Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 74- 82
9 Pages
NARAPIDANA NARKOBA DENGAN NARAPIDANA LAIN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh) Yusri1, Mohd. Din2, Suhaimi3 1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail :
[email protected] 2, 3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Law No. 12 Year 1995 regarding Correctional, especially those governing the placement of inmates, namely Article 12 paragraph (1) states in order to provide guidance to inmates in prison is done on the basis of the classification of age, sex, length of sentence imposed, the type of crime and criteria another according to the needs or developmental coaching. The purpose of this study was to determine and explain the reality of drug incorporation inmate placement in the statutory provisions in Class IIA Penitentiary Banda Aceh. The formulation of the article is not made clear in the form of sanctions to prison who do not comply with the provisions of article in question. Merger placement drug inmates in prison Class IIA Banda Aceh due to various factors, giving rise to a variety of impacts on the development of inmates, for example, the resedivis and prisonisasi. It is recommended that the placement of inmates in prison are grouped based on certain criteria according to the rules, as well as the limits and system development patterns that differ between specific inmate drug with other common inmates. Keywords: Surviving the placement of prisoners. Abstrak: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, khususnya yang mengatur tentang penempatan narapidana yaitu Pasal 12 ayat (1) menyatakan dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lain sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan kenyataan penggabungan penempatan narapidana narkoba dalam ketentuan perundang-undangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh. Rumusan pasal tersebut tidak memberikan ketegasan berupa sanksi kepada Lembaga Pemasyarakatan yang tidak memenuhi ketentuan pasal yang dimaksud. Penggabungan penempatan narapidana narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh disebabkan karena berbagai faktor, sehingga menimbulkan berbagai dampak terhadap pembinaan narapidana, contohnya terjadinya resedivis dan prisonisasi. Disarankan agar penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu sesuai peraturan, serta memberikan pembatasan dan sistem pola pembinaan yang berbeda antara narapidana khusus narkoba dengan narapidana umum lainya. Kata kunci : Penggabungan penempatan narapidana.
PENDAHULUAN Kejahatan narkoba di negeri ini terus
Penegakan
hukum
pembinaan
dan
maupun
terapi
upaya-upaya
rehabilitasi
yang
mengalami peningkatan setiap tahunnya tidak
dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan,
terkeculi di Aceh. Berbagai peristiwa terkait
(Harifin A. Tumpa AR. Sujono, 2001 : 35).
tindak pidana narkoba yang terjadi di Aceh
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor
diperlukan upaya intensif penanggulangan dan
12
pemberantasannya
bentuk
disebutkan, Sistem Pemasyarakatan adalah
pemberantasan dan penanggulangan terpadu
suatu tatanan mengenai arah dan batas serta
dalam segenap aspek baik dari segi pencegahan,
cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan
seperti
dalam
Tahun
1995
Tentang
Pemasyarakatan
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
- 74
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
pembinaan yang terbentuk sesuai dengan
terpadu antara pembina, yang dibina, dan
strategi dan lingkungannya dan keterpaduan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga
internal budaya organisasi disesuaikan dengan
binaan pemasyarakatan selanjutnya disebut
teknologi yang digunakan.
(WBP) agar menyadari kesalahan, memperbaiki
Ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-
diri dan tidak mengulangi tindak pidana
Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
sehingga
Pemasyarakatan.
dapat
diterima
kembali
oleh
”Disebutkan
bahwa
lingkungan masyarakat dapat aktif berperan
pembinaan narapidana di LAPAS dilakukan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara
penggolongan atas dasar : a) Umur; b) Jenis
wajar
dan
kelamin; c) Lama pidana yang dijatuhkan; d)
Surackhmad,
Jenis Kejahatan; dan e) Kriteria lainya sesuai
sebagai
warga
bertanggungjawab.”
yang
(Winarno
baik
1978 : 13).
dengan
Penempatan, perawatan dan pembinaan
kebutuhan
dan
perkembangan
pembinaan.
