BAB 1 – PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
1.1.1. Kepadatan Penduduk Menurut Bank Dunia, kepadatan penduduk adalah jumlah populasi tengah tahunan di suatu kawasan dibagi dengan luas kawasan tersebut dalam ukuran kilometer persegi. Yang termasuk dalam hitungan populasi adalah seluruh penghuni dari wilayah tersebut tanpa memandang status hukum atau kewarganegaraan dari penghuni, kecuali pengungsi tidak tetap yang dianggap sebagai bagian dari populasi negara asal pengungsi (The World Bank, 20131). Sementara menurut Badan Pusat Statistik, Angka kepadatan penduduk menunjukan rata-rata jumlah penduduk tiap 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Perkembangan suatu kota yang semakin pesat memacu juga kepadatan penduduk di suatu daerah. Hal ini disebabkan karena beragamnya kebutuhan hidup masyarakat perkotaan dan adanya upaya untuk memberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Pertumbuhan penduduk yang semakin besar sebagai akibat dari perkembangan aktivitas kota dan proses industrialisasi terutama di beberapa kota di Indonesia mengakibatkan banyak berkembangnya kawasan komersial. Berkembangnya suatu kota pasti akan diikuti oleh pertambahan jumlah penduduk. Salah satu permasalahan yang muncul seiring dengan perkembangan
1
The World Bank. Data World Bank. [Online] The World Bank. [Dikutip: 03 September 2014.] http://data.worldbank.org/indicator/EN.POP.DNST.
1
suatu kota adalah masalah perumahan dan pemukiman. Pemukiman saat ini menempati
area
paling
luas
dalam
pemanfaatan
ruang,
mengalami
perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman pada bagian-bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karakteristik kehidupan musyarakat, potensial sumber daya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota.
1.1.2. Kampung Kota Kampung adalah sebuah tipe pemukiman sebagai re-interpretasi dari pola desa tradisional dan sering dikaitkan dengan kepadatan, heterogenitas, dan kurangnya integrasi terhadap kota (Geertz, 1965, dalam Harimurti, 2013 : 2). Kampung sering dianggap sebagai sebuah tempat yang kumuh, dengan hunianhunian yang ilegal atau tidak bersertifikat, dengan infrastruktur dan fasilitas publik yang jauh dari cukup. Namun kampung juga memiliki lingkungan dengan semangat khas pedesaan, yang dapat ditemukan baik secara fisik dan non fisik contohnya dalam hal fleksibilitas, yang banyak ditemukan pada masyarakat dengan tingkat penghasilan rendah Harimurti (2013 : 2) menyebut fenomena ini dengan istilah kampung kota. Kampung Kota merupakan akar budaya permukiman khas di Indonesia. Di dalamnya, penghuni denganberbagai latar belakang status sosial dan ekonomi dapat bertahan hidup di tengah kemajuan kota yangpesat. Dalam situasi krisis yang tidak menguntungkan, keberadaan kampung kota menjadi penting karena di dalamnya terdapat beragam proses unik yang dilakukan oleh penghuni
2
berpenghasilan menengah ke bawah sesuai dengan kemampuannya yang terbatas. Secara umum masalah yang banyak ditemukan ditemukan di kampung kota adalah: a. Konflik Horizontal antara kelompok satu dengan kelompok lainnya baik dalam satu kampung atau dengan kelompok dari kampung lain. b. Wilayah kumuh yang disebabkan aktivitas yang terkonsentrasi di satu lokasi, tidak terorganisir, tanpa orientasi dan batas yang jelas. c. Kualitas lingkungan yang rendah, berkurangnya kualitas dari fasilitas dan infrastruktur lokal karena kelebihan pemakaian. d. Kurangnya ruang terbuka hijau, fasilitas sosial dan fasilitas publik yang dapat digunakan oleh warga untuk berinteraksi, khususnya fasilitas bermain untuk anak yang telah berubah fungsi karena tingginya tingkat penggunaan lahan untuk keperluan komersil dan pemukiman. 1.1.3. Kampung Potrojayan Salah satu kawasan kampung kota di Kelurahan Serengan Kota Surakarta adalah Kampung Potrojayan yang wilayahnya mencakup dua RW yaitu RW 005 dan RW 006 dengan jumlah penduduk + 3000 jiwa. Keunikan kampung ini selain dikenal sebagai sentra industri blangkon di Kota Solo, juga terlihat dari sejarah dan tata ruang kampung yang dulunya adalah area bekas makam. Menurut Pak Sumarso yang merupakan Ketua RW 006 sekaligus salah satu sesepuh kampung, makam-makam yang terletak di Kampung Potrojayan sebagian besar adalah makam keluarga abdi dalem Keraton Surakarta. Pemukiman di Kampung Potrojayan dulunya hanya terdiri dari beberapa rumah
3
semi permanen yang dibangun oleh warga pendatang. Lama-kelamaan semakin banyak pendatang yang membangun hunian di sekitar makam. Hunian yang awalnya semi permanen kemudian berubah menjadi hunian permanen tanpa menggusur makam yang ada. Beberapa makam kemudian menjadi satu dengan layout rumah dan tetap terpelihara bentuknya. Oleh keluarga pemilik makam para pendatang tersebut sekaligus dipasrahi untuk menjaga sekaligus merawat makam-makam milik keluarga tersebut.
