STUDI GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI PADA TERUNG (Solanum melongena L.)
RATIH WAHYUNI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Studi Genetik Beberapa Karakter Agronomi pada Terung (Solanum melongena L.)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Ratih Wahyuni NIM A253100254
RINGKASAN RATIH WAHYUNI. Studi Genetik Beberapa Karakter Agronomi pada Terung (Solanum melongena L.). Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan DINY DINARTI.
Pemuliaan komoditas terung belum dilakukan secara intensif meskipun tersedia keanekaragaman plasma nutfah tinggi, dan minat masyarakat yang meningkat, sehingga merupakan peluang sekaligus tantangan untuk dapat merakit suatu varietas dengan metode pemuliaan yang tepat. Pengujian keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter pada terung (Solanum melongena L.) dilakukan di Kediri, Jawa Timur pada Januari - Agustus 2012 dengan menggunakan 30 genotipe koleksi PT. BISI International,Tbk yang berasal dari Indonesia (8 genotipe), Filipina (5 genotipe), Cina (15 genotipe) dan India (2 genotipe), yang disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variabilitas fenotipe antar 30 genotipe terung yang berasal dari beberapa sumber populasi. Genotipe dari India menunjukkan karakter yang berbeda dalam umur berbunga, panjang buah, diameter buah, bobot buah dan jumlah buah per tanaman. Terdapat karakter yang memiliki heritabilitas arti luas tinggi dengan kemajuan genetik yang lebih tinggi yaitu panjang buah (92.84%; 43.3%), diameter buah (68.71%; 45.12%), bobot buah (86.18%; 52.77%), dan jumlah buah per tanaman (62.74%; 47.77%). Terdapat 14 korelasi positif dan 8 korelasi negatif yang signifikan antar karakter utama. Berdasarkan analisis komponen utama (AKU), pada gabungan KU I dan KU III dengan proporsi keragaman 42.92% diperoleh 3 kelompok genotipe, yaitu BEPA05 pada kelompok I, BEPE97 pada kelompok II dan 28 genotipe lainnya pada kelompok III. Persilangan dialel penuh dengan metode I Griffing dilakukan terhadap 8 genotipe (BEP 01, BEP 04, BEP 06, BEP 08, BEP 10, BEP 11, BEP 12) untuk menguji daya gabung umum, daya gabung khusus dan parameter genetik. Percobaan dilakukan pada November 2012 - April 2013 dengan menggunakan 64 genotipe terdiri atas 28 F1, 28 F1R dan 8 tetua, menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan. Karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman lebih dipengaruhi oleh aksi gen dominan karena mempunyai nilai daya gabung khusus (DGK) lebih tinggi dari daya gabung umum (DGU). Tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman ekspresi karakternya dipengaruhi oleh aksi gen aditif karena mempunyai DGU yang lebih tinggi daripada DGK. Genotipe BEP 04 relatif lebih konsisten mempunyai nilai DGU dan DGK yang tinggi dibanding genotipe yang lain. Tidak terjadi interaksi gen pada penampilan karakter karena nilai b (Wr,Vr) tidak berbeda nyata dengan 1 kecuali pada bobot per buah dan jumlah buah per tanaman. Distribusi gen menyebar tidak merata dalam tetua untuk karakter-karakter yang dipelajari. Panjang buah dan kekerasan buah dikendalikan sedikitnya 1 kelompok gen. Diameter buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman dikendalikan sedikitnya 2 kelompok gen, umur berbunga dan tinggi tanaman dikendalikan paling sedikit 3 kelompok gen. Umur panen dikendalikan oleh sedikitnya 4 kelompok gen dan bobot buah per tanaman
dikendalikan sedikitnya 5 kelompok gen. Heritabilitas arti luas semua karakter tergolong tinggi (h2BS>50%). Semua karakter yang diamati mempunyai heritabilitas arti sempit yang tinggi kecuali umur berbunga (27%), umur panen (49%), dan bobot buah per tanaman (44%) mempunyai heritabilitas arti sempit pada kelompok sedang. Evaluasi hibrida hasil silang dialel dilakukan untuk memperoleh informasi keragaan hibrida terhadap varietas pembanding komersial. Percobaan menggunakan 64 hibrida terung yang terdiri dari 56 hibrida F1 dan F1R, 6 varietas hibrida terung ungu komersial dan 2 varietas terung hijau komersial, dilakukan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan pada November 2012 - April 2013. Hasil pengujian menunjukkan beberapa hibrida mempunyai karakter melebihi maupun sama dengan varietas pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilakukan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi adaptasi dan preferensi konsumen. BEP 05 x BEP 04 (24.57), BEP 01 x BEP 04 (27.17) mempunyai kegenjahan yang baik karena mempunyai umur berbunga dan umur panen yang rendah, sama dengan varietas pembanding terbaiknya. Hibrida yang mempunyai tinggi tanaman lebih pendek dari pembanding terbaiknya adalah BEP 04 x BEP 05. Tetua BEP 04 menghasilkan beberapa hibrida yang mempunyai kekerasan melebihi varietas pembanding. Hibrida BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 berpotensi dikembangkan karena mempunyai bobot per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaiknya. Kata kunci: analisis dialel penuh, evaluasi hibrida, keragaman fenotipe, parameter genetik, terung.
SUMMARY RATIH WAHYUNI. Genetic Study of Some Agronomic Characters in Eggplant (Solanum melongena L.). Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO and DINY DINARTI. Eggplant breeding has not been done intensively despite available high genetic diversity, and increased public interest, so it is an opportunity and a challenge to be able to assemble a variety with proper breeding methods. Evaluation on genetic diversity, heritability and correlations between characters in eggplant (Solanum melongena L.) conducted in Kediri, East Java, in January August 2012 used 30 genotypes collection of PT. BISI International Tbk from Indonesia (8 genotypes), Philippines (5 genotypes), 15 genotypes from China and India (2 genotypes), arranged in Randomized Complete Block Design with 3 replications. The results showed that there was phenotypic variability among 30 eggplant genotypes derived from several source populations. Genotypes from India showed different characters in the age of flowering, fruit length, fruit diameter, fruit weight and number of fruits per plant. There were characters which had high broad sense heritability with high genetic advance i.e. fruit length (92.84%, 43.3%), fruit diameter (68.71%, 45.12%), fruit weight (86.18%, 52.77%), and the number of fruits per plant (62.74%, 47.77%). There were 14 positive and 8 negative significant correlation coefficiens between the main characters. Based on principal component analysis (PCA), combination of PCA I and PCA III gave 42.92% of variability, it separated genotypes into 3 groups, i.e. BEPA05 in group I, BEPE97 in group II and 28 genotypes in group III. . Full diallel cross by Griffing method I made on 8 genotypes (BEP 01, BEP04, BEP 06, BEP 08, BEP 10, BEP11, BEP 12) to test the general combining ability, specific combining ability and genetic parameter. The experiments were performed used 64 genotypes consisted of 28 F1, 28 F1R and 8 parents, used Randomized Complete Block Design with 3 replications in November 2012 April 2013. Characters of flowering age, harvesting age and fruit weight per plant was affected by the action of a dominant gene because it had specific combining ability value (SCA) higher than the general combining ability (GCA). Plant height, fruit length, fruit diameter, fruit hardness, weight per fruit and number of fruit per plant characters expression was influenced by additive gene action because it had GCA higher than SCA. BEP 04 genotypes have relatively more consistent with SCA and GCA values higher than other genotypes. No interaction of genes on the performance of the characters because the value of b (Wr, Vr) were not significantly different from 1 except fruit weight and number of fruit per plant. The genes distribution for the traits studied unequal on each parents. Fruit length and fruit hardness were controlled by at least one group of genes. Fruit diameter, weight per fruit and number of fruit per plant at least two groups of genes, flowering and plant height were controlled by at least three groups of genes. Harvesting was controlled by at least four groups of genes and the weight of fruit per plant was controlled by at least 5 groups of genes. Broad sense heritability of all the characters were high (h2BS > 50%). All characters had high heritability narrow sense except days to flowering (27%), harvesting (49%), and
weight of fruit per plant (44%) had a narrow sense heritability of the group are medium. Evaluation of hybrid from diallel cross conducted to determine hybrid performance compare to commercial hybrids as check varieties. Experiments used 64 hybrids eggplant consisting of 56 hybrid F1 and F1R, 6 commercial hybrid varieties of purple eggplant and 2 green eggplant of commercial varieties, performed using Randomized Complete Block Design with 3 replications in November 2012 - April 2013. The results showed some hybrids had exceeded character value or the same as the best check variety. So potentially for further testing to determine the adaptation and consumer preferences. BEP 05 x BEP 04 (24.57), BEP 01 x BEP 04 (27.17) had earlier flowering and harvesting age equal to the best check variety. Hybrids that had a shorter plant height than the check variety was BEP 04 x BEP 05. BEP 04 produced several hybrids with fruit firmness higher than check varieties. Hybrid BEP BEP 01 x 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 potential to be developed because it had weight per plant which were not significantly different from best commercial variety. Keywords: eggplant, full diallel analysis, genetic parameters, hybrid evaluation, phenotypics.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI PADA TERUNG (Solanum melongena L.)
RATIH WAHYUNI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Judul Tesis : Studi Genetik Beberapa Karakter Agronomi pada Terung (Solanum melongena L.) Nama : Ratih Wahyuni NIM : A253100254
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Ketua
Dr Ir Diny Dinarti, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 2 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian tentang studi genetik beberapa karakter pada terung dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Diny Dinarti, MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan masukan selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini. 2. Dr M Syukur, SP MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis. 3. Dr Ir Eny Widajati MS selaku perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis. 4. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, Msc selaku Ketua Program Stidi pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas arahan dan bimbingan selama menempuh kuliah S2. 5. Prof Ir Sriani S (Almh), Prof Dr Ir Sobir, MS, Dr Rahmi Yunianti, SP MSi (Almh), dan staf pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama kuliah. 6. Segenap manajemen PT. BISI International, Tbk atas dukungan beasiswa, fasilitas selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 7. Ir Mulyantoro, MP PhD dan Ir Putu Darsana, MP PhD dan rekan-rekan sejawat di HCRD PT. BISI International Tbk., atas dukungan moril yang diberikan. 8. Keluarga tercinta, ibu Sulastri dan ayahanda Biman Siswo Pandojo (Alm), mertua M. Riduwan (Alm) dan Ibu Djulaikah, kakak dan adik terkasih, suami Suwiknyo ST MT dan ananda tercinta Nafito Annas Wikrawardhana yang telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama menempuh studi dan penelitian. 9. Rekan-rekan PBT Yustiana, Nancy Dwi Nugraini, Entit Hermawan, Azis Rifianto, PBT 2011 dan rekan ITB kelas khusus BISI angkatan 2010 atas bantuannya selama studi dan penelitian penulis.
Bogor, September 2013 Ratih Wahyuni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Perumusan Masalah Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Terung Pemuliaan Tanaman Terung Analisis Persilangan Dialel Heterosis ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PADA 30 GENOTIPE TERUNG (Solanum melongena L.). Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI PARAMETER GENETIK PADA TERUNG DENGAN ANALISIS DIALEL PENUH Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan EVALUASI HIBRIDA TERUNG HASIL PERSILANGAN DIALEL Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiii xiv xiv 1 2 2 3 5 5 6 8
10 10 11 11 15 21
22 22 23 24 28 56 57 57 58 58 61 67 67 70 70 71 76 79
DAFTAR TABEL 1 Daftar Materi Penelitian yang Digunakan 2 Anova untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal 3 Nilai Kuadrat Tengah Harapan untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal 4 Nilai tengah beberapa karakter kuantitatif pada 30 genotipe terung 5 Pendugaan nilai ragam genotipe, ragam fenotipe, heritabilitas arti luas, koefisien keragaman genotipe, dan kemajuan genetik pada 30 genotipe terung 6 Nilai korelasi fenotipe beberapa karakter kuantitatif pada 30 genotipe terung 7 Persilangan dialel penuh 8 tetua terung 8 Anova ragam daya gabung untuk Metode I Griffing 9 Kuadrat tengah beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung 10 Kuadrat tengah DGU, DGK dan resiprokal beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung 11 Ragam DGU, DGK, aditif, dominan dan proporsi DGK/DGU beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung 12 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur berbunga terung berdasarkan analisis metode I Griffing 13 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur panen terung berdasarkan analisis metode I Griffing 14 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter tinggi tanaman terung berdasarkan analisis metode I Griffing 15 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter panjang buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing 16 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter diameter buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing 17 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter kekerasan buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing 18 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter bobot per buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing 19 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter jumlah buah terung per tanaman berdasarkan analisis metode I Griffing 20 Nilai duga DGU dan DGK pada karakter bobot buah terung per tanaman berdasarkan analisis metode I Griffing 21 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) umur berbunga terung 22 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) umur panen terung 23 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) tinggi tanaman terung 24 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) panjang buah terung 25 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) diameter buah terung 26 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) kekerasan buah terung 27 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) bobot per buah terung 28 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) jumlah buah terung per tanaman
12 14 14 16
18 19 24 26 29 29 30 31 32 32 33 34 34 35 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
29 Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) bobot buah terung per tanaman 30 Nilai pendugaan parameter genetik beberapa karakter agronomi terung dengan analisis dialel penuh berdasarkan analisis metode Hayman 31 Sebaran nilai (Wr + Vr) karakter agronomi 8 tetua terung 32 ANOVA untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal 33 Nilai kuadrat tengah beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung 34 Rata-rata umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman hibrida terung ungu 35 Keragaan hibrida terung hijau pada beberapa karakter agronomi. 36 Rata-rata panjang buah, diameter buah dan kekerasan buah hibrida terung ungu 37 Rata-rata bobot per buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman hibrida terung ungu 38 Nilai ragam, daya gabung dan heterosis terbaik hasil kombinasi persilangan tetua terung 39 Keragaan hibrida terung ungu dan hijau terbaik hasil persilangan dialel
45 48 50 60 61 62 62 64 65 68 69
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bagan alir kegiatan penelitian Genotipe tetua terung untuk persilangan dialel penuh Pengelompokan 30 genotipe terung berdasarkan KU I dan KU III Dendogram hasil analisis gerombol 30 genotipe terung Keragaan genotipe-genotipe terung kelompok I, II dan III Hasil persilangan yang mempunyai potensi heterobeltiosis tinggi pada komponen bobot buah terung per tanaman (A,B,C,D) Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) umur berbunga terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) umur panen terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) tinggi tanaman terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) panjang buah terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) diameter buah terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) kekerasan buah terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) bobot per buah terung Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) jumlah buah terung per tanaman Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) bobot buah terung per tanaman Hibrida-hibrida terung ungu yang mempunyai potensi bobot buah per tanaman tinggi Hibrida-hibrida terung hijau yang mempunyai potensi bobot buah per tanaman tinggi
4 18 20 21 21 46 51 51 52 53 53 54 54 55 55 66 66
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil karaktersisasi fenotipe terung berdasarkan panduan pengamatan individual (PPI) Uji BUSS
76
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Terung (Solanum melongena L.) dengan nama lain brinjal atau aubergin, merupakan tanaman bernilai ekonomi penting di beberapa negara di Asia, Afrika, dan negara di sub tropis (Collonnier et al. 2001; Frary et al. 2007). Terung merupakan tanaman asli daerah tropis, diduga berasal dari India, dan China merupakan pusat origin kedua serta dari sinilah terung mulai menyebar secara luas (Nonnecke 1992). Di Indonesia terung dikenal sebagai salah satu sayuran yang selalu ditemukan di pasar tradisional maupun supermarket dengan harga relatif murah. Konsumsi terung terus meningkat baik di luar negeri maupun dalam negeri. Menurut FAO (2011) produksi terung total di dunia selama 10 tahun (1995-2005) meningkat tiga kali lipat menjadi 29,425,065 ton dengan luas tanam 1,807,716 ha. Negara produsen terung terkemuka di dunia adalah Cina (18,2 juta ton), India (15.6 juta ton), Mesir (2.0 juta ton), Turki (1.3 juta ton), Indonesia (0.7 juta ton), Irak (0.6 juta ton) Jepang (0.6 juta ton), dan Italia (0.5 juta ton) (FAO 2008) Sedangkan di Indonesia produksi terung dari tahun 2000 hingga 2010 meningkat dua kali lipat menjadi 482.305 ton dengan luas tanam 52.157 ha (Kementan 2011). Peningkatan penanaman terung ternyata belum diimbangi dengan ketersediaan jumlah varietas terung yang cukup, baik yang bersari bebas maupun hibrida. Hal ini tampak pada produktivitasnya yang masih rendah. Potensi produksi terung bisa mencapai 40 ton/ha. Produktivitas rendah selain dipengaruhi keterbatasan varietas dimungkinkan teknik budidaya yang belum intensif (Rukmana 1996). Pemuliaan komoditas terung belum banyak dilakukan secara intensif, meskipun dari sisi keanekaragaman plasma nutfah tinggi, dan minat masyarakat yang meningkat, sehingga merupakan peluang sekaligus tantangan untuk dapat merakit suatu varietas dengan metode pemuliaan yang tepat. Terung merupakan tanaman diploid (2n=2x=24) dengan variasi bentuk, warna dan ukuran yang sangat beragam (Chen 1971; Rajam dan Khumar 2007; Polignano 2010; Daunay 2008). Perkembangan dan kecenderungan pasar yang dikehendaki saat ini adalah perakitan varietas terung tidak lagi mengarah ke varietas bersari bebas tetapi mengarah ke varietas hibrida, dengan dasar terung juga mengalami out crossing. Metode pemuliaan tanaman penyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan yang hendak dicapai. Peningkatan keragaman populasi sebagai bahan pemuliaan pada tanaman penyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan persilangan untuk mendapatkan segregasinya. Pengetahuan tentang keragaman plasma nutfah dan hubungan di antara materi pemuliaan sangat penting untuk perencanaan persilangan dalam menghasilkan hibrida dan pembentukan galur (Quamruzzaman et al. 2009). Hal tersebut juga bermanfaat untuk manajemen konservasi plasma nutfah. Karakterisasi diperlukan untuk mendapatkan informasi suatu genotipe, ragam genotipe yang terjadi serta perilaku genetik diperlukan untuk menentukan arah
2 dan metode pemuliaannya. Informasi tentang keanekaragaman genetik dalam dan di antara tanaman spesies terkait erat sangat penting untuk pemanfaatan sumber daya genetik dan sangat berguna dalam karakterisasi aksesi individu dan kultivar (Satori et al. 2002). Persilangan dialel merupakan rancangan persilangan yang sering digunakan pada tanaman penyerbuk silang (Hallauer dan Miranda 1990) dan dapat digunakan pada tanaman penyerbuk sendiri (Christie dan Shattuck 1992). Perilaku dan kendali genetik gen yang diinginkan dapat dipelajari dengan menggunakan rancangan ini, serta dapat juga untuk evaluasi genetik secara menyeluruh dan heritabilitas untuk potensi seleksi yang terbaik pada generasi awal (Khan dan Habib 2003). Selain itu dapat juga untuk mempelajari kendali genetik suatu sifat, menduga daya gabung umum dan daya gabung khusus, heterosis dalam pembentukan varietas serta meningkatkan efisiensi dalam seleksi populasi segregan (deSausa dan Maluf 2003). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga parameter genetik terung dan daya gabung sehingga diperoleh informasi metode yang tepat dalam perakitan varietas terung. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan beberapa percobaan dengan tujuan khusus: 1) mempelajari keragaman dan parameter genetik pada terung, 2) menduga nilai daya gabung umum, daya gabung khusus, dan nilai heterosis, 3) melakukan evaluasi karakter agronomi pada hibrida yang dibentuk. Perumusan Masalah Peningkatan konsumsi sayuran di Indonesia sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat berimbas pada kenaikan permintaan sayuran, termasuk diantaranya komoditas terung. Produksi dan luas tanam terung mengalami kenaikan tetapi produktivitas masih rendah dari potensi produktivitas yang dapat mencapai lebih dari 40 ton/ha. Produktivitas rendah selain disebabkan keterbatasan varietas yang tersedia dimungkinkan juga teknik budidaya yang tidak intensif (Rukmana 1996). Keterbatasan varietas yang beredar di masyarakat disebabkan diantaranya pemuliaan terung belum banyak dilakukan. Peluang pengembangan terung cukup besar karena mempunyai keanekaragaman plasma nutfah tinggi serta minat masyarakat terus meningkat. Preferensi masyarakat yang menunjukkan kriteriakriteria karakter yang dikehendaki menghasilkan idiotipe tanaman terung sesuai harapan konsumen. Program pemuliaan terung untuk varietas yang mempunyai karakter mendekati idiotipenya memerlukan kajian perilaku genetik serta keragaman plasma nutfah untuk mendapatkan metode pemuliaan yang tepat. Penilaian ragam genetik merupakan prasyarat untuk memulai program pemuliaan yang efisien, sebagai dasar untuk menyusun genotipe yang diinginkan. Keragaman genetik tetua diperlukan untuk menghasilkan segregan dan atau untuk menghasilkan persilangan dengan heterotik tinggi. Semakin beragam tetua, besar kemungkinan memperoleh heterosis tinggi pada keturunannya dan variabilitas segregasi yang luas (Chen dan Li 1993).
3 Metode persilangan dialel dapat dilakukan pada tanaman penyerbuk sendiri seperti terung, cabe, karena pada tanaman tersebut juga mengalami mekanisme outcrossing dalam sistem penyerbukannya. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh galur tetua yang baik yang ditandai dengan keturunan hasil persilangannya yang superior yang digunakan sebagai dasar dalam membentuk varietas hibrida maupun varietas bersari bebas. Analisis persilangan dialel dengan metode Hayman dapat memberikan informasi perilaku dan kendali genetik yang akan yang mempengaruhi ekspresi suatu sifat (Singh dan Chaudary 1985). Potensi genetik dari populasi dasar dan efisiensi seleksi dapat diselidiki dengan mengevaluasi pengaruh aditif, dominan maupun epistasis yang menentukan masing-masing sifat penting. Pada karakter yang dikendalikan oleh banyak gen (poligenik), jika aksi gen aditif maka gen-gen yang ada di dalamnya masingmasing akan memberikan kontribusi dalam menentukan karakter kuantitatif. Adanya perbedaan antara nilai-nilai genetik aditif individu dalam suatu populasi adalah kondisi yang diperlukan dalam kegiatan pemuliaan (Marame et al. 2009). Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka hipotesis yang diajukan adalah : 1. Terdapat keragaman karakter agronomi pada genotipe-genotipe terung yang diuji 2. Terdapat beberapa genotipe terung yang mempunyai nilai daya gabung umum, daya gabung khusus yang tinggi 3. Terdapat satu hibrida persilangan yang mempunyai beberapa karakter agronomi sama atau melebihi varietas pembanding terbaik Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi tiga percobaan yaitu: 1) Analisis keragaman beberapa genotipe terung: 2) Pendugaan daya gabung umum, daya gabung khusus dan nilai parameter genetik dengan analisis dialel penuh (full dialel); dan 3) Evaluasi hibrida terung hasil persilangan dialel, mengikuti bagan alir penelitian (Gambar 1). Percobaan pertama dilakukan untuk menguji keragaman 30 genotipe terung berasal dari Indonesia, Filipina, India dan Cina merupakan koleksi PT. BISI International Tbk. Hasil percobaan pertama akan diperoleh informasi keragaan genotipe berdasarkan karakterisasi morfologi, nilai duga parameter genetik. Karakter tanaman yang mempunyai nilai heritabilitas dan koefisien keragaman genotipe tinggi untuk menentukan genotipe-genotipe yang digunakan dalam percobaan selanjutnya. Percobaan kedua dilakukan untuk menguji hasil silang dialel dari 8 genotipe terung dengan metode I Griffing (dialel penuh) dan metode Hayman. Dari percobaan kedua diperoleh informasi daya gabung umum, daya gabung khusus dan pendugaan parameter genetiknya. Percobaan ketiga dilakukan untuk mengevaluasi keragaan beberapa karakter agronomi hibrida hasil persilangan beserta varietas pembanding yang sudah komersial. Dari percobaan ketiga akan diperoleh informasi potensi hibrida hasil persilangan.
4 Materi penelitian Koleksi 30 genotipe terung
1. Evaluasi keragaman 30 genotipe terung Pembentukan persilangan dialel
2. Analisis persilangan dialel
3. Evaluasi hibrida
Informasi Daya Gabung, Parameter Genetik, dan Potensi hasil hibrida baru
Gambar 1. Diagram alir penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Terung (Solanum melongen L.) Terung merupakan tanaman tahunan yang biasanya ditanam sebagai tanaman setahun merupakan tanaman herba berkayu. Tanaman terung tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnolipsida, sub klas Asteridae, ordo Solanales, famili Solanaceae (nightshade), genus Solanum, dan spesies Solanum melongena L. (USDA 2007). Terung dapat tumbuh dengan tinggi tanaman 60 - 120 cm, bentuk tanaman tegak (erect), kompak, dan juga bercabang. Memiliki sistem perakaran yang berserat atau mengalami lignifikasi, berdaun lebar, dan mempunyai lobed. Bunganya besar, berwarna ungu atau putih dan soliter yang bersifat hermaprodit, atau dalam tandan yang bersifat andromonocious dengan jumlah 5 - 8 mahkota, putik, dan benang sari (Frary et al. 2007). Pada beberapa kultivar, terdapat duri pada batang, daun, dan kelopak. Bentuk buah bervariasi dari bulat telur, lonjong, obovoid, atau silinder panjang; warna buah bervariasi dari (mengkilap) ungu, putih, hijau, kekuningan, atau bergaris. Benih menempel pada plasenta berdaging mengisi penuh pada rongga buah. Terung mempunyai kromosom 2n = 2x = 24 (Chen dan Li 1993), terdapat tiga varietas botani utama pada Solanum melongena. Bentuk bulat atau berbentuk telur dikelompokkan var. esculentum, terung umum. Bentuk panjang, jenis ramping termasuk dalam var. serpentinum; terung ular, tanaman kecil dan rebah termasuk dalam var. depressum, terung kerdil (Choudhury 1976 dalam Sekara et al. 2007). Terung termasuk dalam kelompok tanaman menyerbuk sendiri (self pollinated), dalam kondisi hangat pada penanaman di lapang sering terjadi penyerbukan silang (out crossing) disebabkan serangga dan dilaporkan laju out crossing bisa mencapai 70% atau lebih (Frary et al. 2007). Sebelumnya dilaporkan Bubici dan Cirulli (2008), persentase out crossing bervariasi (2 - 48 %) tergantung pada genotipe, lokasi dan aktivitas serangga. Chen dan Li (1993) juga melaporkan laju out crossing terung di berbeda pada setiap negara di India (2 - 48 %), China (3 - 7 %), dan di AVRDC Taiwan (0 - 8.2%) dengan rata-rata 2.7%. Penyerbukan silang (out crossing) terjadi pada terung yang mempunyai struktur putik lebih panjang daripada benang sari. Pemuliaan Tanaman Terung Pemuliaan tanaman merupakan usaha memperbaiki sifat tanaman dengan lebih cepat dibandingkan perbaikan melalui seleksi alam. Kegiatan pemuliaan tanaman diawali pembentukan populasi dasar untuk memperoleh keragaman tinggi kemudian dilanjutkan dengan seleksi, dan tujuan akhir kegiatan pemuliaan tanaman sangat terkait dengan sifat yang akan dikembangkan (Poespodarsono 1988). Peningkatan keragaman populasi pada tanaman penyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan persilangan untuk mendapatkan segregasinya. Selain itu untuk dapat melakukan kegiatan pemuliaan dengan tepat maka diperlukan informasi genetik sehingga dapat ditentukan arah dan metode pemuliaannya. Metode
6 pemuliaan yang telah banyak dilakukan pada terung seleksi galur murni, seleksi pedigree, single seed descent, metode bulk dan silang balik (backcross) (Chen dan Li 1993). Metode pemuliaan dengan kombinasi atau pembentukan hibrida merupakan metode pemuliaan yang dewasa ini sering digunakan karena mampu memberikan manfaat yang lebih. Dalam pengembangan hibrida, galur yang mempunyai daya gabung baik akan menghasilkan keturunan (hibrida) yang lebih baik dari tetuanya. Keuntungan yang lain adalah varietas hibrida yang telah dipasarkan akan terlindungi dari pemalsuan varietas. Karakter agronomi yang menjadi tujuan utama pemuliaan tanaman terung adalah beberapa karakter kuantitatif yang mendukung daya hasil. Karakter yang bersifat kualitatif misalnya kualitas buah (warna, ukuran, kelembutan daging buah) biasanya merupakan prioritas kedua dalam tujuan pemuliaan. Preferensi konsumen yang sangat beragam pada kualitas buah menyebabkan program pemuliaan menjadi lebih spesifik (Chen dan Li 1993). Penanganan karakter kuantitatif memerlukan pendekatan statistik dengan menggunakan nilai tengah, ragam dan peragam untuk menduga parameter genetik yang penting dalam pemuliaan tanaman seperti heritabilitas dan korelasi genetik. Seleksi untuk karakter tertentu tanpa sengaja dapat mengakibatkan turut terseleksinya karakter-karakter lainnya yang dapat menguntungkan ataupun merugikan bagi pemulia. Oleh karena itu diperlukan informasi dengan pasti hubungan (korelasi) antar karakter tanaman yang diteliti. Koefisien korelasi genetik merupakan hubungan genetik antar karakter, yang merupakan informasi bagi karakter yang mungkin dapat digunakan sebagai indikator untuk karakter lain yang lebih penting (Miller et al. 1957 dalam Rubiyo 2009). Potensi-potensi komponen genetik memberikan kontribusi hasil dan keterkaitannya dievaluasi untuk meningkatkan hasil panen. Pada tanaman terung, telah melaporkan bahwa hasil per satuan luas adalah produk dari beberapa komponen: jumlah cabang, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah. Di antara komponen-komponen ini, jumlah buah per tanaman berpengaruh langsung terhadap hasil yang maksimal. Seleksi untuk hasil tinggi menuntut kontrol ketat pengaruh lingkungan untuk memastikan bahwa ekspresi fenotipik dari materi pemuliaan sesuai potensi genetiknya dan menjadi relatif lebih sulit jika dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) dengan aksi gen yang berbeda dan perbedaan karena faktor lingkungan (Chen dan Li 1993). Analisis Persilangan Dialel Persilangan dialel merupakan rancangan persilangan yang sering digunakan pada tanaman penyerbuk silang dan dapat digunakan pada tanaman penyerbuk sendiri. Pada tanaman menyerbuk sendiri, keberhasilan memproduksi benih hibrida secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Metode analisis silang dialel yang merupakan evaluasi genetik menyeluruh serta pendekatan analitik digunakan untuk mengidentifikasi pasangan tetua yang terbaik (Allard 1966). Perilaku genetik yang diinginkan dapat dipelajari dengan menggunakan rancangan dialel, serta dapat juga untuk evaluasi genetik secara menyeluruh dan heritabilitas untuk potensi seleksi yang terbaik pada generasi
7 awal (Khan dan Habib 2003). Pendugaan perilaku genetik dapat dilakukan dengan analisis pendekatan metode Hayman (Singh dan Caudhary 1985) yang memberikan informasi adanya (1) Komponen ragam karena pengaruh aditif (D), (2) Rata-rata Fr untuk semua array (F), (3) Komponen ragam karena pengaruh dominansi (H1), (4) Proporsi gen-gen positif/negatif dalam tetua (H2), (5) Pengaruh dominansi (h2), (6) Komponen ragam karena pengaruh lingkungan (E), (7) Rata-rata tingkat dominansi (H1/D)1/2, (8) Proporsi gen-gen dengan pengaruh positif/negatif dalam tetua (H2/4H1), (9) Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua (Kd/Kr), (10) Jumlah gen pengendali (h2/H2), (11) Heritabilitas arti sempit(h2NS) dan heritabilitas arti luas (h2BS). Heritabilitas merupakan gambaran besarnya kontribusi genetik suatu karakter yang terlihat di lapangan dan dijadikan sebagai ukuran mudahnya suatu karakter untuk diwariskan. Selain mempelajari kendali genetik suatu sifat, persilangan dialel dapat juga untuk, menduga daya gabung umum dan daya gabung khusus tetua, heterosis dalam pembentukan varietas serta meningkatkan efisiensi dalam seleksi populasi segregan (de Sausa dan Maluf 2003; Poehlman dan Sleeper 1995; Baihaki 1989). Rubiyo et al. (2011) menyatakan analisis dialel telah digunakan untuk mengetahui kendali genetik pada sifat ketahanan terhadap infeksi P. palmivora pada kakao. Daya gabung adalah kemampuan genotipe untuk mewariskan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Daya gabung umum adalah kemampuan suatu genotipe untuk menunjukkan kemampuan rata-rata keturunan bila disilangkan dengan beberapa genotipe lain yang dikombinasikan (Singh dan Caudhary 1985). Daya gabung khusus adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan turunan yang unggul jika disilangkan dalam kombinasi spesifik dengan tetua tertentu (Singh dan Caudhary 1985). Daya gabung khusus merupakan konsekuensi dari interaksi gen intra alel (dominan) dan interkasi gen antar alel (epistasis). Daya gabung umum (DGU) yang besar dan positif menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai daya gabung yang baik. Nilai daya gabung umum yang negatif berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung (rata-rata) yang lebih rendah dibandingkan dengan tetua-tetua lain. Daya gabung khusus (DGK) yang positif menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kombinasi hibrida yang tinggi dengan salah satu tetua yang digunakan. Sebaliknya bila DGK negatif berarti tetua tersebut tidak mempunyai kombinasi hibrida yang tinggi dengan salah satu dari tetua-tetua yang digunakan (Sujiprihati, 1996). Informasi yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK sangat penting dalam suatu program pemuliaan tanaman kakao. Hal ini sebagaimana disampaikan Sujiprihati (1996), bahwa informasi yang dihasilkan dari pengujian DGU dab DGK akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang sesuai dalam upaya perbaikan sifat-sifat yang diinginkan pada tanaman tersebut. Informasi mengenai DGU dan DGK diperlukan pada tahap awal usaha perbaikan karakter tanaman guna mengidentifikasi kombinasi tetua mana yang akan menghasilkan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum dan daya gabung khusus. Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi (Sujiprihati et al. 2007).