terhadap narapidana khusus narkoba tidak dapat
Pemidanaan terhadap pelaku penyalah
disamaratakan dengan narapidana tindak pidana
gunaan narkoba tidak dapat dipisahkan dari
konvensional lainnya (seperti perampokan,
sistem pemidanaan yang dianut oleh sistem
pencurian dengan pemberatan dan kejahatan
hukum di Indonesia. Tujuan sistem pemidanaan
dengan kekerasan lainnya). Namun demikian
hakekatnya
keberadaan Lembaga Pemasyarakatan khusus
penegakan hukum yang dijalankan oleh sistem
Narkotika di Indonesia masih sangat terbatas,
peradilan
baik
hukum
secara
kuantitas
maupun
kualitas
merupakan
berdasarkan yang
operasionalisasi
perangkat-perangkat
mengatur
kriminalisasi
operasional pelayanannya, sehingga banyak
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
narapidana khusus narkoba yang ditempatkan
yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
dalam Lapas-Lapas yang diperuntukkan bagi
Tentang Narkotika, serta upaya memperbaiki
narapidana tindak pidana konvensional.
warga binaan di LAPAS. (Saprinah Sadli,
Khusus Warga Binaan LAPAS yang
1974 : 32).
merupakan narapidana narkoba dalam tujuan
Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada
untuk mencapai efektifitas, LAPAS bagi adanya
dua pandangan konseptual yang masing-masing
keterpaduan antara budaya, strategi, lingkungan
mempunyai implikasi moral yang berbeda satu
dan teknologi organisasinya dan semakin kuat
sama
suatu budaya organisasi, maka semakin penting
(retributive view) dan pandangan utilitarian
bagi adanya kecocokan terhadap variable-
(utilitarian view), (Saprinah Sadli,1974 :32).
variabel tersebut karena keberhasilan Lembaga
lain
yakni
pandangan
retributif
Tujuan pembinaan, fungsi dan tugas
Pemasyarakatan akan terwujud apabila terdapat
pembinaan
keterpaduan
narapidana dilaksanakan secara terpadu dengan
75 -
eksternal
budaya
dan
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
pola
pemasyarakatan
terhadap
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya
Simorangkir, 1983 : 134). Pemasyarakatan
dapat menjadi warga masyarakat yang baik dan
adalah usaha untuk mengembalikan seorang
berguna.
narapidana
Meningkatnya
jumlah
narapidana
di
Lembaga Pemasyarakatan terutama narapidana
pada
kehidupan
bermasyarakat
seperti sebelum ia melakukan tindak pidana dan dijatuhi hukuman, (J.S. Badudu, 1980 : 79).
narkoba bukan tidak mungkin penyalah gunaan
Pengertian di atas sebenarnya makna dari
narkotika akan terjadi di dalam Lembaga
pemasyarakatan tidak lain adalah resosialisasi
Pemasyarakatan.
yang menurut Bachruddin Soerjobroto dan
Hal
ini
dikarenakan
penempatan blok atau kamar antara pengguna,
Kepala
pengedar dan bandar narkoba menjadi satu
Gandasoebrata, tidak terdapat perbedaan yang
bahkan dengan narapidana bukan narkoba.
prinsip dari kedua istilah diatas, (Romli
Penyalah gunaan narkotika sudah terindikasi
Atmasasmita,
masuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan
pembinaan
ditemukannya beberapa kasus penyalah gunaan
berhubungan dengan perencanaan, penyusunan
dan
pengembangan dan penggunaan sesuatu secara
peredaran
narkoba
di
Lembaga
Jawatan
Kepenjaraan
1996
:
adalah
31)
segala
Soedarman
secara
umum
usaha/tindakan
berdaya guna dan berhasil guna, (Kamus Besar
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh. Terjadinya kasus yang mencuat belakangan
Bahasa Indonesia, 1990 : 117).
ini disinyalir Lembaga Pemasyarakatan tidak
Istilah Lembaga Pemasyarakatan yang
lagi bersih dari narkoba. Penyalah gunaan
digagas Menteri Kehakiman Sadjarwo (1962)
narkoba di Lembaga Pemasyarakatan terutama
merupakan pengganti penjara untuk mengubah
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda
citra bahwa pidana perampasan kemerdekaan
Aceh bisa terjadi kapan saja narapidana dengan
lewat lembaga bukan merupakan pembalasan
kasus
untuk
narkotika.
Banyak
faktor
yang
menderitakan
terpidana.
