KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA EKOR TIPIS BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG BERBEDA DI TPH MALEBER BOGOR
AGUNG JULIYANTO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Maleber Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Agung Juliyanto NIM D14090046
ABSTRAK AGUNG JULIYANTO. Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Maleber Bogor. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan RUDY PRIYANTO. Tujuan dari penelitian adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis (DET) pada bobot potong yang berbeda di TPH Maleber, Jawa Barat. Penelitian menggunakan 56 ekor DET betina. Data diambil secara langsung dan acak tiap pemotongan yang berlangsung selama satu bulan. Ternak dikelompokkan ke dalam bobot potong 10 kg, 20 kg, dan 30 kg. Data dianalisis secara Analysis of Variance (ANOVA). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot potong DET sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi bobot tubuh kosong dan bobot karkas. DET yang dipotong pada bobot 30 kg nyata lebih tinggi persentase karkasnya dibandingkan dengan bobot potong 20 kg. Rata-rata persentase karkas pada bobot potong 10 kg, 20 kg, dan 30 kg berturut-turut 46.09%, 42.87%, dan 49.56%. Komponen non karkas DET yang dipotong pada bobot potong 30 kg sangat nyata (P<0.01) lebih berat dibandingkan bobot 20 dan 10 kg. Persentase bagian non karkas yang dapat dimakan (edible portion) adalah sebesar 42%-48% dari bobot tubuh kosong. Kata kunci: bobot potong, domba ekor tipis, karkas, non-karkas
ABSTRACT AGUNG JULIYANTO. Carcass and Non-carcass Characteristic of Javanese Thin-Tailed Sheep by Different Live Weight at Slaughter House Maleber Bogor. Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and RUDY PRIYANTO. The purpose of the research was to evaluate the characteristics of carcass and non carcass of thin-tailed sheep (DET) on different live weight in TPH Maleber, West Java. Research used 56 heads of DET ewes. The sheep grouped into live weights at 10 kg, 20 kg and 30 kg. Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA). The result of the research showed that the differences of live weight were significantly (P<0.01) influenced on empty body weight and carcass weight. DET that were slaughtered at 30 kg was heavier on carcass percentage compared to 20 kg. The average percentage of carcass at live weight 10 kg, 20 kg and 30 kg was 46.09%, 42.87% and 49.56% respectively. Non carcass components of DET were slaughtered at 30 kg was significant (P<0.01) heavier than live weight of 20 and 10 kg. The percentage of edible portion of non carcass was of 42%-48% of empty body weight. Keywords: carcass, javanese thin-tailed sheep, non-carcass, slaughter weight
KARAKTERISTIK KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA EKOR TIPIS BETINA DENGAN BOBOT POTONG YANG BERBEDA DI TPH MALEBER BOGOR
AGUNG JULIYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH MaJeber Bogor : Agung Juliyanto Nama : D14090046 NLM
Disetujui Oleh
Dr Ir R dy Priyanto Pembimbing II
Pembimbing I
Tanggal Lulus :
2 6 I' 2
Judul Skripsi : Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Maleber Bogor Nama : Agung Juliyanto NIM : D14090046
Disetujui Oleh
Muhamad Baihaqi, SPt MSc Pembimbing I
Dr Ir Rudy Priyanto Pembimbing II
Diketahui Oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgr Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 ini ialah domba, dengan judul Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba Ekor Tipis Betina dengan Bobot Potong yang Berbeda di TPH Maleber Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhamad Baihaqi SPt MSc dan Bapak Dr Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing. Terima kasih penulis juga ucapkan kepada Bapak Haji Agus Syaifudin Rizqon beserta keluarga, Bapak Rusli beserta keluarga, Bapak Usep, serta Bapak Herman dan Qomar, yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, seluruh keluarga serta teman-teman IPTP 46 khususnya untuk Nico, Rio dan Syihan sebagai teman satu tim penelitian, atas doa dan kerjasamanya selama penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Agung Juliyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Rancangan Analisis Data Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Karakteristik Karkas dan Non Karkas Bobot Potong Bobot Tubuh Kosong Bobot Karkas Persentase Karkas Bobot Non Karkas Edible Portion Non Karkas SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 5 7 7 8 8 9 10 10 10 13 16
DAFTAR TABEL 1 Jumlah domba berdasarkan umur dalam satu bulan di TPH Maleber 2 Frekuensi jumlah pemotongan domba dalam satu minggu di TPH maleber 3 Performa karkas domba ekor tipis pada bobot potong yang berbeda 4 Karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis pada bobot potong yang berbeda
