ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT AGRONOMI BEBERAPA NOMOR KOLEKSI SUMBERDAYA GENETIK JAGUNG SULAWESI Agronomic Characterization of Maize Germplasm from Sulawesi Oleh: T. Wijayanto Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari (Email:
[email protected]) ABSTRAK Plasma nutfah tanaman mempunyai peranan penting dalam perakitan varitas tanaman unggul karena peranannya dalam memberikan keragaman genetik. Salah satu masalah utama yang sering dihadapi adalah cepatnya penurunan viabilitas benih, terutama bila kondisi penyimpanan koleksi benih yang tepat dan optimal tidak tersedia. Penelitian ini dilaksanakan untuk meremajakan dan mengkarakterisasi koleksi plasma nutfah jagung asal Sulawesi Tenggara (Sultra) and Sulawesi Tengah (Sulteng). Tujuh belas genotype jagung asal Sultra dan 2 genotipe jagung asal Sulteng di tanam di lapang dengan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Sembilan dari 17 genotipe Jagung Sultra hampir kehilangan viabilitasnya. Delapan genotype jagung Sultra yang lain, dan dua genotype jagung Sulteng, tumbuh baik dan memproduksi cukup benih. Analisa data menunjukkan bahwa semua sifat kuantitatif yang diamati memiliki distribusi platikurtik (mendatar) dengan koefisien keragaman bervariasi antara 3.9% sampai 25.3%. Sifat-sifat ini (kecuali untuk sifat tinggi tongkol utama dan panjang malai) mempunyai kurva yang positif. Ini menandakan bahwa populasi jagung tersebut didominasi oleh rata-rata individu yang lebih rendah dibanding rata-rata populasi. Analisa data juga menunjukkan bahwa kesepuluh genotipe jagung tersebut mempunyai keragaman sifat-sifat kuantitatif yang cukup tinggi. Kata kunci: plasma nutfah jagung, karakterisasi sifat-sifat agronomi, keragaman
ABSTRACT Plant germplasm plays an important rule in creating improved plant varieties, because it provides genetic variability. One major problem that has always been encountered is a rapid decrease in seed viability, especially if an appropriate and optimal storage condition of germplasm (seed) collections is not available. The experiment was conducted to rejuvenate and characterize the collection of maize germplasm from Southeast (SS) and Central Sulawesi (CS). Seventeen maize genotypes from SS and two genotypes from CS were field-planted in a RCB design, with three replications. Nine out of the 17 genotypes from SS had almost lost their viabilities and could not grow well. The other 8 genotypes and the 2 genotypes from CS grew well and produced enough seeds. Data analyses showed that all observed quantitative characters had a flat, platicurtic distribution with CV ranging from 3.9% to 25.3%. Except for the “TTP (first-ear height) and PMA (length of peduncle)”, the characters had positive curves. This means that the maize population was dominated by individual means lower than population means. The data also showed that the-10 maize germplasm had a quite high variability of their quantitative characters. Key words: maize germplasm, agronomic characterization, variability.