Namun
menyebabkan narapidana masih melakukan
tujuannya positif dan mulia, mendidik terpidana
penyalah gunaan narkoba antara lain karena
agar dapat kembali jadi anggota masyarakat
pengaruh
yang baik, (Muladi, 1992).
penggabungan
penempatan
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
1995 Tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
KAJIAN KEPUSTAKAAN Pemasyarakat sebagai kata dasar dari
melakukan
pembinaan
warga
binaan
pemasyarakatan, ditambah dengan awalan “pe”
pemasyarakatan
berdasarkan
dan akhiran “an” mempunyai makna tempat
kelembagaan
cara
dan jenis kata benda sehingga pemasyarakatan
merupakan
dapat
pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
diartikan
sebagai
tempat
untuk
mewujudkan sesuatu dalam masyarakat, (JCT.
Kemudian
dan bagian
Pasal
pembinaan
akhir
2
dari
menyatakan
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
system yang system
sistem - 76
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
adalah masyarakat, (Mudzakkir, 2001 : 22).
membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan
Marc Ancel, memberi pengertian sistem
agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
hukum pidana dalam tiap masyarakat yang
kesalahan,
tidak
terorganisir memiliki sistem hukum pidana
mengulangi tindak pidana sehingga dapat
terdiri dari: (a) peraturan- peraturan hukum
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat
pidana dan sanksinya; (b)
suatu
prosedur
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan
hukum pidana, dan (c)
suatu
mekanisme
dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan
pelaksanaan (pidana), (Marc Ancel 1965 : 4-5).
memperbaiki
diri,
dan
bertanggungjawab.
A. Mulder dengan tolak ukur pengertian
Mewujudkan
Lembaga
Marc Ancel tersebut di atas juga memberikan
Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan
dimensi sistem hukum pidana merupakan garis
terhadap narapidanan yang melakukan tindak
kebijakan untuk menentukan: (a)
pidana narkoba,
jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
Undang-Undang Tentang
tujuan
sesuai dengan ketentuaan Nomor
Pemasyarakatan
12
Tahun
demi
1995
tercapainya
seberapa
berlaku perlu diubah dan diperbaharui; (b) apa yang
dapat
diperbuat
untuk
mencegah
tujuaan pemasyarakatan dan pemenuhan hak-
terjadinya tindak pidana; (c) cara
hak narapidana dan tidak melanggar hak kodrati
penyidikan,
setiap manusia, dilakukan perubahan dalam
pelaksanaanpidana harus dilaksanakan (Marc
sistem
Ancel 1965 : 4-5).
pembinaan
diamana
awalnya
penuntutan,
bagaimana
peradilan
dan
penghukuman terhadap narapidana dilakukan
Mengacu kepada sistim hukum pidana
dengan sistem pemenjaraan terhadap pelaku
beserta asas-asas hukum pidana, tersebut masih
pidana dengan kata lain digunakan konsep
mempunyai kelemahan-kelemahan. Kelemahan
pembalasan.
tersebut dapat diatasi dengan memformulasikan
Sistem Hukum Pidana memiliki empat
kebijakan hukum pidana melalui pembaharuan
elemen substantif yaitu nilai yang mendasari
hukum oleh legislatif. Secara sabjek hukum
sistem hukum (philosophic) adanya asas-asas
dalam upaya pembinaan dalam mewujutkan
hukum (legal principles), adanya norma atau
konsep negara hukum mempunyai system
peraturan perundang-undangan (legal rules)
hukum yang berbeda dalam sehingga dalam hal
dan masyarakat hukum sebagai pendukung
pembinaan tidak terjadi pertentangan antara
sistem hukum tersebut (legal society). Keempat
norma hukum yang menjadi landasan norma
elemen
suatu
yang diambil dalam hal pembinanan demikian
rangkaian satu kesatuan yang membentuk
juga untuk mewujutkan apa yang menjadi
piramida, bagian atas adalah nilai, asas-asas
tujuan
hukum, peraturan perundang-undangan yang
Nawawi Arief, 1996 :29).
dasar
ini
tersusun
dalam
berada di bagian tengah, dan bagian bawah 77 -
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
lembaga
pemasyarakatan,
(Barda
Kebijakan lembaga pemasyarakatan, Kata
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala “kebijakan” diambil dari istilah “policy” dalam
mempunyai tiga arti (Barda Nawawi Arief,
bahasa Inggris atau “politiek” dalam bahasa
2008 : 24) :
Belanda. Bertolak dari kedua istilah asing
“(1) Dalam arti sempit ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggar hukum yang berupa pidana; (2) Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; dan (3) Dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan normanorma sentral dari masyarakat”.
tersebut, maka istilah “kebijakan hukum pidana” dapat pula disebut dengan istilah “politik hukum pidana,” kemudian di kepustakaan asing istilah “politik hukum pidana” sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain “penal “criminal
policy,”
law
atau
policy”
“stafrechtspolitiek.”(Barda
Nawawi
Arief,
2008 : 22).
