ASEAN WAY SEBAGAI SEBUAH PARADOKS: KASUS TERORISME KELOMPOK ABU SAYYAF 1)
2)
3)
I Made Adi Lesmana , Sukma Sushanti , Putu Titah Kawitri Resen 1,2,3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1 2 3 Email:
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]
ABSTRACT Abu Sayyaf is a terrorist group that possibility threatens the stability and security in Southeast Asia region. Terrorist activities of the Abu Sayyaf group are not only conducted in the Philippines but also in neighboring countries. Therefore, it is necessary to handle the terrorism issue at the regional level which is through ASEAN. However, ASEAN's role in responding the Abu Sayyaf group is hampered by the ASEAN Way norms. This research analyzes how ASEAN Way hampers ASEAN cohesiveness in handling the Abu Sayyaf group. This research used qualitative method with sources of secondary data. Then, data for this research were analyzed with the concept of ASEAN Way, regionalism and foreign terrorist fighters (FTF). The main result of the research found that the elements of the ASEAN Way, namely the principle of nonintervention and consensus decision-making are hindering the ability of ASEAN to handle the Abu Sayyaf group collectively. Keywords: ASEAN, ASEAN Way, regionalism, Abu Sayyaf
menjadi
1. PENDAHULUAN Globalisasi
telah
isu
terorisme
mengancam
memberikan
keamanan
mulai membangun kerjasama antar negara
terjadi
anggota
mengakibatkan
globalisasi
kawasan
Meningkatnya isu terorisme yang
terjadi kawasan Asia Tenggara. ASEAN pun
arus
dapat
(Kementerian Luar Negeri RI, 2015).
pengaruh besar terhadap dinamika yang
karena
dan
telah
di
Asia
Tenggara
ASEAN
dituntut
telah untuk
memberikan konsekuensi nyata bagi ASEAN,
berperan lebih besar dalam menyelesaikan
sebab isu-isu yang selama ini dianggap
masalah
sebagai isu domestik dapat menjadi isu yang
TerrorismDatabase (GTD), mulai dari tahun
sifatnya melintasi batas negara. Persoalan
1970 sampai dengan tahun 2016 terdapat
yang
telah
11.453 peristiwa terorisme di kawasan Asia
memberikan tantangan bagi negara anggota
Tenggara. Oleh karena itu, isu terorisme
ASEAN
peran
merupakaan salah satu permasalahan yang
sentral negara. Globalisasi menyebabkan
perlu dibahas pada tingkat ASEAN karena
kedaulatan negara akan semakin terkikis,
dibutuhkan kerjasama kolektif antar negara
sehingga akan sulit tanpa adanya kerjasama
anggota dalam penanganan terorisme di
kolektif
kawasan ASEAN.
bersifat
dalam
transnasional
mempertahankan
dalam
mengatasi
isu-isu
ini.
Menurut
Global
Seperti
Salah satu isu terorisme yang harus
halnya kemunculan konflik internal seperti
mendapatkan perhatian serius dan perlu
gerakan separatis di suatu negara yang
ditangani
semula berskala kecil dapat bertransformasi
Kelompok Abu Sayaaf yang memiliki basis di
transnasional
(Yuniarti,
2010).
1
bersama
adalah
keberadaan
kepulauan
selatan
yang
Namun, salah satu hal yang menjadi
membedakan Kelompok Abu Sayyaf dengan
polemik ASEAN dalam penanganan kasus
kelompok separatis di Filipina yaitu tindakan
terorisme kelompok Abu Sayyaf adalah
yang
Sayyaf
norma yang dianut oleh negara anggota
cenderung lebih radikal. Tak heran bila
ASEAN yang dikenal dengan ASEAN Way.
Kelompok Abu Sayyaf dijadikan sebagai
Disatu sisi ASEAN Way memang dapat
kelompok teroris aktif yang paling berbahaya
berperan
di
2016).
diantara negara anggota ASEAN. Tapi disisi
hanya
lain
dilakukan
Asia
Filipina.
Kelompok
Tenggara
Kelompok
Abu
Hal
Abu
(Wibisono,
Sayyaf
tidak
dalam
ASEAN
menjaga
Way
telah
keharmonisan
menyebabkan
melakukan aksinya di Filipina saja tapi juga
ASEAN sebagai organisasi regional tidak
melakukan aksi kekerasan dan penculikan
dapat menjalankan peran dan fungsinya
sampai ke wilayah negara tetangga seperti
dengan baik. Maka, ASEAN Way tidak
di
berkontribusi dengan integrasi regional yang
Malaysia
gerakan
dan
separatis
Indonesia. yang
Sehingga,
dilakukan
oleh
semakin
mendalam posisi
Penelitian ASEAN
ini
Way
akan
Kelompok Abu Sayyaf telah menjadi isu
membahas
dalam
yang melintasi batas negara dan dapat
penanganan kasus terorisme kelompok Abu
mengancam keamanan di kawasan ASEAN.
Sayyaf.
Aksi kekerasan dan penculikan yang dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf telah mendorong keamanan
munculnya kawasan
2. KAJIAN PUSTAKA
ketidakstabilan
Sebuah tulisan dari Kim Hyun Jong
ASEAN.
Namun,
belum
dapat
Implications and Challenges for Regional
menunjukan kekompakan dalam menangani
Integration in Southeast Asia (2007) memiliki
permasalahan ini. Menjadi sebuah ironi
gagasan yang dapat menjadi kajian pustaka
bahwa pada akhir tahun 2015, ASEAN telah
dalam membahas tantangan yang dihadapi
mengukuhkan
ASEAN karena norma ASEAN Way. Kim
tampaknya
ASEAN
integrasi
yang
yang
semakin
berjudul
mendalam dalam bentuk ASEAN Community
memaparkan
khususnya
merupakan
pada
pilar
politik-keamanan.
ASEANWay
bahwa
and
ASEAN
tantangan
Its
Way
regionalisme
di
Namun, absennya respons dari ASEAN
ASEAN
telah membuat Kelompok Abu Sayyaf lebih
bertentangan dengan pergerakan ASEAN
sering
menuju integrasi yang lebih mendalam.
untuk
melancarkan
aksinya
(Nainggolan, 2016). Idealnya, organisasi
karena
Kim
norma
ASEAN
menjelaskan
Way
bahwa
regional seperti ASEAN memiliki peran
permasalahan yang akan dihadapi ASEAN
besar dalam penanganan permasalahan
Way
terorisme. Permasalahan dapat diselesaikan
lingkungan
dengan efektif bila negara anggota dalam
peristiwa 9/11, munculnya isu keamanan
organisasi
non tradisional, kerjasama ekonomi yang
internasional
dapat
menanganinya melalui kerjasama secara
dapat
dilihat keamanan
mendalam, kuatnya
kolektif (Jones, 1993).
