hal yang telah diberikan orangtua untuk menunjang pendidikan anaknya tidaklah sia-sia. Salah satu cara menunjukkannya adalah dengan berprestasi baik di sekolah. Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian Opit (1996) yang menyatakan bahwa semakin baik pola asuh belajar, maka prestasi belajar yang diperoleh siswa akan semakin baik.
Hubungan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah dengan prestasi belajar siswa Pandangan ataupun penilaian seorang siswa terhadap sekolahnya yang direfleksikan dengan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah akan turut menentukan bagaimana kecenderungan berprestasinya di sekolah. Persepsi yang baik akan membuat motivasi belajar siswa di sekolah menjadi lebih baik, sehingga keinginan untuk berprestasi pun semakin besar.
Tabel 36 Sebaran prestasi belajar siswa menurut persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah Prestasi belajar siswa Persepsi siswa Total terhadap pembelajaran Sedang Tinggi di sekolah n % n % n % 55.0 Sedang 22 18 45.0 40 100.0 66.0 Baik 17 34.0 33 50 100.0 Total 39 43.3 51 56.7 90 100.0 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada siswa yang persepsinya sedang, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori sedang. Sebaliknya, pada siswa yang persepsinya baik, prestasi belajarnya lebih banyak berada dalam kategori tinggi. Terlihat kecenderungan bahwa persepsi yang semakin baik diikuti dengan prestasi belajar siswa yang semakin tinggi. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah berhubungan positif dengan prestasi belajar siswa (rs=0.240, p-value≤0.05). Menurut Samdal et al (1998), siswa yang berpandangan positif mengenai sekolah akan lebih termotivasi dengan baik dalam menerima ilmu, sehingga prestasi belajarnya pun lebih baik. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa Hasil analisis regresi linier berganda yang dapat dilihat pada Tabel 37 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah jenis kelamin dan potensi akademik. Kedua variabel independent tersebut sama-sama memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa, yaitu pada contoh perempuan prestasi belajarnya lebih tinggi (β=0.231, p=0.005). Hal ini dapat dikaitkan dengan pernyataan Gottman & Declaire (1998) bahwa kaum wanita jauh lebih leluasa dalam mengungkapkan perasaan-perasaannya dalam katakata, ungkapan-ungkapan wajah, dan bahasa tubuh. Oleh karena itu, orangtua cenderung lebih memperhatikan dan dekat anak perempuannya, sehingga pola asuh belajar yang diberikan orangtua akan lebih baik. Pola asuh belajar yang semakin baik ini akan meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah. Sehingga prestasi belajar pada siswa perempuan pada anak usia sekolah cenderung lebih tinggi daripada siswa laki-laki.
Selain itu, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa jenis kelamin berhubungan positif dengan pola asuh belajar. Artinya, pada anak perempuan pola asuh belajar yang diberikan orangtua lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Pola asuh belajar juga memiliki hubungan positif dengan prestasi belajar siswa, artinya pola asuh belajar yang semakin baik akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian, pada anak perempuan prestasi belajarnya tinggi.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 37 Hasil analisis regresi linier berganda Variabel Dependent (Y) Variabel Independent (X) Model β P 0.231 0.005** jenis kelamin contoh usia contoh 0.106 0.236 urutan kelahiran contoh 0.002 0.985 jumlah anggota keluarga 0.024 0.785 usia ayah -0.078 0.455 usia ibu 0.184 0.075 lama pendidikan ayah -0.019 0.849 lama pendidikan ibu 0.100 0.332 pendapatan ayah 0.070 0.382 motivasi belajar 0.096 0.282 pola asuh belajar 0.022 0.801 persepsi siswa terhadap 0.134 0.132 pembelajaran di sekolah 0.598 0.000** potensi akademik 90 n 89 df 8.835 F 2 2 0.602 (0.534) R (adj-R )
Keterangan: Y =prestasi belajar siswa Β =Standardized Beta adj-R2 =Adjusted R-square
• **
=berpengaruh nyata pada α=5% =berpengaruh nyata pada α=1%
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa potensi akademik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (β=0.598, p=0.000). Hal ini sesuai dengan hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa siswa dengan potensi akademik yang semakin tinggi memiliki prestasi belajar yang semakin tinggi juga. Diduga, siswa dengan potensi akademik yang tinggi akan lebih mudah memahami apa yang diajarkan di sekolah. Siswa dengan potensi akademik yang tinggi berarti memiliki kemampuan selektifitas melihat
