UPAYA PEMBINAAN NARAPIDANA PADA PENGGUNA NARKOBA DI LAPAS KLAS II A KOTA KENDARI TAHUN 2016 Ikhsan*Dr. H. Abdul Rahman P. M,Si** Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam*Fakultas Usuluddin Adab dan Dakwah**Institut Agama Islam Negeri Sultan Qaimuddin Kendari
ABSTRAK Masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya pembinaan narapidana pada pengguna narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari, dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dan pendukung Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari dalam melaksanakan upaya pembinaan pada narapidana narkoba. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianilisis dengan menggunakan reduksi data, display data dan verifikasi data. Pengecekan keabsahan data melalui tekhnik trianggulasi, yaitu trianggulasi tekhnik, trianggulasi sumber dan trianggulasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari pada narapidana pengguna narkoba meliputi yaitu Pembinaan Therapeutic Community (TC), pembinaan keagamaan serta pembinaan kemandirian. Therapeutic Community (TC) adalah suatu program pemulihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalahgunaan narkoba menuju gaya hidup yang sehat tanpa narkoba. Dalam pelaksanaanya, pihak BNN mendatangkan konselor bagi narapidana narkoba yang ada di Lapas. Materi yang diberikan tentang bagaimana melatih kepercayaan diri para narapidana narkoba agar bisa hidup bersosialisasi di tengah masyarakat. Untuk pembinaan keagamaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan yaitu bimbingan keimanan (aqidah) yang menerangkan tentang rukun iman, bimbingan ibadah (syariah) yang menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan pengaruh ibadah dalam kehidupan manusia sehari-hari serta bimbingan akhlak yang menerangkan berbagi pada sesama dan toleransi. Sedangkan pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan meliputi pengrajin kayu, mencukur dan menjahit yang bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat para narapidana. Faktor penghambat petugas Lapas Klas II A Kendari dalam melakukan pembinaan, antara lain masih kurangnya kesadaran narapidana, sumber daya manusia petugas yang masih minim, sarana/fasilitas pembinaan yang kurang memadai dan motivasi narapidana. Upaya dalam menghadapi hal tersebut adalah dengan adanya faktor pendukung yang ada di Lapas Klas II Kendari yaitu situasi Lapas yang kondusif, disiplinnya para pembina Lapas, tertibnya para narapidana, dan pembinaan yang dilakukan dengan cara kekeluargaan. Kata Kunci : Narapidana narkoba, Lembaga Pemasyarakatan, Pembinaan
1
2
PENDAHULUAN Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah serius dan telah mencapai keadaan yang memprihatinkan. Bahkan problematika narkoba bukan hanya merupakan isu nasional, tapi regional dan juga internasional. Ancaman penyalahgunaan dan peredaran narkobapun begitu mengkhawatirkan, hal ini ditandai dengan masih tingginya angka penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun. Berdasarkan data United Nation Office On Drugs and Crime (UNODC) yaitu lembaga yang membahas perkembangan peredaran narkoba di berbagai negara-negara didunia, tercatat tahun 2012 penyalahgunaan narkoba mencapai 297 juta jiwa, dengan kelompok umur 15-64 tahun atau sebesar 3,9%. Jumlah penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tahun 2015 jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 5,8 juta jiwa. Hal ini karena jumlah pengguna narkoba untuk saat ini telah mencapai 4 juta jiwa. Fungsi narkoba sebenarnya sebagai terapi nyeri dalam dunia kedokteran dan tidak
menimbulkan
masalah.
