Hamdl Muluk ,Tatik Budlartl: Keadilan Dalam Konleks Dominansi Sosial
KEADILAN DALAM KONTEKS DOMINANSI SOSIAL DAN KEPERCAYAAN
Hamdi Muluk .Tatik Budiartj
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta
Abstrak
Ketika dihadapkan pada kondisi yang menuntut adanya pembagian sumber daya atau imbalan, individu biasanya mulai mempertanyakan tentang faimess. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah orientasi dominansi sosial (ODS) dan kepercayaan (trust) dapat berperan sebagai prediktor pada keadilan distributif dan keadilan prosedural, yang melibatkan dua ratus sepuluh mahasiswa dari beberapa Fakultas di lingkungan Universitas Indonesia. Data tentang keadiJan distributif, keadilan prosedural dan skala kepercayaan didapat dengan manipulasi vignette story untuk memancing respon subyek mengenai ketiga aspek tersebut. Data mengenai SDO didapat dengen mengadaptasi Social Dominance Scale daTi Sidanius dkk. Analisis data denga';' menggunakan teknik analisis regresi hirarki menunjukkan bahwa ODS dan kepercayaan dapat menjadi prediktor bagi keadilan distributif maupun prediktor bagi keadilan prosedural. Selain itu interaksi antara ODS dan kepercayaan memiliki kemampuan untuk memprediksi keadilan distributif dan keadiJar prosedura/. Terdapat juga hubungan yang signifikan antara keadilan distributif dan keadilan prosedural.
Pendahuluan Keadilan merupakan suatu hal yang penting karena memainkan peran sangat menentukan baik dalam keberhasilan maupun kualitas suatu ~,.' interaksi. Suseno (1992) menyatakan ~ bahwa keadilan merupakan masalah yang sangat penting bagi umat manusia karena merupakan prinsip dan
'..•.."',•.,,.
~.
dari sikap dan perilaku manusia. Problem utama yang sering muncul dalam membicarakan masalah keadilan adalah penilaian individu terhadap hasH yang diperoleh, apakah lebih menguntungkan diri sendiri, apakah yang d!terima dinilai pantas atau tidak (Messick, Bloom, Boldizar&Samuelson, 1985; Thomson & Loewenstein, 1992, dalam Folger, 1984). Dalam berinteraksi, ada kecenderungan pada seseorang untuk mendapatkan sesuatu atau keuntungan lebih banyak dari orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Walster, Walster dan Berscheid, 1978; Walster, Berscheid & Walster, 1973 (dalam Tyler, 1994) seseorang termotivasi
keutamaan dasar moral yang secara khusus hendak menghormati manusia dalam martabatnya, :,yang membedakan manusia dari makhlLjk lain di dunia. Lind (1990) menyatakan ipenilaian terhadap keadilan digambark~n sebagai suatu fungsi kognisi sangat penting yang mempengaruhi suatu area yang luas
41
JPS Vol. 13 No. 01 Januari 2007
individu untuk menilai keadilan terhadap hasil yang diterima, yaitu equity (Adams, 1965, Deutsch, 1975, dalam Zbylut, 2002), equality (Deutsch, 1975, 1986; Messick, 1993, dalam Zbylut, 2002), dan need (Deutsch, 1975, dalam Zbylut, 2002). Pemilihan prinsip yang akan dipergunakan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi pengalokasian sumber daya dilakukan. Keadilan distributif dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan prinsip equity, karena kondisi pengalokasisan sumber daya berada dalam ranah yang menekankan pada prestasi. Prinsip equity menyatakan bahwa individu akan termotivasi untuk mengurangi persepsi ketidakadilan dengan menggunakan beberapa strategi untuk merubah perbedaan rasio input: output diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Berbeda dengan keadilan distributif, keadilan prosedurallebih memfokuskan pada pengembangan prinsip prosedural, khususnya apakah proses dalam pengambilan keputusan dinilai adil atau tidak. Hal ini didukung oleh pendapa1 Tyler (1989, 1994) yang menyatakan bahwa isu tentang keadilan prosedural dibentuk melalui evaluasi terhadap tindakan atau pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penguasa, baik di bidang legal, politik maupun manajerial. Penilaian yang adil terhadap prosedUl pembuatan keputusan merupakar sesuatu yang penting karena akar rr.empengaruhi sikap dan tindakar seseorang terhadap keputusan yan~ dibuat. Sebagaimana dikemukakar oleh Thibaut & Walker (1975, dalarr Brown & Gaertner, 2003) jika prosedUi pembuatan keputusan dinilai fair akar menimbulkan kepuasan seoran~ individu terhadap hasil yang diperoleh Prosedur pembuatan keputusan yan~
