1
DETEKSI TINGKAT MASAK FISIOLOGI BENIH TERUNG UNGU (Solanum melongena var. Serpentinum) MELALUI ANALISIS KLOROFIL DAN KAROTENOID
HARDIANSYAH A24050549
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN HARDIANSYAH. Deteksi Tingkat Masak Fisiologi Benih Terung Ungu (Solanum melongena var. Serpentinum) Melalui Analisis Klorofil dan Karotenoid. (Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan masak fisiologi benih terung ungu yang cepat dan tepat dengan menggunakan total klorofil dan karotenoid benih sebagai indikator dan bagaimana hubungannya dengan tolok ukur fisiologi tingkat kemasakan benih yang lain. Hal ini sangat penting karena tingkat masak fisiologi benih menentukan kualitas dari benih itu sendiri. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2009, bertempat di PT. Sang Hyang Seri (SHS) Sukamandi Subang, Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Fakultas Pertanian IPB Dramaga, Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu pengelompokkan berdasarkan umur panen dengan enam taraf umur panen. Keenam taraf perlakuan umur panen adalah: Umur panen 36 hari setelah bunga mekar (HSBM), 40 HSBM, 44 HSBM, 48 HSBM, 52 HSBM, dan 56 HSBM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur, kecuali total karotenoid. Kelompok benih dari buah dengan umur panen 48 HSBM memiliki viabilitas potensial dan vigor benih yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok benih dari buah pada kelima umur panen lainnya. Kelompok benih tersebut (48 HSBM) memiliki viabilitas potensial (daya berkecambah dan kadar air) dan vigor benih (bobot kering, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor) yang lebih baik dibandingkan dengan kelima kelompok benih lainnya karena memiliki persentase Daya Berkecambah maksimum dan Kadar Air minimum. Selain itu, kelompok benih ini memiliki Bobot Kering dan Bobot 1000 butir benih maksimum, serta persentase Kecepatan Tumbuh dan Indeks Vigor yang tinggi dibandingkan kelima kelompok benih lainnya. Walaupun total karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara umur panen, namun mempunyai hubungan yang erat dengan tolok
3
ukur masak fisiologi lainnya, yaitu kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot kering benih, bobot 1000 butir, dan indeks vigor benih. Dalam penelitian ini tidak terdeteksi adanya kandungan klorofil pada benih pada berbagai tingkat umur panen. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa masak fisiologi benih terung ungu tercapai pada umur 48 HSBM. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan berbagai tolok ukur yang diujikan, dimana kadar air minimum, viabilitas potensial, vigor benih, serta total karotenoid benih maksimum yang ditandai dengan penampakan warna kulit buah yang berwarna kuning sampai kuning keemasan. Total karotenoid benih dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan masak fisiologi benih terung ungu varietas Texas Blue
i
DETEKSI TINGKAT MASAK FISIOLOGI BENIH TERUNG UNGU (Solanum melongena var. Serpentinum) MELALUI ANALISIS KLOROFIL DAN KAROTENOID
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
HARDIANSYAH A24050549
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ii
Judul
: DETEKSI TINGKAT MASAK FISIOLOGIS BENIH TERUNG UNGU (Solanum melongena var. Serpentinum) MELALUI ANALISIS KLOROFIL DAN KAROTENOID
Nama
: HARDIANSYAH
NIM
: A24050549
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Endang Murniati, MS) NIP. 19471006 198003 2001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
(Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc, Agr) NIP. 19611101 198703 1003
Tanggal lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Juli 1986, sebagai putra pertama dari pasangan Bapak Bahar dan Ibu Marsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 09 Tegal alur, Jakarta pada tahun 1999. Pada tahun 2002 Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 249, Jakarta. Selanjutnya Pendidikan Sekolah Menengah atas di SMA Negeri 33, Jakarta dan selesai tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Mayor Agronomi dan Hortikultura dan Minor Ekonomi Pertanian pada tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif dalam kegiatan organisasi. Beberapa organisasi yang pernah diikuti diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM FAPERTA) tahun 2007-2008 dan Forum Keluarga Rohis Departemen Fakultas Pertanian (FKRD-A) tahun 2008-2009.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan, hidayah, serta rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan topik “Deteksi Tingkat Masak Fisiologis Benih Terung Ungu (Solanum melongena var. Serpentinum) Melalui Analisis Klorofil dan Karotenoid” Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1.
Dr. Ir. Endang Murniati, MS, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukkan dari awal proposal penelitian sampai dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Darda Efendi, Msi dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS selaku dosen penguji.
3.
Ibu dan Ayahanda tercinta yang senantiasa memberi kasih sayang dengan tulus hingga kini serta adikku yang ku sayangi.
4.
PT. Sang Hyang Seri Sukamandi, Subang beserta staf yang telah berkenan memberikan izin penelitian hingga selesai.
5.
Ibu Ade beserta keluarga di Subang yang mengizinkan tinggal selama penelitian
6.
Teman-teman seperjuangan ( Esa, Rajiv IE 42, Didin, Ika HPT 42, Jendral, Piyut AGH 43, kang Ucup, Widia, Warno, Ima, Candra, Rina, Muti, dan Goni).
7.
Spesial untuk Lulu Kurnianingsih HPT 42 Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai hasil
dari penelitian yang sudah didapatkan dan juga bermanfaat bagi semua yang membutuhkan. Bogor, Desember 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang ................................................................................. Tujuan .............................................................................................. Hipotesis ..........................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. Tanaman Terung ............................................................................... Produksi Benih Terung .................................................................... Perubahan Fisiologi Selama Perkembangan dan Pemasakan Benih Biosintesis Klorofil dan Karotenoid serta Hubungan Keduanya .....
4 4 5 7 9
BAHAN DAN METODE ............................................................................ Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... Bahan dan Alat ................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................
14 14 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... Kondisi Umum ................................................................................. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue .............................. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Kadar Air, Viabilitas Potensial, dan Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ......
23 23
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
40 40 40
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
41
LAMPIRAN................................................................. ................................
44
27 34
vi
DAFTAR TABEL Nomor 1.
2. 3. 4.
Halaman Rekapitulasi Uji F Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air, Daya Berkecambah, Bobot Kering Benih, Bobot 1000 Butir, Kecepatan Tumbuh, Indeks Vigor, dan Karotenoid. .......................................................................................
28
Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air Dan Viabilitas Potensial Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue .........................
30
Pengaruh Umur Panen Terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. .......................................
32
Persamaan Garis Hubungan Total karotenoid dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih ...............................................
35
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Skema Biosintesis (pembentukan) Klorofil Menurut Taiz dan Zeiger (2009). ...................................................................................
10
Skema Biosintesis (pembentukkan) Karoten Menurut Lindgren (2003). ..............................................................................................
12
Skema Pengujian Total Klorofil Menurut Jalink (1998) yang Telah Dimodifikasi...........................................................................
20
Skema Pengujian Total Klorofil Menurut Sims dan Gamon (2002). ..............................................................................................
20
Skema Pengujian Total Karotenoid Menurut Sims dan Gamon (2002). ..............................................................................................
21
6.
Pertanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue di Kebun Horti .....
24
7.
Buah Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen ................................................................................................
25
Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen ................................................................................................
26
Total Karotenoid Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen. .....................................................................
34
10.
Hubungan Total Karotenoid dengan Kadar Air Benih Terung .......
36
11.
Hubungan Total Karotenoid dengan Daya Berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. .......................................
36
Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. ..................................................
37
Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. ..................................................
37
Hubungan Total Karotenoid dengan Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. .................................................
38
Hubungan Total Karotenoid dengan Indeks Vigor Benih ................
38
2. 3. 4. 5.
8. 9.
12. 13. 14. 15.
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Data Rata-rata Curah Hujan di Lokasi Selama Penelitian ..............
45
2.
Data Curah Hujan Selama Perlakuan Pelabelan Bunga ...................
45
3.
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ...................................................
46
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Daya berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ........................................
46
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ........................................
46
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ........................................
46
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ..........................
47
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Indeks Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ........................................
47
Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Total Karotenoid Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ........................................
47
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Kadar Air Benih Ungu Varietas Texas Blue .....................................................
47
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Daya Berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue .................
48
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ............................
48
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ...............................
48
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ..........................
48
Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Indeks Vigor Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue ...............
49
Gulma yang Terdapat pada Pertanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue. .......................................................................................
49
Penyakit yang Menyerang pada Tanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue. .......................................................................................
49
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
PENDAHULUAN Latar Belakang Terung
merupakan
tanaman
perdu
dari
famili
terung-terungan
(Solanaceae). Terung sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan banyak digunakan untuk keperluan konsumsi, baik dalam kondisi segar maupun yang sudah diolah terlebih dahulu. Spesies tanaman terung diantaranya: terung biasa (S. melongena var. Esculentum), terung panjang (S. melongena var. Serpentimum), dan terung kerdil (S. melongena var. Depressum) ( Imdad dan Nawangsih, 2001). Konsumsi akan buah terung dari tahun 2004 sampai tahun 2007 terus mengalami peningkatan. Konsumsi buah terung tahun 2004 mencapai 2.55 kg/th perkapita dan mengalami kenaikan yang signifikan di tahun 2007 yakni, mencapai 3.48 kg/th perkapita. (Ditjen Horti, 2009). Untuk memenuhi kebutuhan akan terung tersebut, diperlukan benih bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan benih untuk budidaya. Produksi benih bermutu tidak lepas dari penentuan masak fisiologi dari benih yang akan dipanen. Diperlukan waktu yang tepat dalam pemanenan benih. Banyak tolok ukur untuk menentukan tingkat kemasakan benih yang digunakan saat ini diantaranya bobot kering benih, kadar air benih, bobot 1000 butir benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh benih, dan indeks vigor, walaupun sebagian besar dari tolok ukur tersebut mempunyai kelemahan yakni, diperlukan waktu yang relatif lama untuk mengetahui hasilnya. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan suatu tolok ukur yang lebih cepat dalam mendeteksi tingkat kemasakan benih. Sadjad et al. (1999) menyatakan perlunya pencarian indikator kuantitatif lain yang didasarkan proses biokimia untuk mendeteksi Vigor biokimiawi (Vbiok.). Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat kemasakan benih ialah melihat kandungan klorofil dan karotenoid dalam benih yang berhubungan dengan perubahan warna pada buah, pada setiap fase kemasakan buah. Karoten dan klorofil berfungsi dalam membantu proses penyerapan cahaya pada proses fotosintesis.