75
ISBN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
PENDAHULUAN Keberhasilan merakit varietas unggul sangat ditentukan oleh tersedianya keragaman genetik hayati (plasma nutfah pertanian), sebagai bahan dasar pemuliaan tanaman (Leon, et al., 2004 and Zaidi, et al., 2003). Jagung tergolong spesies tanaman yang mempunyai keragaman genetik yang sangat besar dan mampu menghasilkan genotipe baru yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang bervariasi (Sudjana, dkk., 1991). Hal ini disebabkan karena tanaman jagung merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Pada tanaman yang bersari silang, susunan genetik antara satu tanaman dengan tanaman yang lain dalam suatu varietas akan berlainan. Genotipe-genotipe tersebut merupakan plasma nutfah yang harus dijaga kelestariannya, untuk dapat dimanfaatkan sifat tertentu yang dimilikinya (Russell and Sandall, 2006 and Eathington, 1997). Dengan kondisi geografis (kepulauan) dan tanah yang beragam, serta lahan kering dengan curah hujan rendah dan berfluktuasi menyebabkan beragamnya kondisi iklim dan tanah dari satu daerah dengan daerah lain di Sulawesi Tenggara. Genotipe-genotipe jagung lokal yang berkembangpun dapat menjadi beragam dan masing-masing telah beradaptasi baik pada kondisi stres lingkungan setempat. Hasil pengamatan sementara di lapang menunjukkan bahwa terdapat keragaman beberapa karakter morfologi/agronomi dari genotipegenotipe jagung lokal. Tipe dan warna biji merupakan contoh karakter yang mudah diamati dan sering beragam. Upaya untuk melestarikan plasma nutfah jagung di Indonesia telah dimulai sejak 1923 oleh Balittan Bogor. Dengan
76
menggunakan koleksi yang ada, hingga saat ini telah berhasil dirakit dan dilepas sedikitnya 25 varitas jagung unggul baru (Budiarti, 1994). Usaha pelestarian, khususnya pengkoleksian dan evaluasi plasma nutfah jagung juga pernah dirintis oleh Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, dengan berhasil dikoleksinya sekitar 100 nomor plasma nutfah jagung asal kawasan timur Indonesia, termasuk asal Sulawesi Tenggara (Boer, 1997). Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah viabilitas benih yang sangat cepat menurun, bahkan musnahnya sebagian nomor koleksi plasma nutfah jagung yang ada, akibat tidak tersedianya ruang penyimpanan yang memadai serta dana yang cukup. Sejalan dengan permasalahan diatas, maka sebagai langkah awal dirasa perlu untuk segera dilakukan rejuvenasi (peremajaan benih) di lapang, sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan koleksi benih plasma nutfah jagung, sekaligus untuk mengkarakterisasi sifatsifat agronomi dari koleksi plasma nutfah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) meremajakan, mempertahankan, dan melestarikan beberapa nomor koleksi plasma nutfah jagung, khususnya asal Sulawesi Tenggara, 2) mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat agronomis beberapa nomor koleksi plasma nutfah jagung yang diremajakan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari. Genotipe jagung lokal yang digunakan dalam
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
penelitian ini adalah tujuh belas genotipe jagung Sulawesi Tenggara (asal beberapa kecamatan/kabupaten) dan dua genotipe jagung Sulawesi Tengah (asal dua kecamatan di Kabupaten Donggala). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan, dimana perlakuannya adalah genotipe jagung. Ukuran petak percobaan 2.75 m x 3 m, jarak tanam 70 cm x 40 cm, dengan 2 benih per lubang tanam setiap genotipe (1 tanaman yang dipelihara). Tiap petak terdiri atas 5 x 6 = 30 lubang tanam (10 tanaman tengah diambil sebagai sampel). Penanaman untuk seluruh petak percobaan dilakukan pada hari yang sama. Pupuk yang digunakan adalah jumlah maksimum, dengan dosis Urea (46% N) 200 kg/ha (sekitar 125 gr/petak), TSP (45% P2O5) 150 kg/ha (sekitar 94 gr/petak) dan KCl (60% K2O) 100 kg/ha (sekitar 63 gr/petak). Semua pupuk diberikan secara larikan yang dibuat sekitar 10 cm disamping barisan tanaman dengan kedalaman sekitar 7 cm. Semua pupuk TSP dan KCl diberikan pada saat tanam, sedangkan pupuk Urea diberikan dua kali yaitu setengah bagian diberikan pada saat tanam dan setengah bagian lagi diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu. Penyiangan gulma dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 6 minggu, dilakukan secara mekanis dan dicabut dengan tangan. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu dengan menyisakan satu tanaman per lubang tanaman, sedangkan penyiraman dilakukan dua kali sehari jika tidak ada hujan.