Persoalan
yang
timbul
diakibatkan
oleh
penyalahgunaannya. Korban penyalahgunaan narkoba telah meluas sedemikian rupa sehingga melampaui batas-batas strata sosial, umur, dan jenis kelamin. Hal ini disebabkan antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua, dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi, dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada maraknya pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis narkoba. Besarnya dampak buruk serta kerugian baik kerugian ekonomi maupun kerugian sosial yang ditimbulkannya, membuka kesadaran berbagai kalangan untuk menggerakkan perang terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Di bidang hukum, tahun 1997 pemerintah mengeluarkan 2 (dua) Undang-undang yang mengatur tentang narkoba, yaitu UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Kedua
3
undang-undang tersebut memberikan ancaman hukuman yang cukup berat baik bagi produsen, pengedar, maupun pemakainya. Lahirnya kedua undang-undang tersebut, terjadi kriminalisasi terhadap penyalahgunaan narkoba. Ketentuan pidana pada UU Psikotropika diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64, sedangkan pada UU Narkotika diatur dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 99. Pengelompokkan kejahatan pada Undangundang Narkotika dan Psikotropika pada dasarnya tidak berbeda, yaitu kejahatan yang menyangkut produksi, peredaran, penguasaan, penggunaan, dan kejahatan lain misalnya menyengkut pengobatan dan rehabilitasi, label dan iklan, transito, pelaporan kejahatan, dan pemusnahan. Dalam prespektif hukum Islam, penyalahgunaan narkoba termasuk masalah ijtihad karena tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Quran dan sunah. Lagi pula narkoba tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW, yang ada ketika itu adalah khamer. Adapun sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan narkoba menjadi wewenang hakim untuk menjatuhkam hukuman ta’zir kepadanya akibat dari pelanggaran terhadap larangan Allah SWT. Untuk lebih mengefektifkan pemberantasan penyalahgunaan narkoba, dapat dilakukan upaya penanggulangan antara lain dengan melakukan pembinaan terhadap para korban penyalahgunaan narkoba. Pembinaan merupakan segala usaha atau ikhtiar yang dilakukan terus menerus, berhubungan dengan perencanaan serta pengendalian untuk memperoleh hasil yang berdaya guna. Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan memegang peranan yang strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari Sistem Peradilan Pidana (SPP), yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan (suppression of crime). Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dinyatakan bahwa sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan diulangi tindak pidana oleh narapidana. Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai jalan keluar untuk membina dan mengembalikan narapidana ke jalan yang
4
benar. Perilaku-perilaku menyimpang yang dulu pernah mereka lakukan diharapkan tidak akan terjadi lagi dan mereka dapat berubah menjadi anggota masyarakat yang bertingkah laku baik. Menanamkan pembinaan jasmani maupun rohani merupakan salah satu upaya menyadarkan narapidana. Dengan demikian tujuan dari pidana penjara adalah selain menimbulkan rasa derita karena kehilangan kemerdekaan, juga untuk membimbing terpidana agar bertaubat dan kembali menjadi anggota masyarakat yang baik. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari merupakan salah satu Lembaga yang menampung narapidana secara umum dan narapidana pengguna narkoba. Jumlah narapidana yang ada di Lapas Klas II A Kendari tahun 2016 sebanyak 386 orang serta jumlah Penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebanyak 17 orang (1 orang anak wanita). Sedangkan jumlah narapidana narkoba yang ada di Lapas Klas II A Kendari tahun 2016 sebanyak 159 orang, yang terdiri dari 143 orang narapidana laki-laki dan 16 orang narapidana perempuan. Pembinaan terhadap para korban penyalahgunaan narkoba membutuhkan perlakuan khusus, mengingat biasanya para korban penyalahgunaan narkoba tersebut merupakan pengedar maupun pemakai sehingga dalam proses pembinaan akan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki atau kebiasaan yang sering dilakukannya. Perilaku khusus tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan dan menghentikan keinginan untuk memakai narkotika dan menggantinya dengan perilaku konstruktif lain. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Upaya Pembinaan Narapidana Pada Pengguna Narkoba di Lapas Klas II A Kota Kendari.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Melalui penelitian ini, penulis mengungkapkan fenomena terkait dengan upaya pembinaan narapidana pada pengguna narkoba di Lapas Klas II A Kendari.
5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai selesai di Lapas Klas II Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Data primer yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan peran lembaga pemasyarakatan terhadap pembinaan perilaku narapidana penyalahgunaan narkotika. Sedangkan data sekunder adalah
data
pendukung
yang
meliputi
dokumen
resmi
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Kendari yang berkaitan dengan topik penelitian ini. b. Sumber Data 1. Sumber data primer adalah sumber data utama dalam penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pegawai Lapas Klas II A Kendari yang berjumlah 99 orang, dan narapidana penyalahgunaan narkoba yang berjumlah 159 orang. 2. Sumber data sekunder dalam penelitian ini dapat berupa dokumendokumen resmi Lapas Klas II A Kendari, notulen, agenda, dan lain-lain. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan, yaitu prosedur yang dengannya peneliti mengamati tingkah laku orang lain daalam keadaan alamiah, tetapi peneliti tidak melakukan partisipasi terhadap kegiatan di lingkungan yang diamati. 2. Interview (Wawancara, dalam penelitian ini, jumlah responden yang diwawancara adalah 8 orang yang terdiri dari Kasi Bimnadik, 3 orang pembina Lapas, dan 4 orang narapidana narkoba Lapas Klas II A Kendari. 3. Dokumentasi, dalam hal ini penulis menggunakan dokumen atau arsip yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari sebagai sumber data yang penting guna mengetahui data operasional Lembaga Pemasyarakatan yang telah disusun.