8 Daya gabung umum merupakan kemampuan yang memberikan penilaian rata-rata penampilan keturunan dari inbrida diberikan bila disilangkan dengan beberapa galur atau inbred lainnya (Duvick 1999 dalam Ai-zhi et al. 2012). Lebih lanjut dilaporkan Ai-zhi et al. (2012) bahwa fenomena heterosis pada tanaman yang telah banyak diteliti adalah peningkatan hasil benih, penurunan umur berbunga, peningkatan toleransi terhadap cekaman abiotik. Daya gabung khusus merupakan kemampuan galur yang memberikan nilai yang paling baik pada keturunannya jika disilangkan dengan suatu galur atau inbred tertentu. Daya gabung khusus merupakan representasi dari pembentukan varietas hibrida yang berdasarkan pada nilai heterosis yang terjadi dan telah digunakan dalam skala luas pada tanaman jagung, padi, shorgum, bunga matahari serta tanaman cabai (Marame et al. 2009) dan paprika (Shrestha et al.2011), sedangkan pada tanaman terung belum banyak dilaporkan. Terdapat empat jenis rancangan persilangan dialel yang umum digunakan (Griffing 1956), yaitu : Metode I : persilangan dialel penuh dengan resiprok dan galur tetuanya (p2), Metode II : persilangan dialel sebagian dengan galur tetua tanpa resiprok (½p(p+1)), Metode III : persilangan dialel penuh dengan resiprok tanpa galur tetuanya (p(p-1)), Metode IV : persilangan dialel sebagian tanpa galur tetua dan resiprok (½p(p-1)), Persilangan dialel memerlukan asumsi yang harus dipenuhi sebagai berikut : (1) merupakan segregasi diploid, (2) tidak terpengaruh tetua, (3) tidak terjadi interaksi gen-gen yang tidak terletak dalam satu alel, (4) tidak terdapat multiple alel, (5) tetua merupakan galur murni/homosigot, dan (6) gen-gen menyebar bebas diantara tetua. Interaksi antara gen-gen yang tidak sealel dalam silang dialel dapat diuji dengan nilai koefisien regresi b dari garis regresi antara peragam (Wr) terhadap ragam (Vr). Jika b = 1 maka tidak terjadi interaksi antara gen-gen yang tidak sealel (Singh dan Chaudary 1985). Heterosis Dua tetua tanaman yang berlainan disilangkan, maka keturunannya akan memperlihatkan gejala heterosis atau vigor hibrid yaitu keturunan yang memiliki peningkatan suatu karakteristik yang lebih besar dibandingkan rata-rata kedua tetuanya (Poehlman dan Sleeper 1995). Heterosis merupakan bentuk peningkatan performa keturunan yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya (Hallauer dan Miranda 1995). Peningkatan performa keturunan seringkali terlihat dalam vigor tanaman, daya hasil dan ketahanan terhadap hama maupun penyakit. Heterosis merupakan aksi dan interaksi gen-gen dominan yang baik yang terkumpul dalam satu genotipe F1 sebagai hasil persilangan dua tetua. Fenomena heterosis (Baihaki 1989) terjadi akibat persilangan antar individu homozigot yang berbeda akan menghilangkan penampilan sifat yang tidak baik, sekaligus memunculkan akumulasi gen-gen dominan. dengan sifat. Pada heterosis, terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu pertama apabila dua homosigot disilangkan maka akan diperoleh genotip hibrida yang penampilannya melebihi kedua tetuanya. Genotipe hibrida yang memperlihatkan gejala heterosis tersebut memiliki konstitusi genetik heterozigot. Kedua, seleksi genotipe pada generasi F2 dan seterusnya tidak memberikan peluang diperolehnya genotipe-genotipe dengan penampilan yang serupa dengan kultivar hibrida F1 (Baihaki 1989). Poehlman dan Sleeper (1995) menjelaskan. terdapat dua hipotesis utama yang dapat
9 menjelaskan mekanisme gejala heterosis, yaitu hipotesis dominan dan over dominan. Hipotesis dominan menjelaskan gejala heterosis yang paling luas penerimaannya. Hipotesis ini menjelaskan bahwa akumulasi gen-gen dominan yang unggul dalam satu genotipe tanaman menyebabkan munculnya fenomena heterosis, sedangkan penampilan gen-gen resesifnya akan tertutupi atau hilang Berdasarkan hipotesis ini, fenomena heterosis merupakan hasil aksi dan interaksi gen-gen dominan yang unggul yang terkumpul dalam satu genotipe F1 dari hasil persilangan kedua tetua. Tanaman menyerbuk silang mencakup banyak individu yang secara genetik merupakan individu-individu yang berbeda (Baihaki 1989). Hipotesis over dominan menjelaskan bahwa vigor hibrida merupakan hasil penampilan superioritas heterosigositas terhadap homosigositas. Hal ini berarti, individu yang berpenampilan superior merupakan individu yang memilki konstitusi gen heterosigot yang banyak. Genotipe yang heterosigot memiliki tingkat superioritas yang lebih tinggi dibanding dengan genotipe homosigot (Fehr 1987). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) hal tersebut mengandung makna bahwa heterosis terjadi karena adanya interaksi antar gen pada lokus yang sama. Penelitian tentang heterosis telah banyak dilakukan pada cabai (Daryanto et al. 2010, Sujiprihati et al. 2007), tomat, dan tanaman sayuran lainnya. Shafeeq (2007) menyatakan penelitian heterosis terung pertama kali dilaporkan pada tahun 1891 oleh Bailey and Munson tetapi masih menghasilkan hibrida yang intermediate berada diantara tetua, di Filipina pada tahun 1918 oleh Bayla hasil persilangan dari varietas-varietas lokal mampu menghasilkan hibrida yang lebih vigorous, kuat dan tahan daripada tetuanya. Perkembangan heterosis pada terung di Jepang dilaporkan oleh Nagai dan Kida pada tahun1926 terjadi heterosis pada hasil total dan karakter yang berhubungan dengan hasil tanaman.
10
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PADA 30 GENOTIPE TERUNG (Solanum melongena L.) ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk mempelajari keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antara karakter pada terung (Solanum melongena L.). Percobaan dilakukan di Kediri, Jawa Timur pada Januari-Agustus 2012 dengan menggunakan 30 genotipe dari koleksi PT. BISI International, Tbk, disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan. Sumber populasi terdiri dari Indonesia (8 genotipe), Filipina (5 genotipe), Cina (15 genotipe) dan India (2 genotipe). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variabilitas fenotipe antar genotipe 30 terung yang berasal dari beberapa sumber populasi. Genotipe dari India menunjukkan karakter yang berbeda dalam umur berbunga, panjang buah, diameter buah, bobot buah dan jumlah buah per tanaman. Terdapat beberapa karakter memiliki heritabilitas arti luas yang tinggi dengan kemajuan genetik yang lebih tinggi dari karakter lain. Karakter tersebut adalah panjang buah (92.84%; 43.3%), diameter buah (68.71%; 45.12%), bobot buah (86.18%; 52.77%), dan jumlah buah per tanaman (62.74%; 47.77%). Terdapat 14 korelasi positif dan 8 korelasi negatif yang signifikan antar karakter utama. Berdasarkan analisis komponen utama (AKU), pada gabungan KU I dan KU III dengan proporsi keragaman 42.92% diperoleh 3 kelompok genotipe, yaitu kelompok I BEPA05, kelompok II BEPE97 dan 28 genotipe pada kelompok III. Kata kunci: analisis komponen utama, heritabilitas, parameter genetik, terung
ABSTRACT An experiment was conducted to observe genetic variability, heritability and correlation between character in eggplant (Solanum melongena L.). The experiment was done in Kediri, Jawa Timur in January-August 2012 using 30 genotypes of PT. BISI International Tbk’s collection, used Randomized Complete Block Design 3 replications. Population’s source consist of Indonesia (8 genotypes), Philliphines (5 genotypes), China (15 genotypes) and India (2 genotypes). Result showed there was a phenotypic variability among 30 eggplant’s genotypes based on population source. Genotypes from India had different character in flowering age, fruit length, fruit diameter, fruit weight and number fruit per plant. There were characters which had high broad sense heritability with high genetic advance i.e. fruit length (92.84%; 43.03%), fruit diameter (68.71%; 45.12%), fruit weight (86.18%; 52.77%) , and number of fruit per plant (62.74%; 47.77%). There were 14 positive and 8 negative significant correlation between main character. Based on principal component analysis (PCA), combination of PCA I and PCA III gave 42.92% variability, it separated 3 groups, i.e. BEPA05 in group I, BEPE97 in group II and 28 genotypes in group III. Keywords: eggplant, genetic parameter, heritability, principle componen analysis.
11
PENDAHULUAN Terung (Solanum melongena L.) dengan nama lain brinjal atau aubergin, merupakan tanaman bernilai ekonomi penting di beberapa negara (Ge et al. 2011; Furini dan Wunder 2004). Terung merupakan tanaman asli daerah tropis, diduga berasal dari India (Prabhu et al. 2009) dan menyebar ke Amerika, Eropa dan Asia (Sekara et al. 2007). Produksi terung di Indonesia meningkat tetapi belum diimbangi dengan ketersediaan jumlah varietas terung yang cukup, baik varietas bersari bebas maupun hibrida. Pemuliaan komoditas terung belum banyak dilakukan secara intensif, meskipun dari sisi keanekaragaman plasma nutfah tinggi, dan minat masyarakat yang meningkat, sehingga merupakan peluang sekaligus tantangan untuk dapat merakit suatu varietas dengan metode pemuliaan yang tepat. Terung merupakan tanaman diploid dengan jumlah kromosom 2n=24 mempunyai variasi bentuk, warna dan ukuran yang sangat beragam (Chen dan Li 1993). Terung termasuk kelompok tanaman menyerbuk sendiri (self pollinated) namun dapat juga terjadi kemungkinan mengalami penyerbukan silang (out crossing) pada terung yang mempunyai struktur putik lebih panjang daripada benang sari (Chen dan Li 1993). Perkembangan dan kecenderungan pasar yang dikehendaki saat ini adalah perakitan varietas terung tidak lagi mengarah ke varietas bersari bebas tetapi mengarah ke varietas hibrida, dengan dasar terung juga mengalami out crossing. Metode pemuliaan tanaman penyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan yang hendak dicapai. Peningkatan keragaman populasi sebagai bahan pemuliaan pada tanaman penyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan persilangan untuk mendapatkan segregasinya. Pengetahuan tentang keragaman plasma nutfah dan hubungan di antara materi pemuliaan sangat penting untuk perencanaan persilangan dalam menghasilkan hibrida dan pembentukan galur (Quamruzzaman et al. 2009). Hal tersebut juga bermanfaat untuk manajemen konservasi plasma nutfah. Karakterisasi diperlukan untuk mendapatkan informasi suatu genotipe, ragam genotipe yang terjadi serta perilaku genetik diperlukan untuk menentukan arah dan metode pemuliaannya. Informasi tentang keanekaragaman genetik dalam dan di antara tanaman spesies terkait erat sangat penting untuk pemanfaatan sumber daya genetik dan sangat berguna dalam karakterisasi aksesi individu dan kultivar (Satori et al. 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman terung, menduga nilai parameter genetik, dan melakukan pengelompokkan berdasarkan kemiripan fenotipe.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Penelitian PT. BISI International, Tbk. di Desa Sumberagung (150 m dpl), Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Jawa
12 Timur mulai Januari sampai Agustus 2012. Lokasi penelitian mempunyai teksur tanah geluh berpasir. Materi Penelitian Materi penelitian terdiri dari 30 genotipe terung koleksi PT. BISI International, Tbk yang terdiri dari empat grup populasi asal, yaitu Indonesia 8 genotipe, Filipina 5 genotipe, Cina 15 genotipe dan India 2 genotipe (Tabel 1). Tabel 1. Daftar genotipe terung yang digunakan dalam penelitian No Genotipe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
BEPA11 BEPA61 BEPE97 BEPA12 BEPA03 BEPE102 BEPA41 BEPC81 BEPC82 BEPC83 BEPC84 BEPC86 BEPC87 BEPC88 BEPC89 BEPC20 BEPC30 BEPC38 BEPC41 BEPC14 BEPB12 BEPB25 BEPB51 BEPB61 BEPB70 BEPC18 BEPC24 BEPA31 BEPA71 BEPA32
Tetua asal BAGL 1001 BAGL 06 BEGS 97 BAGL 1001 BAHL 03 BEGS 102 BCPL 104 BCPL 02 BCPL 03 BCPL 13 BCPL 04 BCPL 61 BCPL 01 BCPL 07 BCPL 09 BCPL 05 BCPL 06 BCPL 12 BCPL 08 BCDP 610 BBDP 19 BBDP 04 BBPV 25 BBPL 05 BBPL 01 BCDP 58 BCDP 36 BAWL 03 BAWL 07 BAWL 06
Daerah asal/sumber Indonesia (BISI) Indonesia (BISI) India Indonesia (BISI) Indonesia (BISI) India Indonesia (BISI) Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Cina Filipina Filipina Filipina Filipina Filipina Cina Cina Indonesia (BISI) Indonesia (BISI) Indonesia (BISI)
Karakter Hijau, produksi tinggi Hijau, buah besar Hijau, buah ramping Hijau pendek, genjah Hijau kecil bulat, tahan layu Hijau buah, keras Ungu, genjah Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, produksi tinggi Ungu, genjah Ungu, buah keras Ungu, buah keras Ungu, buah keras Ungu, buah keras Ungu, buah keras Ungu, bulat, buah keras Ungu, oval, buah keras Putih, produksi tinggi Putih, buah panjang Putih, oval, buah keras
Pelaksanaan Percobaan Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), perlakuan sebanyak 30 genotipe terung yang diulang sebanyak 3 kelompok dengan jumlah tanaman 20 tanaman setiap satuan percobaan. Benih disemai di bedeng persemaian selama 30 hari. Pengolahan lahan dilakukan dengan pembajakan, pembuatan petakan/bedeng berukuran lebar 100 cm panjang sesuai ukuran yang ditentukan, dilakukan penaburan pupuk dasar menggunakan pupuk majemuk diatas bedeng kemudian dicampur dengan merata, selanjutnya ditutup dengan mulsa plastik hitam perak. Dilakukan pengukuran jarak tanam pada bedeng dengan ukuran 60 x 60 cm.
13 Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 30 hari bersamaan dengan penggenangan lahan antar bedeng. Jumlah tanaman pada setiap ulangan dan perlakuan adalah 20 tanaman. Pemupukan susulan dilakukan pada 15, 30, 45, 60, dan 75 HST dengan pupuk majemuk NPK 30g/tanaman. Perawatan dilakukan dengan pengairan lahan satu minggu sekali, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimiawi, pemasangan ajir dilakukan ketika tanaman berumur 14 hari, penghilangan tunas samping (pewiwilan) dilakukan sampai dengan cabang dikotomus. Pemanenan yang dilakukan merupakan panen buah konsumsi ketika ukuran buah maksimum dengan warna buah masih mengkilat. Sebanyak 10 tanaman dalam setiap petak percobaan digunakan sebagai tanaman contoh. Pengamatan secara kualitatif dilakukan dengan karakterisasi morfologi tanaman sebanyak 45 karakter mengacu pada Panduan Pengamatan Individual (PPI) Terung Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) (Kementan, 2006). Pengamatan karakter agronomi utama dilakukan pada : 1. Umur berbunga (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan, bunga pertamanya mekar. 2. Umur panen (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan telah panen buah konsumsi 3. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan dilakukan pada saat fase generatif, dengan cara mengukur jarak pucuk tertinggi tanaman dari permukaan. 4. Panjang buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang per buah sampel yang telah ditentukan. 5. Diameter buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter per buah sampel yang telah ditentukan. 6. Kekerasan buah Pengamatan dilakukan dengan mengukur (dalam bar) kekerasan per buah sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat Penetrometer. 7. Bobot per buah (g) Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat per buah sampel yang telah ditentukan. 8. Jumlah buah per tanaman Hasil pengamatan jumlah buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman 9. Bobot buah per tanaman (kg) Hasil pengamatan berat buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Analisis Data Analisis ragam genotipe menggunakan fasilitas software SAS diuji lanjut menggunakan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) taraf 5%. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Mattjik dan Sumertajaya 2006) dengan model linier sebagai berikut: Yij = µ + δi+ βj + εij
14 Keterangan Yij = = δi = βj = εij =
Pengamatan pada genotipe ke-i, di dalam ulangan ke-j Rataan umum Pengaruh perlakuan ke-i Pengaruh kelompok ke-j Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Uji lanjut pada perlakuan yang berbeda nyata dilakukan dengan Uji Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie 1989) ; Keterangan rα;p;dbe p
= Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α = Jarak peringkat antar dua perlakuan
Tabel 2. ANOVA untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ulangan (r)
(r-1)
Genotipe (g) Galat Total
(g-1) (g-1)(r-1) (gr-1)
JKu JKg JKe JKt
JKu/(r-1)
KTu/KTe
JKg/(g-1) JKe/(g-1)(r-1)
KTg/KTe
Keterangan : r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; JKu = jumlah kuadrat ulangan; JKg = jumlah kuadrat genotipe; JKe = jumlah kuadrat galat; KTu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat
Hasil sidik ragam selanjutnya digunakan untuk menghitung parameter genetik yaitu heritabilitas arti luas (h2BS) dan koefisien keragaman genotipe (KKG). Tabel 3. Nilai Kuadrat Tengah Harapan untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal Sumber Keragaman db KT KT harapan Ulangan (r)
(r-1)
Genotipe (g) Galat
(g-1) (g-1)(r-1)
M2 M1
σ2 e + r σ2 g σ2 e
Rumus parameter yang digunakan adalah sebagai berikut (Singh dan Choudary 1985): σ g Vg = σ2g = h2BS = σ p σ g Vp = σ2g + σ2e KKG =
µ
15 Keterangan : Vg = varian genotipe Vp = varian fenotipe r = ulangan = rataan umum
h2BS= heritabilitas arti luas M1 = kuadrat tengah galat M2 = kuadrat tengah genotipe KKG = koefisien keragaman genetik
Kemajuan genetik (GA) dihitung menggunakan intensitas seleksi 5% dengan koefisien intensitas seleksi 2,06 (Roychowdhury et al. 2011; Esiyok et al. 2011). Kemajuan genetik harapan (Genetic advance ) = GA = iσph2BS GA (%) =
µ
Keterangan : i = konstanta standar deferensial seleksi 2.06 σp = standar deviasi fenotipe Pengelompokan nilai heritabilitas arti luas menurut Stansfield (1988): rendah = h2BS<20%, sedang = 20%
50% Kriteria pengelompokkan KKG menurut standar oleh Anderson dan Bancroft (Pinaria et al. 1995), sempit = KK ≤ 94 agak sempit = 10.94 43.77% Korelasi antara dua karakter dilakukan berdasarkan korelasi fenotipe hasil pengamatan. Pengelompokan genotipe menggunakan analisis gerombol dan analisis komponen utama berdasarkan ketidakkemiripan genotipe dilakukan menggunakan software SPSS versi 20.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi morfologi berdasarkan fenotipe tanaman merupakan kegiatan awal dalam pemuliaan tanaman untuk identifikasi keragaan genotipe serta keragaman yang terdapat dalam populasi. Keragaman yang terjadi dikelompokkan berdasarkan tingkat kemiripan sehingga diperoleh kelompok-kelompok genotipe tertentu. Kelompok genotipe yang mempunyai karakter yang berbeda akan memberikan manfaat jika dipakai sebagai tetua dalam suatu persilangan karena dapat dipelajari kendali gen-gen yang menyusun suatu sifat. Penilaian karakter ekonomi yang utama juga merupakan fungsi penting dalam pemuliaan tanaman (Muniappan et al. 2010). Karakter Kuantitatif Beberapa karakter kuantitatif menunjukkan adanya keragaman pada 30 genotipe terung tersaji dalam Tabel 4. Genotipe BEPA03 mempunyai umur
16
16 Tabel 4. Nilai tengah beberapa karakter kuantitatif pada 30 genotipe terung No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
BEPA11 BEPA61 BEPA12 BEPA03 BEPA41 BEPA31 BEPA71 BEPA32 BEPB12 BEPB25 BEPB51 BEPB61 BEPB70 BEPC81 BEPC82 BEPC83 BEPC84 BEPC86 BEPC87 BEPC88 BEPC89 BEPC20 BEPC30 BEPC38 BEPC41 BEPC14 BEPC18 BEPC24 BEPE97 BEPE102
Umur berbunga (HST) 36.33 a-f 39.67 a 31.33 igh 26.33 j 37.33 a-d 39.33 ab 36.67 a-d 37.33 a-d 36.67 a-d 39 ab 39.67 a 38 a-d 36 abcdef 35.67 b-f 34.67 c-g 39.33 ab 37.67 a-d 34.67 c-g 39.67 a 38 a-d 33.33 e-h 34.33 c-g 38.33 abc 32.67 fgh 36.33 a-f 30.67 ij 36.67 a-d 37.67 a-d 28.33 ij 29 ij
Umur panen (HST) 61.67 a-e 64.67 a 57.33 f 45.33 h 61.67 a-e 64 ab 57.33 f 63 a-d 62.33 a-d 64 ab 64.67 a 63 a-d 61 a-f 60.67 b-f 60 c-f 64.33 ab 62.67 a-d 59.67 c-f 64.67 a 63 a-d 59.67 c-f 59.33 def 63.33 abc 58.33 ef 61.67 a-e 60 c-f 63 a-d 62.67 a-d 48.33 gh 49 g
Tinggi tanaman (cm) 100 ef 110.07 a-e 105.13 b-f 83.9 gh 102.17 c-f 99.03 ef 102.8 b-f 106.37 b-f 104.67 b-f 113.7 a-d 83.67 gh 99.9 ef 102.77 b-f 120.93 a 104.37 b-f 101.13 def 109.83 a-e 114.47 abc 115.7 ab 95.27 fg 78.07 h 96.23 fg 73.57 h 102 c-f 95.87 fg 77.93 h 105.23 b-f 94.13 fg 101.17 def 101 def
Panjang buah (cm) 25.67 ab 18.87 g-j 20.3 e-h 6.23 m 21.19 d-g 20.24 fgh 27.03 a 16.65 jk 23.63 bc 23.44 cd 21.19 d-g 22.13 c-f 19.1 ghi 24.32 bc 23.36 cd 20.42 e-h 22.52 c-f 26.86 a 26.52 a 22.63 cde 18.49 hij 21.15 d-g 17.86 ij 15.01 kl 23.81 bc 18.7 hij 13.5 l 15.08 kl 15.46 kl 20.67 e-h
Rataan KK (%) h2BS (%)
35.69 5.3 91.44
60.34 3.24 94.83
100.04 6.72 89.50
20.40 6.02 97.6
Genotipe
Diameter buah (cm) 3.51 d-j 3.89 d-i 3.77 d-i 4.95 b-e 4.47 b-g 3.11 g-j 3.19 f-j 7.65 a 2.15 j 3.41 e-j 4.26 b-h 3.68 d-i 3.61 d-i 4.11 d-h 3.99 d-i 4.39 b-g 4.2 c-h 4.25 b-h 4.16 c-h 4.72 b-f 4.92 g-j 4.97 bcd 4.75 b-e 5.67 bc 4.28 b 5.02 bcd 7.57 a 5.73 b 2.58 ij 2.74 hij 4.32 5.86 88.43
Kekerasan buah 3.35 g-j 4.15 ab 3.19 ijk 4.41 a 3.66 d-g 3,98 bcd 2.61 lm 4.44 a 3.48 e-i 3.19 ijk 3.53 e-i 3.53 e-i 3.71 def 3.1 jkl 2.97 kl 3.33 g-j 3.42 f-j 3.08 jkl 2.82 lm 2.77 lm 3.23 ijk 3.31 hij 3.64 e-i 4.47 a 2.93 klm 3.41 f-j 4.44 a 4.45 a 4.09 bc 3.79 cde 3.53 17.83 96.54
Bobot per buah (g) 122.76 ijk 126.78 ijk 128.78 h-k 59.02 n 174.91 b-f 104.98 klm 125.3 ijk 172.9 b-f 86.38 lmn 112.85 jkl 145.02 f-i 125.64 ijk 110.38 jkl 158.42 c-h 139.37 g-j 152.47 d-i 157.42 c-h 198.97 ab 174.94 b-f 180.33 bcd 176.95 b-f 184.35 bc 182.65 bcd 148.94 e-i 162.5 c-g 185.13 bc 220.03 jkl 185.94 bc 59.72 n 77.56 mn 144.7 11.05 95.17
Jumlah buah per tanaman 17.23 bcd 13.02 c-g 12.67 c-g 22.6 a 9.87 e-h 14.83 b-e 11.97 d-g 8.47 gh 17.5 bc 13.13 c-g 13.17 c-g 13.2 c-g 14.07 c-f 10.76 e-h 9.7 e-h 8.9 fgh 13.1 c-g 7.83 gh 9.01 fgh 9.67 e-h 11.87 efg 8.65 fgh 9.08 fgh 9.93 e-h 10.47 e-h 12.57 c-g 6h 6.27 h 19.38 ab 17.52 bc
Bobot buah per tanaman (kg) 2.13 ab 1.65 b-e 1.66 b-e 1.34 e 1.74 b-e 1.51 cde 1.5 cde 1.47 de 1.52 b-e 1.47 de 1.73 b-e 1.66 b-e 1.55 b-e 1.68 b-e 1.36 e 1.36 e 2.04 a-d 1.57 b-e 1.58 b-e 1.71 b-e 2.11 abc 1.63 b-e 1.66 b-e 1.45 de 1.69 b-e 2.32 a 1.34 e 1.16 e 1.16 e 1.36 e
12.08 22.56 85.83
1.60 19.17 69.08
Keterangan : Kode Genotipe = B=BISI, EP = Eggplant, A= Indonesia, B = Filipina, C= Cina, E = India, HST = hari setelah tanam, KK = Koefisien keragaman, h2BS = heritabilitas arti luas, angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada taraf α 5
17
17
berbunga dan umur panen terendah menunjukkan bahwa genotipe tersebut mempunyai umur yang lebih genjah, sedangkan genotipe BEPA61, BEPB51 dan BEPC87 merupakan genotipe yang mempunyai umur berbunga dan umur panen yang dalam (Tabel 4). Tinggi tanaman pada 30 genotipe terung menunjukkan keragaman berkisar 73.57 hingga 115.70 cm. Hasil penelitian Chen dan Li (1993) menunjukkan bahwa tinggi tanaman terung bervariasi 60 hingga 120 cm. Genotipe BEPC30 memiliki tinggi tanaman terendah dan yang tertinggi adalah BEPC87. Genotipe BEPA03 menghasilkan buah terpendek (6.23 cm) sedangkan BEPA71 menghasilkan buah terpanjang (27.03 cm). Genotipe BEPB12 mempunyai diameter buah terkecil (2.31 cm). Genotipe BEPA03, BEPA32, BEPC38, BEPC18, BEPC24 merupakan kelompok buah keras dengan nilai kekerasan buah 4.41 hingga 4.45. Genotipe BEPC18 mempunyai bobot per buah tertinggi (220.03 g) sedangkan BEPA03 bobot buah terendah (59.02 g). BEP03 mempunyai jumlah buah tertinggi yaitu 22.60 sedangkan yang terendah adalah BEPC18 (6.00) dan BEPC24 (6.27). Bobot buah per tanaman tertinggi dicapai oleh BEPC14 (2.32 kg), sedangkan terendah BEPC24, BEPE97 berturut turut 1.16 kg dan 1.16 kg. Parameter Genetik Seleksi merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam pemuliaan tanaman dan akan efektif jika dilakukan pada populasi yang beragam dan diketahui karakteristiknya. Parameter genetik yang mencerminkan keragaman populasi tersajikan pada Tabel 5. Heritabilitas merupakan parameter penting dalam program seleksi tanaman (Solieman et al., 2012). Nilai heritabilitas arti luas yang dihasilkan dikategorikan dalam kelompok sedang pada diameter batang (30.95), panjang daun (40.20) dan bobot buah per tanaman (30.52), sedangkan pada karakter lainnya mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi (Tabel 5.). Koefisien keragaman genotipe yang dihasilkan berada pada kisaran sempit hingga agak luas. Panjang buah mempunyai nilai heritabilitas tertinggi (92.84%) dengan nilai KKG agak sempit (21.68%) tetapi mendekati kisaran agak luas (21.88%50%) tinggi dan mempunyai nilai KKG (Vg) agak luas berturut-turut adalah diameter buah (68.71%; 26.42%), bobot per buah (86.18%; 27.59%), jumlah buah per tanaman (62.74%; 29.28%). Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa peran genotipe lebih besar daripada lingkungan dalam menentukan penampilan tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi menyatakan bahwa karakter tersebut dengan mudah dapat diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Karakter yang mempunyai heritabilitas dan kemajuan genetik tinggi menunjukkan adanya keterlibatan gen aditif dalam pewarisan tersebut sehingga seleksi dapat dilakukan dengan lebih akurat dan cepat (Islam dan Uddin 2009; Roychowdhury et al. 2011; Denton dan Nwangburuka 2011). Berdasarkan hasil pengujian 30 genotipe terung maka diperoleh informasi bahwa beberapa karakter mempunyai heritabilitas dan kemajuan genetik (GA) yang tinggi berturut-turut pada karakter panjang buah (92.84%; 43.03%), diameter buah (68.71%; 45.12%), bobot per buah (86.18%; 5277%) dan jumlah buah per tanaman (62.74%; 47.77%) sehingga dapat dijadikan kriteria dalam seleksi kegiatan pemuliaan tahap selanjutnya.
18 Tabel 5. Pendugaan nilai ragam genotipe, ragam fenotipe, heritabilitas arti luas, koefisien keragaman genotipe, dan kemajuan genetik pada 30 genotipe terung Karakter
Umur berbunga (HST) Umur panen (HST) Tinggi tanaman (cm) Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Kekerasan buah Bobot per buah (g) Jumlah buah per tanaman Bobot buah per tanaman (kg)
Ragam Ragam Heritabilitas Kriteria Koefisien Genotipe Fenotipe arti luas 2 (h BS) KG (%) 2 (Vg) (Vf) h BS(%) 11.53 22.14 113.37 19.56 1.31 0.29 1594.48 12.51 0.04
15.11 25.97 158.54 21.07 1.90 0.32 1850.13 19.94 0.14
76.30 85.24 71.51 92.84 68.71 89.80 86.18 62.74 30.52
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi sedang
9.51 7.80 10.64 21.68 26.42 15.09 27.59 29.28 12.70
Kriteria (KKG)
Kemajuan Genetik %GA (GA)
sempit sempit sempit agak sempit agak luas agak sempit agak luas agak luas agak sempit
6.11 8.95 18.55 8.78 1.95 1.05 76.36 5.77 0.23
17.12 14.83 18.54 43.03 45.12 29.46 52.77 47.77 14.45
Keterangan : KKG = koefisien keragaman genetik, GA = genetic advance (kemajuan genetik).