Pengamatan sifat-sifat tanaman dilakukan ketika tanaman masih di lapangan dan setelah panen (untuk biji). Pengamatan data karakter yang digunakan mengikuti metode IBPGR (1980), pada sepuluh tanaman (sampel) dewasa produktif terpilih dan sehat untuk setiap petaknya. Karakter-karakter tertentu (seperti umur bunga dan umur matang) dilakukan pengamatan per petak (berdasarkan pengamatan terhadap seluruh tanaman dalam petak tersebut). Selengkapnya parameter yang diamati, yang meliputi sifat-sifat agronomis dan morfologis, adalah sebagai berikut : 1. Umur 50% berbunga betina (UBB): jumlah hari dari waktu tanam sampai 50% dari tanaman/petak telah berambut tongkol (hari). 2. Umur 50% berbunga jantan (UBJ): jumlah hari dari waktu tanam sampai 50% tanaman/petak telah keluar malai (hari). 3. Tinggi tanaman saat matang (TTM): diukur tinggi dari tanah sampai ujung malai (cm). 4. Tinggi tongkol utama (TTP): diukur tinggi dari permukaan tanah sampai dengan buku tempat munculnya tongkol utama (cm). 5. Umur masak (UMT): jumlah hari dari waktu tanam sampai 95% dari tongkol yang ada mulai kering kelobotnya (hari). 6. Panjang tangkai malai (PTM): diukur dari buku teratas ke cabang malai terendah (cm). 7. Panjang malai (PMA): diukur dari titik tertancapnya cabang malai terendah sampai ujung malai (cm). 8. Jumlah cabang malai (JCM): dihitung semua cabang primer, sekunder, dan tersier pada malai yang sama.
77
ISBN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
9.
Panjang tongkol (PTO): diukur panjang tongkol (yang sudah dikupas), dari pangkal ke ujung tongkol (cm). 10. Diameter tongkol (DTO): diukur dengan memotong tongkol menjadi dua, kemudian mengukur diameternya, atau diukur dengan jangka sorong (cm). 11. Jumlah baris (JBB): dihitung jumlah baris biji pada tongkol. 12. Bobot 300 butir (BB300): diambil secara acak 300 butir, kemudian ditimbang (g). 13. Bobot total biji 10 tanaman sampel (B/petak): ditimbang semua biji dari 10 tongkol utama yang dihasilkan oleh ke-10 tanaman sampel (gr). 14. Warna biji: diamati warna biji jagung yang telah dipanen. Statistik sifat-sifat kuantitatif tanaman disajikan dalam bentuk tabel, disertai masing-masing dengan nilai ratarata, maksimum-minimum, ragam, simpangan baku, dan sebagainya.
Beberapa data karakter utama tanaman juga akan disajikan dalam bentuk histogram. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari ke-19 nomor plasma nutfah jagung (17 dari Sulawesi Tenggara dan 2 dari Sulawesi Tengah) yang ditanam, hanya 10 nomor yang masih memiliki viabilitas dan tumbuh dengan cukup baik, sedangkan 9 nomor lainnya (semuanya asal Sulawesi Tenggara) mempunyai daya tumbuh sangat rendah, bahkan beberapa nomor hampir kehilangan viabilitasnya sama sekali. Daftar nomor dan asal plasma nutfah jagung yang tumbuh baik disajikan pada Tabel 1. Diduga lamanya benih disimpan, kondisi penyimpanan benih yang kurang memadai dan kadar air yang masih tinggi (>15%) yang menyebabkan hampir hilangnya daya tumbuh ke-9 nomor plasma nutfah. Seluruh koleksi plasma
Table 1. Nomor, nama dan asal plasma nutfah jagung dengan viabilitas cukup baik No. Koleksi Nama lokal
78
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Propinsi
ST-24
Cia-cia
Lawele
Batauga
Buton
Sultra
ST-22
Pulut
Katilambu
Sampolawa
Buton
Sultra
ST-28
Kokodi
Sandang P.