4 5 5 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji analisis ragam bobot potong 2 Hasil uji analisis ragam bobot karkas 3 Hasil uji analisis ragam persentase karkas 4 Hasil uji analisis ragam bobot tubuh kosong 5 Hasil uji analisis ragam bobot kepala 6 Hasil uji analisis ragam bobot kulit 7 Hasil uji analisis ragam bobot darah 8 Hasil uji analisis ragam bobot kaki 9 Hasil uji analisis ragam bobot hati 10 Hasil uji analisis ragam bobot jantung 11 Hasil uji analisis ragam bobot ginjal 12 Hasil uji analisis ragam bobot limpa 13 Hasil uji analisis ragam bobot paru dan trakhea 14 Hasil uji analisis ragam bobot perut 15 Hasil uji analisis ragam bobot usus kecil 16 Hasil uji analisis ragam bobot usus besar 17 Hasil uji analisis ragam bobot lemak 18 Hasil uji analisis ragam bobot isi saluran pencernaan
13 13 13 13 13 13 14 14 14 14 14 14 15 15 15 15 15 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang cukup dikenal dan menjadi salah satu komoditi hewan penghasil daging di Indonesia. Populasi ternak domba di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Namun, konsumsi daging domba masih tergolong rendah. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), populasi domba sebesar 12 768 241 ekor dan paling banyak berada di Jawa Barat. Produksi daging domba di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 46 500 ton/tahun. Domba ekor tipis merupakan domba lokal yang memiliki tubuh kecil. Bobot dewasa jantan mencapai 30-40 kg dan betina 15-20 kg (Davendra dan McLeroy 1992). Daerah penyebaran domba ekor tipis di Indonesia adalah di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ekor tipis memiliki ciri karakteristik garis muka yang lurus, berkelopak mata normal, posisi telinga menggantung ke bawah, dan garis punggung lurus (Mulliadi 1996). Domba ekor tipis memiliki tubuh yang kecil, di masyarakat domba ini lebih sering disebut sebagai domba sayur atau domba Jawa. Domba ini memiliki ekor yang relatif panjang dan tipis, bulu berwarna putih disertai belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian lainnya. Domba jantan umumnya memiliki tanduk, sedangkan domba betina tidak bertanduk (Einstiana 2006). Domba ekor tipis pada umur muda dengan pemberian pakan legum mempunyai persentase karkas hingga 38.8% (Wiryawan et al. 2009). Domba ekor tipis dengan bobot potong rata-rata 17 kg memiliki persentase karkas sebesar 38.3% (Baihaqi et al. 2013). Kondisi pemotongan hewan ternak di Indonesia khususnya domba ini tiap tahunnya mengalami fluktuasi peningkatan dan penurunan. Hal ini disebabkan adanya permintaan pasar yang bervariasi. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), pemotongan ternak domba yang tercatat pada tahun 2012 sebesar 1 299 455 ekor dan daerah Jawa Barat merupakan daerah dengan pemotongan ternak domba terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 480 988 ekor, angka ini mengalami peningkatan sebesar 4.68% dari tahun sebelumnya. Ternak domba yang dipotong juga bervariasi mulai dari umur, jenis kelamin dan bobot potongnya. Bervariasinya bobot potong domba yang disembelih maka akan menghasilkan karakteristik karkas dan non karkas yang bervariasi pula. Bangsa domba yang memiliki bobot potong besar maka akan menghasilkan karkas yang besar pula. Semakin besar bobot potongnya maka bobot karkas yang dihasilkan juga semakin besar (Soeparno 2005). Meskipun demikian, informasi mengenai hal tersebut masih jarang ditemukan, khususnya domba-domba yang disembelih di RPH/TPH. Saat ini kondisi dilapangan memperlihatkan bahwa konsumen daging domba lebih menyukai domba yang masih muda dan bobotnya belum optimal untuk disembelih. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diteliti karakteristik karkas dan non karkas domba khususnya domba ekor tipis pada suatu tempat pemotongan hewan (TPH).
2
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis pada bobot potong yang berbeda di tempat pemotongan hewan (TPH) Maleber, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mencakup pengukuran karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis. Perlakuan penelitian yaitu bobot potong domba ekor tipis 10, 20, dan 30 kg. Jumlah sampel yang digunakan masing-masing adalah 37, 11, dan 8 ekor.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama satu bulan mulai pada tanggal 28 Januari sampai dengan 25 Februari 2013. Penelitian dilaksanakan di Tempat Pemotongan Hewan milik Bapak Agus Syaefudin Rizqon yang berada di Kampung Maleber, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Bahan Penelitian menggunakan 56 ekor domba ekor tipis betina yang dipotong di TPH Maleber, pemilik Tempat Potong Hewan (TPH) dan pekerja/pegawai di TPH tersebut sebagai narasumber. Alat Peralatan yang digunakan meliputi formulir penilaian karkas dan non karkas, alat tulis, timbangan gantung digital kapasitas 50 kg, timbangan kapasitas 100 kg merk “CHQ-100”, timbangan duduk digital kapasitas 10 kg, baskom, kalkulator (alat hitung), wearpack, sepatu bot dan kamera. Prosedur Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan survey tempat dan perizinan kepada pemilik peternakan dan TPH di Kampung Maleber, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tahap selanjutnya melakukan pengumpulan data dengan cara teknik observasi langsung ke lapangan. Pengambilan data dilakukan setiap kali pemilik TPH memotong domba. Sebelum domba dipotong dilakukan penimbangan awal untuk memperoleh bobot potong. Bobot potong yang didapat adalah bobot potong domba tanpa
