NASKAH PUBLIKASI
STRES PADA IBU-IBU YANG MEMPUNYAI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS
Oleh : JATU LARASATI KARTIKA WARDANI RINA MULYATI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005
NASKAH PUBLIKASI
STRES PADA IBU-IBU YANG MEMPUNYAI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS
Telah Disetujui Tanggal
_____________________
Dosen Pembimbing
(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si)
STRES PADA IBU-IBU YANG MEMPUNYAI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS
JATU LARASATI KARTIKA WARDANI RINA MULYATI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial dan religiusitas. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara Stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan Dukungan sosial dan religiiusitas. Semakin tinggi dukungan sosial dan religiusitas yang dimiliki, maka semakin rendah tingkat stressnya. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial dan religiusitas yang dimiliki, maka smakin tinggi tingkatstressnya. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berusia antara 25-45 tahun, memiliki anak retardasi mental dan menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa atau SLB C (Sekolah Penyandang Cacat Mental). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala skala stres yang mengadopsi skala stres dari Kumolohadi (2002), sedangkan skala dukungan sosial dan religiusitas dibuat sendiri oleh peneliti, dimana masing-masing skala mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Thoits (1986) untuk dukungan sosial dan Glock & Stark (dalam Rahmat, 2003) untuk religiusitas. Data penelitian diolah dengan menggunakan program SPSS versi 12,0. Data yang diperoleh dianalisis dengan tehnik analisis product moment dari Pearson. Hasil analisis data menggunakan product moment dari pearson ini menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial ( r = -0,334, p<0,01 ) dan ada hubungan negatif yang signifikan antara stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan religiusitas (r = -0,277 , p < 0,05). Kata Kunci : Stres, Dukungan Sosial, Religiusitas
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal baik secara fisik maupun mental. Tetapi tidak sedikit orangtua yang dikaruniai anak yang tidak normal dalam hal ini adalah orangtua yang dikaruniai anak yang mengalami retardasi mental. Data dari Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Propinsi Bandar Lampung pada tahun 1990 menunjukkan jumlah penderita retardasi mental yang disekolahkan baik di SLB negeri maupun swasta sebanyak ± 350 orang sedangkan pada tahun 2004 jumlah penderita retardasi mental bertambah menjadi ± 976 orang. Hal tersebut berarti penderita retardasi mental untuk propinsi Bandar Lampung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah penderita retardasi mental yang disebutkan diatas belum termasuk jumlah penderita yang tidak disekolahkan. Mereka yang tidak bersekolah tidak bisa diketahui secara pasti sehingga diasumsikan jumlahnya lebih banyak dari yang tercatat di Dinas Sosial Propinsi Bandar Lampung tersebut. Anak bagi pasangan orangtua adalah sebuah anugerah yang tak ternilai harganya dan sekaligus amanah yang dititipkan oleh Tuhan kepada keduanya yang harus dijaga dan dirawat dalam kondisi apapun. Meskipun kondisi anak yang dimiliki tidak normal, orangtua seharusnya menerima segala kondisi anak tersebut apa adanya tanpa harus merasa tertekan, sedih, malu bahkan terguncang sekalipun karena kondisi yang demikian ini dapat menyebabkan orangtua khususnya ibu-ibu menjadi stres.
Tetapi pada kenyataannya tidak semua orangtua yang dikaruniai anak yang tidak normal tidak mengalami stres. Seorang ibu misalnya bisa merasa kaget dan sedih saat mengetahui anaknya mengalami retardasi mental. Ia merasa bahwa memiliki anak retardasi mental merupakan suatu beban atau aib bagi keluarga. Keadaan ini membuat ibu-ibu tidak bisa menerima anaknya karena malu pada lingkungan disekitarnya sehingga bisa jadi menimbulkan niat untuk membuang anaknya atau menitipakan anaknya tersebut di tempat penampungan anak. Ibu yang kurang mampu memahami dan sulit menerima kondisi anaknya yang mengalami retardasi mental disebutkan oleh Kenney (1976) bahwa ibu tersebut mempunyai tingkat perkembangan ego yang kurang sehat. Mempunyai anak yang mengalami retardasi mental bisa menimbulkan tekanan, goncangan ataupun kesedihan bagi orang tua, khususnya bagi ibu. Kondisi ini terjadi karena pada umumnya yang lebih banyak berinteraksi dan kontak secara langsung dengan penderita retardasi mental adalah para ibu. Tekanan ini dirasakan karena mereka tidak tahu bagaimana cara penanganan atau pengasuhan anak yang mengalami retardasi mental secara efektif (Maramis, 1986). Anak yang mengalami retardasi mental tidak bisa menempuh pendidikan disekolah biasa karena kemampuan inteligensi mereka yang berbeda dari anak normal. Selain itu mereka juga membutuhkan pengawasan khusus karena kemampuan motorik dan sosial mereka juga mengalami gangguan (Lambert & Wilcox, 1974). Lebih lanjut Hutt (1976) mengatakan bahwa masalah yang juga merisaukan atau menyusahkan orang tua adalah ketika anak tersebut berperilaku mencederai diri sendiri, seperti membenturkan kepalanya, menggigit jarinya, mengamuk dan mengalami gangguan tidur.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa situasi yang bertolak belakang antara harapan dan kenyataan pasti akan menimbulkan reaksi tertentu dari individu yang bersangkutan. Ibu yang memiliki anak retardasi mental, merasakan kekecewaan, tertekan, terguncang atau shock, ataupun sedih dan putus asa. Menurut Maramis (1986) kondisi yang dialami para ibu tersebut merupakan gejala yang dialami seseorang bila mereka mengalami stres. Seseorang mengalami stres umumnya mengalami gangguan pada aspek fisik, emosi, pikiran dan perilakunya. Individu yang mengalami stres umumnya merasa tegang, tidak mampu berfikir secara rasional, mudah marah, sedih, cemas bahkan depresi. Akibatnya tugas sehari-hari tidak dapat dikerjakan dengan baik sehingga dalam jangka panjang bisa menghambat berfungsinya individu dalam kehidupan (Kumolohadi, 2002). Gangguan-gangguan yang dialami oleh individu yang mengalami stres dirasakan sangat mengganggu. Adanya kondisi yang tidak mengenakkan ini mendorong individu untuk berupaya mengurangi stres yang dialaminya. Banyak cara yang bisa ditempuh individu untuk menghilangkan stres. Sarafino (1990) menyebutkan bahwa kondisi stres yang dialami individu dapat dikurangi dengan cara, mengendalikan emosi, mekanisme pertahanan diri, berusaha untuk bersikap realistik dan objektif serta mencari dukungan dari lingkungan sekitar atau dukungan sosial. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya stres diantaranya adalah dengan dukungan sosial. Dukungan sosial adalah bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang terdekat yang berbentuk dukungan emosional (empati, perhatian dan cinta), dukungan instrumental (penyediaan sarana atau jasa) dan dukungan informasi (pengetahuan cara-cara mengasuh