untuk memaksimalkan keuntungan sendiri dalam berinteraksi dengan pihak lain. Seseorang berusaha- untuk memaksimalkan sumber keuntungan pribadi melalui kerjasama dengan pihak lain, dengan membentuk aturan-aturan tentang pengalokasian sumber daya atau imbalan yang dinilai adil dan dapat dipaksakan pada suatu kelompok. Dalam penelitian ini akan diteliti dua jenis keadilan sekaligus, yaitu distributive justice (keadilan distributif) dan proceduraljustice (keadilan prosedural), agar diperoleh pemahaman yang lebih lengkap. Distribusi yang dilakukan dengan adil dengan prosedur yang adil akan lebih memuaskan. Sebagimana dinyatakan Thibaut & Walker (1975, dalam Folger, 1984) bahwa kepuasan terhadap outcome (hasil yang diperoleh) akan lebih besar jika distribusi dibuat mengikuti prosedur yang fair. Dari sejumlah studi yang dilakukan Brockner & Wiesenfeld (dalam Brown & Gaertner, 2003) ditemukan pola interaksi tertentu antara keadilan distributif dan keadilan prosedural. Prosedur yang fair dapat mengurangi akibat dari distribusi yang tidak fair, dan distribusi yang fair dapat mengurangi akibat dari prosedur yang tidak fair. Keadilan distributif menunjuk pada keadilan dalam mendistribusikan surnber daya atau reward (imbalan) atau suatu penilaian terhadap hasil yang diterima akibat dari keputusan yang diambil oleh penguasa. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah reaksi individu terhadap pengalokasian sumber daya apakah dinilai fair atau tidak. Dalam relasi interpersonal, perlakuan yang adil akan memudahkan terjalinnya kerjasama yang lebih langgeng (Hatfeld & Traupmann, 1981; dalam Brown & Gaertner, 2003). Berbagai prinsip dapat dipergunakan
42
Hamdi Muluk ,Tatik Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
l
rIt
I"
fair menuntun seseorang untuk memiliki loyalitas dan komitmen pada kelornpok (Taylor, Tracy, Renard, Harrison & Carroll, 1995, dalam Brown & Gaertner, 2003). Sebagaimana dalam keadilan distributif, nilai keadilan prosedural akan berkurang bila terjadi bias dengan kepentingan pribadi. Pada saat individu merasa diuntungkan, ia akan menilai bahwa suatu prosedur dibuat dengan fair, demikian juga sebaliknya individu merasa dirugikan bila suatu prosedur dibuat secara tidak fair (Leventhal, 1982; Thibaut & Walker, 1982; dalam Folger, 1984). Selanjutnya prosedur dinilai adil bila keputusan yang dibuat didasarkan pada informasi yang sahih dan dapat dipercaya, adanya kesediaan atau kemungkinan untuk mengganti atau merubah keputusan yang tidak sesuai dan secara objektif keputusan yang dibuat dapat mewakili nila; dan sikap masyarakat. Evaluasi terhadap keadilan tentang hasil nampaknya dapat dipengaruhi oleh situasi sekitar atau sesuatu dari dalam diri individu, bergantung pada karakteristik konteks sosialnya. Bila
Mesick dan Semis, 1979; dalam Molm, Takahasi, Peterson,2003), dan distribusi dinilai adil ketika mereka berada pada posisi yang menguntungkan. Terdapat berbagai varia bel yang mempengaruhi penilaian keadilan distributif dan prosedural, salah satunya adalah orientasi dominansi sosial (ODS). ODS didefinisikan sebagai orientasi yang dimiliki oleh individu yang cenderung menempatkan orang atau kelompok dalam suatu hubungan berdasarkan hirarki atau nonegalitarian (Sidanius, 2001). Seseorang dengan ODS tinggi akan mendukung keputusan yang bersifat diskriminatif atau tidak ad it (Sidanius dan Pratto, 2001; Pratto, Sidanius, Stallworth & Malle, dalam Hogg & Abrams, 2001). Selain disebabkan oleh ODS terbentuknya penilaian terhadap keadilan distributif dan keadilan prosedural juga disebabkan oleh adanya trust atau kepercayaan (untuk selanjutnya kata kepercayaan akan digunakan sebagai pengganti kata trust) . Variabel ini merupakan elemen penting, karena kepercayaan tidak hanya mendasarkan pada kejujuran dan keterpercayaan pembuat keputusan, tetapi lebih menekankan pada persepsi individu terhadap motif dibuatnya suatu keputusan (Warren, 2000). Oari berbagai pendapat yang dikemukakan Rempel & Holmes, (1986, dalam Kasperson, Golding, Tuler, 1992) yang dimaksud dengan kepercayaan adalah suatu tingkat keyakinan seseorang terhadap perkataan, janji, dan iindakan pihak lain dalam suatu relasi. Bila seseorang memiliki kepercayaan pada orang lain ia akan memberi penilaian lebih positif pada orang atau kelompok tersebut, sehingga iapun akan cenderung lebih mudah untuk menilai tindakan yang diambil sebagai
·I,.:~' ~~:~f;~~2, ~:~:b~hk~~ g:~:~ba~~~: r I
',.
".,· I ~~
f ~.""""
.. •
penilaian terlalu tinggi terhadap hak
yang layak diterima dan sulit dalam
menentukan imbalan yang dinilai fair. Kepentingan pribadi, pengalaman, pengetahuan dan bias persepsi secara kuat juga mempengaruhi penilaian terhadap keadilan (Molm, -;-akahashi, Peterson, 2003). Kepentingan pribadi dan pengalaman akan sangat menentukan cara pandang maupun penilaian seseora'lg. Pada umumnya seseorang menilai input yang diberikan merupakan hal yang lebih penting daripada yang di~erikan oleh pihak lain (Messa, Hymes dan Cohan, 1986;
43
JPS Vol. 13 No. 01 Januari 2007
antara . keadilan distributif dengan keadilan prosedural. Secara skematis rancangan penelitian dapat dilihat pada bagan berikut: Metode Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Indonesia, dengan karakteristik : Usia antara 20 sampai 24, mengikuti perkembangan permasalahan politik yang terjadi di tanah air. Jumlah subjek penelitian 210 mahasiswa, terdiri atas: 64 mahasiswa Fakultas Psikologi, 40 mahasiswa FISIP, 37 mahasiswa Fakultas Teknik, 37 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan 32 mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.
