PEMBENTUKAN BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) PARTENOKARPI MELALUI APLIKASI BERBAGAI KONSENTRASI GIBERELIN Abdullah Rahman Zain1, Zainuddin Basri dan Iskandar Lapanjang2
[email protected] (Mahasiswa Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako) 2 (Staf Pengajar Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Tadulako) 1
Abstract Parthenocarpy on plant can be produced through a number of approaches, for example via application of gibberellin on the flowers of plant. The aim of this experiment was to investigate the production of parthenocarpy on the eggplant via application of various gibberellin concentrations. This experiment was conducted on the farmer’s land in Lasoani village, Palu city, Central Sulawesi,from December 2014 to April 2015. This experiment used Randomized Block Design with treatments tested namely concentration of gibberellin consisted of four levels, including without gibberellin application, application of gibberellin with 0.1%; 0.2% and 0.3% per flower. Each treatment used five replications, and therefore there were 20 experimental units used.Furthermore, each experimental unit utilized two flowers and there were 40 flowers used as experimental object. Variables observed consisted of weight, length and diameter of eggplant fruits as well as the number of seeds formed. Results of this experiment indicated that the application of gibberellin had a significant effect on the parthenocarpy of eggplants. Eggplants applied with gibberellin at the concentrations of 0.1% - 0.3% resulted in parthenocarpy, but weight, length and diameter per eggplant only ranged from 32.76 g to 53.60 g; 6.94 cm to 9.30 cm; and 3.30 cm to 4.60 cm, respectively; whilst eggplants formed without application of gibberellin produced up to 221 seeds with weight, length and diameter per eggplant reached 162.32 g; 21.20 cm; and 5.12 cm, respectively. Keywords: eggplant, parthenocarpy, gibberellin. Terung (Solanum melongena L.) merupakan jenis tanaman sayuran yang termasuk famili Solanaceae. Tanaman terung menghasilkan buah yang disukai dan diminati oleh banyak orang(Jumini danMarliah, 2009). Menurut Sunarjono dkk. (2009), setiap 100 g daging buah terung mengandung 26 kalori, 1 g protein, 0,2 g hidrat arang, 25 IU vitamin A, 0,04 g vitamin B dan 5 g vitamin C. Selain itu, buah terung juga berkhasiat sebagai obat karena mengandung alkaloid, solanin dan solasodin yang berfungsi sebagai bahan baku kontrasepsi. Berdasarkan badan pusat statistik (BPS) provinsi sulawesi tengah (2014), jumlah rumah tangga yang menanam tanaman terung sebanyak 5.727 dengan luas tanam 4.383.382 m2 dengan rata-rata luas tanam yang dikelola per rumah tangga 765 m2. Pada tahun 2011 hasil panen perhektar t2. 14 kw/ha
dan pada tahun 2013 hasil panen perhektar 36 kw/ha. Hal ini menunjukka adanya peningkatan kebutuhan tanaman terung. Selain tuntutan terhadap peningkatan produksi, permintaan terhadap buah terung berkualitas seharusnya diadakan. Aspek kualitas buah yang sering menjadi perhatian para konsumen antara lain warna, rasa, aroma atau pun keberadaan biji pada buah. Konsumen biasanya lebih menyukai buah yang kurang atau tidak memiliki biji (partenokarpi) dibanding buah berbiji banyak. Mezzetti et al. dalam Purnamaningsih et al (2010) menyatakan bahwa keuntungan dari buah partenokarpi yaitu: 1) produksi buah lebih stabil, 2) produktivitas lebih meningkat, dan 3) kualitas buah lebih baik. Menurut Pardal (2001), buah yang memiliki jumlah biji sedikit atau pun buah tanpa biji (partenokarpi) sesungguhnya
60
61 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