Gambar 2. Genotipe tetua terung untuk persilangan dialel penuh Korelasi Fenotipe Antar Karakter Korelasi antar karakter yang diamati disajikan pada Tabel 6. Umur berbunga mempunyai korelasi positif yang sangat nyata dengan umur panen (r = 0.92), panjang buah (r = 0.47), berkorelasi nyata dengan bobot per buah (r = 0.4), tetapi mempunyai korelasi negatif dengan jumlah buah per tanaman (r = -0.51). Umur panen berkorelasi positif dan sangat nyata dengan bobot per buah, berkorelasi nyata dengan panjang buah dengan tetapi berkorelasi negatif dengan jumlah buah per tanaman. Hal ini agak berbeda dengan hasil penelitian Muniappan et al. (2010) yang menyatakan bahwa umur berbunga mempunyai korelasi sangat nyata dengan bobot per buah (r = 0.255), berkorelasi positif dengan panjang buah tetapi tidak nyata. Umur berbunga dan umur panen terkait dengan lamanya waktu yang
19 digunakan fotosintesis dan jumlah asimilat yang dihasilkan yang terakumulasi pada buah sehingga mempengaruhi panjang buah dan bobot buah per tanaman. Tabel 6. Nilai korelasi fenotipe beberapa karakter kuantitatif pada 30 genotipe terung Karakter UB UP TD TT PD LD KB BBb JBT BBT DB PB
UB -
UP
TD
TT
PD
LD
KB
BBb
JBT
BBT
0.92** -
0.32tn 0.24tn -
0.25tn 0.16tn 0.67** -
0.04tn -0.13tn 0.31tn 0.44tn -
0.27tn 0.14tn 0.54** 0.65** 0.78** -
-0.21tn -0.22tn -0.25tn -0.15tn -0.14tn -0.22tn -
0.4* 0.58** 0.08tn -0.06tn -0.16tn -0.13tn -0.16tn -
-0.51** -0.62** -0.25tn -0.15tn 0.1tn 0.05tn 0.14tn -0.9** -
0.09tn 0.3tn -0.21tn -0.29tn -0.09tn 0.05tn -0.39* 0.31tn 0.03tn -
DB 0.07tn 0.21tn -0.12tn -0.17tn -0.14tn -0.21tn 0.43tn 0.68** -0.61** -0.61**
PB 0.47** 0.44* 0.37* 0.44* 0.3tn 0.47** -0.82** 0.16tn -0.21tn 0.33tn -0.48** -
Keterangan : * = berkorelasi nyata, ** = berkorelasi sangat nyata, UB = umur berbunga, UP = umur panen, TD = tinggi dikotomus, TT = tinggi tanaman, PD = panjang daun, LD = lebar daun, KB = kekerasan buah, BBb = bobot per buah, JBT = jumlah buah per tanaman, BBT = berat buah per tanaman, DB = diameter buah, PB = panjang buah
Kekerasan buah berkorelasi negatif dengan bobot buah per tanaman dan panjang buah. Hal ini mengindikasikan bahwa bobot buah per tanaman dari genotipe-genotipe yang diuji tidak dipengaruhi oleh kekerasan buah. Bobot per buah berkorelasi negatif sangat nyata dengan jumlah buah per tanaman tetapi berkorelasi positif sangat nyata dengan diameter buah. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran bobot per buah akan mengurangi jumlah buah akan mempengaruhi besarnya diameter buah akan tetapi akan mengurangi jumlah buah yang terbentuk pada tanaman. Korelasi positif bobot per buah dengan diameter buah sama dengan hasil penelitian Danquah dan Ofori (2012) pada terung kebun (Solanum gilo Raddi) di Ghana bahwa bobot per buah mempunyai korelasi positif sangat nyata (r = 0.81). Bobot buah per tanaman berkorelasi negatif sangat nyata dengan diameter buah, hal ini mengindikasikan bahwa diameter yang semakin besar akan menurunkan jumlah buah per tanaman akibatnya hasil pertanaman menjadi lebih rendah. Diameter buah berkorelasi negatif dan sangat nyata dengan panjang buah. Hasil ini berbeda dengan penelitian Muniappan et al. (2010) bahwa diameter buah berkorelasi positif dengan panjang buah. Hal ini terjadi dimungkinkan perbedaan materi genotipe yang diujikan. Pada pengujian ini materi genotipe yang dipakai 24 dengan bentuk buah silindris dan 4 genotipe dengan bentuk oval sampai bulat dimana pada terung silindris mempunyai rasio (panjang : diameter) pada kisaran sedang hingga besar. Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) dilakukan dengan tujuan untuk mereduksi karakter pengamatan yang cukup banyak menjadi beberapa komponen utama yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas. Untuk menjelaskan keragaman yang terbentuk, disyaratkan komponen utama mempunyai akar ciri
20 lebih dari 1 (Santoso, 2004). Berdasarkan akar ciri lebih dari 1, diperoleh 14 komponen utama yang mempu menerangkan keragaman kemiripan genetik sebesar 94.47%. Berdasarkan proporsi kumulatifnya hasil analisis menggunakan software SPSS versi 20 digunakan tiga komponen utama (KU I, KU II, dan KU III), yang dapat menjelaskan keragaman 45 karakter yang diamati sebesar 61.77%. Berdasarkan factor loading yang menjelaskan besarnya korelasi antara suatu karakter dengan komponen utama maka KU I terdiri dari 22 karakter, KU II 15 karakter dan KU III 8 karakter. Berdasarkan gabungan KU I dan KU II dengan proporsi keragaman 48.02%, dan gabungan KU I dan KU III dengan proporsi keragaman 42.92% diperoleh 3 kelompok genotipe, yaitu kelompok I BEPA05, kelompok II BEPE97 dan 28 genotipe pada kelompok III. (Gambar 3.).
Gambar 3. Pengelompokan 30 genotipe terung berdasarkan KU I dan KU III Analisis Gerombol Analisis gerombol dilakukan untuk mengelompokkan genotipe pada pada beberapa kelas tertentu berdasarkan tingkat kemiripan. Pengelompokkan didasarkan pada metode aglomeratif dimana semakin kecil koefisien maka semakin mirip antar anggota kelompok. Jarak dua genotipe terdapat pada proximity matrix yang didasarkan pada jarak euclid yang menunjukkan ketidakmiripan. Hasil analisis gerombol tersajikan pada Gambar 4. Pada pemotongan 10% ketidakmiripan, artinya pada tingkat kemiripan 90%, 30 genotipe yang diuji dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok I terdiri satu genotipe BEPA05, kelompok II terdiri dari satu genotipe yaitu BEPE97 dan 28 genotipe lain termasuk dalam kelompok III. Genotipe-genotipe kelompok III dapat dikelompokkan menjadi 2 sub kelompok berdasarkan tingkat kemiripan 93%, yaitu sub kelompok 1 terdiri dari 3 genotipe BEPC18, BEPC26, BEPC27, sedangkan sub kelompok 2 terdiri dari 25 genotipe yang lain. Genotipe BEPC82, BEPC87, BEPC83, BEPE102, BEPC41, BEPC88 mempunyai tingkat kemiripan yang tinggi. Sedangkan genotipe lain yang mempunyai kemiripan yang tinggi adalah antara BEPA41 dan BEPC86, antara BEPB61, BEPB70, BEPC 14 dan BEPB25.
21
Gambar 4. Dendogram hasil analisis gerombol 30 genotipe terung
Gambar 5. Keragaan genotipe terung kelompok I, II dan III
SIMPULAN Terdapat keragaman karakter morfologi pada 30 pada genotipe terung. Populasi asal India mempunyai banyak perbedaan dibandingkan dengan populasi asal Indonesia, Filipina, dan Cina. Karakter panjang buah, diameter buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman mempunyai nilai heritabilitas dan kemajuan genetik yang tinggi sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk kegiatan pemuliaan terung selanjutnya. Berdasarkan analisis gerombol pada nilai 10% ketidakmiripan atau 90% kemiripan genotipe serta analisis komponen utaman terhadap 45 karakter diperoleh tiga kelompok genotipe terung.
22
PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI PARAMETER GENETIK PADA TERUNG (Solanum melongena L.) DENGAN ANALISIS DIALEL PENUH ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui daya gabung, heterosis dan parameter genetik. Penelitian menggunakan 64 genotipe terung terdiri dari 28 F1, 28 F1R dan 8 tetua dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, 3 ulangan pada November 2012 - April 2013. Hasil penelitian menunjukkan ragam DGK lebih tinggi daripada DGU pada berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman. Tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah memiliki ragam DGU tinggi daripada ragam DGK. Genotipe BEP 04 relatif lebih konsisten dan memliliki daya gabung lebih tinggi daripada genotipe tetua yang lain. Tidak terjadi interaksi gen pada karakter yang diamati kecuali pada bobot per buah dan jumlah buah. Distribusi gen tersebar tidak merata pada tetua. Panjang buah, kekerasan buah dikendalikan oleh 1 kelompok gen; diameter buah, bobot per buah, jumlah buah dikendalikan oleh 2 kelompok gen; berbunga, tinggi tanaman dikendalikan 3 kelompok gen; umur panen dikendalikan oleh 4 kelompok gen, dan bobot buah per tanaman dikendalikan 5 kelompok gen. Semua karakter memiliki heritabilitas arti sempit tinggi kecuali hari untuk berbunga, umur panen, dan bobot buah per tanaman. Kata kunci: daya gabung, parameter genetik, terung
ABSTRACT Research aimed to determine the combining ability, heterosis and genetic parameters. The experiment was performed using 64 genotypes consisted of 28 F1, 28 F1R and 8 parents with a Randomized Complete Block Design, 3 replications in November 2012 - April 2013. Results showed varian of SCA higher than GCA on flowering, harvesting age and fruit weight per plant. Plant height, fruit length, fruit diameter, fruit hardness, weight per fruit and number of fruit had a varian of GCA higher than SCA. Genotype BEP 04 had relatively more consistent and had combining ability values are higher than the other. All characters had no interaction of genes except to weight per fruit and number of fruit. The genes distribution for the traits studied were unequal on each parents. Fruit length and hardness are controlled by 1 group of genes; fruit diameter, weight per fruit, number of fruit are controlled by 2 groups; flowering and plant height are controlled 3 groups, harvesting age is controlled by 4 groups, and the fruit weight per plant is controlled 5 groups. All characters had a high heritability narrow sense except to flowering age, harvesting age, and fruit weight per plant. Keyword : combining ability, eggplant, genetic parameter
23
PENDAHULUAN Daya gabung merupakan konsep penting dalam pemuliaan varietas dan eksploitasi heterosis. Heterosis merupakan keunggulan karakter hibrida dibandingkan dengan tetuanya Daya gabung merupakan kemampuan untuk berkombinasi dengan genotip yang lain dan menghasilkan keturunan yang unggul. Terdapat dua macam daya gabung yaitu daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Menurut Sujiprihati et al. (2008) dan Chaudary (1971), daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu genotipe tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Daya gabung yang diperoleh dari persilangan antara kedua tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi persilangan yang dapat memberikan keturunan lebih baik. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Falconer (1981) efek daya gabung umum dan khusus merupakan indikator penting dari nilai potensial suatu galur murni untuk kombinasi persilangan suatu hibrida. Daya gabung umum (DGU) merupakan hasil aksi gen aditif, sedangkan daya gabung khusus (DGK) merupakan kemampuan kombinasi spesifik hasil dari gen dominan dan epistasis aditif (Welsh, 1981). Besarnya daya gabung antar plasma nutfah yang digunakan sebagai tetua dan besarnya heterosis yang diperoleh oleh hibridanya berbeda-beda. Besarnya ragam daya gabung umum penting untuk diketahui karena pada kebanyakan sifat ragam DGU selalu lebih besar dari pada ragam DGK (Simpson dan Everson 1982). Hal ini berarti bahwa dalam mempengaruhi sifat, aksi gen aditif lebih berperan dibandingkan dengan gen non aditif. Pada tanaman menyerbuk sendiri, keberhasilan memproduksi benih hibrida secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda, 1990). Menurut Poehlman (1987) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur murni perlu diuji daya gabungnya guna menentukan kombinasi yang terbaik untuk produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula.
24
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Penelitian PT. BISI International, Tbk. di Desa Watugede (150 m dpl), Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur mulai November 2012 sampai April 2013. Lokasi penelitian mempunyai tekstur tanah geluh berpasir. Materi Penelitian Materi penelitian terdiri dari 8 genotipe terung koleksi PT. BISI International, Tbk hasil dari penelitian pertama yaitu BEPA11 (BEP 01), BEPA03 (BEP 04), BEPE102 (BEP 05), BEPA41 (BEP 06), BEPC86 (BEP 08), BEPC18 (BEP 10), BEPC24 (BEP 11), BEPA71 (BEP 12). Genotipe tersebut disaling-silangkan menggunakan metode persilangan dialel lengkap (8x8) (Tabel 7), sehingga terdapat 64 rekombinan F1 (28 F1 dan 28 F1 resiprok) dan 8 genotipe tetua. Tabel 7. Persilangan dialel penuh 8 tetua terung BEP 01 (A)
BEP 04 (B)
BEP 05 (C)
BEP 06 (D)
BEP 08 (E)
BEP 10 (F)
BEP 11 (G)
BEP 12 (H)
BEP 01 (A)
A/A
A/B
A/C
A/D
A/E
A/F
A/G
A/H
BEP 04 (B)
B/A
B/B
B/C
B/D
B/E
B/F
B/G
B/H
Betina / Jantan
BEP 05 (C)
C/A
C/B
C/C
C/D
C/E
C/F
C/G
C/H
BEP 06 (D)
D/A
D/B
D/C
D/D
D/E
D/F
D/G
D/H
BEP 08 (E)
E/A
E/B
E/C
E/D
E/E
E/F
E/G
E/H
BEP 10 (F)
F/A
F/B
F/C
F/D
F/E
F/F
F/G
F/H
BEP 11 (G)
G/A
G/B
G/C
G/D
G/E
G/F
G/G
G/H
BEP 12 (H)
H/A
H/B
H/C
H/D
H/E
H/F
H/G
H/H
Pelaksanaan Percobaan Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), perlakuan sebanyak 64 genotipe terung yang diulang sebanyak 3 kelompok dengan jumlah tanaman 20 tanaman setiap satuan percobaan. Pelaksanaan percobaan di lapangan dilakukan seperti pada Percobaan I Analisis Keragaman Genetik pada 30 Genotipe Terung (Solanum melongena L.) (halaman 12-13). Sebanyak 10 tanaman dalam setiap unit percobaan digunakan sebagai tanaman contoh. Pengamatan karakter agronomi utama dilakukan pada : 1. Umur berbunga (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan, bunga pertamanya mekar.
25 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Umur panen (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan telah panen buah konsumsi Tinggi tanaman (cm) Pengamatan dilakukan pada saat fase generatif, dengan cara mengukur jarak pucuk tertinggi tanaman dari permukaan. Panjang buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang per buah sampel yang telah ditentukan. Diameter buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter per buah sampel yang telah ditentukan. Kekerasan buah Pengamatan dilakukan dengan mengukur (dalam bar) kekerasan per buah sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat Penetrometer. Bobot per buah (g) Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat per buah sampel yang telah ditentukan. Jumlah buah per tanaman Hasil pengamatan jumlah buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Bobot buah per tanaman (kg) Hasil pengamatan berat buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Analisis Data
Sidik ragam gabungan yang digunakan untuk menganalisis percobaan menurut Singh dan Chaudary (1985). Analisis daya gabung menggunakan pendekatan metode I Griffing, sedangkan pendugaan parameter genetik persilangan menggunakan pendekatan Hayman (Singh dan Chaudary 1985) Analisis DGU dan DGK dengan pendekatan Metode I Griffing Pendekatan ini digunakan untuk pendugaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dengan asumsi ada pengaruh resiprokal (Tabel 8) Model linear yang digunakan adalah :
Keterangan : Yij = rata-rata genotipe i x j di atas k dan l gi = pengaruh DGU dari tetua i gj = pengaruh DGU dari tetua j Sij = pengaruh DGK dari tetua i x j rij = pengaruh resiprok = pengaruh rata-rata error Pengaruh daya gabung umum tetua dihitung dengan persamaan :
26 gi=
n
i.+
.
..
n
Pengaruh daya gabung umum tetua dihitung dengan persamaan : g=
i
i
+
i)
i
n
+
i)
+
..
n
Pengaruh daya gabung khusus tetua ke-i dan ke-j dihitung dengan persamaan : si =
i
+
i)
n
i.
+
.i +
i
+
i )+
n
..
Pengaruh resiprokal persilangan dihitung dengan persamaan : ri =
i)
i
Tabel 8. Anova ragam daya gabung untuk Metode I Griffing Sumber db KT Keragaman DGU
n-1
DGK
n(n-1)/2
Resiprokal
n(n-1)/2
Galat
(n-1)(r-1)
Σ
i. + . )2-
1/2ΣΣ i 2
Σ ΣΣ
(KT Harapan)
Y2.. ) /db
+
i + i.)+ Y2..) /db
+
sij2
+
rij2
i + i)2 /db
Nilai heterosis dan heterobeltiosis masing-masing F1 hasil persilangan full diallel dievaluasi dengan metode yang digunakan Virmani et al. (1997) berdasarkan heterosis terhadap rata-rata kedua tetua (Mid Parent Heterosis) dan rata-rata tetua terbaik (Best Parent Heterosis). MPH =
- P P
x 100%
;
BPH =
x 100%
Keterangan : MPH = Mid Parent Heterosis BPH = Best Parent Heterosis (heterobeltiosis) F1 = Penampilan rata-rata F1 MP = Penampilan rata-rata kedua tetua BP = Penampilan rata-rata tetua terbaik Pendugaan parameter genetik dengan pendekatan metode Hayman Pendekatan metode Hayman pada populasi F1, F1R dan tetua digunakan untuk analisis :
27 - Pendugaan ragam dan peragam Rata-rata tetua = ML0 = Ragamtetua = V0L0 = Ragam array = Vri = Rata rata ragam array = VILI = Peragam antara tetua dan keturunan = Wri = = Rata-rata peragam tetua dan array (W0L0)
1 n Wri n i 1
=
Perbedaan rata-rata tetua dan rata-rata semua keturunan
1 1 n (ML1 – ML0)2 = X ij X ij n n i 1; j 1 i j
2
- Uji hipotesis nilai regresi peragam pada ragam = b b=
o
r. r) ar
r)
SE (b) =[(Var(Wr)-b*(Cov(WrVr))/(Var (Vr)*(n-1)]1/2 H0: b=1 H : b≠ Jika b = 1, tidak terdapat interaksi gen non alelik - Grafik regresi ragam array dengan peragam tetua dengan keturunan. Parabola diperoleh dari persamaan : Wri = (Vri x V0L0)1/2 Regresi diperoleh dari persamaan : Wri = Wr-bVr+bVri Intersep regresi diperoleh dari persamaan : a = Wr-bVr Semakin dekat letak tetua dengan pangkal persilangan x-y, maka kandungan gen dominan relatif semakin besar, dan sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y semakin kecil kandungan gen dominannya. - Heritabilitas arti sempit (h2NS) D = V0L0 – E
28 F = 2 V0L0-4W0L01-2(n-2)E/n H1= V0L0-4W0L01+4VlLl –(3n-2)E/2 H2 =4VlLl - 4V0L1-2E h2 = 4(Mli-ML0)2-4(n-1)E/n2 Fr = 2(V0L0-W0L01+VlLl –Wr-Vr)-2(n-2)E/n S2 = ½ [Var (Wr – Vr)] SE (D) = [ (n5 + n4)/n5] * (S2) SE (F) = [ (4n5 + 20n4 – 16n3 + 16n2)/n5] * (S2) SE (H1)= [ (n5 + 41n4 – 12n3 + 4n2)/n5] * (S2) SE (H2)= [ (36n4)/n5] * (S2) SE (h2) = [ (16n4 + 16n2 – 32n + 16)/n5] * (S2) SE (E) = [ (n4)/n5] * (S2) Keterangan: D : komponen ragam karena pengaruh aditif F : nilai tengah Fr untuk semua array; Fr adalah peragam pengaruh aditif dan non aditif pada array ke-r. H1 : komponen ragam karena pengaruh dominan H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua h2 : pengaruh dominansi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous). E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan. Sehingga heritabilitas arti luas (h2BS) dan arti sempit (h2NS)
h2BS =
h2NS =
D+ D+ D+ D+
H H H H -
4 4
H H H H -
) + ) +
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus Persilangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan variabilitas genetik, memperoleh varietas baru yang lebih unggul ataupun untuk perbaikan suatu karakter pada genotipe atau galur yang diperbaiki. Analisis hasil persilangan antar genotipe yang berbeda akan memberikan informasi secara jelas daya gabung dan perilaku genetik yang terdapat pada genotipe tetua. Kuadrat tengah beberapa karakter agronomi tersaji pada Tabel 9. menunjukkan bahwa pada semua karakter yang diuji menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar genotipe terung. Hasil sidik ragam yang nyata merupakan syarat untuk dapat melakukan pendugaan daya
29 gabung menggunakan metode I Griffing dan parameter genetik lainnya dengan metode Hayman (Singh dan Chaudary 1985). Tabel 9. Kuadrat tengah beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung Sumber Keragaman Karakter Blok Genotipe Galat Derajad bebas (db) 2 63 126 Umur berbunga (HST) 0.54 43.41** 13.83 Umur panen (HST) 100.44 137.38** 15.57 Tinggi tanaman (cm) 6.5 370.88** 42.27 Panjang buah (cm) 1.79 122.25** 1.3 Diameter buah (cm) 0.1 3.62** 0.02 Kekerasan buah 0.11 0.66** 0.01 Bobot per buah (g) 118.26 310.18** 162.48 Jumlah buah per tanaman 2.26 82.38** 5.83 Bobot buah per tanaman (kg) 0.02 1.13** 0.11 Keterangan : ** berbeda nyata pada α 0.01 Daya gabung yang diperoleh dari suatu persilangan antar kedua tetua akan memberikan informasi tentang kombinasi persilangan yang dapat memberikan keturunan dengan potensi hasil tertinggi. Daya gabung umum adalah nilai ratarata dari genotipe-genotipe dalam seluruh kombinasi persilangan bila disilangkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata-rata kombinasi persilangannya mendekati nlai rata-rata keseluruhan persilangan. Nilai daya gabung umum dapat bernilai positif atau negatif tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara mengambil nilainya (Iriany 2011). Daya gabung khusus adalah penampilan kombinasi persilangan tertentu. Daya gabung khusus yang baik adalah nilai pasangan persilangan lebih baik daripada nilai rata-rata keseluruhan pasangan yang terlibat (Poehlman dan Sleeper 1995). Tabel 10. Kuadrat tengah DGU, DGK dan resiprokal beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung Sumber Keragaman Karakter yang diamati KT DGU KT DGK KT Resiprokal tn Umur berbunga 29.44 12.60** 12.60** Umur panen 195.33** 42.71** 11.50** Tinggi tanaman 731.80 tn 61.25 tn 33.96** Panjang buah 340.01** 5.66** 1.03** Diameter buah 9.57** 0.24** 0.09** Kekerasan buah 1.75** 0.06** 0.01* Bobot per buah 15,596.74** 589.77** 243.68** Jumlah buah per tanaman 157.92** 13.28** 9.03** Bobot buah per tanaman 1.36** 0.64** 0.16** Keterangan : KT = kuadrat tengah, DGU = daya gabung umum, DGK = daya gabung khusus, * = beda nyata pada α . 5, ** = beda nyata pada α .
30 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) serta resiprokalnya tersaji pada Tabel 10. dapat diketahui bahwa nilai kuadrat tengah DGU dan DGK berbeda nyata pada karakter yang diamati. Nilai DGU yang berbeda nyata menunjukkan adanya perbedaaan DGU dari genotipe tetua yang terlibat dalam persilangan. Nilai DGK yang berbeda nyata berarti terdapat perbedaan hasil kombinasi persilangan yang terjadi. Adanya efek maternal pada semua karakter yang diamati ditunjukkan oleh kuadrat tengah resiprokal yang berbeda nyata. Terdapat dugaan adanya gen di luar inti yang terlibat dalam penampilan karakter. Sehingga dalam melakukan analisis kombinasi persilangan harus disertakan resiprokalnya karena memberikan hasil yang berbeda. Pengaruh DGU yang nyata pada semua karakter yang diamati (Tabel 10.) menunjukkan bahwa adanya aksi gen aditif (Pandini et al. 2002 dalam Riyanto 2007) dan pengaruh DGK yang nyata menunjukkan adanya aksi gen non aditif (Bolanos-aquilar et al. 2001 dalam Riyanto 2007) yang berperan dalam ekspresi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman. Nilai ragam DGU dan DGK disajikan pada Tabel 11. menunjukkan bahwa karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman mempunyai ragam DGK yang lebih tinggi daripada ragam DGU dengan proporsi DGK/DGU tinggi mennjukkan bahwa pada karakter-karakter tersebut pengaruh aksi gen non aditif lebih besar daripada pengaruh aksi gen aditif. Hal ini didukung dengan nilai ragam dominan yang lebih tinggi daripada ragam aditif. Karakter tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman mempunyai ragam DGU yang lebih tinggi daripada ragam DGK. Hal ini menunjukkan bahwa pada karakter-karakter tersebut ekspresinya dipengaruhi oleh aksi gen aditif lebih besar daripada pengaruh aksi gen non aditif. Hal ini didukung dengan nilai ragam adiitif yang lebih besar daripada ragam dominan. Tabel 11. Ragam DGU, DGK, aditif, dominan dan proporsi DGK/DGU beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung Karakter Umur berbunga (HST) Umur panen (HST) Tinggi tanaman (cm) Panjang buah (cm) Diameter buah (cm) Kekerasan buah Bobot per buah (g) Jumlah buah per tanaman Bobot buah per tanaman (kg)
DGU 1.06 9.58 41.96 20.90 0.58 0.11 938.52 9.35 0.06
DGK 4.48 21.06 26.48 2.93 0.13 0.03 300.70 6.36 0.17
Ragam DGK/DGU Aditif Dominan 4.22 2.12 4.48 2.20 19.16 21.06 0.63 83.92 26.48 0.14 41.81 2.93 0.22 1.17 0.13 0.28 0.21 0.03 0.32 1,877.05 300.70 0.68 18.10 6.36 2.83 0.13 0.17
Keterangan : DGU = daya gabung umum, DGK = daya gabung khusus
31 Karakter-karakter dengan pengaruh aksi gen non aditif (dominan) yang lebih besar daripada pengaruh aksi gen aditif dapat diperbaiki dengan pembentukan varietas hibrida (Sustyanti 2001). Karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman yang lebih banyak dipengaruhi aksi gen non aditif maka dimungkinkan untuk melakukan kombinasi persilangan yang menghasilkan varietas hibrida dengan hasil tinggi dan berumur genjah. Tabel 12. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur berbunga terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
BEP 01
-0.34
1.05
-2.97
-1.12
0.87
-0.70
0.05
-1.06
BEP 04
-1.60
-1.53
-0.60
-1.69
0.21
1.00
2.06
BEP 05
-0.80
-1.87 1.87
-1.18
0.00
-1.23
-0.17
1.52
3.34
BEP 06
-0.63
0.22
0.03
-0.31
0.21
-2.36
0.33
-0.08
BEP 08
0.37
-1.30
-3.12
-1.33
-0.47
-2.11
0.97
-1.02
BEP 10
0.70
1.13
-2.28
-0.77
-1.23
-0.17
-2.24
BEP 11
2.82
2.73
0.43
2.37
-3.82
-0.73
-0.07
-4.54 -1.38
BEP 12
2.97
-6.65
-5.75
0.18
-4.15
1.20
2.40
1.16
Varian Aditif :
2.12
Varian Dominan :
4.48
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Hasil analisis nilai DGU dan DGK pada karakter umur berbunga disajikan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semua genotipe mempunyai nilai DGU yang negatif kecuali BEP 12 yang mempunyai nilai DGU tertinggi dan positif (1.16). Daya gabung dapat bernilai negatif ataupun positif. Daya gabung yang negatif menunjukkan bahwa genotipe maupun kombinasi persilangan yang diuji berperan terhadap penurunan keragaan karakter dan sebaliknya. Nilai DGU positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung umum yang baik untuk menghasilkan genotipe dengan potensi hasil yang lebih tinggi (Iriany et al. 2011). Pemilihan genotipe tetua dengan daya gabung yang baik dilakukan dengan memperhatikan prefernsi seleksi terhadap suatu karakter. Preferensi seleksi untuk karakter umur berbunga adalah pemilihan genotipe dengan umur berbunga genjah. Oleh karena itu pada karakter ini dipilih genotipe yang mempunyai keragaan lebih rendah yang ditandai dengan nilai daya gabung yang negatif. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terendah (-1.87). Hal ini menunjukkan BEP 04 mempunyai daya gabung umum terbaik karena mempunyai peranan dalam menurunkan umur berbunga jika disilangkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Persilangan yang mempunyai nilai DGK terbaik adalah BEP 12 x BEP 04 (-6.65), BEP 12 x BEP 05 (-5.75), dan BEP 10 x BEP 12 (-4.54). Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terbaik dan memberikan nilai DGK terbaik pada persilangan BEP12 x BEP 04. Karakter umur berbunga menghasilkan ragam dominan (4.48) yang lebih besar daripada ragam aditif (2.12), hal ini menunjukkan bahwa karakter umur berbunga lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen dominan.
