PENGETAHUAN IBU TENTANG KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DI DESA BULUMARGI KECAMATAN BABAT LAMONGAN Dian Nurafifah Dosen D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Lamongan email:
[email protected] ABSTRAK Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit. Dengan imunisasi diharapkan bayi dan anak dapat tumbuh dalam keadaan sehat. KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Masalah dalam penelitian ini adalah adanya kecemasan para ibu akan efek imunisasi kepada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang KIPI di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif. Sampel adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Teknik sampling dengan total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang (42,9%) dan sebagian kecil ibu memiliki pengetahuan baik (23,8%) tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat kabupaten Lamongan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan pada ibu dan meningkatkan keikutsertaan bayi dan balita dalam imunisasi adalah dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang KIPI sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi dan memberikan respon yang tepat terhadap perhatian orang tua atau masyarakat tentang keamanan imunisasi.
Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI PENDAHULUAN Pada program pokok Puskesmas, pelayanan pada anak merupakan salah satu program pokok dari kesehatan ibu dan anak. Tujuan pelayanan kesehatan pada anak adalah meningkatkan derajat kesehatan anak melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak tumbuh dan berkembang secara optimal dengan sasaran bayi dan anak sampai 5 tahun. (Susilawati, Rekawati, 2013) Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit. Dengan imunisasi diharapkan bayi dan anak dapat tumbuh dalam keadaan sehat. Imunisasi dilakukan dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuih agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka SURYA
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat, A, 2009). Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannya imunisasi global yang disebut dengan extended program on immunization (EPI) cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Namun demikian, masih ada satu dari empat orang anak yang belum mendapatkan imunisasi dan dua juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi (Ranuh dkk, 2008). Di Indonesia, terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) dan imunisasi yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia adalah Hepatitis B, Polio, DPT, Campak, dan BCG. Sedangkan imunisasi anjuran antara lain Pneumokokus, influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varicella. 52
Vol. 07, No. 03, Desember 2015
Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Lamongan Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. (Proverawati, A, 2010) KIPI berat sangat jarang terjadi. Kemungkinan terjadi KIPI berat adalah 1 kejadian dalam 2 juta dosis. Dalam 22 juta balita, kemungkinan terjadi KIPI berat sekitar 11 anak (Soedjatmiko, 2009). KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaksis diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benarbenar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis (Proverawati, A. 2010). Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Reaksi KIPI dapat terjadi secara local, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya seperti reaksi alergi, reaksi anafilaksis dan lain-lain. Tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, sehingga apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi maka perlu diobservasi beberapa saat sehingga dapat dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Lama waktu observasi umumnya 15 menit setelah pemberian setiap jenis imunisasi. Survey yang dilakukan di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan terhadap 10 ibu yang pernah mengimunisasi anaknya, diketahui 6 orang (60%) mengatakan anaknya mengalami reaksi setelah diberikan imunisasi seperti panas dan anak menjadi rewel. Dari 6 orang ibu balita tersebut mengatakan menjadi takut dan cemas membawa anaknya kembali mendapatkan imunisasi selanjutnya. Sedangkan 4 orang (40%) mengatakan anak biasa-biasa saja tidak mengalami reaksi apapun. Selain itu masih berkembang anggapan bahwa anak tidak perlu diimunisasi asalkan anak sehat, aktif, dan banyak makan makanan bergizi. Reaksi yang timbul akibat vaksin DPT seperti reaksi local (kemerahan dan edema) pada tempat penyuntikan, dapat pula terjadi peningkatan suhu ringan sampai sedang dan iritabilitas namun mereda dalam beberapa jam (Cecily Lynn Betz, 2009). Reaksi yang mungkin timbul dari imunisasi campak adalah anoreksia, malaise,
SURYA
ruam, dan demam dapat terjadi 7 sampai 10 hari setelah imunisasi. Tanggung jawab keperawatan kepada orang tua adalah memberikan keterangan keuntungan dan perlindungan yang didapat dari setiap imunisasi diyakini lebih besar dari pada resiko penyakitnya. Keterangan atau penjelasan yang dapat diberikan antara lain penjelasan kepada orang tua alasan imunisasi, memberitahu orang tua tentang kemungkinan efek samping setiap imunisasi, menganjurkan orang tua memberitahu praktisi dengan segera tentang efek samping yang tidak biasa (Wong, Donna L, 2003) METODOLOGI PENELITIAN Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2007) Penelitian dilaksanakan di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan pada bulan September Desember 2015 Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan sebanyak 42 ibu. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan alat ukur kuesioner. Pengolahan data menggunakan editing, coding, scoring dan tabulating. Data yang telah terkumpul dihitung dengan bantuan SPSS. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum 1) Usia Ibu Tabel 1 Distribusi Usia ibu No Usia F % 1. < 20 tahun 4 9,5 2. 20-35 tahun 28 66,6 3. >35 tahun 10 23,9 Total 42 100 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun dan sebagian kecil ibu berusia antara < 20 tahun. 2) Pendidikan Ibu Tabel 2 Distribusi Pendidikan Ibu 53
Vol. 07, No. 03, Desember 2015
Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Lamongan No Pendidikan F % 1. Tidak sekolah 2 4,8 2. SD 5 11,9 3. SMP 23 54,7 4. SMA 12 28,6 Total 42 100 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar ibu mempunyai pendidikan SMP dan sebagian kecil ibu tidak sekolah. 2. Data Khusus 3) Pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Tabel 3 Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) No Pengetahuan F % 1. Baik 10 23,8 2. Cukup 14 33,3 3. Kurang 18 42,9 Total 42 100 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang dan sebagian kecil ibu memiliki pengetahuan baik tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang (42,9%) dan sebagian kecil ibu memiliki pengetahuan baik (23,8%) tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia, yakni penciuman, rasa dan raba. Sebagian penginderaaan diperoleh melaui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Soekanto (2003), pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya pendidikan, pengalaman, sosial ekonomi, sosial budaya, media, informasi, lingkungan, peran keluarga, serta peran tenaga kesehatan. Ditinjau dari faktor pendidikan, berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar ibu mempunyai pendidikan SURYA
SMP (54,7%) dan sebagian kecil ibu tidak sekolah (4,8%). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Iqbal Mubarak, 2008). Pendidikan SMP tergolong dalam pendidikan dasar (masih tergolong rendah) dimana pada tingkat pendidikan rendah maka tingkat pengetahuan akan rendah pula tentang pemahaman akan segala sesuatu. Tingkat pendidikan akan dapat mempengaruhi seseorang termasuk pengetahuan seseorang akan pola hidup terutama dalam pembangunan kesehatan, karena pendidikan merupakan proses belajar pada individu, kelompok, masyarakat dari tidak tahu tentang nilai – nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah menjadi mampu mengatasi masalahnya sendiri. Ditinjau dari faktor umur, berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun dan sebagian kecil ibu berusia antara < 20 tahun. Umur mempengaruhi terhadap daya pikir seseorang, semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkapnya dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Nursalam (2008) mengemukakan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja sehingga mereka akan lebih mengerti dan berpengalaman. Tetapi pada kenyataannya sebagian besar ibu di posyandu desa Bulumargi memiliki usia antara 20 – 35 tahun dimana termasuk dalam usia yang baik dalam menerima informasi dan mempunyai pengalaman yang lebih.Hal ini dimungkinkan terdapat faktor lain yang menyebabkan rendahnya pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
54
Vol. 07, No. 03, Desember 2015
Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Lamongan Faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah peran tenaga kesehatan. Rendahnya pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dimungkinkan karena peran tenaga kesehatan (bidan desa) yang masih kurang dalam sosialisasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Sosialisasi diberikan ketika ibu kontak mendapatkan imunisasi pertama kali. Materi sosialisasi pun terbatas dan kurang detail mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Jumlah bidan hanya satu dalam desa, sehingga memerlukan tenaga ekstra untuk memberikan pelayanan terutama tentang sosialisasi masalah tertentu. Selain itu peran kader masih terbatas pada pelaksanaan posyandu saja. Kader belum memiliki bekal informasi tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) karena tidak pernah mendapatkan informasi atau pelatihan. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB) adalah karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah pencegahan penyakit terhadap infeksi yang mutlak harus dilakukan pada bayi sedini mungkin, guna mempertahankan kualitas hidupnya. Pencegahan terhadap penyakit dengan imunisasi harus dilaksanakan secara lengkap mulai dari Bacillus Calmette Guerin (BCG), polio, hepatitis B, Difteri Pertusis Tetanus (DPT), campak dan harus diberikan tepat waktu pada anak. Pemberian yang tidak lengkap dan tidak tepat waktu tidak memberikan hasil yang optimal pada pencegahan terhadap penyakit. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi, dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlukan untuk menyintesis antibodi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) mencantumkan jadwal imunisasi wajib yang bertujuan setidak-tidaknya dapat mengatasi 7 penyakit utama yaitu TBC, difteri, batuk rejan, tetanus, polio, campak dan hepatitis B. Peran tenaga kesehatan dapat ditunjukkan dengan memberikan keterangan bahwa keuntungan dan perlindungan yang didapat dari setiap imunisasi diyakini lebih besar dari pada resiko penyakitnya. SURYA
Keterangan atau penjelasan lain yang dapat diberikan antara lain penjelasan kepada orang tua alasan imunisasi, memberitahu orang tua tentang kemungkinan efek samping setiap imunisasi, menganjurkan orang tua memberitahu praktisi dengan segera tentang efek samping yang tidak biasa (Wong, Donna L, 2003) PENUTUP 1. Kesimpulan Sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang dan sebagian kecil ibu memiliki pengetahuan baik tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan 2. Saran 1) Bagi responden Diharapkan responden lebih menggali banyak informasi tentang imunisasi terutama tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sehingga dengan semakin banyak informasi yang didapat akan lebih membuka wawasan dan mengurangi kecemasan atau kekhawatiran akan reaksi yang timbul akibat imunisasi. 2) Bagi tenaga kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan lebih meningkatkan upaya sosialisasi informasi terutama tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) kepada masyarakat supaya terbuka wawasan dan pengetahuan masyarakat. selain itu juga diharapkan peran kader sebagai tenaga yang dapat membantu dalam sosialisasi Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) karena keberadaan kader yang dekat dengan masyarakat. 3) Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam menggunakan metode penelitian yang lain seperti deep interview sehingga lebih tampak tentang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya pengetahuan tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) DAFTAR PUSTAKA Cecily Lynn Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC 55
Vol. 07, No. 03, Desember 2015
Pengetahuan Ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Desa Bulumargi Kecamatan Babat Lamongan Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Iqbal Mubarok, Wahid, dkk, 2008. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogjakarta: Graha Ilmu Notoatmodjo, S. 2007, Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi,Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperwatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : IDAI. Soedjatmiko. 2009. Imunisasi penting untuk mencegah penyakit berbahaya. Jakarta : Rineka Cipta Soekanto, S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada Susilawati, Rekawati. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: untuk Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Proverawati, A. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika
SURYA
56
Vol. 07, No. 03, Desember 2015