kurang menguntungkan dalam aspek program produksi biji/benih, tetapi sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah, khususnya pada jenis tanaman komersial (hortikultura). Partenokarpi dapat menghambat program pengembangan atau perbanyakan tanaman yang penyebaran serta kualitas tumbuhnya sangat baik jika menggunakan biji. Dalam hal peningkatan kualitas dan produktivitas, usaha memproduksi buah partenokarpi cukup baik karena dapat memperlambat kematangan pada buah sehingga menambah waktu simpan (Pandolfini, 2009). Penghambatan pembentukan biji (partenokarpi) pada buah biasanya dilakukan dengan cara mengaplikasi zat pengatur tumbuh, seperti giberelin pada bunga tanaman (Purnamaningsih et al., 2010). Rolistyo et al., (2014). Dalam penelitiannya, Annisa (2009) menguji empat taraf konsentrasi giberelin yaitu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm yang diaplikasikan pada bunga semangka dan diamati bahwa giberelin berpengaruh nyata terhadap pembentukan biji. Jumlah biji paling banyak terdapat pada perlakuan tanpa giberelin (330,50 biji) dan paling sedikit pada perlakuan giberelin dengan konsentrasi 150 ppm (257,83 biji). Wulandari et al., (2014) telah mencoba penggunaan giberelin pada tanaman mentimundengan konsentrasi 0 ppm, 150 ppm, 175 ppm dan 200 ppm dan diperoleh hasil bahwa jumlah biji buah mentimun (varietas Mercy) paling sedikit terbentuk pada konsentrasi 200 ppm (rata-rata 208 biji per buah), sedangkan perlakuan kontrol memiliki jumlah biji paling banyak (rata-rata 373 biji per buah). Aplikasi giberelin dengan konsentrasi 1000 ppm (0,1%) pada tanaman Spothiphyllum Mauna loa menunjukkan pengaruh nyata terhadap pembungaan dan pembentukan buah dan aplikasi giberelin hingga 2000 ppm (0,2%) pada tanaman anggur menghasilkan buah tanpa biji.
ISSN: 2089-8630
Meskipun giberelin telah diaplikasikan pada beberapa jenis tanaman, saat ini informasi tentang pengaruh giberelin terhadap pembentukan buah terung partenokarpi belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh dari berbagai konsentrasi giberelin terhadap pembentukan buah terung partenokarpi? METODE Penelitian ini didesain dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan perlakuankonsentrasi giberelin (G) yaitu: G0 = tanpa aplikasi giberelin G1 = 0,1% giberelin per kuncup G2 = 0,2% giberelin per kuncup G3 = 0,3% giberelin per kuncup. Setiap perlakuan diulang lima kali, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Selanjutnya, tiap satuan percobaan menggunakan dua kuncup bunga, dengan demikian terdapat 40 kuncup bunga terung yang dipakai sebagai objek penelitian. Alat Alat yang digunakan terdiri dari gelas ukur (kapasitas 1 L),pingset,spoit injeksi (jarum bersama spoit injeksi kapasitas 10 mL), timbangan digital (FEJ), jangka sorong, pisau dan alat tulis menulis. Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari benih terung hibrida F1 (terung ungu cap rusa), giberelin( K, Biotech Agro Indonesia), pot dan tanah. Cara dan Waktu Aplikasi Kuncup bunga yang telah dipilih dan disiapkan, selanjutnya diaplikasi dengan larutan giberelin sesuai konsentrasi yang dicobakan. Aplikasi giberelin dilakukan dengan cara menginjeksi larutan giberelin sebanyak dua tetes (dari spoit injeksi kapasilatas 10 mL) pada setiap kuncup bunga terung. Injeksi dilakukan pada bagian
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………62
mahkota bunga, tepat di atas kepala putik dengan maksud agar larutan giberelin dapat masuk (berpenetrasi) ke dalam tangkai putik (ovule tube). Setelah diinjeksi, larutan giberelin dibiarkan berada di dalam mahkota sekitar 5 menit, dan selanjutnyasemua benang sari ditanggalkan (dikeluarkan) dengan menggunakan pinset. Kuncup bunga yang telah diinjeksi kemudian dibiarkan tumbuh dan berkembang hingga membentuk buah yang siap panen. Peubah Pengamatan Peubah yang diamati terdiri dari: 1. Bobot buah; dilakukan dengan cara menimbang setiap buah terung saat panen. Buah terung dipanen saat matang fisiologisyang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah dari ungu menjadi ungu muda. 2. Panjang buah; dilakukan dengan cara mengukur panjang buah terung dari pangkal hingga ujung buah. 3. Diameter buah; dilakukan dengan caramengukur pada lingkar tengah buah. 4. Jumlah biji; dilakukan dengan cara menghitung jumlah biji yang terbentuk pada buah. Biji diperoleh dari daging buah pada bagian tengah (sepanjang 2 cm). Bagian tengah dari buah dibelah guna mendapatkan biji yang terbentuk.
Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam guna mengetahui pengaruh dari perlakuan yang dicobakan. Data yang dianalisis melalui sidik ragam adalah data yang memenuhi asumsi kehomogenan ragam. Guna mendapatkan kehomogenan ragam dari sebaran data kecil (kurang dari 10), maka ditransformasi ke √x + 0,5 (transformasi akar kuadrat atau square root) (Hidayat, 2013). Hasil analisis ragam yang menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata selanjutnya diuji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) guna mengetahui perbedaan dari perlakuan yang dicobakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Bobot Buah Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap bobot buah terung. Rataan bobot buah terung dari berbagai konsentrasi giberelin yang dicobakan ditampilkan pada Tabel 1.
Table 1. Rataan Bobot Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan. Rataan Rataan Konsentrasi Giberelin (%) Tidak transformasi Transformasi 0,0 162.32 12,8b 0,1 53.60 7,1 a 0,2 32.76 5,4 a 0,3 34.40 5,6 a BNT 1% 2,4 Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%. Tabel 1 menunjukkan buah terung paling berat diperoleh pada perlakuan tanpa giberelin (0,0% giberelin) yang mencapai rata-rata 162,32 g per buah, sedangkan buah yang terbentuk dari aplikasi giberelin hanya
berkisar 32,76 g -53,60 g per buah. Dengan demikian, terdapat penurunan bobot buah antara tiga sampai lima kali lipat akibat aplikasi giberelin pada terung. Aplikasi giberelin sesuai konsentrasi yang dicobakan
63 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
tidak mampu mendorong pembelahan dan pembesaran sel seperti pada buah terung yang tidak diaplikasikan giberelin.
ISSN: 2089-8630
Panjang Buah Analisis ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap panjang buah. Rataan panjang buah terung dari setiap konsentrasi giberelin yang dicobakan ditampilkan pada Tabel 2.
Table 2. Rataan Panjang Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan. Rataan Rataan Konsentrasi Giberelin (%) Tidak transformasi Transformasi 0,0 21.2 4,6 b 0,1 9.3 3,1a 0,2 6.94 2,7a 0,3 6.98 2,7a BNT 1% 0,7 Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%. Tabel 2 menunjukkan buah terung paling panjang (rata-rata 21,2 cm per buah) diperoleh pada perlakuan tanpa giberelin (0,0% giberelin). Ukuran buahterung menyusut dua kali lipat dengan aplikasi giberelin pada konsentrasi 0,1% dan menyusut hingga tiga kali lipat pada konsentrasi giberelin yang lebih tinggi (0,2% dan 0,3%).
Diameter Buah Analisis ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap diameter buah. Rataan diameter buah terung dari setiap konsentrasi giberelin yang dicobakan ditampilkan pada Tabel 3.
