e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
PENGARUH PENGGUNAAN ICE BREAKER TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR I Komang Arimbawa1, I Made Suarjana2, Ni Wayan Arini3 1,2,3Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) deskripsi motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan ice breaker, (2) deskripsi motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran tanpa penggunaan ice breaker pada, dan (3) perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Jenis penelitian ini yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan non equivalent post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017. Sampel penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Pempatan sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 8 Pempatan sebagai kelas kontrol. Data motivasi belajar dikumpulkan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan uji-t sampel independent. Berdasarkan analisis data dengan uji-t, diperoleh nilai thitung sebesar 48,18 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,021 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil Penelitian menunjukkan (1) motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan menggunakan ice breaker tergolong sangat tinggi, (2) motivasi belajar yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker tergolong tinggi, dan (3) terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPS siswa antara kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan kelas yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Hal ini menunjukkan bahwa ice breaker berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar IPS siswa kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017. Kata-kata kunci : ice breaker, motivasi belajar Abstract This study aimed to know (1) the description of social science students’ motivation which were taught using ice breaker, (2) the description of social science students’ motivation which were taught without using ice breaker, and (3) the difference of social science students motivation which were taught using ice breaker with students’ motivation which were taught without using ice breaker. The type of this study was quasi experiment in which the research design used was non equivalent post-test only control group design. The population of this study was students of grade V in the cluster IV of Rendang District, Karangasem Regency, in the academic year 2016/2017. The sample of this study was students of grade V SD Negeri 3 Pempatan as the experimental class and students of grade V SD Negeri 8 Pempatan as the control class. The data of learning motivation were gathered by using instrument in form of questionnaire. The data analysis technique used was descriptive analysis and t-test independent sample. Based on the data analysis with t-test, tcount value was 48.18 higher than ttable value 2.021 with the level of difference was 5%. The result of the study showed that (1) the motivation of social science students which were taught by using ice breaker is very high, (2) the motivation of social science students which were taught without using ice breaker is high, and (3) there was a significant difference of social science students’ motivation between the class which was
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
taught by using ice breaker and the class which was taught without using ice breaker. This indicated that ice breaker affected significantly toward social science students’ motivation of grade V in the cluster IV of Rendang District, Karangasem Regency, in the academic year 2016/2017. Key words: ice breaker, learning motivation
PENDAHULUAN Kehidupan manusia bergantung pada berbagai gejala alam dan hubungan dengan lingkungan sekitar. Dari keterkaitan tersebut manusia seyogyanya memahami secara baik salah satu disiplin ilmu yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kehidupan sehari-harinya siswa pasti akan mengalami berbagai macam peristiwa. Sejalan dengan hal tersebut Trianto (2012:171) menyatakan “Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial”. Setiap peristiwa sosial yang pernah dialami dalam hidupnya akan membentuk pengetahuan sosial anak secara alamiah. Untuk menjalani kehidupan yang semakin berkembang, pengetahuan secara alamiah saja belum cukup. Itulah perlunya pendidikan secara formal didapatkan. Hal tersebut bertujuan untuk menjalani kehidupan terkait pengetahuan sosial yang dikenal oleh siswa yaitu salah satu mata pelajaran wajib di sekolah adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). “Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak Tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian Social Studies” (Sardjiyo dkk, 2014:1.21). Istilah ini sudah sejak lama digunakan dalam pendidikan di Indonesia dan sudah masuk dalam beberapa kurikulum. Pendidikan IPS sangat penting diberikan di sekolah karena siswa terlibat langsung dengan lingkungan dan gejala sosial yang ada di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pengertiannya yaitu “IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan” (Sardijyo dkk, 2014:1.26).