2 Beberapa penelitian yang menggunakan indikator biokimia untuk menentukan tingkat masak fisiologi telah dilaporkan diantaranya oleh Suhartanto (2003) yang menyatakan bahwa benih tomat mencapai masak fisiologi pada 51-54 HSB (Hari Setelah Berbunga). Pada saat itu kandungan klorofil benih tomat minimum. Kandungan klorofil diukur dengan alat LIF (Laser Induced fluoresence). Keuntungan metode fluoresens klorofil untuk menentukan masak benih dan kualitas benih lebih cepat dan memiliki kepekaan yang tinggi ketika diukur, walaupun perbedaan kandungan klorofilnya kecil di dalam kulit benih (Jalink, 1998). Hasil penelitian Prasetyaningsih (2006) menunjukkan bahwa total karotenoid benih jagung manis berbeda pada setiap tingkat kemasakan, karotenoid maksimum dicapai saat benih mencapai masak fisiologi. Selanjutnya Sinuraya (2007) menambahkan bahwa masak fisiologi cabai rawit varietas Rama tercapai pada tingkat kemasakan 50 HSBM (hari setelah bunga mekar). Pada fase tersebut, benih mengalami perubahan dan perkembangan fisiologi seperti kadar air rendah, bobot kering maksimum, dan total kandungan karotenoid benih maksimum. Sehingga total Klorofil dan karotenoid benih bisa dijadikan sebagai indikasi tingkat masak fisiologi benih. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan masak fisiologi benih terung ungu yang cepat dan tepat dengan menggunakan total klorofil dan karotenoid benih sebagai indikator dan bagaimana hubungannya dengan tolok ukur fisiologi tingkat kemasakan benih yang lain. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Saat masak fisiologi benih terung ungu dapat ditentukan oleh karotenoid maksimum dan klorofil minimum 2. Ada hubungan yang erat antara total klorofil maupun karotenoid benih dengan tolok ukur masak fisiologi lainnya yaitu bobot kering benih, kadar air benih, bobot 1000 butir benih, daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, dan indeks vigor.
3 3. Total klorofil berkorelasi negatif dengan total karotenoid benih.
4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Terung Tanaman terung (Solanum melongena) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk herba atau semak, dari suku (famili) terong-terongan (Solanaceae). Keluarga ini terdiri dari tiga tipe, yaitu terung biasa (S.
melongena
var.
Esculentum),
terung
panjang (S.
melongena
var.
Serpentimum), dan terung kerdil (S. melongena var. Depressum). Di Indonesia terdapat beberapa kultivar terung, yaitu terung kopek, terung kraigi, terung Bogor, terung gelatik. Tanaman terung bukan tanaman asli Indonesia dan termasuk kedalam golongan tanaman berbunga, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Ordo
: Polemoniales
Famili
: Solanaseae
Genus
: Solanum
Species
: Solanum melongena
Tanaman terung dapat diusahakan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, walaupun curah hujannya tinggi. Tanah yang dikehendaki adalah tanah yang subur, kaya bahan organik, lempung berpasir dengan pH berkisar 5-6 dan berdrainase baik. Terung tidak memerlukan panjang hari yang spesifik untuk pembungaannya, tetapi memerlukan suhu minimum yang lebih tinggi dari pada tomat. Tinggi tanaman terung antara 0.5-0.9 m. Batang tanaman terung dibedakan menjadi dua macam, yaitu batang utama (batang primer) dan percabangan (batang skunder). Batang utama merupakan penyangga berdirinya tanaman, sedangkan percabangan merupakan bagian tanaman yang akan mengeluarkan bunga. Bentuk percabangan tanaman terung menggarpu (dikotom), letaknya agak tidak beraturan. Batang utama berbentuk persegi (angularis). Bunga terung merupakan bunga sempurna. Mahkota bunga berbentuk seperti bintang berwarna ungu cerah dengan jumlah 5-8 buah. Buah terung merupakan buah sejati tunggal dan tidak akan
5 pecah jika buah masak. Kulit luar buah berupa lapisan tipis berwarna ungu hingga ungu mengkilap. Daging buah tebal, lunak, dan berair. Biji terdapat dalam daging buah. Buah menggantung di ketiak daun. Bentuk buah bervariasi sesuai dengan varietasnya. Bentuk yang dikenal seperti panjang silindris, panjang lonjong, bulat lebar, dan bulat ( Imdad dan Nawangsih, 2001). Produksi Benih Terung Kegiatan produksi benih terung meliputi berbagai kegiatan seperti: persiapan lahan, isolasi, penyemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Lahan yang digunakan untuk produksi benih terung adalah lahan yang telah diberakan atau lahan bekas tanaman lain yang bukan sefamili dengan tanaman terung pada musim sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir dan memutus siklus penyebaran patogen yang terbawa tanah pindah ke tanaman yang akan dibudidayakan. Isolasi dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi dari tanaman lain di sekitar areal penangkaran (menjaga kemurnian varietas). Isolasi yang umum diterapkan dalam kegiatan penangkaran benih terung yakni isolasi jarak atau isolasi waktu. Hal ini dilakukan karena sifat tanaman terung yang menyerbuk silang. Isolasi jarak minimal 250 m atau isolasi waktu minimal 60 hari (SNI, 2004). Penyemaian dilakukan sampai tanaman siap dipindahkan ke lapang. Pemindahan dilakukan pada bibit yang telah berumur1-1.5 bulan setelah semai. Bibit yang dipilih adalah bibit yang seragam, sehat, dan kuat. Kegiatan pemeliharaan meliputi: pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, serta kegiatan rouging. Rouging dilakukan pada fase vegetatif (sejak tanaman masih di persemaian) dan fase generatif. Rouging pada fase vegetatif ketika tanaman berumur 35-55 HST (Hari Setelah Tanam) dengan membuang tipe-tipe simpang yang tidak terdeteksi di persemaian. Pada fase berbunga, rouging dilakukan pada umur tanaman 55-70 HST, sedangkan pada fase berbuah dilakukan pada umur 70-75 HST. Kegiatan rouging dilakukan dengan membuang atau mengambil tanaman tipe simpang yang ada di areal pertanaman. Rouging dilakukan sebelum pemeriksaan lapang oleh BPSB. Hal-hal
6 yang harus diperhatikan dalam rouging meliputi: tipe pertumbuhan, bentuk daun, warna daun, warna batang, warna bunga, bentuk buah, dan warna buah. Kegiatan panen dilakukan jika buah telah matang penuh, yakni ketika warna kulit buah kuning (masak fisiologi). Faktor perbanyakan dari benih terung yang dihasilkan berkisar antara 200 sampai 400 kali dari banyaknya jumlah benih yang digunakan. Penanganan pascapanen sangat penting karena akan berpengaruh terhadap kualitas benih selama proses penyimpanan. Penanganan pascapanen mencakup kegiatan ekstrasi benih hingga benih siap dikemas. Terdapat dua cara dalam mengekstrasi buah terung yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering, buah dijemur di bawah sinar matahari hingga mengkerut atau warna kulit berubah menjadi kuning kecoklat-coklatan untuk terung ungu (produksi benih skala kecil). Buah kemudian dipukul-pukul dengan tangan sebelum benihnya dikeluarkan. Cara basah, kulit buah dikupas, sedangkan daging buah dikerat menjadi lapisanlapisan yang tipis. Keratan daging buah ini kemudian dilembekkan dengan cara merendam sampai benih siap dipisahkan dari pulp. Setelah pemisahan, benih dicelupkan ke dalam air untuk memisahkannya dari yang mengambang. Cara ekstrasi basah lainnya, yang lazim dilakukan oleh produsen benih yang besar di negara maju sudah dilakukan secara mekanis. Kegiatan ekstrasi dilakukan dengan pemecah buah otomatis. Campuran benih dan bahan-bahan selainnya kemudian disaring sehingga benihnya dan cairan buah terpisah dari bahan-bahan padat lainnya. Benih dipisahkan dari pulpnya. Metode pemisahan dilakukan dengan asam hidroklorat (produksi benih skala besar). Benih yang dipisahkan dengan menggunakan metode ini sangat bersih dan mengkilap. Benih terung yang telah diekstrasi dengan perlakuan fermentasi atau asam segera dicuci. Pengeringan benih harus dilakukan segera setelah pencucian selesai. Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air yang ditetapkan. Kadar air benih terung yang aman untuk disimpan sebesar 8% (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).
7 Perubahan Fisiologi Selama Perkembangan dan Pemasakan Benih Pada saat proses perkembangan benih terjadi berbagai proses biokimia, seperti aktivitas pembentukkan cadangan makanan. Pada umumnya, pada benih yang telah masak terkandung paling sedikit dua atau tiga jenis cadangan makanan yang disimpan dalam jumlah yang tidak sedikit (Bewley, 1994). Kebanyakan dari cadangan makanan tersebut terbentuk selama proses perkembangan benih. Cadangan makanan yang terbentuk selama perkembangan benih diantaranya pembentukkan karbohidrat, lemak, dan protein (Bewley, 1994). Proses perkembangan benih berpengaruh terhadap perilaku biokimia dan fisiologi benih juga kualitas, kemampuan daya berkecambah, keseragaman pertumbuhan benih dan daya simpan benih (Liu dalam Suhartanto, 2002). Pada tahap perkembangannya benih mengalami proses pemasakan. Proses pemasakan adalah fase dimana perkembangan bobot kering benih tidak bertambah lagi (maksimum). Pada fase ini kadar air mencapai kondisi minimum. Pada umumnya, kadar air benih sangat tinggi setelah penyerbukkan dan menurun selama perkembangan benih sampai masak fisiologi, setelah lewat fase tersebut, naik turunnya kadar air sangat ditentukan oleh kelembaban relatif lingkungan ketika panen (Villela, 1998). Produksi benih berkualitas sangat ditentukan oleh penentuan waktu panen yang tepat. Waktu panen yang tepat yakni, pada saat benih mencapai masak fisiologi. Valdes dan Gray (1998) menyatakan bahwa persentase benih tomat yang berkecambah maksimum terjadi pada saat stadia buah masak dan hal tersebut tidak terjadi pada stadia buah belum masak. Perkecambahan paling cepat berasal dari stadia buah masak (merah). Buah tomat yang dipanen pada saat stadia merah, dimana benih mencapai bobot kering maksimum akan menghasilkan viabilitas dan daya berkecambah maksimum. Bobot kering benih berasosiasi dengan warna buah (Demir, 2001). Selanjutnya Valdes dan Gray (1998) menyatakan bahwa pada umumnya, peningkatan bobot kering benih tomat sangat lambat dan hanya sedikit sekali setelah buah masak. Buah masak memiliki perbedaan nyata bobot kering benih yang lebih tinggi daripada buah yang belum masak.