2
pada
perubahan
regional
hubungan
pasca
eksternal
ASEAN dan demokratisasi negara-negara
Vakkey
anggota ASEAN.
bahwa
permasalahan kabut asap dibawa ke tingkat
Penerapan menjadi
menjelaskan
norma
sumber
ASEAN
perlambatan
Way
regional ASEAN mengalami permasalahan
dalam
dikarenakan norma ASEAN Way. Hal ini
kerjasama di tingkat regional. Sehingga,
dikarenakan
ASEAN belum mampu dalam mencapai
kepentingan dalam sektor minyak kelapa
suatu komunitas yang solid. Oleh kerena itu,
akan memilih untuk berlindung dibawah
ASEAN
prinsip
didorong
dalam
memodifikasi
negara
ASEAN
yang
Way
mempunyai
dalam
mengatasi
ASEAN Way seperti adanya gagasan untuk
masalah kabut asap karena hal tersebut
menggunakan
dan
dapat
melindungi
antara
suatu
negara,
fleksibilitas
intervensi
dalam
konstruktif
berhubungan
kepentingan
melestarikan
nasional
kedaulatan
negara anggota. Hal ini dilakukan agar
negara dan membelokkan tanggung jawab
ASEAN Way dapat diarahkan sesuai dengan
untuk mengatasi kabut asap. Sehingga
konteks dan dinamika di kawasan ASEAN.
inisiatif
Tulisan
Kim
membantu
ASEAN
dalam
melaksanakan
penulis
mitigasi kabut asap tidak efektif dalam
untuk melihat ASEAN Way dalam level
mengendalikan permasalahan kabut asap,
tertentu menjadi sebuah tantangan untuk
namun efektif dalam melindungi kepentingan
mewujudkan
elit.
regionalisme
yang
kohesif.
Dalam hal ini, ASEAN Way telah menjadi
Varkey mempunyai argumen bahwa
tantangan bagi regionalisme ASEAN dalam
regionalisme ASEAN kurang efekif dalam
menanggapi persoalan yang berkembang di
menangani
kawasan ASEAN.
ASEAN
Tulisan
dari
Helena
Muhammad
permasalahan
karena
ASEAN
model
terbentuk
di
kawasan
regionalisme karena
di
terdapat
Varkkey yang berjudul The ASEANWay and
kesadaran terhadap kedaulatan nasional.
Haze Mitigation Efforts (2012) menjadi kajian
Oleh
pustaka kedua mengenai tantangan ASEAN
regionalisme di ASEAN adalah masing-
Way
suatu
masing negara anggota dan bukan pada
permasalahan di kawasan ASEAN. Dalam
institusi supranasional. Sehingga negara
tulisan ini, Varkkey membahas kasus secara
anggota
spesifik yaitu mengenai permasalahan kabut
mengontrol
asap yang terjadi setiap tahun di Asia
ASEAN.
dalam
menanggapi
karena
dapat
itu,
penggerak
dengan
ruang
mudah
lingkup
utama
untuk
regionalisme
Tenggara.Kabut asap tersebut berasal dari
Tulisan dari Varkkey ini membantu
pembakaran lahan gambut yang disengaja
penulis untuk melihat bahwa ASEAN Way
agar dapat membuka lahan secara illegal
digunakan
untuk penanaman kelapa sawit di Indonesia.
bertindak dalam mengatasi isu di kawasan
Dampak dari kabut asap tersebut menyebar
yang
sampai
nasional
ke
negara
tetangga.
Sehingga
sebagai
bertentangan suatu
kedok
dengan negara.
agar
tidak
kepentingan Selain
itu,
permasalahan kabut asap menjadi isu yang
Regionalisme di ASEAN masih menganggap
bersifat melintasi batas negara.
kedaulatan nasional masing-masing negara
3
anggota sebagai suatu yang sakral dan
dokumen (document-based research) dan
terdapat keengganan dari negara anggota
metode berbasis internet (internet-based
ASEAN untuk menyerahkan kedaulatannya
research).
ke tangan organisasi regional. Alhasil, hal
Setelah seluruh data dikumpulkan
tersebut tidak mendorong rasa kebersamaan
penulis kemudian menyajikan data yang
(we-ness)
telah didapatkan Peneliti menyajikan data
dan
melemahkan
kohesifitas
suatu regionalisme.
dengan menggunakan teknik penyajian data dalam
narasi
atau
gambar.
Sedangkan penyajian data berupa angka
3. METODELOGI PENELITIAN Penulis
bentuk
menenggunakan
akan disajikan melalui tabel ataupun grafik.
metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dalam melihat bagaimana ASEAN Way
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
menghambat kohesivitas ASEAN sebagai
4.1 Respons ASEAN Terhadap Isu
organisasi regional dalam upaya menangani
Terorisme Global
kasus terorisme Kelompok Abu Sayyaf. Penulis
menggunakan
metode
Peristiwa 9/11 merupakan era baru
kualitatif
terorisme
global
dan
memberikan
efek
karena metode ini bersifat subjektif dan
terhadap perkembangan keamanan global.
dipakai dalam menjelaskan suatu masalah
ASEAN pun merespons isu terorisme global
yang
dengan melakukan berbagai pertemuan dan
kompleks,
dinamis
dan
dapat
berkembang sehingga tidak dapat diteliti melalui
metode
penelitian
membentuk kerangka kerjasama regional.
kuantitatif
Para petinggi ASEAN mengadakan
(Sugiyono, 2013).
pertemuan pada KTT ASEAN ke-7 di Brunei
Penelitian ini menggunakan sumber
Darussalam
untuk
membentuk
ASEAN
data sekunder. Menurut Sugiyono (2013),
Declaration on Joint Action to Combat
sumber data sekunder merupakan sumber
Terrorism pada tahun 2001.Namun terdapat
data yang tidak langsung memberikan data
kelemahan dalam pertemuan tersebut yaitu
kepada
pada
ASEAN masih belum menemui konsesnsus
penelitian ini diperoleh melalui buku, jurnal,
dalam mendefinisikan terorisme secara jelas,
catatan atau laporan yang telah tersusun
belum dapat menentukan jenis kekerasan
dalam arsip dan sumber-sumber lainnya
yang masuk dalam tindakan terorisme dan
yang diperoleh melalui internet maupun
juga gagal menyebutkan daftar nama-nama
media cetak.
yang termasuk dalam kelompok militan
peneliti.