suatu yang adil bagi dirinya. Adanya ketidakpercayaan akan mendorong seseorang untuk sulit melihat suatu tindakan orang lain sebagai suatu yang fair. Perkembangan kepercayaan bergantung pada pengalaman pribadi dan sosialisasi yang dialami oleh individu (Lewis & Weigert, 1985, dalam Kasperson, Golding, Tuler, 1992). Untuk mendapatkan bukti empiris, nampaknya pemberian kuota pada perempuan sebesar tiga 'puluh persen untuk menjadi calon legislatit pada pemilu 2004 dapat menjadi masalah yang relevan dengan pembahasan keadilan tersebut di atas. Masalah dan Hipotesis Penelitian Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah apakah orientasi dominansi sosial dan kepercayaan dapat menjadi prediktor bagi munculnya penilaian keadilan distributit dan
Alat Pengumpul Data Ada empat skala yang akan dipergunakan. Pertama skala keadilan distributif, disusun peneliti dengan mendasarkan pada prinsip kesamaan
Rancangan Penelitian Keadilan distributif
Orientasi Dom;nans;
I Trust
Keadilan prosedural
(kepercayaan)
Interaksi
----.
keadilan prosedural, serta apakah ada hubungan antara keadilan distributif dengan keadilan prosedural. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ODS dan kepercayaan dapat menjadi prediktor bagi keadilan distributif dan keadilan prosedural. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang signifikan
Pengaruh
: Korelasi
yang dikembangkan oleh Deutsch (dalam Zbylut, 2002). Skala terdiri dari 12 pernyataan, dengan rentang skala 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 7 (sangat setuju). Kedua. skala keadilan prosedura. Disusun peneliti berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Tyler & Lind (equity)
44
Hamdi Muluk ,Tatik Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
dan Leventhal (dalam Folger, 1984), yang meliputi! enam dimensi, yaitu konsistensi, rnenekan terjadinya bias, akurasi, kore~tabilitas, dan kontrol, dengan rentarlg skala 1 sangat tidak setuju) sampai dengan 7 (sangat setuju). Ketiga, Social Dominance Orientation Scale yang dikembangkan oleh Sidanius dkk (2000), yang diadaptasi. Skala terdiri atas 15 pernyataan, dengan rentang skala 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 7 (sangat setuju). Keempat skala kepercayaan, disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang dikernbangkan oleh Lewis & Weigert dan Kasperson, Golding, Tuler (1992), dengan dimensi komitmen, kompetensi, kepedulian dan prediktabilitas. Skala terdiri atas 15 pernyataan dengan rentang skala 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 7 (sangat setuju). Selain menggunakan
yaitu untuk memancing respon keadilan distributif dan keadilan prosedural. Analisis Data Penelitian Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi hierarki, agar dapat diketahui apakah interaksi ODS dan kepercayaan berpengaruh pada penilaian keadilan distributif dan .keadilan prosedural. Interaksi dapat terjadi sekalipun tidak semua variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara sendiri-sendiri (Kerlinger, 2000). Sebaliknya interaksi dapat tidak terjadi sekalipun tiap-tiap variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Akibat dari tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikat disebuat efek utama. Selanjutnya Whitmore (1993) menyatakan untuk menguji kemungkinan adanya interaksi dua
Tabel 1.1. Analisis Regresi Hirarki antara interaksi ODS dan kepercayaan dengan keadilan distributif
I
Variabel
I
Langkah 1 : ODS -.232 Langkah 2: ODS -.204 .175 Kepercayaan Langkah 3 : ODS .207 Kepercayaan .402 ODS x kepercayaan -.566 Ket : * ..
.
= p < .001,
..
2
~
B
R
6R2
.044**
-.221" -.195*
.049**
.005
.067*
.18
.181* .197 .352* -.489*
= P < .01,
*
= < .05 variabel bebas dapat dilakukan dengan menambah satu varia bel bebas lagi yang merupakan perkalian antara dua variabel bebas sebelumnya. Untuk melihat hubungan antara penilaian keadilan distributif dengan penilaian keadilan prosedural digunakan korelasi pearson product moment.
skala, untuk memancing jawaban responden lebih· fokus pada masalah yang menjadi objek penilaian, digunakan vignette story, d~ngan objek penilaian responden adal~h pemberian kuota I
sebesar 30 perser kepada perempuan untuk menjadi calon anggota legislatif. Ada dua vignette $tory yang digunakan
•
45
JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007
demikian secara keseluruhan variabel· variabel tersebut dapat menjelaskan penilaian keadilan distributif sebesar 6,7%. Dari tabel tersebut diatas, terliha1 bahwa interaksi antara ODS dan
Hasil Penelitian Sebelum dilakukan penelitian, alat ukur di uji cobakan kepada 35 mahasiswa di fakultas ilmu sosial dan
...