Pembelajaran IPS dapat dikatakan berhasil jika tujuan dari pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Hal tersebut terlihat dari hasil yang diperoleh siswa serta keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa tidak akan bisa lepas dari gejala maupun masalah sosial yang dihadapi di lingkungan masyarakat. Mulai dari bergerak, berkata, hingga bertingkah laku dengan orang lain dalam suatu tempat, sangatlah membutuhkan pemahaman dan tindak lanjut yang baik. Melihat pentingnya pendidikan IPS dalam kehidupan dan memang sejatinya pasti ditemui nantinya oleh siswa. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan pembelajaran IPS yang tepat di bangku sekolah, khususnya di sekolah dasar. Pembelajaran IPS menjadi pelajaran yang menakutkan dan menyulitkan karena banyak materi ataupun banyak hafalan hingga cepat lupa. Siswa kurang dapat mengingat dengan banyak hafalan yang akan berefek pada kurangnya pemahaman siswa. Luasnya cakupan pembelajaran IPS diikuti dengan teknik pembelajaran yang tepat pula seperti berdiskusi ataupun mengaitkan dengan sosial di masyarakat. Sardjiyo dkk (2014) memaparkan bahwa IPS merupakan suatu bidang studi yang memiliki cakupan yang luas. Luasnya cakupan IPS mengartikan bahwa siswa belajar di dalam kelas tidak hanya sematamata mendengarkan, namun lebih kepada kegiatan mendiskusikan dan menerapkan dalam kehidupan. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan untuk melihat pembelajaran IPS khususnya di sekolah dasar. Hasil pengamatan yang dilakukan pada jumat, 6 Januari 2017 sampai dengan sabtu, 7 Januari 2017 di Gugus IV Kecamatan Rendang Kabupaten
2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Karangasem, menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru yaitu dominan menggunakan metode cermah dalam pembelajran IPS. Oleh karena itu, pembelajaran membuat siswa mengalami kebosanan dan tidak dapat berperan aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya. Beberapa siswa pandangannya tidak fokus, mencoret-coret kertas, mengobrol dengan temannya, dan bahkan baru beberapa menit sudah mulai mengantuk padahal pembelajaran berlangsung pada jam pertama. Siswa tidak berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, apalagi memahami semua materi yang cakupannya luas, penuh hafalan, dan hanya mendengar dan melihat. Hasil wawancara dengan beberapa siswa di Gugus IV Kecamatan Rendang yang dilakukan pada Jumat, 6 Januari 2017 menunjukkan beberapa hal yaitu: (1) guru sangat sering menggunakan dan menjelaskan materi dengan cermah, (2) sering merasa bosan ketika pembelajaran tidak menarik, (3) siswa merasa takut dengan pembelajaran IPS karena banyak pertanyaan, (4) siswa tidak kuat untuk menghafal banyak materi, (5) siswa kurang senang dengan mata pelajaran IPS, dan (6) siswa kurang memahami manfaat dari mempelajari IPS. No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Selain itu juga dilakukan wawancara dengan wali kelas V di Gugus IV Kecamatan rendang dengan hasil wawancara sebagai berikut. (1) Pembelajaran IPS di kelas V didominasi dengan metode ceramah dan kadangkadang dikolaborasikan dengan metode tanya jawab atau diskusi, (2) Sekolah memiliki media pembelajaran yang terbatas, (3) Kurangnya motivasi siswa untuk belajar di sekolah, (4) Kurangnya keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pembelajaran, dan (5) Pengaruh lingkungan tempat tinggal. Hasil wawancara tersebut memberikan gambaran bahwa kegiatan pembelajaran IPS dominan dilakukan menggunakan metode ceramah, kurangnya motivasi belajar siswa, dan menganggap pembelajaran IPS menakutkan. Sebuah pembelajaran hanya didominasi oleh guru dan siswa yang pintar akan mengurangi intensitas proses penyampaian pendapat oleh siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tergolong rendah. Hal ini tentunya membuat tujuan pembelajaran IPS tidak terealisasi pada semua siswa. Dampaknya, pada motivasi belajar IPS siswa cenderung rendah. Hasil pencatatan dokumen memperlihatkan bahwa nilai rata-rata UAS dan KKM siswa kelas V sebagai berikut.
