TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai dan Pengelolaannya Food and Agricultural Organization (FAO) (1962, dalam Sheng, 1968) dan Arsyad dkk. (1985) mendefinisikan daerah aliran sungai sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam suatu sistem aliran sungai yang menplir dari hulu menuju ke muara atau tempat-tempt tertentu. Tempat tertentu dapat berupa danau, kampung, kota atau stasiun pengukur arus. Oleh karena itu batas suatu DAS dapat ditentukan berdasarkan perilaku dari aliran airnya.
Kawasan tersebut dpisahkan dengan kawasan lainnya oleh pemisah topografi. Arsyad dkk. (1985) mengemukakan bahwa di dalam daerah aliran sungai berlangsung aktivitas interaktif yang dinamis clan spesifik dari sejumlah komponen penyusunnya, maka DAS dapat dipandang sebagai suatu wilayah ekologis yang aktivitasnya dibatasi sepenuhnya dari wilayah ekologis lainnya. Sebagai suatu sistem ekologis/ekosistem, dimana jasad hidup dan lingkungan fisik kimia berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan dinamis antar energi dan material yang keluar, dalam keadaan alami, energi matahari, iklim di atas DAS, dan unsur-
unsur endogenik di bwah permukaan DAS, merupakan masukan (input), sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output) DAS.
.
Karakteristik yang spesifik yang dimiliki oleh DAS dari sejumlah komponenkomponen penyusunnya seperti curah hujan, evapotranspirasi, aliran permukaan, infiltrasi, aliran bawah permukaan, aliran air bawah tanah dan aliran sungai, berkaitan
erat dengan unsur utama DAS yaitu sifat-sifat tanah, vegetasi, topografi, luas dan letak dan pengelolaannya, akan memperlihatkan perilaku hidrologi yang berbeda dari DAS lainnya.
Karakterist~khujan dan aliran permukaan akan mencerminkan potensi
penyediaan energi dalam proses erosi dan sedimentasi, sedangkan potensi sumberdaya pada DAS akan memperlihatkan berbagai tipe penggunaadpemanfaatan lahan. Sinukaban (1994) mengemukakan bahwa tujuan pengelolaan DAS adalah : (1) bagaimana memanfaatkan semua sumberdaya alam dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi yang optimal dalam waktu yang tak terbatas; (2) menekan bahaya seminimum mungkin, sehingga didapatkan distribusi air yang merata sepanjang tahun, erosi dan sedimentasi yang kecil. Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan secara ringkas bahwa pengelolaan DAS diarahkan pada :(l) tersedianya air yang merata sepanjang tahun, mengamankan sumber-sumber air dan mengatur pemakaian air; (2) menekan erosi seminimum mungkin dan mempertahankan atau meningkatkan kesuburannya melalui penerapan agroteknologi yang sesuai pa& DAS tersebut; (3) meningkatkan pendapatan masyarakat dalam memperoleh kehidupan yang layak. Oleh karena itu, sistem pengaturan dan penggunaan lahan merupakan aktivitas
yang
mendasari
perencanaan
pengelolaan
DAS
yang
dalam
pengembangannya memerlukan analisis yang menyeluruh melalui pendekatan sistem. Pendekatan Sistem Sistem dan Model
Sistem didefinisikan sebagai suatu gugus atau seperangkat elemen yang saling berinteraksi, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
(Manetch dan Park, 1977; Djojomartono, 1993). lnteraksi yang rumit yang teqadi dalam sistem dapat dirancang dan disederhanakan dalam bentuk model. Mize dan Cox (1968) mengemukakan bahwa model adalah gambaran abstrak suatu sistem dunia nyata, dimana hubungan antar elemen dinyatakan dalam bentuk hubungan sebab akibat. Hillel (1977) menyatakan bahwa model dapat merupakan suatu simbol yang mempresentasikan secara matematis suatu situasi yang diidealisasikan, yang mempunyai ciri struktw penting dari dunia nyata. Woolhiser dan Brakensick (1982) menjelaskan bahwa model mengandung pengertian pengintegrasian penggalan-penggalan pengetahuan dari sejumlah komponen sistem &lam kaitan dengan pengembangan konsep menyeluruh dari sistem yang dipelajari, dengan model, dapat dipahami fenomena-fenomena