anak
yang
mengalami
retardasi
mental)
dan
penilaian
positif
berupa
penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1990). Dukungan sosial dapat menimbulkan reaksi emosional dan perubahan perilaku pada orang yang menerima bantuan tersebut (Gottlieb, dalam Smet, 1994) sekaligus mereka lebih mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Heller & Swendle, 1986) seperti perasaan tertekan dan situasi yang penuh konflik (Sarafino, 1990). Selain dukungan sosial, ada faktor-faktor lain yang dirasa dapat mengurangi tingginya tingkat stres seseorang yaitu dengan mendekatkan diri pada Tuhan melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan (Faridi, 2002). Dengan mendekatkan diri pada Tuhan seseorang akan senantiasa merasa tentram, tenang, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang, ikhlas, sabar dan lapang dada (Adz-Dzaky, 2002). Bentuk penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan dari masing – masing agama tentunya berbeda-beda. Bagi umat muslim, bentuk penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan tersebut diantaranya berupa sholat, dzikir, membaca Al Quran, berpuasa dan ritual
lainnya. Kualitas dan kuantitas
pengamalan nilai-nilai keagamaan yang dilakukan seseorang menunjukkan tingkat religiusitas dari individu tersebut. Semakin sering dan intensif mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Individu dengan religiusitas yang tinggi dianggap memiliki pedoman untuk merespon hidup dan mempunyai daya tahan yang lebih baik dalam mengelola permasalahan yang dihadapi (Prihastuti & Theresiawati, 2003). Lebih lanjut Jalaludin (2002) mengatakan bahwa
jika penghayatan dan pelaksanaan
terhadap nilai-nilai agama tersebut meningkat maka akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, merasa aman yang pada akhirnya akan mengacu pada ketenangan batin. Tingkat religiusitas yang tinggi bisa diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi ketegangan-ketegangan
akibat permasalahan yang dirasakan berat dan
menekan. Dari penjalasan di atas, diketahui bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah yang dihadapi (Heller & Swendle, 1986) seperti perasaan tertekan dan situasi yang penuh konflik (Sarafino, 1990). Di sisi lain, religiusitas dianggap sebagai modal lain yang mampu menjadi pedoman untuk merespon hidup dan berperan penting dalam mengelola permasalahan yang dihadapi (Prihastuti & Theresiawati, 2003). Penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai religius yang komprehensif akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, merasa aman yang pada akhirnya akan mengacu pada ketenangan batin sehingga mampu meningkatkan daya tahan seseorang dalam mengatasi ketegangan-ketegangan
akibat
permasalahan yang dirasakan berat dan menekan. Dari penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa dukungan sosial dan religiusitas dapat menurunkan stres pada individu ketika dihadapkan pada situasi yang penuh tekanan. Dari paparan tersebut, maka timbul pertanyaan “Bagaimana tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental jika ditinjau dari dukungan sosial dan religiusitas”.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial dan religiusitas.
C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan ataupun masyarakat pada umumnya. Adapun manfaat tersebut adalah : 1.
Manfaat Teoritis Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi islami mengenai hubungan antara dukungan sosial dan religiusitas terhadap stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental.
2.
Manfaat Praktis Untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait seperti masyarakat ataupun keluarga yang mempunyai tanggung jawab memberikan dukungan sosial sebagai usaha preventif mengurangi stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental. Manfaat praktis yang lainnya adalah untuk memberikan masukan bahwa dukungan sosial saja tidak cukup sebagai usaha mengurangi kecenderungan depresi tapi hal tersebut juga harus diimbangi dengan religiusitas sebagai pengontrol diri dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
D. Keaslian Penelitian 1. Keaslian Topik Topik penelitian yang membahas tentang stres, dukungan sosial dan religiusitas telah banyak dilakukan. Misalnya penelitian Maryuni (2002) mengenai tingkat stres iorang tua yang mempunyai anak autisme yang dihubungkan dengan sikap penerimaan. Dalam Maryuni (2002) dan penelitian yang dilakukan penulis keduanya mempunyai tema yang hampir sama. Kedua penelitian ini menggunakan variabel tergantung yang sama yaitu tingkat stres, tetapi dalam penelitian Maryuni (2002) variabel bebas yang digunakan adalah sikap penerimaan, sedangkan penulis menggunakan dukungan sosial dan religiusitas sebagai variabel bebasnya. Selain penelitian Maryuni (2002) yang membahas tentang tingkat stres. 2. Keaslian Teori Penelitian yang dilakukan penulis, tingkat stres sebagai variabel tergantung menggunakan teori yang dikemukakan oleh Crider sedangkan dukungan sosial dan religiusitas sebagai variabel bebas masing-masing menggunakan teori yang dikemukakan oleh Thoits serta Glock & Stark. Pada penelitian yang dilakukan Maryuni (2002), untuk tingkat stres sebagai variabel tergantung, digunakan teori yang dikemukakan oleh Cox sedangkan variabel bebasnya yaitu sikap penerimaan digunakan teori yang dikemukakan oelh Sears. 3. Keaslian alat ukur
Pada penelitian ini penulis menggunakan tiga alat ukur yaitu skala stres, skala dukungan sosial dan skala religiusitas yang berbentuk kuesioner. Skala stres pada penelitian ini mengadopsi dari skala stres yang dibuat oleh Kumolohadi (2002), sedangkan skala dukungan sosial dan religiusitas dibuat sendiri oleh peneliti. Pada penelitian Maryuni (2002) alat ukur yang digunakan adalah skala tingkat stres dimana peneliti membuat sendiri alat ukur untuk skala tingkat stres sedangkan skala sikap penerimaan dibuat peneliti dengan mengadopsi dari skala sikap penerimaan dari Miftah (1999). 4. Keaslian subjek penelitian Subjek penelitian yang digunakan penulis adalah ibu-ibu yang berusia antara 25-45 tahun, mempunyai anak retarasi mental dan menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryuni (2002), subjek yang digunakan hampir
sama
dengan
peneliti
yaitu
mempunyai
anak
autis
dan
menyekolahkan atau menitipkan anak autis tersebut di yayasan atau sekolah autis serta mendampingi anaknya ketika anaknya melaksanakan terapi. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, tema yang digunakan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan tema yang digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan alat ukur dan subjek yang dipakai pada saat penelitian. Penggunaan alat ukur yang berbeda pada variabel dukungan sosial dan religiusitas dimana alat ukur tersebut dibuat sendiri oleh peneliti. Dalam hal ini penulis akan membahas hubungan antara tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai
anak retardasi mental ditinjau dari dukungan sosial dan religiusitas. Maka penelitian yang dilakukan penulis dapat dikatakan orosinil dalam penggunaan alat ukur dan subjek penelitian, sdangkan untuk teori dan tema penelitian tidak orisinil karena sudah pernah digunakan oleh peneliti yang lain.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres
1. Pengertian stres Stres adalah suatu respon organisme nonspesifik terhadap tuntutan internal dan ekstenal. Respon nonspesifik tersebut membantu tubuh menyesuaikan diri sehingga kembali pada keadaannya yang normal yang disebut homeostatis (Selye dalam Kumolohadi, 2002). Pendapat lain mengatakan bahwa stres adalah suatu kondisi individu yang disebabkan oleh transaksi antara individu tersebut dengan lingkungan yang menimbulkan perbedaan persepsi, adanya jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan sumber-sumber daya yang berupa sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang (Lazarus dan Folkman dalam Sarafino, 1990). Dari beberapa pengertian tentang stres diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi dimana individu tidak mampu menghadapi banyaknya tuntutan dari lingkungan yang bisa mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan sosial individu tersebut yang memunculkan perasaan tidak nyaman dan sekaligus mengalami ketegangan. 2. Sumber-sumber stres Sumber stres adalah suatu kondisi atau keadaan yang dialami individu baik yang berasal dari lingkungan atau individu itu sendiri yang dapat menyebabkan stres (Maramis, 1986). Sedangkan Korchin (1978) mengatakan sumber stres
adalah segala hal yang umumnya bersifat negatif yang dirasakan individu yang dapat menimbulkan perasaan tertekan. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres Maramis (1986) mengatakan bahwa tiap-tiap orang berbeda dalam menyesuaikan dirinya terhadap stres karena penilaian masing-masing individu terhadap stres pun berbeda-beda. Penilaian yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, kepribadian, inteligensi, emosi dan status sosial atau pekerjaan individu tersebut. 4. Fase-fase stres Ketika individu dihadapkan pada situasi yang bisa menyebabkan stres, umumnya individu akan memberikan reaksi secara bertahap.
Respon atau
reaksi yang dimunculkan tersebut tidak terjadi sekaligus. Selye (dalam Sarafino, 1990) menyebutkan fase reaksi psikologis ketika individu mengalami stres yang meliputi : a. Alarm Reaction (reaksi yang mengejutkan) b. Stage of Resistance (perlawanan) c. Stage of Exhaustion (keletihan)
5. Reaksi stres Reaksi merupakan respon atau tanggapan terhadap suatu rangsangan (Chaplin, 2002). Reaksi stres adalah respon atau tanggapan yang dimunculkan oleh individu ketika individu mengalami stres.
6. Indikator perilaku stres Ketika individu mengalami stres, umumnya menunjukkan indikator bahwa individu tersebut mengalami stres. Indikator perilaku stres adalah ciri-ciri atau gejala yang tampak ketika seseorang mengalami stres (Chaplin, 2002). Secara umum, gejala yang timbul akibat reaksi terhadap stres dapat dikategorikan menjadi tiga. Gejala tersebut menurut (Crider dalam Makmun 2002) berupa gangguan emosional, gangguan fungsi kognitif dan gangguan pada aktifitas fisiologis. B. Stres Pada Ibu-ibu Yang Mempunyai Anak Retardasi Mental
1. Pengertian retardasi mental Retardasi mental merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keterbatasan kemampuan intelektual sehingga sulit melakukan penyesuaian terhadap tuntutan didalam lingkungan dan sosial (Patton & Payne, 1983). Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan terbatasnya
kemampuan
intelektual
seseorang
yang
berpengaruh
pada
kemampuan kognitif, bahasa, motorik serta penyesuaian diri terhadap lingkungan yang terjadi selama periode perkembangan.
2. Jenis-jenis retardasi mental Patton & Blackbourn (1996) mengklasifikasikan retardasi mental menjadi 2 jenis yaitu : a. Retardasi mental ringan. b. Retardasi mental berat
3. Ibu dengan anak retardasi mental Floyd & Zmich (1991) dalam penelitiannya mengatakan ibu-ibu yang memiliki anak retardasi mental biasanya bersikap negative pada diri dan pasangannya. Perasaan yang dirasakan ibu lebih pada menyalahkan diri sendiri dan pasangan sebagai penyebab kecacatan anaknya. Selain itu problem yang dihadapi ibu yang memiliki anak cacat mental adalah stres yang berkaitan dengan pengasuhan anak, keterbatasan kecerdasan anak dan masa depan anak itu sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi yang dialami ibu-ibu pada umumnya ketika mempunyai anak yang mengalami retardasi mental adalah sedih, kecewa, menyangkal atau menolak mempunyai anak yang mengalami cacat mental bahkan berputus asa. Kondisi yang dialami ibu-ibu tersebut merupakan salah satu pemicu timbulnya stres.
C. Dukungan Sosial
1. Pengertian dukungan sosial Definisi dukungan sosial menurut Sarafino (1990) adalah faktor sosial yang berada diluar dari individu yang dapat meningkatkan kemampuan individu tersebut saat menghadapi stres dan konflik. Berdasarkan pengertian dukungan sosial diatas, dapat disimpulkan bahwa ukungan sosial merupakan tindakan atau bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
2. Sumber-sumber dukungan sosial Golbeger & Breznitz ( dalam Kartisari, 1995) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat bersumber dari : (1) orang tua, (2) saudara, (3) anak, (4) kerabat, (5) pasangan hidup atau suami/istri, (6) sahabat, (7) rekan kerja dan (8) tetangga. 3. Bentuk-bentuk dukungan sosial Dalton (dalam Saidiyah, 2003) menyebutkan ada dua bentuk dukungan sosial yaitu : 1. Dukungan general yaitu dukungan yang diberikan pada saat individu menghadapi tekanan atau tidak. Dukungan ini melibatkan perasaan kepemilikan, penerimaan dan perhatian. Tipe dukungan ini adalah integritas sosial dan dukungan emosional. 2. Dukungan spesifik yaitu bentuk dari dukungan yang menekankan pada problem focused coping pada situasi spesifik. Tipe dukungan ini bersifat ajakan, pemberian informasi dan materi. Memberi dorongan atau semangat merupakan salah satu cara memfokuskan arah pada persoalan dan penyelesaiannya. 4. Aspek-aspek dukungan sosial Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam dukungan sosial menurut Sarafino (1990) dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Aspek kuantitatif (jumlah), aspek ini difokuskan pada jumlah bantuan yang diterima oleh individu. 2. Aspek kepuasan, aspek ini difokuskan pada penilaian yang berkaitan dengan kepuasan individu terhadap bantuan yang diterimanya.