6
Tekhnik Analisis Data 1. Reduksi data, yaitu semua data di lapangan dianalisis sekaligus dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada hal-hal yang penting, selanjutnya dicari tema dan polanya sehingga tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. 2. Display data, yaitu tekhnik yang digunakan oleh peneliti agar data yang diperoleh yang banyak jumlahnya dapat dikuasai dan dipilih secara fisisk dan dibuat dalam bagan. Membuat display merupakan analisis pengambilan keputusan. 3. Verifikasi data, yaitu teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka mencari makna data dan mencoba untuk mengumpulkannya. Jika pada awalnya, data masih kabur penuh dengan keraguan tetapi dengan bertambahnya data dan diambil suatu kesimpulan, pada akhirnya ditemukan suatu kesimpulan dengan mengelola data dilapangan. Pengecekkan Keabsahan Data 1. Trianggulasi Tekhnik, yaitu menggunakan tekhnik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. Dalam hal ini, penulis mempertemukan data yang diperoleh dengan tekhnik yang berbeda-beda, misalnya keterangan atau data yang diperoleh dengan tekhnik wawancara disinkronkan dengan data dokumentasi Lapas. 2. Trianggulasi Sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan tekhnik yang sama. Dalam trianggulasi sumber, peneliti mengkonfrontir keterangan/data yang diperoleh dari sumber yang berbeda-beda. 3. Trianggulasi Waktu, waktu juga kadang mempengaruhi kredibilitas data yang dikumpulkan dengan tekhnik wawancara dipagi hari pada saat sumber masih segar, belum banyak masalah memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekkan dengan wawancara, observasi, atau tekhnik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang berada dibawah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tenggara. Lapas Klas II A Kendari didirikan pada tahun 1994 dan mulai digunakan pada tanggal 19 September 1999. Dengan jumlah pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari sebanyak 99 orang. Jumlah narapidana sebanyak 386 orang serta jumlah Penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebanyak 17 orang (1 orang anak wanita). Sedangkan jumlah narapidana narkoba yang ada di Lapas Klas II A Kendari sebanyak 159 orang, yang terdiri dari 143 orang narapidana narkoba pria dan 16 orang yang terdiri dari narapidana wanita. Saat ini, luas areal Lapas klas II A Kendari ± 30.000 m2 dan luas bangunan kantor 1.670 m2. Komposisi bangunan yang ada di Lapas klas II A Kendari terdiri dari Bangunan Perkantoran, Bangunan Layanan Kunjungan, Bangunan Aula Olah Raga, Bangunan Aula Rapat, Bangunan Poliklinik, Bangunan Perpustakaan, Bangunan Bengkel Kerja, Bangunan Dapur, Bangunan Tempat Ibadah (Masjid/Gereja), Sarana Blok Hunian Narkoba, Tipikor, Blok Wanita, Pidana Umum, dan Sarana Blok Hunian Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kendari. Sejarah dan perkembangan Lapas Klas II A Kendari yaitu sebelum berdirinya DIRDAP Kendari, para terdakwa yang dijatuhi hukuman pidana penjara oleh Pengadilan Negeri Kendari dikirim ke Rumah Penjara Bau-Bau (Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bau-Bau) untuk menjalani pidananya. Pada tahun 1972 di Kendari telah terbentuk Rumah Penjara yang bernama Direktorat Daerah Pemasyarakatan (DIRDAP) Kendari. Pada saat berdirinya DIRDAP Kendari belum memiliki kantor sendiri sehingga untuk segera dioperasionalkan, maka untuk sementara berkantor di Pengadilan Negeri Kendari. Pada tahun 1975 DIRDAP Kendari dipindahkan ke Kelurahan Punggolaka Mandonga untuk menempati bangunan sendiri yang didirikan diatas tanah seluas 2.300
. Tahun 1978 DIRDAP Kendari berubah nama menjadi Kantor Bina
Tuna Warga Kendari.
8
Pada tahun 1985 Kantor Bina Tuna Warga Kendari Berubah nama menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari. Tahun 1999 Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari dipindahkan di Kecamatan Baruga Kota Kendari untuk menempati bangunan baru yang didirikan diatas tanah seluas 30.000.