alam dan di bawah kondisi yang sarna dapat dipakai untuk menduga perilaku sistem. Model, stnrktumya tidak serumit dengan keadaan yang nyata (Nasendi dan Anwar, 1985). Analisis Sitem dan Simulasi Analisis sistem didefinisikan sebagai studi mengenai sistem atau organisasi dengan menggunakan azas-azasmetode ilmiah, sehingga dapat dibentuk konsepsi dan model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk mengadakan perubahan-perubahan struktw dan metode serta menentukan kebijakan, strategi dan taktik (Soerianegara, 1978). Patten (1972) mengernukakan bahwa dalam analisis sistem dilakukan serangkaian teknik yang mencoba untuk : (1) mengidentifikasi sifatsifat makro dari suatu sistem, yang merupakan perwujudan karena adanya interaksi di dalam dan diantara subsistemnya; (2) menjelaskan interaksi atau proses-proses yang
berpengaruh terhadap sistem secara keseluruhan yang diakibatkan karena adanya masukan; (3) menduga atau meramal apa yang mungkin terjadi pada sistem bila beberapa faktor yang ada dalam sistem berubah, dengan demikian analisis sistem dapat digunakan sebagai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Djojomartono (1993), mengemukakan bahwa ada tiga tipe kemampuan yang diperlukan untuk dapat menganalisis masalah yang kompleks yaitu : (1) suatu masalah yang kompleks tidak dapat dipecahkan tanpa pengetahuan yang dalam akan permasalahan yang dihadapi;(2) untuk dapat memecahkan masalah yang kompleks, suatu metode penstrukturan dan organisasi pengetahuan terhadap masalah tersebut sangat penting; (3) kebutuhan kemampuan yang bersifat teknis. Kemampuan ini mencakup penelusuran dan mengikuti secara bersamaan semua hubungan yang penting yang telah diidentifikasi dan dipilah. Selanjumya dikemukakan bahwa pada sistem makro, kompute~ memegang peranan yang penting, &lam suatu analisis sistem, setelah interaksi antar komponen yang penting teridentifikasi dan dltentukan melalui intuisi maupun penilaian, hubungan terstruktur yang banyak dimasukkan dalam komputer untuk dilakukan suatu simulasi dan mengikuti apa implikasinya. Tahapan ini disebut dengan pembuatan atau pelaksanaan model simulasi.
Gordon (1980) memberi
batasan simulasi sebagai teknik penyelesaian masalah melalui observasi keragaan atas waktu. Berdasarkan kemampuan-kemampuan di atas, dalam proses membangun model simulasi komputer terdapat enam tahap yang saling berhubungan yang harus diperhatikan :(I) identifikasi dan defenisi sistem; (2) konsepsualisasi sistem; (3)
fonnulasi model; (4) analisis terhadap perilaku model; (5) evaluasi model; dan (6) analisis kebijakan dan penggunaan model. Proses ini mulai dan berakhir dengan pengertian akan sistem dan permasalahannya, sehingga membentuk suatu keterkaitan antar tahap yang telah disebutkan di atas (Djojomartono, 1993).(Gambar 2).
lmplementasi kebij akan A
Pengertian akan suatu sistem 4 4 A
Analisis kebijakan
4 Simulasi
t
..
I
\
L
,
-
Formulasi model
4
Gambar 2. Diagram Lingkar Pendekatan Sistem Dinamik (Djojomartono, 1993) Pendekatan Model Hidrologi Konsep pengembangan
model-model
hidrologi di DAS didasarkan pada
prinsipprinsip gerakan air dan dibanyn menurut -hukum-hukum konsewasi massa dan energi (Woolhiser dan Brakensiek, 1982). Gerakan air di alam mengikuti satu siklus yang diatur menurut kaidah-kaidah alami.
Siklus air merupakan rangkaian peristiwa yang tejadi mulai dari air, saat ia jatuh ke bumi hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh kembali ke bumi (Ackerman, Coleman dan Ogrosky, 1954 dalam Arsyad, 1989). Konsep siklus air adalah titik permulaan pengetahuan tentang hidrologi. Siklusnya tidak berpangkal dan berakhir dari laut ke atmosfir terus ke permukaan tanah dan kembali ke laut, dalam pergerakannya untuk sementara air akan tertahan di danau, sungai, tanah atau air tanah dan dapat dimanfaatkan oleh manusia dan kembali ke atmosfir (Dunne dan Leopold, 1978 &lam Wanggai 1993; Linsley
a, 1984).