Sampolawa
Buton
Sultra
ST-35
Amerika
G. Sejuk
Sampolawa
Buton
Sultra
ST-41
Barangka
Katilambu
Sampolawa
Buton
Sultra
ST-75
Kuning
Muna
Muna
Muna
Sultra
ST-97
Pulut
Mandati
Wangi-wangi
Buton
Sultra
ST-98
Ungu
Mandati
Wangi-wangi
Buton
Sultra
SE-04
Pulut
Baluase
Polo
Donggala
Sulteng
SE-43
Pulut
Pombewe
Bormaru
Donggala
Sulteng
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
nutfah jagung yang ada telah disimpan lebih dari 1 tahun dalam kondisi suhu ruang, karena keterbatasan ruang penyimpan (ruang dingin). Menurut Saenong (1988), benih jagung yang disimpan sembilan bulan dalam kondisi terbuka (suhu kamar, 28-32 oC, dan kelembaban nisbi 80-96%) akan sangat terlihat penurunan daya kecambahnya. Disamping itu, kadar air benih juga sangat mempengaruhi lama simpan benih. Semakin tinggi kadar air benih dan semakin tinggi suhu ruang simpan, maka semakin singkat waktu penyimpanan yang dapat ditoleransi. Perbaikan kondisi ruang simpan dan teknik pengeringan benih yang lebih baik (untuk mencapai kadar air 10-15%), seperti pengasapan aerosol (Sparg, et al., 2006 dan Tang, et al., 2000) atau alat pengering lain (Saenong, 1988), perlu dilakukan untuk memperpanjang daya simpan benih. Hanya sedikit biji yang dapat diselamatkan dari ke-sembilan nomor diatas, yang direncanakan untuk ditanam kembali agar terhindar dari kepunahan (karakter agronomi dan morfologi dari ke-sembilan nomor ini tidak dapat diamati karena pertumbuhan tanaman yang kurang baik). Untuk ke-sepuluh nomor jagung yang masih tumbuh baik telah dilakukan pengamatan beberapa karakter kuantitatif dan satu karakter kualitatif (warna biji). Sampel biji (benih) jagung yang diperoleh (dari ke-sepuluh nomor koleksi yang berhasil memproduksi cukup biji) disimpan dalam botol plastik dengan terlebih dahulu diberi perlakuan dengan Ridomil 35-SD. Benih ini dapat digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Statistik beberapa sifat kuantitatif dari ke-sepuluh nomor plasma nutfah jagung tersebut diatas disajikan pada
Tabel 2, sedangkan sifat kualitatif (warna biji) dari ke-10 nomor plasma nutfah tersebut disajikan pada Tabel 3. Distribusi tinggi tanaman, umur bunga jantan, umur bunga betina, umur matang, bobot 300 biji, dan bobot biji perpetak disajikan pada Gambar 1 - Gambar 4. Menurut Sudjana, dkk., (1991), bila nilai kurtosis > 3 menunjukkan kurvanya berdistribusi leptokurtik (runcing) dan bila nilai kurtosisnya < 3 maka distribusinya platikurtik (mendatar). Kecuali itu, kemencengan (kemiringan) bertanda negatif menunjukkan kurva miring kekiri (kurva negatif), sebaliknya bila kemiringan bertanda positif menunjukkan kurva miring kekanan (kurva positif). Pada kurva positif, modus akan terletak disebelah kiri nilai tengah umum populasi. Pada populasi yang distribusinya mengikuti kurva positif akan terdiri atas individu-individu yang memiliki nilai suatu sifat yang lebih rendah dari nilai tengah populasi dari sifat yang bersangkutan. Sebaliknya, pada kurva negatif, populasinya didominasi oleh individu-individu yang memiliki nilai lebih tinggi dari nilai tengah populasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa semua sifat kuantitatif yang diamati mempunyai distribusi platikurtik (mendatar), dengan koefisien keragaman (CV) bervariasi dari 3.9% sampai 25.3%. Hanya sifat tinggi tongkol utama (TTP) dan panjang malai (PMA) yang menunjukkan kurva negatif (sifat kuantitatif yang lain berkurva positif). Hal ini menunjukkan bahwa, selain kedua sifat tersebut (TTP dan PMA), populasi plasma nutfah tanaman jagung tersebut lebih didominasi oleh individu-individu yang memiliki nilai lebih rendah dari nilai tengah populasi dari sifat yang bersangkutan.