Tabel 1. Rata-rata Nilai UAS Siswa Kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang Nama Sekolah Jumlah KKM Keterangan Siswa Rata-rata Siswa Nilai UAS Tuntas Tidak Tuntas SDN 1 Pempatan 12 68 12 73,67 SDN 2 Pempatan 24 61 24 67,88 SDN 3 Pempatan 23 66 23 79,13 SDN 4 Pempatan 27 70 9 18 64,96 SDN 5 Pempatan 15 60 15 74,13 SDN 6 Pempatan 25 64 18 7 70,00 SDN 7 Pempatan 12 70 12 78,25 SDN 8 Pempatan 21 60 21 70,90 (Sumber: Dokumen Wali Kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang)
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 di atas menunjukkan nilai ulangan akhir semester IPS kelas V untuk masingmasing SD di Gugus IV Kecamatan Rendang bahwa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 159 siswa terdapat 25 siswa yang mendapatkan nilai di bawah
KKM. Hal tersebut membuktikan bahwa masih terdapat siswa yang memiliki nilai rata-rata UAS di bawah KKM, namun masih berada di bawah 50%. Dilihat dari hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan memperlihatkan hal yang berbeda dari hasil pencatatan dokumen.
3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan kurangnya motivasi belajar siswa dalam belajar, khususnya pada mata pelajaran IPS. Selain itu, kurangnya motivasi belajar siswa dalam berperan secara aktif dalam proses pembelajaran atau siswa pasif. Hasil tersebut disebabkan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru dominan menggunakan metode cermah. Pembelajaran yang didominanasi metode cermah yang diterapkan guru membuat siswa mengalami kebosanan ketika pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS dianggap siswa sebagai pelajaran yang sulit karena banyak hafalan dan mengundang banyak pertanyaan. Kebosanan siswa dan kurangnya kenyamanan dalam belajar karena pengaruh pembelajaran yang kurang diminati serta berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam belajar. Beranekaragam solusi yang tepat untuk menjadikan pembelajaran menjadi menyenangkan, salah satunya adalah guru berkreativitas menggunakan ice breaker dalam pembelajaran. Penggunan ice breaker dalam dunia pendidikan sangat jarang dilakukan oleh guru. Kemungkinan sudah pernah dilakukan oleh sebagian kecil guru yang kreatif, namun belum mengetahui nama dari kegiatan tersebut. Budiman (2016:79) menyatakan “Ice breaker adalah sebuah aktivitas kecil dalam acara yang bertujuan agar audiens merasa nyaman dengan lingungannya”. Sering dikatakan bahwa ice breaker sebagai pemecah kebekuan atau pemecah suasana yang kaku. Sunarto (2012:3) menyatakan “Ice breaker dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusias”. Suasana yang menyenangkan dan kondusif sangat dibutuhkan oleh seorang siswa dalam belajar salah satunya adalah untuk membawa siswa ke dalam zona nyamannya belajar. Penggunaan ice breaker dalam pembelajaran juga dapat membantu dalam menciptakan suasana pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan mengajak siswa bermain tepuk, bernyanyi, menggerakkan tubuh,
mendengarkan musik, bercerita humor, atau memutarkan video. Beberapa pilihan tersebut dapat dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan guru dan sarana yang tersedia. Penggunaan ice breaker sangatlah bermanfaat yang baik kepada guru dalam pembelajaran. Sunarto (2012) mengungkapkan terdapat beberapa kebermanfaatan dari penggunaan ice breaker dalam proses pembelajaran yaitu (1) dapat dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan keterampilan tinggi, (2) sebagai alat untuk menciptakan nuansa kegembiraan dan keakraban antarsiswa, maupun antara guru dan siswa, dan (3) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna dan menyenangkan. Peranan ice breaker dalam pembelajaran sangatlah bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar bagi siswa. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Ambini (2016) yang menunjukkan bahwa pemberian ice breaker dapat meningkatkan aktivitas siswa dan motivasi belajar siswa kelas V SDN Monggang. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan ice breaker dalam upaya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Dengan demikian, dilakukanlah penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Ice Breaker Terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2016/2017”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker pada siswa kelas V di gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2016/2017. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem dengan rentang waktu dari bulan Februari sampai bulan
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Mei 2017. Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Rendang yang terdiri dari 8 SD. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunaan teknik simple random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak dan dipilih dua kelas dan menganggap semua anggota populasi homogen. Sampel dalam penelitian ini adalah SD Negeri 3 Pempatan sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 8 Pempatan sebagai kelas kontrol. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah ice breaker dan variabe terikat adalah motivasi belajar. Penelitian ini menggunakan jenis quasi experiment karena peneliti tidak mungkin melakukan kontrol terhadap semua variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Desain penelitiannya adalah non equivalent post-