Hujan merupakan bentuk presipitasi yang paling penting di daerah tropik. Sebagian air (hujan) yang jatuh dapat menguap sebelum sampai ke bumi. Bagian air hujan yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, bangunan dan benda-benda lain di permukaan merupakan air intersepsi. Sebagian air intersepsi akan menguap kembali ke udara. Air yang sampai ke permukaan tanah, sebagian akan masuk ke &lam tanah
dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan tanah. Bagian air hujan yang masuk ke &lam tanah merupakan air infiltrasi, dengan masuknya air ke &lam tanah, maka kelembaban tanah akan meningkat, sampai mencapai keadaan jenuh. Proses pengaliran air dalam keadaan ini disebut perkolasi. Sebagian air di dalam tanah ini diambil dan digunakan oleh tanaman dan ditranspirasikan, di samping itu air di &lam tanah dapat langsung menguap melalui evaporasi. Air perkolasi bergerak terus ke bawah dan menjadi air tanah (ground water). Air ini dapat bergerak secara lateral dan merupakan sumber air utama bagi sungai dan danau.
Bagian air yang mengalir di permukaan, dapat mengisi cekungan-cekunyan yang merupakan simpanan permukaan. Jika simpanan ini telah terpenuhi, yang diakibatkan oleh hujan yang terus berlangsung, maka akan tejadi aliran permukaan (surface runoff). Aliran inilah yang menyebabkan erosi dan banjir. Aliran permukaan ini selanjutnya masuk ke dalam sungai dan menuju ke laut. Siklus hidrolog~ini seringkali digambarkan sebagai suatu rangkaian yang rurnit dari peredaran air dalam berbagai wujud (cair dan uap air) pada permukaan, di bawah permukaan bumi dan diatmosfir, di mana hukurn kekekalan massa ditarnpilkan sebagai azas yang paling mendasar (Sumawiganda, 1993).
Bagian dari siklus
hidrologi ini dapat diatur dalam suatu sistem daerah aliran sungai, dimana perilaku gerakannya ditentukan oleh karakteristik daerah aliran sungai. Proses ini dapat lebih disederhanakan &lam bentuk permodelan sistem hidrologi. Analisis hidrologi terkait dengan model hidrologi, yang pada gilirannya bergantung pada tujuan analisis, yaitu besaran-besaran hidrologi apa yang ingin kita ketahui dengan ketelitian yang dituntut (Sumawiganda,l993).
Struktur model
hidrologi pada penelitian ini dimodifikasi dari Crawford dan Linsley (1966) dan Arsyad (1989). Curah Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang paling penting di k r a h tropik. Pengamatan dan pengukuran terhadap hujan dapat dilakukan dengan alat penakar hujan, yang secara garis besarnya, terdiri atas dua macarn yaitu penakar hujan manual (biasa) yang hanya mencatat jumlah hujan, dan penakar hujan otomatis yaitu
selain mencatat jumlah hujan juga dapat mengetahui waktu hujan, intensitas hujan dan pola kejadian hujan. Hal yang paling penting diketahui dalam analisis hidrologi di DAS adalah distribusi curah hujan suatu wilayah, yang dapat ditentukan dengan
metode aritmatik, isohiet dan Poligon Thiessen (Viessman,
a, 1989).
Metode rata-rata aritmatik, digunakan pada wilayah yang memiliki curah hujan yang merata, dimana perbedaan curah hujan antara satu stasiun dengan stasiun lainnya, tidak lebih dan sepuluh persen.
Metode isohiet digunakan pada suatu
wilayah yang memiliki curah hujan sangat bervariasi, sedangkan Poligon Thiessen, digunakan bila hujannya cukup bervariasi. Curah hujan yang sampai dipermukaan bumi, yang merupakan masukan utama dalam
sistem daerah aliran sungai, akan didistribusikan ke dalam komponen-
komponen aliran menurut bentuk dan mekanisme sebagai berikut : Intersepsi Bentuk kehilangan air pertama dalam siklusnya di bumi adalah intersepsi yaitu proses pencegahan air hujan oleh bentuk-bentuk penahanan di permukaan bumi. Di DAS bentuk penahanan yang penting adalah vegetasi, sehingga dalam studi-studi
hidrologi vegetasi selalu menjadi perhatian utama dalam perhitungan kehilangan intersepsi.