Gambar 1. 1-Peta Area Kampung Potrojayan Sumber: Solokotakita.org
Bagi masyarakat Jawa, makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati2 (Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa). Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Masyarakat Jawa mempunyai pandangan bahwa roh atau arwah nenek moyang tersebut tetap hidup sehingga anggota keluarga yang
2
Mumfangati, Titi. 2002. Jurnal Sejarah dan Budaya. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa. (http://library.um.ac.id/majalah/printmajalah.php/34608.html)
4
masih hidup berkeyakinan untuk menghormatinya. Cara menghormatinya dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan mengunjungi makam (ziarah), membersihkan makam dan yang terpenting mendoakan anggota keluarga yang telah meninggal tersebut. Masyarakat Jawa mempunyai anggapan bahwa keberadaan makam leluhur harus dihormati dengan alasan makam adalah tempat peristirahatan terakhir bagi manusia khususnya leluhur yang telah meninggal. Leluhur itulah yang diyakini dapat memberikan kekuatan atau berkah tertentu. Oleh karena itu masyarakat mengaktualisasikan dengan perlakuan khusus terhadap makam leluhur. Hal ini akan semakin tampak nyata pada makam para tokoh yang dianggap mempunyai kekuatan lebih pada masa hidupnya. Kisah kehebatan dan luar biasanya para tokoh yang diziarahi memberikan motivasi para peziarah untuk bertirakat mengharapkan keberuntungan. Hal yang sedikit berbeda terjadi di Kampung Potrojayan. Hingga saat ini jika berkunjung ke kampung tersebut kita masih dapat melihat beberapa makam yang tidak digusur di beberapa titik tertentu. Masyarakat hampir-hampir tidak melihat makam-makam tersebut sebagi sesuatu yang harus dikeramatkan, disucikan, bahkan ditakuti. Masyarakat Potrojayan termasuk anak-anaknya justru hidup membaur bahkan menganggap makam sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari mereka.
1.1.4. Ruang Bermain Anak Bermain adalah dunia anak. Selain itu bermain juga merupakan hak anak – anak. Pendapat orang tua saat ini adalah dengan belajar anak bisa menjadi pintar, dan terlalu sering bermain membuat anak tidak bisa menjadi pintar.