D. Religiusitas
1. Pengertian religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memiliki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Slim (dalam Rasmanah, 2003) mendefinisikan istilah tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal dari kata religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya suatu kekuatan kodrati diatas manusia. Religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama. Religius berasal dari kata religious yang berkenaan dengan religi atau sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Dari definisi yang diungkapkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari. 2. Dimensi religiusitas Menurut Glock & Stark (dalam Rahmat, 2003) ada 5 aspek atau dimensi religiusitas yaitu : 1. Dimensi Ideologi 2. Dimensi Peribadatan 3. Dimensi Penghayatan 4. Dimensi Pengetahuan 5. Dimensi Pengalaman Menurut Polutzian (1996) klasifikasi menurut Glock & Stark yang membagi agama ke dalam lima dimensi cukup representatif untuk mengungkap religiusitas
seseorang. Diantara lima dimensi diatas, dimensi pengetahuan dalam berbagai penelitian tidak memiliki hubungan dengan variabel lain. Tidak adanya hubungan antara dimensi pengetahuan dengan variabel lain dapat diketahui dari penelitian Diana (1998), Nashori (1999) dan Theresiawati (2003) dimana dimensi religiusitas tidak berkaitan dengan kreatifitas, kemandirian dan metode aktive coping. Berdasarkan hal diatas, maka dalam penelitian ini dimensi pengetahuan tidak dimasukkan sebagai dimensi religiusitas yang diteliti. E. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Stres pada Ibu yang memiliki Anak Retardasi Mental Kehadiran anak yang mengalami gangguan khusus salah satunya retardasi mental, bagi sebagian orang tua khususnya para ibu merupakan beban berat terutama dalam merawat dan membesarkan anak tersebut. Beban berat yang dirasakan para ibu tersebut bisa menimbulkan tekanan, goncangan kekecewaan ataupun kesedihan karena mereka merasa tidak mampu merawat atau membesarkan anaknya yang mengalami retardasi mental tersebut. Kondisi yang tidak mengenakkan ini membuat individu berupaya untuk mengurangi stres yang dialaminya. Upaya mengurangi stres tersebut diantaranya dengan mencari dukungan sosial. Menurut Sarafino (1990), dukungan sosial dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi stres dan konflik. Selain itu Thoits (1986) menambahkan bahwa dengan dukungan sosial membuat orang yang mengalami stres mampu mengubah arti situasi atau mengubah reaksi emosinya terhadap situasi yang ada.
F. Hubungan Antara Religiusitas dengan Stres pada Ibu yang memiliki Anak Retardasi Mental Seseorang yang mengalami stres maka kondisi fisik, emosi dan pikiran serta perilakunya akan terganggu. Dalam keadaan stres, individu akan merasa tegang, tidak mampu berfikir secara rasional, sehingga menjadi mudah marah, sedih, cemas bahkan depresi. Akibatnya tugas sehari-hari tidak dapat dikerjakan dengan baik dan akan menghambat berfungsinya individu dalam kehidupan (Kumolohadi, 2002). Cara lain yang dilakukan individu untuk mengurangi stres adalah dengan mendekatkan diri pada Tuhan melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan (Faridi, 2002). Kuantitas dan kualitas pengamalan nilai-nilai keagamaan yang dilakukan menunjukkan tingkat religiusitas dari individu tersebut. Jika penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai agama tersebut meningkat maka akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, merasa aman yang pada akhirnya akan mengacu pada ketenangan batin. Dari gambaran diatas, dapat dikatakan bahwa religiusitas berfungsi sebagai pelindung terhadap efek negatif dari stres. Dengan kata lain, religiusitas dapat dianggap sebagai suatu bentuk terapi untuk menurunkan efek-efek negatif dari stres itu sendiri.
G. Hipotesis 1. Ada hubungan yang negatif antara dukungan sosial dengan stres pada ibuibu yang mempunyai anak retardasi mental. 2. Ada hubungan yang negatif antara religiusitas dengan stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental.
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Variabel Bebas
: a. Dukungan Sosial b. Religiusitas
Variabel Tergantung
: Stres
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Stres adalah kondisi dimana seorang individu tidak mampu menghadapi banyaknya tuntutan dari lingkungan disekitarnya. Variabel ini akan diungkap dengan skala stres berdasarkan indikator perilaku stres dari Crider (Makmun, 2002) yaitu gangguan emosional atau psikologis, gangguan kognitif atau perilaku dan gangguan fisiologis. 2. Dukungan sosial adalah tindakan atau bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Variabel ini akan diungkap dengan skala dukungan sosial berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial dari Thoits (1986) yaitu Problem focused dan dukungan instrumen, Emotion focused dan dukungan emosi, serta Perception focused dan dukungan informasi. 3. Religiusitas adalah suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari. Variabel ini akan diungkap dengan skala religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas dari Glock
& Stark (Rakhmat, 2003) yaitu dimensi keyakinan, dimensi penghayatan, dimensi peribadatan, dimensi pengamalan dan dimensi pengetahuan. C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berusia antara 25-45 tahun, memiliki anak retardasi mental dan menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa atau SLB C (Sekolah Penyandang Cacat Mental) di SLB PKK Bandar Lampung. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis yaitu : 1. formulir data pribadi merupakan suatu cara yang dimaksudkan untuk mengetahui identitas subjek. Data yang diungkap melalui angket berupa data faktual yang berkaitan dengan diri subjek sendiri seperti nama, usia, alamat, jumlah anak yang dimiliki, pekerjaan (Azwar, 2003). 2. angket digunakan dengan anggapan bahwa subjek dapat mengekspresikan apa yang dirasakannya baik yang berkaitan dengan kondisi saat mengalami stres, keberagamaan subjek dan dukungan yang ada disekitarnya. Apa yang dinyatakan subjek adalah benar, dapat dipercaya dan interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan adalah sama dengan apa yang dimaksud peneliti (Azwar, 2003).