Curah hujan yang jatuh pada suatu tajuk vegetasi, didistribusikan kembali dan berkurang kuantitasnya, jika curah hujan bergerak menuju lantai hutan. Jumlah pengurangan (intersepsi) ditentukan oleh jurnlah dan frekwensi curah hujan dan oleh kapasitas
cadangan
tajuk dan pengeringan
Pengkajian-pengkajian empiris
menunjukkan bahwa ha1 tersebut sangat bervariasi, tidak hanya diantara wilayahwilayah klimatologi dan tipe-ripe kerapatan dan umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada suatu tegakan tertentu. Bagian dari curah hujan yang diintersepsi, secara hidrologi cukup penting karena menyebabkan pembasahan tanah yang tidak merata, menghambat transpirasi, mengurangi pengambilan air tanah, berevaporasi secara lebih cepat dan menambah kehilangan penguapan total secara nyata (Lee, 1980). Beberapa metode telah dikemukakan &lam menetapkan besamya intersepsi. Ray (1970), Manokaran (1979) dan Lee (1980), melalui pengukuran aliran batang (sternflow) dan lolosan tajuk (throughfall), dimana intersepsi dirumuskan sebagai berikut :
lnsep
=
Ch - Ab - Lt
1)
dimana : lnsep : Intersepsi (mm) Ch
: Curah hujan (mm)
Ab
: Aliran batang (mm)
Lt
: Lolosan tajuk (mm)
Selain melalui pengukuran, pengestimasian atau pendugaan intersepsi juga dapat dilakukan.
Aston (1979) Gash (1979) dan Lee (1980), mengemukakan
persamaan empiris sebagai berikut : Insep
=
a + b Ch
dimana : Insep : Intersepsi (mm)
Ch
: Curah hujan (mm)
a
: Konstanta yang menyatakan titik potong garis regresi
b
: Koefisien regresi yang menyatakan garis regresi
Pasokan Air Permukaan
Bagian dari curah hujan yang tidak tertahan oleh tajuk, akan jatuh sebagai hujan lolosan tajuk dan aliran batang, yang akan mensuplai air Ice permukaan tanah (Roitzsch dan Masrur, 1969). Pasokan air permukaan tanah adalah bagian dari curah hujan yang sampi ke permukaan tanah sebagai infiltrasi langsung, air simpanan bawah pennukaan dan air simpanan atas permukaan. Pasokan air ke permukaan dapat diabsorpsi oIeh tanah melalui proses infiltrasi, mengisi depresi permukaan (depression storage) atau mengalir di atas permukaan
tanah (Hugginns dan Burncy, 1982), pada akhir proses, bagian air dalarn simpanan permukaan akan bergerak ke dalam tanah melalui infiltrasi tertunda (delayed infiltration). Infiltrasi
Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air hujan ke &lam tanah secara vertikal (Baver, Gardner clan Gardner, 1972; Arsyad, 1989). Crawford dan Linsley (1966) membedakan infiltrasi menjadi infiltrasi langsung dan infiltrasi tertunda. Infiltrasi langsung adalah bagian dari c u d hujan yang diasumsikan akan rnasuk mengisi simpanan daerah bawah permukaan dan simpanan air bawah tanah, sedangkan bagian lain akan mengisi simpanan permukaan, yang terdistribusi sebagai aliran pennukaan atau sebagai air infiltrasi tertunda, setelah memenuhi kapasitas
infiltrasi, maka sejumlah tambahan air berikutnya digunakan untuk mengisi depresi di permukaan tanah (depression storage), sebelurn mengalir di atas permukaan tanah (Huggns dan Bumey, 1982). Air dalam simpanan permukaan akan bergerak ke dalam tanah melalui proses infiltrasi tertunda (delayed infiltration). Sebagian air infiltrasi akan bergerak ke simpanan daerah bawah perrnukaan dan sirnpanan air tanah dan sebagian lagi ke aliran bawah permukaan. Berdasarkan ha1 ini, terdapat tiga bentuk distribusi air permukaan yaitu infiltrasi langsung (direct infiltration), simpanan permukaan (surface detention) dan simpanan bawah permukaan (interflow detention). Variasi dari ketiga komponen tersebut, dapat dilihat pada Gambar 3 Suplai Air
Peningkatan sirnpan an daerah bawah
c.b