Data
Sumber
menjadi
hal
data
yang
paling
(Soesilowati, 2011).
penting dalam mendukung suatu penelitian,
ASEAN
juga
mengadakan
maka diperlukan teknik dalam pengumpulan
pertemuan dalam KTT ASEAN ke-8 di Pnom
datanya. Menurut Bakry (2016), penelitian
Penh pada tahun 2002, negara anggota
dengan
ASEAN
sekunder
menggunakan dapat
sumber
menggunakan
data teknik
sepakat
untuk
membentuk
Declaration on Terrorism dan mengutuk
pengumpulan data dengan metode berbasis
4
tindakan terorisme yang terjadi Indonesia dan
Filipina.
Dalam
tersebut,
isu terorisme global dengan melakukan
ASEAN berinisiatif untuk membuat langkah-
pertemuan secara regional dan merumuskan
langkah lebih spesifik dan meningkatkan
beberapa kerangka kerjasama. Koordinasi
upaya
ASEAN terhadap negara anggotanya dalam
untuk
deklarasi
Walaupun ASEAN telah merespons
mencegah,
melawan
dan
menekan kelompok terorisme di kawasan
upaya
secara kolektif dan individu. Namun pada
besar hanya di dalam dokumen-dokumen
pertemuan tersebut, ASEAN juga belum
perjanjian kerjasama saja (Ramakhrisna &
menemui
Tan,
konsensus
dalam
membentuk
kontra-terorisme
2003).
masih
Pendapat
sama
(2010),
bahwa
dilontarkan
itu,
dalam
pertemuan yang dilakukan ASEAN hanya
pertemuan ini hanya mendesak negara
sekadar “talk shop” tanpa ada hasil yang
anggota untuk menintensifkan upaya dalam
jelas
mencegah,
menekan
permasalahan keamanan. Sehingga dapat
kelompok terorisme di kawasan secara
dikatakan ASEAN masih belum mampu
kolektif dan individu (Soesilowati, 2011).
dalam
yang
dapat
dilakukan
melawan
dan
Sebuah langkah yang lebih baik
terutama
Koga
yang
definisi bersama mengenai terorisme.Selain hal
oleh
sebagian
menyangkut
dengan
mengkoordinasikan
negara
anggotanya untuk melakukan upaya kontra-
diperkenalkan ASEAN dalam meningkatkan
terorisme pada level regional.
kerjasama untuk mencegah, memberantas serta menghentikan ancaman terorisme di kawasan.
ASEAN
ASEAN
Ketidakjelasan definisi terorisme di
Convention on Counter-Terrorism (ACCT)
ASEAN bukan berarti ASEAN luput dari
sebagai kerangka kerjasama regional pada
persoalan
tahun
Tenggara
2007
di
membentuk
4.2 Persoalan Terorisme di ASEAN
Cebu,
Filipina.
ACCT
terorisme. telah
Kawasan
mengalami
Asia
persoalan
merupakan hal yang bersejarah di ASEAN
terorisme sebelum terjadinya peristiwa 9/11
karena konvensi ini merupakan kesepakatan
di Amerika Serikat. Pada saat periode
pertama
dekolonialisasi,
yang
mengikat
secara
hukum
kawasan
Asia
Tenggara
(legaly binding) dalam hal kontra-terorisme.
sudah menghadapi tindakan terorisme yang
Namun terdapat kelemahan pada konvensi
berasal dari konflik internal (Tan, 2007).
ini yang mana ACCT hanya berperan
Global Terrorism Database (GTD) mencatat
sebagai tempat untuk membuat saran suatu
sudah terjadi tindakan terorisme di Asia
kebijakan dan tidak sebagai tempat yang
Tenggara pada tahun 1970.
memutuskan kebijakan. Sehingga
dapat
ASEAN
merupakan
salah
satu
disimpulkan bahwa ACCT adalah peraturan
organisasi regional yang telah melakukan
mengenai permasalahan terorisme yang
upaya
terjadi di kawasan ASEAN yang mana
terjadinya peristiwa 9/11. ASEAN telah
implementasinya diserahkan kepada negara
melakukan pertemuan dengan para petinggi
angota masing-masing.
negara anggota ASEAN untuk mengadopsi
pengentasan
terorisme
sebelum
Declaration on Transnational Crime pada
5
1997 dan ASEAN Action Plan to Combat
melakukan
Transnational
terorisme di kawasan ASEAN.
mengatasi terorisme
Crime
pada
kejahatan di
1999
dalam
transnasional
kawasan
Asia
dan
berbagai
ASEAN
Tenggara
macam
tindakan
mengakuibahwaancaman
FTF
(Pushpanathan, 2003).
dapatberdampakterhadapkeamanandanstabi
Saat isu terorisme global semakin
litas di kawasan ASEAN.Dijelaskan juga
marak pasca 9/11, kawasan Asia Tenggara
bahwakemunculan
mendapatkan
berpeluangdalammempengaruhitoleransiber
serangan
terorisme
yaitu
FTF
peristiwa Bom Bali di Indonesia. Peristiwa
agama,
Bom Bali tampaknya menjadi titik balik
pembangunanekonomisertakohesisosialsuat
gerakan
unegara(ASEAN DGICM).
terorisme
di
Asia
Tenggara.
Kawasan Asia Tenggara menjadi tempat strategis
untuk
berkembang
hanya
dapat
berperan
bagi
terhadap penyebaran ajaran-ajaran radikal
kelompok terorisme. Maka dari itu, tidak
kepada masyarakat, FTF juga berbahaya
heran jika kawasan Asia Tenggara sering
karena memiliki pengalaman perang di
dijuluki sebagai Second Front dalam Global
lapangan.
War on Terrorrism oleh media, politisi dan
kewaspadaan terhadap munculnya FTF di
berbagai cendekiawan (Österlind, 2009).
kawasan
Munculnya
aksi
biak
Tidak
terorisme
di
Maka
Asia
dari
Tenggara.
itu
diperlukan
Terlebih
lagi,
Kelompok Abu Sayyaf merupakan salah satu
kawasan Asia Tenggara, banyak dikaitkan
kelompok
terorisme
di
Filipina
yang
dengan ideologi radikal yang berkembang di
beberapa anggotanya merupakan FTF di
masyarakat. Sehingga, penyebaran ideologi
masa lalu.
radikal menjadi sebuah ancaman nyata di kawasan Asia Tenggara.Salah satu hal yang
4.3 Abu Sayyaf Sebagai Ancaman
berkontribusi dalam penyebaran paham-
Terorisme di ASEAN
paham radikalisme adalah tingginya jumlah
Nama Abu Sayyaf mulai dikenal di
ketelibatan para foreign terrorist fighters
ASEAN pada pertengahan tahun 1990an.
