Trade Keadaan sekarang: Banyak perdagangan kukang 83 ekor Januari 2013 2012: Hari biasa 5-6 ekor Weekend 15 ekor Volume perdagangan tetap Penangkapan belum banyak berhasil Bentuk perdagangan sekarang online Kendala dan masalah: 1. Penegakan hokum (dana dan kesungguhan). Kesungguhan -> niat pemerintah dan penegak hokum 2. PPS dan PRS kekurangan dana, kekurangan tempat, kekurangan pengetahuan (pengetahuan kukang masih sedikit di Indonesia). 3. Untuk kasus penegakan hokum kita sepakat tidak mengenal spesies selain N. coucang (yang diakui UU dan PP no 7). Yang diharapkan: Tidak ada lagi perdagangan satwa dilindungi. Minimal street vendor tidak ada lagi (perdagangan terbuka di pinggir jalan yang bisa diakses masyarakat umum) Usulan praktis: Lembaga partner usulan: Mabes polri, kehutanan (BKSDA), kejaksaan, KPI (Komisi Penyiaran), Pemda. Penegakan hokum sebaiknya dilakukan NGO karena bisa mengawasi pemerintah Memprofilkan perdagangan online (2008-2013), menutup 10 forum jual beli online, operasi pasar (2013 minimal 4x per 3 bulan), iklan/campaign media (memanfaatkan media secara langsung, berkaca dari contoh sukses kasus Aladdin), iklan TV (lebih praktis karena audiens terukur. Penyadaran bisa mencapai orang tua yang memiliki uang-> menghalangi anak beli satwa) Lesson learns dari perdagangan: Selama ini yang dilakukan masih konvensional (mengatasi reseller, bukan pengumpulnya). Jadi kalo bisa sekarang targetnya adalah Bandar-> lebih signifikan daripada menangkap reseller Awareness: NGO masih di tingkat lokal, yang harusnya sekalian di habitat alaminya. Dana sosialisasi di sekolah = dana iklan TV secara massif. Penyadartahuan: iklan (tahun ini dapat iklan gratis dari MNC tiga tema) dengan waktu pentayangan prime time. Kemauan kuat dari aparat penegak hokum. Pendekatan ke e-commerce (penyelenggaraan sosialisasi). Peran media (dampak Harry Potter, Limbad, dan sinetron2 yang menggunakan satwa) sangat besar (KPI sudah melayangkan surat pemutusan program dan Trans Group sudah berhenti menayangkan acara satwa). Persekutuan penegak hokum (masalahnya masih sama selama 10 tahun) Sosialisasi sudah sangat sering dilakukan, namun isu ini tetap menjadi isu marjinal, belum nasional. Kapasitas terbatas PPS -> penegakan hokum harus diparkir dulu sampai PPS sanggup menampung?
Terkait PPS: tidak ada dana, tempat, penanganan satwa (bisa salah satu atau kombinasi ketiganya) Alternatif pemusnahan tidak mau melangkahi otoritas. Tim penegakan hokum tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan euthanasia. Perlu atau tidak memusnahkan semua hasil sitaan? Tidak ada alasan apapun untuk menghentikan penegakan hokum. Untuk Indonesia, birokrasi perlu dipangkas (langsung ke dokter hewan). Pemusnahan itu tergantung barang sitaannya (kalau sudah mati dimusnahkan, yang masih hidup belum pernah ada pemusnahan, cenderung dianjurkan masuk PPS). Perlu langsung ke dokter hewan: satwa dalam kondisi apa yang bisa disuntik mati. Selama ini belum terimplementasi. Kalau kita menunggu orang2 yang berwenang bicara tentang euthanasia, sehingga mungkin kita bisa minta langsung ke dokter PDHI untuk bicara di pusat. ->dokter hewan: kapasitas masih sampai menyarankan kepada pemilik. Pelaksanaan ada di tangan pemilik. Dokter hewan bisa memaksakan jika hewan tampak sangat menderita. PP tentang kesejahteraan hewan sudah mengatur penyaranan euthanasia, tapi keputusan final di pemerintah. Protokol euthanasia sudah sampai di kementrian untuk dilaksanakan namun masih mentok. Pemusnahan satwa sitaan sehat maupun tidak-> belum diketahui ada pengaturan (kecuali yang membahayakan). Liga Antiperdagangan Satwa Koordinator bisa via pihak2 lembaga ini, isunya nasional.