79
ISBN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 2. Statistik beberapa sifat kuantitatif dari 10 genotipe jagung asal Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah 1) Sifat yang Rata-rata Maximum Minimum diamati 290.70 172.40 TTM (cm) 228.30
Ragam 1084.00
Simpangan Kemiringan Kurtosis CV (%) Baku 32.90 0.18 0.76 14.40 19.60 -0.08 0.17 20.30
TTP (cm)
96.40
130.40
63.50
382.40
PMA (cm)
55.40
62.10
46.50
19.10
4.40
-0.51
1.06
7.90
PTM (cm)
22.80
24.70
21.10
0.80
0.90
0.49
2.89
3.90
JCM (cm)
16.70
24.60
12.10
12.70
3.60
0.94
1.60
21.20
UBJ (hari
47.30
55.00
43.00
18.40
4.30
0.48
-1.05
9.10
UBB (hari)
49.30
57.00
45.00
18.40
4.30
0.48
-1.05
8.70
UMT (hari)
81.70
88.00
78.00
19.10
4.40
0.84
-1.35
5.40
PTO (cm)
13.60
15.60
12.10
1.70
1.30
0.56
-1.16
9.60
DTO (cm)
3.30
3.70
2.80
0.10
0.30
0.06
-1.23
9.00
JBB (baris)
12.00
14.20
10.60
1.40
1.20
0.70
-0.58
10.00
BB 300 (g)
69.70
74.80
65.40
13.60
3.70
0.37
-1.69
5.30
B/petak (g)
693.30
980.20
498.20
26175.50
161.80
1.40
0.98
25.30
1)
Data dari 10 tanaman sampel per petak dengan 3 ulangan (kelompok).
Tabel 3. Variasi warna biji 10 genotipe jagung asal Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah Nomor genotype
80
Asal
Warna biji
ST-22
Sulawesi Tenggara
Putih
ST-24
Sulawesi Tenggara
Kuning
ST-28
Sulawesi Tenggara
Kuning
ST-35
Sulawesi Tenggara
Kuning
ST-41
Sulawesi Tenggara
Kuning
ST-75
Sulawesi Tenggara
Kuning
ST-97
Sulawesi Tenggara
Putih
ST-98
Sulawesi Tenggara
Ungu
SE-04
Sulawesi Tengah
Putih
SE-43
Sulawesi Tengah
Putih
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
350 Tinggi (cm) 300 250 200 Tinggi tanaman
150 100 50 0 ST-75
ST-35
ST-41
ST-98
ST-97
ST-28
ST-22
ST-24
SE-43
SE-04
Nomor genotipe jagung
Gambar 1. Distribusi tinggi tanaman
100
Umur (hari)
80 Umur bunga jantan
60
Umur bunga betina
40
Umur matang
20 0 ST-75 ST-35
ST-41 ST-98 ST-97 ST-28 ST-22 ST-24 SE-43 SE-04
Nomor genotipe jagung
Bobot (gram)
Gambar 2. Distribusi umur bunga jantan, umur bunga betina dan umur matang
76 74 72 70 68 66 64 62 60
Bobot 300 biji
ST-75 ST -35 ST-41 ST-98 ST-97 ST -28 ST -22 ST-24 SE-43 SE-04
Nomor genotipe jagung
Gambar 3. Distribusi bobot 300 biji
81
ISBN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
1200 Bobot (gram)
1000 800 600
Bobot biji per petak
400 200 0 ST-75 ST-35 ST-41 ST-98 ST-97 ST-28 ST-22 ST-24 SE-43 SE-04
Nomor genotipe jagung
Gambar 4. Distribusi bobot total biji 10 tanaman sample (bobot biji per petak)
Dari ke sepuluh plasma nutfah yang berhasil tumbuh dengan baik terlihat bahwa terdapat variasi yang cukup besar pada sifat-sifat kuantitatif yang diamati (Gambar 1 sampai Gambar 4). Beberapa contoh misalnya : sifat umur bunga jantan bervariasi antara 43-55 hari dan umur berbunga betina antara 45-57 hari (umur tersingkat untuk kedua sifat ini dimiliki oleh plasma nutfah bernomor ST-28, ST-35 dan SE-43); umur matang bervariasi antara 78-88 hari, dimana umur tersingkat dimiliki oleh plasma nutfah nomor ST-24, ST-35 dan ST-98; dan sifat bobot 300 biji bervariasi antara 65.4 -74.8 gram (terbesar pada ST-35). Satu-satunya sifat kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna biji jagung (Tabel 3). Dari data yang diperoleh terlihat bahwa warna biji jagung dari plasma nutfah yang ditanam bervariasi dari warna kuning (5 nomor), putih (4 nomor), dan ungu (1 nomor). Karakter atau sifat kualitatif dapat digunakan sebagai penciri utama suatu species karena ia tidak atau sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan mudah diwariskan pada keturunannya, karena umumnya sifat-sifat ini hanya
82
dikendalikan oleh satu atau sejumlah kecil gen (Eathington, 1997). Selain mengkarakterisasi sifat-sifat ini, evaluasi respon tanaman atau plasma nutfah jagung tersebut terhadap berbagai kondisi atau stres lingkungan (misalnya respon terhadap hama, penyakit, kondisi masam, kondisi kekeringan dll) sangat perlu dilakukan (Byrne, et al., 1995). Kegiatan penelitian ini sedang dilakukan. Semua informasi sifat kuantitatif dan sifat kualitatif ini sangat bermanfaat dan sangat diperlukan, serta merupakan informasi penting bagi usaha perbaikan varitas tanaman jagung selanjutnya.