(FTF) dari Asia Tenggara untuk masuk ke
Kelompok
daerah konflik seperti Irak dan Suriah dan bergabung
dengan
kelompok
oleh
Filipina yang pernah mengikuti pelatihan militer bersama ratusan militan Moro ke
dari Asia Tenggara akan memunculkan
Afghanistan untuk menjadi tentara Mujahidin
kekhawatiran jika terdapat FTF dari Asia
Afghanistan dalam berperang melawan Uni
Tenggara yang menerima paham-paham
Soviet (Wibisono, 2016).Ia juga dikabarkan
radikalisme di daerah konflik akan kembali
pernah bertemu dengan tokoh al-Qaida yaitu
pulang ke negara asalnya masing-masing paham
dibentuk
dari seorang tokoh ulama dari Basilon,
2015). Sehingga semakin tinggi jumlah FTF
menyebarkan
Sayyaf
Abdurajak Abubakar Janjalani yaitu anak
terorisme
seperti ISIS (Kementerian Luar Negeri RI,
untuk
Abu
Osama Bin Laden di Pakistan. Hal tersebut
radikalisme
membuat
kepada masyarakat setempat dan berusaha
6
Abdurajak
Abubakar
Janjalani
mendapatkan
ajaran-ajaran
radikal
dari
dan Pulau Tawi-Tawi. Basis kelompok Abu
Timur Tengah.
Sayyaf yang sangat dekat dengan wilayah
Juma’a Abu Sayyaf yang dalam
perbatasan membuat kelompok ini juga
Bahasa Arab memiliki arti “Bapak Ahli
sering
Pedang” mulai berdiri setelah memisahkan
Malaysia dan mendekati wilayah perairan
diri dari kelompok separatis Moro National
Indonesia. Sehingga Indonesia dan Malaysia
Liberation Front (MNLF) di Filipina pada
turut terkena dampak dari aksi Kelompok
tahun 1991. Abdurajak Abubakar Janjalani
Abu
mengajak mantan anggota MNLF untuk ikut
negarnya sering menjadi korban penculikan
dalam misinya untuk mewujudkan Filipina
dan kekerasan.
Selatan menjadi negara Islam yang merdeka.
melakukan
Sayyaf
karena
Kelompok
Motivasi dibalik berdirinya Kelompok
melakukan
aksinya
wilayah
beberapa
Abu
tindakan
di
warga
Sayyaf
kerap
terorisme
seperti
Abu Sayyaf adalah untuk mencari keadilan
melakukan penyerangan, pembajakan kapal,
bagi semua umat Islam khususnya yang
penculikan, pemenggalan, pengeboman dan
berada
Abubakar
lainnya. Adanya tekanan yang besar dari
Janjalani juga menyebarkan ideologi radikal,
militer Filipina menyebabkan Kelompok Abu
yang mana ia berpendapat bahwa jihad itu
Sayyaf
disalahartikan oleh banyak Muslim (Atkinson
mendapatkan
2012).
kurangnya
di
Filipina
Selatan.
Menurut Australia National Security
mengalami dana.
aliran
kesulitan
dalam
Sehingga,
akibat
dana,
Kelompok
Abu
Sayyaf sering melakukan penculikan untuk
terdapat kurang lebih 400 pejuang Kelompok
mendapatkan
tebusan
Abu Sayyaf saat ini dan anggota kelompok
(Pujayanti,
ini biasanya pemuda Muslim. Selain itu,
diberikan
anggota mereka juga rata-rata merupakan
ditentukan, kelompok ini tidak segan-segan
FTF di masa lalu yang telah kembali ke
memenggal kepala sanderanya.
2016). sampai
Jika dengan
berupa
uang
tebusan
tidak
waktu
yang
Filipina. Walaupun Abu Sayyaf merupakan
Global Terrorism Database
kelompok teroris terkecil di Filipina tapi
mencatat terdapat 486 insiden terorisme
kelompok ini terbukti melakukan aksi dengan
oleh Kelompok Abu Sayyaf dari tanggal 18
lebih kejam dan berbahaya (Shay, 2009;
Februari 1994 sampai dengan tanggal 30
CNN Philippines, 2016).
Desember 2016.GTD juga menambahkan
Kelompok mengakui
bahwa
Abu
Sayyaf
mempunyai
juga
bahwa
Abu
Sayyaf
(GTD)
cenderung
lebih
beberapa
menggunakan jenis penyerangan dengan
hubungan dengan organisasi teroris lainnya
melakukan pengeboman, penculikan dan
seperti Jemaah Islamiyah (JI), Moro Islamic
penyerangan dengan menggunakan senjata.
Liberation Front (MILF), Al-QaidadanIslamic
Tindakan terorisme yang dilakukan
State of Iraq and Syria(ISIS).
Kelompok Abu Sayyaf telah memunculkan
Kelompok Abu Sayyaf memiliki basis
kekhawatiran
diantara
negara
anggota
di Filipina bagian selatan seperti di Pulau
ASEAN. Hal ini disebabkan pergerakan
Mindanao, Kepulauan Sulu, Pulau Basilan,
Kelompok Abu Sayyaf tidak hanya di negara
7
Filipina saja namun sudah melintasi batas ke
Selain itu, ironi kohesivitas juga
wilayah negara lain dan yang menjadi
terlihat dari tindakan negara anggota yang
korban dari kejahatan Kelompok Abu Sayyaf
lebih
sudah
macam
secara individu dan memilih bekerjasama
kewarganegaraan. Namun, peran ASEAN
dalam upaya kontra terorisme dengan pihak
masih absen dalam melakukan kerjasama
diluar
secara kolektif dalam penanganan terorisme
pemerintah Filipina dalam mengatasi kasus
Abu Sayyaf. Sehingga kohesivitas ASEAN
terorisme Abu Sayyaf pasca peristiwa 9/11.
dalam penanganan kelompok Abu Sayyaf
Filipina lebih memilih untuk melaksanakan
pun patut dipertanyakan.
kerjasama kontra terorisme yang mendalam
dari
berbagai
menggunakan
strategi
ASEAN.
keamanan
Seperti
keputusan
dengan AS dibandingkan dengan negara
4.4
Kohesivitas
ASEAN
nggota
dalam
upaya
meningkatakan
(Dillon & Pasicolan, 2002).
ASEAN belum memiliki peran yang dalam
dalam
kapabilitas militernya melawan Abu Sayyaf
Penanganan Kelompok Abu Sayyaf signifikan
ASEAN
Untuk
kontra-terorisme
merespons
isu
terorisme
untuk menangani kasus terorisme kelompok
kelompok Abu Sayyaf, negara anggota
Abu
ASEAN belum mempunyai itikad yang kuat
Sayyaf.