ODS rendah
ODS tinggi
keadilan distributif
Kepercayaan Rendah
kepercayaan
tinggi
Gambar 1.1. Interaksi ODS dan kepercayaan sebagai prediktor keadilan distributif
kepercayaan dapat menjadi prediktor yang signifikan, hal ini berarti ODS dapat menjadi prediktor bagi tinggi rendahnya penilaian keadilan distributif bergantung pada tinggi rendahnya kepercayaan. Untuk menggambarkan interaksi antara ODS dengan kepercayaan dilakukan pemilahan responden antara kelompok ODS tinggi dan kelompok ODS rendah. Untuk kelompok ODS tinggi hasilnya p = -.279, R2 = .069, p < .05, sedangkan untuk kelompok ODS rendah p = .025, R2 -.009, p > .05. Pada kelompok ODS tinggi keadilan distributif berkorelasi negatif yang signifikan dengan kepercayaan, sedang pada kelompok ODS rendah tidak terdapat korelasi yang signifikan antara penilaian keadilan ditributif dengan kepercayaan. Interaksi antara ODS dan kepercayaan dapat dilihat pada S3mbar di bawah ini : Darigarnbar 1.1. tampakbahwaantara ODS dan kepercayaan berinteraksi untuk menentukan lingkat penilaian keadilan distributif individu. Pada kelompok ODS rendah dengan kepercayaan rendah, keadilan distributifnya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok dengan
politik Universitas Indonesia. Setelah alat ukur dinilai layak, barulah dipergunakan untuk mengambil data penelitian. Hasil analisis terhadap data penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: : Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada 1.1. dapat dikatakan bahwa ODS maupun kepercayaan dapat menjadi prediktor bagi penilaian keadilan distributif. Hal ini berarti baik ODS maupun kepercayaan memiliki kemampuan untuk menerangkan keadilan distributif. Interaksi antara ODS dengan kepercayaan juga dapat menerangkan munculnya keadilan distributif. Tabel 1.1. juga memperlihatkan bahwa R2 untuk langkah pertama sebesar .044 yang berarti ODS mampu menjelaskan penilaian keadilan distributif sebesar 4,4%. Pada langkah kedua, harga R2 sebesar .049, ini berarti ods dan kepercayaan bersama sama dapat memberi penjelasan sebesar 4,9%. Kepercayaan dapat memberi sumbangan sebesar 0,05% untuk menjelaskan penilaian keadilan distributif. Setelah ditambahkan satu variabellagi, R2 menjadi .067. Dengan
=
46
r
Hamdi Muluk ,Tatlk Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
label 1.2. Anali~is Regresi Hierarki antara intera ODS dan kepercayaan dengan keadilan prosedural Variabel
R2
B
Langkah 1 :
ODS Langkah 2: ODS Kepercayaan Langkah 3: ODS Kepercayaan ODS x kepercayaan
~R
.284
.248***
.057***
.119 .741
.104 .525***
.309**
.252**
.376 .974 -.388
.329* .781*** -.394.
.314***
.005**
*** = p < .001, ** = P < .01, • = < .05
Dari tabel 1.2. dapat dilihat bahwa ODS maupun kepercayaan dapat dijadikan sebagai prediktor bagi penilaian keadilan prosedural. Dari kedua prediktor tersebut terlihat kepercayaan memiliki sumbangan lebih tinggi dibandingkan dengan ODS. R2 untuk langkah pertama sebesar .057 yang berarti ODS mampu menjelaskan penilaian keadilan prosedural sebesar 5,7%. Pada saat dimasukkan variabel kepercayaan pada langkah kedua, diperoleh R2 sebesar .309, yang berarti dua variabel tersebut secara bersama sarna dapatmemberi penjelasan sebesar 30,9%. Hal ini berarti kepercayaan dapat memberi sumbangan sebesar 25.2% untuk menjelaskan penilaian keadilan
· ODS rendah namun kepercayaannya
tinggi.. Pada kelompok ODS tinggi
· dengan kepercayaan rendah, penilaian
· keadilan distributifnya lebih rendah
,dibandingkan kelompok ODS tinggi
dengan kepercayaan tinggi. Pada
'. kepercayaan rend~h maka kelompok
: ODS tinggi memiliki penilaian keadilan
,: distributif yang sama kelompok ODS
, rendah, sebaliknya apabila kepercayaan
tinggi, kelompok ODS rendah memiliki
penilaian keadilan distributif lebih tinggi
daripada kelompok ODS tinggi.
Pada penilaian keadilan prcsedural, I juga dilakukan hal yang sama. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 1.2. l'i berikut ini :
e.
f'
1(" ~~
ODS rendah
ODS tinggi
keadilan
prosedural
Kepercayaan Rendah
kepercayaan tinggi
Gambar 1.2. Int~raksi ODS dan kepercayaan sebagai prediktor keadilan prosedural
47
JPS Vol. 13 No. 01 Januari 2007
hubungan antara penilaian keadilar distributif dengan penilaian kadilar prosedural dilakukan analisis korelas product moment. Hasil analisi~ menunjukkan bahwa antara keduc variabel terdapat korelasi positif yan~ signifikan dengan r .114, P < .05. Ha ini berarti naiknya penilaian keadilar distributif akan diikuti dengan naiknya penilaian keadilan prosedural. Sebagai analisis tambahan, akal1 diJakukan uji t untuk melihat perbedaan penilaian keadilan distributifdan keadilan prosedural antara responden laki-Iaki dan perernpuan. Dalam menilai keadilan distributif hasilnya menunjukkan mean laki-Iaki = 4.8165 dan mean perempuan = 5.1887, t = 2.709, P < 0.01, artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-Iaki dengan kelompok perempuan dalam memberi penilaian keadilan distributif. Perempuan menilai lebih adil pada pendistribusian sumber daya dibandingkan laki-Iaki. Sedangkan pada keadilan prosed ural menunjukkan hasil mean laki-Iaki = 3.5657; mean perempuan = 3.6564; t = -.596, P > .05. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-Iaki dan kelompok perempuan dalam menilai keadilan prosedural.