Table 3. Rataan Diameter Buah Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan. Rataan Rataan Konsentrasi Giberelin (%) Tidak Transformasi Transformasi 0,0 5.12 2,4b 0,1 4.06 2,1a 0,2 3.3 1,9a 0,3 3.86 2,1a BNT 1% 0,2 Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%. Tabel 3 menunjukkan diameter buah terung paling besar diperoleh pada perlakuan tanpa giberelin (0,0% giberelin), yaitu ratarata 5,12 cm per buah. Diameter buahmengecil setelah diaplikasi dengan 0,2% giberelin dan bertambah kecil (3,30 cm – 3,86 cm) dengan aplikasi giberelin dengan konsentrasi yang lebih tinggi (0,2% - 0,3%).
Jumlah Biji Analisis ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi giberelin berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji terung. Rataan jumlah biji terung dari setiap konsentrasi giberelin yang dicobakan ditampilkan pada Tabel 4.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………64
Table 4. Rataan Jumlah Biji Terung dari Berbagai Konsetrasi Giberelin yang Dicobakan. Rata-rata Rata-rata Konsentrasi Giberelin (%) Tidak Transformasi Transformasi 0,0 221 14,4 b 0,1 0 0,7a 0,2 0 0,7a 0,3 0 0,7a BNT 1% 2,8 Keterangan: nilai rataan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada uji BNT taraf 1%. Tabel 4 menunjukkan biji terung hanya terbentuk pada perlakuan tanpa giberelin (0,0% giberelin). Biji tidak terbentuk padabuah yang di beri perlakukan giberelin (0,1%; 0,2% dan 0,3% giberelin). Aplikasi giberelin pada konsentrasi 0,1%0,3% mampu menekan pembentukan biji dan menghasilkan buah partenokarpi pada terung, Pembahasan Upaya menghasilkan buah partenokarpi dapat ditempuh melalui beberapa cara, diantaranya dengan mengaplikasikan giberelin pada bunga tanaman. Hasil penelitian ini dengan jelas menunjukkan bahwa aplikasi (injeksi) giberelin mampu menghambat pembentukan biji pada buah terung. Sebagaimana diketahui bahwa bunga yang terbentuk pada kebanyakan jenis tanaman mengalami penyerbukan yang disertai dengan pembuahan sehingga terbentuk biji dan daging buah. Biji dihasilkan dari pembuahan sel gamet betina (ovule) oleh sel gamet jantan (sperma), yaitu sel inti generatif 1 (n), sedangkan daging buah terbentuk dari peleburan sel inti kandung lembaga sekunder (2n) dan sel inti generatif 2 (n) (Pandolfini, 2009). Pada tahap awal pembuahan, sel inti generatif 1 yang membuahi sel ovule menghasilkan zigot, sedangkan sel inti generatif 2 yang melebur bersama sel inti kandung lembaga sekunder menghasilkan endosperm. Aktifitas metabolisme pada sel-sel yang mengalami pembuahan, terutama pada sel-sel zigot
(embrio) akan meningkat, termasuk aktifitas sintesis fitohormon (seperti giberelin dan auksin) (Gillaspy et al., 1993). Meningkatnya aktifitas sintesis fitohormon (terutama sintesis giberelin dan auksin) pada buah-buah (yang mengalami fertlisasi) disertai dengan meningkatnya translokasi zat-zat metabolit ke buah yang sedang terbentuk (Pandolfini, 2009). Bagian tanaman (termasuk buah) yang memiliki aktivitas sintesis fitohormon yang tinggi akan menjadi”penerima yang kuat” (sink) zat-zat metabolit yang dihasilkan dari bagian tanaman lainnya (source). Keberadaan fitohormon dalam jumlah yang cukup pada buah (sejak fase pembentukan buah hingga fase matang fisiologis) akan menjamin keberlangsungan pertumbuhan dan perkembangan serta pembentukan buah yang sempurna. Bunga pada tanaman umumnya gagal membentuk buah bila bunga tersebut tidak mengalami pembuahan (peleburan sel ovule dan sperma). Penelitian ini menunjukkan bahwa bunga-bunga terung yang belum mengalami pembuahan mampu membentuk buah bila bunga-bunga tersebut diaplikasikan (diinjeksi) dengan giberelin. Bunga terung yang diaplikasikan (diinjeksi) dengan giberelin (konsentrasi 0,1% - 0,3%) menghasilkan buah tanpa biji (Tabel 4). Gagalnya pembentukan biji pada buah-buah terung yang dihasilkan disebabkan karena tidak terjadinya pembuahan pada bungabunga (yang diaplikasikan giberelin). Giberelin yang diaplikasikan pada bungabunga yang belum dibuahi mampu mendorong pembelahan sel ovary (bakal