3
dilakukan pemuasaan terlebih dahulu. Selanjutnya proses pemotongan yang dilakukan di TPH tersebut dengan cara memotong bagian atas leher dekat rahang bawah, sampai semua pembuluh darah (Vena jungularis dan Arteri carotis), trachea dan oesophagus terpotong. Darah kemudian ditampung dengan baskom agar didapatkan bobotnya. Setelah domba benar-benar mati, domba kemudian digantung pada kaki belakang. Bagian kaki depan dipotong pada persendian carpo-metacarpal. Setelah itu domba dikuliti dan ditimbang sebagai bobot kulit. Selanjutnya bagian kepala dipotong pada persendian occipito atlantis dan ditimbang sebagai bobot kepala. Kemudian isi rongga perut dan rongga dada (saluran pencernaan, hati, jantung, ginjal, limpa, paru-paru, dan lemak) dikeluarkan, kemudian ditimbang dan dicatat bobot setiap organ tersebut. Kaki bagian belakang dipotong pada persendian carpo-metatarsal dan digabungkan dengan kaki bagian depan untuk ditimbang sebagai bobot kaki. Karkas yang telah dipisahkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan gantung digital. Rancangan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan bobot potong, yaitu bobot potong 10 kg, 20 kg, dan 30 kg. Model rancangan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi + εij Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan dari perlakuan ke μ = Rataan umum αi = Pengaruh bobot potong ke εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke i = Perlakuan ke-i j = Ulangan ke-j
Analisis data Data diolah dengan program SAS versi 9.0 secara ANOVA untuk mengetahui beda nyata atau tidak dari perlakuan yang digunakan. Apabila hasil data yang diolah menunjukkan beda nyata maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Peubah yang diamati Peubah yang diamati antara lain : 1. Bobot potong: yaitu bobot yang didapat sebelum pemotongan. 2. Bobot tubuh kosong: yaitu bobot potong setelah dikurangi bobot isi saluran pencernaan yang didapat dari bobot jeroan hijau dikurang bobot jeroan hijau kosong. 3. Bobot karkas: yaitu bobot setelah dikurangi bobot kepala, kulit, darah, kaki, organ dalam, saluran pencernaan, paru-paru, lemak omental dan jaringan lainnya.
4. Persentase karkas:
k rk g
100
4
5. Bobot non karkas: bobot yang didapat dengan memisahkan bagian kepala, kulit, darah, kaki, organ dalam (jantung, ginjal, hati, limpa), saluran pencernaan (perut, usus kecil, usus besar), paru-paru, dan lemak omental yang kemudian masing-masing bagian ditimbang bobotnya dan dijumlahkan. 6. Edible portion non karkas: bagian dari non karkas ternak yang dapat dimakan meliputi kepala, kaki, hati, jantung, ginjal, limpa, paru, perut, usus kecil, usus besar, dan lemak omental.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tempat potong hewan milik bapak Haji Agus memiliki kandang penampungan berupa kandang kelompok memanjang dengan kapasitas tampung sekitar 100 ekor domba. Lokasi kandang ini bersebelahan dengan ruang khusus untuk pemotongan. Ruang pemotongan tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan persyaratan untuk memotong ternak menurut SNI, akan tetapi kondisi bangunan dan perawatannya cukup baik. Sumber air di TPH didapat dari air sungai yang dialirkan melalui pipa menuju TPH tersebut. Fasilitas dan sarana penunjang untuk pemotongan masih tergolong tradisional. Sanitasi di TPH tersebut cukup baik dan selalu dibersihkan setiap harinya. Personal hygiene dari pekerja TPH juga masih kurang diperhatikan seperti baju khusus memotong dan kebersihan selama pemotongan. Ternak yang dibeli oleh bapak Agus berasal dari pasar hewan Cianjur dan Cicurug. Pembelian ternak ke pasar hewan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis. Jumlah domba yang dibeli tergantung dengan ketersediaan yang ada di pasar saat itu, namun biasanya berkisar antara 40-60 ekor domba setiap pembelian dan domba yang dibeli disesuaikan dengan pesanan pelanggan. Sebagian besar domba yang dibeli berumur dibawah satu tahun (I0) dan ada juga yang baru lepas sapih seperti yang ditampilkan pada tabel dibawah ini: Tabel 1 Jumlah domba berdasarkan umur dalam satu bulan di TPH Maleber Umur Domba Jumlah I0 68 ekor I1 27 ekor I2 28 ekor I3 27 ekor Domba yang telah tiba di TPH diistirahatkan dan hanya diberi rumput segar tanpa pemberian air minum sebelum dipotong. Kondisi domba selama penelitian berlangsung tidak mengalami gangguan atau penyakit apapun. Pengambilan data dilakukan setiap kali ada domba yang dipotong untuk pesanan. Pemotongan domba dilakukan hampir setiap hari karena telah memiliki pelanggan tetap dengan