Adapun kuesioner dalam penelitian ini adalah : 1. Skala Stres Blue Print Skala Stres Sebelum Uji Coba No
Aspek
1
Gangguan fisiologis
2
Gangguan psikologis
3
Unfavourable
Jumlah Butir
7, 17, 19, 33, 38, 46, 47, 62, 64, 70
22
5, 11, 28, 29, 30, 40, 49, 56, 57, 58, 73
24
4, 15, 16, 24, 25, 41, 43, 44, 53, 54, 61, 67
27
33
73
Favourable
Gangguan perilaku Jumlah
1, 8, 9, 12, 18, 31, 34, 37, 45, 59, 63, 71 2, 6, 10, 14, 20, 21, 26, 27, 36, 39, 48, 55, 65 3, 13, 22, 23, 32, 35, 42, 50, 51, 52, 60, 66, 68, 69, 72 40
2. Skala Dukungan Sosial Blue Print Skala Dukungan Sosial sebelum Uji Coba No
1
2
3
Aspek Problem focused dan dukungan instrument Emotion focused dan dukungan emosi Perception focused dan dukungan informasi Jumlah
Sumber dukungan Suami Teman Institusi pendidikan Suami Teman Institusi pendidikan Suami Teman Institusi pendidikan
Unfavourable
Jumlah Butir
16, 22, 47
7
4, 19
5
3, 48
4
5, 25, 32, 44
10
13, 33, 40
6
11, 39
6, 34
4
7, 14, 35 8, 41, 49
12, 23, 42 37, 43
6 5
36, 38
9, 24
4
28
23
51
Favourable 1, 18, 27, 45 2, 28, 46 17, 29 10, 15, 20, 26, 30, 51 21, 31, 50
3. Skala Religiusitas Blue Print Religiusitas Sosial Sebelum Uji Coba No
Dimensi
1
Keyakinan
2 3
Peribadatan Penghayatan
4
Pengamalan Jumlah
Favourable
Unfavourable
1, 14, 22, 34, 35, 41, 49, 50 12, 16, 24, 37 4, 11, 17, 25, 32, 38, 43, 47 6, 9, 19, 27, 30, 40, 45 27
2, 13, 15, 23, 36, 42, 48, 51 3, 33 5, 10, 18, 26, 31, 39, 44 7, 8, 20, 21, 28, 29, 46 24
Jumlah Butir 16 6 15 14 51
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas skala mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau sejauh mana alat ukur tersebut mampu mengukur atribut yang telah dirancang peneliti. Skala yang memiliki validitas tinggi dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran (Azwar, 2003). 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan keajegan dari suatu pengukuran sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang sama setelah beberapa kali dilakukannya pengukuran (Azwar, 2003). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara 0,000 hingga 1,000. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,000 maka semakin tinggi reliabilitasnya. (Azwar, 2003).
F. Metode Analisis Data Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian korelasional yaitu ingin mengetahui hubungan antara stres ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial dan religiusitas. Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik uji korelasi Product Moment dari Pearson yang akan diproses dengan menggunakan program SPSS for windows release 12.00
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Sekolah Luar Biasa Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (SLB PKK) adalah Sekolah Luar Biasa yang khusus menerima anak-anak yang mengalami cacat mental (SLB C) dan cacat pendengaran (SLB B). SLB PKK ini merupakan SLB swasta yang berada dibawah naungan Yayasan Dharma Bhakti Propinsi Bandar Lampung. SLB PKK berdiri pada tahun 1990, beralamat di Jl. H. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung. Lokasi SLB PKK ini cukup strategis karena
berada
ditepi
jalan
raya
sehingga
mudah
dijangkau
dengan
menggunakan angkutan umum atau kendaraan yang lainnya. Tabel 1 Informasi Data dan Jumlah Siswa SMPLB C SLB PKK Bandar Lampung Tingkat Pendididkan
Kelas
Gol. Kelas C1
1 C2 SMPLB C C1 2 C2
C1 SMPLB C
3 C2 Total
Jenis Kelamin L P L P L P L P L P L P
Jumlah 2 2 1 2 1 2 1 1 3
Total 2 org 3 org 3 org 2 org
2 org 3 org 15 org
(Sumber : Tata Usaha SLB PKK Bandar Lampung, Juli 2005) Keterangan : C1 : Retardasi Mental Ringan ; C2 : Retardasi Mental Sedang.
Selain gambaran mengenai siswa SLB C SLB PKK Bandar Lampung, peneliti juga memberikan gambaran mengenai ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental sebagai berikut : Tabel 2 Informasi data responden penelitian No Faktor 1
2
3
Usia
Tingkat Keparahan anak
Pekerjaan
Kategori
n
a. ? 30
10
b. 30 ? x ? 45
43
a. Retardasi mental ringan
25
b. Retardasi mental sedang
28
a. Bekerja
26
b. Tidak bekerja
27
2. Persiapan a. Persiapan Administrasi Persiapan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian adalah mengurus surat perijinan yang dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SLB PKK Bandar Lampung dengan No. 325/Dek/70/FP/VI/2005. b. Persiapan Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 skala yaitu Skala Stres, skala Dukungan Sosial dan Skala Religiusitas. Uji coba alat ukur skala dilakukan pada tanggal 15 – 24 Juni 2005. Subjek uji coba alat ukur ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental, dengan usia antara 25 sampai 45 tahun. Uji coba alat ukur ini dilakukan di SLB N 1 Yogyakarta.