Menurut
Barda
Nawawi
Arief
Menurut Barda Nawawi Arif, usaha dan
pembaharuan hukum pidana menuntut adanya
kebijakan untuk membuat peraturan hukum
penelitian dan pemikiran terhadap masalah
pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat
sentral yang sangat fundamental dan strategis.
dilepaskan
penanggulangan
Termasuk dalam klasifikasi masalah yang
kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum
demikian antara lain masalah kebijakan dalam
pidana juga merupakan bagian dari politik
menetapkan/
kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari
merupakan perbuatan pidana dan sanksi yang
sudut politik kriminal, maka politik hukum
dapat dikenakan. Pengertian perbuatan pidana
pidana identik dengan pengertian “kebijakan
yang mengandung unsur-unsur apa sajakah
penanggulangan
yang
dari
tujuan
kejahatan
dengan
hukum
pidana.” (Barda Nawawi Arief, 2008 : 22).
formulasi
maka
menetapkan/merumuskan
suatu
kebijakan
formulasi
dikualifikasikan
perbuatan
perbuatan
para ahli hukum memiliki pandangan yang
dalam
berbeda-beda. Berikut akan diuraikan pendapat
perbuatan
beberapa ahli hukum tersebut, (Barda Nawawi
pidana beserta sanksi yang dikenakan pada tahap
dapat
suatu
seseorang sebagai perbuatan pidana atau tidak,
Melihat demikian penting dan strategisnya kebijakan
merumuskan
tersebut
harus
Arief, 2008 : 24). Moeljatno
mendefinisikan
perbuatan
dilakukan secara cermat dan tepat. Hal ini
pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh
sesuai dengan konggres PBB IX tentang
suatu aturan hukum, larangan mana disertai
“pencegahan
pembinaan
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu
pelanggar” di Kairo tanggal 29 April s/d 08 Mei
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
1995 yang menyatakan (The Correctional
Larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu
system ispart of crime police and interelatifwith
keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
all the sectors of crime prefention and justice.
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana
Menurut
ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejahatan
Soedarto,
dan
kebijakan
kriminal
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
- 78
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kejadian itu, (Moeljatno, 1984 : 54). Simons mengartikan perbuatan pidana (delik) sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya oleh undang-undang
telah
perbuatan
tindakan
atau
dinyatakan dapat
sebagai dihukum,
(Moeljatno,1984 :54). Van pidana
Hammel sebagai
menguraikan
perbuatan
perbuatan
manusia
yang
hukum (patut atau bernilai) untuk dipidana dan dapat dicela karena kesalahan, (Soedarto, 1986 :41). Banyak faktor yang mendukung sehingga peredaran narkoba di dalam Lapas demikian marak. Halitu, tidak lain disebabkan masih kurangnya control dari petugas Lapas yang jumlahnya memang belum memadai. Faktor tersebut, juga didukung oleh kecanggihan instrument pendeteksi narkoba yang hingga kini dimiliki
Lapas.
Dengan
adanya
penyalahgunaan narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan, hal ini menunjukkan bahwa fungsi
kontrol
Penanggulangan
kejahatan
dapat
diklasifikasikan kedalam tiga bagian yakni preemtif, preventif, dan represif. Ketiga hal ini
dirumuskan oleh undang-undang, melawan
belum
membentuk maupun yang menerapkan hokum; (3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hokum; (4) Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan (5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.