prosedural. Setelah ditambahkan satu variabel lagi, R2 menjadi .314. Dengan demikian secara keseluruhan ketiga variabel tersebut dapat memberi penjelasan terhadap penilaian keadilan prosedural sebesar 31,4%. Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa interaksi antara ODS dan kepercayaan dapat menjadi prediktor yang signifikan, hal ini berarti ODS dapat menjadi prediktor bagi tinggi rendahnya penilaian keadilan prosedural bergantung pada tinggi rendahnya kepercayaan. Untuk menggambarkan interaksi antara ODS dengan kepercayaan dilakukan pemilahan responden antara kelompok ODS tinggi dan kelompok ODS rendah dengan menggunakan median. Untuk kelompok ODS tinggi hasilnya ~ .574, R2 .323, p < .000, dan untuk kelompok ODS rendah ~ = .525, R2 =.269, P < .000. Berdasarkan hasil di atas terlihat bahwa pada kelompok ODS tinggi maupun ODS rendah keadilan prosedural mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan kepercayaan. Interaksi antarODS dan kepercayaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
=
=
=
Dari gambar 1.2. tampak bahwa antara ODS dan kepercayaan saling mempengaruhi dalam menentukan penilaian keadilan prosedural. Apabila tingkat ODS rendah dengan kepercayaan rendah maka penilaian keadilan proserluralnya akan lebih rendah dibandingkan bila ODS rendah tetapi kepercayaan tinggi. Selanjutnya pada kelompok ODS tinggi dengan kepercayaan rendah maka penilaian keadilan proseduralnya lebih rendah dibandingkan kelompok ODS tinggi dengan kepercayaan tinggi. Selanjutnya untuk mengetahui
Ringkasan hasil penelitian Berdasarkan hasil analisis data penelitian, beberapa hal dapat diringkas sebagai berikut: Orientasi Dominansi Sosial (ODS) dapat menjadi prediktor bagi munculnya penilaian keadilan distributif maupun keadilan prosedural. Artinya semakin tinggi tingkat ODS individu maka akan semakin rendah penilaian keadilan distributifnya. Hanya saja pada keadilan prosedural arah hubungan antara dua variabel ini adalah positif, hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat ODS maka akan semakin
48
r
Hamdi Muluk ,Tatik Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
~
I
I
I
, "I
tinggi pula tirngkat penilaian keadilan
menjadikan anggota kelompok memilih peran yang memungkinkan untuk mempertahankan atau meningkatkan ketidaksetaraan sosial. Sementara individu dengan ODS yang lebih rendah nampaknya mereka membenarkan tindakan sosial yang mengurangi ketidaksetaraan (Sidanius. Pratto. 2001). Dalam kaitannya dengan pendistribusian sumber daya, individu dengan ODS tinggi akan memiliki kecenderungan untuk mendukung kebijakan yang mencer~inkan adanya ketidaksetaraan atau ketidakadilan. Mereka akan lebih mendukung adanya kebijakan yang deskriminatif, tidak memberi kesempatan yang sama terhadap kelompok yang berinteraksi, sekalipun ada kesempatan untuk bertindak secara lebih adil. Sebaliknya bagi individu yang merniliki ODS rendah akan memiliki kecenderungan untuk mendukung kebijakan yang egalitarian, atau yang mendukung adanya persamaan hak diantara kelompok kelompok yang ada. Keadilan distributif dan keadilan prosedural juga dapat diprediksi dari tingkat kepercayaan responden. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Warren (2000) yaitu kepercayaan sangat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap prosedur yang dipergunakan untuk mengambil suatu keputusan atau membagi penghasilan, maupun penilaian terhadap penghasilan yang diterima. Individu lebih perhatian pada fairness ketika individu tersebut tidak yakin dengan berbagai hal. seperti suatu yang dapat dipercaya tentang penguasa (Van den Bos, Wilke & Lind, 1988), persoalan distribusi
proseduralnya~
Kepercayaan juga mampu menjadi prediktor penilaian keadilan distributif dan keadilan prosedural. Semakin tinggi kepercayaan seseorang maka penilaian keadilan distributif m~upun penilaian keadilan proseduralnya akan tinggi pula. Hasil interaksi antara ODS dengan kepercayaan dapat menjadi prediktor penilaian keadilan distributif. Hal ini berarti tinggi rendahnya penilaian keadilan distributif maupun keadilan prosedural selain ditentukan oleh tingkat ODS. juga ditentukan oleh kepercayaan seseorang. Penilaian keadilan distributif memiliki hubungan signifikan positif dengan penilaian keadilan prosedural, artinya tingginya penilaian keadilan distributif akan diikuti dengan tingkat penilaian keadilan prosedural yang tinggi pula. Diskusi Dari analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel ODS dapat menjadi prediktor bagi penilaian keadilan distributif maupun penilaian keadilan prosedural. Hanya saja pengaruh prediktor tersebut lebih kuat terhadap penilaian keadilan prosedural dibandingkan pengaruhnya terhadap penilaian keadilan distributif. Untuk menjelaskan berbagai temuan dalam penelitian maka akan dibahas dalam diskusi berikut in!. Temuan ini d~pat dijelaskan antara lain melalui pendC\lpat yang disampaikan oleh Pratto, Sidl:mius, Stallworth dan Malle (Hogg, Abrams, 2001) bahwa tingkat ODS individu mempengaruhi kontribusi mereka terhadap kesetaraan atau ketidaksetclraan sosial, sesuai dengan peran sosial yang mereka jalankan. Selanjutnya dikatakan bahwa individu dengan ODS lebih tinggi akan