maksimum, skor minimum, dan rentang. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t sampel independent. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasakan data hasil penelitian diperoleh hasil analisis deskriptif pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Deskripsi Data Motivasi Belajar Data Motivasi Belajar Statistik Eksperimen Kontrol Rata-rata hitung 132,13 112,86 Median 130,00 110,00 Modus 121 107 Variansi 78,12 79,33 Standar deviasi 8,84 8,91 Skor maksimum 149 129 Skor minimum 120 96 Rentangan 29 33 Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata hitung data motivasi belajar pada kelas siswa yang dibelajarkan menggunakan ice breaker yang berjumlah 23 orang adalah 132,13. Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa rata-rata hitung motivasi belajar kelas eksperimen termasuk kategori sangat tinggi dan rata-rata hitung pada kelas kontrol yang dibelajar tanpa menggunakan ice breaker yang berjumlah 21 orang adalah 112,86. Berdasarkan hasil tersebut dinyatakan bahwa rata-rata hitung pada kelas kontrol termasuk kategori tinggi. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa siswa yang belajarkan menggunakan ice breaker lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Hal tersebut tercermin dari rata-rata hitung siswa yang belajar menggunakan ice breaker lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker. Sebelum dilakukan uji hipotesis, data motivasi belajar dilakukan uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan uji manual dan bantuan SPSS 16.0, dengan hasil data motivasi belajar berdistribusi normal
test only control group design seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Desain Penelitian Kelas Treatment Post test O1 Eksperimen (x) O2 Kontrol Keterangan: (x) : perlakuan kelas eksperimen : perlakuan kelas kontrol O1 : post test kelas eksperimen O2 : post test kelas kontrol Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap I persiapan, tahap II pelaksanaan, dan tahap III akhir penelitian. Hal ini dilakukan untuk dapat mengungkapkan secara tuntas mengenai permsalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data motivasi belajar siswa. Mengukur motivasi belajar siswa digunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang berjumlah 30 butir pernyataan. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara desktiptif dengan mencari rata-rata hitung, median, modus, standar deviasi, variansi, skor
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
dan berasal dari variansi yang sama (homogen). Penghitungan uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t sampel independent. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan secara manual diperoleh nilai thitung sebesar 48,18.
Data Motivasi Belajar
Sedangkan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Berikut rangkuman hasil pengujian hipotesis disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji-t Kelas N s2 X Eksperimen 23 132,13 78,12 Kontrol
21
112,86
Hasil penghitungan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPS siswa antara kelas siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan kelas yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker di SD Negeri 3 Pempatan dan SD Negeri 8 Pempatan. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan terdapat beberapa temuan yang diperoleh. Pembelajaran menggunakan ice breaker yang diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran tanpa meneggunakan ice breaker yang diterapkan pada kelas kontrol pada Gugus IV Kecamatan Rendang, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perberbedaan pada motivasi belajar IPS siswa. Hal ini dapat dilihat dari data hasil motivasi belajar IPS siswa. Secara deskriptif motivasi belajar IPS siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Adanya perbedaan perlakuan antara proses pembelajaran yang menggunakan ice breaker dan pembelajaran tanpa menggunakan ice breaker tentunya memberikan dampak yang berbeda pula terhadap motivasi belajar IPS siswa. Penggunaan ice breaker dalam pembelajaran, menjadikan siswa lebih bersemangat untuk belajar dan adanya dorongan untuk belajar lebih giat serta tidak merasa takut lagi belajar IPS. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan ice breaker, guru merasakan bahwa siswa mengalami perubahan tingah laku dan motivasi dalam pembelajaran IPS serta menjadi lebih
79,33
thitung
ttabel
48,18
2,021