. Sedangkan bangunan Lapas yang lama di Kelurahan Punggolaka
berubah fungsi menjadi Rumah Tahanan Kelas II A Kendari. Visi misi Lapas Klas II A Kendari adalah mengikut pada visi misi Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang mana visinya masyarakat memproleh kepastian hukum dan misinya menghargai hak asasi manusia (HAM). Pembahasan Sistem Pemasyarakatan merupakan perkembangan dari pelaksanaan sistem kepenjaraan berasaskan pembalasan dan penyiksaan-penyiksaan badan yang tidak manusiawi, dengan harapan agar si terpidana betul-betul merasa tobat dan jera sehingga tidak mengulangi lagi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Sistem Pemasyarakatan berasaskan pembinaan sesuai dengan Pancasila. Pembinaan bertujuan agar Narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya tidak
akan
mengulangi
perbuatannya
(kejahatannya)
dan
dapat
hidup
bermasyarakat secara wajar serta ikut berpartisipasi di dalam pembangunan. Oleh
karena
Pemasyarakatan
itu,
dibina
maka dan
setiap
dididik
Narapidana agar
di
menyesali
dalam
Lembaga
perbuatannya
dan
mengembangkannya menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan yang baik dan taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta di bina dalam hal kemandirian sebagai bekal hidup dikemudian hari apabila sudah pulang dari Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan disesuaikan dengan asas-asas yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Standard Minimum Rules (SMR) yang tercermin dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan. Pada dasarnya arah pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat tercapai. Pembinaan narapidana
9
ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan anak didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (intramural treatment). Dalam pelaksanaannya, pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di Lapas sesuai dengan Pasal 6 (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan. Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas sebagai berikut: (1) Mengayomi dan memberikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna, (2) Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan, (3) Berikan bimbingan (bukannya penyiksaan) supaya mereka bertobat, (4) Negara tidak berhak membuat mereka lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana, (5) Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para narapidana tidak boloeh diasingkan dari masyarakat (6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh sekedar pengisi waktu, (7) Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana adalah berdasarkan Pancasila, (8) Narapidana bagaikan orang sakit yang perlu diobati agara mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah
merusak
dirinya,
keluarganya,
dan
lingkungannya
kemudian
dibina/dibimbing ke jalan yang benar (9) Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana, maka disediakan sarana yang diperlukan. Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana sebagai bagian integral dari tata peradilan terpadu (Integral Justice System). Dengan demikian, pemasyarakatan baik ditinjau dari sistem kelembagaan, cara pembinaan dan petugas pemasyarakatan merupakan bagian yag tak terpisahkan dari satu rangkaian proses penegakan hukum. Pembinaan
narapidana
berdasarkan
Sistem
Pemasyarakatan
yang
pelaksanaanya menganut dasar pembaruan yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia harus diperhatikan dan dijunjung tinggi.
10
Bagaimanapun juga narapidana adalah manusia yang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah perkembangan yang positif, yang mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih produktif, lebih baik dari sebelum menjalani pidana. Tujuan pembinaan di Lapas Klas II A Kendari adalah pemasyarakatan, yang dibagi dalam empat hal, yaitu (1) Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana, (2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya, (3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan (4) Mampu berintegrasi secara wajar
di
dalam
kehidupan kelompok selama dalam
Lembaga
Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya. Pembinaan narapidana narkoba memerlukan tindakan preventif agar interaksi antara para narapidana yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan tidak mengarah pada interaksi yang cenderung negatif yang mana para narapidana narkoba justru semakin berminat untuk terus melakukan penyalahgunaan narkoba termasuk melakukan tindak pidana narkoba di Lembaga pemasyarakatan. Pembinaan di Lapas Klas II A Kendari dilaksanakan secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar narapidana dapat memilih keterampilan yang sesuai dan mendapat teori terlebih dahulu sebelum mulai praktek keterampilan yang diambil. Pelaksanaan pembinaan terhadap para narapidana diatur di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yakni merumuskan tentang pembinaan narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu: (1) Tahap pertama dimana setiap narapidana yang masuk ke Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal sesuatu mengenai dirinya, termasuk penyebab melakukan pelanggaran dan segala keterangan tentang dirinya. (2) Tahap kedua yaitu jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah berlangung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya, dan menurut pendapat Tim Pengamat Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan antara lain menunjukkan keinsyafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib
11
yang berlaku di Lapas, maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada Lapas melalui pengawasan medium security. (3) Tahap ketiga yaitu jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan telah mencapai cukup kemajuan, baik secara fisik ataupun mental dan juga segi keterampilannya, maka wadah proses pembinaanya diperluas dan diperbolehkan mengadakan asimilasi yang pelaksanaanya terdiri dari dua bagian yaitu waaktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ dari masa pidananya. (4) Tahap keempat yaitu jika proses pembinaan telah menjalani 2/3 dari masa pidana yang sebenaranya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan ini disebut pembinaan tahap akhir, yaitu kegiatan berupa perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa hukuman dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan pada tahap ini terhadap narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat dan pembinaanya dilakukan di luar
Lapas
oleh
Bapas
yang
kemudian
disebut
Pembimbing
Klien
Pemasyarakatan. Dalam tahap pembinaan yang meliputi empat tahap pembinaan yang didasarkan pada dua unsur yaitu masa pidana dan tingkah laku narapidana, kedua unsur itu saling berkaitan sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam setiap tahapan pembinaan, masing-masing narapidana akan diajukan dalam sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). Setiap akhir periode dari masing-masing pembinaan akan diadakan evaluai terhadap narapidana yang akan dinilai dari berbagai unsur. Hasil evaluasi yang akan menentukan narapidana dapat diikutkan atau melanjutkan ke tahap selanjutnya. Dalam pelaksanaan pembinaan, tidak ada perbedaan pembinaan yang diberikan oleh Lapas Klas II Kendari dengan warga binaan lainnya. Pembinaan terhadap narapidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari banyak melibatkan seluruh petugas pemasyarakatan. Pada dasarnya arah pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh
12
petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat tercapai. Berdasarkan hal tersebut, pembinaan yang diterapkan dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A kepada narapidana narkoba adalah Pembinaan Therapeutic
Community
(TC),
Pembinaan
keagamaan,
dan
Pembinaan
kepribadian. Pembinaan Therapeutic Community (TC) yaitu suatu program pemulihan yang membantu merubah perilaku adiksi seorang penyalahgunaan narkoba menuju gaya hidup yang sehat tanpa narkoba. Bentuk kegiatannya berupa terapi kelompok yang biasa disebut sebagai family. Pembinaan Therapeutic Community (TC) hanya diberikan kepada narapidana pengguna narkoba yang bekerja sama dengan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kendari. Dalam memberikan Therapeutic Community (TC) pada narapidana narkoba, pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara mendatangkan konselor pembinaan yang memberikan materi pada narapidana narkoba. Materi yang diberikan adalah bagaimana melatih kepercayaan diri para narapidana narkoba agar bisa bersosialisasi kembali di tengah masyarakat, dan bahaya mengkonsumsi narkoba secara terus menerus. Pembinaan keagamaan dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari bertujuan untuk mengubah watak dan mental bagi warga binaan sehingga kedepannya mereka lebih terbuka akan segala perubahan kearah yang lebih baik. Pembinaan keagamaan ini diberikan kepada semua narapidana, baik narapidana narkoba maupun narapidana lainnya di Lapas Klas II A Kendari. Pembinaan keagamaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari adalah (a) Bimbingan keimanan/aqidah merupakan seperangkat kepercayaan yang memberikan premis eksistensial untuk menjelaskan Tuhan, alam, manusia dan hubungan antara mereka. Materi aqidah yang diberikan di Lapas Klas II A Kendari yaitu menerangkan tentang rukun iman. Yang meliputi enam perkara yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Rasul Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada hari akhir dan iman kepada daqla dan qadar. Dalam materi aqidah ini, para narapidana dibekali dengan seperangkat pengetahuan yang berkaitan dengan hal-hal pokok yang harus diketahui dan
13
diyakini oleh seorang muslim dalam menjalani kehidupannya agar sesuai dengan petunjuk agama. (b) Bimbingan ibadah/syariah menjadi patokan atau pedoman hidup bagi orang-orang muslim dalam menjalani kehidupannya, baik sebagai individu maupun dalam kehidupan berkelompok. Dimensi ini merujuk pada seberapa tingkat kepatuhan muslim dalam mematuhi ketentuan-ketentuan (hukum-hukum) Allah. Materi ibadah yang diberikan di Lapas Klas II A Kendari yaitu menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan pengaruh ibadah dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti shalat, puasa dan membaca Al-Qur’an kepada para narapidana. Bimbingan syariah yang diberikan di Lapas lebih ditekankan pada aspek peribadatan. Dan (c) Bimbingan akhlak merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dan bersih dan sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong menolong antar sesama manusia. Materi akhlak yang diberikan di Lapas Klas II A Kendari kepada para narapidana yaitu meliputi berbagi pada sesama dan toleransi. Akhlak yang berhubungan diri sendiri yaitu sabar, syukur, ikhlas. Sedangkan akhlak yang berhubungan dengan Allah yaitu tawakkal dan berbaik sangka kepada Allah. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari, selain memberikan pembinaan kepribadian yang memulihkan harga diri narapidana juga berusaha menunjukkan pada narapidana bahwa diri mereka masih memiliki potensi produktif. Narapidana disadarkan bahwa setelah masuk ke dalam Lapas dan menjadi narapidana bukan berarti mereka tidak dapat melakukan sesuatu lagi. Narapidana sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan karena kelemahan yang dimilikinya. Pembinaan kemandirian ini diberikan kepada semua narapidana, baik narapidana narkoba maupun narapidana lainnya di Lapas Klas II A Kendari. Pembinaan keterampilan merupakan pendidikan yang lebih diarahkan pada pemberian bekal, bakat dan keterampilan narapidana. Pembinaan keterampilan ini diberikan kepada semua narapidana, baik narapidana narkoba maupun narapidana lainnya di Lapas Klas II A Kendari. Pembinaan keterampilan merupakan pendidikan yang lebih diarahkan pada pemberian bekal, bakat dan keterampilan narapidana. Pembinaan ini dilakukan agar para narapidana Klas II A Kendari
14
dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pembinaan keterampilan yang diberikan adalah (1) Pertukangan kayu, Pembinaan
kemandirian
dalam
bentuk
keterampilan
pertukangan
kayu
dilaksanakan di bawah koordinasi Bapak Karim, SE selaku KASUBSI Bimbingan Kerja dan Pengolahan Hasil Kerja serta dibantu petugas lain. Pemilihan pertukangan kayu ini disesuaikan dengan minat narapidana dan didukung Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai. Narapidana diberi pengetahuan tentang caracara pemakaian alat kerja dan cara kerja alat-alatnya, setelah dapat memahami semuanya dengan benar baru diterjunkan langsung untuk menggunkan alat-alat tersebut dengan bimbingan warga binaan yang sudah terampil dan arahan dari petugas Lapas. Pertukangan kayu sendiri pengerjaannya disesuaikan dengan pesanan dari pihak luar Lapas seperti pembuatan lemari. Selain memenuhi pesanan juga dijual sediri oleh petugas Lapas dan hasilnya digunakan untuk operasional pembinaan pertukangan kayu dan warga binaan juga mendapat premi atau upah dari hasil kerjanya tersebut. (2) Menjahit, keterampilan ini sekarang hanya beberapa warga binaan yang mengikuti, itupun hanya sekedar menjahit pakaian warga binaan Lapas yang rusak. Warga binaan yang aktif mengikuti keterampilan menjahit, tekun dalam ketarampilan ini karena sebelum masuk Lapas narapidana tersebut bekerja di konveksi. (3) Mencukur, keterampilan mencukur merupakan keterampilan yang banyak diminati oleh para narapidana narkoba di Lapas Klas II A Kendari. Ketertarikan para narapidana disebabkan banyaknya narapidana yang ingin mencukur rambut sesama mereka. Para narapidana yang mengambil keterampilan ini selalu mengenakan tarif dalam melakukan kegiatan mencukur. Tarif yang dipatok pun sesuai dengan harga pasaran di luar Lapas. Metode pelaksanaan pembinaan ditentukan setelah Kalapas dan seluruh petugas mengenali latar belakang narapidana. Metode pembinaan pada narapidana narkoba di Lapas Klas II A Kendari dikelompokkan sebagai berikut: (1) Metode individual dilakukan pembimbing Lapas Klas II A Kendari dengan komunikasi langsung dengan pihak yang dibimbingannya yaitu narapidana narkoba. Metode ini dilakukan dengan cara percakapan pribadi secara langsung dengan subjek yang
15
dibina. Petugas Lapas dalam membina narapidana narkoba dengan metode individual dilakukan dengan cara kekeluargaan agar narapidana merasa tidak diasingkan dan narapidana dapat memberikan pembinaan yang diberikan, dan (2) Metode kelompok dilakukan oleh pembimbing dengan melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam bentuk kelompok. Dalam pelaksanaanya metode kelompok ini dilakukan dengan cara diskusi kelompok, ceramah, dan penugasan. Dalam pembinaan menggunakan metode kelompok, biasanya berjumlah 30 orang per kelompok dari jumlah keseluruhan narapidana narkoba yaitu 159 orang. Upaya ini dilakukan agar para narapidana bisa memperoleh pembinaan secara maksimal dan tidak berdesak-desakan. Hal ini dikarenakan tempat pembinaan yang dilaksanakan di mesjid Lapas Klas II A Kendari. Dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana narkoba walaupun secara garis besar sudah dapat terlaksana dengan baik tentunya masih ada beberapa kendala yang dihadapi. Dari berbagai program-program pembinaan yang dilaksanakan terhadap warga binaan, Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dalam wawancaranya mengakui menghadapi banyak kendala yang mempengaruhi kinerja pihak Lapas, khususnya untuk menjalankan esensi dari Lembaga Pemasyarakatan dan pembinaan bagi narapidana narkoba. Dari hasil pengamatan langsung maupun wawancara yang diperoleh penulis dari pihak Lapas, berbagai hambatan yang dihadapi antara lain (1) Masih kurangnya kesadaran narapidana dalam proses pembinaan atau pemasyarakatan sering terbentur kemauan narapidana untuk tidak mau menjadi baik dan juga terbentuk terhadap daya serap narapidana narkoba yang berbeda-beda dalam menerima bimbingan pendidikan, (2) Sumber daya manusia petugas yang masih minim merupakan salah satu kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari adalah sumber daya manusia petugas yang kurang memadai, (3) Hingga kurang efektif dan optimal dalam menjalankan tugasnya dalam mewujudkan pelaksanaan hak-hak narapidana. Dalam melakukan pembinaan, terutama dalam kaitannya dengan pembinaan mental narapidana, pihak Lapas menggunakan tenaga dari luar, sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk melakukan hal tersebut. Sementara disisi lain, masih banyak juga kendala-kendala