65 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
buah) menghasilkan buah-buah tanpa biji (Vriezen et al., 2008; Pascual, et al., 2009; Wang et al., 2009). Tidak terbentuknya biji pada buah yang dihasilkan disebabkan karena sel-sel gamet betina (ovule atau bakal biji) tidak terbuahi oleh sel kelamin jantan (sperma), sehingga sel-sel ovary (bakal buah) dengan pengaruh giberelin (yang diaplikasikan) mengalami pembelahan, diferensiasi, spesialisasi, pertumbuhan dan perkembangan (Serrani et al., 2008) hingga membentuk buah-buah terung. Meskipun aplikasi giberelin pada bunga-bunga yang belum diserbuki mampu menghasilkan buah, namun buah-buah yang dihasilkan memiliki bobot yang ringan serta ukuran buah (panjang dan diameter) yang relatif kecil (Tabel 1-3). Pembentukan buah yang lebih ringan dan kecil tersebut diduga disebabkan oleh tidak terbentuknya biji pada buah yang dihasilkan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa pembentukan biji pada buah akan disertai dengan aktifnya sintesis fotohormon (seperti auksin dan giberelin) sehingga translokasi metabolit ke buah yang aktif mensintesis fitohormon tersebut menjadi lebih intensif (Pandolfini, 2009) yang akhirnya menyebabkan ukuran buah menjadi lebih besar. Dengan tanpa keberadaan biji pada buah-buah terung yang terbentuk menyebabkan sintesis fitohormon dan aktivitas metabolisme pada buah menjadi kurang (atau tidak) intensif sehingga translokasi fotosintat dan zat-zat metabolit lainnya ke buah menjadi berkurang (Serrani et al., 2007) yang menyebabkan ukuran buah menjadi kecil. Meskipun berdampak terhadap ukuran buah, Pandolfini (2009) melaporkan bahwa buah terung tanpa biji memiliki kelebihan, yaitu mempunyai waktu simpan lebih lama, karena dengan tanpa keberadaan biji dalam daging buah menyebabkan sintesis metabolit sekunder (seperti fenolik) akan berkurang (terhambat) sehingga proses browning (pencoklatan atau kerusakan) pada daging buah menjadi lebih lama (Maestrelli et al., 2003).
ISSN: 2089-8630
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Aplikasi giberelin sangat berpengaruh terhadap pembentukan buah terung partenokarpi. Buah terung partenokarpi terbentuk dengan aplikasi giberelin pada konsentrasi 0,1%-0,3%, namun bobot, panjang dan diameter per buah secara berurutan hanya berkisar 32,76 g – 53,60 g; 6,94 cm – 9,30 cm; dan 3,30 cm - 4,60 cm, sedangkan buah terung yang terbentuk tanpa aplikasi giberelin menghasilkan jumlah biji hingga 221 biji dengan bobot, panjang dan diameter per buah berturut-turut mencapai 162,32 g; 21,20 cm; dan 5,12 cm. Rekomendasi 1. Untuk menghasilkan buah terung partenokarpi dapat diaplikasikangiberelin dengan konsentrasi 0,1%. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan buah terung partenokarpi dengan mengaplikasikan giberelin lebih dari sekali dengan interval waktu tertentu guna mendapatkan bobot dan ukuran buah terung partenokarpi yang lebih besar. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada yang amat terpelajar Prof. Ir. Zainuddin Basri, Ph.D., sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir. Iskandar Lapanjang, M.P., sebagai pembimbing anggota yang selalu berkomunikasi, memberi perhatian dengan penuh kesabaran, serta melakukan bimbingan dengan penuh disiplin baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, walaupun di tengahtengah kesibukan beliau.