Reintroduction and Research Adrian Keadaan saat ini: Sumber daya peneliti khususnya local, sangat kurang, mengenai penelitian kukang. Data-data dasar tentang populasi masih kurang. Datanya ada tapi tersebar di instansi berbeda sehingga sulit diakses. Ada gap antara LSM yang berhubungan dengan penelitian dan reintroduksi dengan pemerintah. Untuk reintroduksi, sebagian besar kukang tidak memiliki kondisi fisik yang memungkinkan untuk dilepasliarkan. Harapan: Ada kerja sama yang baik antara LSM dan pemerintah. Ada penelitian lebih lanjut mengenai kukang. Data yang ada diorganisir dan dikumpulkan agar akses mudah dan rutin. Penelitian lebih lanjut diharapkan dalam instansi dalam negeri. Ada lembaga yang mendanai dan memfasilitasi. Birokrasi izin penelitian lebih mudah. Tidak ada perburuan lagi. Kukang yang diselamatkan bisa dikembalikan kea lam Tindakan yang harus dilakukan: Instansi atau organisasi yang mengumpulkan data tentang kukang harus ada. Kampanye, sosialisasi, dan edukasi tentang penegakan hokum harus ada Penelitian dan penumbuhan minat harus ada. Workshop lanjutan mengenai reintroduksi dan penelitian Koordinator yang diharapkan: LIPI
Stakeholder: Badan Informasi Geospasial Kementrian LSM PPS Masyarakat local Perhutani Langkah kongkrit: Workshop yang fokus di introduksi dan penelitian yang mengundang stakeholder yang telah disebutkan sebelumnya. Sosialisasi dan penyuluhan di semua kalangan penting untuk penumbuhan minat di semua kalangan Pengumpulan data awal Penelitian tentang etnobiologi Pertanyaan: LIPI dikedepankan, jika melihat kesibukan LIPI saat ini mungkinkah melibatkan lembaga lain? LIPI di sini sebagai koordinator. Kegiatannya sendiri oleh LSM. Di LIPI, yang dimaksud adalah tim kajian, yang dibantu pihak lain dalam pelaksanaan. LIPI tidak ada di sini, ada perhatian khusus mereka ke kukang? Hasil workshop ini kita siarkan ke LIPI sebagai lembaga pemerintah, demikian juga untuk kegiatan workshop yang diusulkan. Bagaimana kalau yang ditangkap adalah yang baru saja dari hutan? (fresh from jungle, treatment sama kah dengan rehabilitant?) Kalau masih liar dan sehat tidak perlu, kalau tidak perlu diserahkan kepada ahlinya. Dalam workshop pelepasliaran satwa, belum didapat protocol selain rescue-rehab-release. Prosesnya bisa dipercepat untuk menghindari kerusakan perilaku liarnya. Dikawatirkan ada proses pembodohan satwa yang masih liar karena baru saja ditangkap lalu dikandangkan karena mengikuti prosedur. (?) Satwa sehat tanpa resiko ketularan penyakit tidak masalah (SOP perlu dipikirkan mengenai masalah tersebut)
Captive Care Yusuf Keadaan saat ini: PPS dan PRS sangat penuh karena kukang yang masuk tidak ada giginya (tidak bisa dilepaskan). Kekurangan ada di masalah dana-> kandang tidak bisa diperluas. Petugas perlu memiliki informasi yang tepat mengenai perilaku kukang. Usulan praktis: Kebutuhan pakan dibuat dengan kebun pakan (contohnya menanam pohon jienjen yang dimakan getahnya) Lembaga: PPS Stakeholder:
Masyarakat BKSDA Yang harus dilakukan: Meningkatkan animal welfare Mengampanyekan ‘stop perdagangan kukang’ Pertanyaan Secara legal formal tidak bisa dilepas: captive breeding supaya anakannya yang dilepas? Harus dengan spesies yang sama. Beda jenis kelamin perilaku pendekatannya sulit (perlu dikandangkan dengan beda) Apakah ada metode manipulasi habitat terkait kukang cacat? Kita bisa melakukan enrichment yang dibuat semirip mungkin dengan habitat aslinya. Organisasi apa yang memelihara kukang? Belum ada, baru isu. Sebenarnya 5-8 ekor bisa dalam kandang yang sama asal besar dan banyak dahan. Tidak bisa memelihara dua betina kecuali ibu dan anak. Dua jantan satu betina masih oke karena di alam biasanya satu kelompok lebih banyak jantan daripada betina. Kukang beranak? Perlu perawatan khusus. Melepasliarkan captive animal masih kurang keberhasilannya. Begitu beranak harus dipisah dari jantan. Bayinya akan sangat sulit dilepasliarkan, karena yang liar-captive aja susah. Contoh lumba: setiap bayi yang lahir di captive gak bisa dilepas karena kurang lesson learnnya kurang (makanan dan ketahanan tubuh). Contoh release di Vietnam: adult mati karena sudah memiliki kebiasaan, subadult bertahan karena mereka natural dispersal. Tapi tetap yang dilepas harus yang sudah beres disapih. Education Keadaaan sekarang Sudah ada sosialisasi, pembinaan, kampanye, workshop, pendidikan ke sekolah-sekolah, sudah ada lembaga konservasi yang bisa dikunjungi. Kekurangan edukasi: pembiayaan, metode penyampaian dengan membawa satwa liar yang dilindungi, beberapa kebun binatang tidak memiliki standar. Harapan: Pendidikan yang melihat langsung ke alam Penyadartahuan kepada masyarakat Yang perlu dilakukan: Edukasi yang saling terkait Edukasi tanpa membawa satwa, menggunakan media lain yang mewakili Selalu monitoring dan evaluasi cara penyampaian sosialisasi agar tepat sasaran. Lembaga: BKSDA, LSM, kementrian, masyarakat, mahasiswa pencinta alam, sekolah, perusahaan yang terkait dengan habita