5
daerah tujuan kawasan Puncak, Bogor, Kemayoran, Pancoran, dan Tangerang. Berikut ini ditampilkan frekuensi pemotongan yang dilakukan selama 1 bulan: Tabel 2 Jumlah pemotongan domba dalam satu bulan di TPH Maleber Jumlah Pemotongan Jantan Betina (ekor) 2 97 31 20 2 148
Bangsa Domba Ekor Tipis Domba Ekor Gemuk Domba Garut Jumlah
Rataan Bobot Potong (kg) 15.78 ± 7.43 16.26 ± 5.97 20.84 ± 8.79 16.55 ± 7.50
Domba yang dipotong di TPH ini hampir seluruhnya adalah betina karena harganya yang lebih murah saat pembelian ternak hidup. Selama penelitian hanya dijumpai dua ekor domba jantan yang dipotong. Pemotongan terbanyak biasanya setiap hari senin dan kamis. Domba dipotong pada waktu dan jam yang berbeda sesuai tujuan pesanan. Untuk tujuan Bogor, Puncak, Kemayoran, dan Pancoran biasanya dipotong pada pagi dan siang hari. Sedangkan untuk tujuan Tangerang dipotong pada malam hari. Karakteristik Karkas dan Non Karkas Berikut ini ditampilkan hasil evaluasi karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis betina pada bobot potong yang berbeda dalam bentuk tabel. Tabel 3 Performa karkas domba ekor tipis pada bobot potong yang berbeda Bobot Potong (kg) Peubah 10 20 30 Jumlah Sampel (ekor) 37 11 8 Bobot Potong (kg)
9.42 ± 1.72 C
19.01 ± 1.99 B
30.08 ± 1.61 A
Bobot Tubuh Kosong (kg)
7.81 ± 1.18 C
15.35 ± 2.77 B
26.31 ± 1.51 A
Bobot Karkas (kg)
4.29 ± 0.65 C
8.22 ± 1.97 B
14.89 ± 1.37 A
Persentase Karkas (%)
46.09±5.38 ab
42.87±6.22 b
49.56±4.42 a
Ket: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda nyata pada taraf uji 5% (a, b) dan berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B)
6
Tabel 4 Karakteristik karkas dan non karkas domba ekor tipis pada bobot potong yang berbeda Bobot Potong (kg) Peubah 10 20 30 Jumlah Sampel (ekor) 37 11 8 (kg) 1.86 ± 0.80 B 4.53 ± 0.96 A 4.51 ± 1.02 A Inedible Portion (%) 23.53 ± 8.95 B 30.72 ± 9.35 A 17.24 ± 4.42 B (kg) 0.25 ± 0.05 C 0.49 ± 0.08 B 0.75 ± 0.27 A Darah (%) 3.21 ± 0.54 3.30 ± 0.80 2.85 ± 1.01 (kg) 1.61 ± 0.79 B 4.04 ± 0.94 A 3.76 ± 0.98 A Isi Sal.cerna (%) 20.32 ± 8.94 B 27.42 ± 8.77 A 14.40 ± 4.27 B (kg) 3.58 ± 0.59 C 7.30 ± 1.00 B 11.17 ± 0.91 A Edible Portion non Karkas (%) 45.93 ± 4.12 ab 48.00 ± 4.67 a 42.55 ± 3.91 b (kg) 0.70 ± 0.11 C 1.21 ± 0.14 B 1.62 ± 0.14 A Kepala (%) 9.03 ± 0.94 A 8.02 ± 0.98 B 6.16 ± 0.67 C (kg) 0.74 ± 0.15 C 1.55 ± 0.22 B 2.27 ± 0.53 A Kulit (%) 9.42 ± 1.15 ab 10.27 ± 1.52 a 8.66 ± 2.10 b (kg) 0.98 ± 0.18 C 2.05 ± 0.22 B 3.02 ± 0.66 A Kaki (%) 12.62 ± 1.37 ab 13.57 ± 1.91 a 11.50 ± 2.56 b (kg) 0.15 ± 0.03 C 0.34 ± 0.05 B 0.44 ± 0.06 A Hati (%) 1.94 ± 0.30 A 2.24 ± 0.31 A 1.69 ± 0.22 B (kg) 0.05 ± 0.01 C 0.10 ± 0.02 B 0.13 ± 0.03 A Jantung (%) 0.68 ± 0.12 A 0.69 ± 0.21 A 0.51 ± 0.13 B (kg) 0.04 ± 0.007 C 0.07 ± 0.02 B 0.08 ± 0.02 A Ginjal (%) 0.56 ± 0.09 A 0.45 ± 0.11 B 0.30 ± 0.07 C (kg) 0.02 ± 0.007 C 0.03 ± 0.01 B 0.05 ± 0.01 A Limpa (%) 0.21 ± 0.08 0.21 ± 0.08 0.20 ± 0.05 (kg) 0.12 ± 0.02 B 0.22 ± 0.07 A 0.26 ± 0.09 A Paru dan Trakhea (%) 1.56 ± 0.22 A 1.47 ± 0.58 A 0.98 ± 0.33 B (kg) 0.31 ± 0.11 C 0.66 ± 0.09 B 0.92 ± 0.14 A Perut (%) 3.96 ± 1.26 4.36 ± 0.79 3.51 ± 0.67 (kg) 0.24 ± 0.05 B 0.37 ± 0.09 A 0.40 ± 0.08 A Usus Kecil (%) 3.09 ± 0.69 A 2.46 ± 0.62 B 1.55 ± 0.38 C (kg) 0.13 ± 0.05 C 0.32 ± 0.10 B 0.57 ± 0.12 A Usus Besar (%) 1.59 ± 0.52 B 2.12 ± 0.73 A 2.18 ± 0.47 A (kg) 0.09 ± 0.03 C 0.38 ± 0.59 B 1.41 ± 0.40 A Lemak Omental (%) 1.26 ± 0.39 B 2.15 ± 2.81 B 5.32 ± 1.31 A Ket: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda adalah berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% (A, B)
7
Bobot Potong Bobot potong merupakan bobot ternak sesaat sebelum dilakukan pemotongan. Besarnya bobot potong akan mempengaruhi bobot karkas dan persentase karkas yang akan dihasilkan. Soeparno (2005) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat akan menghasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Bobot potong dipengaruhi oleh umur, semakin bertambah umur ternak maka semakin besar pula bobot potongnya (Yurmiati 1991). Hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel yang diujikan yaitu bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, dan persentase karkas menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) dari tiap perlakuan bobot potong. Bobot potong 30 kg memiliki rataan lebih tinggi dari variabel yang lainnya. Ratarata bobot potong yang didapat dalam penelitian ini berturut-turut adalah 9.42 kg, 19.01 kg, dan 30.01 kg. Bobot