32 Tabel 13. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter umur panen terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
BEP 01
-0.30
0.42
-0.53
0.71
1.16
-1.38
-1.36
-2.11
BEP 04
-1.55
0.52
1.64
4.33
1.71
-3.04
1.90
-3.19 3.62
-1.95
BEP 05
-1.55
-0.89
0.87
2.03
-0.74
BEP 06
-1.02
1.40
-1.62 0.47
-0.97
-1.90
-2.84
-1.61
-2.94
BEP 08
1.22
1.37
-2.83
-1.57
0.06
-2.74
-1.51
BEP 10
-1.50
1.75
-2.98
0.78
-2.02
-5.36 -0.41
-1.92
-7.17
BEP 11
3.27
1.32
-0.50
1.37
-1.02
2.13
0.15
-2.48
BEP 12
2.04
-3.55
-5.15
-0.09
-4.87
4.03
1.61
2.90
Varian Aditif :
19.16
Varian Dominan :
21.06
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Hasil analisis nilai DGU dan DGK pada karakter umur panen disajikan pada Tabel 13. menunjukkan bahwa semua genotipe mempunyai nilai DGU yang negatif kecuali BEP 12 yang mempunyai nilai DGU tertinggi dan positif (2.90). Karakter umur panen mempunyai preferensi untuk seleksi yang sama dengan umur berbunga, menghendaki dimana nilai DGU dan DGK terendah yang mempunyai implikasi pada umur panen yang genjah. Nilai DGU terbaik diperoleh pada BEP 04 (-3.19) dan BEP 05 (-1.62). Hasil persilangan yang menghasilkan nilai DGK terbaik berturut-turut BEP 08 x BEP 10 (-5.36), BEP 12 x BEP 05 (-5.15) dan BEP 12 x BEP 08 (-4.87). Karakter umur panen menghasilkan varian dominan (23.03) yang lebih besar daripada varian aditif (12.00), hal ini menunjukkan bahwa karakter umur panen lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen dominan (gen-gen non alelik). Nilai DGU dan DGK karakter tinggi tanaman tersaji pada Tabel 14. Seperti halnya karakter umur berbunga dan umur panen, karakter tinggi tanaman memiliki preferensi pada keragaan tanaman yang rendah. Tabel 14. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter tinggi tanaman terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
0.03
-0.11
4.29
3.75
-0.42
2.78
-5.29
2.62
BEP 04
1.32
-5.92
-4.56
4.86
3.81
2.21
0.01
1.78
BEP 05
-0.18
-1.14
0.44
-4.55
6.18
-1.94
5.01
-0.98
BEP 06
4.17
2.77
6.35
-2.91
-10.31
3.87
5.26
-3.45
BEP 08
-0.07
-1.92
-4.15
-4.45
4.18
5.05
-4.34
5.29
BEP 10
-3.42
-5.17
1.72
-2.62
-2.83
6.79
5.57
-0.82
BEP 11
-6.53
-6.22
0.92
-7.05
-2.25
0.75
3.67
5.26
-9.71
6.67
2.58
-3.23
0.57
4.02
-0.55
1.06
BEP 01
BEP 12
Varian Aditif :
83.92
Varian Dominan :
26.48
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
33 Daya gabung terbaik adalah yang mempunyai nilai negatif dimana genotipe yang mempunyai nilai daya gabung negatif akan berkontribusi dalam menurunkan tinggi tanaman. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU terbaik -5.92, Jika disilangkan dengan genotipe lain, BEP 04 mempunyai kontribusi menurunkan ukuran tinggi tanaman pada keturunannya. Nilai DGK terbaik dihasilkan oleh persilangan BEP06 x BEP 08 (-10.31), BEP 12 x BEP01 (-9.31), BEP 11 x BEP 06 (-7.05). Nilai DGU yang terbaik ternyata tidak selamanya diikuti oleh nilai DGK-nya. Karakter tinggi tanaman lebih banyak dipengaruhi oleh aksi gen aditif daripada aksi gen non aditif, ini ditunjukkan oleh ragam DGU (41.96) dan ragam aditif (83.92) yang lebih tinggi dari pada ragam DGK (26.48) dan ragam dominan (26.48). Karakter panjang buah mempunyai nilai DGU dan DGK tersaji pada Tabel 15. Nilai DGU terbaik terdapat pada genotipe BEP 12 (3.69), BEP 01 (3.04) dan BEP 08 (3.06). Menurut Sujiprihati et al. (2008), daya gabung umum (DGU) yang besar dan positif menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai daya gabung yang baik. Nilai DGU yang negatif berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung (rata-rata) yang lebih rendah dibandingkan dengan tetua-tetua lain. Nilai DGK terbaik terdapat pada persilangan BEP 05 x BEP 11 (2.87), BEP 04 x BEP 10 (BEP 2.81), dan BEP 01 x BEP 12 (2.64). Panjang buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan, ini menunjukkan bahwa panjang buah lebih dipengaruhi oleh aksi gen aditif daripada aksi gen non aditif. Tabel 15. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter panjang buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing Tabe
BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
BEP 01
-1.95
0.74
1.58
0.48
-1.52
-1.32
BEP 04
3.04 0.21
-3.27
-0.67
-0.89
-1.26
0.82
BEP 05
-1.29
-0.65
2.37
0.74
0.15
2.81 0.43
2.64 -2.91
BEP 06
1.07
-0.24
1.17
2.42
0.92
BEP 08
-0.93
0.12
-0.12
0.04
-1.04
0.09
2.87 0.06
-0.78
-0.86
1.09
0.22
BEP 10
0.45
0.63
0.81
-0.35
3.06 -0.63
0.02
0.22
1.02
BEP 11
-0.20
-0.12
0.86
-0.03
0.40
-1.18
0.95
0.99
BEP 12
0.42
0.80
1.27
-0.37
0.10
1.40
-0.39
3.69
Varian Aditif :
41.81
Varian Dominan :
2.93
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Nilai DGU dan DGK karakter diameter buah tersaji pada Tabel 16. Genotipe BEP 10 mempunyai nilai DGU (0.38) terbesar dan positif, hal ini menunjukkan bahwa BEP 10 akan memberikan kontribusi menghasilkan ukuran diameter yang besar jika disilangkan dengan genotipe tetua lainnya. Persilangan BEP 04 x BEP 08, BEP 10 x BEP 11 dan BEP 04 x BEP 11 menghasilkan nilai DGK lebih tinggi daripada persilangan yang lain, berturut-turut 0.59, 0.44 dan 0.41. Diameter buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan, ini menunjukkan bahwa aksi gen aditif mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam menentukan ekspresi ukuran diameter buah.
34 Tabel 16. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter diameter buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
-0.52
0.27
0.15
-0.18
-0.13
0.24
-0.16
-0.11
BEP 04
0.08
-0.02
0.05
0.30
-0.15
-0.05
-0.75
-0.22
0.59 0.04
-0.58
BEP 05
0.00
0.41 -0.10
-0.02
BEP 06
0.01
0.03
-0.01
-0.16
-0.01
0.36
0.15
0.00
BEP 08
-0.05
-0.09
-0.18
0.13
-0.35
-0.29
0.00
0.14
BEP 10
0.20
-0.89
0.13
0.08
-0.41
0.00
0.06
0.12
0.08
0.02
0.38 0.03
0.44 0.01
-0.19
BEP 11 BEP 12
-0.01
0.20
0.13
0.05
0.00
-0.18
0.02
-0.70
BEP 01
Varian Aditif :
1.17
Varian Dominan :
0.42
-0.13
0.13
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Nilai DGU dan DGK karakter kekerasan buah tersaji pada Tabel 17. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU (0.21) terbesar dan positif, hal ini menunjukkan bahwa BEP 04 akan memberikan kontribusi meningkatkan kekerasan buah jika disilangkan dengan genotipe tetua lainnya. Persilangan BEP 04 x BEP 08, BEP 04 x BEP 12 dan BEP 04 x BEP 06 menghasilkan nilai DGK lebih tinggi daripada persilangan yang lain, berturut-turut 0.31, 0.30 dan 0.21. Genotipe BEP 04 mempunyai nilai DGU tinggi dan beberapa nilai DGK yang tinggi, sehingga BEP 04 dapat dijadikan tetua untuk menghasilkan tekstur buah yang keras. Kekerasan buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan, ini menujunkkan bahwa aksi gen aditif mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam menentukan ekspresi ukuran diameter buah. Tabel 17. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter kekerasan buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
BEP 01
-0.23
0.14
0.03
-0.12
-0.02
0.15
-0.05
-0.08
BEP 04
-0.02
0.31 0.00
-0.17
-0.13
0.21 0.09
-0.18
-0.02
0.21 -0.01
0.05
BEP 05
-0.12
-0.08
0.30 -0.09
BEP 06
-0.11
-0.01
0.10
-0.22
-0.24
-0.02
-0.10
0.01
BEP 08
0.01
-0.01
-0.08
-0.04
-0.27
-0.11
0.03
-0.02
BEP 10
0.02
0.00
-0.03
0.08
-0.01
-0.01
0.18
-0.08
BEP 11
0.03
0.00
0.03
-0.02
-0.03
0.02
-0.01
-0.02
BEP 12
0.03
0.00
-0.13
-0.05
-0.06
0.04
0.13
-0.24
Varian Aditif :
0.21
Varian Dominan :
0.03
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Pada karakter bobot per buah nilai DGU tertinggi dicapai BEP 06 sebesar 16.17, selengkapnya tersaji pada Tabel 18. Hal ini menunjukkan bahwa BEP 06 mempunyai kontribusi meningkatkan bobot per buah jika disilangkan dengan tetua lainnya. Sedangkan persilangan BEP 06 x BEP10, BEP 04 x BEP12 dan
35 BEP 01 x BEP 10 memberikan nilai DGK yang tinggi berturut-turut 29.40, 21.01 dan 16.93. Tabel 18. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter bobot per buah terung berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
BEP 01
-10.64
5.72
3.25
5.42
-3.14
1.79
-15.54
BEP 04
5.32
-25.01
6.97
-3.23
11.21
16.93 -22.33
-10.77
BEP 05
-19.15
-5.10
-21.35
-16.03
-10.26
7.02
19.45
21.01 -11.43
BEP 06
1.85
-6.06
3.40
-7.01
-0.09
-6.52
-3.03
5.44
29.40 -16.29
14.35
BEP 08
16.17 12.00
23.09
8.78
2.11
BEP 10
4.77
-10.14
20.83
5.22
-30.93
10.60
3.43
14.98
BEP 11
-6.90
-2.98
5.71
3.66
-6.53
3.02
9.21
10.87
BEP 12
-25.75
2.89
16.09
-2.89
4.78
-8.56
3.19
-7.01
Varian Aditif :
1877.05
Varian Dominan :
300.70
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Jumlah buah per tanaman mempunyai nilai DGU dan DGK yang bernilai positif dan negatif tersaji pada Tabel 19. Nilai DGU tinggi dicapai oleh BEP 04 (3.84), BEP 01 (2.75) dan BEP 05 (1.94). Hal ini menunjukkan genotipe-genotipe tersebut mempunyai potensi meningkatkan jumlah buah pertanaman keturunannya jika disilangkan dengan tetua. Persilangan yang mempunyai DGK tinggi dicapai oleh BEP 01 x BEP 05 (4.62), BEP 05 x BEP 01 (3.68) dan BEP 01 x BEP 12 (3.63). Nilai ragam aditif (18.10) yang lebih besar daripada ragam dominan (6.36) menunjukkan bahwa jumlah buah per tanaman ekspresinya lebih dipengaruhi oleh aksi gen aditif. Tabel 19. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter jumlah buah terung per tanaman berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01 BEP 04 BEP 05
BEP 01
BEP 04
2.75 0.93
0.13 3.84 2.98
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
4.62 3.83
-0.23
-1.35
-1.08
-1.68
0.15
1.02
0.77
0.78
3.63 -4.14
1.94
2.63
0.84
-1.98
-2.69
-0.52
BEP 06
3.68 0.78
-1.89
-1.98
1.15
-0.37
-0.20
1.46
1.75
BEP 08
-2.21
0.10
-0.16
-0.43
0.28
3.62
-0.85
-1.64
BEP 10
-0.62
-0.10
-1.02
0.18
3.16
-0.22
0.53
1.63
BEP 11
-1.58
-0.19
-0.41
-1.32
1.97
-0.68
-0.81
2.77
BEP 12
3.46
6.87
-1.58
-0.38
1.43
-1.69
-1.75
-0.14
Varian Aditif :
18.10
Varian Dominan :
6.36
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Nilai DGU dan DGK bobot buah per tanaman tersaji pada Tabel 20. Nilai DGU tinggi berturut-turut terdapat pada genotipe BEP 06 (0.44), BEP 01 (0.28), BEP 04 (0.26). Sedangkan nilai DGK tinggi diperoleh pada persilangan BEP 12 x
36 BEP 04 (0.97), BEP 11 x BEP12 (0.56) dan BEP 04 x BEP 08 (0.53). Ragam dominan yang lebih tinggi daripada ragam aditif menunjukkan bahwa pengaruh aksi gen dominan lebih besar daripada aksi gen aditif sehingga akan menghasilkan nilai heterosis yang tinggi. Tabel 20. Nilai duga DGU dan DGK pada karakter bobot buah terung per tanaman berdasarkan analisis metode I Griffing BEP 01
BEP 04
BEP 05
BEP 06
BEP 08
BEP 10
BEP 11
BEP 12
0.03
0.44
0.25
-0.10
0.18
-0.14
0.03
BEP 04
0.28 0.23
0.11
0.16
0.17
-0.20
-0.05
0.09
0.25
0.53 0.19
-0.07
BEP 05
0.26 0.13
-0.05
0.02
-0.20
BEP 06
0.19
-0.41
-0.22
0.09
0.22
0.35
0.21
BEP 08
-0.38
-0.09
-0.05
0.44 0.02
0.18
0.34
-0.32
-0.27
BEP 10
-0.07
-0.18
0.10
0.11
0.23
0.14
-0.06
0.45
BEP 11
-0.35
-0.07
-0.01
-0.26
0.39
-0.12
0.04
BEP 12
-0.21
0.97
0.08
-0.11
0.29
-0.42
-0.30
0.56 0.01
BEP 01
Varian Aditif :
0.13
Varian Dominan :
0.17
Keterangan : angka yang diarsir merupakan nilai DGU dari genotipe yang terdapat pada kolom atau baris yang sama
Heterosis dan Heterobeltiosis Sejak fenomena heterosis ditemukan pada jagung yang dimanfaatkan dalam pembentukan varietas hibrida, mendorong pemulia menggunakan pada tanaman lain seperti terung (Bailey dan Munson 1891, Bayla 1918 dalam Shafeeq 2007), tomat, mentimun, dan lain-lain (Dahlan et al. 1998). Variasi penampilan gejala heterosis bervariasi tergantung pada materi yang digunakan. Variasi gejala heterosis dapat berupa keturunan yang memperlihatkan pertumbuhan yang lebih subur dan terkadang lebih genjah, sampai dengan pertumbuhan keturunan yang lemah akibat persilangan yang melebar misalnya persilangan antar spesies ataupun antar genera. Heterosis (MPH), heterobeltiosis (BPH) dapat bernilai positif dan negatif nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter yang diamati diketahui nilai heterosis tinggi tidak selalu diikuti oleh nilai heterobeltiosis yang tinggi selengkapnya tersaji pada Tabel 21 hingga Tabel 29. Preferensi konsumen pada karakter umur berbunga menghendaki umur yang genjah sehingga menghendaki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang negatif. Nilai negatif bermakna bahwa keturunan yakan mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan rata-rata kedua tetuanya ataupun tetua terbaik. Persilangan yang menghasilkan nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) terendah diperoleh dari genotipe tetua BEP 12 dengan BEP 10 sebesar -32.41%; -27.43% (Tabel 21.) Hal ini bermakna bahwa umur berbunga keturunan akan lebih rendah 32.41% dibandingkan rata-rata kedua tetua dan menurunkan 27.43% dari rata-rata tetua terbaiknya. Sedangkan persilangan tetua BEP 04 dan BEP 11 menghasilkan nilai BPH 32.30% artinya bahwa umur berbunga keturunan akan bertambah 32.30% dari rata-rata tetua terbaiknya. Heterosis pada karakter umur berbunga,
37 umur panen dan tinggi tanaman dikehendaki bernilai negatif sehingga persilangan tetua akan menghasilkan keturunan yang mempunyai karakter lebih rendah sebesar nilai heterosisnya. Terdapat lima persilangan yang memiliki heterosis dan heterobeltiosis terbaik BEP 12 x BEP 10 (-32.41%; -27.34%), BEP 08 x BEP 10 (-28.71%; -21.25%), BEP 06 x BEP 10 (-28.01%; -19.39%), BEP 08 x BEP 12 (23.29%; -21.35%), BEP 10 x BEP 12 (-26.41%, -20.86%). Tabel 21. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) umur berbunga terung
Umur berbunga (HST) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hibrida BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
P1
P2
34.13 34.13 34.13 34.13 34.13 34.13 34.13 24.67 24.67 24.67 24.67 24.67 24.67 24.67
24.67 27.17 31.80 26.73 34.73 28.93 35.60 32.17 43.05 30.70 32.40 34.30 37.40 34.40 34.13 30.37 31.80 28.30 34.73 27.77 35.60 25.40 43.05 29.50 32.40 32.63 37.40 25.37 34.13 28.33 24.67 24.57 34.73 30.97 35.60 26.83 43.05 28.50 32.40 33.63 37.40 30.33 34.13 30.20 24.67 27.33 31.80 30.90 35.60 30.23 43.05 28.00 32.40 34.57 37.40 33.03
31.80 31.80 31.80 31.80 31.80 31.80 31.80 34.73 34.73 34.73 34.73 34.73 34.73 34.73
F1
MPH (%) -7.60 -18.91 -15.97 -7.74 -20.45 3.11 -3.82 3.29 0.24 -6.51 -15.71 -12.87 14.37 -18.26 -14.05 -12.99 -6.91 -20.38 -23.85 4.78 -12.33 -12.29 -7.97 -7.11 -14.03 -28.01 2.98 -8.41
Umur berbunga (HST) BPH (%) 10.14 -15.93 -15.23 -5.76 -10.06 5.86 0.78 23.11 14.73 12.57 2.97 19.59 32.30 2.84 -10.90 -0.41 -2.62 -15.62 -10.38 5.77 -4.61 -11.52 10.81 -2.83 -12.96 -19.39 6.69 -4.89
No.
Hibrida
29 BEP 08 x BEP 01 30 BEP 08 x BEP 04 31 BEP 08 x BEP 05 32 BEP 08 x BEP 06 33 BEP 08 x BEP 10 34 BEP 08 x BEP 11 35 BEP 08 x BEP 12 36 BEP 10 x BEP 01 37 BEP 10 x BEP 04 38 BEP 10 x BEP 05 39 BEP 10 x BEP 06 40 BEP 10 x BEP 08 41 BEP 10 x BEP 11 42 BEP 10 x BEP 12 43 BEP 11 x BEP 01 44 BEP 11 x BEP 04 45 BEP 11 x BEP 05 46 BEP 11 x BEP 06 47 BEP 11 x BEP 08 48 BEP 11 x BEP 10 49 BEP 11 x BEP 12 50 BEP 12 x BEP 01 51 BEP 12 x BEP 04 52 BEP 12 x BEP 05 53 BEP 12 x BEP 06 54 BEP 12 x BEP 08 55 BEP 12 x BEP 10 56 BEP 12 x BEP 11
P1
P2
F1
35.60 35.60 35.60 35.60 35.60 35.60 35.60 43.05 43.05 43.05 43.05 43.05 43.05 43.05 32.37 32.37 32.37 32.37 32.37 32.37 32.37 37.43 37.43 37.43 37.43 37.43 37.43 37.43
34.13 31.43 24.67 28.00 31.80 33.07 34.73 32.90 43.05 28.03 32.40 29.27 37.40 28.00 34.13 29.30 24.67 27.23 31.80 33.05 34.73 29.53 35.60 30.50 32.40 28.90 37.40 29.60 34.13 28.67 24.67 27.17 31.80 32.77 34.73 29.83 35.60 36.90 43.05 30.37 37.40 34.70 34.13 28.47 24.67 38.67 31.80 41.83 34.73 32.67 35.60 36.30 43.05 27.20 32.40 29.90
MPH (%) -9.85 -7.08 -1.87 -6.45 -28.71 -13.92 -23.29 -24.08 -19.57 -11.69 -24.06 -22.44 -23.39 -26.41 -13.79 -4.73 2.13 -11.08 8.58 -19.47 -0.53 -20.45 24.53 20.85 -9.47 -0.59 -32.41 -14.37
Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
BPH (%) -7.91 13.51 3.99 -5.28 -21.25 -9.67 -21.35 -14.16 10.41 3.93 -14.97 -14.33 -10.80 -20.86 -11.43 10.14 3.04 -7.83 14.01 -6.18 7.21 -16.60 56.76 31.55 -5.95 1.97 -27.34 -7.72
38 Persilangan BEP 12 dan BEP 10 pada karakter umur panen mempunyai heterobeltiosis terendah -25.34% (Tabel 22.), hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi penurunan umur panen sebesar 25.34% pada hasil persilangan dibandingkan rata-rata tetua terbaiknya. Sedangkan heterobeltiosis tertinggi diperoleh persilangan BEP 04 dengan BEP 10 sebesar 35.84%, ini artinya persilangan tersebut akan menambah umur panen sebesar 35.84% dibandingkan rata-rata tetua terbaiknya. Terdapat tiga persilangan yang mempunyai heterosis dan heterobeltiosis terbaik BEP 12 x BEP 10 (-35.09%; -25.34%), BEP 08 x BEP 10 (-26.92%, -25.82%), Bep 10 x BP 06 (-22.48, -20.44%). Tabel 22. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) umur panen terung Umur panen (HST) No.
Hibrida
Umur panen (HST) No.
Hibrida
MPH BPH MPH BPH P1 P2 F1 (%) (%) (%) (%) 1 BEP 01 x BEP 04 60.70 41.67 50.33 -1.66 20.80 29 BEP 08 x BEP 01 71.30 60.70 59.60 -9.70 -1.81 2 BEP 01 x BEP 05 60.70 60.33 58.97 -2.56 -2.27 30 BEP 08 x BEP 04 71.30 41.67 53.77 -4.81 29.04 3 BEP 01 x BEP 06 60.70 65.73 56.57 -10.52 -6.81 31 BEP 08 x BEP 05 71.30 60.33 61.57 -6.46 2.04 4 BEP 01 x BEP 08 60.70 71.30 62.03 -6.01 2.20 32 BEP 08 x BEP 06 71.30 65.73 58.57 -14.52 -10.90 5 BEP 01 x BEP 10 60.70 69.20 53.80 -17.17 -11.37 33 BEP 08 x BEP 10 71.30 69.20 51.33 -26.93 -25.82 6 BEP 01 x BEP 11 60.70 68.13 61.60 -4.37 1.48 34 BEP 08 x BEP 11 71.30 68.13 57.97 -16.85 -14.92 7 BEP 01 x BEP 12 60.70 90.00 63.75 -15.39 5.02 35 BEP 08 x BEP 12 71.30 90.00 59.47 -26.27 -16.60 8 BEP 04 x BEP 01 41.67 60.70 53.43 4.40 28.24 36 BEP 10 x BEP 01 69.20 60.70 56.80 -12.55 -6.43 9 BEP 04 x BEP 05 41.67 60.33 53.10 4.12 27.44 37 BEP 10 x BEP 04 69.20 41.67 53.10 -4.21 27.44 10 BEP 04 x BEP 06 41.67 65.73 52.63 -1.99 26.32 38 BEP 10 x BEP 05 69.20 60.33 60.50 -6.59 0.28 11 BEP 04 x BEP 08 41.67 71.30 56.50 0.03 35.60 39 BEP 10 x BEP 06 69.20 65.73 52.30 -22.48 -20.44 12 BEP 04 x BEP 10 41.67 69.20 56.60 2.10 35.84 40 BEP 10 x BEP 08 69.20 71.30 55.37 -21.19 -19.99 13 BEP 04 x BEP 11 41.67 68.13 56.57 3.04 35.76 41 BEP 10 x BEP 11 69.20 68.13 58.97 -14.12 -13.45 14 BEP 04 x BEP 12 41.67 90.00 51.07 -22.43 22.56 42 BEP 10 x BEP 12 69.20 90.00 59.73 -24.96 -13.68 15 BEP 05 x BEP 01 60.33 60.70 55.17 -8.84 -8.56 43 BEP 11 x BEP 01 68.13 60.70 55.07 -14.51 -9.28 16 BEP 05 x BEP 04 60.33 41.67 45.87 -10.07 10.08 44 BEP 11 x BEP 04 68.13 41.67 53.93 -1.76 29.44 17 BEP 05 x BEP 06 60.33 65.73 55.77 -11.53 -7.57 45 BEP 11 x BEP 05 68.13 60.33 62.20 -3.17 3.09 18 BEP 05 x BEP 08 60.33 71.30 55.90 -15.07 -7.35 46 BEP 11 x BEP 06 68.13 65.73 55.97 -16.38 -14.86 19 BEP 05 x BEP 10 60.33 69.20 54.53 15.80 -9.61 47 BEP 11 x BEP 08 68.13 71.30 60.00 -13.94 -11.94 20 BEP 05 x BEP 11 60.33 68.13 61.20 -4.72 1.44 48 BEP 11 x BEP 10 68.13 69.20 54.70 -20.34 -19.72 21 BEP 05 x BEP 12 60.33 90.00 57.90 -22.97 -4.03 49 BEP 11 x BEP 12 68.13 90.00 65.02 -17.76 -4.57 22 BEP 06 x BEP 01 65.73 60.70 58.60 -7.30 -3.46 50 BEP 12 x BEP 01 90.00 60.70 59.67 -20.81 -1.70 23 BEP 06 x BEP 04 65.73 41.67 49.83 -7.20 19.60 51 BEP 12 x BEP 04 90.00 41.67 58.17 -11.65 39.60 24 BEP 06 x BEP 05 65.73 60.33 54.83 -13.01 -9.12 52 BEP 12 x BEP 05 90.00 60.33 68.20 -9.27 13.04 25 BEP 06 x BEP 08 65.73 71.30 55.43 -19.10 -15.67 53 BEP 12 x BEP 06 90.00 65.73 60.22 -22.66 -8.39 26 BEP 06 x BEP 10 65.73 69.20 53.87 -20.16 -18.05 54 BEP 12 x BEP 08 90.00 71.30 69.20 -14.20 -2.95 27 BEP 06 x BEP 11 65.73 68.13 58.70 -12.30 -10.70 55 BEP 12 x BEP 10 90.00 69.20 51.67 -35.09 -25.34 28 BEP 06 x BEP 12 65.73 90.00 60.03 -22.90 -8.67 56 BEP 12 x BEP 11 90.00 68.13 61.80 -21.84 -9.29 Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
P1
P2
F1
39 Tabel 23. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) tinggi tanaman terung Tinggi tanaman (cm) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hibrida BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
P1
P2
F1
117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 91.20 91.20 91.20 91.20 91.20 91.20 91.20 117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 117.43 117.90 117.90 117.90 117.90 117.90 117.90 117.90
91.20 117.43 117.90 131.27 127.50 119.57 115.93 117.43 117.43 117.90 131.27 127.50 119.57 115.93 117.43 91.20 117.90 131.27 127.50 119.57 115.93 117.43 91.20 117.43 131.27 127.50 119.57 115.93
113.33 127.07 129.10 130.30 134.00 116.23 118.25 110.70 104.35 115.90 119.77 118.77 108.93 120.87 127.43 106.63 120.90 130.73 132.33 131.90 124.87 120.77 110.37 108.20 112.17 132.03 122.40 114.80
MPH (%) 8.64 8.20 9.72 4.78 9.42 -1.91 1.34 6.12 0.03 10.86 7.67 8.61 3.37 16.70 8.52 2.22 2.75 5.13 8.06 11.31 7.01 2.63 5.56 -8.05 -9.97 7.61 3.09 -1.81
Tinggi tanaman (cm) BPH (%) 24.27 8.20 9.93 10.96 14.11 -1.02 2.00 21.38 14.42 27.08 31.32 30.23 19.44 32.53 8.52 16.92 2.95 11.33 12.69 12.32 7.71 2.84 21.02 -7.86 -4.86 11.99 3.82 -0.98
No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Hibrida BEP 08 x BEP 01 BEP 08 x BEP 04 BEP 08 x BEP 05 BEP 08 x BEP 06 BEP 08 x BEP 10 BEP 08 x BEP 11 BEP 08 x BEP 12 BEP 10 x BEP 01 BEP 10 x BEP 04 BEP 10 x BEP 05 BEP 10 x BEP 06 BEP 10 x BEP 08 BEP 10 x BEP 11 BEP 10 x BEP 12 BEP 11 x BEP 01 BEP 11 x BEP 04 BEP 11 x BEP 05 BEP 11 x BEP 06 BEP 11 x BEP 08 BEP 11 x BEP 10 BEP 11 x BEP 12 BEP 12 x BEP 01 BEP 12 x BEP 04 BEP 12 x BEP 05 BEP 12 x BEP 06 BEP 12 x BEP 08 BEP 12 x BEP 10 BEP 12 x BEP 11
P1
P2
131.27 131.27 131.27 131.27 131.27 131.27 131.27 127.50 127.50 127.50 127.50 127.50 127.50 127.50 119.57 119.57 119.57 119.57 119.57 119.57 119.57 115.93 115.93 115.93 115.93 115.93 115.93 115.93
117.43 91.20 117.43 117.90 127.50 119.57 115.93 117.43 91.20 117.43 117.90 131.27 119.57 115.93 117.43 91.20 117.43 117.90 131.27 119.57 115.93 117.43 91.20 117.43 117.90 131.27 127.50 119.57
F1 130.43 123.60 139.03 121.07 142.60 127.20 136.93 140.83 129.10 128.90 137.27 148.27 143.97 138.13 129.30 121.37 130.07 136.50 131.70 142.47 133.06 137.67 107.53 119.70 121.27 135.80 130.10 134.17
MPH (%) 4.89 11.12 11.81 -2.82 10.22 1.42 10.79 15.00 18.06 5.25 11.87 14.59 16.54 13.49 9.11 -4.27 23.42 15.19 10.92 15.33 13.00 17.98 3.83 2.59 3.72 9.87 6.89 13.94
BPH (%) 11.07 35.53 18.39 2.69 11.84 6.38 18.11 19.93 41.56 9.76 16.43 16.29 20.41 19.15 10.11 33.08 10.76 15.78 10.15 19.15 14.77 18.75 17.91 3.25 4.60 17.14 12.22 15.73
Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
Persilangan BEP 06 dengan BEP 05 menghasilkan heterobeltiosis terendah 7.86% (Tabel 23.), ini bermakna persilangan kedua tetua tersebut akan mempunyai ukuran tinggi tanaman lebih pendek sebesar 7.86% daripada rata-rata tetuanya terbaiknya. Persilangan BEP 10 dengan BEP 04 memiliki nilai heterosis tertinggi 41.56% (Tabel 23.), ini bermakna bahwa akan terjadi peningkatan tinggi tanaman sebesar 41.56% dibandingkan rata-rata tetua terbaiknya. Terdapat tiga persilangan yang menunjukkan penurunan tinggi tanaman terhadap rata-rata tetua terbaiknya yaitu persilangan BEP 06 x BEP 08 (-4.86%), BEP 01 x BEP 11 (-1.02%), BEP 06 x BEP 12 (-0.98%).Karakter panjang buah mempunyai nilai heterosis dan heterobeltiosis positif dan negatif seperti tersaji pada Tabel 24. Terdapat tiga puluh sembilan persilangan yang memiliki nilai heterobeltiosis negatif. Dalam kelompok heterobeltiosis negatif tesebut, genotipe BEP 04 terlibat dalam banyak persilangan baik sebagai tetua betina maupun sebagai tetua jantan. Hal ini menunjukkan bahwa BEP 04 diduga mempunyai kontribusi besar dalam menurunkan panjang buah daripada rata-rata kedua tetua. Nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi dicapai pada persilangan BEP 05 x BEP 11 sebesar 36.29% dan 23.72%, hal ini bermakna peningkatan panjang buah sebesar 23.72%
40 terhadap rerata tetua terbaiknya dan 36.29% terhadap rata-rata kedua tetua. Persilangan yang mempunyai nilai heterobeltiosis terendah tetua BEP 11 x BEP 04 sebesar -55.16%, dengan nilai heterosis 26.57% artinya terjadi penurunan panjang buah sebesar 55.16% terhadap rata-rata tetua terbaik dan 26.57% dari rata-rata kedua tetua. Tabel 24. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) panjang buah terung Panjang buah (cm) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hibrida BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
P1
P2
F1 H (%)
27.12 27.12 27.12 27.12 27.12 27.12 27.12 6.44 6.44 6.44 6.44 6.44 6.44 6.44 20.37 20.37 20.37 20.37 20.37 20.37 20.37 23.20 23.20 23.20 23.20 23.20 23.20 23.20
6.44 20.37 23.20 27.88 13.52 16.61 29.13 27.12 20.37 23.20 27.88 13.52 16.61 29.13 27.12 6.44 23.20 27.88 13.52 16.61 29.13 27.12 6.44 20.37 27.88 13.52 16.61 29.13
13.35 25.13 29.49 27.23 20.72 22.05 32.51 12.92 11.66 13.02 13.87 12.55 11.58 14.67 27.70 12.96 26.65 25.62 20.92 25.20 27.58 27.36 13.51 24.31 27.73 20.61 22.67 28.37
-20.48 5.81 17.18 -0.98 1.96 0.86 15.60 -23.01 -12.99 -12.16 -19.19 25.69 0.50 -17.53 16.65 -3.35 22.33 6.21 23.45 36.29 11.45 8.71 -8.86 11.60 8.56 12.21 13.88 8.42
16.78 23.75 25.16 27.50 20.32 21.87 28.13 16.78 13.41 14.82 17.16 9.98 11.53 17.79 23.75 13.41 21.79 24.12 16.94 18.49 24.75 25.16 14.82 21.79 25.54 18.36 19.91 26.17
Panjang buah (cm) MPH (%) -20.48 5.81 17.18 -0.98 1.96 0.86 15.60 -23.01 -12.99 -12.16 -19.19 25.69 0.50 -17.53 16.65 -3.35 22.33 6.21 23.45 36.29 11.45 8.71 -8.86 11.60 8.56 12.21 13.88 8.42
BPH (%) -50.80 -7.36 8.71 -2.32 -23.61 -18.69 11.62 -52.36 -42.73 -43.88 -50.25 -7.21 -30.26 -49.64 2.12 -36.39 14.85 -8.10 2.70 23.72 -5.31 0.86 -41.77 4.77 -0.54 -11.20 -2.30 -2.60
No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Hibrida BEP 08 x BEP 01 BEP 08 x BEP 04 BEP 08 x BEP 05 BEP 08 x BEP 06 BEP 08 x BEP 10 BEP 08 x BEP 11 BEP 08 x BEP 12 BEP 10 x BEP 01 BEP 10 x BEP 04 BEP 10 x BEP 05 BEP 10 x BEP 06 BEP 10 x BEP 08 BEP 10 x BEP 11 BEP 10 x BEP 12 BEP 11 x BEP 01 BEP 11 x BEP 04 BEP 11 x BEP 05 BEP 11 x BEP 06 BEP 11 x BEP 08 BEP 11 x BEP 10 BEP 11 x BEP 12 BEP 12 x BEP 01 BEP 12 x BEP 04 BEP 12 x BEP 05 BEP 12 x BEP 06 BEP 12 x BEP 08 BEP 12 x BEP 10 BEP 12 x BEP 11
P1
P2
F1
27.88 27.88 27.88 27.88 27.88 27.88 27.88 13.52 13.52 13.52 13.52 13.52 13.52 13.52 16.61 16.61 16.61 16.61 16.61 16.61 16.61 29.13 29.13 29.13 29.13 29.13 29.13 29.13
27.12 6.44 20.37 23.20 13.52 16.61 29.13 27.12 6.44 20.37 23.20 27.88 16.61 29.13 27.12 6.44 20.37 23.20 27.88 13.52 29.13 27.12 6.44 20.37 23.20 27.88 13.52 16.61
29.10 13.63 25.85 27.64 20.29 23.04 30.57 19.82 11.28 19.30 21.30 21.55 16.63 25.89 22.44 11.82 23.49 22.73 22.23 18.98 25.86 31.68 13.06 25.05 29.12 30.37 23.09 26.63
MPH (%) 5.81 -20.60 7.16 8.21 -1.98 3.56 7.23 -2.49 12.98 13.93 15.97 4.12 10.37 21.41 2.64 2.58 27.02 14.18 -0.07 2.22 -39.59 12.63 -26.57 1.20 11.27 6.53 8.30 16.47
BPH (%) 4.38 -51.12 -7.27 -0.86 -27.22 -17.37 4.93 -26.94 -16.59 -5.22 -8.23 -22.69 0.10 -11.11 -17.25 -28.82 15.29 -2.04 -20.27 14.25 -11.23 8.75 -55.16 -14.02 -0.04 4.25 -20.72 -8.56
Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
Terdapat beberapa persilangan yang mempunyai heterosis negatif pada diameter buah, hal ini menunjukkan akan terjadi penurunan diameter buah sebesar nilai heterosis terhadap rata-rata kedua tetua (Tabel 25.). Persilangan BEP 08 dengan BEP 04 menghasilkan heterobeltiosis tertinggi 29.40% dengan nilai heterosis 34.31%, ini bermakna akan terjadi peningkatan diameter buah sebesar 29.40% terhadap rata-rata tetua terbaiknya. Heterobeltiosis terendah diperoleh
41 pada BEP 10 x BEP 12 sebesar -32.52%, menunjukkan akan terjadi penurunan diameter buah sebesar 32.52% dari rata-rata tetua terbaiknya. Tabel 25. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) diameter buah terung Diameter buah (cm) No.