Walaupun
mengukuhkan
integrasi
ASEAN yang
telah
dalam
semakin
menganggapi
terorisme
secara
ASEAN
Community,
kolektif. Meskipun ASEAN memiliki kerangka
dalam
penanganan
kerjasama dalam penanggulangan terorisme,
terorisme seperti kelompok Abu Sayyaf di
negara anggota ASEAN masih mengatasi
Filipina hanya sebatas pada level nasional
terorisme dengan caranya masing-masing.
dan sub regional.
Hal ini disebabkan, negara anggota ASEAN
mendalam respons
melalui ASEAN
Kurangnya
implementasi
belum memiliki kapasitas dalam merespons
dalam
penanggulangan terorisme yang pada level
kasus
regional
adanya
yang
mengikat
secara
umum
terorisme
secara kolektif
perbedaan
persepsi
karena
mengenai
negara di ASEAN, membuat negara anggota
ancaman, kondisi domestik suatu negara
ASEAN lebih memilih menggunakan pola
dan
jalur bilateral atau trilateral yang mana pola
(Emmers, 2007).
tersebut
dilakukan
kepentingan
didasari
kerjasama
keamauan
Negara
tingkat
mempunyai
masing-masing
dari
negara
anggota
anggota
ASEAN
belum
yang
sama
pandangan
negara anggota (Yuniarti, 2010). Seperti
mengenai terorisme. Hal ini dikarenakan
halnya
pandangan
dalam
merespons
kelompok
negara
anggota
terorisme Abu Sayyaf, terdapat kerjasama
mengenai
trilateral antara Indonesia, Malaysia dan
pada
Filipina terkait persetujuan anti terorisme dan
masing. Perbedaan pandangan ini terlihat
kesepakatan
dari
pembentukan
pertukaran prosedur
informasi
dan
kepentingan
negara
dampak
komunikasi
terorisme
masih
ASEAN
nasionalnya
anggota
langsung
berdasarkan
aksi
yang dari
masing-
mengalami kelompok
terorisme Abu Sayyaf dan negara yang tidak
(Soesilowati, 2011).
8
mengalaminya. Beberapa negara anggota
prinsip non-intervensi dalam ASEAN Way,
yang tidak mengalami dampak terorisme
justru
cenderung
melakukan
Communitymasih
dalam
ketaatan terhadap
enggan
kerjasama
yang
dalam
mendalam
isu
konsep
ASEAN
Security
berdasarkan
adanya
norma ASEAN Way
terorisme. Hal ini membuat ASEAN belum
(Banlaoi, 2009). ASEAN Convention on
mampu mengkoordinasikan seluruh negara
Counter Terrorism (ACCT) yang menjadi
anggotanya untuk melakukan upaya kontra
istrumen dalam implementasi upaya kontra
terorisme
terorisme dalam APSC juga terkandung
secara
kolektif.
Perbedaan
prinsip-prinsip ASEAN Way di dalamnya.
respons diantara negara mengindikasian belum adanya kohesivitas antar negara
Meskipun
ASEAN
anggota ASEAN dalam kerjasama regional.
regionalisme
Idealnya sebuah regionalisme harus diikuti
melalui pembentukan ASEAN Community.
dengan adanya kohesivitas antar negara
ASEAN sebagai organisasi regional relatif
anggota
suatu
sedikit berperan dalam menagggapi isu
permasalahan di kawasan. Namun, menjadi
terorisme pada level regional. Kerjasama
sebuah
terdapat
kontra terorisme yang dibentuk ASEAN
keengganan dari negara anggota ASEAN
masih lemah dan kurang tegas karena
dalam melakukan upaya kontra terorisme
dibatasi oleh norma ASEAN Way. Sehingga
secara kolektif di kawasan Asia Tengggara.
kerjasama kontraterorisme masih kurang
Sehingga dalam merespons isu terorisme
adanya komitmen kuat dari negara anggota
ASEAN sebagai organisasi regional belum
ASEAN (Tan & Nasu, 2016).
dalam
ironi
mengangani
bahwa
masih
yang
mengukuhkan
semakin
mendalam
mencapai regionalisme yang kohesif. Pada pertemuan di Bali pada bulan Oktober
tahun
2003,
negara
4.5
anggota
Tantangan
ASEAN telah menyepakati Deklarasi Bali
Pada
ASEAN Community. Kesepakatan Deklarasi
mengubah
Bali Concord II dibentuk untuk meneguhkan
agar
Deklarasi tersebut merupakan cikal bakal
memiliki
pilar
ASEAN
khusus
dalam
ASEAN
mendorong
Community
kerjasama
yang
kerjasama
regional
tetap
pada 2008).
norma
ASEAN
Dengan
kata
Way lain,
terorisme seperti kasus Abu Sayyaf. Tidak
mengejutkan
jika
struktur
kerjasama dalam ASEAN Community masih
Community (APSC). Alih-alih pembentukan Security
ASEAN
ASEAN sebagai dasar dalam menangani isu
Community yaitu ASEAN Political Security
ASEAN
struktur
1900an,
ASEAN Way masih tetap dipakai oleh
mendalam. Dalam menanggapi isu terorisme Sayyaf,
tahun
(Nesadurai,
ASEAN menuju regionalisme yang semakin
Abu
Penanganan
dalam menghadapi kejahatan transnasional
kohesivitas di kawasan Asia Tenggara.
Kelompok
dalam
Kelompok Abu Sayyaf
Concord II yang membahas pembentukan
seperti
ASEAN Way Sebagai Sebuah
berdasarkan pada norma ASEAN Way.
yang
Namun, karakter kerjasama di kawasan
semakin
yang menjunjung norma ASEAN Way tidak
mendalam dan dapat menjadi ancaman
9
berkontribusi
terhadap
tercapainya
ASEAN berubah menjadi institusi yang dapat
komitmen negara anggota ASEAN dalam
mengkoordinasi
menghadapi ASEAN Community. Negara
anggotanya
anggota ASEAN cenderung menggunakan
2012). Namun organisasi ASEAN masih
ASEAN
non
sangat lemah dalam mengkoordinasi negara
nasional
anggotanya. Hal ini dikarenakan norma
sejalan
ASEAN Way masih menjadi prinsip dasar
dengan komitmen dalam cetak biru ASEAN
dalam setiap kerjasama regional.Sehingga
Community. Sehingga dapat disimpulkan
implemntasi kerjasama pada level regional
ASEAN Way berperan dalam menghambat
belum berjalan dengan baik. Idealnya, ketika
penegakkan komitmen dalam cetak biru
ASEAN menyepakati terbentuknya ASEAN
ASEAN Community (Choiruzzad, 2015).