yang baik, pendengarannya pun akurat, sehingga di sekolah siswa akan lebih mudah memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Pada akhirnya, prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata rapor pun akan semakin baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Proporsi terbesar contoh penelitian yaitu berjenis kelamin perempuan (53.3%), berusia 10.1-11 tahun (54.4%), merupakan anak pertama (62.2%), berasal dari keluarga kecil (58.9%), ayah berusia dewasa madya (61.1%), ibu berusia dewasa dini (78.9%), lama pendidikan orangtua 15 tahun ke atas (ayah=88.9%, ibu=78.9%), ayah bekerja sebagai pegawai swasta (50.0%), ibu bekerja sebagai wiraswasta (26.7%), pendapatan utama ayah Rp 7.500.001-10.000.000 per bulan (24.4%), dan pendapatan utama ibu Rp 2.500.001-5.000.000 per bulan (28.9%). 2. Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, motivasi belajar, pola asuh belajar, kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, dan prestasi belajar siswa cukup baik. Potensi akademik contoh lebih banyak berada pada kategori di atas rata-rata dan jauh di atas rata-rata. 3. Karakteristik individu yang berhubungan dengan pola asuh belajar adalah jenis kelamin (berhubungan positif) dan usia (berhubungan negatif). Pola asuh belajar pada anak perempuan cenderung lebih baik dibandingkan dengan pola asuh belajar pada anak laki-laki. Semakin muda usia contoh, pola asuh belajar yang diberikan orangtua semakin baik. Karakteristik keluarga yang berhubungan dengan pola asuh belajar adalah pendapatan tambahan ayah (berhubungan positif). Semakin tinggi tingkat pendapatan tambahan ayah, maka pola asuh belajar yang diberikan orangtua pun semakin baik. 4. Persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah berhubungan positif dengan kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah. Semakin baik persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, maka kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah pun semakin baik. 5. Karakteristik individu yang berhubungan dengan motivasi belajar adalah usia (berhubungan negatif). Semakin muda usia contoh, maka motivasi belajarnya akan semakin baik. Kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah berhubungan positif dengan motivasi belajarnya. Semakin baik kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah, maka motivasi belajarnya pun semakin baik. 6. Prestasi belajar siswa berhubungan positif dengan potensi akademik, pola asuh belajar, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah, namun
tidak berhubungan dengan motivasi belajar. Semakin baik potensi akademik, pola asuh belajar, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah maka prestasi belajar siswa pun akan semakin tinggi. 7. Jenis kelamin dan potensi akademik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
Saran Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa potensi akademik memiliki pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu disarankan bagi
setiap
orangtua
untuk
lebih
memperhatikan
faktor
lingkungan
perkembangan anaknya, karena selain faktor genetik, faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap seorang anak. Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah gizi, kesehatan, dan rangsangan psikososial. Apabila ketiga hal tersebut seimbang maka setiap anak akan mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Selain itu, persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah juga memiliki hubungan yang positif dengan prestasi belajar siswa, sehingga diharapkan pemerintah (dalam hal ini Depdiknas) dapat selalu mengembangkan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak. Sehingga, dengan lebih beragamnya lingkungan pembelajaran, setiap anak akan lebih berkembang setiap potensinya. Orangtua juga diharapkan selektif dalam memilih sekolah bagi anaknya, yaitu memilih sekolah yang membuat keinginan belajar anak selalu berkembang. Kelemahan dari penelitian ini adalah pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara acak (dipilih oleh pihak sekolah). Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dilakukan pemilihan sampel secara acak. Selain itu, disarankan untuk menambah model sekolah sebagai kelompok penelitian, misalnya sekolah karakter.