potong ini didapat tanpa melakukan pemuasaan terlebih dahulu, sehingga isi saluran pencernaan dari ternak masih dihitung. Pemilik TPH sendiri tidak melakukan penggemukkan, hanya memberi makan rumput saja namun tanpa pemberian air. Penelitian Sumira (2010) menunjukkan hasil bahwa domba lokal yang digemukkan dengan pakan rumput, legum dan konsentrat memiliki bobot potong sebesar 17.40 kg. Domba-domba yang ada di TPH ini dalam waktu 1-2 hari langsung dipotong sehingga bobot potong dari ternak di TPH ini memang sesuai dengan pesanan pembeli dan beberapa ternak dipotong ada yang belum mencapai bobot potong optimum. Seperti pernyataan Davendra dan McLeroy (1992) bahwa domba ekor tipis memiliki bobot potong optimum 25-30 kg untuk betina dan 3040 kg untuk jantan dengan rata-rata bobot potong sebesar 19 kg. Menurut Sunarlim dan Usmiati (2006), bobot potong ternak domba lokal jantan pada umur dua tahun adalah 25.8 kg sedangkan bobot potong betina adalah 25.13 kg. Akan tetapi domba yang belum optimal bobot potongnya seperti pada perlakuan bobot potong 10 kg itu lebih disukai dan diminati oleh konsumen, terlihat dari banyaknya domba yang dipotong pada bobot potong tersebut karena diketahui memiliki daging yang masih lembut dan enak. Bobot Tubuh Kosong Bobot tubuh kosong merupakan bobot potong yang telah dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan yang didapat dari bobot jeroan hijau kotor dikurang bobot jeroan hijau yang kosong. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot tubuh kosong berbeda sangat nyata (P<0.01). Bobot tubuh kosong yang didapat dalam penelitian ini berturut-turut adalah 7.81 kg, 15.39 kg, dan 26.31 kg. Bobot tubuh kosong meningkat dengan peningkatan bobot potong. Hasil ini sesuai dengan Meiaro (2008) yang menyatakan bahwa bobot potong pada domba lokal memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong, bobot potong yang semakin tinggi, maka bobot tubuh kosong juga akan semakin tinggi. Penelitian Nugraha (2012) menyatakan bahwa bobot tubuh kosong domba ekor tipis yang diberi perlakuan ransum mengandung limbah tauge adalah sebesar 22.41 kg. Penurunan bobot tubuh kosong dari bobot potong dalam penelitian ini cukup tinggi, hal ini terjadi karena tidak adanya pemuasaan pada domba sebelum dilakukan pemotongan. Padahal tujuan dari pemuasaan ini adalah untuk
8
mengurangi isi saluran pencernaan, variasi bobot potong, dan mempermudah dalam melakukan pemotongan. Bobot Karkas Karkas domba adalah tubuh domba sehat yang telah disembelih, utuh dan dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala dan kaki, alat kelamin jantan atau betina dipisahkan dan dengan atau tanpa ekor (DSN 1995). Bobot karkas didapat setelah pengeluaran organ dalam ternak, saluran pencernaan dan lemak omental. Hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot karkas berbeda sangat nyata (P<0.01). Pada perlakuan bobot 30 kg memiliki rataan bobot yang lebih tinggi dari perlakuan yang lain. Bobot karkas yang didapat dalam penelitian ini berturut-turut adalah 4.29 kg, 8.28 kg, dan 14.89 kg. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan domba ekor tipis yang diberi perlakuan ransum limbah tauge memiliki bobot karkas sebesar 12.15 kg dari bobot potong sebesar 24.49 kg (Nugraha 2012). Sedangkan penelitian Baihaqi et al. (2013) mengungkapkan bobot karkas domba ekor tipis adalah sebesar 6.6 kg dari bobot potong sebesar 17.0 kg dengan perlakuan pemberian hijauan di masa akhir penggemukan. Menurut Sunarlim dan Setiyanto (2005), bobot karkas domba lokal jantan pada umur dua tahun adalah 12.53 kg dengan persentase 44.18%. Produksi karkas berhubungan erat dengan bobot badan karena seiring meningkatnya bobot badan akan diikuti oleh peningkatan bobot karkasnya (Waruwu 2012). Soeparno (2005) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat akan menghasilkan karkas yang semakin tinggi pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Persentase Karkas Persentase karkas didapat dengan membagi bobot karkas domba dengan bobot potongnya. Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase karkas domba berbeda nyata (P<0.05). Ternak dengan bobot potong 30 kg nyata lebih tinggi dibandingkan bobot potong 20 kg. Sementara itu bobot potong 10 kg tidak berbeda nyata dengan bobot potong 20 dan 30 kg (P>0.05). Persentase karkas domba pada penelitian ini berturut adalah 46.09%, 42.87%, dan 49.56% dari bobot potong 10, 20, dan 30 kg. Persentase karkas didapat setelah dibandingkan terhadap bobot potongnya. Davendra dan McLeroy (1992) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase karkas antara lain bobot karkas, kondisi ternak, bangsa, ransum, umur, jenis kelamin, proporsi bagian non karkas, dan pengebirian. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Johnston (1983) bahwa persentase karkas domba berkisar antara 45%-50%. Menurut Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas dan persentase karkas yang dihasilkan semakin tinggi. Pernyataan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian pada perlakuan bobot potong 20 kg yang menunjukkan persentase karkasnya yang sama dibandingkan dengan perlakuan bobot potong 10 kg. Hal ini diduga karena bobot isi saluran pencernaan yang lebih tinggi dari yang lainnya sehingga bobot potong tersebut terlihat lebih besar yang sebenarnya adalah pengaruh dari isi saluran pencernaan.