Tabel 3 Distribusi Butir Skala Stres Sebelum Uji Coba No
Aspek
1
Gangguan fisiologis
2
Gangguan psikologis
3
Gangguan perilaku Jumlah
Favourable 1, 8, 9, 12, 18, 31, 34, 37, 45, 59, 63, 71 2, 6, 10, 14, 20, 21, 26, 27, 36, 39, 48, 55, 65 3, 13, 22, 23, 32, 35, 42, 50, 51, 52, 60, 66, 68, 69, 72 40
Unfavourable
Jumlah Butir
7, 17, 19, 33, 38, 46, 47, 62, 64, 70
22
5, 11, 28, 29, 30, 40, 49, 56, 57, 58, 73
24
4, 15, 16, 24, 25, 41, 43, 44, 53, 54, 61, 67
27
33
73
Tabel 4 Distribusi Butir Skala Stres Setelah Uji Coba No. Aitem No
Aspek
1
Gangguan fisiologis
2
Gangguan psikologis
3
Gangguan perilaku Jumlah
Jumlah Butir Sahih
Favourable
Unfavourable
1, 8, 9,12, 18, 31, 33, 34, 45, 48, 71 2, 6, 14, 20, 21, 26, 36, 39, 55, 65 3, 13, 22, 26, 27, 35, 42, 51, 52, 60, 68, 72 33
17, 19, 38, 47, 62, 64
17
10, 58, 73
13
4, 24, 28, 29, 41
18
15
48
Tabel 5 Distribusi Butir Skala Dukungan Sosial sebelum Uji Coba Sumber No Aspek Favourable Unfavourable dukungan Problem 1, 18, 27, Suami 16, 22, 47 focused dan 45 1 dukungan Teman 2, 28, 46 4, 19 instrument Institusi 17, 29 3, 48 pendidikan Emotion 10, 15, 20, Suami 5, 25, 32, 44 focused dan 26, 30, 51 2 dukungan Teman 21, 31, 50 13, 33, 40 emosi Institusi 11, 39 6, 34 pendidikan Perception Suami 7, 14, 35 12, 23, 42 focused dan Teman 8, 41, 49 37, 43 3 dukungan Institusi 36, 38 9, 24 informasi pendidikan Jumlah 28 23
Jumlah Butir 7 5 4 10 6 4 6 5 4 51
Tabel 6 Distribusi Butir Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba No Aitem No Aspek Favourable Unfavourable 1
Problem Focused & Dukungan Instrumen
Suami
Teman
2
Emotion Focused & Dukungan Emosi
Institusi Pendidikan Suami
Teman
3
Perception Focused & Dukungan Informasi
Institusi Pendidikan Suami
Teman
Institusi Pendidikan Jumlah Keterangan : ( ) merupakan nomor penelitian
Jumlah Butir Sahih
1, 18 Suami 16 (8), (10), 22 (13), 27, 45 47 (29) (27) 2, 28 Teman 4, 19 (16), 46 (28) 17 (9), Institusi 3, 48 29 Pendidikan (30) 10, 15 Suami 5, 25 (7), 20 (15), 32 (11), (18), 44 26, 30, 51 (33) 21 Teman 13 (5), (12), 33, 40 31 (17), 50 (32) 11 (4), Institusi 6, 34 39 (23) Pendidikan (19) 7 (1), Suami 12, 23 14 (6), (14), 42 35 (20) (25) 8 (2), Teman 37 (21), 41 43 (26) (24), 49 (31) 36, 38 Institusi 9 (3), 24 (22) Pendidikan 19 14 urut aitem yang digunakan dalam
5
2 2
5
4
3 5
5
2 33 skala
Tabel 7 Distribusi Butir Religiusitas Sebelum Uji Coba No
Dimensi
1
Keyakinan
2 3
Peribadatan Penghayatan
4
Pengamalan Jumlah
Favourable
Unfavourable
1, 14, 22, 34, 35, 41, 49, 50 12, 16, 24, 37 4, 11, 17, 25, 32, 38, 43, 47 6, 9, 19, 27, 30, 40, 45 27
2, 13, 15, 23, 36, 42, 48, 51 3, 33 5, 10, 18, 26, 31, 39, 44 7, 8, 20, 21, 28, 29, 46 24
Tabel 8 Distribusi Butir Skala Religiusitas Setelah Uji Coba No. Aitem No Dimensi Favourable Unfavourable 1 Keyakinan 1 (1), 16 (11), 26, 2, 15 (10), 17 41 (26), 42 (27), (12), 27 (17), 43, 51 (31), 62 (38), 52, 61 (37), 64 63 (39) 2 Peribadatan 14 (9), 18 (13), 3, 40 (25) 28, 44 3 Penghayatan 4, 13 (8), 19 (14), 5 (2), 12 (7), 20 29 (18), 39 (24), (15), 30 (19), 38 45 (28), 53 (32), (23), 46 (29), 54 60 (36) (33) 4 Pengamalan 6 (3), 11 (6), 21, 7 (4), 10 (5), 22 31 (20), 37 (22), (16), 25, 32 (21), 47 (30), 55 (34) 36, 56 (35) Jumlah 22 17
Jumlah Butir 16 6 15 14 51
Jumlah
11
3
14
11 39
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan selama satu minggu, yaitu pada hari Rabu-Kamis tanggal 25 Agustus sampai dengan 1 September 2005. Penelitian dilakukan pada pukul 08.30-11.00 WIB. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berusia antara 25-45 tahun dan menyekolahkan anaknya di SLB PKK Bandar Lampung khususnya SLB bagian C.