5
Memang pendapat ini ada benarnya jika kita melihat dari sisi kemampuan membaca, menulis, dll. Menurut Papalia, seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya yang berjudul Human Development (Papalia, et al., 2001:315), dunia anak – anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak – anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra tubuh, mengeksplorasi dunia sekitar, menemukan seperti apa dunia ini dan diri mereka sendiri. Lewat bermain, anak – anak mempelajari hal-hal baru (learn) kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Lewat bermain pun, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang juga. Ruang bermain anak didefinisikan sebagai sebuah area outdoor yang disediakan bagi anak untuk bermain. Biasanya terdapat di sekolah atau ruangruang publik (Wikipedia.org). Mitsuru Senda (1998 : 5) mengatakan bahwa Lingkungan bermain terdiri dari 4 faktor yaitu ruang bermain, waktu bermain, jenis-jenis permainan dan teman bermain. Anak-anak butuh bermain karena melalui
bermain
anak-anak
mengembangkan
kreativitas,
kemampuan
bersosialisasi, dan sensitivitas. Menurut Joe Frost (dalam Wilson, 2001 : 3), terdapat 6 hal hal yang harus dapat dilakukan oleh ruang bermain, yaitu:
Mendorong anak-anak untuk bermain
Menstimulasi indera anak
Membuat anak-anak penasaran
Mendukung kebutuhan sosial anak-anak
Terdapat interaksi antara anak dengan bahan belajar
Melatih kemampan kognitif anak untuk bergerak.
6
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan ruang bermain untuk anak merupakan sesuatu yang mutlak. Menurut Hurlock (dalam Setiawan, 2006) masa kanak-kanak merupakan masa awal manusia berinteraksi dengan lingkungan baik secara fisik, psikologi, maupun sosial. Melalui aktivitas bermain yang baik, sehat, aman, dan mengandung elemen alami dapat membantu membangun karakter, sifat, dan potensi anak di masa yang akan datang. Aktivitas bermain di ruang publik dapat melatih kepedulian, toleransi, strategi, dan kerjasama pada anak. sehingga kurangnya ruang publik untuk bermain akan memunculkan berbagai permasalahan bagi anak (Woolley, 2008 : 496). Karena tidak memiliki ruang untuk bermain saat ini anak menjadi lebih senang untuk menghabiskan waktu berjam-jam di depan video game, atau play station yang menjamur di sudut kampung. Selain menghabiskan banyak waktu, mahal dan tidak mendidik, permainan video game dapat menghambat perkembangan anak baik dari segi fisik maupun psikologi.
1.1.5. Ruang Bermain Anak di Kampung Potrojayan Saat ini Kampung Potrojayan dikenal sebagai sentra industri blangkon di Kota Surakarta. Tidak heran jika kegiatan sehari-hari masyarakat kampung banyak bersinggungan dengan proses pembuatan blangkon yang dilakukan di hampir setiap rumah. Jumlah penduduk semakin bertambah dengan rumahrumah yang berjejer rapat, berdampingan dengan beberapa makam yang dibiarkan tetap di tempatnya. Kepadatan penduduk berpengaruh pada tingginya tingkat kepadatan bangunan, terutama bangunan pemukiman yang terdapat di kampung kota yang pada umumnya tidak direncanakan dan ditata dengan bak sehingga didominasi
7
oleh bangunan-bangunan padat dan minim akan ruang publik. Keterbatasan tersebut membuat anak di kawasan kampung kota memanfaatkan ruang yang tidak semestinya untuk memenuhi kebutuhan bermain mereka. Salah satu kampung kota di Kelurahan Serengan, Kota Surakarta, adalah Kampung Potrojayan.
Ket:
= Ruang public = Ruang privat
Gambar 1. 2-Peta Nolli. Peruntukan ruang publik dan privat di Kampung Potrojayan
Terbatasnya lahan membuat Kampung Potrojayan hampir tidak memiliki ruang terbuka publik, apalagi ruang bermain khusus untuk anak-anak. Dengan jalan lingkungan (gang) dalam lingkungan kampung yang hanya memiliki lebar antara 1-4 meter, sepertinya tidak banyak pilihan bagi anak-anak warga Kampung Potrojayan yang dapat dijadikan sebagai lokasi bermain formal. Namun, seperti yang dikatakan Moore dalam Human Behavior and Environment (1979:84), telah terbukti bahwa anak-anak adalah pengguna mayoritas dari lingkungan luar di area perumahan dalam sebuah kota. Bahkan dalam keadaan yang terdesak anak-anak dapat menggunakan apa saja yang berada dalam
8
jangkauan mereka sebagai objek permainan, seperti street furniture, lapangan parkir, vegetasi, atau objek apapun yang dapat mereka temukan. Menurut seorang warga Kampung Potrojayan yang juga merupakan penjaga Masjid H. Inoe yang terletak di dalam Kampung, layout lingkungan rumah yang hampir selalu bersinggungan dengan makam membuat anak-anak menjadi terbiasa dengan makam. Terbatasnya ruang membuat anak-anak Potrojayan memilih untuk bermain di lokasi-lokasi yang tidak diperuntukkan untuk bermain, termasuk kompleks makam. Dilihat dari lokasinya, makam-makam di Potrojayan terbagi menjadi dua, yaitu makam-makam yang menyebar dan menjadi satu dengan rumah warga dan makam-makam yang terletak dalam kompleks makam tersendiri, terpisah dari hunian warga dan memiliki pembatas makam yang jelas. Makam yang dipilih anak-anak sebagai lokasi bermain adalah makam yang berada dalam kompleks makam, sementara makam yang menjadi satu dengan area hunian biasanya sudah dimanfaatkan warga sebagai tempat meletakkan perabot rumah tangga.