8 Suhartanto (2003) menyatakan bahwa klorofil dibutuhkan dalam pembentukan benih, namun sangat tidak diharapkan dalam tahap pemasakan benih karena akan berpengaruh negatif terhadap mutu benih, terutama daya simpan benih. Diduga klorofil benih dapat menjadi sumber radikal bebas. Kandungan klorofil yang terdapat dalam benih tomat berkorelasi negatif terhadap kemampuan berkecambahnya. Berdasarkan penelitian tersebut maka kandungan klorofil dalam benih dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan masak fisiologis benih tomat. Masak fisiologi benih tomat dapat dilihat dari daya berkecambah benih yang tinggi. Kondisi tersebut didapat pada saat kandungan klorofil dalam benih minimum. Kandungan klorofil benih minimum karena terjadinya proses degradasi klorofil dalam benih. Suhartanto (2002) menyatakan bahwa proses degradasi klorofil pada benih tomat masih terjadi walaupun benih sudah dikeringkan. Suhartanto (2002) juga menyatakan bahwa degradasi klorofil benih yang berasal dari buah beukuran kecil lebih cepat dibandingkan dengan buah yang berukuran besar. Selain klorofil, ternyata karotenoid juga dapat dijadikan sebagai indikator masak fisiologi benih. Total klorofil berpengaruh negatif dengan total karotenoid. Prasetyaningsih (2006) menunjukkan bahwa total karotenoid benih jagung manis berbeda pada setiap tingkat kemasakan. Karotenoid maksimum dicapai saat benih mencapai masak fisiologi. Selanjutnya Sinuraya (2007) menyatakan bahwa masak fisiologi cabai rawit varietas Rama tercapai pada tingkat kemasakan 50 HSBM (hari setelah bunga mekar). Pada fase tersebut, benih mengalami perubahan dan perkembangan fisiologi seperti kadar air minimum, bobot kering benih maksimum, dan total kandungan karotenoid benih maksimum. Selanjutnya, Alan dan Eser (2008) menyatakan bahwa daya berkecambah dan vigor benih maksimum cabai
rawit merah dan cabai rawit pedas tercapai pada tingkat
kemasakan 60 HSBM (masak fisiologi). Setelah lewat tingkat kemasakan 80 HSBM kualitas benih mengalami penurunan yang signifikan.
9 Biosintesis Klorofil dan Karotenoid serta Hubungan Keduanya Klorofil adalah pigmen tanaman yang berwarna hijau. Klorofil lebih kuat menyerap cahaya dalam spektrum elektromagnetik pada gelombang merah dan biru dibandingkan gelombang hijau. Klorofil terdapat di dalam membran tilakoid. Klorofil berperan penting pada proses fotosintesis. Biosintesis dan pergantian klorofil sangat penting bagi perkembangan tanaman dan membantu tanaman bertahan dalam mencegah akumulasi fototoksik yang berkelanjutan. Tahap awal dari biosintesis klorofil yakni, asam glutamat diubah menjadi 5-asamamino levulinik (ALA). Reaksi ini berupa ikatan kovalen dimana asam glutamat diikat oleh molekul t-RNA. Ini adalah salah satu bagian terkecil dari proses kimia dalam sintesis protein. Dua molekul ALA bergabung membentuk porpobilinogen (PBG) dan pada akhirnya membentuk cincin pirol di dalam klorofil. Langkah selanjutnya adalah pertemuan struktur porpirin dari empat molekul PBG. Fase ini terdiri dari enam langkah enzimatik yang berbeda, produk akhirnya adalah protporpirin ІX. Langkah berikutnya adalah penyisipan logam ke pusat porpirin. Jika magnesium yang masuk ke pusatnya maka akan menjadi magnesium kelatase. Jika besi yang masuk maka akan menjadi heme. Fase berikutnya pembentukkan cincin kelima oleh asam propionat yang kemudian membentuk protoklorofila. Kemudian NADPH akan mereduksi ikatan ganda pada cincin. Pada tanaman angiospermae proses ini memerlukan cahaya dan kerjanya dilakukan oleh enzim protoklorofila oksidoreduktase (POR). Langkah terakhir adalah pemutusan ekor pitol oleh enzim klorofil sintase (Taiz and Zeiger, 2009). Suhartanto (2003) menyatakan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambah benih. Kandungan klorofil mengalami penurunan sejalan dengan stadia kemasakan buah hingga tidak terdeteksi lagi pada stadia perkembangan buah lewat dari 57-60 HSB. Sedangkan daya berkecambah benih terus mengalami peningkatan sejalan dengan stadia kemasakan buah. Skema biosintesis klorofil disajikan pada Gambar 1.
10
Gambar 1.
Skema Biosintesis (pembentukan) Klorofil Menurut Taiz dan Zeiger (2009).
Karoten adalah warna kuning, merah, dan orange yang terdapat dalam jaringan tanaman. Secara kimia, karotenoid merupakan lemak, hidrokarbon simetrik dengan rantai ganda. Struktur rantai ganda tersebut berfungsi untuk mengabsorbsi cahaya tampak. Sintesis dan akumulasi karoten dilakukan di dalam
11 plastida. Bagian dari karoten yang pertama kali disintesis adalah pitoen. Pitoen disintesis dari dua molekul geranil-geranil diposfat oleh enzim pitoen sintase. Proses enzimatik yang berlangsung jumlahnya dipengaruhi oleh jenis spesies tanaman, jaringan dan fase perkembangan yang terjadi. Kemudian pitoen dirombak menjadi ç-karoten oleh pitoen desaturase hingga pada akhirnya terbentuk tiga jenis karoten berdasarkan warna yang terkandung di dalamnya. Bagian yang mengandung warna merah (likopen), orange (ß-karoten), dan kuning (xanthofil). Likopen merupakan pigmen utama yang terdapat dalam buah tomat yang berwarna merah. Produk sampingan dari biosintesis karoten adalah asam absisat (ABA). Selama perkembangan tanaman karoten mempunyai dua peranan penting, sebagai fotoprotektan penting dalam jaringan hijau dan sebagai penyalur warna pada bunga dan buah (Giuliano et al. 1993). Axelsson (2006) menyatakan bahwa hilangnya bagian dari membran tilakoid berhubungan dengan peran dari struktur karoten. Perubahan ukuran dari plastoglobulin tidak berhubungan dengan kehadiran karoten dalam sel. Howard et al. (2000) yang menyatakan bahwa kandungan pigmen karotenoid dan ß-karoten berbeda untuk setiap genotipe cabai yang berlainan. Karotenoid berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi benih dari radikal bebas. Kandungan total karotenoid buah cabai berbeda untuk setiap stadia kemasakan dan total karotenoid tertinggi terdapat pada buah masak. Selanjutnya, Hasil penelitian Sinuraya (2007) pada benih cabai varietas Rama menyatakan bahwa total karotenoid benih meningkat sejalan dengan peningkatan stadia kemasakan buah dan mencapai maksimum pada tingkat kemasakan 55 HSBM. Hal itu juga diikuti dengan peningkatan viabilitas potensial (daya berkecambah) benih. Daya berkecambah benih cabai merah varietas Rama terus meningkat hingga mencapai maksimum pada stadia kemasakan 50 HSBM, setelah lewat tingkat kemasakan tersebut kemudian mengalami penurunan, namun nilai daya berkecambah pada stadia kemasakan 55 HSBM tidak berbeda nyata dengan nilai daya berkecambah pada stadia kemasakan 50 HSBM. Skema biosintesis karoten disajikan pada Gambar 2.
12
Gambar 2.
Skema Biosintesis (pembentukkan) Karoten Menurut Lindgren (2003).
Pada kedua skema tersebut terlihat bahwa pembentukkan klorofil terjadi pada siklus yang saling berhubungan. Keberadaan klorofil dan karoten berhubungan erat satu sama lain. Hasil penelitian Almela, et al. (1996) yang meniliti dua varietas cabai paprika, Bola Raja dan Negral menunjukkan bahwa pada saat pemasakan terjadi perubahan komposisi klorofil dan karotenoid buahnya. Pada varietas Negral klorofil buah hijau sampai setengah masak tinggi dan pada saat masak penuh klorofil berkurang hanya tinggal sekitar 14 %nya, sementara pada varietas Bola Raja klorofil menghilang pada saat masak. Total
13 karotenoid pada kedua varietas meningkat sejalan dengan peningkatan stadia kemasakan. Klorofil terdegradasi selama proses pembungaan (senesens). Ketika klorofil terdegradasi dengan sangat cepat, karoten tetap tersimpan dalam jumlah tertentu tergantung pada spesies dan faktor lingkungan (Hörtensteiner, 2006).
14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan pada Mei sampai Agustus 2009. Bertempat di PT. Shang Hyang Seri (SHS) Sukamandi Subang, Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Fakultas Pertanian IPB Dramaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu benih terung ungu varietas Texas Blue, pupuk Urea, SP36, KCL, pupuk kandang, pestisida, top soil, furadan 3-G, aseton, air bebas ion, kertas merang, plastik, dan kertas label. Peralatan yang digunakan adalah centrifuge MR 1812, spectrometer UV1201, LIF (Laser Induced Flouresence), mortar, grinding mill, tabung reaksi, pipet, oven, desikator, timbangan, hand sprayer, sudip, cawan petri, cawan alumunium, dan Alat Pengecambah Benih IPB 73-2A. Metode Penelitian A.