(pengamanan)
di
dalam
Lembaga Pemasyarakatan yang belum berjalan
merupakan fungsi dan tugas aparat penegak hukum yakni (Soerjono Soekanto, 1981 : 22) : “(1) Upaya pre-emtif adalah upaya pencegahan yang dilakukan secara diniantara lain mencakup pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang bersifat dengan sasaran untuk mempengaruhi faktorfaktor penyebab pendorong dan faktor peluang (Faktor Korelatif Kriminogen) dari adanya kejahatan tersebut; (2) Upaya Preventif, merupakan pelaksanaan fungsi kepolisian yang diarahkan kepada upaya pencegahan terjadinya gangguan kamtibmas. Adapun penanganan secara preventif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kegiatan aparat penegak hukum. Dalam pencegahan masalah tindak pidana, pihak aparat penegak hukum dapat melakukan penanganan secara preventif yang dilakukannya; dan (3) Upaya Represif dimulai ketika aparat penegak hukum mendapatkan informasi mengenai terjadinya tindak kejahatan. Sumber informasi tersebut bisa berasal dari laporan masyarakat, media massa diketahui langsung oleh aparat, maupun data yang diberikan oleh intelijen negara. Mengenai informasi yang berasal dari data intelijen dan laporan masyarakat”.
dengan baik dan penegakan hukum di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang belum berjalan dengan maksimal. Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
dilaksanakan
dengan
yang mempengaruhi penegakan hukum antara
pendekatan yuridis normatif
lain (Soerjono Soekanto, 1981 : 17-18) :
empiris. Pendekatan yuridis normatif yaitu
“(1) Faktor hukumnya sendiri; (2) Faktor penegak hukumnya ini pihak-pihak yang
pendekatan
79 -
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
norma,
hukum
kaidah,
dan yuridis
dikonsepsikan
azas
atau
sebagai
dogma-dogma
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pendekatan yuridis normatif ini disebut juga
dengan
mengunakan
purposif
sampling
dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan
dianalisis dengan pendekatan kualitatif.
yaitu mengumpulkan data dan informasi yang dilakukan penulis dengan membaca buku,
majalah,
perundang-
Prakteknya di Lembaga Pemasyarakatan
undangan dan sumber-sumber bacaan lain
Klas IIA Banda Aceh penempatan narapidana
yang berkaitan dengan materi penelitian.
narkoba dan narapidana umum lainnya tidak
Pendekatan
peraturan
HASIL PENELITIAN
yuridis
empiris
yaitu
dilakukan penggolongan atau pengelompokan
pendekatan yang memandang hukum sebagai
berdasarkan
criteria
tertentu.
gejala masyarakat sebagai institusi sosial atau
bertentangan
dengan
ketentuan
prilaku yang mempola pendekatan ini disebut
Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
juga penelitian hukum sosiologis. Penelitian
Pemasyarakatan, Pasal 12 ayat (1) menyatakan
lapangan dilakukan untuk memperoleh data
dalam rangka pembinaan terhadap narapidana
primer dengan mewawancarai responden
di
dan informan. Pendekatan yuridis emperis
penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin,
dalam penelitian ini merupakan pendekatan
lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan
utama
yakni
normatif
dan
Pemasyarakatan
ini
Undang-
dilakukan
mengungkap
kaidah-kaidah
dan kriteria lain sesuai dengan kebutuhan atau
fakta
yang
perkembangan pembinaan.
hukum
terjadi
dilapangan dan kebijakan dalam pelaksanaan penempatan
Lembaga
Hal
narapidana
penggabungan
penempatan
Lembaga
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
khususnya pada Lembaga
IIA Banda Aceh adalah diantaranya: (a) Tidak
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh. Selain
ada peraturan tertulis khusus yang berisi sanksi
itu
hukum dan mengharuskan bagi Lembaga
Pemasyarakatan
jugamenggunakan
sistematik
hukum
di
Alasan
penelitian
yang
dipakai
terhadap untuk
Pemasyarakatan
harus
menggolongkan
menemukan pengertian-pengertian dasar dalam
penempatan narapidana; (b) Tidak ada putusan
sistem hukum serta penelitian terhadap asas-
pengadilan yang mengatakan bahwa narapidana
asas hukum yang akan digunakan untuk
narkoba
meneliti penerapan asas-asas hukum pidana.