Simpanan penn ukaan
0
25
b
50
75
100
Persen areal dengan kapasitas ifiltrasi yang sama atau lebih kecil dari nilai yang ditunjukkan. Gambar 3. Variasi Kapasitas Infiltrasi, Simpanan Permukaan dan Simpanan Bawah Permukaan (Crawford dan Linsley, 1966) Aliran Permukaan Aliran permukaan (overland flow) adalah bagian curah hujan yang rnengalir di atas permukaan tanah sebelum mencapai saluran atau sungai (Linsley e t , 1982; Chow, 1988). Arsyad (1989) menjelaskan bahwa aliran permukaan adalah air yang
mengalir di atas permukaan tanah. Lebih rinci dijelaskan bahwa pengertian runoff dalam bahasa Inggeris berbeda dengan pengertian runoff dalam istilah hidrologi, dalam istilah lnggeris runoff berarti bagian air hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau atau laut berupa aliran di atas permukaan atau aliran di bawah permukaan, runoff/stream flow untuk aliran di dalam saluran atau di dalam sungai dan surface runoWoverland flow untuk aliran air di atas permukaan tanah, sedangkan dalam istilah hidrologi runoff dipergunakan untuk aliran di permukaan bumi bukan aliran di bawah permukaan.
Pada hujan yang kecil atau sedang, aliran permukaan
hanya tejadi pada daerah yang kedap air atau jenuh air. Aliran permukaan akan penting sebagai faktor dalam aliran sungai bila hasil hujan tinggi clan hujan lebat (Linsley d, 1982). Laju dan jumlah aliran permukaan tergantung dari berbagai faktor dan komponen siklus air, faktor-faktor tersebut adalah curah hujan Cjumlah, laju dan distribusi), temperatur, tanah (tipe, substratum, topografi),
luas daerah aliran, tanaman
penutup tanah dan sistem pengelolaan tanah. Pengaruh ini demikian kompleksnya sehingga meskipun semuanya diketahui keadaan aliran permukaan yang teqadi hanya mungkin dapat dihitung hanya sampai mendekati keadaan sebenarnya. Jika keadaan setempat telah diselidiki untuk beberapa waktu, prediksi yang lebih tepat tentang keadaan aliran permukaan dapat dilakukan. Makin luas daerah aliran permukaan, makin besar kemungkinan untuk menduga sifat-sifat aliran permukaan dengan menggunakan data hujan. lnilah sebabnya maka ramalan banjir sungai-sungai besar umumnya dapat diandalkan (Arsyad, 1989).
Aliran Bawah Permukaan Aliran bawah pemukaan (interflow/subsurface flow) adalah air yang masuk ke dalam tanah tetapi tidak masuk cukup dalam disebabkan adanya lapisan kedap air. Air ini mengalir di bawah permukaan tanah kemudian keluar pada suatu tempat di
bagian bawah atau masuk ke sungai dan air ini umumnya jemih (Arsyad, 1989). Aliran permukaan ini mencapai sungai lebih lambat dari aliran permukaan, walaupun aliran bawah permukaan lebih lambat, tetapi jurnlah aliran bawah permukaan lebih besar, terutama pada intensitas hujan sedang clan ha1 ini &pat dijadikan faktor utama terhadap kenaikan aliran sungai yang kecil (Linsley
u,1982).
Aliran bawah permukaan ini dipasok oleh air infiltrasi yang tertahan di daerah bawah permukaan (interflow detention) oleh pengaruh sifat tanah. Bagian air yang tidak tertahan yaitu infiltrasi langsung dan infiltrasi tertunda akan mengisi simpanan daerah bawah permukaan atau simpanan air bawah tanah melalui perkolasi. Aliran bawah permukaan mernberikan kontribusi pada aliran sungai secara kontinyu dan aliran ini tergantung pada banyaknya simpangan air bawah permukaan dan konstanta pengendali laju kenaikan atau penurunan aliran pemukaan atau
Interflow Recession Constant (IRC). Aliran Air Bawah Tansh Aliran air bawah tanah adalah air yang masuk dan terperkolasi jauh ke dalam tanah menjadi air bawah tanah (Arsyad, 1989). Air ini mengalir di dalam tanah dengan lambat masuk ke sungai.