Rancangan percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal, enam taraf umur panen menggunakan tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari enam satuan percobaan yang ditempatkan secara acak. Setiap satu satuan percobaan terdapat 60 tanaman. Keenam taraf perlakuan umur panen adalah: K1 = umur panen 36 hari setelah bunga mekar (HSBM) K2 = umur panen 40 HSBM K3 = umur panen 44 HSBM K4 = umur panen 48 HSBM K5 = umur panen 52 HSBM K6 = umur panen 56 HSBM Model matematis rancangan yang digunakan adalah:
15
Yij
=µ
+ Ki + Nj + Eij
i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan tanaman terung umur panen ke-i dalam kelompok ke-j µ = rata-rata umum hasil pengamatan Ki = pengaruh umur panen ke-i Nj = pengaruh kelompok ke-j Eij = pengaruh galat percobaan umur panen panen ke-i pada kelompok ke-j Sidik ragam hasil pengolahan data yang menunjukkan pengaruh yang nyata kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT 5%). Untuk melihat korelasi indikasi biokimia (karotenoid dan klorofil) dengan indikasi fisiologis digunakan analisis regresi dan korelasi. Hal yang sama juga dilakukan untuk melihat korelasi kandungan karotenoid dengan klorofil pada setiap stadia kemasakan. Berdasarkan banyaknya taraf perlakuan umur panen dan ulangan maka terdapat 18 satuan percobaan.
B.
Pelaksanaan Percobaan Pelaksanaan percobaan dilakukan di dua tempat, di lapang dan di
laboratorium. Kegiatan di lapang adalah produksi benih terung yang akan digunakan sebagai materi penelitian. Perlakuan percobaan diaplikasikan saat percobaan di lapang. Kegiatan di laboratorium adalah serangkaian pengujian materi penelitian seperti pengujian dan pengamatan total klorofil dan karotenoid benih, kadar air, bobot kering benih, daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, bobot 1000 butir, dan indeks vigor.
B.1 Pelaksanaan di lapang Sebelum
dilakukan
pengolahan
lahan
terlebih
dahulu
dilakukan
persemaian benih terung. Persemaian dilakukan minimal 4-6 minggu sebelum bibit siap tanam di lahan. Persemaian dilakukan pada polybag. Pada campuran media semai diberikan furadan 3-G ± 5 butir per lubang tanam, sedangkan pengolahan lahan sendiri dilakukan dua minggu sebelum tanam. Saat pengolahan
16 lahan diberikan campuran pupuk kandang. Luas lahan yang digunakan 695 m². Selanjutnya dilakukan pembuatan petakan percobaan seminggu sebelum tanam sebanyak 18 petakan. Tiap petakan percobaan dibuat bedengan berukuran 1 m x 8 m sebanyak 3 buah. Total bedengan yang di buat sebanyak 54 bedengan. Tinggi bedengan 30 cm. Lebar parit 50-60 cm. Lubang tanam dibuat dengan menggunakan tugal dari kayu. Sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam tunggal yakni satu baris tanaman tiap bedengan. Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 110 cm x 60 cm menggunakan tugal. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dan tujuh sampai delapan minggu setelah tanam. Pupuk yang diberikan yaitu Urea 5 g/tanaman, KCL 3,5 g/tanaman, SP36 3 g/tanaman. Semua kegiatan dari persiapan lahan sampai penyiangan pertama dilakukan pihak perusahaan. Ketika akan digunakan untuk perlakuan lahan sedang dalam kondisi akan berbunga. Pemeliharaan meliputi: penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan dua kali yakni, pada minggu kedua dan keenam. Pemeliharaan rutin terhadap hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman. Umur panen ditentukan berdasarkan jumlah hari setelah bunga mekar, oleh karena itu pelabelan dilakukan secara bertahap terhadap bunga yang sudah mekar sempurna. Bunga dari tanaman terung yang telah mekar sempurna di pagi hari diberi label tiap sehari sekali, sesuai perlakuan umur panen, mulai dari umur 56 HSBM, 48, 40, 52, 44, dan terakhir 36 HSBM. Pemanenan dilakukan tiap dua umur panen secara bersamaan pada umur 36 dengan 40 HSBM, 44 dengan 48 HSBM, 52 dengan 56 HSBM. Buah diambil secara acak pada setiap satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diambil buah sebanyak 6 buah.
B.2 Pengujian di Laboratorium Sebagian kecil benih (± 750 butir benih) segar hasil panen dipisahkan dari daging buah kemudian benih tersebut diuji kadar air benih dan bobot kering benih. Selanjutnya sisa buah diekstrasi secara manual. Benih hasil ekstrasi dikeringkan sampai dengan kadar air benih mencapai 8%. Pengujian dan
17 pengamatan total klorofil dan karotenoid benih, daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, dan bobot 1000 butir benih, dan indeks vigor setelah kadar air diturunkan. Analisis total klorofil benih dilakukan dilaboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan analisis total karotenoid dilakukan di laboraturium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, sedangkan analisis viabilitas dan vigor benih yaitu kadar air, bobot kering benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot 1000 butir, dan indeks vigor dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Pertanian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
B.
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur sebagai berikut:
Kadar Air Benih Kadar air benih diukur dengan metode langsung menggunakan oven 105°C selama 16±1 jam. Pengukuran kadar air benih dilakukan tiga ulangan per satuan percobaan. Satu cawan alumunium foil tanpa tutup berisi 50 butir benih. Benih yang digunakan adalah benih segar yang diperoleh segera setelah panen. Penentuan kadar air menggunakan rumus berikut : KA (%) = (bo-bi/bo) x 100% Keterangan : KA
= kadar air benih (%)
bo
= bobot benih sebelum dikeringkan
bi
= bobot benih sesudah dikeringkan
Bobot Kering Benih Bobot kering benih diukur dengan mengeringkan 200 butir benih dalam oven 60°C selama 3 x 24 jam kemudian ditimbang bobotnya. Pengukuran dilakukan tiga ulangan untuk setiap satuan percobaan.
Daya Berkecambah Benih
18 Daya berkecambah (DB) benih ditentukan dengan pengujian UDK ( Uji Diatas Kertas), yaitu mengecambahkan benih dengan menggunakan media kertas saring lembab di dalam cawan petri. Alat Pengecambah Benih yang digunakan yaitu IPB 73-2A. Setiap satu satuan percobaan menggunakan 150 butir benih dalam tiga wadah, jadi masing-masing wadah berisi 50 butir benih. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 terhadap kecambah yang tumbuh normal. Persentase daya berkecambah dihitung dengan rumus : DB (%) = {(∑ KN І + ∑ KN ІІ)/jumlah benih yang diuji} x 100 % Keterangan :
DB
= daya berkecambah
KN І = kecambah normal pada pengamatan І (hari ke-7) KN ІІ = kecambah normal pada pengamatan ІІ (hari ke-14)
Kecepatan Tumbuh Benih Benih dari tiap perlakuan sebanyak 150 butir diuji dengan metode UDK seperti halnya uji daya berkecambah. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke-14 terhadap jumlah kecambah normal dan perbedaan jam tiap pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus (Sadjad, 1993): 14
Kecepatan tumbuh = ∑ d 0
Keterangan : d = tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (24 jam)
Bobot 1000 Butir Bobot 1000 butir benih ditentukan dengan cara menimbang 100 butir benih sebanyak 8 kali. Kemudian rata-rata dari penimbangan 8 kali tersebut dikalikan 10. Rumus yang digunakan adalah : Bobot 1000 butir = П x 10 Keterangan : П = bobot rata-rata dari penimbangan 8 kali benih cabai.
Indeks Vigor
19 Indeks vigor ditentukan dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. Pengujian dilakukan dengan mengecambahkan 50 butir benih dengan menggubakan metode Uji Diatas Kertas (UDK). Seperti halnya uji daya berkecambah, namun pengamatan hanya dilakukan pada hari ke-7 terhadap kecambah normal (first count germination). Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks vigor benih adalah : KN І IV =
X 100% Total Benih yang Diuji
Keterangan : IV
= Indeks Vigor
KN І = jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (hari ke-7)
Analisis Total Klorofil Benih 1. Pra Preparasi Sebanyak (± 2 g) benih terung disiapkan. Benih dipisahkan sesuai kelompok perlakuannya, kemudian diuji dengan menggunakan alat LIF (Laser Induced Flouresence) (Jalink, 1998). 2. Pengujian {berdasarkan metode flouresens (Jalink, 1996) dan metode ekstrasi (Sims dan Gamon, 2002)} Violet laser dioda didekatkan pada ± 2 g benih yang disiapkan. Alat sensor fiber optic bundle akan merespon emisi flouresens yang dihamburkan oleh violet laser dioda, lalu diteruskan ke USB spectroflourometer. USB spectroflourometer kemudian mendeteksi kandungan klorofil a dalam benih. Kemudian dikirim sinyal flouresens klorofil ke komputer yang membentuk spektrum emisi flouresens dan panjang gelombang di monitor komputer. Komputer akan mengontrol mekanisme alat penghambur untuk memisahkan benih yang diperbolehkan pada intensitas flourescens tertentu. Prosedur pengujian secara skematis tersaji pada Gambar 3.
± 2 g benih terung didekatkan pada violet laser dioda
20
Sensor fiber optic bundle akan merespon emisi flouresens
USB spectroflourometer mendeteksi kandungan klorofil a
Sinyal flouresens klorofil dikirim ke komputer
baca kurva frekuensi di monitor komputer Gambar 3.
Skema Pengujian Total Klorofil Menurut Jalink (1998) yang Telah Dimodifikasi.