Gambar 1. 3-Makam yang menjadi bagian rumah warga di Kampung Potrojayan
Gambar 1. 4-Kompleks makam yang masih diziarahi di Kampung Potrojayan
9
1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Tingginya kepadatan pemukiman di Kampung Potrojayan menyebabkan sulitnya menemukan ruang terbuka publik terutama yang khusus diperuntukkan sebagai ruang bermain anak. 2. Ketiadaan ruang bermain formal (yang khusus disediakan) untuk bermain di Kampung Potrojayaan membuat anak-anak memanfaatkan ruangruang lain yang salah satunya berada di kompleks makam sehingga terbentuk ruang-ruang bermain informal di kompleks makam di Kampung Potrojayan.
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana seting fisik dan aktivitas ruang bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan?
1.4.
TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan 1.
Mengetahui seting fisik dan aktivitas ruang bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan.
2.
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan?
10
1.4.2. Sasaran 1. Memahami eksisting kompleks makam sebagai bagian dari permainan anak-anak di Kampung Potrojayan. 2. Memahami karakteristik bermain anak-anak di Kampung Potrojayan. 3. Memahami pola bermain anak-anak di kompleks makam Kampung Potrojayan. 4. Memahami seting fisik dan aktivitas ruang bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan. 5. Memahami pendapat anak-anak Kampung Potrojayan terhadap area makam sebagai ruang bermain. 1.5.
MANFAAT PENELITIAN Secara garis besar penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tiga
hal, yaitu: 1. Bagi ilmu pengetahuan, dapat bermanfaat dan berperan penting dalam penambahan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Arsitektur Prilaku. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai literatur tambahan
atau
pembanding
bagi
mahasiswa
dan
dosen
dalam
pengembangan ilmu arsitektur prilaku. 2.
Bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terkait, dapat digunakan sebagai bahan dalam pengembangan konsep tentang Kota Ramah Anak yang sedang digagas, khususnya dalam hal perancangan tata ruang pemukiman di kawasan padat penduduk.
3.
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan menjadi pemacu untuk selalu baik dalam berkarya dan semakin peduli terhadap kepentingan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
11
1.6. NO. 1.
KEASLIAN PENELITIAN PENELITI Altifah (2012)
JUDUL
METODE
PENELITIAN
VARIABEL
Seting Fisik
Kualitatif & Kuantitatif
Seting fisik
Ruang Berkumpul
Tahap pertama : Observasi
Elemen ruang
Informal Anak di
lapangan untuk pengamatan
Aktivitas
Pemukiman
dan pengukuran. Subjek
Condong Catur
pengamatan adalah anak-
bermain anak
anak 6-13 tahun. Tahap kedua : Wawancara dengan anak-anak, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang terlibat di lapangan. 2.
Thomas A.
Where Do the
Observasi
Motor activity
Farley,
Children Play?
Observasi selama lebih dari 2
Exercise
Rebecca A.
The Influence of
tahun terhadap anak-anak
Environment
Meriwether,
Playground
kelas 2 sampai kelas 8 di
Erin T. Baker,
Equipment on
halaman sekolah dengan 5
Janet C. Rice,
Physical Activity
area bermain yang berbeda
and Larry S.
of Children in Free
macam alat bermainnya.