Hope for the future The overall consensus of the participants of the workshop was to see an end in the trade of lorises by ensuring law enforcement officers had more support and resources needed to stop traders. Further collaboration between NGOs and government agencies on the research of wild loris populations was needed to ensure easier access to data. The participants stated that more funding and resources needed to be made available for future research.
Group 1 - Illegal Wildlife Trade Problems: 1. Volume of lorises traded remains the same or greater 2. Arrests have not had much impact on the trade of lorises 3. The internet has now provided an additional forum for trafficking 4. Lack of support from law enforcement (funds and security). The illegal trade in lorises perhaps not seen as an important issue and lack of enforcement of laws is still a problem. 5. Identification of other loris species is difficult for law enforcement. Practical suggestions: 1. Proposed partnerships between the National Police Headquarters, Forestry (BKSDA), prosecutors, KPI (Broadcasting Commission) and the government. 2. NGOs should be able to enforce laws. Simply rescuing lorises is not sufficient as traders will continue to purchase and sell animals. Enforcing laws and prosecuting traders is needed. 3. More support for law enforcement officers to arrest and prosecute offenders. 4. Online profiling of trade (2008-2013). Setting up online trading forums to monitor illegal wildlife trade. 5. Market operations (2013 at least 4x per 3 months). Monitoring the trade of animals through regular visits to markets. 6. More information should be available for consumers in the market areas. 7. Advertising / media campaign (utilizing media directly, eg: Aladdin). Creating TV commercials highlighting the plight of lorises, raising awareness and targeting an audience who have the power to change things.
Group 2 - Reintroduction and Research Constraints and issues: 1. Basic data on loris populations is lacking and difficult to access since it is distributed within different institutions. 2. There is a gap in the knowledge between NGO-related and government research. 3. Many lorises lack physical condition/health for reintroduction 4. Limited capacity in rescue centers PPS, is culling an option for an Endangered species? Is it the law enforcement agency’s decision to euthanize, a vet’s or the government’s? Under what conditions can the animals be euthanized?
Practical suggestions: 1. More workshops on reintroduction and research 2. Involvement of NGOs and other organizations to tackle illegal wildlife trade but also inclusion of local communities. 3. Wider dissemination of results of research 4. Reintroductions assessed on an individual basis ie: animals confiscated before traded in markets, body condition of animals.
Group 3 - Captive Care Constraints and issues: 1. Rescue centers are full due to the large number of lorises that cannot be released. 2. Rescue and rehabilitation centres (PPS and PRS) lack sufficient funds and space for rescued animals but there is also a lack of knowledge regarding the care of lorises in captivity. 3. Lack of funding to provide additional space 4. Law enforcement officers need additional support in understanding the behavior of lorises.
Practical suggestions: 1. Animals need food that they would eat in the wild (such as gum, nectar and insects) 2. Improve animal welfare in the centers (housing animals together/separate) 3. Initiate a campaign to stop the trade in lorises 4. Captive breeding program? 5. Enrichment for captive animals that mimic natural habitat
Group 4 - Education Constraints and issues: 1. Lack of education within local communities 2. Lack of funding and support 3. Standardization of teaching resources is required Practical suggestions: 1. Education without the use of animals but using media and other resources. 2. Ensuring that the delivery of education is targeted to the right audience. 3. Topics could include all wildlife (good for areas that have no lorises) 4. Distribution of books is equal amongst schools