Community,
Way
intervensi, negara
khususnya
ketika
anggota
Selain
prinsip
kepentingan ASEAN
itu,
tidak
implementasi
dan
bukan
mengatur sebaliknya
negara
negara (Yuniarti,
anggota
ASEAN
pilar
menyadari bahwa permasalahan yang terjadi
ASEAN Political Security Community masih
di kawaan merupakan permasalan bersama.
mengalami kendala. Hal ini dikarenakan
Walaupun negara anggota ASEAN
masih banyaknya perbedaan pandangan
mengakui
diantara negara anggota yang menyebabkan
terorisme
ASEAN belum sinergi dalam upaya kontra-
menyadari perlunya solusi regional dalam
terorisme.
Sehingga
terdapat
menghadapi
kontradiksi
antara
regional
Namun hal tersebut tidak mudah dilakukan
masih organisasi
pentingnya melalui
isu
tindakan
kolektif
terorisme
dan
dikawasan.
karena
dan regional community building yang mana
intervensi yang mana telah menjadi budaya
Karl
politik di ASEAN (Banlaoi, 2009).
dalam
Soesilowati
(2011)
melihat bahwa komunitas keamanan perlu
melanggar
isu
ASEAN dengan teori klasik integrasi politik
Deutch
dapat
penanganan
ASEAN
memang
prinsip
telah
non
memiliki
menggarisbawahi interaksi yang erat antara
framework kerjasama kontra-terosime pada
negara anggota untuk membangun sense of
level
community
kerjasama
(we-ness)
Terbentuknya tidak
cukup
hanya
rasa
Namun,
kemampuan
dan
integrasi.
sebuah
komunitas
ASEAN Way sehingga kerjasama yang
dengan
kedekatan
dibentuk ASEAN hanya retorika semata
wilayah geografi saja, namun diperlukan adanya
regional.
we-ness
(Yuniarti,
ASEAN
masih
berdasarkan
tanpa ada hasil yang jelas
2012).
Seharusnya
sebuah
Sehingga, perlu disadari bahwa trobosan
internasional
ASEAN
negara anggotanya dan mempunyai kontrol
dalam
membentuk
ASEAN
mempunyai
organisasi
otoritas
diatas
Community sangat diperlukan sense of
yang
community yaitu adanya rasa saling memiliki
anggotanya dalam batas yang ditentukan.
dan kebersamaan.
Sehingga organisasi internasional mampu
Terbentuknya ASEAN Community
kuat
memberikan
menandakan adanya integrasi regional yang
memaksa.
mendalam
internasional
dan
seharusanya
kedudukan
10
untuk
mengatur
keputusan Efektivitas dapat
negara
yang dari
bersifat organisasi
ditentukan
dari
pembatasan prilaku negara anggota. Negara
Pitsuwan, bahwa penggunaan prinsip non-
yang menjadi anggota didalam organisasi
intervensi untuk menghormati kedaulatan
internasional harus dapat menyampingkan
nasional telah menyebabkan ruang gerak
kepentingan nasional mereka (Jones, 1993).
ASEAN
menjadi
ASEAN pernah mengalami tekanan
fleksibel
dalam
terbatas
dan
penanganan
kurang masalah
eksternal dan internal untuk mengubah
keamanan seperti isu terorisme di kawasan
pendekatannya dalam norma ASEAN Way.
ASEAN (Yuniarti, A., 2010).Sehingga, dapat
Hal ini diakibatkan munculnya skeptisisme
dikatakan
mengenai ASEAN Way yang memperlambat
tingkat regional ASEAN menjadi kurang
kinerja
efektif.
ASEAN
sehingga
kemampuan
penanganan
Prinsip
terorisme
Non
dalam
intervensi
ASEAN dalam mengatasi permasalahan di
menyebabkan
kawasan menjadi diragukan (Rotolo, 2013).
dalam memilih isu yang akan dibahas.
ASEAN sebagai organisasi regional masih
memiliki
kelemahan
ASEAN
lebih
juga
berhati-hati
Sehingga negara anggota ASEAN tidak
dalam
akan membahas isu yang bersifat sensitif
penanganan isu terorisme. Tantangan yang
dan bahkan isu yang bersifat lintas batas
dihadapi
dalam level regional (Nesadurai, 2008).
ASEAN
dalam
implementasi
penanganan terorisme muncul dari norma
Terbukti
dalam
kasus
terorisme
atau prinsip yang dianut oleh anggota
Kelompok Abu Sayyaf masih belum terlihat
ASEAN yaitu ASEAN Way. Menurut Koga
peran ASEAN dalam menangani kasus ini.
(2010), ASEAN belum menjamin adanya
Absennya peran ASEAN dalam menangani
kerjasama karena diakibatkan keterbatasan
kasus tersebut patut dipertanyakan karena
pada
ASEAN
ASEAN
intervensi
dan
Way
yaitu
prinsip
pengambilan
non
keputusan
masih
melihat
kasus
tersebut
sebagai permasalahan domestik dan bukan
secara konsensus. Mengacu pada gagasan
permasalahan regional.
Koga (2010), penulis menggunakan prinsip
Prinsip non intervensi dalam ASEAN
non-intervensi dan pengambilan keputusan
Way
secara konsensus pada ASEAN Way dalam
menghormati
menganalisis
ASEAN
sebagai
Sehingga ASEAN tidak memiliki otoritas
penghambat
kohesivitas
dalam
dalam urusan internal negara anggota.
menangani isu terorisme Kelompok Abu
ASEAN sebagai organisasi regional yang
Sayyaf.
sangat
Way ASEAN
berhubungan
nasional A. Prinsip Non Intervensi
dengan
rasa
keadaulatan
menjunjung telah
tinggi
saling
nasional.
kedaulatan
berkontribusi
dalam
menyulitkan ASEAN dalam penanganan isu
Salah satu prinsip yang terkandung
terorisme kelompok Abu Sayyaf. Menurut
ASEAN Way yaitu prinsip non intervensi
Amitav Acharya dan Arabinda Acharya
telah menjadi hambatan ASEAN dalam
(2007),
penanganan terorisme di kawasan Asia
biasanya membuat negara untuk enggan
Tenggara. Hal ini disampaikan juga oleh
dalam mengizinkan pihak luar di wilayah
Mantan Menteri Luar Negeri Thailand, Surin
mereka demi upaya kontra-terorisme. Maka
11
kepekaan
terhadap
kedaulatan
dari itu ASEAN sebagai organisasi regional
(Soesilowati,
sulit untuk masuk ke dalam kedaulatan
tersebut
wilayah Filipina dalam rangka menghadapi
kohesivitas ASEAN dalam menanaggapi
kelompok Abu Sayyaf.
suatu isu di kawasan.