Air bawah tanah tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kapur sehingga kelihatan jemih. Biaeanya air ini dapat mencapai saluran setelah beberapa hari, bahkan sampai beberapa bulan (Ward, 1975). Crawford dan Linsley (1966) memmuskan persamaan untuk menentukan aliran air bawah tanah sebagai berikut : GWF
=
[PGWF ] [ I + KV (GWS) ] (SGW)
3
dimana GWF : Aliran air bawah tanah
PGWF : Parameter yang proporsional dengan konduktivitas hidraulik yang nilainya bergantung pada laju resesi aliran. KV
: Konstanta resesi aliran air bawah tanah
GWS : Cadangan air bawah tanah SGW : Parameter cadangan air bawah tanah Aliran Sungai
Hasil akhir dari tanggapan DAS terhadap masukan curah hujan dan unsur cuaca untuk satu jangka waktu tertentu ditunjukkan oleh tampilan hidrograf aliran sungainya yang dalam
studi-studi
hidrologi
dinilai penting sebagai penyedia informasi
mengenai berbagai proses aliran (Wilson, 1970; Boughton dan Freebairn, 1985). Hidrograf aliran sungai me~pi3kangambaran fluktuasi aliran secara kontinyu sebagai pengaruh integral peubah-peubah fisiografis dan hidrometeorologis (Chow a al, -
1988). Komponen hidrograf meliputi : (1) aliran langsung; (2) aliran bawah
permukaan; (3) aliran air bawah tanak dan (4) curah hujan yang jatuh di atas sungai (Chow, 1964). Komponen curah hujan yang jatuh di atas sungai, relatif kecil sehingga seringkali diabaikan.
Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan penggabungan dari dua istilah yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi dimaksudkan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara dan transpirasi diartikan sebagai peristiwa penguapan yang berasal dari tanaman (Schwab
a,
1981), dengan demikian evapotranspirasi menunjukkan total air yang diuapkan ke
atmosfir. Total air yang diuapkan melalui evaporasi dan transpirasi, tejadi bila kandungan air dalam tanah mencapai tingkat kapasitas lapang (World Meteorological Organization, WMO, 1971). World Meteorological Organization (WMO) (1971) mengemukakan bahwa laju evaptranspirasi dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) radiasi total dari matahari dan langit; (2) suhu udara dan permukaan bidang penguapan; (3) kecepatan angin di permukaan; (4) selisih antara tekanan uap jenuh di udara &lam keadaan suhu
permukaan bidang penguapan dan tekanan uap yang ada pada saat itu; (5) tekanan udara di atmosfir; (6) keadaan permukaan dan; (7) jumlah air yang tersedia untuk diuapkan. Evapotranspirasi potensial dan evaptranspirasi aktual, merupakan dua istilah yang sering digunakan. Blaney dan Criddle (1962) mengemukakan bahwa apabila kandungan
air
di dalam tanah terbatas, maka-besarnya evapotranspirasi akan
tergantung pada tegangan air &lam tanah. Besamya tegangan ini akan dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kadar air tanah. Evapotranspirasi dalam keadaan kandungan air tanah terbatas disebut sebagai evapotranspirasi aktual. Apabila kandungan air
tanah cukup sehingga pertumbuhan tanaman tidak tertekan, evapotranspirasi akan mencapai maksimum, yang merupakan tingkat potensial dan penguapan untuk nilai unsur-unsur iklim pada saat tersebut. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah jumlah air yang diuapkan &lam jangka waktu tertentu oleh tumbuh-tumbuhan yang tumbuh aktif dan menutup permukaan tanah dengan sempurna dalam ke~daan persediaan air cukup, ditambah air yang menguap langsung dari permukaan tanah di bawahnya (Thornthwaite, 1948). Sejumlah
metode
telah
dikembangkan
untuk
menduga
besarnya
evapotranspirasi, antara lain : (1) Metode Blaney Criddle (1962); (2) Metode Thomthwaite (1948); (3) Metode Energi balandneraca energi, yang dikembangkan oleh Halstead dan Covey, 1957; Levine, 1959; Tanner, 1960; (4) Metode Penman (1948, 1956); dan (5) Metode korelasi alatalat pengukur.