C. Hasil Penelitian Tabel 9 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia No Rentang Usia 1 25 – 28 tahun 2 29 – 31 tahun 3 32 – 35 tahun 4 36 – 38 tahun 5 39 – 41 tahun 6 42 – 45 tahun Total
Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian Skor Yang Diperoleh Variabel (Empirik) Min Max SD Mean Stres 57 150 20,367 106,62 Dukungan 85 132 9,981 106,13 Sosial Religiusitas 107 155 12,096 133,81
Prosentase 9,43% 16,98% 18,87% 20,76% 24,53% 9,43% 100%
Skor Yang Dimungkinkan (Hipotetik) Min Max SD Mean 48 192 24 120 33
132
16,5
82,5
39
156
23
97,5
Tabel 11 Kriteria Kategori Kategori Nilai Sangat Rendah X ? M – 1,8 SD Rendah M – 1,8 SD ? X ? M – 0,6 SD Sedang M – 0,6 SD ? X ? M + 0,6 SD Tinggi M + 0,6 SD ? X ? M + 1,8 SD Sangat Tinggi X ? M + 1,8 SD Catatan : M = rerata hipotetik ; SD = satuan standar deviasi
Dari kriteria kategori yang dibuat, maka tiap-tiap skala mempunyai kategorisasi sebagai berikut : 1. Skala Stres Tabel 11 Kategori Skor Variabel Stres Skor Kategorisasi Sangat Rendah X ? 76.8 Rendah 76,8 ? X ? 105,6 Sedang 105,6 ? X ? 122,4 Tinggi 122,4 ? X 163,2 Sangat Tinggi X ? 163,2
Frekuensi 3 26 12 12 0 53
% 5,66% 49,06% 22,64% 22,64% 0% 100%
2. Skala Dukungan Sosial Tabel 12 Kategori Skor Variabel Dukungan Sosial Skor Kategori Sangat Rendah X ? 52,8 Rendah 52,8 ? X ? 72,6 Sedang 72,6 ? X ? 92,4 Tinggi 92,4 ? X ? 112,2 Sangat Tinggi X ? 112,2
Frekuensi 0 0 3 36 14 53
% 0% 0% 5,66% 67,92% 26,42% 100%
Frekuensi Frekuensi 0 0 1 20 32 53
% % 0% 0% 1,89% 37,73% 60,38 100%
3. Skala Religiusitas Tabel 13 Kategori Skor variabel Religiusitas Skor Kategori Skor Kategori Sangat Rendah X ? 62,4 Rendah 62,4 ? X ? 82,8 Sedang 82,8 ? X ? 109,2 Tinggi 109,2 ? X ? 132,6 Sangat Tinggi X ? 132,6
3. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Dari uji normalitas yang dilakukan, dihasilkan variabel stres koefisien KSZ = 0,716 ; p = 0,684, variabel dukungan sosial koefisien K-SZ = 0,648 ; p = 0,795, variabel religiusitas koefisien K-SZ = 0,663 ; p = 0,771. Hasil uji normalitas pada semua variabel adalah normal karena setiap variabel sudah memenuhi kaidah uji normalitas yaitu p > 0.05. b. Uji Linearitas Dari uji linearitas yang dilakukan, menunjukkan bahwa korelasi antara stres dengan dukungan sosial adalah linear dengan nilai F = 11.542 ; p = .002, sedangkan korelasi antara stres dengan religiusitas juga linear dengan nilai F = 4,654 ; p = 0,043. 4. Uji Hipotesis Hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis product moment dari Pearson, korelasi antara stres dengan dukungan sosial menunjukkan bahwa r = 0,334 ; p = 0,007 (p < 0,01) sedangkan korelasi antara stres dengan religiusitas menunjukkan r = -0,277 ; p = 0,022 (p < 0,05). Kaidah uji statistik terhadap p adalah bila p < 0,05 berarti signifikan dan p < 0,01 berarti sangat signifikan. Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa hiupotesis yang dikemukakan oleh peneliti diterima.
5. Analisis Data Tambahan Untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh megenai hasil penelitian ini, maka peneliti melakukan uji beda untuk mengetahui apakah ada perbedaan
tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental berdasarkan usia dan tingkat keparahan anak yang mengalami retardasi mental. a. Berdasarkan Usia Tidak ada perbedaan tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental jika ditinjau dari usia (t=0.240, p=0.813) b. Berdasarkan Tingkat Keparahan Anak Yang mengalami Retardasi Mental Ada perbedaan tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental jika ditinjau dari tingkat keparahan anak yang mengalami retardasi mental (t=-3.709, P=0.001) c. Berdasarkan masing-masing aspek religiusitas Dari hasil analisis tambahan yang dilakukan dengan menghubungkan tingkat stres subjek dengan masing-masing aspek pada variabel religiusitas, diketahui bahwa aspek pengamalan yang berhubungan dengan tingkat stres subjek (p = 0,027) sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh terhadap tingkat stres subjek. D. Pembahasan Hasil penelitian yang berjudul “Stres pada ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental ditinjau dari dukungan sosial dan religiusitas” ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara tingkat stres ibuibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial dan hasil yang didapat adalah nilai r = -.334 ; p = .007, sedangkan hasil lain
juga
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara stres dengan religiusitas dan hasil yang diperoleh adalah nilai r = -0,277 ; p = 0,022. Hal ini berarti semakin besar dukungan sosial yang diterima dan tingginya tingkat
religiusitas yang dimiliki, maka semakin rendah tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental. Dukungan sosial sering kali dianggap sebagai suatu langkah awal dalam menanggulangi stres (Benyard & Graham, dalam O’Brien 2001). Tujuan dari dukungan sosial ini sesuai dengan yang dikemukakan Ogden (dalam Kumolohadi, 2002) mengenai hipotesis penyanggga (buffer hypothesis) yang menyebutkan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi seseorang terhadap efek negatif dari stres yang berat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Cox (dalam Maryuni, 2002) bahwa stres berdampak negatif terhadap jiwa seseorang seperti kegelisahan, agresif, kehilangan kesabaran, kekecewaan, menarik diri dan dapat juga berdampak pada fisiologis seseorang seperti migrain, maag, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya. Disaat-saat seperti inilah seseorang yang mengalami stres membutuhkan penguatan atau dukungan dari lingkungan disekitarnya. Orang yang menerima dukungan sosial tinggi akan memandang suatu situasi yang penuh stres dengan tenang, sebab orang yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi akan berusaha mengubah respon terhadap sumber stres dan berusaha mencari seseorang untuk membantu meringankan stres yang dialaminya. Salah satu faktor yang dapat berhubungan dan berpengaruh terhadap stres selain dukungan sosial adalah religiusitas. Dukungan sosial yang dilakukan individu merupakan suatu bentuk pertolongan yang didapat dari lingkungan disekitarnya, sedangkan religiusitas merupakan bentuk pertolongan untuk menghindari stres dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan melalui penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai keagamaan.
Adz-Dzaky (2002) mengatakan bahwa dengan mendekatkan diri pada Tuhan seseorang akan senantiasa merasa tentram, tenang, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang, ikhlas, sabar dan lapang dada. Hal ini senada dengan Rakhmat (2003) yang mengatakan bahwa banyak persoalan dalam hidup manusia yang tidak dapat diatasi oleh manusia itu sendiri. Dalam ketidakberdayaannya menghadapi kenyataan, bisa diatasi dengan kebesaran hati dan jiwa, sikap pasrah, mengambil hikmah dan memohon pertolongan pada Tuhan. Data deskriptif menunjukkan bahwa secara umum subjek pada penelitian ini mempunyai tingkat stres yang tergolong sedang. Tingkat stres ibu-ibu yang tergolong sedang ini memperlihatkan bahwa ibu-ibu tersebut umumnya merasa dapat mengatasi kondisi stres yang dialami dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan lancar meskipun mereka mengalami tekanan yang dapat menimbulkan gangguan baik secara fisik, psikologis maupun perilaku ketika mereka mempunyai anak retardasi mental. Sementara itu, untuk variabel dukungan sosial subjek pada penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya dukungan sosial yang diterima ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental secara umum memperlihatkan bahwa perhatian dan bantuan yang diterima ibu-ibu secara umum banyak membantu mengurangi tingkat stres yang dialami ibu-ibu tersebut. Data deskriptif lain menunjukkan bahwa tingkat religiusitas subjek yang tergolong sangat tinggi. Tingkat religiusitas yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa secara umum penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan subjek dikatakan baik.