Webber
Play
design Sports equipment
(2008) 3.
Studi Literatur
Outdoor
Lynn Wilson
Creating Magical
(2001)
Play Spaces for
playground
Young Children
Childrens’s needs
4.
Ria Wikantari,
Finding Children’s
Kualitatif dan kuantitatif.
Rahmi Amin
Playing Place in
Pengambilan data dari
Ishak,
Lae-Lae Island
observasi lapangan dan
Nurmaida Amri, Imrianti (2013)
kuesioner.
children’s playing place traditional game small island settlement functional feature spatial feature
12
5.
6.
Tusiana Noor
Children’s Play
Metode exploratory dengan
anak-anak
Alfisyahr
Space In Urban
analisis kualitatif
ruang
(2011)
Kampong: The
Anak-anak sebagai responden
Case Of Kampung
utama. Keterangan tambahan
ruang terbuka
Sosrowijayan,
dari orang tua dan masyarakat
kampung kota
Yogyakarta
sebagai informasi pelengkap.
Yogyakarta
Surya
Ruang Terbuka
Observasi dengan objek
Anak-anak
Pradipta
Bermain Anak di
pengamatan adalah anak-
Ruang
(2005)
Kawasan Kraton
anak, ruang terbuka, dan
Yogyakarta
kegiatan bermain yang
bermain
terbuka Bermain
dilakukan rutin di ruang tersebut, serta wawancara dan kuesioner sebagai data penguat. Setelah itu dilakukan kategorisasi dan komparasi terhadap data-data yang terkumpul.
7.
Heng Zhang
Environmental
Studi kasus kualitatif untuk
& Min-Jin Li
Characteristics for
mendapatkan pemahaman
(2010)
Children’s
secara menyeluruh dari
Activities in the
lingkungan anak-anak. Peneliti
Neighborhood
melakukan observasi langsung ke lapangan. Pengambilan data
Neighborhood characteristic children’s activities community design street pattern
berdasarkan lima unsur yaitu safety (kemanan jalan dan kejahatan), amenity (keterbukaan dan estetika), accessibility (waktu tempuh dan kemudahan akses), sociability (kondusif untuk berkumpul dan tinggal), dan attractiveness (variasi, tantangan, dan kompleksitas) Lokasi penelitian berada di
13
tiga lingkungan di Tainan City (Simen, Jinhwa, dan Huwei). Pemilihan lokasi berdasarkan kedekatan ke sekolah dan variasi dari elemen jalan dan penggunaan lahan. Penelitian difokuskan pada anak usia 612 tahun yang dibagi dalam dua kelompok yaitu usia 6-9 dan 9-12 tahun.
8.
R. Puspito
Spatial Character
Penelitian deskriptif dengan
Harimurti,
of Setting of
subjek anak-anak yang tinggal
Erwin Rizal
Children’s
di bantaran kali di Kampung
Hamzah,
Playground on
Kota
Derry
Riverfront’s area
Gunawan (2013)
di
Pontianak
dengan
objek
pengamatan
adalah
of Kampong Kota
seting
dari
in Pontianak
yang digunakan.
ruang
bermain
Kampung kota karakter spasial seting playground
Teknik yang digunakan adalah observasi
lapangan
dan
wawancara langsung dengan para responden (anak-anak, orang
dewasa,
orang
tua
anak-anak). Lokus pengamatan berada di bantaran
Kampung
Yuka,
bantaran
Kampung
Beting,
dan
bantaran
Kelurahan
Kampung
Benua
Melayu
Laut.
Berdasarkan
rangkuman
keaslian
penelitian
di
atas
maka
dapat
disimpulkan bahwa belum pernah ada penelitian atau karya tulis yang mengangkat tema ataupun judul mengenai karakteristik seting fisik ruang-ruang bermain anak, khususnya di Kampung Potrojayan. Karena itu penelitian
14
mengenai karakteristik seting fisik ruang-ruang bermain anak di lingkungan padat penduduk dengan mengambil kasus di Kampung Potrojayan memiliki potensi untuk dilakukan.
15
1.7.
KERANGKA BERPIKIR
Bagan 1.1-Kerangka pikir penelitian
16