Sedangkan untuk
pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah air yang hilang dari tanah
darn jangka waktu tertentu, cara ini merupakan, cara pengukuran tidak langsung ( h y a d , 1989). Pendekatan Model Agroteknologi
Pemilihan model agroteknologi,
dilakukan dengan menggunakan metode
pendugaan erosi, yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith, 1978 yaitu model erosi USLE (Universal Soil Loss Equation) dan persamaan kehilangan tanahlerosi yang masih dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss, TSL) oleh Hamer (1981), Wood
dan Dent (1983). Kedua model ini &pat melahirkan model agroteknologi yang &pat melestarikan produktivitas daerah aliran sungai.
Model Erosi
Troeh, Hobbs dan Donahue, 1980 dalam Sinukaban (1986) menjelaskan dua penyebab utama yang aktif dalarn erosi air adalah ( I ) jatuhnya butir hujan dan (2) aliran air. Keduanya menghasilkan energi air yang diperlukan untuk menghancurkan dan mengangkut butiran-butiran tanah, di sarnping itu air juga berperan sebagai pelurnas pergerakan longsoran tanah karena gravitasi. Proses erosi merupakan kombinasi dua sub proses yaitu (I) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan, yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi) dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan
dan (2)
penghancuran struktw tanah, diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, 1989). Menurut F A 0 (1978); Arsyad (1989) secara umum erosi tanah
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu erosi geologi (gwlogical erosion) dan erosi dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi merupakan ukuran besarnya tanah hilang yang masih dapat ditoleransikan, sedangkan erosi dipercepat me~pakan tingkatan erosi yang merusak.
Erosi dipercepat pada saat ini telah merupakan
masalah yang serius dan erosi tersebut telah tejadi semenjak manusia mulai mengusahakan lahan. Erosi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis peubah yaitu (I) faktor-faktor yang dapat dimbah oleh manusia seperti vegetasi, yang
turnbuh di atas tanah, sebagian sifat-sifat tanah yaitu kesuburan tanah, ketahanan agregat dan kapasitas infiltrasi dan satu unsur topografi yaitu panjang lereng dan (2) faktor-faktor yang tidak dapat dirubah oleh manusia seperti iklim, tipe tanah dan kecuraman lereng. Penyelesaian masalah erosi secara efektif tergantung pa& hasil penilaian kita terhadap setiap faktor dan hubungannya satu sama lain (Arsyad, 1989). Penentuan besarnya erosi yang tejadi dapat dilakukan dengan pengukuran dan pengestimasian berupa model prediksi erosi. Arsyad (1989) mengemukakan bahwa prediksi erosi dari sebidang tanah adalah rnetode untuk memperkirakan laju erosi yang akan tejadi dari tanah yang akan dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan tejadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (permissible atau tolerable erosion) sudah
dapat ditetapkan rnaka &pat ditentukan kebijakan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak texjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari.
Tindakan
konservasi
tanah dan
penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sarna atau lebih kecil dari laju erosi yang masih &pat ditoleransikan. Metode prediksi juga mempakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau suatu daerah aliran sungai. Model pendugaan erosi yang banyak dipergunakan adalah model USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith ( 1978). Dugaan erosi ditentukan menurut fungsi hubungan :
Erosi = f(Erosiv,Erodi,Topog,Tan,Kon.) dimana : Erosi
: laju kehilangan tanah
Erosiv : faktor erosivitas Erodi
: faktor erodibilitas
T o p g : faktor panjang lereng dan faktor kemiringan lereng Tan
: faktor penutupan dan pengelolaan tanaman
Kon
: faktor tindakan konsewasi tanah
Laju Erosi yang Dapat Ditoleransikan
Mamering (1981) mengemukakan bahwa usaha pengendalian erosi melalui berbagai tindakan konservasi tanah dan air dimaksudkan untuk menekan laju eiosi sampai pada tingkat erosi yang masih dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss, TSL). Konsep ini rnemberikan keuntungan yaitu pekejaan dan biaya lebih ringan, produktivitas tanah tetap terjamin dan lebih leluasa memilih alternatif pemanfaatan yang sesuai. Oleh karena itu konsep TSL mempunyai implikasi sosial dan ekonomi. Penetapan batas laju erosi yang rnasih dapat ditoleransikan adalah perlu oleh karena tidak mungkin &pat menurunkan laju erosi menjadi no1 dari tanah-tanah yang
diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 1989), akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu hanrs dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang baik dan cukup untuk tempat penyimpanan air dan unsur hara serta tempat berpijak (mechanical support) bagi tanaman.