Benih terung yang telah dihaluskan ditempatkan dalam mortal. Benih dihaluskan dengan menambahkan 1 ml aseton. Sebanyak 2 ml aseton dicampurkan pada benih yang telah dihaluskan. Campuran benih yang telah dihaluskan diaduk, kemudian cairan tersebut dimasukkan ke tube dengan bola (kelereng) sebagai tutup, kemudian sampel dikocok, disaring dan disentrifuse pada 1000 rpm selama 10 menit. Supernatan ditampung pada tabung reaksi. Sebanyak 2 ml aseton ditambahkan. Pembacaan Supernatan dengan menggunakan spektrometer UV 1201 pada panjang gelombang λ 470 nm, 537 nm, 647 nm, 663 nm untuk mendapatkan serapan nilai klorofil a dan b. Prosedur pengujian secara skematis tersaji pada Gambar 4. ± 0,2 g benih terung halus + 1 ml aseton Benih dihaluskan + 2 ml aseton Dikocok Tampung cairan dalam tube Menyaring dan mensentrifuse pada 1000 rpm selama 10 menit Menampung supernatan pada tabung reaksi+ 2 ml aseton Mengukur absorbannya pada λ 470 nm, 537 nm, 647 nm, 663 nm. Gambar 4.
Skema Pengujian Total Klorofil Menurut (2002).
3. Perhitungan total klorofil
Sims dan Gamon
21 Total klorofil = 7.15 x A 663 – 18.71x A 647 Keterangan : A 663 = Nilai absorban pada panjang gelombang 663 nm A 647 = Nilai absorban pada panjang gelombang 647 nm Analisis Total Karotenoid Benih 1. Pra Preparasi Contoh benih terung sebanyak (± 5 g) di haluskan dengan menggunakan grinding machine (blender). Sehingga diperoleh hancuran benih sehalus mungkin. Setiap satuan percobaan dilakukan triplo untuk mengurangi galat. 2. Pengujian Benih terung yang telah dihaluskan ditempatkan dalam mortal. Gerus dengan menambahkan 1 ml aseton. Kemudian tambahkan 2 ml aseton. Aduk, masukkan cairan ke tube dengan bola (kelereng) sebagai tutup Kemudian sampel dikocok, saring dan sentrifuse pada 1000 rpm selama 10 menit. Tampung supernatan pada tabung reaksi. Tambahkan aseton sebanyak 2 ml. Baca supernatan dengan menggunakan spektrometer UV 1201 pada panjang gelombang λ 470 nm, 537 nm, 647 nm, 637 nm untuk mendapatkan serapan nilai klorofil a dan b. Prosedur pengujian secara skematis tersaji pada Gambar 5.
± 0,2 g benih terung halus + 1 ml aseton Gerus + 2 ml aseton Dikocok Tampung cairan dalam tube Saring dan Sentrifuse pada 1000 rpm selama 10 menit Tampung supernatan pada tabung reaksi+ 2 ml aseton Ukur absorbannya pada λ 470 nm, 537 nm, 647 nm, 663 nm. Gambar 5.
Skema Pengujian Total Karotenoid Menurut Sims dan (2002).
3. Perhitungan total karotenoid
Gamon
22 klorofil a
= 0.01375 x A663-0.000897 x A537-0.003046 x A647
klorofil b
= 0.02405 x A647-0.004305 x A537-0.005507 x A663
antosianin = 0.08173 x A537-0.00697 x A647-0.002228 x A663 Karoten (µmol/ml) = [A470-{17.1x(klorofil a + klorofil b)-9.475 x antosianin] 119.26 Keterangan : A 470 = Nilai absorban pada panjang gelombang 470 nm A 537 = Nilai absorban pada panjang gelombang 537 nm A 663 = Nilai absorban pada panjang gelombang 663 nm A 647 = Nilai absorban pada panjang gelombang 647 nm
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi umum pertanaman selama penelitian pada awal pembungaan hingga mulai perlakuan curah hujan sangat rendah. Beberapa hari setelah perlakuan, beberapa kali turun hujan (curah hujan cukup tinggi), sehingga bunga yang telah diberi label mengalami kerontokkan dengan jumlah yang cukup banyak karena tidak tahan dengan deraan air hujan (Lampiran 2). Tingkat kerontokkan bunga cukup tinggi yaitu mencapai 60 %-80% dari total bunga yang diberi label. Besarnya tingkat kerontokkan bunga menyebabkan perlakuan harus diulang kembali. Selain itu, populasi tanaman per satuan unit percobaan juga ditambah. Sebelum perlakuan ulang jumlah tanaman sebanyak 30 tanaman/satuan unit percobaan, setelah perlakuan ulang menjadi 60 tanaman/satuan unit percobaan. Rata-rata curah hujan selama penelitian berlangsung adalah 129 mm/bulan dengan hari hujan rata-rata mencapai 7 hari dalam setiap bulannya. (Lampiran 1). Hama dan penyakit banyak menyerang di fase generatif pada saat pembentukkan buah. Umumnya, hama yang menyerang tanaman adalah kumbang totol hitam (Henosepilachna sparsa) dan trips (Trips tabaci). Kedua hama ini menyerang bagian daun tanaman. Daun terung yang terserang kumbang totol hitam menjadi berlubang-lubang, sedangkan daun yang terserang trips tampak bercak-bercak cokelat muda karena cairan selnya terhisap. Jumlah daun yang terserang kumbang totl hitam dan trips masih dibawah ambang ekonomi sehingga pengendaliannya hanya sebatas pemeliharaan rutin dengan melakukan sanitasi lingkungan pertanaman. Terutama, pengendalian terhadap gulma tempat transit dan berkembang biak hama. Gulma yang tumbuh dominan di lahan penelitian diantaranya: Mikania michranta, Fimbristilis sp., dan Jajagoan. (Lampiran 16). Selain itu, hama di areal pertanaman dapat ditekan populasinya karena banyaknya serangga maupun hewan predator seperti, capung, katak, dan burung walet. Penyakit yang banyak menyerang tanaman yaitu bercak daun (Phytopthora infestans) dan busuk buah phomosis (Phomosis vexans) (Lampiran 17). Penyakit bercak daun dan busuk buah phomopsis disebabkan oleh cendawan. Tanaman yang terserang bercak daun, pada daunnya terdapat bintik kecil berwarna hijau
24 pucat kemudian berkembang menjadi bercak nekrotik besar berwarna ungu. Busuk buah phomosis banyak menyerang buah yang belum masak. Buah yang terserang penyakit phomopsis buah akan menjadi hitam dan mengalami mumifikasi. Kedua penyakit ini banyak menyerang ketika kondisi lahan sedang tergenang saat dilakukan pengairan. Pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45. Kondisi umum pertanaman terung disajikan pada Gambar 6. Buah yang dipanen digunakan sebagai bahan materi dalam pengujian berbagai tolok ukur seperti: pengujian dan pengamatan total klorofil dan karotenoid benih, kadar air, bobot kering benih, daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, bobot 1000 butir, dan indeks vigor. Buah dipanen sesuai umur panen yang telah ditentukan. Gambar buah dan benih terung ungu varietas Texas Blue pada berbagai umur panen disajikan pada Gambar 7 dan 8.
Gambar 6. Pertanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue di Kebun Horti PT. Shang Hyang Seri Sukamandi, Subang.
25
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 7. Buah Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen Keterangan : (a). 36 HSBM (b). 40 HSBM (c). 44 HSBM (d). 48 HSBM
(e). 52 HSBM
(f). 56 HSBM
26
Gambar 8.
Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen Keterangan : P1 = 36 HSBM P2 = 40 HSBM P3 = 44 HSBM P4 = 48 HSBM
P5 = 52 HSBM
P6 = 56 HSBM
Total klorofil dalam benih tidak terdeteksi pada semua perlakuan umur panen yang diujikan. Diduga kandungan klorofil pada benih telah mengalami degradasi hingga tidak terdeteksi lagi sebelum benih dipanen. Selama proses perkembangan buah, tampak terjadi perubahan warna pada permukaan kulit buah dari ungu tua menjadi kuning keemasan. Penampakan kulit buah yang berwarna ungu dominan pada buah mengindikasikan bahwa kandungan kloroplas (zat hijau pada klorofil) pada buah muda tidak banyak. Diduga hal tersebut menyebabkan hilangnya klorofil pada perlakuan awal stadia kemasakan buah. hal ini kemungkinan tidak terjadi pada buah yang berwarna hijau pada saat belum masak, seperti penelitian Giuliano et al. (1993) yang menyatakan bahwa sepanjang perkembangan buah tomat terjadi perubahan klorofil menjadi kromoplas. Selama proses pemasakan buah tomat, warna dari lapisan perikarp berubah dari hijau menjadi merah, klorofil mengalami degradasi dan terjadi akumulasi karotenoid. Selama proses ini, kloroplas berubah menjadi kromoplas, kandungan klorofil dalam benih menurun hingga tingkat yang tidak dapat dideteksi lagi. Sedangkan
27 kandungan karoten meningkat. Kandungan karotenoid maksimum terdapat pada buah tomat yang berwarna kuning cerah dan merah. Pembentukkan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : gen, cahaya, unsur makro dan mikro (N, Mg, Fe), dan air ( Ubaid, 2009), dan pH yang rendah (Koca et al., 2009). Bila gen untuk klorofil tidak ada maka tanaman tidak akan memiliki klorofil baik dalam buah maupun benih. Varietas merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi dan kandungan pigmen pada buah dan benih. Jumlah pigmen yang terkandung dapat berubah pada setiap stadianya (Kiss et al., 2005). Unsur N, Mg, dan Fe merupakan unsur-unsur pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil. Bila kekurangan air akan terjadi desintegrasi klorofil. Tanah pada lingkungan pertanaman pada saat penelitian memiliki pH berkisar 4.7. Kondisi pH yang rendah dapat menyebabkan degradasi klorofil. Koca et al. (2009) menyatakan bahwa degradasi klorofil a dan b berkorelasi negatif
dengan
peningkatan
pH.
Degradasi
klorofil
menurun
dengan
meningkatnya pH. Degradasi klorofil a dan b paling cepat pada kondisi pH terendah. Degradasi klorofil a lebih cepat dibandingkan dengan klorofil b pada kondisi pH yang sama. Diduga semua faktor diatas yang mempengaruhi tidak ditemukannya kandungan klorofil pada benih terung ungu varietas Texas Blue pada semua perlakuan umur panen. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Rekapitulasi sidik ragam hasil uji F pengaruh umur panen terhadap kadar air, viabilitas potensial benih, vigor benih dan karotenoid disajikan pada Tabel 1. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, viabilitas potensial, dan vigor benih. Viabilitas potensial ditentukan dengan menggunakan tolok ukur daya berkecambah, sedangkan parameter vigor benih menggunakan tolok ukur bobot kering benih, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh benih, dan indeks vigor. Tidak demikian halnya dengan kandungan karotenoid, umur panen tidak berpengaruh terhadap kandungan karotenoid benih.