(Van den Bas, Lind et.a!., 1997; Van
den Bos, Wilke, Lind & Vermunt, 1998) atau persoalan prosedur (Van den Bos, 1999). Ketika individu mendapatkan
~,J
49
JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007
& Gaertner, 2003) yang menyatakan bahwa ada keterkaitan antara keadilan prosedural dengan keadilan distributif. Selanjutnya bila melihat dari nilai rata rata kedua jenis keadilan, terlihat bahwa responden menilai adil pada distribusi sumber daya, sementara prosedur yang digunakan untuk melakukan pendistribusian dinilai kurang adil. Hal ini mungkin saja terjadi, sebagaimana dinyatakan oleh Brockner &Wiensenfeld (1996, dalam Brown & Gaertner, 2003) bahwa tidak selalu penilaian yang adil pada prosedur pengambilan keputusan diikuti oleh penilaian yang adil pada distribusinya atau sebaliknya. Waktu diterimanya informasi tentang keadilanpun juga mempengaruhi seseorang dalam memberi penilaian. Perhatian pada keadilan prosedural mungkin lebih penting ketika seseorang pertama kali mendapat informasi tentang prosedur, daripada informasi diperoleh pada kesempatan kedua. Demikian juga perhatian pada keadilan distributif dinilai lebih penting ketika individu mengetahui tentang hasil lebih awal daripada mengetahui pada saat yang lebih akhir (Van den Bos, Vermunt, Wilke, 1997). Pendapat lain menyatakan bahwa ketika individu mempunyai informasi tentang apa yang diberikan dan diterima oleh orang lain, mereka tidak terpengaruh berbagai variasi dalam prosedur. Ketika individu tidak memiliki informasi tentang hasil yang diterima orang lain (Van den Bos, Lind et.aL, 1997, dalam Van den Bos, Wilke, Lind, 1998) atau hanya memiliki sedikit referensi tentang informasi equity (Van den Bos et.al., 1998, dalam Van den Bas, Wilke, Lind, 1998) maka mereka lebih mengandalkan pada informasi tentang prosedur dalam menilai hasil, dan oleh karena itu penilaian hasil
suatu keyakinan, ia akan mengakhiri kekurang peduliannya pada fairness. Suatu proses pengambilan keputusan maupun pendistribusian sumber daya akan dinilai adil apabila individu memiliki kepercayaan kepada pihak pengambil keputusan. Seseorang akan memiliki kepercayaan pada pihak lain bila ia merasa yakin pihak lain tersebut mampu melakukan tindakan seperti yang mereka harapkan. Sebagaimana dinyatakan Barber (1983, dalam Citrin & Muste, 1999) bahwa untuk dapat percaya seseorang harus yakin bahwa seseorang atau institusi tersebut mampu melakukan tindakan yang diharapkan. Kepercayaan juga berhubungan dengan penilaian individu terhadap niat penguasa, dan individu akan menggunakan penilaiannya untuk memprediksi tindakan penguasa di masa akan datang (Tyler, 1989). Bahkan Tyler & Degoey (1996, dalam Van den Bos, Wilke, Lind, 1998) menyatakan bahwa sikap positif dan penerimaan masyarakat yang secara sukarela mendukung keputusan yang dibuat penguasa, merupakan kondisi yang harus dibangun terlebih dahulu agar penguasa dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien. Interaksi antara ODS dan kepercayaan ini berpengaruh secara signifikan baik pada keadilan distributif maupun pada keadilan prosedural. Temuan ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tyler (1989) bahwa kepercayaan sangat dibutuhkan dalam memberi penilaian terhadap tindakan yang akan diambil oleh penguasa. Selanjutnya dari korelasi antara penilaian keadilan prosedural dengan keadialan distributif menunjukkan terdapat hUbungan yang signifikan. Hal inisesuaidengan pendapatdari Brockner & Wiensenfeld (1996, dalam Brown
50
r
Hamdi Muluk ,Tatik Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
~,
·\., 1 •
secara lebih
,
II.'." IJ ;. ~,
" ,. ..' ,
~ "
I
~uat
dinyatakan oleh Lipjhart (1977, dalam Azi, 1992) bahwa seseorang akan lebih mudah memahami prosedur bila ia terlibat dalam pembuatannya. Dari data penelitian dapat juga dilihat rendahnya kepercayaan responden terhadap berbagai proses pembuatan kebijakan kemungkinan dipengaruhi oleh pengalaman yang dirasakan oleh responden. Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa kepercayaan sangat tergantung pada kinerja institusi dan iklim sosial (Renn & Levine, 1991 dalam Kasperson, Golding & Tuler, 1992). Pada iklim sosial positif akan mudah mempercayai institusi dan memaafkan bila ketika kepercayaan mereka dicederai. Sedangkan dalam iklim yang negatif, seseorang kemungkinan akan sangat berhati-hati dalam memberikan kepercayaan pada beberapa institusi. Selanjuitnya dikatakan perubahan sosial dan kekacauan yang berhubungan dengan ketidakstabilan ekonomi, konflik sosial dapat mengganggu serta merubah harapan dan dasar dari kepercayaan sosial. Jika dikaitkan dengan berbagai kejadian di Indonesia beberapa tahun terakhir ini, dimana muncul berbagai kekacauan akibat adanya konflik sosial secara luas, kondisi ekonomi yang tidak menentu, membuat terjadinya perubahan atau menipisnya kepercayaan, sehingga apapun yang dilakukan oleh institusi tidak mudah untuk diterima oleh individu tanpa adanya kecurigaan.