9
Besarnya variasi bobot tersebut terjadi karena tidak adanya pemuasaan sebelum pemotongan sehingga pakan yang dimakan oleh domba belum tercerna dengan baik dan langsung keluar kembali. Persentase karkas domba ekor tipis muda dengan penambahan legum sebesar 38.3% (Wiryawan et al. 2009). Penelitian Baihaqi et al. (2013) menunjukkan bahwa domba ekor tipis yang memiliki bobot potong 17 kg mampu menghasilkan persentase karkas sebesar 38.6% dengan perlakuan pakan hijauan. Berbeda dengan hasil penelitian Kurnia (2012) yang menunjukkan bahwa domba ekor tipis dengan perlakuan pemberian ransum Indigofera sp dapat menghasilkan bobot potong sebesar 24 kg dan persentase karkas sebesar 49.39%. Bobot Non Karkas Non karkas domba merupakan bagian tubuh domba yang tidak termasuk karkas antara lain darah, kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari carpus dan tarsus, isi ruang dada (jantung, paru-paru dan hati) dan isi perut (organ pencernaan kecuali ginjal dan organ reproduksi) (Lawrie 2003). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, data menunjukkan bahwa semua variabel komponen non karkas yang diujikan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hasil ini didapat setelah dibandingkan dengan bobot tubuh kosongnya. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen non karkas berkembang sejalan dengan penambahan bobot potongnya. Seluruh komponen bobot non karkas pada perlakuan bobot potong 30 kg lebih tinggi daripada perlakuan yang lain kecuali bobot isi saluran pencernaan pada perlakuan bobot potong 20 kg. Soeparno (2005) menyatakan bahwa pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas. Domba yang mengkonsumsi pakan dengan energi yang tinggi dapat menyebabkan jantung, paru-paru dan ginjal yang lebih besar bobotnya. Persentase komponen non-karkas didapat dari bobot komponen masingmasing non karkas dibandingkan dengan bobot tubuh kosong. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 4, seluruh komponen non karkas menunjukkan berbeda nyata, kecuali darah, limpa, dan perut. Persentase komponen non karkas seperti isi saluran pencernaan, kepala, hati, jantung, ginjal, paru dan trakhea, usus kecil, usus besar, dan lemak menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). Sedangkan persentase kaki dan kulit menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Persentase dari lemak omental pada bobot potong 30 kg menunjukkan nyata lebih tinggi dari bobot potong yang lainnya. Hal ini terjadi karena domba ekor tipis pada bobot potong diatas 20 kg menunjukkan bahwa domba telah mengalami dewasa tubuh sehingga pertumbuhan domba pada bagian otot melambat dan menuju perlemakan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertumbuhan bobot badan akan menurun dan pertambahan bobot komponen tulang akan berhenti, sedangkan proporsi lemak dalam pertambahan bobot tinggi dan semakin cepat. Perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat disekitar urat daging dibawah kulit, dan terakhir lemak disimpan diantara urat daging (Forrest et al. 1975). Menurut Davendra (1983) persentase bobot organ internal (perut, usus, hati, paru paru, jantung, pancreas, limpa, ginjal, oesophagus dan kantong kemih) pada domba antara 32%-33% dari bobot potong. Persentase bobot organ eksternal
10
(kepala, empat kaki bagian bawah, ekor, kulit, kelenjar usus, penis dan scrotum) adalah 20%-24%, sedangkan persentase bobot darah lebih kurang 4.0%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persentase organ internal sebesar 9%-12% dari bobot potong. Persentase organ eksternal sebesar 23%-26% dan bobot darah tertampung sebesar 2%-3% dari bobot potong. Edible Portion Non Karkas Edible portion adalah bagian dari tubuh tenak yang dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan inedible portion adalah bagian tubuh ternak yang tidak dapat dikonsumsi. Umumnya di Indonesia semua komponen tubuh domba termasuk dalam edible portion kecuali darah dan isi saluran pencernaan. Bagian dari komponen non karkas yang dapat dimakan ini disebut juga daging variasi dan memiliki nilai jual yang lumayan tinggi. Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa total edible portion dari komponen non karkas domba ekor tipis pada penelitian ini berkisar antara 42%-47%. Sedangkan bagian inedible portion berkisar antara 17%-29%. Penelitian Akhmadi et al. (2005) menyatakan bahwa persentase inedible portion dari domba ekor tipis yang diberi pakan ampas tahu memiliki persentase sebesar 16%. Perbedaan inedible portion terjadi dimungkinkan karena adanya perbedaan bobot isi saluran pencernaan dari ternak yang dipuasakan dan tidak dipuasakan sebelum pemotongan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karkas dan non karkas dari domba ekor tipis betina yang dipotong pada TPH Maleber Bogor memiliki perbedaan karakteristik pada setiap bobot potong yang berbeda. Bobot potong optimal domba ekor tipis adalah yang dipotong pada bobot 30 kg meskipun lemak omentalnya lebih tinggi. Sedangkan pada bobot potong 20 dan 10 kg memiliki persentase karkas yang sama. Bobot potong 10 kg lebih disukai oleh konsumen dibandingkan bobot potong 30 kg. Total edible portion dan inedible portion dari komponen non karkas domba ekor tipis pada penelitian ini sebesar 42%-48% dan 17%-30% dari bobot tubuh kosong. Saran Saran dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya pemotongan dilakukan pada domba ekor tipis yang telah mencapai bobot potong optimumnya yaitu 30 kg untuk mendapatkan persentase karkas dan edible portion yang maksimal. Untuk bobot potong 10 kg sebaiknya tidak dipotong terlebih dahulu. Perbaikan manajemen di TPH Maleber seperti fasilitas, sanitasi, personal hygiene, sarana, dan prasarana sebaiknya lebih ditingkatkan lagi sesuai dengan SNI pemotongan hewan agar kualitas hasil pemotongan lebih baik lagi dan sesuai dengan program ASUH. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakteristik
11
karkas dan non karkas domba ekor tipis di tempat pemotongan hewan yang lain, begitu juga terhadap bangsa domba yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Akhmadi D, Purbowati E, Adiwinarti R. 2005. Edible portion percentage of rams fed different levels of diet tofu by product. J Indon Trop Anim Agric. 30:248-253. Baihaqi M, Rahayu S, Duljaman M, Nurmalasari. 2013. Komposisi jaringan karkas domba ekor tipis yang diberi pakan hijauan pada periode akhir penggemukkan. J IPTP. 01(1):8-14. Davendra C. 1983. Goats: Husbandry and Potential in Malaysia. Kuala Lumpur (ML): Manistery of Agricultural Malaysia. Davendra C, McLeroy GB. 1992. Sheep Breeds. Dalam: C. Davendra dan G.B. McLeroy (editor). Goat and Sheep production in the tropic. London (GB): Longman. [DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Karkas Kambing/Domba. Standar Nasional Indonesia. 3925:1995. Jakarta (ID): DSN. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Ditjennak keswan. Eistiana A. 2006. Studi keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik antar domba lokal di indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Forrest JC, Aberle ED, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 1975. Principles of Meat Science. San Fransisco (US): W. H Freeman Company. Herman R. 1993. Perbandingan pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas antara domba priangan dan ekor gemuk [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Johnston R G. 1983. Introduction to Sheep Farming. London (GB): Granada Publishing. Kurnia II. 2012. Komposisi jaringan pada potongan komersial karkas domba garut dan ekor tipis umur sebelas bulan dengan ransum penggemukkan mengandung indigofera sp [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Meat Science. Meiaro A. 2008. Bobot potong, bobot karkas, dan non karkas domba lokal yang digemukkan dengan pemberian ransum komplit dan hijauan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulliadi DN. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di kabupaten Pandeglang dan Garut [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraha A. 2012. Komposisi jaringan pada potongan karkas domba garut dan ekor tipis umur sebelas bulan dengan ransum penggemukkan mengandung limbah tauge [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB. Satriawan W. 2011. Bobot karkas, non karkas, potongan komersial karkas, dan komponen karkas domba ekor tipis jantan pada genotipe gen calpastatin yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Sumira BW. 2010. Distribusi bobot potongan komersial daging pada karkas domba lokal jantan dengan rasio pemberian rumput, legum pohon, dan konsentrat yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarlim R, Setiyanto H. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik, dan nilai gizi daging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Puslibang Peternakan. Sunarlim R, Usmiati S. 2006. Profil Karkas Ternak Domba dan Kambing. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Waruwu, Y. 2012. Komposisi jaringan potongan komersial karkas domba ekor tipis jantan umur enam bulan dengan ransum penggemukkanmengandung Indigofera sp dan limbah tauge. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wiryawan KG, Astuti DA, Priyanto R, Suharti S. 2009. Optimalisasi pemanfaatan rumput dan legum pohon terhadap performa, produksi, dan kualitas daging domba jonggol [laporan penelitian unggulan ipb]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yurmiati H. 1991. Pengaruh pakan, umur potong dan jenis kelamin terhadap bobot hidup, karkas dan sif d r kuli keli ci “Rex” [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