28 Tabel 1.
Rekapitulasi Uji F Hasil Analisis Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air, Daya Berkecambah, Bobot Kering Benih, Bobot 1000 Butir, Kecepatan Tumbuh, Indeks Vigor, dan Karotenoid. Tolok Ukur Perlakuan Umur Panen
Koefisien Keragaman (%)
KA (%)
**
5.93
DB (%)
**
6.98
BKB (g)
**
6.07
Bobot 1000 Butir (g)
**
3.52
KCT (%/etmal)
**
6.22
Indeks Vigor (%)
**
12.61
Karotenoid (mg/g)
tn
25.77
Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = Tidak nyata
Kadar Air Tabel 2 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kadar air. Kadar air rata-rata benih terung ungu varietas Texas Blue menurun sejalan dengan peningkatan kemasakan buah. Pada stadia kemasakan paling muda (umur panen 36 HSBM) kadar air rata-rata benih sebesar 38.83 % kemudian terus menurun hingga kadar air mencapai 30.26 % pada stadia kemasakan yang paling tua (umur 56 HSBM). Penurunan kadar air benih mula-mula berlangsung dengan cepat (berbeda nyata) dari awal stadia kemasakaan (35 HSBM) sampai pada umur panen 48 HSBM, namun secara statistik penurunan kadar air pada umur panen 35 HSBM tidak berbeda nyata dengan kadar air pada stadia kemasakan umur panen 40 HSBM. Begitu juga dengan stadia kemasakan 40 HSBM dengan stadia kemasakan 44 HSBM serta stadia kemasakan 44 HSBM dengan stadia kemasakan 48 HSBM. Setelah melewati stadia kemasakan pada umur panen 48 HSBM benih mengalami penurunan kadar air secara perlahan dan tidak berbeda nyata. Kadar air benih mengalami penurunan yang signifikan dari stadia kemasakan buah berwarna ungu (belum masak) sampai stadia kemasakan buah berwarna kuning
29 keemasan (lewat masak). Valdes dan Gray (1998) menyatakan bahwa kadar air benih tomat mengalami penurunan yang signifikan dari stadia kemasakan buah berwarna hijau (belum masak) sampai stadia kemasakan buah berwarna merah tua (lewat masak). Penurunan kadar air tidak berbeda nyata diantara stadia kemasakan buah berwarna breaker dan merah tua. Villela (1998) menyatakan bahwa kadar air benih jagung setelah penyerbukkan berlangsung masih sangat tinggi dan terus menurun sejalan dengan pembentukan dan perkembangan benih sampai mencapai tingkat masak fisiologi. Setelah lewat tingkat masak fisiologi penurunan kadar air benih dipengaruhi oleh kelembaban relatif lingkungan pertanaman.
Viabilitas Potensial Viabilitas potensial adalah viabilitas benih pada kondisi optimum yang secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal yang berproduksi normal. Viabilitas
potensial
ditetapkan
dengan
menggunakan
tolok
ukur
daya
berkecambah benih (Sadjad, 1993). Benih terung ungu varietas Texas Blue mampu berkecambah sebelum mencapai masak fisiologi. Pada umur panen 36 HSBM daya berkecambah benih sebesar 11.78 % dan terus meningkat sampai pada umur panen 48 HSBM sebesar 82.22 %. Setelah itu daya berkecambah benih menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayati dan Hasanah (1990) yang menunjukkan bahwa benih wijen mampu berkecambah beberapa hari sebelum masak fisiologi, namun struktur kecambah yang terbentuk sangat lemah, Sinuraya (2007) menambahkan bahwa daya berkecambah benih cabai rawit maksimum pada saat masak fisiologi kemudian menurun setelah lewat masak fisiologi. Tabel 2 menunjukkan bahwa daya berkecambah benih meningkat dengan cepat pada tingkat kemasakan 36 HSBM sampai tingkat kemasakan 48 HSBM. Setelah itu daya berkecambah benih mengalami penurunan sampai tingkat kemasakan 56 HSBM. Daya berkecambah benih pada semua tingkat kemasakan berbeda nyata. Kecuali stadia kemasakan 48 HSBM dengan stadia kemasakan 52 HSBM yang tidak berbeda nyata secara statistik. Walaupun mengalami penurunan daya berkecambah sebesar 82.22 % pada stadia kemasakan 48 HSBM menjadi 80 % pada stadia kemasakan 52 HSBM. Hal ini diduga dipengaruhi oleh cadangan makanan yang terkandung dalam benih, aktivitas kimia yang terjadi, serta
30 potensial air dalam struktur benih. Benih yang belum mencapai masak fisiologi, cadangan makanan yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan belum mencukupi. Selama proses perkecambahan, benih memerlukan energi untuk respirasi. Valdes dan Gray (1998) menyatakan bahwa daya berkecambah benih tomat paling cepat terjadi pada benih pada stadia kemasakan buah berwarna merah (buah masak) dan pada umumnya, setelah lewat stadia tersebut benih akan mengalami penurunanan daya berkecambah karena mengalami deteriorasi. Tabel 2.
Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air Dan Viabilitas Potensial Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Umur Panen Tolok Ukur 36 HSBM
Kadar Air (%) 38.83 a
Daya Berkecambah (%) 11.78 e
40 HSBM
35.93 ab
23.56 d
44 HSBM
33.96 bc
59.78 c
48 HSBM
30.89 c
82.22 a
52 HSBM
30.35 c
80.00 ab
56 HSBM
30.26 c
73.78 b
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
Vigor Benih Bobot kering benih rata-rata yang dipanen pada umur 36 HSBM berbeda nyata dengan benih yang dipanen pada umur 40 HSBM, hal ini mengindikasikan bahwa bobot kering benih meningkat cepat. Bobot kering benih terus meningkat cepat sampai maksimum pada umur panen 48 HSBM dimana tingkat masak fisiologi benih tercapai. Hanya pada umur panen 40 HSBM dengan 44 HSBM, peningkatan bobot kering tidak berbeda nyata. Setelah lewat umur panen 48 HSBM bobot kering benih menurun secara perlahan dan tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Valdes dan Gray (1998) yang menyatakan bahwa pada umumnya, peningkatan bobot kering benih tomat sangat lambat dan hanya sedikit sekali setelah buah masak. Buah masak memiliki perbedaan nyata bobot kering benih yang lebih tinggi daripada buah yang belum masak. Pranoto et al. (1990) menyatakan bahwa bobot kering benih yang sedang berkembang meningkat sejak terjadi pembuahan, peningkatannya mula-mula
31 perlahan dan akhirnya cepat kemudian melambat lagi sampai titik bobot kering maksimum (masak fisiologi). Hasil uji lanjut menunjukkan bobot 1000 butir benih meningkat dengan cepat pada tingkat kemasakan paling awal (36 HSBM) dan berbeda nyata dengan tingkat kemasakan berikutnya hingga mencapai maksimum pada perlakuan umur panen 52 HSBM, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan sebelumnya (48 HSBM) dan sesudahnya (56 HSBM) (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan penelitian Sinuraya (2007) pada cabai rawit varietas Rama yang menunjukkan bahwa bobot 1000 benih maksimum tercapai pada perlakuan umur panen 55 HSBM, namun tidak jauh berbeda dengan perlakuan sebelum (50 HSBM) dan sesudahnya (60 HSBM). Kecepatan tumbuh benih terung ungu varietas Texas Blue tercapai pada benih yang dipanen pada 48 HSBM. Hasil uji lanjut kecepatan tumbuh rata-rata berbeda nyata pada semua umur panen, kecuali pada umur panen 48 HSBM dan 52 HSBM yang tidak berbeda nyata. Kecepatan tumbuh benih terus meningkat dari tingkat kemasakan paling awal (36 HSBM) sampai mencapai maksimum pada umur 48 HSBM. Setelah itu, kecepatan tumbuh benih mengalami penurunan (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan Penelitian Sinuraya (2007) pada benih cabai rawit varietas Rama yang menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh maksimum tercapai pada saat masak fisiologi yakni pada umur panen 50 HSBM. Pada kondisi tersebut bobot kering benih maksimum dan daya berkecambah juga maksimum. Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada pengamatan pertama daya berkecambah (first count germination). Nilai indeks vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih tinggi (Copeland dan McDonald, 2001). Pemanenan benih yang dilakukan sebelum mencapai tingkat masak fisiologi mengakibatkan vigor bibit rendah. Pada fase tersebut pembentukkan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan, sedangkan benih yang dipanen lewat masak fisiologi sudah mengalami deteriorasi akibat adanya deraan cuaca pada tanaman induk di lapang (Kartika dan Ilyas, 1994).
32 Indeks vigor maksimum tercapai pada stadia kemasakan 48-52 HSBM. Hal itu sejalan dengan variabel vigor benih lainnya. Pada kondisi tersebut, bobot kering benih, dan kecepatan tumbuh benih maksimum. Nilai rata-rata indeks vigor benih dapat dikatakan rendah. Nilai yang didapat berkisar 18.89-19.78 %. Hal ini dikarenakan jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan struktur kulit benih terung yang lebih tebal dan keras dibandingkan tanaman kerabatnya seperti cabai dan tomat. Uji lanjut pada tolok ukur indeks vigor terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap stadia kemasakan. Pada stadia awal kemasakan didapat nilai indeks vigor sebesar 0 %. Nilai ini berkaitan dengan struktur cadangan makanan benih yang belum terbentuk sempurna sehingga perkecambahan benih relatif rendah. Hal ini sejalan dengan nilai yang didapat pada pengamatan daya berkecambah benih yang rendah yakni, sebesar 11.78 % pada pengamatan akhir kecambah normal. Tabel 3.