DAFTAR PUSTAKA Anfamedhiarifda. 2006. Pengaruh Stimulasi Psikososial di Kelompok Bermain terhadap Karakter Anak Usia 2-4 tahun [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonymous. 2007. Sekolah Dasar [terhubung berkala]. www.wikipedia.org [5 Juni 2007]. Brisbane, HE. 1965. The Developing Child. Illinois: Chas. A. Bennet Co., Inc. Craig, G. 1986. Human Development, fourth edition. New Jersey: Prentice-Hall. [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Sosialisasi KTSP: Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Gottman, J & DeClaire, J. 1998. Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia. Guhardja, H. Puspitawati, Hartoyo & D Hastuti. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa, S & Gunarsa Y. 1995. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. ____________________. 2001. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Hapsari, I. 2005. Tingkat Kecerdasan Kognitif dan Kecerdasan Emosional pada Siswa Sekolah Dasar Berkonsep Alam dan Sekolah Dasar Konvensional [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hawadi, RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat dan Kemampuan Anak. Jakarta: PT Grasindo. Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Dibiayai oleh Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Direkrorat Jendral Pendidikan Tinggi. Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Penerjemah : Istiwidayanti & Soedjarwo . Terjemahan dari Developmental Psychology A Life-Span Approach, fifth edition. Jakarta: Erlangga. _________. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Press. _________. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Press. Ismayanti. 2007. Sekolah Alam [terhubung http://ismadiary.blogspot.com/ [13 Januari 2008].
berkala].
Latifah, M dan Dina. 2002. Modifikasi Riley Inventory Basic Learning Skills (RIBLS). Bogor: IPB Press. Megawangi, R. 1993. Keluarga dan Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Rangka Menyongsong Abad Ke-21 [seminar]. Bogor: IPB. Megawangi, Latifah, dan Dina. 2005. Pendidikan Holistik. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation. Opit, HV. 1996. Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Luar Biasa Kaitannya dengan Konsumsi Pangan dan Pola Asuh Belajar (Studi Kasus Pada SDLB-B Tunarungu di Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Papalia & Olds. 1986. Human Development. USA: Mc. Graw-Hill Book Company. Qalbi, I. 2006. Hubungan antara Motivasi Belajar, Penguasaan Konsep Dasar Matematika, dan Gaya belajar dengan Hasil Belajar Matematika (Studi Kasus di SMP Negeri 11 Bandar Lampung) [abstrak]. Lampung: PPS UNILA. Riley, S. 1992. Riley Inventory Basic Learning Skills (RIBLS). California: Academic Therapy Publications. Rukoyah, S. 2003. Pola Pengasuhan, Lingkungan Sekolah, Tingkat Konsumsi dan Status Gizi Antara Siswa Berprestasi dan Siswa Kurang Berprestasi di SD Islam Al-Azhar 2 Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Samdal, et al. 1998. Achieving health and educational goals through schools-a study of the importance of the school climate and the students’ satisfaction with school. Health Educational Research vol 13 no 3 1998 pages 383397. Santrock, JW. 2007. Perkembangan Anak. Penerjemah: Rachmawati dan Kuswanti. Terjemahan dari Child Development, eleventh edition. Jakarta: Erlangga. Sardiman, AM. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sarwono, S W. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukmadinata, NS. 2003, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers. Wade, SM. 2004. Parenting Influences on Intellectual Development and Educational Achievement. Di dalam: Hoghughy & Long, editor. Handbook of Parenting. Ed ke-2. London: SAGE Publications. Hlm 205.
Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas motivasi belajar Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.703
20
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach' s Alpha if Item Deleted
Saya memiliki jadwal kegiatan agar saya mudah membagi waktu dalam belajar
75.89
53.448
.273
.692
Saya belajar karena saya ingin tahu dan ingin mencari ilmu
74.83
54.635
.461
.682
Saya tidak putus asa menekuni suatu pelajaran meskipun saya tidak memahaminya dan menemui banyak kesulitan
75.62
52.732
.499
.674
Jika tidak belajar, saya merasa khawatir gagal atau salah ketika mengerjakan soal ulangan
75.57
55.709
.153
.704
Di rumah saya selalu mengulang kembali pelajaran di sekolah
76.09
53.498
.294
.690
Saya selalu belajar dan mempersiapkan diri dengan baik bila akan menghadapi ulangan
75.09
55.093
.332
.688
Saya selalu termotivasi untuk berusaha agar dapat berprestasi di sekolah
75.29
53.871
.353
.685
Karena saya punya cita-cita, saya semakin giat belajar untuk meraih cita-cita
75.14
53.900
.440
.680
Saya malu jika nilai ulangan saya jelek dan saya berjanji ulangan berikutnya nilai saya akan lebih baik
75.43
56.518
.138
.704
Baik buruknya nilai saya di sekolah tergantung pada usaha saya untuk belajar
75.37
55.381
.212
.697
Dengan adanya fasilitas belajar di sekolah (seperti laboratorium) saya jadi tertarik untuk mengetahui banyak hal
75.31
54.419
.282
.691
Saya senang belajar dirumah karena dapat memanfaatkan fasilitas belajar yang orang tua saya sediakan
75.62
54.867
.231
.696
Pernyataan
Lampiran 1 (Lanjutan) Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach' s Alpha if Item Deleted
Keluarga adalah sumber motivasi saya untuk rajin belajar
75.44
51.643
.479
.672
Lingkungan sekolah membuat saya giat belajar dan mencari ilmu
75.48
51.084
.489
.670
Saya akan lebih semangat jika belajar bersama dengan teman
75.54
58.138
.013
.716
Saya merasa tidak semangat setiap kali berangkat ke sekolah karena akan bertemu dengan pelajaran/guru yang saya tidak suka
75.24
54.681
.250
.694
Saya memiliki idola yang membuat saya semangat belajar
76.04
53.504
.231
.698
Jika teman saya bisa mendapat nilai bagus, saya juga pasti bisa
75.28
53.124
.449
.678
Saya menyukai mata pelajaran di sekolah karena Ibu/Bapak guru menyampaikannya melalui cara yang mudah saya mengerti
75.20
53.870
.477
.679
Kelas yang terlalu besar (jumlah murid terlalu banyak) membuat saya sulit konsentrasi belajar
76.59
59.211
-.083
.740
Pernyataan
Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas pola asuh belajar Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.787
20
Item-Total Statistics Pertanyaan
Scale Mean if Item Deleted
Scale Varianc e if Item Deleted
Correcte d ItemTotal Correlati on
Cronbac h's Alpha if Item Deleted
Bagaimana cara menentukan waktu belajar kamu di rumah?
48.32
22.625
.351
.778
Berapa lama waktu belajar kamu di rumah?
49.00
22.652
.235
.787
Berapa kali dalam sehari kamu mengulang pelajaran dari sekolah?
48.84
22.537
.298
.782
Apakah orang tua kamu menemani kamu belajar di rumah?
48.60
21.816
.477
.770
Bagaimana cara orang tua kamu membimbing kamu belajar?
48.07
22.939
.381
.778
Apa yang dilakukan orang tua kamu selama kamu belajar?
48.41
22.043
.405
.775
Apabila orang tua kamu sedang sibuk dengan pekerjaannya, apakah kamu dapat bertanya mengenai pelajaran yang kamu tidak mengerti?
48.57
22.046
.358
.778
Apa yang dilakukan orang tua kamu jika kamu kesulitan memahami pelajaran?
48.18
22.889
.365
.778
Apabila kamu tetap kesulitan memahami pelajaran padahal orang tua kamu sudah menjelaskan, apa yang mereka lakukan?
48.10
23.439
.230
.785
Siapa yang membantu/mengawasi kamu mengerjakan tugas atau PR di rumah?
48.28
21.124
.488
.768
Bila jawaban pertanyaan nomor 10 b atau c, mengapa mereka membantu atau mengawasi kamu belajar?
48.17
21.871
.388
.776
Lampiran 2 (Lanjutan)
Pertanyaan
Scale Mean if Item Deleted
Scale Varianc e if Item Deleted
Correcte d ItemTotal Correlati on
Cronbac h's Alpha if Item Deleted
Apa yang dilakukan orang tua kamu jika kamu sudah selesai mengerjakan tugas/PR?
48.91
23.992
.127
.789
Apa yang dilakukan orang tua kamu jika mengetahui kamu akan ada ulangan?
48.33
21.978
.488
.770
Apakah orang tua kamu memeriksa hasil ulangan kamu?
48.13
22.724
.407
.776
Apa yang orang tua kamu lakukan jika menerima rapor?
48.06
23.828
.158
.788
Sarana dan fasilitas apa saja yang orang tua kamu sediakan di rumah?
48.18
22.620
.379
.777
Dimanakah tempat kamu biasa belajar di rumah?