dipengaruhi oleh
informasi prose~ur. Dari analisis t~mbahan menunjukkan ada perbedaan Iyang signifikan dalam penilaian kea~i1an distributif pada kelompok lakiJlaki dan kelompok perempuan. Perempuan menilai pendistribusian sumber daya sebagai tindakan yang adil dibandingkan dengan penilaian laki-Iaki. Hal ini menguatkan konsep yang dis9mpaikan oleh Sidanius & Pratto (2001) bahwa perbedaan gender mempengaruhi tingkat ODS seseorang. Laki-Iaki memiliki ODS lebih tinggi daripada perempuan, sehingga laki-Iaki lebih bersifat diskriminatif dan mendukung peraturan yang tidak adit. Terfebih untuk berkiprah di publik atau politik merupakan areanya laki-Iaki, karena tugas perE~mpuan adalah masih berkaitan denga~ hal-hal pengasuhan anak dan bukan di wilayah publik, Mereka menilai laki-Iak; lebih sesuai untuk berkiprah di dunia politik, Hal ini mendukung pendapat Sidanius dan Pratto (2001) yang menyatakan jika kesenjangan antera in group dan out group terlalu be$ar maka kelompok subordinat cenderung mendukung kelompok domihan. Kondisi ini nampaknya masih cukup kuat terjadi di masyarakat Indonesia. Sedangkan penilaian keadilan prosedural antara kelompok laki-Iaki dan
kelompokperempu~ntidakmenunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan. Bila dilihat lebih j~uh ternyata kedua kelompok ini menil~i tidak adil prosedur
pembuatan keput~san. Kemungkinan ini terjadi karena mereka menilai prosedur yang dilaksanakan kurang konsisten dan dirE!gukan akurasinya. Disamping itu ke ungkinan karen;3 mereka tidak mem liki akses langsung untuk mengontrol j lannya pembuatah keputusan terse~ut. Sebagaimana
Saran bagi peneliti berikutnya Bagi peneliti beriktunya disarankan untuk: a. Melakukan penelitian dengan subjek dari kelompok yang lebih bervariasi, sehingga hasilnya juga dapat digeneraliasasikan meliputi kelompok yang lebih luas.
51
jUPS VoL 13 No. 01 Jan"an 2007 Howard, E.B., & Tyler, T.R (1986). Procedural justice as a criterion in allocation decisions. Journal of PersonaH~andSocial Psychology, 50,296-304
b. Keadilan distributif sebaiknya diukur dengan membandingkan tiga prinsip sekaligus. Implikasi kebijakan penelitian Penelitian ini membuktikan bahwa interaksi ODS dan kepercayaan dapat menjadi prediktor bagi penilaian keadilan distributif maupun penilaian keadilan prosedural. Berkaitan dengan hasil tersebut, maka disarankan pada pengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, seperti meningkatkan kepedulian pada hal hal yang menjadi aspirasi masyarakat, menyediakan informasi yang akurat dan transparan agar masyarakat dapat memprediksi tindakan yang kira-kira akan diambil oleh penguasa.
Johnson, D.W., Johnson, EP. (2000). Joining together (7 th ed.), USA: Allyn and Bacon Kasperson, R.F., Golding, D., & Tuler, S. (1992). Social distrust as a factor in siting hazardous facilities and communicating risks. Journal of Social Issues, 48, 161-187 Kerlinger, EN. & Lee, H.B. (2000). Foundations of behavioral th research, (4 ed), Orlando : Harcourt College Publisher Kramer, RM., Carnevale, P.J. (2003). Trust and intergroup negotiation. Dalam R Brown & S. Gaertner, Blackwell . Handbook of Social Psychology: Intergroup Processes. UK : Blackwell Publishing
Daftar Pustaka Anastasi, A. (1982). Psychological testing, New York : Macmilan Publishing Co., INC.
Lind. E.A., Kanfer, R and Earley, P.C. (1990). Voice, control, and procedural justice : instrumental and noninstrumental concerns in fairness judgments. Journal of Personali~and Social Psychology, 59,952-959
Austin, W., and Tobiasen, J.M. (1984). Legal justice and the psychology of conflict resolution. Dalam R. Folger(Ed.), The sense ofinjustice. New York: Plenum Press Azzi, A.E. (1992). Procedural justice
and the allocation of power in intergroup relations: studies in the United States and South Africa,
Molm, LD., Takahashi, N., Peterson, G. (2003). Procedural justice in social exchange. American Sociological Review, 68, 128-152
Pe~onaH~andSo~aIPsychorogy
Bulletin, 18, 736-747
Pratto, F., Sidanius, J., Stallworth, L.M., and Malle, B.F. (2001). Social dominance orientation : a personality variable predicting social and political attitudes. Dalam M.A. Hogg & D. Abrams, intergroup relations. USA: Psychology Press
Citrin, J., Muste, C. (1999). Trust in government. Dalam measures of political attitudes : Academic Press Folger, R. (1984). Emerging issues in the social psychology of justice. Dalam R. Folger, the sense of injustice. New York: Plenum Press
Prooijen.J.W.,VandenBos,K.,andWilke, H.A.M. (2002). Procedural justice
52
Hamdi Muluk ,Tatik Budiarti: Keadilan Dalam Konteks Dominansi Sosial
l
'I, ':" ' •
J ;; .~.:..