Pengaruh Umur Panen Terhadap Beberapa Tolok Ukur Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue. Tolok Ukur
Umur Panen
BKB
BSB
KCT
IV
Karotenoid
36 HSBM
0.4385 d
2.8299 c
1.01 e
0.00 d
1.95x10-4 b
40 HSBM
0.5593 c
3.1517 b
2.33 d
2.89 c
2.57x10-4 ab
44 HSBM
0.6136 c
3.2429 b
6.23 c
12.44 b
2.62 x10-4ab
48 HSBM
0.7113 a
3.5879 a
8.81 a
19.78 a
3.38x10-4 ab
52 HSBM
0.6819 ab
3.6125 a
8.59 a
18.89 a
3.99x10-4 a
56 HSBM
0.6613 ab
3.5295 a
7.86 b
14.44 b
3.46x10-4 ab
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% BKB = Bobot Kering Benih (g) BSB = Bobot 1000 Butir (g) KCT = Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) IV
= Indeks Vigor (%)
Karotenoid (mg/g)
33 Total karotenoid benih terung ungu varietas Texas Blue sangat rendah, sehingga perbedaan jumlah total karotenoid benih antar stadia kemasakan yang diuji relatif kecil. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Rosales (2002) yang menyatakan bahwa total karotenoid benih tomat didominasi oleh likopen dan tidak berbeda nyata pada berbagai tingkat kemasakan pada buah hijau, pink, breaker, merah atau dari buah yang terlalu masak namun demikian sintesis likopen maksimum terjadi pada saat buah masak. Kiss et.al. (2005) menambahkan bahwa kandungan likopen benih tomat meningkat dari umur panen paling awal hingga umur panen yang terakhir dan akumulasi kandungan likopen pada benih dipengaruhi oleh temperatur di sekitar lingkungan. Karotenoid
berperan penting dalam penentuan masak fisiologi benih.
Karotenoid berfungsi sebagai antioksidan dalam benih. Jumlah antioksidan meningkat sepanjang pemasakan benih. Seperti halnya bobot kering benih yang dijadikan sebagai indikator masak fisiologi, karotenoid dapat dijadikan sebagai indikator masak fisiologi karena perannnya dalam perkecambahan benih selama kemasakan benih. Daya berkecambah maksimum terdapat pada benih yang masak. Perkecambahn benih selama proses pemasakan benih dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh seperti giberelin. Sintesis giberelin sendiri dipengaruhi oleh total karotenoid yang terkandung dalam benih itu sendiri. Karoten yang tinggi mampu meningkatkan sintesis giberelin ( Croteau et al., 2000). Tabel 3 terlihat bahwa total karotenoid yang terdapat dalam benih terung ungu sangat rendah dan mengalami peningkatan dari setiap stadia kemasakan buah.. Total karotenoid benih terung ungu varietas texas blue meningkat sejalan dengan stadia kemasakan benih. Total karotenoid benih maksimum tercapai pada stadia kemasakan 52 HSBM, setelah lewat stadia kemasakan tersebut total karotenoid benih terung ungu varietas Texas Blue menurun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sinuraya (2007) menunjukkan total karotenoid pada benih cabai rawit varietas Rama tercapai pada 55 HSBM, yakni stadia kemasakan setelah tercapai masak fisiologi. Total karotenoid yang terdapat dalam benih tidak berbeda nyata pada beberapa stadia kemasakan buah antara 40 HSBM dengan 48, 52, dan 56 HSBM dan tidak berbeda nyata juga antara stadia kemasakan 36 HSBM dengan 40, 48, dan 56 HSBM, kecuali pada stadia kemasakan 36 HSBM
34 dengan stadia kemasakan 52 HSBM yang berbeda nyata. Grafik hubungan total karotenoid benih pada berbagai umur panen disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Total Karotenoid Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue pada Berbagai Umur Panen. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Kadar Air, Viabilitas Potensial, dan Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Rekapitulasi hubungan total karotenoid dengan tolok ukur viabilitas potensial dan vigor benih, persamaan garis, nilai koefisen korelasi (r) dan koefien determinasi (R2) disajikan dalam Tabel 4, sementara analisis regresi hubungan total karotenoid dengan masing-masing tolok ukur disajikan di Lampiran 9-14. Nilai koefisien korelasi (r) antara total karotenoid dengan semua tolok ukur viabilitas, bobot kering benih, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh dan indeks vigor bernilai positif kecuali dengan tolok ukur kadar air benih. Nilai koefisien korelasi yang negatif menunjukkan bahwa total karotenoid dengan kadar air benih memiliki hubungan yang berlawanan. Hal ini sejalan dengan penelitian Prasetyaningsih (2006) dan Sinuraya (2007) yang menyatakan bahwa hubungan total karotenoid dengan kadar air berhubungan erat secara negatif. Semakin tinggi nilai karotenoid maka nilai kadar air akan semakin rendah. Sementara hubungan total karotenoid dengan tolok ukur daya berkecambah, bobot kering benih, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor berpengaruh sangat nyata dengan
35 koefisien korelasi bernilai positif sekitar 0.615 - 0.719. Nilai koefisien korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa semakin tinggi total karotenoid benih maka daya berkecambah, bobot kering benih, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor benih semakin tinggi juga. Hubungan total karotenoid benih dengan tolok ukur daya berkecambah, kadar air bobot kering benih, bobot 1000 butir, indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih disajikan pada Gambar 1015. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan hubungan total karotenoid dengan indeks vigor sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.615. Nilai tesebut bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa total karotenoid mempunyai hubungan yang erat dengan indeks vigor. Nilai koefisien determinasi (R²) pada Tabel 4 menunjukkan tingkat kemampuan dari masing-masing tolok ukur dalam menerangkan keragaman nilai total karotenoid. Semakin besar nilai koefisien determinasi menujukkan keterandalan tolok ukur dalam menerangkan keragaman total karotenoid. Nilai R² terbesar terdapat pada hubungan linear antara tolok ukur bobot 1000 butir dengan total karotenoid yaitu sebesar 51.6%, hal ini menunjukan bahwa bobot 1000 butir mempunyai taraf pengaruh tertinggi terhadap keragaman nilai total karotenoid dibandingkan dengan tolok ukur yang lain. Tabel 4.
Persamaan Garis Hubungan Total karotenoid dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Tolok Ukur Persamaan Garis Koefisien R² Korelasi (r) KA Y= 0.000835 – 0.000016X r=-0.642** 41.2 DB Y= 0.000180 + 0.000002X r= 0.675** 41.3 BKB Y= - 0.000072 + 0.000607X r= 0.650** 42.3 Bobot 1000 Butir Y= - 0.000422 + 0.000217X r= 0.719** 51.6 KCT Y = 0.000199 + 0.000025X r= 0.659** 43.5 IV Y= 0.000217 + 0.000007 X r= 0.615** 37.8
Keterangan :
R²
= koefisien determinasi (%)
**
= sangat nyata pada taraf 1 %
36 0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002 0,30
0,33 0,36 KADAR AIR (% )
0,39
Gambar 10. Hubungan Total Karotenoid dengan Kadar Air Ungu Varietas Texas Blue.
0,42
Benih Terung
0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002 0
10
20
30 40 50 60 DAYA BERKECAMBAH (% )
70
80
90
Gambar 11. Hubungan Total Karotenoid dengan Daya Berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue.
37 0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002 0,40
0,45
0,50
0,55 0,60 0,65 BOBOT KERING BENIH (g)
0,70
0,75
Gambar 12. Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue.
0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002
0,0001 0,250
0,275
0,300 0,325 BOBOT 1000 BUTIR (g)
0,350
0,375
Gambar 13. Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue.
38 0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002 0,00
0,01
0,02
0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 KECEPATAN TUMBUH (% /etmal)
0,08
0,09
Gambar 14. Hubungan Total Karotenoid dengan Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue.
0,0006
KAROTEN (mg/g)
0,0005
0,0004
0,0003
0,0002 0
5
10 INDEKS VIGOR (% )
15
20
Gambar 15. Hubungan Total Karotenoid dengan Indeks Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue.
39 Berdasarkan efisiensi waktu tolok ukur-tolok ukur yang umum digunakan untuk menentukan masak fisiologi mempunyai kelemahan dalam menentukan waktu panen benih yang tepat. Tolok ukur daya berkecambah benih, bobot kering maksimum benih, bobot 1000 butir benih, dan kecepatan tumbuh benih membutuhkan waktu beberapa hari dalam penentuannya. Sementara tolok ukur kadar air benih lebih cepat namun nilai fluktuatifnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Total karotenoid benih dapat digunakan sebagai indikator masak fisiologi benih terung ungu varietas Texas Blue karena berhubungan erat dengan tolok ukur-tolok ukur lain yang biasa digunakan dalam menentukan masak fisiologi benih. Analisis total karotenoid benih relatif lebih cepat dalam pelaksanaannya sehingga penentuan masak fisiologi benih terung ungu lebih cepat pula dibandingkan dengan tolok ukur lainnya.
40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Masak fisiologi benih terung ungu varietas Texas Blue dicapai pada umur panen 48 HSBM yang dicirikan dengan penampakan fisik warna kulit buah yang berwarna kuning keemasan, serta bernilai maksimum pada tolok ukur viabilitas potensial (daya berkecambah 82.22 %), bobot kering benih 0.7113 g, bobot 1000 butir benih 3.5879 g, kecepatan tumbuh benih 8.81 %KN/etmal dan indeks vigor 19.78%. Klorofil dalam benih tidak terdeteksi, sehingga tidak dapat digunakan sebagai indikator kimia dalam penentuan masak fisiologi terung ungu varietas Texas Blue. Total karotenoid terung ungu varietas Texas Blue mempunyai hubungan yang erat dengan tolok ukur masak fisiologi lainnya yaitu kadar air, daya berkecambah, bobot kering benih, bobot 1000 butir, kecepatan tumbuh benih, dan indeks vigor. Total karotenoid benih berpotensi untuk digunakan sebagai indikator masak fisiologi benih terung ungu varietas Texas Blue. Saran Penelitian mengenai penggunaan indikator kimia seperti total karotenoid dan klorofil benih sebagai indikator dalam menentukkan masak fisiologi perlu dilakukan lebih lanjut. Terutama, penggunaan komoditas terung lain yang lebih beragam.