13
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji analisis ragam bobot potong Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 3 116 518 996 1 558 259 498 505.04 < .0001 Galat 53 163 527 375 3 085 422.17 Total 55 3 280 046 371 Lampiran 2 Hasil uji analisis ragam bobot karkas Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 775 563 637.9 387 781 819 306.27 < .0001 Galat 53 67 106 206 1 266 154.8 Total 55 842 669 844 Lampiran 3 Hasil uji analisis ragam persentase karkas Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 209.42 104.71 3.54 0.036 Galat 53 1 567.35 29.57 Total 55 1 776.77 Lampiran 4 Hasil uji analisis ragam bobot tubuh kosong Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 2 411 482 249 1 205 741 124 447.51 < .0001 Galat 53 142 800 301 2 694 345 Total 55 2 554 282 550 Lampiran 5 Sumber keragaman DB Bobot potong 2 Galat 53 Total 55
Hasil uji analisis ragam bobot kepala JK KT F hitung Pr > F 6 571 569.61 3 285 784.80 227.35 < .0001 765 973.25 14 452.33 7 337 542.86
Lampiran 6 Hasil uji analisis ragam bobot kulit Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 18 090 519.31 9 045 259.65 146.07 < .0001 Galat 53 3 282 052.12 61 925.51 Total 55 21 372 571.43
14
Lampiran 7 Sumber keragaman DB Bobot potong 2 Galat 53 Total 55
Hasil uji analisis ragam bobot darah JK KT F hitung Pr > F 1 855 459.29 927 729.64 74.88 < .0001 656 683.57 12 390.26 2 512 142.86
Lampiran 8 Hasil uji analisis ragam bobot kaki Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 31 519 762.25 15 759 881.12 180.19 < .0001 Galat 53 4 635 523.46 87 462.71 Total 55 36155285.71 Lampiran 9 Hasil uji analisis ragam bobot hati Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 724 042.97 362 021.48 225.10 < .0001 Galat 53 85 238.75 1 608.28 Total 55 809 281.71 Lampiran 10 Hasil uji analisis ragam bobot jantung Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 53 045.41 26 522.71 77.25 < .0001 Galat 53 18 195.95 343.32 Total 55 71 241.36 Lampiran 11 Hasil uji analisis ragam bobot ginjal Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 11 196.82 5 598.41 43.95 < .0001 Galat 53 6 751.11 127.38 Total 55 17 947.93 Lampiran 12 Hasil uji analisis ragam bobot limpa Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 9 250.74 4 625.37 54.22 < .0001 Galat 53 4 521.54 85.31 Total 55 13 772.28
15
Lampiran 13 Hasil uji analisis ragam bobot paru dan trakhea Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 172 656.68 86 328.34 35.48 < .0001 Galat 53 128 962.68 2 433.26 Total 55 301 619.36 Lampiran 14 Hasil uji analisis ragam bobot perut Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 2 922 382.39 1 461 191.20 113.63 < .0001 Galat 53 681 529.61 12 859.05 Total 55 3 603 912 Lampiran 15 Hasil uji analisis ragam bobot usus kecil Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 274 184.40 137 092.20 29.90 < .0001 Galat 53 243 013.03 4 585.15 Total 55 5 171 197.43 Lampiran 16 Hasil uji analisis ragam bobot usus besar Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 1 419 676.43 709 838.21 124.74 < .0001 Galat 53 301 595.13 5 690.47 Total 55 1 721 271.55 Lampiran 17 Hasil uji analisis ragam bobot lemak Sumber keragaman DB JK KT F hitung Pr > F Bobot potong 2 11 364 202.50 5 682 101.25 64.62 < .0001 Galat 53 4 660 251.71 87 929.28 Total 55 16 024 454.21 Lampiran 18 Sumber keragaman Bobot potong Galat Total
Hasil uji analisis ragam bobot isi saluran pencernaan DB JK KT F hitung Pr > F 2 67 566 515.60 33 783 257.80 47.21 < .0001 53 37 929 049.90 715 642.50 55 105 495 565.4
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1992 di Jakarta, DKI Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Achmad dan Ibu Ulan. Pendidikan formal penulis yaitu dimulai dari sekolah menengah pertama di SMPN 3 Bekasi, Bekasi Utara pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA PGRI 1 Bekasi pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dan pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan jurusan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan IPB, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) sebagai ketua divisi Informasi dan Komunikasi pada tahun 20122013. Penulis pernah aktif sebagai panitia pada kegiatan D’S e Fe iv l 3’rd y g dilaksanakan oleh Fakultas Peternakan IPB tahun 2010. Penulis juga ikut serta dalam kepanitiaan Dekan Cup 2011.