KESIMPULAN 1. Telah berhasil direjuvenasi beberapa nomor plasma nutfah jagung asal Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, dengan diperoleh benih jagung yang baru. 2. Telah dikarakterisasi beberapa sifat kuantitatif dan sifat kualitatif beberapa nomor plasma nutfah jagung. 3. Berdasarkan kisaran nilai sifat-sifat kuantitatif yang diamati, terlihat
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
adanya keragaman sifat yang cukup besar. 4. Perlu dilakukan kegiatan lanjutan untuk menguji atau mengevaluasi respon plasma nutfah jagung yang tersedia terhadap berbagai kondisi stres lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Boer, D. 1997. Evaluasi Potensi Plasma nutfah Jagung Asal Kawasan Timur Indonesia untuk Tahan Kekeringan dan pH Rendah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian, Unhalu Kendari. 42 hal. Budiarti, S.G. 1994. Karakterisasi Plasma nutfah Jagung, dalam: Sunihardi, Musaddad, dan Ruhendi (Eds). Koleksi dan Karakterisasi Plasma nutfah Pertanian. Balitbang Pertanian, hal. 31-46. Byrne, P.F., J. Bolanos, G.O. Edmeades, and D.L. Eaton. 1995. Gains from Selection under Drought vs Multilocation Testing in Tropical Maize Populations. Crop Science (35): 63-69. Eathington, S.R. 1997. Crop Breeding, Genetics and Cytology: Marker Effects Estimated from Testcrosses of Early and Late Generations of Inbreeding in Maize. Crop Science (37): 1679-1685. IBPGR, 1980. Maize Descriptors. IBPGR Scretariat Rome, 9p.
Leon, L., L. Rallo, C. DelRio, and L.M. Martin. 2004. Variability and Early Selection on the Seedling Stage for Agronomic Traits in Progenies from Olive Crosses. Plant Breeding (123): 73-78. Russell, W.K., and L. Sandall. 2006. Corn Breeding: Types of Cultivars. J. of Natural Resources and Life Sciences Education (35): 242-243. Saenong, S. 1988. Teknologi Benih Jagung, dalam: Subandi, Mahyuddin Syam dan Adi Widjono (eds). Jagung. Balitbang Pertanian, hal. 163-184. Sparg, S.G., M.G. Kulkarni, and J. van Staden. 2006. Aerosol Smoke and Smoke-Water Stimulation of Seedling Vigor of a Commercial Maize Cultivar. Crop Science (46): 1336-1340. Sudjana, A., Rifin dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Balitbang Pertanian, Balittan Pangan, Bogor, 37 hal. Tang, S., D.M. TcKrony, D.B. Egli, and P.L. Cornelius. 2000. An Alternative Model to predict corn seed deterioration during storage. Crop Science (40): 463-467. Zaidi, P.H., S. Rafique, and N.N. Singh. 2003. Response of Maize Genotypes to Excess Soil Moisture Stress: Morpho-Physiological Effects and Basis of Tolerance. European Journal of Agronomy (19): 383-399.
83