Prinsip kedaulatan nasional menjadi penghambat
ASEAN
tidak
Sehingga,
prinsip
mendukung
adanya
Untuk menangani kasus terorisme
melakukan
Kelompok Abu Sayyaf, sangat diperlukan
kerjasama yang lebih mendalam di kawasan
bantuan dan kerjasama kolektif dari negara
Asia
anggota
Tenggara.
untuk
2011).
Hal
implementasi
ini
dikarenakan
kerjasama
penanggulangan
terorisme
akan
ASEAN. yang
Sebaiknya
mendalam
dalam
kolektif
selalu
anggota ASEAN tidak harus dilihat sebagai
bersinggungan dengan masalah kedaulatan
sebuah
negara lain (Yuniarti, A., 2010).
seharusnya
dilihat
kemampuan
ASEAN
Walaupun,
ASEAN
berkomitmen
untuk
kerjasama
telah
pelanggaran
antara
negara
kedaulatan
sebagai untuk
tolak
tapi ukur
menghadapi
mewujudkan
sebuah ancaman yang dapat menggangu
mendakam
stabilitas kawasan (Dillon dan Pasicolan,
melalui ASEAN Community. Abuza dalam
2002). Selain itu, kerjasama secara kolektif
Österlind (2009) menjelaskan bahwa ASEAN
dalam
masih berada didalam tahapan sovereignty
membangun
enhancing daripada tahapan sovereignty
negara anggota yang mana merupakan
reducing. Namun Bandoro dalam Yuniarti
kunci dari kohesivitas sebuah regionalisme.
regionalisme
yang
semakin
upaya
kontra-terorisme
rasa
saling
dapat
percaya
antar
(2012) berpendapat bahwa idealnya sebuah organisasi
regional
mengalami
seperti
pergeseran
dari
B.Pengambilan
ASEAN sovereignty
Keputusan
Secara
Konsensus
enhanching menuju sovereignty reducing
Pengambilan
keputusan
secara
karena tingkat regionalisme akan semakin
konsensus juga telah berkontribusi dalam
meningkat
dapat
membatasi ruang lingkup kerjasama dan
hal
kecepatan dalam melakukan kerjasama jika
jika
mengurangi
negara
anggota
sensitivitasnya
dalam
kedaulatan nasional. ASEAN
terdapat perbedaan pendapat.
akan
terus
mengalami
Pengambilan
keputusan
dengan
berbagai
norma ASEAN Way tidak cocok dalam
masalah karena diakibatkan oleh ASEAN
diskusi yang bersifat terbuka dan jujur
terlalu terpusat dalam prinsip non intervensi
(Österlind, 2009). Sehingga, ASEAN akan
dan kedaulatan negara anggota (Nesadurai,
mengalami
2008).
negara
keputusan yang cenderung sensitif dan
menganggap
dapat melanggar kedaulatan negara anggota.
hambatan
dalam
Terdapat
anggota
ASEAN
kedaulatan nasional
mengatasi
kecendrungan masih
nasional sebaga
dibandingkan
komitmen
dan
kepentingan
prioritas sebuah
Hal
utama
ini
keputusan
kesulitan
menyebabkan secara
pengambilan
pengambilan
konsensus
akan
negara
mendorong negara anggota untuk lebih
terhadap organisasi regional seperti ASEAN
fokus hanya pada isu yang memiliki potensi
12
yang
dapat
disetujui
untuk
dilakukan
laut untuk mengatasi tindakan terorisme oleh
kerjasama, meskipun proses pengambilan
Kelompok Abu Sayyaf. Namun seharusnya
keputusan cenderung lamban.
permasalahan Abu Sayyaf harus ditangani
Keanggotaan ASEAN yang semakin
oleh
seluruh
anggota
ASEAN.
Hal
ini
meningkat dapat memunculkan collective
dikarenkan ASEAN telah berkomitmen untuk
action
mengukuhkan
problem,
yang
mana
beberapa
integrasi
regional
melalui
ASEAN Community.
anggota ASEAN melihat tujuan mereka lebih fokus terhadap perkembangan negaranya
Kesulitan ASEAN dalam mencapai
sendiri sedangkan anggota lain melihat pada
konsensus
perkembangan
ASEAN.
keanggotan ASEAN semakin bertambah.
Sehingga hal tersebut akan menyebabkan
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
sebuah konsensus sulit untuk dicapai (Koga,
Rotolo
2010).
menemukan kesulitan dalam menciptkan
fungsi
Pengambilan
institusi
keputusan
secara
semakin
(2003)
meningkat
bahwa
disaat
ASEAN
akan
sebuah konsensus bila berada di dalam
konsensus yang tercantum dalam ASEAN
kelompok yang sangat beragam.
Way juga dapat menghambat ASEAN dalam
Untuk
mengatasi
penanganan isu terorisme dengan cepat.
dalam
Sebab pada saat pengambilan keputusan
konsensus,
secara konsensus tidak menemui sebuah
mengadopsi metode pengambilan keputusan
kesepakatan (deadlock) diantara anggota
suara
ASEAN, hal ini dapat mendorong munculnya
making).
alternatif lain dari kerjasama regional seperti
masih
melalui kerjasama bilateral, trilateral dan sub
metode
regional. Lebih lanjut, prinsip pengambilan
konsensus yang mana hal tersebut telah
keputusan
memperlambat
ini
dapat
mendorong
suatu
negara untuk bertindak sendiri-sendiri dalam
pengambilan
permasalahan
kepustusan
secara
usulan
untuk
terdapat
mayoritas Namun langgeng
(majority-vote
decision-
kenyataannya dalam
pengambilan
ASEAN
ASEAN
menggunakan
keputusan
dalam
secara
membuat
keputusan yang dapat disetujui bersama.
mengatasi suatu permasalahan di kawasan
Metode
ASEAN (Yuniarti, A., 2010). Selain itu,
pengambilankeputusansecarakonsensus
pengambilan keputusan secara konsensus
juga dapat memperlemah kapasitas ASEAN
juga mendorong keengganan dari negara-
dalam
negara yang tidak memiliki kepentingan
kolektif seperti isu terorisme kelompok Abu
untuk bekerjasama dalam menangani suatu
Sayyaf. Maka dari itu, belum terdapat
isu.
insentif nyata dari ASEAN dalam menangani Hal ini terbukti dalam menanggapi
menangani
isu
regional
secara
kelompok Abu Sayyaf.