48.74
19.810
.466
.772
Berapa jumlah buku pelajaran yang disediakan orang tua kamu di rumah?
48.14
22.664
.325
.780
Bagaimana reaksi orangtua kamu jika kamu mendapatkan nilai ulangan yang rendah?
48.00
23.730
.229
.785
Apakah orangtua kamu puas dengan hasil belajar kamu?
48.49
21.893
.437
.773
Lampiran 3 Hasil uji reliabilitas persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.697
20
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Correcte d ItemTotal Correlati on
Cronbac h's Alpha if Item Deleted
Saya merasa peraturan di sekolah saya terlalu ketat sehingga membuat saya merasa terkekang
13.46
7.706
.438
.666
Peraturan di sekolah saya berlaku sama untuk setiap murid (adil)
13.22
8.608
.270
.688
Saya tidak takut melakukan kesalahan karena itu merupakan bagian dari proses belajar
13.40
8.744
.040
.709
Saya merasa tidak semua murid diperlakukan dengan adil di sekolah
13.54
7.865
.340
.678
Suasana belajar di kelas saya menyenangkan
13.43
7.929
.365
.675
Saya merasa guru saya terlalu sering menyuruh muridmuridnya untuk tidak ribut ketika sedang belajar
13.98
8.409
.202
.692
Saya merasa terganggu apabila suasana belajar di kelas ribut
14.08
9.141
-.113
.713
Saya merasa nyaman jika sedang belajar karena muridmurid di kelas tidak ribut
13.28
8.932
-.002
.707
Guru saya mengajar dengan cara yang menyenangkan
13.21
8.852
.107
.697
Terkadang saya merasa guru saya tidak peduli pada setiap muridnya
13.38
7.852
.436
.668
Saya merasa diperlakukan dengan baik oleh guru saya
13.28
8.522
.218
.690
Saya merasa guru terlalu menekan saya untuk berprestasi di sekolah
13.42
7.973
.354
.677
Pernyataan
Lampiran 3 (Lanjutan) Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Correcte d ItemTotal Correlati on
Cronbac h's Alpha if Item Deleted
Saya senang belajar kelompok karena teman-teman saya menyenangkan
13.26
8.467
.286
.686
Saya dan teman-teman selalu saling membantu jika mengalami kesulitan
13.25
8.688
.167
.694
Terkadang saya merasa tidak punya teman di sekolah
13.56
7.544
.460
.663
Saya merasa tertekan karena pernah diejek oleh temanteman saya di sekolah
13.71
7.686
.392
.671
Saya merasa aman berada di sekolah
13.34
8.521
.166
.695
Saya merasa tertekan karena pernah dipalak (diminta uang secara paksa) oleh teman-teman saya di sekolah
13.40
8.016
.343
.678
Saya merasa nyaman dengan sarana/prasarana (laboratorium, perpustakaan, kantin, toilet, dll) yang disediakan oleh sekolah
13.29
8.255
.349
.679
Saya merasa dipermalukan jika guru menghukum/memarahi saya di depan kelas
13.71
7.846
.332
.679
Pernyataan
Lampiran 4 Hasil uji reliabilitas kepuasan siswa terhadap pembelajaran disekolah Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.893
15
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Saya menyukai sekolah
46.11
34.032
.594
.885
Sekolah adalah tempat yang menyenangkan
46.07
33.793
.604
.885
Pergi ke sekolah adalah hal yang membosankan
46.17
34.365
.441
.892
Saya bersemangat pergi ke sekolah karena di sekolah saya bisa mempelajari banyak hal
46.10
33.709
.562
.886
Komunikasi saya dengan guru berjalan lancar
46.34
34.206
.497
.889
Nilai tinggi yang saya peroleh merupakan imbalan yang berarti atas usaha belajar saya
46.02
35.213
.384