Hibrida
Diameter buah (cm) No.
Hibrida
MPH BPH MPH P1 P2 F1 (%) (%) (%) 3.47 1 BEP 01 x BEP 04 3.96 4.80 5.49 25.49 14.50 29 BEP 08 x BEP 01 4.45 3.96 4.35 34.31 2 BEP 01 x BEP 05 3.96 3.17 3.55 -0.43 -10.39 30 BEP 08 x BEP 04 4.45 4.80 6.21 1.78 -8.99 31 BEP 08 x BEP 05 4.45 3.17 4.14 8.87 3 BEP 01 x BEP 06 3.96 5.02 4.57 1.07 -4.49 32 BEP 08 x BEP 06 4.45 5.02 4.97 4.98 4 BEP 01 x BEP 08 3.96 4.45 4.25 8.28 -17.34 33 BEP 08 x BEP 10 4.45 7.51 5.44 -8.95 5 BEP 01 x BEP 10 3.96 7.51 6.21 3.96 5.63 4.99 4.02 -11.47 34 BEP 08 x BEP 11 4.45 5.63 5.54 9.98 6 BEP 01 x BEP 11 9.84 7 BEP 01 x BEP 12 3.96 3.28 3.59 -0.62 -9.14 35 BEP 08 x BEP 12 4.45 3.28 4.24 1.28 8 BEP 04 x BEP 01 4.80 3.96 5.34 22.05 11.37 36 BEP 10 x BEP 01 7.51 3.96 5.81 4.80 3.17 4.65 16.70 -3.14 37 7.51 4.80 7.18 16.64 9 BEP 04 x BEP 05 BEP 10 x BEP 04 10 BEP 04 x BEP 06 4.80 5.02 6.16 25.44 22.65 38 BEP 10 x BEP 05 7.51 3.17 5.14 -3.72 7.47 11 BEP 04 x BEP 08 4.80 4.45 6.03 30.55 25.78 39 BEP 10 x BEP 06 7.51 5.02 6.73 4.84 12 BEP 04 x BEP 10 4.80 7.51 5.40 -12.28 -28.12 40 BEP 10 x BEP 08 7.51 4.45 6.27 13 BEP 04 x BEP 11 4.80 5.63 6.71 28.69 19.11 41 BEP 10 x BEP 11 7.51 5.63 7.33 11.52 14 BEP 04 x BEP 12 4.80 3.28 5.44 34.68 13.37 42 BEP 10 x BEP 12 7.51 3.28 5.07 -6.06 7.79 -2.98 43 BEP 11 x BEP 01 5.63 3.96 4.98 3.87 15 BEP 05 x BEP 01 3.17 3.96 3.84 3.17 4.80 4.75 19.24 -1.03 44 5.63 6.21 6.59 11.24 16 BEP 05 x BEP 04 BEP 11 x BEP 04 17 BEP 05 x BEP 06 3.17 5.02 4.00 -2.17 -20.24 45 BEP 11 x BEP 05 5.63 4.80 4.42 -15.20 18 BEP 05 x BEP 08 3.17 4.45 3.78 -0.74 -15.03 46 BEP 11 x BEP 06 5.63 3.17 5.90 34.10 1.16 -28.10 47 BEP 11 x BEP 08 5.63 5.02 5.49 3.14 19 BEP 05 x BEP 10 3.17 7.51 5.40 5.91 -17.30 48 BEP 11 x BEP 10 5.63 7.51 7.27 10.70 20 BEP 05 x BEP 11 3.17 5.63 4.66 3.31 1.53 49 BEP 11 x BEP 12 5.63 3.28 4.70 5.44 21 BEP 05 x BEP 12 3.17 3.28 3.33 1.25 -9.47 50 BEP 12 x BEP 01 3.28 3.96 3.62 0.06 22 BEP 06 x BEP 01 5.02 3.96 4.54 23 BEP 06 x BEP 04 5.02 4.80 6.10 24.39 21.62 51 BEP 12 x BEP 04 3.28 4.80 5.04 24.94 24 BEP 06 x BEP 05 5.02 3.17 4.02 -1.82 -19.95 52 BEP 12 x BEP 05 3.28 3.17 3.06 -5.01 4.94 25 BEP 06 x BEP 08 5.02 4.45 5.24 10.68 4.36 53 BEP 12 x BEP 06 3.28 5.02 4.35 5.02 7.51 6.88 9.91 -8.31 54 3.28 4.45 4.23 9.64 26 BEP 06 x BEP 10 BEP 12 x BEP 08 0.44 27 BEP 06 x BEP 11 5.02 5.63 6.05 13.67 7.46 55 BEP 12 x BEP 10 3.28 7.51 5.42 7.52 -11.13 56 BEP 12 x BEP 11 3.28 5.63 4.66 4.61 28 BEP 06 x BEP 12 5.02 3.28 4.46 Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
P1
P2
F1
BPH (%) -2.22 29.40 -6.80 -1.02 -27.52 -1.63 -4.59 -22.68 -4.43 -31.57 -10.35 -16.55 -2.40 -32.52 -11.59 6.11 -21.51 4.71 -2.49 -3.12 -16.61 -8.52 5.16 -6.64 -13.26 -4.76 -27.86 -17.27
Persilangan BEP 11 dengan BEP 04 menghasilkan heterobeltiosis kekerasan buah tertinggi 2.11% (Tabel 26.), hal ini bermakna terjadi peningkatan kekerasan buah sebesar 2.11% terhadap rata-rata tetua terbaiknya tetapi mempunyai nilai heterosis rendah 7.42%. Persilangan yang mempunyai heterosis tinggi dan heterobeltiosis agak tinggi berturut-turut BEP 12 x BEP 04 16.25% dan 0.95%, dan resiprokalnya BEP 04 x BEP 12 16.42 % dan 0.92%. Heterobeltiosis terendah diperoleh pada persilangan BEP 08 x BEP 10 sebesar -19.07% dengan nilai
42 heterosis 6.47%. menunjukkan akan terjadi penurunan kekerasan buah sebesar 19.07% terhadap rata-rata tetua terbaiknya. Tabel 26. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) kekerasan buah terung Kekerasan buah No.
Hibrida
Kekerasan buah No.
Hibrida
MPH BPH MPH P1 P2 F1 (%) (%) (%) 1 BEP 01 x BEP 04 3.31 4.46 4.35 11.93 -2.49 29 BEP 08 x BEP 01 3.24 3.31 3.24 -1.07 2 BEP 01 x BEP 05 3.31 3.87 3.55 -0.96 -8.13 30 BEP 08 x BEP 04 3.24 4.46 4.48 16.23 3 BEP 01 x BEP 06 3.31 3.58 3.15 -8.65 -12.14 31 BEP 08 x BEP 05 3.24 3.87 3.55 -0.15 4 BEP 01 x BEP 08 3.31 3.24 3.25 -0.76 -1.75 32 BEP 08 x BEP 06 3.24 3.58 3.09 -9.49 5 BEP 01 x BEP 10 3.31 4.44 3.96 2.17 -10.83 33 BEP 08 x BEP 10 3.24 4.44 3.59 -6.47 6 BEP 01 x BEP 11 3.31 4.39 3.75 -2.57 -14.58 34 BEP 08 x BEP 11 3.24 4.39 3.70 -3.19 7 BEP 01 x BEP 12 3.31 3.28 3.27 -0.91 -1.29 35 BEP 08 x BEP 12 3.24 3.28 3.16 -3.07 8 BEP 04 x BEP 01 4.46 3.31 4.38 12.84 -1.69 36 BEP 10 x BEP 01 4.44 3.31 3.93 1.32 9 BEP 04 x BEP 05 4.46 3.87 4.47 7.41 0.32 37 BEP 10 x BEP 04 4.44 4.46 4.50 1.07 10 BEP 04 x BEP 06 4.46 3.58 4.45 10.76 -0.10 38 BEP 10 x BEP 05 4.44 3.87 3.90 -6.17 11 BEP 04 x BEP 08 4.46 3.24 4.45 15.50 -0.24 39 BEP 10 x BEP 06 4.44 3.58 3.72 -7.25 12 BEP 04 x BEP 10 4.46 4.44 4.49 0.86 0.65 40 BEP 10 x BEP 08 4.44 3.24 3.62 -5.73 13 BEP 04 x BEP 11 4.46 4.39 4.48 1.31 0.57 41 BEP 10 x BEP 11 4.44 4.39 4.41 -0.07 14 BEP 04 x BEP 12 4.46 3.28 4.50 16.22 0.92 42 BEP 10 x BEP 12 4.44 3.28 3.72 -3.66 15 BEP 05 x BEP 01 3.87 3.31 3.60 0.37 -6.89 43 BEP 11 x BEP 01 4.39 3.31 3.69 -4.15 16 BEP 05 x BEP 04 3.87 4.46 4.49 7.95 0.82 44 BEP 11 x BEP 04 4.39 3.96 4.49 7.42 17 BEP 05 x BEP 06 3.87 3.58 3.76 0.90 -2.83 45 BEP 11 x BEP 05 4.39 4.46 3.86 -12.71 18 BEP 05 x BEP 08 3.87 3.24 3.40 -4.49 -12.22 46 BEP 11 x BEP 06 4.39 3.87 3.72 -10.07 19 BEP 05 x BEP 10 3.87 4.44 3.85 -7.43 -13.37 47 BEP 11 x BEP 08 4.39 3.58 3.75 -5.90 20 BEP 05 x BEP 11 3.87 4.39 3.93 -4.81 -10.47 48 BEP 11 x BEP 10 4.39 4.44 4.37 -0.95 21 BEP 05 x BEP 12 3.87 3.28 3.31 -7.54 -14.53 49 BEP 11 x BEP 12 4.39 3.28 3.85 0.37 22 BEP 06 x BEP 01 3.58 3.31 3.36 -2.51 -6.24 50 BEP 12 x BEP 01 3.28 3.31 3.21 -2.73 23 BEP 06 x BEP 04 3.58 4.46 4.48 11.34 0.42 51 BEP 12 x BEP 04 3.28 4.46 4.50 16.25 24 BEP 06 x BEP 05 3.58 3.87 3.57 -4.22 -7.77 52 BEP 12 x BEP 05 3.28 3.87 3.56 -0.38 25 BEP 06 x BEP 08 3.58 3.24 3.01 -11.71 -15.90 53 BEP 12 x BEP 06 3.28 3.58 3.40 -0.98 26 BEP 06 x BEP 10 3.58 4.44 3.88 -3.30 -12.62 54 BEP 12 x BEP 08 3.28 3.24 3.29 0.69 27 BEP 06 x BEP 11 3.58 4.39 3.68 -7.81 -16.30 55 BEP 12 x BEP 10 3.28 4.44 3.64 -5.63 28 BEP 06 x BEP 12 3.58 3.28 3.31 -3.72 -7.74 56 BEP 12 x BEP 11 3.28 4.39 3.60 -6.18 Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
P1
P2
F1
BPH (%) -2.06 0.40 -8.23 -13.78 -19.07 -15.85 -3.67 -11.57 0.86 -12.19 -16.19 -18.43 -0.59 -16.19 -15.97 2.11 -13.35 -15.42 -14.57 -1.47 -12.29 -3.10 0.95 -7.92 -5.12 0.06 -17.90 -18.02
Persilangan yang melibatkan BEP 04 sebagai betina maupun jantan menghasilkan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif kecuali persilangan BEP 01 x BEP 04 yang mempunyai heterobeltiosis negatif. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan dengan BEP 04 mampu meningkatkan kekerasan buah sebesar nilai heterosis maupun heterobeltiosisnya. BEP 04 dapat dipilih sebagai tetua persilangan untuk memperbaiki kekerasan buah. Buah yang keras merupakan
43 salah satu idiotipe terung karena akan mempunyai daya simpan lebih lama dan sesuai untuk transportasi jarak jauh. Tabel 27. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) bobot per buah terung Bobot per buah (g) No.
Hibrida
BPH (%)
7.44 22.32 0.00 21.96 -12.20 19.16 13.77 22.96 6.68 1.74 34.08 20.78 27.05 19.39 27.28 17.12 31.23 32.63 26.54 23.57 30.99 19.20 29.00 -20.00 16.46 7.82 30.27 26.64 Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
-9.99 -14.59 -30.41 21.63 -13.80 10.48 -4.27 4.57 -24.71 -28.45 31.99 18.58 19.83 1.99 13.96 -14.26 -4.29 23.26 17.31 16.55 17.85 18.55 1.95 -37.05 -1.80 -9.28 11.29 13.94
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
129.04 129.04 129.04 129.04 129.04 129.04 129.04 75.76 75.76 75.76 75.76 75.76 75.76 75.76 74.86 74.86 74.86 74.86 74.86 74.86 74.86 190.04 190.04 190.04 190.04 190.04 190.04 190.04
P2 75.76 74.86 190.04 191.06 184.12 163.20 130.47 129.04 74.86 190.04 191.06 184.12 163.20 130.47 129.04 75.76 190.04 191.06 184.12 163.20 130.47 129.04 75.76 74.86 191.06 184.12 163.20 130.47
F1 124.95 92.75 197.04 171.80 202.08 172.18 103.18 114.30 80.95 150.89 150.14 118.33 133.97 138.79 131.06 91.15 142.30 126.91 173.41 167.62 114.31 193.33 163.01 135.51 256.39 261.28 241.58 180.84
BPH (%) -3.18 -28.12 3.68 -10.08 9.75 5.50 -20.91 -11.43 6.86 -20.60 -21.42 -35.73 -17.91 6.38 1.56 20.32 -25.12 -33.57 -5.82 2.71 -12.38 1.73 -14.22 -28.70 34.19 37.48 27.12 -4.84
Hibrida
MPH (%)
P1
MPH (%) 22.02 -9.02 23.50 7.34 29.06 17.83 -20.48 11.62 7.49 13.54 12.54 -8.93 12.12 34.60 28.55 21.03 7.43 -4.55 33.91 40.82 11.34 21.17 22.66 2.31 34.55 39.66 36.78 12.84
Bobot per buah (g) No.
P1 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
BEP 08 x BEP 01 BEP 08 x BEP 04 BEP 08 x BEP 05 BEP 08 x BEP 06 BEP 08 x BEP 10 BEP 08 x BEP 11 BEP 08 x BEP 12 BEP 10 x BEP 01 BEP 10 x BEP 04 BEP 10 x BEP 05 BEP 10 x BEP 06 BEP 10 x BEP 08 BEP 10 x BEP 11 BEP 10 x BEP 12 BEP 11 x BEP 01 BEP 11 x BEP 04 BEP 11 x BEP 05 BEP 11 x BEP 06 BEP 11 x BEP 08 BEP 11 x BEP 10 BEP 11 x BEP 12 BEP 12 x BEP 01 BEP 12 x BEP 04 BEP 12 x BEP 05 BEP 12 x BEP 06 BEP 12 x BEP 08 BEP 12 x BEP 10 BEP 12 x BEP 11
191.06 191.06 191.06 191.06 191.06 191.06 191.06 184.12 184.12 184.12 184.12 184.12 184.12 184.12 163.20 163.20 163.20 163.20 163.20 163.20 163.20 130.47 130.47 130.47 130.47 130.47 130.47 130.47
P2 129.04 75.76 74.86 190.04 184.12 163.20 130.47 129.04 75.76 74.86 190.04 191.06 163.20 130.47 129.04 75.76 74.86 190.04 191.06 184.12 130.47 129.04 75.76 74.86 190.04 191.06 184.12 163.20
F1 171.97 163.19 132.96 232.40 164.70 211.08 182.91 192.54 138.62 131.74 250.84 226.57 220.63 187.79 185.98 139.93 156.20 234.25 224.13 214.59 192.34 154.67 133.01 82.13 186.63 173.34 204.90 185.96
Bobot per buah dengan nilai heterobeltiosis tertinggi diperoleh pada persilangan BEP 06 dengan BEP 10 sebesar 37.48% dengan nilai heterosis tinggi (39.66%), menunjukkan terjadi peningkatan bobot buah 37.48% terhadap rata-rata tetua terbaiknya (Tabel 27.). Nilai heterobeltiosis yang menghasilkan bobot per buah lebih dari 30% terdapat pada persilangan BEP 06 x BEP 08, BEP 06 x BEP 10, BEP 08 x BEP 01. Terdapat tiga persilangan F1 dan resiprokalnya memberikan nilai heterosis lebih dari 30% yaitu BEP 05 x BEP 11 (40.82%) dan BEP 11 x BEP 05 (31.23%), BEP 06 x BEP 10 (39.66%) dan BEP 10 x BEP 06 (34.08%), BEP 06 x BEP 11 (36.78%) dan BEP 11 x BEP 06 (32.68%). Hal ini menunjukkan ketiga pasang persilangan F1 dan F1 resiprokal tersebut mempunyai
44 lebih stabil dibandingkan persilangan lain dalam meningkatkan bobot per buah lebih dari 30% terhadap rata-rata kedua tetua. Tabel 28. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) jumlah buah terung per tanaman Jumlah buah per tanaman No.
Hibrida P1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
14.68 14.68 14.68 14.68 14.68 14.68 14.68 19.93 19.93 19.93 19.93 19.93 19.93 19.93 12.80 12.80 12.80 12.80 12.80 12.80 12.80 7.95 7.95 7.95 7.95 7.95 7.95 7.95
P2 19.93 12.80 7.95 6.37 5.66 5.15 6.36 14.68 12.80 7.95 6.37 5.66 5.15 6.36 14.68 19.93 7.95 6.37 5.66 5.15 6.36 14.68 19.93 12.80 6.37 5.66 5.15 6.36
F1 21.67 27.42 16.48 9.63 12.13 8.83 21.38 19.80 27.80 16.07 16.18 16.38 14.57 18.88 20.07 21.85 16.98 14.27 11.23 9.40 12.58 14.93 19.85 20.95 9.60 11.03 9.45 12.87
MPH (%) 25.20 99.54 45.68 -8.47 19.31 -10.91 103.18 14.41 69.86 15.24 23.05 28.03 16.15 43.64 46.05 33.52 63.69 48.84 21.70 4.74 31.35 31.98 42.40 101.93 34.08 62.14 44.27 79.83
BPH (%) 8.71 86.76 12.28 -34.38 -17.35 -39.83 45.61 -0.67 39.46 -19.40 -18.81 -17.81 -26.92 -5.27 36.69 9.63 32.68 11.46 -12.24 -26.56 -1.69 1.73 -0.40 63.67 20.75 38.78 18.87 61.84
Jumlah buah per tanaman No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Hibrida BEP 08 x BEP 01 BEP 08 x BEP 04 BEP 08 x BEP 05 BEP 08 x BEP 06 BEP 08 x BEP 10 BEP 08 x BEP 11 BEP 08 x BEP 12 BEP 10 x BEP 01 BEP 10 x BEP 04 BEP 10 x BEP 05 BEP 10 x BEP 06 BEP 10 x BEP 08 BEP 10 x BEP 11 BEP 10 x BEP 12 BEP 11 x BEP 01 BEP 11 x BEP 04 BEP 11 x BEP 05 BEP 11 x BEP 06 BEP 11 x BEP 08 BEP 11 x BEP 10 BEP 11 x BEP 12 BEP 12 x BEP 01 BEP 12 x BEP 04 BEP 12 x BEP 05 BEP 12 x BEP 06 BEP 12 x BEP 08 BEP 12 x BEP 10 BEP 12 x BEP 11
P1
P2
F1
6.37 6.37 6.37 6.37 6.37 6.37 6.37 5.66 5.66 5.66 5.66 5.66 5.66 5.66 5.15 5.15 5.15 5.15 5.15 5.15 5.15 6.36 6.36 6.36 6.36 6.36 6.36 6.36
14.68 19.93 12.80 7.95 5.66 5.15 6.36 14.68 19.93 12.80 7.95 6.37 5.15 6.36 14.68 19.93 12.80 7.95 6.37 5.66 6.36 14.68 19.93 12.80 7.95 6.37 5.66 5.15
14.05 15.98 14.58 10.45 15.08 7.68 8.53 13.38 16.58 13.28 10.67 8.77 7.07 9.33 12.00 14.95 10.22 12.08 3.75 8.42 8.68 14.45 5.15 15.73 13.62 5.68 12.72 12.18
MPH (%) 33.51 21.56 52.17 45.98 150.83 33.43 34.10 31.51 29.61 43.82 56.75 45.75 30.74 55.30 21.03 19.22 13.83 84.48 -34.90 55.72 50.74 37.34 -60.83 64.20 90.27 -10.86 111.53 111.64
BPH (%) -4.29 -19.80 13.93 31.45 136.91 20.68 34.17 -8.89 -16.79 3.71 34.17 37.62 24.85 46.75 -18.26 -24.99 -20.18 51.99 -41.13 48.70 36.40 -1.57 -74.16 22.92 71.28 -10.91 99.84 91.46
Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
Nilai heterosis dan heterobeltiosis jumlah buah per tanaman tersaji pada Tabel 28., menunjukkan tiga persilangan mempunyai nilai heterobeltiosis dan heterosis lebih tinggi dari persilanan berturut-turut BEP 08 x BEP 10 (BPH: 136.9%; MPH: 150.8%), BEP 12 x BEP 10 ( 99.84%; 11.5%), BEP 12 x BEP 11 (91.46%; 111.6%). Hal ini bermakna pada tiga pasang persilangan tersebut terjadi peningkatan jumlah tanaman lebih dari 90% terhadap tetua terbaiknya dan 100% terhadap rata-rata kedua tetua. BEP 01 x BEP 12 mempunyai nilai heterosis 103.01% tetapi heterobeltiosis 45.61%. Hal ini bermakna tidak selalu nilai
45 heterosis tinggi diikuti oleh nilai heterobeltiosis tinggi dan sebaliknya tergantung pada nilai tetua yang digunakan pada persilangan. Terdapat empat persilangan yang mempunyai heterobeltiosis tertinggi (Tabel 29.) yaitu BEP 12 x BEP 10 (148.4%), BEP 12 x BEP 11 (169.6%), BEP 06 x BEP 04 (104.85%), BEP 08 x BEP 10 (101.14%). Hal ini bermakna empat persilangan menghasilkan keturunan yang mempunyai nilai bobot buah per tanaman mengalami peningkatan lebih dari 100% terhadap tetua terbaiknya. Tabel 29. Nilai heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) bobot buah terung per tanaman Bobot buah per tanaman (kg) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hibrida BEP 01 x BEP 04 BEP 01 x BEP 05 BEP 01 x BEP 06 BEP 01 x BEP 08 BEP 01 x BEP 10 BEP 01 x BEP 11 BEP 01 x BEP 12 BEP 04 x BEP 01 BEP 04 x BEP 05 BEP 04 x BEP 06 BEP 04 x BEP 08 BEP 04 x BEP 10 BEP 04 x BEP 11 BEP 04 x BEP 12 BEP 05 x BEP 01 BEP 05 x BEP 04 BEP 05 x BEP 06 BEP 05 x BEP 08 BEP 05 x BEP 10 BEP 05 x BEP 11 BEP 05 x BEP 12 BEP 06 x BEP 01 BEP 06 x BEP 04 BEP 06 x BEP 05 BEP 06 x BEP 08 BEP 06 x BEP 10 BEP 06 x BEP 11 BEP 06 x BEP 12
P1
P2
F1
1.90 1.90 1.90 1.90 1.90 1.90 1.90 1.58 1.58 1.58 1.58 1.58 1.58 1.58 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51 1.51
1.58 0.96 1.51 1.22 1.05 0.84 0.83 1.90 0.96 1.51 1.22 1.05 0.84 0.83 1.90 1.58 1.51 1.22 1.05 0.84 0.83 1.90 1.58 0.96 1.22 1.05 0.84 0.83
2.71 2.55 3.24 1.66 2.44 1.51 1.82 2.24 2.25 2.42 2.44 1.94 1.96 2.63 2.64 1.99 2.41 1.83 1.95 1.57 1.45 2.87 3.24 2.84 2.46 2.88 2.31 2.32
MPH BPH (%) (%) 55.78 42.83 78.46 34.43 90.55 71.20 6.31 -12.62 65.42 28.54 10.48 -20.27 33.58 -3.96 28.78 17.89 77.30 42.56 56.97 53.55 74.01 54.24 47.28 22.62 61.79 23.94 117.96 66.27 85.15 39.12 56.84 25.84 95.77 59.82 68.59 50.31 94.14 85.40 75.26 64.68 61.91 51.29 68.70 51.27 109.67 104.85 130.51 88.66 80.64 63.42 125.43 91.23 97.03 53.42 98.62 53.99
Bobot buah per tanaman (kg) No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Hibrida BEP 08 x BEP 01 BEP 08 x BEP 04 BEP 08 x BEP 05 BEP 08 x BEP 06 BEP 08 x BEP 10 BEP 08 x BEP 11 BEP 08 x BEP 12 BEP 10 x BEP 01 BEP 10 x BEP 04 BEP 10 x BEP 05 BEP 10 x BEP 06 BEP 10 x BEP 08 BEP 10 x BEP 11 BEP 10 x BEP 12 BEP 11 x BEP 01 BEP 11 x BEP 04 BEP 11 x BEP 05 BEP 11 x BEP 06 BEP 11 x BEP 08 BEP 11 x BEP 10 BEP 11 x BEP 12 BEP 12 x BEP 01 BEP 12 x BEP 04 BEP 12 x BEP 05 BEP 12 x BEP 06 BEP 12 x BEP 08 BEP 12 x BEP 10 BEP 12 x BEP 11
P1
P2 F1
1.22 1.22 1.22 1.22 1.22 1.22 1.22 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83
1.90 1.58 0.96 1.51 1.05 0.84 0.83 1.90 1.58 0.96 1.51 1.22 0.84 0.83 1.90 1.58 0.96 1.51 1.22 1.05 0.83 1.90 1.58 0.96 1.51 1.22 1.05 0.84
2.41 2.61 1.93 2.43 2.45 1.62 1.56 2.58 2.29 1.75 2.67 1.98 1.56 1.76 2.22 2.09 1.59 2.83 0.84 1.81 1.67 2.23 0.69 1.29 2.53 0.98 2.61 2.27
MPH (%) 54.58 86.26 77.60 77.78 116.04 57.59 52.30 74.61 74.28 73.75 108.32 74.64 65.22 87.32 61.80 72.71 76.44 140.42 -18.97 90.67 99.68 63.14 -43.25 43.30 116.09 -4.21 177.00 170.63
BPH (%) 26.84 64.93 58.79 60.60 101.14 33.13 28.04 35.53 45.02 66.35 76.55 62.43 48.74 67.74 16.84 32.49 65.80 87.42 -31.45 71.98 98.01 17.37 -56.65 33.89 67.72 -19.36 148.49 169.64
Keterangan : HST = hari setelah tanam, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BPH = best parent heterosis (heterobeltiosis)
Terdapat sepuluh persilangan yang menghasilkan heterosis lebih dari 100% pada karakter bobot buah per tanaman (Tabel 29.), berturut-turut BEP 12 x BEP 10 (177.00%), BEP 12 x BEP 11(170.63%), BEP 11 x BEP 06 (140.42%), BEP
46 06 x BEP 05 (130.51%), BEP 06 x BEP 10 (125.43%), BEP 04 x BEP 12 (117.96%), BEP 12 x BEP 06 (116.09%), BEP 08 x BEP 10 (116.04%), BEP 06 x BEP 04 (109.67%), BEP 10 x BEP 06 (108.32%). Hal ini menunjukkan pada persilangan tersebut terjadi peningkatan bobot buah per tanaman lebih dari 100% terhadap rata-rata kedua tetua. Terdapat tiga persilangan yang mempunyai heterosis negatif yaitu BEP 12 x BEP 04 (-43.25%), BEP 11 x BEP 08 (18.97%), BEP 12 x BEP 08 (-4.21%), menunjukkan persilangan tersebut akan mengurangi bobot buah per tanaman terhadap rata-rata kedua tetua. Nilai heterosis yang bervariasi posistif dan negatif pada karakter yang diamati menunjukkan terdapat perbedaan genetik pada karakter tersebut yang cukup besar yang terlibat dalam persilangan. Menurut Sing dan Jains (1970) dalam Sujiprihati et al. (2007), perbedaan genetik yang besar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekspresi heterosis.
BEP 12 x BEP 10 (A)
BEP 06 x BEP 04 (C)
BEP 12 x BEP 10 (B)
BEP 08 x BEP 10 (D)
Gambar 6. Hasil persilangan terung yang mempunyai potensi heterobeltiosis tinggi pada komponen bobot buah per tanaman (A,B,C,D) Pendugaan Parameter Genetik Berdasarkan Metode Hayman Pendugaan parameter genetik beberapa karakter agronomi analisis dialel penuh berdasarkan metode Hayman tersaji pada Tabel 30.