and stastus : status salience as antecedent of procedural fairness effects. Journal ofPersonality and Social Psychology, 6, 1353-1361
Sidanius, J., and Pratto, F., 2003. Social dominance theory and the dynamics of inequality : a reply to Schmitt, Branscombe, & Kappen and Wilson & Liu. The British Journal of Social Psychology, 42, 207-213
Reis,H.T.(1984).TheMultidimensionality of justice. Dalam R Folger, the sense of injustice. New York : Plenum Press
Sidanius, J., Pratto, F., and Mitchell, M., (1993). In-group identification, social dominance orientation, and differential intergroup social allocation. The Journal of Social Psychology, 134, 151-167
Robinowitz, J. L., (1999). Go with the flow or fight the power? the interactive effects of social dominance orientation and perceived injustice on support for the status quo. Political Psychology, 20, 1-22
Filsafat Suseno, F.M., (2002). kebudayaan : butir-butir pemikiran kritis. Jakarta: Gramedia
Roscoe, J.T., (1975). Fundamental research statistics for the behavioral sciences, New York : Holt, Ronehart and Winston, INC
Tyler, T.R (1984). Justice in the political arena. Dalam R. Folger, the sense of injustice. New York: Plenum Press
Rubiana, S., (2003). Keadilan distributif dalam konteks mayoritas Disertasi. Fakultas minoritas, Psikologi Universitas Indonesia
Tyler, T.R (1989). The psychology of procedural justice : a test of the group-value model. Journal of Personality and SocialPsychology, 57,830-838
Schimtt. M.1., Branscombe, N.R, and Kappen, D.M., (2003). Attitudes toward group-based inequality : social dominance or social identity?, The British Journal of Social Psychology, 42, 161-186 ,
Tyler, 1.R., (1994). Psychological models of justice motive : antecedents of distributive and procedural justice. Journal of Personality and Social Psychology, 74, 850-863
Schmitt, M., Eid, M., and Maes, J.,
(2003). Synergetic person x
situation interaction in distributive
justice behavior. Personality and
social Psychology Bulletin, 29,
141-147
Tyler, 1., Degoey, P., and Smith, H., (2001). Understanding why the justice of group procedures matters: a test of the psycho!ogical dynamics of the group-value model. Dalam M. A. Hogg & D. Abrams, Intergroup Relations. USA: Psychology Press
Sheppard, S.H., Saunders, D.M., and Minton, J.W., (1988). Procedural justice from the third-party perspective, Journal ofPersonality and SOCial PSychology, 54, 629 •
I
Tyler, T.R., (2003). Social justice. Dalam R. Brown & S. Gaertner, Blackwell Handbook of Social Psychology UK: : Intergroup Processes. Blackwell Publishing
637 Sidanius, J. and Pratto, F., (2001). Social domin~mce, Cambridge : Cambridge Urliversity Press 1
53
JPS VoL. 13 No. 01 Januari 2007
assessment of distributive justice Disertasi. Faculty the Departmen of Psychology of University 0 Houston
Van den Bos, K., Vermunt, R, and Wilke, H.A.M., (1997). Procedural and distributive justice: what is fair depends more on what comes first than on what comes next. Journal of Personality and Social Psychology, 74, 95-104
_ _ _(1999). Masih dibayangi gender, Kompas, 10 Juni
bia~
_ _ _(2002). Keterwakilan politik hak yang belumdiberi, Kompas: 27 Mei 2002
Van den Bos, K., Wilke, A.M., Lind, E.A. (1998). When do we need procedural fairness? the role oftrust in authority. Journal of Personality and Social Psychology, 75. 1449 1458
____(2003). Mengejarketerwakilar perempuan, Kompas, 28 Apri 2003.
Van den Bos, K., Wilke, A.M., Lind, E.A., Vermunt, R (1998). Evaluating outcomes by means of the fair process effect: evidence for different processes in fairness and satisfaction judgments. Journal of Personality and SocialPsychology, 74, 1493-1503 Van den Bos, K. (2001). Uncertainty management: the influence of uncertainty salience on reactions to perceived procedural fairness. Journal of Personality and Social Psychology, 80, 931-941 Warren, RK. (2000). Public trust and procedural justice. Court Review Whitmore, N.W. (1993). Applied statistic (4th • Ed.) Boston: Allyn & Bacon Wiggins, J.A., Wiggins, B.B., and Zanden, J.D. (1994). Social psychology (5th ed.). New York: McGraw Hill Inc. Wilson, M.S., and Liu, J.H. (2003). Social dominance orientation and gender : the moderating role of gender identity. The British Journal of Social Psychology, 42,187-198. Zbylut, M. (2002). When equity, equality and need conflict allocator and recipient differences in
54