.893
Saya puas dengan fasilitas belajar yang disediakan sekolah
46.29
33.803
.530
.888
Saya puas dengan cara guru mengajar di sekolah
46.19
33.661
.585
.885
Saya puas dengan metode pembelajaran di sekolah
46.28
33.057
.705
.881
Saya puas dengan peraturan yang diterapkan di sekolah
46.49
32.949
.651
.883
Saya puas dengan komunikasi yang terbina antara guru dengan guru, murid, maupun staf sekolah lainnya
46.41
33.750
.618
.884
Saya puas dengan cara kepala sekolah memimpin sekolah
46.28
33.282
.630
.884
Saya puas dengan cara wali kelas membimbing saya
46.23
33.776
.503
.889
Saya puas dengan pelajaran di sekolah
46.17
34.433
.544
.887
Saya puas dengan sarana dan prasarana yang disediakan di sekolah
46.32
33.457
.647
.883
Pernyataan
Lampiran 5 Analisis per item pola asuh belajar Pola Asuh Belajar a. tidak usah belajar di rumah Bagaimana cara menentukan waktu belajar kamu di rumah? b. kapan saja jika ada waktu c. ada waktu khusus untuk belajar a. < 1 jam Berapa lama waktu belajar kamu di rumah? b. 1-2 jam c. >2 jam a. tidak pernah Berapa kali dalam sehari kamu mengulang pelajaran dari b. 1 kali sekolah? c. > 1 kali a. tidak Apakah orang tua kamu menemani kamu belajar di rumah? b. kadang-kadang c. ya, selalu a. memaksa Bagaimana cara orang tua kamu membimbing kamu belajar? b. hanya menemani (diam saja) c. aktif membantu mengulang pelajaran a. benar-benar meninggalkan saya belajar sendirian Apa yang dilakukan orang tua kamu selama kamu belajar? b. meninggalkan saya belajar sendirian namun tetap mengawasi c. menemani hingga saya selesai belajar Apabila orang tua kamu sedang sibuk dengan pekerjaannya, a. tidak apakah kamu dapat bertanya mengenai pelajaran yang b. kadang-kadang kamu tidak mengerti? c. ya a. diam saja Apa yang dilakukan orang tua kamu jika kamu kesulitan b. menyuruh saya membaca buku lagi memahami pelajaran? c. membantu saya memahami pelajaran a. memarahi saya Apabila kamu tetap kesulitan memahami pelajaran padahal b. menyuruh saya bertanya pada orang lain (kakak, guru les, orang tua kamu sudah menjelaskan, apa yang mereka saudara) lakukan? c. menjelaskan lagi dengan penuh kesabaran
n
% 1 34 55 24 49 17 13 57 20 4 53 33 2 9 79 4 36 50 8 42 40 0 23 67 2
1.1 37.8 61.1 26.7 54.4 18.9 14.4 63.3 22.2 4.4 58.9 36.7 2.2 10.0 87.8 4.4 40.0 55.6 8.9 46.7 44.4 0 25.6 74.4 2.2
12
13.3
76
84.4
Lampiran 5 (Lanjutan) Pola Asuh Belajar a. tidak ada Siapa yang membantu/mengawasi kamu mengerjakan tugas b. oranglain (kakak, guru les, saudara) atau PR di rumah? c. orang tua a. hanya sekadar mengawasi saja Mengapa mereka membantu atau mengawasi kamu belajar? b. agar tugas/PR lebih cepat selesai c. agar dapat mengkoreksi jawaban saya jika salah a. diam saja Apa yang dilakukan orang tua kamu jika kamu sudah selesai b. bertanya apakah saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas/PR? mengerjakannya c. memuji saya a. diam saja Apa yang dilakukan orang tua kamu jika mengetahui kamu b. menyuruh saya belajar akan ada ulangan? c. menyuruh dan membantu saya belajar a. tidak pernah Apakah orang tua kamu memeriksa hasil ulangan kamu? b. kadang-kadang c. ya, selalu a. hanya melihatnya saja tanpa memberi tanggapan b. memarahi saya jika hasil