Abdullah Rahman Zain, dkk. Pembentukan Buah Terung (Solanum melongena L.) Partenokarpi melalui …………66
DAFTAR RUJUKAN Annisa. 2009. Pengaruh Induksi Giberelin Terhadap Pembentukan Buah Partenokarpi pada Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris Schard). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. BPS, 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah.
Gillaspy, G., Ben-David, H., Gruissem, W., 1993. Fruits: a developmental perspective. Plant Cell, 5 : 1439–1451. Hidayat, A. 2013. Uji Statistik. Transformasi Data. Jumini dan Marliah, A. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung Akibat Pemberian Pupuk Daun Gandasil D dan Zat Pengatur Tumbuh Harmonik. Fakultas Pertanian Unsyiah. Darussalam Banda Aceh. Jurnal Floratek, 4: 73–80. Maestrelli A., Lo Scalzo R., Rotino G.L., Acciarri N., Spena A., Vitelli G., Bertolo G. 2003. Freezing effect on some quality parameters of transgenic parthenocarpic eggplants. J. Food Eng., 56 : 285–287. Pandolfini, T., 2009. Seedless Fruit Production by Hormonal Regulation of Fruit Set. Nutrients, 1(2): 168–177. Pardal. S.J. 2001. Pembentukan Buah Partenokarpi Melalui Rekayasa Genetika. Buletin Agro Bio. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor, 4(2):45-49. Pascual, L., Blanca, J.M., Caňizares, J. and Nuez, F., 2009. Transcriptomic analysis of tomato carpel development reveals alterations in ethylene and gibberellin synthesis during pat3/pat4 parthenocarpic fruit set. BMC Plant Biol., 9 : 1–18.
Purnamaningsih. R., Kosmiatin, M. dan Apriana, A. 2010. Perakitan Transgenik Mangga Varietas Gedong Gincu dan Transgenik Duku Varietas Kupeh Bersifat Seedless Dengan Efisiensi Regenerasi 50% dan Transformasi 40%. Laporan Akhir Program Riset Insentif (RIPP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu. Bogor. Rolistyo. A., Sunaryo dan Tatik. W. 2014. Pengaruh Pemberian Giberelin Terhadap Produktivitas Dua Varietas Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill). Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Produksi Tanaman, 2(6): 457-463. Serrani, J.C., Fos, M., Atarés, A. and GarcíaMartínez J.L., 2007. Effect of gibberellin and auxin on parthenocarpic fruit growth induction in the cv. Micro-Tom of tomato. J. Plant Growth Regul., 26 : 211–221. Vriezen, W.H., Feron, R., Maretto, F., Keijman, J. and Mariani, C., 2008. Changes in tomato ovary transcriptome demonstrate complex hormonal regulation of fruit set. New Phytol., 177 : 60–76. Wang, H., Schauer, N., Usadel, B., Frasse, P., Zouine, M., Hernould, M., Latché, A., Pech, J.C., Fernie, A.R. and Bouzayen, M., 2009. Regulatory features underlying pollination– dependent and-independent tomato fruit set revealed by transcript and primary metabolite profiling. Plant Cell, 21 : 1428–1452.
67 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 2, April 2015 hlm 60-67
Wulandari. D.C., Yuni, S.R., dan Evie, R. 2014. Pengaruh Pemberian Hormon Giberelin terhadap Pembentukan Buah Secara Partenokarpi pada Tanaman Mentimun Varietas Mercy. Jurusan
ISSN: 2089-8630
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Lentera Bio 3(1): 27–32.
LAMPIRAN
Buah Berbiji
Buah Tidak Berbiji
Potongan Buah Berbiji
Potongan Buah Tidak Berbiji