Pemasyarakatan
harus
ditempatkan Umum
di
atau
Lembaga Lembaga
Sumber data yang digunakan ialah data
Pemasyarakatan khusus narkoba; (c) selain itu
sekunder berupa bahan hukum primer, bahan
juga disebabkan oleh Permintaan dari pihak
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Juga
keluarga.
mengunakan data perimer yang didapat dengan hasil
wawancara
maupun
diskusi dengan
Penggabungan narapidana tersebut juga berdampak :
narasumber. Data tersebut dikualifikasikan dan disusun dalam bentuk naratif kemudian diolah Volume 3, No. 3, Agustus 2015
- 80
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala a) positif yaitu mempermudah pelaksanaan pembinaan
narapidana
karena
adanya
persamaan pelaksanaan pembinaan. b) negatif
yaitu
prisonisasi,
timbulnya
karena
pidana
umum
pengelompokan
tidak
dilakukan
berdasarkan
kriteria
tertentu.
residivis
jumlah
tindak
dan
narapidana
2. Dapak yang ditimbulkan dari penggabungan narapidana
narkoba
dengan
narkoba yang lebih banyak dan dominan
lainnya
didominasi
sehingga
seperti
meningkatnya
sangat
mempengaruhi
perkembangan dan pembinaan narapidana lainnya.
narapidana
berdampak
negatif,
residivis
dan
prisonisasi. 3. Upaya
yang
dilakukan
Lembaga
Upaya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh
Banda Aceh dalam mengatasi dampak negatif
terhadap dampak negatif penggabungan
penggabungan penempatan narapidana narkoba
penempatan
adalah:
melakukan pola pembinaan berdasarkan
a) Upaya Pre-emtif dilakukan melalui kegiatan
sistem pemasyarakatan, selain itu dilakukan
edukatif
dengan
tujuan
menghilangkan
upaya
narapidana
pencegahan
adalah
dan
dengan
penindakan
faktor pendorong terjadinya pelanggaran dan
dilakukan secara pre-emtif, preventif dan
kejahatan
refresif.
contohnya
penyalahgunaan
kerusuhan,
narkoba
dan
lain Saran
sebagainya; b) Upaya Preventif atau pencegahan dilakukan melalui
upaya
gangguan
pengamanan
keamanan
penyalahgunaan
dan
dan
terhadap ketertiban,
peredaran
gelap
narkoba upaya ini menitik beratkan pada prinsip
pencegahan
sebelum
terjadi
1. Penggabungan
c) Upaya Refresif atau upaya penanganan berupa melakukan tindakan hukum apabila
narapidana
narkoba dengan narapidana umum lainnya dapat
menimbulkan
dampak
negatif,
sehingga terjadi peningkatan kasus penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika untuk mencegah peningkatan tersebut pemerintah harus
permasalahan.
penempatan
memperhatikan
mengambil
langkah
pengaturan antisipatif
dan
dengan
melakukan perubahan terhadap UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
telah terjadi permasalahan.
Pemasyarakatan sehingga perlu dilakukan pengaturan khusus mengenai penempatan
KESIMPULAN DAN SARAN
narapidana
Kesimpulan 1. Penempatan
narapidana
narkoba
pada
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh 81 -
digabungkan
dengan
narapidana
Volume 3, No. 3, Agustus 2015
karena
sangat
berpengaruh
terhadap pola pembinaan narapidana. 2. Dalam proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Aceh hendaknya narapidana narkoba agar ditempatkan secara terpisah dari narapidana lainnya untuk menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan.
CetakanKedua, Bina Aksara, Jakarta, 1984. Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta Jakarta,1996
3. Memberikan pembatasan dan sistem pola pembinaan yang berbeda antara narapidana khusus narkoba dengan narapidana umum lainya. DAFTAR KEPUSTAKAAN Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatandengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Undip, Semarang, 1996. --------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyususnan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, 2008.
Saprinah sadli,Suatu Dilema dalam Pembaruan Sistem Pidana Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Masyarakat, Semarang 1974. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana I, Alumni, Bandung, 1986. Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, Bandung: Tarsito, 1978. Undang-Undang Nomor 12 Tahun Tentang Pemasyarakatan.
1995
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Harifin A. Tumpa AR. Sujono Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sinar gerafik. 2001. JCT. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta, Aksara Baru, 1983. J.S. Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku, Seri ke-2, Bandung : Pustaka Prima,1980. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Mudzakkir, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1992 Marc Ancel. Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problems. Routledge & Kegan Paul. London. 1965. Moeljatno,
Asas-asas
Hukum
Pidana, Volume 3, No. 3, Agustus 2015
- 82