kasus terorisme Kelompok Abu Sayyaf, terlihat hanya negara yang terkena dampak
5. KESIMPULAN
terorisme Abu Sayyaf seperti Indonesia, Malaysia
dan
Filipina
yang
Kelompok Abu Sayyaf merupakan
melakukan
salah
kerjasama trilateral dalam bidang keamanan
satu
isu
terorisme
yang
dapat
mengancam stabilitas keamanan di kawasan
13
Asia Tenggara. ASEAN sebagai organisasi regional
seharusnya
dapat
ASEAN diharapkan dapat bersatu
mendorong
dalam
melawan
kelompok
Abu
Sayyaf
negara anggota ASEAN untuk menyadari
karena isu terorisme dapat bersifat spill-over
bahwa isu terorisme seperti kasus terorisme
ke negara lainnya. Sehingga negara anggota
kelompok
ditangani
ASEAN harus dapat melihat permasalahan
secara kolektif. Namun, ASEAN Way yang
yang terjadi di kawasan ASEAN sebagai
menjadi
permasalahan bersama. Jika ASEAN Way
Abu
Sayyaf
prinsip
menghambat
harus
dasar
ASEAN
telah
kohesivitas
ASEAN
dalam
telah
berkontribusi
untuk
menghambat
membentuk suatu komunitas regional yang
kohesivitas ASEAN dalam penanganan isu
kuat untuk menanganai kasus terorisme
terorisme,
kelompok
yang
meninjau ulang ASEAN Way agar sesuai
dijabarkan pada bab sebelumnya terdapat
dengan kondisi permasalahan di kawasan
aspek-aspek di dalam ASEAN Way yang
ASEAN.
menjadi
Abu
Sayyaf.
tantangan
Seperti
ASEAN
maka
ASEAN
harus
dapat
dalam
penanganan kasus terorisme kelompok Abu
6. DAFTAR PUSTAKA
Sayyaf diantaranya adalah prinsisp non-
Acharya, Amitav, & Acharya, Arabinda. (2007). The Myth of the Second Front: Localizing the ‘War on Terror’in Southeast Asia. Washington Quarterly, 30(4), 75-90.
intervensi
dan
pengambilan
keputusan
melalui konsensus. Kesimpulan
yang
dapat
diambil
melalui penelitian ini adalah perkembangan
Atkinson, G. (2012). Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman. American Security Project, Perspective.
regionalisme tidak serta merta menjadi sebuah solusi atas bebagai persoalan yang
Bakry, Umar Suryadi. (2016). Pedoman Penulisan Skripsi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Deepublish
terjadi di kawasan. Terbentuknya sebuah regionalisme tidak cukup hanya dengan kedekatan wilayah geografi saja, namun
Banlaoi, R. (2009). Philippine Security in the Age of Terror: National, regional, and global challenges in the post-9/11 world. CRC Press.
diperlukan adanya rasa we-ness atau sense of
community
meningkatkan
yang
tingkat
mana
kohesivitas
dapat dalam
Choiruzzad, S. A. B. (2016). ASEAN di Persimpangan Sejarah: Politik Global, Demokrasi, & Integrasi Ekonomi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
sebuah regionalisme. ASEAN masih belum melihat permasalahan terorisme di kawasan sebagai sebuah ancaman bersama bersama. Sehingga
sebagaian
besar
CNN Philippines. (2016). Who are the Abu Sayyaf?. Diakses pada 10 May 2017, dari http://cnnphilippines.com/news/2016/04/ 08/Abu-Sayyaf-terroristorganization.html
penanganan
permasalahan terorisme di ASEAN masih dilakukan oleh masing-masing negara. Maka dari itu, pandangan realisme masih relevan dalam penanganan isu di kawasan yang mana
peran
sentral
negara
Dillon, D. R., & Pasicolan, P. (2002). Promoting a Collective Response to Terrorism in Southeast Asia. Heritage Foundation.
masih
mendominasi di ASEAN.
14
Emmers, R. (2007). Comprehensive security and resilience in Southeast Asia: ASEAN's approach to terrorism and sea piracy. Nanyang Tecnological University.
Ramakrishna, K., & Tan, S. S. (Eds.). (2003). After Bali: the threat of terrorism in Southeast Asia. World Scientific. Rotolo, T. (2013). The Effectiveness of ASEAN under External Pressure: Cases of Myanmar's Accession and the South China Sea Disputes. Claremont College
Joint Statement of The ASEAN DirectorsGeneral of Immigration Departments and Heads of Consular Affairs Divisions of The Ministries of Foreign Affairs (DGICM) on The Prevention of The Movement of Foreign Terrorist Fighters
Shay, C. (2009). A Brief History of Abu Sayyaf. TIME News. Diakses pada 8 Maret 2017, dari http://content.time.com/time/world/article/ 0,8599,1927124,00.html
Jones, W. S. (1993). Logika hubungan internasional: Kekuasaan, ekonomipolitik internasional, dan tatanan dunia 2. PT Gramedia Pustaka Utama.
Soesilowati, S. (2011). Asean's response to the challenge of terrorism. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik (Society, Culture and Politics), 24, 228-241.
Kementrian Luar Negeri RI, Masyarakat ASEAN Edisi 8, Juni 2015 Kim, H. J. (2007). ASEAN Way and its implications and challenges for regional integration in Southeast Asia. Journal of Southeast Asian Studies, 12(1).
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA Tan, A. T. (Ed.). (2007). A handbook of terrorism and insurgency in Southeast Asia. Edward Elgar Publishing.
Koga, K. (2010). The Normative Power of The “ASEAN Way”. Standford Journal of East Asian Affaris, 10(1), 80-95
Tan, S. S., & Nasu, H. (2016). Asean and the development of counter-terrorism law and policy in Southeast Asia. UNSWLJ, 39, 1219.
Nainggolan, P. P. (2016). Pembajakan Kapal dan Penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 8 (19), 5-8.
Varkkey, H. M. (2012). The ASEAN Way and haze mitigation efforts. Journal of International Studies, 8, 77-97.
National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism (START). (2017). Global Terrorism Database. Diakses pada 24 Februari 2017 from https://www.start.umd.edu/gtd
Wibisono, A. N. (2016). Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan: Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara. Ilmu Ushuluddin, 3(1), 119-132.
Nesadurai, H. E. (2008). The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). New political economy, 13(2), 225-239.
Yuniarti, A. (2010). Implementasi Mekanisme Regional ASEAN dalam Penanggulangan Masalah Terorisme di Asia Tenggara. Jurnal Diplomasi dan Keamanan, 2(1), 23-40.
Österlind, C. (2009). There Will Be Blood: Southeast Asia as the Second Front on the War on Terror–A case study. Malmö University Pujayanti, A. (2016). Upaya Pembebasan WNI Sandera Kelompok Abu Sayyaf. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 8(7), 5-8
Yuniarti, A. (2012). Strategi ASEAN Membangun Sense of community. Jurnal Paradigma, 16(2), 33-45.
Pushpanathan, S. (2003, August). ASEAN Efforts To Combat Terrorism. In Second APEC Counter-Terrorism Task Force Meeting (Vol. 20).
15