47 Interaksi Gen Nilai b (Wr, Vr) menunjukkan ada tidaknya interaksi. Berdasarkan uji t, jika nilai b berbeda dengan 1 maka terjadi interaksi antar gen, jika tidak berbeda nyata dengan 1 maka tidak terjadi interaksi antar gen dalam menentukan penampilan karakter pada populasi dialel yang diuji (Hayman 1954 dalam Singh dan Chaudary 1985). Hasil menunjukkan bahwa nilai b pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, dan bobot buah per tanaman tidak berbeda nyata dengan 1 (Tabel 30.). ini bermakna tidak ada peran interaksi pada karakter tersebut. Sehingga asumsi persilangan dialel tentang tidak adanya interaksi gen terpenuhi. Jika ada interaksi maka nilai rata-rata tingkat dominansi(H1/D)1/2, proporsi gen-gen dengan pengaruh positif/negatif dalam tetua (H2/4H1), proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua (Kd/Kr), jumlah gen pengendali (h2/H2) tidak dapat digunakan. Bobot per buah dan jumlah buah per tanaman menunjukkan nilai b tidak sama dengan 1 adanya interaksi gen yang dapat bersifat epistasis. Adanya interaksi gen juga dihasilkan dalam penelitian ketahanan terhadap P. capsici pada cabai (Yunianti 2007). Pengaruh Aditif (D), Dominan (H1) Keragaman fenotipik suatu tanaman merupakan kombinasi dari genetik dan lingkungan. Keragaman genetik yang menjadi fokus dalam pemuliaan adalah keragaman yang disebabkan oleh pengaruh aditif, pengaruh dominan ataupun interaksi gen (Falconer 1981). Hasil pendugaan parameter genetik menunjukkan bahwa pengaruh aditif (D) dan pengaruh dominan (H1) berpengaruh nyata dalam pewarisan karakter yang diamati (Tabel 30.). Terdapat tiga karakter yang memiliki nilai pengaruh dominan lebih besar daripada pengaruh aditif (D < H1), yaitu umur berbunga (22.75 < 28.08), umur panen (122.44 < 175.96), bobot buah per tanaman (0.24 < 0.27). Hal. ini bermakna karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh aksi gen dominan daripada aksi gen aditif. Karakter tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman mempunyai nilai pengaruh aditif lebih besar daripada pengaruh dominan, hal ini menunjukkan karakter tersebut penampilannya lebih dipengaruh oleh aksi gen aditif daripada aksi gen dominan. Pengaruh aksi gen aditif yang lebih besar daripada aksi gen dominan mengindikasikan perakitan varietas ditujukan pada pembentukan galur. Sedangkan pengaruh aksi gen dominan yang lebih besar menunjukkan perakitan varietas ditujukan pada pembentukan hibrida. Pengaruh aksi gen aditif juga berperan dalam kegiatan seleksi, karena pada tanaman menyerbuk sendiri seleksi harus dilakukan untuk pengaruh aditif dengan harapan dapat menghimpun genotipe-genotipe superior. Kegiatan seleksi tidak akan efektif jika genotipe superior tersebut ditentukan oleh pengaruh aksi gen dominan dan tidak adainteraksi antar gen (Poehlman 1987).
64
48 48
Tabel 30. Nilai pendugaan parameter genetik beberapa karakter agronomi terung dengan analisis dialel penuh berdasarkan metode Hayman Umur berbunga
Umur panen
Tinggi tanaman
Panjang buah
Diameter buah
Kekerasan buah
Bobot per buah
Jumlah buah per tanaman
Bobot buah per tanaman
0.75tn
0.82tn
1.17tn
0.94tn
1.04tn
0.93tn
0.42**
0.48**
0.69tn
22.75**
122.44**
127.20**
62.64**
1.97**
0.29**
2251.01**
26.82**
0.24**
28.08**
175.96**
111.77**
15.91**
0.71**
0.18**
1349.55**
25.45**
0.87**
Distribusi gen di dalam tetua (H2)
16.12**
74.15**
94.70**
10.45**
0.46**
0.11**
1071.69**
22.70**
0.78**
Rata-rata Fr untuk semua array (F) Pengaruh dominansi (h2) Komponen ragam karena pengaruh lingkungan (E) Rata-rata tingkat dominansi(H1/D)1/2 Proporsi gen-gen dengan pengaruh positif/negatif dalam tetua (H2/4H1) Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua (Kd/Kr) Jumlah gen pengendali (h2/H2) Koefisien korelasi (r) ragam dan peragam Heritabilitas arti sempit(h2NS) Heritabilitas arti luas (h2BS) Nilai tetua dominan penuh (YD) Nilai tetua resesif penuh (YR)
28.49**
176.83**
-35.20tn
-16.78tn
-0.17tn
-0.07tn
-1356.84tn
-9.43tn
-0.04tn
41.52**
232.05**
231.74**
5.22**
0.51**
-0.001tn
1990.48**
44.29**
3.54**
4.54**
5.63tn
13.90**
0.43tn
0.01tn
0.004tn
53.93**
1.93tn
0.04tn
1.11
1.44
0.94
0.50
0.60
0.79
0.77
0.97
1.92
0.14
0.11
0.21
0.16
0.16
0.15
0.20
0.22
0.23
3.58
4.03
0.74
0.58
0.87
0.74
0.44
0.69
0.91
2.58
3.13
2.45
0.50
1.11
-0.01
1.86
1.95
4.53
0.65
-0.6
-0.18
0.42
-0.09
-0.37
0.52
0.53
-0.72
0.27
0.49
0.70
0.93
0.91
0.88
0.86
0.72
0.44
0.61
0.88
0.89
0.99
1.00
0.98
0.98
0.93
0.91
50.12 18.30
309.51 -26.90
233.84 -85.13
122.98 -51.82
7.21 1.47
3.21 2.56
1171.46 -1119.34
19.70 -6.92
0.77 0.73
Parameter genetik Koefisien regresi (b) (Wr, Vr) Komponen ragam karena pengaruh aditif (D) Komponen ragam karena pengaruh dominan (H1)
Keterangan: ** = berbeda nyata, tn = tidak nyata pada taraf P < 0.01
49
49
Distribusi Gen di dalam Tetua Nilai H2 digunakan untuk mengetahui distribusi gen di dalam tetua. Nilai H2 yang berbeda nyata menunjukkan jika distribusi gen tidak merata dalam tetua. Karakter-karakter yang diamati memiliki nilai H2 berbeda nyata (Tabel 30), sehingga karakter-karakter tersebut mempunyai gen-gen yang tersebar tidak merata. Nilai H1 > H2 maka gen-gen yang banyak adalah gen positif di dalam tetua, sedangkan jika H1 < H2 maka proporsi gen-gen negatif lebih banyak di dalam tetua. Semua karakter yang diamati mempunyai nilai H1 lebih besar daripada H2 (Tabel 30.), ini bermakna jika gen-gen positif mempunyai jumlah yang lebih banyak daripada gen-gen negatif di dalam tetua. Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif Nilai Kd/Kr dan F digunakan untuk mengetahui jumlah gen dominan di dalam tetua, nilai Kd/Kr > 1 maka nilai F akan positif, ini bermakna jumlah gen dominan lebih banyak di dalam tetua, dan sebaliknya. Karakter umur berbunga dan umur panen mempunyai nilai Kd/Kr > 1 berturut-turut 3.58 dan 4.03 (Tabel 30.), ini menunjukkan umur berbunga dan umur panen mempunyai jumlah gen dominan yang lebih banyak daripada gen-gen resesif di dalam tetua. Karakter tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, berturut-turut 0.74, 0.58, 0.87, 0.74, 0.44, 0.69, 0.91, kurang dari 1 maka mempunyai nilai F negatif, ini bermakna bahwa pada karakter-karakter tersebut jumlah gen resesif lebih banyak daripada gen-gen dominan di dalam tetua. Tingkat Dominansi Besarnya pegaruh dominansi ditentukan oleh nilai (H1/D)1/2, dimana nilai (H1/D)1/2 lebih dari 1, menunjukkan adanya over dominan, nilai antara nol dan satu menunjukkan adanya dominansi parsial (dominan parsial atau resesif parsial) (Hayman 1954). Karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman mempunyai nilai (H1/D)1/2 lebih dari 1, berturut-turut 1.11, 1.44 dan 1.92, menunjukkan jika terjadi over dominan. Sehingga karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman dikendalikan oleh gen dominan. Karakter tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman memiliki nilai (H1/D)1/2 berturut-turut 0.94, 0.50, 0.60, 0.79, 0.77, 0.97 artinya berada diantara nol dan 1, maka yang terjadi adalah dominansi parsial. Ini menunjukkan bahwa karakter dikendalikan oleh gen-gen dominan parsial. Jumlah Kelompok Gen Pengendali Jumlah gen pengendali karakter dapat tercermin pada nilai (h2/H2). Nilai (h2/H2). tersaji pada tabel 30. Karakter panjang buah (0.50) dan kekerasan buah (-0.01)
50 dikendalikan sekurang-kurangnya oleh satu kelompok gen. Diameter buah (1.11), bobot per buah (1.86) dan jumlah buah per tanaman (1.95) dikendalikan minimal dua kelompok gen. Umur berbunga (2.58) dan tinggi tanaman (2.45) dikendalikan paling sedikit tiga kelompok gen. Umur panen (3.13) dikendalikan oleh sedikitnya 4 kelompok gen dan bobot buah per tanaman (4.53) dikendalikan sedikitnya oleh 5 kelompok gen. Pengendali gen bernilai negatif juga terdapat dalam hasil penelitian cabai pada karakter berat buah (Syukur et al. 2010). Arah dan Urutan Dominansi Nilai r(Wr+Vr, Yr) positif bermakna nilai kuantifikasi yang rendah akan dominan terhadap yang tinggi, sebaliknya jika nilai r(Wr+Vr, Yr) negatif menunjukkan nilai kuantifikasi yang tinggi akan dominan terhadap yang rendah (Agustina 2004 dalam Riyanto 2007). Urutan dominansi tetua terlihat berdasarkan (Wr+Vr), yang merupakan posisi tetua dalam grafik hubungan Wr dan Vr. Posisi tetua yang mendekati garis perpotongan grafik atau titik nol menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai semakin banyak gen dominan, dan sebaliknya semakin jauh dari titik nol semakin sedikit gen dominan atau semakin banyak kandungan gen resesif dalam tetua tersebut (de Sausa dan Maluf 2003). Tabel 31. Sebaran nilai (Wr + Vr) karakter agronomi 8 tetua terung Tetua
UB
UP
TT
PB
DB
KB
BBb
JBT
BBT
BEP 01 7.30 44.38 136.89 81.02 1.83 0.37 2,807.45 37.03 0.22 BEP 04 11.72 72.91 218.71 22.89 1.23 0.01 2,225.23 30.28 0.25 BEP 05 16.56 65.29 200.70 58.62 1.51 0.27 2,327.61 54.57 0.55 BEP 06 8.29 49.38 102.64 65.24 2.18 0.38 3,512.83 32.94 0.27 BEP 08 12.07 69.88 131.90 70.90 1.58 0.39 2,700.41 31.45 0.65 BEP 10 41.80 33.51 108.17 48.49 1.87 0.31 2,952.71 25.25 0.51 BEP 11 1.56 46.20 146.34 57.14 2.13 0.31 2,576.57 22.99 0.39 BEP 12 4.36 242.77 158.66 72.92 1.64 0.37 2,826.31 25.65 0.66 Keterangan: UB = umur berbunga, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, PB = panjang buah, DB = diameter buah, KB = kekerasan buah, BBb = bobot per buah, JBT = jumlah buah per tanaman, BBT = bobot buah per tanaman
Nilai kuantifikasi umur berbunga, umur panen, tinggi tanam, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman tersaji pada Tabel 31., terlihat bahwa semua karakter yang diamati mempunyai nilai positif, bermakna bahwa nilai kuantifikasi yang rendah akan dominan terhadap nilai tinggi. Urutan dominansi tetua pada umur berbunga berdasarkan Wr dan Vr (Gambar 7), berturut-turut BEP 11 (1.56), BEP 12 (4.36), BEP 01 (7.30), BEP 06 (8.29), BEP 04 (11.72), BEP 08 (12.07 ), BEP 05 (16.56), BEP 10 (41.80). Urutan dominansi tercermin pada semakin mendekati titik nol maka jumlah gen dominan semakin banyak dan sebaliknya. Jumlah gen dominan tertinggi dimiliki oleh BEP 11 (32.37 HST), kemudian diikuti oleh BEP 12 (37.43 HST), BEP 01 (34.43 HST), BEP 06 (34.73 HST), BEP 04 (24.67), BEP 08 (35.60 HST), BEP 05 (31.80 HST), sedangkan BEP 10 (42.05 HST) mempunyai jumlah gen dominan terkecil atau gen resesif terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa umur
51 berbunga 32.37 hari setelah tanam (HST) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi.
Gambar 7. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) umur berbunga terung
Gambar 8. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) umur panen terung
52 Urutan dominansi tetua pada umur panen terlihat Tabel 31 dan grafik Wr dan Vr (Gambar 8.), beturut-turut adalah BEP 10 (33.51), BEP 01 (44.38), BEP 11 (46.20), BEP 06 (49.38), BEP 05 (65.29), BEP 08 (69.88), BEP 04 (72.91), BEP 12 (242.77). BEP 10 (69.2 HST) mempunyai nilai kuantifikasi terendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sedangkan BEP 12 (90 HST) menunjukkan memiliki jumlah gen resesif tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa umur panen 69.2 hari setelah tanam mempunyai gen dominan pada lebih banyak daripada pada umur dalam (90 HST).
Gambar 9. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) tinggi tanaman terung Urutan dominansi tetua pada tinggi tanaman yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah tersajikan pada (Tabel 31.) dan (Gambar 9.), berturut turut BEP 06 (102.64), BEP 10 (108.17), BEP 08 (131.90), BEP 01 (136.89), BEP 11 (146.34), BEP 12 (158.66), BEP 05 (200.70), BEP 04 (218.71). Ini bermakna BEP 06 (117.90 cm) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terkecil, sedangkan BEP 04 (91.20 cm) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran tanaman yang pendek mempunyai gen resesif lebih banyak daripada ukuran tanaman yang lebih tinggi. Urutan dominansi panjang buah tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan (Gambar 10.), berturut turut BEP 04 (22.89), BEP 10 (48.49), BEP 11 (57.14), BEP 05 (58.62), BEP 06 (65.24), BEP 08 (70.90), BEP 12 (72.92), BEP 01 (81.02). Ini bermakna BEP 04 (6.44 cm) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terkecil, sedangkan BEP 01 (27.12 cm) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak. Hal ini menunjukkan ukuran buah lebih kecil mempunyai gen dominan lebih banyak daripada ukuran buah yang panjang.
53
Gambar 10. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) panjang buah terung .
Gambar 11. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) diameter buah terung Urutan dominansi diameter buah tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan Gambar 11. berturut turut BEP 04 (1.23) BEP 05 (1.51), BEP 08 (1.58), BEP 12 (1.64), BEP 01 (1.83), BEP 10 (1.87), BEP 11 (2.13), BEP 06 (2.18). BEP 04 (4.80 cm) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terendah, sedangkan BEP 06 (5.02 cm) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak. Hal ini menunjukkan diameter buah kecil mempunyai gen dominan lebih banyak. Urutan dominansi kekerasan buah tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan (Gambar 12.), berturut turut BEP 04 (0.01), BEP 05 (0.27), BEP 10 (0.31), BEP 11 (0.31), BEP 01 (0.37), BEP 12 (0.37), BEP 06 (0.38), BEP 08 (0.39). BEP 04 (4.46) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terendah, sedangkan BEP 08 (3.24) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak.
54
Gambar 12. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) kekerasan buah terung
Gambar 13. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) bobot per buah terung Urutan dominansi bobot per buah tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan (Gambar 13.), berturut turut BEP 04 (2225.23), BEP 05 (2327.61), BEP 11 (2576.57), BEP 08 (2700.41), BEP 01 (2807.45), BEP 12 (2826.31), BEP 10 (2952.71), BEP 06 (3512.83). BEP 04 (75.76 g) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terendah, sedangkan BEP 06 (190.10 g) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak. Hal ini mengindikasikan bobot per buah kecil mempnyai gen dominan lebih banyak daripada bobot yang lebih besar. Urutan dominansi jumlah buah per tanaman tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan (Gambar 14.), berturut turut. BEP 11 (22.98), BEP 10 (25.25), BEP 12 (25.65), BEP 04 (30.28),
55 BEP 08 (31.45), BEP 06 (32.94), BEP 01 (37.03), BEP 05 (54.57). BEP 11 (5.95) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga jumlah gen resesif terendah, sedangkan BEP 05 (12.80) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak.
Gambar 14. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) jumlah buah terung per tanaman
Gambar 15. Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) bobot buah terung per tanaman Urutan dominansi bobot buah per tanaman tetua yang mempunyai jumlah gen dominan tertinggi sampai terendah (Tabel 31.) dan (Gambar 15.) berturut BEP 01 (0.22), BEP 04 (0.25), BEP 05 (0.55), BEP 06 (0.27), BEP 11 (0.39), BEP 10 (0.51), BEP 08 (0.65), BEP 12 (0.66). BEP 01 (1.90 kg) mempunyai jumlah gen dominan tertinggi karena paling dekat dengan titik nol sehingga
56 jumlah gen resesif terendah, sedangkan BEP 12 (0.83 kg) mempunyai kandungan gen dominan terkecil atau jumlah gen-gen resesif terbanyak. Heritabilitas Nilai duga heritabilitas arti luas menurut pengelompokan Stansfield (1988) tergolong tinggi (h2BS>50%) untuk semua karakter, sedangkan heritabiliats arti sempit bervariasi dari sedang dan tinggi. Semua karakter mempunyai heritabilitas arti sempit yang tinggi kecuali umur berbunga (27%), umur panen (49%), dan bobot buah per tanaman (44%) mempunyai heritabilitas arti sempit pada kelompok sedang. Heritabilitas arti sempit yang tinggi menunjukkan proporsi ragam aditif lebih besar dalam menentukan ekspresi karakter-karakter. Hal ini menunjukkan jika ragam aditif lebih besar maka pembentukan varietas ditujukan melalui pengembangan galur. Sedangkan jika ragam dominan lebih besar pembentukan varietas ditujukan ke arah varietas hibrida.
SIMPULAN Karakter umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman lebih dipengaruhi oleh aksi gen non aditif. Tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman ekspresi karakternya dipengaruhi oleh aksi gen aditif. Nilai DGU yang tinggi pada genotipe tetua tidak selalu diikuti dengan nilai DGK yang tinggi. BEP 04 relatif lebih konsisten mempunyai nilai DGU dan DGK yang tinggi dibanding genotipe lain. Umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman menghendaki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif untuk menurunkan karakter terhadap tetua, sedangkan panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman menghendaki heterosis dan heterobeltiosis positif untuk memperbaiki karakter terhadap tetua. Nilai b (Wr,Vr) tidak berbeda nyata dengan satu menunjukkan tidak terjadi interaksi gen tidak terjadi dalam menentukan karakter kecuali pada bobot per buah dan jumlah buah per tanaman. Distribusi gen di dalam tetua tidak menyebar merata pada semua karakter dengan proporsi gen positif lebih banyak dari pada gen-gen negatif. Panjang buah dan kekerasan buah dikendalikan sedikitnya 1 kelompok gen, diameter buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman sedikitnya dua kelompok gen, umur berbunga dan tinggi tanaman dikendalikan paling sedikit tiga kelompok gen. Umur panen dikendalikan oleh sedikitnya 4 kelompok gen dan bobot buah per tanaman dikendalikan sedikitnya 5 kelompok gen. Heritabilitas arti luas semua karakter tergolong tinggi (h2BS>50%). Semua karakter mempunyai heritabilitas arti sempit (h2NS>50%) yang tinggi kecuali umur berbunga (27%), umur panen (49%), dan bobot buah per tanaman (44%) mempunyai heritabilitas arti sempit pada kelompok sedang.
57
EVALUASI HIBRIDA TERUNG HASIL PERSILANGAN DIALEL ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan hibrida hasil persilangan dialel terhadap varietas pembanding komersial. Percobaan menggunakan 64 hribrida terung yang terdiri dari 56 hibrida F1 dan F1R, 6 varietas hibrida terung ungu komersial dan 2 varietas terung hijau komersial, dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) 3 kelompok pada bulan November 2012 - April 2013. Hasil pengujian menunjukkan beberapa hibrida-hibrida mempunyai karakter melebihi varietas pembanding maupun sama nyata dengan pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui adaptasi dan preferensi konsumen. BEP 05 x BEP 04 (24.57), BEP 01 x BEP 04 (27.17) mempunyai kegenjahan yang baik karena mempunyai umur berbunga dan umur panen yang rendah sama dengan varietas pembanding terbaiknya. Hibrida yang mempunyai tinggi tanaman lebih pendek dari pembanding terbaiknya adalah BEP 04 x BEP 05. Tetua BEP 04 menghasilkan beberapa hibrida yang mempunyai kekerasan melebihi varietas pembanding. Hibrida BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 berpotensi dikembangkan karena mempunyai bobot per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaiknya. Kata kunci : evaluasi hibrida, keragaan hibrida, terung
ABSTRACT The research was aimed to compare perfomance of hybrid from full diallel cross with commercial eggplant varieties. Experiment was used 64 hybrid eggplant consisting of 56 hybrid F1 and F1R, 6 commercial varieties of hybrid eggplant purple and green eggplant 2 commercial varieties, made with Randomized Complete Block Design, used 3 groups in November 2012 - April 2013. The result showed the hybrids had some character over the same varieties as well as commercial variety or best commercial variety so high potential to more testing to be done to know the adaptation and consumer preferences. BEP 05 x BEP 04 (24.57), BEP 01 x BEP 04 (27.17), BEP 12 x BEP 04 had good for flowering age and had a earlier harvest with commercial eggplant varieties. Hybrid had a shorter plant height than the commercial best is BEP 04 x BEP 05. BEP 04 who have produced a number of hybrid varieties of hardness than the commercial variety. BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 because they have the potential and weight per plant did not differ significantly with best commercial varieties. Keywords: evaluation of a hybrid, eggplant, hybrid performance
58
PENDAHULUAN Varietas hibrida merupakan salah satu teknologi pertanian dalam meningkatkan produksi tanaman atau program intensifikasi tanaman. Dalam pengembangan varietas hibrida pemulia berusaha melakukan perbaikan karakter tanaman baik dari segi produktivitas, ketahanan terhadap penyakit dan cekaman abiotik. Pengembangan varietas didasarkan pada kebutuhan pasar dan menggunakan keragaman genetika lokal sehingga memiliki daya adaptasi yang luas. Untuk mengembangkan galur-galur tetua dibutuhkan informasi variabilitas fenotipik dan genetika yang cukup luas, jarak genetik yang luas dari plasma nutfah donor, sehingga tetua-tetua yang terbentuk akan menjadi dua grup besar dengan jarak genetika yang besar dan daya gabung yang luas (Hadiati et al. 2009). Pengembangan varietas hibrida sayuran di Indonesia dipelopori oleh industri benih berbasis breeding, yakni pada tahun 1990. Industri benih melakukan proses pengembangan varietas hibrida dengan mengumpulkan plasma nutfah lokal dan introduksi dari luar negeri sebagai bahan mentah. Varietas hibrida hanya dapat diproduksi kembali dengan menggunakan galur tetua yang sama, sehingga memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut (Groot 2002 dalam Hidayati 2011): kegenjahan, vigor sebagai efek dari heterosis., adaptasi yang lebih luas, keseragaman, kualitas yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar. Ketertarikan petani dan pemulia tanaman terhadap varietas hibrida disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (1) Peluang dalam mengeksploitasi fenomena heterosis. Sifat heterosis ini merupakan nilai tambah dari varietas hibrida terkait dengan penggabungan beberapa sifat dari masing-masing tetua. (2) Pengembangan varietas hibrida dengan beberapa ketahananan terhadap organisme pengganggu tanaman lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan galur murni, terutama yang bersifat dominan. (3) Varietas hibrida memiliki mekanisme perlindungan varietas secara genetika, karena hanya bisa diproduksi ulang dengan menggunakan tetua yang sama (Bos 1999 dalam Hidayati 2011). Varietas terung hibrida merupakan teknologi yang relatif baru bagi petani di Indonesia jika dibandingkan dengan varietas hibrida cabai, tomat, semangka dan melon. Varietas hibrida cabai, tomat, semangka dan melon telah diadopsi sejak tahun 1988 (Groot 2002 dalam Hidayati 2011). Varietas terong hibrida mulai dikomersialisasi di pasar Indonesia pada tahun 1992 (Hidayati 2002), namun adopsi dimulai pada tahun 1995 dan diadopsi secara total tahun 2000. Proses adopsi varietas terong hibrida tersebut relatif lambat dibanding dengan varietas sayuran lainnya sedangkan cabai, tomat, semangka dan melon, masing-masing memerlukan waktu 3 tahun mulai dari introduksi sampai adopsi total.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Penelitian PT. BISI International, Tbk. di Desa Watugede (150 m dpl), Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur
59 mulai November 2012 sampai April 2013. Lokasi penelitian mempunyai teksur tanah geluh berpasir. Materi Penelitian Materi penelitian terdiri dari 8 genotipe terung koleksi PT. BISI International, Tbk hasil dari penelitian pertama yaitu BEPA11 (BEP 01), BEPA03 (BEP 04), BEPE102 (BEP 05), BEPA41 (BEP 06), BEPC86 (BEP 08), BEPC18 (BEP 10), BEPC24 (BEP 11), BEPA71 (BEP 12). Genotipe tersebut disaling-silangkan menggunakan metode persilangan dialel lengkap (8x8), sehingga terdapat 64 rekombinan F1 (28 F1 dan 28 F1 resiprok) dan 8 genotipe tetua. BEPE97 tidak dapat digunakan sebagai tetua persilangan karena terdapat set persilangan yang tidak lengkap. Percobaan kedua dilakukan bersamaan dengan percobaan tiga dengan menanam secara bersamaan delapan varietas komersial sebagai pembanding (cek) untuk mengetahui keunggulan hribrida. Varietas komersial digunakan adalah: (1) Terung ungu : Antaboga, Ratih Ungu (PT. BISI Int.); Reza (OR Seed); Mustang, Lezata, Yumi (East West Seed), (2) Terung hijau : Ratih Hijau (PT. BISI Int.), Fortuna (East West Seed) Pelaksanaan Percobaan Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), perlakuan sebanyak 64 genotipe terung yang diulang sebanyak 3 kelompok dengan jumlah tanaman 20 tanaman setiap satuan percobaan. Pelaksanaan percobaan di lapangan dilakukan seperti pada Percobaan I Analisis Keragaman Genetik pada 30 Genotipe Terung (Solanum melongena L.) (halaman 12-13). Sebanyak 10 tanaman dalam setiap petak percobaan digunakan sebagai tanaman contoh. Pengamatan karakter agronomi utama dilakukan pada : 1. Umur berbunga (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan, bunga pertamanya mekar. 2. Umur panen (HST) Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari tanam saat 50% tanaman dalam satu ulangan telah panen buah konsumsi 3. Tinggi tanaman (c) Pengamatan dilakukan pada saat fase generatif, dengan cara mengukur jarak pucuk tertinggi tanaman dari permukaan. 4. Panjang buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang per buah sampel yang telah ditentukan. 5. Diameter buah (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter per buah sampel yang telah ditentukan. 6. Kekerasan buah Pengamatan dilakukan dengan mengukur (dalam bar) kekerasan per buah sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat Pnetrometer. 7. Bobot per buah (g)
60
8. 9.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat per buah sampel yang telah ditentukan. Jumlah buah per tanaman Hasil pengamatan jumlah buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Bobot buah per tanaman (kg) Hasil pengamatan berat buah setiap petak dibagi dengan jumlah tanaman Analisis Data
Analisis ragam genotipe menggunakan fasilitas software SAS diuji lanjut menggunakan Uji Dunnett taraf 5%. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Mattjik dan Sumertajaya 2006) dengan model linier. Model linier yang digunakan : Yij = µ + δi+ βj + εij Keterangan ij : Pengamatan pada genotipe ke-i, di dalam ulangan ke-j µ : Rataan umum i : Pengaruh perlakuan ke-i j : Pengaruh kelompok ke-j ij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Uji lanjut pada perlakuan yang berbeda nyata dilakukan dengan Uji Dunnett pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 1995). DLSD = t α
,p,dbgalat)
√ KT
r)
Keterangan = = p = r KTG = α
taraf nyata banyaknya perlakuan, tidak termasuk kontrol banyaknya ulangan kuadrat tengah galat
Tabel 32. ANOVA untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal Sumber db JK KT Fhit Keragaman Ulangan (r)
(r-1)
JKu
JKu/(r-1)
KTu/KTe
Genotipe (g) Galat Total
(g-1) (g-1)(r-1) (gr-1)
JKg JKe JKt
JKg/(g-1) JKe/(g-1)(r-1)
KTg/KTe
Keterangan : r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; JKu = jumlah kuadrat ulangan; JKg = jumlah kuadrat genotipe; JKe = jumlah kuadrat galat; KTu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat
61
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses perakitan varietas hibrida terdapat tahap pembentukan galur murni dan persilangan antar galur murni. Persilangan antar galur murni yang melibatkan sejumlah tetua untuk evaluasi dan seleksi terhadap kombinasi-kombinasi persilangannya diantaranya adalah persilangan dialel. Christie dan Shattuck (1992) mendefinisikan bahwa persilangan dialel merupakan semua kemungkinan kombinasi persilangan di dalam suatu grup tetua (galur murni) serta meliputi tetua-tetuanya. Hibrida hasil persilangan dialel menunjukkan adanya perbedaan keragaan genotipe pada karakter agronomi tersaji pada Tabel 33. Tabel 33. Nilai kuadrat tengah beberapa karakter agronomi pada 64 genotipe terung Sumber Keragaman Karakter KK Blok Genotipe Galat (%) Derajat bebas (db) 2 63 126 Umur berbunga (HST) 7.90 35.24** 13.99 12.21 Umur panen (HST) 166.63* 61.51** 18.48 7.45 Tinggi tanaman (cm) 16.70 353.97** 40.57 5.02 Panjang buah (cm) 1.13 107.18** 1.70 5.88 Diameter buah (cm) 0.046 3.126** 0.02 2.82 Kekerasan buah 0.13** 0.64** 0.01 2.88 Bobot per buah (g) 97.87 5924.76** 149.14 7.28 Jumlah buah per tanaman 3.72 82.60** 5.72 17.8 Bobot buah per tanaman (kg) 0.05 1.13** 0.09 14.71 Keterangan : KK = koefisien keragaman, * berbeda nyata taraf 0.05, ** berbeda nyata taraf 0.01
Hibrida-hibrida diuji dengan varietas pembanding terbaik komersial tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur berbunga dengan varietas pembanding kecuali BEP 11 x BEP 08 (36.9), BEP 12 x BEP 05 (41.83) yang berbeda yang berbeda nyata lebih tinggi daripada Ratih Ungu (26.53) (Tabel 34) menunjukkan varietas mempunyai umur yang lebih dalam. Hal ini berarti hibridahibrida tersebut mampu mengimbangi kegenjahan dengan varietas yang komersial. Reza mempunyai umur berbunga lebih dalam dibandingkan varietas pembanding lainnya. Hibrida terung hijau tidak menunjukkan perbedaan nyata pada umur berbunga dengan pembanding terbaik (Ratih Hijau), ini menunjukkan hibrida mempunyai kegenjahan yang relatif sama dengan pembanding terbaik (Tabel 35.). Hibrida terung ungu mempunyai umur panen buah konsumsi yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik (Ratih Ungu), artinya hibrida tersebut mempunyai kegenjahan yang sama dengan varietas komersial. Demikian juga pada hibrida terung hijau (Tabel 35.) tidak menunjukkan kegenjahan yang sama dengan Ratih Hijau sebagai varietas pembanding terbaik
62 Tabel 34. Rata-rata umur berbunga, umur panen dan tinggi tanaman hibrida terung ungu. 1 BEP 01 x BEP 05
UB UP TT (cm) (HST) (HST) 26.73 58.97 127.07
29 BEP 08 x BEP 10
UB UP TT (cm) (HST) (HST) 28.03 51.33 142.60 c+
2 BEP 01 x BEP 06
28.93
56.57
129.10
30 BEP 08 x BEP 11
29.27
57.97
127.20
3 BEP 01 x BEP 08
62.03
130.30
31 BEP 08 x BEP 12
28.00
59.47
136.93 c+
4 BEP 01 x BEP 10
32.17 30.70
53.80
134.00
32 BEP 10 x BEP 01
29.30
56.80
140.83 c+
5 BEP 01 x BEP 11
34.30
61.60
116.23
33 BEP 10 x BEP 04
27.23
53.10
129.10
6 BEP 04 x BEP 05
28.30
53.10
104.35
34 BEP 10 x BEP 05
33.05
60.50
128.90
7 BEP 04 x BEP 06
27.77
52.63
115.90
35 BEP 10 x BEP 06
29.53
52.30
137.27 c+
8 BEP 04 x BEP 08
25.40
56.50
119.77
36 BEP 10 x BEP 08
30.50
55.37
148.27 c+
9 BEP 04 x BEP 10
29.50
56.60
118.77
37 BEP 10 x BEP 11
28.90
58.97
143.97 c+
10 BEP 04 x BEP 11
32.63
56.57
108.93
38 BEP 10 x BEP 12
29.60
59.73
138.13 c+
11 BEP 05 x BEP 01
28.33
55.17
127.43
39 BEP 11 x BEP 01
28.67
55.07
129.30
12 BEP 05 x BEP 04
24.57
45.87
106.63
40 BEP 11 x BEP 04
27.17
53.93
121.37
13 BEP 05 x BEP 06
30.97
55.77
120.90
41 BEP 11 x BEP 05
32.77
62.20
130.07
14 BEP 05 x BEP 08
26.83
55.90
130.73
42 BEP 11 x BEP 06
29.83
55.97
136.50 c+
60.00
131.70
No.