antusias. Selain itu, guru merasa lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuannya, meningkatan kreativitas, dan menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Partisipasi siswa sangat diutamakan dalam pembelajaran ini, siswa menjadi terbiasa mengacungkan tangan dan tidak canggung lagi dalam mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru serta pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Selain dari proses pembelajaran, aspek persiapan dan akomodasi menjadi lebih mudah. Penggunaan ice breaker tidak memerlukan biaya karena hanya memerlukan kreativitas guru dan tidak memerlukan alat apapun terkecuali jenis ice breaker berupa video atau pengembangannya. Ice breaker juga dapat digunakan oleh siapa saja dan mudah dilakukan meskipun tidak mempunyai pengalaman yang mempuni. Hal ini sejalan dengan Sunarto (2012:7) menyatakan “keunggulan ice breaker adalah bisa dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan keterampilan tinggi”. Penggunaan ice brekaer juga memiliki teknik tersendiri dari pelaksanaannya dalam proses pembelajaran. Sunarto (2012) mengemukakan teknik penggunaan ice breaker dalam pembelajaran ada empat yaitu, (1) ice breaker secara spontan, (2) ice breaker pada awal kegiatan pembelajaran, (3) ice breaker pada kegiatan inti pembelajaran, dan (4) ice breaker pada akhir kegiatan pembelajaran. Berbeda halnya dengan pembelajaran tanpa menggunakan ice
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
breaker, pembelajaran menggunakan diskusi secara berkelompok namun tidak dapat menjangkau secara merata. Siswa merasa senang dan adanya motivasi siswa dalam belajar hanya pada siswa yang pinter tidak pada siswa yang kognitifnya rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian tentang penerapan ice breaker dan motivasi belajar di SD maupun di SMP yaitu, Ambini (2016) menunjukkan bahwa pemberian penggunaan ice breaker dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas siswa dan motivasi belajar siswa pada kelas V SDN Monggang. Novia (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa menggunakan teknik ice breaker dengan motivasi belajar siswa tanpa menggunakan teknik ice breaker mata pelajaran IPS di keas VII SMP N 1 Bandung. Hal penting yang diperoleh dalam penelitian ini adalah perubahan sikap siswa terhadap mata pelajaran yang mereka takuti hingga kini menjadi mata pelajaran yang disenangi dan sangat antusias dalam memulai pembelajaran IPS di kelas V Gugus IV Kecamatan Rendang, Karangasem.
2016/2017. Hal tersebut didasarkan atas hasil penghitungan uji-t sampel independent, diperoleh thitung sebesar 48,18 dan ttabel 2,021 dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel (48,18 > 2,021), dan dikuatkan dengan pengujian secara SPSS yaitu dengan sig (2-tailed) sebesar 0,001 dan taraf signifikansi 5% adalah 0,05. Hal ini berarti sig < taraf signifikansi (0,001 <0,05). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disampaiakan beberapa saran sebagai berikut. Guru sekolah dasar diharapkan mempertimbangkan penggunaan ice breaker untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dan untuk meningkatkan kreativitas guru sehingga dapat menjadikankan pembelajaran yang lebih bermakna. Kepala sekolah dasar diharapkan agar memberikan kebijakan guru-guru untuk lebih memerhatikan kenyamanan siswa dalam belajar dan menerapkan ice breaker dalam proses pembelajaran. Dan disarankan kepada peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan atau sejenis tentang penggunaan ice breaker teradap motivasi belajar agar menambah waktu yang lebih lama atau menambahkan variabel penelitian dan memerhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan serta penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker memiliki pengaruh yang sangat baik dengan rata-rata hitung adalah 132,13, jika konversi dalam skala lima berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan motivasi belajar IPS siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker cenderung lebih rendah dari pada pembelajaran dengan menggunaan ice breaker dengan rata-rata hitung adalah 112,86, jika dikonversikan dalam skala lima berada pada katagori tinggi. Jadi, terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar IPS siswa antara yang dibelajarkan dengan menggunakan ice breaker dan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan ice breaker pada kelas V di Gugus IV Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran
DAFTAR PUSTAKA Ambini, R. 2016. “Meningkatkan Motivasi Belajar IPS melalui Pemberian Ice Breaker pada Siswa Kelas V SDN Monggang”. Basic Education. Vol. 5, No. 29. Budiman, A. 2016. Panduan Menjadi MC Humoris yang Memukau dan Menghibur Audience. Yogyakarta: Araska. Novia, S. 2013. Pengaruh Penggunaan Teknik Icebreaker Terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Bandung). Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia.
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017
Sardjiyo dkk. 2014. Pendidikan IPS di SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarto. 2012. Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif. Surakarta: Cakrawala Media. Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.
8