41
DAFTAR PUSTAKA Almela, L., J. A. Fernandez-Lopez., M. E. Candela, C. Egea, and M. D. Alcazar. 1996. Change in pigments, chlorophyllase activity, and chloroplast ultrastructure in ripening pepper for páprika. J. Agric. Food Chem. 44: 1704-1711. Alan, S. and B. Eser. 2008. The effect of fruit maturity and post-harvest ripening on seed quality in hot and conic pepper cultivars. Seed Sci. and Technol. 36 (2):467-474. Axelsson, L. 2006. The function of carotenoids during of chloroplast development versus correlations between carotenoid content, ultrastructure and chlorophyll a to chlorophyll b ratio. Phsiologia Plantarum. 5 (2):111-116. Bewley, J.D. 1994. Seed, Physiology of Development and Germination (Second Edition). Plenum Press, New York and London. Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4th edition. London Kluwer Academic Publishers. 425p. Croteau, R., Kutchan, T.M., Lewis, G.N., Crozier, A., Kamiya Y., Bishop, G. and Yokota, T. 2000. Natural products (Secondary metabolites) In. Biochemistry and molecular biology of plants. (Eds). Buchanan, B.B., Gruissem, W. and Jones, R.L. pp. 1250-1316. American Society of Plant Physiologist, Rockville, MA. Demir, I. and Samit, Y. 2001. Seed quality in relation to fruit maturation and seed dry weight during development in tomato. Seed Sci. and Technol. 29:453462. . 2001. Quality of tomato seeds as affected by fruit maturity at harvest and seed extraction methods. Gartenbauwissenschaft. 66(4):199202. Ditjenhorti. 2009. Konsumsi perkapita sayuran di http://www.hortikultura.deptan.go.id. [1 September 2009].
Indonesia.
Giuliano, G., G.E. Bartley, and P.A. Schollnik.1993. Regulation of carotenoid biosynthesis during tomato development. The Plant Cell. 5:379-387. Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 2007. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah (Penerjemah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Terjemahan dari: Statistical Procedurs for Agricultural Research. Hidayati, N. dan M. Hasanah. 1990. Pengaruh varietas dan kriteria panen terhadap viabilitas benih wijen (Sesamum indicum). Keluarga Benih 1(2):33-44. Hörtensteiner, S. 2006. Chlorophyll degradation during senescence. Annual Review of Plant Biology. 57:55-77.
42 Howard, I. R., S. T. Talcott, C. H. Brenes, and B.Villalon. 2000. Changes in phytochemical and antioxidant activity of selected pepper cultivare (Capsicum species) as influenced by maturity. J. Agric. Food Chem. 48:1713-1720. Imdad, H.P., dan A.A. Nawangsih. 2001. Sayuran Jepang. Penebar Swadaya. Jakarta Jalink, H. 1998. Chlorophyll fluorescence of Brassica oleracea seeds as a nondestructive marker for seed maturity and seed performance. Seed Science Research. 8:437-443. Jalink, H. A. Frandas, R. van der Schoor, J.B. Bino. 1998. Chlorophyll fluorescence of the testa of Brassica oleracea seeds as an indicator of seed maturity and seed quality. Sci. Agric. 55. Kartika, F., dan S. Ilyas.1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode konservasi terhadap viabilitas benih dan vigor kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.) Bul. Agron. 22(2):44-59. Kiss, A.S., J. Kiss, P. Milotay, M.M. Kerek, and M. Toth-Markus. 2005. Differences in anthocyanin and carothenoid content of fruits and vegetables. Food Research International. 38(8-9):1023-1029. Koca, N., F. Karadeniz, and H.S. Burdurlu. 2007. Effect of pH on chlorophyll degradation and colour loss in blanched green peas. Food Chemistry. 100:609-615. Lindgren, O. 2003. Carotenoid Biosynthesis in Seed of Arabidopsis Thaliana. Disertasi. Departement of Plant Biology and Forest Genetics. Swedish University of Agriculture Sciences. Upsala. 33 p. Mugnisjah, W.Q, dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Cetakan ke-2. Bumi Aksara. Jakarta Pranoto, H. S., W. Q. Mugnisjah dan E. Murniati. 1990. Biologi Benih. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. 138 hal. Prasetyaningsih, G. W. 2006. Kemungkinan Karotenoid Sebagai Indikator Tingkat Masak Fisologi Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Skripsi. Program Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 33 hal. Rosales, G.R. 2002. Carotenoid and Fruit Development Effect on Germination and Vigor of Tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Seeds. Disertasi. Horticulture and Crop Science. Ohio State University. 135 p. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih : Dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal
43 Sims, D.A. and J.A. Gamon. (2002). Relationships between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and development stages. Remote sensing of environment. 81:337-354. Sinuraya, F. 2007. Indikator Karotenoid Untuk Menentukan Masak Fisiologi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Sulawesi dan Rama. Skripsi. Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 48 hal. SNI. 2004. Benih Terung Hibrida. http://www.google.com. [5 oktober 2009]. Suhartanto, M.R. 2002. Chlorophyll in Tomato Seeds: Marker for Seed Performance ?. Wageningen Universiteit. Wageningen. 150 p. . 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru dalam penentuan mutu benih. Bul. Agron. 31(1):26-30. Taiz, L. and E. Zeiger. 2009. Chlorophyll biosynthesis. http://www.google.com. [5 oktober 2009]. Ubaid. 2009. Faktor pembentuk klorofil. http://www.SukaBio.Wordpress.com. [1 September 2009]. Valdes, V.W. and D. Gray. 1998. The influence of stage of fruit maturation on seed quality in tomato (Lycopersicon lycopersicum (L.) Karen). Seed Sci. and Technol. 26:309-318. Villela, F.A. 1998. Water relations in seed biology. Sci. Agric. 55:98-101.
44
LAMPIRAN
45 Lampiran 1. Data Rata-rata Curah Hujan di Lokasi Selama Penelitian JAN
FEB
MAR
APR
MEI
CH HH
CH
HH
CH HH
CH HH
CH HH
234
244
11
171
86
83
12
10
4
Sumber
: PT. Sang Hyang Seri
Keterangan
: CH = Curah Hujan (mm/bulan)
5
CH
HH
CH
HH
-
-
-
-
HH = Hari Hujan (hari)
Lampiran 2. Data Curah Hujan Selama Perlakuan Pelabelan Bunga Tanggal Curah Hujan (mm/hari) 11 Mei 2009
-
12 Mei 2009
14
13 Mei 2009
-
14 Mei 2009
-
15 Mei 2009
16
16 Mei 2009
-
17 Mei 2009
-
18 Mei 2009
-
19 Mei 2009
-
20 Mei 2009
-
21 Mei 2009
1
22 Mei 2009
43
23 Mei 2009
7
24 Mei 2009
-
25 Mei 2009
-
26 Mei 2009
-
27 Mei 2009
-
28 Mei 2009
-
29 Mei 2009
-
30 Mei 2009
-
JULI
JUN
46 Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
UP
5
185.11991111
37.02398222
9.46**
0.0015
Galat
12
44.2890666
6.48525778
Umum
17
229.40897778
KK = 5.929446 % Keterangan:UP = Umur Panen
Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Daya berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
UP
5
13794.5679004
2758.91358009
185.73**
0.0001
Galat
12
153.4814813
17.32345679
Umum
17
13948.0493818
KK = 6.983995 %
Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
UP
5
0.15013418
0.03002684
21.84**
0.0001
Galat
12
0.01419228
0.00159795
Umum
17
0.16432646
KK = 6.068017 %
Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
UP
5
1.42647128
0.28529426
20.77**
0.0001
Galat
12
0.14666003
0.01839642
Umum
17
1.57313131
KK= 3.523747 %
47 Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
UP
5
0.01689654
0.00337931
259.06**
0.0001
Galat
12
0.0001344
0.00001502
Umum
17
0.01703095
KK = 6.222733 % Keterangan:UP = Umur Panen
Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Indeks Vigor Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
UP
5
Galat
12
Umum
17
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
1017.08641988
203.41728398
98.31**
0.0001
21.03703706
2.24197531
1038.12345694
KK = 12.60978 %
Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Umur Panen Terhadap Total Karotenoid Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
UP
5
Galat
12
Umum
17
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
0.00000008
0.00000002
2.79 tn
0.0786
0.00000006
0.00000001
0.00000014
KK = 25.7739 %
Lampiran 10. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Kadar Air Benih Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
5.91543E-08
5.91543E-08
11.22**
0.004
Galat
16
8.43482E-08
5.27176E-09
Total
17
1.43503E-07
Keterangan: E-07 = 1x 10 -7 E-08 = 1x 10 -8 E-09 = 1x 10 -9
48 Lampiran 11. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Daya Berkecambah Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
6.52696E-08
6.52696E-08
13.36**
0.002
Galat
16
7.81733E-08
4.88583E-09
Total
17
1.43443E-07
Keterangan : E-07 = 1x 10 -7 E-08 = 1x 10 -8
Lampiran 12. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot Kering Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
6.06360E-08
6.06360E-08
11.71**
0.003
Galat
16
8.28665E-08
5.17916E-09
Total
17
1.43502E-07
Lampiran 13. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Bobot 1000 Butir Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
7.40827E-08
7.40827E-08
17.07**
0.001
Galat
16
6.94198E-08
4.33874E-09
Total
17
1.43502E-07
Lampiran 14. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Kecepatan Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
6.23525E-08
6.23525E-08
12.30**
0.003
Galat
16
8.10904E-08
5.06815E-09
Total
17
1.43443E-07
49 Lampiran 15. Analisis Regresi Hubungan Total Karotenoid dengan Indeks Vigor Tumbuh Benih Terung Ungu Varietas Texas Blue Sumber
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Regresi
1
5.42589E-08
5.42589E-08
9.73**
0.007
Galat
16
8.91841E-08
5.57400E-09
Total
17
1.43443E-07
Keterangan:
E-07 = 1x 10 -7 E-08 = 1x 10 -8
a. Mikania michranta
b. Fimbristilis sp.
c. Jajagoan
Lampiran 16. Gulma yang Terdapat pada Pertanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue.
a. Phomopsis sp.
b. Bercak daun
Lampiran 17. Penyakit yang Menyerang pada Tanaman Terung Ungu Varietas Texas Blue.