16
yang harus ditutupi dengan anggaran yang terbatass, sarana/fasilitas pembinaan yang kurang memadai sangat mengganggu dalam pelaksanaan pembinaan, mengingat bahwa tidak menutup kemungkinan penghuni pada Lapas Klas II A Kendari akan terus bertambah. Kurang memadainya sarana dari prasarana pembinaan,
seperti
sarana
fisik,
perlengkapan-perlengkapan,
anggaran,
kesejahteraan dan sebagainya, motivasi narapidana dalam menjalankan program pembinaan, narapidana seharusnya memiliki motivasi untuk setidaknya merubah diri sendiri. Dengan demikian berdasarkan segala macam hambatan dan permasalahan yang dihadapi pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari pendekatan rekreasional sangat baik dilakukan dalam menjalin hubungan silahturahmi antar petugas dan narapidana. Pendekatan seperti ini, efektif untuk memudahkan penetrasi program pembinaan kepada narapidana sekaligus salah satu bentuk pengamanan psikologis. Faktor pendukung adalah faktor yang memberi pengaruh positif terhadap jalannya upaya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari dalam pembinaan narapidana narkoba. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (1) Situasi Lapas yang kondusif diartikan dalam pembinaan yang dilakukan dengan kekeluargaan dan adanya rasa kebersamaan antar narapidana serta belum pernah adanya pertikaian antar narapidana. Situasi ini merupakan faktor yang memberikan dampak positif terhadap upaya Lapas Klas II A Kendari dalam pembinaan narapidana narkoba.
Situasi yang kondusif membuat narapidana
merasa aman dan nyaman dalam mengikuti setiap pembinaan, maka mereka termotivasi untuk mengikuti setiap pembinaan yang ada dan akhirnya narapidana mendapatkan banyak hal positif untuk diterapkan ketika mereka bebas. (2) Kedisiplinan para pembina Lapas Dalam memberikan pembinaan, para ustad dan pembina yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari dituntut memiliki sikap disiplin atau tepat waktu dalam melakukan pembinaan bagi para narapidana. Hal tersebut berarti Lapas secara tidak langsung memberikan contoh bagi para narapidana agar selalu disiplin dalam melaksanakan pembinaan sehingga berdampak pada kehidupan sehari-hari para narapidana jika berada di lingkungannya. (3) Ketertiban para narapidana dalam melakukan pembinaan
17
faktor yang paling terpenting adalah kesediaan para narapidana menjadi manusia yang lebih baik yang merupakan tujuan dari pembinaan Lapas Klas II A Kendari. Hal tersebut dibuktikan dengan partisipasi narapidana dalam mengikuti setiap pembinaan. Ketertiban dalam mengikuti pembinaan, sangat dijunjung tinggi bagi para narapidana. Hal ini dibuktikan dengan kesabaran para narapidana dalam mengikuti setiap pembinaan seperti, kegiatan mengaji yang bergiliran dan kegiatan keterampilan dalam mencukur. (3) Pembinaan dilakukan dengan cara kekeluargaan, dalam melakukan pembinaan untuk para narapidana jelas berbeda dengan yang ada di sekolahan. Sehingga Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari menerapkan pembinaan dengan cara kekeluargaan yang diharapkan mampu memotivasi narapidana untuk memahami pembinaan yang diikuti. Kekeluargaan disini diartikan sebagai cara membina narapidana yang dilakukan dengan lebih mendalam dan tidak membeda-bedakan narapidana satu sama lain, serta kedekatan petugas dengan narapidana sebaagai upaya untuk megetahui suasana hati masing-masing narapidana sehingga dalam proses pembinaan dapat berjalan lancar. Seperti yang kita ketahui bahwa narapidana merupakan orang yang terenggut kebebasannya sehingga perlu pendekatan yang lebih mendalam agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena perasaan narapidan sangat sensitif akan hal yang kecil sekalipun. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian seperti telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut (1) Pembinaan yang dilaksanakan di Lapas Klas II A Kendari secara umum yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Pembinaan
Kepribadian
yang
diberikan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Kendari pada narapidana narkoba adalah pembinaan keagamaan berupa bimbingan aqidah, bimbingan ibadah dan bimbingan akhlak. Didalam bimbingan tersebut materi yang diberikan berupa baca tulis AlQur’an/tilawah, fiqhi, tata cara sholat, tata cara berwudhu dan lain sebagainya. Sedangkan pembinaan kemandirian yang dilaksanakan adalah pengrajin kayu, mencukur dan menjahit. Selain diberikan pembinaan keagamaan dan pembinaan keterampilan, terdapat satu pembinaan khusus bagi narapidana narkoba di Lapas
18
Klas II A Kendari yaitu pembinaan Therapeutic Community (TC) yang bekerja sama dengan pihak BNN Kota Kendari. Dalam pelaksanaanya Lapas menggunakan beberapa metode pembinaan yaitu metode individual dan metode kelompok. (2) Berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara yang dilakukan,
penulis