Hibrida
No.
Hibrida
+
15 BEP 05 x BEP 10
28.50
54.53
132.33
43 BEP 11 x BEP 08
36.9 d
16 BEP 05 x BEP 11
33.63
61.20
131.90
44 BEP 11 x BEP 10
30.37
54.70
142.47 c+
17 BEP 05 x BEP 12
30.33
57.90
124.87
45 BEP 11 x BEP 12
34.70
65.02
133.06
18 BEP 06 x BEP 01
30.20
58.60
120.77
46 BEP 12 x BEP 05
41.83 d+ 68.20
119.70
19 BEP 06 x BEP 04
27.33
49.83
110.37
47 BEP 12 x BEP 06
32.67
60.22
121.27
20 BEP 06 x BEP 05
30.90
54.83
108.20
48 BEP 12 x BEP 08
36.30
69.20
135.80 c+
21 BEP 06 x BEP 08
30.23
55.43
112.17
49 BEP 12 x BEP 10
27.20
51.67
130.10
22 BEP 06 x BEP 10
28.00
53.87
132.03
50 BEP 12 x BEP 11
29.90
61.80
134.17
23 BEP 06 x BEP 11
34.57
58.70
122.40
51 Antaboga (a)
31.77
63.47
135.67c+
24 BEP 06 x BEP 12
33.03
60.03
114.80
52 Lezata (b)
29.60
64.77
138.5c+
25 BEP 08 x BEP 01
31.43
59.60
130.43
53 Mustang (c)
28.80
59.80
117.57
26 BEP 08 x BEP 04
28.00
53.77
123.60
54 Ratih Ungu (d)
26.53
56.30
148.17c+
27 BEP 08 x BEP 05
33.07
61.57
139.03 c+
55 Reza (e)
38.01d+ 65.33
144.93c+
28 BEP 08 x BEP 06
32.90
58.57
121.07
56 Yumi (f)
34.70
120.07
62.90
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan beda nyata dengan pembanding terbaik pada taraf 0.05%. +/- = lebih tinggi atau lebih rendah dari pembanding terbaik, UB = umur berbunga, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, HST = hari setelah tanam. No. 51-56 = varietas pembanding
Tabel 35. Keragaan karakter agronomi hibrida terung hijau. Hibrida BEP 01 x BEP 04
UB UP TT (cm) PB (cm) DB (cm) KB (HST) (HST) + 27.17 50.33 113.33 13.35g 5.49 h 4.35 h+ +
-
JBT
124.95
21.67 -
BBT (kg) 2.71
BEP 01 x BEP 12
34.40
63.75
118.25
32.51g
3.27
103.18 h 21.38
1.80
BEP 04 x BEP 01
30.37
53.43
110.70
12.92g- 5.34 h+
4.38 h+
114.3 h- 19.80
2.24
BEP 04 x BEP 12
25.37
51.07
120.87
14.67g- 5.44 h+
4.50 h+
138.79
18.88
2.62
+
3.59 h
BBb (g)
-
BEP 12 x BEP 01
28.47
59.67
137.67
31.68g
3.21
154.67
14.45
2.23
BEP 12 x BEP 04
38.67
58.17
107.53
13.06g- 5.04 h+
4.50 h+
133.01
5.15 g-
0.68 g-
Ratih Hijau (g)
29.97
59.73
125.00
24.37
3.22
126.72
16.02
2.00
Fortuna (h)
35.47
61.80
123.13
21.94
3.62 h 4.10 4.31
3.32
148.53
-
8.38 g
1.23 g-
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan beda nyata dengan pembanding terbaik pada taraf 0.05%. +/- = lebih tinggi atau lebih rendah dari pembanding terbaik, UB = umur berbunga, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, PB = panjang buah, DB = diameter buah, BBb = bobot per buah, JBT = jumlah buah per tanaman, BBT bobot buah per tanamanHST = hari setelah tanam.
63 Tidak terdapat hibrida yang mempunyai tinggi tanaman lebih rendah dari Mustang (117.57) sebagai varietas pembanding terbaik (Tabel 34.). Ini menunjukkan hibrida tersebut mempunyai keragaan tinggi tanaman yang relatif sama dengan Mustang dan dapat memenuhi kriteria preferensi konsumen. Terdapat 11 hibrida yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dengan Mustang. Hibrida tersebut berturut-turut BEP 08 x BEP 05 (139.03), BEP 08 x BEP 10 (142.60), BEP 08 x BEP 11 (127.2), BEP 08 x BEP 12 (136.93), BEP 10 x BEP 01 (140.83), BEP 10 x BEP 06 (137.27), BEP 10 x BEP 08 (148.27), BEP 10 x BEP 11 (143.97), BEP 10 x BEP 12 (138.12), BEP 11 x BEP 06 (136.50), BEP 11 x BEP 10 (142.47), BEP 12 x BEP 08 (135.80). Hibrida terung hijau mempunyai tinggi tanaman yang relatif sama dengan Fortuna sebagai pembanding terbaik. Preferensi konsumen menghendaki hibrida berumur genjah, ukuran tanaman rendah, dan hasil tinggi (Hidayati 2011). Kriteria panjang buah yang diminati konsumen berukuran 22-27 cm yang setara dengan lima pembanding (Antaboga, Mustang, Yumi, dan Reza, Lezata) sedangkan Ratih Ungu termasuk kelompok terung panjang. Persilangan dengan tetua BEP 04 menghasilkan ukuran buah lebih pendek dibandingkan semua pembanding (Tabel 36). Terdapat 24 hibrida yang mempunyai ukuran panjang buah relatif sama dengan varietas pembanding terbaik Antaboga (25.45). Ini menunjukkan bahwa hibrida tersebut memenuhi kriteria yang diminati konsumen. Terdapat 4 hibrida yang mempunyai ukuran panjang buah panjang satu kelompok dengan Ratih Ungu (32.48) berturut-turut BEP 01 x BEP 06 (29.49), BEP 06 x BEP 12 (28.37), BEP 08 x BEP 01 (29.1), BEP 08 x BEP 12 (30.56), BEP 12 x BEP 06 (29.12), BEP 12 x BEP 08 (30.37). Terdapat dua hibrida terung hijau yang masuk dalam kelompok panjang yaitu BEP 01 x BEP 12 (32.51) dan BEP 12 x BEP 01 (31.68) (Tabel 35.). Preferensi konsumen terhadap ukuran panjang buah sangat bervariasi sehingga memerlukan program pemuliaan yang lebih spesifik (Chen dan Li 1993). Terdapat 13 hibrida terung ungu yang mempunyai diameter buah relatif sama dengan Antaboga (4.86) berturut-turut BEP 01 x BEP 06 (4.57), BEP 01 x BEP 11 (4.99), BEP 04 x BEP 05 (4.64), BEP 05 x BEP 04 (4.75), BEP 05 x BEP 11 (4.66), BEP 06 x BEP 01 (4.54), BEP 06 x BEP 08 (5.24), BEP 08 x BEP 06 (4.97), BEP 10 x BEP 05 (5.14), BEP 10 x BEP 05 (5.07) BEP 11 x BEP 01 (4.98), BEP 11 x BEP 12 (4.70), BEP 12 x BEP 11 (4.66). Ini menunjukkan hibrida tersebut telah memenuhi kriteria ukuran diameter buah yang diminati konsumen. Terdapat 11 hibrida terung ungu yang mempunyai diameter lebih kecil dan 26 hibrida dengan diameter yang lebih besar serta berbeda nyata dengan Antaboga. Terdapat 6 hibrida terung hijau yang mempunyai diameter buah lebih besar dari Ratih Hijau dan Fortuna (Tabel 35.) Buah yang keras mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan menguntungkan untuk pengiriman jarak jauh, sehingga preferensi konsumen mengacu pada karakter buah keras. Kekerasan buah hibrida terung ungu disajikan pada Tabel 35., terdapat 12 hibrida terung ungu yang mempunyai kekerasan buah lebih tinggi daripada Reza (3.95) yang merupakan varietas pembanding terbaik untuk kekerasan buah berturut-turut BEP 11 x BEP 10 (4.37), BEP 10 x BEP 11 (4.41), BEP 04 x BEP 06 (4.45), BEP 04 x BEP 08 (4.45), BEP 04 x BEP 05 (4.47), BEP 06 x BEP 04 (4.47), BEP 04 x BEP 11 (4.48), BEP 11 x BEP 04 (4.48), BEP 04 x BEP 10 (4.49), BEP 05 x BEP 04 (4.49), BEP 08 x BEP 04
64 (4.49), BEP 10 x BEP 04 (4.49). Terdapat empat hibrida terung hijau yang lebih keras daripada Fortuna (3.32) yaitu BEP 01 x BEP 04 (4.35), BEP 04 x BEP 01 (BEP 4.38), BEP 04 x BEP 12 BEP (4.49) dan BEP 12 x BEP 04 (4.50) (Tabel 35). Tabel 36. Rata-rata panjang buah, diameter buah dan kekerasan buah hibrida terung ungu Hibrida No. 1 BEP 01 x BEP 05
PB (cm) DB (cm) KB 25.13 3.54 a 3.55 e-
No. Hibrida 29 BEP 08 x BEP 10
PB (cm) DB (cm) KB + 20.29 a 5.44 a 3.59 e-
2 BEP 01 x BEP 06
29.49 a+ 4.57
3.15 e-
30 BEP 08 x BEP 11
23.04
3 BEP 01 x BEP 08
27.23
4.25 a-
3.25 e-
31 BEP 08 x BEP 12
30.56 a+ 4.24 a-
3.16 e-
4 BEP 01 x BEP 10
20.72 a-
6.21 a+
3.96
32 BEP 10 x BEP 01
19.82 a- 5.81 a+
3.93
5 BEP 01 x BEP 11
22.05
4.99
3.75
33 BEP 10 x BEP 04
11.28 a- 7.18 a+
4.5 e+
6 BEP 04 x BEP 05
11.66 a-
4.64
4.47 e+
34 BEP 10 x BEP 05
19.3 a-
3.90
7 BEP 04 x BEP 06
13.02 a
-
+
35 BEP 10 x BEP 06
21.3 a
-
8 BEP 04 x BEP 08
13.87 a-
6.03 a+
4.45 e+
36 BEP 10 x BEP 08
21.55 a- 6.27 a+
3.62 e-
9 BEP 04 x BEP 10
12.55 a-
5.4 a+
4.49 e+
37 BEP 10 x BEP 11
16.63 a- 7.33 a+
4.41 e+
10 BEP 04 x BEP 11
11.58 a
-
+
38 BEP 10 x BEP 12
25.89
5.07
3.72
11 BEP 05 x BEP 01
27.70
3.60 e-
39 BEP 11 x BEP 01
22.44
4.98
12 BEP 05 x BEP 04 13 BEP 05 x BEP 06 14 BEP 05 x BEP 08
12.96 a
6.16 a
6.71 a
+
+
3.84 a-
26.65
4.75 4.00 a
25.62 -
4.45 e
4.48 e 4.49 e
-
3.76
3.78 a-
3.4 e
+
5.40 a
+
5.14 6.73 a
3.72
3.69
6.57 a
4.48 e+
23.48
4.42 a
-
3.86
42 BEP 11 x BEP 06
22.73
5.9 a
+
3.71
5.5 a+
3.75
40 BEP 11 x BEP 04
11.82 a
-
+
3.7 e-
+
41 BEP 11 x BEP 05 -
5.54 a+
15 BEP 05 x BEP 10
20.92 a
3.84
43 BEP 11 x BEP 08
22.23
16 BEP 05 x BEP 11
25.19
4.66
3.93
44 BEP 11 x BEP 10
18.98 a- 7.27 a+
4.37 e+
17 BEP 05 x BEP 12
27.58
3.33 a-
3.31 e-
45 BEP 11 x BEP 12
25.86
4.70
3.85
18 BEP 06 x BEP 01
27.36
4.54
3.36 e-
46 BEP 12 x BEP 05
25.05
3.06 a-
3.56 e-
19 BEP 06 x BEP 04
13.51 a-
6.10 a+
4.48 e+
47 BEP 12 x BEP 06
29.12 a+ 4.35 a-
3.4 e-
20 BEP 06 x BEP 05
24.31
4.02 a-
3.57 e-
48 BEP 12 x BEP 08
30.37 a+ 4.23 a-
3.29 e-
49 BEP 12 x BEP 10
23.09
5.42 a
+
3.64 e-
3.01 e
-
21 BEP 06 x BEP 08
27.73
5.24
22 BEP 06 x BEP 10
20.61 a-
6.88 a+
3.88
50 BEP 12 x BEP 11
26.64
4.66
3.6 e-
+
3.68
51 Antaboga (a)
25.45
4.86
3.65 e-
52 Lezata (b)
23.51
3.66 a-
3.56 e-
53 Mustang (c)
22.84
4.61
3.39 e-
23 BEP 06 x BEP 11
22.67
6.05 a
24 BEP 06 x BEP 12
28.37
4.46 a-
3.3 e-
25 BEP 08 x BEP 01
29.10
4.35 a-
3.24 e-
+
+
26 BEP 08 x BEP 04
13.63 a
27 BEP 08 x BEP 05
25.85
28 BEP 08 x BEP 06
27.64
-
6.21 a
4.14 a4.97
4.46 e
+
3.08 e-
54 Ratih Ungu (d)
32.48 a
3.55 e-
55 Reza (e)
22.55
5.11
3.95
-
56 Yumi (f)
25.02
4.78
3.36 e-
3.09 e
4.37 a
-
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan beda nyata dengan pembanding terbaik pada taraf 0.05%. +/- = lebih tinggi atau lebih rendah dari pembanding terbaik, PB = panjang buah, DB = diameter buah, KB kekerasan buah, No. 51-56 = varietas pembanding.
Terdapat dua hibrida terung ungu yang mempunyai bobot per buah tinggi baik daripada pembanding terbaiknya Reza (220.08) (Tabel 37.) berturut-turut BEP 06 x BEP 08 (256.39), BEP 06 x BEP 10 (261.28), serta 15 hibrida yang mempunyai bobot buah relatif sama dengan Reza. Terdapat empat hibrida terung hijau yang mempunyai bobot per buah tidak berbeda nyata dengan Fortuna (148.53) (Tabel 35). Hibrida tersebut berturut-turut BEP 12 x BEP 01 (154.67),
65 BEP 04 x BEP 12 (138.79), BEP 12 x BEP 04 (133.01), BEP 01 x BEP 04 (124.95). Tabel 37. Rata-rata bobot per buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman hibrida terung ungu Hibrida No. 1 BEP 01 x BEP 05
BBb (g) JBT 92.76 e 27.42
BBT (kg) 2.55 d-
16.48 b- 3.24
2 BEP 01 x BEP 06
197.04
3 BEP 01 x BEP 08
171.80 e- 9.63 b-
4 BEP 01 x BEP 10
202.08
12.13 b
5 BEP 01 x BEP 11
172.18 e- 8.83 b-
1.66 d-
Hibrida
No. 29
BBb (g) JBT BEP 08 x BEP 10 164.70 e 15.08 b-
30
BEP 08 x BEP 11 211.08
31
BEP 08 x BEP 12 182.91 e- 8.53 b-
7.68 b-
-
32
BEP 10 x BEP 01 192.54
1.51 d-
33
BEP 10 x BEP 04 138.62 e- 16.58
2.44 d
13.38 b
6 BEP 04 x BEP 05
80.95 e
34
BEP 10 x BEP 05 131.74 e 13.27 b
7 BEP 04 x BEP 06
150.89 e- 16.07 b- 2.42 d-
2.25 d
-
8 BEP 04 x BEP 08
150.14 e 16.18 b
9 BEP 04 x BEP 10
118.33 e- 16.38 -
10 BEP 04 x BEP 11
133.97 e 14.57 b
11 BEP 05 x BEP 01
131.06 e- 20.07
12 BEP 05 x BEP 04
91.15 e
-
-
-
1.62 d1.56 d-
2.58 d2.29 d-
-
27.80
BBT (kg) 2.45 d-
-
-
1.75 d-
35
BEP 10 x BEP 06 250.84
10.67 b-
2.67
-
36
BEP 10 x BEP 08 226.57
8.77 b-
1.98 d-
1.94 d-
37
BEP 10 x BEP 11 220.64
7.07 b-
1.56 d-
38
BEP 10 x BEP 12 187.79
-
1.76 d-
39
BEP 11 x BEP 01 185.98 e- 12.00 b-
2.44 d 1.96 d
-
2.64
21.85
1.99 d
-
13 BEP 05 x BEP 06
142.30 e- 16.98
14 BEP 05 x BEP 08
9.33 b
2.22 d-
40
BEP 11 x BEP 04 139.93 e 14.95 b
-
2.09 d-
2.41 d-
41
BEP 11 x BEP 05 156.20 e- 10.22 b-
1.59 d-
126.91 e- 14.27 b- 1.83 d-
15 BEP 05 x BEP 10
173.41 e 11.23 b
16 BEP 05 x BEP 11
167.62 e- 9.40 b-
17 BEP 05 x BEP 12
-
114.31 e 12.58 b
18 BEP 06 x BEP 01
193.32
-
-
42
BEP 11 x BEP 06 234.25
12.08 b-
2.83
-
43
BEP 11 x BEP 08 224.14
3.75 b-
0.84 d-
1.57 d-
44
BEP 11 x BEP 10 214.59
8.42 b-
1.81 d-
45
BEP 11 x BEP 12 192.34
-
1.67 d-
46
BEP 12 x BEP 05 82.13 e- 15.70 b-
1.95 d 1.44 d
-
14.93 b- 2.87 -
19 BEP 06 x BEP 04
163.01 e 19.85
20 BEP 06 x BEP 05
135.51 e- 20.95 +
3.24 2.84 -
21 BEP 06 x BEP 08
256.39 e 9.60 b
22 BEP 06 x BEP 10
261.28 e+ 11.03 b- 2.88
2.46 d
23 BEP 06 x BEP 11
241.58
9.45 b-
-
-
8.68 b -
47
BEP 12 x BEP 06 186.63 e 13.62 b
48
BEP 12 x BEP 08 173.34 e- 5.68 b12.72 b
-
1.28 d2.53 d0.98 d-
-
49
BEP 12 x BEP 10 204.90
50
BEP 12 x BEP 11 185.96 e- 12.18 b-
2.61 2.26 d-
2.31 d-
51
Antaboga (a)
190.98
10.08 b-
1.92 d-
24 BEP 06 x BEP 12
180.84 e 12.87 b
-
52
Lezata (b)
97.43
22.72
2.21 d-
25 BEP 08 x BEP 01
171.97 e- 14.05 b- 2.41 d-
53
Mustang (c)
156.01 e- 8.95 b-
-
-
26 BEP 08 x BEP 04
-
163.18 e 15.98 b
-
27 BEP 08 x BEP 05
-
132.96 e 14.58 b
-
232.40
-
28 BEP 08 x BEP 06
10.45 b
2.32 d 2.61
54
1.93 d
-
2.42 d
-
55 56
Ratih Ungu (d) Reza (e) Yumi (f)
213.45
16.00 b
1.39 d-
3.42
1.03 b
-
0.23 d-
179.58 e 9.43 b
-
1.70 d-
220.08 -
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan beda nyata dengan pembanding terbaik pada taraf 0.05%. +/- = lebih tinggi atau lebih rendah dari pembanding terbaik, BBb = bobot per buah, JBT = jumlah buah per tanaman, BBT = bobot buah per tanaman. No. 51-56 = varietas pembanding
Terdapat dua hibrida terung ungu yang mempunyai jumlah buah per tanaman lebih tinggi dari Lezata (22.72) tetapi tidak berbeda nyata yaitu BEP 01 x BEP 05 (27.82) dan BEP 04 x BEP 05 (27.80) (Tabel 37), Terdapat lima hibrida terung hijau yang mempunyai jumlah buah per tanaman relatif tidak berbeda dengan pembanding terbaiknya yakni Ratih Hijau (16.02), tetapi berbeda nyata dengan Fortuna (8.38) berturut-turut BEP 01 x BEP 04 (21.67), BEP 01 x BEP 12 (21.38), BEP 04 x BEP 01 (19.80), BEP 04 x BEP 12 (18.88) dan BEP 12 x BEP 01 (14.45) (Tabel 35).
66 Terdapat empat hibrida mempunyai bobot buah per tanaman lebih rendah dari pembanding terbaik Ratih Ungu (3.42) tetapi tidak berbeda nyata dan lebih tinggi daripada pembanding lainnya berturut-turut BEP 01 x BEP 06 (3.24), BEP 06 x BEP 01 (2.87), BEP 06 x BEP 04 (3.24), BEP 06 x BEP 05 (2.84) (Tabel 37.). Sedangkan enam hibrida yang mempunyai bobot per tanaman sama dengan Lezata (2.21) berturut-turut BEP 06 x BEP 10 (2.88 BEP 08 x BEP 04 (2.61), BEP 10 x BEP 06 (2.66), BEP 11 x BEP 06 (2.83), BEP 12 x BEP 10 (2.61). Hibrida terung hijau yang mempunyai bobot buah tinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan Ratih Hijau (2.00) berturut-turut BEP 01 x BEP 04 (2.71) dan BEP 04 x BEP 12 (2.62), BEP 12 x BEP 01 (2.23) (Tabel 35.).
Gambar 16. Hibrida-hibrida terung ungu yang mempunyai potensi bobot buah per tanaman tinggi.
BEP 01 x BEP 04 (A)
BEP 04 x BEP 12 (B)
BEP 12 x BEP 01 (C)
Gambar 17. Hibrida-hibrida terung hijau yang mempunyai potensi bobot buah per tanaman tinggi.
67
SIMPULAN Beberapa hibrida mempunyai karakter melebihi varietas pembanding maupun tidak berbeda nyata dengan pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilakukan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi adaptasi dan preferensi konsumen. BEP 05 x BEP 04 mempunyai kegenjahan yang baik memiliki umur berbunga dan umur panen yang rendah dan sama dengan varietas pembanding terbaik. Tetua BEP 04 menghasilkan beberapa hibrida yang mempunyai kekerasan buah melebihi varietas pembanding. Hibrida BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 berpotensi dikembangkan karena mempunyai bobot per tanaman, bobot per buah, umur bunga, umur panen, yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik.
PEMBAHASAN UMUM Pengembangan varietas didasarkan pada kebutuhan pasar dan memerlukan keragaman genetik untuk menghasilkan varietas dengan adaptasi yang luas. Genotipe terung yang dikelompokan berdasarkan pada tingkat kemiripan membentuk kelompok-kelompok genotipe yang mempunyai karakteristik tertentu. Kelompok genotipe dengan karakter yang berbeda akan memberikan manfaat jika digunakan sebagai tetua dalam suatu persilangan untuk mempelajari kendali gen-gen yang menyusun suatu sifat. Persilangan yang berasal dari kelompok - kelompok genetik yang berbeda menghasilkan daya gabung yang berbeda pula (Tabel 38). BEP 04 (BEPA05) yang berada pada kelompok I mempunyai daya gabung umum (DGU) konsisten terbaik pada beberapa karakter. Persilangan BEP 04 dengan genotipe yang berasal dari kelompok III juga menghasilkan daya gabung khusus terbaik (DGK) dan menghasilkan heterosis (MPH) dan heterobeltiosis (BPH) terbaik pada beberapa karakter. Hal ini menunjukkan perbedaan jarak genetik akan menghasilkan daya gabung dan heterosis yang terbaik dan sesuai dengan Hadiati et al. (2009) yang menyatakan untuk mengembangkan galur-galur tetua dibutuhkan informasi variabilitas fenotipik dan genetik yang cukup luas, jarak genetik yang luas dari plasma nutfah donor, sehingga tetua-tetua yang terbentuk akan menjadi dua grup besar dengan jarak genetika yang besar dan daya gabung yang luas. Pada penelitian ini persilangan dalam satu kelompok genetik (kelompok III) juga memperlihatkan beberapa tetua yang mempunyai DGU tinggi pada beberapa karakter yaitu BEP 05, BEP 06, BEP 08, BEP 10, BEP 11, BEP 12 juga menghasilkan beberapa nilai DGK, heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi. Ragam aditif dan ragam dominan yang dihasilkan dapat digunakan untuk menduga arah pengembangan varietas. Karakter yang mempunyai ragam aditif tinggi digunakan untuk seleksi pengembangan galur dan varietas bersari bebas, sedangkan karakter dengan ragam dominan tinggi dapat digunakan utuk seleksi dalam pengembangan varietas hibrida. Karakter umur berbunga, umur panen,
68 jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman merupakan karakter utama pada karakter keragaan varietas. Karakter-karakter tersebut mempunyai ragam dominan lebih tinggi daripada ragam aditif yang menunjukkan bahwa terdapat peluang pada terung dalam pengembangan varietas hibrida. Di lain pihak karakter panjang buah, diameter dan kekerasan buah mempunyai ragam aditif yang lebih besar dari ragam dominannya sehingga sangat strategis digunakan dalam seleksi tahap awal pembentukan varietas bersari bebas. Tabel 38. Nilai ragam, daya gabung dan heterosis terbaik hasil kombinasi persilangan tetua terung Karakter
Umur berbunga (HST)
Umur panen (HST)
Tinggi tanaman (cm)
Panjang buah (cm)
Diameter buah (cm)
Kekerasan buah
Bobot per buah (g)
Ragam Tetua Aditif Dominan DGU terbaik BEP 04 (-1.87) 2.12 4.48 BEP 05 (-1.18) BEP 08 (-0.47) BEP 04 (-3.19) 19.16 21.06 BEP 05 (-1.62) BEP 06 (-0.97) BEP 04 (-5.92) 83.92 26.48 BEP 06 (-2.91) BEP 01 (0.03) BEP 12 (3.69) 41.81 2.93 BEP 01 (3.04) BEP 08 (3.06) BEP 10 (0.38) 1.17 0.13 BEP 11 (0.01) BEP 04 (-0.02) BEP 04 (0.21) 0.21 0.03 BEP 10 (-0.01) BEP 11 (-0.11) BEP 06 (16.17) 1,877.05 300.7 BEP 10 (10.60) BEP 11 (9.21)
DGK terbaik BEP 12 x BEP 04 (-6.65) BEP 12 x BEP 05 (-5.75) BEP 10 x BEP 12 (-4.54) BEP 08 x BEP 10 (-5.36) BEP 12 x BEP 05 (-5.15) BEP 12 x BEP 08 (-4.87) BEP 06 x BEP 08 (-10.31) BEP 12 x BEP 01 (-9.31) BEP 11 x BEP 06 (-7.05) BEP 05 x BEP 11 (2.87) BEP 04 x BEP 10 (2.81) BEP 01 x BEP 12 (2.64) BEP 04 x BEP 08 (0.59) BEP 10 x BEP 11(0.44) BEP 04 x BEP 11 (0.41) BEP 04 x BEP 08 (0.31) BEP 04 x BEP 12 (0.30) BEP 04 x BEP 06 (0.21) BEP 06 x BEP10 (29.40) BEP 04 x BEP12 (21.01) BEP 01 x BEP10 (16.93)
Kombinasi Persilangan MPH terbaik BEP 12 x BEP 10 (-32.41) BEP 08 x BEP 10 (-28.71) BEP 06 x BEP 10 (-28.01) BEP 12 x BEP 10 (-35.09) BEP 08 x BEP 10 (-26.93) BEP 08 x BEP 11 (-26.73) BEP 06 x BEP 08 (-9.97) BEP 06 x BEP 05 (-8.05) BEP 11 x BEP 04 (-4.27) BEP 05 x BEP 11 (36.29) BEP 11 x BEP 05 (27.02) BEP 04 x BEP 10 (25.09) BEP 04 x BEP 12 (34.68) BEP 11 x BEP 06 (34.10) BEP 08 x BEP 04 (34.31) BEP 12 x BEP 04 (16.25) BEP 08 x BEP 04 (16.23) BEP 04 x BEP 12 (16.22) BEP 05 x BEP 11 (40.82) BEP 06 x BEP 10 (39.66) BEP 06 x BEP 11 (36.78)
BPH terbaik BEP 12 x BEP 10 (-27.34) BEP 08 x BEP 12 (-21.35) BEP 08 x BEP 10 (-21.25) BEP 08 x BEP 10 (-25.82) BEP 12 x BEP 10 (-25.34) BEP 10 x BEP 06 (-20.44) BEP 06 x BEP 05 (-7.05) BEP 06 x BEP 08 (-4.86) BEP 01 x BEP 11 (-1.02) BEP 05 x BEP 11 (23.72) BEP 11 x BEP 05 (15.29) BEP 05 x BEP 06 (14.85) BEP 08 x BEP 04 (29.40) BEP 04 x BEP 08 (25.78) BEP 04 x BEP 06 (22.65) BEP 12 x BEP 04 (0.95) BEP 04 x BEP 12 (0.92) BEP 10 x BEP 04 (0.86) BEP 06 x BEP 10 (37.48) BEP 06 x BEP 08 (34.19) BEP 08 x BEP 01 (33.26)
Jumlah buah per tanaman 18.1
6.36
BEP 04 (3.84) BEP 01 (2.75) BEP 05 (1.94)
BEP 01 x BEP 05 (4.62) BEP 05 x BEP 01 (3.68) BEP 01 x BEP 12 (3.63)
BEP 08 x BEP 10 (150.83) BEP 08 x BEP 10 (136.91) BEP 12 x BEP 10 (111.53) BEP 12 x BEP 10 (99.84) BEP 12 x BEP 11 ( 111.64) BEP 12 x BEP 11 ( 91.46)
Bobot buah per tanaman 0.13 (kg)
0.17
BEP 06 (0.44) BEP 01 (0.28) BEP 04 (0.26)
BEP 12 x BEP 04 (0.97) BEP 11 x BEP12 (0.56) BEP 04 x BEP 08 (0.53)
BEP 12 x BEP 10 (177.00) BEP 12 x BEP 11 (169.64) BEP 12 x BEP 11(170.63) BEP 12 x BEP 10 (148.49) BEP 11 x BEP 06 (140.42) BEP 06 x BEP 04 (104.85)
Keterangan : DGU= daya gabung umum, DGK = daya gabung khusus, MPH = mid parent heterosis (heterosis), BHP = Best parent heterosis (heterobeltiosis)
Karakter-karakter yang menjadi preferensi konsumen dipelajari perilaku genetiknya untuk mengetahui gen dan aksi gen yang berperan dalam ekspresi karakter. Interaksi gen, aksi gen, proporsi gen dominan terhadap gen resesif dan jumlah gen pengendali sangat penting untuk mengetahui aksi gen dalam mengekspresikan suatu karakter. Karakter yang dikendalikan 1 gen seperti pada karakter panjang buah dan kekerasan buah relatif lebih mudah pengelolaan dalam perakitan varietas dibandingkan karakter dengan jumlah gen pengendali yang lebih banyak. Persilangan dengan BEP 04 akan menghasilkan buah yang relatif keras dan mempunyai panjang buah yang pendek. BEP 04 mempunyai jumlah gen dominan kekerasan buah paling banyak (Gambar 12). BEP 01 dan BEP 12 mempunyai kandungan gen dominan sedikit pada karakter panjang buah (Gambar 10). Hal ini ditunjukkan posisi BEP 01 dan BEP 12 yang jauh dari sumbu
69 persilangan. Pewarisan poligenik (dikendalikan oleh banyak gen) mempunyai pewarisan yang lebih kompleks terlebih jika terjadi interaksi antar gen seperti terjadi pada karakter bobot per buah dan jumlah buah per tanaman yang dinyatakan dengan nilai b(Wr, Vr) tidak sama dengan 1, didalamnya akan terjadi mekanisme epistasis (Yunianti 2007). Pengembangan varietas hibrida sayuran di Indonesia dipelopori oleh industri benih berbasis pemuliaan pada tahun 1990. Industri benih melakukan pengembangan varietas hibrida dengan mengumpulkan plasma nutfah untuk memenuhi kriteria yang menjadi preferensi konsumen. Konsumen menghendaki vigor tanaman yang kokoh, tahan terhadap penyakit dan hama, produksi tinggi, dengan ukuran, bentuk dan warna buah yang beragam yang sesuai kebiasaan masyarakat setempat. Preferensi konsumen dapat diketahui dari jumlah benih yang terjual di pasaran. Tahun 2012 tercatat 7,679 kg benih varietas hibrida dan 7,214 kg varietas bersari bebas yang telah dijual di Indonesia yang setara dengan penanaman 740,135 Ha (Zainuri 20131). Preferensi konsumen beragam dari warna buah ungu, hijau, putih dengan bentuk buah bulat dan silindris. Penilaian karakter ekonomi yang utama juga merupakan fungsi penting dalam pemuliaan tanaman (Muniappan et al. 2010). Tetua BEP 04, BEP 05, BEP 06 dan BEP 12 menghasilkan kombinasi persilangan yang mempunyai nilai pada beberapa karakter tidak berbeda nyata (Tabel 39) dengan varietas pembanding terbaik yang merupakan varietas komersial di pasaran. Hal ini mengindikasikan bahwa genotipe yang mempunyai jarak genetik jauh BEP 04 (kelompok I) dan kelompok III memberikan kombinasi persilangan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut sesuai preferensi pasarnya. Tabel 39. Keragaan hibrida terung ungu dan hijau terbaik hasil persilangan dialel Karakter
Hibrida (Warna ungu)
Hibrida Varietas pembanding
BEP 01 x BEP 05 (26.73) Umur berbunga (HST) BEP 04 x BEP 08 (25.4) Ratih Ungu (26.53) BEP 05 x BEP 04 (24.47) BEP 05 x BEP 04 (45.87) Umur panen (HST) Ratih Ungu (56.30) BEP 06 x BEP 04 (49.83) Tinggi tanaman (cm) 39 hibrida tidak berbeda nyata Mustang (117.57) Panjang buah (cm)
24 hibrida tidak berbeda nyata Antaboga (25.45)
Diameter buah (cm)
13 hibrida berdiameter
Antaboga (4.86)
26 hibrida berdiameter > a+
(Warna hijau)
Varietas pembanding
BEP 01 x BEP 04 (27.17) BEP 12 x BEP 04 (25.37)
Ratih Hijau (29.97)
BEP 01 x BEP 04 (50.33), BEP 12 x BEP 04 (51.07) BEP 01 x BEP 12 (32.51) g+ BEP 12 x BEP 01 (31.68) g+ BEP 01 x BEP 04 (5.49) h+ BEP 04 x BEP 01 ( 5.44) h+ BEP 12 x BEP 04 (5.04) h+ BEP 01 x BEP 04 (4.35) h+ BEP 04 x BEP 01 (4.38) h+ BEP 04 x BEP 12 (4.49) h+ BEP 12 x BEP 04 (4.50) h+
Ratih Hijau (59.73) Fortuna (123.13) Ratih Hijau (24.37) Fortuna (4.30)
Kekerasan buah
12 hibrida e+
Bobot per buah (g)
BEP 06 x BEP 08 (256.39) e+ Reza (220.08) BEP 06 x BEP 10 (261.28) e+
Jumlah buah per tanaman
BEP 01 x BEP 05 (27.82) b+ BEP 04 x BEP 05 (27.80) b+
Lezata (22.72)
BEP 01 x BEP 04 (21.67) BEP 01 x BEP 12 (21.38) BEP 04 x BEP 01 (19.80)
Ratih Hijau (16.02)
Bobot buah per tanaman (kg)
BEP 01 x BEP 06 (3.24) BEP 06 x BEP 01 (2.87) BEP 06 x BEP 04 (3.24) BEP 06 x BEP 05 (2.84)
Ratih Ungu (3.42)
BEP 01 x BEP 04 (2.71) BEP 04 x BEP 12 (2.62) BEP 12 x BEP 01 (2.23)
Ratih Hijau (2.00)
1
Reza (3.95)
BEP 12 x BEP 01 (154.67)
Fortuna (3.32)
Fortuna (148.53)
Zainuri, Market Share Terung 2012 (PT. BISI International Tbk., 2013).