Secara teoritis untuk
mendapatkan keadaan tersebut, iaju erosi paling tinggi hams seimbang dengan laju pembentukan tanah, akan tetapi dalam prakteknya sulit untuk mengetahui kapan keadaan seimbang tersebut tercapai.
Kehilangan tanah yang masih dapat ditoleransikan, dapat diduga dengan menggunakan rumus Hamer (198 I), Wood dan Dent (1983) sebagai berikut : DE-Dmin TSL
+ SFR
=
T dirnana : TSL : laju erosi yang dapat ditoleransikan (mmltahun) DE
: kedalaman ekivalen (mrn)
D min : kedalaman tanah minimum yang diperlukan untuk perkembangan perakaran suatu jenis tanaman (mm) T
: umur guna tanah (tahun)
SFR : laju pembentukan tanah (mmltahun)
Pendekatan Model Pendapatan Usahatani didefinisikan sebagai pengorganisasian faktor-faktor alam, keja, modal yang ditujukan pa& produksi di lapangan pertanian
Organisasi ini
ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun tentorial sebagai pengelolanya (Rivai, 1980 dalam Hernanto, 1988). Hemanto (1988) menyatakan bahwa untuk keperluan analisis pendapatan petani diperlukan empat unsur yaitu: (1) rata-rata inventaris; (2) penerimaan usahatani., (3) pengeluaran usahatmi; (4) penerimaan dari berbagai sumber. Rata-rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua. Penerimaan usahatani (farm receipt) yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi: (a) jumlah penambahan inventaris; (b) nilai penjualan hasil; (c) nilai penggunaan rumah dan yang dikomsumsi. Pengeluaran usahatani (farm expenses)
adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai keja pengelola usahatani.
Pengeluaran ini meliputi: (a)
pengeluaran tunai (current expenses); (b) penyusutan benda fisik; (c) penggunaan nilai inventaris; (d) nilai tenaga keja yang tidak dibayar. Berdasar uraian tersebut di atas, dikembangkan analisis
terhadap pendapatan usahatani.
Hal ini penting dalam
kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap usahatani. Kegiatan usahatani bertujuan untuk mencapai produksi di bidang pertanian, dimana pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurang atau memperhitungkan biays yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani atau pendapatannya akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya &lam berbagai kegunaan seperti untuk biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pendapatan petani didasarkan pada penjumlahan pendapatan usahatani dan pendapatan di luar usahatani. Pendapatan usahatani ditentukan dari usaha di atas lahan kering seperti tegalan; pekarangan; lahan sawah; hasil ternak dan lain-lain, sedangkan pendapatan di luar usahatani adalah pendapatan yang dihasilkan di luar kegiatan tersebut, dengan demikian pendapatan petani dihitung dari nilai selunth hasil usahatani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan petani. Secara sederhana dirumuskan sebagai berikut : Pe
=
f(TR ,TC)
TR = m o d , H. Prod) TC
=
f(Inp, H. Inp)
dimana : Pe
: Pendapatan (Rp)
TR
: Penerimaan (Rp)
TC
: Pengeluaran (Rp)
Prod
: Produksi
H. Prod : Harga hasil produksi I ~ P
: Faktor produksi
H. Inp
: Harga faktor produksi
Berdasarkan pendapatan yang diperoleh petani &ri aktivitas usahatani dan luar usahataninya, maka akan dihubungkan dengan kebutuhan minimum berdasarkan garis kemiskinan untuk pedesaan, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Batas Tingkat Pengeluaran (Garis Kemiskinan) untuk Penduduk Pedesaan dan Perkotaan Menurut Kategori Kemiskinan (Sayogyo, 1988 dalam Rusli dkk, 1995) 1
Batas Tingkat Pengeluamn (Setara Beras per kapita per tahun) Kategori Kemiskinan Pedesaan
Perkotaan
1. Miskin
320 kg
480 kg
2. Miskin Sekali
-240 kg
360 kg
3. Paling Miskin
180 kg
270 kg