prestasi belajar saya jelek Apa yang orang tua kamu lakukan jika menerima rapor? c. mengevaluasi keseluruhan hasil prestasi belajar saya di sekolah a. tidak ada sarana dan fasilitas belajar yang disediakan Sarana dan fasilitas apa saja yang orang tua kamu sediakan b. hanya beberapa dari poin c (sebutkan ....................................) di rumah? c. alat tulis, buku pelajaran, meja belajar, ruang belajar, komputer a. dimana saja Dimanakah tempat kamu biasa belajar di rumah? b. ruang keluarga c. ruang khusus belajar
n 10 12 68 6 8 76 6
% 11.1 13.3 75.6 6.7 8.9 84.4 6.7
77
85.6
7 1 35 54 1 17 72 2 8
7.8 1.1 38.9 60.0 1.1 18.9 80.0 2.2 8.9
80
88.9
2 19
2.2 21.1
69
76.7
33 8 49
36.7 8.9 54.4
Lampiran 5 (Lanjutan) Pola Asuh Belajar a. tidak ada Berapa jumlah buku pelajaran yang disediakan orang tua b. 1 buah kamu di rumah? c. > 1 buah a. diam saja Bagaimana reaksi orangtua kamu jika kamu mendapatkan b. memarahi saya nilai ulangan yang rendah? c. menyuruh saya belajar lebih giat lagi a. tidak pernah puas Apakah orangtua kamu puas dengan hasil belajar kamu? b. kadang-kadang c. ya, selalu
n
% 5 10 75 2 3 85 4 43 43
5.6 11.1 83.3 2.2 3.3 94.4 4.4 47.8 47.8
Lampiran 6 Matriks korelasi Rank-Spearman variabel-variabel penelitian Peubah
A
B
C
D
E
A
1
B
-0.156
C
-0.125
D
-0.124
0.159
.388**
1
E
0.087
0.205
.390**
0.094
.440**
F
G
H
.243*
0.009
0.177 -0.056
-0.053
0.004
0.099
0.132
H
-0.16
-0.167
-0.08
0.103
-0.2
0.094
I
-0.013
0.126
0.143
0.055
0.14
0.157
0.177
J
0.009
-0.019
-0.033
-0.127
0.075
0.104
-0.092
K
-0.192
-0.04
-0.044
-0.062
-0.157
.269*
.211*
.580**
.563**
.246*
0.184
0.002
-0.01
0.017
0.08
0.076
-0.013
-0.145
-0.001
-0.064
-0.024
-0.059
-0.179
0.139
.275**
N
O
P
Q
R
-0.021
0.093 -.239* 0.165 -0.109 .274**
1 0.107
1
-0.205
0.149
0.037 0.059
0.162 -.696**
1 0.109
1
-0.139
-0.167
-0.094
-0.049
0.081
-0.101
0.052
-0.062
0.132
0.084
-0.145
-.412**
-0.156
-0.125
-0.15
-0.108
-0.056
-0.013
-0.173
-0.004
0.01
-.343**
-0.18
-0.034
-0.048
-0.042
0.025
-0.092
-0.03
-0.041
0.045
.261* 0.107 .310**
1 0.045
1
-0.051
0.024
0.013
-0.096
1 .370**
1
0.182
0.04
-0.007
0.03
0.107
-0.109
-0.02
0.067
-0.019
0.19
-0.082
0.02
.380**
.339**
R
0.036
-.255*
-0.154
-0.082
-0.074
-0.015
0.041
0.041
-0.098
-0.002
0.042
0.109
0.016
-0.088
.648**
.357**
.525**
S
0.16
-.273**
0.158
0.089
0.041
0.203
0.047
0
0.131
0.151
-0.033
0.119
0.172
0.112
0.072
0.094
0.05
0.119
0.195
-0.018
.318**
T
1
Q
T
S
1
M
P
M
1
L
0.015
L
1
-0.132
0.102
K
1
G
O
J
1
F
N
I
-0.109
-0.136
.307**
-.216*
.239*
1 1
-.216*
0.025
0.027
.237*
.244*
.222*
-.348**
0.008
0.15
.253*
.365**
.240*
1 .658**
1
Keterangan: A=jenis kelamin B=usia contoh C=urutan kelahiran D=besar keluarga E=usia ayah F=usia ibu G=lama pendidikan ayah H=lama pendidikan ibu I=jenis pekerjaan ayah
J=jenis pekerjaan ibu K=pendapatan utama ayah L=pendapatan tambahan ayah M=pendapatan utama ibu N=pendapatan tambahan ibu O=motivasi belajar P=pola asuh belajar Q=persepsi siswa terhadap pembelajaran di sekolah
R=kepuasan siswa terhadap pembelajaran di sekolah S=potensi akademik T=prestasi belajar siswa *=signifikan pada α 5% **=signifikan pada α 1% Warna=var. yg dilihat hubungannya Warna+bold=var. yang berhubungan signifikan