70 Beberapa persilangan berasal dari genotipe tetua yang mempunyai nilai DGU, DGK, heterosis dan heterosis terbaik (Tabel 38 dan Tabel 39), mengindikasikan bahwa dalam pembentukan varietas hibrida untuk mendapatkan daya gabung khusus, heterosis dan heterobeltiosis yang baik dilakukan dengan persilangan tetua dengan jarak genetik yang berbeda dengan tidak mengesampingkan preferensi konsumen.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat keragaman karakter morfologi pada 30 pada genotipe terung. Karakter panjang buah, diameter buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman mempunyai nilai heritabilitas arti luas dan kemajuan genetik yang tinggi sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk kegiatan pemuliaan terung selanjutnya. Terdapat tiga kelompok genotipe terung berdasarkan analisis gerombol pada nilai 10% ketidakmiripan atau 90% kemiripan genotipe serta analisis komponen utaman terhadap 45 karakter. Umur berbunga, umur panen dan bobot buah per tanaman dipengaruhi oleh aksi gen non aditif karena mempunyai ragam DGK yang lebih tinggi dari ragam DGU. Tinggi tanaman, panjang buah, diameter buah, kekerasan buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman ekspresi karakternya dipengaruhi oleh aksi gen aditif. BEP 04 relatif lebih konsisten mempunyai nilai DGU dan DGK yang tinggi dibanding genotipe yang lain. Tidak terjadi interaksi gen nyata dengan satu dalam penampilan karakter karena mempunyai nilai b = 1 kecuali pada bobot per buah dan jumlah buah per tanaman. Panjang buah dan kekerasan buah dikendalikan sedikitnya 1 kelompok gen, diameter buah, bobot per buah dan jumlah buah per tanaman sedikitnya 2 kelompok gen, umur berbunga dan tinggi tanaman dikendalikan paling sedikit 3 kelompok gen. Umur panen dikendalikan oleh sedikitnya 4 kelompok gen dan bobot buah per tanaman dikendalikan sedikitnya 5 kelompok gen. Tetua BEP 04 menghasilkan beberapa hibrida yang memiliki kekerasan melebihi varietas pembanding. Hibrida BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05 mempunyai bobot buah per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik
Saran Diperlukan karakterisasi secara molekuler untuk mengkonfirmasi hasil karakterisasi morfologi. Analisis dialel dan evaluasi hibrida dilakukan pada lebih dari satu lokasi untuk memperkecil pengaruh lingkungan terhadap keragaan karakter tanaman. Terhadap beberapa hibrida (BEP 01 x BEP 06, BEP 06 x BEP 01, BEP 06 x BEP 04, BEP 06 x BEP 05) yang mempunyai karakter dengan nilai melebihi atau tidak berbeda nyata dengan pembanding terbaik berpotensi dilakukan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi adaptasi dan preferensi konsumen.
71
DAFTAR PUSTAKA Ai-zhi LV, Zhang Hao, Zhang Z, Tao Y-s, Yue B, and Zheng Y-l. 2012. Conversion of the statistical combining ability into a genetic concept. J. Integrt. Agric. 11: 43-52. Allard RW. 1966. Principles of Plant Breeding. New York (US) : J. Wiley & Sons. 485pp. Baihaki A. 1989. Phenomena heterosis. dalam Kumpulan Materi Perkuliahan Latihan Teknik Pemuliaan Tanaman dan Hibrida. Bandung (ID): UNPADBalittan Sukamandi, Departemen Pertanian. Bhagowati RR, S Changkija. 2010. Genetic variability in indigenous brinjal land races of Dimapur district of Nagaland and their traditional cultivation practices. Indigenous Bio-resource IJBSM. 1(1) 1-4. Begum F, Aminul Islam AKMA, Rasul MG, Mian MAK, Hossain MM. 2013. Morphological diversity of eggplant (Solanum melongena) in Bangladesh. Emir. J. Food Agric. 25 (1): 45-51 Bos I. 1999. International Course on Applied Plant Breeding: selection methods in plant breeding part I. Wageningen, the Netherlands (NL): International Agriculture Centre. Bubici G, Cirulli M. 2008. Screening and selection of eggplant and wild related species for resistance to Leveillula taurica. Euphytica 164:339–345. DOI 10.1007/s10681-008-9663-z. Chen NC. 1971. AVRDC Training guide: Eggplant seed production. Taiwan (TW): Asian Vegetable Research and Department. Chen NC, Li HM. 1993. Cultivation and Seed Production of Eggplant. dalam Breeding of Solanaceous and Cole Crops. AVRDC p. 122-134. Taiwan (TW): Asian Vegetable Research and Department. Christie BR, Shattuck VI. 1992. The Diallel Cross : Design, Analysis, and Use for Plant Breeders*. in Plant Breeding Review. Volume 9. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Chaudary HK. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. 2nd Ed. New Delhi (IN): Oxford and IBH Publishing Co. Collonnier C, Fock I, Kashyap V, Rotino GL, Daunay MC, Lian Y, Mariska IK, Rajam MV, Servaes A, Ducreux G, Sihachakr D. 2001. Applications of biotechnology in eggplant. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 65: 91–107. Dahlan M, Mudjiono, Slamet S. 1998. Pembentukan populasi heterosis untuk program hibrida. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. I:1-8. Daunay MC. 2008. Handbook of Plant Breeding: Eggplant. dalam Vegetables II. Volume 2, Part 3. Pages 163-220. Danquah JA, Ofori K. 2012. Variation and correlation among agronomic traits in 10 accesssions of garden eggplant (Solanum gilo Raddi) in Ghana. International Journal of Science and Nature 3(2): 373-379. Darlina E, Baihaki A, Darajat A, Herawati T. 1992. Daya gabung dan heterosis karakter hasil dan komponen hasil enam genotipe kedelai dalam silang dialel. Zuriat 3(2):32-38.
72 Denton OA, Nwangburuka CC. 2011. Heritability, genetic advance and character association in six yield related character of Solanum anguivi. Asian J. Agric. Research 5(3): 201-207. de Sousa JA, Maluf WR. 2003. Dialel analysis and estimation of genetic parameters of hot pepper (Capsicum chinense Jacq.). Scientia Agricola. Vol. 60. Esiyok D. M.K. Bozokalfa, T.K. Asciogul. 2011. Variability, heritability and association analysis in plant traits of Swiss chard (Beta vulgaris subsp. cicl). Genetika 43(2): 239-252. Falconer DS. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. New York (US): Longman. 340p. Furini A, Wunder J. 2004. Analysis of eggplant (Solanum melongena)-related germplasm: morphological and AFLP data contribute to phylogenetic interpretations and germplasm utilization. Theor Appl Genet. 108:197–208. Ge H, Li H, Liu Y, Li X, Chen H. 2011. Characterization of novel developed expressed sequence tag (EST)-derived simple sequence repeat (SSR) markers and their application in diversity analysis of eggplant. African Journal of Biotechnology 10(45) : 9023-9031. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Production Yearbook, 2005. FAOSTAT, Italy. [http://faostat.fao.org]. Accessed December 12, 2012. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). FAOSTAT, Italy. [http://faostat.fao.org]. Accessed December 8, 2010. Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol. 1. New York (US): Mac-Millan. Frary A, Doganlar S, Daunay MC. 2007. Genome mapping and molecular breeding in plants: Eggplant. Volume 5. Vegetables. C. Kole (Ed.). Berlin Heidelberg (DE): Springer-Verlag. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Penerjemah E Sjamsudin dan JE Baharsjah. Statistical Procedures for Agricultural Research. Jakarta (ID): UI-PRESS. 698hal. Groot SN. 2002. Vegetable breeding for market development. East West Seed 1982-2002. Thailand: East West Seed International. Griffing B. 1956. Concept of general and specific combining ability in relation to diallel crossing system. Aust. Biol. Sci. 9(4) 463-493. Hadiati S, Yulianti S dan Sukartini. 2009. Pengelompokan dan jarak genetika plasmanutfah nenas berdasarkan karakter morfologi. J. Hort. 19(3): 264-270. Hallaeur AR. 1990. Methods using in developing maize inbreds. Maydica 35:116. Hallauer AR , Miranda JB. 1990. Quantitative Genetics in Maize Breeding. 2nd ed. Ames. IA, (US): Iowa State Univ. Press. Hidayati N. . De eloping of hybrid eggplant “ ustang ”. In Vegetable Breeding for Market Development, East West Seed 1982-2002. Thailand: East West Seed International, p.119. Hidayati N. 2011. Dampak Adopsi benih Terung Hibrida terhadap Keragaman Plasma nutfah Lokal dan Pendapatan Petani (Studi Kasus di Jawa Barat Bagian Utara). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
73 Iriany RN, Sujiprihati S, Syukur M, Koswara J, Yunus M. 2011. Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan dialel. J. Agron. Indones. 39(2):103-111. Iriany RN. 2011. Analisis jarak genetik berdasarkan marka SSRs dan morfologi serta analisis daya gabung untuk pembentukan hibrida jagung manis (Zea mays L. var saccharata). [Disertasi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Islam MS, Uddin MS. 2009. Genetic variation and trait relationship in the exotic and local eggplant germplasm. Bangladesh J. Agril. Res. 34(1): 91-96. [Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Pusat data dan informasi pertanian sub sektor tanaman pangan dan hortikultura komoditi terung. Produksi, luas panen dan produktivitas nasional Tahun 2000-2010. Jakarta. www.deptan.go.id. 9 November 2012. Khan AS, Habib I. 2003. Gene action in five parent dialel cross of spring wheat (Triticum aesativum L.). Pakistan : J. Biol. Sci. 6(23):1945-1948. Marame F, Dessalegne L, Fininsa C, Sigvald R. 2009. Heterosis and heritability in crosses among Asian and Ethiopian parents of hot pepper genotypes. Euphytica 168:235–247 , DOI 10.1007/s10681-009-9912-9. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Press. Nonnecke IBL. 1992. Vegetable Production. New York (US): Van Nostrand Reinhold, 629 hal. Muniappan S, Saravanan K, Ramya B. 2010. Studies on genetic divergence and variability for certain economic characters in eggplant (Solanum melongena L.). Electr. J. of Plant Breed. 1(4): 462-465 Quamruzzaman AKM, Rashid MA, Ahmad S, Moniruzzaman M. 2009. Genetic divergence analysis in eggplant (Solanum melongena L.). Bangladesh J. Agril. Res. 34(4): 705-712. Pinaria A, Baihaki A, Setiamihardja R, Drajat A. 1995. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe perumput pakan. Zuriat 6(2): 88-92. Poehlman JM. 1987. Breeding Field Crop. Ed ke-3. New York (US) : Van Nostrand Reinhold. Poehlman JM, Sleeper DA. 1995. Breeding Field Crop. Ames (US) : Iowa State University Press. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID) : PAU IPB. 169 hal. Polignano G, Uggenti P, Bisignano V, Gatta CD. 2010. Genetic divergence analysis in eggplant (Solanum melongena L.) and Allied species. Genet. Resour. Crop Evol .57:171–181 [PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2006. Panduan Pengujian Individial Terung. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Prabhu M, Natarajan S, Pugalendhi L. 2009. Genetic parameters in eggplant (Solanum melongena) backcross progenies. Amric-Eur J. of Sustn. Agric. 3(3): 275-279. Rajam MV, Kumar SV. 2007. Biotechnology in agriculture and forestry: Eggplant, Vol. 59. Transgenic Crops IV (eds. EC Pua and MR Davey). Berlin (DE): Springer-link-.Verlag.
74 Riyanto A. 2007. Studi genetik karakter hortikultura dan ketahanan terhadap Cucumber Mosaic Virus dan Chilli Veinal Mottle Virus pada cabai (Capsicum annum L.) [Tesis] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor . Roychowdhury R, Roy S, Tah J. 2011. Estimation of heritable components of variation and character selection in eggplant (Solanum melongena L.) for mutation breeding program. Contin J Biol. Sci. 4(2): 31 – 36. Rubiyo, Trikoesoemaningtyas, Sudarsono. 2011. Pendugaan daya gabung dan heterosis ketahanan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) terhadap penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora). J. Littri. 17 : 124 - 131 Rukmana R. 1996. Bertanam Terung. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Santoso S. 2004. SPSS Statistik Mulivariate. Jakarta (ID): Elex Media Computindo. Satori A, Sujiprihati S, Sobir. 2002. The study of genetic diversity and relationships on Carica sp by means of random amplified polymorphic DNA (RAPD) analysis. Bul. Agron. 30(1): 21 – 26. Sekara A, Cebula S, Kunicki E. 2007. Cultivated eggplant – origin, breeding objective and genetic resources, a riview. Folia Horticulturae. Ann. 19(1): 97114. Shafeeq A. 2005. Heterosis and Combining ability studies in brinjal (Solanum melongena L.). [Tesis] India : Dharwad University of Agricultural Sciences. Shrestha SL, Luitel BP, Kang WH. 2011. Heterosis and heterobeltiosis studies in sweet pepper (Capsicum annuum L.). Hort. Environ. Biotechnol. 52(3):278283. 2011. DOI 10.1007/s13580-011-0106-8. Singh RK, Chaudhary BD. 1985. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. New Delhi (ID) : Kalyani Publisher. Solieman TH, El-Gazzar HASR, Doss MM. 2012. Efficiency of mass selection and selfing with selection breeding methods on improving some important characters of three eggplant cultivars. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 12 (3): 342-351. Stansfield WD. 1983. Theory and Problem of Genetics, Ed ke-2. Schaum Outline Series. New York (US): McGrew-Hill Inc. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Alih Bahasa : Bambang Sumantri Edisi Kedua. Jakarta (ID) : PT. Gramedia. Sujiprihati S. 1996. Heterosis, combining ability and yield prediction in hybrid from local maize inbred line [PhD]. Malaysia (MY): Universiti Pertanian Malaysia. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2008. Pemuliaan Tanaman. Diktat Kuliah. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Sujiprihati S, Yunianti R, Syukur M, Undang. 2007. Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum annuum L.). Bul. Agron. 35 (1):28 – 35. Sustyanti, Nasrullah, Mangoendidjojo W. 2001. Uji daya gabung galur S6 tanaman jagung dengan persilangan dialel parsial. J. Ilmu Pertanian 8:1-5. Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Undang. 2010. Diallel analysis using Hayman method to study genetic parameters of yield components in pepper (Capsicum annuum L.). Hayati Journal of Biosciences 17: 183-188
75 [USDA] United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service. 2007. Plant Profile. Edisi: 070214 jsp. http://plants.usda.gov, http://Plant-Materials.nrcs.usda.gov. Virmani SS, Viraktamath CL, Casal RS, Toledo MT Lopez, Manalo JO. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. Philippines. IRRI. Welsh JR. 1981. Fundamental of Plant Genetic and Breeding. New York (US) : John Wiley and Sons. Yunianti R. 2007. Analisis genetik pewarisan ketahanan cabai (Capsicum annum L.) terhadap Phytopthora capsici Leonin. [Disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Hasil karakterisasi fenotipe terung berdasarkan Panduan Pengamatan Individual (PPI) uji BUSS 76 No. Plot
Genotipe
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
BEP A 11 BEP A 61 BEP E 97 BEP A 12 BEP A 03 BEP E 102 BEP A 41 BEP C 81 BEP C 82 BEP C 83 BEP C 84 BEP C 86 BEP C 87 BEP C 88 BEP C 89 BEP C 20 BEP C 30 BEP C 38 BEP C 41 BEP C 14 BEP B 12 BEP B 25 BEP B 51 BEP B 61 BEP B 70 BEP C 18 BEP C 24 BEP A 31 BEP A 71 BEP A 32
HASIL KARAKTERISASI FENOTIPE TERUNG BERDASARKAN PANDUAN PENGAMATAN INDIVIDUAL (PPI) UJI BUSS Kecambah: Intensitas Kecambah: Warna Tanaman: Warna antosianin antosianin Tipe tumbuh pada hipokotil pada hipokotil P1 P2 P3 9 3 3 9 3 3 1 0 3 9 3 3 1 0 5 9 9 3 9 5 3 9 9 3 9 7 3 9 9 3 9 9 3 9 5 3 9 7 3 9 7 3 9 3 3 9 5 3 9 3 3 9 5 1 9 7 3 9 3 3 9 5 3 9 5 3 9 3 3 9 3 3 9 5 3 9 5 1 9 5 1 9 3 3 9 3 3 9 3 3 1 tidak ada 9 ada
1 3 5 7 9
sangat lemah 1 tegak lemah 3 semi-tegak sedang 5 horizontal kuat sangat kuat
Tanaman: Tinggi Tanaman
Batang: Jarak Batang: Batang : dari kotiledon Intensitas Warna ke buku pada Warna antosianin bunga pertama antosianin
P4 5 7 5 7 3 5 5 9 7 5 7 7 7 5 3 5 3 5 5 3 5 7 3 5 5 7 5 5 7 7 1 3 5 7 9
sangat pendek pendek sedang tinggi sangat tinggi
P5 5 5 3 5 3 3 5 7 9 7 7 5 7 5 3 5 3 3 5 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 3 5 7 9
sangat pendek pendek sedang panjang sangat panjang
P6 9 9 1 9 1 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 1 tidak ada 9 ada
P7 3 1 0 3 0 9 7 9 7 9 9 7 7 7 3 5 3 5 7 3 7 3 5 5 5 5 5 3 3 5 1 3 5 7 9
Batang: Helai daun: Helai daun: Kerapatan Lekukan tepi ukuran Daun Bulu helai daun P8 3 3 3 3 3 5 7 5 5 5 5 7 5 5 5 7 5 5 5 5 5 5 7 5 5 7 5 3 3 5
sangat lemah 3 sangat sedikit lemah 5 sedikit sedang 7 banyak kuat sangat kuat
P9 7 7 3 5 3 7 7 9 7 5 7 7 7 5 3 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 7 1 3 5 7 9
sangat kecil kecil sedang besar sangat besar
P10 3 7 5 7 3 5 7 7 7 7 7 5 7 7 3 5 3 5 7 3 3 3 7 5 3 5 3 5 3 3 1 3 5 7 9
Helai daun : Ujung daun
Helai daun: Tonjolan pada permukaan
Helai daun: Intensitas warna hijau daun
P11 5 7 7 5 7 5 7 7 5 7 5 5 7 7 3 7 3 7 7 3 3 5 7 7 7 5 7 5 5 7
P12 7 5 5 7 3 7 7 7 7 7 7 5 7 7 3 5 3 3 5 3 3 5 3 7 5 5 3 7 3 5
P13 3 5 7 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 7 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 7 5 5 5 5
tidak ada/sangat lemah 1 sangat runcing lemah 3 runcing sedang 5 sedang kuat 7 tumpul sgt kuat 9 sangat tumpul
1 3 5 7 9
tidak ada / sangat lemah 3 terang lemah 5 sedang sedang 7 gelap kuat sangat kuat
77 Lanjutan lampiran 1 HASIL KARAKTERISASI FENOTIPE TERUNG BERDASARKAN PANDUAN PENGAMATAN INDIVIDUAL (PPI) UJI BUSS
No. Plot
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
PembuBunga : Buah: Ratio Buah: ngaan: Bunga: Intensitas Buah: panjang / Diameter Genotipe Jumlah Ukuran warna Panjang diameter maximum bunga ungu maksimum
BEP A 11 BEP A 61 BEP E 97 BEP A 12 BEP A 03 BEP E 102 BEP A 41 BEP C 81 BEP C 82 BEP C 83 BEP C 84 BEP C 86 BEP C 87 BEP C 88 BEP C 89 BEP C 20 BEP C 30 BEP C 38 BEP C 41 BEP C 14 BEP B 12 BEP B 25 BEP B 51 BEP B 61 BEP B 70 BEP C 18 BEP C 24 BEP A 31 BEP A 71 BEP A 32
P14 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 11-3 2 >3
P15 5 5 3 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
P16 7 7 1 7 1 7 9 7 7 5 7 7 7 3 7 7 7 7 5 7 7 9 7 7 7 3 7 5 9 7
3 kecil 3 terang 5 sedang 5 sedang 7 besar 7 gelap
P17 7 5 3 5 1 5 5 5 5 5 5 7 7 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 7 3 1 3 5 7 9
P18 5 5 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 5 5 3 3 5 3 5 9 7 3 3 9
sangat pendek 1 sangat kecil3 pendek 3 kecil 5 sedang 5 sedang 7 panjang 7 besar 9 sangat panjang 9 sangat besar
Buah: Bentuk umum
P19 7 5 5 5 3 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 9 5 5 5 5 3 3 5 7 3 kecil sedang besar sangat besar
Buah: Buah: Ukuran Lengkunga bekas n buah tangkai putik
P20 7 7 7 7 1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 4 7 7 7 7 6 7 7 5 3 7 7 3 1 2 3 4 5 6 7
bundar bulat telur bulat telur sungsang bentuk pir bentuk club jorong silindris
P21 5 3 3 5 1 3 3 5 5 5 5 3 5 5 3 3 3 1 3 5 5 3 3 5 3 1 1 3 5 1 1 3 5 7 8 9 x
tidak ada agak berlekuk berlekuk tipe ular sickle tipe u campuran
Buah: Ujung buah
P22 3 7 3 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 5 5 3 5 7 5 5 7 7 5 5 7 1 2 3 4
bertakuk datar bulat runcing
P23 4 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 1 4 3 4 4 3 3 3 1 3 4 4 3 1 3 5 7 9
Hanya untuk Buah: varietas Buah: Warna Kedalaman dengan buah utama kulit lekukan bentuk buah masak parut putik silinder: Buah: panen lekukan P24 P25 P26 1 7 2 3 3 2 1 5 2 1 5 2 3 1 2 1 3 3 1 3 3 1 5 3 1 7 3 1 3 3 1 3 3 1 5 3 1 5 3 1 5 3 3 3 3 3 5 3 1 3 3 5 1 3 1 3 3 1 3 3 1 5 3 1 3 3 1 3 3 1 5 3 1 3 3 5 1 3 3 1 3 1 5 1 1 7 1 3 1 1
tidak ada/sangat 1 tidak dangkal ada/sangat1 dangkal tidak ada/sangat lemah 3 ungu dangkal 3 dangkal 3 lemah 1 putih sedang 5 sedang 5 sedang 2 hijau dalam 7 dalam 7 kuat sangat dalam 9 sangat dalam 9 sangat kuat
Hanya untuk varietas dengan warna kulit hijau dan ungu: Buah: Intensitas warna utama kulit P27 3 1 1 1 5 7 5 5 5 5 5 5 5 5 9 7 9 9 5 5 5 3 7 3 3 9 9 0 0 0 5 sedang 7 gelap 9 sangat gelap
Buah: Kekilapan (seperti No.24)
Buah: Tambalan
P28 3 5 5 5 3 7 5 7 5 7 3 3 5 5 7 7 7 7 5 5 5 5 5 3 5 7 7 3 3 5
P29 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 lemah 5 sedang 7 kuat
1 tidak ada 9 ada
Lanjutan lampiran 1 HASIL KARAKTERISASI FENOTIPE TERUNG BERDASARKAN PANDUAN PENGAMATAN INDIVIDUAL (PPI) UJI BUSS
78 No. Genotipe Plot
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
BEP A 11 BEP A 61 BEP E 97 BEP A 12 BEP A 03 BEP E 102 BEP A 41 BEP C 81 BEP C 82 BEP C 83 BEP C 84 BEP C 86 BEP C 87 BEP C 88 BEP C 89 BEP C 20 BEP C 30 BEP C 38 BEP C 41 BEP C 14 BEP B 12 BEP B 25 BEP B 51 BEP B 61 BEP B 70 BEP C 18 BEP C 24 BEP A 31 BEP A 71 BEP A 32
Buah: Garisgaris P30 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah: Buah: Buah: Penampil Kepadat Buah: Panjang an garisan garis- Tulang tangkai garis garis buah dominant P31 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
P32 3 3 3 3 7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1 t idak ada 3 lemah 9 ada 5 sedang 7 kuat
3 jarang 5 sedang 7 padat
P33 1 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 3 1 3 5 7 9
P34 7 7 7 5 3 7 9 7 7 7 9 9 7 9 3 7 5 9 7 5 5 7 5 7 5 9 9 7 9 7
Buah: Warna antosianin di bawah kelopak bunga P35 1 1 1 1 1 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 1 1 1
t idak ada 1 /sangat sangat pendek lemah 1 t idak ada lemah 3 pendek 9 ada sedang 5 sedang kuat 7 panjang sangat kuat 9 sangat panjang
Buah: Buah: Buah: Buah: Intensitas Buah: Warna Intensitas Keberad Warna Ukuran antosianin Warna aan duri antosianin kelopak pada antosianin pada di bawah bunga kelopak pada kelopak kelopak bunga kelopak bunga bunga bunga P36 P37 P38 P39 P40 0 5 1 1 3 0 5 1 1 3 0 5 1 1 3 0 5 1 1 3 0 3 1 1 3 7 5 9 7 7 3 5 9 3 7 3 5 9 7 7 3 5 9 7 7 5 5 9 7 7 5 5 9 7 7 3 5 9 5 7 3 5 9 7 7 5 5 9 7 7 7 5 9 3 5 3 5 9 7 7 3 5 1 1 7 7 7 1 1 5 3 5 9 7 7 5 5 9 3 5 5 5 9 3 5 5 5 9 3 5 7 7 9 3 7 3 5 9 3 5 3 5 9 3 5 7 9 9 5 5 7 7 1 1 3 0 5 1 1 3 0 7 1 1 3 0 9 1 1 3 3 lemah 5 sedang 7 kuat
1 3 5 7 9
sangat kecil 1 t idak ada kecil 9 ada sedang besar sangat besar
1 3 5 7 9
sangat lemah1 lemah 3 sedang 5 kuat 7 sangat kuat 9
Buah: Buah: Warna Waktu Buah: Waktu Kerutan kulit buah mulainya Warna masak kelopak saat masak pembunga daging buah fisiologis bunga fisiologis an P41 5 7 3 3 3 5 5 7 5 7 5 5 5 5 5 7 5 9 7 5 5 5 5 5 5 7 5 7 7 9
P42 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1
t idak ada/sangat 1 sangat sedikit lemah 1 keput ih-put ihan 1 sedikit 3 lemah 2 kehijauan 2 sedang 5 sedang 3 banyak 7 kuat 4 sangat banyak 9 sangat kuat
P43 1 1 1 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 kuning oranye oranye coklat coklat
P44 7 7 3 5 3 5 7 7 5 7 7 5 7 7 5 5 7 5 7 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
P45 7 7 5 7 3 3 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
3 awal 5 sedang 7 lambat
3 awal 5 sedang 7 lambat
79
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta 26 Mei 1974 sebagai putra keempat dari lima bersaudara dari pasangan ayah Biman Siswo Pandoyo dan ibu Sulastri Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMUN 3 Yogyakarta tahun 1993. Pendidikan tinggi ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada tahun 1993 hingga 1999. Tahun 1999 hingga sekarang bekerja di PT. BISI International, Tbk Kediri Jawa Timur sebagai staf peneliti tanaman terung, kacang-kacangan dan leaf vegetable. Beberapa varietas terung yang telah dikembangkan Ratih Hijau 1, Ratih Hijau 2, Ratih Ungu, Violet, Prince, Ratih Putih 1, Ratih Putih 2. Tahun 2010 penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari PT. BISI International, Tbk untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana S2 di Institut Pertanian Bogor.