Tingkat stres subjek yang tergolong sedang atau rendah ini ternyata merupakan hasil sumbangan dari dukungan sosial sebesar 11,2% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Sedangkan religiusitas memberikan sumbangan sebesar 7,7% terhadap tingkat stres subjek dan sisanya juga merupakan faktor lain yang tidak dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Berdasarkan data yang penulis temui di lapangan, ada beberapa faktor yang memungkinkan dapat memberikan sumbangan bagi rendahnya tingkat stres yaitu jumlah anak, pekerjaan demikian pula dengan self efficacy dan kepercayaan diri (O’Brien dalam Kumolohadi, 2001). Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental yang berada pada usia dewasa awal dan dewasa tengah. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa ada perbedaan tingkat stres ibu-ibu yang mempunyai anak etardasi mental berdasarkan tingkat keparahan anak yang mengalami retardasi mental. Hasil lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa tidak ada perbedaan dukungan sosial berdasarkan tingkat keparahan anak yang mengalami retardasi mental. Hasil analisis tambahan lain yang menghubungkan tingkat stres subjek dengan masing-masing aspek variabel religiusitas dan dihasilkan bahwa aspek pengamalan berhubungan dengan tingkat stres subjek sedangkan aspek yang lain tidak berhubungan dengan tingkat stres subjek. Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan, pertama Kurangnya sumber dukungan yang dipakai atau digunakan dalam aspek dukungan sosial. Pada penelitian ini, penelitia hanya menggunakan sumber dukungan yang berasal dari suami, teman dan instansi pendidikan. Padahal, menurut teori yang
ada, sumber dukungan sosial bisa juga berasal dari kerabat, teman kerja ataupun orang di lingkungan tempat tinggal atau tetangga. Kedua , angket stres yang digunakan dalam penelitian ini adalh angket stres dalam kondisi yang umum artinya kondisi stres yang terjadi hanya kondisi stres secara umum, padahal kondisi stres yang dialami ibu-ibu bisa jadi bukan karena mempunyai anak yang mengalami retardasi mental, tetapi bisa jadi kondisi stres yang dialami bisa karena ekonomi atau kondisi yang lain.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan dukungan sosial. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima subjek, maka semakin rendah tingkat stres yang dialami subjek. Ada hubungan negatif yang signifikan antara stres ibu-ibu yang mempunyai anak retardasi mental dengan religiusitas. Semakin tinggi religiusitas yang dimiliki subjek, maka semakin rendah tingkat stres yang dialami subjek. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Bagi Subjek Penelitian Tingkat stres ibu-ibu yang berada pada kategori rendah dan sedang ini minimal dipertahankan dan sebaiknya lebih ditekan lagi antara lain dengan cara meningkatkan cara mengelola stres. Untuk dukungan sosial dan religiusitas hendaknya tetap dipertahankan dengan cara banyak mengikuti kegiatan keagamaan diluar rumah secara rutin, banyak berinteraksi dengan lingkungan disekitar, menjaga hubungan yang harmonis baik dengan keluarga maupun dengan lingkungan disekitar kita. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk lebih mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan stres, dapat memperhatikan faktor lain yang dapat dihubungkan dengan stres yaitu kepribadian, budaya, teknologi, resiliansi ataupu self efficacy subjek. Selain itu, sebaiknya untuk penelitian selanjutnya mengantisipasi kelemahan penelitian yaitu pada pelaksanaan try out maupun penelitian, sebaiknya skala tidak dibawa pulang oleh subjek karena tidak semua dapat kembali. Selain itu, peneliti selanjutnya juga lebih memperhitungkan jumlah skala dan jumlah aitem dalam tiap-tiap skala agar tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan
subjek lelah dalam menjawab. Pembuatan angket yang berkaitan dengan stres sebaiknya lebih spesifik maksudnya pernyataan yang dibuat untuk mengungkap stres lebih spesifik karena kondisi stres yang dialami seseorang belum tentu sesuai dengan kondisi stres yang dimaksud oleh peneliti (stres yang dialami seseorang dapat disebabkan oleh banyak faktor). Pengguanan aspek pada masing-masing variabel juga diperhatikan. Jika ingin menggunakan variabel dukungan sosial, yang perlu diperhatikan adalah penggunaan sumber dukungan sosial diperbanyak dari penelitian sebelumnya. Selain itu untuk variabel religiusitas diusahakan fokus pada satu agama saja agar memudahkan pembuatan aitem dari masing-masing aspek khususnya aspek pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, H. B. 2002. Konseling & Psikoterapi Islam : Penerapan Metode Sufistik. Yogyakarta. Fajar Pustaka Baru Atikarini, A. 2001. Hubungan Antara Kepercayaan Dri Dengan Tingkat Stres Pada Alumni Universitas Islam Indonesia Dalam Menncari Kerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UII Atkinson, R. L. 1990. Pengantar Psikologi. Jakarta : Penerbit Erlangga Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ke 4. Yogyakarta Chaplin, C. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali Press Chatters, L. M. 2000. Religion & Health :Influence of Religiosity for Alcohol Use Among Protestants. Journal Science Study Religion. 32 : 441-556 Cohen, S., & Syme, S. L., 1985. Social Support & Health : Issues in The Study of Social Support. London. Academic Press : Inc Data Tahunan Siswa SLB C se-Bandar Lampung. Dinas Pendidikan Nasional dan Dinas Sosial Propinsi Bandar Lampung Diana, R. 1998. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kreatifitas Pada Siswa SMU. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Dister, N. S. 1988. Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius Effendi, R. W., & Tjahjono, E. 1999. Hubungan Antara Perilaku Coping dan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Pada Ibu Hamil Anak Pertama. Anima : Indonesian Psychological Journal. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Vol 14. 54. 214-227 Faridi, Drs. 2002. Agama Jalan Kedamaian. Jakarta :PT. Ghalia Indonesia Floyd, F. J., & Zmich, D. E., 1991. Marriage and The Parenting Partnership : Perception and Intervensions of Parrents With Mentally Retarded and Typically Developing Children. Journal of Child Development, 62, 14341448