menemukan
berbagai
faktor
penghambat
Lembaga
Pemasyarkatan Klas II A Kendari dalam melaksanakan pembinaan, yaitu masih kurangnya kesadaran narapidana, sumber daya manusia petugas yang masih minim, sarana/fasilitas pembinaan yang kurang memadai dan motivasi narapidana. Disamping adanya faktor penghambat yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Kendari, faktor pendukung merupakan solusi dari adanya faktor penghambat. Dimana faktor pendukung Lapas dalam melaksanakan pembinaan pada narapidan narkoba yaitu adanya situasi Lapas yang kondusif, disiplinnya para pembina Lapas, tertibnya para narapidana, dan pembinaan yang dilakukan dengan cara kekeluargaan. Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut (1) Peranan lembaga pemasyarakatan Klas II A Kendari dalam pembinaan keterampilan bagi narapidana perlu ditingkatkan dalam hal pembinaan yang tepat yaitu menyesuaikan jenis pembinaan keterampilan yang sedang dibutuhkan dalam masyarakat agar narapidana mampu menjawab tantangan yang dihadapi setelah selesai menjalani pembinaan, mengingat eksistensi bekas narapidana yang sulit mendapat posisi dalam masyarakat. (2) Lembaga Pemasyarakatan harus tetap proporsional dalam menampung narapidana agar setiap narapidana dapat benar-benar dibina sehingga pembinaan yang dilaksanakan bukan hanya sebagai kegiatan pengisi waktu saja dan narapidana tetap harus mendapat perlakuan yang manusiawi di Lembaga Pemasyarakatan mengingat narapidana juaga manusia yang perlu dihargai harkat dan martabatnya. (3) Lembaga Pemasyarakatan harus lebih inovatif untuk meningkatkan pembinaan yang ada dan dapat mengatasi setiap hambatan yang muncul dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
19
Adi, Kusno. Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak. Malang: UMM Press, 2009, hlm. 30. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 107. . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 231. Azwar, Saifudin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal. 91. Badan Narkotika Nasional, Permasalahan Narkoba di Indonesia dan Penanggulangannya. Diakses pada 22 Mei 2016 dari http://bnn.go.id. Chaerul R., Muh. Efektivitas Hukum Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika Pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Bolangi Sungguminasa. Makassar: Universitas Hasanuddin, 2014. Dokumen Lapas Klas II A Kendari. Kota Kendari, 2015. Emqi, Muhammad Fauzy. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Mental Narapidana (Studi Multikasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang Dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas Ii A Malang). Malang: J-PAI, Vol. 1 Juli-Desember 2014. Gunakarya, SA, Widiada. Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, CV. Armico. Bandung: 1988, h. 78. Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach. Yogyakarta: Andi offset, 1993, hal. 136. Hamzah, Andi. Kejahatan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm.33. James A. Dean J. & Champion Black,. Metode Dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: PT Ersco, 1992), hal. 289. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002, hal. 4. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002, hal. 248. Muyyasyaroh, Zidni. Pembinaan Mental Agama Sebagai Upaya Meningkatkan Kepribadia N Muslim Warga Binaan Penyalahgunaan Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Semarang. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015.. Polama, M. Margaret. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1999. Puspitasningtyas, Diajeng Arianti. Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Sidoarjo). Surabaya: Universitas Pembagunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, 2011. Putra, Ricki Aditya. Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Sragen). Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013. Saputra, Jodia. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan Upaya Rehabilitasinya (Studi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta). Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013.
20
Sari, Dirsya Yudia. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Konsep Diri Pengguna Narkoba Di Lemabaga Pemasyarakatan Klas Ii A Muaro Padang Tahun 2015. Universitas Andalas, 2015. Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 Cetakan ke-1. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003. Suhardin, Studi Pelaksanaan Program Pembinaan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari Kendari: Universitas Halu Oleo, 2014. Syafii, Ahmad. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam. Palu: STAIN Datokarama Palu, Jurnal Hunafa, Vol. 6, No. 2, Agustus 2009: 2019-232. Tavip, M. Pelaksanaan Therapeutic Community Dan Rehabilitasi Terpadu Bagi Narapidana Narkotika Dan Psikotropika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Dihubungkan Dnegan Tujuan Sistem Pemasyarakatan. Medan: Tesis Universitas Sumatra Utara, 2009. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Diakses tanggal 22 Mei 2016 melalui http://UUPemasyarakatan.co.id. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Diakses tanggal 22 Mei 2016 melalui http://UUPsikotropika.co.id. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Diakses tanggal 22 Mei 2016 melalui http://UUPsikotropika.co.id.